• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Komunikasi Siswa Tunadaksa (Studi Etnografi Komunikasi tentang Aktivitas Komunikasi Siswa Tunadaksa di SLB-ABC&Autis Yayasan Pendidikan Latihan Anak Berkelainan (YPLAB) Lembang dalam Berinteraksi di Lingkungan Sekolahnya)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas Komunikasi Siswa Tunadaksa (Studi Etnografi Komunikasi tentang Aktivitas Komunikasi Siswa Tunadaksa di SLB-ABC&Autis Yayasan Pendidikan Latihan Anak Berkelainan (YPLAB) Lembang dalam Berinteraksi di Lingkungan Sekolahnya)"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memperoleh gelar Strata 1 (S1) pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

Oleh :

Syarah Ana Yaomil NIM 41810092

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG

(2)
(3)
(4)

x

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN. ... iii

ABTSRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN. ... xviii

BAB I PENDAHULUAN … ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah. ... 11

1.2.1 Rumusan Masalah Makro. ... 11

1.2.2 Rumusan Masalah Mikro. ... 11

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 12

1.3.1 Maksud Penelitian. ... 12

1.3.2 Tujuan Penelitian... 12

1.4 Kegunaan Penelitian... 13

1.4.1 Kegunaan Teoritis. ... 13

(5)

xi

2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Yang Sejenis ... 15

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi ... 21

2.1.2.1 Definisi Ilmu Komunikasi ... 21

2.1.2.2 Proses Komunikasi ... 22

2.1.2.3 Unsur-Unsur Komunikasi ... 24

2.1.2.4 Fungsi Komunikasi. ... 25

2.1.2.5 Bentuk Komunikasi. ... 26

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Antar Pribadi ... 27

2.1.3.1 Definisi Komunikasi Antar Pribadi. ... 27

2.1.3.2 Tujuan Komunikasi Antar Pribadi ... 29

2.1.3.3 Faktor-Faktor Pembentuk Komunikasi Antar Pribadi ... 31

2.1.3.4 Jenis-Jenis Komunikasi Antar Pribadi ... 33

2.1.3.5 Fungsi-Fungsi Komunikasi Antar Pribadi ... 35

2.1.4 Tinjauan Tentang Komunikasi Verbal dan Non Verbal ... 36

2.1.4.1 Definisi Komunikasi Verbal ... 36

2.1.4.1.1 Pesan dan Bahasa dalam Komunikasi Verbal. 36 2.1.4.1.2 Pentingnya Komunikasi Verbal. ... 38

2.1.4.2 Definisi Komunikasi Non Verbal ... 38

2.1.4.2.1 Karakteristik dan Fungsi. ... 40

2.1.5 Tinjauan Tentang Aktivitas Komunikasi ... 42

(6)

xii

2.1.7 Tinjauan Tentang Sekolah Luar Biasa (SLB) ... 48

2.1.8 Tinjauan Tentang Tunadaksa. ... 49

2.1.8.1 Definisi Tunadaksa ... 49

2.1.8.2 Klasifikasi Anak Tunadaksa. ... 50

2.1.8.3 Dampak Ketunadaksaan ... 56

2.1.8.4 Karakteristik Anak Tunadaksa ... 58

2.1.9 Tinjauan Tentang Lingkungan Sekolah ... 67

2.2 Kerangka Pemikiran. ... 68

2.2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis. ... 68

2.2.2 Kerangka Pemikiran Konseptual ... 76

BAB III OBJEK PENELITIAN DAN METODE PENELITIAN ... 79

3.1 Objek Penelitian ... 79

3.1.1 Sejarah SLB-ABC & Autis YPLAB Lembang. ... 79

3.1.2 Logo dan Arti Logo SLB-ABC & Autis YPLAB Lembang. ... 82

3.1.3 Visi dan Misi SLB-ABC & Autis YPLAB Lembang. ... 83

3.1.4 Struktur Organisasi SLB-ABC & Autis YPLAB Lembang. ... 84

3.2 Metode Penelitian ... 85

3.2.1 Desain Penelitian ... 85

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ... 88

3.2.2.1 Studi Pustaka. ... 88

(7)

xiii

3.2.3.3 Teknik Penarikan Informan... 93

3.2.4 Teknik Analisa Data. ... 95

3.2.5 Uji Keabsahan Data. ... 97

3.2.6 Lokasi dan Waktu Penelitian. ... 99

3.2.6.1 Lokasi Penelitian. ... 99

3.2.6.2 Waktu Penelitian. ... 99

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ... 101

4.1 Identitas Informan. ... 108

4.1.1 Informan Penelitian (Informan Kunci). ... 110

4.1.2 Informan Pendukung. ... 114

4.2. Analisis Hasil Penelitian. ... 117

4.2.1 Situasi KomunikatifSiswa Tunadaksa di SLB-ABC & Autis YPLAB Lembang dalam Berinteraksi di Lingkungan Sekolahnya. ... 118

4.2.2 Peristiwa KomunikatifSiswa Tunadaksa di SLB-ABC & Autis YPLAB Lembang dalam Berinteraksi di Lingkungan Sekolahnya. ... 124

(8)

xiv

4.3. Pembahasan Hasil Penelitian. ... 140

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. ... 158

5.1 Simpulan. ... 158

5.2 Saran-saran. ... 160

5.2.1. Saran Bagi SLB-ABC & Autis YPLAB Lembang. ... 160

5.2.2. Saran Bagi Peneliti Selanjutnya. ... 162

DAFTAR PUSTAKA. ... 163

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 166

(9)

163

Ating, Somantri dan Sambas, Ali Muhidin, 2006. Statistika Dalam Penelitian. Bandung: Pustaka Setia.

Aw, Suranto. 2010. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Creswell, J. W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design : Choosing Among Five Tradition. London: Sage Publication.

Devito, Joseph A. 2007. The Interpersonal Communication Book. edisi 11.

Efendi, Mohammad, 2009. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara.

Effendy, Onong Uchjana. 2006. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Kuswarno, Engkus. 2008. Metode Penelitian Etnografi Komunikasi: Suatu Pengantar Dan Contoh Penelitian. Bandung: PT. Widya Padjajaran.

Liliweri, Alo. 1994 . Perspektif Teoritis Komunikasi Antar Pribadi (Suatu Pendekatan Ke Arah Psikologi Sosial Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Liliweri, Alo. 1997. Komunikasi Antarpribadi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. LittleJohn, Stephen W. 1993. Theories of Human Communication – Fifth Edition.

Terjemahan edisi Indonesia 1 (Chapter 1-9), dan edisi Indonesia 2 (Chapter 10-16). Jakarta: Salemba Humanika.

Mc Millan, James H and Schumacher, Sally. 2001. Research in Education, A Conceptual Introduction. New York: Longman.

Mediator Jurnal Komunikasi Volume 9 Nomor 1 Juni 2008.

Moleong, Lexy J. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyana Deddy. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

(10)

Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: PT. Lkis. Pearson Educations, Inc.

Rakhmat, Jalaluddin. 1999. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Satori, Djam AN. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sendjaja, Djuarsa, 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

Smith, J David. Sekolah Inklusif: Konsep dan Penerapan Pembelajaran. Bandung: Nuansa Cendikia.

Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Soedijarto. 2000. Pendidikan Nasional sebagai Wahana Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Membangun Peradaban Negara Bangsa (Sebuah Usaha Memahami UUD 1945). Jakarta : Center for Information and National Policy Studies (CINAPS).

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Rajawali. Stewart L. Tubbs dan Sylvya Moss, 2005. Human Communication

Konteks-Konteks Komunikasi. Bandung: Penerbit PT. Rosda Karya.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung: Alfabeta.

Supratiknya, A. 1995. Tinjauan Psikologis Komunikasi Antarpribadi. Yogyakarta: Kanisus.

Suyanto, Bagong. (2005). Metode Penelitian Sosial: Bergabai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Prenada Media.

2. Sumber Karya Ilmiah

(11)

Dengan Lingkungan di Yayasan Cinta Autisma Bandung). Skripsi: Universitas Komputer Indonesia Bandung.

Anggraini, Novi. 2008. Komunikasi Interpersonal Orang Tua dengan Siswa Tunadaksa dalam Menumbuhkan Rasa Percaya Diri Siwa (Studi kasus proses komunikasi orang tua dengan siswa tuna daksa dalam menumbuhkan rasa percaya diri siswa tuna daksa di SLB Tunas kasih Kel. Donoharjo, Kec. Ngaglik, Sleman, Yogyakarta). Skripsi: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Futriana, Devita. 2012. Komunikasi Antar Pribadi Tunagrahita (Studi Etnografi Komunikasi Kegiatan Belajar Mengajar Tunagrahita di (SLB)-C Lanud Sulaiman). Skripsi: Universitas Komputer Indonesia Bandung.

