• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi zakat rumah kontrakan terhadap kesejahteraan masyarakat : studi kasus di kel. Sukapura

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi zakat rumah kontrakan terhadap kesejahteraan masyarakat : studi kasus di kel. Sukapura"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

1

POTENSI ZAKAT RUMAH KONTRAKAN

TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

(Studi Kasus Kel. Sukapura)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam

Oleh: Inayatullah NIM: 105043101303

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB FIQH KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

POTENSI

ZAKAT

RUMAH KONTRAKAN TERHADAP

KE SEJAHTERAAN

MASYARAKAT

(Studi Kasus di Kel. Sukapura)

Skripsi

Diajukan Guna Memenuhi salah Satu Syarat Mancapai Gelar Sadana Hukum Islam

Oleh:

Inayatullah MM: 105043101303

Di Bawah Bimbingan

PROGRAM

STTJDI PERBANDINGAN

MADZIIAB FIQH

KONSENTRASI

PERBANDINGAN

MADZHAB FIQH

FAKT]LTAS SYARI'AH

DAN HUKT]M

T]NIVERSITAS

ISLAM

NEGRI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432H

t2}ttM

Pembimbing I

.Wahbb.Muhaim

(3)

SURAT PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

Skripsi berjudul Potensi Zakat Rumah Kontrakan Terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus

di

Kp. Sukapura) telah diujikan dalam sidang Munaqasah Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatutlah Jakarta pada

tanggal 26 September 2011. Skripsi

ini telah

diterima sebagai salah satu syarat mernperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum.

Iakarta,26 September 201 I

Mengesahkan Dekan Fakultas

Prof. Dr.H. uhammad Amin Suma, SH, MA, MM

Panitia Ujian

L

Ketua : Dr. H. Muhammad Taufiqi M. Ag

NIP: 1965 I I 19199803 1002

: FahmiMuhammad Ahmadi S.Ag. M.Si NIP: I 974 1 2132003121002

3.

Pembimbingl : Dr.H.Abd.Wahab.Muhaimin,Lc..MA

NrP. 195008 I 7l 98903 1 001

dan Hukum

2. Sekretaris

5.

4.

6.

Pembimbing II : Dra.Hj.Afidah Wahyuni.M.Ag NIP. I 96804081997 032002 Penguji

I

: Prof. Dr. H.HasanuddinAF. MA

NIP. 150050917

(4)

i

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata I Universitas Islam Negeri (UIN)

Syaraif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil

jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku

di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 14 September 2011 M 13 Syawal 1432 H

(5)

ii

(6)

iii









KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang tiada hentinyadipanjatkan kepada sang penguasa waktu

Allah SWT, pencipta yang bijaksana, maha pemberi dan maha mulia, karena dengan

karunia-Nya lah saya dapat merampungkan penulisan skripsi ini.

Shalawat dan salam, semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad

SAW, karena telah membawa umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman

yang terang, dari zaman kebodohan menuju zaman yang penuh dengan ilmu

pengetahuan.

Sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata, dilukiskan dengan tinta, bahkan

dengan cat yang berwarna setelah saya dapat merampungkan penulisan skripsi ini

sebagai salah satu syarat dalam pencapaian identitas formal dalam meraih gelar

keserjanaan S1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kendatipun demikian, dalam penulisan skripsi ini tentu tidak akan rampung

dan sempurna tanpa keterlibatan serta bantuan sejumah pihak yang langsung maupun

yang tidak langsung. Oleh karena itu perkenankanlah saya untuk meyapa dan

berterimakasih kepada mereka, secara khusus saya ucapkan terima kasih kepada, Yth:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Summa SH., MA., MM., selaku Dekan Fakultas

Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dengan kewenangan yang dimiliki telah memberikan kepercayaan kepada penulis

(7)

iv

2. Bpk. Dr. H. Muhammad Taufiqi M.Ag, selaku ketua Program Studi Perbandingan

Mazhab dan Hukum, dan Bpk. Fahmi Muhammad Ahmadi S.Ag, M.Si, selaku

Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum, yang telah

memberikan arahan, bimbingan dan motifasi kepada penulis dalam penulisan

skripsi ini.

3. Bpk. Dr. H. Abd Wahab Muhaimin, Lc, MA selaku pembimbing pertama dan Ibu

Dra. Hj. Afidah Wahyuni, M.Ag selaku pembimbing kedua, sebagai pembimbing

yang telah meluangkan waktu, memberi masukan dan memberikan ilmunya

selama penulis mengerjakan skripsi.

4. Bapak dan ibu dosen yang telah memberikan tenaga dan ilmunya selam masa

pendidikan berlangsung.

5. Pemimpin perpustakaan beserta stafnya yang telah memberikan fasiltas kepada

penulis untuk melakukan studi pustaka.

6. Terima Kasih ini juga penulis hanturkan secara khusus kepada Ibunda tercinta

Rumyanah dan ayahanda Hamim atas segala pengorbanan dalam mendidik,

mengasuh serta senantiasa mendo’akan dan memberi dukungan hingga ananda

dapat meyelesaikan studi ini. Juga kepada seluruh keluarga yang juga tidak pernah

bosan untuk memberi motifasi kepada penulis.

7. Kepada sahabat-sahabat saya yang telah mewarnai hari-hari penulis dari kejenuhan

dan tidak henti-hentinya memberikan support kepada penulis, khususnya untuk

Mu’ammar MD, Ashabur, Hasbullah, Bambang, Deni ZN, Abd Syafi’I, Tengku,

(8)

v

menyelesaikan skripsi ini. Keberhasilan, kegagalan, pertemuan, dan perpisahan

yang kita alami itu semua adalah jalan kehidupan.

8. Kepada para guru-guru saya mulai dari SD sampai SLTA, yang telah mengajarkan

saya tentang makna pendidikan, khususnya kepada guru saya Bpk. H. Ahmad

Aunillah S.Ag, dan Bpk. H. Ubaidillah MA, yang selalu memberikan bantuan baik

moril maupun materil serta memotifasi saya dalam belajar.

9. Kepada teman-teman PMF 2005, semoga tali silaturrahim kita tetap terjalin,

walaupun kita telah berpisah, tetapi kenangan bersama anda tidak akan saya

lupakan.

Semoga skripsi ini dapat memberikan masukan positif kepadapembaca

sekalian, dan kepada Allah jualah penulis memohon semoga jasa yang telahmereka

sumbangkan menjadi amal saleh dan mendapat ganjaran yang lebih baik dari Allah

SWT. Amin ya Rabbal ‘Alamin.

Jakarta, 14 September 2011 M 13 Syawal 1432 H

Penulis

(9)

vi

DAFTAR ISI

Halaman Judul No. Halaman

Persetujuan Pembimbing Surat Pernyataan

Kata Pengantar ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Penbatasan dan PerumusanMasalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

D. Metode Penelitian ... 11

E.Review Kajian Terdahulu ... 13

F. Tehnik Pengumpulan Data ... 15

G. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II : POTENSI ZAKAT DALAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT ... 18

A. Tinjauan Umum Tentang Zakat... 18

B. Kesejahteraan Dalam Islam ... 23

BAB III : ZAKAT RUMAH KONTRAKAN MENURUT ULAMA ... 28

(10)

vii

B. Jenis-Jenis Rumah Kontrakan ... 30

C.Perbedaan Dan Persamaan Rumah Kontrakan dengan Rumah sewaan lainnya ... 31

D.Nisab Zakat Rumah Kontrakan ... 33

BAB IV : POTENSI ZAKAT DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT……….. 37

A.Kontribusi Zakat Dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat ... 37

B.Pandangan Islam Tentang Kesejahteraan Masyarakat ... 40

C.Analisis Data ... 43

BAB V : PENUTUP……… 45

A.Kesimpulan ... 45

B. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara demografi dan kultural, bangsa Indonesia, khususnya masyarakat

muslim Indonesia, sebenarnya memiliki potensi strategi yang layak

dikembangkan menjadi salah satu instrumen pemerataan pendapatan yaitu

institusi zakat, infak dan shadaqah,1karena secara demografik, mayoritas

penduduk Indonesia adalah beragama Islam, dan secara kultural kewajiban zakat,

dorongan untuk berinfak, dan bersedekah di jalan Allah telah mengakar kuat

dalam tradisi kehidupan masyarakat muslim. Dengan demikian mayoritas

penduduk Indonesia, secara ideal dapat terlibat dalam mekanisme pengelolaan

zakat, infak, dan shadaqah. Apabila hal itu dapat terlaksana dalam kehidupan

sehari-hari umat Islam, maka secara hipotetik, zakat, infak dan shadaqah

berpotensi mempengaruhi aktifitas ekonomi nasional, termasuk di dalamnya

adalah penguatan pemberdayaan ekonomi nasional.

