• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (FITK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (FITK)"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas IV MI Matla’ul Anwar)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh :

Wahab NIM: 809018300501

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK) UNIVESITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN TALKING CHIPS UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

PADA KONSEP ALAT TUBUH MAKHLUK HIDUP DAN FUNGSINYA (Studi Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas IV MI Matla’ul Anwar)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

Wahab NIM: 809018300501

Di bawah bimbingan

Burhanudin Milama, M.Pd NIP. 19770201 200801 1 001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVESITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Konsep Alat Tubuh Makhluk Hidup dan

Fungsinya (Studi Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas IV MI Matla’ul

Anwar). Disusun oleh: Wahab, NIM: 809018300501, Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan Univesitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah

sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqosah sesuai

ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 25 Oktober 2013

Yang mengesahkan

(4)

Cibening, Pamijahan, Bogor) Disusun oleh: Wahab, NIM: 809018300501,

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam ujian Munaqosah pada tanggal 23 September 2013 dihadapan dewan penguji karena itu penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.) dalam bidang pendidikan.

Jakarta, 3 April 2014

Panitia Ujian Munaqosah

Panitia Munaqosah

Ketua Panitia (Ketua Program Studi (PGMI) Tanggal TandaTangan

Fauzan, MA

NIP.19810623 200912 1003

Penguji I

Dr. Zulfiani, M.Pd

NIP. 19760309 2005012002

Penguji II

Fathia Alatas, M.Si NIP.19761107 2007011013

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

(5)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Wahab

NIM : 809018300501

Jurusan/ Prodi : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (FITK)

Bahwa Skripsi yang Berjudul: Penggunaan Model Pembelajaran Talking

Chips untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Konsep Alat Tubuh

Makhluk Hidup dan Fungsinya (Studi Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa

Kelas IV MI Matla’ul Anwar) adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama : Burhanudin Milama, M.Pd NIP : 19770201 200801 1 001

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan

saya siap menerima segala konsekuensinya apabila terbukti bahwa skripsi ini

bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, 25 September 2013

Yang Menyatakan

(6)

i

Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas IV MI Matla’ul Anwar), 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran talking chips. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas,

penelitian ini dilaksanakan di MI Matla’ul Anwar Cibening Pamijahan Bogor dan

obyek yang diteliti terbatas pada satu kelas yaitu kelas IV, dengan jumlah siswa 20 orang siswa. Pengambilan data melalui observasi dan Test (Pretest dan Postest).

Penerapan model pembelajaran talking chips dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV pada konsep alat tubuh makhluk hidup dan fungsinya pada mata pelajaran IPA. Hal ini dapat dilihat dari perolehan nilai 20 siswa pada siklus I rata pretest 50,5 setelah dilakukan treatment atau tindakan dan dilakukan postest rata-rata nilai meningkat menjadi 68. Pada siklus I siswa yang dinyatakan lulus sesuai dengan KKM mencapai 45%, sementara harapannya adalah mencapai 75% siswa dari Standar Kompetensi. Dengan perincian yang dinyatakan lulus sebanyak 9 siswa dengan perincian 7 siswa atau skitar 35% mendapatkan nilai baik dan 2 siswa atau sekitar 10% mendapatkan nilai sangat baik. Sedangkan yang dinyatakan tidak lulus sebanyak 11 siswa atau sekitar 55% karena nilai skor tesnya kurang dari 70, sesuai dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) mata pelajaran IPA yang telah ditentukan oleh madrasah. Kemudian jika dilihat dari penguasaan konsep yang ditunjukkan dengan N-Gain, rata-rata N-Gain sebesar 0.36, hal ini menunjukkan terjadi peningkatan pemahaman dan penguasaan konsep sebesar 36%.

Pada siklus II rata-rata pretest 64 setelah dilakukan tindakan dengan menggunakan Model Pembelajaran Talking Chips dilakukan postest rata-rata nilai meningkat menjadi 77. Tingkat keberhasilan siswa pada siklus II, yang dinyatakan lulus sebanyak 20 siswa dengan perincian 18 siswa mendapatkan nilai pada kategori baik atau 90% dan 2 siswa mendapatkan nilai sangat baik atau 10%. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh siswa telah mendapatkan nilai sesuai dengan KKM , artinya penelitian tindakan pada siklus II telah mencapai target minimal pencapaian 75% siswa mendapatkan nilai mencapai KKM. kemudian jika dilihat dari penguasaan konsep yang ditunjukkan dengan N-Gain, rata-rata N-Gain sebesar 0.37, hal ini menunjukkan terjadi peningkatan pemahaman dan penguasaan konsep sebesar 37%.

(7)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

karunia yang dilimpahkanNya, sehingga skripsi dapat terselesaikan dengan baik.

Skripsi ini berjudul “Penggunaan Model Pembelajaran Talking Chips untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Konsep Alat Tubuh Makhluk Hidup dan Fungsinya (Studi Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas IV MI Matla’ul Anwar)”.

Dalam kesempatan ini penulis akan menyampaikan rasa terimakasih yang

sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan berupa

arahan dan dorongan selama penulis studi. Oleh karena itu penulis menyampaikan

terimakasih dan penghargaan kepada yang terhormat :

1. Dra. Nurlena Rifa’i, MA. Ph.D, sebagai dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Fauzan, MA sebagai Ketua Program Study, atas kebijakan, perhatian dan

dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.

3. Burhanudin Milama, M.Pd sebagai pembimbing, yang telah banyak

membantu mengarahkan, membimbing, dan memberi dorongan sehingga

skripsi ini terwujud.

4. Kepala Sekolah beserta dewan guru, karyawan dan semua siswa MI Matla’ul Anwar Cibening Pamijahan yang telah membantu kelancaran selama penelitian.

5. Kedua orang tua, istri dan anak penulis yang telah banyak membantu dan

memberikan semangat serta penuh pengertian selama penulis

menyelesaikan studi.

6. Teman-teman mahasiswa PGMI semua yang tidak dapat penulis sebutkan

satu persatu, terima kasih atas dorongan dan motivasinya.

Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala kebaikan yang telah

diperbuat dengan pahala yang mulia disisi Allah SWT.Akhirnya penulis berharap

(8)

iii

pembaca pada umumnya. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat

penulis harapkan untuk kemajuan penulis dimasa yang akan datang.

Jakarta, 25 Oktober 2013

(9)

iv

1. Tabel. 2.1 Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan

kelompok belajar konvensional 9

2. Tabel. 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran

Kooperatif 15

3. Tabel. 2.3 Cara-cara Pembelajaran Kooperatif Model

Tallking Chips 19

4 Tabel 3.1 Posisi dan Peran Peneliti dalam Penelitian 34

5 Tabel 3.2 Kisi-kisi Pretest dan Postest Siklus I dan II 43

6 Tabel 4.1 Data hasil pretest dan posttest siklus I 52

7 Tabel 4.2 Hasil Observasi Siklus I Pertemuan I 53

8 Tabel 4.3 Hasil Observasi Siklus I Pertemuan II 55

9 Tabel 4.4 Hasil Observasi Siklus II 59

10 Tabel 4.5 Data hasil posttest dan pretest siklus II 60

11 Tabel 4.6 Rekapitulasi Postest Siklus I dan Postest

Siklus II 62

12

Tabel 4.7 Tabel Perbandingan Hasil Observasi Belajar

[image:9.612.122.494.162.560.2]
(10)

v

[image:10.612.126.508.141.571.2]
(11)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Lampiran

Lampiran

Lampiran

Lampiran 1

3

4

5

6

RPP dalam Pembelajaran Siklus I dan II.

