• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Teknologi Modifikasi Cuaca (Tmc) Terhadap Produktivitas Dan Pendapatan Petani Padi Irigasi Waduk Jatiluhur (Studi Kasus: Desa Citrajaya Kabupaten Subang).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Teknologi Modifikasi Cuaca (Tmc) Terhadap Produktivitas Dan Pendapatan Petani Padi Irigasi Waduk Jatiluhur (Studi Kasus: Desa Citrajaya Kabupaten Subang)."

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA (TMC)

TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETANI

PADI IRIGASI WADUK JATILUHUR

(Studi Kasus: Desa Citrajaya Kabupaten Subang)

RAHAYU FITRI INDRIYANI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) terhadap Produktivitas dan Pendapatan Petani Padi Irigasi Waduk Jatiluhur (Studi Kasus: Desa Citrajaya Kabupaten Subang)adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

(4)
(5)

ABSTRAK

RAHAYU FITRI INDRIYANI. Dampak Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) Terhadap Produktivitas Dan Pendapatan Petani Padi Irigasi Waduk Jatiluhur (Studi Kasus: Desa Citrajaya Kabupaten Subang). Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI.

Beras adalah komoditas strategis bagi perekonomian nasional di negara-negara Asia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, banyak petani Indonesia yang mengembangkan sistem usahatani. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki produksi dan produktivitas beras yang tinggi. Produksi padi bergantung pada sistem irigasi. Waduk Jatiluhur merupakan salah satu bendungan yang berfungsi sebagai penyedia air untuk pertanian. Ketersediaan air di Waduk Jatiluhur mengalami penurunan pada musim kering, hal ini mempengaruhi pasokan air, khususnya untuk sistem irigasi. Oleh karena itu, peran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Hujan Buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) perlu menjadi perhatian guna pengelolaan sistem irigasi yang lebih baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dampak TMC terhadap ketersediaan air di Waduk Jatiluhur, perubahan produktivitas padi dan pendapatan usahatani. Penelitian ini menggunakan perubahan produktivitas dan pendapatan, fungsi cobb-douglas dan regresi linear berganda. Metode pengambilan contoh dengan purposive sampling. Hasil dari penelitian ini menunjukkan jumlah air yang dipasok oleh Waduk Jatiluhur adalah 33.400.000 m³ dan 32.100.000 m³, perubahan produktivitas adalah 110,84% dan perubahan pendapatan usahatani adalah sebesar 265,58%.

Kata kunci: Cobb-Douglas, Hujan buatan, Perubahan pendapatan, Perubahan

produktivitas, Teknologi Modifikasi Cuaca

ABSTRACT

RAHAYU FITRI INDRIYANI. Weather Modification Technology (TMC) impact on the

productivity and income of rice farmers Irrigation Jatiluhur (Case: Citrajaya-Subang).

Supervised byEKA INTAN KUMALA PUTRI.

Rice is strategic comodity for national economy in Asian countries, including Indonesia. Therefore, many farmers in Indonesia elaborate rice farming system. West Java is one of Indonesia provinces which has high rice production and productivity. Rice production is mainly depended on irrigation system. Jatiluhur Dam is one of dam which is supplies water irrigation for agriculture. The water supply in that dam has decreased, this influences the water supply in Jatiluhur Dam, especially to the irrigation system.

Therefore, Unit Pelaksana Teknis (UPT)’s role, Simulated Rain Badan Pengkajian and Penerapan Teknologi (BPPT) Weather Modification Technology (TMC) operation are need to be overviewed.The objectives of this study are to identify simulated rain impact to water supply, irrigation rice farmer productivity and income of Jatiluhur Dam.This research uses productivity and income change, Cobb-Douglas function, and multiple linear regression. The example taking method is purposive sampling.The result shows that the amount of water which is supplied by Jatiluhur Dam is 33 400 000 m³ and 32 100 000 m³, farmer productivity is 110.84% and farmer income is 265.58%.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DAMPAK TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA (TMC)

TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETANI

PADI IRIGASI WADUK JATILUHUR

(Studi Kasus: Desa Citrajaya Kabupaten Subang)

RAHAYU FITRI INDRIYANI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah Teknologi Modifikasi Cuaca, dengan judul Dampak Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) terhadap Produktivitas dan Pendapatan Petani Padi Irigasi Waduk Jatiluhur (Studi Kasus: Desa Citrajaya Kabupaten Subang).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Eka Intan Kumala Putri, MSselaku pembimbing,Bapak Novindra S.P., M.Si selaku penguji utama, Bapak Kastana Sapanli S.Pi, M.Siselaku penguji wakil departemen ekonomi sumberdaya dan lingkungan serta kepada Dr Ir Aceng Hidayat, MT yang telah banyak memberi saran, Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Tukiyyat beserta staf Unit Pelaksana Teknik Hujan Buatan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta teman-teman, atas segala doa dan kasih sayangnya.Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1 Pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 9

2.2 Pengertian Irigasi ... 10

2.3 Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) ... 12

2.3.1 Peranan TMC ... 13

2.3.2 TMC dalam menambah Curah Hujan ... 13

2.3.3 Dampak TMC terhadap Kualitas Air Hujan ... 15

2.3.4 Pelaksanaan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) ... 15

2.4 Faktor dan Fungsi Produksi Pertanian ... 18

2.5 Analisis Pendapatan ... 22

2.6 Penelitian Terdahulu ... 23

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 25

3.1.1 Konsep Usahatani ... 25

3.1.2 Fungsi Cobb-Dauglas ... 26

3.1.3 Pendapatan ... 29

3.1.4 Model Regresi Berganda ... 30

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 31

IV. METODE PENELITIAN ... 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

4.2 Jenis dan Sumber data ... 35

(14)

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 35

4.4.1 Fungsi Cobb-Douglas ... 36

4.4.2 Analisis Pendapatan ... 37

4.4.3 Pengujian Parameter Regresi ... 38

V. GAMBARAN UMUM ... 5.1 Kondisi Umum Waduk Jatiluhur ... 41

5.2 Gambaran Umum Kabupaten Subang ... 42

5.3 Gambaran Umum Kecamatan Binong ... 45

5.4 Gambaran Umum Responden Desa Citrajaya ... 45

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 6.1 Identifikasi dampak Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) terhadap ketersediaan air di Waduk Jatiluhur ... 55

6.2 Identifikasi produktivitas padi sebelum dan sesudah adanya Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di Waduk Jatiluhur ... 63

6.3 Perbandingan Pendapatan sebelum dan sesudah adanya Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) ... 77

6.4 Implikasi dan Rekomendasi ... 82

VII. SIMPULAN DAN SARAN ... 7.1 Simpulan ... 83

7.2 Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan menurut

Lapangan usaha 2010-2012 ... 1 2 Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Indonesia tahun

2010 ... 2 3 Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Jawa Barat 2011 ... 3 4 Matriks Metode Tujuan Penelitian, Sumber Data dan Metode

Analisis Data ... 36 5 Selang Nilai Statistik Durbin-Watson serta Keputusannya ... 40 6 Luas Wilayah Menurut Klarifikasi Ketinggian di Kabupaten

Subang ... 44 7 Jumlah Produksi dan Produktivitas Padi sebelum dan sesudah

adanya TMC di Desa Citrajaya ... 50 8 Kebutuhan Tenaga Kerja untuk Aktivitas Usahatani sebelum dan

sesudah adanya TMC dalam satu tahun ... 53 9 Total Curah Hujan, Rata-rata Curah Hujan dan Hari Hujan

Selama Periode Kegiatan TMC 04-19 Juni 2012 ... 57 10 Jumlah Tambahan Aliran Hasil Kegiatan TMC Citarum dari

Tanggal 04-19 Juni 2012 ... 59 11 Total Curah Hujan, Rata-rata Curah Hujan dan Hari Hujan

Selama Periode Kegiatan TMC 02-20 Nopember 2012 ... 61 12 Jumlah Tambahan Aliran Hasil Kegiatan TMC Citarum dari

