(Studi Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas IV MI Matla’ul Anwar)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh :
Wahab NIM: 809018300501
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK) UNIVESITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN TALKING CHIPS UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
PADA KONSEP ALAT TUBUH MAKHLUK HIDUP DAN FUNGSINYA (Studi Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas IV MI Matla’ul Anwar)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh :
Wahab NIM: 809018300501
Di bawah bimbingan
Burhanudin Milama, M.Pd NIP. 19770201 200801 1 001
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVESITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Konsep Alat Tubuh Makhluk Hidup dan
Fungsinya (Studi Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas IV MI Matla’ul
Anwar). Disusun oleh: Wahab, NIM: 809018300501, Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan Univesitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah
sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqosah sesuai
ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.
Jakarta, 25 Oktober 2013
Yang mengesahkan
Cibening, Pamijahan, Bogor) Disusun oleh: Wahab, NIM: 809018300501,
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam ujian Munaqosah pada tanggal 23 September 2013 dihadapan dewan penguji karena itu penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.) dalam bidang pendidikan.
Jakarta, 3 April 2014
Panitia Ujian Munaqosah
Panitia Munaqosah
Ketua Panitia (Ketua Program Studi (PGMI) Tanggal TandaTangan
Fauzan, MA
NIP.19810623 200912 1003
Penguji I
Dr. Zulfiani, M.Pd
NIP. 19760309 2005012002
Penguji II
Fathia Alatas, M.Si NIP.19761107 2007011013
Mengetahui
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Wahab
NIM : 809018300501
Jurusan/ Prodi : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (FITK)
Bahwa Skripsi yang Berjudul: Penggunaan Model Pembelajaran Talking
Chips untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Konsep Alat Tubuh
Makhluk Hidup dan Fungsinya (Studi Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa
Kelas IV MI Matla’ul Anwar) adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:
Nama : Burhanudin Milama, M.Pd NIP : 19770201 200801 1 001
Demikian Surat Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan
saya siap menerima segala konsekuensinya apabila terbukti bahwa skripsi ini
bukan hasil karya sendiri.
Jakarta, 25 September 2013
Yang Menyatakan
i
Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas IV MI Matla’ul Anwar), 2013.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran talking chips. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas,
penelitian ini dilaksanakan di MI Matla’ul Anwar Cibening Pamijahan Bogor dan
obyek yang diteliti terbatas pada satu kelas yaitu kelas IV, dengan jumlah siswa 20 orang siswa. Pengambilan data melalui observasi dan Test (Pretest dan Postest).
Penerapan model pembelajaran talking chips dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV pada konsep alat tubuh makhluk hidup dan fungsinya pada mata pelajaran IPA. Hal ini dapat dilihat dari perolehan nilai 20 siswa pada siklus I rata pretest 50,5 setelah dilakukan treatment atau tindakan dan dilakukan postest rata-rata nilai meningkat menjadi 68. Pada siklus I siswa yang dinyatakan lulus sesuai dengan KKM mencapai 45%, sementara harapannya adalah mencapai 75% siswa dari Standar Kompetensi. Dengan perincian yang dinyatakan lulus sebanyak 9 siswa dengan perincian 7 siswa atau skitar 35% mendapatkan nilai baik dan 2 siswa atau sekitar 10% mendapatkan nilai sangat baik. Sedangkan yang dinyatakan tidak lulus sebanyak 11 siswa atau sekitar 55% karena nilai skor tesnya kurang dari 70, sesuai dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) mata pelajaran IPA yang telah ditentukan oleh madrasah. Kemudian jika dilihat dari penguasaan konsep yang ditunjukkan dengan N-Gain, rata-rata N-Gain sebesar 0.36, hal ini menunjukkan terjadi peningkatan pemahaman dan penguasaan konsep sebesar 36%.
Pada siklus II rata-rata pretest 64 setelah dilakukan tindakan dengan menggunakan Model Pembelajaran Talking Chips dilakukan postest rata-rata nilai meningkat menjadi 77. Tingkat keberhasilan siswa pada siklus II, yang dinyatakan lulus sebanyak 20 siswa dengan perincian 18 siswa mendapatkan nilai pada kategori baik atau 90% dan 2 siswa mendapatkan nilai sangat baik atau 10%. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh siswa telah mendapatkan nilai sesuai dengan KKM , artinya penelitian tindakan pada siklus II telah mencapai target minimal pencapaian 75% siswa mendapatkan nilai mencapai KKM. kemudian jika dilihat dari penguasaan konsep yang ditunjukkan dengan N-Gain, rata-rata N-Gain sebesar 0.37, hal ini menunjukkan terjadi peningkatan pemahaman dan penguasaan konsep sebesar 37%.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia yang dilimpahkanNya, sehingga skripsi dapat terselesaikan dengan baik.
Skripsi ini berjudul “Penggunaan Model Pembelajaran Talking Chips untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Konsep Alat Tubuh Makhluk Hidup dan Fungsinya (Studi Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas IV MI Matla’ul Anwar)”.
Dalam kesempatan ini penulis akan menyampaikan rasa terimakasih yang
sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan berupa
arahan dan dorongan selama penulis studi. Oleh karena itu penulis menyampaikan
terimakasih dan penghargaan kepada yang terhormat :
1. Dra. Nurlena Rifa’i, MA. Ph.D, sebagai dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Fauzan, MA sebagai Ketua Program Study, atas kebijakan, perhatian dan
dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.
3. Burhanudin Milama, M.Pd sebagai pembimbing, yang telah banyak
membantu mengarahkan, membimbing, dan memberi dorongan sehingga
skripsi ini terwujud.
4. Kepala Sekolah beserta dewan guru, karyawan dan semua siswa MI Matla’ul Anwar Cibening Pamijahan yang telah membantu kelancaran selama penelitian.
5. Kedua orang tua, istri dan anak penulis yang telah banyak membantu dan
memberikan semangat serta penuh pengertian selama penulis
menyelesaikan studi.
6. Teman-teman mahasiswa PGMI semua yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu, terima kasih atas dorongan dan motivasinya.
Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala kebaikan yang telah
diperbuat dengan pahala yang mulia disisi Allah SWT.Akhirnya penulis berharap
iii
pembaca pada umumnya. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan untuk kemajuan penulis dimasa yang akan datang.
Jakarta, 25 Oktober 2013
iv
1. Tabel. 2.1 Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan
kelompok belajar konvensional 9
2. Tabel. 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran
Kooperatif 15
3. Tabel. 2.3 Cara-cara Pembelajaran Kooperatif Model
Tallking Chips 19
4 Tabel 3.1 Posisi dan Peran Peneliti dalam Penelitian 34
5 Tabel 3.2 Kisi-kisi Pretest dan Postest Siklus I dan II 43
6 Tabel 4.1 Data hasil pretest dan posttest siklus I 52
7 Tabel 4.2 Hasil Observasi Siklus I Pertemuan I 53
8 Tabel 4.3 Hasil Observasi Siklus I Pertemuan II 55
9 Tabel 4.4 Hasil Observasi Siklus II 59
10 Tabel 4.5 Data hasil posttest dan pretest siklus II 60
11 Tabel 4.6 Rekapitulasi Postest Siklus I dan Postest
Siklus II 62
12
Tabel 4.7 Tabel Perbandingan Hasil Observasi Belajar
[image:9.612.122.494.162.560.2]v
[image:10.612.126.508.141.571.2]vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Lampiran
Lampiran
Lampiran
Lampiran 1
3
4
5
6
RPP dalam Pembelajaran Siklus I dan II.