Lembar Observasi

Lembar Postest siklus I dan siklus II

Permohonan Izin Penelitian

(12)

vii

Kata Pengantar --- ii

Daftar Tabel --- iv

Daftar Gambar --- v

Daftar Lampiran --- vi

Daftar Isi --- vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah --- 1

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian --- 6

C. Pembatasan Fokus Penelitian --- 6

D. Perumusan Masalah Penelitian --- 7

E. Tujuan Penelitian --- 7

F. Kegunaan Hasil Penelitian --- 7

BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAN INTERVESI TINDAKAN A. Kajian Teoritis --- 8

1. Hakikat Pembelajaran Kooperatif --- 8

a. Prinsip Dasar dan Ciri dalam Pembelajaran Kooperatif --- 13

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif --- 14

c. Langkah-langkah Pembelajaran kooperatif --- 15

2. Pembelajaran Kooperatif Model Talking Chips --- 16

a. Cara Pembelajaran Kooperatif Model Talking Chips --- 18

b. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Model Talking Chips --- 19

(13)

viii

4. Pembelajaran IPA --- 26

a. Pengertian Belajar --- 26

b. Pengertian Pembelajaran --- 27

c. Pengertian IPA --- 28

B. Penelitian yang Relevan --- 29

C. Hipotesis Tindakan --- 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian --- 31

B. Metode dan Desain Penelitian --- 31

C. Subjek Penelitian --- 34

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian --- 34

E. Tahap Intervensi Tindakan --- 35

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan --- 39

G. Data dan Sumber Data --- 40

H. Instrumen Pengumpulan Data --- 40

I. Teknik Pengumpulan Data --- 41

J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan --- 44

K. Analisis Data dan Interpretasi Data --- 45

L. Pengembangan Perencanaan Tindakan --- 47

BAB IV DISKRIPSI DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data--- 48

1. Siklus I --- 48

a. Perencanaan Tindakan Siklus I --- 48

b. Pelaksanaan Tindakan Siklus I --- 49

c. Hasil Tindakan Siklus I --- 50

d. Refleksi Tindakan Siklus I --- 55

(14)

ix

d. Refleksi Tindakan Siklus II --- 60

B. Analisis Data--- 62

C. Pembahasan --- 65

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan --- 71

B. Saran --- 72

(15)

1

A.Latar Belakang Masalah

Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh

suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam

interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan

psikomotorik. Jadi kebiasaan cara belajar juga berpengaruh pada hasil yang

diinginkan. Beberapa faktor yang mempengaruhi belajar ada dua yaitu faktor

intern dan faktor ekstern. Faktor intern meliputi faktor jasmaniah, faktor

psikologis dan faktor kelelahan, faktor lain adalah faktor ekstern contohnya

faktor keluarga, faktor sekolah serta faktor masyarakat.

Setiap siswa mempunyai karakteristik yang beragam. Salah satu siswa

dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa

mengalami berbagai kesulitan, sedangkan tidak sedikit pula siswa yang justru

dalam belajarnya mengalami kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan

oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan

dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis sehingga pada akhirnya

dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapai berada di bawah semestinya.

Proses belajar mengajar dilakukan oleh guru di kelas, diarahkan pada

pemberian pengalaman bagi para siswa, sehingga secara kultural dan pribadi

akan terjadi kegiatan belajar mengajar yang relevan antara guru dan siswa.

Dengan demikian, pengolahan, pengarahan dan kemudahan belajar di kelas

merupakan tugas penting bagi penyelenggara pendidikan formal di semua

jenjang.

Kegiatan belajar mengajar yang baik dan menguntungkan jika guru

mengetahui sacara tepat faktor-faktor yang menunjang terciptanya kondisi

tersebut. Guru mengenal masalah-masalah yang dianggap bisa merusak situasi

dan iklim belajar mengajar. Selain itu, guru harus menguasai beberapa

pendekatan dalam mengelola kelas atau mengatur kelas. Dengan kata lain,

(16)

UU No 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1 disebutkan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.1

Salah satu mata pelajaran yang turut berperan penting dalam

pendidikan wawasan, keterampilan dan sikap ilmiah sejak dini bagi anak

adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).Ilmu Pengetahuan Alam

(IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa

fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan

suatu proses penemuan. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian

pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan

memahami alam sekitar secara ilmiah.2

Kecenderungan pembelajaran IPA pada masa kini dimana siswa hanya

mempelajari IPA sebagai produk, menghafalkan konsep, teori dan hukum.

Keadaan ini diperparah oleh pembelajaran yang beriorientasi pada tes/ujian.

Akibatnya IPA sebagai proses, sikap, dan aplikasi tidak tersentuh dalam

pembelajaran.3

Pengalaman belajar yang diperoleh di kelas tidak utuh dan tidak

berorientasi tercapainya standar kompetensi (SK)dan kompetensi dasar (KD).

Pembelajaran lebih bersifat teacher-centered, guru hanya menyampaikan IPA

sebagai produk dan siswa menghafal informasi faktual. Siswa hanya

mempelajari IPA pada domain kognitif yang terendah. Siswa tidak dibiasakan

1

Ine Kusuma Aryani dan Markum Susatim. Pendidikan Berbasis Nilai.(Bogor: Galia Indah, 2010) h. 10

2

Bambang Sutedjo. Panduan Pengembangan Pembelajaran Ipa Terpadu Jakarta: Pusat Kurikulum,Balitbang Depdiknas(2010) Hlm 4,tersedia di Www.Puskur.Net

3

(17)

bahwa banyak siswa yang cenderung menjadi malas berpikir secara mandiri.4

Cara berpikir yang dikembangkan dalam kegiatan belajar belum

menyentuh domain afektif dan psikomotor. Alasan yang sering dikemukakan

oleh para guru adalah keterbatasan waktu, sarana, lingkungan belajar, dan

jumlah siswa per kelas yang terlalu banyak.5

Berdasarkan hasil observasi yang telah penulis lakukan di lokasi

penelitian yaitu di kelas IV MI Matlaul Anwar Cibening Pamijahan Bogor,

proses pembelajaran masih menggunakan metode konvensional yaitu

menggunakan metode ceramah, sehingga pembelajaran masih terpusat pada

guru, semua informasi berpusat pada guru dan pembelajaran berlangsung

searah. Pembelajaran IPA masih menekankan pada konsep-konsep yang

terdapat di dalam buku, dan belum memanfaatkan pendekatan lingkungan

dalam pembelajaran secara maksimal. Mengajak siswa berinteraksi langsung

dengan lingkungan jarang dilakukan. Guru IPA sebagian masih

mempertahankan urutan-urutan dalam buku tanpa memperdulikan kesesuaian

dengan lingkungan belajar siswa. Hal ini membuat pembelajaran tidak efektif,

karena siswa kurang merespon terhadap pelajaran yang disampaikan, sehingga

proses pembelajaran cenderung menyebabkan suasana membosankan. Dari

pembelajaran konvensional di atas berdampak terhadap hasil belajar. Siswa di

kelas IV yang saya ajar pada nilai ulangan IPA 30 persen yang mencapai

KKM, untuk nilai ulangan harian pada konsep alat tubuh makhluk hidup dan

fungsinya.

Konsep pembelajaran IPA menuntut adanya perubahan peran guru.

