• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Toponim Terkait Nama Tanaman Dalam Rangka Peningkatan Identitas Lanskap dan Biodiversitas di DKI Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Toponim Terkait Nama Tanaman Dalam Rangka Peningkatan Identitas Lanskap dan Biodiversitas di DKI Jakarta"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI TOPONIM TERKAIT NAMA TANAMAN DALAM

RANGKA PENINGKATAN IDENTITAS LANSKAP DAN

BIODIVERSITAS DI DKI JAKARTA

QUINTA NORMALITA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Toponim Terkait Nama Tanaman Dalam Rangka Peningkatan Identitas Lanskap dan Biodiversitas di DKI Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

QUINTA NORMALITA. Studi Toponim Terkait Nama Tanaman Dalam Rangka Peningkatan Identitas Lanskap dan Biodiversitas di DKI Jakarta. Dibimbing oleh NURHAYATI HADI SUSILO ARIFIN.

Jakarta memiliki catatan sejarah panjang yang perkembangannya membentuk berbagai karakter kawasan dengan nama-nama yang melekat pada kawasan tersebut. Toponim merupakan istilah umum untuk nama tempat atau kesatuan geografis yang didasarkan pada peristiwa yang terjadi atau sesuatu yang mayoritas dan berlimpah di suatu tempat. Salah satu bentuk toponim yang cukup umum dan menjadi identitas suatu kawasan adalah toponim yang terkait dengan nama tanaman. Namun, dengan perkembangan kota, terjadi perubahan penggunaan lahan dan berdampak pada ruang bervegetasi atau Ruang Terbuka Hijau, bahkan menghilangkan berbagai jenis tanaman yang menjadi sumber penamaan tempat. Menurut data BPS tahun 2012, persen luas lahan terbangun di Jakarta sebesar 64,91%.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) mengidentifikasi toponim yang terkait dengan tanaman di Jakarta, (2) menelusuri keberadaan tanaman di tempat terkait, (3) menganalisis lanskap yang potensial sebagai tempat untuk menghadirkan kembali elemen atau kondisi yang terkait dengan toponim, (4) menyusun rekomendasi yang sesuai untuk revitalisasi identitas terkait dengan toponim dan meningkatkan biodiversitas tanaman. Metode yang digunakan dalam penelitian ini melalui empat tahap, yaitu (1) tahap persiapan, (2) tahap pengumpulan data yang meliputi data wilayah di DKI Jakarta, data sejarah terbentuknya toponim terkait dengan nama tanaman, data karakteristik tanaman, keberadaan tanaman yang terkait dengan toponim, potensi Ruang Terbuka Hijau, serta pengetahuan dan pendapat masyarakat mengenai toponim, (3) tahap analisis, dilakukan analisis keberadaan tanaman di wilayah-wilayah yang toponimnya terkait dengan nama tanaman, kesesuaian tanaman untuk penataan dalam lanskap atau Ruang Terbuka Hijau, dan potensi Ruang Terbuka Hijau, dan (4) tahap sintesis adalah memberikan rekomendasi untuk revitalisasi identitas kawasan dengan memunculkan kembali tanaman yang terkait dengan toponimnya dan untuk peningkatan keanekaragaman hayati tanaman.

(5)

gandaria. Hasil analisis persepsi masyarakat didapatkan bahwa kurangnya masyarakat mengetahui tentang sejarah toponim. Seluruh responden setuju bahwa identitas suatu tempat sangatlah penting keberadaannya sebagai pembeda dan pengenal sehingga memudahkan orang untuk mengenali tempat tersebut. Jenis Ruang Terbuka Hijau yang banyak terdapat pada lokasi studi adalah hutan kota, jalur hijau dan taman (publik dan privat).

Konsep yang diusulkan adalah revitalisasi lanskap toponim untuk menguatkan identitas area atau tempat dan peningkatan biodiversitas wilayah. Upaya untuk mewujudkan konsep tersebut adalah dengan pengenalan terhadap sejarah toponim dan jenis tanaman terkait, menghadirkan tanaman tersebut dengan melakukan penanaman kembali pada ruang-ruang terbuka yang potensial dan sesuai dengan sifat dan habitus tanaman serta menghadirkan bentuk tanaman ke dalam ornamen-ornamen lanskap. Selain itu untuk memberikan informasi sejarah maka dilakukan pula pemasangan papan nama yang berisikan sejarah dan nama tanaman terkait.

Kata kunci: Biodiversitas, Identitas, Jakarta, toponim

ABSTRACT

QUINTA NORMALITA. Study of Toponyms Related with Names of Plants to Improve Landscape Identity and Biodiversity in Jakarta. Supervised by NURHAYATI HADI SUSILO ARIFIN.

Jakarta has long history of its development was never separated from the community culture. Toponyms is the general term for any place names or geographical entity that based on an event or something that majority and abundant in some places. One of the toponym’s type that common and can be an identity of a place is associated with the name of the plant. However, with the development of the city, directly changes the land use and impact on green space, and even eliminated many species of plants that became an origin of the place names. According to BPS data in 2012, percentation of builded site in Jakarta is 64,91%.

The purpose of this study are (1) to identification about the toponyms that

(6)

revitalizing the place identity to bring the plants back that associated with the toponyms and also for the improvement of plant biodiversity.

The results of tracing place names in Jakarta obtained 23 districts or villages that associated with the names of plants that were found alot in the area, there are Gambir, Kebon Melati, Kebon Kacang, Menteng, Kebon Sirih, Bungur, Johar Baru, Cempaka Putih, Kelapa Gading, Kebon Bawang, Warakas, Pisangan Baru, Bambu Apus, Kampung Rambutan, Kebon Manggis, Kayu Manis, Kebon Pala, Bintaro, Srengseng Sawah, Pondok Labu, Gandaria, Duri Kosambi, Kedoya, Kemanggisan, and Kebon Jeruk. There are 24 kinds of plants consisting of 16 trees, 3 of shrubs, 3 of herbaceous plants, and 2 of the vines. The majority of the plant is the production plants and identifier ecosystem plants. Currently 11 species of plants have been unable to be found or planted in those areas like gambir, peanut, onion and garlic plants, kosambi, manggis, srengseng, citrus plant, apus bamboo, cinnamon, pala, and gandaria. The results of public perception analysis is only few people knew about the history of toponyms. All respondents agreed that the identity of the place's is extremely important as a differentiator and identifier that makes it easy to recognize the place. The type of open green space that much found on that place are urban forest, the green line and the public and private park. The proposed concept are landscape revitalization of toponyms to strengthen identity area or place and improve the biodiversity of the area. The efforts to realize that concept was introduction against history of toponyms and the plants, bring the plants back by doing replanting on the open spaces that potential and appropriate with the character and habitus of plants and presenting the form of a plant into the ornament of landscapes. Beside that, in addition to give historical information, then do installation of signage that contains the history and the plants.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

STUDI TOPONIM TERKAIT NAMA TANAMAN DALAM

RANGKA PENINGKATAN IDENTITAS LANSKAP DAN

BIODIVERSITAS DI DKI JAKARTA

QUINTA NORMALITA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau peninjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Judul Skripsi : Studi Toponim Terkait Nama Tanaman Dalam Rangka Peningkatan Identitas Lanskap dan Biodiversitas di DKI Jakarta

Nama : Quinta Normalita NIM : A44080075

Disetujui oleh

Dr. Ir. Nurhayati H.S. Arifin, M.Sc Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun guna mendapatkan gelar Sarjana Pertanian mayor Arsitektur Lanskap di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian IPB. Penelitian ini berjudul “Studi Toponim Terkait Nama Tanaman Dalam Rangka Peningkatan Identitas Lanskap dan Biodiversitas di DKI Jakarta”.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Nurhayati H.S. Arifin, M.Sc, selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, masukan, perhatian serta kesabaran dari awal penelitian hingga akhir skripsi ini terselesaikan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga dan teman-teman semua atas bantuannya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pembaca.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

Kerangka Pikir 2

TINJAUAN PUSTAKA 4

Toponimi 4

Ruang Terbuka Hijau 5

Identitas Lanskap 7

Konservasi Biodiversitas 8

METODE 10

Lokasi dan Waktu Penelitian 10

Alat dan Bahan 11

Metode 11

Tahapan Studi 12

HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Kondisi Umum Wilayah Administratif di DKI Jakarta 15

Tata Guna Lahan 17

Vegetasi yang ada di DKI Jakarta 20

Demografi 20

Toponim Terkait dengan Nama Tanaman 21

Sejarah Penamaan Tempat yang Terkait dengan Nama Tanaman 21

Tanaman yang Terkait dengan Toponim 33

Karakter Tanaman 36

Pengetahuan Masyarakat 47

(12)

Analisis Potensi Ruang Terbuka Hijau di DKI Jakarta 49

Analisis Keberadaan Tanaman Terkait Toponim 60

Analisis Aplikasi Tanaman Pada Ruang Terbuka Hijau 61

Usulan Pengembangan 64

Konsep Pengembangan 64

Strategi Tahapan 64

Rekomendasi Penataan 64

Peningkatan Identitas Melalui Urban Design 69

SIMPULAN DAN SARAN 69

Simpulan 69

Saran 69

DAFTAR PUSTAKA 70

LAMPIRAN 72

(13)

