• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Efisiensi Tataniaga Lele Sangkuriang Di Kabupaten Tegal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Efisiensi Tataniaga Lele Sangkuriang Di Kabupaten Tegal"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA LELE SANGKURIANG

DI KABUPATEN TEGAL

RISNANDA PATRIA PERDANA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Efisiensi Tataniaga Lele Sangkuriang di Kabupaten Tegal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

RISNANDA PATRIA PERDANA. Analisis Efisiensi Tataniaga Lele Sangkuriang di Kabupaten Tegal. Dibimbing oleh YANTI NURAENI MUFLIKH.

Lele sangkuriang merupakan produk perikanan unggulan di Kabupaten Tegal, namun marjin pemasaran selalu meningkat. Hal ini menunjukan bahwa pemasaran yang tidak efisien. Tujuan penelitian adalah menganalisis saluran dan lembaga tataniaga, fungsi pasar, struktur pasar, prilaku pasar, marjin tataniaga,

farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya pada tataniaga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal. Penelitian dilakukan pada Kecamatan Tarub, Kecamatan Pangkah dan Kecamatan Kramat. Penentuan pembudidaya responden berdasarkan metode purposive sampling, sedangkan untuk pedagang responden berdasarkan metode snowball sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada Kecamatan Tarub, saluran tataniaga yang terbentuk adalah 3 saluran. Saluran tataniaga yang relatif efisien pada Kecamatan Tarub adalah saluran tataniaga II. Pada Kecamatan Pangkah, saluran tataniaga yang terbentuk adalah 2 saluran. Saluran tataniaga yang relatif efisien pada Kecamatan Pangkah adalah saluran tataniaga II. Pada Kecamatan Kramat, saluran tataniaga yang terbentuk adalah 2 saluran. Saluran tataniaga yang relatif efisien pada Kecamatan Kramat adalah saluran tataniaga I. Kata kunci: efisiensi, lele sangkuriang, pemasaran

ABSTRACT

RISNANDA PATRIA PERDANA. Lele Sangkuriang Marketing Analysis in Tegal Regency. Supervised by YANTI NURAENI MUFLIKH.

Lele sangkuriang is a superior fishery products in Tegal regency, but marketing margin had been increased. This showed that the marketing was not efficient. The objective of this research is to analyze marketing channels, marketing institutions, marketing functions, marketing structures, marketing conducts, marketing margin, farmer’s share and profit ratio againt cost of the lele sangkuring marketing in Tegal regency. This research is conducted in the Tarub district, Pangkah district and Kramat district. Determination of farmer respodents based on purposive sampling method, whereas for merchants respondents by snowball sampling method. The results of this research show that Tarub district has 3 marketing channels. The most efficient marketing channels in Tarub district is second marketing channels. Pangkah district has 2 marketing channels. The most efficient marketing channels in Pangkah district is second marketing channels. Kramat district has 2 marketing channels. The most efficient marketing channels in Kramat district is first marketing channels.

(6)
(7)

ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA LELE SANGKURIANG

DI KABUPATEN TEGAL

RISNANDA PATRIA PERDANA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini adalah Tataniaga dengan judul Anilisis Efisiensi Tataniaga Lele Sangkuriang di Kabupaten Tegal.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Yanti Nuraeni Muflikh, SP, M.Agribus selaku dosen pembimbing penelitian, Dr. Amzul Rifin, SP, MA selaku dosen penguji utama serta Anita Primaswari Widhiani, SP, M.Si selaku dosen penguji akademik di Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB yang telah banyak memberi saran. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Netti Tinaprila, MM selaku dosen pembimbing akademik yang telah membantu dan mengarahkan penulis selama menjalani masa-masa perkuliahan. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada para pembudidaya lele sangkuriang di Kabupaten Tegal atas bantuannya selama penulis mengumpulkan data di lokasi penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, adik dan seluruh keluarga, dan teman-teman atas segala doa, support dan kasih sayangnya.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 8

Ruang Lingkup Penelitian 8

TINJAUAN PUSTAKA 8

Tataniaga Agribisnis 8

Efisiensi Tataniaga Lele Sangkuriang 10

KERANGKA PEMIKIRAN 11

Kerangka Pemikiran Teoritis 11

Kerangka Pemikiran Operasional 17

METODE PENELITIAN 20

Lokasi dan Waktu Penelitian 20

Jenis dan Sumber Data 20

Metode Pengumpulan Data 21

Metode Pengolahan dan Analisis Data 22

HASIL DAN PEMBAHASAN 24

Kondisi Umum Wilayah Penelitian 24

Karakteristik Pembudidaya Responden 26

Karakteristik Pedagang Responden 28

Analisis Saluran dan Lembaga Tataniaga 31

Analisis Fungsi Tataniaga 41

Analisis Struktur Pasar 55

Analisis Prilaku Pasar 57

Analisis Marjin Tataniaga 59

Analisis Farmer’s Share 62

Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya 64

Efesiensi Tataniaga 71

SIMPULAN DAN SARAN 74

Simpulan 74

Saran 74

DAFTAR PUSTAKA 75

LAMPIRAN 76

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

1. Pencapaian produksi budidaya kolam air tawar Kabupaten Tegal tahun

2009 – 2013 1

2. Produksi budidaya ikan air tawar di Kabupaten Tegal tahun 2009 –

2013 2

3. Tingkat konsumsi ikan di Kabupaten Tegal tahun 2009 – 2013 4 4. Pertumbuhan rata – rata harga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal 6 5. Rata – rata produksi lele sangkuriang tiap kecamatan di Kabupaten

Tegal tahun 2009 – 2013 25

6. Distribusi usia pembudidaya responden 26

7. Tingkat pendidikan terakhir pembudidaya responden 27

8. Pengalaman budidaya lele sangkuriang 27

9. Luas kolam budidaya lele sangkuriang 28

10. Distribusi usia pedagang responden 29

11. Tingkat pendidikan terakhir pedagang responden 30

12. Pengalaman berdagang pedagang responden 30

13. Volume penjualan pedagang responden 31

14. Fungsi tataniaga pada setiap lembaga tataniaga lele sangkuriang di

Kecamatan Tarub tahun 2015 47

15. Fungsi tataniaga pada setiap lembaga tataniaga lele sangkuriang di

Kecamatan Pangkah tahun 2015 51

16. Fungsi tataniaga pada setiap lembaga tataniaga lele sangkuriang di

Kecamatan Kramat tahun 2015 54

17. Marjin tataniaga tiap saluran tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan

Tarub tahun 2015 60

18. Marjin tataniaga tiap saluran tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan

Pangkah tahun 2015 61

19. Marjin tataniaga tiap saluran tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan

Kramat tahun 2015 61

23. Biaya tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Tarub tahun 2015 64 24. Keuntungan tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Tarub tahun 2015 65 25. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan

Tarub tahun 2015 66

26. Biaya tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Pangkah tahun 2015 67 27. Keuntungan tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Pangkah tahun

2015 67

28. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan

Pangkah tahun 2015 68

(15)

30. Keuntungan tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Kramat tahun

2015 70

31. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan

Kramat tahun 2015 70

32. Data rekap analisis efisiensi tataniaga lele sangkuriang Kecamatan

Tarub tahun 2015 71

33. Data rekap analisis efisiensi tataniaga lele sangkuriang Kecamatan

Pangkah tahun 2015 72

34. Data rekap analisis efisiensi tataniaga lele sangkuriang Kecamatan

Kramat tahun 2015 73

DAFTAR GAMBAR

1 Hubungan antara fungsi-fungsi pertama dan turunan terhadap margin

tataniaga dan nilai margin pemasaran 16

2 Saluran tataniaga lele sangkuriang Kecamatan Tarub 33 3 Saluran tataniaga lele sangkuriang Kecamatan Pangkah 37 4 Saluran tataniaga lele sangkuriang Kecamatan Kramat 39

DAFTAR LAMPIRAN

(16)
(17)

Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam hal membangun bangsa, peran tersebut dapat berupa pada peningkatan kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Untuk menjalankan peran tersebut, maka pemerintah perlu melakukan beberapa strategi penting. Salah satu strategi dalam hal pemenuhan kebutuhan ekonomi yang berfokus pada kesejahteraan masyarakat adalah meningkatkan produksi budidaya perikanan. Ikan konsumsi merupakan salah satu potensi dari sektor perikanan yang dapat ditingkatkan produksi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan juga pemenuhan gizi masyarakat.

Kabupaten Tegal merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki potensi budidaya perikanan yang cukup melimpah. Pada tahun 2013 Kabupaten Tegal memiliki potensi budidaya perikanan seluas 443.947 ha, luasan tersebut meliputi areal kolam air tawar sebesar 5.927 ha dan tambak seluas 438.02 ha yang terdapat di 18 kecamatan. Total produksi budidaya perikanan Kabupaten Tegal pada tahun 2013 mencapai 1 349 821 kg. Jumlah produksi tersebut terdiri dari budidaya kolam air tawar sebanyak 1 017 496 kg dan budidaya tambak sebanyak 332 325 kg. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa budidaya kolam air tawar mendominasi produksi budidaya perikanan di Kabupaten Tegal.