Pada konsep konvensional guru lebih berperan sebagai transformator, artinya

guru berperan hanya sebagai penyampai informasi, ide, atau gagasan, dan guru

berada didepan kelas menyampaikan materi pelajaran, sedangkan siswa hanya

mendengar, menyimak, dan mencatat, kadang siswa diselingi pertanyaan dan

latihan. Pola ini membuat siswa kurang aktif hanya menerima materi saja,

4

Ibid., h. 5 5

(18)

individu yang aktif, memiliki kemampuan dan potensi yang perlu dieksplorasi

secara optimal. Agar pembelajaran lebih optimal, maka model pembelajaran

harus efektif dan selektif sesuai dengan konsep yang diajarkan, sehingga siswa

termotivasi untuk ikut serta dalam proses pembelajaran. Selain memandang

penting peran aktif siswa dalam belajar, pembelajaran juga menuntut peran

guru lebih luas. Diantara tugas guru tersebut adalah guru tidak hanya

menerangkan dan menjelaskan materi kepada siswa, tetapi juga mengajak

siswa untuk ikut akif dalam proses belajar mengajar tersebut, karena

keberhasilan suatu proses belajar mengajar sangat ditentukan oleh kualitas dan

kemampuan guru.

Pemilihan metode atau model pembelajaran yang tepat, tidak hanya

mempertimbangkan tujuan pendidikan, tetapi juga harus mempertimbangkan

keaktifan, potensi dan tingkat perkembangan siswa yang beragam, serta

bagaimana memotivasi siswa. Oleh karena itu, guru dituntut untuk mempunyai

kreativitas yang tinggi dalam menggunakan model pembelajaran untuk

menunjang tercapainya proses belajar mengajar.

Salah satu metode pembelajaran yang membuat siswa lebih aktif adalah

pembelajaran kooperatif. Metode pembelajaran kooperatif memiliki berbagai

macam model, salah satunya adalah talking chips. Di dalam talking chips

siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil sekitar 4-5 orang perkelompok.

Dalam kelompoknya para siswa diminta untuk mendiskusikan suatu masalah

atau materi pelajaran. Kemudian setiap kelompok diberikan 4-5 kartu yang

digunakan untuk siswa berbicara. Setelah siswa mengemukakan pendapatnya,

maka kartu disimpan di atas meja kelompoknya. Proses dilanjutkan sampai

seluruh siswa dapat menggunakan kartunya untuk berbicara. Cara ini membuat

tidak ada siswa yang mendominasi dan tidak ada siswa yang tidak aktif, semua

siswa harus mengungkapkan pendapatnya. Teknik ini memberikan kesempatan

(19)

kelas.

”Talking Chips mempunyai dua proses yang penting, yaitu; proses sosial dan proses dalam penguasaan materi”6. Proses sosial berperan penting

dalam talking chips yang menuntut siswa untuk dapat bekerjasama dalam

kelompoknya, sehingga para siswa dapat membangun pengetahuan mereka di

dalam suatu bingkai sosial yaitu pada ke lompoknya. Para siswa belajar untuk

berdiskusi, meringkas, memperjelas suatu gagasan, dan konsep materi yang

siswa pelajari, serta dapat memecahkan masalah-masalah.

Penerapan pembelajaran model talking chips, akan memberikan

motivasi siswa dan pengalaman siswa dalam belajar. Namun Pendekatan model

pembelajaran talking chips masih belum dikenal di MI Matlaul Anwar,

sehingga guru belum pernah menggunakan pendekatan ini, dengan

mempertimbangkan usaha-usaha agar siswa dapat belajar dengan

menyenangkan dan memperoleh manfaat besar sesuai dengan kebutuhan

kurikulum maka perlu dilakukan penelitian tentang upaya meningkatkan proses

dan hasil belajar IPA siswa kelas IV MI Matlaul Anwar melalui pembelajaran

model talking chips.

Pembelajaran model talking chips yang diterapkan pada pokok bahasan

konsep alat tubuh makhluk hidup dan fungsinya juga diharapkan dapat

meningkatkan motivasi siswa secara efektif dan dapat menghilangkan

kejenuhan siswa dalam belajar ke arah pembelajaran yang menciptakan

interaktif sesama siswa, sehingga siswa dapat terdorong minat dan motivasinya

untuk belajar IPA yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar kimia.

Hasil belajar atau prestasi merupakan hasil dari usaha-usaha yang

telah dilakukan. Agar proses pembelajaran IPA dapat berjalan dengan baik dan

tercapai tujuan pembelajaran IPA tersebut, maka diperlukan suatu strategi yang

tepat supaya hasil yang dicapai maksimal dan berpengaruh pada prestasi

belajar siswa. Guru harus dapat memilih metode-metode yang sesuai dengan

6

(20)

IPA, dengan demikian prestasi mudah diraih. Berdasarkan hal tersebut pada

penelitian ini peneliti ingin mencoba mengaplikasikan sebuah model

pembelajaran dengan teknik taking chip, dengan harapan dapat meningkatkan

hasil belajar siswa kelas IV MI Matla’ul Anwar.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian dengan judul “Penggunaan Model Pembelajaran Talking Chips untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Konsep Alat Tubuh Makhluk Hidup dan Fungsinya (Studi Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas IV MI Matla’ul Anwar)“.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka

masalah yang dapat di identifikasi adalah sebagai berikut:

1. Sebagian siswa beranggapan bahwa mata pelajaran Ilmu Pengetahuan

Alam adalah mata pelajaran yang sulit dimengerti .

2. Prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam masih

rendah dalam konsep alat tubuh makhluk dan fungsinya.

3. Guru masih menggunakan metode konvensional dalam menyampaikan

materi pembelajaran.

C.Pembatasa Masalah

Supaya permasalahan yang dikaji dapat terarah dan untuk

menghindari penyimpangan dari masalah yang diteliti, maka perlu adanya

pembatasan masalah. Masalah di sini dititik beratkan pada:

1. Penerapan model pembelajaran talking chips di MI Matlaul Anwar.

(21)

Bertolak dari pembatasan masalah di atas, maka penulis membuat

perumusan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana peningkatan hasil

belajar siswa di kelas IV MI Matlaul Anwar dengan menggunakan model

pembelajaran talking chips?

E.Tujuan Penelitian

Bertolak dari perumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan

penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil belajar siswa melalui model

pembelajaran talking chips.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kegunaan bagi pihak-pihak

terkait, berikut peneliti uraikan kegunaan hasil penelitian:

1. Bagi Madrasah

Penelitian ini semoga berguna dan dapat dijadikan sebagai masukan

dalam rangka meningkatkan prestasi, minat belajar dan kualitas dalam

pelaksanaan pendidikan.

2. Bagi Guru

Memperluas wawasan, pengetahuan, dan keterampilan guru dalam

menerapkan model pembelajaran talking chips pada mata pelajaran IPA.

3. Bagi siswa

Penelitian ini semoga dapat mendorong siswa agar dapat berperan

(22)

8

A.Kajian Teoritis

1. Hakikat Pembelajaran Kooperatif

Kooperatif adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa Inggris dengan

kata kerja to cooperate yang berarti bekerja bersama-sama. Sedangkan

kooperatif dalam kamus bahasa Indonesia memiliki arti bersifat kerjasama.