DAFTAR TABEL

1 Data yang Dikumpulkan 12

2 Luas Wilayah Kotamadya Jakarta Pusat Menurut Kecamatan 15 3 Luas Wilayah Kotamadya Jakarta Utara Menurut Kecamatan 16 4 Luas Wilayah Kotamadya Jakarta Barat Menurut Kecamatan 16 5 Luas Wilayah Kotamadya Jakarta Timur Menurut Kecamatan 17 6 Luas Wilayah Kotamadya Jakarta Selatan Menurut Kecamatan 17 7 Jumlah Penduduk, laju pertumbuhan dan kepadatan di DKI Jakarta 21 8 Tempat di DKI Jakarta yang toponimnya terkait dengan nama tanaman 21

9 Data tanaman yang terkait dengan toponim 33

10 Data Ruang Terbuka Hijau berdasarkan kelurahan di DKI Jakarta 50

11 Potensi Ruang Terbuka Hijau 53

12 Keberadaan tanaman penanda di lokasi studi dan luar lokasi studi 60 13 Kriteria pemilihan tanaman pada persimpangan jalan 63 14 Identifikasi tanaman pada lokasi studi yang terkait dengan toponim 65

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pikir 3

2 Klasifikasi dan Jenis RTH Kota 6

3 Peta Wilayah DKI Jakarta 10

4 Tahapan Studi 11

5 Kondisi beberapa wilayah di DKI Jakarta 17

6 Peta Penggunaan Lahan Provinsi DKI Jakarta 19

7 Wilayah di Kotamadya Jakarta Pusat yang memiliki nama terkait

11 Wilayah di Kotamadya Jakarta Selatan yang memiliki nama terkait

dengan Nama Tanaman 26

12 Suasana jalan di Welteverden tahun 1930 27

13 Kondisi wilayah Gambir pada tahun 1930 28

14 Kawasan Rawa Badak atau R. Oetanbadak tahun 1938 29 15 Rumah peristirahatan, penggilingan padi, dan Kali pesanggrahan 1900 33

(14)

24 Tanaman Kayu Manis Cina 39

39 Diagram Karakteristik Responden 48

40 RTH di lokasi studi yang memiliki nama terkait dengan nama

tanaman pada Kotamadya Jakarta Barat 55

41 RTH di lokasi studi yang memiliki nama terkait dengan nama

tanaman pada Kotamadya Jakarta Pusat 56

42 RTH di lokasi studi yang memiliki nama terkait dengan nama

tanaman pada Kotamadya Jakarta Selatan 57

43 RTH di lokasi studi yang memiliki nama terkait dengan nama

tanaman pada Kotamadya Jakarta Timur 58

44 RTH di lokasi studi yang memiliki nama terkait dengan nama

tanaman pada Kotamadya Jakarta Utara 59

45 Daerah bebas pandang 62

46 Penanaman pohon di RTH Taman Lingkungan 66

47 Contoh peletakan signage 67

48 Contoh desain layout signage 67

49 Penanaman pohon manggis di RTH Jalur Hijau Jalan Kelurahan

Kebon Manggis 68

50 Peletakan planter box yang berisikan tanaman perdu atau tanaman

merambat pada dinding luar rumah 69

51 Contoh pengaplikasian bentuk tanaman ke dalam site furniture 69

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lembar kuisioner 72

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jakarta, Ibukota Republik Indonesia, memiliki catatan sejarah yang sangat panjang. Selama ratusan tahun, perkembangan Jakarta tidak pernah lepas dari kebudayaan masyarakatnya sendiri. Berbagai bangunan dan bentuk lingkungan yang muncul merupakan hasil dari budaya tersebut. Selain itu, penamaan suatu tempat, atau biasa disebut toponim juga merupakan hasil dari kebudayaan manusia. Toponim merupakan nama tempat yang penamaannya berdasarkan peristiwa yang terjadi atau sesuatu yang mayoritas dan banyak terdapat pada suatu tempat (Rais, 2008).

Manusia yang bermukim pertama kali di suatu wilayah tentunya memberi nama pada unsur-unsur geografik di lingkungannya. Nama-nama unsur geografi bukan hanya sekedar nama, tetapi di belakang nama tersebut adalah sejarah yang panjang dari pemukiman manusia (a long history of human settlement) (Rais, 2006). Tujuan memberi nama pada unsur geografi adalah untuk identifikasi atau acuan dan sebagai sarana komunikasi antar sesama manusia. Dengan demikian nama-nama unsur geografi sangat terkait dengan sejarah pemukiman manusia.

Salah satu bentuk toponim yang cukup menarik dan keberadaannya dapat menjadi identitas suatu tempat adalah toponim berdasarkan vegetasi atau jenis tanaman dominan. Bentuk seperti ini cukup banyak ditemukan di beberapa wilayah di Jakarta, seperti Kebon Jeruk, Pondok Labu, dan Gambir. Dahulu, dengan hanya melihat dominansi tanamannya, nama dari lokasi pun dapat dengan mudah dikenali. Namun, karena perkembangan kota DKI Jakarta disertai dengan pertambahan penduduk yang semakin meningkat mengakibatkan perubahan pada lanskap kota. Lanskap Kota Jakarta yang dahulu berupa hutan, perkebunan, dan rawa berubah menjadi lahan terbangun. Jumlah ruang terbuka semakin berkurang dan tanaman-tanaman yang menjadi penanda asal-usul suatu tempat juga berkurang bahkan hilang.

Bentuk toponim seperti ini sangat bernilai dan menarik. Keberadaan penanda sangat penting sebagai pengingat dan penghubung suatu masyarakat atau area dengan sejarah masa lalu yang membentuknya. Namun sekarang, sulit sekali menemukan penanda tersebut. Selain itu beberapa tempat juga telah mengalami perubahan nama. Oleh karena itu, perlu dilakukan studi mengenai hal tersebut serta memunculkan kembali jenis tanaman yang terkait dengan toponim untuk menjadi bagian dari identitas suatu tempat. Selain itu, pemunculan kembali jenis-jenis tanaman yang pernah ada dan terkenal di kota Jakarta pada ruang-ruang terbuka potensial merupakan upaya meningkatkan biodiversitas tanaman.

Tujuan Penelitian

(16)

2

toponim, dan (5) memberikan rekomendasi untuk revitalisasi identitas wilayah terkait toponimnya serta upaya meningkatkan biodiversitas tanaman kota.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi tentang toponim wilayah dan sejarahnya, terutama yang terkait dengan bidang arsitektur lanskap, memberikan masukan kepada Pemerintah DKI Jakarta dan dinas terkait dalam rangka pembangunan Ruang Terbuka Hijau atau lanskap yang dapat dijadikan sebagai identitas wilayah, serta meningkatkan atau melestarikan biodiversitas dengan memunculkan atau menanam kembali tanaman yang pernah ada di DKI Jakarta.

Kerangka Pikir

(17)

3

(18)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Toponim

Setiap unsur di bumi ini pasti memiliki nama yang diberikan oleh manusia guna mempermudah manusia dalam mengidentifikasi serta sebagai acuan ketika akan memposisikan lokasi keberadaannya, dan memudahkan dalam proses berkomunikasi dengan sesama manusia. Sama halnya dengan pemberian nama pada kampung, pemukiman, atau tempat yang diberi nama dengan tujuan yang sama, mempermudah identifikasi tempat. Menurut Rais (2008), dalam pemberian nama untuk suatu tempat dikenal dengan istilah toponim atau toponym yang terdiri dari dua suku kata, yaitu topos berarti tempat atau permukaan dan nym berati nama geografis atau nama tempat. Dalam bahasa Inggris sering disebut geographical names atau place names dan dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah nama unsur geografi atau nama geografis. Istilah-istilah tersebut diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 pasal 7 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 112 tahun 2006 tentang Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi. Sedangkan toponimi atau toponymy memiliki 2 pengertian, yaitu (1) ilmu yang memiliki obyek studi tentang toponim pada umumnya dan nama geografis khususnya, (2) dan totalitas dari toponim dalam suatu region.

Penamaan unsur-unsur geografis sangat terkait dengan sejarah pemukiman manusia. Surjomihardjo (1977), dalam bukunya mengatakan bahwa dalam pemberian nama suatu tempat memiliki karakteristik, yaitu:

1. nama tempat tersebut berdasarkan suatu peristiwa sejarah yang benar-benar terjadi. Suatu peristiwa yang dianggap masyarakat setempat sangat penting dan selalu menjadi patokan atau dikaitkan dengan nama tempat peristiwa itu terjadi.

2. nama tempat tersebut dikaitkan dengan vegetasi atau tumbuh-tumbuhan yang banyak ditemukan disuatu tempat. Nama tumbuh-tumbuhan yang banyak di suatu tempat, lama kelamaan menjadi nama tempat tersebut. 3. nama tempat tersebut dikaitkan dengan nama seorang tokoh yang pernah

bermukim atau yang memiliki tempat tersebut. Karena terkenalnya seseorang disuatu tempat, maka menyebabkan masyarakat lebih mengenal tokoh tersebut, lama kelamaan nama tokoh itu menjadi menjadi nama tempat dan sekaligus sebagai penanda tempat atau kampung.

4. nama tempat tersebut dikaitkan dengan bentukan alam atau letak suatu ditempat tertentu. Masyarakat mengaitkan nama suatu tempat dengan bentukan alam yang khas di suatu tempat.

5. nama suatu tempat atau kampung dikaitkan dengan konsentrasi sekelompok orang (pendatang) yang bermukim di suatu tempat tertentu. Masyarakat setempat mengaitkan nama suatu tempat dengan nama suku atau nama etnis ataupun nama tempat asal pendatang yang mendiami tempat tersebut.

6. nama suatu tempat atau kampung dikaitkan dengan nama hewan atau nama binatang yang banyak ditemukan ditempat tersebut.