3. Sumber Internet

http://www.lazismu.org/index.php/ruang-donatur/rekening-donasi/18-program/59-tuna-daksa-pantang-menyerah (3 maret 2014, pukul 15.00)

http://muslimin40porf.wordpress.com/tuna-daksa/ (26 februari 2014, pukul 15.00 WIB)

www.elisa.ugm.ac.id (3 maret 2014, pukul 15.00)

http://www.blogger.com/feeds/2991661017634027304/posts/default (3 maret 2014, pukul 15.00)

(12)

vi Assalamua’laikum Wr. Wb.

Puji dan syukur bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan rakhmat dan karunia-Nya kepada Peneliti, sehingga Peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Aktivitas Komunikasi Siswa Tunadaksa (Studi Etnografi Komunikasi tentang Aktivitas Komunikasi Siswa Tunadaksa di SLB-ABC & Autis Yayasan Pendidikan Latihan Anak Berkelainan (YPLAB) Lembang dalam Berinteraksi di Lingkungan Sekolahnya)”. Namun atas izin Allah SWT, juga berkat usaha, doa, semangat, bimbingan serta dukungan yang Peneliti terima baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak, akhirnya Peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Alhamdulillahirabbil’alamin.

Peneliti juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua tercinta dan tersayang, Bapak Endang Rusmana dan Ibu Apong Siti Aisyah yang selalu memberikan rasa kasih sayangnya dan semangat kepada Peneliti dan juga memberikan do’a serta dukungan moril maupun materi.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini perkenankanlah Peneliti mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak terutama:

(13)

vii

Komunikasi, yang telah memberikan ilmunya selama perkuliahan, izin penelitian serta kemudahan-kemudahan lainnya dalam penelitian dari pra skripsi hingga pasca skripsi.

3. Yth. Ibu Melly Maulin P, S.Sos., M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi juga sebagai Dosen Wali Peneliti yang telah banyak memberikan motivasi, nasehat, semangat, pengetahuan dan berbagi ilmu serta wawasan selama Peneliti melakukan perkuliahan dan selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, dorongan, bantuan, waktu, dan juga kesabarannya selama Peneliti menyusun skripsi ini.

4. Yth. Bapak serta Ibu Dosen Tetap dan Luar Biasa Program Studi Ilmu Komunikasi Unikom yang telah mengajarkan peneliti selama ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada peneliti selama perkuliahan berlangsung. 5. Yth. Ibu Ratna W., A.Md., selaku Sekretariat Dekan FISIP, yang telah

banyak membantu dalam pembuatan surat perizinan penelitian.

(14)

viii

8. Seluruh Jajaran Guru terutama kepada Ibu Eni Koestieni, selaku guru di SLB-ABC & Autis YPLAB Lembang yang sudah banyak membantu peneliti dalam mencari informasi dan kepada Ibu Oom Komariah yang berkenan menjadi informan dalam penelitian ini.

9. M. Firly Fauzi adikku tercinta yang selalu memberikan dukungan, semangat, serta arahan dan senyum canda tawa dalam kebersamaan yang senantiasa memberikan warna pada hidupku.

10.Ganjar Ahmad Setiawan, yang selalu memberikan motivasi, semangat, kecerian, dan kebersamaan. Terima kasih atas perhatianya, baik keadaan susah, sedih dan gembira sudah pernah melewati bersama selama perkuliahan di UNIKOM, dan perjuangan menyusun skripsi bersama-sama ketika canda dan tawa selalu menyertai.

11.Sahabat Terbaikku : Nunung, Rahma, Ratu, Susan, Shinta, Yani, Agree, Dessy, Wanda, Ila, Rita, Eva, Meirissa, Dolly, Vina dan Ina yang telah memberikan dukungan semangat serta yang selalu mengisi hari-hari penulis dengan canda tawa dalam suka dan duka. Terima kasih atas persahabatannya selama ini semoga menjadi sahabat untuk selamanya. 12.Teman-Teman IK Humas 2 : Bagus, Awe, Gusti, Nadia, Ajeng, Nenden,

(15)

ix

harapan dan cita-cita kita. Terima kasih semuanya. Good Luck!!

13.Teman-teman Alumni dari SD Negeri 7 Lembang, SMP Negeri 1 Lembang, SMA Negeri 1 Lembang. Terima kasih untuk guru-guru atas proses belajar mengajar serta aplikasinya dan ilmu-ilmu motivasi, arahan selama berada di sekolahan.

14.Dan semua pihak, yang telah membantu yang tidak bisa di sebutkan satu persatu, terima kasih atas do’a dan dukungannya selama Peneliti melakukan penelitan dan selama Peneliti menempuh studi hingga saat ini. Demikian skripsi ini Peneliti buat, untuk kesempurnaan skripsi yang lebih baik lagi maka kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh peneliti. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua khusunya para mahasiswa sebagai literatur. Akhir kata Peneliti mengucapkan terima kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bandung, Juli 2014 Peneliti

(16)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan, tanpa ada kecacatan. Setiap manusia juga ingin memiliki tubuh dan alat indera yang lengkap untuk dapat melakukan berbagai kegiatan, melihat, mendengar, dan juga berkomunikasi dengan lingkungannya. Namun, dalam kenyataannya ada sebagian orang yang terlahir dengan keadaan cacat ditubuhnya seperti tidak memiliki tangan atau kaki, cacat tersebut dinamakan tunadaksa. Kecacatan yang dialami, membuat individu tersebut memiliki keterbatasan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Hal tersebut bagi individu yang normal dilihat sebagai suatu keadaan yang tidak menguntungkan dan kemudian timbul rasa belas kasihan, sehingga masyarakat menganggap penyandang cacat sebagai suatu obyek yang patut diberikan belas kasihan.

Penyandang tunadaksa mayoritas memiliki hubungan dengan orang lain yang sering tidak baik, dikarenakan penyandang tunadaksa merasa kecewa dengan dirinya dan merasa tidak puas dengan keadaannya. Penyandang tunadaksa juga menjadi orang yang sangat sensitif terhadap evaluasi ataupun harapan dari luar, tidak mampu membuat keputusan sendiri karena adanya tekanan grup yang akhirnya membuatnya tidak percaya diri.

(17)

hingga tahun 2014 jumlahnya diperkirakan akan terus bertambah. Problem utama para penyandang Tunadaksa ini adalah masalah aktualisasi diri ditengah masyarakat, dengan problem ini menjadikan para penyandang Tunadaksa teraleinasi dalam partisipasi sosial, ekonomi maupun pendidikan.1

Tunadaksa secara etimologis dapat diartikan sebagai seseorang yang mengalami kesulitan mengoptimalkan fungsi anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk, dan mengakibatkan kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu mengalami penurunan.2

Suroyo, 1977 dalam Mohammad Efendi mengemukakan:

“Secara definitif pengertian kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa) adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal, akibat luka, penyakit, atau pertumbuhan tidak sempurna” (Efendi, 2009:114)

“Sehingga untuk kepentingan pembelajarannya perlu layanan khusus"

(Kneedler, 1984). Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa, istilah yang sering digunakan untuk menyebut anak tunadaksa adalah anak yang memilik cacat fisik, tubuh atau cacat orthopedic. Dalam bahasa asing sering kali dijumpai istilah crippled, physically handicapped, physically disabled, dan sebagainya.

Sekolah luar biasa yang menjadi tempat penelitian peneliti adalah SLB-ABC&Autis YPLAB Lembang yang berlokasi di jalan Barulaksana No.183 Lembang. Berdasarkan wawancara peneliti bersama salah satu guru di sekolah ini yaitu bahwa:

1

http://www.lazismu.org/index.php/ruang-donatur/rekening-donasi/18-program/59-tuna-daksa-pantang-menyerah (3 maret 2014, pukul 15.00)

2

(18)

“Sekolah khusus siswa-siswi yang memiliki kelainan ini diklasifikasikan atas beberapa kelompok sesuai dengan jenis kelainan anak, klasifikasi tersebut mencakup kelompok anak tunanetra (hambatan penglihatan), tunarungu (hambatan pendengaran), tunagrahita (intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi), tunadaksa (kelainan fisik dan gangguan gerak), dan autis (gangguan perkembangan organik). Sekolah ini juga memilki siswa-siswi dari TK sampai SMA yang dari keseluruhan berjumlah 76 siswa”.

Peneliti tertarik memilih tempat penelitian di SLB-ABC & Autis YPLAB Lembang, dikarenakan sekolah ini memiliki program pembelajaran yang terfokus pada pembinaan kemampuan dalam bersosialisasi dengan lingkungan dan membina anak agar lebih mandiri yaitu selain mengajarkan menulis dan membaca, sekolah ini pun mengarkan siswa-siswinya keterampilan vokasional petanian karena sesuai dengan letak geografis sekolah tersebut.

Keterampilan ini bertujuan untuk mengajarkan dan memberi pelatihan dalam bidang perkebunan untuk siswa-siswinya, agar mereka dapat berkebun dan menanam tanaman dengan baik, dan hasil tanaman tersebutlah yang disimpan di lingkungan sekolah. Lalu sekolah tersebut juga mengajarkan dan memberi pelatihan dalam bidang kerumah tanggaan, agar siswa-siwinya terampil dalam melakukan berbagai kegiatan rumah tangga seperti menjahit, merias diri, membersihkan lingkungan sekolah, mencuci dan berbagai kegiatan lainnya. Kegiatan yang dilakukan siswa-siswi ini pun sekaligus melatih anak, agar bisa melakukan berbagai aktivitas yang ingin dia lakukan walaupun para siswa-siswi tersebut memiliki keterbatasan fisik atau dengan kata lain berbeda dengan anak normal lainnya.