Lembar Observasi
Lembar Postest siklus I dan siklus II
Permohonan Izin Penelitian
vii
Kata Pengantar --- ii
Daftar Tabel --- iv
Daftar Gambar --- v
Daftar Lampiran --- vi
Daftar Isi --- vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah --- 1
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian --- 6
C. Pembatasan Fokus Penelitian --- 6
D. Perumusan Masalah Penelitian --- 7
E. Tujuan Penelitian --- 7
F. Kegunaan Hasil Penelitian --- 7
BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAN INTERVESI TINDAKAN A. Kajian Teoritis --- 8
1. Hakikat Pembelajaran Kooperatif --- 8
a. Prinsip Dasar dan Ciri dalam Pembelajaran Kooperatif --- 13
b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif --- 14
c. Langkah-langkah Pembelajaran kooperatif --- 15
2. Pembelajaran Kooperatif Model Talking Chips --- 16
a. Cara Pembelajaran Kooperatif Model Talking Chips --- 18
b. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Model Talking Chips --- 19
viii
4. Pembelajaran IPA --- 26
a. Pengertian Belajar --- 26
b. Pengertian Pembelajaran --- 27
c. Pengertian IPA --- 28
B. Penelitian yang Relevan --- 29
C. Hipotesis Tindakan --- 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian --- 31
B. Metode dan Desain Penelitian --- 31
C. Subjek Penelitian --- 34
D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian --- 34
E. Tahap Intervensi Tindakan --- 35
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan --- 39
G. Data dan Sumber Data --- 40
H. Instrumen Pengumpulan Data --- 40
I. Teknik Pengumpulan Data --- 41
J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan --- 44
K. Analisis Data dan Interpretasi Data --- 45
L. Pengembangan Perencanaan Tindakan --- 47
BAB IV DISKRIPSI DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data--- 48
1. Siklus I --- 48
a. Perencanaan Tindakan Siklus I --- 48
b. Pelaksanaan Tindakan Siklus I --- 49
c. Hasil Tindakan Siklus I --- 50
d. Refleksi Tindakan Siklus I --- 55
ix
d. Refleksi Tindakan Siklus II --- 60
B. Analisis Data--- 62
C. Pembahasan --- 65
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan --- 71
B. Saran --- 72
1
A.Latar Belakang Masalah
Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam
interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Jadi kebiasaan cara belajar juga berpengaruh pada hasil yang
diinginkan. Beberapa faktor yang mempengaruhi belajar ada dua yaitu faktor
intern dan faktor ekstern. Faktor intern meliputi faktor jasmaniah, faktor
psikologis dan faktor kelelahan, faktor lain adalah faktor ekstern contohnya
faktor keluarga, faktor sekolah serta faktor masyarakat.
Setiap siswa mempunyai karakteristik yang beragam. Salah satu siswa
dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa
mengalami berbagai kesulitan, sedangkan tidak sedikit pula siswa yang justru
dalam belajarnya mengalami kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan
oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan
dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis sehingga pada akhirnya
dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapai berada di bawah semestinya.
Proses belajar mengajar dilakukan oleh guru di kelas, diarahkan pada
pemberian pengalaman bagi para siswa, sehingga secara kultural dan pribadi
akan terjadi kegiatan belajar mengajar yang relevan antara guru dan siswa.
Dengan demikian, pengolahan, pengarahan dan kemudahan belajar di kelas
merupakan tugas penting bagi penyelenggara pendidikan formal di semua
jenjang.
Kegiatan belajar mengajar yang baik dan menguntungkan jika guru
mengetahui sacara tepat faktor-faktor yang menunjang terciptanya kondisi
tersebut. Guru mengenal masalah-masalah yang dianggap bisa merusak situasi
dan iklim belajar mengajar. Selain itu, guru harus menguasai beberapa
pendekatan dalam mengelola kelas atau mengatur kelas. Dengan kata lain,
UU No 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1 disebutkan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.1
Salah satu mata pelajaran yang turut berperan penting dalam
pendidikan wawasan, keterampilan dan sikap ilmiah sejak dini bagi anak
adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,
sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa
fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah.2
Kecenderungan pembelajaran IPA pada masa kini dimana siswa hanya
mempelajari IPA sebagai produk, menghafalkan konsep, teori dan hukum.
Keadaan ini diperparah oleh pembelajaran yang beriorientasi pada tes/ujian.
Akibatnya IPA sebagai proses, sikap, dan aplikasi tidak tersentuh dalam
pembelajaran.3
Pengalaman belajar yang diperoleh di kelas tidak utuh dan tidak
berorientasi tercapainya standar kompetensi (SK)dan kompetensi dasar (KD).
Pembelajaran lebih bersifat teacher-centered, guru hanya menyampaikan IPA
sebagai produk dan siswa menghafal informasi faktual. Siswa hanya
mempelajari IPA pada domain kognitif yang terendah. Siswa tidak dibiasakan
1
Ine Kusuma Aryani dan Markum Susatim. Pendidikan Berbasis Nilai.(Bogor: Galia Indah, 2010) h. 10
2
Bambang Sutedjo. Panduan Pengembangan Pembelajaran Ipa Terpadu Jakarta: Pusat Kurikulum,Balitbang Depdiknas(2010) Hlm 4,tersedia di Www.Puskur.Net
3
bahwa banyak siswa yang cenderung menjadi malas berpikir secara mandiri.4
Cara berpikir yang dikembangkan dalam kegiatan belajar belum
menyentuh domain afektif dan psikomotor. Alasan yang sering dikemukakan
oleh para guru adalah keterbatasan waktu, sarana, lingkungan belajar, dan
jumlah siswa per kelas yang terlalu banyak.5
Berdasarkan hasil observasi yang telah penulis lakukan di lokasi
penelitian yaitu di kelas IV MI Matlaul Anwar Cibening Pamijahan Bogor,
proses pembelajaran masih menggunakan metode konvensional yaitu
menggunakan metode ceramah, sehingga pembelajaran masih terpusat pada
guru, semua informasi berpusat pada guru dan pembelajaran berlangsung
searah. Pembelajaran IPA masih menekankan pada konsep-konsep yang
terdapat di dalam buku, dan belum memanfaatkan pendekatan lingkungan
dalam pembelajaran secara maksimal. Mengajak siswa berinteraksi langsung
dengan lingkungan jarang dilakukan. Guru IPA sebagian masih
mempertahankan urutan-urutan dalam buku tanpa memperdulikan kesesuaian
dengan lingkungan belajar siswa. Hal ini membuat pembelajaran tidak efektif,
karena siswa kurang merespon terhadap pelajaran yang disampaikan, sehingga
proses pembelajaran cenderung menyebabkan suasana membosankan. Dari
pembelajaran konvensional di atas berdampak terhadap hasil belajar. Siswa di
kelas IV yang saya ajar pada nilai ulangan IPA 30 persen yang mencapai
KKM, untuk nilai ulangan harian pada konsep alat tubuh makhluk hidup dan
fungsinya.