(19)

5 1. Glodok

Asal-usul nama tempat ini berasal dari kata grojok, merupakan tiruan bunyi suara kucuran air pancuran yang berasal dari waduk penampungan air yang terdapat ditempat tersebut. Namun keterangan lain menyebutkan bahwa kata glodok diambil dari sebutan jembatan yang melintasi kali besar di wilayah itu, yaitu Jembatan Glodok.

2. Cililitan

Nama Cililitan diambil dari nama salah satu anak sungai Ci Pinang. Namun anak sungai tersebut sudah tidak ada lagi. Kata ci berasal dari bahasa Sunda, berarti air (cai). Lilitan atau lilitan-kutu merupakan nama semacam perdu yang nama latinnya Pipturus veluntinus Wedd. Tanaman ini terdapat di sepanjang sungai.

3. Pajongkoran

Pajongkoran disebut sebagai nama sebuah wilayah karena dari 1676 sampai 1682 wilayahnya dikuasai oleh Kapten Jonker, seorang kepala pasukan orang Maluku yang mengabdi kepada VOC.

4. Luar Batang

Wilayah ini disebut Luar Batang karena terletak di luar batang pengempangan atau penghalang, yang diletakkan melintang di muara Ciliwung.

5. Kampung Bugis

Kawasan ini disebut Kampung Bugis karena awalnya dijadikan perkampungan atau pemukiman sekelompok orang Bugis.

6. Lebak Bulus

Nama kawasan ini diambil dari bentuk kontur tanah dan fauna. Lebak berarti lembah dan bulus adalah kura-kura yang hidup di darat dan air tawar. Dahulu kawasan ini terdapat banyak kura-kura atau bulus tepatnya di sekitar aliran Kali Grogol dan Kali Pesanggrahan.

Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Menurut Joga (2011) Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) yang memanjang/jalur dan/atau mengelompok dalam suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh vegetasi guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.

Menurut UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang atau jalur dan atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka sebagai tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah ataupun sengaja ditanam.

Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta mengklasifikasikan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berdasarkan pada kepentingan pengelolaannya adalah sebagai berikut:

(20)

6

2. Kawasan Hijau Hutan Kota, yaitu Ruang Terbuka Hijau dengan fungsi utama sebagai hutan raya.

3. Kawasan Hijau Rekreasi Kota, sebagai sarana rekreasi dalam kota yang memanfaatkan Ruang Terbuka Hijau.

4. Kawasan Hijau kegiatan Olahraga, tergolong Ruang Terbuka Hijau area lapangan, yaitu lapangan, lahan datar atau pelataran yang cukup luas. Bentuk dari ruang terbuka ini yaitu lapangan olahraga, stadion, lintasan lari atau lapangan golf.

5. Kawasan Hijau Pemakaman.

6. Kawasan Hijau Pertanian, tergolong Ruang Terbuka Hijau areal produktif, yaitu lahan sawah dan tegalan yang masih ada di kota yang menghasilkan padi, sayuran, palawija, tanaman hias dan buah-buahan.

7. Kawasan Jalur Hijau, yang terdiri dari jalur hijau sepanjang jalan, taman di persimpangan jalan, taman pulau jalan dan sejenisnya.

8. Kawasan Hijau Pekarangan, yaitu halaman rumah di kawasan perumahan, perkantoran, perdagangan dan kawasan industri.

Joga dan Ismaun (2011), membedakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam berbagai jenis dan bentuk. Klasifikasi dan jenis RTH Kota dapat dilihat pada Gambar 2. Fungsi RTH dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain aspek fungsi ekologis, sosial budaya, arsitektural, dan ekonomi. Pada aspek fungsi budaya, fungsi RTH dapat menjadi identitas suatu wilayah.

(21)

7 Identitas Lanskap

Konsep place identity yang mengacu pada hubungan antara place dengan identity yang mene an n pada ma dan signifi nsi ”tempat” bagi para penghuni dan pengguna tempat tersebut merupakan konsep penting dalam berbagai lingkup bidang ilmu seperti geografi, perencanaan kota, desain urban, lanskap arsitektur, dan sebagainya. Secara mendasar konsep place identity mengulas bagaimana lingkungan lokal kita (termasuk lokasi geografis, tradisi budaya, warisan budaya, dan sebagainya yang merupakan kearifan lokal) mempengaruhi hidup kita (Fisher, 2006 dalam Ernawati, 2011). Menurut Lynch (1959), mengatakan bahwa setiap warga kota memiliki hubungan dengan beberapa bagian dari kota, dan kemudian citranya menjadi kenangan dan bermakna.

Citra kota adalah gambaran mental dari sebuah kota sesuai dengan rata-rata pandangan masyarakatnya. Citra dapat mempermudah untuk mengetahui posisi seseorang atau seseorang tersebut dapat mengetahui keberadaannya. Oleh karena itu, citra erat kaitannya dengan identitas. Identitas artinya image orang akan menuntut suatu pengenalan atas suatu obyek dimana didalamnya harus tersirat perbedaan obyek tersebut dengan obyek lainnya sehingga orang dengan mudah bisa mengenalinya.

Menurut Ralph (1976) dalam Seamon (1996), identitas sebuah kawasan dapat dibentuk oleh :

1. Existential Insideness

Jika kawasan tersebut merupakan daerah yang hidup dan dinamis, sehingga menciptakan suatu identitas yang dapat langsung dirasakan.

2. Empathetic Insideness

Jika kawasan tersebut menyimpan dan mengekspresikan nilai budaya dan perkembangan masyarakat dan pembangunannya.

3. Behavioral Insideness

Jika kawasan tersebut dapat merefleksikan suasana tertentu baik karena bentukan lanskap maupun tata kotanya dan telah menjadi citra khusus yang melekat di benak khalayak umum.

4. Incidental Outsideness

Jika fungsi kawasan tersebut yang lebih dikenal oleh masyarakat daripada latar belakang pembangunannya.

5. Objective Outsider

Jika suatu kawasan lebih dikenal atas apa yang terdapat di dalamnya baik berupa objek maupun area.

6. Mass Identity of Place

Posisi identitas ditempati oleh elemen massal yang terlepas dari perkembangan utama kota. Struktur massal ini biasanya tidak dominan secara individu, namun bila dilihat secara massal, keberadaannya mengalahkan identitas lain yang telah ada.

7. Existential Outsideness

Jika kawasan memiliki keterkaitan dengan keberhasilan pada masa lalu maupun pada saat ini.

(22)

8

terkait dengan nama tanaman, dikenal oleh masyarakat karena objek atau tanaman yang banyak terdapat di tempat tersebut. Namun saat ini, tempat-tempat tersebut sudah tidak dikenal karena tanaman yang dahulu terdapat disana, melainkan karena objek lain yang terkenal di tempat tersebut, misalnya wilayah Kampung Rambutan yang dahulu dikenal karena pohon rambutan yang banyak tumbuh di sana, sekarang dikenal karena terdapat terminal kampung rambutan. Oleh karena itu, untuk mengembalikan identitas kawasan atau tempat agar sesuai dengan sejarahnya maka dilakukan upaya untuk merevitalisasi identitas kawasan di Jakarta.

Dalam Eckbo (1988), Fumihiko Takano membuat Nita Green Mall, menghadirkan kembali apa yang pernah terdapat disana. Tujuannya adalah agar penduduk lokal merasa bangga dan tetap dapat mengingat sejarah tempat tersebut. Hal ini dilakukan dengan cara memunculkan kembali elemen atau setting yang terkait dengan sejarah tempat tersebut. Elemen-elemen hardscape dapat dimunculkan dalam bentuk pergola, bolard, pavement patern, yang merefleksikan karakter dari suatu hal yang pernah terdapat di tempat tersebut.

Konservasi Biodiversitas

Biodiversitas atau Diversitas Biologi atau keanekaragaman hayati merupakan istilah yang diberikan untuk keanekaragaman hayati yang ada di bumi mencakup semua spesies dari tanaman, hewan dan mikroorganisme, serta ekosistem tempat semua makhluk hidup tinggal dan berinteraksi. Terdapat tiga tingkatan dalam Biodiversitas, yaitu keanekaragaman gen, keanekaragaman spesies, dan keanekaragaman ekosistem. Keanekaragaman hayati memiliki peran penting dalam kehidupan. Semua mahluk hidup yang menempati suatu ekosistem merupakan bagian dari jaringan kehidupan yang saling bergantung satu sama lain. Kebutuhan akan makanan, tempat tinggal, oksigen, dan kesuburan tanah didapatkan dari interaksi seluruh makhluk hidup. Selain itu keanekaragaman hayati mahluk hidup juga memberikan banyak manfaat untuk kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, keanekaragaman hayati harus dipertahankan kelestariannya agar tercipta suatu kehidupan yang berkelanjutan. Meskipun keanekaragaman hayati sangat penting perannya dalam kehidupan manusia, namun ternyata kondisinya sangat menghawatirkan. Menurut Organisasi Dunia WWF (World Wild Fund), laju kehilangan atau kepunahan spesies adalah 1.000-10.000 kali lebih tinggi daripada kehilangan yang terjadi secara alami. Jadi, sebanyak 0,01 sampai 0,1% dari jumlah keseluruhan spesies akan hilang setiap tahunnya. Adanya krisis biodiversitas ini hampir secara keseluruhan disebabkan oleh manusia. Perubahan tata guna lahan yang terjadi secara terus menerus dan sangat cepat menjadi faktor utama yang berpengaruh terhadap kondisi biodiversitas yang mayoritas berada di ekosistem daratan (RPI 2010). Hal inilah yang terjadi di wilayah Ibukota Indonesia, pembangunan yang terus menerus menyebabkan biodiversitas flora di DKI Jakarta semakin menurun. Oleh sebab itu perlu dilakukan konservasi terhadap biodiversitas agar kerugian yang ditimbulkan tidak berkelanjutan.

