Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh:
Siti Malati Umah
NIM: 1110101000040
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
i Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 28 Agustus 2014
ii
Skripsi dengan Judul
DETERMINAN KEMATIAN NEONATAL
DI DAERAH RURAL INDONESIA TAHUN 2008-2012
Telah disetujui dan diperiksa untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 28 Agustus 2014 Oleh:
Siti Malati Umah NIM: 1110101000040
Pembimbing I,
Ratri Ciptaningtyas, SKM, MHS NIP. 198404042008122007
Pembimbing II,
Minsarnawati, SKM, M.Kes NIP. 197502152009012003
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
iii
Skripsi berjudul DETERMINAN KEMATIAN NEONATAL DI DAERAH RURAL INDONESIA TAHUN 2008-2012 telah diujikan dalam sidang skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 15 Agustus 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat.
Jakarta, 28 Agustus 2014
Sidang Skripsi, Penguji I,
Raihana Nadra Al Kaff, SKM, MMA NIP. 197812162009012005
Penguji II,
iv PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
Skripsi, 28 Agustus 2014
Siti Malati Umah, NIM: 1110101000040
Determinan Kematian Neonatal di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 xviii + 156 halaman, 27 tabel, 6 gambar, 3 lampiran
ABSTRAK
Latar Belakang: Kematian neonatal merupakan penyumbang terbesar kasus kematian pada bayi di Indonesia sebanyak 59% kasus. Kematian neonatal lebih tinggi terjadi di daerah rural dibandingkan wilayah urban Indonesia. Pengetahuan tentang faktor yang berpengaruh terhadap kematian neonatal diperlukan untuk mencegah terjadinya kasus kematian neonatal khususnya di daerah rural. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kematian neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012.
Metode: Sumber data penelitian adalah Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012 dengan desain penelitian cross sectional study dan analisis statistik menggunakan uji chi square.
Hasil: Hasil penelitian didapatkan faktor yang berhubungan dengan kematian neonatal yaitu status pekerjaan ibu (p= 0,000), umur ibu (p=0,007), paritas (0,033), kunjungan antenatal (p=0,001) dan komplikasi kehamilan (p=0,002). Sedangkan pendidikan ibu (p=0,311), indeks kekayaan rumah tangga (0,375), jenis kelamin bayi (p=0,458), penolong persalinan (p=0,548), persalinan caesar (0,363) dan tempat persalinan (0,674) tidak berhubungan dengan kematian neonatal di daerah rural Indonesia.
Simpulan: Perlu dilakukan peningkatan pengetahuan pada kelompok ibu umur >20 tahun dan >35 tahun serta kelompok ibu yang bekerja, peningkatan ketersediaan dan kelengkapan fasilitas dan tenaga pada layanan KB, pelayanan antenatal yang fokus pada terjaminnya ketersediaan, kelengkapan dan kualitas fasilitas dan tenaga kesehatan, pemantauan berkelanjutan bagi ibu yang mengalami komplikasi kehamilan dan peningkatan kualitas tenaga penolong persalinan.
v EPIDEMIOLOGY CONCENTRATION Undergraduate Thesis, August 29th 2014 Siti Malati Umah, NIM: 1110101000040
Determinants of Neonatal Mortality in Rural Indonesia Year 2008-2012 xviii + 156 pages, 27 tables, 6 pictures, 3 attachments
ABSTRACT
Background: Neonatal mortality accounts for almost 59% of infant mortality in Indonesia. Neonatal mortality shows to be higher in rural area than in urban area. An understanding of the factors related to neonatal mortality in rural setting is needed to prevent neonatal death. This study aimed to identify the determinants of neonatal deaths in rural Indonesia year 2008-2012.
Method: The data source for the analysis was the 2012 Indonesia Demographic and Health Survey with cross sectional study design and statistic analysis was performed using chi square test.
Results: The results indicated that maternal occupation status (p= 0,000), maternal age (p=0,007), parity (0,033), antenatal care (p=0,001) and complications during pregnancy (p=0,002) were associated with neonatal death. While maternal education (p=0,311), household wealth index (0,375), sex of neonatus (p=0,458), birth attendants (p=0,548), cesarean delivery (0,363) dan place of delivery (0,674) were not associated with neonatal death in rural area of Indonesia.
Conclusion: Strategies on improving maternal knowledge needed to be focus on maternal age >20 and >35 years and maternal working group, provision of adequate health facilities both of the availability of health professionals and the completeness of equipments on family planning and antenatal care service, sustained monitoring on maternal complication group and improving skilled birth attendance towards providing quality service.
vi A. Identitas Pribadi
Nama Lengkap : Siti Malati Umah Tempat, Tanggal Lahir :Brebes, 26 Juli 1991 Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Desa Pasirpanjang RT 006/002, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, 52275
Nomor telepon : 0857 4784 2313
Email : elummah35@yahoo.co.id
Website : elummah35.wordpress.com
B. Pendidikan Formal
1. 1997 - 2003 : SDN 03 Pasirpanjang, Salem, Brebes 2. 2003 - 2006 : MTs As Salam Salem, Brebes 3. 2006 - 2010 : MAN 2 Ciamis
vii Assalamu’alaikum Warohmatullah Wabarokatuh
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang, atas limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Mata Kuliah Skripsi. Salawat dan salam senantiasa tecurahkan kepada Rasul tercinta yang telah menjadi suri tauladan bagi umatnya.
Dengan bekal pengetahuan, pengarahan serta bimbingan yang diperoleh selama perkuliahan, penulis menyusun skripsi mengenai “Determinan Kematian Neonatal di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012”. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah skripsi sebagai tugas akhir mahasiswa. Masalah kematian pada neonatal dipilih sebagai topik penelitian mengingat kematian neonatal menempati proporsi tertinggi kematian yang terjadi pada bayi. Angka Kematian Bayi masih jauh dari target MDGs 2015. Target MDGs untuk menurunkan Angka Kematian Bayi akan tercapai apabila penurunan Angka Kematian Neonatal bisa dicapai. Sehingga diharapkan penelitian ini nantinya bisa berkontribusi terhadap upaya penurunan angka kematian bayi serta balita di Indonesia khususnya untuk daerah rural Indonesia.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. (hc). Dr. M. K. Tajudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran
viii
penanggungjawab Mata Kuliah Skripsi Mahasiswa Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013-2014.
3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014-2015.
4. Ibu Minsarnawati Tahangnacca, SKM, M.Kes selaku penanggungjawab Peminatan Epidemiologi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta dosen pembimbing skripsi atas arahan dan bimbingannya selama penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Ratri Ciptaningtyas, SKM, MHS selaku dosen pembimbing skripsi atas konsultasi, arahan serta bimbingannya selama penyusunan skripsi.
6. Orang tua penulis, bagi Bapak (Ali Syamsuddin Alm) rasa terimakasih yang sangat besar atas dukungan, do’a serta kepercayaannya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis semakin percaya diri dalam menghadapi berbagai hal. Untuk Ibu (Syariah), dengan kelembutan dan kasih sayang serta do’anya yang tak pernah berhenti dipanjatkan untuk penulis serta keteguhan hati yang dicontohkannya sehingga semakin menguatkan penulis. Penulis selalu mendo’akan, semoga Allah SWT menerima seluruh amal kebaikan mereka dan mengampuni segala dosanya. Amiin.
ix
menjadi sponsor pulsa bagi penulis, makasih Uad bantuannya,, sangat bermanfaat…
8. Buat Rizka sahabatku, teman sekosanku yang mau direpotkan, sering dimintain tolong ini itu, De,makasih banget ya udah banyak ngebantu aku... Buat Nida, Najah, Zata, makasih Nid, Jah, Ta, masukan dan do’a kalian saat penyusunan proposal membuat semangatku bangkit kembali. Buat Wiwid, kamu keren sis, aku banyak belajar dari kamu lho,,. Buat Luthfi, Fi.. makasih ya, udah ngasih banyak masukan buat proposal dan skripsiku, skripsi kita bener-bener mirip ya, tapi tetep berbeda. Buat Bebe, Tika, juga Karlin, makasih ya kalian udah sering berbagi cerita, informasi, ngasih masukan, saling nyemangatin, semoga ukhuwah kita tetap terjaga... Buat kalian semuanya, makasih ya udah sering main ke kosan, refreshing banget buat aku, skripsi jadi lebih menyenangkan (kapan lagi ya kita bisa kumpul di kosan). Tidak lupa buat Ii, makasih ya udah ngasih semangat juga saat proposal. Buat Putri, semangat selalu ya, semoga kita lulus tahun ini semua. Terakhir buat dua cowok yang memang hanya dua cowok di peminatan epidemiologi, Harun dan Bayu, Wong Palembang, cowok-cowok rajin yang ngalahin cewek paling rajin di kelas, kalian bener-bener superrr, patut dijadikan contoh. Peminatan Epidemiologi Pokoknya Tak Terlupakan (udah kangen banget sama kalian...).
x
10. Teman-teman program studi lain, Keperawatan, Shulcha, Hilma, Alung; teman-teman Farmasi Nia, Lina, Farida; adik kelas peminatan epidemiologi Rini, Iis, Ila, Karim; teman-teman CSS MoRA UIN Jakarta, serta kakak kelasku (Teh Eci) dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Selanjutnya, penulis menyadari bahwa penulisan laporan penelitian pada skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak agar penulis dapat menyusun laporan penelitian yang lebih baik dimasa yang akan datang.