Budidaya perikanan di Kabupaten Tegal khususnya budidaya kolam air tawar merupakan potensi yang selalu diupayakan agar dapat meningkat, hal tersebut dapat dilihat dari pencapaian produksi budidaya kolam air tawar yang selalu meningkat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pencapaian produksi budidaya kolam air tawar Kabupaten Tegal tahun 2009 – 2013

Sumber : Buku Statistik Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Tegal Tahun 2013 (diolah)

Terlihat pada Tabel 1 bahwa produksi budidaya kolam air tawar dari tahun 2009 hingga 2013 selalu meningkat, dengan persentase perubahan tertinggi terdapat pada tahun 2013 yaitu sebesar 378.8 persen dengan pencapaian jumlah produksi sebanyak 1 017 496 kg. Dengan kata lain produksi kolam air tawar pada tahun 2013 meningkat hampir empat kali lipat dari produksi tahun sebelumnya, fakta tersebut menunjukan bahwa pemerintahan Kabupaten Tegal serius dalam hal meningkatkan potensi perikanan khususnya pada budidaya kolam air tawar. Keberhasilan tersebut karena Dinas Kelautan Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tahun Jumlah Produksi (kg) Persentase Pertumbuhan (%)

2009 172 310 -

2010 211 350 22.7

2011 212 220 0.4

2012 212 504 0.1

(18)

2

Tegal telah melakukan beberapa langkah strategis yang disahkan melalui Peraturan Bupati Tegal nomor 13 tahun 2008, yaitu antara lain:

1. Membina peningkatan kapasitas kelembagaan dan pemberdayaan pelaku usaha perikanan, memberikan bimbingan teknis.

2. Menyebarluaskan dan menerapkan teknologi perikanan.

3. Melakasanakan pembinaan dan penyuluhan pembudidaya dan pembenihan perikanan air tawar beserta mutu hasilnya.

4. Melaksanakan pembangunan dan pengolahan balai benih ikan air tawar. 5. Melakasanaan pengadaan, penggunaan peredaran dan pengawasan terhadap

ikan, obat dan pakan ikan.

6. Memanfaatkan potensi penyediaan dan pengeloalaan sarana dan prasarana pembudidayaan ikan.

Pencapaian jumlah produksi budidaya perikanan kolam air tawar pada tahun 2013 yang sebanyak 1 017 496 kg tersebut tediri dari produksi budidaya beberapa jenis ikan antara lain ikan lele sebanyak 895 543 kg, ikan nila sebanyak 45 860 kg, ikan tawes sebanyak 1 000 kg, ikan gurame sebanyak 48 453 kg, ikan mas sebanyak 15 150 kg, ikan bawal sebanyak 10 890 kg dan ikan patin sebanyak 600 kg. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa produksi ikan lele merupakan produksi yang paling dominan dengan jumlah produksi sebanyak 895 543 kg. Hal ini karena pemerintah Kabupaten Tegal selalu berupaya agar jumlah produksi ikan lele meningkat tiap tahunnya. Pernyataan tersebut dapat dilihat dalam data yang terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2. Produksi budidaya ikan air tawar di Kabupaten Tegal tahun 2009 – 2013

Sumber : Buku Statistik Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Tegal (diolah)

Pada Tabel 2 menunjukan bahwa produksi ikan lele merupakan produksi yang paling dominan dibanding ikan jenis lain. Hal ini dapat dilihat dari persentase rata-rata produksi ikan air tawar Kabupaten Tegal dari tahun 2009 sampai 2013, bahwa ikan lele memiliki persentase tertinggi yaitu 86.44 persen, sehingga dapat dikatakan bahwa ikan lele merupakan komoditas paling dominan pada budidaya ikan air tawar di Kabupaten Tegal. Produksi tiap tahun ikan lele selalu meningkat. Peningkatan yang cukup signifikan terjadi pada tahun 2013 dan total jumlah produksi dari tahun 2009 hingga 2013 adalah sebanyak 1 603 318 kg, sehingga rata-rata yang diperoleh pada produksi ikan lele dari tahun 2009 hingga 2013 adalah 320 664 kg per tahun. Melihat dari data tersebut dapat diprediksi bahwa produksi ikan lele untuk tahun – tahun berikutnya akan terus meningkat.

Jenis Ikan

(19)

Maka dari itu, ikan lele pantas dijadikan sebagai produk ikan unggulan pada budidaya perikanan di Kabupaten Tegal.

Ikan lele merupakan salah satu komoditas ikan konsumsi yang digemari masyarakat karena rasanya yang gurih. Lele mengandung banyak gizi yang dibutuhkan dalam tubuh, antara lain kadar air 78.5 persen, sumber energi 90 kal, protein 18.7 gr, lemak 1.1 gr, kalsium (Ca) 15 mgr, posfor (P) 260 mgr, zat besi (Fe) 2 mgr, natrium 150 mgr, tiamin (Vit B1) 0.1 mgr, riboflavin (Vit B2) 0.05 mgr, niasin 2 mgr (FAO, 1972). Maka dari itu lele dapat memenuhi kebutuhan energi, protein dan zat-zat lain nya untuk menjalankan aktivitas. Selain bergizi tinggi, ikan lele juga mudah dibudidayakan karena dapat dilakukan pada lahan dan sumber air yang terbatas, dengan padat tebar yang tinggi, teknologi budidaya yang relatif mudah dimengerti masyarakat, relatif tahan terhadap penyakit, pertumbuhannya cepat, dan bernilai ekonomi relatif tinggi.

(20)

4

dan minim kandungan lemak serta rasanya yang renyah, gurih dan tidak berbau lumpur jika dibanding lele dumbo. Meski lele tidak memilik sisik ikan seperti ikan air tawar lainnya yang digunakan dalam melindungi kulit dan tubuh ikan terutama dari penyakit, namun lele memiliki lendir yang fungsinya hampir sama dengan sisik ikan pada ikan air tawar umumnya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, lele sangkuriang tahan terhadap bakteri Trichoda sp dan Ichthiophthirius sp yang biasa menyerang ikan air tawar.

Dewasa ini banyak masyarakat yang mengkonsumsi protein hewani khususnya dari ikan, hal ini karena banyak masyarakat yang mengalami peningkatan kesejahteran, selain itu masyarakat saat ini mulai sadar mengenai penting gizi protein hewani terutama dari ikan. Kegemaran masyarakat dalam mengkonsumsi ikan di Kabupaten Tegal dapat ditunjukan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Tingkat konsumsi ikan di Kabupaten Tegal tahun 2009 – 2013 Tahun Konsumsi ikan

Sumber : Buku Profil Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Tegal Tahun 2014

(21)

pembudidaya ikan lele sangkuriang untuk mengekspansi usahanya baik dengan meluaskan lahan dan meningkatkan produksinya.

Peluang pembudidaya ikan lele sangkuriang dalam memenuhi permintaan pasar harus disertai dengan berbagai pertimbangan dalam memasarkan produk yang dihasilkan, karena akan percuma apabila pembudidaya mampu meningkatkan produksi namun produk tersebut tidak dapat dipasarkan secara sempurna. Lele merupakan produk perikanan yang bersifat perishable atau mudah rusak/busuk. Untuk menjaga kualitas dan memenuhi tuntutan dari konsumen yang menginginkan ikan dalam keadaan segar maka diupayakan ikan lele sangkuriang dapat cepat sampai di tangan konsumen dengan melalui beberapa pihak tataniaga yang tepat. Sehingga diperlukan informasi pasar untuk dapat mengetahui kapan, dimana dan berapa banyak produk yang diminta oleh pasar agar produk dapat segera disalurkan. Namun pembudidaya juga ingin mendapatkan harga yang layak agar pembudidaya dapat terangsang dalam keberlanjutan usaha budidaya dan dapat meningkatkan kesejahteraan, hal tersebut dapat diupayakan dengan melakukan penelitian mengenai efisiensi tataniaga. Penelitian mengenai efisiensi tataniaga diharapkan dapat memberikan solusi mengenai saluran tataniaga yang efesien yang dapat memberikan keuntungan yang adil pada tiap lembaga tataniaga ikan lele sangkuriang. Keuntungan yang adil adalah apabila para lembaga tataniaga mendapat bagian yang sesuai dengan fungsi – fungsi yang dilakukan untuk meningkatkan kepuasan konsumen, sehingga dari sini akan menghasilkan marjin tataniaga yang tidak terlalu besar, maka harga jual di tingkat konsumen akhir akan terjangkau.