(19)

mangangkat siswa tunadaksa sebagai penelitian, dikarenakan tunadaksa merupakan kelainan fisik yang terlihat menonjol dibandingkan dengan anak luar biasa lainnya, dan peneliti sangat prihatin dan empati dengan kelainan yang dimiliki anak tunadaksa. Oleh karena itu peneliti ingin mengenal dan mengetahui mengenai tunadaksa. Hal itulah yang menjadi salah satu faktor yang mendasari peneliti memilih anak tunadaksa sebagai penelitian.

Manusia adalah mahluk sosial yang harus selalu mengadakan interaksi dengan sesamanya secara langsung. Bagi para penyandang tunadaksa hal ini tentu tidak mudah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan siswa tunadaksa di SLB ABC&Autis YPLAB Lembang dalam melakukan komunikasi untuk berinteraksi terutama dengan lingkungan sekolahnya yaitu dengan guru dan teman-temannya adalah dengan melakukan salah satu bentuk komunikasi non verbal yakni bahasa tubuh. Menurut Ray L. Birdwhistell “kata bahasa berarti alat untuk melukiskan sesuatu pikiran, perasaan, atau pengalaman, alat ini terdiri dari kata-kata. bahasa tubuh itu sendiri adalah ilmu yang di telaah oleh bidang ilmu kinetika (kinesics)” (Mulyana, 2008:353). Setiap anggota tubuh seperti tangan, kepala, kaki dan bahkan tubuh secara keseluruhan dapat digunakan sebagai isyarat simbolik. Dan tunadaksa di sekolah ini yang memiliki keterbatasan dalam berbicara terkadang mereka menggunakan media handphone sebagai alat komunikasi dengan guru dan teman-temannya.

(20)

manusia berinteraksi dengan manusia yang lain” (Rakhmat, 1999:9). Manusia membutuhkan dan senantiasa berusaha membuka serta menjalin komunikasi atau hubungan dengan sesamanya.

Abraham Maslow menyebutkan bahwa, “satu diantara keempat kebutuhan utama manusia adalah kebutuhan sosial untuk memperoleh rasa aman lewat memiliki dan dimiliki, pergaulan, rasa diterima, memberi dan menerima persahabatan”. (Mulyana dalam Tubbs & Moss, 2005; xi-xii). Thomas M. Scheidel mengemukakan:

“Bahwa kita berkomunikasi terutama untuk menyatakan dan mendukung identitas diri, untuk membangun kontak sosial dengan orang di sekitar kita, dan untuk mempengaruhi orang lain, untuk merasa, berpikir, atau berperilaku seperti yang kita inginkan. Namun, tujuan dasar kita berkomunikasi adalah untuk mengendalikan lingkungan fisik dan psikologis kita”. (Scheidel,1976 dalam Mulyana,2005:4).

(21)

“Bahasa bukan hanya sebagai alat komunikasi untuk pemberian informasi, namun juga berfungsi sebagai wahana mengadakan kontak dengan orang lain, mengungkapkan perasaan, kebutuhan, keinginan, mengatur dan menguasai tingkah laku orang lain, dan juga berfungsi untuk memperoleh pengetahuan” (Depdikbud, 1987:27 dalam Somantri, 2006:96).

Bahasa sebagai pesan komunikasi baik itu verbal maupun nonverbal membutuhkan kemampuan mengabstraksi yang dapat dipenuhi dengan kecerdasan intelegensi yang memadai. Eisenson dan Ogilvie meneliti untuk mencari hubungan antara tingkat kecerdasan dengan kemampuan bahasa dan bicara. Hasilnya menunjukkan bahwa:

“Antara tingkat kecerdasan dengan kematangan bahasa dan bicara mempunyai hubungan yang positif. Dengan menyimak hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan merupakan salah satu potensi yang dimiliki setiap individu dan memiliki nilai strategis dalam menyumbangkan peningkatan perolehan bahasa dan kecakapan berbicara, selain faktor eksternal seperti latihan, pendidikan maupun stimulasi lingkungan”. (Eisenson dan Ogilvie 1963 dalam Efendi, 2009:99)

Menurut Theodorson (1969), “Komunikasi adalah proses pengalihan informasi dari satu orang ke sekelompok orang dengan menggunakan simbol-simbol tertentu kepada satu orang atau satu kelompok lain” (Liliweri, 1997:11). Seperti apa yang terdapat pada buku psikologi umum seorang manusia disebut nomal bila ia sama-sama waras seperti rata orang sebayanya, tetapi pada rata-rata manusia banyak mekanisme yang menetukan opini dan tindaknnya sangat fantastik sedemikian banyaknya sehingga dalam dunia yang benar-benar waras (Sobur, 2003:338).

(22)

dan layanan khusus untuk mengembangkan potensi kemanusian mereka secara sempurna. Anak luar biasa, dapat diartikan sebagai anak berkebutuhan khusus, karena dalam rangka bantuan layanan pendidikan, layanan sosial, layanan bimbingan dan konseling dan berbagai jenis layanan lainnya yang bersifat khusus. Anak berkebutuhan khusus dapat diklasifikasikan atas beberapa kelompok sesuai dengan jenis kelainan anak. Klasifikasi tersebut mencangkup kelompok anak yang mengalami ketebelakangan mental, ketidakmampuan belajar, gangguan emosional, kelainan fisik, kerusakan atau gangguan pendengaran, kerusakan atau gangguan penglihatan, gangguan bahasa dan wicara, dan kelompok anak yang berbakat.

Berkaitan dengan komunikasi, sebagai modal awal manusia berinteraksi dan beradaptasi, diperlukan kemampuan untuk berbahasa. Efendi mengemukakan: “Untuk mengembangkan kemampuan bahasa dan bicara pada seorang anak normal mungkin tidak menemui kesulitan, karena kecerdasan yang dimiliki sebagai aspek psikologis mempunyai kontribusi cukup besar dalam mekanisasi fungsi kognisi terhadap stimulasi verbal maupun non verbal, terutama yang memiliki unsur kebahasaan” (Efendi, 2009:99). Namun, tidak demikian dengan anak tunadaksa, apa yang dapat dilakukan oleh anak normal sulit diikuti oleh anak tunadaksa. Seringkali stimulasi verbal maupun nonverbal dari lingkungannya sulit ditransfer dengan baik oleh anak tunadaksa. Bahkan hal-hal yang nampaknya sederhana terkadang tidak mampu dicerna dengan baik. Hal inilah yang menjadi penyebab ketergantungan tunadaksa terhadap orang lain cukup tinggi.

(23)

sehingga anak membutuhkan perhatian, bantuan, dan layanan pendidikan yang bersifat khusus. Biasanya anak tunadaksa kurang minat untuk melakukan kontak sosial. Meraka cenderung menyendiri dan menghindari kontak dengan orang. Orang dianggap sebagai objek (benda) bukan sebagai subjek yang dapat berinteraksi dan berkomunikasi. Jika perilaku bermasalah maka dua aspek interaksi sosial dan komunikasi dan bahasa akan mengalami kesulitan dalam berkembang. Sebaliknya bila kemampuan komunikasi dan bahasa anak tidak berkembang, maka anak akan kesulitan dalam mengembangkan perilaku dan interaksi sosial yang bermakna. Demikian pula jika anak memiliki kesulitan dalam berinteraksi sosial.

(24)

kesempatan untuk berpartisipasi praktis menyebabkan anak tunadaksa sukar untuk mengadakan penyesuaian sosial yang baik.

“Kaitan antara bahasa, komunikasi dan kebudayaan diperkuat oleh pandangan etnografi yang menyebutkan bahwa bahasa menjadi unsur pertama sebuah kebudayaan, karena bahasa akan menentukan bagaimana masyarakat penggunanya mengkategorikan pengalamannya. Bahasa akan menentukan konsep dan makna yang dipahami oleh masyarakat, yang pada gilirannya akan memberikan pengertian mengenai pandangan hidup yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Dengan kata lain makna budaya yang mendasari kehidupan masyarakat, terbentul dari hubungan antara simbol-simbol/bahasa.” (Kuswarno, 2008:9)

Secara spesifik, etnografi komunikasi akan menghasilkan mengenai berbagai cara, bagaimana fenomena sosiokultural dalam masyarakat itu berhubungan dengan pola-pola komunikasi atau cara-cara berbicara. Adapun fokus kajian dari etnografi komunikasi adalah perilaku-perilaku komunikasi suatu masyarakat, yang pada kenyataanya banyak dipengaruhi oleh aspek-aspek sosiokultural seperti kaidah- kaidah interaksi.