Konsep pembelajaran IPA menuntut adanya perubahan peran guru.
Pada konsep konvensional guru lebih berperan sebagai transformator, artinya
guru berperan hanya sebagai penyampai informasi, ide, atau gagasan, dan guru
berada didepan kelas menyampaikan materi pelajaran, sedangkan siswa hanya
mendengar, menyimak, dan mencatat, kadang siswa diselingi pertanyaan dan
latihan. Pola ini membuat siswa kurang aktif hanya menerima materi saja,
4
Ibid., h. 5 5
individu yang aktif, memiliki kemampuan dan potensi yang perlu dieksplorasi
secara optimal. Agar pembelajaran lebih optimal, maka model pembelajaran
harus efektif dan selektif sesuai dengan konsep yang diajarkan, sehingga siswa
termotivasi untuk ikut serta dalam proses pembelajaran. Selain memandang
penting peran aktif siswa dalam belajar, pembelajaran juga menuntut peran
guru lebih luas. Diantara tugas guru tersebut adalah guru tidak hanya
menerangkan dan menjelaskan materi kepada siswa, tetapi juga mengajak
siswa untuk ikut akif dalam proses belajar mengajar tersebut, karena
keberhasilan suatu proses belajar mengajar sangat ditentukan oleh kualitas dan
kemampuan guru.
Pemilihan metode atau model pembelajaran yang tepat, tidak hanya
mempertimbangkan tujuan pendidikan, tetapi juga harus mempertimbangkan
keaktifan, potensi dan tingkat perkembangan siswa yang beragam, serta
bagaimana memotivasi siswa. Oleh karena itu, guru dituntut untuk mempunyai
kreativitas yang tinggi dalam menggunakan model pembelajaran untuk
menunjang tercapainya proses belajar mengajar.
Salah satu metode pembelajaran yang membuat siswa lebih aktif adalah
pembelajaran kooperatif. Metode pembelajaran kooperatif memiliki berbagai
macam model, salah satunya adalah talking chips. Di dalam talking chips
siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil sekitar 4-5 orang perkelompok.
Dalam kelompoknya para siswa diminta untuk mendiskusikan suatu masalah
atau materi pelajaran. Kemudian setiap kelompok diberikan 4-5 kartu yang
digunakan untuk siswa berbicara. Setelah siswa mengemukakan pendapatnya,
maka kartu disimpan di atas meja kelompoknya. Proses dilanjutkan sampai
seluruh siswa dapat menggunakan kartunya untuk berbicara. Cara ini membuat
tidak ada siswa yang mendominasi dan tidak ada siswa yang tidak aktif, semua
siswa harus mengungkapkan pendapatnya. Teknik ini memberikan kesempatan
kelas.
”Talking Chips mempunyai dua proses yang penting, yaitu; proses sosial dan proses dalam penguasaan materi”6. Proses sosial berperan penting
dalam talking chips yang menuntut siswa untuk dapat bekerjasama dalam
kelompoknya, sehingga para siswa dapat membangun pengetahuan mereka di
dalam suatu bingkai sosial yaitu pada ke lompoknya. Para siswa belajar untuk
berdiskusi, meringkas, memperjelas suatu gagasan, dan konsep materi yang
siswa pelajari, serta dapat memecahkan masalah-masalah.
Penerapan pembelajaran model talking chips, akan memberikan
motivasi siswa dan pengalaman siswa dalam belajar. Namun Pendekatan model
pembelajaran talking chips masih belum dikenal di MI Matlaul Anwar,
sehingga guru belum pernah menggunakan pendekatan ini, dengan
mempertimbangkan usaha-usaha agar siswa dapat belajar dengan
menyenangkan dan memperoleh manfaat besar sesuai dengan kebutuhan
kurikulum maka perlu dilakukan penelitian tentang upaya meningkatkan proses
dan hasil belajar IPA siswa kelas IV MI Matlaul Anwar melalui pembelajaran
model talking chips.
Pembelajaran model talking chips yang diterapkan pada pokok bahasan
konsep alat tubuh makhluk hidup dan fungsinya juga diharapkan dapat
meningkatkan motivasi siswa secara efektif dan dapat menghilangkan
kejenuhan siswa dalam belajar ke arah pembelajaran yang menciptakan
interaktif sesama siswa, sehingga siswa dapat terdorong minat dan motivasinya
untuk belajar IPA yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar kimia.
Hasil belajar atau prestasi merupakan hasil dari usaha-usaha yang
telah dilakukan. Agar proses pembelajaran IPA dapat berjalan dengan baik dan
tercapai tujuan pembelajaran IPA tersebut, maka diperlukan suatu strategi yang
tepat supaya hasil yang dicapai maksimal dan berpengaruh pada prestasi
belajar siswa. Guru harus dapat memilih metode-metode yang sesuai dengan
6
IPA, dengan demikian prestasi mudah diraih. Berdasarkan hal tersebut pada
penelitian ini peneliti ingin mencoba mengaplikasikan sebuah model
pembelajaran dengan teknik taking chip, dengan harapan dapat meningkatkan
hasil belajar siswa kelas IV MI Matla’ul Anwar.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul “Penggunaan Model Pembelajaran Talking Chips untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Konsep Alat Tubuh Makhluk Hidup dan Fungsinya (Studi Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas IV MI Matla’ul Anwar)“.
B.Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
masalah yang dapat di identifikasi adalah sebagai berikut:
1. Sebagian siswa beranggapan bahwa mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam adalah mata pelajaran yang sulit dimengerti .
2. Prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam masih
rendah dalam konsep alat tubuh makhluk dan fungsinya.
3. Guru masih menggunakan metode konvensional dalam menyampaikan
materi pembelajaran.
C.Pembatasa Masalah
Supaya permasalahan yang dikaji dapat terarah dan untuk
menghindari penyimpangan dari masalah yang diteliti, maka perlu adanya
pembatasan masalah. Masalah di sini dititik beratkan pada:
1. Penerapan model pembelajaran talking chips di MI Matlaul Anwar.
Bertolak dari pembatasan masalah di atas, maka penulis membuat
perumusan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana peningkatan hasil
belajar siswa di kelas IV MI Matlaul Anwar dengan menggunakan model
pembelajaran talking chips?
E.Tujuan Penelitian
Bertolak dari perumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan
penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil belajar siswa melalui model
pembelajaran talking chips.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kegunaan bagi pihak-pihak
terkait, berikut peneliti uraikan kegunaan hasil penelitian:
1. Bagi Madrasah
Penelitian ini semoga berguna dan dapat dijadikan sebagai masukan
dalam rangka meningkatkan prestasi, minat belajar dan kualitas dalam
pelaksanaan pendidikan.
2. Bagi Guru
Memperluas wawasan, pengetahuan, dan keterampilan guru dalam
menerapkan model pembelajaran talking chips pada mata pelajaran IPA.
3. Bagi siswa
Penelitian ini semoga dapat mendorong siswa agar dapat berperan
8
A.Kajian Teoritis
1. Hakikat Pembelajaran Kooperatif
Kooperatif adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa Inggris dengan
kata kerja to cooperate yang berarti bekerja bersama-sama. Sedangkan
kooperatif dalam kamus bahasa Indonesia memiliki arti bersifat kerjasama.