Secara umum, pengertian pembelajaran kooperatif ditafsirkan berbeda-beda

oleh para ahli. Seperti yang dikutip oleh Miftahul Huda, menurut Roger, dkk

(1992) pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok

yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada

perubahan informasi secara social di antara kelompok-kelompok belajar yang di

dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri

dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain .1

Menurut Anita Lie, mendefinisikan pembelajaran kooperatif atau

pembelajaran bergotong royong merupakan sistem pembelajaran yang

memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerjasama sesamanya pada saat

mengerjakan tugas terstruktur.2 Sedangkan menurut Eggen dan Kauchak

dalam Hasan Fauzi Maufur pembelajaran kooperatif merupakan sebuah

kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara kolaborasi

untuk mencapai tujuan bersama. Di dalam pembelajaran kooperatif siswa

belajar bersama dalam kelompok–kelompok kecil yang terdiri dari 4-5

orang. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan

kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam

proses berfikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas

anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh

1

Miftahul Huda, COOPERATIF LEARNING (Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan). (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hal. 29

2

(23)

guru dan saling membantu t eman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan

belajar.3

Dari beberapa pengertian pembelajaran kooperatif yang dikemukakan

para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah kegiatan

belajar mengajar dalam suatu kelompok kecil yang memiliki tingkat

kemampuan yang berbeda, tiap anggota kelompok saling bekerjasama dalam

menyelesaikan tugas untuk mencapai hasil belajar yang baik.

Pembelajaran kooperatif mempunyai asumsi bahwa untuk mencapai

hasil yang optimal dalam pembelajaran, siswa perlu menjadi bagian dari

satu sistem kerjasama dalam kelompok. Yang perlu diperhatikan dalam

pembelajaran kooperatif adalah keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh

kemampuan semata, tetapi juga oleh peran masing-masing anggota secara

bersama di dalam kelompok. Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan

[image:23.595.124.513.254.702.2]

konvensional dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan

kelompok belajar konvensional.4

Kelompok belajar kooperatif Kelompok belajar konvensional

Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif

Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya, sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sehingga anggota

kelompok lainnya hanya

“mendompleng” keberhasilan

“pemborong”.

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya.

Kelompok belajar biasanya

homogen.

Pimpinan kelompok dipilih secara Pemimpin kelompok sering

3

Hasan Fauzi Maufur, Sejuta Jurus Mengajar Mangasikkan. (Semarang: Sindur Press, 2009) h. 129

4

(24)

demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.

ditentukan oleh guru atau kelompok

dibiarkan untuk memilih

pemimpinnya dengan cara masing-masing.

Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong seperti:

kepemimpinan, kemampuan

berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.

Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerjasama antar anggota kelompok.

Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai).

Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas

Pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran langsung.

Di samping pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil

belajar akademik, pembelajaran kooperatif juga efektif untuk

mengembangkan keterampilan sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat bahwa

model pembelajaran ini unggul dalam membantu siswa dalam memahami

konsep-konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan

bahwa model kooperatif telah meningkatkan penilaian siswa pada belajar

akademik, dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.

Selain itu, model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk

mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima

keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil

belajar itu model pembelajaran kooperatif menuntut kerjasama dan

(25)

reward. Struktur tugas berhubungan bagaimana tugas diorganisir, struktur

tujuan dan reward mengacu pada derajat kerjasama atau kompetisi yang

dibituhkan untuk mencapai tujuan maupun reward.5

Penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi

belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial,

menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat

meningkatkan harga diri. Pembelajaran kooperatif juga dapat merealisasikan

kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, m emecahkan masalah, dan

mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan.

Agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan sesuai dengan harapan,

maka siswa perlu diajarkan keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif

tersebut berfungsi untuk melancarkan peranan hubungan kerja dan tugas.

Peranan hubungan kerja dapat dibangun mengembangkan komunikasi antar

anggota kelompok, sedangkan peranan tugas dapat dilakukan dengan

membagi tugas antar anggota kelompok.

Lungren dalam Hasan Fauzi Maufur, menyusun

keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut secara terinci dalam tiga tingkatan

keterampilan. Tingkatan tersebut yaitu keterampilan kooperatif tingkat awal,

tingkat menengah dan tingkat mahir.6

a. Keterampilan kooperatif tingkat awal, antara lain:

1) Berada dalam tugas, yaitu menjalankan tugas sesuai dengan

tanggungjawabnya.

2) Mengambil giliran dan berbagi tugas, yaitu menggantikan teman

dengan tugas tertentu dan mengambil tanggungjawab tertentu dalam

kelompok.

3) Mendorong adanya partisipasi, yaitu memotivasi semua anggota

kelompok untuk memberikan konstribusi.

4) Menggunakan kesempatan, yaitu menyamakan persepsi/pendapat.

5

Anita Lie. Op. Cit., h. 14

6

(26)

b. Keterampilan kooperatif tingkat menengah, antara lain:

1) Mendengarkan dengan aktif, yaitu menggunakan pesan fisik dan verbal

agar pembicara mengetahui anda secara energik menyerap informasi.

2) Bertanya, yaitu meminta atau menanyakan informasi atau klarifikasi

lebih lanjut.

3) Menafsirkan, yaitu menyampaikan kembali informasi dengan kalimat

berbeda.

4) Memeriksa ketepatan, yaitu membandingkan jawaban, memastikan

bahwa jawaban tersebut benar.

c. Keterampilan kooperatif tingkat mahir

Keterampilan kooperatif tingkat mahir ini antara lain:

mengolaborasi, yaitu memperluas konsep, membuat kesimpulan dan

menghubungkan pendapat- pendapat dengan topik tertentu.

Pembelajaran kooperatif diharapkan dapat meningkatkan

pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan, belajar untuk

bekerjasama, menghargai pendapat orang lain dan tanggung jawab antara

sesama siswa terhadap kelompoknya untuk memperoleh yang terbaik

bagi kelompoknya dalam belajar dan menyelesaikan tugas.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

kooperatif merupakan suatu pendekatan pengajaran yang mengutamakan

siswa untuk saling bekerjasama satu dengan yang lainnya untuk

memahami dan mengerjakan segala tugas belajar mereka. Beberapa unsur

penting dalam pembelajaran kooperatif meliputi kerjasama dalam

menyelesaikan tugas, mendorong untuk bekerjasama yang terstruktur,

tanggungjawab individu dan kelompok yang heterogen. Pembelajaran

kooperatif digunakan dalam kelas yang selalu diliputi kerjasama dalam

menyelesaikan tugas. Dalam kelompok belajar, semua anggota kelompok

(27)

a. Prinsip Dasar dan Ciri-ciri dalam Pembelajaran Kooperatif

Adapun prinsip dasar dan elemen yang terkait dalam pembelajaran

kooperatif menurut Nurhadi dkk sebagai berikut7:

1) Saling ketergantungan positif. Dalam hal ini, dituntut adanya interaksi

promotif yang memungkinkan sesama siswa saling memberikan

motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal. Saling ketergantungan

antara lain dalam hal pencapaian tujuan, penyelesaian tugas, bahan dan

sumber, peran, dan hadiah.

2) Interaksi tatap muka. Siswa harus saling berhadapan dan saling

membantu dalam pencapaian tujuan belajar dan sumbangan pemikiran

dalam pemecahan masalah, siswa harus mengembangkan keterampilan

berkomunikasi secara efektif.

3) Pertangungjawaban individu. Setiap individu dalam kelompok

bertanggung jawab terhadap nilai kelompok, penilaian kelompok

didasarkan pada rata-rata nilai semua anggota kelompok secara

individu.

4) Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi merupakan keterampilan

sosial yang harus dimiliki dan diajarkan pada siswa seperti:

tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, berani

mempertahankan pikiran logis, mengkritik ide bukan mengkritik

teman, tidak mendominasi orang lain, dan mandiri.