Kita mengetahui, bahwa Islam tidak mewajibkan zakat atas seluruh

harta benda, sedikit atau banyak, tetapi mewajibkan zakat atas harta benda yang

telah mencapai nisab, bersih dari hutang, serta lebih dari kebutuhan pokok

pemiliknya. Hal itu untuk menetapkan siapa yang tergolong yang kaya yang

wajib zakat, karena zakat hanya diambil dari orang-orang kaya tersebut. Dan

untuk menetapkan arti “lebih” yang dijadikan Al-Quran sebagai sasaran zakat

1

(12)

tersebut. Allah berfirman. “ Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka

nafkahkan, katakanlah, yang lebih dari keperluan” (al-Baqarah: 29)

Zakat adalah ibadah maliyah Ijtima„iyah (ibadah yang berkitan dengan

ekonomi keuangan dan kemasyarakatan) dan merupakan salah satu dari rukun

Islam yang mempunyai status dan fungsi yang penting dalam syari‟ah Islam,

sehingga al- Qur‟an menegaskan kewajiban zakat bersama dengan kewajiban

shalat di 82 (delapan puluh dua) tempat.2

Zakat menurut Islam antara lain untuk memecahkan problem

kemiskinan, memeratakan pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan umat dan

negara. Dan tujuan ini tidak akan tercapai, apabila pelaksanaan zakat diserahkan

sepenuhnya kepada kemauan para wajib zakat3. Demikian pula kalau zakat

dikelola oleh badan-badan amil zakat non pemerintah yang jumlahnya tidak

terbatas tanpa pengawasan, pengendalian, dan pembinaan pemerintah seperti

sekarang ini.

Secara teologis, zakat, di samping menjadi faktor pembersih harta dan

pengikis karakter kikir, juga berperan penting dalam mengurangi jumlah

kemiskinan. Bahkan, lebih dari itu; zakat dapat dirancang sebagai sumber

pendapatan nasional yang signifikan. Signifikan ini akan terjadi jika, pertama,

penduduknya mayoritas muslim, dan kedua, kaum muzakkinya menyadari

kewajibannya dalam mengeluarkan zakat dan para amil (pengelolanya) amanah.

2Vide Abbas Kararah.Al-Din wal-Zakat, (Mesir Syirka Fan at-Taibah‟ah1956), hlm. 60, Sayid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, Vol.I, Libanon , Darul Fikar 1982, hlm. 276.

3

(13)

Sejarah membuktikan bahwa apabila zakat dilaksanakan dengan

sebaik-baiknya, maka dapat menjadi alat penting dalam mengatasi kemiskinan. Sebagai

contoh, pada masa Umar bin Khattab tidak ada seorangpun yang dapat diberikan

derma (shadaqah), sebab Umar sangat jeli dalam membuat kebijakan mengenai

zakat. Pada masa ia melakukan penambahan beberapa jenis barang yang dizakati,

di antaranya kuda dan madu. Juga sebaliknya, ia pernah menangguhkan

pengumpulan zakat dari orang kaya dan membebaskan seluruhnya atas kaum

miskin ketika arab dilanda musim kemarau dan kelaparan4. Kepiawaian Umar

dalam menetapkan startegi pembangunan sosial-ekonomi menjadikan baitul maal

surplus hingga 180 juta dirham5.

Dalam istilah ekonomi, zakat merupakan tindakan pemindahan (transfer)

kekayaan dari golongan kaya kepada golongan tidak punya (miskin). Transfer

kekayaan berarti transfer sumber-sumber ekonomi. Tindakan ini tentu akan

mengakibatkan perubahan tertentu yang bersifat ekonomis; umpamanya saja,

seseorang yang menerima zakat bisa mempergunakannya untuk berkonsumsi atau

berproduksi6

Dengan zakat maka distribusi harta akan lebih merata dan tidak hanya

bertumpuk pada seseorang atau golongan saja. Berarti zakat akan meningkatkan

daya beli masyarakat yang berimplikasi pada keseimbangan antara permintaan

dan penawaran. Tingginya daya beli akan mengakibatkan meningkatnya

4

Irfan Mahmud Ra'ana, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar bin Khattab, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), cet, ke-3, h.88.

5A Karim Adiwarman, “

Penerapan Syariah Islam di Bidang Ekonomi”, Paper yang disampaikan pada seminar nasional ekonomi islam, (secoND, 2001)

6

(14)

permintaan. Hal ini berarti, naiknya tingkat produksi dan terbukanya lapangan

pekerjaan. Melalui pekerjaan inilah upaya manusia untuk melepaskan diri dari

kemiskinan dan keterbelakangan sebagai salah satu objek pemberdayaan ekonomi

umat, akan mudah teraktualisasi.

Salah satu sebab belum berfungsinya zakat sebagai instrumen pemerataan

dan belum terkumpulnya zakat secara optimal di lembaga-lembaga pengumpul

zakat, karena pengetahuan masyarakat terhadap harta yang wajib dikeluarkan

zakatnya masih terbatas pada sumber-sumber konvesional yang secara jelas

dinyatakan dalam al-Qur'an dan al-Hadis dengan persyaratan tertentu. Oleh

karena itu salah satu pembahasan penting dalam fiqh zakat adalah menentukan

sumber-sumber harta yang wajib dikeluarkan zakatnya (al-amwaal

az-zakawiyyah) apalagi bila dikaitkan dengan kegiatan ekonomi yang terus

berkembang dari waktu ke waktu.

Dengan demikian, bila pemerintah dapat berperan aktif dalam proses

pengelolaan zakat, dan secara intensif membina dan menfasilitasi Badan Amil

Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) di daerahnya, maka dana zakat

dapat dikelola secara profesional dan bertanggung jawab, serta dapat disalurkan

secara tepat untuk kepentingan masyarakat kurang mampu dalam

mengembangkan usaha perekonomian sehingga dapat meningkatkan

kesejahteraan.

Dalam karangan M Dawam Rahardjo “Zakat Dalam Perspektif Sosial

Ekonomi” beliau memberi komentar mengenai masalah zakat, yaitu bahwa zakat

(15)

mengkaitkan dengan aspek pengalaman dan pelaksanaan. Tapi di lain pihak, kita

juga melihat bahwa ternyata berbagai kalangan tanpa banyak bicara telah

menjalankan usaha pengembangan zakat secara kongkrit dengan hasil yang

menimbulkan harapan7.

Zakat berperan signifikan dalam distirbusi pendapatan dan kekayaan.

Kata zakat dalam al-Qur‟an selalu dirangkaikan dengan shalat dan disebut

sebanyak 82 kali. Kata lain zakat diungkap dengan “ shadaqah‟ seperti dalam

surat: (al-Baqarqh: 103), “haq” (al-An‟am: 141), dan “nafaqah“ (al-Bara‟ah: 34).

