• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Subsidi Suku Bunga Kredit Investasi dan Peningkatan Penawaran Palm Kernel Oil (PKO) terhadap Penawaran dan Permintaan di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Subsidi Suku Bunga Kredit Investasi dan Peningkatan Penawaran Palm Kernel Oil (PKO) terhadap Penawaran dan Permintaan di Indonesia"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK SUBSIDI SUKU BUNGA KREDIT INVESTASI

DAN PENINGKATAN PENAWARAN

PALM KERNEL OIL

(PKO) TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN

PKO DI INDONESIA

FITRI ANSARI LUBIS

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Subsidi Suku Bunga Kredit Investasi dan Peningkatan Penawaran Palm Kernel Oil (PKO) terhadap Penawaran dan Permintaan PKO di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Fitri Ansari Lubis

(4)
(5)

ABSTRAK

FITRI ANSARI LUBIS. Dampak Subsidi Suku Bunga Kredit Investasi dan Peningkatan Penawaran Palm Kernel Oil (PKO) terhadap Penawaran dan Permintaan PKO di Indonesia. Dibimbing oleh NOVINDRA.

Palm Kernel Oil (PKO) merupakan minyak nabati yang berasal dari inti kelapa sawit. Produksi PKO Indonesia tidak mampu memenuhi permintaan PKO untuk industri hilirnya. Oleh karena itu, terdapat gap atau ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan PKO di Indonesia, sehingga impor tidak bisa dihindari. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan PKO di Indonesia, serta mengevaluasi dampak kebijakan subsidi suku bunga kredit investasi dan peningkatan penawaran PKO Indonesia terhadap penawaran dan permintaan PKO di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data time series tahun 1989-2011. Model penawaran dan permintaan PKO di Indonesia dibangun sebagai sistem persamaan simultan dan diestimasi menggunakan metode Two Stage Least Squares (2SLS). Penawaran PKO di Indonesia merupakan penjumlahan dari produksi PKO, impor PKO, stok PKO tahun sebelumnya dan dikurangi ekspor PKO. Produksi PKO adalah perkalian antara luas areal kepala sawit menghasilkan PKO dan produktivitas PKO di Indonesia. Produktivitas PKO Indonesia dipengaruhi oleh upah riil sektor perkebunan. Permintaan PKO merupakan penjumlahan dari permintaan PKO oleh industri Cocoa Butter Substitute (CBS) sebagai industri turunan PKO dan permintaan PKO oleh industri lain (fatty acid). Permintaan PKO oleh industri CBS dipengaruhi oleh produksi CBS indonesia dan permintaan PKO oleh industri CBS Indonesia tahun sebelumnya. Kombinasi pemberian subsidi suku bunga kredit investasi dan peningkatan penawaran PKO berdampak terhadap peningkatan permintaan PKO, permintaan dan penawaran industri hilirnya yaitu CBS, serta berdampak terhadap penurunan harga riil PKO dan CBS di Indonesia.

(6)

ABSTRACT

FITRI ANSARI LUBIS. The Impact of Subsidy Investment Credit Interest Rate and Increase of Palm Kernel Oil (PKO) Supply on Supply and Demand of PKO in Indonesia. Supervised by NOVINDRA.

Palm Kernel Oil (PKO) is a vegetable oil which is extracted from the kernel of palm oil. Production of PKO in Indonesia unable to fulfill demand of PKO for the downstream industries. Therefore, there is a gap or an imbalance between supply and demand for PKO in Indonesia, so import can not be avoides. The purpose of this research is to analyze factors that influence supply and demand of PKO in Indonesia and to evaluate effect of subsidy investment credit interest rate and increase supply of PKO in Indonesia on supply and demand of PKO in Indonesia. The study used time series data from 1989-2011. Supply and demand of PKO models is to built simultaneous equation system and it is estimated by using two stage least square (2SLS) method. Supply of PKO is a sum of production of PKO, import of PKO, stock of PKO from preceding year and decreased by export of PKO. Production of PKO is multiplying the total area of oil palm yield and productivity of PKO in Indonesia. Productivity of PKO is ainfluenced by Indonesian real plantation sector wages. Demand of PKO is a sum demand of PKO from Cocoa Butter Substitute (CBS) industry as a derived products of PKO and other industries (fatty acid). Demand of PKO by CBS industry is influenced by the CBS production of Indonesia and the demand of PKO by CBS Indonesian Industry from preceding year. Combination of subsidy investment interest rate and increase supply of PKO will increase demand of PKO, demand and supply of downstream industries that is CBS, and will decrease real price of PKO and CBS in Indonesia.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DAMPAK SUBSIDI SUKU BUNGA KREDIT INVESTASI

DAN PENINGKATAN PENAWARAN

PALM KERNEL OIL

(PKO) TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN

PKO DI INDONESIA

FITRI ANSARI LUBIS

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Dampak Subsidi Suku Bunga Kredit Investasi dan Peningkatan Penawaran Palm Kernel Oil (PKO) terhadap Penawaran dan Permintaan di Indonesia

Nama : Fitri Ansari Lubis

NIM : H44090036

Disetujui oleh

Novindra, S.P., M.Si Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

(10)
(11)
(12)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya pada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan karya ini tentunya tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :

1. Ayahanda (Meisahri Uga Lubis, S.pdi, MM), Ibunda (Lamsari Pane, S.pd), dan adik-adiku (Emir Matslan Lubis, Habib Twindy Lubis dan M. Ihsan

Maulana Lubis) atas segala do’a, semangat, dukungan moril dan materil serta

curahan kasih sayangnya kepada penulis.

2. Novindra, S.P., M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan semangat, perhatian, bimbingan, motivasi, saran, dan pengarahan kepada penulis dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Adi Hadianto, S.P., M.Si sebagai penguji uatama yang telah memberi banyak saran dan Hastuty, S.P., M.P., M.Si sebagai dosen perwakilan dosen departemen ESL yang telah memberikan arahan dan masukan.

4. Prof.Dr.Ir. Bonar M Sinaga, MA sebagai dosen pembimbing akademik, atas bimbingan dan perhatiannya selama penulis menjalani kuliah.

5. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB.

6. Staf Bidang Sosial Ekonomi Pertanian Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Kota Medan (Amalia, SE), Badan Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Pusat Sosial Ekonomi Kebijakan Pertanian (PSEKP) atas kerjasamanya dalam penyediaan data yang dibutuhkan oleh penulis.

7. Teman-teman sebimbingan: Intan, Astari, Iyey, Alfi, Naelis, Yuni, Diena, dan Rere atas segala semangat dan perhatiannya; serta kepada teman-teman ESL 46 atas kebersamaannya selama ini.

8. Keluarga besar Wak Karsun dan Wak Ating atas segala dukungan moril dan materil selama penulis mengumpulkan data di Kota Medan. Juga kepada sepupu-sepupuku tersayang (Kak Ningsih, Yuli, Galang, Gordon dan Nisa) yang selalu menemani penulis dalam suka dan duka.

9. Sahabat-sahabat terbaikku: Cicit, Riyan S., Gugat, Lutfi, Eva, Ichi, Kukuh, Nunu, Frima, Tina, Ratih, April, Sari, Deva, Kristina, Nisa dan Friskila atas segala keluangan waktu untuk menemani penulis selama mengumpulkan data, mengolah data, selalu membantu dan menyemangati penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini dan Anas yang selalu memberikan semangat dan dukungan..

10. Semua pihak yang selama ini telah membantu penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.

Bogor, Februari 2014

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah Palm Kernel Oil (PKO), dengan judul Analisis Dampak Kebijakan Subsidi Suku Bunga Kredit Investasi dan Peningkatan Penawaran PKO terhadap Penawaran dan Permintaan PKO di Indonesia.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Novindra, S.P., M.Si selaku dosen pembimbing telah banyak mengarahkan dan memberikan ilmu kepada penulis. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Amalia, SE selaku staf bagian Sosial Ekonomi Pertanian Pusat Penelitian Kelapa Sawit Kota Medan yang telah banyak membantu penulis dalam mengumpulkan data. Terimakasih juga kepada bapak, ibu, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya.Semoga karya tulis ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

(14)

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian... 10

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Perkebunan Kelapa Sawit ... 12

2.2. Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Indonesia ... 13

2.2.1. Industri Pengolahan PKO di Indonesia ... 16

2.2.2. Produksi dan Konsumsi PKO di Indonesia ... 17

2.2.3. Industri Pengolahan CBS ... 18

2.3. Kebijakan Pemerintah Mengenai PKO ... 20

2.4. Penelitian Terdahulu... 23

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 26

3.1. Fungsi Produksi dan Penawaran Palm Kernel Oil (PKO) dan Cocoa Butter Substitute (CBS) ... 26

3.2. Permintaan PKO oleh Industri CBS ... 27

3.3. Teori Penawaran, Permintaan dan Harga ... 28

3.4. Model Persamaan Simultan ... 31

3.5. Kerangka Pemikiran Operasional ... 32

IV. METODE PENELITIAN ... 34

4.1. Jenis dan Sumber Data ... 34

4.2. Metode Analisis dan Pengolahan Data ... 34

4.3. Spesifikasi Model Penawaran dan Permintaan PKO ... 34

(15)