Perumusan Masalah

Kabupaten Tegal merupakan kawasan yang memiliki potensi untuk mengembangkan usaha budidaya lele sangkuriang karena usaha budidaya lele sangkuriang masih dapat ditingkatkan produksinya, hal ini dapat dilihat dari produksi lele tiap tahun semakin meningkat. Selain itu, permintaan lele sangkuriang di Kabupaten Tegal cukup tinggi dan cenderung akan terus meningkat permintaannya. Inilah yang akan menjadi peluang bagi pembudidaya lele sangkuriang untuk mengekspansi usaha budidaya dengan memperluas lahan dan meningkatkan produksi. Namun dalam menjalankan usaha budidaya lele sangkuriang, pembudidaya perlu mempertimbangkan untuk memasarkan produk ini, agar produk yang melimpah nantinya dapat disalurkan dengan harga yang layak dan semua produk dapat terjual. Begitu juga dengan harapan konsumen, untuk bisa mendapatkan ikan lele sangkuriang dalam keadaan segar dan harga ditingkat konsumen yang terjangkau sehingga konsumen mendapat kepuasaan. Kepuasan konsumen menjadi penting karena hal tersebut merupakan indikator terciptanya tataniaga yang efisien.

(22)

6

terjadi di tingkat konsumen akhir juga menyebabkan rata – rata pertumbuhan harga yang bernilai positif yaitu sebesar 1.69 persen.

Tabel 4. Pertumbuhan rata–rata harga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal tahun 2013

Bulan Harga (Rp/kg) Marjin tataniaga

(Rp/kg)

Sumber : Buku Statistik Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Tegal (diolah)

Walaupun kedua harga lele sangkuriang di tingkat pembudidaya dan di tingkat konsumen akhir mengalami peningkatan, namun besarnya pertumbuhan peningkatan harga berbeda cukup signifikan. Hal tersebut dapat dilihat dari selisih nilai rata – rata pertumbuhan harga pada kedua tingkatan yaitu sebesar 1.57 persen yang lebih besar pada rata – rata pertumbuhan harga di tingkat konsumen akhir. Hal tersebut mengindikasikan bahwa besarnya kenaikan harga di tingkat konsumen akhir tidak diikuti oleh kenaikan harga yang adil di tingkat pembudidaya. Sehingga dapat dilihat pada marjin tataniaga (selisih harga pada tingkat konsumen akhir dengan harga tingkat pembudidaya) selalu mengalami peningkatan tiap bulan, dengan rata – rata pertumbuhan sebesar 39.37 persen tiap bulan. Hal ini berdampak pada kekecewaan konsumen akhir karena harga lele sangkuriang yang bertambah mahal, begitu juga dengan pembudidaya yang merasa bagian yang didapatnya belum cukup adil. Hal tersebut sangat mempengaruhi kesejahteraan pembudidaya, apalagi para pembudidaya juga mengeluh tentang harga pakan yang mahal, sehingga keuntungan yang didapat menjadi relatif sedikit. Alasan tersebut dapat menjadikan pembudidaya enggan untuk meneruskan usaha budidaya lele sangkuriang, sehingga hal ini akan menyebabkan kekurangan pasokan komoditas lele sangkuriang. Untuk meminimalisir dampak tersebut maka diperlukan mencari pilihan mengenai saluran pemasaran yang efisien.

(23)

jumlah tenaga kerja kurang dari 2 orang (menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan R.I. Nomor PER.05/MEN/2009). Hal ini akan sulit bagi pembudidaya dengan skala usaha mikro dalam memiliki posisi tawar yang kuat tanpa adanya sebuah perkumpulan atau organisasi yang berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama. Sebagian besar pembudidaya lele sangkuriang di Kabupaten Tegal tergabung dalam kelompok pembudidaya ikan. Harapan dari kelompok pembudidaya ikan tersebut adalah sebagai wadah bertukar pikiran dan kerjasama, sehingga mampu menghadapi masalah dan memiliki posisi tawar yang kuat. Namun sayangnya kelompok pembudidaya ikan tersebut tidak berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan, karena kurangnya komunikasi atau pertemuan rutin yang seharusnya dilakukan, sehingga fungsi kelompok pembudidaya ikan tersebut tidak dapat berjalan lancar. Hal ini yang menyebabkan pembudidaya kurang mendapatkan informasi mengenai pasar sehingga pembudidaya kesulitan dalam menetapkan harga jual hasil panen. Harga yang ditetapkan pembudidaya dalam menjual lele sangkuriang kepada pedagang adalah Rp. 15.000,00 hingga Rp. 16.000,00, sedangkan harga beli konsumen akhir adalah Rp. 22.000,00 hingga Rp. 23.000,00. Perbedaan harga jual pembudidaya dengan harga beli konsumen akhir ini dipengaruhi oleh fungsi – fungsi yang dilakukan oleh lembaga tataniaga. Dalam menjalankan fungsi – fungsi tersebut, lembaga tataniaga memerlukan biaya pemasaran.

Pemasaran yang efisien dapat mempengaruhi tingkat pendapatan pembudidaya. Agar sistem pemasaran dapat seefisien mungkin, maka diperlukan untuk memilih saluran pemasaran yang tepat sehingga dapat meningkatkan nilai yang diterima pembudidaya, memperkecil biaya pemasaran serta mampu menciptakan harga jual yang terjangkau dalam batas daya beli konsumen akhir. Pemasaran yang efisien dapat dilihat dari kondisi sistem pemasaran dan efisiensi pemasaran yang meliputi analisis marjin pemasaran, analisis farmer’s share, dan analisis keuntungan dan biaya.

Berdasarkan pada uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem tataniaga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal berdasarkan analisis saluran dan lembaga tataniaga, analisis fungsi tataniaga, analisis struktur pasar dan analisis prilaku pasar ?

2. Bagaimana efisiensi tataniaga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal berdasarkan analisis marjin tataniaga, analisis farmer’s share, dan analisis rasio keuntungan dan biaya ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi sistem tataniaga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal berdasarkan analisis saluran dan lembaga tataniaga, analisis fungsi tataniaga, analisis struktur pasar dan analisis prilaku pasar.

(24)

8

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapakan memberikan beberapa manfaat antara lain:

1. Bagi pembudidaya lele sangkuriang, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan mengenai tataniaga lele sangkuriang yang efisien.

2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam memberikan kebijakan yang menguntungkan bagi para pelaku bisnis lele sangkuriang setelah mengetahui kondisi tataniaga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal.

3. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai tambahan informasi, literatur, dan bahan bagi penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian ini terbatas pada pembudidaya lele sangkuriang dan lembaga-lembaga yang terkait dalam tataniaga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal. Penelitian ini dilakukan terhadap lembaga tataniaga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal, dalam arti, pembudidaya lele sangkuriang berdomisili di wilayah Kabupaten Tegal khususnya pada 3 kecamatan yaitu Kecamatan Tarub, Kecamatan Pangkah dan Kecamatan Kramat. Adapun aliran tataniaga produk setelah pembudidaya produksi primer hingga konsumen akhir, dapat berada diluar tiga kecamatan yang telah disebutkan sebelumnya, sesuai dengan saluran tataniaga yang dimiliki oleh masing-masing pembudidaya. Penelitian ini hanya membahas aspek-aspek yang berkaitan dengan tujuan penelitian yaitu tentang saluran dan lembaga tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar, prilaku pasar dan efisiensi tataniaga. Seluruh hasil perhitungan pada penelitian ini didasarkan pada harga dan kondisi saat pengambilan data dilakukan, yaitu pada bulan Maret hingga Mei tahun 2015.

TINJAUAN PUSTAKA

Tataniaga Agribisnis

(25)

Sembiring 2013; Alfikri 2014; Luthfi 2014; Tarigan 2014) dan juga beberapa agen perantara seperti warung pecel lele (Puspitasari 2010), rumah potong ayam (Tarigan 2014), rumah potong hewan (Faisal 2010).