Tanggal 02-20 Nopember 2012 ... 63 13 Jenis Pestisida yang digunakan Petani sebelum dan sesudah

adanya TMC dalam satu tahun ... 64 14 Perbandingan Penggunaan Benih Padi Petani Desa Citrajaya

sebelum dan sesudah adanya TMC ... 64 15 Perbandingan Penggunaan Pupuk Padi Petani Desa Citrajaya

sebelum dan sesudah adanya TMC ... 65 16 Jumlah Tenaga Kerja yang digunakan dalam Usahatani sebelum dan

sesudah adanya TMC ... 66 17 Perbandingan Kebutuhan Air Irigasi Petani sebelum dan sesudah

adanya TMC ... 67 18 Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Padi sebelum

adanya TMC ... 68 19 Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Padi sesudah

adanya TMC ... 73 20 Jumlah Produksi dan Produktivitas Padi sebelum dan sesudah adanya

TMC ... 78 21 Penerimaan Usahatani Padi sebelum dan sesudah adanya TMC ... 78 22 Biaya Usahatani Padi sebelum dan sesudah adanya TMC ... 79 23 Perbandingan Pendapatan Usahatani Petani sebelum dan sesudah

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Hubungan Fungsional Produksi Fisik dengan Faktor Produksi ... 21

2 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 33

3 Peta tiga dimensi Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, JawaBarat ... 34

4 Lokasi Penelitian ... 34

5 Karakteristik Petani Desa Citrajaya Berdasarkan Sebaran Usia ... 46

6 Karakteristik Petani Desa Citrajaya Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 46

7 Karakteristik Desa Citrajaya Berdasarkan Pengalaman Usahatani ... 47

8 Karakteristik Desa Citrajaya Berdasarkan Status Pekerjaan Petani ... 48

9 Kalender Tanam Padi sebelum dan sesudah adanya TMC ... 51

10 Rata-rata Curah Hujan di DAS Citarum selama Periode TMC 04-19 Juni 2012 ... 55

11 Kondisi aliran Waduk Jatiluhur selama Periode TMC 04-19 Juni 2012 ... 58

12 Grafik Rata-rata Curah Hujan di DAS Citarum selama Periode TMC 04-19 Juni 2012 ... 60

13 Grafik Rata-rata Curah Hujan di DAS Citarum selama Periode TMC 02-20 Nopember 2012 ... 60

14 Kondisi aliran Waduk Jatiluhur selama Periode TMC 02-20 Nopember 2012 ... 62

15 Scatterplot Model Regresi Berganda sebelum adanya TMC ... 70

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Hidrologi Waduk Jatiluhur periode TMC ... 83

2 Karakteristik Petani Padi Desa Citrajaya Kabupaten Subang ... 85

3 Penggunaan Pestisida Padi sebelum dan sesudah adanya Teknologi Motifikasi Cuaca (TMC) ... 87

4 Penggunaan Tenaga Kerja sebelum adanya Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) ... 89

5 Penggunaan Tenaga Kerja sesudah adanya Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) ... 91

6 Luas Lahan dan Produksi Padi sebelum dan sesudah adanya Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) ... 93

7 Penggunaan Benih Padi sebelum dan sesudah adanya Teknologi Motifikasi Cuaca (TMC) ... 94

8 Penggunaan Pupuk Padi sebelum adanya Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) ... 95

9 Penggunaan Pupuk Padi sesudah adanya Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) ... 96

10 Penggunaan Air sebelum dan sesudah adanya Teknologi Motifikasi Cuaca (TMC) ... 97

11 Hasil Model Regresi Linear Berganda ... 98

12 Kuesioner Penelitian ... 106

(18)
(19)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris, hal ini dapat dilihat dari kekayaan alam yang dimiliki seperti kondisi geografis, iklim dan cuaca yang mendukung untuk berbagai macam tanaman serta ketersediaan lahan yang luas dan subur. Indonesia memiliki potensi besar pada sektor pertanian yang merupakan motor penggerakpertumbuhan ekonomi, karenasebagian besar penduduk Indonesia tinggal di pedesaan dan melakukan kegiatannya di sektor pertanian, sehingga peran sektor pertanian menjadi sangat penting dan perlu untuk terus dikembangkan.

Pengembangan sektor pertanian, pada umumnya lebih menekankan pada peningkatan output (produksi) dan maksimalisasi produktivitas dari faktor-faktor produksi utama, seperti tanah, tenaga kerja, modal dan manajemen atau pengelolaan. Sektor Pertanian memiliki peran yang besar terhadap pembangunan ekonomi Indonesia yaitu sebagai penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB), penghasil devisa, dan juga sebagai penyedia kebutuhan pangan nasional. Produk Domestik Bruto atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha menunjukkan bahwa peranan sektor pertanian berada pada posisi ketiga setelah sektor industri pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran.

Tabel 1. Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah) 2010-2012

Lapangan Usaha 2010 2011 2012

Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

304.777,10 315.036,80 328.279,70

Pertambangan dan Penggalian 187.152,50 190.143,20 193.115,70

Industri Pengolahan 597.134,90 633.781,90 670.190,60

Listrik, Gas & Air Bersih 18.050,20 18.899,70 20.080,70

Konstruksi 150.022,40 159.122,90 170.884,80

Perdagangan, Hotel & Restoran 400.474,90 437.472,90 473.110,60

Pengangkutan dan Komunikasi 217.980,40 241.303,00 265.383,70

Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan 221.024,20 236.146,60 253.022,70

Jasa-jasa 217.842,20 232.659,10 244.869,90

Total 2.314.458,80 2.464.566,10 2.618.938,40

(20)

2

Tabel 1 menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia secara total mengalami peningkatan dari tahun 2010 sampai 2012. Sektor pertanian menjadi kontributor PDB Indonesia terbesar ketiga setelah sektor industri pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini disebabkan karena ketersediaan lahan pertanian di Indonesia masih tersedia, sehingga proses produksi untuk sektor pertanian tidak mengalami kendala yang sangat besar.

Jawa Barat merupakan salah satu lumbung padi nasional. Produksi padi yang besar ditopang oleh produktivitas padi yang cukup tinggi. Berikut adalah tabel yang menunjukkan luas panen, produktivitas dan produksi padi beberapa provinsi di Indonesia pada tahun 2012.

Tabel 2. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi 2012

Provinsi Luas Panen

DKI Jakarta 1.897,00 11.044,00 58,22

Jawa Barat 1.918.799,00 11.271.861,00 58,74

Jawa Tengah 1.773.558,00 10.232.934,00 57,70

DI Yogyakarta 152.912,00 946.224,00 61,88

Jawa Timur 1.975.719,00 12.198.707,00 61,74

Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)

Tabel 2 menunjukkan bahwa Jawa Barat pada tahun 2012 mendapatkan urutan kedua nasional dalam menghasilkan padi yaitu sebesar 11.271.861 ton dengan produktivitas 58,74 kuintal/hektar setelah Provinsi Jawa Timur sebesar 12.198.707 ton dengan produktivitas 61,74 ton/hektar dan luasnya panen mencapai 1.918.799 hektar.

(21)

3 Tabel 3. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi 2011

Kabupaten Luas Panen

Indramayu 230.985 61,26 1.415.050

Subang 176.369 60,10 1.059.905

Purwakarta 38.022 57,28 217.805

Karawang 188.769 60,17 1.135.863

Bekasi 98.574 58,31 574.787

Sukabumi 130.312 55,56 724.025

Cianjur 139.932 56,51 790.824

Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada tahun 2011 daerah-daerah irigasi Jatiluhur yaitu Indramayu, Karawang dan Subang menghasilkan produksi padi yang cukup besar yaitu sebesar 1.415.050 ton dengan produktivitas 61,26 kuintal/hektar, 1.135.863 ton dengan produktivitas 60,17 kuintal/hektar dan 1.059.905 ton dengan produktivitas 60,10 kuintal/hektar.

Peningkatan lahan panen, produktivitas dan produksi pertanian khususnya padi di Jawa Barat harus dilakukan dengan berbagai upaya agar tetap dapat dipertahankan dan dapat berkontribusi dalam perekonomian Indonesia. Upaya-upaya yang dilakukan yaitu dengan pemenuhan kebutuhan faktor produksi untuk pertanian seperti pupuk, pestisida, benih, tenaga kerja, dan air. Air merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting sehingga ketersediaan air harus selalu terjaga keberadaan dan fungsinya agar lahan-lahan pertanian tidak mengalami kekeringan pada musim kemarau yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas secara jangka panjang.

(22)

4

Pada wilayah Sungai Citarum dengan luas areal kurang lebih 12.000 km2yang meliputi 12 wilayah administrasi kabupaten atau kota di lingkungan Provinsi Jawa Barat, terdapat lahan irigasi seluas 353.082 hektar yang terdiri dari 322.461 hektar lahan irigasi teknis, dan 30.621 hektar lahan irigasi semi teknis (Laporan TMC, 2012).