4.3.1.3. Persamaan Penawaran PKO Indonesia... 36

4.3.1.4. Permintaan PKO Indonesia ... 36

4.3.1.5. Permintaan PKO oleh Industri CBS ... 36

4.3.1.6. Harga PKO Indonesia ... 37

4.3.2. Blok Cocoa Butter Substitute (CBS) ... 37

4.3.2.1. Persamaan Produksi CBS Indonesia ... 37

4.3.2.2. Persamaan Penawaran CBS Indonesia ... 38

4.3.2.3. Persamaan Permintaan CBS Indonesia ... 38

4.3.2.4. Persamaan Harga CBS Indonesia ... 39

4.4. Prosedur Analisis Model Penawaran dan Permintaan PKO ... 39

4.4.1. Identifikasi Model ... 39

4.4.2. Metode Pendugaan Model ... 40

4.4.3. Pengujian Model ... 41

4.4.3.1. Uji Ekonomi ... 41

4.4.3.2. Uji Statistik ... 41

4.4.3.3. Uji Ekonometrika (Uji Statistik Durbin-h) ... 42

4.4.4. Perhitungan Elastisitas ... 43

4.4.5. Validasi Model ... 43

4.4.6. Simulasi Historis ... 44

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN PKO DI INDONESIA ... 46

5.1. Keragaan Umum Hasil Pendugaan Model ... 46

5.2. Keragaan Blok PKO ... 47

5.2.1. Produktivitas PKO Indonesia ... 47

5.2.2. Produksi PKO Indonesia... 49

5.2.3. Penawaran PKO Indonesia ... 49

5.2.4. Permintaan PKO Indonesia ... 49

5.2.5. Permintaan PKO oleh Industri CBS Indonesia ... 50

5.2.6. Harga PKO Indonesia ... 51

5.3. Keragaan Blok CBS ... 52

5.3.1. Produksi CBS Indonesia ... 52

5.3.2. Penawaran CBS Indonesia ... 54

(16)

VI. EVALUASI DAMPAK SUBSIDI SUKU BUNGA KREDIT INVESTASI

DAN PENINGKATAN PENAWARAN PKO TERHADAP

PENAWARAAN DAN PERMINTAAN PKO DI INDONESIA ... 57

6.1. Hasil Validasi Model ... 57

6.2. Hasil dan Pembahasan Simulasi Model ... 57

6.2.1. Pemberian Subsidi Suku Bunga Kredit Investasi ... 57

6.2.2. Peningkatan Penawaran PKO Indonesia ... 58

6.3. Pemberian Subsidi Suku Bunga Kredit Investasi dan Peningkatan Penawaran PKO Indonesia ... 59

VII. SIMPULAN DAN SARAN ... 61

7.1. Simpulan ... 62

7.2. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

LAMPIRAN ... 67

(17)

1. Pendapatan Domestik Bruto atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut

Lapangan Usaha Tahun 2008-2012 ... 1

2. Neraca Perdagangan Sektor Pertanian 2006-2010 ... 2

3. Produksi Inti Sawit Indonesia Berdasarkan Status Kepemilikan Tahun 2006-2010... 3

4. Produksi, Volume dan Nilai Ekspor PKO Indonesia Tahun 2006-2010 ... 4

5. Ketidakseimbangan antara Penawaran dan Permintaan PKOI Indonesia Tahun 2006-2011 ... 7

6. Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawir nIndonesia Tahun 2006-2010 ... 10

7. Produksi dan Produktivitas PKO Indonesia Tahun 2006-2010... 15

8. Volume dan NIlai Impor PKO Indonesia Tahun 2006-2010 ... 16

9. Persamaan dan Perbedaan antara Penelitian "Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Penawaran dan Permintaan PKO di Indonesia" dengan Penelitian Terdahulu ... 21

10. Hasil Estimasi Parameter Produktivitas PKO Indonesia ... 45

11. Hasil Estimasi Parameter Permintaan PKO oleh industri CBS Indonesia ... 43

12. Hasil Estimasi Parameter Harga PKO Indonesia ... 49

13. Hasil Estimasi Parameter Produksi CBS Indonesia ... 51

14. Hasil Estimasi Parameter Permintaan CBS Indonesia ... 52

15. Hasil Estimasi Parameter Harga CBS Indonesia ... 53

16. Hasil Simulasi Historis terhadap Penawran dan Permintaan PKO di Indonesia Tahun 2001-2011 ... 78

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Harga PKO dan CPO Dunia Tahun 2007-2012 ... 6

2. Pohon Industri Kelapa Sawit ... 13

3. Kurva Permintaan ... 26

4. Kurva Penawaran ... 26

5. Kurva Keseimbangan ... 27

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data dan Sumber Data Model Penawaran dan Permintaan PKO di

Indonesia Tahun 1989-2011 ... 69 2. Nama Variabel yang Digunakan dalam Model Penawaran dan

Permintaan PKO di Indonesia ... 72 3. Program Komputer Estimasi Penawaran dan Permintaan PKO di

Indonesia ... 73 4. Hasil Estimasi dalam Model Penawaran dan Permintaan PKO di

Indonesia ... 76 5. Program Komputer Validasi Model Penawaran dan Permintaan PKO di

Indonesia Tahun 2001-2011 ... 82 6. Hasil Valildasi Model Penawaran dan Permintaan PKO di Indonesia

tahun 2001-2011 ... 86 7. Program Simulasi Historis (Pemberian Subsidi Suku Bunga Investasi

(19)
(20)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Kontribusinya memberikan nilai yang tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi, yaitu melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Tahun 2012 sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 327.6 triliun rupiah, namun nilai tersebut masih lebih kecil bila dibandingkan dengan kontribusi perdagangan, hotel dan restoran. Sektor pertanian merupakan sektor yang cukup kuat menghadapi guncangan ekonomi dan dapat diandalkan dalam pemulihan perekonomian nasional saat terjadinya krisis ekonomi (BPS, 2012).

Tabel 1. Pendapatan Domestik Bruto atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008-2012 (Miliar Rupiah)

Lapangan Usaha 2008 2009 2010 2011 2012

(21)

Indonesia yaitu memberikan kontribusi dalam menekan kesenjangan struktural dan kultural melalui peningkatan pendapatan petani serta masyarakat sekitarnya dan penyebaran sentra produksi. Perkebunan membuka peluang pengembangan agroindustri dan penyediaan bahan baku untuk industri, mendukung kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup (Wibawa, 2012).

Tabel 2. Neraca Perdagangan Sektor Pertanian 2006-2010 (US$ 000)

No Subsektor Tahun

(22)

tahun 2000, Indonesia mampu menyaingi Malaysia yang juga produsen kelapa sawit dengan jumlah luas areal kelapa sawit seluas 4 158 077 ha, sedangkan malaysia 3 376 664 ha. Luas areal kelapa sawit Indonesia terus meningkat hingga tahun 2010 yaitu mencapai 8 548 828 ha dan Indonesia menjadi negara dengan luas areal perkebunan kelapa sawit terluas di dunia (PPKS, 2012).

Areal perkebunan kelapa sawit yang terus meluas ini turut meningkatkan produksi minyak nabati yang dihasilkan kelapa sawit yaitu minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) dan minyak inti sawit atau Palm Kernel Oil (PKO) di Indonesia. CPO dihasilkan dari daging tandan buah segar (TBS) kelapa sawit dengan salah satu hasil sampingannya (side product) berupa inti sawit yang selanjutnya digunakan untuk bahan baku pembuatan PKO (manurung, 2011). Dengan demikian PKO merupakan produk ikutan dari produksi CPO (Zulkifli, 2000). Produksi inti sawit juga semakin meningkat seiring dengan peningkatan produksi CPO Indonesia. Jumlah inti sawit Indonesia tahun 2006 yaitu mencapai 3 428 700 ton dan terus meningkat hingga tahun 2010 mencapai 5 077 818 ton dengan perkebunan besar swasta sebagai pemberi kontribusi terbesar yaitu 2 748 150 ton setelah perkebunan rakyat dan perkebunan besar negara masing-masing yaitu 1 894 752 ton dan 434 916 ton (Tabel 3).

Tabel 3. Produksi Inti Sawit Indonesia Berdasarkan Status Kepemilikan Tahun 2006-2010

Sumber: Statistik Kelapa Sawit Indonesia (2011)

(23)

Volume ekspor PKO Indonesia tahun 2006 mencapai 1 071 762 ton, senilai US$ 624 777 000 dan terus meningkat hingga tahun 2010 mencapai 1 438 348 ton, senilai US$ 955 650. Peningkatan ekspor PKO ini dipengaruhi juga oleh manfaat yang dapat dihasilkan oleh PKO yaitu sebagai penghasil Cocoa Butter Substitute (CBS), coffee cream/whitener, ice cream, sugar Confectionary, krim biskuit, filled mild, imitation cream, specialty fats, detergen, sabun, shampoo, kosmetik, dan farmasi.