(23)

9 dalam melakukan konservasi biodiversitas, yaitu konservasi in situ dan konservasi ex situ (Buletin KBR4 2013).

1. Konservasi in situ

Konservasi in situ adalah metode konservasi suatu spesies yang dilakukan pada tapak atau ekosistem alami atau aslinya. Metode ini dilakukan pada spesies komodo yang di konservasi dalam habitat alaminya yaitu Pulau Komodo.

2. Konservasi ex situ

Konservasi ex situ adalah metode konservasi suatu spesies yang dilakukan di luar habitat atau sebaran alami dari populasi tetuanya. Proses ini dilakukan dengan mengambil spesies yang langka dari tempat asalnya dan memindahkannya ke tempat yang aman dan berada di bawah perlindungan manusia. Fasilitas yang digunakan untuk konservasi ex situ biasanya berupa kebun binatang, kebun raya, kebun koleksi, dan aquarium .

(24)

10

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilakukan pada 5 Kotamadya di wilayah DKI Jakarta. Fokus lokasi studi adalah pada wilayah tingkat kecamatan dan kelurahan yang memiliki toponim terkait dengan nama tanaman. Kegiatan penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, dimulai dari awal Desember sampai dengan akhir Mei 2013.

(25)

11 Alat dan Bahan

Alat yang diperlukan dalam melakukan inventarisasi data dan pengolahan data, yaitu alat tulis, kamera digital, alat perekam suara, dan untuk pengolahan data menggunakan software seperti Microsoft Excel, Microsoft Word, Autocad, dan Adobe Photoshop CS3. Bahan yang dibutuhkan adalah peta tematik, catatan, kuisioner, data aspek ekologis, sosial, dan sejarah.

Metode

Penelitian dilakukan melalui empat tahapan, yaitu persiapan, pengumpulan data termasuk melakukan penelusuran sejarah pada area penelitian yang terkait dengan toponim nama tanaman, kemudian tahap analisis dan sintesis serta rekomendasi untuk memunculkan identitas kawasan dan meningkatkan biodiversitas tanaman. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

(26)

12

Tahapan Studi

Persiapan

Tahapan persiapan meliputi pembuatan proposal penelitian, pelaksanaan kolokium yaitu mempresentasikan proposal penelitian guna mendapatkan masukan yang dapat membantu dalam proses penelitian. Pada tahap ini juga dilakukan kegiatan mengurus perizinan departemen dan dinas terkait serta mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam kegiatan penelitian.

Pengumpulan Data (primer dan data sekunder)

Pada tahap ini dilakukan identifikasi dan penentuan lokasi yang toponimnya terkait dengan nama tanaman. Lokasi studi difokuskan pada wilayah tingkat kecamatan dan kelurahan. Data yang dibutuhkan pada studi ini adalah data lanskap DKI Jakarta dan data lanskap wilayah toponim. Data lanskap DKI Jakarta mencakup data kondisi umum DKI Jakarta, sedangkan data lanskap wilayah toponim mencakup data Ruang Terbuka Hijau, tanaman yang terkait toponim, aspek kesejarahan, pendapat/pandangan masyarakat mengenai toponim, dan aspek pengelolaan. Data yang dibutuhkan pada penelitian akan dijabarkan pada Tabel 1. Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi merupakan kegiatan pengamatan untuk mengetahui kondisi tapak. Observasi dilakukan untuk memperoleh data primer melalui observasi lapang secara langsung pada wilayah penelitian mengenai kondisi umum tapak, Ruang Terbuka Hijau, dan vegetasi terkait toponim. Pada tahap ini juga dilakukan dokumentasi terhadap tapak.

b. Wawancara

Wawancara merupakan cara untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi sosial budaya yang tidak dapat dilihat secara langsung serta untuk mengetahui pendapat dan pandangan masyarakat mengenai toponim. Wawancara dilakukan terhadap 25 orang responden sebagai sampel setiap kotamadya DKI Jakarta, sehingga akan didapatkan total responden sekitar 130 orang. Responden yang dipilih antara lain berasal dari instansi pemerintahan seperti Suku Dinas, Kelurahan, Kecamatan, RT, RW, tokoh masyarakat, dan masyarakat yang tinggal di wilayah studi. Daftar pertanyaan untuk wawancara terdapat pada lembar Lampiran 1. Hasil wawancara ini diharapkan dapat mewakili pendapat atau pandangan masyarakat DKI Jakarta.

c. Studi pustaka

(27)

13 Tabel 1 Data yang Dikumpulkan

Jenis Data Indikator Pengamatan Unit Sumber

Aspek fisik/biofisik Kondisi umum DKI Jakarta

Luas area m2 Studi pustaka

Rencana Tata Ruang Wilayah - Studi pustaka

Tata Guna Lahan - Observasi, studi

pustaka

Vegetasi spesies Observasi, studi

pustaka

Demografi jiwa Studi pustaka

Lanskap

Keberadaan tanaman - Observasi,

wawancara Karakteristik tanaman - Observasi, studi

pustaka Aspek kesejarahan

Toponim Sejarah penamaan - Studi pustaka,

wawancara

Tahapan analisis dilakukan dengan metode analisis deskriptif dan secara spasial. Analisis dilakukan pada tiga aspek, yaitu analisis sejarah toponim, analisis pada tanaman, analisis fungsi tanaman pada area eksisting, dan analisis pada Ruang Terbuka Hijau (RTH).

a. Analisis Sejarah Toponim yang Terkait dengan Nama Tanaman

Analisis Sejarah Toponim dilakukan secara deskriptif. Analisis Sejarah Toponim dilakukan guna mengetahui sejarah toponim tempat serta untuk mengetahui kondisi lanskap wilayah studi pada masa lampau. Sejarah mengenai asal-usul nama tempat atau toponim diperoleh melalui studi pustaka dan hasil wawancara dengan masyarakat. Analisis juga dilakukan dengan mengacu pada peta DKI Jakarta pada masa lampau .

b. Analisis Keberadaan, Jenis, dan Karakteristik Tanaman

(28)

14

tanaman tersebut terkait dengan toponim suatu tempat. Data tanaman yang dihimpun yaitu jenis tanaman, nama lokal dan latin tanaman, status keberadaan tanaman, lokasi tanaman pada Ruang Terbuka Hijau, dan fungsi tanaman bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.

c. Analisis Potensi Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Analisis Potensi RTH dilakukan dengan deskriptif dan spasial. Analisis deskriptif pada Ruang Terbuka Hijau (RTH) dilakukan guna mengetahui bentuk RTH di wilayah yang toponimnya terkait nama tanaman yang potensial untuk memunculkan kembali penanda yang menjadi identitas tempat dalam bentuk softscape maupun hardscape. Pendataan potensi Ruang Terbuka Hijau dilakukan dengan mencari data RTH dan identifikasi jenis RTH. Kemudian analisis spasial juga dilakukan dengan membuat peta lokasi Ruang Terbuka Hijau di setiap lokasi studi yang ditampilkan per kotamadya.

Sintesis

(29)

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Wilayah Administratif DKI Jakarta

DKI Jakarta merupakan Ibukota Republik Indonesia dengan luas keseluruhan wilayah sebesar 662,33 km2 untuk daratan dan 6.977,5 km2 untuk lautan (BPS, 2012). Provinsi DKI Jakarta wilayahnya terbagi menjadi lima wilayah kotamadya dan satu kabupaten administrasi, yaitu Kotamadya Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

1. Wilayah Administratif Kotamadya Jakarta Pusat

Jakarta Pusat merupakan kotamadya yang secara administratif berbatasan dengan Jakarta Utara dan Barat di sebelah utara, Jakarta Timur di sebelah timur, Jakarta Selatan dan Timur di sebelah selatan dan Jakarta Barat dan Selatan di sebelah Barat. Letaknya yang strategis menjadikan kotamadya ini sebagai pusat dari segala aktifitas pemerintahan, perdagangan, jasa, dan bisnis. Secara astronomis letak Jakarta Pusat berada di 106o22’42” Bujur Timur sampai 106o58’18” Bujur Barat dan 5o19’12” Lintang Selatan sampai 6o23’54” Lintang Utara. Luas wilayah Jakarta Pusat sekitar 48,13 km2 dan terdiri dari 8 kecamatan dengan masing-masing luas yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Luas wilayah Kota Administratif Jakarta Pusat menurut kecamatan. (BPS, 2010)

2. Wilayah Administratif Kotamadya Jakarta Utara

(30)

16

Tabel 3 Luas wilayah Kota Administratif Jakarta Utara menurut kecamatan (BPS, 2010)

Kecamatan Luas (km2) Persentase (%)

Penjaringan 45,40 30,96

3. Wilayah Administratif Kotamadya Jakarta Barat

Jakarta Barat merupakan daerah yang strategis, selain itu secara fungsi juga strategis bagi pengembangan di sektor ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan kota. Luas wilayah Jakarta Barat adalah 129,54 Km2 yang terdiri dari 8 kecamatan dengan masing-masing luas yang dapat dilihat pada Tabel 4. Kotamadya Jakarta Barat secara astronomis terletak pada 106o22’42” sampai 106o58’18” Bujur Timur dan 50o19’12” sampai 60o23’54” Lintang Selatan dengan batas wilayah.