Sedangkan menurut Shepardson dalam aninditya Sri Nugraheni,

ciri-ciri model pembelajaran kooperatif sebagai berikut8:

1) Guru harus mengupayakan terwujudnya interaksi antar siswa yang

berada dalam sebuah kelompok (student-to-student interaction).

Oleh karena itu, guru harus dapat menciptakan kondisi yang mampu

memberikan kesempatan yang merata kepada anggota kelompok untuk

memberikan pendapat, menyampaikan ringkasan, mempertahankan

pendapat, ataupun memberikan jalan keluar jika mengalami

7

Nurhadi dkk, Op. Cit., h. 61-62

8

(28)

permasalahan dalam diskusi.

2) Guru harus menciptakan interpendensi positif di kalangan anggota

kelompok. Artinya, masing-masing anggota kelompok harus

diupayakan terlibat dalam kegiatan belajar mengajar, pendidik perlu

menjelaskan kepada kelompok bahwa masing-masing anggota harus

membiasakan diri mendengarkan dengan bak pendapat anggota lain,

menerima pendapat anggota lain, dan berupaya dapat membantu

teman lain menyumbangkan pikirannya.

3) Kemampuan masing-masing anggota kelompok diperhitungkan secara

adil (individual acountability). Di dalam pembelajaran kooperatif,

tidak ada peserta kelompok yang diperbolehkan mengemukakan

pendapatnya secara sukarela, masing-masing anggota kelompok akan

menyampaikan pendapatnya. Oleh karena itu, seorang anggota

kelompok akan menerima tugas dari pendidik, misalnya sebagai

pemimpin kelompok, sebagai perumus hasil diskusi, atau sebagai

penyamapi hasil diskusi.

4) Pembelajaran kooperatif menekankan pada pencapaian tujuan

bersama (group process skill). Pembelajaran ini mengajarkan kepada

siswa untuk saling memberi informasi, saling mengajarkan jika ada

anggota kelompok yang belum mampu, dan saling menghargai

pendapat anggotanya.

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Pengelolaan pembelajaran dengan metode pembelajaran kooperatif

memiliki 3 tujuan yang ingin dicapai, yaitu:9

1) Hasil belajar akademik

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa

dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli berpendapat bahwa model

pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu siswa yang sulit.

9

(29)

2) Pengakuan adanya keragaman

Model pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa dapat menerima

teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar

belakang. Perbedaan latar belakang tersebut diantaranya: perbedaan

suku, agama, ras, kemampuan akademik, dan tingkat sosial.

3) Pengembangan keterampilan sosial

Model pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengembangkan

keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud dalam

pembelajaran kooperatif antara lain: berbagi tugas, aktif bertanya,

menghargai pendapat oang lain, bekerja dalam kelompok, dan

sebagainya.

c. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif

Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran

yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah itu

[image:29.595.119.513.178.756.2]

ditunjukkan pada Tabel 2.2 di bawah ini.

Tabel 2.2 : Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif10

Langkah-Langkah Tingkah Laku Guru

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Pengajar menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa belajar

Menyajikan informasi Pengajar menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompokkelompok belajar

Pengajar menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Membimbing kelompok bekerja dan Belajar

Pengajar membimbing kelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas

Evaluasi Pengajar mengevaluasi hasil

10

(30)

belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing

anggota kelompok

mempresentasikan hasil kerjanya Memberikan penghargaan Pengajar mencari cara-cara untuk

menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

2. Pembelajaran Kooperatif Model Talking Chips

Talking adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa inggris

yang berarti berbicara, sedangkan chips yang berarti kartu. Jadi arti talking

chips adalah kartu untuk berbicara. Sedangkan talking chips dalam

pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran yang dilakukan dalam

kelompok kecil yang terdiri atas 4-5 orang, masing-masing anggota

kelompok membawa sejumlah kartu yang berfungsi untuk menandai

apabila mereka telah berpendapat dengan memasukkan kartu tersebut ke

atas meja.

Model pembelajaran talking chips atau kancing gemerincing

merupakan salah satu model pembelajaran yang menggunakan metode

pembelajaran kooperatif. “Teknik belajar mengajar kancing gemerincing

dikembangkan oleh Spender Kagan(1992)”.11 Teknik ini dapat digunakan

dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkat usia anak didik.

Kegiatan kancing gemerincing membutuhkan pengelompokan siswa

menjadi beberapa kelompok. Teknik ini dapat memberikan kontribusi

siswa secara merata. Teknik ini dapat digunakan untuk berdiskusi,

mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain ataupun

untuk saling mengevaluasi hapalan. Teknik kancing gemerincing

dirancang untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang

sering mewarnai kerja kelompok. Dalam banyak kelompok, sering ada

anggota yang terlalu dominan dan banyak bicara. Sebaliknya juga ada

11

(31)

anggota yang pasif dan pasrah saja pada rekannya yang lebih dominan.12

Dengan menerapkan teknik talking chip ini dalam proses

pembelajaran, diharapkan semua siswa memiliki kesempatan yang sama

untuk aktif dalam mengemukakan pendapat sehingga terjadi pemerataan

kesempatan dalam pembagian tugas kelompok. Hal ini sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Lie bahwa “dalam kegiatan kancing gemerincing,

masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan yang sama

untuk memberikan kontribusi mereka serta mendengarkan pandangan dan

pemikiran anggota yang lain”.13

Di dalam talking chips (1) siswa dibagi dalam kelompok-kelompok

kecil sekitar 4-6 orang perkelompok. (2) kelompoknya para siswa diminta

untuk mendiskusikan suatu masalah atau materi pelajaran. ( 3 ) Setiap

kelompok diberi 4-5 kartu yang digunakan untuk siswa berbicara.

Setelah siswa mengemukakan pendapatnya, maka kartu disimpan di

atas meja kelompoknya. Proses dilanjutkan sampai seluruh siswa

dapat menggunakan kartunya untuk berbicara. Cara ini membuat tidak ada

siswa yang mendominasi dan tidak ada siswa yang tidak aktif, semua

siswa harus mengungkapkan pendapatnya. Disamping itu, penerapan

model pembelajaran kooperatif teknik talking chips merupakan

suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student

oriented), dimana model pembelajaran ini sesuai menempati posisi

sentral sebagai subyek belajar melalui aktivitas mencari dan

menemukan materi pelajaran sendiri.

Talking chips mempunyai dua proses yang penting, yaitu;14

proses sosial dan proses dalam penguasaan materi. Proses sosial

berperan penting dalam talking chips yang menuntut siswa untuk dapat

bekerjasama dalam kelompoknya, sehingga para siswa dapat

12

Lukman Zain. Pembelajaran Fiqih. (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam DEPAG RI, 2009) h. 138

13

Asrul dkk. Pengaruh Peggunaan Teknik Talking Chip Terhadap Hasil Belajar IPA Fisika Siswa Kelas VII SMPN 1 IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan. ( Pillar of Physics Education, vol. 1. April 2013, 97-103) h. 98

14

Sonia Casal, “Talking Chips (A Book of Multiple Intelligence Exercise From Spain), google:

(32)

membangun pengetahuan mereka di dalam suatu bingkai sosial yaitu

pada kelompoknya. Para siswa belajar untuk berdiskusi, meringkas,

memperjelas suatu gagasan, dan konsep materi yang mereka pelajari, serta

dapat memecahkan masalah-masalah.