Wassalamu‘alaikum Warohmatullah Wabarokatuh
Jakarta, 28 Agustus 2014
xi
"
َﻓ
ِﺈ
ﱠن
َﻣ
َﻊ
ْﻟا
ُﻌ
ْﺴ
ِﺮ
ُﯾ
ْﺴ
ًﺮ
ا
ِإ
اًﺮْﺴُﯾ ِ ﺮْﺴُﻌْ ﻟا َﻊَ ﻣ ﱠ ن
"..
“…K arena
sesungguhnya
setelah
kesulitan
itu
ada
xii
K upersembahkan skripsi ini untuk B apak ( Alm)
xiii
LEMBAR PERNYATAAN ... i
PERNYATAAN PERSETUJUAN ... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iii
ABSTRAK ... iv
RIWAYAT HIDUP PENULIS ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah... 4
1.3 Pertanyaan Penelitian ... 5
1.4 Tujuan Penelitian ... 6
1.4.1 Tujuan Umum ... 6
1.4.2 Tujuan Khusus ... 6
1.5 Manfaat Penelitian ... 8
1.5.1 Bagi Peneliti ... 8
1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ... 8
1.5.3 Bagi Pemerintah ... 8
1.5.4 Bagi Masyarakat... 9
1.6 Ruang Lingkup Masalah ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Kematian Neonatal ... 10
2.2 Angka Kematian Neonatal ... 11
xiv
2.3.2.1 Faktor Ibu (Maternal Factors) ... 20
2.3.2.2 Faktor Neonatal (Neonatal Factors) ... 24
2.3.2.3 Faktor Sebelum Melahirkan (Pre-Delivery Factors) . 38 2.3.2.4 Faktor Saat Melahirkan (Delivery Factors) ... 47
2.3.2.5 Faktor Setelah Melahirkan (Post Delivery Factors) .. 61
2.4 Konsep Daerah Rural/Perdesaan ... 63
2.5 Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012 (SDKI 2012) ... 68
2.6 Kerangka Teori ... 75
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 77
3.1 Kerangka Konsep ... 77
3.2 Definisi Operasional ... 80
3.3 Hipotesis Penelitian ... 83
BAB IV METODE PENELITIAN ... 84
4.1 Desain Penelitian ... 84
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 85
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 85
4.3.1 Populasi Penelitian ... 85
4.3.2 Sampel Penelitian ... 85
4.4 Cara Pengambilan Sampel ... 86
4.5 Teknik Pengumpulan Data ... 87
4.6 Pengolahan Data ... 89
4.7 Analisis Data ... 90
4.7.1 Analisis Univariat ... 91
4.7.2 Analisis Bivariat ... 91
BAB V HASIL ... 92
5.1 Distribusi Kematian Neonatal ... 92
5.2 Distribusi Tingkat Pendidikan Ibu ... 92
5.3 Distribusi Status Pekerjaan Ibu ... 93
xv
5.7 Distribusi Paritas ... 95
5.8 Distribusi Kunjungan Antenatal ... 95
5.9 Distribusi Komplikasi Kehamilan ... 95
5.10 Distribusi Penolong Persalinan ... 96
5.11 Distribusi Persalinan Caesar ... 96
5.12 Distribusi Tempat Persalinan ... 97
5.13 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kematian Neonatal ... 97
5.14 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kematian Neonatal ... 98
5.15 Hubungan Indeks Kekayaan Rumah Tangga dengan Kematian Neonatal ... 99
5.16 Hubungan Umur Ibu dengan Kematian Neonatal ... 100
5.17 Hubungan Jenis Kelamin Bayi dengan Kematian Neonatal ... 100
5.18 Hubungan Paritas dengan Kematian Neonatal ... 101
5.19 Hubungan Kunjungan Antenatal dengan Kematian Neonatal ... 102
5.20 Hubungan Komplikasi Kehamilan dengan Kematian Neonatal... 102
5.21 Hubungan Penolong Persalinan dengan Kematian Neonatal ... 103
5.22 Hubungan Persalinan Caesar dengan Kematian Neonatal ... 104
5.23 Hubungan Tempat Persalinan dengan Kematian Neonatal ... 104
BAB VI PEMBAHASAN ... 106
6.1 Keterbatasan Penelitian ... 106
6.2 Kematian Neonatal di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 .. 107
6.3 Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kematian Neonatal di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 ... 111
6.3.1 Pendidikan Ibu ... 111
6.3.2 Pekerjaan Ibu ... 115
6.3.3 Indeks Kekayaan Rumah Tangga... 119
6.3.4 Umur Ibu ... 123
6.3.5 Jenis Kelamin Bayi... 127
6.3.6 Paritas ... 129
xvi
6.3.10 Persalinan Caesar ... 152
6.3.11 Tempat Persalinan ... 154
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 161
7.1 Simpulan ... 161
7.2 Saran ... 162
DAFTAR PUSTAKA ... 164
xvii
Tabel 2.1 Kriteria Perkotaan dan Perdesaan di Indonesia... 67
Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 80
Tabel 4.1 Variabel dan Kode Variabel Penelitian Pada SDKI 2012 ... 89
Tabel 4.2 Hasil Cleaning Data Daerah Rural Indonesia SDKI 2012 ... 90
Tabel 5.1 Distribusi Kematian Neonatal di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 ... 92
Tabel 5.2 Distribusi Tingkat Pendidikan Ibu di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 ... 92
Tabel 5.3 Distribusi Pekerjaan Ibu di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 ... 93
Tabel 5.4 Distribusi Indeks Kekayaan Rumah Tangga di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 ... 93
Tabel 5.5 Distribusi Umur Ibu di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 . 94 Tabel 5.6 Distribusi Jenis Kelamin Bayi di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 ... 94
Tabel 5.7 Distribusi Paritas di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 ... 95
Tabel 5.8 Distribusi Kunjungan Antenatal di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 ... 95
Tabel 5.9 Distribusi Komplikasi Kehamilan di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 ... 96
Tabel 5.10 Distribusi Penolong Persalinan di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 ... 96
Tabel 5.11 Distribusi Persalinan Caesar di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 ... 97
xviii
[image:19.612.132.535.55.497.2]xix
Gambar 2.1 Tren Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Neonatal di
Indonesia Tahun 2002-2012 ... 13
Gambar 2.2 Bagan Alur Pengambilan Sampel Rumah Tangga dan Individu ... 69
Gambar 2.3 Kerangka Teori ... 76
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ... 79
Gambar 4.1 Bagan Alur Pengambilan Sampel Penelitian ... 87
1
1.1 Latar Belakang
Berbagai laporan menunjukkan bahwa kematian neonatal menempati proporsi kematian terbanyak yang terjadi pada bayi di dunia. Laporan MDGs 2013 menunjukkan bahwa proporsi kematian neonatal pada kejadian kematian balita di dunia mengalami peningkatan dari 36% pada tahun 1990 menjadi 43% pada tahun 2011 (United Nations, 2013). Data WHO juga menunjukkan bahwa kematian neonatal memiliki proporsi sebesar 40% kematian dari seluruh kematian yang terjadi pada balita di dunia (WHO, 2014).