Lihat pula (al-Maidah: 12), (Maryam: 31,55), dan (al-Bara‟ah: 60).8 Al-Qur‟an

dan As-Sunnah Nabi yang merupakan penjabaran al-Qur‟an hanya menyebut

secara eksplisit 7 (tujuh) jenis harta benda yang wajib dizakati beserta keterangan

tentang batas minimum harta yang wajib dizakati (nisab) dan jatuh tempo

zakatnya, yakni, emas, perak, hasil tanaman, dan buah-buahan, barang dagangan,

ternak, hasil tambang, dan barang temuan (rikas) Selain zakat yang disebutkan

dalam al-Qur‟an dan al-Hadis, masih ada macam zakat yaitu mengenai zakat

profesi/zakat penghasilan. Zakat ini dikemukakan oleh Abdur Rahman Hasan,

Muhammad Abu Zahra dan Abdul Wahab Khalaf dalam ceramahnya tentang

zakat di Damaskus pada tahun 1952. “Pencarian dan profesi dapat diambil

zakatnya bila sudah setahun dan cukup nisab. Jika kita berpegang kepada

pendapat Abu Hanifah, dan Abu Yusuf bahwa nisab tidak perlu harus tercapai

sepanjang tahun, tapi cukup tercapai penuh antara dua ujung tahun tanpa kurang

7

M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, (Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF), 1999), cet. I, h. 502

8

(16)

di tengah-tengah. Kita dapat menyimpulkan bahwa dengan penafsiran tersebut

memungkinkan untuk mewajibkan zakat atas hasil pencarian setiap tahun, karena

hasil itu jarang terhenti sepanjang tahun, bahkan kebanyakan mencapai dua sisi

ujung tahun tersebut. Berdasarkan hal itu, kita dapat menetapkan hasil pencarian

sebagai sumber zakat, karena terdapatnya illat (penyebab) yang menurut

ulama-ulama fiqh sah, dan nisab yang merupakan landasan wajib zakat ”.9

Mengenai besar zakat, mereka (Abdr-Rahman Hasan, Muhammad Abu

Zahra, dan Abdul Wahab Khalaf) mengatakan, “ pencarian dan profesi, kita tidak

menemukan contohnya dalam fiqh, selain masalah khusus mengenai penyewaan

yang dibicarakan oleh Ahmad. Ia berpendapat tentang seseorang yang

menyewakan rumahnya dan mendapatkan uang sewaan yang cukup nisab, bahwa

orang tersebut wajib mengeluarkan zakatnya ketika menerimanya tanpa

persyaratan setahun. Hal itu pada hakikatnya menyerupai mata pencarian, dan

wajib dikeluarkan zakatnya bila sudah mencapai satu nisab.10

Profesi yang dikenal di Indonesia seperti pegawai negri, swasta, dokter,

advokat, guru, dll, yang dengan hasil dari profesinya dapat menghasilkan uang.

Adapun mengenai zakat dari hasil penyewaan rumah, kios atau kontrakan belum

banyak diketahui oleh banyak masyarakat Kp. Sukapura, yang mayoritas

masyarakat pribumi banyak yang membangun rumah-rumah untuk disewakan

bagi para pendatang dari luar Jakarta. Oleh sebab itu potensi masyarakat Kp.

Sukapura mengenai zakat rumah kontrakan itu sangat besar, karena pembangunan

9

Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat: Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur‟an dan Hadits, Penerjemah Salman Harun, Didin Hafidhuddin, Hasanuddin. (Bogor: Pustaka Letera Antarnusa, 1996). h. 459

10

(17)

rumah-rumah kontrakan ini dimulai sejak tahun 1975. Tetapi pada tahun itu

(1975) rumah kontrakan masih menyatu dengan rumah pribadi dan hanya dibatasi

oleh tembok, ini terjadi bagi tuan rumah yang tidak mempunyai modal untuk

membuat rumah kontrakan terpisah, dan bagi orang pribumi yang mempunyai

modal maka ia akan membangun rumah kontrakan terpisah dari rumah pribadi.

Pada tahun itu juga masih sangat sedikit orang-orang yang merantau ke Kp.

Sukapura ini.

Kemudian pada tahun 1991, mulailah orang-orang pribumi membangun

rumah kontrakan terpisah, ini bertepatan dengan para pendatang dari luar Jakarta

yang ingin mencari pekerjaan di Jakarta, dan bertepatan pula dengan dibangunnya

pabrik-pabrik di Kawasan Berikat Nusantara ( KBN ). Tujuan utama dari

diwajibkannya zakat atas umat Islam adalah untuk memecahkan problem

kemiskinan, meratakan pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan umat dan

negara. Dan tujuan ini tidak akan tercapai apabila pelaksanaan zakat diserahkan

sepenuhnya kepada kemauan para wajib zakat. Demikian pula kalau zakat

dikelola oleh bada-badan amil zakat non pemerintah yang jumlahnya tidak

terbatas, jumlahnya pengawasan, pengendalian, dan pembinaan pemerintah

seperti sekarang ini.11

Dalam pengembangan dan pengelolaan dana zakat, kiranya perlu dipakai

beberapa pendekatan untuk bisa tetap memelihara fungsi zakat:

Pertama, zakat perlu dilihat sebagai ibadah yang menyangkut nilai-nilai

spiritual dan transendental. Di sini zakat bersifat sangat pribadi di mana

11

(18)

pembayar zakat harus bisa merasakan dan harus dapat mencapai kepuasan batin

sebagai seorang yang menunaikan rukun Islam yang ke-3. Segi ini harus dijaga

jangan sampai muzakki tidak bisa merasakan nilai-nilai ini karena berbagai

peraturan penyelenggaraannya.

Kedua, zakat perlu dilihat dari segi syariah. Di sini kita harus meninjau

ketentuan-ketentuan syara' yang bersumber pada al-Qur'an dan Hadis. Seperti

telah dikemukakan segi syariah ini mengandung berbagai masalah sehubungan

dengan penyesuaian penyelenggaraan zakat sesuai dengan perubahan sosial

ekonomi.

Ketiga, zakat perlu dilihat dari segi muamalah, di mana kita harus

memikirkan pelaksanaan zakat untuk mencapai manfaat yang optimal. Di sini

zakat merupakan manisfestasi hubungan antara sesama manusia. Fungsi sosial ini

tidak bisa dilaksanakan dan mencapai manfaat yang optimal apabila kita tidak

mengetahui struktur dan fungsi sosial. Penelitian sosial ekonomi perlu dilakukan

agar kita bisa membuat interpretasi yang lebih tepat tentang mustahik zakat atau

asnaf tsamaniyah.

Keempat, kita harus mendekati zakat dari segi tekhnis ekonomi. Misalnya

dengan menyelidiki jenis-jenis pendapatan dan kekayaan dan menghitung kadar

zakat. Dengan kata lain perlu melakukan pengkajian sosial ekonomi dalam rangka

memperluas basis zakat12

Menurut Dr. H. Said Agil Husin Al-Munawar, M.A., zakat merupakan

ibadah yang merupakan memiliki dimensi sosial yang berfungsi sebagai sarana

12

(19)

untuk mewujudkan solidaritas sosial, pengentas kemiskinan, pembiayaan

pendidikan, pertolongan terhadap orang-orang yang menderita dan kegiatan sosial

lainnya. Zakat akan berfungsi sebagai sumber perekonomian rakyat jika dikelola

dengan baik, profesional, dan bertanggungjawab.13

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis mengangkat

judul: “POTENSI ZAKAT RUMAH KONTRAKAN TERHADAP

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT” (Studi Kasus di Kel. Sukapura Kec. Cilincing Jakarta Utara)

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Agar penulisan skripsi ini tidak meluas dan terarah pembahasannya,

maka penulis membatasi penelitian pada Kampung Sukapura Kecamatan

Cilincing Jakarta Utara, khususnya mengenai masalah zakat kontrakan.