Daerah Irigasi Jatiluhur merupakan jaringan irigasi dengan sumber air yang berasal dari Waduk Jatiluhur. Waduk ini merupakan bagian dari tiga waduk kaskade Citarum yaitu Saguling, Ciratadan Jatiluhur dengan total kapasitas tampungan air sebesar 4,51 milyar m3 dengan rincian Saguling 0,98 milyar m3, Cirata 0,97 milyar m3 dan Jatiluhur 2,56 milyar m3. Tiga waduk tersebut dihubungkan oleh Sungai Citarum yang merupakan sungai terbesar dan terpanjang di Jawa Barat dengan panjang aliran 297 km (Laporan TMC, 2012).

Sumber air waduk ketiga waduk kaskade Citarum berasal dari hujan 2.000-4.000 mm, yang dipengaruhi oleh fenomena iklim. Pengaruh El Nino dapat mengakibatkan penurunan curah hujan hingga mencapai 60% dari kondisi normal, sementara sebaliknya pengaruh La Nina dapat meningkatkan curah hujan menjadi 120% dari kondisi normal.Aliran Sungai Citarumdikeluarkan dan dikendalikan dari Waduk Jatiluhur. Waduk Jatiluhur dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air baku bagi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di beberapa kabupaten di Jawa Barat dan wilayah DKI Jakarta serta untuk kawasan industri yang berada di wilayah Kota Jakarta dan sekitarny (Laporan TMC, 2012).

Selain itu, Waduk Jatiluhur dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang cukup memberikan kontribusi terhadap pasokan kebutuhan listrik nasional, khususnya bagi jaringan interkoneksi Jawa-Bali dengan menghasilkan produksi listrik sebesar lima milyar KWh/tahun, serta mengairi areal pertanianseluas kurang lebih 264.000 ha di wilayah Pantura Jawa Barat meliputi Kabupaten Karawang, Bekasi, Purwakarta, Subang dan Indramayuyang merupakan daerah sentra produksi padi (Laporan TMC, 2012).

(23)

5 hujan di Waduk Jatiluhur mulai berkurang secara signifikan, terlihat langsung pada perubahan realisasi tinggi muka air (TMA).

Ketersediaan air yang berada di waduk tersebut mengalami penurunan dan ini berakibat pada penyediaan air di Waduk Jatiluhur tersebut khususnya berdampak pada sistem irigasi. Penyediaan air irigasi dari Waduk Jatiluhur dituntut untuk mampu secara berkelanjutan khususnya mengairi daerah pertanian di wilayah Pantura Jawa Barat agar mampu memproduksi padi secara optimal.Oleh karena itu, peran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Hujan Buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) operasi TMC perlu menjadi perhatian guna pengelolaan sistem irigasi yang lebih baik.

1.2 Perumusan Masalah

Air merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi berbagai kehidupan, tidak adanya air atau kurang tersedianya air di suatu daerah akan menimbulkan masalah pada berbagai kehidupan, penderitaan, dan kesengsaraan, kesulitan yang diikuti dengan pertentangan dan persengketaan (Kartasapoetra, 1991). Air memiliki peran sangat penting dalam produksi pertanian. Jika penyediaan air tidak ada maka produksi pertanian tidak dapat berjalan. Hal ini menunjukkan bahwa sumberdaya air menjadi faktor utama untuk keberlanjutan pertanian khususnya pertanian irigasi. Menurut Undang-undang No.7 Tahun 2004 tentang sumberdaya air menyebutkan bahwa:

1. Sumberdaya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala bidang.

2. Dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, sumberdaya air wajib dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras.

3. Pengelolaan sumberdaya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan keterpaduan yang harmonis antarwilayah, antarsektor dan antargenerasi.

(24)

6

memenuhi kepentingan pertanian dengan memanfaatkan air yang berasal dari air permukaan dan air tanah.

Salah satu kegiatan irigasi yang dilakukan untuk mengatasi pengelolaan dan penyediaan air untuk lahan pertanian berada di daerah Purwakarta yaitu Irigasi Jatiluhur. Irigasi Jatiluhur merupakan jaringan irigasi dengan sumber air yang berasal dari Waduk Jatiluhur.Waduk ini merupakan bagian dari tiga waduk kaskade Citarum yaitu Saguling, Cirata dan Jatiluhur. Irigasi Jatiluhur memiliki fungsi sebagai penampung dan pengendali air pada waktu musim hujan maupun kemarau. Sistem irigasi ini membantu petani untuk meningkatkan produktivitas pertanian khususnya padi yang berada didaerah Waduk Jatiluhur tersebut.

Air yang tersedia di Waduk Jatiluhur yang digunakan untuk sistem irigasi tersebut memanfaatkan hujan yang dipengaruhi oleh fenomena iklim dalam penyediaan air, sedangkan air yang tersedia di waduk tersebut bersifat stabil maka ketika terjadi musim kemarau maka ketersediaan air yang berada di waduk tersebut akan mengalami penurunan. Sehingga penyediaan air untuk irigasi mengalami penurunan.

Penyediaan air irigasi dari Waduk Jatiluhur dituntut untuk mampu secara berkelanjutan mengairi daerah pertanian di wilayah PanturaJawa Barat agar mampu memproduksi padi secara optimal.Oleh karena itu, peran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Hujan Buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) perlu menjadi perhatian guna pengelolaan sistem irigasi yang lebih baik.

(25)

7 1. Bagaimana dampak Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) terhadap ketersediaan

Air di Waduk Jatiluhur ?

2. Bagaimana produktivitas padi sebelum dan sesudah adanya Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di sekitar Waduk Jatiluhur ?

3. Bagaimana perubahan pendapatan usahatani petani padi sebelum dan sesudah adanya Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di sekitar Waduk Jatiluhur ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) terhadap kesejahteraan petani padi di sekitar Waduk Jatiluhur. Sementara, tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi dampak Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) terhadap ketersediaan Air di Waduk Jatiluhur.

2. Mengidentifikasi produktivitas padi sebelum dan sesudah adanya Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di sekitar Waduk Jatiluhur.

3. Menghitung perubahan pendapatan usahatani petani padi sebelum dan sesudah adanya Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di sekitar Waduk Jatiluhur.

1.4 Manfaat Penelitian

Sehubungan dengan tujuan yang telah diuraikan, makapenelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi mahasiswa, penelitian ini memberikan tambahan khazanah pengetahuan kepada mahasiswa mengenai dampak Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) terhadap ketersediaan air khususnya terhadap produktivitas padi di sekitar Waduk Jatiluhur.

(26)

8

3. Bagi stakeholder, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan bagi pihak-pihak yang terkait khususnya Pengelola Waduk Jatiluhur.

4. Bagi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam menentukan dampak ekonomi yang ditimbulkan dari Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau khususnya terhadap produktivitas pertanian di sekitar Waduk Jatiluhur.

5. Bagi peneliti, sebagai persyaratan menyelesaikan studi program sarjana untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(27)

9

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan unit alam berupa kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis berupa punggung-punggung bukit yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh diatasnya ke sungai utama (Sunarti, 2008) dan kemudian menyalurkannya ke laut (Asdak, 1995).Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air menyebutkan bahwa DAS adalah suatu bentang lahan yang dibatasi oleh punggung bukit pemisah aliran (topographic divide) yang menerima, menyimpan, dan mengalirkan air hujan melalui jaringan sungai dan bermuara di satu patusan (single outlet) di sungai utama menuju danau dan laut. DAS merupakan ekosistem alam berupa hamparan lahan yang bervariasi menurut kondisi geomorfologi (geologi, topografi, dan tanah), penggunaan lahan, dan iklim yang memungkinkan terwujudnya ekosistem hidrologi yang unik.

Berdasarkan fungsinya, DAS dibagi menjadi tiga bagian yaitu DAS bagian hulu,DAS bagian tengah, dan DAS bagian hilir. DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang dapat diindikasikan oleh kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan. DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau. DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah (Effendi, 2008).

(28)

10

Selain itu pengelolaan DAS dipahami sebagai suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di DAS untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya air dan tanah, yang dalam hal ini termasuk identifikasi keterkaitan antara tata guna lahan, tanah dan air, serta daerah hulu dan hilir suatu DAS (Asdak, 1995).

