• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pola Konsumsi, Lingkungan Pengasuhan, dan Status Kesehatan dengan Status Gizi dan Perkembangan Balita

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pola Konsumsi, Lingkungan Pengasuhan, dan Status Kesehatan dengan Status Gizi dan Perkembangan Balita"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN POLA KONSUMSI, LINGKUNGAN

PENGASUHAN, DAN STATUS KESEHATAN DENGAN

STATUS GIZI DAN PERKEMBANGAN BALITA

ENGKUN ROHIMAH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Pola Konsumsi, Lingkungan Pengasuhan, dan Status Kesehatan dengan Status Gizi dan Perkembangan Balita adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

ENGKUN ROHIMAH. Hubungan Pola Konsumsi, Lingkungan Pengasuhan, dan Status Kesehatan dengan Status Gizi dan Perkembangan Balita. Dibimbing oleh LILIK KUSTIYAH dan NETI HERNAWATI.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pola konsumsi, lingkungan pengasuhan, dan status kesehatan dengan status gizi dan perkembangan balita. Desain penelitian adalah cross sectional dengan contoh sebanyak 63 balita. Variabel pola konsumsi diambil dengan menggunakan kuesioner FFQ, lingkungan pengasuhan dengan menggunakan instrumen HOME inventory, dan perkembangan balita dengan menggunakan instrumen BKB. Hasil uji beda menunjukan adanya perbedaan signifikan (p<0.05) antara kualitas lingkungan pengasuhan anak usia batita dengan anak usia prasekolah. Kualitas lingkungan pengasuhan anak usia prasekolah lebih baik dibandingkan dengan kualitas lingkungan pengasuhan anak usia batita. Selain itu, uji beda juga menunjukan adanya perbedaan signifikan (p<0.05) antara lama waktu menonton televisi anak laki-laki usia batita dengan lama waktu menonton televisi anak perempuan usia batita. Waktu menonton televisi anak laki-laki adalah lebih lama dibandingkan dengan anak perempuan pada usia batita. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan (p<0.05) antara status pekerjaan ibu dan pola asuh kesehatan dengan status gizi (BB/TB); pendapatan per kapita dengan status gizi (TB/U); pengetahuan gizi dan kesehatan dengan perkembangan anak; lama waktu menonton televisi dengan perkembangan, dan riwayat penyakit sebulan dengan status gizi (BB/U).

Kata kunci: pola konsumsi, lingkungan pengasuhan, status kesehatan, status gizi, perkembangan, balita

ABSTRACT

ENGKUN ROHIMAH. Relationship between Food-Consumption Pattern, Quality of Child Care Environment, and Health Status with Nutritional Status and Development of Children Under-Five Years. Supervised by LILIK KUSTIYAH and NETI HERNAWATI

(6)

parenting with nutritional status (WHZ) , income per capita with nutritional status (HAZ), nutrition and health knowledge with child development, period of spent time viewing TV with child development, and disease history with nutritional status (WAZ).

(7)
(8)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

HUBUNGAN POLA KONSUMSI, LINGKUNGAN

PENGASUHAN, DAN STATUS KESEHATAN DENGAN

STATUS GIZI DAN PERKEMBANGAN BALITA

ENGKUN ROHIMAH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(9)
(10)

Judul Skripsi : Hubungan Pola Konsumsi, Lingkungan Pengasuhan, dan Status Kesehatan dengan Status Gizi dan Perkembangan Balita

Nama : Engkun Rohimah NIM : I14100146

Disetujui oleh

Dr. .Ir. Lilik Kustiyah, M.Si Pembimbing I

Neti Hernawati, SP, M.Si Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Rimbawan Ketua Departemen

(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M. Si dan Ibu Neti Hernawati, SP, M.Si selaku pembimbing pertama dan kedua yang telah memberikan banyak masukan. 2. Bapak dr. Naufal Muharam Nurdin, S.Ked selaku dosen pemandu seminar

dan Ibu Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan koreksi dan saran untuk perbaikan skripsi ini.

3. Ibu Ayos yang telah banyak membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah.

4. Bapak (Suyud), Ibu (Ayanah), dan adik (Pipit) atas dukungan dan kasih sayangnya.

5. Para pembahas seminar yang telah memberikan masukan dan perbaikan skripsi ini yaitu Erik, Susan, Wahyu, dan Umami

6. Ibu-ibu kader posyandu Cucak Rawa, Amel, Dahlia, Yusi, Melinda, dan Karera yang telah banyak membantu dalam pengambilan data

7. Teman-teman saya yakni Dinah, Yeni, Wahyu, Indah, Ade, Kiki, Evi, dan Ami yang telah banyak memberikan bantuan, doa, motivasi dan semangat 8. Teman-teman Gizi Masyarakat 47 termasuk teman-teman kloter 1 Dharmais

atas dukungan dan bantuannya.

9. Teman-teman kosan Andika House yang telah banyak memberikan semangat, motivasi, dan dukungan.

Penulis menyadari skripsi ini belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diperlukan untuk perbaikan penulisan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat mencapai tujuan dengan maksimal dan memberikan manfaat bagi banyak pihak.

Bogor, September 2014

(13)
(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 3

Manfaat 3

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE 6

Desain, Tempat, dan Waktu 6

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh 6

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 7

Pengolahan dan Analisis Data 8

Definisi Operasional 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Gambaran Umum 11

Karakteristik Contoh dan Karakteristik Keluarga 12

Waktu Menonton Televisi 15

Pola Konsumsi 16

Status Kesehatan 18

Pola Asuh Kesehatan 18

Lingkungan Pengasuhan 20

Status Gizi 22

Perkembangan anak 24

Hubungan Antar Variabel 27

SIMPULAN DAN SARAN 34

Simpulan 34

Saran 34

DAFTAR PUSTAKA 35

LAMPIRAN 38

(15)

DAFTAR TABEL

1 Cara pengumpulan data primer 7 2 Jenis variabel, kategori, dan acuan pengolahan data penelitian 9 3 Sebaran contoh berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin 12 4 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dan kelompok usia 13 5 Sebaran contoh berdasarkan sub skala pengetahuan gizi dan kesehatan 15 6 Sebaran contoh berdasarkan kategori lama waktu menonton televisi

dan kelompok usia 15 7 Frekuensi rata-rata konsumsi pangan contoh dalam seminggu 17 8 Sebaran contoh berdasarkan riwayat penyakit 1 bulan terakhir

dan kelompok usia 18 9 Sebaran contoh berdasarkan sub skala pertanyaan pola asuh kesehatan 19 10 Sebaran contoh berdasarkan pola asuh kesehatan dan kelompok usia 19 11 Sebaran contoh berdasarkan kualitas lingkungan pengasuhan

dan kelompok usia 20 12 Sebaran contoh berdasarkan sub skala kualitas lingkungan pengasuhan

dan kelompok usia 22 13 Sebaran contoh berdasarkan status gizi dan kelompok usia 24 14 Sebaran contoh berdasarkan perkembangan dan kelompok usia 25 15 Sebaran contoh berdasarkan sub skala perkembangan dan

kelompok usia 26 16 Hasil uji korelasi karakteristik keluarga dengan status gizi

dan perkembangan anak 28 17 Sebaran contoh menurut pola asuh kesehatan dan status

gizi berdasarkan berat badan menurut tinggi badan 29 18 Sebaran contoh menurut pola asuh kesehatan dan status

gizi berdasarkan berat badan menurut umur 30 19 Nilai rata-rata skor perkembangan contoh berdasarkan kategori lama

waktu menonton televisidan sub skala perkembangan 31 20 Sebaran balita menurut status gizi (BB/U) dan perkembangan

anak 33 21 Sebaran balita menurut status gizi (BB/TB) dan perkembangan

anak 33

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji korelasi Spearman 38

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anak balita merupakan anak yang sedang dalam masa tumbuh kembang (Mary 2011). Pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan tulang, gigi, dan otot, sehingga anak balita membutuhkan makanan bergizi lebih banyak dalam proporsi tertentu (Kathleen et al. 2008). Masa balita merupakan masa yang penting karena dimasa ini terjadi pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak di masa selanjutnya (Diasmarani 2011). Pertumbuhan anak yang lengkap dan sempurna akan menunjang perkembangan anak sehingga perkembangan anak menjadi lebih optimal. Pertumbuhan mencakup bertambahnya tinggi dan berat badan anak sedangkan perkembangan mencakup perubahan dan kematangan fungsi tubuh ke arah yang lebih baik. Kegagalan pertumbuhan dan perkembangan di masa balita dapat berpengaruh terhadap kehidupannya di masa dewasa.