Secara umum, pengertian pembelajaran kooperatif ditafsirkan berbeda-beda
oleh para ahli. Seperti yang dikutip oleh Miftahul Huda, menurut Roger, dkk
(1992) pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok
yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada
perubahan informasi secara social di antara kelompok-kelompok belajar yang di
dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri
dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain .1
Menurut Anita Lie, mendefinisikan pembelajaran kooperatif atau
pembelajaran bergotong royong merupakan sistem pembelajaran yang
memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerjasama sesamanya pada saat
mengerjakan tugas terstruktur.2 Sedangkan menurut Eggen dan Kauchak
dalam Hasan Fauzi Maufur pembelajaran kooperatif merupakan sebuah
kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara kolaborasi
untuk mencapai tujuan bersama. Di dalam pembelajaran kooperatif siswa
belajar bersama dalam kelompok–kelompok kecil yang terdiri dari 4-5
orang. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan
kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam
proses berfikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas
anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh
1
Miftahul Huda, COOPERATIF LEARNING (Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan). (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hal. 29
2
guru dan saling membantu t eman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan
belajar.3
Dari beberapa pengertian pembelajaran kooperatif yang dikemukakan
para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah kegiatan
belajar mengajar dalam suatu kelompok kecil yang memiliki tingkat
kemampuan yang berbeda, tiap anggota kelompok saling bekerjasama dalam
menyelesaikan tugas untuk mencapai hasil belajar yang baik.
Pembelajaran kooperatif mempunyai asumsi bahwa untuk mencapai
hasil yang optimal dalam pembelajaran, siswa perlu menjadi bagian dari
satu sistem kerjasama dalam kelompok. Yang perlu diperhatikan dalam
pembelajaran kooperatif adalah keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh
kemampuan semata, tetapi juga oleh peran masing-masing anggota secara
bersama di dalam kelompok. Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan
[image:23.595.124.513.254.702.2]konvensional dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan
kelompok belajar konvensional.4
Kelompok belajar kooperatif Kelompok belajar konvensional
Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif
Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya, sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sehingga anggota
kelompok lainnya hanya
“mendompleng” keberhasilan
“pemborong”.
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya.
Kelompok belajar biasanya
homogen.
Pimpinan kelompok dipilih secara Pemimpin kelompok sering
3
Hasan Fauzi Maufur, Sejuta Jurus Mengajar Mangasikkan. (Semarang: Sindur Press, 2009) h. 129
4
demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.
ditentukan oleh guru atau kelompok
dibiarkan untuk memilih
pemimpinnya dengan cara masing-masing.
Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong seperti:
kepemimpinan, kemampuan
berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.
Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerjasama antar anggota kelompok.
Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.
Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai).
Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas
Pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran langsung.
Di samping pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil
belajar akademik, pembelajaran kooperatif juga efektif untuk
mengembangkan keterampilan sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat bahwa
model pembelajaran ini unggul dalam membantu siswa dalam memahami
konsep-konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan
bahwa model kooperatif telah meningkatkan penilaian siswa pada belajar
akademik, dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
Selain itu, model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk
mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima
keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil
belajar itu model pembelajaran kooperatif menuntut kerjasama dan
reward. Struktur tugas berhubungan bagaimana tugas diorganisir, struktur
tujuan dan reward mengacu pada derajat kerjasama atau kompetisi yang
dibituhkan untuk mencapai tujuan maupun reward.5
Penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial,
menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat
meningkatkan harga diri. Pembelajaran kooperatif juga dapat merealisasikan
kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, m emecahkan masalah, dan
mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan.
Agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan sesuai dengan harapan,
maka siswa perlu diajarkan keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif
tersebut berfungsi untuk melancarkan peranan hubungan kerja dan tugas.
Peranan hubungan kerja dapat dibangun mengembangkan komunikasi antar
anggota kelompok, sedangkan peranan tugas dapat dilakukan dengan
membagi tugas antar anggota kelompok.
Lungren dalam Hasan Fauzi Maufur, menyusun
keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut secara terinci dalam tiga tingkatan
keterampilan. Tingkatan tersebut yaitu keterampilan kooperatif tingkat awal,
tingkat menengah dan tingkat mahir.6
a. Keterampilan kooperatif tingkat awal, antara lain:
1) Berada dalam tugas, yaitu menjalankan tugas sesuai dengan
tanggungjawabnya.
2) Mengambil giliran dan berbagi tugas, yaitu menggantikan teman
dengan tugas tertentu dan mengambil tanggungjawab tertentu dalam
kelompok.
3) Mendorong adanya partisipasi, yaitu memotivasi semua anggota
kelompok untuk memberikan konstribusi.
4) Menggunakan kesempatan, yaitu menyamakan persepsi/pendapat.
5
Anita Lie. Op. Cit., h. 14
6
b. Keterampilan kooperatif tingkat menengah, antara lain:
1) Mendengarkan dengan aktif, yaitu menggunakan pesan fisik dan verbal
agar pembicara mengetahui anda secara energik menyerap informasi.
2) Bertanya, yaitu meminta atau menanyakan informasi atau klarifikasi
lebih lanjut.
3) Menafsirkan, yaitu menyampaikan kembali informasi dengan kalimat
berbeda.
4) Memeriksa ketepatan, yaitu membandingkan jawaban, memastikan
bahwa jawaban tersebut benar.
c. Keterampilan kooperatif tingkat mahir
Keterampilan kooperatif tingkat mahir ini antara lain:
mengolaborasi, yaitu memperluas konsep, membuat kesimpulan dan
menghubungkan pendapat- pendapat dengan topik tertentu.
Pembelajaran kooperatif diharapkan dapat meningkatkan
pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan, belajar untuk
bekerjasama, menghargai pendapat orang lain dan tanggung jawab antara
sesama siswa terhadap kelompoknya untuk memperoleh yang terbaik
bagi kelompoknya dalam belajar dan menyelesaikan tugas.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan suatu pendekatan pengajaran yang mengutamakan
siswa untuk saling bekerjasama satu dengan yang lainnya untuk
memahami dan mengerjakan segala tugas belajar mereka. Beberapa unsur
penting dalam pembelajaran kooperatif meliputi kerjasama dalam
menyelesaikan tugas, mendorong untuk bekerjasama yang terstruktur,
tanggungjawab individu dan kelompok yang heterogen. Pembelajaran
kooperatif digunakan dalam kelas yang selalu diliputi kerjasama dalam
menyelesaikan tugas. Dalam kelompok belajar, semua anggota kelompok
a. Prinsip Dasar dan Ciri-ciri dalam Pembelajaran Kooperatif
Adapun prinsip dasar dan elemen yang terkait dalam pembelajaran
kooperatif menurut Nurhadi dkk sebagai berikut7:
1) Saling ketergantungan positif. Dalam hal ini, dituntut adanya interaksi
promotif yang memungkinkan sesama siswa saling memberikan
motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal. Saling ketergantungan
antara lain dalam hal pencapaian tujuan, penyelesaian tugas, bahan dan
sumber, peran, dan hadiah.
2) Interaksi tatap muka. Siswa harus saling berhadapan dan saling
membantu dalam pencapaian tujuan belajar dan sumbangan pemikiran
dalam pemecahan masalah, siswa harus mengembangkan keterampilan
berkomunikasi secara efektif.