Data SDKI 2012 menunjukkan kematian neonatal untuk periode 2008-2012 di Indonesia sebesar 19 kematian per 1000 kelahiran hidup (KH). Angka Kematian Neonatal ini merupakan proporsi kematian terbesar yang terjadi pada bayi (59%) di Indonesia. Angka Kematian Bayi di Indonesia yaitu sebesar 32 per 1000 KH untuk periode 2008-2012. Angka Kematian Bayi ini menunjukkan masih cukup jauh untuk bisa mencapai target MDGs menurunkan Angka Kematian Bayi sebesar 23 per 1000 KH pada tahun 2015 (BPS, BKKBN, Kemenkes & ICF International, 2013).
daerah rural (perdesaan) Indonesia dibandingkan di daerah urban (perkotaan) Indonesia. Angka Kematian Neonatal di daerah urban Indonesia sebesar 15 per 1.000 KH. Sedangkan Angka Kematian Neonatal di daerah rural Indonesia berdasarkan SDKI 2012 yaitu sebesar 24 per 1.000 KH untuk periode 2003-2012 (BPS, BKKBN, Kemenkes & ICF International, 2013). Angka Kematian Neonatal didaerah rural mengalami penurunan pada hasil SDKI 2002-2003 (26 per 1000 KH) (BPS & ORC Macro, 2003), namun Angka Kematian Neonatal di daerah rural Indonesia ini tetap konstan berdasarkan hasil SDKI 2007 (24 per 1.000 KH) (BPS & Macro International, 2008).
Angka Kematian Neonatal (AKN) merupakan kematian yang terjadi pada dua puluh delapan hari pertama kehidupan dibagi jumlah bayi lahir hidup. Pada SDKI 2012 AKN dihitung berdasarkan keterangan jumlah bayi yang meninggal pada dua puluh delapan hari pertama kehidupan dibagi dengan keterangan jumlah bayi yang bertahan hidup. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 dilaksanakan untuk mengetahui informasi mengenai masalah kependudukan serta masalah kesehatan yang fokus pada kesehatan ibu dan anak di Indonesia (BPS, BKKBN, Kemenkes & ICF International, 2013).
Masa neonatal merupakan masa empat minggu pertama kehidupan
yang diperlukan untuk mengatasi penyebab utama kematian berbeda dengan intervensi pada kematian balita secara umum (WHO, 2014).
Hasil penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kematian neonatal yaitu usia ibu (Prabamurti, dkk., 2008), berat bayi lahir (Onwuanaku dkk., 2011), jarak kelahiran (Mekonnen dkk., 2013), jenis kelamin bayi (Bashir dkk., 2013), paritas (Singh dkk., 2013), pendidikan ibu (Upadhyay dkk., 2012), suntikan tetanus
toksoid pada ibu (Singh dkk., 2013), persalinan caesar (Chaman dkk.,
2009), umur kehamilan (Onwuanaku dkk., 2011), riwayat komplikasi persalinan (Singh, dkk., 2013) dan fasilitas persalinan (Tura, dkk., 2013).
Penelitian yang dilakukan di beberapa daerah rural menunjukkan
bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kematian neonatal yaitu
(Titaley, dkk., 2008). Umur ibu saat melahirkan dan umur kehamilan dapat meningkatkan risiko terjadinya kematian neonatal (Fachlaeli, 2000). Pada penelitian yang dilakukan (Yani & Duarsa, 2013) Yani dan Duarsa (2013) menemukan bahwa pelayanan antenatal dan penolong persalinan memiliki hubungan dengan kematian neonatal.
Target MDGs untuk menurunkan angka kematian bayi sebesar 23 kematian per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015 cukup berat bagi Indonesia. Penurunana angka kematian bayi ini membutuhkan berbagai upaya yang perlu ditingkatkan (BPS, BKKBN, Kemenkes & ICF International, 2013) sedangkan waktu pencapaian hanya tersisa satu tahun. Sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kasus kematian neonatal di Indonesia dengan fokus di daerah rural karena memiliki angka kematian neonatal yang lebih tinggi dibandingkan di daerah urban serta memiliki angka kematian neonatal yang tetap konstan dari tahun sebelumnya. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam upaya melakukan intervensi terkait faktor risiko kematian neonatal sehingga bisa berdampak terhadap penurunan Angka Kematian Neonatal di daerah rural Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Indonesia. Kematian neonatal di daerah rural Indonesia tetap konstan berdasarkan SDKI 2007 dan SDKI 2012. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kematian neonatal di daerah rural Indonesia agar bisa diketahui intervensi yang diperlukan untuk menurunkan Angka Kematian Neonatal yang juga diharapkan bisa berdampak pada penurunan Angka Kematian Bayi.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Adapun pertanyaan pada penelitian ini sebagai berikut:
1) Bagaimana distribusi kematian neonatal, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, indeks kekayaan rumah tangga, umur ibu, jenis kelamin bayi, paritas, kunjungan antenatal, komplikasi kehamilan, penolong persalinan, persalinan caesar dan tempat persalinan di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012?
2) Bagaimana hubungan pendidikan ibu dengan kematian neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012?
3) Bagaimana hubungan pekerjaan ibu dengan kematian neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012?
4) Bagaimana hubungan indeks kekayaan rumah tangga dengan kematian neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012?
5) Bagaimana hubungan umur ibu dengan kematian neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012?
7) Bagaimana hubungan paritas dengan kematian neonatal di daerah rural
Indonesia tahun 2008-2012?
8) Bagaimana hubungan kunjungan antenatal dengan kematian neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012?
9) Bagaimana hubungan komplikasi kehamilan dengan kematian neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012?
10) Bagaimana hubungan penolong persalinan dengan kematian neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012?
11) Bagaimana hubungan persalinan caesar dengan kematian neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012?
12) Bagaimana hubungan tempat persalinan dengan kematian neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan pada penelitian ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut:
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini yaitu diketahuinya determinan kematian neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012.
1.4.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini sebagai berikut: 1) Diketahuinya distribusi kematian neonatal, pendidikan ibu,
penolong persalinan, persalinan caesar dan tempat persalinan di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012.
2) Diketahuinya hubungan pendidikan ibu dengan kematian neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012.
3) Diketahuinya hubungan pekerjaan ibu dengan kematian neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012.
4) Diketahuinya hubungan indeks kekayaan rumah tangga dengan kematian neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012. 5) Diketahuinya hubungan umur ibu dengan kematian neonatal di
daerah rural Indonesia tahun 2008-2012.
6) Diketahuinya hubungan jenis kelamin bayi dengan kematian neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012.
7) Diketahuinya hubungan paritas dengan kematian neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012.
8) Diketahuinya hubungan kunjungan antenatal dengan kematian neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012.
9) Diketahuinya hubungan komplikasi kehamilan dengan kematian neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012.
10) Diketahuinya hubungan penolong persalinan dengan kematian neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012.
11) Diketahuinya hubungan persalinan caesar dengan kematian neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat pada penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1.5.1 Bagi Peneliti
Sebagai sarana menerapkan dan mengaplikasikan keilmuan kesehatan masyarakat yang telah didapatkan di perkuliahan mengenai metodologi penelitian, epidemiologi kesehatan reproduksi, manajemen dan analisis data serta keilmuwan kesehatan masyarakat lainnya yang digunakan dalam penelitian ini.
1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan bagi kalangan akademisi sebagai informasi terhadap penelitian selanjutnya.
1.5.3 Bagi Pemerintah
1.5.4 Bagi Masyarakat
Masyarakat bisa mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kematian neonatal di daerah rural Indonesia setelah membaca laporan hasil penelitian ini.
1.6 Ruang Lingkup Masalah
10 2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kematian Neonatal
Neonatus (bayi baru lahir) adalah bayi dari saat lahir sampai usia 4 minggu pertama kehidupan (Wong, 2004). Periode neonatal dimulai saat bayi lahir sampai 28 hari setelah kelahiran (WHO, 2006). Periode neonatal ini merupakan periode paling kritis untuk perkembangan dan pertumbuhan
bayi (Saifudin, dkk, 2009). Bayi sangat mudah terserang penyakit akibat
terjadi transisi dari kehidupan didalam kandungan ke kehidupan di luar
kandungan (ekstrauterus) yang memerlukan beberapa penyesuaian
fisiologi dan biokimia agar bayi bisa bertahan hidup. Pada masa transisi ini
sebagian besar masalah yang terjadi adalah lemahya adaptasi bayi akibat
aspiksia, kelahiran prematur dan efek yang terjadi akibat proses persalinan
(Kliegman, dkk., 2011).
Kematian neonatal menurut ICD10 adalah kematian yang terjadi selama dua puluh delapan hari pertama kehidupan setelah bayi dilahirkan.