Perkembangan seorang anak dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya status gizi, status kesehatan dan konsumsi zat gizi. Status gizi, status kesehatan dan konsumsi zat gizi yang baik dapat mendukung perkembangan anak yang lebih optimal (Agustin 2011). Usia balita merupakan usia yang rentan terhadap status gizi kurang. Kekurangan gizi pada balita disebabkan dari interaksi antara berbagai faktor, tetapi faktor yang utama adalah akibat konsumsi makanan yang kurang memadai baik kuantitas maupun kualitas (Mary 2011).

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 prevalensi gizi kurang sebesar 19.6% (Depkes 2013). Nilai prevalensi gizi kurang di Indonesia cukup tinggi jika dibandingkan dengan standar yang ditetapkan World Health Organization (WHO) yaitu sebesar 10% (Syukriawati 2011). Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Banten Tahun 2012, sebanyak 60 893 2013). Pramudiarja (2013) mengatakan bahwa gizi kurang menurut Walikota Tangerang Selatan, bukan hanya karena ketidakmampuan orang tua saja tetapi karena ketidaktahuan orang tua.

Selain berhubungan dengan asupan makanan, status gizi juga dipengaruhi oleh status kesehatan balita (Diasmarani 2011). Anak yang sakit biasanya memiliki nafsu makan yang turun dan asupan makanan yang terbatas. Penyakit yang berasal dari virus atau bakteri akut memang umumnya membutuhkan waktu yang singkat, namun hal ini dapat menyebabkan dibutuhkannya peningkatan cairan, protein, atau nutrisi lainnya untuk anak (Kathleen et al 2008).

(18)

2

sering berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya, sehingga anak mudah untuk terkena penyakit infeksi terutama untuk anak yang memiliki daya tahan tubuh lemah (Mary 2011). Faktor infeksi dan masalah gizi sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup anak. Riskesdas (2007) menunjukkan, penyebab kematian balita sebesar 17,2% terjadi karena diare (Depkes 2012).

Selain gizi kurang, balita gizi buruk di Tangerang Selatan juga masih cukup banyak yaitu berjumlah 24 anak pada tahun 2012 yang ada di beberapa kecamatan termasuk Kecamatan Pamulang. Balita yang terserang gizi buruk umumnya juga disebabkan oleh kesibukan orang tuanya khususnya ibu balita saat bekerja yang tidak memperhatikan kebutuhan gizi bagi balita (Joniansyah 2011).

Bagi ibu yang bekerja, waktu yang diberikan kepada anak balitanya akan berkurang daripada ibu yang tidak bekerja. Ibu yang bekerja di luar rumah setiap hari umumnya tidak dapat mengawasi secara langsung pola makan sehari-hari anak balitanya. Makanan anak balita diserahkan kepada pengasuh anak, pembantu rumah tangga, keluarga ataupun tempat penitipan anak (Syukriawati 2011). Keadaan ini mengakibatkan pola makan anak mungkin saja menjadi tidak teratur sehingga akan berdampak pada status gizi anak yang kurang baik dan akhirnya berdampak pula kepada perkembangan anak.

Selain dipengaruhi oleh bekerja atau tidaknya ibu, pola makan anak juga dipengaruhi oleh kebiasaan anak menonton televisi. Televisi bisa mempengaruhi kebiasaan makan anak. Survey di Amerika Serikat menunjukkan bahwa semakin lama seorang anak menonton televisi, maka konsumsi makanan seperti yang diiklankan dalam televisi juga meningkat. Ini membuktikan kebiasaan makan anak dapat berubah karena intervensi iklan di televisi. Penemuan lainnya adalah meningkatnya waktu menonton televisi akan membuat anak mempengaruhi pola belanja makanan orang tuanya di pasar swalayan. Pada saat orang tua akan berbelanja, anak langsung menyampaikan daftar pesanan makanan yang harus dibeli ibunya. Meningkatnya kebiasaan mengkonsumsi panganan padat kalori dan banyaknya waktu yang digunakan untuk menonton televisi membuat anak-anak rawan terhadap obesitas (Putri 2012).

Kebiasaan anak menonton televisi juga mempengaruhi perkembangan anak. Karena jadwal kesibukan cukup padat, orang tua lebih senang membiarkan anaknya menonton televisi untuk melengkapi kebutuhan edukasi sekaligus hiburan sang anak sehingga orangtua dapat memperoleh lebih banyak waktu untuk bekerja dan beristirahat. Menurut penelitian Dimitri dari University of Washington, AS menunjukkan bahwa vokalisasi, kosakata, dan percakapan yang dilakukan oleh pendamping anak (orangtua, pengasuh) berkurang secara bermakna selama ia menonton televisi. Hal ini menimbulkan pengurangan stimuli pada anak untuk berkomunikasi sehingga berakibat pada perkembangan bahasa anak (Tiwi 2012).

(19)

3

Tujuan

Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara pola konsumsi, lingkungan pengasuhan, dan status kesehatan dengan status gizi dan perkembangan anak usia balita.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik anak dan orang tua, pola konsumsi, lingkungan pengasuhan anak, riwayat kesehatan, pola asuh kesehatan anak, lama waktu menonton televisi, status gizi anak dan nilai perkembangan anak

2. Menganalisis perbedaan karakteristik anak dan orang tua, pola konsumsi, lingkungan pengasuhan anak, riwayat kesehatan, pola asuh kesehatan anak, lama waktu menonton televisi, status gizi dan nilai perkembangan anak berdasarkan kategori jenis kelamin pada setiap kelompok usia anak

3. Mempelajari hubungan antara pola konsumsi, lingkungan pengasuhan, waktu menonton televisi dan riwayat kesehatan dengan status gizi dan perkembangan anak

Manfaat

Bagi masyarakat sekitar

Melalui penelitian ini diharapkan masyarakat menjadi mengetahui pentingnya pola konsumsi dan lingkungan pengasuhan yang baik guna mendukung status gizi perkembangan anak. Selain itu, diharapkan juga masyarakat dapat lebih menjaga kesehatan anak balita mereka agar anak tersebut tidak memiliki riwayat kesehatan yang tidak baik yang dapat mengganggu status gizi dan perkembangan anak.

Bagi kegiatan BKB (Bina Keluarga Balita)

Melalui penelitian ini diharapkan kegiatan BKB ini juga memusatkan perhatian pada penyuluhan mengenai pentingnya pola konsumsi anak yang baik, pentingnya menjaga dan memperbaiki lingkungan pengasuhan, dan pentingnya menjaga kesehatan anak agar anak memiliki status gizi dan dapat tumbuh serta berkembang dengan baik. Karena selama ini BKB lebih memusatkan kepada pola pengasuhan yang baik.

KERANGKA PEMIKIRAN

(20)

4

merupakan akibat dari adanya interaksi antara berbagai faktor, tetapi yang paling utama adalah akibat konsumsi makanan yang kurang mencukupi baik kuantitas maupun kualitas. Kuantitas dan kualitas konsumsi balita dapat dilihat dari pola konsumsi balita.

Selain berhubungan dengan asupan makanan, status gizi juga dipengaruhi oleh status kesehatan balita (Diasmarani 2011). Infeksi yang terjadi pada balita dapat memperburuk status gizi balita. Hal ini dikarenakan pada saat balita mengalami infeksi, balita biasanya kehilangan nafsu makan dan pada kejadian tertentu, keadaan infeksi dapat menyebabkan terjadinya malabsorpsi, sehingga zat gizi yang berasal dari makanan tidak dapat diserap dengan baik oleh tubuh akibatnya status gizi balita tersebut akan semakin memburuk (Yulia 2008).

Status kesehatan dan adanya infeksi dipengaruhi oleh pola asuh kesehatan anak. Pola asuh kesehatan akan sangat mempengaruhi status kesehatan anak, karena apabila pola asuh kesehatan yang diberikan kurang baik, maka kemungkinan konsumsi pangan anak akan ikut terganggu, akibatnya akan terjadi penurunan kekebalan tubuh. Keadaan ini menyebabkan anak balita akan terkena berbagai penyakit (Syukriawati 2011).

Pola makan anak juga dipengaruhi oleh kebiasaan anak menonton televisi. Televisi bisa mempengaruhi kebiasaan makan anak. Anak-anak yang menonton televisi lebih lama makan lebih banyak makanan berkalori dan minum bersoda. Selain itu, anak-anak yang menonton televisi lebih banyak memakan makanan rendah gizi, tetapi berkalori tinggi. Kebiasaan anak menonton televisi juga mempengaruhi perkembangan anak. Televisi mengganggu perkembangan kecerdasan, pemikiran dan keterampilan imajinasi serta mengganggu perkembangan bahasa (Vancouver Island 2011).

Selain itu, status gizi dan perkembangan balita juga dipengaruhi oleh pengasuhan orang tua. Kualitas pengasuhan yang diberikan ibu mempunyai peran penting bagi perkembangan anak. Anak balita yang memperoleh kualitas pengasuhan yang lebih baik, kemungkinan besar akan memiliki angka kesakitan yang lebih rendah dan status gizi yang relatif lebih baik (Syukriawati 2011).