“Etnografi komunikasi memandang komunikasi sebagai proses yang sirkuler dan dipengaruhi oleh sosiokultular lingkungan tempat komunikasi tersebut berlangsung, sehingga proses komunikasi dalam etnografi komunikasi melibatkan aspek-aspek sosial dan kultural dari partisipan

komunikasinya” (Kuswarno, 2008:41).

(25)

Hymes dalam Engkus Kuswarno, mengatakan bahwa aktivitas komunikasi yakni:

“Aktivitas yang khas atau kompleks, yang didalamnya terdapat peristiwa-peristiwa khas komunikasi yang melibatkan tindak-tindak komunikasi tertentu dan dalam konteks komunikasi yang tertentu pula, sehingga proses komunikasi dalam etnografi komunikasi, adalah peristiwa-peristiwa yang khas dan berulang.” (Kuswarno, 2008:42)

Adapun yang di katakan oleh Hymes pada aktivitas komunikasi memiliki unit-unit diskrit yakni situasi komunikatif, peristiwa komunikatif dan tindakan komunikatif. Situasi komunikasi merupakan konteks terjadinya komunikasi. Situasi yang sama bisa mempertahankan konfigurasi umum yang konsisten pada aktivitas yang sama di dalam komunikasi yang terjadi, meskipun terdapat diversitas dalam interaksi yang terjadi disana. unit dasar untuk tujuan deskriptif. Peristiwa komunikatif merupakan unit dasar untuk tujuan deskriptif. Sebuah peristiwa tertentu didefinisikan sebagai seluruh perangkat komponen yang utuh. Kerangka yang dimaksud Dell Hymes menyebutnya sebagai nemonic. Model yang diakronimkan dalam kata SPEAKING, yang terdiri dari: setting/scence, partisipants, ends, act sequence, keys, instrumentalities, norms of interaction, genre. Tindakan komunikatif yakni fungsi interaksi tunggal, seperti peryataan, permohonan, perintah, ataupun perilaku non verbal.

(26)

(Studi Etnografi Komunikasi tentang Aktivitas Komunikasi Siswa Tunadaksa di SLB-ABC&Autis Yayasan Pendidikan Latihan Anak Berkelainan (YPLAB) Lembang dalam Berinteraksi di Lingkungan Sekolahnya).

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian terkait latar belakang masalah di atas, maka penulis merumuskan pokok masalah yang akan diteliti sebagai berikut yang terbagi ke dalam rumusan masalah makro (umum) serta rumusan masalah mikro (khusus).

1.2.1Rumusan Masalah Makro

Adapun rumusan masalah makro terkait masalah yang akan diteliti oleh peneliti yaitu:

Bagaimana Aktivitas Komunikasi Siswa Tunadaksa di SLB-ABC & Autis Yayasan Pendidikan Latihan Anak Berkelainan (YPLAB) Lembang dalam Berinteraksi di Lingkungan Sekolahnya?

1.2.2 Rumusan Masalah Mikro

Adapun rumusan masalah mikro terkait masalah yang akan diteliti oleh peneliti yaitu:

1.

Bagaimana Situasi Komunikasi Siswa Tunadaksa di SLB-ABC &

(27)

2.

Bagaimana Peristiwa Komunikasi Siswa Tunadaksa di SLB-ABC &

Autis Yayasan Pendidikan Latihan Anak Berkelainan (YPLAB) Lembang dalam Berinteraksi di Lingkungan Sekolahnya?

3.

Bagaimana Tindakan Komunikasi Siswa Tunadaksa di SLB-ABC &

Autis Yayasan Pendidikan Latihan Anak Berkelainan (YPLAB) Lembang dalam Berinteraksi di Lingkungan Sekolahnya?

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1Maksud Penelitian

Adapun maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui, menguraikan, serta menganalisa Aktivitas Komunikasi Siswa Tunadaksa di SLB-ABC & Autis Yayasan Pendidikan Latihan Anak Berkelainan (YPLAB) Lembang dalam Berinteraksi di Lingkungan Sekolahnya.

1.3.2Tujuan Penelitian

Untuk membuat penelitian ini lebih terarah maka perlu dirumuskan tujuan agar hasil yang dicapai dapat lebih optimal. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.

Untuk mengetahui Situasi Komunikasi Siswa Tunadaksa di

(28)

2.

Untuk mengetahui Peristiwa Komunikasi Siswa Tunadaksa di

SLB-ABC & Autis Yayasan Pendidikan Latihan Anak Berkelainan (YPLAB) Lembang dalam Berinteraksi di Lingkungan Sekolahnya.

3.

Untuk mengetahui Tindakan Komunikasi Siswa Tunadaksa di

SLB-ABC & Autis Yayasan Pendidikan Latihan Anak Berkelainan (YPLAB) Lembang dalam Berinteraksi di Lingkungan Sekolahnya.

1.4Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Kegunaan penelitian ini secara teoritis umumnya diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi perkembangan Ilmu Komunikasi, khususnya yang berkaitan tentang pengajian Aktivitas Komunikasi.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Adapun kegunaan penelitian ini tidak hanya pada aspek teoritis saja tetapi juga pada kegunaan praktisnya yang diharapkan dapat membantu memecahkan masalah pada objek yang diteliti, yaitu:

1. Bagi Peneliti

(29)

proses belajar untuk dapat menerapkan pengetahuan yang diterima selama perkuliahan dan mempertajam daya nalar.

2. Bagi Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih informasi serta dijadikan literatur tentang kajian Aktivitas Komunikasi Siswa Tunadaksa di SLB-ABC & Autis Yayasan Pendidikan Latihan Anak Berkelainan (YPLAB) Lembang dalam Berinteraksi di Lingkungan Sekolahnya yang diteliti bagi universitas, program studi, dan mahasiswa-mahasiswa Ilmu Komunikasi baik yang sedang ataupun akan meneliti kajian yang sama.

3. Bagi Lembaga SLB-ABC & Autis Yayasan Pendidikan Latihan Anak Berkelainan (YPLAB) Lembang

(30)

15 2.1 Tinjauan Pustaka

Adapun tinjauan pustaka yang peneliti lakukan untuk melengkapi penelitian ini dilakukan dengan berbagai aspek tinjauan. Ini dilakukan guna menambahkan ilmu dan melengkapi penelitian yang berkaitan dengan Aktivitas Komunikasi Siswa Tunadaksa (Studi Etnografi Komunikasi tentang Aktivitas Komunikasi Siswa Tunadaksa di SLB-ABC & Autis Yayasan Pendidikan Latihan Anak Berkelainan (YPLAB) Lembang dalam Berinteraksi di Lingkungan Sekolahnya).

2.1.1 Tinjauan Tentang Penelitian Terdahulu Yang Sejenis

Dalam kajian pustaka, peneliti mengawali dengan menelaah penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan serta relevansi dengan penelitian yang dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat kajian pustaka berupa penelitian yang ada. Studi penelitian terdahulu sangat penting sebagai bahan acuan yang membantu peneliti dalam merumuskan asiansi dasar, untuk mengembangkan “Aktivitas Komunikasi Siswa Tunadaksa (Studi Etnografi

(31)

Tabel 2.1 1. Universitas Universitas

Komputer Indonesia 2. Judul Penelitian “Aktivitas

(32)

Kemampuan Berinteraksi

Dengan Lingkungan di Yayasan Cinta Autisma Bandung)” 3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian

ini adalah untuk

(33)

Teknik pengumpulan

5. Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan adanya

Hasil penelitian menunjukkan

Hasil penelitian

(34)

aktivitas rutin dan

(35)
(36)

tersebut dapat

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi 2.1.2.1 Definisi Ilmu Komunikasi

(37)

Sedangkan menurut Gerald A Miller yang dikutip oleh Onong Uchjana Effendy menjelaskan bahwa:

“In the main, communication has as its central interest those behavioral situations in which a source transmits a message to a receiver (s) with conscious intent to affect the latte’s behavior” (Pada pokoknya, komunikasi mengandung situasi keperilakuan sebagai minat sentral, dimana seseorang sebagai sumber menyampaikan suatu kesan kepada seseorang atau sejumlah penerima yang secara sadar bertujuan mempengaruhi perilakunya) (Effendy, 2006: 49)

Berdasarkan dari definisi di atas, dapat dijabarkan bahwa komunikasi adalah proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang (biasanya lambang bahasa) kepada orang lain (komunikan) bukan hanya sekedar memberi tahu, tetapi juga mempengaruhi seseorang atau sejumlah orang tersebut untuk melakukan tindakan tertentu (mengubah perilaku orang lain).

2.1.2.2Proses Komunikasi

Berangkat dari paradigma Lasswell dalam Onong Uchjana Effendy membedakan proses komunikasi menjadi dua tahap, yaitu:

(38)

pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan. 2. Prosesnya sebagai berikut, pertama-tama komunikator menyandi

(encode) pesan yang akan disampaikan kepada komunikan. Ini berarti komunikator memformulasikan pikiran dan atau perasaannya ke dalam lambang (bahasa) yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan. Kemudian giliran komunikan untuk menterjemahkan (decode) pesan dari komunikator. Ini berarti ia menafsirkan lambing yang mengandung pikiran dan atau perasaan komunikator tadi dalam konteks pengertian. Yang penting dalam proses penyandian (coding) adalah komunikator dapat menyandi dan komunikan dapat menerjemahkan sandi tersebut (terdapat kesamaan makna).