2. Rumusan Masalah

Masalah dalam skripsi ini dapat penulis rumuskan sebagai berikut

“Dengan adanya zakat kontrakan / profesi dapatkah masyarakat rasakan

manfaatnya“, hal ini yang ingin penulis telusuri lebih lanjut!. Berdasarkan

pembatasan tersebut, penulis akan melakukan perumusan masalah dalam

bentuk pertanyaan, sebagai berikut:

1. Bagaimana pandangan Islam tentang zakat rumah kontrakan?

2. Bagaimana praktek aplikasi zakat rumah kontrakan?

13

(20)

3. Sejauh mana manfaat zakat rumah kontrakan terhadap kesejahteraan

masyarakat Kp. Sukapura.

C. Tujuan dan manfaat Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap realitas hukum yang ada

di lingkungan Kelurahan sukapura, khususnya dalam ruang lingkup penerapan

hukum zakat kontrakan . Secara lebih terperinci penelitian ini bertujuan untuk :

1. Dapat mengetahui pandangan Islam tentang zakat rumah kontrakan.

2. Agar dapat mengetahui praktek hasil dari zakat rumah kontrakan.

3. Masyarakat dapat mengetahui manfaat hasil dari zakat rumah kontrakan,

terhadap kesejahteraan masyarakat Kampung Sukapura.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah penulis ingin memberikan

gambaran kepada masyarakat, akademisi khususnya mahasiswa yang bergelut di

bidang hukum mengenai bagaimana sebenarnya realita di masyarakat tentang

kesadaran atau istimbat hukum zakat kontarakan dapat berjalan sebagaimana yang

diinginkan, dengan demikian kiranya skripsi ini dapat memberikan gambaran

serta pembelajaran terhadap masyarakat.

D. Metode Penelitian

1. Metobe Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksplanatoris analisis, yaitu suatu

[image:20.595.119.538.78.427.2]
(21)

hipotesa-hipotesa serta terhadap hasil-hasil penelitian yang ada14. Jenis

penelitian yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ini adalah:

a. Study Lapangan

Study lapangan ( Field Research ) untuk memperoleh informasi yang

akurat dan objektif dari tempat penelitian baik dengan observasi langsung

maupun dengan menggunakan data-data dalam bentuk resmi dari lembaga

amil zakat kelurahan. Sedangkan tempat penelitian adalah warga

masyarakat Kp. Sukapura.

b. Study Pustaka

Study Pustaka (Library Research) yaitu metode pengumpulan data yang

dipergunakan bersama-sama metode lain seperti wawancara, pengamatan

(observasi) dan kuesioner15. Pada tahapan ini penulis mencari landasan

teoritis dari rumusan masalah yang ada dan studi kepustakaan merupakan

separuh dari keseluruhan aktifitas penelitian16. Pencarian literatur secara

umum dengan buku-buku, seminar-seminar ataupun media elektronik yang

menunjang pembahasan penulis.

2. Sumber Data

a. Data primer

Data primer yaitu bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah yang

baru atau mutakhir, ataupun pengertian baru tentang fakta yang diketahui

14

Bambang Waluyo,. Penelitian Hukum Dalam Praktek, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2006 ), h. 9.

15

Bambang Waluyo, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2006 ). h. 50. 16

(22)

maupun mengenai suatu gagasan17. Di antaranya adalah buku, seminar,

laporan penelitian, majalah, disertasi dan seterusnya. Data tersebur didapat

dari Kelurahan, dan masyarakat yang memnpunyai penghasilan lebih dari

hasil profesinya yaitu berupa kontrakan.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah bahan pustaka yang berisikan informasi tentang

bahan primer18. Dengan jalan mengadakan studi kepustakaan atau

dokumen-dokumen, dokomen-dokumen yang dimaksud adalah Al-Quran,

Hadis, buku-buku ilmiah, KHI dan dokumen lainnya.

E. Review Kajian Terdahulu

Adapun review kajian kajian terdahulu yaitu, bahwa dalam

peningkatan taraf hidup masyarakat, bentuk pemberdayaan yang tepat sasaran

sangat diperlukan, bentuk yang tepat adalah dengan memberikan kesempatan

kepada kelompok miskin untuk merencanakan dan melaksanakan program

pembangunan yang telah mereka tentukan. Di samping itu masyarakat juga

diberikan kekuasaan untuk mengelola dengan sendiri, baik yang berasal dari

pemerintah, maupun dari pihak amil zakat, inilah yang membedakan antara

partisipasi masyarakat dengan pemberdayaan masyarakat.

17

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Peran dan Penggunaan Perpustakaan Di dalam Penelitian Hukum, (Jakarta: Pusat Dokumentasi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986), h. 34.

18

(23)

Perlu dipikirkan siapa yang sesungguhnya menjadi sasaran pemberdayaan

masyarakat, sesungguhnya juga memiliki daya untuk membangun, dengan

demikian memberikan “kail jauh lebih baik, dari pada memberikan ikan.”

Dalam kondisi ini, ada tiga pilar yang harus diperlukan dalam proses

pemberdayaan masyarakat. Ketiga pilar tersebut adalah: pemerintah, swasta dan

masyarakat yang hendaknya menjadi hubungan kemitraan yang selaras.

Tujuan yang hendak dicapai dari pemberdayaan adalah untuk

membentuk individu dan masyarakat untuk menjadi mandiri, kemandirian

tersebut meliputi: Kemandirian berfikir, bertindak, dan mengendalikan yang

mereka lakukan tersebut. Pemberdayaan masyarakat hendaklah mengarah pada

pembentukan kognitif masyarakat yang lebih baik, untuk mencapai kemandirian

masyarakat diperlukan sebuah proses.

Ada dua upaya agar pemberdayaan ekonomi masyuarakat dapat di

jalankan diantaranya: Pertama, mempersiapkan pribadi masyarakat menjadi

wirausaha. Karena kiat Islam yang pertama adalah mengatasi masalah kemiskinan

adalah dengan bekerja. Dengan memberikan bekal pelatihan, karena pelatihan

merupakan bekal yang amat penting ketika akan memasuki dunia kerja.19

Bentuk pemberdayaan yang ke dua adalah dengan pendidikan,

kebodohan adalah pangkal dari kemiskinan, oleh karena untuk mengentaskan

kemiskinan dalam jangka waktu panjang adalah dari sektor pendidikan, karena

kemiskinan itu kebanyakan sifatnya turun-temurun, dimana orang tuanya miskin

19

(24)

maka tidak mampu untuk menyekolakan anaknya, dan anak yang bodoh akan

menambah daftar angka kemiskinan kelak di kemudian hari.

Bentuk pemberdayaan disektor pendidikan ini dapat disalurkan

melalui dua cara: Pertama, pemberian beasiswa bagi anak kurang mampu,

dengan diberikannya beasiswa otomatis akan mengurangi beban orang tua dan

sekaligus meningkatkan kemauan belajar. Ke dua, penyediaan sarana dan

prasarana, proses penyalurannya adalah dengan menyediakan tempat-tempat

belajar formal maupun nonformal, atau paling tidak dana yang disalurkan untuk

pendidikan ini selain untuk beasiswa juga untuk pemenuhan fasilitas sarana dan

prasarana belajar, karena tidak sangat mungkin menciptakan seorang pelajar yang

berkwalitas dengan sarana yang minim.20

F. Tekhnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:

1. Menganalisis terhadap hasil pengumpulan uang zakat mall.

2. Interview

Interview (wawancara) yaitu metode yang dianggap paling efektif dalam

pengumpulan data primer di lapangan.

3. Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis, data yang

diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain.

Dalam menganalisis data, penulis menggunakan analisis deskriptif yaitu suatu

20

(25)

analisis data penulis menjabarkan data-data yang diperoleh dari hasil

penelitian. Sehingga didapatkan suatu kesimpulan yang objektif, logis,

konsisten, dan sistematis sesuai dengan tujuan yang dilakukan penulis dalam

penelitian ini21.

4. Tehnik Penulisan

Tehnik penulisan dalam penyusunan metode penulisan, semua berpedoman

pada prinsip-prinsip yang ktelah diatur dan dibukukan dalam buku pedoman

penulisan sripsi Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tahun 2010.

B. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab, dan tiap-tiap bab terdiri dari beberapa sub

bab sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Membahas tentang pendahuluan dan dalam sub bab ini berisikan

Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah,

Tujuan dan Manfaat Penelitian, Review Kajian Terdahuku, Metode

Penelitian, Tehnik Pengumpulan Data dan Sistematika Penulisan.

BAB II : FUNGSI ZAKAT DALAM MENINGKATKAN

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Membahas tentang Tinjauan Teoritis, yang meliputi, Pengertian

Zakat dan Dasar Hukumnya, Pengertian Kesejahteraan Masyarakat,

21

(26)

Pandangan Islam Tentang Kesejahteraan Masyarakat, Kontribusi

Zakat dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat.

BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG ZAKAT RUMAH

KONTRAKAN

Membahas tentang tinjauan umum yang bersifat teoritis tentang

konsep Zakat Kontrakan di Kelurahan Sukapura Jakarta Utara,

dalam sub bab ini terbagi menjadi Pengertian Zakat Rumah

Kontrakan, Pendapat ulama tentang zakat rumah kontrakan dan

Nisabnya.

BAB IV : KAJIAN TEORITIS ZAKAT RUMAH KONTRAKAN

TERHADAP KESEHJATERAAN MASYARAKAT

KAMPUNG SUKAPURA

Berisikan tentang profil Masyarakat Islam Kp. Sukapura, Tekhni

Penyaluran Zakat kontrakan, Analisis data.

BAB V : PENUTUP

Sebagaimana bab penutup, berisikan tentang Kesimpulan dan

(27)

BAB IV

POTENSI ZAKAT DALAM PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

A. Pengertian Zakat dan Dasar Hukumnya

Zakat yang secara harfiah berarti bersih (at-thaharah),

tumbuh/berkembang (an-nama), tambah (az-ziyadah), berkah (al-barakah)

bahkan juga kebaikan (as-shalah) dan pujian (al-madh), adalah sebutan/nama

bagi harta-harta tertentu yang diberikan kepada kelompok masyarakat tertentu

para mustahik dalam kadar/hitungan tertentu, pada waktu tertentu, dan menurut

tata cara tertentu sebagaimana yang diatur oleh syariat.22Dalam undang-undang

Republik Indonesia nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, disebutkan

bahwa Zakat adalah harta yang wajib disisikan oleh seorang muslim, atau badan

yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan

kepada yang berhak menerimanya.23

Yusuf Al-Qaradhawi, salah seorang pakar zakat terkemuka dewasa ini,

mengemukakan bahwa secara syari, zakat digunakan sebagai sebutan/literatur

untuk bagian yang telah ditentukan dari harta kekayaan yang diwajibkan Allah

untuk para mustahik, sebagaimana juga digunakan untuk keluaran benda yang

dibagikan itu sendiri.24

22

Prof.Dr.Drs.M.Amin Suma, SH., MM. 5 Pilar Islam Membentuk Pribadi Tangguh. (Jakarta: Kolam Publising, 2007). Cet. I

23

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolan Dana Zakat Pasal 1 ayat 2

24

Prof.Dr.Drs.M.Amin Suma, SH., MM. (Jakarta: Kolam Publising, 2007). Cet. I h. 105

(28)

Baik dalam al-Quran maupun dalam al-Hadits, zakat sering disebut dengan

shadaqah sampai-sampai al-Mawardi w. 450 H menyamakan kedua istilah itu

dalam ungkapannya bahwa shadaqah adalah zakat dan zakat adalah shadaqah

as-shadaqatu zakatun, wazzakatu as-shadaqatun. Keduanya hanya berbeda dalam nama,

tetapi sama dalam arti.25

Zakat merupakan salah satu kewajiban yang disyariatkan oleh Allah swt

kepada umat Islam, sebagai salah satu perbuatan ibadah yang setara dengan

shalat, puasa, dan ibadah haji. Zakat tergolong ibadah maliyah, yakni ibadah

melalui harta kekayaan dan bukan ibadah badaniyah yang pelaksanaannya

melibatkan fisik.

Zakat memiliki dua dimensi ibadah secara vertikal dapat lebih

mendekatkan diri kepada Allah swt dan dimensi sosial ekonomi antara sesama

manusia dalam masyarakat. Zakat merupakan salah satu sendi pokok dalam ajaran

Islam.26 Bahkan al-Qur'an menjadikan zakat dan shalat sebagai lambang dari

keseluruhan ajaran Islam, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT :































Artinya:“Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, maka

(mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (Q.S. at-Taubah/9:11)

25

Prof.Dr.Drs.M.Amin Suma, SH., MM. (Jakarta: Kolam Publising, 2007). Cet. I h. 106

26

(29)

Secara etimologi, kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari zaka

yang berarti berkah, tumbuh bersih dan baik. Sesuatu itu zaka, berarti tumbuh dan

berkembang dan seseorang itu zaka, berarti orang itu baik.27Menurut kamus Arab

Indonesia al-Munawwir arti dasar kata zakat dari segi bahasa adalah suci, tumbuh,

terpuji, baik dan bersih.28

Dr. Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa: “kata dasar zakat yang terkuat

menurut Wahidi dan lain-lain ialah bertambah dan tumbuh (numuww).29

Dr. Mahmud Yunus mengartikan kata zaka dengan zakat, sedekah dan

kebersihan.30 Sesuai dengan firman Allah swt:



Artinya:“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang mensucikan

jiwannya.” (Q.S. Al-Syams/91:9)

Di dalam kitab Subul as-Salam, zakat yang disebutkan sebagai kata

musytarak (mempunyai arti lebih dari satu), yang berarti tumbuh dan suci. Kata

zakat itu berlaku umum bagi shadaqah wajib, shadaqah sunat, nafaqah, ampunan

dan hak.31Melihat beberapa pendapat para ulama/cendikiawan dalam mengartikan

kata zakat seperti penulis ketengahkan, maka kata zakat selalu diartikan dengan

27

Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, terj. Salman Harun dkk, dari Fiqh az-Zakah, (Jakarta:Litera Antarnusa dan Mizan, 1996), cet. ke-4, h.34

28

Ahmad Warson al-Munawwir, kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Pondok Pesantren al-Munawwir) h. 577

29

Yusuf Qardhawi, (Jakarta:Litera Antarnusa dan Mizan, 1996), cet. ke-4, h. 35 30

Yusuf Qardhawi, (Jakarta:Litera Antarnusa dan Mizan, 1996), cet. ke-4, h. 36 31

(30)

kata tumbuh dan suci. Kata suci sebagai tujuan dari zakat, seperti yang

diisyaratkan oleh Allah swt dalam firman-Nya :

















Artinya:“Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersikan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka, sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka.

Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui”(Q.S. At-Taubah/9:

103).

Sedangkan untuk menjelaskan pengertian zakat secara terminologi,

Wahbah Zuhaili mengutip beberapa pendapat yaitu sebagai berikut :

1. Mazhab Maliki mendefinisikan zakat dengan,”mengeluarkan sebagian yang

khusus dari harta yang khusus pula yang telah mencapai nishab (batas) dan

haul(setahun).”