Perbedaan karakteristik keluarga seperti besar keluarga dan pekerjaan orangtua dapat mempengaruhi proses pengasuhan yang diterapkan orang tua kepada anak. Makin besar jumlah anggota keluarga maka akan semakin sedikit waktu dan perhatian ibu terhadap anak, karena semua itu harus dibagi dengan anggota keluarga yang lainnya. Selain itu, besar anggota keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi. Kebutuhan makanan akan menjadi lebih mudah dipenuhi pada keluarga yang memiliki jumlah anggota lebih sedikit (Yulia 2008).

(21)
(22)

6

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain cross sectional study. Pengamatan terhadap variabel bebas dan terikat dilakukan sekaligus pada suatu saat dan secara langsung. Adapun tempat penelitian yang diambil adalah di Kota Tangerang Selatan. Pemilihan Kota Tangerang Selatan sebagai tempat penelitian dilakukan secara purposive. Kota Tangerang Selatan memiliki 7 kecamatan yang memiliki kegiatan BKB (Bina Kelurga Balita). Namun, dari ketujuh kecamatan itu hanya ada 4 kecamatan yang aktif mengadakan kegiatan BKB yaitu kecamatan Serpong Utara, kecamatan Ciputat, kecamatan Serpong, dan Kecamatan Pamulang. Adapun kecamatan yang dipilih dalam penelitian ini adalah kecamatan Pamulang. Pemilihan ini dilakukan secara purposive dengan pertimbangan kemudahan akses ke lokasi. Selain itu, lokasi menurut dinas kesehatan Kota Tangsel termasuk lokasi dimana balita gizi buruk dan gizi kurang umumnya berada. Karena Kecamatan Pamulang ternyata terbagi menjadi dua lokasi wilayah yang memiliki posyandu dengan kegiatan BKB (Bina Keluarga Balita) yaitu wilayah Pamulang dan wilayah Benda Baru maka dipilihlah wilayah Benda Baru secara purposive. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, yaitu pada bulan Mei 2014 sampai dengan Juli 2014.

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Contoh penelitian ini adalah anak usia di bawah lima tahun (balita) yang tinggal di lokasi penelitian. Pemilihan contoh dilakukan secara purposive, dengan kriteria keluarga lengkap atau utuh yang tinggal dalam rumah tangga yang sama, mempunyai anak balita berusia 2-5 tahun, aktif mengikuti kegiatan BKB (Bina Keluarga Balita), dan kegiatan lain di posyandu misalnya penimbangan serta bersedia untuk dijadikan contoh. Survei pendahuluan dilakukan untuk melakukan sampling, yang akan mengelompokkan keluarga yang memiliki balita. Berdasarkan data ada sekitar 70 balita di wilayah Benda Baru, Kecamatan Pamulang yang aktif mengikuti kegiatan BKB (Bina Keluarga Balita) dari posyandu. Adapun jumlah sampel yang diambil adalah seluruh populasi balita yang berjumlah 70 balita tersebut. Balita yang ada kemudian dikelompokkan menjadi 2 yaitu sebagai berikut

 batita (2-3 tahun) = 32 contoh

 prasekolah (di atas 3 tahun sampai 5 tahun) = 38 contoh

Namun, setelah dilakukan penelitian ternyata terdapat 2 balita yang tidak bisa diamati karena sedang tidak berada di tempat dan 5 balita yang ibunya tidak dapat ditemui dan memiliki pengasuh utama bukan ibu. Karena itu, maka balita yang dijadikan contoh menjadi berjumlah 63 anak. Adapun pengelompokannya adalah

 batita (2-3 tahun) = 30 contoh

(23)

7

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan data sekunder. Data sekunder diambil dari format posyandu yang berisi nama-nama anak berusia 2-5 tahun dan alamat tinggalnya. Data primer mencakup karakteristik keluarga, karakteristik anak balita, pola konsumsi pangan anak balita, lingkungan pengasuhan balita, status kesehatan balita, status gizi dan perkembangan balita. Data karakteristik rumahtangga terdiri dari umur orang tua, besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pengetahuan gizi ibu. Karakteristik anak balita mencakup umur anak balita dan jenis kelamin anak balita.

Pola konsumsi pangan anak balita meliputi tingkat konsumsi pangan anak balita dan frekuensi konsumsi pangan anak balita melalui wawancara menggunakan Food Frequencies Questionnaire (FFQ) konsumsi pangan rumah tangga. Lingkungan pengasuhan diukur dengan menggunakan HOME (Home Observation for Measurement of the Environment) inventory. HOME inventory terdiri atas 2 versi yaitu untuk mengukur lingkungan pengasuhan yang diselenggarakan orang tua untuk kelompok usia bayi (0-3 tahun) dan anak usia prasekolah (3-6 tahun). Karena contoh yang diambil berumur 2-5 tahun maka kedua versi ini akan digunakan. Perkembangan diukur dengan instrumen BKB (Bina Keluarga Balita) yang dikembangkan oleh BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional). Instrumen ini juga dibedakan berdasarkan umur yaitu instrumen untuk anak usia 1-2 tahun, 2-3 tahun, 3-4 tahun, dan 4-5 tahun. Tabel 1 menunjukkan cara pengumpulan data primer.

Tabel 1 Cara pengumpulan data primer

Data Metode Instrumen

Karakteristik keluarga Wawancara Kuesioner

Pengetahuan gizi dan kesehatan Pengisian kuesioner Kuesioner

Pola konsumsi Wawancara Kuesiner FFQ

Pola asuh kesehatan Wawancara Kuesioner

Status kesehatan Wawancara Kuesioner

Waktu menonton televisi Wawancara Kuesioner

Lingkungan pengasuhan Wawancara dan observasi Instrument HOME

inventory

Status gizi Pengukuraan Timbangan, mikrotois

Perkembangan Observasi Instrumen

perkembangan BKB

(24)

8

Pengolahan dan Analisis Data

Proses pengolahan data meliputi entry, coding, editing dan analisis. Data yang terkumpul diolah dan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 dan Statistical Program Social Sciences (SPSS) versi 13.0 for Windows. Analisis statistik korelasi Spearman, Chi-Square dan uji beda Mann Whitney digunakan dalam penelitian ini.

Data karateristik anak balita meliputi data umur dan jenis kelamin balita. Umur anak balita diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu 24-36 bulan dan 37-59 bulan. Data jenis kelamin anak balita terdiri dari dua kategori yaitu laki-laki dan perempuan.

Data usia ibu yang diperoleh dikategorikan berdasarkan kelompok usia, yaitu remaja (13-19 tahun), dewasa muda (20-30 tahun), dan dewasa madya (31-50 tahun) (Turner JS & Helms DB 1991, diacu dalam Gabriel 2008). Besar keluarga dikelompokkan menjadi keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5 sampai 7 orang) dan keluarga besar (≥8 orang) (Hurlock 1998, diacu dalam Gabriel 2008).

Pengetahuan gizi dan kesehatan didapatkan melalui pengisian kuesioner oleh responden yang terdiri dari 15 pertanyaan. Kuesioner pengetahuan gizi menggunakan pertanyaan tertutup, dengan nilai 1 untuk jawaban yang benar dan 0 untuk jawaban yang salah, sehingga nilai maksimum yang diperoleh adalah 15. Total nilai untuk jawaban yang benar kemudian dipersentasikan terhadap jumlah nilai maksimum dan dikategorikan menjadi tiga, yaitu baik (≥ 80%), sedang (60 -80%), dan rendah (≤ 60%) (Khomsan 2000).

Penilaian status gizi anak balita diperoleh dengan pendekatan antropometri berdasarkan pada simpangan baku (z-skor) menurut BB/U, TB/U, dan BB/TB dengan menggunakan software WHO-Antro. Selanjutnya hasil perhitungan z-skor diklasifikasikan ke dalam baku WHO-NCHS. Status kesehatan balita diamati dari kejadian sakit pada sebulan terakhir yang meliputi jenis gangguan kesehatan (jenis penyakit), kejadian sakit (pernah/tidaknya sakit) dan frekuensi sakit. Variabel yang digunakan dalam uji korelasi adalah variabel kejadian sakit (pernah/tidaknya sakit).

Kualitas lingkungan pengasuhan anak dapat dilihat dari reaksi emosi yang diberikan orang tua, dorongan positif yang diberikan orang tua kepada anak, suasana yang nyaman yang diberikan orang tua kepada anak, kasih saying yang ditunjukkan orang tua, sarana tumbuh kembang dan belajar bagi anak yang disediakan orang tua, ikut berpartisipasinya orang tua dalam kegiatan positif bersama anak, aktif terlibatnya orang tua dalam kegiatan bersama anak, dan lingkungan fisik yang nyaman yang ada di rumah.