(39)

2.1.2.3Unsur-Unsur Komunikasi

Komunikasi adalah salah satu faktor yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan setiap manusia, karena tanpa komunikasi kita tidak dapat bertindak ke manapun dengan siapapun. Penegasan dan pengertian tentang unsur-unsur dalam proses komunikasi diatas adalah sebagai berikut:

a. Sender: Komunikator yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang.

b. Encoding: Penyandian, yakni proses pengalihan pikiran kedalam bentuk lambang.

c. Message: Pesan yang merupakan seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh komunikator.

d. Media: Saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada komunikan.

e. Decoding: Pengawasandian, yaitu proses dimana komunikan menetapkan makna pada lambang yang disampaikan oleh komunikator kepadanya

f. Receiver: Komunikan yang menerima pesan dari komunikator. g. Response: Tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikan

setelah diterpa pesan.

h. Feedback: Umpan Balik, yakni tanggapan komunikan apabila tersampaikan atau disampaikan kepada komunikator.

(40)

komunikasi sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda dengan pesan yang disampaikan oleh komunikator kepadanya. (Mulyana, 2007)

Model komunikasi diatas menjelaskan bahwa faktor-faktor kunci dalam mewujudkan komunikasi yang efektif. Komunikator harus mengetahui khalayak yang dapat dijadikan sebagai sasaran dan tanggapan apa yang diinginkannya.

2.1.2.4 Fungsi Komunikasi

Menurut Onong Uchjana Effendy (2006:31) menyimpulkan bahwa fungsi-fungsi komunikasi dan komunikasi massa dapat disederhanakan menjadi empat fungsi, yaitu:

1. Menginformasikan (to infrom)

Adalah memberikan informasi kepada masyarakat, memberitahukan kepada masyarakat mengenai peristiwa yang terjadi, ide atau pikiran dan tingkah laku orang lain, serta segala sesuatu yang disampaikan orang lain.

2. Mendidik (to educate)

(41)

3. Menghibur (to entertain)

Adalah komunikasi selain berguna untuk menyampaikan komunikasi, pendidikan dan mempengaruhi juga berfungsi untuk menyampaikan hiburan atau menghibur orang lain.

4. Mempengaruhi (to influence)

Adalah fungsi mempenngaruhi setiap indivindu yang berkomuniakasi tentunya berusaha saling mempengaruhi jalan pikiran komunikan dan lebih jauhnya lagi berusaha merubah sikap dan tingkah laku komunikan sesuai dengan yang diharapakan. (Effendy, 2006:36)

Dilihat dari fungsi komunikasi dan keberadaannya di masyarakat, komunikasi tidak dapat dihindari oleh seorang individu karena komunikasi merupakan suatu alat yang harus digunakan untuk dapat digunakan untuk dapat menjalin hubungan dengan orang lain.

2.1.2.5Bentuk Komunikasi

Di dalam bukunya Dimensi-dimensi komunikasi, Onong Uchjana Effendy menyatakan bahwa dalam pelaksanaanya, komunikasi dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk, yaitu :

(42)

telepon. Ciri khas komunikasi antar pribadi ini sifatnya dua arah timbale balik (two way communication).

b. Komunikasi kelompok (group communication) adalah komunikasi antar seseorang (komunikator) dengan sejumlah orang (komunikan) yang berkumpul bersama-sama dalam bentuk kelompok.

c. Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa modern yang meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas seperti siaran radio dan televisi yang ditujukan kepada umum. (Effendy, 2006: 48)

Ketiga macam komunikasi tersebut dapat digunakan dalam suatu kegiatan komunikasi yang lebih dulu telah disesuaikan dengan tujuan komunikasi yang akan dilakukan. Dalam hal ini menyangkut materi yang akan di sampaikan, media yang akan di gunakan dan kondisi khalayak yang dihadapi.

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Antar Pribadi 2.1.3.1 Definisi Komunikasi Antar Pribadi

Untuk memahami definisi komunikasi antar pribadi ada tiga perspektif yaitu:

(43)

2. Perspektif pengembangan, yaitu melihat komunikasi antar pribadi dari proses pengembangannya;

3. Perspektif relasional, yaitu melihat komunikasi antar pribadi dari hubungannya.

Joseph A. Devito dalam bukunya “The Interpersonal Communication Book” menefinisikan komunikasi antar pribadi sebagai

proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika.

Berdasarkan definisi itu, komunikasi antar pribadi dapat berlangsung antara dua orang yang memang sedang berdua-duaan atau antara dua orang dalam suatu pertemuan.

Pentinganya situasi komunikasi antar pribadi ialah karena prosesnya memungkinkan berlangsung secara dialogis, dimana selalu lebih baik dari pada secara monologis. Monolog menunjukan suatu bentuk komunikasi dimana seseorang berbicara, yang lain mendengarkan, jadi tidak terdapat interaksi.

(44)

2.1.3.2 Tujuan Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi dapat dipergunakan untuk berbagai tujuan dan akan dibahas enam tujuan komunikasi antar pribadi yang di anggap penting. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam tujuan komunikasi antar pribadi yaitu komunikasi ini memberikan kesempatan bagi kita untuk memperbincangkan diri kita sendiri.

Mengenal Diri Sendiri dan Orang Lain

Nasehat seorang filsuf terkenal Socrates yaitu: Cogito ergosum yang memiliki arti kurang lebih “kenalilah dirimu”. Salah satu

cara untuk mengenali diri kita sendiri adalah melalui komunikasi antar pribadi. Komunikasi ini memberikan kesempatan bagi kita untuk memperbincangkan diri kita sendiri. Melalui komunikasi antar pribadi kita juga belajar tentang bagaimana dan sejauhmana kita harus membuka diri pada orang lain. Selain itu, komunikasi antar pribadi juga akan membuat kita mengetahui nilai, sikap dan perilaku orang lain.

Mengetahui Dunia Luar

(45)

seiring dibicarakan dan diinternalisasi melalui komunikasi antar pribadi.

Menciptakan dan Memelihara Hubungan Menjadi Bermakna Manusia diciptakan sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari, orang ingin menciptakan dan memelihara hubungan dekat dengan orang lain. Kita juga tidak ingin hidup sendiri terisolasi dari masyarakat dan kita ingin merasakan dicintai dan disukai serta menyayangi dan menyukai orang lain.

Mengubah Sikap dan Perilaku

Dalam komunikasi antar pribadi sering kita berupaya mengubah sikap dan perilaku orang lain. Singkatnya kita banyak mempergunakan waktu untuk mempersuasi orang lain melalui komunikasi antar pribadi.

Bermain dan Mencari Hiburan

Bermain mencakup semua kegiatan untuk memperoleh kesenangan. Seringkali tujuan ini dianggap tidak penting, tetapi sebenarnya komunikasi yang demikian perlu dilakukan, karena bisa memberi suasana yang lepas.

Membantu

(46)

tersebut sebagian besar dilakukan melalui komunikasi antar pribadi.

Tujuan-tujuan komunikasi antar pribadi yang diuraikan di atas dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu:

 Tujuan-tujuan ini dapat dilihat sebagai faktor-faktor motivasi atau sebagai alasan-alasan mengapa kita terlibat dalam komunikasi antar pribadi. Dengan demikian, kita dapat mengatakan bahwa kita membantu orang lain untuk mengubah sikap dan peilaku seseorang.

 Tujuan-tujuan ini dapat dipandang sebagai hasil efek umum dari komunikasi antar pribadi. Dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa sebagai suatu hasil dari komunikasi antar pribadi, kita dapat menganal diri kita sendiri, membuat hubungan lebih baik bermakna dan memperoleh pengetahuan tentang dunia luar.

2.1.3.3 Faktor-Faktor Pembentuk Komunikasi Antarpribadi

(47)

mengemukakan faktor-faktor yang mendorong manusia ingin berkomunikasi diantaranya adalah

a. Perbedaan pribadi b. Pemenuhan kekurangan c. Perbedaan motivasi manusia d. Pemenuhan akan harga diri

e. Kebutuhan atas pengakuan orang lain

Cassagrande (1986) juga berpendapat, manusia berkomunikasi karena:

a. Memerlukan orang lain untuk saling mengisi kekurangan dan membagi kebahagiaan.

b. Dia ingin terlibat dalam proses perubahan

c. Dia ingin berinteraksi hari ini dan memahami pengalaman masa lalu, dan mengantisipasi masa depan.

(48)

bahkan tidak dimiliki oleh manusia. Setiap manusia mempunyai motif yang mendorong dia untuk berusaha memenuhi kebutuhannya.