Tabel 4. Produksi, Volume dan Nilai Ekspor PKO Indonesia Tahun 2006-2010

Tahun Produksi (Ton) Ekspor

Volume (Ton) Nilai (000 US$)

2006 3 470 170 1 071 762 624 777

2007 3 532 950 1 163 049 707 495

2008 3 507 960 1 255 055 790 214

2009 3 864 860 1 346 701 872 932

2010 4 391 620 1 438 348 955 650

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Perdagangan (2013)

Pengolahan PKO menjadi produk hilir dapat memberikan nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan jika mengekspor PKO dalam bentuk primer. Selain itu ekspor PKO dalam bentuk primer dapat mengakibatkan ketidakseimbangan antara jumlah ekspor dan kebutuhan domestik. Pengembangan industri hilir ini perlu diprioritaskan sebagai kebijakan pengolahan produk pertanian, mengingat Indonesia tidak dapat selamanya menjadi pengekspor PKO.

Produk industri dari turunan PKO yang diolah di Indonesia salah satunya adalah Cocoa Butter Substitute (CBS). CBS biasanya digunakan untuk menggantikan lemak kakao pada produksi cokelat compound yang umumnya memerlukan kandungan lemak dengan sifat khusus. CBS kompatibel dalam proses pembuatan produk cokelat yaitu untuk pencampuran bahan baku, penghalusan, conching, tempering, pencetakan, pendinginan dan stabilisasi (Hasibuan dan Siahaan, 2012). Berdasarkan manfaat yang dihasilkan CBS, maka produk ini dapat mengurangi biaya produksi industri cokelat tanpa mengurangi kualitas cokelat dengan perbandingan bahan baku cokelat dan CBS yang sesuai (Haryadi, 2009).

(24)

sampai 100 persen. Lemak cokelat yang sangat ideal untuk industri cokelat

confectioneries menciptakan permintaan pasar yang melebihi pasokan sehingga harganya tinggi. Hal ini didukung juga sedikitnya kandungan lemak cokelat perbiji cokelat dan sedikitnya negara yang membudidayakan kakao sehingga penawarannya menjadi tidak stabil dengan harga yang tinggi.

Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memecahkan permasalahan produsen cokelat confectioneries dalam mengurangi biaya produksi melalui penggunaan CBS. Kesamaan sifat fisik diantara keduanya menyebabkan kedua lemak ini dapat saling mensubstitusi dan CBS menjadi alternatif bahan baku cokelat tanpa mengurangi kualitas cokelat (Lumbantobing, 2010).

Kebijakan dalam mengembangkan Industri hilir dari kelapa sawit khususnya PKO memiliki peranan penting dalam perekonomian indonesia khusunya sub sektor perkebunan dan memiliki dampak terhadap pasar PKO. Ekspor PKO dalam bentuk mentah dan lambatnya pengembangan industri hilir PKO akan mempengaruhi penawaran dan permintaan PKO di Indonesia untuk kebutuhan dalam negeri. Direktorat Jenderal Perkebunan sebagai salah satu institusi pelaksana pembangunan perkebunan harus merumuskan kebijakan dan menyusun strategi, program serta kegiatan yang dapat menjawab permasalahan dan tantangan pembangunan perkebunan sehingga sasaran-sasaran yang ditetapkan dapat tercapai. Adapun beberapa permasalahan yang sering kali terjadi dan memungkinkan terjadi dimasa mendatang di dalam mewujudkan peningkatan produksi, produktivitas dan diversifikasi produk hilir yang bernilai tambah untuk menciptakan perkebunan berkelanjutan adalah keterbatasan alokasi anggaran untuk meningkatkan investasi.

(25)

dan subsidi bunga untuk investasi dan modal kerja dalam rangka pengembangan industri hilir kelapa sawit, (4) insentif bea keluar untuk ekspor produk hilir dan samping, serta disinsentif bea keluar untuk ekspor bahan mentah dengan tetap memperhatikan keberadaan industri hulu, dan (5) penguatan penelitian dan pengembangan (Litbang) kelapa sawit melalui peningkatan anggaran dan investasi Litbang serta kerjasama Litbang antara pemerintah, swasta, dan perguruan tinggi.

Pemerintah terus berupaya memperbaiki kendala investasi disektor perkebunan. Upaya-upaya yang selama ini dilakukan perlu diteruskan seperti penyediaan skim perkreditan dengan kemudahan proses administrasi antara lain Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) dan Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP). Kedua skim kredit ini bertujuan untuk menumbuhkan kelembagaan ekonomi mikro di pedesaan, melakukan koordinasi dengan instansi di pusat dan daerah untuk mempermudah petani dalam mengakses sumber pembiayaan koperasi termasuk skim pembiayaan yang sudah ada dan menumbuhkan kembali koperasi khusus di bidang pertanian serta memberikan kemudahan untuk pelaku industri perkebunan dan industri hilirnya dalam mengembangkan usahanya (Ditjenbun, 2014).

(26)

dan permintaan PKO sebagai salah satu minyak nabati yang dihasilkan kelapa sawit yang akan dikembangkan dalam kluster industri kelapa sawit, serta dampak kebijakan subsidi bunga kredit investasi dan peningkatan penawaran PKO terhadap penawaran dan permintaan PKO di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini penting untuk dilakukan.

1.2. Perumusan Masalah

Palm Kernel Oil (PKO) mempunyai produk turunan yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan CPO. Produk turunan PKO yaitu fatty acid, lauric acid dan myristic acid. Selain ketiga zat ini yang biasa ditemui yaitu Cocoa Butter Substitute (CBS), coffe cream/whitener, ice cream, sugar Confectionery, krim biskuit, filled mild, imitation cream, specialty fats, detergen, sabun, shampoo, kosmetik, dan farmasi (PPKS, 2009). Harga PKO lebih tinggi dibandingkan harga CPO karena jumlah produksi PKO yang lebih sedikit.

Sumber : World Bank, data diolah (2013)

Gambar 1. Harga PKO dan CPO Dunia 2007-2012

(27)

mengekspor PKO-nya keluar negeri sehingga indusrti oleokimia dan pangan yang berbahan baku PKO akan kekurangan bahan baku.

Harga PKO dunia terus meningkat setiap tahunnya, yaitu tahun 2007 harga PKO US$ 1 322 hingga tahun 2012 mencapai US$ 1 543. Harga PKO cenderung tinggi dan terus meningkat dibandingkan dengan harga CPO yang lebih rendah dan fluktuatif (Gambar 1). Hal ini terus mendorong para pelaku industri mengekspor tanpa memenuhi kebutuhan industri dalam negeri. Laju produksi PKO Indonesia yang tinggi dengan ekspornya yang tinggi mengakibatkan adanya ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan PKO (Tabel 5). Pemerintah harus mengatasi ketidakseimbangan penawaran dan permintaan PKO ini dengan mengembangkan produk hilir berbahan baku PKO diikuti dengan kebijakan peningkatan penawaran PKO untuk industri hilir dalam negeri.

Tabel 5. Ketidakseimbangan antara Penawaran dan Permintaan PKO Indonesia Tahun 2006 - 2011 (Ton)

Tahun Penawaran a Permintaanb Ketidakseimbangan

2006 2 288 930 3 322 497 -1 033 570

2007 2 182 340 3 293 389 -1 111 040

2008 2 189 720 3 332 130 -1 142 410

2009 2 243 000 3 713 204 - 1 470 210

2010 2 840 290 4 178 415 -1 338 130

2011 3 285 970 4 388 619 -1 102 650

Keterangan : a Produksi – Stok t-1 – Ekspor b Permintaan total PKO Indonesia Sumber : Ditjenbun, Oil world (2013)

Penyerapan PKO oleh industri hilirnya di Indonesia perlu ditingkatkan, berkaitan dengan tingginya ekspor PKO dalam bentuk primer. Hal ini disebabkan masih rendahnya investasi pada sektor hilir karena kurangnya dukungan pemerintah. Ekspor PKO di Indonesia yang tinggi, merupakan hal yang harus dibatasi dalam rangka pengembangan industri hilirnya. Padahal saat ini, negara-negara tujuan ekspor PKO telah mengolah PKO dalam berbagai bentuk produk turunan yang memiliki nilai tambah jauh melebihi nilai ekspor dalam bentuk mentah.

(28)

KKP-E bermasalah yang menjadi beban pemerintah, serta kredit pengembangan energi nabati dan revitalisasi perkebunan (KPEN-RP). Selain dialokasikan melalui ketiga skim tersebut, subsidi bunga kredit program yang bertujuan untuk membantu meringankan beban investor dalam memenuhi kebutuhan akan sumber dana dengan bunga yang relatif lebih rendah, juga dialokasikan untuk kredit program eks-Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) yang dikelola oleh PT Permodalan Nasional Madani (PNM) dan Kredit pemberdayaan pengusaha NAD, Sumut, Sumbar, Jambi, dan Jabar (Ditjenbun, 2012a). Sebagaimana yang tercantum dalam nota keuangan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2013, pemerintah mengalokasian belanja subsidi tahun 2013 mencapai RP 1.2 trilliun untuk pemberian subsidi bunga kredit yang diarahkan untuk pengendalian subsidi dalam meningkatkan belanja modal secara signifikan dalam jangka menengah dan meningkatkan daya saing.