Fungsi – fungsi yang dilakukan tiap lembaga dalam tataniaga pun berbeda, tergantung dari komoditas yang dipasarkan seperti pada penelitian Puspitasari (2010) yang melakukan penelitian tentang tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Ciawi. Fungsi yang dilakukan oleh lembaga tataniaga lele sangkuriang seperti pada pedagang pengumpul yaitu fungsi pertukaran (pembelian dari petani dan menjual kembali pada lembaga berikutnya); fungsi fisik (penyimpanan lele sangkuriang dan pengangkutan kepada lembaga berikutnya); fungsi fasilitas (permodalan, penanggungan risiko, standarisasi dan grading, dan informasi pasar). Berbeda dengan Safitri (2009) yang melakukan penelitian tentang tataniaga telur ayam kampung di Kabupaten Bogor. Fungsi yang dilakukan pada pedagang pengumpul yaitu fungsi pertukaran (pembelian dari peternak dan kemudian menjual kepada lembaga berikutnya); fungsi fisik (pengangkutan kepada lembaga berikutnya); fungsi fasilitas (biaya, penangungan risiko dan informasi pasar). Pada kedua penelitian oleh Puspitasari (2010) dan Safitri (2009) terdapat perbedaan fungsi antara lembaga ditingkat pedagang pegumpul yaitu pada fungsi fisik. Pada penelitian Puspitasari (2010) fungsi fisik pada pedagang pengumpul melakukan fungsi penyimpanan terhadap lele sangkuriang. Hal ini karena lele sangkuriang sangat rentan terhadap proses penyusutan dan kematian walau lele sangkuriang baru diterima dari petani sekalipun. Berbeda dengan penelitan Safitri (2010) yang dalam fungsi fisik pada pedagang pengumpul tidak melakukan penyimpanan, hal ini karena telur ayam lebih lama proses pembusukannya sehingga tidak diperlukan proses penyimpanan, mengingat telur ayam baru didistribusikan dari peternak, sehingga keadaan telur ayam masih segar. Begitu juga pada fungsi fasilitas, terdapat perbedaan antara kedua penelitian. Pada penlitian Puspitasari (2010) fungsi fasilitas yang dilakukan pedang pengumpul melakukan sortasi dan grading, hal ini karena lele sangkuriang terdapat variasi dimensi dan massa yang cukup besar antara tiap masing-masing lele sangkuriang, sehingga perlu dilakukan grading agar dapat mengetahui potensi atau nilai tambah dalam lele sangkuriang dan juga mempermudah dalam penjualan karena hanya memberikan sampel tiap grade-nya. Berbeda dengan penelitan Safitri (2009) yang hanya melakukan sortasi tanpa melakukan grading. Sortasi dilakukan untuk memilah telur yang layak dijual dengan telur yang pecah, karena dalam pengangkutan telur ayam rentan terjadi pecah telur. Sedangkan grading tidak dilakukan karena telur ayam rata-rata memiliki dimensi dan massa yang relatif seragam.

(26)

10

oligopoli (Safitri 2009; Faisal 2010; Tarigan 2014), dan struktur pasar oligosopni (Puspitasari 2010; Harahap 2011).

Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga tataniaga dalam struktur pasar tertentu. Analisis perilaku pasar dapat diketahui dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga, sistem penentuan harga dan pembayaran serta kerjasama antara lembaga tataniaga. Pada penelitian terdahulu terdapat beberapa yang mengunakan analisis prilaku pasar dalam mengetahui kondisi pasar yang tejadi (Safitri 2009; Puspitasari 2010; Harahap 2011; Sembiring 2013; Luthfi 2014; Tarigan 2014). Pada penelitian Sembiring (2013) tentang tataniaga kubis di Kabupaten Cianjur, petani melakukan jual beli dengan pedagang pengumpul menggunakan sistem timbang atau sistem borongan. Petani dibayar secara tunai setelah pedagang pengumpul kebun selesai melakukan panen. Kemudian pada penelitian Tarigan (2014) tentang tataniaga ayam broiler di Kecamatan Parung, mengungkapkan bahwa kegiatan pemeliharaan peternak dilakukan dengan sistem kemitraan inti-plasma, dimana peternak berperan sebagai plasma dan pedagang besar berperan sebagai perusahaan inti. Peternak plasma tidak perlu lagi memikirkan ketersediaan DOC, pakan dan obat-obatan serta sarana produksi peternakan lainnya karena hal-hal tersebut telah disediakan oleh perusahaan inti. Peternak plasma dapat fokus dalam melakukan kegiatan pemeliharaan karena penjualan hasil panen peternak sudah dijamin oleh perusahaan inti, hal ini terjadi karena peternak sebagai plasma melakukan kerjasama dengan perusahaan inti, sehingga terdapat perjanjian untuk memasarkan hasil panen mereka melalui perusahaan inti.

Efisiensi Tataniaga Lele Sangkuriang

Pada beberapa penelitian terdahulu ada yang menyimpulkan bahwa saluran tataniaga terpendek merupakan saluran yang paling efisien (Puspitasari 2010; Sembiring 2013; Luthfi 2014). Hal ini karena pada saluran tataniaga tersebut hanya terdapat petani sebagai produsen yang langsung menyalurkan produknya kepada konsumen akhir, sehingga didapat marjin tataniaga yang kecil, dan

farmer’s share yang besar. Namun hal tersebut berbeda dengan beberapa penelitian terdahulu yang menyimpulkan bahwa panjang pendeknya rantai tataniaga tidak sepenuhnya menjamin terjadinya saluran tataniaga yang paling efisien (Safitri 2009; Tarigan 2014). Hal ini karena pada beberapa penelitian tersebut mempertimbangkan juga aspek lain seperti persentase volume komoditas yang dapat didistribusikan dalam saluran tataniaga atau market share, sehingga akan percuma apabila terdapat saluran tataniaga dengan marjin tataniaga yang kecil, farmer’s share yang besar dan rasio keuntungan dengan biaya yang besar namun presentase volume komoditas yang dapat didistribusikan atau market share sangat rendah. Sehingga perlu pertimbangan presentase volume komoditas yang dapat didistribusikan atau market share, selain mempertimbangkan marjin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan dengan biaya dalam menentukan efisiensi tataniaga.

(27)

menyimpulkan bahwa saluran tataniaga yang paling efisien adalah saluran yang memiliki rantai tataniaga terpendek. Penelitian ini belum mempertimbangkan presentase volume komoditas yang dapat didistribusikan atau market share dalam menentukan efisiensi tataniaga. Penelitian-penelitian terdahulu dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dalam penelitian ini. Maka dari itu, perbedaan penelitian ini dengan penelitian – penelitian sebelumnya adalah perbedaan pada lokasi penelitian, lembaga tataniaga, pasar yang menjadi tempat kegiatan penjualan dan pembelian komoditas yang diteliti, dan perlu menambahkan sebuah aspek dalam mempertimbangkan efisiensi tataniaga yaitu persentase volume komoditas yang dapat didistribusikan (market share). Penambahan aspek tersebut diharapkan akan menambah keakuratan dalam hasil penelitian yang diperoleh pada penelitian ini.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep Tataniaga

Para ahli yang mendalami tataniaga memiliki pemahaman dan pengertian masing masing tentang konsep tataniaga. Limbong dan Sitorus (1987) mengartikan tataniaga sebagai semua kegiatan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik suatu barang pertanian dari tangan produsen kepada konsumen yang juga mencakup kegiatan tertentu yang merubah fisik dari barang untuk memudahkan penyaluran barang tersebut. Pertukaran barang dalam kegiatan tataniaga dapat terjadi dalam lima kondisi yaitu adanya dua pihak dimana kedua pihak memiliki sesuatu yang berharga untuk dipertukarkan. Kemudian kedua pihak mampu berkomunikasi dan melakukan pertukaran, kedua pihak bebas untuk menolak atau menerima tawaran dari pihak lain.

Hanafiah dan Saefudin (2006) menjelaskan bahwa aktivitas tataniaga erat kaitannya dengan penciptaan atau penambahan nilai guna dari suatu produk baik barang atau jasa, sehingga tataniaga termasuk ke dalam kegiatan yang produktif. Kegunaan yang diciptakan oleh aktivitas tataniaga meliputi kegunaan tempat, kegunaan waktu dan kegunaan kepemilikan.

Kemudian Asmarantaka (2012) mengatakan tataniaga dapat ditinjau dari dua aspek yaitu aspek ilmu ekonomi dan aspek ilmu manajemen. Pengertian dari aspek ilmu ekonomi, tataniaga merupakan suatu sistem yang terdiri dari sub-sub sistem fungsi-fungsi pemasaran yaitu fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi ini merupakan aktivitas bisnis atau kegiatan produktif dalam mengalirnya produk atau jasa pertanian dari petani sampai konsumen akhir. Pengertian dari aspek ilmu manajemen menyebutkan tataniaga adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya terdapat individu atau kelompok untuk mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Manajemen tataniaga merupakan kajian secara individu dari konsumen sebagai pemakai dan produsen sebagai suatu perusahaan yang melakukan aktivitas bisnis dalam sistem pemasaran.

(28)

12

untuk memindahkan hak milik dan juga fisik dari suatu komoditi pertanian dari produsen kepada konsumen akhir dengan melibatkan berbagai pihak. Pada kegiatan ini tidak menutup kemungkinan adanya perubahan fisik barang sesuai dengan kebutuhan dari pelaku tataniaga. Kegiatan tataniaga melibatkan banyak pihak untuk bisa menyampaikan barang dari produsen kepada konsumen akhir. Pihak - pihak yang terlibat biasa disebut dengan lembaga tataniaga. Lembaga-lembaga yang dilalui oleh suatu komoditi juga akan memperlihatkan suatu saluran yang disebut dengan saluran tataniaga.