Tabel 4 Luas wilayah Kota Administratif Jakarta Barat menurut kecamatan (BPS, 2010)

Kecamatan Luas (km2) Persentase (%)

Kembangan 24,16 18,65

Kebon Jeruk 17,98 13,88

Palmerah 7,51 5,80

Grogol Petamburan 9,99 7,71

Tambora 5,40 4,17

Taman Sari 7,73 5,97

Cengkareng 26,54 20,49

Kalideres 30,23 23,33

Total 129,54 100

4. Wilayah Administratif Kotamadya Jakarta Timur

(31)

17 Tabel 5 Luas wilayah Kota Administratif Jakarta Timur menurut kecamatan (BPS,

2010)

5. Wilayah Administratif Kotamadya Jakarta Selatan

Jakarta Selatan merupakan kotamadya yang secara administratif berbatasan dengan Banjir Kanal Jl. Jenderal Sudirman Kecamatan Tanah Abang, Jl. Kebayoran Lama dan Kebun Jeruk disebelah utara, Kota Asministrasi Depok disebelah selatan, Kecamatan Ciledug, Kota Administrasi Tangerang disebelah barat, dan Kali Ciliwung disebelah timur. Secara astronomis terletak antara 6o15’40,8” Lintang Selatan dan 106o45’0,00” Bujur Timur. Menurut data dari Badan Pusat Statistik tahun 2011, menyebutkan bahwa Kotamadya Jakarta Selatan memiliki total luas wilayah sebesar 145,73 km2 dan terbagi menjadi 10 Kecamatan. Data Kecamatan beserta luas masing-masing wilayah dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Luas wilayah Kota Administratif Jakarta Selatan menurut kecamatan (BPS, 2010)

Kebayoran Lama 16.72 11.83

Kebayoran Baru 12.93 9.14

Mampang Prapatan 7.73 5.47

Pancoran 8.63 6.10

Tebet 9.03 6.39

Setiabudi 8.85 6.26

Total 141.37 100

Tata Guna Lahan (Landuse)

(32)

18

kebutuhan akan tempat tinggal meningkat sehingga pembangunan pemukiman baru banyak dilakukan guna memenuhi kebutuhan tersebut. Selain itu, kecenderungan pemerintah DKI Jakarta untuk mengeksploitasi sumber daya alam seperti air dan lahan terbuka hijau. Konversi lahan terbuka menjadi lahan terbangun, lahan pertanian menjadi bukan pertanian, bahkan konversi pemukiman menjadi perkantoran, apartemen dan pusat perbelanjaan merupakan bentuk eksploitasi pemerintah guna mendapatkan keuntungan pribadi. Total luas wilayah DKI Jakarta sebesar 7.639,02 km2 (daratan dan lautan) dengan persen luas lahan terbangun sebesar 64,91% atau 429,41 km2 yang terdiri dari perumahan, gedung pemerintahan, gedung perkantoran, fasilitas umum, dan industri atau pergudangan. Sedangkan Ruang Terbuka Hijau sebesar 9,8% dari total wilayah DKI Jakarta.

Jika dilihat pada peta penggunaan lahan DKI Jakarta (Gambar 5.), jenis lahan terbangun yang terluas adalah bagian yang berwarna kuning, yaitu pemukiman atau perumahan beserta fasilitasnya yang memadati hampir seluruh wilayah DKI Jakarta. Selain perumahan, nampak pula bangunan umum dan pusat industri atau pergudangan yang berada di wilayah Kotamadya Jakarta Utara dan Jakarta Timur. Mengenai Ruang Terbuka Hijau, pada wilayah Kotamadya Jakarta Utara, jenis Ruang Terbuka Hijau yang ada adalah Ruang Terbuka Hijau Binaan dan Ruang Terbuka Hijau Lindung. Kemudian jenis Ruang Terbuka Hijau yang berada di Kotamadya Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur adalah taman dan Ruang Terbuka Hijau Binaan. Ruang Terbuka Hijau Binaan (RTH Binaan) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang atau jalur atau mengelompok, dimana penggunanya lebih bersifat terbuka atau umum dengan permukaan tanah yang didominasi oleh perkerasan buatan dan sebagian kecil tanaman. Sedangkan Ruang Terbuka Hijau Lindung (RTHL) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang atau jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka atau umum, dan di dominasi oleh tanaman yang tumbuh secara alami atau tanaman budidaya.

(33)

Gambar 6 Peta Penggunaan Lahan DKI Jakarta 2010

(34)

20 Vegetasi

Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah menyatakan bahwa keanekaragaman flora di DKI Jakarta cukup banyak. Mulai dari jenis tumbuhan pantai hingga tumbuhan pegunungan dan palawija. Namun jenis tumbuhan yang terdapat di DKI Jakarta sampai dengan tahun 2012 lalu belum dapat diketahui jumlah keseluruhannya, hanya jenis tumbuhan pantai yang ada di Kepulauan Seribu yang sudah diketahui jumlahnya sekitar 86 jenis. Beberapa jenis tumbuhan pantai menurut data BPLHD (2012) antara lain pohon kelapa, cemara laut, ketapang, rutun, mengkudu, dan pandan laut.

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 tahun 2030 mengenai RTRW 2030, dalam pasal 6 ayat 5b menyatakan bahwa untuk mewujudkan keterpaduan pemanfaatan dan pengendalian ruang maka diberlakukan aturan pengembangan RTH sebesar 30% dari luas daratan Provinsi DKI Jakarta. Ruang Terbuka Hijau tersebut terdiri dari RTH Publik seluas 20% dan RTH Privat seluas 10%. Guna mewujudkan tersedianya Ruang Terbuka Hijau khususnya yang bersifat publik, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan pembangunan taman, pengembangan jalur hijau jalan, dan juga melakukan penanaman pohon dan tanaman hias pada sisi jalan. Menurut data dari Dinas Pertamanan DKI Jakarta tahun 2010, sekitar 131 jenis vegetasi yang ditanam di sisi jalan di DKI Jakarta (Lampiran 2).

Demografi

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk yang dilakukan oleh BPS tahun 2012, jumlah penduduk Jakarta sebanyak 9.991.788 jiwa dengan proporsi penduduk laki-laki 5.042.874 jiwa dan perempuan 4.948.914 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk Jakarta sebesar 1,00% per tahun. Penduduk terbanyak terdapat di Kotamadya Jakarta Timur sebanyak 2.801.784 jiwa. Sedangkan jika dilihat dari kepadatan penduduknya atau jumlah penduduk per luas wilayah, maka Kotamadya Jakarta Pusat dengan luas wilayah 48,13 km2 dan jumlah penduduk 908.829 jiwa memiliki kepadatan penduduk tertinggi di DKI Jakarta sebesar 18.882,8 jiwa/km2. Tingkat pertumbuhan dan kepadatan penduduk per wilayah kotamadya dapat dilihat pada Tabel 7.

(35)

21 Tabel 7 Data Jumlah Penduduk, Laju Pertumbuhan dan Kepadatan per kotamadya

di DKI Jakarta (BPS, 2012)

Jakarta Selatan 2.148.261 1,08 1,00 15.196,0 Jakarta Timur 2.801.784 1,00 0,93 14.835,2 Sejarah Penamaan Tempat yang Terkait dengan Nama Tanaman

Penamaan tempat sangat penting karena dapat membantu manusia dalam menelusuri sejarah pemukiman masa lalu. Pemberian nama didasari atas tanaman yang dominan atau banyak terdapat di suatu tempat pada masa lalu. Salah satu yang umum ditemukan di Jakarta adalah nama tempat yang terkait dengan nama tanaman. Lokasi wilayah tersebut tersebar di lima kotamadya (Tabel 8).

Tabel 8 Tempat di DKI Jakarta yang toponimnya terkait dengan nama tanaman

No. Tempat yang Terkait dengan Nama Tanaman

Kotamadya Kecamatan Kelurahan 2. Jakarta Utara Kelapa Gading*) Kelapa Gading Barat

Kelapa Gading Timur Tanjung Priok Kebon Bawang

Warakas

3. Jakarta Barat Cengkareng Duri Kosambi

Kebon Jeruk*) Kedoya Utara Kedoya Selatan

Palmerah Kemanggisan

4. Jakarta Timur Matraman Pisangan Baru

Kebon Manggis Kayu Manis

Makasar Kebon Pala

Ciracas Kampung Rambutan

Cipayung Bambu Apus

5. Jakarta Selatan Pesanggrahan Bintaro Jagakarsa Srengseng Sawah

Cilandak Pondok Labu

(36)

Gambar 7 Wilayah di Kotamadya Jakarta Pusat yang memiliki nama terkait dengan nama tanaman (DTR 2011)

(37)

23

Gambar 8 Wilayah di Kotamadya Jakarta Utara yang memiliki nama terkait dengan nama tanaman (DTR 2011)

(38)

24

Gambar 9 Wilayah di Kotamadya Jakarta Barat yang memiliki nama terkait dengan nama tanaman (DTR 2011)

(39)

Gambar 10 Wilayah di Kotamadya Jakarta Timur yang memiliki nama terkait dengan nama tanaman (DTR 2011)

(40)

Gambar 11 Wilayah di Kotamadya Jakarta Selatan yang memiliki nama terkait dengan nama tanaman (DTR 2011)

(41)

27 Nama-nama tempat di DKI Jakarta yang terkait nama tanaman memiliki sejarah penamaan seperti yang diungkapkan oleh Ruchiat (2011) dan Zaenuddin (2012).