2. Mazhab Hanafi mendefinisikan zakat dengan,”menjadikan sebagian yang

khusus dari harta yang khusus sebagian milik yang khusus ditentukan syariat

karena Allah.”

3. Mazhab Syafi'i mendefinisikan zakat dengan,”zakat adalah sebuah ungkapan

untuk keluarnya harta dengan cara yang khusus.”

4. Menurut mazhab Hambali,”zakat adalah hak yang wajib (dikeluarkan) dari

harta yang khusus untuk harta yang khusus untuk kelompok yang khusus

pula.”32

32

(31)

Dari pendapat para mazhab tersebut dapat disimpulkan bahwa zakat

secara terminologi adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu yang

Allah swt wajibkan kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada tang berhak

menerimanya dengan persyaratan tertentu pula.33Hubungan antara pengertian

zakat menurut bahasa dan istilah sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa

harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, berkembang,

suci dan baik.

Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang bercorak sosial-ekonomi

yang secara nyata telah diperintahkan oleh Allah swt melalui firmanNYA,

yaitu























Artinya:“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku'. (Q.S. Al-Baqarah/2: 43)































Artinya:“Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat:

Sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah

berfirman: “SiksaKu akan Kutimpahkan kepada siapa yang Aku

kehendaki dan rahmatKu meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapka rahmatKu untuk orang-orang yang bertaqwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami.”. (Q.S. Al-A'raf/7:156)

33

(32)































Artinya:“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu beriakan agar ia bertambah

pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah, dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). ( Q.S. Ar-Rum/30:39)

Zakat sebagai salah satu rukun Islam, merupakan unsur pokok bagi

tegaknya agama Islam begitu juga untuk pendistribusian dan pendayagunaannya.

B. Pengertian kesejahteraan Masyarakat

Kesejahteraan atau sejahtera dapat memiliki empat arti:

Dalam istilah umum, sejahtera menunjuk ke keadaan yang baik, kondisi

manusia di mana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan

sehat dan damai.

Dalam ekonomi, sejahtera dihubungkan dengan keuntungan benda.

Sejahtera memliki arti khusus resmi atau teknikal (kesejahteraan), seperti dalam

istilah fungsi kesejahteraan sosial.

Dalam kebijakan sosial, kesejahteraan sosial menunjuk ke jangkauan

pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Ini adalah istilah yang

digunakan dalam ide negara sejahtera.

Di Amerika Serikat, sejahtera menunjuk pada uang yang dibayarkan

oleh pemerintah kepada orang yang membutuhkan bantuan finansial, tetapi tidak

dapat bekerja, atau yang keadaannya pendapatan yang diterima untuk memenuhi

(33)

bawah garis kemiskinan, dan juga memiliki kondisi khusus, seperti bukti sedang

mencari pekerjaan atau kondisi lain, seperti ketidakmampuan atau kewajiban

menjaga anak, yang mencegahnya untuk dapat bekerja. Di beberapa kasus

penerima dana bahkan diharuskan bekerja, dan dikenal sebagai workfare.34

Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia kesejahteraan adalah:

aman, sentosa dan makmur; selamat (terlepas dari segala macam gangguan

kesukaran) Selamat, selamat tidak kurang suatu apa.35

Kesejanteraan dipahami dalam berbagai cara utamanya mencakup:

Gambaran adanya materi yang biasanya mencakup kebutuhan pangan

sehari-hari, sandangpangan, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kesejahteraan

dalam arti ini dipahami sebagai situasi yang mendukung untuk keberlangsungan

hidup manusia.

1. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk ketidakbergantungan kepada

orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidup, dan manpu untuk berpartisipasi

dalam masyarakat. Hal ini dalam pendidikan dan informasi.

2. Kesejanteraan masyarakat biasanya dibedakan dari kebutuhan hidup, karena ini

mencakup masalah-masalah sosial dan moral yang dibatasi pada bidang

ekonomi.

3. Gambaran tentang adanya penghasilan dan kekayaan yang memadai, makna

“memadai” di sini sangat berbeda-beda meliputi bagian-bagian kebutuhan dan

ekonomi di masyarakat.

34 http/www.wikipedia.org/wiki/kesejahteraan.html 35

Tim Prima Pena. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007) h. 684

[image:33.595.127.534.101.450.2]
(34)

















Prinsip dari ayat di atas adalah: Barang siapa yang mengerjakan amal

saleh, apapun jenis kelaminnya, baik laki-laki maupun perempuan, sedang ia

adalah mukmin, yakni amal yang dilakukannya lahir atas dorongan keimanan

yang shahih, maka sesungguhnya pasti akan kami berikan kepadanya

masing-masing kehidupan yang baik di dunia ini dan sesungguhnya akan kami beri

balasan kepada mereka semua di dunia dan di akhirat dengan pahala yang lebih

baik dan berlipat ganda dari apa yang mereka kerjakan.

Kata

حل اص

/saleh dipahami dalam arti baik, serasi, atau bermanfaat dan

tidak rusak. Seseorang dinilai beramal shaleh, apabila dia dapat memelihara

nilai-nilai sesuatu sehingga kondisinya tetap tidak berubah sebagaimana adanya, dan

dengan demikian sesuatu itu tetap berfungsi dengan baik dan bermanfaat. Yang

lebih baik dari itu adalah siapa yang menemukan sesuatu yang telah bermanfaat

dan berfungsi dengan baik, lalu ia melakukan aktifitas yang melahikan nilai

tambah bagi sesuatu itu, sehingga kualitas dan manfaatnya lebih tinggi dan

mulia.36

Al-Qur-an tidak menjelaskan tolak ukur pemenuhan nilai-nilai atau

kemanfaatan dan ketidakrusakan itu. Para ulama pun berbeda pendapat. Syekh

Muhammad Abduh misalnya mendefinisikan amal saleh sebagai. Segala

perbuatan yang berguna bagi pribadi, keluarga, dan manusia secara keseluruhan.

(35)

Az-Zamkhsyari, seorang ahli tafsir yang beraliran rasional sebelum

Abduh, berpendapat bahwa amal saleh adalah segala perbuatan yang sesuai

dengan dalil akal, al-Quran dan atau sunnah Nabi Muhammad SAW.37

Kata

يط

thayyibah telah dijelaskan maknanya pada penafsiran ayat 33

surat ini. Kehidupan yang baik di sini mengisyaratkan bahwa yang bersangkutan

memperoleh kehidupan yang berbeda dengan kehidupan orang kebanyakan. Yang

perlu digarisbawahi di sini adalah

يط ايح

hayatan thayyiban/kehidupan yang

baik itu bukan berarti kehidupan mewah, yang luput dari ujian, tetapi ia adalah

kehidupan yang diliputi oleh rasa lega, kerelaan, serta kesabaran dalam menerima

cobaan dan rasa syukur atas nikmat Allah.