Lembaga Tataniaga

Purcell (1979) menjelaskan bahwa lembaga tataniaga merupakan pihak yang melakukan penanganan komoditas atau penyedia jasa pemasaran dengan prilaku pengambil keputusan untuk perubahan suatu pasar. Hanafiah dan Saefudin (2006), menjelaskan bahwa lembaga tataniaga ada lah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dimana barang bergerak dari produsen sampai ke konsumen. Lembaga tataniaga ini bisa termasuk golongan produsen, pedagang perantara, dan lembaga pemberi jasa. Tugas lembaga tataniaga adalah menjalankan fungsi - fungsi tataniaga serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga tataniaga berupa marjin tataniaga. Limbong dan Sitorus (1987), menjelaskan bahwa lembaga tataniaga adalah suatu badan atau lembaga yang berusaha dalam bidang tataniaga, mendistribusikan barang dari produsen hingga ke konsumen melalui proses perdagangan. Produsen memiliki peranan utama dalam menghasilkan produk dan sering melakukan sebagian kegiatan tataniaga. Sedangkan pedagang melakukan penyaluran produk dalam waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan oleh konsumen dalam saluran tataniaga.

Penggolongan lembaga tataniaga yang didasarkan pada fungsi, penguasaan terhadap suatu barang, kedudukan dalam suatu pasar serta bentuk usahanya, yaitu: 1) Berdasarkan fungsi yang dilakukan :

 Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan pertukaran, seperti pengecer, grosir dan lembaga perantara lainnya.

 Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan fisik seperti pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan.

 Lembaga tataniaga yang menyediakan fasilitas-fasilitas tataniaga seperti informasi pasar, kredit desa, KUD, Bank Unit Desa dan lain-lain.

2) Berdasarkan penguasaan terhadap suatu barang :

 Lembaga tataniaga yang menguasai dan memiliki barang yang dipasarkan seperti pedagang pengecer, grosir, pedagang pengumpul dan lain-lain.  Lembaga tataniaga yang menguasai tetapi tidak memiliki barang yang

dipasarkan seperti agen, broker, lembaga pelelangan dan lain-lain.

 Lembaga tataniaga yang tidak menguasai dan tidak memiliki barang yang dipasarkan seperti lembaga pengangkutan, pengolahan dan perkreditan. 3) Berdasarkan kedudukannya dalam suatu pasar :

 Lembaga tataniaga bersaing sempurna seperti pengecer beras, pengecer rokok dan lain-lain.

(29)

 Lembaga tataniaga monopolis seperti perusahan kereta api, perusahaan pos dan giro dan lain-lain.

4) Berdasarkan bentuk usahanya :

 Berbadan hukum seperti perseroan terbatas, firma dan koperasi.

 Tidak berbadan hukum seperti perusahaan perorangan, pedagang pengecer, tengkulak dan sebagainya.

Terdapat tiga kelompok yang secara langsung terlibat dalam penyaluran barang atau jasa mulai dari tingkat produsen sampai tingkat konsumen, yaitu (1) pihak produsen, (2) lembaga perantara, (3) pihak konsumen akhir. Pihak produsen adalah pihak yang memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan. Pihak lembaga perantara adalah yang memberikan pelayanan dalam hubungannya dengan pembelian atau penjualan barang dan jasa dari produsen ke konsumen, yaitu pedagang besar (wholeseller) dan pedagang pengecer (retailer). Sedangkan konsumen akhir adalah pihak yang langsung menggunakan barang dan jasa yang dipasarkan (Limbong dan Sitorus, 1987).

Saluran Tataniaga

Saluran tataniaga adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk barang atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Sebuah saluran tataniaga melaksanakan tugas memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Hal itu mengatasi kesenjangan waktu, tempat, dan pemilikan yang memisahkan barang atau jasa dari orang – orang yang membutuhkan atau menginginkannya.

Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), saluran tataniaga terdiri dari pedagang perantara yang membeli dan menjual barang dengan tidak memperdulikan apakah mereka memiliki barang dagangan atau hanya bertindak sebagai agen dari pemilik barang. Panjang atau pendeknya saluran tataniaga yang dilalui oleh suatu komoditi bergantung pada beberapa faktor, yaitu :

1. Jarak antara produsen dan konsumen. Semakin jauh jarak antara produsen dan konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh komoditi tersebut.

2. Sifat produk. Produk yang cepat atau mudah rusak harus segera diterima konsumen, sehingga menghendaki saluran yang pendek dan cepat.

3. Skala produksi. Jika produksi berlangsung dalam ukuran – ukran kecil maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil, sehingga akan tidak menguntungkan bila produsen langsung menjual ke pasar. Hal ini berarti membutuhkan kehadiran pedagang perantara dan saluran yang akan dilalui komoditi akan cenderung panjang.

4. Posisi keuangan pengusaha. Produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung untuk memperpendek saluran tataniaga karena akan dapat melakukan fungsi tataniaga lebih banyak dibandingkan dengan pedagang yang posisi keuangannya lemah. Dengan kata lain, pedagang yang memiliki modal kuat cenderung memperpendek saluran tataniaga.

(30)

14

Fungsi Tataniaga

Fungsi tataniaga merupakan suatu kegiatan ataupun tindakan yang dapat memperlancar dalam proses penyampaian barang atau jasa dari tingkat produsen ke tingkat konsumen (Limbong dan Sitorus, 1987). Fungsi tataniaga dapat dikelompokkan atas tiga fungsi yaitu:

1. Fungsi Pertukaran adalah Kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran ini terdiri dari dua fungsi yaitu fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Pembelian merupakan kegiatan melakukan penetapan jumlah dan kualitas barang, mencari sumber barang, menetapkan harga, dan syarat-syarat pembelian. Kegiatan penjualan diikuti dengan mencari pasar, menetapkan jumlah kualitas serta menentukan saluran tataniaga yang paling sesuai.

2. Fungsi Fisik adalah Suatu tindakan langsung yang berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu. Fungsi ini terdiri dari a) fungsi penyimpanan yaitu membuat komoditi selalu tersedia saat konsumen menginginkannya, b) fungsi pengangkutan yaitu pemindahan, melakukan kegiatan membuat komoditi selalu tersedia pada tempat tertentu yang diinginkan dan, c) fungsi pengolahan yaitu untuk komoditi pertanian, kegiatan yang dilakukan merubah bentuk melalui proses yang diinginkan sehingga dapat meningkatkan kegunaan, kepuasan dan merupakan usaha untuk memperluas pasar dari komoditi asal.

3. Fungsi Fasilitas adalah Semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari: a) Fungsi standarisasi dan grading yaitu mempermudah pembelian barang, mempermudah pelaksanaan jual beli, mengurangi biaya pemasaran dan memperluas pasar. b) Fungsi penanggungan resiko dengan menerima kemungkinan kehilangan dalam proses pemasaran yang disebabkan resiko fisik dan resiko pasar. c) Fungsi pembiayaan yaitu kegiatan pembayaran dalam bentuk uang untuk memperluas proses tataniaga. d) Fungsi informasi pasar dengan mengumpulkan interpretasi dari sejumlah data sehingga proses pemasaran menjadi lebih sempurna.

Struktur Pasar

Struktur pasar adalah dimensi yang menjelaskan sistem pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, konsentrasi perusahaan, jenis-jenis dan diferensiasi produk serta syarat-syarat masuk pasar (Limbong dan Sitorus, 1987). Pasar dapat diklasifikasikan menjadi empat struktur pasar berdasarkan sifat dan bentuknya yaitu:

1. Struktur Pasar Bersaing Sempurna

(31)

2. Struktur Pasar Bersaing Monopolistik

Struktur pasar bersaing monopolistik terdiri dari banyak pembeli dan penjual yang melakukan transaksi pada berbagai tingkat harga. Produk yang dijual perusahaan tidak bersifat homogen tetapi memiliki perbedaan, seperti perbedaan pengepakan, warna kemasan, harga dan pelayanannya. Untuk mencapai keuntungan maksimum perusahaan dapat menekan biaya produksi atau dengan cara perubahan teknologi.

3. Struktur Pasar Oligopoli

Perusahaan pada struktur pasar oligopoli tidak bebas untuk menentukan harga produk yang dihasilkan untuk mencapai keuntungan maksimum, karena perusahaan tergantung kepada struktur biaya dan permintaan produk yang ditawarkan serta kepada tindakan perusahaan pesaing. Tindakan penurunan harga produk oleh suatu perusahaan pada pasar oligopoli dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan atau “market share” tertentu, tidak selalu dapat dilakukan, dimana keputusan perusahaan harus didasarkan pada perusahaan pemimpin (leader). Perusahaan leader ini dapat lebih bebas menentukan harga dalam mencapai tujuan perusahaan.