1. Johar Baru

Johar Baru merupakan nama sebuah kecamatan sekaligus kelurahan di Kotamadya Jakarta Pusat. Menurut peta Batavia tahun 1940, Johar masuk kedalam wilayah Weltevreden yang merupakan daerah pedesaan berupa lahan-lahan luas milik swasta maupun pribadi dan juga terdapat perkampungan (Gambar 12). Pada tahun ini, wilayah Cempaka putih sudah masuk kedalam peta, namun masih bernama Tjempakapoetih. Pada 28 Agustus 1978 wilayah Cempaka Putih ditetapkan sebagai salah satu kecamatan di Kotamadya Jakarta Pusat. Ketetapan ini tercantum dalam PP no. 25 tahun 1978. Kemudian pada tahun 1990, Johar Baru yang masuk ke dalam wilayah Kecamatan Cempaka Putih menjadi sebuah Kecamatan baru sebagai bentuk perluasan dari Kecamatan Cempaka Putih. Mengenai asal-usul penamaan kawasan ini, Zaenuddin HM menuliskan dalam bukunya bahwa nama Johar berasal dari nama tumbuhan Johar (Cassia siamea Lamk.) yang merupakan pohon yang sering digunakan sebagai peneduh. Pada masa lampau ditempat ini banyak pohon Johar yang baru ditanam, sehingga kawasan ini diberi nama Johar Baru.

2. Gambir

Gambir merupakan kawasan yang dibuka oleh Gubernur Jenderal Daendels pada tahun 1810 sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda. Nama Gambir ini sudah dikenal lama dan merupakan sebutan masyarakat lokal yang melihat banyaknya tanaman Gambir yang tumbuh di wilayah tersebut. Gambir (Uncaria gambir) merupakan tanaman merambat dan masuk kedalam suku kopi-kopian. Seperti yang kita ketahui, orangtua jaman dahulu memiliki kebiasaan menyirih dan tanaman ini digunakan sebagai salah satu bahan campuran untuk memakan sirih. Sebelumnya pada tahun 1658, wilayah ini merupakan rawa dan padang ilalang yang ditanami sayuran, padi, dan tebu oleh orang-orang cina dengan menyewa tanah ke pemilik tanah, yaitu Anthony Paviljoen. Pada saat Daendels berkuasa, wilayah gambir ini dianggap sebagai Weltervreden yaitu tempat ideal dan nyaman untuk pemukiman. Maka dilakukan pemindahan pusat pemerintahan ke wilayah ini disertai dengan pembangunan sarana dan prasarana baru salah satunya Lapangan Koningsplein (Lapangan IKADA). Gambar 13 menunjukkan suasana wilayah Gambir pada tahun 1930. Kemudian pada tahun 1962 mulai muncul bangunan-bangunan baru seperti MONAS, Lapangan Gambir, perumahan Gambar 12 Suasana jalan di Welteverden tahun 1930 (kiri); Perkampungan bernama

(42)

28

dinas Departemen Pekerjaan Umum dan Djawatan Kereta Api. Hasil dari pembangunan ini adalah hilangnya pasar-pasar tradisional dan berkurangnya tanaman gambir di wilayah tersebut. Yang tersisa saat ini hanyalah nama Gambir saja yang ada pada stasiun dan kelurahan.

3. Menteng

Menteng merupakan salah satu kawasan yang terkenal di Jakarta karena terdapat perumahan elit milik pejabat pemerintahan dan orang-orang kaya. Namun, dahulu ternyata kawasan ini kurang dikenal karena masih berupa hutan. Hutan ini banyak ditumbuhi oleh tanaman buah-buahan, salah satunya adalah Pohon Menteng (Baccaurea racemosa). Oleh karena jumlah pohon Menteng banyak, maka masyarakat menyebut kawasan ini dengan nama Menteng. Kawasan ini baru dibuka untuk pengembangan oleh Gubernur Jendral Daendels pada tahun 1810. Kemudian pada tahun 1912 pemerintah Hindia Belanda membeli tanah di sekitar menteng sebagai kawasan perumahan bagi pegawai pemerintah Hindia Belanda.

4. Kebon Sirih

Kebon Sirih merupakan sebuah kelurahan yang cukup penting karena di wilayah ini terdapat kantor pemerintahan seperti gedung DPRD dan Balaikota Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta. Mengenai asal-usul penamaan Kebon Sirih tidak diketahui waktu pasti pergantian nama, namun wilayah ini dibangun pada tahun 1830 atas perintah dari Gubernur Jenderal Van Den Bosh. Dahulu wilayah ini diberi nama de nieuwe weg achter het Koningsplein atau Jalan baru di belakang Koningsplein kemudian berganti menjadi KF Holle atau Gang Holle, berkembang menjadi Sterreweg dan berubah menjadi Kebon Sirih. Alasan dinamakan Kebun Sirih karena di tempat ini terdapat perkebunan-perkebunan milik Belanda yang ditanami Tanaman Sirih. Pada masa itu, sirih sudah banyak dimanfaatkan sebagai obat dan bahan untuk menyirih oleh para wanita khususnya wanita tua.

5. Cempaka Putih

Cempaka Putih merupakan nama kecamatan di Kotamadya Jakarta Pusat. Menurut sejarah, tempat ini merupakan perkebunan bunga, yaitu bunga cempaka putih (Michelia alba). Pohon ini memiliki manfaat pada bunga dan akarnya yang dimanfaatkan sebagai obat. Hal ini bisa terjadi karena Batavia memang dahulu banyak terdapat perkebunan yang umumnya dimiliki oleh tuan tanah dan tentara

(43)

29 Belanda. Pada peta Batavia tahun 1930, cempaka putih merupakan sebuah perkampungan yang bernama Tjempakapoetih yang terletak di Weltevreden.

6. Kebon Kacang

Menurut sejarah, kawasan ini dahulu merupakan kawasan yang menjadi sumber pasokan penting produk-produk pertanian jenis kacang tanah bagi batavia yang dimiliki oleh warga dan tuan tanah Belanda. Produk minyak kacang merupakan bahan komoditi yang laris pada saat itu. Hasil dari pertanian ini dikirim ke Batavia Utara melalui kanal buatan yang bernama Kanaal Molenvliet. Kanal ini dibuat Kapten Cina bernama Phoa Bing Gam yang memang bertujuan untuk menghanyutkan kayu bakar dan komoditi pertanian lainnya dari daerah "dekat hutan" di sekitar bekas gedung Harmoni hingga ke kota dan berakhir di daerah Bantenburg yang sekarang terletak di depan Glodok Building (Ensiklopedia Jakarta). Oleh karena adanya pertanian kacang di kawasan ini, maka akhirnya dikenal dengan Kebon Kacang.

7. Kebon Melati

Kebon Melati merupakan nama sebuah kelurahan di Kecamatan Tanah Abang Kotamadya Jakarta Pusat. Pada abad ke 18, memang banyak terdapat perkebunan di Batavia termasuk kawasan Kebon Melati. Perkebunan yang ada di kawasan ini adalah perkebunan tanaman melati. Karena adanya perkebunan melati dikawasan ini, maka disebut kawasan Kebon Melati.

8. Kebon Bawang

Kebon Bawang merupakan nama sebuah kelurahan yang terletak di Kecamatan Tanjung Priok. Menurut sejarahnya, daerah ini sudah ada dalam peta Kota Jakarta sejak jaman kolonial. Hal ini dikarenakan Kebon Bawang merupakan tempat lalulintas pengiriman bermacam-macam komoditi. Menurut peta Plattegrond van Batavia, kebon bawang merupakan kawasan rawa-rawa yang bernama Rawa Oetanbadak atau dikenal dengan Rawa Badak (Gambar 14). Pada saat itu sudah terdapat desa-desa tetapi jumlahnya masih sedikit. Menurut cerita masyarakat di sekitar kelurahan Kebon Bawang, daerah ini juga merupakan daerah penghasil bawang terutama jenis bawang merah dan putih. Kebun bawang tersebut ditanam oleh warga setempat sekitar abad ke-17. Oleh karena itu, daerah ini dikenal dengan nama Kebon Bawang. Namun, karena bertambahnya jumlah penduduk maka dilakukan penutupan rawa guna membangun tempat tinggal baru. Saat ini, wilayah Kebon Bawang sudah berubah menjadi wilayah pemukiman padat penduduk yang dihuni oleh mayoritas masyarakat suku Sunda.

(44)

30

9. Warakas

Warakas merupakan sebuah kelurahan di Kecamatan Tanjung Priok yang ini merupakan sebuah wilayah pemukiman padat. Nama Warakas merupakan nama tanaman yang banyak tumbuh di daerah rawa. Memang benar wilayah warakas ini dahulu merupakan rawa-rawa yang sekarang jumlahnya sudah berkurang bahkan hampir tidak ada. Jika dilihat dari segi bahasa, warakas merupakan bahasa jawa dari tanaman paku laut. Namun menurut data yang didapatkan di Kelurahan Warakas, sejarah pemberian nama warakas tidak dikarenakan banyak dijumpai tanaman warakas, melainkan tanaman waru yang tumbuh di daerah pantai.

10. Kelapa Gading

Wilayah di Jakarta Utara memang mayoritas merupakan daerah rawa. Oleh karena itu, banyak ditemukan tanaman kelapa. Umumnya, keberadaan tanaman tersebut sangat berpengaruh dalam pemberian nama suatu tempat, seperti Kelapa Gading. Sesuai dengan namanya, memang dahulu daerah tersebut banyak tumbuh pohon kelapa terutama varietas Cocos nucifera var eburnea dengan pohon yang tidak terlalu tinggi dan memiliki buah yang berukuran kecil dan berwarna kuning gading. Jika dilihat kondisi Kelapa Gading sekarang, masih dapat ditemukan pohon kelapa namun jumlahnya tidak sebanyak dulu.