Terkait kebijakan pemerintah dalam rangka mendorong pengembangan industri hilir PKO, kebijakan pemberian subsidi suku bunga dan peningkatan penawaran bahan baku (PKO) dapat mempengaruhi produksi produk turunan PKO yaitu CBS. Diduga pemberian subsidi suku bunga kredit investasi, akan meningkatkan keinginan investor dalam berinvestasi pada industri hilir PKO, khususnya industri CBS, sehingga produksi akan meningkat. Sebaliknya suku bunga kredit yang tidak disubsidi akan menurunkan investasi pada industri hilir PKO yang juga menurunkan produksinya. Selanjutnya peningkatan produksi industri hilir PKO akan meningkatkan nilai tambah, memberikan devisa bagi negara dan menciptakan industri kelapa sawit yang berkelanjutan. Adapun peningkatan penawaran bahan baku (PKO) diduga dapat meningkatakan produksi dan dapat menurunkan harga CBSIndonesia.

Berdasarkan dengan masalah yang sudah diuraikan, maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan yang akan dianalisis dalam penelitian ini yaitu :

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penawaran dan permintaan PKO di Indonesia ?

(29)

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis dampak kebijakan Pemerintah terhadap penawaran dan permintaan PKO di Indonesia. Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan PKO di Indonesia;

2. Mengevaluasi dampak kebijakan pemberian subsidi suku bunga kredit investasi dan peningkatan penawaran PKO Indonesia terhadap penawaran dan permintaan PKO Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah khususnya dalam meningkatkan produksi PKO dan produksi industri hilirnya yang dapat memberikan nilai tambah untuk devisa negara. Manfaat penelitian ini bagi para pengusaha industri kelapa sawit khususnya PKO untuk sebagai bahan informasi dalam mengembangkan produk turunan PKO agar perusahaan dapat memperoleh nilai tambah yang besar. Bagi akademisi penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan PKO dan dapat dijadikan sebagai data tambahan untuk penelitian yang sejenis pada bidangnya dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

(30)

penelitian ini mencakup pemberian subsidi suku bunga kredit sebesar 20 persen dan peningkatan penawaran PKO sebesar 10 persen. Simulasi peningkatan penawaran PKO sesuai dengan alternatif kebijakan untuk mengurangi ekspor PKO dan memastikan terpenuhinya kebutuhan domestik, yaitu domestic market obligation (DMO). Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 18 tahun 2004 tentang perkebunan yang mengamanatkan penawaran minyak kelapa sawit dalam negeri (Novindra, 2011).

(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkebunan Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit pertama kali di kenal di Indonesia melalui koleksi tanaman Kebun Raya Bogor tahun 1848. Peluang budidayanya menjadi perkebunan terbuka dimulai sejak dikeluarkannya Agrarische Wet tahun 1870, yang membuka kesempatan bagi perusahaan asing untuk mengembangkan usaha perkebunan (Tarigan dan Sipayung, 2011). Perkebunan kelapa sawit di Indonesia dipelopori oleh Adrien Hallet, berkebangsaan Belgia, yang telah mempunyai pengalaman menanam kelapa sawit di Afrika. Penanaman kelapa sawit yang pertama di Indonesia dilakukan oleh beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit seperti pembukaan kebun di Tanah Itam Ulu oleh Maskapai Oliepalmen Cultuur, di Pulau Raja oleh Maskapai Huilleries de Sumatra-RCMA, dan di Sungai Liput oleh Palmbomen Cultuur Mij (Setyamidjaja, 2006).

Luas areal kelapa sawit hingga tahun 1915 mencapai 2 715 hektar dan pada tahun 1920 sudah terdapat 25 perusahaan yang menanam kelapa sawit di Sumatera Timur, 8 perusahaan di Aceh, dan 1 perusahaan di Sumatera Selatan (Setyamidjaja, 2006). Tahun 2010 luas areal perkebunan kelapa sawit telah mencapai 8 548 828 ha dan Indonesia menjadi negara dengan luas areal perkebunan kelapa sawit terluas di dunia (Tabel 6).

Tabel 6. Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Tahun 2006- 2010

Tahun Perkebunan Luas Areal Berdasarkan Status Pengusahaan (Ha) Rakyat

Perkebunan Besar Negara

Perkebunan Besar

Swasta Total

2006 2 536 508 692 204 3 056 248 6 284 960

2007 2 752 173 685 087 3 416 656 6 853 916

2008 2 881 899 626 666 3 825 142 7 333 707 2009 3 061 412 651 216 4 236 761 7 949 389 2010 3 387 258 658 492 4 503 078 8 548 828 Sumber : Badan Pusat Statistik (2011)

(32)

penelitian ini PTPN juga dikategorikan sebagai perkebunan besar negara, dimana hingga tahun 2010 memiliki luas areal seluas 658 492 ha . Selain itu juga terdapat status pengusahaan berupa perkebunan rakyat yang muncul setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan Perkebunan Inti Rakyat (PIR) tahun 1980 dan perkebunan besar swasta yang masing-masingnya hingga tahun 2010 seluas 3.387.258 ha dan 4.503.078 ha (Tabel 4).

Perkebunan kelapa sawit yang luas arealnya terus meningkat tentunya telah menarik dan menghela kegiatan ekonomi, baik dari kegiatan di hulu hingga hilir sehingga berkembang menjadi suatu kluster ekonomi. Perkebunan kelapa sawit tidak lagi hanya sebatas usaha budidaya kelapa sawit (on-farm) namun sudah jauh berkembang dan lebih modern menjadi sistem agribisnis. Menurut Tarigan dan Sipayung (2011) kelapa sawit terdiri dari empat subsistem yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda namun merupakan suatu orkestra ekonomi. Pertama, subsistem hulu kelapa sawit merupakan penghasil barang-barang modal bagi usaha perkebunan kelapa sawit yakni benih, pupuk, pestisida dan mesin perkebunan. Kedua, subsistem usaha perkebunan kelapa sawit yang menggunakan barang modal tersebut untuk budidaya. Ketiga, subsistem hilir kelapa sawit yang mengolah minyak sawit atau crude palm oil (CPO) dan minyak inti sawit atau

palm kernel oil (PKO) menjadi produk produk setengah jadi (semi-finish) maupun produk jadi (finish product). Keempat, subsistem penyedia jasa bagi subsistem hulu hingga hilir kelapa sawit.

Berkembangnya perkebunan kelapa sawit menjadi sistem agribisnis modern

berarti semakin banyak dan beragamnya “mesin ekonomi” yang berbasis kelapa

sawit di Indonesia. Semakin berkembangnya sistem agribisnis kelapa sawit maka penciptaan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat dan devisa negara juga meningkat (Yulismi, 2006).

2.2. Industri Pengolahan Kelapa sawit di Indonesia

(33)

pengolahan di pabrik kelapa sawit (PKS) dalam konteks industri kelapa sawit di Indonesia.

Pabrik kelapa sawit (PKS) merupakan unit pengolahan paling hulu dalam industri pengolahan kelapa sawit dan merupakan titik kritis dalam alur hidup ekonomi buah kelapa sawit khususnya dan industri kelapa sawit pada umumnya. Sifat buah kelapa sawit yang sangat krusial adalah penurunan kualitas dan rendemen bila tidak segera diolah. Selain itu CPO dan inti sawit merupakan bahan antara industri olahan kelapa sawit yang kualitasnya menentukan daya gunanya untuk diolah menjadi produk akhir industri dan konsumen rumah tangga seperti olein, stearin, minyak goreng, margarin, shortening, minyak inti sawit atau Palm Kernel Oil (PKO), kosmetik, sabun, deterjen dan shampoo.

Industri minyak kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis, karena berhubungan dengan sektor pertanian (agrobased industry) yang banyak berkembang di negara‐negara tropis seperti Indonesia, Malaysia dan Thailand. Hasil dari industri minyak kelapa sawit bukan hanya minyak goreng saja, tetapi juga bisa digunakan sebagai bahan dasar industri lainnya. Contoh industri yang berbahan dasar minyak kelapa sawit adalah untuk seperti industri makanan, kosmetika dan industri sabun. Prospek industri minyak kelapa sawit juga sangat menjanjikan untuk masa depan perusahaan yang bergelut dibidang pengembangan kepala sawit. Perkembangan industri minyak kelapa sawit saat ini sangat pesat dari tahun ke tahun, dimana terjadi peningkatan jumlah produksi kelapa sawit seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat akan kebutuhan pangan dan non-pangan yang berbasis kelapa sawit yang ekonomis dan lebih ramah lingkungan karena berbasis pada hasil pertanian.

(34)

Sumber : Kementerian Perindustrian (2010)

Gambar 2. Pohon Industri Kelapa Sawit 15

(35)

2.2.1. Industri Pengolahan PKO di Indonesia

Palm kernel oil (PKO) adalah minyak yang diperoleh dari bagian inti sawit. Minyak ini mempunyai kandungan asam lemak tidak jenuh sekitar 21 persen dan asam lemak jenuh 79 persen (Soekopitojo, 2011). Pada dasarnya PKO terdiri dari dua bagian yaitu stearin (fraksi padatan) dan olein (fraksi cairan). Pemisahan kedua fraksi tersebut dilakukan melalui proses fraksinasi. Stearin merupakan fraksi dari PKO yang berbentuk padat. Stearin pada umumnya digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan shortening, margarin, dan pasta (Ketaren, 2008). Hal ini juga didukung oleh stearin yang bersifat plastis dan beku pada suhu ruang. Sifat plastis dan beku pada suhu ruang ini disebabkan oleh tingginya kandungan asam lemak palmitat pada stearin. Karakteristik fisik dari stearin sangat berbeda dengan produk-produk lainnya dari minyak sawit terutama pada parameter titik lelehnya (PPKS, 2012).