(25)

9 Tabel 2 Jenis variabel, kategori dan acuan pengolahan data penelitian

No Variabel Kategori Acuan

1. Usia anak 1. Batita (2-3 tahun)

2. Prasekolah (di atas 3 tahun sampai 5 tahun)

4. Pekerjaan ibu 1. Ibu rumah tangga (tidak bekerja)

2. PNS 3. Dewasa madya : 31-50 tahun

Turner JS & Helms

(26)

10

Jumlah pertanyaan pada instrumen perkembangan anak berbeda untuk setiap umur karena itu hasil nilai tersebut disetarakan dengan menggunakan rumus indeks. Adapun rumusnya adalah :

Y = skor aktual – skor minimum X 100 Skor maksimum – skor minimum

Data frekuensi konsumsi pangan berdasarkan Marliyanti et al. (2008) dalam Ayu (2013) dikategorikan menjadi skor 0=tidak pernah mengkonsumsi, skor 1=konsumsi kurang dari 1 kali/minggu (jarang), skor 10=konsumsi kurang dari 3 kali/minggu (1-2 kali/minggu), skor 15=konsumsi 3 kali/minggu, skor 25=konsumsi 1 kali sehari (4-7 kali/minggu), dan skor 50=konsumsi lebih dari 1 kali sehari. Kemudian hasil pemberian skor dikonversi ke dalam bentuk persentase dengan menggunakan rumus :

Y = X – skor minimum X 100 Skor maksimum – skor minimum

Keterangan :

Y = persentase skor frekuensi konsumsi tiap kelompok pangan contoh X = skor frekuensi konsumsi tiap kelompok pangan yang diperoleh contoh

Definisi Operasional

Anak balita adalah anak laki-laki atau perempuan dalam keluarga yang berusia antara 24-48 bulan.

Pola konsumsi adalah informasi mengenai jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi seseorang pada waktu tertentu.

Kebiasaan makan adalah ekspresi setiap individu dalam memilih makanan yang akan membentuk pola perilaku makan. Ekspresi setiap individu dalam memilih makanan akan berbeda satu dengan yang lain. Kebiasaan makan balita biasanya masih dipengaruhi oleh orang tua atau pengasuhnya.

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang tinggal menetap bersama dalam satu atap dan hidup dari penghasilan yang sama. Peubah besar keluarga diukur dengan mengelompokkannya menjadi keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5 sampai 7 orang) dan keluarga besar (≥8 orang).

Status gizi anak balita adalah keadaan tubuh anak balita yang ditentukan berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dengan menggunakan baku WHO-NCHS.

Frekuensi sakit adalah jumlah pengulangan terjadinya penyakit tertentu yang dialami contoh selama tiga bulan terakhir dari waktu wawancara.

(27)

11

Pola Asuh Kesehatan adalah cara dan kebiasaan orang tua/ keluarga melayani kebutuhan kesehatan anak balita dan mencegah terjadinya gangguan kesehatan.

Lingkungan Pengasuhan adalah Kondisi dimana orang tua menciptakan lingkungan yang mendukung proses pengasuhan anak seperti lingkungan yang menyediakan stimulasi, kasih sayang, dan memenuhi kebutuhan anak.

Perkembangan anak adalah proses berkembangnya kemampuan anak dalam melakukan gerakan kasar, gerakan halus, mengerti isyarat dan pembicaraan, mengungkapkan dengan isyarat/kata-kata, kecerdasan, menolong diri sendiri, dan bergaul (tingkah laku sosial).

Pertumbuhan anak adalah bertambahnya tinggi badan dan berat badan anak sesuai dengan usianya

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum

Posyandu Cucak Rawa merupakan posyandu yang memiliki kegiatan bina keluarga balita di wilayah puskesmas Benda Baru, Pamulang. Posyandu ini terbentuk pada tanggal 19 Mei tahun 2011 dengan SK nomor 21/kel.KDG/V/2011. Bina keluarga balita (BKB) sendiri terbentuk pada tanggal 19 Mei 2011 dengan SK nomor 4004/002-Kesra/KEL-KDG/Kpts/2011. Jumlah pertemuan untuk kegiatan BKB mula-mula 1x perbulan tapi selanjutnya sejak tahun 2012 dilakukan 2x perbulan. Mitra kerja BKB posyandu cucak rawa adalah puskesmas dengan pemberian vitamin A, pemeriksaan gigi dan dengan universitas UIN, yaitu mengadakan seminar tentang pola asuh dan cara mendidik anak yang baik.

Visi bina keluarga balita cucak rawa adalah terwujudnya keluarga sejahtera yang sehat, cerdas, dan mandiri. Sedangkan misi bina keluarga balita cucak rawa adalah mengupayakan dan membentuk sarana yang bermanfaat bagi masyarakat luas, meningkatkan wawasan dan kepedulian serta menjadi panutan kepada masyarakat, serta membina kerukunan dan meningkatkan kesejahteraan lingkungan sekitarnya. Tujuan bina keluarga balita cucak rawa adalah meningkatkan peran dan kemampuan ibu sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak. posbindu cucak rawa. Berikut contoh kegiatan yang dilakukan bina keluarga balita cucak rawa.

1. Penyuluhan 10 indikator PHBS

2. Penyuluhan tentang minyak sayur yang sudah 2x terpakai 3. Penyuluhan tentang garam beryodium

4. Penyuluhan tentang alat-alat kb

(28)

12

6. Penyuluhan tentang manfaat ASI bagi ibu dan anak 7. Penyuluhan tentang MP-ASI

8. Penyuluhan tentang garam beryodium 9. Penyuluhan tentang KMS

10. Penyuluhan tentang balita

11. Penyuluhan tentang kemasan pangan plastik 12. Penyuluhan tentang KKA

13. Penyuluhan tentang waspada pangan yang mengandung bahan berbahaya 14. Penyuluhan tentang mendongeng

15. Penyuluhan tentang mengasuh balita dan anak 16. Mengenalkan kembali fungsi KB

17. Memasak menu 4 sehat 5 sempurna 18. Mengenalkan alat kontrasepsi

Posyandu ini termasuk posyandu yang aktif mengikuti kegiatan lomba baik di tingkat kecamatan, Kota, maupun Provinsi. Posyandu ini pernah memenangkan lomba posyandu dengan kegiatan BKB terbaik di wilayah Kota Tangerang Selatan karena memiliki catatan administrasi terlengkap.

Karakteristik Contoh dan Karakteristik Keluarga

Contoh dalam penelitian ini adalah balita yang berada di sekitar posyandu Cucak Rowo, Pamulang, Tangerang Selatan. Contoh dari kelompok usia batita dan prasekolah hampir seimbang jumlahnya. Demikian juga, jumlah contoh untuk laki-laki dan perempuan hampir seimbang jumlahnya. Tabel 3 menyajikan karakteristik balita.

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin

Kelompok usia Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

(29)

13 Rahmawati (2006) yang menyatakan bahwa pada masyarakat tradisional biasanya ibu tidak bekerja di luar rumah melainkan hanya sebagai ibu rumah tangga

Persentase ibu dengan pendidikan terakhir SMA dari anak perempuan usia batita lebih banyak 7X dibandingkan dengan anak laki-laki usia batita. Namun, untuk persentase ibu dengan pendidikan terakhir perguruan tinggi lebih banyak dari anak laki-laki usia batita dibandingkan dengan anak laki-laki usia batita. Persentase kategori kurang pada pengetahuan gizi dan kesehatan berasal dari ibu yang memiliki anak laki-laki usia batita dan anak perempuan usia prasekolah.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dan kelompok usia

Karakteristik Batita Prasekolah

Usia Ibu (tahun)a 29.33±5.54 31.73±6.23 30.59±5.99

0.211

Remaja 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Dewasa muda 66.7 73.3 43.8 64.7 61.9

Dewasa madya 33.3 26.7 56.2 35.3 38.1

Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0

Besar Keluarga (orang) a 3.97±1.07 4.06±0.95 4.02±0.99

0.778

692 786±375 821 747 424±444 470 721 406±410 834

Rendah 20.0 20.0 31.3 17.6 22.2 0.688

(30)

14

Pengetahuan gizi ibu adalah landasan penting untuk mencukupi intake gizi anak. Pengetahuan gizi yang diimplementasikan dalam sikap dan praktik akan mendorong terbentuknya pola makan yang baik di dalam rumah tangga (Khomsan et al 2013). Pengetahuan gizi dan kesehatan yang dimiliki ibu contoh rata-rata berkategori sedang dan baik.

Lama pendidikan yang diterima ibu minimal adalah 6 tahun sedangkan lama pendidikan yang diterima ibu maksimal adalah 19 tahun. Rata-rata lama pendidikan ibu adalah 11.17±2.94. Lama pendidikan yang diterima ayah minimal adalah 6 tahun, sedangkan lama pendidikan yang diterima ayah maksimal adalah 16 tahun. Rata-rata lama pendidikan ibu adalah 11.56±2.57. Besar keluarga yang dimiliki sampel cukup bervariasi mulai dari 3 orang sampai maksimal 7 orang. Rata-rata besar keluarga sampel adalah 4.02±0.99. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara karakteristik keluarga yang dimiliki anak usia batita dengan anak usia prasekolah (p>0.05).