3) Pertangungjawaban individu. Setiap individu dalam kelompok
bertanggung jawab terhadap nilai kelompok, penilaian kelompok
didasarkan pada rata-rata nilai semua anggota kelompok secara
individu.
4) Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi merupakan keterampilan
sosial yang harus dimiliki dan diajarkan pada siswa seperti:
tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, berani
mempertahankan pikiran logis, mengkritik ide bukan mengkritik
teman, tidak mendominasi orang lain, dan mandiri.
Sedangkan menurut Shepardson dalam aninditya Sri Nugraheni,
ciri-ciri model pembelajaran kooperatif sebagai berikut8:
1) Guru harus mengupayakan terwujudnya interaksi antar siswa yang
berada dalam sebuah kelompok (student-to-student interaction).
Oleh karena itu, guru harus dapat menciptakan kondisi yang mampu
memberikan kesempatan yang merata kepada anggota kelompok untuk
memberikan pendapat, menyampaikan ringkasan, mempertahankan
pendapat, ataupun memberikan jalan keluar jika mengalami
7
Nurhadi dkk, Op. Cit., h. 61-62
8
permasalahan dalam diskusi.
2) Guru harus menciptakan interpendensi positif di kalangan anggota
kelompok. Artinya, masing-masing anggota kelompok harus
diupayakan terlibat dalam kegiatan belajar mengajar, pendidik perlu
menjelaskan kepada kelompok bahwa masing-masing anggota harus
membiasakan diri mendengarkan dengan bak pendapat anggota lain,
menerima pendapat anggota lain, dan berupaya dapat membantu
teman lain menyumbangkan pikirannya.
3) Kemampuan masing-masing anggota kelompok diperhitungkan secara
adil (individual acountability). Di dalam pembelajaran kooperatif,
tidak ada peserta kelompok yang diperbolehkan mengemukakan
pendapatnya secara sukarela, masing-masing anggota kelompok akan
menyampaikan pendapatnya. Oleh karena itu, seorang anggota
kelompok akan menerima tugas dari pendidik, misalnya sebagai
pemimpin kelompok, sebagai perumus hasil diskusi, atau sebagai
penyamapi hasil diskusi.
4) Pembelajaran kooperatif menekankan pada pencapaian tujuan
bersama (group process skill). Pembelajaran ini mengajarkan kepada
siswa untuk saling memberi informasi, saling mengajarkan jika ada
anggota kelompok yang belum mampu, dan saling menghargai
pendapat anggotanya.
b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Pengelolaan pembelajaran dengan metode pembelajaran kooperatif
memiliki 3 tujuan yang ingin dicapai, yaitu:9
1) Hasil belajar akademik
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa
dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli berpendapat bahwa model
pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu siswa yang sulit.
9
2) Pengakuan adanya keragaman
Model pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa dapat menerima
teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar
belakang. Perbedaan latar belakang tersebut diantaranya: perbedaan
suku, agama, ras, kemampuan akademik, dan tingkat sosial.
3) Pengembangan keterampilan sosial
Model pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengembangkan
keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud dalam
pembelajaran kooperatif antara lain: berbagi tugas, aktif bertanya,
menghargai pendapat oang lain, bekerja dalam kelompok, dan
sebagainya.
c. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif
Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran
yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah itu
[image:29.595.119.513.178.756.2]ditunjukkan pada Tabel 2.2 di bawah ini.
Tabel 2.2 : Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif10
Langkah-Langkah Tingkah Laku Guru
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Pengajar menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa belajar
Menyajikan informasi Pengajar menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompokkelompok belajar
Pengajar menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Membimbing kelompok bekerja dan Belajar
Pengajar membimbing kelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas
Evaluasi Pengajar mengevaluasi hasil
10
belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing
anggota kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya Memberikan penghargaan Pengajar mencari cara-cara untuk
menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
2. Pembelajaran Kooperatif Model Talking Chips
Talking adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa inggris
yang berarti berbicara, sedangkan chips yang berarti kartu. Jadi arti talking
chips adalah kartu untuk berbicara. Sedangkan talking chips dalam
pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran yang dilakukan dalam
kelompok kecil yang terdiri atas 4-5 orang, masing-masing anggota
kelompok membawa sejumlah kartu yang berfungsi untuk menandai
apabila mereka telah berpendapat dengan memasukkan kartu tersebut ke
atas meja.
Model pembelajaran talking chips atau kancing gemerincing
merupakan salah satu model pembelajaran yang menggunakan metode
pembelajaran kooperatif. “Teknik belajar mengajar kancing gemerincing
dikembangkan oleh Spender Kagan(1992)”.11 Teknik ini dapat digunakan
dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkat usia anak didik.
Kegiatan kancing gemerincing membutuhkan pengelompokan siswa
menjadi beberapa kelompok. Teknik ini dapat memberikan kontribusi
siswa secara merata. Teknik ini dapat digunakan untuk berdiskusi,
mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain ataupun
untuk saling mengevaluasi hapalan. Teknik kancing gemerincing
dirancang untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang
sering mewarnai kerja kelompok. Dalam banyak kelompok, sering ada
anggota yang terlalu dominan dan banyak bicara. Sebaliknya juga ada
11
anggota yang pasif dan pasrah saja pada rekannya yang lebih dominan.12
Dengan menerapkan teknik talking chip ini dalam proses
pembelajaran, diharapkan semua siswa memiliki kesempatan yang sama
untuk aktif dalam mengemukakan pendapat sehingga terjadi pemerataan
kesempatan dalam pembagian tugas kelompok. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Lie bahwa “dalam kegiatan kancing gemerincing,
masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan yang sama
untuk memberikan kontribusi mereka serta mendengarkan pandangan dan
pemikiran anggota yang lain”.13
Di dalam talking chips (1) siswa dibagi dalam kelompok-kelompok
kecil sekitar 4-6 orang perkelompok. (2) kelompoknya para siswa diminta
untuk mendiskusikan suatu masalah atau materi pelajaran. ( 3 ) Setiap
kelompok diberi 4-5 kartu yang digunakan untuk siswa berbicara.
Setelah siswa mengemukakan pendapatnya, maka kartu disimpan di
atas meja kelompoknya. Proses dilanjutkan sampai seluruh siswa
dapat menggunakan kartunya untuk berbicara. Cara ini membuat tidak ada
siswa yang mendominasi dan tidak ada siswa yang tidak aktif, semua
siswa harus mengungkapkan pendapatnya. Disamping itu, penerapan
model pembelajaran kooperatif teknik talking chips merupakan
suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student
oriented), dimana model pembelajaran ini sesuai menempati posisi
sentral sebagai subyek belajar melalui aktivitas mencari dan
menemukan materi pelajaran sendiri.