2.2 Pengertian Irigasi

Pengertian irigasi secara umum yaitu pemberian air kepada tanah dengan maksud untuk memasok lengas esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hansen, et al. 1990). Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 1982 disebutkan bahwa irigasi merupakan bentuk kegiatan penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaan air untuk pertanian dengan menggunakan satu kesatuan saluran dan bangunan berupa jaringan irigasi. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 2006 irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak.

Sumber air bagi pengairan pertanian irigasi dibagi menjadi dua yaitu air permukaan tanah dan air tanah. Air Permukaan Tanah adalah air yang berasal dari hujan yang terinfiltrasi melalui pori-pori tanah ke dalam tanah dan sebagiannya lagi membentuk aliran air permukaan (run off)yang terus mengalir ke bagian bawah dan masuk ke sungai-sungai. Air Tanah adalah air yang terdapat di dalam lapisam padat atau batuan yang terbentuk dari bahan-bahan pasir dan kerikil, tufa vulkanis, batu gamping dan beberapa bahan lainnya (Pusposutardjo, 2001).

(29)

11 Tujuan umum irigasi kemudian dirinci lebih lanjut, yaitu:

1. Menjamin keberhasilan produksi tanaman dalam menghadapi kekeringan jangka pendek (dalam bahasa Jawa disebut bethatan).

2. Mendinginkan tanah dan atmosfir sehingga akrab untuk pertumbuhan tanaman. 3. Mengurangi bahaya kekeringan.

4. Mencuci atau melarutkan garam dalam tanah. 5. Mengurangi bahaya pemipaan tanah.

6. Melunakkan lapisan olah dan gumpalan-gumpalan tanah. 7. Menunda pertunasan dengan cara pendinginan lewat evaporasi. Klasifikasi Jaringan Irigasi

Jaringan Irigasi merupakan satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaannya. Jaringan irigasi berdasarkan pengelolaannya dapat dibedakan menjadi jaringan irigasi utama dan jaringan irigasi tersier (Kartasapoetra, dkk., 1991).

1. Jaringan Irigasi Utama

Jaringan irigasi yang meliputi bangunan bendung, saluran-saluran primer dan sekunder termasuk bangunan-bangunan utama dan pelengkap, saluran pembawa dan saluran pembuang. Bangunan utama merupakan bangunan yang mutlak diperlukan bagi eksploitasi, meliputi bangunan pembendung, bangunan pembagi dan bangunan pengukur.

2. Jaringan Irigasi Tersier

Jaringan irigasi yang merupakan jaringan air pengairan di petak tersier, mulai air keluar dari bangunan ukur tersier, terdiri dari saluran tersier dan kuarter termasuk bangunan pembagi tersier dan kuarter, beserta bangunan pelengkap lainnya yang terdapat di petak tersier.

Menurut Sudjarwadi (1990), berdasarkan cara pengaturan, pengukuran, dan kelengkapan fasilitas jaringan irigasi dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu jaringan irigasi sederhana, semi teknis, dan teknis.

(30)

12

Ketersediaan air biasanya melimpah dan mempunyai kemiringan yang sedang sampai curam, sehingga mudah untuk mengalirkan dan membagi air.

2. Jaringan Irigasi Semi Teknis, yaitu jaringan irigasi yang memiliki bangunan sadap yang permanen ataupun semi permanen. Jaringan saluran sudah terdapat beberapa bangunan permanen namun sistem pembagiannya belum sepenuhnya mampu mengatur dan mengukur.

3. Jaringan Irigasi Teknis, yaitu jaringan irigasi yang memiliki bangunan sadap yang permanen. Disamping itu terdapat pemisahan antara saluran pembeir dan pembuang. Pengaturan dan pengukuran dilakukan dari bangunan penyadap ke petak tersier.

2.3 Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC)

TMCatau yang lebih dikenal dengan sebutan Hujan Buatan adalah suatu bentuk upaya manusia untuk memodifikasi cuaca dengan tujuan untuk meningkatkan intensitas curah hujan di suatu tempat (rain enhancement) atau sebaliknya, yaitu untuk menurunkan intensitas curah hujan di suatu tempat (rain reduction). Prinsip dasar penerapan TMCuntuk menambah curah hujan adalah mengupayakan agar proses terjadinya hujan menjadi lebih efektif.TMC sudah sering dimanfaatkanuntuk tujuan antisipasi dan mitigasi bencana kekeringan dengan cara menambah volume simpanan air pada beberapa waduk dan danau strategis di Indonesia, baik untuk kebutuhan irigasi maupun kebutuhan PLTA. DAS Citarum dengan tiga waduk kaskadenya merupakan salah satu lokasi yangmemanfaatkan TMC dalam upaya pengelolaan sumberdaya airnya (Pratama, 2012).

(31)

13 Tujuan TMC lebih rinci sebagai berikut:

1. Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) merupakan suatu solusi teknis dalam penanggulangan bencana penyimpangan iklim.

2. Memberikan layanan jasa teknologi modifikasi cuaca.

3. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dalam rangka peningkatan profesionalime.

4. Mengkaji dan mengembangkan teknologi baru baik peralatan dan strategi pelaksanaan serta melakukan sosialisasi manfaat teknologi modifikasi cuaca dalam rangka peningkatan pelayanan jasa teknologi modifikasi cuaca.

5. Memberikan layanan informasi, proses administrasi yang cepat dan akurat dalam rangka pelayanan dan pengembangan teknologi modifikasi cuaca. 2.3.1 Peranan TMC

Pada abad baru ini, para pakar yang berkaitan dengan air sependapat bahwa air akan menjadi sumber konflik baru, disamping minyak bumi. Oleh karena itu negara yang menguasai teknologi pengaturan cuaca akan menjadi negara yang kuat. Badan Meteorologi Dunia (WMO)menetapkan angka peningkatan curah hujan menggunakan TMC sebesar 10-15% merupakan peningkatan yang dapat digunakan untuk perencanaan dalam pengelolaan sumber daya air.Dalam pelaksanaannya, teknologi ini memilki sifat yang unik, karena tidak memerlukan bangunan sipil yang permanen, dan ramah lingkungan.Bila dalam pelaksanaannya kemudian terjadi perubahan jumlah curah hujan yang berpotensi menimbulkan banjir, maka kegiatan dapat segera dihentikan (Pratama, 2012).

2.3.2 TMC dalam menambah Curah Hujan

(32)

14

tinggi. Dari sinilah didapatkan tambahan curah hujan. Injeksi partikel berukuran UGN ke dalam awan memberikan dua manfaat sekaligus, yang pertama adalah mengefektifkan proses tumbukan dan penggabungan sehinga menginisiasi (mempercepat) terjadinya proses hujan, dan yang kedua adalah mengembangkan proses hujan ke seluruh daerah di dalam awan. Proses Teknologi Modifikasi Cuaca lebih rinci sebagai berikut:

Proses Penyemaian (seed) Awan

Beberapa jenis bahan higroskopik dapat digunakan, diantaranya Urea, CaCl2, dan NaCl (Sodium klorida).Bahan ini digiling halus, dengan menambahkan bahan anti gumpal "fumed silica" sebagai aditif sebanyak 0,5 - 3 % berat.Dengan campuran seperti ini, partikel tidak menggumpal sehingga ketika disebarkan, berupa beraian partikel tunggal.Penggilingan dengan teknik konvensional pada umumnya mampu menghasilkan partikel higroskopik pada spektrum UGN, dominan di daerah lebih besar dari 30 mikron.Bahan yang telah digiling halus, dikemas dalam kantung plastik kedap udara seberat 10 kg. Sebanyak 800 - 1000 kg bahan dimuat ke dalam pesawat yang dilengkapi dengan corong pembuangan keluar, dan terbang menuju awan kumulus yang berkembang, dengan ciri : penampilan berbentuk bunga kol, dengan dasar tidak lebih tinggi dari 5000 kaki, dan puncaknya lebih tinggi dari 11000 kaki. Pesawat diminta memasuki awan, dan ketika berada di dalamnya, bahan dilepaskan keluar.

Posisi awan harus terletak di atas target yang telah ditentukanatau berada di daerah upwind target, sehingga dengan proses waktu, hujan turun di atas target. Keberadaan awan diinformasikan oleh pos pengamat, atau dicari selama penerbangan (Laporan TMC, 2012).