Selain melakukan uji beda berdasarkan usia anak, dilakukan juga uji beda berdasarkan jenis kelamin pada setiap kelompok usia anak. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara karakteristik keluarga yang dimiliki anak perempuan usia batita dengan anak laki-laki usia batita (p>0.05). Begitupun, hasil uji beda Mann Whitney antara karakteristik keluarga yang dimiliki anak perempuan usia prasekolah dengan anak laki-laki usia prasekolah menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05).

Sebagian besar ibu dari contoh usia prasekolah memiliki pengetahuan gizi dan kesehatan baik. Sedangkan sebagian besar ibu dari contoh usia batita memiliki pengetahuan gizi dan kesehatan sedang. Skor pengetahuan gizi dan kesehatan terendah dari ibu contoh adalah 53.3, sedangkan skor tertinggi yang diperoleh ibu contoh adalah 100. Rata-rata skor pengetahuan gizi dan kesehatan contoh adalah 80.70±10.31. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pengetahuan gizi dan kesehatan anak usia batita dengan anak usia prasekolah (p>0.05).

(31)

15 Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan sub skala pengetahuan gizi dan kesehatan

Pengetahuan Gizi dan Kesehatan Salah Benar Total

Pengetahuan Gizi

Contoh makanan sumber zat pengatur 36.5 63.5 100.0

Contoh makanan sumber tenaga 54.0 46.0 100.0

Contoh makanan sumber zat pembangun 36.5 63.5 100.0

Contoh menu makanan yang baik 1.6 98.4 100.0

Zat gizi untuk pertumbuhan tulang dan gigi 6.3 93.7 100.0

Zat gizi untuk mencegah terjadinya rabun ayam 9.5 90.5 100.0

Zat gizi untuk mencegah gondok dan anak berprestasi 3.2 96.8 100.0

Zat gizi untuk anak dapat fokus di sekolah 27.0 73.0 100.0

Pengetahuan Kesehatan

Guna makanan sebagai perlindungan bagi anak 4.8 95.2 100.0

Bahaya penggunaan formalin, pewarna tekstil, dll 60.3 39.7 100.0

Waktu yang tepat untuk mencuci tangan 3.2 96.8 100.0

Kandungan makanan ringan atau cemilan 22.2 77.8 100.0

Cara memasak air untuk minum 0.0 100.0 100.0

Cara mencuci sayur yang benar 20.6 79.4 100.0

Cara menyimpan makanan yang telah masak 3.2 96.8 100.0

Waktu Menonton Televisi

Aktivitas anak sebelum dan sesudah munculnya televisi tampak berbeda, dulu anak-anak lebih sering bermain bersama teman-temannya di luar rumah tetapi sekarang anak-anak lebih memilih untuk menonton televisi seharian di rumah. Berdasarkan penelitian terdapat hubungan positif antara jumlah waktu menonton televisi dengan frekuensi makanan cemilan (Putri 2012).

Penelitian lain telah menunjukkan bahwa : (1) anak-anak yang menonton TV lebih lama makan lebih banyak makanan berkalori dan minum bersoda; (2) anak-anak yang menonton TV lebih banyak memakan makanan rendah gizi, tetapi berkalori tinggi; (3) prestasi akademik turun tajam untuk anak-anak yang menonton lebih dari 10 jam TV seminggu; (4) TV mengganggu perkembangan kecerdasan, pemikiran dan keterampilan imajinasi; (5) TV mengganggu perkembangan bahasa; (6) TV menghambat pengembangan rentang perhatian yang lebih lama; (7) Beberapa jenis TV menumbuhkan perilaku agresif atau kekerasan (Vancouver Island 2011). Tabel 6 menyajikan sebaran contoh berdasarkan lama waktu menonton televisi.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan lama waktu menonton televisi dan kelompok usia

Rata-rata (menit) 212±90.84 225±61.39 218.81±76.47

≤4 jam 60.0 93.3 81.2 70.6 38.1

0.825

>4 jam 40.0 6.7 18.8 29.4 61.9

(32)

16

Lama menonton televisi pada contoh bervariasi mulai dari 0 menit (tidak menonton televisi) sampai 420 menit (7 jam). Rata-rata lama menonton televisi pada contoh adalah 218.81±76.47 menit. Anak yang memiliki waktu menonton televisi 0 menit adalah anak yang tidak pernah menonton televisi dalam sehari. Anak ini tidak memiliki televisi sehingga waktu yang dimilikinya digunakan untuk belajar menulis dengan ibunya. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara lama waktu menonton televisi anak usia batita dengan anak usia prasekolah (p>0.05). Lama waktu yang digunakan untuk menonton televisi untuk anak usia batita dan prasekolah hampir sama yaitu rata-rata sekitar 3,5 jam. Selain melakukan uji beda berdasarkan usia anak, dilakukan juga uji beda berdasarkan jenis kelamin pada setiap kelompok usia anak. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara lama menonton televisi pada anak perempuan usia prasekolah dengan anak laki-laki usia prasekolah (p>0.05). Namun, hasil uji beda Mann Whitney antara lama menonton televisi pada anak perempuan usia batita dengan anak laki-laki usia batita menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05). Anak perempuan usia batita lebih sedikit menggunakan waktunya untuk menonton televisi dibandingkan dengan anak laki-laki usia batita. Rata-rata lama menonton televisi pada anak perempuan usia batita tergolong tidak lama yaitu 182 menit (≤4 jam), sedangkan rata-rata lama menonton televisi pada anak laki-laki usia batita tergolong lama yaitu 242 menit (>4 jam).

Pola Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan dapat dilihat dari metode penilaian konsumsi pangan pada tingkat individu, rumah tangga, atau nasional. Metode penilaian konsumsi pangan pada tingkat individu dibagi menjadi dua. Metode pertama adalah metode penilaian yang bersifat kuantitatif contohnya recall atau record. Metode kedua adalah metode penilaian yang bersifat kualitatif contohnya food frequency questionnaire dan dietary history. Food frequency questionnaire digunakan untuk menilai frekuensi suatu jenis pangan atau suatu kelompok pangan yang dikonsumsi seseorang dalam periode waktu tertentu sehingga kuesioner ini dapat memberikan informasi mengenai pola konsumsi pangan seseorang (Gibson 2005). Kuesioner ini juga merupakan kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun hasil yang ditemukan dapat dilihat pada Tabel 7.

(33)

17 Tabel 7 Frekuensi rata-rata konsumsi pangan contoh dalam seminggu

Bahan makanan Rata-rata ± SD (kali/minggu)

Batita Prasekolah Total

(34)

18

makanan jajanan, kacang-kacangan, sayur dan buah contoh usia prasekolah lebih banyak dibandingkan dengan usia batita.

Status Kesehatan

Balita merupakan golongan individu yang mudah terserang penyakit terutama penyakit menular. Terjadinya masalah gizi tidak hanya disebabkan oleh asupan gizi yang kurang, tetapi juga dipengaruhi oleh penyakit infeksi. Anak yang mendapatkan makanan yang cukup, tetapi sering terserang diare, atau ISPA, dan demam, akhirnya dapat mengalami kurang gizi. Status kesehatan dapat diperoleh dengan mendaftarkan jenis, kejadian (pernah/tidaknya) sakit dan frekuensi sakit yang pernah diderita balita dalam jangka waktu satu bulan sebelumnya. Adapun jenis penyakit yang ada dalam kuesioner penelitian ini adalah sakit diare, demam, batuk pilek, ISPA, penyakit kulit, dan penyakit lainnya. Tabel 8 menunjukkan bahwa lebih dari 50% contoh pernah mengalami sakit 1-2X dalam sebulan. Sakit yang paling sering diderita contoh adalah demam dan batuk pilek.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan riwayat penyakit 1 bulan terakhir dan perbedaan yang signifikan antara riwayat penyakit sebulan anak usia batita dengan anak usia prasekolah (p>0.05). Selain melakukan uji beda berdasarkan usia anak, dilakukan juga uji beda berdasarkan jenis kelamin pada setiap kelompok usia anak. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara riwayat penyakit sebulan anak perempuan usia batita dengan anak laki-laki usia batita (p>0.05). Begitupun, hasil uji beda Mann Whitney antara riwayat penyakit sebulan anak perempuan usia prasekolah dengan anak laki-laki usia prasekolah menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05).