Kematian neonatal terbagi atas kematian neonatal dini dan kematian
neonatal lanjut. Kematian neonatal dini merupakan kematian seorang bayi
dari mulai setelah dilahirkan sampai 7 hari pertama kehidupan (0-6 hari).
Sedangkan kematian neonatal lanjut adalah kematian bayi setelah 7 hari
2.2 Angka Kematian Neonatal
Angka Kematian Neonatal merupakan jumlah kematian bayi berumur kurang dari 28 hari pada periode tertentu biasanya pada periode satu tahun (Timmreck, 1994). Walaupun Angka Kematian Balita di dunia menunjukkan terjadi penurunan sebesar 41% dari 87 kematian per 1000 kelahiran hidup tahun 1990 menjadi 51 kematian per 1000 kelahiran hidup tahun 2011, masih diperlukan upaya lebih serius untuk menurunkan dua per tiga kematian balita pada tahun 2015. Selain itu, proporsi kematian neonatal pada kematian balita di dunia justru mengalami peningkatan dari 36% pada tahun 1990 menjadi 43% pada tahun 2011 (United Nations, 2013).
Penurunan Angka Kematian Neonatal sangat penting untuk
mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) 2015 penurunan Angka Kematian Balita. Target MDGs untuk penurunan Angka Kematian
Balita yaitu penurunan kematian sebesar dua per tiga kematian pada 2015
dari kematian balita yang terjadi pada tahun 1990 (United Nations, 2013).
Penurunan angka kematian balita ini secara lebih rinci yaitu dari 97
kematian per 1000 KH menjadi 32 kematian per 1000 KH pada tahun 2015
(Stalker, 2008). Angka Kematian Balita di Indonesia diketahui sebesar 40 per 1.000 KH pada periode 2008-2012, dimana kematian yang terjadi pada bayi merupakan penyumbang kematian tertinggi (BPS, BKKBN, Kemenkes & ICF International, 2013).
rural Indonesia sebesar 40 per 1000 KH untuk periode 2003-2012. Pada kematian bayi tersebut diketahui kematian neonatal merupakan proporsi kematian penyumbang paling banyak.
Angka Kematian Neonatal di Indonesia yaitu sebesar 19 per 1000 KH untuk periode 2008-2012. Angka kematian neonatal ini tidak mengalami penurunan maupun peningkatan (konstan) dari hasil SDKI sebelumnya (SDKI 2007). Namun, Proporsi kematian neonatal terhadap kematian bayi mengalami peningkatan dari tahun 2007 ke tahun 2012 (58% menjadi 59%) (BPS, BKKBN, Kemenkes & ICF International, 2013).
Gambar 2.1
Tren Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Neonatal di Daerah Rural Indonesia Tahun 2002-2012
Sumber: (BPS & ORC Macro, 2003; BPS & Macro International, 2008; BPS, BKKBN, Kemenkes & ICF International, 2013)
2.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kematian Neonatal
Determinan atau faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup neonatal menurut Titaley, dkk (2008) terdiri dari faktor sosial-ekonomi (socioeconomic determinants) dan faktor terdekat (proximate determinants). Determinan terdekat tersebut terdiri dari faktor ibu, faktor bayi dan faktor pelayanan kesehatan.
2.3.1 Faktor Sosial-ekonomi (Socioeconomic Factors)
Faktor sosial-ekonomi yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup bayi terdiri dari pendidikan ibu, pekerjaan ibu, indeks kekayaan rumah tangga dan wilayah tempat tinggal (Titaley, dkk, 2008; Mekonnen dkk., 2013; Singh, dkk., 2013; Upadhyay, dkk., 2012; Yi, dkk., 2011).
1) Pendidikan Ibu
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
52 45
40
26 24 24
0 20 40 60
SDKI 2002-2003 SDKI 2007 S DKI 2012
Ju
m
la
h
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Adapun jenjang pendidikan merupakan tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi.
Semakin meningkatnya level pendidikan ibu dapat meningkatkan kemampuan ibu untuk memperoleh, memproses dan memahami informasi dasar kesehatan tentang manfaat pelayanan sebelum melahirkan dan informasi pelayanan kesehatan reproduksi yang dibutuhkan. Informasi sangat penting bagi ibu untuk membuat keputusan yang tepat. Ibu dengan tingkat pendidikan yang tinggi lebih percaya diri bertanya mengenai pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh dirinya (Karlsen, dkk., 2011).
kematian neonatal (Singh dkk., 2013). Semakin rendah tingkat pendidikan ibu akan semakin besar peluang terjadinya kasus kematian bayi (Ibu tidak pernah sekolah, OR: 2.48; ibu berpendidikan rendah, OR: 1.57) (Faisal, 2010). Penelitian lainnya juga menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kematian bayi (Sugiharto, 2011). Penelitian yang dilakukan Pertiwi (2010) juga menunjukkan ada hubungan antara pendidikan dengan kematian neonatal. Ibu yang tidak memiliki riwayat pendidikan lebih rentan mengalami kejadian kematian pada neonatusnya (Manzar, dkk., 2012).
sungkan untuk bertanya mengenai masalah kesehatan reproduksi kepada orangtuanya. Biasanya para remaja tersebut mendapatkan informasi dari teman-temannya (Kemenkes RI, 2012).
Namun, pada penelitian yang dilakukan Wijayanti (2013) menunjukkan tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian kematian neonatal.
2) Pekerjaan Ibu
Apabila ibu melakukan pekerjaan saat hamil, ibu memiliki kemungkinan terkena pajanan terhadap zat fetotoksik, ketegangan fisik yang berlebihan, terlalu lelah serta kesulitan yang berhubungan dengan keseimbangan tubuh. Ibu yang sering beridiri di suatu tempat dalam jangka waktu lama bisa berisiko mengalami varises vena, flebitis dan edema (Ladewig, dkk., 2006).
Ibu yang bekerja memiliki risiko 2.34 kali untuk mengalami
kematian neonatal dibandingkan ibu yang tidak bekerja (Dewi,
2010). Penelitian lainnya menunjukkan tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan kejadian kematian neonatal (Wijayanti, 2013).
Penelitian di daerah rural Etiopia menunjukkan bahwa kematian bayi lebih tinggi terjadi pada ibu yang bekerja yang merupakan usaha miliki sendiri. Bayi dari ibu tersebut memiliki risiko 5.4 kali lebih besar untuk mengalami kematian dibandingkan bayi dari ibu pada kelompok lainnya (petani, IRT) (Andargie, dkk., 2013). Penelitian di daerah rural India juga menemukan bahwa anak dari ibu yang tidak bekerja (tinggal di rumah) memiliki risiko lebih rendah untuk
meninggal selama periode neonatal dibandingkan anak dari ibu
yang bekerja (Singh, dkk., 2013).
Penelitian kualitatif yang dilakukan di Desa Jrangoan
(Suku Madura) Kecamatan Omben Kabupaten Sampang Jawa
Timur, menemukan bahwa remaja putri telah menikah
umumnya pada usia 17 tahun. Remaja putri tersebut yang
kemudian menjadi nyonya-nyonya kecil harus bisa membantu
suami mengurus ladang yang merupakan tempat mereka
dilakukan oleh ibu hamil tersebut adalah menanam berbagai jenis tanaman seperti padi, kacang-kacangan, singkong, ketela, cabai, bawang dan tembakau (Kemenkes RI, 2012).
Kebiasaan ibu tetap bekerja juga ditemukan pada
masyarakat Etnik Manggarai Desa Waicodi Kecamatan Cibal
Kabupaten Manggarai Provinsi Nusa Tenggara Timur. Ibu
hamil usia muda maupun usia kehamilan tujuh bulan masih
selalu bekerja membantu suaminya di ladang. Pada saat
menjelang persalinan, ibu juga dianjurkan untuk turut bekerja
di kebun agar janin dalam kandungan tidak diganggu roh jahat
(Kemenkes RI, 2012).
Pada masyarakat Etnik Ngalum Distrik Oksibil
Kabupaten Pegunungan Bintang Provinsi Papua juga diemukan
bahwa kebiasaan ibu saat hamil pada etnik ini yaitu dari mulai
menyiapkan sarapan untuk keluarga, memetik hasil kebun dan
kemudian menjualnya ke pasar, dimana jarak rumah ke pasar
cukup jauh. Ibu hamil dan ibu-ibu lainnya kemudian
menggunakan hasil penjualan dagangannya untuk membeli
keperluan keluarga yang telah habis. Selanjutnya ibu
menyiapkan makanan siang untuk keluarganya dan setelah
semua selesai ibu melakukan pekerjaan lain, mencuci pakaian,
mencuci piring, mengangkat air dan bahkan kembali lagi ke
kebun mengangkat kayu bakar untuk memasak di rumah.
bagi seluruh ibu di Etnik Ngalum baik ibu tidak hamil maupun
tidak hamil (Kemenkes RI, 2012).