Asam lemak mayor pada PKO adalah C12 (asam laurat) sekitar 48 persen, C14 (asam miritat) sekitar 16 persen dan 18:1 (asam oleat) sekitar 15 persen (Codex, 2001). Tidak ada asam lemak lainnya yang lebih dari 10 persen. Asam lemak jenuh tunggal yang ada dalam jumlah besar, bergabung dengan asam lemak tak jenuh yang tingkatnya rendah, memberikan profil titik leleh minyak tinggi.

Olein merupakan hasil fraksinasi dari PKO yang bewarna kuning sampai jingga. PKO didominasi oleh asam lemak tak jenuh sehingga bersifat cair pada suhu ruang. Olein merupakan trigliserida yang bertitik cair rendah, serta mengandung asam oleat yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan stearin. PKO mempunyai bilangan iod yang lebih rendah dibandingkan minyak nabati lainnya karena kandungan asam lemak jenuh yang tinggi. Namun, fraksi olein mempunyai bilangan iod yang lebih tinggi karena mengandung asam lemak tidak jenuh yang tinggi. Bilangan iod olein dari minyak inti sawit berkisar antara 21.2 – 24.83 (PPKS, 2012).

(36)

dingin, dan tidak berminyak di langit-langit mulut, tidak mungkin untuk minyak non-lauric umum lainnya yang cocok. Lemak kakao adalah satu-satunya lemak alami dengan sifat yang sama tetapi sangat mahal dan tidak termasuuk diantara 17 minyak dan lemak utama dalam perdagangan dunia. Sifat PKO yang lebih unsaturasi dan dapat dihidrogenasi menjadi rentang produk yang lebih luas untuk industri makanan.

2.2.2. Produksi dan Konsumsi PKO di Indonesia

Produksi PKO terus meningkat dari tahun 2006 hingga tahun 2010 mencapai 4 391 620 ton dengan rata rata produksi yaitu mencapai 3 753 510 ton. Produktivitas nya juga terus meningkat, hal ini dikarenakan tingginya permintaan pasar dunia akan minyak sawit. Produsen kelapa sawit terus memperluas areal perkebunan dan meningkatkan kapasitas produksi minyak sawit yang secara langsung turut meningkatkan produktivitas CPO. Menurut Zulkifli (2000) PKO merupakan produk ikutan dari CPO. Rata-rata pertumbuhan produktivitas PKO yaitu 3,276 setiap tahunnya.

Tabel 7. Produksi dan Produktivitas PKO Indonesia Tahun 2006-2010

Tahun Produksi Pertumbuhan Produktivitas (Ton/ha)

Pertumbuhan

(000 Ton) (%) (%)

2006 3470.17 40.24 0.53 16.81

2007 3532.95 1.81 0.56 5.66

2008 3507.96 -0.71 0.48 -14.29

2009 3864.86 10.17 0.55 14.58

2010 4391.62 13.63 0.51 -7.27

2011 4619.31 5.18 0.51 0.72

Rata-rata 3753.51 13.03 0.53 3.10

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah (2012b)

(37)

tidak terpenuhi. Kondisi ini mengakibatkan Indonesia membutuhkan supply PKO melalui impor dari negara produsen lainnya.

Tabel 8. Volume dan Nilai Impor PKO Indonesia Tahun 2006-2010

Tahun Impor PKO

Volume (Kg) Nilai (US$)

2006 1 386 1 207

2007 3 594 6 013

2008 2 172 3 940

2009 3 345 3 631

2010 1 791 5 634

2011 1 311 4 871

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2012)

Impor PKO terbesar dalam kurun waktu 2006-2010 terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 180 kg yaitu senilai US$ 432. Impor ini didukung oleh meningkatnya ekspor PKO Indonesia pada tahun 2007 sebesar 1 163 049 ton dari tahun sebelumnya 1 071 762 ton. Impor dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri yang berbahan baku PKO.

2.2.3. Industri Pengolahan CBS

Lemak cokelat (cocoa butter) dapat digunakan untuk memproduksi produk pangan, farmasi dan kosmetik. Lemak cokelat merupakan lemak alami berwarna kuning terang yang diperoleh dari biji kakao (Theobroma cacao). Lemak cokelat bersifat keras dan mudah patah (brittle) di bawah suhu ruang, tetapi ketika dimakan meleleh sempurna di mulut dengan tekstur creamy yang lembut dan sensasi dingin (Gustone, 2002). Karakteristik lemak cokelat tersebut dianggap sebagai lemak ideal dan pilihan dalam industri coklat confectionery, sehingga menciptakan permintaan pasar yang melebihi pasokan (Soekopitojo, 2011).

Biji kakao mengandung lemak cokelat relatif kecil, yaitu 52.5-55.5 persen dari kotiledon kakao. Sementara itu, hanya sdikit negara yang membudidayakan kakao, sehingga suplai menjadi tidak stabil dan harganya relatif paling mahal diantara lemak dan minyak alami (Zaidul et al, 2007 dalam Soekopitojo, 2011). Dengan adanya kemajuan IPTEK, pengembangan alternatif lemak cokelat dilakukan, yang dikenal dengan istilah Cocoa Butter Alternatives (CBA).

Menurut Lipp dan Anklam (1998), CBA diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu :

(38)

lemak cokelat pada jumlah berapapun tanpa mengubah sifat fisik cokelat. Terdiri dari dua jenis, yaitu :

a. Cocoa Butter Extender (CBX) : merupakan CBE yang tidak dapat dicampur dengan lemak cokelat pada semua rasio.

b. Cocoa Butter Improvers (CBI) : mirip dengan CBE, tetapi dengan kandungan triagliserolida (TAG) padat lebih tinggi, digunakan untul memperbaiki lemak cokelat yang lunak.

2. Cocoa Butter Replacers (CBR) : lemak non laurat dengan distribusi asam lemak mirip lemak cokelat dan hanya rasio kecil yang kompatibel dengan CB. 3. Cocoa butter Subtitutes (CBS) : lemak nabati laurat, memiliki sifat fisik yang

sangat mirip dengan lemak cokelat dan cocok untuk mensubstitusi lemak cokelat sampai 100 persen.

Cocoa Butter Substitutes (CBS) juga dapat diperoleh dari minyak kelapa. Akan tetapi dengan kondisi industri minyak kelapa saat ini yang tidak berkembang dan bahkan tingkat produktivitasnya cenderung menurun setiap tahunnya sehingga CBS dari minyak kelapa tidak berkembang dengan baik.

Minyak inti sawit merupakan bahan baku yang penting dalam pengembangan hard-butters seperti produk pengganti cocoa butter (Cocoa Butter Substitutes/CBS) dan produk sejenis cocoa butter (Cocoa Butter Equivalent/CBE,

Cocoa Butter Replacer/CBR ). Hal ini dikarenakan minyak inti sawit atau Palm Kernel Oil (PKO) memiliki rantai karbon yang mirip dengan minyak kelapa. Keduanya memiliki karakteristik fisik yang juga serupa satu dengan yang lain, sehingga PKO dapat juga digunakan dalam pembuatan CBS. Cocoa Butter Substitutes (CBS) diproduksi melalui proses fraksinasi dan hidrogenasi. Proses produksi CBS terdiri dari beberapa tahap reaksi yaitu degummning, bleaching, hidrolisa, fraksinasi (destilasi) bertahap, dan hidrogenasi (Lumban Tobing, 2010).

Cocoa Butter Substitutes (CBS) yang bersumber dari minyak inti sawit ataupun minyak kelapa, keduanya banyak mengandung asam laurat, itu sebabnya disebut lauric fat. Namun minyak kelapa memiliki kandungan nilai rantai asam lemak pendek yang lebih besar, yang dapat membuatnya lebih menarik untuk industri oleokimia. CBS adalah lemak yang mempunyai karakter fisik yang mirip

(39)

demikian, secara kimia CBS adalah lemak laurat yang tidak mengandung TAG simetri dan sebagai akibatnya CBS mempunyai kompatibilitas yang terbatas jika dicampurkan dengan CB. Dengan demikian, Umumnya terdiri atas asam lemak dengan rantai pendek. CBS merupakan pengganti (substitute) untuk CB, khususnya untuk produksi coklat yang lebih murah.

Aplikasi CBS pada umumnya digunakan untuk campuran coklat sebagai

moulding, coating untuk biskuit, wafer, chocolate bar, dan lain sebagainya. Produk CBS yang di produksi di PT Cahaya Kalbar Tbk diantaranya Fonta CK Spesial, Sania Ultra Choco, Sania Ultra Choco 368, Prime Choco, Fonta Supreme 335, dan Fonta Supreme 320 (Manurung, 2009).