Seseorang yang durhaka, walau kaya, dia tidak pernah merasa puas, selalu

ingin menambah hartanya sehingga selalu merasa miskin dan selalu diliputi oleh

kegelisahan, rasa takut tentang masa depan lari dari lingkungannya. Dari sini ia

tidak menikmati kehidupan yang baik. Masih ada sekian pendapat lain tentang

makna kehidupan yang baik dimaksud, misalnya, kehidupan di surga kelak, atau

di alam barzah, atau kehidupan yang diwarnai oleh qanaah rasa puas oleh

perolehan atau rizki yang halal.38

C. Pandangan Islam Tentang Kesejahteraan Masyarakat

Pada awalnya ekonomi dan agama itu menyatu, tidak terpisah. Sampai

pada akhir tahun 1700-an di Barat pun ekonomi berkaitan dengan agama. Ahli

ekonomi Eropa adalah seorang pendeta dan ahli agama. Para ekonom

37

M. Quraisy Shihab, (Jakarta: Lentera Hati. 2000), h. 347

38

(36)

kontemporer mulai mencari-cari sampai mereka menyadari kembali betapa

pentingnya kajian kerangka aksi ekonomi yang berakhlak dan religius, bermoral

dan humanis. Para ekonom menyadari sepenuhnya, bahwa meniadakan hubungan

kajian ekonomi dengan nilai-nilai moral humanis merupakan suatu kekeliruan

besar dan tidak bertanggungjawab dalam menjaga keselamatan manusia dan alam

semesta.39

Islam sebagai pedoman tinggkah laku manusia. Dan tinggakah laku

ekonomi merupakan satu bagian saja dari ilmu agama Islam saja. Dan sistem

ekonomi dengan sendirinya tidak mungkin dapat dipisahkan dari suprasistemnya,

yaitu Islam. Karena pemikiran Islam berdasarkan konsep segitiga (Trianggle

Arrangement), yaitu Allah SWT di sudut puncak, manusia dan kekayaan alam

masing-masing di dua sudut bahwa yang keduanya tunduk dan taat kepadaNya.40

Islam menyuruh semua orang yang mampu bekerja dan berusaha untuk

mencari rizki dan menutupi kebutuhan diri dan keluarganya. Hal itu dilakukan

dengan niat fi sabilillah. Orang yang tidak kuat untuk bekerja, tidak mempunyai

harta warisan, atau tidak mempunayai simpanan untuk memenuhi kebutuhannya,

berada dalam tanggungan kerabatnya yang berkecukupan. Islam tidak perna

melupakan mereka (orang lemah, anak kecil, anak yatim, wanita janda ibu tua

renta, dan ayah yang sudah uzur). Allah telah menentukan hak meraka dalam

harta orang yang berada secara tegas dan pasti, yaitu zakat. Jadi, tujuan zakat

adalah menghapuskan kemiskinan.41

39

Dr.Yusuf Qardhawi, Kiat Islam mengentaskan Kemiskinan, Maktabah Wahbah, Penerjemah: Syafril Halim, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), cet. I, h. 3

40

Dr.Yusuf Qardhawi (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), cet. I, h. 4 41

(37)

Islam memaklumat perang melawan kemiskinan, dan meharuskan

umatnya untuk hidup sejahtera, demi keselamatan aqidah, moral dan akhlak umat

manusia. Langkah ini diambil untuk melindungi keluarga dan masyarakat serta

menjamin keharmonisan dan persaudaraan di antara anggotanya. Islam

menghendaki setiap individu di tengah masyarakat secara layak sebagai manusia.

Sekurang-kurangnya, ia dapat memenuhi kebutuhan pokok berupa sandang dan

pangan, memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahliannya, atau membina rumah

tangga dengan bekal yang cukup. Tegasnya, bagi setiap orang harus tersedia

tingkat kehidupan yang sesuai dengan kondisinya.

Dalam masyarakat Islam, semua orang dituntut untuk bekerja, menyebar di

bumi, dan memanfaatkan rizki pemberian Allah SWT.

D. Kontribusu Zakat dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Zakat yang diwajibkan oleh Islam meskipun ada kesamaan dengan zakat

yang disyari‟atkan pada agama-agama terdahulu dalam prinsip dan nama, tetapi

dalam kenyataannya zakat Islam merupakan satu siatem sosial baru yang unik,

suatu sistem yang belum perna dipelopori oleh satu agama samawi pun dan oleh

satu hukum konvensional dunia pun.42

Kita tidak heran jika sejarah otentik telah menceritakan kepada kita, bahwa

Khalifa pertama pengganti Rasulallah saw, Abu Bakar ash-Shiddiq,

mempersipkan bala tentara untuk mengirimkan pasukan serta mengumumkan

perang terhadap beberapa kelompok dari orang-orang Arab yang menolak untuk

42

(38)

menunaikan zakat. Seraya mengatakan,”kita mendirikan shalat, namun kita tidak

menunaikan zakat.”Maka dari itu Abu Bakar tidak mau kompromi dengan mereka

dalam hal yang memang telah diwajibkan Allah.

Abu Bakar tidak membedakan antara kaum murtad dan kaum yang

menolak untuk memberikan zakat, dan beliau memerangi mereka semua.

Karena zakat merupakan pajak yang mana negara Islam berwenang untuk

memungutnya dari orang-orang yang berkewajiban mengeluarkannya dan

berwenang untuk mendistribusikannya kepada para mustahik, maka Islam

menentukan kadar dan ukuran, nisab, proporsi (rasio nisab) yang wajib

dikeluarkan dari padanya dan alokasi penyaluran dana yang ditetapkan kepadanya

(mashonif zakat), dan Islam tidak membiarkannya begitu saja kepada hati nurani

kaum muslimin sendiri dalam menentukan kadar, ukuran, rasio sumber dana zakat

dan alokasi penyalurannya.43

Penuaian terhadap perintah-perintah Allah selalu membawa efek ganda,

yang pertama adalah wujud kepatuhan dan penghambaan diri kepada

Allah(vertikal), sedangkan yang kedua adalah bentuk dari solidaritas sosial

(horizontal) yang memuat misi humanis, emansipatoris, dan bahkan

memerdekakan.

Dengan kata lain, iman harus selalu dikaitkan, disejalankan atau diikuti

dengan amal. Adalah naif mengklaim sebagai orang beriman tetapi perbuatannya

jauh menyimpang dari ciri-ciri orang beriman, adalah bohong besar mengaku

43

(39)

sebagai orang yang percaya kepada Allah dan kitab suciNya jika amal perbuatan

kesehariannya justru menyimpang dari subtansi kitab suci, pusat dari perintah

zakat misalnya, adalah iman bahwa perintah itu datang dari Tuhan dan bahwa Dia

itu ada; tetapi ujung dan muara dari perintah itu adalah kesejahteraan sosial

(social welfore) yang dinikmati tidak hanya bagi pelakunya (muzakki), tetapi

orang yang diberi zakat (mustahik).44

Jelasnya bahwa, harta yang berada di tangan kelompok elit, atau

perorangan harus di-share melalui mekasisme zakat. Patut pula disebutkan di sini,

dalam harta yang mereka simpan sejatinya ada hak-hak orang lain yang harus

diberikan. Penuaian kewajiban ini sebenarnya dapat memberikan dampak positif

bagi si kaya, yaitu mereka tidak memakan apa yang bukan menjadi haknya, dan

bagi si miskin, zakat merupakan hak yang harus mereka terima. Yang kaya tidak

dhalim dan yang miskin tidak terdhalomi.45

Oleh karena itu Allah memberitahukan kepada kita dalam surat adh-Dhuha

ayat 8: “dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang yang kekurangan, lalu Dia

memberikan kecukupan.” Ini merupakan sifat Allah yang harus kita tiru melalui

prinsip zakat di mana seorang yang kaya harus memandang bahwa banyak orang

yang yang dalam kekurangan, maka sisikanlah sebagian hartanya untuk menutupi

kekurangan materi orang lain.46

44

Alie Yafie, Menjawab Seputar Zakat, Infak dan Sedekah, (Jakarta: PT Raja Grafindo,2000) Cet. I, h. XVI

45

Alie Yafie (Jakarta: PT RajaGrafindo,2000) h. XVIII 46

(40)

Atas uraian di atas maka sasaran sosial ekonomi zakat adalah mengangkat

keadaan ekonomi pihak-pihak yang menbutuhkan. Pihak-pihak yang

membutuhkan dalam sasaran zakat disebut dengan mustahik.