2.1.3.4 Jenis-Jenis Komunikasi Antarpribadi

Seperti bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antarpribadi punmempunyai jenis-jenis yang berbeda dengan bentuk komunikasi yang lain. Menurut Onong Uchjana Effendy (2006:62) mengungkapkan bahwa secara teoritis komunikasi antarpribadi diklasifikasikan menjadi dua jenis menurut sifatnya, yakni :

1. Komunikasi Diadik (Dyadic Communication)

Komunikasi diadik adalah komunikasi antarpribadi yang berlangsung antar dua orang yakni yang seorang adalah komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang lagi yang menerima pesan. Oleh karena perilaku komunikasinya dua orang, maka dialog yang terjadi berlangsung secara intens, komunikator memusatkan perhatiannya hanya pada diri komunikan seorang itu. 2. Komunikasi Triadik (Triadic Communication)

(49)

juga umpan balik yang berlangsung, merupakan kedua faktor yang sangat berpengaruh terhadap efektif tidaknya proses komunikasi. Demikianlah kelebihan, keuntungan, dan kekuatan komunikasi antarpribadi dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya.

Untuk mengetahui dan memahami komunikasi antarpribadi secara khusus kita dapat melihat beberapa ciri komunikasi antarpribadi berdasarkan pendapat dari beberapa ahli mengenai pengertian komunikasi antarpribadi. Maka dapat dirumuskan ciri-ciri komunikasi antarpribadi menurut Liliweri (1997 : 13), yakni :

1. Spontanitas, terjadi sambil lalu dengan media utama adalah tatap muka.

2. Terjadi secara kebetulan diantara peserta yang identitasnya kurang jelas.

3. Mengakibatkan dampak yang disengaja dan tidak disengaja. 4. Kerapkali berbalas-balasan

5. Mempersyaratkan hubungan paling sedikit dua orang dengan hubungan yang bebas dan bervariasi, ada keterpengaruhan.

6. Harus membuahkan hasil

(50)

2.1.3.5 Fungsi-Fungsi Komunikasi Antarpribadi

Setiap bentuk komunikasi memilik fungsinya masing-masing untuk dijalankan oleh orang yang melakukan kegiatan komuniaksi. Adapun fungsi komunikasi antarpribadi menurut Allo Liliweri (1994:27) bahwa fungsi-fungsi komunikasi antarpribadi terdiri atas:

a. Fungsi Sosial

Komunikasi antarpribadi secara otomatis mempunyai fungsi sosial karena proses komunikasi beroperasi dalam konteks sosial yang orangorangnya berinteraksi satu sama lain. Dalam keadaan demikian, maka fungsi sosial komunikasi antarpribadi mengandung aspek-aspek:

1. Manusia berkomunikasi untuk mempertemukan biologis dan psikologis.

2. Manusia berkomunikasi untuk memenuhi kewajiban sosial. 3. Manusia berkomunikasi untuk mengembangkan hubungan

timbal balik.

4. Manusia berkomunikasi untuk meningkatkan dan merawat mutu diri manusia.

5. Manusia berkomunikasi untuk menangani konflik. b. Fungsi Pengambilan Keputusan

(51)

1. Manusia berkomunkasi untuk membagi informasi. 2. Manusia berkomunikasi untuk mempengaruhi orang lain. Pada dasarnya orang melaksankan kegiatan komunikasi baik berkomuniaksi antarpribadi, komunikasi kelompok, maupun komunikasi massa yang dilakukan oleh manusia mempunyai tujuan utama ialah: mempengaruhi. Yaitu mempengaruhi untuk memaksa orang lain, mengubah sikap, dan mengambil suatu tindakan tertentu yang sesuai dengan harapan dan keinginan komunikator.

2.1.4 Tinjauan Tentang Komunikasi Verbal dan Non Verbal 2.1.4.1 Definisi Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah salah satu bentuk komunikasi yang ada dalam kehidupan manusia dalam hubungan atau interaksi sosialnya. Pengertian Komunikasi Verbal (verbal communication) adalah bentuk komunikasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan dengan lisan atau dengan tertulis. Peranannya sangat besar karena sebagian besar dengan komunikasi verbal ide-ide, pemikiran atau keputusan lebih mudah disampaikan secara verbal dibandingkan non verbal.

2.1.4.1.1 Pesan dan Bahasa dalam Komunikasi Verbal

(52)

berstruktur sehingga menjadi kumpulan kalimat yang mengandung arti. Bahasa ini memiliki tiga fungsi pokok, yaitu :

1. Untuk mempelajari tentang segala hal yang ada di sekeliling kita. 2. Untuk membina hubungan yang baik dalam hubungan manusia

sebagai makhluk sosial antara satu individu dengan individu lainnya.

3. Untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam perjalanan kehidupan manusia.

Bahasa dapat dipelajari dengan beberapa cara. Hal ini dijelaskan dalam beberapa teori, seperti teori Operant Conditioning, teori kognitif, dan yang terakhir adalah mediating theory.

a. Menurut teori operant conditing bahasa dipelajari dengan adanya stimulus dari luar yang menyebabkan seseorang pada akhirnya berbicara dengan bahasa yang dimengerti oleh orang yang memberinya stimulan.

b. Dalam teori kognitif bahasa merupakan pembawaan manusia sejak lahir yang merupakan pembawaan biologis. Di sini ditekankan bahwa manusia yang lahir ke dunia berpotensi untuk bisa berbahasa.

(53)

dari adanya stimulus dari luar, tapi juga dipengaruhi proses internal yang terjadi dalam diri manusia itu sendiri.

Tanpa bahasa manusia tidak bisa berfikir, bahasalah yang mempengaruhi persepsi serta pola-pola pikir yang ada pada seseorang.

2.1.4.1.2 Pentingnya Komunikasi Verbal

Dengan komunikasi verbal, pesan dapat diterima dengan baik oleh komunikan. Komunikan pun dapat memberikan feedback dengan komunikasi verbal pula. Sehingga dapat dipastikan bahwa dengan penggunaan komunikasi verbal ini, kesalahan persepsi komunikasi atau miss communication dapat diminimalisir. Oleh karena itu, kemampuan dalam berbahasa merupakan bagian yang sangat penting untuk seorang komunikator. Semakin banyak bahawa yang dikuasai maka semakin besar pula potensi untuk menjadi seorang komunikator dan komunikan yang baik untuk mencapai komunikasi efektif yang dibutuhkan dalam kehidupan kita dalam segala bidang.

2.1.4.2 Definisi Komunikasi Non Verbal

Seperti halnya komunikasi secara umum, komunikasi non verbal juga memiliki banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli.

Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter dalam (Mulyana, 2007:343) menuturkan bahwa :

(54)

individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima”.

Sementara itu Edward T. Hall “Menamai bahasa nonverbal ini

sebagai “bahasa diam” (silent language) dan “dimensi tersembunyi”

(hidden dimension). Disebut diam dan tersembunyi, karena pesan-pesan nonverbal tertanam dalam konteks komunikasi. Selain isyarat situasional dan relasional dalam transaksi komunikasi, pesan nonverbal memberi kita isyarat-isyarat kontekstual. Bersama isyarat verbal dan isyarat kontekstual, pesan nonverbal membantu kita menafsirkan seluruh makna pengalaman komunikasi.”(Mulyana, 2007:344)

Serupa juga dengan apa yang diungkapkan T. Hall mengenai silent language terkait komunikasi non verbal, Albert Mehrebian (1981) didalam bukunya “Silent Messages: Implicit Communication of

Emotions and Attitudes” menegaskan hasil penelitiannya bahwa makna

setiap pesan komunikasi dihasilkan dari fungsi-fungsi : 7% peryataan verbal, 38% bentuk vokal, dan 55% ekspresi wajah. (Sendjaja, 2004:6.1)

Adapun Pendapat lain diutarakan oleh Frank E.X. Dance dan Calr E. Learson (1976) dalam bukunya “The Functions of Human

Communication: A Theoritical Approach” menawarkan satu definisi

tentang komunikasi nonverbal sebagai suatu stimulus yang pengertiannya tidak ditentukan oleh makna isi simboliknya. (Sendjaja, 2004:6.3-6.4).

(55)

“Komunikasi non verbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan dengan tidak menggunakan kata-kata, melainkan menggunakan bahasa isyarat seperti gerakan tubuh, sikap tubuh, vocal yang bukan berupa kata-kata, kontak mata, ekspresi muka, kedekatan jarak, sentuhan, dan sebagainya”. (Suranto, 2010:146)

Terlepas dari berbagai definisi komunikasi non verbal yang dikemukakan oleh para ahli, komunikasi non verbal acapkali dipergunakan untuk menggambarkan perasaan, emosi. Jika pesan yang anda terima melalui sistem verbal tidak menunjukkan kekuatan pesan maka anda dapat menerima tanda – tanda non verbal lainnya sebagai pendukung. Komunikasi non verbal acapkali disebut : komunikasi tanpa kata (karena tidak berkata-kata). (Liliweri, 1994:89).

2.1.4.2.1 Karakteristik dan Fungsi Komunikasi Non Verbal

Asente dan Gundykust (1989) dalam (Liliweri, 1994:97-100) mengemukakan bahwa pemaknaan pesan non verbal maupun fungsi non verbal memiliki perbedaan dalam cara dan isi kajiannya.