4. Struktur Pasar Monopoli

Perusahaan monopoli dapat berbentuk monopoli pemerintah, monopoli swasta menurut undang - undang, dan monopoli swasta murni. Salah satu tindakan perusahaan monopili untuk memperoleh keuntungan maksimum adalah melalui diskriminasi harga (discrimatory pricing). Diskriminasi harga adalah menjual produk yang sama pada tingkat harga yang berbeda dan pada pasar yang berbeda.

Prilaku Pasar

Asmarantaka (2012) mengatakan bahwa perilaku pasar atau market conduct merupakan perilaku partisipan pasar (pembeli dan penjual) baik strategi ataupun reaksi dalam hubungan kompetitif atau negosiasi terhadap partisipan lainnya untuk mencapai tujuan pemasaran dalam struktur pasar tertentu. Perilaku pasar dapat berupa praktek penentuan harga, persaingan bukan harga, praktik advertising, dan penambahan pangsa pasar. Gonarsyah (1996/1997) di dalam Asmarantaka (2012) mengatakan ada tiga cara mengenal perilaku pasar yaitu dari cara penentuan harga dan level output, cara promosi produk dan exclusivenary tactics. Struktur pasar yang berbeda akan memiliki perilaku pasar yang berbeda, hal ini karena jumlah penjual dan pembeli yang tidak sama pada setiap struktur pasar.

Marjin Tataniaga

Hanafiah dan Saefudin (2006) mengatakan marjin adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan harga yang dibayar kepada penjual pertama dan harga yang dibayar oleh pembeli terakhir. Konsep marjin tataniaga terbentuk akibat dari perbedaan kegiatan dari setiap lembaga yang menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga satu dengan lembaga lainnya. Margin pemasaran termasuk semua biaya yang menggerakkan produk tersebut, mulai dari petani hingga ke konsumen.

(32)

16

prespektif mikro. Prespektif makro dipergunakan untuk menganalisis pemasaran produk mulai dari petani produsen sampai di tangan konsumen akhir. Sedangkan dari prespektif mikro, marjin pemasaran merupakan selisih harga jual dengan harga beli atau marjin pemasaran merupakan biaya – biaya dan keuntungan dari perusahaan tersebut akibat adanya aktivitas bisnis yang dilakukan perusahaan.

Pada Gambar 1, merupakan gambar mengenai marjin pemasaran ( prespektif makro) menggambarkan kondisi pasar ditingkat lembaga – lembaga yang berbeda, minimal ada 2 tingkat pasar yaitu pasar di tingkat petani dan di tingkat konsumen akhir.

Gambar 1. Hubungan antara fungsi-fungsi pertama dan turunan terhadap margin tataniaga dan nilai margin pemasaran.

Sumber : Hammond dan Dahl, 1997 dan Tomek dan Robinson, 1990 dalam Asmarantaka, 2012

Keterangan:

Df = Permintaan di tingkat petani (primary demand)

Dr = Permintaan di tingkat konsumen akhir (derived demand) Sf = Penawaran di tingkat petani (primary supply)

Sr = Penawaran di tingkat konsumen akhir (derived supply) Qr,f = Jumlah produk di tingkat petani dan konsumen akhir

Ada empat pengertian marjin pemaran. Setiap pengertian mempunyai keterkaitan satu sama lainnya, yaitu :

1. Perbedaan harga di tingkat petani (Pf) dengan harga di tingkat konsumen akhir (Pr) yaitu MT = Pr – Pf. Pengertian ini hanya perbedaan harga tidak membuat perbedaan dengan quantity di pasar. Quantity di petani dan konsumen harus setara (equivalent), apabila produk tersebut sampai mengalami proses pengolahan.

2. Merupakan harga dari kumpulan jasa – jasa pemsaran sebagai akibat adanya aktivitas produktif atau konsep nilai tambah (value added). Dengan demikian pengertian marjin pemasaran menunjukan bahwa MT = Pr – Pf = Biaya - biaya pemasaran + Keutungan lembaga - lembaga pemasaran.

(33)

marketing charges (return to institutions). Sebagai balas jasa terhadap input – input pemsaran berupa upah, bunga, sewa, dan keuntungan

4. Marjin dapat diukur secara absolut dan presntase dari harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir atau di tingkat eksportir. Secara presentase, harga di tingkat konsumen akhir atau eksportir merupakan tujuan akhir sistem pemasaran yang dapat diamati adalah 100 persen dan harga di tingkat lembaga lainnya dinyatakan dalam presentase relative terhadap harga konsumen akhir tersebut.

Farmer’s Share

Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer’s share) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Bagian yang diterima lembaga tataniaga sering dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan Sitorus, 1987). Jika harga yang ditawarkan pedagang/lembaga tataniaga semakin tinggi dan kemampuan konsumen dalam membayar harga semakin tinggi, maka bagian yang diterima petani (farmer’s share) akan semakin sedikit. Hal ini karena petani menjual komoditinya dengan harga yang relatif rendah. Semakin besar marjin maka penerimaan petani relatif kecil. Dengan demikian dapat diketahui adanya hubungan negatif antara marjin tataniaga dengan bagian yang diterima petani (farmer’s share). Semakin tinggi farmer’s share berfungsi untuk mengukur seberapa besar bagian yang diterima oleh petani ketika melakukan tataniaga komoditi perikanan.

Rasio Keuntungan dan Biaya

Rasio keuntungan dan biaya adalah perbandingan antara keuntungan yang diperoleh oleh suatu lembaga tataniaga dengan nilai biaya – biaya yang dikeluarkan. Rasio ini dapat menggambarkan besaran keuntungan yang diperoleh oleh masing-masing lembaga tataniaga secara lebih akurat. Hal ini karena besarnya keuntungan yang diperoleh oleh suatu lembaga tataniaga tergantung dari besarnya biaya yang dikeluarkan. Keuntungan yang diperoleh oleh suatu lembaga dalam tataniaga tidak dapat dibandingkan dengan lembaga lainnya dalam alur yang sama tanpa adanya perbandingan dengan biaya yang dikeluarkan oleh masing - masing lembaga tersebut. Dengan demikian semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional sistem tataniaga semakin efisien (Limbong dan Sitorus 1985). Tingkat efisiensi diukur melalui perbandingan keuntungan terhadap biaya yang harus bernilai positif (π/c > 0).

Kerangka Pemikiran Operasional

(34)

18

sangkuriang di Kabupaten Tegal cukup tinggi dan cenderung akan terus meningkat permintaannya. Inilah yang akan menjadi peluang bagi pembudidaya lele sangkuriang untuk mengekspansi usaha budidaya dengan memperluas lahan dan meningkatkan produksi. Dalam menjalankan usaha budidaya lele sangkuriang perlu mempertimbangkan untuk memasarkan produk ini, agar produk yang melimpah nantinya dapat disalurkan dengan harga yang layak dan semua produk dapat terjual. Namun harga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal mengalami peningkatan. Peningkatan harga ini terjadi di dua tingkatan, baik tingkat pembudidaya dan tingkat konsumen, tetapi rata - rata pertumbuhan peningkatan harga lebih besar pada tingkatan konsumen. Sehingga tingginya harga di tingkat konsumen tidak dirasakan cukup adil di tingkat petani. Penyebab dari perbedaan harga di tingkat pembudidaya dan konsumen adalah karena terdapat permasalahan pada saluran tataniaga terutama pada ketidakadilan bagian yang diterima antara pembudidaya dan lembaga tataniaga sehingga mengakibatkan marjin tataniaga yang besar.