Talking chips mempunyai dua proses yang penting, yaitu;14
proses sosial dan proses dalam penguasaan materi. Proses sosial
berperan penting dalam talking chips yang menuntut siswa untuk dapat
bekerjasama dalam kelompoknya, sehingga para siswa dapat
12
Lukman Zain. Pembelajaran Fiqih. (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam DEPAG RI, 2009) h. 138
13
Asrul dkk. Pengaruh Peggunaan Teknik Talking Chip Terhadap Hasil Belajar IPA Fisika Siswa Kelas VII SMPN 1 IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan. ( Pillar of Physics Education, vol. 1. April 2013, 97-103) h. 98
14
Sonia Casal, “Talking Chips (A Book of Multiple Intelligence Exercise From Spain), google:
membangun pengetahuan mereka di dalam suatu bingkai sosial yaitu
pada kelompoknya. Para siswa belajar untuk berdiskusi, meringkas,
memperjelas suatu gagasan, dan konsep materi yang mereka pelajari, serta
dapat memecahkan masalah-masalah.
Talking Chips mempunyai tujuan tidak hanya sekedar
penguasaan bahan pelajaran, tetapi adanya unsur kerjasama untuk
penguasaan materi tersebut. Hal ini menjadi ciri khas dalam
pembelajaran kooperatif. Disamping itu, talking chips merupakan
metode pembelajaran secara kelompok, maka kelompok merupakan
tempat untuk mencapai tujuan sehingga kelompok harus mampu
membuat siswa untuk belajar. Dengan demikian semua anggota
kelompok harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Selain dengan kelompoknya, siswa juga dapat berinteraksi
dengan anggota kelompok lain sehingga tercipta kondisi saling
ketergantungan positif di dalam kelas mereka pada waktu yang sama.
Proses penguasaan materi berjalan karena para siswa dituntut untuk dapat
menguasai materi.
a. Cara pembelajaran kooperatif model Talking Chips
Terdapat lima langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran
yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah itu
[image:32.595.123.518.164.715.2]ditunjukkan pada Tabel 2.3 di bawah ini.
Tabel 2.3 : Langkah-langkah pembelajaran kooperatif model talking
chips15
No Tahap kegiatan
1. Guru menyiapkan kotak kecil yang berisikan kancing-kancing.
2. Setiap siswa dalam masing-masing kelompok mendapatkan dua atau tiga buah kancing
3. Setiap kali seorang siswa berbicara atau mengeluarkan pendapat ide harus menyerahkan salah satu kancingnya dan meletakkannya ditengah-tengah.
15
4. Jika kancing yang dimiliki seorang siswa habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua rekannya juga menghabiskan kancing mereka.
5. Jika semua kancing sudah habis, sedangkan tugas belum selesai, kelompok boleh mengambil kesepakatan untuk membagi-bagi kancing lagi dan mengulangi prosedurnya kembali
b. Kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif model Talking Chips.
Dalam pembelajaran kooperatif model talking chips masing-
masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk
memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan
pemikiran anggota yang lain dalam kelompoknya. Keunggulan lain
dari model ini adalah untuk mengatasi hambatan pemerataan
kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok. Dalam banyak
kelompok kooperatif yang lain sering ada anggota yang selalu
dominan dan banyak bicara. Sebaliknya, ada juga anggota yang pasif
dan pasrah saja pada rekannya yang lebih dominan. Dalam situasi
seperti ini, pemerataan tanggung jawab dalam kelompok bisa tidak
tercapai karena anggota yang pasif akan selalu menggantungkan diri
pada rekannya yang dominan. Model pembelajaran talking chips
memastikan bahwa setiap siswa mendapatkan kesempatan untuk
berperan serta.
Sedangkan kelemahan dalam model pembelajaran talking chips
diantaranya:
1) Tidak semua konsep dalam IPA dapat mengungkapkan model
talking hips, disinilah tingkat profesionalitas seorang guru dapat
dinilai. Seorang guru yang profesional tentu dapat memilih metode
dan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan
dibahas dalam proses pembelajaran.
2) Pengelolaan waktu saat persiapan dan pelaksanaan perlu
diperhatikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, terutama
3) Pembelajaran model talking chips adalah model pembelajaran yang
menarik namun cukup sulit dalam pelaksanaannya, karena
memerlukan persiapan yang cukup sulit. Selain itu dalam
pelaksanaannya guru dituntut untuk dapat mengawasi setiap siswa
yang ada di kelas. Hal ini cukup sulit dilakukan terutama jika
jumlah siswa dalam kelas terlalu banyak.
c. Persamaan dan perbedaan pembelajaran kooperatif model Talking Chips dengan model-model pembelajaran kooperatif lainnya.
Semua model-model pembelajaran kooperatif yang
berlandaskan metode pembelajaran kooperatif mempunyai tujuan,
ciri-ciri, unsur-unsur, konsep-konsep, dan keterampilan-keterampilan
pembelajaran yang sama, akan tetapi setiap model dalam pembelajaran
kooperatif mempunyai ciri khas tertentu.
Pembelajaran kooperatif model talking chips dapat memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan idenya, sehingga
tidak ada siswa yang mendominasi dan siswa yang diam saja.
Pembelajaran kooperatif model talking chips dapat membantu guru
untuk memonitor tanggung jawab individu siswa. Selain itu dalam
pembelajaran kooperatif model talking chips juga akan melatih
siswa untuk berpartisipasi aktif dalam berkomunikasi. Kemampuan
ini sangat penting sebagai bekal dalam hidup bermasyarakat, sehingga
sangat penting bagi guru untuk membekali sebelumnya dengan
kemampuan berkomunikasi, mengingat bahwa tidak semua siswa
memiliki tingkat kemampuan untuk berkomunikasi.
3. Hasil Belajar
Salah satu tugas pokok guru ialah mengevaluasi taraf keberhasilan
rencana dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Untuk melihat bagaimana
taraf keberhasilan mengajar guru dan belajar siswa secara tepat dan dapat
dan memadai tentang indikator-indikator perubahan perilaku dan pribadi para
siswa. Oleh sebab itu, kita biasanya berusaha mengambil cuplikan saja yang
diharapkan mencerminkan keseluruhan perubahan perilaku itu. Tetapi
sebelumnya indikator-indikator tentang hasil belajar (prestasi) sebagai tujuan
pendidikan, penulis akan membahas tentang:
a. Pengertian Hasil Belajar
Menurut Zainal Arifin “kata prestasi berasal dari bahasa belanda yaitu
prestatie. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi “Prestasi” yang berarti
„hasil usaha’. Istilah „prestasi belajar berbeda dengan hasil belajar. Prestasi
pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar
meliputi aspek pembentukan watak siswa”.16
Di dalam buku Kamus Bahasa Indonesia untuk pendidikan dasar yang
disusun oleh Qonita Aliya bahwa “prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya )”.17
Sedangkan belajar
berarti belajar memperoleh kepandaian atau ilmu; berlatih ; berubah tingkah
laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
Tidak jauh dari pengertian yang dikemukakan oleh Mas’ud, Syaiful
Bahri Djamarah menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil dari suatu
kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, yang menyenangkan hati yang
diperoleh dengan keuletan kerja, baik secara individual maupun kelompok
dalam bidang kegiatan tertentu.
Dengan demikian, dapat dinyatakan beberapa rumusan dari pengertian
prestasi belajar, diantaranya bahwa hasil belajar adalah penguasaan
pengetahuan atau materi yang dikembangkan oleh mata pelajaran. Hasil belajar
menurut Nana Sudjana adalah kemampuan yang dimiliki siswa,setelah ia
menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan menurut Hadari Nawawi hasil
belajar adalah “tingkat keberhasilan murid untuk mempelajari materi pelajaran
di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes
16
Zainal Arifin.Evaluasi Pembelajaran.(Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam DEPAG RI, 2009) h. 11
17
mengenai sejumlah materi.