Talking Chips mempunyai tujuan tidak hanya sekedar

penguasaan bahan pelajaran, tetapi adanya unsur kerjasama untuk

penguasaan materi tersebut. Hal ini menjadi ciri khas dalam

pembelajaran kooperatif. Disamping itu, talking chips merupakan

metode pembelajaran secara kelompok, maka kelompok merupakan

tempat untuk mencapai tujuan sehingga kelompok harus mampu

membuat siswa untuk belajar. Dengan demikian semua anggota

kelompok harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Selain dengan kelompoknya, siswa juga dapat berinteraksi

dengan anggota kelompok lain sehingga tercipta kondisi saling

ketergantungan positif di dalam kelas mereka pada waktu yang sama.

Proses penguasaan materi berjalan karena para siswa dituntut untuk dapat

menguasai materi.

a. Cara pembelajaran kooperatif model Talking Chips

Terdapat lima langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran

yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah itu

[image:32.595.123.518.164.715.2]

ditunjukkan pada Tabel 2.3 di bawah ini.

Tabel 2.3 : Langkah-langkah pembelajaran kooperatif model talking

chips15

No Tahap kegiatan

1. Guru menyiapkan kotak kecil yang berisikan kancing-kancing.

2. Setiap siswa dalam masing-masing kelompok mendapatkan dua atau tiga buah kancing

3. Setiap kali seorang siswa berbicara atau mengeluarkan pendapat ide harus menyerahkan salah satu kancingnya dan meletakkannya ditengah-tengah.

15

(33)

4. Jika kancing yang dimiliki seorang siswa habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua rekannya juga menghabiskan kancing mereka.

5. Jika semua kancing sudah habis, sedangkan tugas belum selesai, kelompok boleh mengambil kesepakatan untuk membagi-bagi kancing lagi dan mengulangi prosedurnya kembali

b. Kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif model Talking Chips.

Dalam pembelajaran kooperatif model talking chips masing-

masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk

memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan

pemikiran anggota yang lain dalam kelompoknya. Keunggulan lain

dari model ini adalah untuk mengatasi hambatan pemerataan

kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok. Dalam banyak

kelompok kooperatif yang lain sering ada anggota yang selalu

dominan dan banyak bicara. Sebaliknya, ada juga anggota yang pasif

dan pasrah saja pada rekannya yang lebih dominan. Dalam situasi

seperti ini, pemerataan tanggung jawab dalam kelompok bisa tidak

tercapai karena anggota yang pasif akan selalu menggantungkan diri

pada rekannya yang dominan. Model pembelajaran talking chips

memastikan bahwa setiap siswa mendapatkan kesempatan untuk

berperan serta.

Sedangkan kelemahan dalam model pembelajaran talking chips

diantaranya:

1) Tidak semua konsep dalam IPA dapat mengungkapkan model

talking hips, disinilah tingkat profesionalitas seorang guru dapat

dinilai. Seorang guru yang profesional tentu dapat memilih metode

dan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan

dibahas dalam proses pembelajaran.

2) Pengelolaan waktu saat persiapan dan pelaksanaan perlu

diperhatikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, terutama

(34)

3) Pembelajaran model talking chips adalah model pembelajaran yang

menarik namun cukup sulit dalam pelaksanaannya, karena

memerlukan persiapan yang cukup sulit. Selain itu dalam

pelaksanaannya guru dituntut untuk dapat mengawasi setiap siswa

yang ada di kelas. Hal ini cukup sulit dilakukan terutama jika

jumlah siswa dalam kelas terlalu banyak.

c. Persamaan dan perbedaan pembelajaran kooperatif model Talking Chips dengan model-model pembelajaran kooperatif lainnya.

Semua model-model pembelajaran kooperatif yang

berlandaskan metode pembelajaran kooperatif mempunyai tujuan,

ciri-ciri, unsur-unsur, konsep-konsep, dan keterampilan-keterampilan

pembelajaran yang sama, akan tetapi setiap model dalam pembelajaran

kooperatif mempunyai ciri khas tertentu.

Pembelajaran kooperatif model talking chips dapat memberikan

kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan idenya, sehingga

tidak ada siswa yang mendominasi dan siswa yang diam saja.

Pembelajaran kooperatif model talking chips dapat membantu guru

untuk memonitor tanggung jawab individu siswa. Selain itu dalam

pembelajaran kooperatif model talking chips juga akan melatih

siswa untuk berpartisipasi aktif dalam berkomunikasi. Kemampuan

ini sangat penting sebagai bekal dalam hidup bermasyarakat, sehingga

sangat penting bagi guru untuk membekali sebelumnya dengan

kemampuan berkomunikasi, mengingat bahwa tidak semua siswa

memiliki tingkat kemampuan untuk berkomunikasi.

3. Hasil Belajar

Salah satu tugas pokok guru ialah mengevaluasi taraf keberhasilan

rencana dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Untuk melihat bagaimana

taraf keberhasilan mengajar guru dan belajar siswa secara tepat dan dapat

(35)

dan memadai tentang indikator-indikator perubahan perilaku dan pribadi para

siswa. Oleh sebab itu, kita biasanya berusaha mengambil cuplikan saja yang

diharapkan mencerminkan keseluruhan perubahan perilaku itu. Tetapi

sebelumnya indikator-indikator tentang hasil belajar (prestasi) sebagai tujuan

pendidikan, penulis akan membahas tentang:

a. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Zainal Arifin “kata prestasi berasal dari bahasa belanda yaitu

prestatie. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi “Prestasi” yang berarti

„hasil usaha’. Istilah „prestasi belajar berbeda dengan hasil belajar. Prestasi

pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar

meliputi aspek pembentukan watak siswa”.16

Di dalam buku Kamus Bahasa Indonesia untuk pendidikan dasar yang

disusun oleh Qonita Aliya bahwa “prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya )”.17

Sedangkan belajar

berarti belajar memperoleh kepandaian atau ilmu; berlatih ; berubah tingkah

laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.

Tidak jauh dari pengertian yang dikemukakan oleh Mas’ud, Syaiful

Bahri Djamarah menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil dari suatu

kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, yang menyenangkan hati yang

diperoleh dengan keuletan kerja, baik secara individual maupun kelompok

dalam bidang kegiatan tertentu.

Dengan demikian, dapat dinyatakan beberapa rumusan dari pengertian

prestasi belajar, diantaranya bahwa hasil belajar adalah penguasaan

pengetahuan atau materi yang dikembangkan oleh mata pelajaran. Hasil belajar

menurut Nana Sudjana adalah kemampuan yang dimiliki siswa,setelah ia

menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan menurut Hadari Nawawi hasil

belajar adalah “tingkat keberhasilan murid untuk mempelajari materi pelajaran

di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes

16

Zainal Arifin.Evaluasi Pembelajaran.(Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam DEPAG RI, 2009) h. 11

17

(36)

mengenai sejumlah materi.

Dalam dunia pendidikan, bentuk penilaian dari suatu prestasi biasanya

dapat dilihat atau dinyatakan dalam bentuk simbol huruf atau angka-angka.

Jadi, hasil belajar adalah hasil yang diraih oleh siswa dari aktivitas belajarnya

yang ditempuh untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dapat

diwujudkan dengan adanya perubahan sikap dan tingkah laku dan pada

umumnya dinyatakan dalam bentuk simbol huruf atau angka-angka. Hasil

belajar yang didapatkan oleh seorang siswa bersifat sementara kadang kala

dalam suatu tahapan belajar, siswa yang berhasil secara gemilang dalam

belajar, sering pula dijumpai adanya siswa yang gagal. Seperti angka raport

rendah, tidak naik kelas, tidak lulus ujian akhir dan sebagainya.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa

dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu “Faktor internal, faktor eksternal

dan faktor pendekatan belajar.