11.Duri Kosambi

Duri Kosambi merupakan suatu kelurahan yang berada di Kecamatan Cengkareng. Menurut sejarah, dahulu di wilayah ini banyak terdapat perkebunan buah, sayuran, dan berbagai jenis pohon lainnya. Namun tanaman yang mendominasi di perkebunan ini adalah pohon buah-buahan salah satunya yaitu pohon kesambi atau kosambi (Schleichera oleosa). Pohon ini memiliki duri di batang dan dahannya. Oleh karena itulah wilayah ini disebut Duri Kosambi hingga saat ini, meskipun kini pohon kosambi sudah tidak dapat ditemukan di wilayah Kosambi.

12.Kedoya

Kedoya merupakan kelurahan yang berada di Kecamatan Kebon Jeruk. Nama Kedoya sendiri diambil dari nama tanaman yang dahulu banyak tumbuh di wilayah ini. Kedoya (Dysoxylum gaudhichaudianum) merupakan jenis pohon duku yang berasal dari Australia. Tanaman ini memang dibudidayakan di kebun penduduk pada masa itu. Karena begitu banyaknya pohon kedoya, menjadikan wilayah ini seperti hutan pohon kedoya. Namun, karena adanya pembangunan berbagai sarana prasarana untuk masyarakat di wilayah ini, mengakibatkan banyak pohon kedoya yang ditebang. Akibatnya, pohon kedoya sudah nyaris tidak ada lagi di wilayah ini.

13.Kebon Jeruk

(45)

31 dikonsumsi sendiri. Karena banyaknya pohon jeruk di perkebunan ini, maka wilayah ini disebut Kebon Jeruk.

14.Kampung Rambutan

Rambutan atau lebih dikenal dengan Kampung Rambutan merupakan salah satu wilayah yang cukup terkenal di Jakarta Timur. Sesuai dengan namanya, di wilayah ini dahulu banyak terdapat pohon rambutan (Nephelium lappaceum) yang tumbuh di halaman atau di kebun-kebun milik penduduk setempat. Jika masa panen tiba, maka pohon rambutan tersebut menghasilkan buah yang sangat banyak dan oleh penduduk setempat buah rambutan tersebut dijual ke berbagai tempat. Daerah ini memang dikenal sebagai darah penghasil rambutan. Oleh karena itulah daerah ini disebut sebagai Kampung Rambutan.

15.Bambu apus

Bambu apus merupakan salah satu jenis bambu yang tidak berduri, memiliki batang yang lurus, dan ukuran daunnya lebih besar daripada daun bambu pada umumnya. Namun, lain halnya dengan Bambu Apus yang berada di Jakarta Timur. Bambu Apus disini merupakan nama sebuah daerah (kini merupakan kecamatan) yang dahulu banyak terdapat pohon bambu apus. Itulah sebabnya daerah tersebut diberi nama Bambu Apus. Namun, sekarang pohon bambu apus sudah tidak dapat ditemukan lagi keberadaannya di wilayah Bambu Apus.

16.Kayu manis

Menurut sejarah, wilayah Jakarta ini memang dulunya terdiri dari hutan, perkebunan, dan rawa. Kondisi fisik seperti ini sangat berbeda dengan kondisi Jakarta sekarang yang didominasi oleh gedung-gedung bertingkat maupun perumahan. Oleh karena itu, dahulu dalam memberikan nama untuk suatu tempat banyak dipengaruhi oleh tanaman yang ada, kayu manis salah satunya. Menurut sejarah, di wilayah ini banyak tumbuh pohon kayu manis Cina (Cinnamonum aromaticum nees.). Namun sekarang sudah jarang ditemukan pohon ini di wilayah tersebut.

17.Pisangan baru

Pisangan Baru merupakan kelurahan di Kecamatan Matraman yang merupakan pecahan dari Pisangan Timur atau Pisangan Lama. Sesuai dengan namanya, memang dahulu disini banyak terdapat pohon pisang yang ditanam untuk kemudian hasilnya dijual. Hingga sekarang, di wilayah ini masih banyak dijumpai penjual-penjual pisang di sepanjang jalan masuk wilayah Kelurahan Pisangan Baru. Namun menurut penduduk disana, jumlah pohon pisang yang ada di wilayah tersebut tidak sebanyak dulu.

18.Kebon Manggis

(46)

32

Karena keunggulannya tersebut, maka masyarakat menyebut daerah ini Kebon Manggis.

19.Kebon pala

Asal-usul pemberian nama kebon pala diawali pada masa kolonial Belanda. Saat itu, pemerintah Belanda menanam banyak tanaman di perkebunan milik tuan tanah. Salah satu tanaman yang ditanam adalah tanaman rempah-rempah yang berasal dari Indonesia bagian timur, yaitu pohon pala (Myristica fragrans). Karena banyaknya pohon pala di wilayah ini, maka masyarakat menyebutnya Kebon Pala.

20.Bintaro

Asal-usul penamaan Bintaro adalah karena di kawasan ini banyak tumbuh pohon bintaro (Cerbera manghas L.). Pohon Bintaro ini merupakan salah satu tanaman yang umumnya tumbuh di rawa. Menurut sejarah, memang Bintaro dahulu merupakan sebuah kawasan yang terdiri dari rawa-rawa. Namun wilayah ini belum masuk ke dalam peta Belanda hingga menjelang Perang Dunia II, hanya kampung-kampung di sekitarnya saja yang sudah masuk ke dalam peta seperti Pondokpinang dan Pasarjumat. Sekarang kawasan ini sudah berubah menjadi kawasan perumahan. Namun, kelestarian dari Pohon Bintaro ini masih tetap dijaga, terbukti dengan penanaman dibeberapa tempat.

21.Srengseng Sawah

Srengseng sawah merupakan kelurahan yang berada di Kecamatan Jagakarsa. Asal-usul penamaan tempat ini yaitu pada zaman kolonial Belanda. Pada tahun 1930an, kawasan ini merupakan bagian dari wilayah distrik (Kawedanan) Kebayoran, Kabupaten Meestercornelis. Para VOC Belanda menyebut tempat ini Sringsing yang kemudian menjadi Srengseng. Disebut demikian karena di tempat ini banyak tumbuh tanaman Srengseng (Pandanus caricosus Rmph.), yaitu sejenis pandan berduri dan memiliki daun yang lebar. Pohon srengseng adalah tanaman sejenis pandan yang banyak tumbuh di daerah rawa. Lalu karena masyarakat banyak yang membuka lahan persawahan, maka tempat ini disebut Srengseng Sawah. Dahulu, daun pandan ini digunakan sebagai bahan untuk membuat tikar dan topi pandan. Bagian daunnya dianyam menjadi tiker dan topi anyam kemudian dipasarkan sampai ke luar Pulau Jawa. Usaha sampingan ini masih dilakukan oleh masyarakat Srengseng Sawah hingga tahun 1970-an.

22.Pondok Labu

(47)

33 peta tahun 1900 yang dibuat oleh Topographisc Bureau Batavia berada di sebelah utara Rempoa, tidak jauh dari Kali Pesanggrahan.

23.Gandaria

Gandaria merupakan nama sebuah kelurahan di Kecamatan Cilandak. Asal-usul penamaan tempat ini adalah berasal dari nama tanaman yaitu pohon Gandaria (Bouea macrophylla griff.) yang memang banyak tumbuh di tempat ini. Namun, sekarang wilayah tersebut sudah berubah menjadi pemukiman dan perkantoran sehingga jumlah tanaman ini semakin berkurang.

Tanaman yang Terkait dengan Toponim

Jenis tanaman yang ada di DKI Jakarta jumlahnya sangat banyak. Terdapat beberapa jenis tanaman yang namanya dipakai sebagai nama tempat di DKI Jakarta yang disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Tanaman yang terkait dengan toponim di Jakarta

No. Nama Tempat Tanaman Habitus

Tanaman

Nama Lokal Nama Latin

1. Bambu Apus Bampu Apus Gigantochloa apus Kurz Pohon

2. Bintaro Bintaro Cerbera manghas Pohon

3 Cempaka Putih Cempaka Putih Michelia alba L. Pohon 4. Duri Kosambi Kosambi Schleichera oleosa Pohon 5. Gambir Gambir Uncaria gambir Roxb. Perdu 6. Gandaria Gandaria Bouea macrophylla Griffith Pohon

7. Johar Johar Cassia siamea Pohon

8. Kp. Rambutan Rambutan Nephelium lappaceum Pohon 9. Kayu Manis Kayu Manis Cinnamomum cassia Presl. Pohon 10. Kebon Bawang Bawang Merah Allium cepa var. A. Herba Bawang Putih Allium satium L. Herba

11. Kebon Jeruk Jeruk Citrus sp. Perdu

12. Kebon Kacang Kacang Tanah Arachis hypogaea L. Herba 13. Kebon Manggis Manggis Garcinia mangostana Pohon 14. Kebon Melati Melati Jasminum sambac Perdu 15. Kebon Pala Pala Myristica fragrans Houtt, Pohon 16. Kebon Pisang Pisang Musa paradisiaca L. Pohon 17. Kebon Sirih Sirih Pipier betle L. Tanaman

Merambat Gambar 15 Rumah peristirahatan (kiri); penggilingan padi (tengah); dan Kali

(48)