2.3. Kebijakan Pemerintah Mengenai PKO

Pemanfaatan buah kelapa sawit menjadi produk-produk industri yang mempunyai nilai tambah dapat dihasilkan dari daging buahnya, biji, cangkang, tandan kosong, bahkan limbahnya. Khusus biji sawit, sudah banyak produk pangan yang telah diproduksi dari PKO menjadi asam lemak, stearin, lemak laurik dan turunan-turunan asam lemaknya yang dapat digunakan untuk bahan baku berbagai produk makanan yang salah satunya yaitu makanan cokelat

confectionery. Pemerintah bersama industri terkait selalu mengupayakan kemajuan industri hilir dari produk turunan kelapa sawit melalui berbagai kebijakan dengan tujuan untuk meningkatkan devisa negara dan menciptaan lapangan kerja baru.

(40)

penawaran minyak sawit dalam negeri (Novindra, 2011). Sejalan dengan alternatif kebijakan pemerintah ini PKO sebagai salah satu hasil perkebunan kelapa sawit juga perlu dibatasi ekspornya dalam bentuk mentah untuk menciptakan daya saing yang lebih tinggi, untuk itu selanjutnya diperlukan pengembangan industri hilirnya dan keamanan pasokan PKO dalam negeri.

Permasalahan dengan pengolahan produk hilir, produk perkebunan masih didominasi oleh komoditas olahan primer, padahal nilai tambah yang tinggi berada pada produk olahan dalam bentuk produk setengah jadi dan produk jadi, baik barang untuk keperluan industri maupun rumah tangga. Saat ini, nilai tambah tersebut banyak dinikmati oleh industri pengolahan hasil (industri hilir) yang berada di luar negeri. Terbatasnya pengembangan pengolahan hasil perkebunan disebabkan oleh rendahnya konsistensi kualitas komoditas perkebunan dan terbatasnya pengembangan agroindustri di Indonesia. Namun demikian, pengembangan kualitas komoditas berkaitan erat dengan insentif ekonomi untuk meningkatkan kualitas komoditas.

Krisisrisis ekonomi yang sempat melanda Indonesia mengakibatkan ketersediaan dana menjadi kendala utama untuk melanjutkan percepatan pembangunan perkebunan. Pada awal krisis, tidak sedikit perusahaan perkebunan menghadapi masalah keuangan sehingga terpaksa menghentikan kegiatannya. Pembangunan perkebunan sempat mengalami stagnasi bahkan pada beberapa kasus perkebunan besar mengalami kerusakan karena dijarah dan dirusak masyarakat. Permodalan untuk perkebunan baik yang berasal dari masyarakat maupun lembaga keuangan, merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan perkebunan. Namun sejak berlakunya Undang- Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan LoI antara Pemerintah Indonesia dan IMF, kredit lunak menjadi sangat terbatas. Sejak saat itu, ketersediaan modal mengandalkan lembaga keuangan perbankan dan non perbankan dari dalam dan luar negeri dengan pola pengadaan dan penyaluran sistem komersial.

(41)

dengan Peraturan Kementerian Keuangan Nomor 117/PMK.06/2006 yang selanjutnya ditanggapi oleh Kementerian Pertanian melalui dikeluarkannya Peraturan Menteri Petanian Nomor 33/Permentan/OT.140/7/2006 tentang subsidi kredit untuk pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit melalui revitalisasi perkebunan. Selanjutnya kebijakan ini untuk penyalurannya bekerjasama dengan pihak perbankan melalui perjanjian Kerjasama Pendanaan antara Menteri Keuangan/Dirjen Perbendaharaan dengan 16 Bank Pelaksana (PT Bank Rakyat Indonesia, PT Bank Mandiri, PT BUKOPIN, PT BNI, PT BPD Sumatera Utara, BPD Sumatera Selatan, BPD Sumatera Barat/Bank Nagari, BPD Riau, BPD NAD, BPD Papua, PT Bank Niaga, PT Bank Agro, Bank Mega, Bank Artha Graha, PT BII, dan BPD Kalimantan Timur) .

Revitalisasi Perkebunan yang dimaksudkan dalam upaya percepatan pengembangan perkebunan rakyat melalui perluasan, peremajaan dan rehabilitasi tanaman perkebunan yang didukung kredit investasi perbankan dan subsidi bunga oleh pemerintah. Selanjutnya pemerintah bekerjasama dengan melibatkan perusahaan di bidang usaha perkebunan sebagai mitra dalam pengembangan perkebunan, pengolahan hilir hasil perkebunan yang bernilai tambah dan pemasaran hasil. Pendanaan pembiayaan 100 persen berasal dari dana perbankan dengan subsidi bunga dari pemerintah.

Secara umum, pembiayaan investasi tergantung kepada adanya kredit dan iklim usaha yang berlaku. Keperluan kredit pun tidak hanya terbatas kepada kredit/pembiayaan investasi di on farm tetapi juga kepada investasi pada pengolahan, perdagangan dan asuransi. Kebutuhan akan dana investasi dilatarbelakangi oleh adanya kepentingan untuk meningkatkan kapasitas produksi suatu sektor dalam perekonomian. Dana investasi yang dibutuhkan berjumlah besar jika ingin menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan catatan tidak ada masalah efisiensi dari suatu perekonomian dalam menggunakan barang modal. Kebijakan percepatan pembangunan perkebunan tidak terlepas dari keberadaan sumber dana investasi, ketersediaan dana investasi dan tingkat bunga pinjaman untuk dana investasi.

(42)

perkebunan dapat dikatakan masih lemah. Kelangkaan modal, sistem penyaluran biaya secara komersial, dan kurangnya perhatian dari lembaga keuangan terhadap perkebunan merupakan kelemahan pembangunan perkebunan di Indonesia. Pembiayaan perkebunan juga masih dihadapkan pada permasalahan klasik pembiayaan melalui kredit, yaitu masalah sumber dan akses kredit terutama untuk petani. Selain itu, daya saing investasi juga lebih lemah dibandingkan negara-negara produsen komoditas perkebunan lainnya.

2.4. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini menggunakan berbagai literatur untuk memperkuat landasan dalam pemecahan permasalahan. Penelitian mengenai kelapa sawit telah banyak dilakukan dan dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian ini, yaitu penelitian Novindra (2011), Zulkifli (2000), Kiki Wira Kurniadi (2013), Singgih Widhosari (2013), dan Donald Siahaan dan Hasrul A. Hasibuan. Penelitian ini memiliki beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya yang disajikan pada Tabel 9.

(43)

Tabel 9. Persamaan dan Perbedaan antara Penelitian “Dampak Subsidi Suku Bunga Kredit Investasi dan Peningkatan Penawaran PKO terhadap Penawaran dan Permintaan PKO di Indonesia” dengan Penelitian Terdahulu

No. Nama Peneliti Terdahulu

Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian

1. Novindra (2011) Dampak Kebijakan Domestik dan Perubahan

2.Objek penelitian yaitu CPO Pengembangan industri hilir meningkatkan permintaan minyak sawit dan meningktakan harga yang diterima produsen. Kebijakan Pembatasan ekspor minyak sawit dengan penetapan pajak ekspor minyak sawit sebesar 20 persen meningkatkan kesejahteraan netto dan peningkatan kuota domestik memberikan dampak negatif bagi kesejahteraan netto.

2. Zulkifli (2000) Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap

(44)

Tabel 9. Lanjutan No. Nama Peneliti

Terdahulu

Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian

3. Kiki Wira Kurniadi

1. Objek penelitian yaitu

fatty acid yang merupakan salah satu produk turunan kelapa sawit

Produksi fatty acid domestik dipengaruhi secara nyata oleh perubahan harga riil minyak sawit domestik, perubahan tingkat suku bunga, dan teknologi. Penurunan suku bunga Bank Indonesia sebesar 20 persen dan peningkatan penawaran minyak sawit domestik 10 persen menyebabkan peningkatan terhadap produksi fatty acid

domestik, permintaan fatty acid domestik, penawaran fatty acid domestik, dan

Produksi minyak goreng sawit domestik dipengaruhi oleh harga minyak goreng sawit domestik, laju tingkat suku bunga, dan produksi minyak goreng t-1. Produksi margarin domestik dipengaruhi secara nyata oleh produksi margarin t-1. Produksi sabun domestik dipengaruhi secara nyata oleh tingkat suku bunga, dan produksi sabun domestuk t-1. Penurunan suku bunga bank indonesia menyebabkan peningkatan terhadap produksi minyak goreng sawit domestik, produksi margarin domestik, penawaran margarin domestik, produksi sabun domestik, permintaan sabun domestik, dan penawaran sabun domestik.