Pola Asuh Kesehatan

(35)

19 menggosok gigi”, dan “dimana anak biasa bermain”. Sebagian besar anak belum terbiasa mandi sendiri terutama anak-anak yang berusia batita. Masih ada beberapa anak yang menggosok gigi kurang dari satu kali atau satu kali dalam sehari dan terbiasa hanya main di dalam rumah saja.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan sub skala pertanyaan pola asuh kesehatan

Pola Asuh Kesehatan Nilai 1 Nilai 2 Nilai 3 Total

7. Apakah anak terbiasa menggunting kuku 1.6 0.0 98.4 100.0

8. Berapa kali anak menggunting kuku dalam

seminggu 19.0 0.0 81.0 100.0

9. Apakah anak memiliki peralatan makan dan

minum sendiri 14.3 0.0 85.7 100.0

10.Apakah peralatan makan anak mempunyai bentuk, warna, ukuran yang sesuai umur secara rutin, dan menggunting kuku. Tabel 10 menunjukkan bahwa rata-rata nilai pola asuh kesehatan contoh adalah 89.80±6.70. Jawaban pola asuh kesehatan terdiri dari jawaban a, b, dan c. Nilai 3 diberikan untuk jawaban yang paling baik, nilai 2 untuk jawaban yang cukup baik, dan nilai 1 untuk jawaban yang kurang baik.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan pola asuh kesehatan dan kelompok usia

Pola Asuh Kesehatan

Batita Prasekolah

Total p value

L P L P

Rata-rata nilai 88.50±5.69 91.00±7.38 89.80±6.70

Kurang 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

0.465

Sedang 0.0 13.3 18.7 5.9 9.5

Baik 100.0 86.7 81.3 94.1 90.5

(36)

20

Sebanyak 93.3% ibu dari contoh usia batita dan 87.9% ibu dari contoh usia prasekolah memiliki pola asuh kesehatan yang baik. Nilai pola asuh kesehatan terendah yang dimiliki ibu contoh adalah 73.3, sedangkan nilai tertinggi yang dimiliki ibu contoh adalah 100. Pola asuh kesehatan adalah cara dan kebiasaan orang tua atau keluarga melayani kebutuhan kesehatan anak balita. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pola asuh kesehatan anak usia batita dengan anak usia prasekolah (p>0.05).

Selain melakukan uji beda berdasarkan usia anak, dilakukan juga uji beda berdasarkan jenis kelamin pada setiap kelompok usia anak. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pola asuh kesehatan yang dimiliki anak perempuan usia batita dengan anak laki-laki usia batita (p>0.05). Begitupun, hasil uji beda Mann Whitney antara pola asuh kesehatan yang dimiliki anak perempuan usia prasekolah dengan anak laki-laki usia prasekolah menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05).

Lingkungan Pengasuhan

Kualitas lingkungan pengasuhan anak dapat dilihat dari reaksi emosi yang diberikan orang tua, dorongan positif yang diberikan orang tua kepada anak, suasana yang nyaman yang diberikan orang tua kepada anak, kasih sayang yang ditunjukkan orang tua, sarana tumbuh kembang dan belajar bagi anak yang disediakan orang tua, ikut berpartisipasinya orang tua dalam kegiatan positif bersama anak, aktif terlibatnya orang tua dalam kegiatan bersama anak, dan lingkungan fisik yang nyaman yang ada di rumah. Tabel 11 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kualitas lingkungan pengasuhan pada anak usia prasekolah lebih tinggi yaitu 80.44±7.78 dibandingkan dengan nilai rata-rata kualitas lingkungan pengasuhan pada anak usia batita yaitu 74.44±6.28. Nilai kualitas lingkungan pengasuhan pada anak usia prasekolah bervariasi mulai dari 60 sampai 92.7, sedangkan nilai kualitas lingkungan pengasuhan pada anak usia batita bervariasi mulai dari 64 sampai 86.7.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan kualitas lingkungan pengasuhan dan kelompok usia

Rata-rata nilai 74.44±6.28 80.44±7.78 77.59±7.67

Kurang 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

0.019

Sedang 80.0 80.0 62.5 41.2 65.1

Baik 20.0 20.0 37.5 58.8 34.9

Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0

(37)

21 tidak terlalu jauh. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kualitas lingkungan pengasuhan anak usia batita dengan anak usia prasekolah (p<0.05). Hal ini diduga karena pada kualitas lingkungan pengasuhan anak usia prasekolah mencakup pertanyaan mengenai stimulasi belajar, stimulasi bahasa, dan stimulasi akademik yang umumnya sudah diberikan orang tua dibandingkan dengan kualitas lingkungan pengasuhan anak usia batita yang lebih mencakup pertanyaan stimulasi psikososial seperti penerimaan ibu terhadap perilaku anak dan keterlibatan ibu yang sebagian masih kurang diterima anak.

Anak usia prasekolah dalam penelitian ini memang sebagian besar sudah mengikuti kegiatan PAUD sehingga stimulasi yang didapatkannya di PAUD ikut mempengaruhi nilai stimulasi yang didapatkannya di rumah. Sebagai contoh anak yang mengikuti PAUD umumnya memiliki pensil, crayon, spidol, dan buku sehingga pada stimulasi belajar, anak ini memiliki nilai yang sedang atau baik. Begitu pun anak yang mengikuti PAUD umumnya mendapatkan pekerjaan rumah berupa materi untuk membedakan warna, angka, huruf, dan nama-nama binatang atau benda di sekitarnya sehingga anak ini mendapatkan bantuan dari orang tuanya untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan akhirnya berdampak pada nilai stimulasi bahasa dan belajar anak yang termasuk dalam kategori baik.

Selain melakukan uji beda berdasarkan usia anak, dilakukan juga uji beda berdasarkan jenis kelamin pada setiap kelompok usia anak. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kualitas lingkungan pengasuhan pada anak perempuan usia batita dengan anak laki-laki usia batita (p>0.05). Begitupun, hasil uji beda Mann Whitney antara kualitas lingkungan pengasuhan pada anak perempuan usia prasekolah dengan anak laki-laki usia prasekolah menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05).

Tabel 12 menunjukan bahwa untuk kualitas lingkungan pengasuhan anak batita pada sub skala tanggap rasa dan kata serta pengorganisasian lingkungan anak sebagian besar contoh termasuk dalam kategori baik. Akan tetapi untuk sub skala keterlibatan ibu sebagian besar masih dalam kategori kurang. Sebagian besar contoh untuk sub skala penerimaan terhadap perilaku anak dan penyediaan mainan termasuk dalam kategori sedang.

Kualitas lingkungan pengasuhan anak usia batita untuk sub skala keterlibatan ibu sebagian besar masih dalam kategori kurang karena masih banyak ibu yang tidak mengawasi anaknya bermain saat ibu sedang bekerja, tidak berbicara pada anak saat ibu mengerjakan suatu pekerjaan, dan tidak mengatur waktu bermain anak (kapan anak boleh bermain dan tidak boleh bermain).

(38)

22

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan sub skala kualitas lingkungan pengasuhan dan kelompok usia

Kualitas lingkungan pengasuhan anak usia prasekolah untuk sub skala variasi stimulasi anak sebagian besar masih dalam kategori sedang dan ada juga yang termasuk kategori kurang karena masih banyak anak usia prasekolah yang tidak diajak jalan oleh orang tuanya baik jalan untuk piknik, atau jalan-jalan ke museum serta hasil karya anak masih ada yang tidak ditempel di rumah (dihargai bersama).

Status Gizi

Status gizi dapat dinilai dengan empat cara, yaitu konsumsi pangan, antropometri, biokimia dan klinis. Antropometri merupakan metode pengukuran yang umum digunakan untuk mengukur dua masalah gizi utama, yaitu masalah gizi buruk (terutama pada anak-anak dan wanita hamil) dan masalah gizi lebih pada semua kelompok umur (Fauziah 2009).

(39)

23 Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan yang terjadi medadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Karena itulah, indeks berat badan menurut umur (BB/U) digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi yang menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Supariasa et al. 2001). Status gizi berat badan menurut umur (BB/U) menggambarkan massa tubuh yang relatif terhadap umur. Rendahnya nilai status gizi berat badan menurut umur (BB/U) menggambarkan ringannya berat tubuh seseorang dan menggambarkan patologis kekurusan seseorang akibat ketidakseimbangan berat badan dengan umur seseorang atau hilangnya berat badan seseorang (Gibson 2005).

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Oleh karena itu, indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) menggambarkan status gizi masa lalu (Supariasa et al. 2001). Menurut Gibson (2005) Status gizi tinggi badan menurut umur (TB/U) mengukur pertumbuhan linear seorang anak sehingga dapat menggambarkan nilai status gizi masa lampau anak atau status kesehatan anak. Rendahnya nilai status gizi tinggi badan menurut umur (TB/U) anak menggambarkan pendeknya tinggi badan seseorang anak dan menggambarkan proses patologis gagalnya seorang anak mencapai pertumbuhan linear yang sesuai tahapan umur anak tersebut.

Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini dan merupakan indeks yang independen terhadap umur (Supariasa et al. 2001).