1) Faktor Internal

Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi

jasmani dan rohani siswa . Faktor ini meliputi 2 aspek, yakni :

a) Aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah)

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai

tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat

mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran.

Kondisi jasmani yang tidak mendukung kegiatan belajar, seperti gangguan

kesehatan, cacat tubuh, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran dan

lain sebagainya sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap

informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan di kelas.

b) Aspek psikologis (yang bersifat rohaniah)

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat

mempengaruhi kualitas dan kuantitas perolehan pembelajaran

(37)

a) Intelegensi siswa

Jean piaget dalam Muhammad Asrori mengatakan bahwa

intelligence atau kecerdasan yaitu “seluruh kemampuan berpikir dan

bertindak secara adaptif termasuk kemampuan-kemampuan mental yang

komplek seperti berpikir, memahami, mempertimbangkan, menganalisis,

mensintesis, mengvaluasi, dan menyelesaikan persoalan-persoalan”.18

Tingkat kecerdasan merupakan wadah bagi kemungkinan

tercapainya hasil belajar yang diharapkan. Jika tingkat kecerdasan

rendah, maka hasil belajar yang dicapai akan rendah pula. Clark

mengemukakan bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi

oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Sehingga

tidak diragukan lagi bahwa tingkat kecerdasan siswa sangat menentukan

tingkat keberhasilan belajar siswa.

b) Sikap siswa

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas belajar adalah

sikap. Menurut Masitoh dan Laksmi Dewi “Sikap merupakan salah satu

ranah perilaku manusia atau siswa yang merupakan bagian dari tujuan

pendidikan yang tidak dapat dipisahkan dari ranah kognitif dan

psikomotorik. Sikap yang dimiliki seseorang mempengaruhi tindakan

orang tersebut terhadap suatu objek, orang atau peristiwa”.19

Sikap merupakan gejala internal yang berdimensi afektif berupa

kecenderungan untuk mereaksi dengan cara relatif tetap terhadap objek,

baik secara positif maupun negatif. Sikap siswa yang positif terutama

kepada guru dan mata pelajaran yang diterima merupakan tanda yang

baik bagi proses belajar siswa.Sebaliknya, sikap negatif yang diiringi

dengan kebencian terhadap guru dan mata pelajarannya menimbulkan

kesulitan belajar siswa tersebut, sehingga prestasi belajar yang di capai

siswa akan kurang memuaskan.

c) Bakat siswa

18

Muhammad Asrori. Psikologi Pembelajaran. (Bandung: CV. Wacana Prima, 2009)h. 48

19

(38)

Sebagaimana halnya intelegensi, bakat juga merupakan wadah

untuk mencapai hasil belajar tertentu. Secara umum bakat merupakan

kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai

keberhasilan pada masa yang akan datang. Bakat juga diartikan sebagai

kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak

bergantung pada upaya pendidikan dan latihan. Siswa yang kurang atau

tidak berbakat untuk suatu kegiatan belajar tertentu akan mengalami

kesulitan dalam belajar.

d) Minat siswa

Menurut Getzel dalam Harun Rasyid dan Mansur, “Minat adalah

suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong

seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas pemahaman, dan

keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian”.20

Minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau

keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat dapat mempengaruhi

kualitas pencapaian hasil belajar siswa. siswa yang menaruh minat besar

terhadap bidang studi tertentu akan memusatkan perhatiannya lebih

banyak dari pada siswa lain, sehingga memungkinkan siswa tersebut

untuk belajar lebih giat dan pada akhirnya mencapai prestasi yang

diinginkan.

e) Motivasi Siswa

Callahan and Clark dalam E. Mulyasa mengemukakan bahwa

“motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan

adanya tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu. Siswa akan belajar

sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi”.21

Tanpa motivasi yang besar, siswa akan banyak mengalami

kesulitan dalam belajar, karena motivasi merupakan faktor pendorong

kegiatan belajar. Motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu

minat intrinsik dan minat ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah hal dan

20

Harun Rasyid dan Mansur. Penilaian Hasil Belajar. (Bandung: CV Wacana Prima, 2009) h. 17

21

(39)

keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat

mendorongnya melakukan tindakan belajar.

Adapun motivasi ekstrinsik adalah hal keadaan yang datang dari

luar individu siswa yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan

belajar. Motivasi yang dipandang lebih esensial adalah motivasi intrinsik

karena lebih murni dan langgeng serta tidak bergantung pada dorongan

atau pengaruh orang lain.

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal (faktor dari luar siswa),yakni kondisi/keadaan

lingkungan di sekitar siswa . Adapun faktor ekstern yang dapat mempengaruhi

hasil belajar siswa adalah :

a) Lingkungan sosial

Lingkungan sosial siswa di sekolah adalah para guru, staf

administrasi dan teman-teman sekelasnya,yang dapat mempengaruhi

semangat belajar siswa. Masyarakat, tetangga dan teman-teman

sepermainan di sekitar perkampungan siswa juga termasuk lingkungan

sosial bagi siswa. Namun lingkungan sosial yang lebih banyak

mempengaruhi kegiatan belajar siswa ialah orang tua dan keluarga siswa itu

sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan

keluarga dan letak rumah, semuanya dapat memberi dampak baik dan buruk

terhadap kegiatan belajar dan hasil yang di capai siswa.

b) Lingkungan non sosial

Lingkungan non sosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah

tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat alat belajar, keadaan cuaca

dan waktu belajar yang digunakan siswa.

(40)

a. Pengertian belajar

A. Tafsir dkk mengemukakan bahwa belajar adalah“ suatu proses

yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya”.22

Proses belajar terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan

lingkungannya. Sejalan dengan pendapat di atas, A. Tafsir mengutip

beberapa pendapat 1) Arif S. Sadiman mengatakan “ Belajar adalah suatu

proses yang komplek yang terjadi pada semua orang dan berlangsung

seumur hidup, sejak masih bayi sampai keliang lahat nanti” 23

2) Oemar

Hamalik berpendapat bahwa “Belajar adalah proses perubahan tingkah laku

berkat interaksi dengan lingkungan”.24

Lukmanul Hakim menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan

“belajar pada dasarnya merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang terjadi dari adanya interaksi antara seseorang dengan

lingkungannya”.25 Jadi perubahan tingkah laku adalah hasil belajar. Artinya,

seseorang dikatakan telah belajar, jika ia dapat melakukan sesuatu yang

tidak dapat dilakukan sebelumnya.

Gegne dalam Najib Sulhan mengemukakan bahwa “belajar adalah

sebuah proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan

kecenderungan manusia, seperti sikap, minat, atau nilai dan perubahan

kemampuannya, yakni peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai

jenis performance (kinerja)”.26

M. Dalyono mendefinisikan belajar sebagai “Suatu usaha atau

kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang,

mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan,

keterampilan, dan sebagainya”. 27

Perubahan tingkah laku atau pengalaman

itu berkat adanya pengalaman dan latihan.