(45)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Fungsi Produksi dan Penawaran Palm Kernel Oil (PKO) dan Cocoa Butter Substitute (CBS)

Fungsi produksi dapat didefinisikan sebagai hubungan secara teknis dalam transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara hubungan input dengan output (Debertin, 1986; Doll dan Orazem, 1984). Secara umum hubungan antara input-output untuk menghasilkan produksi suatu komoditi pertanian (Y) secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

Y = f (X1, X2, X3, X4) ……...………...………..(3.1) Keterangan :

Y = Output (Kg/ha)

X1 = Luas areal produksi (ha) X2 = Jumlah modal (Rp/ha) X3 = Tenaga kerja (HOK/ha) X4 = Faktor produksi lainnya

Dirumuskan secara sederhana fungsi produksi PKO dan CBS adalah :

Y1 = f (LAKSM1, M1, TK1) …….…………....………...(3.2) Y2 = f (PKO1, M2, TK2) ……...……….…………...(3.3) Keterangan :

Y1 = Produksi PKO (Kg) Y2 = Produksi CBS (Kg)

LAKSM1= Jumlah luas areal kelapa sawit menghasilkan (Ton/ha) PKO1 = Jumlah PKO untuk produksi CBS (Kg)

M1 = Jumlah modal untuk produksi PKO (Unit) M2 = Jumlah modal untuk produksi CBS (Unit)

TK1 = Jumlah tenaga kerja untuk produksi PKO (HOK) TK2 = Jumlah tenaga kerja untuk produksi CBS (HOK)

(46)

penjual. Analisis mengenai penawaran juga meliputi faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran. Dolan (1974) dalam Novindra (2011), mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditas, yaitu harga komoditas itu sendiri, harga komoditas lain (sebagai substitusinya), biaya faktor produksi biaya perusahaan, tujuan perusahaan, tingkat teknologi, pajak, subsidi, harapan harga dan keadaan alam.

3.2. Permintaan Palm PKO oleh Industri CBS

Sebagai bahan baku untuk industri cocoa butter substitute, permintaan terhadap PKO dapat diturunkan melalui fungsi permintaan turunan (derived demand), yaitu melalui fungsi keuntungan. Secara rasional, produsen akan berproduksi pada tingkat dimana keuntungan yang diperolehnya dalam keadaan maksimum (Derebetin, 1986; Henderson dan Quant, 1980; Beattie dan Taylor, 1985 dalam Kurniadi, 2013). Dalam kondisi ini input yang digunakan berada dalam jumlah yang optimal.

Bila Π adalah profit, P adalah harga output Y dan ri adalah harga input Xi, maka persamaan profit dapat dituliskan sebagai berikut :

Π = P.Y - ∑ri . Xi ... (3.4) dengan menurunkan fungsi di atas terhadap masing-masing input maka diperoleh :

i =

atau P.PMi = ri ... (3.5) dimana PMi adalah produk marjinal dan P.PMi adalah nilai dari produk marjinal dari input i.

Pada persamaan (3.4) dan (3.5), penggunaan input yang optimal dicirikan oleh kondisi dimana nilai produk marjinal dari masing-masing input (P.Mi) sama dengan harga input yang bersangkutan. Implikasi dari kondisi ini adalah permintaan suatu input oleh industri sangat dipengaruhi oleh harga input yang bersangkutan (r), harga output (P) dan teknologi produksi (PMi). Disamping itu, permintaan suatu input dapat pula dipengaruhi oleh harga input substitusi dan faktor lain yang dapat mendistorsi pasar.

(47)

Dt = f (Pct, Pt, it, Dt-1) ... (3.6) dimana Dt adalah permintaan PKO oleh industri CBS, Pct adalah harga PKO, Pt adalah harga CBS, it adalah tingkat suku bunga kredit investasi, dan Dt-1 adalah permintaan PKO pada tahun sebelumnya.

3.3. Teori Penawaran, Permintaan dan Harga

Teori penawaran dan permintaan dalam ilmu ekonomi, adalah penggambaran atas hubungan-hubungan di pasar, antara calon pembeli dan penjual dari suatu barang. Model penawaran dan permintaan digunakan untuk menentukan harga dan kuantitas yang terjual di pasar. Model ini sangat penting untuk melakukan analisis ekonomi mikro terhadap perilaku serta interaksi para pembeli dan penjual. Ia juga digunakan sebagai titik tolak bagi berbagai model dan teori ekonomi lainnya. Model ini memperkirakan bahwa dalam suatu pasar yang kompetitif, harga akan berfungsi sebagai penyeimbang antara kuantitas yang diminta oleh konsumen dan kuantitas yang ditawarkan oleh produsen, sehingga terciptalah keseimbangan ekonomi antara harga dan kuantitas. Model ini mengakomodasi kemungkinan adanya faktor-faktor yang dapat mengubah keseimbangan, yang kemudian akan ditampilkan dalam bentuk terjadinya pergeseran dari permintaan atau penawaran.

Penawaran adalah jumlah barang atau jasa yang tersedia dan dapat dijual olrh penjual pada berbagai tingkat harga, dan pada waktu tertentu. Beberapa faktor yang memepengaruhi penawaran yaitu harga barang itu sendiri, harga sumber produksi, tingkat produksi serta ekspektasi. Sedangkan permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang ingin dan mampu dibeli oleh konsumen, pada berbagai tingkat harga, dan pada waktu tertentu. Beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan adalah harga barang itu sendiri, harga barang lain yang berkaitan, tingkat pendapatan, selera konsumen serta ekspektasi atau perkiraan.

Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan suatu hipotesis yang

menyatakan : “Hubungan antara barang yang diminta dengan harga barang

(48)

P

D

Q

Sumber: Lipsey et al (1987)

Gambar 3. Kurva Permintaan

Keterangan :

P = Harga Komoditas Q = Kuantitas Komoditas D = Kurva permintaan

Kurva permintaan didefenisikan sebagai: “suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan antara harga suatu barang tertentu dengan jumlah barang pada umumnya menurun dari kiri ke kanan bawah. Kurva yang demikian disebabkan oleh sifat hubungan antara harga dan jumlah yang diminta yang mempunyai sifat hubungan terbalik (Gambar 3).

Hukum penawaran pada dasarnya mengatakan bahwa : “Semakin tinggi

harga suatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut akan ditawarkan oleh para penjual begitu juga sebaliknya. ”Kurva penawaran dapat didefenisikan sebagai suatu kurva yang menunjukkan hubungan diantara harga suatu barang tertentu dengan jumlah barang tersebut yang ditawarkan (Gambar 4)

P S

Q

Sumber: Lipsey et al (1987)

Gambar 4. Kurva Penawaran

(49)

diperdagangkan di pasar input maupun output. Harga suatu barang terbentuk dari titik keseimbangan perpotongan kurva permintaan dengan penawaran dalam suatu pasar atau disebut juga harga keseimbangan untuk barang tersebut. Pada kondisi ini, kuantitas barang yang diminta oleh pembeli adalah sama dengan kuantitas yang ditawarkan oleh penjual. Kurva keseimbangan dapat dilihat pada gambar 5.

P D S

Pe

Qe Q Sumber: Lipsey et al (1987)

Gambar 5. Kurva Keseimbangan

Keterangan :

S = Kurva Penawaran

Pe = Harga pada saat keseimbangan Qe = Kuantitas pada saat keseimbangan

(50)

Menurut Nicholson (2002), harga pasar mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai pemberi sinyal informasi bagi produsen mengenai berapa banyak barang yang seharusnya diproduksi untuk mencapai laba maksimum dan penentu tingkat permintaan bagi konsumen yang menginginkan kepuasan maksimum. Kenaikan dalam permintaan menyebabkan keseimbangan harga meningkat sehingga permintaan mempengaruhi harga secara positif. Penawaran mempengaruhi harga secara negatif, yaitu jika penawaran meningkat maka harga akan cenderung turun. Hal ini disebabkan kuantitas barang yang ditawarkan oleh produsen lebih besar daripada yang dibutuhkan atau yang diinginkan oleh konsumen.

3.5. Model Persamaan Simultan

Menurut Gujarati (1998) sistem persamaan simultan dapat memberikan gambaran yang lebih baik tentang dunia nyata dibandingkan dengan model persamaan tunggal. Hal ini disebabkan karena peubah-peubah dalam persamaan satu dengan yang lainnya dalam model dapat berinteraksi satu sama lain. Persamaan simultan tidak hanya memiliki satu persamaan yang menghubungkan satu variabel endogen tunggal dengan sejumlah variabel penjelas non stokastik atau didistribusikan secara bebas dari unsur gangguan stokastik. Satu ciri unik dari persamaan simultan adalah variabel endogen dari suatu persamaan mungkin muncul sebagai variabel yang menjelaskan (explanatory variabel) dalam persamaan lain dari sistem. Bentuk umum dari persamaan simultan dapat dirumuskan sebagai berikut :

(51)

3.6. Kerangka Pemikiran Operasional

Indonesia terus meningkatkan produktivitas kelapa sawit untuk memenuhi permintaan dunia akan minyak nabati yang dihasilkan kelapa sawit. Salah satunya dengan cara menambah luas areal perkebunan kelapa sawit. Hal ini tentu saja menjadi ancaman yang berarti bagi Indonesia. Indonesia tidak bisa selamanya hanya mengekspor bahan mentah dari kelapa sawit saja. Perlu adanya pengembangan industri hilir kelapa sawit, untuk menciptakan nilai tambah.