Dalam dunia pendidikan, bentuk penilaian dari suatu prestasi biasanya
dapat dilihat atau dinyatakan dalam bentuk simbol huruf atau angka-angka.
Jadi, hasil belajar adalah hasil yang diraih oleh siswa dari aktivitas belajarnya
yang ditempuh untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dapat
diwujudkan dengan adanya perubahan sikap dan tingkah laku dan pada
umumnya dinyatakan dalam bentuk simbol huruf atau angka-angka. Hasil
belajar yang didapatkan oleh seorang siswa bersifat sementara kadang kala
dalam suatu tahapan belajar, siswa yang berhasil secara gemilang dalam
belajar, sering pula dijumpai adanya siswa yang gagal. Seperti angka raport
rendah, tidak naik kelas, tidak lulus ujian akhir dan sebagainya.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa
dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu “Faktor internal, faktor eksternal
dan faktor pendekatan belajar.
1) Faktor Internal
Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi
jasmani dan rohani siswa . Faktor ini meliputi 2 aspek, yakni :
a) Aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah)
Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai
tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat
mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran.
Kondisi jasmani yang tidak mendukung kegiatan belajar, seperti gangguan
kesehatan, cacat tubuh, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran dan
lain sebagainya sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap
informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan di kelas.
b) Aspek psikologis (yang bersifat rohaniah)
Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat
mempengaruhi kualitas dan kuantitas perolehan pembelajaran
a) Intelegensi siswa
Jean piaget dalam Muhammad Asrori mengatakan bahwa
intelligence atau kecerdasan yaitu “seluruh kemampuan berpikir dan
bertindak secara adaptif termasuk kemampuan-kemampuan mental yang
komplek seperti berpikir, memahami, mempertimbangkan, menganalisis,
mensintesis, mengvaluasi, dan menyelesaikan persoalan-persoalan”.18
Tingkat kecerdasan merupakan wadah bagi kemungkinan
tercapainya hasil belajar yang diharapkan. Jika tingkat kecerdasan
rendah, maka hasil belajar yang dicapai akan rendah pula. Clark
mengemukakan bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi
oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Sehingga
tidak diragukan lagi bahwa tingkat kecerdasan siswa sangat menentukan
tingkat keberhasilan belajar siswa.
b) Sikap siswa
Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas belajar adalah
sikap. Menurut Masitoh dan Laksmi Dewi “Sikap merupakan salah satu
ranah perilaku manusia atau siswa yang merupakan bagian dari tujuan
pendidikan yang tidak dapat dipisahkan dari ranah kognitif dan
psikomotorik. Sikap yang dimiliki seseorang mempengaruhi tindakan
orang tersebut terhadap suatu objek, orang atau peristiwa”.19
Sikap merupakan gejala internal yang berdimensi afektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi dengan cara relatif tetap terhadap objek,
baik secara positif maupun negatif. Sikap siswa yang positif terutama
kepada guru dan mata pelajaran yang diterima merupakan tanda yang
baik bagi proses belajar siswa.Sebaliknya, sikap negatif yang diiringi
dengan kebencian terhadap guru dan mata pelajarannya menimbulkan
kesulitan belajar siswa tersebut, sehingga prestasi belajar yang di capai
siswa akan kurang memuaskan.
c) Bakat siswa
18
Muhammad Asrori. Psikologi Pembelajaran. (Bandung: CV. Wacana Prima, 2009)h. 48
19
Sebagaimana halnya intelegensi, bakat juga merupakan wadah
untuk mencapai hasil belajar tertentu. Secara umum bakat merupakan
kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai
keberhasilan pada masa yang akan datang. Bakat juga diartikan sebagai
kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak
bergantung pada upaya pendidikan dan latihan. Siswa yang kurang atau
tidak berbakat untuk suatu kegiatan belajar tertentu akan mengalami
kesulitan dalam belajar.
d) Minat siswa
Menurut Getzel dalam Harun Rasyid dan Mansur, “Minat adalah
suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong
seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas pemahaman, dan
keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian”.20
Minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau
keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat dapat mempengaruhi
kualitas pencapaian hasil belajar siswa. siswa yang menaruh minat besar
terhadap bidang studi tertentu akan memusatkan perhatiannya lebih
banyak dari pada siswa lain, sehingga memungkinkan siswa tersebut
untuk belajar lebih giat dan pada akhirnya mencapai prestasi yang
diinginkan.
e) Motivasi Siswa
Callahan and Clark dalam E. Mulyasa mengemukakan bahwa
“motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan
adanya tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu. Siswa akan belajar
sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi”.21
Tanpa motivasi yang besar, siswa akan banyak mengalami
kesulitan dalam belajar, karena motivasi merupakan faktor pendorong
kegiatan belajar. Motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
minat intrinsik dan minat ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah hal dan
20
Harun Rasyid dan Mansur. Penilaian Hasil Belajar. (Bandung: CV Wacana Prima, 2009) h. 17
21
keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat
mendorongnya melakukan tindakan belajar.
Adapun motivasi ekstrinsik adalah hal keadaan yang datang dari
luar individu siswa yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan
belajar. Motivasi yang dipandang lebih esensial adalah motivasi intrinsik
karena lebih murni dan langgeng serta tidak bergantung pada dorongan
atau pengaruh orang lain.
2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal (faktor dari luar siswa),yakni kondisi/keadaan
lingkungan di sekitar siswa . Adapun faktor ekstern yang dapat mempengaruhi
hasil belajar siswa adalah :
a) Lingkungan sosial
Lingkungan sosial siswa di sekolah adalah para guru, staf
administrasi dan teman-teman sekelasnya,yang dapat mempengaruhi
semangat belajar siswa. Masyarakat, tetangga dan teman-teman
sepermainan di sekitar perkampungan siswa juga termasuk lingkungan
sosial bagi siswa. Namun lingkungan sosial yang lebih banyak
mempengaruhi kegiatan belajar siswa ialah orang tua dan keluarga siswa itu
sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan
keluarga dan letak rumah, semuanya dapat memberi dampak baik dan buruk
terhadap kegiatan belajar dan hasil yang di capai siswa.
b) Lingkungan non sosial
Lingkungan non sosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah
tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat alat belajar, keadaan cuaca
dan waktu belajar yang digunakan siswa.
a. Pengertian belajar
A. Tafsir dkk mengemukakan bahwa belajar adalah“ suatu proses
yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya”.22
Proses belajar terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan
lingkungannya. Sejalan dengan pendapat di atas, A. Tafsir mengutip
beberapa pendapat 1) Arif S. Sadiman mengatakan “ Belajar adalah suatu
proses yang komplek yang terjadi pada semua orang dan berlangsung
seumur hidup, sejak masih bayi sampai keliang lahat nanti” 23
2) Oemar
Hamalik berpendapat bahwa “Belajar adalah proses perubahan tingkah laku
berkat interaksi dengan lingkungan”.24
Lukmanul Hakim menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
“belajar pada dasarnya merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang terjadi dari adanya interaksi antara seseorang dengan
lingkungannya”.25 Jadi perubahan tingkah laku adalah hasil belajar. Artinya,
seseorang dikatakan telah belajar, jika ia dapat melakukan sesuatu yang
tidak dapat dilakukan sebelumnya.