3) Indeks Kekayaan Rumah Tangga
Indeks kekayaan rumah tangga memiliki hubungan
dengan kejadian kematian neonatal. Rumah tangga dengan
indeks kekayaan rumah tangga terendah memiliki
kemungkinan 1,6 kali untuk mengalami kematian neonatal
dibandingkan rumah tangga dengan indeks kekayaan tinggi
(Bashir, dkk., 2013). Neonatus yang berasal dari ibu dengan
status sosial ekonomi dibawah rata-rata lebih rentan terhadap
kematian pada periode neonatal (Manzar, dkk., 2012; Gizaw,
dkk., 2014).
Penelitian yang dilakukan Mekonnen, dkk (2013) juga
menunjukkan terdapat hubungan antara indeks kekayaan
rumah tangga dengan kematian neonatal. Rumah tangga
miskin yang tinggal jauh dari fasilitas kesehatan memiliki
risiko yang meningkat terhadap kematian neonatal (Målqvist, dkk., 2010). Ibu dan anak yang berasal dari keluarga miskin memiliki risiko meningkat terhadap kematian neonatal dan
memiliki tantangan untuk mengakses pelayanan tepat waktu
2.3.2 Determinan Terdekat (Proximate Determinants)
Menurut Titaley, dkk (2008), determinan atau faktor terdekat terhadap kematian neonatal terdiri dari faktor ibu, faktor neonatal, faktor sebelum melahirkan, faktor saat melahirkan dan faktor setelah melahirkan.
2.3.2.1Faktor Ibu (Maternal Factors)
Faktor ibu yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup neonatal adalah umur ibu (Bashir, dkk., 2013; Mekonnen, dkk., 2013; Upadhyay, dkk, 2012).
1) Umur Ibu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 51% kematian neonatal terjadi pada pada ibu usia muda (15-24 tahun) (Yego, dkk., 2013). Umur ibu merupakan faktor tidak langsung dan merupakan faktor confounding. Ibu yang memiliki umur lebih dari 30 tahun bisa mengalami kematian neonatal (Vandresse, 2008). Terdapat hubungan antara variabel umur ibu saat melahirkan dengan kejadian kematian bayi (Sugiharto, 2011) (Sugiharto, 2011; Mekonnen, dkk., 2013). Penelitian yang dilakukan Bashir, dkk (2013)
menunjukkan bahwa kematian neonatal dipengaruhi oleh
umur ibu dengan OR sebesar 2.4 (≥ 40 tahun). Pada
penelitian Markovitz, dkk (2005) menunjukkan risko kematian neonatal lebih tinggi pada ibu usia muda (12– 17 tahun) dari pada ibu usia lebih tua (18–19 tahun) menunjukkan tidak ada perbedaan risiko kematian neonatal.
juga menunjukkan bahwa ibu kelompok umur <20 tahun dan >35 tahun memiliki risiko terjadinya kematian lebih tinggi (OR: 1.595) dibandingkan dengan kelompok umur antara 20-35 tahun (Wijayanti, 2013).
Namun hasil penelitian yang dilakukan
Onwuanaku dkk (2011) dan August, dkk., (2011) menunjukkan bahwa umur ibu tidak memiliki hubungan dengan kematian neonatal. Penelitian yang dilakukan Pertiwi (2010) juga menunjukkan tidak ada hubungan antara variabel umur ibu dengan kematian neonatal. Tidak ada hubungan antara umur ibu kurang dari 20 tahun dengan kematian neonatal dini serta tidak ada hubungan antara umur ibu lebih dari 35 tahun terhadap kematian neonatal dini (Nugraheni, 2013).
beberapa pasangan yang menikah sebelum umur tersebut. Sebagian besar pasangan yang menikah sebelum umur yang telah ditetapkan adalah pasangan yang menikah di luar Pulau Nias (Kemenkes RI, 2012). Bahkan hasil penelitian lainnya menemukan bahwa usia perkawinan yang dianjurkan pada masyarakat Etnik Mamasa di Provinsi Sulawesi Barat yaitu minimal 16 tahun untuk perempuan dan minimal 18 tahun untuk laki-laki (Kemenkes RI, 2012).
menunggunya diluar kelas bersama ibunya. Selain itu, para remaja tersebut cenderung tidak mengingat waktu terakhir mengalami haid, sehingga mereka tidak mengetahui berapa umur kandungannya. Kasus kehamilan tidak hanya ditemukan pada anak dan remaja tetapi juga terjadi pada ibu usia lebih dari 45 tahun. Padahal kehamilan pada usia tersebut sangat berisiko terhadap terjadinya komplikasi kehamilan. Apalagi diketahui kasus anemia pada ibu hamil di Suku Ngalum merupakan kasus yang paling tinggi di Papua (Kemenkes RI, 2012).
2.3.2.2Faktor Neonatal (Neonatal Factors)
Faktor neonatal yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup neonatal yaitu infeksi/penyakit, paritas, jarak kelahiran, jenis kelamin bayi, berat badan lahir, inisiasi menyusu dini (Titalley, dkk., 2008; Debes, dkk., 2013; Carlsen, dkk., 2013).
1) Infeksi/Penyakit
(Kliegman, dkk., 2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama kematian neonatal dini adalah aspiksia (45%), infeksi (22%) dan kelainan kongenital (11%) (Djaja, dkk., 2005).
Pada saat baru lahir, fungsi pernapasan yang adekuat pada bayi sangat penting agar berhasil beradaptasi dengan kehidupan diluar rahim. Pada janin, organ pertukaran gas adalah plasenta sedangkan pada saat lahir, paru-paru mengambil alih fungsi pernapasan. Agar bayi bisa bertahan hidup, bayi harus mampu mengembangkan fungsi paru-paru dengan udara, melakukan pernapasan secara kontinu, dan mempertahankan area kontak antara gas alveolus dengan darah kapiler yang cukup besar agar efek perpindahan gas dapat memenuhi kebutuhan metabolik (Rudolph, dkk., 2007).
Penelitian lainnya menunjukkan bahwa pneumonia merupakan salah satu dari tiga penyebab utama kematian neonatal yang berkontribusi terhadap perbedaan kematian antara area rural dan urban pada kematian neonatal (Yanping, dkk., 2010). Aspiksia, infeksi dan kelainan kongenital merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kematian neonatal dini (Sriasih, 2012). Hasil penelitian Baqui, dkk (2006) menunjukkan bahwa aspiksia, infeksi dan pneumonia merupakan penyebab utama kematian pada neonatal selain. Penelitian yang dilakukan Yego, dkk., (2013) juga menunjukkan bahwa aspiksia merupakan salah satu penyebab utama kematian neonatal.
Penelitian yang dilakukan Prabamurti, dkk (2008) menunjukkan ada hubungan antara kondisi usaha napas bayi dengan kematian neonatal. Manajemen infeksi pada bayi baru lahir merupakan salah satu intervensi yang dapat menurunkan kematian pada neonatal (Khan, dkk., 2013).
2) Jenis Kelamin Bayi
bayi perempuan mempunyai keunggulan fisiologi pada tubuhnya jika dibandingkan dengan bayi laki-laki (Wells, 2000).
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara jenis kelamin bayi dengan kematian neonatal (Pertiwi, 2010). Penelitian yang dilakukan Rahmawati (2007) juga menunjukkan bahwa jenis kelamin secara statistik berhubungan dengan kematian neonatal. Bayi laki-laki berisiko mengalami kematian neonatal sebesar 1.4 kali dibandingkan dengan bayi perempuan. Beberapa penelitian lainnya juga menunjukkan adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kematian neonatal (Pertiwi, 2010).