(35)

Gambar 2. Kerangka pemikiran operasional Saluran tataniaga lele sangkuriang yang efisien

Perbedaan harga jual dari tingkat pembudiya dan harga beli ditingkat konsumen akhir yang relatif besar dan terus meningkat  Lele sangkuriang merupakan produk unggulan di Kabupaten Tegal  Permintaan lele sangkuriang terus meningkat sehingga berpotensi

untuk mengembangkan usaha budidaya lele sangkuriang

Analisis efisiensi tataniaga lele sangkuriang

Analisis Kuantitatif Analisis Kualitatif

 Analisis saluran dan lembaga tataniaga  Analisis fungsi tataniaga  Analisis struktur pasar  Analisis prilaku pasar

 Analisis marjin tataniaga

 Analisis farmer’s share  Analisis rasio

keuntungan dan biaya

Efisiensi operasional

(36)

20

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menganalisis mengenai saluran dan lembaga tataniaga, fungsi tataniaga, struktur pasar, prilaku pasar, farmer’s share, marjin tataniaga dan rasio keuntungan dan biaya. Penelitian dilakukan pada pembudidaya lele sangkuriang di Kabupaten Tegal.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tiga kecamatan yang diambil di Kabupaten Tegal, yaitu Kecamatan Tarub, Kecamatan Pangkah dan Kecamatan Kramat. Penetuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu dengan pertimbangan bahwa daerah pada tiga kecamatan tersebut memiliki jumlah produksi ikan lele sangkuriang yang tinggi atau merupakan sentra budidaya lele sangkuriang di Kabupaten Tegal. Pengamatan di lokasi penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei tahun 2015. Objek penelitian yang dilakukan adalah pembudidaya lele sangkuriang dan pedagang sebagai lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran lele sangkuriang.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan responden menggunakan bantuan kuesioner. Data sekunder merupakan data pelengkap yang bersumber dari literatur-literatur yang relevan. Sumber data sekunder dapat berupa publikasi instansi seperti Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Tegal. Selain itu data sekunder juga dapat diperoleh melalui jurnal, hasil penelitian, internet, dan buku yang dijadikan rujukan terkait dengan pemasaran produk perikanan.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi :

1. Data untuk menganalisis saluran pemasaran, didapat melalui observasi langsung dengan bantuan kuesioner, yaitu meliputi:

- Karakteristik pembudidaya dan pedagang responden : nama, alamat, usia, pendidikan, pengalaman budidaya, luas kolam budidaya, jumlah panen setiap siklus, status kepemilikan kolam.

- Cara penjualan pembudidaya dan pedagang responden : volume, cara pembayaran, tujuan penjualan.

- Cara penjualan pedagang responden : volume, cara pembayaran, tujuan penjualan.

2. Data untuk menganalisis fungsi-fungsi pemasaran di setiap lembaga pemasaran melalui observasi langsung dengan bantuan kuesioner, yaitu meliputi :

(37)

pedagang responden, tempat pembelian dan penjualan pembudidaya dan pedagang responden.

- Fungsi fisik : dilakukan penyimpanan atau tidak, biaya-biaya yang timbul selama proses penyimpanan, lama penyimpanan, biaya transportasi, alat transportasi

- Fungsi fasilitas : proses standarisasi, biaya-biaya yang timbul selama proses pemasaran, risiko yang ditanggung pada proses pemasaran, sumber informasi pasar.

3. Data untuk menganalisis struktur pasar pada setiap lembaga pemasaran melalui observasi langsung dengan bantuan kuesioner, yaitu meliputi jumlah pelaku pemasaran yang terlibat, keragaman produk, hambatan untuk keluar masuk pasar.

4. Data untuk menganalisis prilaku pasar melalui observasi langsung dengan bantuan kuesioner, yaitu meliputi sistem penentuan harga, cara pembayaran pada transaksi jual beli, sistem kontrak kerjasama.

5. Data untuk menganalisis farmer’s share, margin pemasaran dan rasio keuntungan terhadap biaya melalui bantuan kuesioner, meliputi harga jual, harga beli, dan biaya pemasaran.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara dan pengamatan langsung kepada responden yaitu pembudidaya lele sangkuriang serta lembaga – lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran lele sangkuriang. Metode pengumpulan data dengan wawancara dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan tentang saluran pemasaran, biaya-biaya yang terjadi pada proses pemasaran, dan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pemasaran lele sangkuriang. Sedangkan metode pengumpulan data dengan pengamatan langsung yaitu mengamati kegiatan-kegiatan yang terjadi selama proses produksi dan pemasaran lele sangkuriang di lokasi penelitian.

Responden diambil berdasarkan pada tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui kondisi pasar pada system tataniaga lele sangkuriang yang terjadi, sehingga terdapat 2 jenis responden yaitu pembudidaya dan pedagang. Penentuan pembudidaya responden dilakukan dengan metode purposive sampling, dengan pertimbangan responden diambil berdasarkan pembudidaya yang telah menjalankan usaha budidaya lele sangkuriang minimal selama satu tahun. Pada penelitian ini terdapat 21 orang reponden pembudidaya yang terbagi atas 3 kecamatan yaitu Kecamatan Tarub terdapat 5 orang, Kecamatan Pangkah terdapat 10 orang dan Kecamatan Kramat terdapat 6 orang.

(38)

22

mewakili untuk menjadi reponden. Terdapat 12 orang pedagang yang menjadi responden pada penelitian ini. Jumlah tersebut terbagi di 3 kecamatan yaitu Kecamatan Tarub terdapat 5 orang, Kecamatan Pangkah terdapat 4 orang dan Kecamatan Kramat terdapat 3 orang.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif menggambarkan secara deskriptif dan dilakukan untuk mengamati karakteristik dari saluran tataniaga, lembaga tataniaga, fungsi tataniaga, struktur pasar hingga perilaku pasar. Analisis kuantitatif dilakukan untuk melihat efisiensi tataniaga dengan menggunakan pendekatan analisis marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya ( /C).

Analisis Lembaga Tataniaga

Analisis lembaga tataniaga dapat dilakukan dengan mengamati pihak-pihak yang terlibat dalam saluran tataniaga. Pihak yang telibat tersebut melakukan atau mengembangkan aktivitas bisnis (fungsi – fungsi pemasaran). Analisis lembaga tataniaga ini dapat diamati dari wawancara yang diawali pada pembudidaya lele sangkuriang, dengan mengikuti alur aliran komoditas maka akan diketahui lembaga tataniaga yang terlibat.

Analisis Saluran Tataniaga

Saluran tataniaga merupakan suatu rangkaian yang terdiri dari pihak-pihak yang terlibat dalam proses pendistribusian produk primer dari produsen primer hingga ke konsumen akhir. Saluran tataniaga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal, dapat dianalisis melalui pengamatan terhadap lembaga-lembaga tataniaga yang ada. Pengamatan dilakukan dengan melihat kemana produk didistribusi dari pembudidaya hingga konsumen akhir, sehingga dapat diketehaui saluran tataniaga yang terjadi. Berdasarkan hasil penelusuran tersebut maka dapat digambarkan pola saluran tataniaga.

Analisis Fungsi Tataniaga

Analisis fungsi tataniaga dilakukan dengan mengamati fungsi-fungsi atau kegiatan yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga yang terlibat. Pengamatan pada fungsi pemasaran dikelompokkan menjadi 3 fungsi utama yaitu:

(1) Fungsi Pertukaran, merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperlancar perpindahan hak milik dari barang atau jasa yang dipasarkan dari penjual kepada pembeli, meliputi fungsi penjualan dan fungsi pembelian.

(2) Fungsi Fisik, merupakan tindakan yang berhubungan langsung dengan barang atau jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, waktu dan bentuk, terdiri dari fungsi pengangkutan, fungsi pengolahan, fungsi pengemasan dan fungsi penyimpanan.

(39)

Analisis Struktur Pasar

Analsis struktur pasar dilakukan untuk mengetahui kecenderungan struktur suatu pasar. Analisis struktur pasar dilakukan dengan pengamatan jumlah lembaga tataniaga, hambatan keluar masuk pasar, sifat dan karakteristik produk yang diperjualbelikan serta sistem informasi pasar. Struktur pasar dapat dibedakan antara pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna. Semakin banyak jumlah penjual dan pembeli dan semakin kecilnya jumlah barang yang diperjualbelikan oleh setiap lembaga tataniaga maka struktur pasar tersebut semakin mendekati pasar bersaing sempurna. Adanya kesepakatan dalam sesama pelaku tataniaga menunjukkan struktur pasar yang cenderung tidak bersaing sempurna.

Analisis Perilaku Pasar

Analisis perilaku pasar digunakan untuk mengetahui kegiatan yang terjadi diantara lembaga-lembaga tataniaga. Analisis perilaku pasar dilakukan dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian terhadap pembentukan atau sistem penentuan harga. Selain itu analisis perilaku pasar juga dapat dianalisis melalui tatacara pembayaran dan sistem kerjasama yang terjalin diantara lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat pada pemasaran lele sangkuriang.