Gegne dalam Najib Sulhan mengemukakan bahwa “belajar adalah
sebuah proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan
kecenderungan manusia, seperti sikap, minat, atau nilai dan perubahan
kemampuannya, yakni peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai
jenis performance (kinerja)”.26
M. Dalyono mendefinisikan belajar sebagai “Suatu usaha atau
kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang,
mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan,
keterampilan, dan sebagainya”. 27
Perubahan tingkah laku atau pengalaman
itu berkat adanya pengalaman dan latihan.
22
Tafsir, A, Pengembangan Wawasan Profesi Guru. (Bandung: UIN Sunan Gunung Djati, 2009), h. 15
23
Ibid., h. 26
24
Ibid., h. 26 25
Lukmanul Hakiim, Perencanaan Pembelajaran. (Bandung: CV Wacana Prima 2009), h. 142
26
Najib Sulhan, Pembangunan Karakter pada Anak. (Surabaya: SIC 2010) h. 5
27
Syaiful Bahri Djamarah dkk., mengatakan “belajar adalah “Proses
perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan
adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan,
keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organism atau
pribadi”. 28
Bertolak dari beberapa definisi di atas, secara umum belajar dapat
dipahami sebagai tahapan perubahan tingkah laku yang relatif menetap yang
terjadi sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang
melibatkan proses kognitif. Itu artinya bahwa dalam belajar terdapat tingkah
laku yang mengalami perubahan sebagai akibat dari interaksi dan
pengalaman serta latihan, dan karena itu, perubahan tingkah laku yang
disebabkan bukan oleh latihan dan pengalaman tidak digolongkan sebagai
belajar. Belajar menyangkut perubahan dalam suatu organisme sebagai hasil
pengalaman.
b. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran berasal dari kata dasar “ajar” yang artinya petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui. Dari kata “ajar” ini lahirlah kata kerja “belajar” yang berarti berlatih atau berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu dan kata “pembelajaran” berasal dari kata “belajar”
yang mendapat awalan pe -dan akhiran an yang merupakan konflik nominal
yang mempunyai arti proses.
Najib Sulhan mengatakan pembelajaran adalah “suatu sistem atau
proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan atau
didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subjek
didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif
dan efisien”. 29
Berdasarkan pengertian pembelajaran yang telah dikemukakan oleh
beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan
28
Syaiful Bahri Djamarah, dkk. Strategi Belajar Mengajar . (Jakarta: Renika Cipta, 2006 Cet Ke-6) h. 10
29
suatu proses atau usaha yang telah dirancang dan didesain secara sistematis
agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien,
yaitu dapat terbentuk suatu karakter yang baik dan positif dalam diri siswa
itu sendiri dan dalam kondisi tertentu, selain itu siswa mendapatkan ilmu
pengalaman dan pengetahuan dari apa yang telah diajarkan.
Pembelajaran adalah suatu kata yang memiliki arti sama dengan
kata mengajar. Kata mengajar memiliki arti yang kompleks dan beraneka
macam sesuai dengan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan. Para
ahli mengemukakan berbagai pengertian tentang mengajar bahwa, Mengajar
merupakan suatu proses yang kompleks, tidak sekedar menyampaikan
informasi dari guru ke siswa, namun banyak kegiatan maupun tindakan
yang harus dilakukan, terutama bila diinginkan hasil belajar yang lebih baik
pada seluruh siswa. Mengajar adalah segala upaya yang disengaja dalam
rangka memberikan kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar
mengajar sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan. Sasaran akhir dari
proses pengajaran adalah siswa belajar.
c. Pengertian IPA
Pembelajaran IPA bagi sebagian guru cenderung diajarkan secara
konseptual saja, bersifat hafalan dan kurang mementingkan proses
pemahaman dan pembinaan konsep. Belajar mengajar adalah suatu proses
yang mengolah sejumlah nilai untuk dikonsumsi oleh setiap anak didik.
Nilai-nilai itu tidak datang dengan sendirinya tetapi terambil dari berbagai
sumber. Sumber belajar sesungguhnya banyak sekali seperti di sekolah, di
halaman, di perpustakaan, di pedesaan dan sebagainya.
Sarifuddin dan Winataputra mengelompokkan sumber-sumber
belajar menjadi 5 kategori yaitu manusia, buku/perpustakaan, media masa,
alam lingkungan dan media pendidikan. Namun guru biasanya kurang
tertarik menggunakan media sebagai sumber belajar seperti halnya
mengajak siswa keluar lingkungan sekolah karena berbagai faktor
keterbatasan guru dalam mengembangkan inovasi pembelajaran padahal
sumber belajar cukup kaya di lingkungan siswa tinggal.
Melalui kurikulum berbasis kompetensi diharapkan pola
pembelajaran yang disampaikan dapat mengembangkan kemampuan
berpikir siswa. Menanamkan sikap ilmiah kepada siswa dan melatih siswa
untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya secara ilmiah. Pada
gilirannya siswa aktif dalam belajar karena pada dasarnya siswa sendiri
yang akan menyelesaikan masalah-masalah yang dia dapatkan sesuai
dengan konsep materi yang dipelajari dengan bantuan media sebagai sumber
belajar siswa.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Tuti Hayati dalam skripsinya yang berjudul Peningkatan
Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PKn dengan Menggunakan Model
Pembelajaran talking chips. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui
peningkatan hasil belajar siswa menggunakan pembelajaran talking chips
pada matapelajaran PKn di kelas III MIS Tarbiyatul Falah Kaunggading
Pamijahan Bogor tahun ajaran 2011/2012. Tuti Hayati menyimpulkan bahwa
pembelajaran talking chips dapat meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas
III MI Tarbiyatul Falah, Kaunggading, Pamijahan, Bogor. Peningkatan hasil
belajar siswa tampak dari kualitas proses pembelajaran yang ditunjukkan oleh
keaktifan, interaksi, sikap, dan antusias siswa dalam melaksanakan mengikuti
proses pembelajaran dan dari nilai setelah diadakan tes.
Penelitian yang relevan juga pernah dilakuan oleh Indah Komala
Sari dalam skripsinya yang berjudul upaya peningkatan hasil belajar siswa
dengan menggunakan model pembelajaran talking chips pada mata pelajaran
IPA. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar
siswa menggunakan model pembelajaran talking chips pada matapelajaran
IPA di kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Miftahussudur Cibuntu Ciampea
model pembelajaran talking chips dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa
kelas VIII MTs Miftahussudur, Cibuntu Ciampea, Bogor.
Penelitian-penelitian tersebut di atas membahas tentang
pembelajaran talking chips untuk meningkatkan hasil belajar siswa sehingga
dapat dikatakan bahwa penelitian tersebut relevan dengan penelitian ini yang
juga membahas tentang pembelajaran talking chips dalam upaya
meningkatkan hasil belajar siswa. Perbedaannya pada objek penelitian ini
yaitu siswa kelas IV MI