Menurut penelitian kualitatif pada suku Nias diketahui bahwa anak laki-laki (ono matua) dianggap lebih berharga dibandingkan dengan anak perempuan. Hal ini disebabkan karena suku Nias menganut sistem patrilinear, yakni garis keturunan yang diikuti adalah dari pihak laki-laki sehingga anak laki-lakilah yang akan meneruskan keturunan/marga (ngaötö/mado) keluarga dan juga mengurus harta atau warisan yang dimiliki keluarga. Selain itu, sebagian besar anak laki-laki yang sudah menikah tinggal bersama dengan orang tua sehingga kelak ketika orang tua sudah tidak bisa bekerja lagi maka anak laki-laki inilah yang akan mengurus orang tuanya. Sehingga para ibu terus hamil sampai akhirnya berhasil mendapatkan anak laki-laki (Kemenkes RI, 2012).
3) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (Saifuddin, dkk., 2009). BBLR sangat terkait dengan kelahiran prematur dimana terjadi fungsi organ belum matang, komplikasi akibat terapi dan gangguan-gangguan tertentu (Kliegman, dkk., 2011).
kurang dari 2.5 kg (Onwuanaku dkk., 2011). Terdapat hubungan antara berat bayi saat lahir dengan kematian neonatal dini (Nugraheni, 2013). Anak lahir dengan BBLR mempunyai kecenderungan untuk mengalami kejadian kematian bayi sebesar 3.53 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang memiliki bayi lahir BBLN (Faisal, 2010).
Pada beberapa penelitian lainnya juga menunjukkan terdapat hubungan antara berat bayi lahir dengan kematian neonatal (Schoeps, dkk., 2007; Rahmawati, 2007; Dewi, 2010; Pertiwi, 2010; Wijayanti, 2013). Namun, pada penelitian yang dilakukan Sugiharto (2011) menunjukkan tidak terdapat hubungan antara berat bayi lahir dengan kematian bayi.
2) Paritas
diwaspadai adanya gangguan pada waktu kehamilan, persalinan dan nifas (Kemenkes RI, 2011).
Paritas lebih dari 3 menunjukkan ada hubungan dengan kematian neonatal (Chaman, dkk., 2009). Penelitian yang dilakukan Titaley, dkk (2008) menunjukkan bahwa jarak kelahiran pendek berhubungan dengan kematian neonatal. Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara paritas dengan kematian neonatal (Dewi, 2010). Penelitian yang dilakukan Sugiharto (2011) menunjukan bahwa nomor urut kelahiran memiliki hubungan dengan kematian bayi. Ibu yang telah melahirkan lebih dari tiga anak mempunyai kecenderungan untuk mengalami kejadian kematian bayi sebesar 1.66 kali dibandingkan ibu yang telah melahirkan 1-3 anak (Faisal, 2010). Penelitian lainnya juga menyebutkan bahwa ibu yang memiliki paritas lebih dari empat memiliki hubungan dengan kematian neonatal (Rahmawati, 2007).
urutan kelahiran pertama dengan kematian neonatal dini. Pada penelitian yang dilakukan Wijayanti (2013) menunjukkan tidak terdapat hubungan antara paritas dengan kematian neonatal.
Hasil penelitian kualitatif lainnya menunjukkan bahwa nilai anak bagi orang Toraja Sa’dan sangat penting. Memiliki banyak anak masih menjadi pandangan utama bagi sebagian besar penduduk Sa’dan. Program Keluarga Berencana (KB) dari pemerintah yang mengarahkan dua anak lebih baik tidak berlaku bagi orang Toraja Sa’dan. Istilah KB bagi orang Toraja Sa’dan diubah menjadi “keluarga besar”, untuk menunjukkan banyaknya jumlah anak yang mereka miliki. Bahkan seorang yang terpandang di Toraja menceritakan bahwa dua bukan dua orang, namun dua pasang (empat orang) untuk menunjukkan anak yang beliau miliki. Ketiadaan seorang anak bagi orang Toraja Sa’dan merupakan hal yang masiri’ (malu) dalam keluarga, dianggap lemah, dan dikasihani oleh keluarga luas. Bahkan, sekalipun sudah memiliki anak, tetapi baru satu, keluarga tersebut masih dianggap belum lengkap (Kemenkes RI, 2012).
jumlah kelahiran adalah penggunaan metode kontrasepsi. Penelitian yang dilakukan di Bangladesh, menunjukkan bahwa penggunaan metode kontrasespi berhubungan dengan kejadian kematian neonatal. Pada ibu yang pernah menggunakan metode kontrasepsi sekitar 39% lebih rendah terhadap kematian neonatal dibandingkan ibu yang tidak pernah menggunakan metode kontrasepsi (Chowdhury, dkk, 2013).
Pemakaian metode kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate) di Indonesia menurut hasil SDKI 2012 diketahui tidak ada perbedaan antara daerah perdesaan dengan daerah perkotaan yaitu sebesar 62%. Pemakaian kontrasepsi ini mengalami peningkatan dari tahun 2007 sebelumnya yaitu sebesar 61%. Pemakaian metode kontrasepsi modern juga mengalami peningkatan dari 57% menjadi 58% (BPS, BKKBN, Kemenkes & ICF International, 2013). Namun, angka ini masih cukup jauh dari target MDGs 5 untuk meningkatkan pemakaian metode kontrasepsi modern sebesar 65% pada tahun 2015 (Kemenkes RI, 2014).
1991 menjadi 32% tahun 2012. Sedangkan peserta KB IUD mengalami penurunan dari 13% tahun 1991 menjadi 4% tahun 2012. Wanita di daerah perdesaan cenderung lebih banyak menggunakan metode suntik dibanding daerah perkotaan (masing-masing sebesar 28% dan 35%) sedangkan metode IUD, MOW/sterilisasi wanita dan kondom lebih banyak di gunakan di daerah perkotaan (BPS, BKKBN, Kemenkes & ICF International, 2013).
Adapun total tingkat kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmetneed) wanita berstatus kawin 15-49 tahun pada SDKI 2012 sebesar 11% (7% untuk membatasi kelahiran dan 4% untuk menjarangkan kelahiran). Walaupun unmetneed ini telah turun dari 13% pada SDKI 2007 menjadi 11% pada SDKI 2012 (BPS, BKKBN, Kemenkes & ICF International, 2013), namun angka ini masih belum mencapai target MDGs 5 untuk menurunkan unmetneed menjadi 5% pada tahun 2015 (Kemenkes RI, 2014).
ibu sudah mengetahui tentang manfaat KB, namun ibu tetap ingin memiliki anak lebih dari dua. Falsafah hidup Banyak Anak Banyak Rezeki masih diyakini beberapa warga hingga saat ini (Kemenkes RI, 2012).
4) Jarak Kelahiran
Apabila jarak kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Kehamilan dalam keadaan ini perlu diwaspadai karena ada kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik, mengalami persalinan yang lama atau perdarahan (Kemenkes RI, 2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jarak kelahiran kurang dari 24 bulan (2 tahun) menunjukkan ada hubungan dengan kematian neonatal (Chaman, dkk.,, 2009). Hasil penelitian Titaley, dkk., (2008) juga menunjukkan bahwa jarak kelahiran berhubungan dengan kematian neonatal.
Penelitian yang dilakukan Smith, dkk (2003)
terdapat hubungan antara jarak antar kelahiran dengan kematian bayi (Sugiharto, 2011). Namun, penelitian lainnya menunjukkan tidak terdapat hubungan antara jarak kelahiran dengan kematian neonatal dini (Nugraheni, 2013). Jarak antar kelahiran tidak berhubungan dengan kematian neonatal (Wijayanti, 2013).
5) Kelahiran Prematur
Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) (Saifuddin, dkk., 2009). Persalinan prematur merupakan hal yang berbahaya karena mempunyai dampak potensia terhadap kematian perinatal (Wiknjosastro, dkk., 2002). Persalinan prematur pada bayi dengan BBLR sangat tergantung dengan usia kehamilan. Kelahiran prematur berhubungan dengan kondisi kesehatan dimana terjadi ketidakmampuan uterus untuk menahan janin akibat ketuban pecah dini, pemisahan dini plasenta, kehamilan ganda atau kondisi lain yang menyebabkan terjadinya kontraksi uterus sebelum waktu persalinan (Kliegman, dkk., 2011).
dengan kematian pada neonatal. Bayi yang dilahirkan pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu menunjukkan angka kematian neonatal yang tinggi dibandingkan dengan ibu melahirkan dengan umur kehamilan 37 minggu atau lebih (Onwuanaku dkk., 2011). Penelitian yang dilakukan Schoeps, dkk (2007) menunjukkan terdapat hubungan antara kelahiran prematur dengan kematian neonatal. Penelitian lainnya menemukan bahwa kelahiran prematur pada minggu ke 32-36 memiliki risiko yang rendah terhadap kematian neonatal dibandingkan kelahiran prematur kurang dari 32 minggu (Lisonkova, dkk., 2012).
6) Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
2005). Jadi, manfaat selain menyediakan nilai gizi, ASI juga memberikan perlindungan dalam melawan sejumlah besar infeksi (Kliegman, dkk., 2011).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inisiasi menyusu dini memberikan risiko yang rendah terhadap kejadian kematian neonatal pada bayi dengan BBLR (RR=0.580 dan bayi dengan infeksi yang berhubungan dengan kematian neonatal (RR = 0.55) (Debes, dkk., 2013). Penelitian yang dilakukan Pertiwi (2010) menunjukkan bahwa inisiasi menyusu dini berhubungan dengan penurunan risiko kematian neonatal. Inisiasi menyusu setelah satu jam pertama memiliki risiko dua kali lipat terhadap kematian neonatal.
hubungan antara pemberian Air Susu Ibu (ASI) dengan kematian neonatal.
2.3.2.3Faktor Sebelum Melahirkan (Pre-Delivery Factors)
Faktor sebelum melahirkan yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup neonatal adalah kunjungan antenatal dan komplikasi kehamilan (Singh, dkk., 2013, Bashir, dkk., 2013; Singh, dkk 2014).
1) Kunjungan Antenatal
Indikator yang digunakan untuk menggambarkan akses ibu terhadap layanan antenatal adalah cakupan kunjungan pertama (K1) dan cakupan kunjungan minimal empat kali (K4) dengan tenaga kesehatan sesuai standar. K1 sebaiknya dilakukan sedini mungkin pada trimester pertama sebelum minggu ke-8. Sedangkan K4 sebaiknya dilakukan minimal satu kali pada trimester pertama (0-12 minggu), minimal satu kali pada trimester ke-2 (≥12-24 minggu) dan minimal 2 kali pada trimester ke-3 (≥24 minggu sampai kelahiran) (Kemenkes RI, 2012).
Janin yang melakukan aktivitas secara aktif menununjukkan janin berada dalam kondisi baik. Adanya penurunan aktivitas janin menunjukkan janin dalam kondisi bahaya dan membutuhkan penanganan secepatnya (Ladewig, dkk., 2006). Kondisi seperti ini bisa diketahui apabila ibu melakukan kunjungan antenatal.
penelitian lainnya yang dilakukan di Indonesia juga menunjukkan terdapat hubungan antara kunjungan antenatal dengan kematian neonatal (Rahmawati, 2007; Dewi, 2010; Sukamti, 2011; Sugiharto, 2011).
Pelayanan kesehatan yang berkualitas dapat mencegah kematian neonatal (Sukamti, 2011). Ibu yang tidak pernah melakukan kunjungan ANC mempunyai kecenderungan untuk mengalami kematian bayi sebesar .3.09 kali lebih besar dibandingkan ibu yang melakukan kunjungan ANC sesuai standar minimal (Faisal, 2010). Penelitian lainnya menemukan bahwa bayi yang dilahirkan dari ibu dengan pelayanan antenatal tidak lengkap berisiko mengalami kematian neonatal sebesar 16.32 lebih besar daripada bayi yang dilahirkan ibu dengan pelayanan antenatal lengkap (Yani & Duarsa, 2013).
kematian neonatal sebetulnya dapat dicegah melalui kegiatan layanan antenatal di fasilitas layanan kesehatan. Penyedia layanan kesehatan bertanggungjawab terhadap lebih dari setengah dari faktor-faktor terhadap kematian neonatal yang dapat dicegah, baik dari faktor kegagalan klinik antenatal untuk merujuk ke fasilitas layanan kesehatan yang lebih tinggi maupun kelalaian yang terjadi di tingkat rumah sakit itu sendiri. Hal ini mengindikasikan adanya potensi untuk melakukan peningkatan layanan antenatal dan konsultasi rutin termasuk layanan kehamilan di rumah sakit.
Kunjungan antenatal yang terlambat kemungkinan menghambat ibu untuk mendapatkan manfaat sepenuhnya dari strategi pencegahan pada layanan antenatal misalnya suplementasi zat besi, asam folat, pengobatan untuk infeksi cacing dan pengobatan untuk pencegahan malaria pada kehamilan (Eijk, dkk., 2006).
dan jarak kelahiran kurang dari 2 tahun. Penelitian kualitatif yang dilakukan di beberapa daerah rural Indonesia menemukan bahwa ibu hamil suku Alifuru di Provinsi Maluku baru akan memeriksakan kehamilannya saat terlihat perubahan yang nyata pada tubuh ibu (terlihat jelas ibu hamil). Kunjungan saat terakhir menstruasi (K1) dan kunjungan pada trimester kedua relatif kecil (Kemenkes RI, 2012).
memeriksakan kehamilannya dengan alasan petugas kesehatan sering tidak ada di tempat (Kemenkes RI, 2012).
Penelitian lainnya pada ibu hamil Etnik Gorontalo Provinsi Gorontalo menemukan bahwa sebagian ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan kepada bidan tidak memakan vitamin yang diberikan dengan alasan tidak diberi penjelasan manfaat minum obat. Ibu juga tidak meminum vitamin penambah darah dengan alasan vitamin rasanya pahit (Kemenkes RI, 2012).
Namun, penelitian lainnya menunjukkan tidak ada hubungan antara variabel antenatal dengan kematian neonatal (Pertiwi, 2010). Penelitian yang dilakukan Nugraheni (2013) juga menunjukkan tidak terdapat hubungan antara kunjungan antenatal dengan kematian neonatal dini (Nugraheni, 2013). Penelitian lainnya juga menunjukkan tidak ada hubungan antara ANC dengan kematian neonatal (Wijayanti, 2013).
2) Komplikasi Kehamilan
Komplikasi kehamilan merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi selama kehamilan dan persalinan. Masalah kesehatan ibu bisa saja terjadi sebelum kehamilan yang pada akhirnya berdampak komplikasi pada masa kehamilan. Komplikasi ini dapat berdampak pada kesehatan ibu, kesehatan bayi ketika dilahirkan, atau keduanya (Wiknjosastro, dkk., 2002).
Perdarahan yang terjadi pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan setelah kehamilan dua minggu biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada sebelum 22 minggu sehingga membutuhkan penanganan yang berbeda. Perdarahan yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta. Kejang merupakan salah satu gejala pada wanita penderita eklampsia yang biasanya juga diikuti dengan koma. Biasanya eklampsia terjadi didahului pre-eklampsia, sehingga pengawasan antenatal yang teliti dan teratur merupakan salah satu upaya untuk mencegah timbulnya eklampsia (Wiknjosastro, dkk., 2002).
dibandingkan tidak mengalami komplikasi kehamilan (Nugraheni, 2013). Penelitian lainnya menunjukkan ada hubungan antara komplikasi selama kehamilan dengan kejadian kematian neonatal (95% CI, 1.690-3.897) (Wijayanti, 2013). Ibu yang mengalami komplikasi kehamilan memiliki risiko 1.8 kali dibandingkan ibu yang tidak mengalami komplikasi kehamilan (Rahmawati, 2007). Hasil penelitian (Schoeps, dkk., 2007) juga menunjukkan terdapat hubungan antara komplikasi saat kehamilan dengan kematian neonatal.
Penelitian lainnya yang dilakukan di daerah rural Bangladesh juga menunjukkan bahwa ibu yang mengalami pendarahan selama kehamilannya berhubungan kuat dengan adanya peningkatan risiko terhadap kematian neonatal (Owais, dkk., 2013).
melahirkan. Padahal petugas kesehatan telah memberikan tablet penambah darah yang seharusnya diberikan tiga bulan sekali menjadi satu bulan sekali karena tingginya kasus anemia. Namun, petugas kesehatan tidak bisa memastikan apakah obat yang diberikan rutin diminum oleh ibu hamil setiap hari (Kemenkes RI, 2012). Hasil penelitian pada ibu hamil Etnik Gorontalo Provinsi Gorontalo menemukan sebagian ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan tidak memakan vitamin yang diberikan dengan alasan tidak diberi penjelasan manfaat minum obat. Ibu juga tidak meminum vitamin penambah darah dengan alasan rasanya pahit (Kemenkes RI, 2012).
perinatal. Peningkatan 2-3 kali kematian perinatal pada ibu dengan Hb <8.0 gr/dl dan peningkatan 8-10 kali ketika kadar Hb <5.0 gr/dl. Selain itu, penurunan terhadap berat bayi lahir dan lambatnya pertumbuhan janin terjadi ketika kadar Hb ibu <8.0 gr/dl (Kalaivani, 2009).