Dengan mengukur BB, TB, dan U anak atau kelompok anak, dapat dihitung tiga jenis indikator atas dasar kombinasi ketiga ukuran tersebut. Dengan mengetahui keadaan dari masing-masing ke-3 indikator di atas dapat disimpulkan secara tepat keadaan gizi anak atau kelompok anak. Interpretasi keadaan gizi anak dengan ketiga indikator ini menjadi lebih tajam. Tabel 13 menunjukan bahwa status gizi sangat kurus dan kurus masih ada pada usia batita tetapi tidak ada di usia prasekolah. Begitupun status gizi kurang jumlahnya lebih banyak di usia batita dibandingkan dengan usia prasekolah.

(40)

24

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan status gizi dan kelompok usia

Status gizi Batita Prasekolah menyatakan bahwa gizi pada anak balita (kelompok usia 0-5 tahun) sangat penting karena merupakan fondasi untuk kesehatan sepanjang hidupnya nanti, juga kekuatan dan kemampuan intelektualnya. Anak balita merupakan salah satu tahapan yang paling rentan terhadap kekurangan gizi. Meskipun sebaran contoh terlihat cukup berbeda, namun, hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara status gizi anak usia batita dengan anak usia prasekolah (p>0.05).

Selain melakukan uji beda berdasarkan usia anak, dilakukan juga uji beda berdasarkan jenis kelamin pada setiap kelompok usia anak. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara status gizi anak perempuan usia batita dengan anak laki-laki usia batita (p>0.05). Begitupun, hasil uji beda Mann Whitney antara status gizi anak perempuan usia prasekolah dengan anak laki-laki usia prasekolah menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05). Hal ini sesuai dengan pernyataan Hurlock (1980) bahwa perbedaan jenis kelamin tidak menonjol dalam peningkatan tinggi dan berat badan anak sehingga perbedaan jenis kelamin juga dimungkinkan tidak menonjol dalam status gizi anak yang menggunakan indikator berat badan dan juga tinggi badan.

Perkembangan Anak

(41)

25 membantu perkembangan agar lebih optimal yaitu melalui adanya rangsangan (Hurlock 1980).

Dalam perkembangan terjadi proses bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara, dan bahasa, serta sosialisasi, dan kemandirian. Gerak halus (motorik halus) adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus atau sebagian anggota tubuh tertentu. Misalnya kemampuan memindahkan benda dari tangan, mencoret-coret, menggunting, menyusun balok, dan menulis. Gerak kasar (motorik kasar) adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar anggota tubuh. Motorik kasar merupakan gerakan fisik yang membutuhkan keseimbangan dan koordinasi antar anggota tubuh. Misalnya kemampuan duduk, menendang, berlari, dan naik turun tangga (Fida dan Maya 2012).

Perkembangan bahasa seorang anak perlu diperhatikan orang tua. Karena melalui interaksi dengan orang dewasa, anak mulai belajar mengonsolidasikan isi, bentuk, dan pemakaian bahasa dalam percakapannya. Seiring berkembangnya kecerdasan dan pengalamam efektif, ia pun mulai mampu berbicara memakai kata-kata yang tersimpan dalam memorinya. Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri seorang anak berhubungan dengan aspek perkembangan perilaku. Misalnya kemampuan anak makan sendiri dan membereskan mainannya selesai bermain, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya (Fida dan Maya 2012).

Tabel 14 menunjukan bahwa sebagian besar contoh yang berusia batita memiliki rata-rata nilai perkembangan sebesar 71.60±11.91, sedangkan contoh yang berusia prasekolah memiliki rata-rata nilai perkembangan sebesar 68.08±15.54. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara perkembangan anak usia batita dengan anak usia prasekolah (p>0.05).

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan perkembangan dan kelompok usia

Perkembangan anak

Batita Prasekolah

Total p value

L P L P

Rata-rata skor 71.60±11.91 68.08±15.54 69.75±13.94

Kurang 31.2 41.2 33.3 13.3 30.2

0.514

Sedang 43.8 23.5 40.0 60.0 41.3

Baik 25.0 35.3 26.7 26.7 28.6

Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0

(42)

26

Padahal menurut Hurlock (1980) anak-anak yang berada pada usia taman kanak-kanak sudah seharusnya dapat mandi dan berpakain sendiri serta mengikat tali sendiri. Namun, dalam kondisi saat ini, memang dimungkinkan anak belum bisa mengikat tali sepatu akibat tidak pernah dilatih untuk melakukannya, karena mengingat di masa sekarang ini sepatu anak-anak yang tidak bertali lebih banyak ada di pasaran.

(43)

27 belum dapat berbicara tentang hubungan sebab akibat dengan menggunakan karena dan jadi. Selain itu, dalam kelompok usia prasekolah masih ada anak yang belum dapat berbicara dengan lancar. Sebagian anak usia prasekolah masih ada yang belum memulai permainan drama dan permainan drama tersebut belum mendekati kenyataan.

Selain melakukan uji beda berdasarkan usia anak, dilakukan juga uji beda berdasarkan jenis kelamin pada setiap kelompok usia anak. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara perkembangan anak perempuan usia batita dengan anak laki-laki usia batita (p>0.05). Begitupun, hasil uji beda Mann Whitney antara perkembangan anak perempuan usia prasekolah dengan anak laki-laki usia prasekolah menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05).

Hubungan Antar Variabel

Hasil uji korelasi spearman antara beberapa kategori karakteristik keluarga dengan kategori perkembangan dan status gizi anak menunjukkan hasil yang tidak signifikan (p>0.05). Namun, hasil uji korelasi spearman antara kategori pekerjaan ibu dengan kategori status gizi berat badan menurut tinggi badan menunjukkan hasil yang signifikan (p<0.05) dengan nilai koefisien korelasi -0.306. Uji korelasi spearman antara kategori pendapatan dengan kategori status gizi berdasarkan tinggi badan menurut umur juga menunjukkan hasil yang signifikan (p<0.05). dengan nilai koefisien korelasi 0.327. Tabel 16 menyajikan hasil uji korelasi beberapa variabel karakteristik keluarga dengan status gizi dan perkembangan anak.

Pekerjaan ibu pada tabel 16 tidak berpengaruh signifikan dengan perkembangan anak. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Santrock (2007) bahwa sejumlah penelitian tidak menemukan dampak merugikan dari ibu yang bekerja bagi perkembangan anak. Bekerja dapat menghasilkan pengaruh positif dan negatif pada pengasuhan. Stress karena pekerjaan bisa meluas dan membahayakan pengasuhan sehingga memberikan pengaruh negatif pada pengasuhan. Namun, perasaan sejahtera karena bekerja bisa menghasilkan pengasuhan yang lebih positif.

(44)

28

**memiliki hubungan signifikan pada p<0.005

Pendapatan juga merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih makanan yang baik (Syukriawati 2011). Karena makanan seorang anak dapat mempengaruhi seberapa tinggi anak itu akan tumbuh dan bahkan seberapa efektif anak berpikir dan memecahkan masalah (Santrock 2007). Anak dari kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi cenderung mendapatkan perawatan dan pemenuhan kebutuhan gizi yang lebih baik. Oleh karena itu, perkembangan tinggi, berat, dan otot-otot badan cenderung lebih baik (Hurlock 1980). Santrock (2011) menyatakan bahwa berdasarkan hasil tinjauan terhadap tinggi dan berat tubuh dari anak-anak di seluruh dunia, disimpulkan bahwa terdapat dua faktor terpenting yang mempengaruhi perbedaan tinggi tubuh, yakni asal usul etnis dan zat gizi. Anak-anak sulung yang tinggal di kota dan berstatus sosial ekonomi menengah, lebih tinggi dibandingkan anak-anak yang bukan sulung, tinggal di pedesaan, dan berstatus sosial ekonomi lebih rendah.

Pada masyarakat tradisional biasanya ibu tidak bekerja di luar rumah melainkan hanya sebagai ibu rumah tangga (Rahmawati 2006). Santrock (2007) mengatakan bahwa waktu yang dihabiskan orang tua dengan anak menjadi terbatas saat kedua orang tua tersebut bekerja. Menurut Satoto (1990) dalam (Gabriel 2008) seorang ibu yang tidak bekerja di luar rumah akan memiliki waktu lebih banyak dalam mengasuh serta merawat anak dibandingkan ibu yang bekerja di luar rumah. Ibu yang berkerja memberikan efek yang kurang baik terhadap gizi anak terutama ibu yang berkerja 40 jam perminggu dan ditambah jarak antara rumah dan tempat kerja yang telalu jauh.

(45)

29 signifikan (p<0.05) dengan koefisien korelasi 0.356. Namun, hasil uji korelasi spearman antara kategori pengetahuan gizi dan kesehatan dengan kategori status gizi menunjukkan hasil yang tidak signifikan (p>0.05).