Pengukuran Penambahan Curah Hujan

(33)

15 berlangsungnya kegiatan TMC, masing-masing yaitu curah hujan terukur pada daerah target (TU), dan curah hujan terukur pada daerah kontrol (KU).

Diketahuinya rata-rata curah hujan daerah kontrol (K), dapat diduga besarnya curah hujan daerah target (T) bila tidak dilakukan tritmen penyemaian awan. Besarnya selisih antara curah hujan terukur pada daerah target dengan curah hujan dugaan dinyatakan sebagai hasil tambahan curah hujan (TCH):

TCH = TU – T Keterangan:

TCH : Jumlah hasil tambahan curah hujan

TU : Jumlah curah hujan terukur pada daerah target T : Jumlah curah hujan dugaan

2.3.3 Dampak TMC terhadap Kualitas Air Hujan

Kegiatan TMC merupakan kegiatan ramah lingkungan.Bahan yang digunakan untuk penyemaian awan adalah bahan yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari. Bahan-bahan yang digunakan yaitu Urea (CO(NH2)2) yang digunakan dalam pertanian, Sodium Klorida (NaCl) yang banyak terdapat di atmosfer sebagai hasil dinamika air laut, dan juga digunakan untuk bahan masakan. Kalsium Klorida (CaCl2) digunakan orang di negara lintang menengah untuk ditaburkan dijalan raya untuk mencegah terbentuknya es dan salju. Dari sisi konsentrasi, satu butir bahan higroskopik berukuran 10-50 mikron mengalami pengenceran hingga sejuta kali ketika menjadi tetes hujan berukuran 2000 mikron.Hasil analisis air hujan selama beberapa kali kegiatan TMC telah membuktikan bahwa parameter kualitas air hujan maupun badan-badan air masih aman untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

2.3.4 Pelaksanaan TMC

Pelaksanaan TMC dilakukan beberapa kegiatan persiapan menyangkut aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan yaitu sebagai berikut:

Perijinan

(34)

16

Pesawat Terbang

Pesawat yang digunakan telah dimodifikasi yaitu semula sebagai versi pesawat penumpang (PassengerVersion) dirubah menjadi versi pesawat penyemai awan (Rain Maker Version).Modifikasi untuk pengalihan fungsi pesawat dapat dilakukan dalam waktu yang sangat singkat karena proses pekerjaan dan peralatan yang digunakan sudah mendapatkan sertifikasi dari Dinas Sertifikasi dan Kelaikan Udara (DSKU) Departemen Perhubungan.

Bahan Semai

Bahan semai yang digunakan adalah NaCl berbentuk “super fine

powder”yaitu bubuk yang berukuran sangat halusdalam orde mikron.Bahan semai tersebut dalam bentuk bubuk halus yang diperoleh melalui proses panjang yang membutuhkan waktu, yaitu dari mulai tahap pengolahan di pabrik diantaranya pembakaran pada temperatur tinggi, penggilingan, dan pengemasan, hingga tahap pengiriman dari pabrik ke lokasi. Persiapan bahan semai membutuhkan waktu minimal sepuluh hari sebelum operasi dimulai.

Instalasi Posko

Pusat Kendali Operasi (Posko) berfungsi sebagai pusat aktivitas penerbangan, untuk tempat diskusi, briefing, dan sebagai pusat analisis data.Di Posko semua data yang masuk dianalisis oleh Tim Flight Scientist. Pada salah satu sisi ruang Posko diaktifkan Radio Komunikasi Ground To Air (GTA), radio Single Side Band (SSB), beberapa unit komputer dan printer. Selain itu tidak jauh dari Posko, ditempatkan gudang untuk penempatan stok bahan semai.

Instalasi Pos Pengamatan Meteorologi (POSMET)

(35)

17 Instalasi Mobile Radar

Pelaksanaan Operasi TMC didukung oleh satuunit Mobile Radar type X-Band Dual polarizationsystem Doppler, yang berfungsi untuk memantau pertumbuhan awan di daerah target hingga radius jarak 100-150 km. X-Band radar merupakan teknologi terbaru yang dimiliki BPPT yang dapat memantau pergerakan awan serta kandungan air yang ada di dalam awan. Penempatan mobile radarberlokasi di dekat Posko, dengan pertimbangan dapat meliput keberadaan awan di segala penjuru daerah target dan lebih mempermudah koordinasi dan penyampaian informasi ke Posko.

Instrumen radar cuaca merupakan salah satu sumber input informasi penting di dalam pelaksanaan operasiTMC. Dengan adanya instrumen ini, Flight Scientist yang bertugas di lapangan dapat memperoleh informasi mengenai keberadaan dan kondisi awan yang ada di sekitar daerah target secara lebih akurat, yang sangat membantu dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan misi penyemaian awan.

Persiapan Ground Handling

Persiapan Ground Handling dimaksudkan untuk menjaga agar pesawat dapat beroperasi dengan lancar.Persiapan meliputi pengadaan GSE (Ground Support Equipment), diantaranya Ground Power atau Auxilary Power Unit (APU) untuk membantu start engine pesawat, dan alat Pemadam Kebakaran yang portable. Kedua alat ini harus selalu stand by disisi pesawat terbang pada saat mesin dihidupkan (Engine On).

Personil Pendukung

Personil Pendukung merupakan semua personil yang bertugas dalam pelaksanaan TMC. Personil Pendukung terdiri dari:

1. Tim pelaksana, bertugas menjalankan operasi dari posko TMC.

2. TNI Angkatan Udara, bertugas membantu dalam penyediaan penggunaan bandara khususnya dari Dinas Operasi antara lain Seksi Pemadam Kebakaran, Seksi Meteorologi, Seksi Pengaturan Lalu Lintas Udara (PLLU) atau Tower, dan Keamanan mendukung dalam pelaksanaan TMC.

(36)

18

NC 212-200 versi Rain Maker dalam kondisi ‘serviceable’ (Registrasi PK -TLH) dan satu set crew berjumlah lima personil, terdiri atas Captain Pilot, Co-Pilot, dua teknisi atau mekanik, dan satu Load Master yang bertugas mengawasi load pesawat setiap kali melakukan penerbangan dan Petugas. 4. Petugas Lapangan, terdiri dari Petugas Penabur, yang bertugas menuangkan

bahan semai ke dalam Chimney Airscooper di pesawat saat terbang, Petugas Loading, yang bertugas melaksanakan pemuatan (loading) bahan semai dari Gudang ke mobil bak terbuka (Pick Up) dan selanjutnya memuatnya ke dalam pesawat, Petugas Pencuci Pesawat, yang bertugas mencuci pesawat terbang setiap sore selesai penerbangan sorti terakhir, Petugas Kebersihan, yang bertugas membersihkan Ruangan Posko dan penataan Gudang setiap hari, Petugas dan Pengawas Pengisian Bahan Bakar pesawat.

2.4 Faktor dan Fungsi Produksi Pertanian

Faktor produksi (factors of production) adalah input yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa (Mankiw, 2007). Faktor produksi menentukan besar-kecilnya produksi yang didapatkan. Dalam rangka meningkatkan produksi pertanian terhadap ketahanan pangan, input-input pertanian sangat diperlukan, seperti lahan pertanian, tenaga kerja, modal, pupuk, pestisida, bibit, air dan teknologi.

Lahan Pertanian

Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan yang digarap atau ditanami, semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut (Rahim dan Hastuti,2008).

Tenaga Kerja

(37)

19 curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai (Rahim dan Hastuti,2008).

Menurut Rahim dan Hastuti (2008), usahatani yang mempunyai ukuran lahan berskala kecil biasanya disebut usahatani skala kecil dan biasanya pula menggunakan tenaga kerja keluarga. Lain halnya dengan usahatani berskala besar. Selain menggunakan tenaga kerja luar keluarga, juga memiliki tenaga kerja ahli.

Ukuran tenaga kerja dapat dinyatakan dalam hari orang kerja (HOK) atau hari kerja orang (HKO). Menurut Soekartawi (2002), dalam analisis ketenagakerjaan diperlukan standarisasi satuan tenaga kerja yang biasanya disebut hari kerja setara pria (HKSP).