22

Tafsir, A, Pengembangan Wawasan Profesi Guru. (Bandung: UIN Sunan Gunung Djati, 2009), h. 15

23

Ibid., h. 26

24

Ibid., h. 26 25

Lukmanul Hakiim, Perencanaan Pembelajaran. (Bandung: CV Wacana Prima 2009), h. 142

26

Najib Sulhan, Pembangunan Karakter pada Anak. (Surabaya: SIC 2010) h. 5

27

(41)

Syaiful Bahri Djamarah dkk., mengatakan “belajar adalah “Proses

perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan

adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan,

keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organism atau

pribadi”. 28

Bertolak dari beberapa definisi di atas, secara umum belajar dapat

dipahami sebagai tahapan perubahan tingkah laku yang relatif menetap yang

terjadi sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang

melibatkan proses kognitif. Itu artinya bahwa dalam belajar terdapat tingkah

laku yang mengalami perubahan sebagai akibat dari interaksi dan

pengalaman serta latihan, dan karena itu, perubahan tingkah laku yang

disebabkan bukan oleh latihan dan pengalaman tidak digolongkan sebagai

belajar. Belajar menyangkut perubahan dalam suatu organisme sebagai hasil

pengalaman.

b. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran berasal dari kata dasar “ajar” yang artinya petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui. Dari kata “ajar” ini lahirlah kata kerja “belajar” yang berarti berlatih atau berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu dan kata “pembelajaran” berasal dari kata “belajar”

yang mendapat awalan pe -dan akhiran an yang merupakan konflik nominal

yang mempunyai arti proses.

Najib Sulhan mengatakan pembelajaran adalah “suatu sistem atau

proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan atau

didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subjek

didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif

dan efisien”. 29

Berdasarkan pengertian pembelajaran yang telah dikemukakan oleh

beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan

28

Syaiful Bahri Djamarah, dkk. Strategi Belajar Mengajar . (Jakarta: Renika Cipta, 2006 Cet Ke-6) h. 10

29

(42)

suatu proses atau usaha yang telah dirancang dan didesain secara sistematis

agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien,

yaitu dapat terbentuk suatu karakter yang baik dan positif dalam diri siswa

itu sendiri dan dalam kondisi tertentu, selain itu siswa mendapatkan ilmu

pengalaman dan pengetahuan dari apa yang telah diajarkan.

Pembelajaran adalah suatu kata yang memiliki arti sama dengan

kata mengajar. Kata mengajar memiliki arti yang kompleks dan beraneka

macam sesuai dengan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan. Para

ahli mengemukakan berbagai pengertian tentang mengajar bahwa, Mengajar

merupakan suatu proses yang kompleks, tidak sekedar menyampaikan

informasi dari guru ke siswa, namun banyak kegiatan maupun tindakan

yang harus dilakukan, terutama bila diinginkan hasil belajar yang lebih baik

pada seluruh siswa. Mengajar adalah segala upaya yang disengaja dalam

rangka memberikan kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar

mengajar sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan. Sasaran akhir dari

proses pengajaran adalah siswa belajar.

c. Pengertian IPA

Pembelajaran IPA bagi sebagian guru cenderung diajarkan secara

konseptual saja, bersifat hafalan dan kurang mementingkan proses

pemahaman dan pembinaan konsep. Belajar mengajar adalah suatu proses

yang mengolah sejumlah nilai untuk dikonsumsi oleh setiap anak didik.

Nilai-nilai itu tidak datang dengan sendirinya tetapi terambil dari berbagai

sumber. Sumber belajar sesungguhnya banyak sekali seperti di sekolah, di

halaman, di perpustakaan, di pedesaan dan sebagainya.

Sarifuddin dan Winataputra mengelompokkan sumber-sumber

belajar menjadi 5 kategori yaitu manusia, buku/perpustakaan, media masa,

alam lingkungan dan media pendidikan. Namun guru biasanya kurang

tertarik menggunakan media sebagai sumber belajar seperti halnya

mengajak siswa keluar lingkungan sekolah karena berbagai faktor

(43)

keterbatasan guru dalam mengembangkan inovasi pembelajaran padahal

sumber belajar cukup kaya di lingkungan siswa tinggal.

Melalui kurikulum berbasis kompetensi diharapkan pola

pembelajaran yang disampaikan dapat mengembangkan kemampuan

berpikir siswa. Menanamkan sikap ilmiah kepada siswa dan melatih siswa

untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya secara ilmiah. Pada

gilirannya siswa aktif dalam belajar karena pada dasarnya siswa sendiri

yang akan menyelesaikan masalah-masalah yang dia dapatkan sesuai

dengan konsep materi yang dipelajari dengan bantuan media sebagai sumber

belajar siswa.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang

dilakukan oleh Tuti Hayati dalam skripsinya yang berjudul Peningkatan

Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PKn dengan Menggunakan Model

Pembelajaran talking chips. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui

peningkatan hasil belajar siswa menggunakan pembelajaran talking chips

pada matapelajaran PKn di kelas III MIS Tarbiyatul Falah Kaunggading

Pamijahan Bogor tahun ajaran 2011/2012. Tuti Hayati menyimpulkan bahwa

pembelajaran talking chips dapat meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas

III MI Tarbiyatul Falah, Kaunggading, Pamijahan, Bogor. Peningkatan hasil

belajar siswa tampak dari kualitas proses pembelajaran yang ditunjukkan oleh

keaktifan, interaksi, sikap, dan antusias siswa dalam melaksanakan mengikuti

proses pembelajaran dan dari nilai setelah diadakan tes.

Penelitian yang relevan juga pernah dilakuan oleh Indah Komala

Sari dalam skripsinya yang berjudul upaya peningkatan hasil belajar siswa

dengan menggunakan model pembelajaran talking chips pada mata pelajaran

IPA. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar

siswa menggunakan model pembelajaran talking chips pada matapelajaran

IPA di kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Miftahussudur Cibuntu Ciampea

(44)

model pembelajaran talking chips dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa

kelas VIII MTs Miftahussudur, Cibuntu Ciampea, Bogor.

Penelitian-penelitian tersebut di atas membahas tentang

pembelajaran talking chips untuk meningkatkan hasil belajar siswa sehingga

dapat dikatakan bahwa penelitian tersebut relevan dengan penelitian ini yang

juga membahas tentang pembelajaran talking chips dalam upaya

meningkatkan hasil belajar siswa. Perbedaannya pada objek penelitian ini

yaitu siswa kelas IV MI

Gambar

Tabel 3.1 Posisi dan Peran Peneliti dalam Penelitian
Gambar. 3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas
Tabel 2.1  Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan
Tabel 2.2 : Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif10
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu selimut beton biasanya dirancang dengan ketebalan yang cukup yang dimaksudkan untuk melindungi tulangan dari suhu yang tinggi di luar jika terjadi

 Energi photon sinar-X karakteristik ini bergantung pada besarnya energi elektron proyektil yang digunakan untuk melepaskan elektron dari kulit atom tertentu dan bergantung

ANALIS KEBIJAKAN MUDA SEPANJANG JL. HARYONO KOMPOL 5707096 7.. ANALIS KEBIJAKAN PERTAMA JL. SLAMET RIYADI KOMPOL

PLN (Persero) Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) Lubuk Pakam yang dilakukan melalui perumusan kegiatan berupa perumusan kegiatan berupa perencanaan dan pengawasan

Hal ini diduga karena ikan yang digunakan pada penelitian ini merupakan ikan gurami pra dewasa yang memiliki ukuran atau berat tubuh terlalu kecil sehingga penambahan

Dalam Islam, akuntansi tidak hanya berfungsi sebagai kegiatan pelayanan memberikan informasi keuangan kepada pengguna dan untuk masyarakat pada umumnya, tetapi yang

o70.Zl000gllIVZ0lZ, yang bertandatangan di bawah ini Kepala Sekolah SD Negeri 3 Pengasih Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, menerangkan

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui karakteristik kasus Tetanus Neonatorum di Jawa Timur, mendapatkan model terbaik pada kasus Tetanus Neonatorum di Jawa