Rendahnya pengetahuan gizi dan kesehatan ibu dapat mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan. Menurut Mary (2011) konsumsi makanan yang kurang mencukupi baik kuantitas maupun kualitas dapat menyebabkan status gizi kurang pada balita. Status gizi kurang pada balita mempengaruhi perkembangan balita.

Anak yang memiliki status gizi berat badan menurut tinggi badan yang tidak normal berjumlah 5 orang, 3 orang diantaranya merupakan anak yang berasal dari ibu yang bekerja. Anak yang memiliki status gizi berat badan menurut tinggi badan yang normal sebagian besar berasal dari ibu yang tidak bekerja.

Anak yang memiliki status gizi tinggi badan menurut umur dengan kategori pendek (stunted) berasal dari keluarga yang memiliki rata-rata pendapatan per kapita sebesar 557 778, sedangkan anak yang memiliki status gizi tinggi badan menurut umur dengan kategori normal berasal dari keluarga yang memiliki rata-rata pendapatan per kapita sebesar 748 677. Anak yang memiliki ibu dengan nilai pengetahuan gizi dan kesehatan yang kurang, rata-rata memiliki nilai perkembangan sebesar 59.24. Anak yang memiliki ibu dengan nilai pengetahuan gizi dan kesehatan yang sedang, rata-rata memiliki nilai perkembangan sebesar 65.60. Anak yang memiliki ibu dengan nilai pengetahuan gizi dan kesehatan yang baik, rata-rata memiliki nilai perkembangan sebesar 74.74.

Hasil uji korelasi spearman antara kategori pola asuh kesehatan dengan kategori status gizi berdasarkan berat badan menurut umur, status gizi tinggi badan menurut umur, dan perkembangan anak menunjukkan hasil yang tidak signifikan (p>0.05). Namun, hasil uji korelasi spearman antara kategori pola asuh kesehatan dengan kategori status gizi berdasarkan berat badan menurut tinggi badan menunjukkan hasil yang signifikan (p<0.05) dengan koefisien korelasi 0.305. Anak yang memiliki status gizi berat badan menurut tinggi badan dengan kategori tidak normal berasal dari keluarga yang memiliki rata-rata nilai pola asuh sebesar 83.6, sedangkan status gizi berat badan menurut tinggi badan dengan kategori normal berasal dari keluarga yang memiliki rata-rata nilai pola asuh sebesar 90.4. Tabel 17 menunjukan bahwa anak yang memiliki nilai pola asuh kesehatan baik umumnya memiliki status gizi normal sedangkan anak yang memiliki pola asuh kesehatan sedang ada yang memiliki status gizi gemuk.

Tabel 17 Sebaran contoh menurut pola asuh kesehatan dan status gizi berdasarkan berat badan menurut tinggi badan

Kategori Pola Asuh Kesehatan

Status Gizi Berat Badan Menurut Tinggi Badan

(46)

30

Jika dilihat sebarannya, pola asuh kesehatan sebenarnya cenderung berhubungan dengan status gizi berat badan menurut umur. Tabel 18 menyajikan sebaran contoh menurut pola asuh kesehatan dan status gizi berdasarkan berat badan menurut umur. Anak dengan pola asuh kesehatan yang baik cenderung memiliki status gizi baik. Demikian juga pada anak yang memiliki status gizi lebih cenderung memiliki pola asuh kesehatan yang sedang. Engle et al. (1996) dalam Yulia (2008) mengemukakan bahwa salah satu pola asuh yang berhubungan dengan status gizi anak balita adalah pola asuh kesehatan.

Tabel 18 Sebaran contoh menurut pola asuh kesehatan dan status gizi berdasarkan berat badan menurut umur

Kategori Pola Asuh Kesehatan

Status Gizi Berat Badan Menurut Umur

Total

Hasil uji korelasi spearman antara kategori lingkungan pengasuhan dengan kategori status gizi dan perkembangan anak menunjukkan hasil yang tidak signifikan (p>0.05). Hasil ini bertentangan dengan pernyataan dari Marlina (2012) bahwa kualitas pengasuhan yang diberikan ibu mempunyai peranan penting bagi tumbuh kembang anak. Anak balita yang memperoleh kualitas pengasuhan yang lebih baik, kemungkinan besar akan memiliki angka kesakitan yang lebih rendah dan status gizi yang juga relatif lebih baik (Syukriawati 2011).

Nilai hasil uji korelasi spearman antara kategori lingkungan pengasuhan dengan kategori status gizi dan perkembangan anak yang tidak signifikan ini terjadi karena sebaran contoh tidak merata pada semua kategori nilai kualitas lingkungan pengasuhan. Nilai yang dimiliki contoh semuanya masuk dalam kategori sedang dan baik, tidak ada contoh yang masuk dalam kategori kurang.

Hasil uji korelasi spearman antara riwayat penyakit sebulan terakhir dengan status gizi berdasarkan berat badan menurut umur menunjukkan hasil yang signifikan. Namun, hasil korelasi spearman antara riwayat penyakit sebulan terakhir dengan kategori status gizi berdasarkan tinggi badan menurut umur, status gizi berdasarkan berat badan menurut tinggi badan dan perkembangan anak menunjukkan hasil yang tidak signifikan.

(47)

31 Hasil uji korelasi spearman antara kategori lama waktu menonton televisi dengan kategori status gizi anak menunjukkan hasil yang tidak signifikan (p>0.05). Hasil ini berbeda dengan penelitian Dennison et al. (2005) yang menemukan bahwa waktu yang digunakan untuk menonton TV dan video berhubungan signifikan dengan prevalensi obesitas pada anak. Hal ini terjadi karena anak yang menonton televisi dalam waktu lama dan tidak lama rata-rata memiliki status gizi yang normal. Nilai status gizi contoh memang sebagian besar berkategori normal.

Sementara itu, hasil uji korelasi spearman antara kategori lama waktu menonton televisi dengan kategori perkembangan anak menunjukkan hasil yang signifikan (p<0.05) dengan koefisien korelasi -0.266. Kebiasaan anak menonton televisi dapat mempengaruhi perkembangan anak. Karena jadwal kesibukan cukup padat, orang tua lebih senang membiarkan anaknya menonton televisi untuk melengkapi kebutuhan edukasi sekaligus hiburan sang anak sehingga orangtua dapat memperoleh lebih banyak waktu untuk bekerja dan beristirahat. Menurut penelitian Dimitri dari University of Washington, AS menunjukkan bahwa vokalisasi, kosakata, dan percakapan yang dilakukan oleh pendamping anak (orangtua, pengasuh) berkurang secara bermakna selama ia menonton televisi. Hal ini menimbulkan pengurangan stimuli pada anak untuk berkomunikasi sehingga berakibat pada perkembangan bahasa anak (Tiwi 2012).

Anak dengan nilai perkembangan kurang memiliki rata-rata lama waktu menonton televisi sebanyak 235 menit. Anak dengan nilai perkembangan sedang memiliki rata-rata lama waktu menonton televisi sebanyak 219 menit. Anak dengan nilai perkembangan baik memiliki rata-rata lama waktu menonton televisi sebanyak 202 menit. Tabel 19 menyajikan nilai rata-rata contoh berdasarkan lama waktu menonton televisi dan sub skala perkembangan.

Tabel 19 Nilai rata-rata skor perkembangan contoh berdasarkan kategori lama waktu menonton televisi dan sub skala perkembangan

Gambar

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 1  Cara pengumpulan data primer
Tabel 2  Jenis variabel, kategori dan acuan pengolahan data penelitian
Tabel 3  Sebaran contoh berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

pengembangan pada Kampung Pesindon. Pada tahun 2011, Kampung Pesindon ditetapkan menjadi salah satu destinasi wisata batik di Kota Pekalongan yang mengalami perubahan

tangga nada E minor dengan diawali oleh instrumen piano pada nada E.. oktaf rendah dan disertai melodi arpeggio yang bergerak turun

Kesimpulan yang bisa didapat dari penelitan tentang pergeseran kata enyong pada masyarakat Jawa di Kabupaten Batang yaitu bahwa pada masayarakat yang tinggal di daerah rural,

Hasil serupa juga ditunjukkan dari penelitian Nunung Nurhayati (2015) yaitu pengetahuan pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan pajak yang berarti bahwa pengetahuan

Jika pekerja radiasi bekerja selama 15 menit perhari dalam 5 hari maka dalam 1 tahun pekerja radiasi akan menerima dosis sebesar 0,376 Sv dan masih di bawah batas ambang nilai

[r]

SMK YPUI Parung mengakui bahwa pengetahuan tentang manajemen itu penting. Baik itu berupa pengetahuan tentang manajemen pemasaran terkait bagaimana agar produk jasa yang ditawarkan

Dalam hal ini nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05, oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa pengelompokan RVI bangunan berdasarkan bentuk atap tidak