Modal

Menurut Rahim dan Hastuti (2008) dalam proses produksi komoditas pertanian, modal dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (fixed cost) dan modal tidak tetap (variable cost). Modal tetap terdiri atas tanah, bangunan, mesin, dan peralatan pertanian dimana biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam sekali proses produksi, sedangkan modal tidak tetap terdiri dari benih, pupuk, pestisida, dan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja.

Besar kecilnya skala usaha pertanian atau usahatani tergantung dari skala usahatani, macam komoditas, dan tersedianya kredit. Skala usahatani sangat menentukan besar kecilnya modal yang dipakai. Makin besar skala usahatani makin besar pula modal yang dipakai, begitu pula sebaliknya. Macam komoditas tertentu dalam proses produksi komoditas pertanian juga menentukanbesar kecilnya modal yang dipakai (Rahim dan Hastuti, 2008).

Pupuk

(38)

20

industri atau hasil pabrik-pabrik pembuat pupuk, misalnya pupuk urea, TSP, dan KCL.

Pestisida

Pestisida merupakan salah satu komponen yang dibutuhkan tanaman untuk mencegah serta membasmi hama dan penyakit yang menyerangnya. Pestisida merupakan racun yang mengandung zat-zat aktif sebagai pembasmi hama dan penyakit pada tanaman.

Bibit

Menurut (Rahim dan Hastuti, 2008), Bibit menentukan keunggulan dari suatu komoditas. Bibit yang unggul biasanya tahan terhadap penyakit, hasil komoditasnya berkualitas tinggi dibandingkan dengan komoditas lain sehingga harganya dapat bersaing di pasar.

Air

Air merupakan salah satu faktor yang penting untuk meningkatkan produksi pertanian. Tanaman memerlukan air dalam proses pertumbuhannya, faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan tanaman terhadap air yaitu topografi, hidrologi, klimatologi atau keadaan cuaca, dan tekstur tanah. Kebutuhan air untuk tanaman tergantung pada jenis tanaman dan masa pertumbuhan sampai panen sehingga memberikan produksi yang optimum. Pemanfaatan air yang intensif mampu mendukung kenaikan hasil yang sangat signifikan, bahkan nilai tanah juga dapat mengalami peningkatan sebagai akibat adanya faktor air (Hanafie, 2010).

Teknologi

Penggunaan teknologi dapat menciptakan rekayasa perlakuan terhadap tanaman dan dapat mencapai tingkat efisiensi yang tinggi. Sebagai contoh, tanaman padi dapat dipanen dua kali dalam setahun, tetapi dengan adanya perlakuan teknologi terhadap komoditas tersebut, tanaman padi dapat dipanen tiga kali setahun (Rahim dan Hastuti, 2008).

Fungsi Produksi

(39)

21 Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara faktor produksi dan produksi (Soekartawi, 2002).

Dalam bentuk matematik sederhana, hubungan ini dituliskan sebagai berikut: Y = f(x1, x2, x3...xn)...(2.1)

Keterangan:

Y : Hasil Produksi Fisik x1...xn : Faktor-faktor Produksi

Produksi fisik dihasilkan oleh bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus, yaitu bibit, pupuk, air, pestisida, tenaga kerja, dan lain-lain. Dalam bentuk grafik, fungsi produksi merupakan kurva melengkung dari kiri ke kanan atas yang setelah sampai titik tertentu kemudian berubah arah sampai titik maksimum dan berbalik turun kembali.

Sumber: Soekartawi (2002)

(40)

22

keputusan return to scale berdasarkan nilai elastisitas produksi (Ep) (Soekartawi, 2002):

1. Daerah produksi I dengan Ep > 1 merupakan produksi yang tidak rasional karena pada daerah ini penambahan input sebesar 1% akan menyebabkan penambahan produk yang selalu lebih besar dari 1%. Di daerah produksi ini belum tercapai pendapatan yang maksimum karena pendapatan masih dapat diperbesar apabila pemakaian input variabel dinaikkan.

2. Daerah produksi II dengan 0 < Ep < 1. Keadaan demikian dapat diartikan penambahan input produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. Daerah produksi ini disebut daerah produksi rasional.

3. Daerah produksi III dengan Ep < 0. Pada daerah ini, penambahan pemakaian input akan menyebabkan penurunan produksi total. Daerah produksi ini disebut daerah produksi yang tidak rasional.

2.5 Analisis Pendapatan

Usahatani biasa diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran atau output (Soekartawi, 2002).

Menurut Prasetya (1996), usahatani adalah ilmu yang mempelajari cara-cara petani untuk mengombinasikan dan mengoperasikan berbagai faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, dan manajemen) serta bagaimana petani memilih jenis dan besarnya cabang usahatani berupa tanaman atau ternak yang dapat memberikan pendapatan yang sebesar-besarnya dan secara kontinu.

(41)

23 Pendapatan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut:

π = TR – TC

π = (Py.Y) – (Px.X)...(2.2)

Keterangan:

Π : Pendapatan usahatani (Rp) Py : Harga Output (Rp)

Y : Jumlah output (ton) Px : Harga Input (Rp)

TR : Total penerimaan usahatani (Rp) X : Input(kg,kg/liter, m³) TC : Total pengeluaran usahatani (Rp)

2.6 Penelitian Terdahulu

(42)

24

Desa Wonosari, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang). Metode analisis yang digunakan yaitu Analisis deskriptif dan analisis Uji Beda dengan menggunakan rumus t-hitung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan produktivitas usahatani padi sawah petani Kelompok I dan petani Kelompok II, dimana produktivitas tertinggi terdapat pada petani Kelompok I yaitu 7.100 Kg/Ha dibandingkan petani Kelompo II yaitu 5.833 Kg/Ha. Pendapatan bersih usahatani padi sawah petani Kelompok I dan Kelompok II berbeda, dimana pendapatan tertinggi terdapat pada Kelompok I yaitu Rp 12.260.594/Ha dibandingkan petani Kelompok II yaitu Rp 8.365.058/Ha.

(43)

25 III.KERANGKA PEMIKIRAN

3.1Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani

Usahatani adalah kegiatan mengorganisasikan atau mengelola aset dan cara dalam pertanian. Usahatani juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang mengorganisasi sarana produksi pertanian dan teknologi dalam suatu usaha yang menyangkut bidang pertanian (Moehar, 2001). Usahatani dapat diartikan juga sebagai kegiatan usaha manusia untuk mengusahakan tanahnya dengan maksud untuk memperoleh hasil tanaman atau hewan tanpa mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah yang bersangkutan untuk memperoleh hasil selanjutnya (Adiwilaga, 1992).

Menurut Mubyarto (1986) dan Soekartawi (1987), biaya usaha tani dibedakan menjadi biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit seperti sewa tanah, pajak, alat pertanian, dan iuran irigasi. Biaya tidak tetap adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, seperti biaya saprodi (tenaga kerja, pupuk, pestisida, dan bibit).

(44)

26

yaitu mempunyai produktivitas yang tinggi dan bersifat kontiniu (Mubyarto, 2000).

3.1.2 Fungsi Cobb-Douglas Konsep Fungsi Cobb-Douglas

Fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel (variabel bebas atau independent variable dan variabel tak bebas atau dependent variable) (Soekartawi, 2002). MenurutSoekartawi (2002) menyatakan bahwa keunggulan fungsi Cobb-Douglasyaitu:

a. Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain, karena fungsi Cobb-Douglas dapat dengan mudah ditransfer ke bentuk linear dengan cara melogaritmakan

b. Hasil pendugaan melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas

c. Jumlah besaran elastisitas sekaligus menunjukkan tingkat besaran skala usaha(return of scale)yang berguna untuk mengetahui apakah kegiatan dari suatu usaha tersebut mengikuti kaidah skala usaha menaik, skala usaha tetap ataukah skala usaha yang menurun

d. Koefisien intersep dari fungsi Cobb-Douglas merupakan indeks efisiensi produksi yang secara langsung menggambarkan efisiensi penggunaan input dalam menghasilkan output dari sistem produksi yang sedang dikaji itu

e. Koefisien-koefisien fungsi Cobb-Douglas secara langsung menggambarkan elastisitas produksi dari setiap input yang dipergunakan dan dipertimbangkan untuk dikaji dalam fungsi produksi Cobb-Douglas itu.