Penelitian lainnya yang dilakukan Dewi (2010) menunjukkan tidak ada hubungan antara komplikasi kehamilan dengan kematian neonatal.
2.3.2.4Faktor Saat Melahirkan (Delivery Factors)
Faktor saat melahirkan yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup neonatal adalah penolong persalinan, komplikasi persalinan, persalinan cesario dan tempat persalinan (Titalley, dkk., 2008; Singh, dkk., 2013; Bashir, dkk., 2013; Chaman, dkk 2009; Singh, dkk., 2014).
1) Penolong Persalinan
(Wiknjosastro, dkk., 2002). Penanganan medis yang tepat dan memadai selama melahirkan dapat menurunkan risiko komplikasi yang bisa menyebabkan kesakitan serius pada ibu dan bayinya (BPS, BKKBN, Kemenkes & ICF International, 2013).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penolong persalinan dengan kematian neonatal. Penolong persalinan memiliki hubungan dengan kematian neonatal pada minggu pertama kehidupan yang terjadi di Asia (Singh, dkk., 2014). Penelitian yang dilakukan di Indonesia juga menunjukkan terdapat hubungan antara penolong persalinan dengan kematian neonatal (Pertiwi, 2010; Wijayanti, 2013). Ibu yang melahirkan dengan bantuan tenaga bukan kesehatan mempunyai kecenderungan untuk mengalami kejadian kematian bayi sebesar 2.01 kali lebih besar dibandingkan ibu yang melahirkan bayi dengan bantuan tenaga kesehatan (Faisal, 2010). Penelitian yang dilakukan Yani & Duarsa (2013) juga menemukan bahwa penolong persalinan berhubungan dengan kejadian kematian neonatal.
desa, 20% dokter kandungan dan 1% dokter). Proporsi ini mengalami peningkatan dari hasil SDKI 2007 sebesar 73% persalinan yang ditolong tenaga kesehatan profesional (BPS, BKKBN, Kemenkes & ICF International, 2013).
Menurut Yego, dkk (2013) akses terhadap penolong persalinan terampil termasuk dokter maupun bidan penting untuk mencegah kematian maternal dan neonatal. Penolong persalinan yang sebagian besar dilakukan oleh penolong persalinan dengan keterampilan yang rendah dapat berkontribusi terhadap kejadian kematian neonatal dan kematian maternal. Pada penelitian lainnya juga menemukan bahwa perlunya pelatihan bagi penolong persalinan agar penolong persalinan mampu menangani kasus infeksi yang diketahui merupakan penyebab terbanyak kasus kematian neonatal (Turnbull, dkk., 2011).
Jawa Barat menemukan bahwa ibu yang mengakses penolong persalinan terlatih atau melakukan persalinan di fasilitas layanan kesehatan sebagian besar dilakukan ketika ibu mengalami komplikasi kehamilan (Titaley, dkk., 2010). Hasil penelitian kualitatif pada masyarakat Suku Nias juga menemukan bahwa terkadang keluarga alot dalam memutuskan merujuk ke rumah sakit atau puskesmas. Hal tersebut menyebabkan ibu terlambat mendapatkan pertolongan dari petugas kesehatan. Ibu yang melakukan persalinan di rumah sakit biasanya ibu yang sudah mengalami masalah pada persalinannya (Kemenkes RI, 2012).
Review yang dilakukan Upadhyay, dkk (2012) juga menunjukkan bahwa kurangnya sumber daya yang terampil merupakan salah satu penyebab kematian neonatal yang terjadi di daerah rural India. Kurangnya sumber daya manusia yang terampil berdampak pada rendahnya kualitas pelayanan yang diterima oleh neonatus. Sehingga penyediaan tenaga kesehatan yang terkualifikasi ke daerah rural merupakan tantangan yang harus dilakukan untuk menghindari kematian pada neonatal.
peningkatan jumlah penolong persalinan terampil, tetapi sebagian besar ibu dan bayi baru lahir yang mengalami komplikasi masih belum mendapatkan penanganan kesehatan yang diperlukan. Pada penelitian lainnya diketahui bahwa peralatan dan kualitas layanan yang tidak memadai juga merupakan tantangan di wilayah Afrika dan Asia (Harvey, dkk., 2007). Menurut Singh, dkk (2014) definisi tenaga penolong persalinan yang ada saat ini, tidak mencakup unsur layanan yang memadai. Walaupun sebagian besar negara di Afrika dan Asia mengalami peningkatan jumlah tenaga penolong persalinan terampil, sebagian besar setiap individu yang disebut sebagai tenaga kesehatan terampil tidak memiliki kompetensi yang diperlukan atau peralatan yang dibutuhkan untuk mengatasi komplikasi pada ibu dan bayi baru lahir. Berdasarkan tingginya kematian pada minggu pertama kehidupan, pelatihan intervensi pada masa intrapartum harus ditekankan.
di Indonesia, bidan desa yang pada beberapa wilayah merupakan satu-satunya tenaga kesehatan penolong persalinan yang tersedia, terkadang pergi keluar desa (Titaley, dkk., 2010).
Masih tingginya kematian pada penolong persalinan non tenaga kesehatan kemungkinan besar karena pengetahuan dan keterampilan penolong persalinan bukan tenaga kesehatan yang sangat kurang tentang penanganan persalinan pada ibu bersalin, maupun tentang penanganan bayi baru lahir. Apalagi penanganan ibu dengan gejala eklampsia, akan sangat sulit bagi penolong bukan tenaga kesehatan untuk dapat melakukan tindakan yang tepat. Pengetahuan penolong yang kurang tentang bagaimana melakukan upaya pencegahan terhadap kemungkinan bayi aman dari risiko terjadinya gangguan thermoregulasi, gangguan respirasi, dan risiko lainnya yang biasa melekat pada bayi baru lahir, sangat berpengaruh besar terhadap status kesehatan neonatus. Jika penanganannya kurang tepat maka kecenderungan terjadinya risiko kematian akan semakin besar (Astuti, dkk., 2010).
Dewi, 2010). Penelitian yang dilakukan Nugraheni (2013) juga menunjukkan tidak terdapat hubungan antara penolong persalinan dengan kematian neonatal dini.
2) Komplikasi Persalinan
Komplikasi persalinan merupakan tanda bahaya yang terjadi pada saat persalinan. Komplikasi yang terjadi pada saat persalinan diantaranya adalah perdarahan, ketuban pecah sebelum waktunya dan persalinan lama (Kemenkes RI, 2011). Perdarahan yang banyak segera atau dalam satu jam setelah melahirkan sangat berbahaya dan merupakan penyebab kematian ibu paling banyak. Ibu harus segera mendapatkan pertolongan agar bisa diselamatkan (Kemenkes RI, 2011). Ketuban pecah dini merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan (WHO; Kemenkes RI; POGI; IBI, 2013). Biasanya ketuban pecah saat menjelang persalinan, setelah ada tanda awal persalinan seperti mulas dan keluarnya lendir bercampur sedikit darah. Bila ketuban pecah dan cairan ketuban keluar sebelum ibu mengalami tanda-tanda persalinan, janin dan ibu akan mudah terinfeksi (Kemenkes RI, 2011).
Biasanya persalinan berlangsung kurang dari 12 jam. Apabila persalinan lebih dari 12 jam perlu ibu harus segera mendapatkan pertolongan di rumah sakit untuk menyelamatkan janin serta mencegah perdarahan dan infeksi pada ibu (Kemenkes RI, 2011).
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara komplikasi kelahiran dengan kematian neonatal (Dewi, 2010). Ibu yang memiliki komplikasi persalinan meningkatkan risiko kematian neonatal sebesar 1.5 kali dibandingkan ibu yang tidak mengalami komplikasi persalinan (Rahmawati, 2007). Penelitian lainnya yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara komplikasi saat persalinan dengan kematian neonatal (Schoeps, dkk., 2007). Penelitian lainnya yang dilakukan di daerah rural Bangladesh juga menunjukkan bahwa ibu yang mengalami pendarahan selama kehamilannya berhubungan kuat dengan adanya peningkatan risiko terhadap kematian neonatal (Owais, dkk., 2013).
anemia ibu hamil pada suku ini paling tinggi dibandingkan etnik lainnya. Kondisi seperti ini menyebab