(56)

Pemaknaan terhadap perilaku non verbal dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu : immediacy, status dan responsiveness.

Adapun yang dimaksudkan dengan pendekatan immediacy merupakan cara mengevaluasi objek non verbal secara dikotomis terhadap karakteristik komunikator baik/buruk, positif/negatif, jauh dekat. Pendekatan yang didasarkan pada karya Mahrebian itu memandang seseorang maupun objek yang disukainya pada pilihan skala yang bergerak antara valensi positif hingga ke negatif.

Pendekatan status berusaha memahami makna non verbal sebagai ciri kekuasaan. Ciri ini dimiliki setiap orang yang dalam prakteknya selalu mengontrol apa saja yang ada di sekelilingnya. Pendekatan terakhir adalah pendekatan responsiveness yang menjelaskan makna perilaku non verbal sebagai cara orang bereaksi terhadap sesuatu, orang lain, peristiwa yang berada di sekelilingnya Responsiveness selalu berubah dengan indeks tertentu karena manusia pun mempunyai aktivitas tertentu.

(57)

pada pertanyaan: bagaimana budaya mempengaruhi pernyataan dan pemaknaan pesan non verbal.

Pendekatan berikut terhadap non verbal adalah pendekatan fungsional. Sama seperti pendekatan sistem maka dalam pendekatan fungsional aspek – aspek penting yang diperhatikan adalah informasi, keteraturan, pernyataan keintiman/keakraban, kontrol sosial dan sarana – sarana yang membantu tujuan komunikasi non verbal.

2.1.5 Tinjauan Tentang Aktivitas Komunikasi

Sebagai makhluk sosial kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari aktivitas komunikasi, karena komunikasi merupakan bagian yang penting dalam kehidupan sosial manusia atau masyarakat. Dalam pengertiannya Aktivitas komunikasi adalah aktivitas rutin serta otomatis dilakukan, sehingga kita tidak pernah mempelajarinya secara khusus, seperti bagaimana menulis ataupun membaca secara cepat dan efektif ataupun berbicara secara efektif .

Adapun pengertian Aktivitas Komunikasi menurut Hymes dalam buku Engkus Kuswarno adalah aktivitas yang khas atau kompleks, yang didalamnya terdapat peristiwa-peristiwa khas komunikasi yang melibatkan tindak-tindak komunikasi tertentu dan dalam konteks yang tertentu pula. (Kuswarno, 2008:42)

(58)

batasan-batasan yang bisa diketahui. Unit-unit analisis yang dikemukakan oleh Dell Hymes (1972), antara lain :

1. Situasi Komunikatif, merupakan konteks terjadinya komunikasi. Contohnya, gereja, pengadilan, pesta, lelang, kereta api, atau kelas disekolahnya. Situasi bisa tetap sama walaupun lokasinya berubah, seperti dalam kereta, bus, atau mobil, atau bisa berubah dalam lokasi yang sama apabila aktivitas-aktivitas yang berbeda berlangsung di tempat itu pada saat yang berbeda. Situasi yang sama bisa mempertahankan konfigurasi umum yang konsisten pada aktivitas yang sama di dalam komunikasi yang terjadi, meskipun terdapat diversitas dalam interaksi yang terjadi disana.

2. Peristiwa Komunikatif, merupakan unit dasar untuk tujuan deskriptif. Sebuah peristiwa tertentu didefinisikan sebagai keseluruhan perangkat komponen yang utuh, yang dimulai dengan tujuan umum komunikasi, topik umum yang sama, dan melibatkan partisipan yang sama, yang secara umum menggunakan varietas bahasa yang sama untuk interaksi, dalam seting yang sama. Sebuah peristiwa berakhir apabila terdapat perubahan dalam partisipan utama, misalnya perubahan posisi duduk atau suasana hening. (Kuswarno, 2008:41). Analisis peristiwa komunikatif dimulai dengan deskripsi komponen-komponen penting, yaitu :

(59)

b. Topik, atau fokus referensi.

c. Tujuan atau fungsi, peristiwa secara umum dan dalam bentuk tujuan interaksi partisipan secara individual.

d. Setting, termasuk lokasi, waktu, musim, dan aspek fisik situasi itu (misalnya, besarnya ruang, tata letak perabot).

e. Partisipan, termasuk usianya, jenis kelamin, etnik, status sosial, atau kategori lain yang relevan, dan hubungannya satu sama lain.

f. Bentuk Pesan, termasuk saluran vokal dan nonvokal, dan hakekat kode yang digunakan (misalnya, bahasa yang mana, dan varietas yang mana).

g. Isi pesan, mencakup apa yang dikomunikasikan, termasuk level konotatif dan refenesi denotatif atau

h. Urutan tindakakan, atau urutan tindak komunikatif atau tindak tutur, termasuk alih giliran atau fenomena percakapan.

i. Kaidah interaksi, atau properti apakah yang harus diobservasikan.

j. Norma-norma interpretasi, termasuk pengetahuan umum, kebiasaan kebudayaan, nilai yang dianut, tabu-tabu yang harus dihindari, dan sebagainya.

(60)

2.1.6 Tinjauan Tentang Interaksi 2.1.6.1 Tinjauan Tentang Interaksi

Interaksi sosial didahului oleh suatu kontak sosial, hal mana kemudian memungkinkan interaksi tadi karena adanya komunikasi. Proses komunikasi yang menentukan proses sosial, begitu pun sebaliknya, proses sosial pun menentukan proses komunikasi. Hal ini karena semua proses komunikasi dalam garis besarnya ditentukan oleh struktur norma-norma.

Maka jelaslah bahwa proses sosial selain menentukan cara komunikasi juga tergantung dari unsur komunikasi, yaitu terutama intensitas komunikasi, frekuensi interaksi dan pikiran-pikiran yang mendahului interaksi. Dalam hal menganalisa proses-proses interaksi di antara individu-individu dalam masyarakat, terdapat dua hal yang menjadi syarat-syarat terjadinya interaksi yang pertama adalah dengan adanya kontak sosial dan yang kedua adalah adanya komunikasi. Kata kontak berasal dari bahasa latin con atau cum yang artinya bersama-sama dan tango yang artinya menyentuh. Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu (Soekanto, 1990:64 65).

1. Antara orang perorangan

2. Antara orang perorangan dengan kelompok manusiaatau sebaliknya

(61)

Interaksi sosial sebagai proses pengaruh-mempengaruhi, menghasilkan hubungan tetap yang akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial. Dalam kegiatan interaksi sosial, maka interaksi menggunakan komunikasi. Dengan demikian, maka komunikasi adalah alat dari interaksi, alat dari proses sosial. Karenanya pula, maka unsur-unsur komunikasi menjadi faktor penentu dalam interaksi sosial, faktor ini adalah :

a. Penggunaan lambang

b. Pemberian arti ataupun interpretasi c. Nilai-nilai individu dan kelompok d. Tujuan penggunaan lambing

2.1.6.2 Faktor- faktor yang Menyebabkan Terjadinya Proses Interaksi

Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada berbagai faktor, antara lain, faktor imitasi, faktor sugesti, faktor identifikasi dan factor simpati. Faktor faktor tersebut dapat bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung. Adapun faktor-faktor tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Faktor Imitasi

(62)

Namun demikian imitasi mungkin pula mengakibatkan terjadinya hal-hal negatif yang menyimpang.Selain itu imitasi juga dapat melemahkan atau bahkan mematikan pengembangan daya kreasi seseorang.

2. Faktor Sugesti

Faktor ini berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau sesuatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain. Proses ini hampir sama dengan dengan imitasi akan tetapi titik tolaknya berbeda. Sugesti berlangsung apaabila pihak yang menerima dilanda oleh emosi, hal mana menghambat daya berpikirnya secara rasional.

3. Faktor Identifikasi

Faktor ini merupakan kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-keinginan dalam diri seseorang utnuk menjadi sama dengan pihak lain.

(63)

4. Faktor Simpati

Proses ini merupakan suatu proses di mana seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Dalam proses ini perasaan memegang peranan sangat penting. Namun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain yang dianggap kedudukannya lebih tinggi dan harus dihormati karena mempunyai kemampuan dan kelebihan tertentu yang patut dijadikan contoh. (Soekanto, 1990 : 62 - 64).

2.1.7 Tinjauan Tentang Sekolah Luar Biasa (SLB)

Negara Indonesia merupakan negara yang mewajibkan warga negaranya baik pendidikan formal ataupun non formal. Pendidikan dan pengajaran yang diwajibkan oleh negara ini tidak hanya ditujukan bagi warga negara yang normal. Tetapi, juga mereka yang memiliki kekurangan. Seperti yang dijelaskan dalam Undang – undang Dasar 1945 yaitu Pasal 31 ayat 1 yang mengatakan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapatkan

pendidika”. Bagi warga negara yang memiliki kekurangan atau penyandang

(64)

pembinaan lanjut. Ketentuan mengenai pendidikan dan pengajaran luar biasa juga diatur dalam Undang – undang Pokok Pendidikan No.12 Tahun 1954 yang menyatakan bahwa usaha rehabilitisi penyandang cacat dilandasi oleh landasan idiil, landasan konstitusional, dan juga landasan operasionil.