Analisis Marjin Tataniaga

Analisis marjin tataniaga digunakan untuk melihat tingkat efesiensi operasional dari tataniaga lele sangkuriang. Marjin tataniaga merupakan perbedaan atau selisih harga di tingkat produsen dengan tingkat konsumen akhir yang didalamnya terdapat harga penambahan nilai kegunaan dan keuntungan bagi lembaga-lembaga tataniaga. Analisis ini dihitung dengan pengurangan harga penjualan dan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga tataniaga, mulai dari pembudidaya lele sangkuriang hingga dan konsumen akhir. Menurut Asmarantaka (2012) marjin tataniaga dapat dihitung dengan rumusan berikut :

Mt = Pr – Pf = biaya-biaya + lembaga = ∑ Mi dimana:

Mt : Marjintotal

Pr : Harga di tingkat retail (konsumen akhir) Pf : Harga di tingkat petani produsen (farmer)

lembaga : Profit lembaga pemasaran akibat adanya sistem pemasaran Mi = Pji - Pbi

Mi : Marjin di tingkat lembaga ke-i, di mana i = 1, 2, 3,... n Pji : Harga penjualan untuk lembaga pemasaran ke-i. Pbi : Harga pembelian untuk lembaga pemasaran ke-i. Analisis Farmer’s Share

(40)

24

ditentukan berdasarkan rasio harga yang diterima oleh pembudidaya (Pf) dengan harga yang diterima oleh konsumen akhir (Pr) dan dinyatakan dalam persentase. Secara matematis farmer’s share dirumuskan sebagai berikut:

F’s = (Pf / Pr) x 100%

dimana:

F’s : Farmer’s share

Pr : Harga di tingkat retail (konsumen akhir) Pf : Harga di tingkat petani produsen (farmer) Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya

Tingkat rasio keuntungan dan biaya dapat diketahui berdasarkan rincian perhitungan marjin tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefinisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya maka dari segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien. Penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga tataniaga dapat dirumuskan sebagai berikut:

Rasio keuntungan dan biaya = / C Keterangan:

= Keuntungan lembaga tataniaga (Rp/ kg)

C = Biaya tataniaga pada lembaga tataniaga (Rp/ kg)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Wilayah Penelitian

(41)

Keadaan Umum Perikanan

Kabupaten Tegal memiliki area yang potensial dalam budidaya perikanan. Area berpotensi yang dimiliki Kabupaten Tegal pada tahun 2013 adalah seluas 443.947 ha, luasan tersebut meliputi areal kolam air tawar sebesar 5.927 ha dan tambak seluas 438.02 ha yang terdapat di 18 kecamatan. Produksi budidaya perikanan di Kabupaten Tegal cenderung meningkat, terutama pada budidaya kolam air tawar. Terlihat pada Tabel 1 bahwa produksi pada budidaya kolam air tawar cenderung meningkat, dengan produksi tertinggi sebesar 1 017 496 kg terjadi pada tahun 2013. Jumlah produksi tersebut meliputi beberapa produksi ikan antara lain ikan lele sebanyak 895 543 kg, ikan nila sebanyak 45 860 kg, ikan tawes sebanyak 1 000 kg, ikan gurame sebanyak 48 453 kg, ikan mas sebanyak 15 150 kg, ikan bawal sebanyak 10 890 kg dan ikan patin sebanyak 600 kg. Ikan lele merupakan komoditas yang paling tinggi produksinya, sehingga ikan lele menjadi komoditas utama pada budidaya kolam air tawar di Kabupaten Tegal. Terdapat 3 sentra pada budidaya lele sangkuriang di Kabupaten Tegal, yaitu Kecamatan Tarub, Kecamatan Pangkah dan Kecamatan Kramat. Hal tersebut dapat terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata – rata produksi lele sangkuriang tiap kecamatan di Kabupaten Tegal tahun 2009 – 2013

No Kecamatan Luas Kolam

(m²/th)

Produksi (kg/th)

1 Suradadi 2 206.20 7 367.00

2 Kramat 5 745.80 26 150.80

3 Tarub 11 820.20 47 585.40

4 Talang 904.60 18 651.80

5 Adiwerna 2 665.80 14 540.40

6 Pangkah 9 224.40 41 977.00

7 Dukuhwaru 895.40 2 626.60

8 Slawi 1 227.40 6 028.40

9 Balapulang 2 459.60 5 474.60

10 Bojong 4 758.30 6 210.00

11 Bumijawa 2 649.72 10 072.00

12 Lebaksiu 3 642.10 21 020.60

13 Margasari 3 104.00 12 545.00

14 Dukuhturi 2 253.00 13 396.20

15 Ked. Banteng 2 494.40 11 199.00

16 Pagerbarang 2 196.40 20 212.60

17 Warurejo 1 837.20 17 106.00

18 Jatinegara 253.60 1 500.20

Jumlah 60 338.12 283 663.60

Sumber : Buku Statistik Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Tegal (diolah)

(42)

26

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa rata – rata produksi tertinggi lele sangkuriang di Kabupaten Tegal terdapat pada Kecamatan Tarub, dengan rata – rata produksi sebesar 47 585.40 kg/tahun. Kecamatan Pangkah memiliki rata – rata produksi lele sangkuriang terbesar kedua yaitu sebesar 41 977.00 kg/tahun, dan terbesar ketiga terdapat pada Kecamatan Kramat dengan rata – rata produksi sebesar 26 150.80 kg/tahun. Begitu juga dengan luas kolam yang dimiliki oleh 3 kecamatan tersebut yang lebih luas dibanding dengan kecamatan lain, dengan luas masing – masing yaitu Kecamatan Tarub sebesar 11 820.20 m²/tahun; Kecamatan Pangkah sebesar 9 224.40 m²/tahun; Kecamatan Kramat 5 745.80 m²/tahun. Dari pertimbangan tersebut maka 3 kecamatan tersebut dapat dijadikan sentra budidaya lele sangkuriang di Kabupaten Tegal. Pada ketiga kecamatan ini dilakukan penelitian untuk mengetahui saluran tataniaga yang efisien pada masing – masing kecamatan, hal tersebut karena pada masing - masing kecamatan memiliki sistem pemasaran tersendiri. Pada setiap kecamatan ini juga memiliki tujuan yang berbeda di Kabupaten Tegal. Pada Kecamatan Tarub memasarkan komoditas di Pasar Pagongan, Kecamatan Pangkah memasarkan komoditas di Pasar Balamoa dan Kecamatan Kramat memasarkan komoditas di Pasar Suradadi.

Karakteristik Pembudidaya Responden

Pembudidaya yang menjadi responden dalam penelitian ini berjumlah 21 orang yang terbagi dalam 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Tarub terdapat 5 orang, Kecamatan Pangkah terdapat 10 orang dan Kecamatan Kramat terdapat 6 orang. Karakteristik dari setiap pembudidaya berbeda – beda, hal tersebut dapat dilihat dari usia, tingkat pendidikan terakhir, lama pengalaman budidaya, dan luas kolam. Karakteristik ini dapat mempengaruhi pembudidaya dalam mengambil setiap keputusan.

Usia Pembudidaya Responden

Usia dapat mempengaruhi kemampuan dan prestasi kerja seseorang, baik dari segi fisik maupun mental. Pada penelitian ini usia responden yang didapat bervariasi mulai dari usia 32 hingga 65 tahun. Pembudidaya responden dalam penelitian ini dibagi menjadi 4 kelompok usia, yaitu usia antara 25 hingga 34 tahun, usia antara 35 hingga 44 tahun, usia antara 45 hingga 54 tahun dan usia lebih dari 55 tahun. Jumlah pembudidaya responden yang masuk pada tiap kelompok usia tersbut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Distribusi usia pembudidaya responden

Kelompok umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

25 – 34 3 14.29

35 – 44 11 52.38

45 – 54 4 19.05

≥ 55 3 14.29

Gambar

Tabel 4. Pertumbuhan rata–rata harga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal tahun
Gambar 2. Kerangka pemikiran operasional
Tabel 5. Rata – rata produksi lele sangkuriang tiap kecamatan di Kabupaten Tegal
Tabel 6. Distribusi usia pembudidaya responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

Alasan mengapa materi kearifan lokal penting diberikan pada tingkat pendidikan dasar agar peserta didik tidak lagi kehilangan nilai dasar kulturalnya, tidak

Sampai saat ini, khususnya pada wilayah layanan Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Merauke belum ada provider atau perusahan fumigasi dan Kemasan Kayu yang teregistrasi oleh Skim

Oleh karena itu saya akan melakukan penelitian ilmiah tersebut dengan judul ”Strategi Produksi dan Sumber Daya Manusia Guna Meningkatkan Volume Penjualan Dengan

Penggunaan modal kerja ini harus ditentukan dan direncanakan dengan matang karena apabila terdapat modal kerja yang tidak produktif atau kelebihan modal kerja

membina dan mengendalikan tugas – tugas di bidang pengkoordinasian, pengkomandoan dan pelaksanaan penanggulangan bencana yang meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi

kemungkinannya untuk mengeliminasi seluruh risiko dari sebuah proyek. Strategi ini menggambarkan bahwa tim proyek telah memutuskan untuk tidak merubah rencana manajemen proyek

Perusahaan yang bernama PT Sarana Panen Perkasa merupakan sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang produksi alat-alat pertanian terkhususnya perkebunan kelapa

Tesis ini berjudul STUDI CITRA KOTA JAYAPURA, Pendekatan pada Aspek Fisik dari Elemen-Elemen Citra Kota - Kevin Lynch yaitu studi terhadap aspek fisik elemen-elemen pembentuk