Dengan demikian, posisi zakat selain sebagai kewajiban agama, juga

berdampak pada solidaritas untuk membangun sebuah komunitas negara yang

tangguh karena dukungan ekonomi yang sehat dan manajerial. Oleh karena itu

Allah memberikan ancaman yang bukan hanya diberikan di dunia sebagai orang

yang hina atas kekikirannya, tetapi juga berdampak luas pada nasib masa depan,

yaitu pertanggungjawaban diri di hadapan Allah atas apa yang mereka kikirkan

dari amanat Allah.

Zakatpun dimaksudkan oleh syara sebagai bentuk manivestasi keadilan

sosial agar harta tidak tidak harus selalu dimonopoli oleh kaum kaya sehingga

menimbulkan suatu jurang pemisah antara orang yang lemah ekonomi dengan

orang yang kuat ekonominya, sehingga tidak dikhwatirkan terjadinya penghisapan

dan perbutan semena-mena yang dilakukan oleh orang yang kuat ekonominya.

Dengan begitu akan terjadi simbiosis mutualistis antara orang fakir dan orang

kaya dengan adanya zakat, infak dan sedekah. Akhirnya terjalin suatu solidaritas

dan toleransi yang utuh dalam kesatuan tauhid dan kesatuan umat.

Sedangkan pelaksanaan zakat menurut Muhammad Baqir Al-Sadr

(1935-1980 M), memandang hal ini merupakan tugas suatu negara. Selain itu, dia juga

(41)

dibelanjakan untuk mengurangi kemiskinan dan menciptakan keseimbangan

sosial.47

Salah satu poin yang menarik yang Muhammad Bagir Al-Sadr ciptakan

adalah fokus ekslusif kepada kaum miskin. Target Sadr adalah terciptanya

keseimbangan sosial dengan tidak mengarah pada keseimbangan hidup antara si

miskin dan si kaya. Para sarjana muslim setuju bahwasannya harus ada standar

kehidupan tertentu yang dapat mempertimbangkan standar minimum. Pengaturan

mengenai standar ini tidak berarti berhenti untuk mengurai jarak/jurang standar

kehidupan. Sebab seseorang mempunyai kesamaan standar hidup.

Kesucian jiwa melahirkan ketenangan batin, bukan hanya bagi penerima

zakat, tetapi juga bagi pemberinya. Karena kedengkian dan iri hati dapat tumbuh

pada saat seseorang tak mrmiliki melihat seseorang yang berkecukupan namun

enggan mengulurkan bantuan. Kedengkian ini melahirkan keresahan bagi kedua

belah pihak. Pengembangan harta akibat zakat, bukan hanya ditinjau dari aspek

spiritual keagamaan berdasarkan ayat Allah:









Arinya:”Allah menghapuskan (berkah) riba dan menambah (berkah)sedekah dan Allah tidak mengasihi tiap-tiap orang kafir yang berdosa”. (Q.S. al-Baqaroh: 276).

47

(42)

Zakat juga harus ditinjau secara ekonomis-psikologis, yakni dengan

adanya ketenangan batin dari pemberi zakat, ia akan dapat lebih

mengkonsentrasikan usaha dan pemikirannya guna mengembangkan hartanya. Di

samping itu, pemberian zakat mendorong terciptannya daya beli baru dan daya

produksi dari para penerima tersebut.

Zakat memiliki nilai yang sangat penting. Hal ini karena zakat memiliki

hikmah dan manfaat berupa:

1. Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri nikmatNya,

menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi,

menghilangkan sifat kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan ketenangan

hidup, sekaligus membersikan dan mengebangkan harta yang dimiliki.

2. Zakat merupakan hak mustahik, maka zakat berfungsi untuk menolong,

membantu, membina mereka terutama fakir miskin ke arah kehidupan yang

lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan

hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari

bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki, hasad, yang

mungkin timbul.

3. Sebagai pilar amal bersama (jama'i) antara orang-orang kaya yang

berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya digunakan

(43)

4. Sebagai salah satu bentuk kongkrit dari jaminan sosial yang disyariatkan oleh

ajaran Islam. Melalui syariat zakat, kehidupan orang-orang fakir miskin dan

orang-orang menderita lainnya akan terperhatikan dengan baik. Zakat

merupakan salah satu bentuk pengejawatahan perintah Allah untuk senantiasa

melakukan tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa.

5. Sebagai salah satu sumber dana bagi pengembangan sarana maupun prasarana

yang harus diiliki umat Islam; seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan

sosial maupun ekonomi, dan sebagai sarana pengembangan kualitas sumber

daya manusia muslim.

6. Untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat bukanlah

membersihkan harta yang kotor (monay laundring), akan tetapi mengeluarkan

bagian dari hak orang lain dari harta yang diusahakan dengan baik dan benar

sesuai dengan ketentuan Allah SWT.

7. Dari sisi pembangunan umat, zakat merupakan salah satu instrumen

pemerataan pendapatan. Dengan zakat dikelola dengan baik, dimungkinkan

membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan.

8. Dorongan ajaran Islam ini menunjukkan bahwa Islam mendorong umatnya

untuk mampu bekerja dan berusaha sehingga memiliki harta kekayaan yang di

samping dapat memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya, juga

(44)

9. Mewujudkan rasa solidaritas dan kasih sayang sesama manusia, manifestasi

kegotongroyongan, mengurangi kemiskinan, membina dan mengembangkan

stabilitas sosial, dan merupakan salah satu jalan mewujudkan keadilan sosial.

Dari sini, dapat dipahami bahwa zakat mempunyai multiplier effect. Selain

bermanfaat untuk mustahik, ternyata muzaki pun mendapat keuntungan dari

berzakat. Manfaat zakat tidak hanya dirasakan oleh mustahik saja, melainkan

sampai kepada masyarakat dengan adanya pembangunan kesejanteraan umat dan

terwujudnya solidaritas dan gotong royong serta menyempitkan jurang pemisah

antara si kaya dan si miskin.

Barang kali munculnya karya-karya profesor Fazrul Rahman, an

Gambar

gambaran kepada masyarakat, akademisi khususnya mahasiswa yang bergelut di
Gambaran adanya materi yang biasanya mencakup kebutuhan pangan

Referensi

Dokumen terkait

Pelatihan adalah tepat ketika organisasi kita dapat mengharapkan untuk mendapatkan lebih banyak manfaat dari pelatihan daripada diukur sebagai investasi

Regresi Linear merupakan Metode Regresi dimana persamaan yang dihasilkan berupa persamaan linear. Berdasarkan pada persamaan yang dihasilkan, dapat dihitung prediksi

Putri Yasodharā sebagai satu-satunya orang yang mendampingi Bodhisatta pada kehidupan terakhirnya, sebagai salah satu pendamping Bodhisatta dalam banyak sekali kehidupan lampau

Adhitya Mandiri Pratama berkomitmen untuk terus mendukung segala kebutuhan solusi jar- ingan data di Indonesia melalui team support yang sangat handal dan produk jaminan terbaik

Tidak jarang tenaga-te- naga seperti ini sedang mempersiapkan disertasinya sendiri, dan mempunyai kualitas yang lebih tinggi dari seorang Doktor baru dari luar negeri, namun

Saya merasa puas karena barang yang dijual di Butik Zoya Semarang sesuai dengan keinginan Konsumen... Correlation is significant at the 0.01

Melalui komponen tutur SPEAKING dan respon yang ditunjukkan oleh mitra tutur, dapat diketahui bahwa tuturan yang diucapkan Tintin kepada kapten Haddock memiliki

Target luaran yang diharakan adalah terciptanya Cantika sebagai suatu produk berbasiskan tanaman yang unik berisi informasi tentang suatu tumbuhan sebagai alat