Fungsi Cobb-Douglas ini juga mempunyai kelemahan-kelemahan, antara lain : a. Spesifikasi variabel yang keliru, hal ini menyebabkan nilai elastisitas produksi

yang diperoleh negatif atau nilainya terlalu besar atau kecil. Spesifikasi ini akan menimbulkan terjadinya multikolinearitas pada variabel bebas

b. Kesalahan pengukuran variabel, hal ini terjadi bila data kurang valid sehingga menyebabkan besaran elastisitas produksi yang terlalu besar atau kecil

(45)

27 variabel terikat seperti manajemen penggunaan faktor produksi yang akan mendorong besaran elastisitas tehnik dari fungsi produksi ke arah atas. Manajemen ini berhubungan dengan pengambilan keputusan dalam pengalokasian variabel input dan kadang sulit diukur dalam pendugaan fungsi cob douglas

d. Multikolinearitas, dalam fungsi ini sulit dihindarkan meskipun telah diusahakan agar besaran korelasi antara variabel indipenden tidak terlalu tinggi seperti memperbaiki spesifikasi variabel yang dipakai.

Penyelesaian fungsi Cobb-Douglass harus diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linier, maka persyaratan yang harus dipenuhi sebelum menggunakan persamaan tersebut:

a. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui

b. Dalam fungsi produksi,perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan tehnologi dalam setiap pengamatan, ini artinya kalau fungsi produksi yang dipakai dalam pengamatan memerlukan lebih dari satu model, maka perbedaan tersebut terletak pada intersep dan bukan pada kemiringan (slope) model tersebut c. Tiap variabel x adalah perfect competition

d. Perbedaan lokasi seperti iklim adalah tercakup pada faktor kesalahan u (disturbance term).

AnalisisPendekatan Cobb-Douglas

1. Mentransformasi Persamaan Regresi Linier

Sebelum data dapat diolah dan dianalisis lebih lanjut, data-data yang diperoleh harus terlebih dulu ditransformasikan ke dalam bentuk Logaritma Natural (Ln). Kemudian data-data dalam bentuk Logaritma Natural tersebut diolah kembali untuk mendapatkan persamaan regresi Y = a + bX, atau dikembalikan pada variabel aslinya dengan Y = Ln Q dan X = Ln I. Maka persamaan regresi menjadi Ln Q = a + b(Ln I). Selanjutnya regresi linier tersebut ditransformasikan ke dalam fungsi produksi Cobb-Douglas, dengan langkah:

(46)

28

Q = eaIb...(3.1) Keterangan:

Q : Output (Kg) I : Jenis input(Kg, ml, hok, m³)

e : 2,71828 b : Koefisien regresi

a : Intercept/konstanta

Dengan demikian persamaan Cobb-Douglas telah didapat dengan ea merupakan indeks efisiensi dari proses transformasi, serta a dan b merupakan elastisitas produksi dari input yang digunakan

2. Analisa Efisiensi Proses Produksi

Efisiensi merupakan penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan jumlah produksi sebesar-besarnya tanpa melupakan kualitas dari produk yang dihasilkan. Efisiensi proses produksi dapat dilihat dari koefisien intersep fungsi produksi Cobb-Douglas, yaitu:

Indeks efisiensi = ea...(3.2) Keterangan:

e : 2,71828

a : Intercept/konstanta

Indeks efisiensi akan didapat dari perhitungan, dengan semakin tinggi indeks efisiensi produksi berarti proses transformasi input menjadi output menjadi semakin efisien. Selain indeks efisiensi, rasio efisiensi juga akan didapat dariperhitungan. Rasio efisiensi menunjukkan perbandingan kemampuanmenghasilkan output dengan memakai input yang tersedia.

3. Return to Scale

Berdasarkan persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas, terdapat tiga situasi yang mungkin dalam tingkat pengembalian terhadap skala (Browning dan Browning, 1989).

a. Jika kenaikan yang proporsional dalam semua input sama dengan kenaikan yang proporsional dalam output ( p = 1), maka tingkat pengembalian terhadap skala konstan (constant returns to scale)

(47)

29 c. Jika kenaikan output lebih kecil dari proporsi kenaikan input ( p < 1), maka

tingkat pengembalian terhadap skala menurun (decreasing returns to scale) 4. Elastisitas Produksi Parsial

Elastisitas produksi parsial berkenaan dengan input tertentu merupakan ukuran perubahan proporsional pada input-nya ketika input lainnya konstan. Sebelum elastisitas produksi parsial dapat dihitung, terlebih dahulu dicari nilai Total Physical Product, Average Physical Product, dan Marginal Physical Product.

Total Physical Product (TPP) dianggap sebagai hubungan teknis antara satu variabel faktor produksi (input) dan output, Average Physical Product (APP) dari suatu fungsi produksi adalah total produksi dibagi dengan jumlah faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan produk tersebut. APP adalah perbandingan output faktor produksi untuk setiap tingkat output dan faktor produksi yang bersangkutan dan Marginal Physical Productivity (MPP) dari suatu faktor produksi adalah bertambahnya total produksi yang disebabkan oleh bertambahnya satu unit faktor produksi variabel ke dalam proses produksi di mana faktor produksi yang lain tetap tidak berubah jumlahnya. Elastisitas produksi parsial berkenaan dengan input tertentu merupakan ukuran perubahan proporsional output-nya disebabkan oleh perubahan proporsional pada input-nya ketika input-input yang lain konstan (Sudarman, 1989).

3.1.3 Pendapatan Konsep Pendapatan

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi dengan harga jual, biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani dan pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya (Soekartawi, 1995).

Pendapatan dari usahatani adalah total penerimaan dari nilai penjualan hasil ditambah dari nilai hasil yang dipergunakan sendiri, dikurangi dengan total nilai pengeluaran yang terdiri dari pengeluaran untuk input (benih, pupuk, pestisida dan alat-alat) pengeluaran untuk upah tenaga kerja dari luar keluarga, pajak dan lain-lain (Hernanto, 1993).

(48)

30

Analisis pendapatan usahatani mempunyai kegunaan bagi petani maupun bagi pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu menggambarkan keadaan sekarang suatu keadaan usahatani dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Bagi seorang petani, analisis pendapatan membantu untuk mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau tidak (Soeharjo dan Patong, 1973).

Faktor Pendapatan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan terdiri dari faktor produksii (input) dan jumlah produksi (output). Faktor produksi (input) terbagi dalam dua hal, yaitu ketersediaan dan harga. Apabila ketersediaan input langka maka akan mempengaruhi produktivitas. Demikian pula dengan harga yang tinggi akan menentukan besar atau kecilnya biaya dan pendapatan usahatani. Jumlah produksi (output) terdiri dari permintaan dan harga. Jika permintaan akan produksi tinggi maka harga di tingkat petani tinggi sehingga dengan biaya yang sama petani akan memperoleh pendapatan yang tinggi. Sebaliknya, jika petani telah berhasil meningkatkan produksi, tetapi harga turun maka pendapatan petani akan turun. Oleh karena itu faktor produksi (input) dan jumlah produksi (output) akan berpengaruh terhadap biaya dan pendapatan usahatani (Suratiyah, 2009).

3.1.4 Model Regresi Berganda

Model regresi berganda merupakan salah satu model yang terdapat dalam ekonometrika. Model ini membahas asumsi bahwa peubah tak bebas (respons)Y merupakan fungsi linear dari beberapa peubah bebas X1, X2, ..., Xn, dan

komponen sisaan u (error)(Juanda, 2009). Model akan diuji berdasarkan hipotesis yang diajukan. Menurut Gujarati (2006), tujuan analisis regresi adalah untuk menaksir nilai rata-rata tak bebas berdasarkan nilai-nilai variabel yang ada, untuk menguji hipotesis tentang sifat ketergantungan antar variabel, dan untuk memprediksi nilai rata-rata tak bebas berdasarkan nilai variabel bebas yang berada diluar rentang sampel.

(49)

31 linier. Asumsi-asumsi yang dapat digunakan untuk model regresi linier berganda dengan OLS adalah :

1. E (ui) = 0, untuk setiap i, dimana i = 1,2,....,n, artinya rata-rata galat adalah nol, dengan nilai yang diharapkan bersyarat dari ui tergantung pada variabel bebas tertentu adalah nol.

2. Cov (ui,uj) = 0, i ≠ j. artinya covarian (ui,uj) = 0, dengan kata lain tidak ada autokorelasi antara galat yang satu dengan yang lain.