34

18. Kedoya Kedoya Dysoxylum

gaudhichaudianum

Pohon

19. Kelapa Gading Kelapa Cocos nucifera Pohon 20. Menteng Menteng Baccaurea motleyana Pohon 21. Pondok Labu Labu Manis Lagenaria hispida Ser. Tanaman

Merambat 22. Srengseng Sawah Srengseng Pandanus caricosus Ramph. Perdu

23. Warakas Wara Hibiscus tiliaceus Pohon

Berikut merupakan penjelasan atau deskripsi mengenai tanaman yang terkait dengan toponim menurut Prohati (2013);

1. Bambu Apus (Gigantochloa apus Kurz)

Pohon bambu apus atau bambu tali termasuk ke dalam family Poaceae (suku rumput-rumputan) dan tumbuh berumpun dengan tinggi 10-15m. Memiliki batang berkayu, bulat dan beruas-ruas, berwarna putih kehitaman hingga hijau, juga memiliki tunas atau rebung yang berbulu. Daunnya tunggal dengan bentuk daun yang panjang dengan dimensi 20-30cm x 4-6cm, ujung daun runcing, pangkal yang membulat, dan berwarna hijau. Pohon ini juga menghasilkan bunga berwarna ungu kehitaman. Jenis bambu ini berasal dari Pulau Jawa dan tidak ditemukan di alam liar. Manfaat tanaman ini banyak, diantaranya karena kayunya yang terkenal kuat maka bambu ini banyak digunakan untuk bahan pembuat bangunan, jembatan, furniture, dan rebung dan daunnya yang bisa dijadikan obat. Fungsi pohon ini dalam lanskap adalah sebagai screen, tanaman display, dan konservasi tanah. Sistem perakarannya serabut dan kuat sehingga memungkinkan untuk mengikat tanah dan air.

2. Bintaro (Cerbera manghas)

Pohon Bintaro merupakan pohon di kawasan pantai, namun banyak ditanam di tepi-tepi jalan atau di perumahan. Pohon ini dapat tumbuh mencapai ketinggian 12m. Daunnya berwarna hijau tua dengan permukaan daun yang mengkilap. berbahaya. Namun, buah bintaro ini dapat dimanfaatkan sebagai biopestisida.

(49)

35 Pohon Bintaro merupakan tanaman penciri ekosistem rawa. Fungsi tanaman ini pada lanskap adalah sebagai peneduh.

3. Cempaka Putih (Michelia alba L.)

Cempaka putih merupakan tanaman yang berasal dari Cina dan termasuk kedalam famili Magnoliaceae. Tanaman ini merupakan tanam peneduh yang memiliki tinggi sekitar 15-25 m dan tumbuh di tempat yang berada pada ketinggian 1200mdpl. Pohon ini memiliki daun tunggal dengan panjang 10 sampai 20 cm dan lebar 4,5 sampai 11 cm, berbentuk runcing pada bagian ujung dan pangkal daun, daun muda berwarna hijau muda dan daun tua berwarna hijau tua. Bunganya berwarna putih dan berbau harum. Buah yang dihasilkan berbentuk bulat memanjang dan sedikit bengkok dan berwarna merah tua jika sudah masak. Fungsi Pohon Cempaka Putih dalam lanskap adalah sebagai peneduh, focal point, dan penetralisir bau.

4. Kesambi/kosambi (Schleichera oleosa)

Kosambi atau kesambi (Schleichera oleosa) merupakan tanaman yang berasal dari lembah gunung Himalaya, bagian barat Deccan sampai Srilanka, dan Indo-Cina.. Di Indonesia, pohon Kesambi ini tumbuh di pulau Jawa, Bali, NTT, Sulawesi, Pulau Seram dan Kai. Umumnya di pulau Jawa tanaman ini berada di wilayah hutan jati yang tumbuh secara liar. Pohon Kosambi dapat tumbuh hingga

(50)

36

40m dengan diameter batang dapat mencapai 2 m, tetapi pada umumnya diameter batang kurang dari 2m. Kulit kayunya berwarna abu-abu dan halus. Pada cabang batangnya terdapat rambut yang tumbuh namun jarang. Daunnya berbentuk lonjong memanjang dengan lebar 2,5-9cm x panjang 4,5-18,5cm dan daun mudanya berwarna merah muda. Pohon Kosambi memiliki bunga sehingga dapat menghasilkan buah yang berbentuk bulat licin dan sedikit berduri dan berwarna kuning. Salah satu kegunaan dari Pohon Kosambi pada jaman dahulu adalah kayunya sering digunakan sebagai bahan pembuat jangkar perahu karena kayunya yang padat, berat, dan sangat keras. Selain itu pohon ini merupakan inang dari kutu lak, pada masa Belanda, kutu lak dikembangbiakkan sehingga menghasilkan lak yang digunakan sebagai bahan pewarna, pengilat makanan, dan pernis. Tanaman ini memiliki fungsi dalam lanskap sebagai tanaman peneduh.

5. Gambir (Uncaria gambir Roxb.)

Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan tanaman yang ditemukan di Malaysia, Singapura, Indonesia, dan pulau-pulau sekitarnya. Namun kemungkinan berasal dari Pulau Sumatra dan Kalimantan. Tanaman ini dapat tumbuh pada ketinggian 200-600 mdpl. Tanaman ini dapat tumbuh dengan tinggi sekitar 2,4 meter. Gambir termasuk perdu yang memiliki percabangan memanjang, daun berbentuk oval memanjang berukuran 8 sampai 14 cm dengan ujung daun meruncing dan permukaan daunnya licin. Memiliki bunga berwarna merah muda atau putih dan mahkota bunganya berbentuk seperti corong. Tanaman ini menghasilkan buah yang berbentuk seperti kapsula. Di Indonesia, getah gambir yang berasal dari daun dan ranting yang dikeringkan umumnya digunakan oleh wanita-wanita tua sebagai bahan untuk menyirih. Selain itu, gambir juga dimanfaatkan sebagai bahan penyamak kulit, pewarna, dan kandungan katekinnya bersifat sebagai antioksidan. Fungsi tanaman ini dalam lanskap adalah sebagai pengarah dan point of interest karena memiliki bunga berwarna kuning.

(51)

37

6. Gandaria (Bouea macrophylla Griffith)

Gandaria merupakan pohon buah yang berasal dari Sumatra Utara, Semenanjung Malaysia, dan Jawa Barat. Pohon ini dapat tumbuh di daerah topis basah yang memiliki tanah subur dengan ketinggian 300mdpl untuk yang tumbuh secara alami, dan 850mdpl untu tanaman yang telah dibudidaya. Pohon gandaria memiliki tinggi yang dapat mencapai 27m. Kulit batangnya berwarna coklat muda, memiliki daun yang berbentuk bulat memanjang dengan panjang 11-45cm dan lebar 4-13cm, dan permukaan daun mengkilap. Bunganya berukuran 4-12cm dan berwarna kekuningan dan akan berubah menjadi kecoklatan. Buah yang dihasilkan berbentuk agak bulat dengan diameter 2,5-5cm, berwarna kuning hingga orange, dan rasanya asam sampai manis untuk daging buah yang berwarna merah gelap. Tanaman ini merupakan tanaman produksi dan memiliki fungsi pada lanskap sebagai peneduh.

7. Johar (Cassia siamea Lamk./ Cassia florida Vahl.)

Pohon johar merupakan tanaman yang berasal dari Asia Tenggara dan termasuk kedalam famili Caesalpiniaceae. Pohon ini tumbuh ditempat yang terkena sinar matahari langsung dan memiliki ketinggian 1-1000mdpl. Tanaman ini biasanya ditanam dipinggir-pinggir jalan atau di pekarangan rumah sebagai tanaman peneduh. Pohon Johar termasuk jenis pohon tinggi karena ketinggiannya

Gambar 20 Pohon Gambir beserta buah dan daunnya

Gambar

Gambar 6  Peta Penggunaan Lahan DKI Jakarta 2010
Tabel 8 Tempat di DKI Jakarta yang toponimnya terkait dengan nama tanaman
Gambar 7  Wilayah di Kotamadya Jakarta Pusat yang memiliki nama terkait dengan nama tanaman (DTR 2011)
Gambar 8  Wilayah di Kotamadya Jakarta Utara yang memiliki nama terkait dengan nama tanaman (DTR 2011)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut data responden yang diolah, para auditor di Inspektorat Wilayah Provinsi DKI Jakarta mayoritas memiliki pengalaman lebih dari 10 (sepuluh) tahun, sehingga

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data jumlah penderita DBD di DKI Jakarta per hari dan data cuaca yang meliputi suhu terendah, suhu tertinggi dan curah hujan..

Menurut data responden yang diolah, para auditor di Inspektorat Wilayah Provinsi DKI Jakarta mayoritas memiliki pengalaman lebih dari 10 (sepuluh) tahun, sehingga

Peran media sosial yang di era sekarang lebih penting karena bisa mempengaruhi partisipasi politik masyarakat di kelurahan pulogebang pilkada DKI Jakarta 2017

Salah satu peraturan tersebut adalah Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030, yang menyebutkan bahwa

Tulisan ini ingin melihat sejauh mana preferensi masyarakat pesantren terhadap bank syariah khususnya di DKI Jakarta, dengan menggunakan metode regresi logistik (Logit) yang

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data jumlah penderita DBD di DKI Jakarta per hari dan data cuaca yang meliputi suhu terendah, suhu tertinggi dan curah hujan..

Metode edukasi yang digunakan adalah a ctive and participatory learning, sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu pre-test , edukasi