2.1.8 Tinjauan Tentang Tunadaksa 2.1.8.1 Definisi Tunadaksa

Tunadaksa berasal dari kata ”Tuna” yang berarti rugi, kurang, dan ”Daksa” tubuh. Penyandang cacat menurut Undang-undang No.4 tahun

1997 didefinisikan sebagai “setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayak orang yang normal”. Yang termasuk penyandang cacat dalam hal ini adalah

penyandang cacat fisik.

(65)

keadaan yang menghambat kegiatan individu sebagai akibat kerusakan atau gangguan pada tulang, otot, atau sendi sehingga mengurangi kapasitas normal individu untuk mengikuti pendidikan dan untuk berdiri sendiri. Kondisi ini dapat disebabkan karena pembawaan sejak lahir, penyakit atau kecelakaan.

Secara etimologis, gambaran seseorang yang diidentifikasikan mengalami ketunadaksaan, yaitu seseorang yang mengalami kesulitan mengoptimalkan fungsi anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk, dan akibatnya kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu mengalami penurunan.

“Secara definitif pengertian kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa) adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal, akibat luka, penyakit, atau pertumbuhan tidak sempurna (Suroyo, 1977). Sehingga untuk kepentingan pembelajarannya perlu layanan khusus. (Kneedler, 1984).

2.1.8.2 Klasifikasi Anak Tunadaksa

Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa, pada dasarnya kelainan anak tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu (1) kelainan pada sistem serebral (Cerebral System), dan (2) kelainan pada sistem otot dan rangka (Musculus Skeletal System)

1. Kelainan pada sistem serebral (cerebral system disorders)

(66)

Kerusakan pada sistem syaraf pusat mengakibatkan bentuk kelainan yang krusial karena otak dan sumsum tulang belakang merupakan pusat dari aktivitas hidup manusia. Di dalamnya terdapat pusat kesadaran, pusat ide, pusat kecerdasan, pusat motorik, pusat sensoris, dan lain sebagainya. Kelompok kerusakan bagian otak ini disebut Celebral Palsy (CP).

Celebral Palsy dapat diklasifikasikan menurut: a. Penggolongan menurut derajat kecacatan

Menurut derajat kecacatan, cerebral palsy dapat digolongkan atas: golongan ringan, golongan sedang, golongan berat.

 Golongan ringan adalah mereka yang dapat berjalan tanpa menggunakan alat berbicara tegas dan dapat menolong dirinya sendiri.

 Golongan sedang ialah mereka yang membutuhkan treatment atau latihan untuk bicara, berjalan dan mengurus dirinya sendiri.

 Golongan berat, Golongan ini selalu membutuhkan perawatan dalam ambulasi, bicara dan menolong diri sendiri.

b. Penggolongan menurut topografi

(67)

Monoplegia

Hanya satu anggota gerak yang lumpuh, misalnya kaki kiri. Sedangkan kaki kanan dan kedua tangannya normal.

Hemiplegia

Lumpuh anggota gerak atas dan bawah pada sisi yang sama, misalnya tangan kanan dan kaki kanan, atau tangan kiri dan kaki kiri.

Paraplegia

Lumpuh pada kedua tungkai kakinya.

Diplegia

Lumpuh kedua tangan kanan dan kiri atau kedua kaki kanan dan kiri (paraplegia)

Triplegia

Tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan, misalnya tangan dan kedua kakinya lumpuh, atau tangan kiri dan kedua kakinya lumpuh.

Quadriplegia

(68)

c. Penggolongan menurut fisiologi

Dilihat dari fisiologi, yaitu segi gerak, letak kelainan terdapat di otak dan fungsi geraknya (motorik), maka anak Celebral Palsy dibedakan atas:

Spastik

Tipe spastik ini ditandai dengan adanya gejala kekjangan atau kekakuan pada sebagian ataupun seluruh otot. Kekakuan itu timbul ketika akan bergerak sesuai kehendak. Dalam keadaan ketergantungan emosional, kekakuan atau kekejangan itu akan semakin bertambah, sebaliknya dalam keadaan tenang, gejala itu menjadi berkurang. Pada umumnya, anak CP jenis spastik ini memiliki tingkat kecerdasan yang tidak terlalu rendah. Di antara mereka ada yang normal bahkan ada yang di atas normal.

Athetoid

(69)

Ataxia

Ciri khas tipe ini adalah seperti kehilangan keseimbangan. Kekakuan hanya dapat terlihat dengan jelas saat berdiri atau berjalan. Gangguan utama pada tipe ini teretak pada sitem koordinasi dan pusat keseimbangan pada otak. Akibatnya, anak tipe ini mengalami gangguan dalam hal koordinasi ruang dan ukuran. Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari adalah pada saat makan mulut terkatup terlebih dahulu sebeum sendok berisi makanan sampai ujung mulut.

Tremor

Gejala yang tampak jelas pada tipe ini tremor adalah gerakan-gerakan kecil dan terus menerus berlangsung sehingga tampak seperti bentuk getaran-getaran. Gerakan itu dapat terjadi pada kepala, mata, tungkai, dan bibir.

Rigid

(70)

 Tipe campuran

Anak pada tipe ini menunjukkan dua ataupun lebih jenis gejala CP sehingga akibatnya lebih berat bila dibandingkan dengan anak yang hanya memiliki satu tipe CP.

2. Kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus scelatel system) Penggolongan anak tunadaksa ke dalam kelompok sistem otot dan rangka didasarkan pada letak penyebab kelainan anggota tubuh yang mengalami kelainan yaitu kaki, tangan, dan sendi, dan tulang belakang. Jenis-jenis kelainan sistem otak dan rangka antara lain meliputi:

a. Poliomylitis

Penderita polio ini mengalami kelumpuhan otot sehingga otot akan mengecil dan tenaganya melemah. Peradangan akibat virus polio ini menyerang sumsum tulang belakang pada anak usia dua tahun sampai enam tahun.

b. Muscle Dystrophy

(71)

secara pasti. Gejala anak menderita muscle dystrophy baru kelihatan setelah anak berusia tiga tahun, yaitu gerakan-gerakan yang lambat, di mana semakin hari keadaannya semakin mundur. Selain itu, jika berjalan sering terjatuh. Hal ini kemudian mengakibatkan anak tidak mampu berdiri dengan kedua kakinya dan harus duduk di atas kursi roda.

2.1.8.3 Dampak Ketunadaksaan

Tidak dapat dipungkiri bahwa fungsi motorik dalam kehidupan manusia sangat penting, terutama jika seseorang itu ingin mengadakan kontak dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam sekitarnya. Maka peranan motorik sebagai sarana yang dapat mengantarkan seseorang untuk melakukan aktifitas mempunyai posisi yang dapat mengantarkan seseorang untuk melakukan aktifitas mempunyai posisi yang sangat strategis, disamping kesertaan indra yang lain. Oleh karena itu, dengan terganggunya fungsi motorik sebagai akibat dari penyakit, kecelakaan atau bawaan sejak lahir, akan berpengaruh terhadap keharmonisan indra yang lain dan pada gilirannya akan berpengaruh pada fungsi bawaannya.

Gambar

Tabel 2.1
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Gambar 3.1 Logo SLB-ABC & Autis YPLAB Lembang
Gambar 3.2 Struktur Organisasi SLB-ABC & Autis YPLAB Lembang
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan untuk pembagian bilangan biner, dapat pula dilakukan dengan cara yang sama seperti pembagian pada sistem bilangan desimal.. Unsur-unsur dalam pembagian biner antara

Spreadsheet modelling can help the student understand feedback situations without having to learn differential equations, and therefore the student can learn certain areas of

Pengadaan Barang dan Jasa Sekretariat Daerah Kabupaten Muara Enim Tahun 2017 berdasarkan SK Nomor 107/KPTS/V/2017 tanggal 17 Januari 2017 melakukan pembukaan penawaran

Dalam hal ketahanan infrastruktur pendidikan, ketersediaan dan kualitas pendidik atau guru, serta jumlah murid di Indonesia, beberapa tahun terakhir masih saja mengandung masalah

Pengaruh Supervisi Akademik Kepala Sekolah Dan Iklim Sekolah Terhadap Produktifitas Kerja Guru PAI di MTs Se KKM 1 Ciparay Kabupaten Bandung.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Pshysochemical Properties and Starch Granular Characteristics of Flour From Various Manihot Esculanta (Cassava) Genotypes.. The

Gambar Hasil Pemeriksaan Mikrobiologi Penetapan Batas Mikroba Pada Pati yang diisolasi dari umbi ubi kayu (Manihot utillisima Pohl.). Gambar Hasil Pemeriksaan

Pengaruh Supervisi Akademik Kepala Sekolah Dan Iklim Sekolah Terhadap Produktifitas Kerja Guru PAI di MTs Se KKM 1 Ciparay Kabupaten Bandung.. Universitas Pendidikan Indonesia