3. Var (ui) = 2, untuk setiap i, dimana i = 1,2,....,n. Artinya setiap galat memiliki varian yang sama (asumsi homoskedastisitas).

4. Cov (ui, X1i) = cov (ui, X2i) = 0. Artinya kovarian setiap galat memiliki varian yang sama. Setiap variabel bebas tercakup dalam persamaan linier berganda. 5. Tidak ada multikolinearitas, yang berarti tidak terdapat hubungan linier yang pasti antara variabel yang menjelaskan, atau variabel penjelas harus saling bebas. Secara umum, fungsi regresi berganda dituliskan sebagai berikut (Juanda, 2009) : Y = β1 X1i+ β2 X2i+ β3 X3i+ ... + βk Xki + i ...(3.3) Jika semua pengamatan X1i bernilai 1, maka model diatas menjadi

Y = β1+ β2 X2i+ β3 X3i+ ... + βk Xki + i...(3.4) Keterangan :

Y = Peubah tak bebas

i = Nomor pengamatan dari 1 sampai N (populasi) / n (sample) Xki = Pengamatan ke-i untuk peubah bebas Xk

β1 = Intersep

β2,3,..n = Parameter penduga Xi i = Pengaruh sisa (error term)

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

(50)

32

suatu tanaman. Ketersediaan air bersifat stabil artinya ketika musim hujan maka ketersediaan air akan berlimpah sedangkan pada musim kemarau ketersediaan air akan berkurang. Oleh karena itu, kita memiliki peran untuk mengelola pemanfaatan sumberdaya air tersebut agar ketersediannya terjaga khususnya bagi kebutuhan pertanian.

Upaya yang dilakukan untuk menjaga ketersediaan air tersebut, yaitu dengan pembangunan bendung atau waduk sebagai sarana irigasi untuk mengairi lahan-lahan pertanian. Di Kabupaten Purwakarta terdapat bendungan atau waduk yaitu Waduk Jatiluhur yang telah berdiri sejak tahun 1967. Waduk ini merupakan bagian dari tiga waduk kaskade Citarum yaitu Saguling, Cirata, dan Jatiluhur. Irigasi Jatiluhur memiliki fungsi sebagai penampung dan pengendali air pada waktu musim hujan maupun kemarau. Sistem irigasi ini membantu petani untuk meningkatkan produktivitas pertanian khususnya padi.

Air yang tersedia di Waduk Jatiluhur yang digunakan untuk sistem irigasi tersebut memanfaatkan hujan yang dipengaruhi oleh fenomena iklim dalam penyediaan air, ketika terjadi musim kemarau maka ketersediaan air yang berada di waduk tersebut akan mengalami penurunan. Sehingga penyediaan air untuk irigasi mengalami penurunan.

Penyediaan air irigasi dari Waduk Jatiluhur dituntut untuk mampu secara berkelanjutan mengairi daerah pertanian di wilayah Pantura khususnya di daerah Purwakarta Jawa Barat agar mampu memproduksi padi secara optimal.Oleh karena itu, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Hujan Buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) operasi TMC menjadi perhatian dalam pengelolaan sistem irigasi yaitu dalam penyediaan air.

TMC melakukan operasinya yaitu dengan cara memodifikasi cuaca dengan tujuan untuk meningkatkan intensitas curah hujan di suatu tempat (rain enhancement) atau sebaliknya, yaitu untuk menurunkan intensitas curah hujan di suatu tempat (rain reduction).Peran TMC tidak hanya untuk mengisi waduk irigasi teknis namun untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA), dan mengantisipasi bencana penyimpangan iklim yaitu kekeringan dan banjir.

(51)

33 Cobb-Douglas dikarenakan fungsi tersebut lebih sederhana dan mudah untuk melihat faktor-faktor produksi apa saja yang berpengaruh nyata terhadap kegiatan produksi pertanian, dan bagaimana pengaruh air sebagai input pertanian dalam upaya meningkatkan produksi, produktivitas, dan pendapatan usahatani. Hal tersebut dikarenakan fungsi Cobb-Douglas dapat dilinearkan dengan cara melogaritmakan fungsi tersebut. Analisis terkait dampak TMC terhadap ketersediaan debit air dan Produktivitas padi dilihat dengan membandingkan debit air, produksi maupun produktivitas sebelum dan sesudah diterapkannya TMC. Secara rinci kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian : Ruang Lingkup Penelitian

Rekomendasi Penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di Waduk Jatiluhur

(52)

34

IV.METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Citra Jaya , Kecamatan Binong, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Maret 2014. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Waduk Jatiluhur merupakan salah satu waduk yang sumber airnya berasal dari Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau Hujan Buatan.

Gambar 3.Peta tiga dimensi Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, JawaBarat dengan tiga waduk kaskadenya (Saguling, Cirata dan Jatiluhur)

(53)

35 4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi lapang, penyebaran kuesioner, dan wawancara langsung dengan petani di Desa Citra Jaya. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber yang relevan berupa buku referensi, laporan kegiatan, jurnal ilmiah, internet serta informasi dan sumber dari instansi terkait seperti Dinas Pertanian, Pengelola Waduk Jatiluhur dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

4.3 Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Metode merupakan metode yang memilih secara sengaja (dengan suatu kriteria tertentu) responden untuk dijadikan sampel.

Responden yang dipilih pada penelitian ini mengambil sampel yang homogen, yaitu petani. Responden yang menjadi sampel adalah petani yang ada di Desa Citra Jaya, Kecamatan Binong, Kabupaten Subang. Jumlah petani yang diwawancarai dengan menggunakan kuesioner sebanyak 35 orang petani padi.

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

(54)

36

Tabel 4. Matriks Metode Tujuan Penelitian, Sumber Data, dan Metode Analisis Data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis

Data

1

2

3

Mengidentifikasi dampak TMC atau Hujan Buatan terhadap

pendapatan Rumah Tangga

petani sebelum dan sesudah

Analisis Perubahan debit

air (ΔTεA = TεA2- TMA1)

Analisis fungsi produksi cobb-douglas dan Analisis Perubahan produktivitas

(ΔΎ = Ύ2–Ύ1)

Analisis fungsi produksi cobb-douglas dan Analisis

Perubahan pendapatan (ΔI

= I2– I1)

4.4.1 Fungsi Cobb-dauglas Fungsi Cobb-Douglas

Fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel , variabel yang satu disebut dengan variabel dependen dan yang lain disebut variabel independen (Soekartawi, 2002). Secara matematik, fungsi cobb-douglas dalam penelitian ini dapat dituliskan sebagai berikut:

Y = a ... ... a ...

(4.1)

persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut.

Berdasarkan persamaan (4.1) dapat diperoleh fungsi linear berganda sebagai berikut:

Gambar

Tabel 1. Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Konstan Menurut
Tabel 3. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi 2011
Gambar 1. Hubungan Fungsional Produksi Fisik Dengan Faktor Produksi
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil menunjukan bahwa perlakuan media berpengaruh nyata terhadap diameter koloni dan kecepatan pertumbuhan miselium jamur merang (Volvariella volvaceae), dan media alternatif

We study a discrete time Markov process with particles being able to perform discrete time random walks and create new particles, known as branching random walk (BRW).. We suppose

Jaringan kista lutein berdarah dengan tampilan IHK CD 10 positif karena pada pasien tersebut, ia juga mengalami kehamilan ektopik, sehingga ditemukan jaringan stroma

Rasa gangguan akan kebisingan yang timbulkan dari suara peralatan kegiatan pertambangan akan menghasilkan persepsi ketergangguan yang berbeda beda setiap individu,

cara berkompetisi dengan 2’-deoksiguanosin sebagai substrat DNA polimerase virus  Indikasi : infeksi HSV-1 dan HSV-2, VZV varicella dan herpes zoster  Dimulai dalam waktu 24 jam

Di flash tank, tekanan sangat mempengaruhi temperatur larutan. Jadi, dengan adanya penurunan tekanan menjadi vakum, otomatis temperatur akan turun. Temperatur

Kecantikan bukanlah untuk dipertontonkan karena ia adalah hadiah yang harus dijaga, harta yang harus di investasikan, dan jiwa yang harus ditanam untuk seorang yang akan menjadi

Dengan inI kami mengundang Saudara untuk mengikuti Pembuktian Kualifikasi Jasa Konsultansi dengan Sistem Seleksi Sederhana untuk :. Perencanaan Teknis Pembangunan Kawasan