Kelapa sawit menghasilkan dua minyak nabati yaitu crude palm oil (CPO) dan minyak inti sawit atau palm kernel oil (PKO). Indonesia cenderung mengekspor PKO ke luar negeri karena tingginya harga dunia PKO diikuti dengan masih rendahnya perkembangan industri hilir PKO di Indonesia. Produksi PKO terus meningkat seiring dengan meningkatnya produksi CPO Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pasar Indonesia dan dunia.

Kebutuhan domestik terhadap produk turunan PKO seperti CBS semakin meningkat karena meningkatnya kebutuhan masyarakat dan produsen lain terhadap produk-produk turunan PKO yang lebih ramah lingkungan dan ekonomis. Pengembangan industri hilir PKO di Indonesia perlu dikembangkan mengingat kebutuhan pasar dan nilai tambahnya. Pengembangan produksi hilir harus didukung pemerintah melalui subsidi suku bunga kredit investasi. Sesuai dengan teori ekonomi yang menyatakan bahwa dengan pemberian subsidi suku bunga kredit investasi akan meningkatkan investasi karena bunga yang diterima investor menjadi lebih rendah. Meningkatnya invetasi diharapkan dapat meningkatkan modal bagi perusahaan hilir PKO sehingga dapat meningkatkan produksinya dan produk turunannya.

(52)

Gambar 6. Diagram Alur Pemikiran Operasional Rekomendasi Kebijakan

Mengkaji dampak kebijakan pemerintah penurunan suku bunga sebesar 20 persen dan peningkatan penawaran

PKO Indonesia 10 persen Faktor-faktor yang mempengaruhi

penawaran dan permintaan PKO di Indonesia

Perlu Pengembangan Industri Hilir (Industri Hilir Dominan di Indonesia : Cocoa Butter Substitute)

Ketidakseimbangan permintaan dan penawaran PKO di Indonesia Pengembangan Industri Hilir PKO

di Indonesia Rendah Ekspor PKO Indonesia Tinggi Tingginya Harga PKO

(53)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Bentuk data sekunder yang digunakan adalah dalam bentuk data deret waktu (time series) dengan periode waktu tahun 1989-2011. Data sekunder diperoleh dari instansi pemerintah atau lembaga lembaga terkait lainnya yaitu Badan Pusat Statistik, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Perpustakaan Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Perpustakaan Daerah Kota Medan (Pusda), Perpustakaan Institut Pertanian Bogor, world bank (WB), studi literatur dan Internet.

4.2. Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Metode analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penawaran dan permintaan Palm Kernel Oil

(PKO) di Indonesia dan mengevaluasi dampak subsidi suku bunga investasi dan peningkatan penawaran terhadap penawaran dan permintaan PKO di Indonesia adalah model persamaan simultan. Masing-masing persamaan dalam model persamaan simultan diduga dengan menggunakan metode (two stages least square) 2SLS menggunakan software statistical analysis software/ econometric time series (SAS/ETS) versi 9.1.

4.3. Spesifikasi Model Penawaran dan Permintaan PKO

(54)

4.3.1 Blok PKO

Blok PKO terdiri dari persamaan produktivitas, produksi, penawaran, permintaan dan harga PKO. Pada penelitian ini difokuskan pada kebijakan Indonesia dimana pangsa ekspor PKO lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan Indonesia, maka PKO hanya dianalisis pada tingkat Indonesia.

4.3.1.1. Persamaan Produktivitas PKO Indonesia

Perumusan persamaan produktivitas dalam penelitian ini dipengaruhi oleh selisih harga riil PKO Indonesia, luas areal kelapa sawit menghasilkan PKO, harga riil pupuk, suku bunga kredit investasi riil Indonesia t-1, upah riil subsektor perkebunan dan produktivitas PKO t-1. Persamaan produktivitas PKO memiliki karakteristik yang sama dengan persamaan luas areal kelapa sawit menghasilkan, yaitu berdasarkan total produksi di Indonesia. Persamaan produktivitas PKO dapat dirumuskan sebagai berikut:

YPKOIt = a0 + a1 SHRPKOIt + a2 LAKSMt + a3 HRPt + a4 LSBKIt + a5 UPRBUNt + a6 LYPKOIt +U1...(4.1) Hipotesis : a1, a2 > 0 ; a3, a4, a5 < 0; 0 < a6 < 1

Keterangan :

YPKOIt = Produktivitas PKO Indonesia tahun t (ton/ha) SHRPKOIt = Selisih harga riil PKO Indonesia tahun t (Rp/kg) LAKSMt = Luas areal kelapa sawit menghasilkan (000 ha) HRPt = Harga riil pupuk tahun t (Rp/kg)

LSBKIt = Suku bunga kredit riil Investasi Indonesia t-1 (%) UPRBUNt = Upah riil subsektor perkebunan tahun t (Rp/hari) LYPKOIt = Produktivitas PKO Indonesia t-1 (ton/ha)

U1 = galat

4.3.1.2. Persamaan Produksi PKO Indonesia

Produksi total PKO Indonesia adalah hasil perkalian antara luas areal tanaman kelapa sawit yang menghasilkan PKO dengan produktivitas PKO Indonesia keseluruhan. Secara matematis persamaan produksi PKO domesik Indonesia, dapat dirumuskan pada persamaan identitas sebagai berikut :

(55)

QPKOIt = Produksi PKO Indonesia tahun t (000 ton)

4.3.1.3. Persamaan Penawaran PKO Indonesia

Persamaan penawaran PKO Indonesia sangat dipengaruhi oleh harga PKO dunia. Tingginya harga PKO dunia mengakibatkan produsen PKO cenderung untuk mengekspor PKO yang dihasilkannya ke luar negeri. Hal ini mengakibatkan berkurangnya ketersediaan (penawaran) PKO Indonesia. Penawaran PKO adalah produksi PKO dijumlah dengan impor PKO dan stok PKO tahun sebelumnya lalu dikurangi dengan ekspor PKO. Dalam rangka memenuhi kebutuhan Indonesia, Indonesia juga mengimpor PKO dan menggunakan stok tahun lalu. Adapun model persamaan identitas penawaran PKO dapat dirumuskan sebagai berikut: SPKOIt = QPKOIt + MPKOIt + LSTPKOIt - XPKOt ...(4.3) Keterangan :

SPKODt = Penawaran PKO Indonesia tahun t (000 ton) MPKOIt = Impor PKO Indonesia tahun t (000 ton) LSTPKOIt = Stok PKO Indonesia t-1 (000 ton) XPKOIt = Ekspor PKO Indonesia tahun t (000 ton)

4.3.1.4 Permintaan PKO Indonesia

Produksi PKO Indonesia sebagian dialokasikan untuk konsumsi Indonesia dan sebagian lagi untuk tujuan ekspor. Konsumsi PKO Indonesia sebagian diserap oleh industi Cocoa Butter Susbtitute (CBS), sisanya digunakan untuk konsumsi industri turunan PKO lainnya. Dalam penelitian ini difokuskan pada komoditas

fatty acid sebagai industri yang berbahan baku PKO. Adapun persamaan identitas bagi permintaan PKO dapat dirumuskan sebagai berikut :

DPKOIt = DKOICBSt + DKOILt...(4.4) Keterangan :

DPKOIt = Permintaan PKO Indonesia tahun t (000 ton)

DKOICBSt = Permintaan PKO oleh industri CBS tahun t (000 ton) DKOILt = Permintaan PKO oleh industri lainnya tahun t (000 ton)

4.3.1.5. Permintaan PKO oleh Industri CBS

Gambar

Tabel 2. Neraca Perdagangan Sektor Pertanian 2006-2010 (US$ 000)
Gambar 1. Harga PKO dan CPO Dunia 2007-2012
Gambar 2. Pohon Industri Kelapa Sawit
Tabel 9. Persamaan dan Perbedaan antara Penelitian “Dampak Subsidi Suku Bunga Kredit Investasi dan Peningkatan Penawaran PKO terhadap Penawaran dan Permintaan PKO di Indonesia” dengan Penelitian Terdahulu
+6

Referensi

Dokumen terkait

HADITS TENTANG WAKAF DAN SHADAQAH BAB I.. PENDAHULUAN BAB II

 Dengan diberikan teks cerita tentang hidup rukun, siswa dapat memperagakan kalimat ajakan yang terdapat pada teks percakapan yang berkaitan dengan sikap hidup

Summary of change:  Change obligation of observedProperty parameter in GetObservation request from mandatory to optional and from ‘one or many’ to ‘zero or many’. Table

Pada siklus ini dilakukan perbaikan seperti ketenangan kelas saat belajarya, memotivasi siswa untuk lebih aktif bertanya, melaksanakan kegiatan pembelajaran yang sesuai

Setelah melakukan sakramen rekonsiliasi jemaat berusaha untuk memperbaiki kehidupannya melalui berbagai cara, yaitu lebih mendekatkan diri dengan Tuhan, lebih

[r]

hal ini menunjukkan bahwa variable bebas (pendapatan, jumlah keluarga, umur, persepsi terhadap AF, persepsi terhadap tutupan tajuk, luas lahan) mampu menjelaskan

Dengan itu, dapatan kajian ini diharapkan dapat membantu penyelidik sendiri serta pelbagai pihak untuk menyelami dan memahami dengan lebih baik berapakah masa yang harus