DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Peradilan Adat Di Aceh sebagai Kerukunan Masyarakat , Majelis Adat Aceh 2009
Biro Pemerintahan Sektariat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.2004.
Petunjuk Tekni Penyelenggaraan Pemerintahan Mukim Dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Iqbal Hasan,. M. 2002. Pokok-pokok materi Teori Pengambian Keputusan.Jakarta : Ghalia Indonesia
Huda, Ni’matul .2007 Hukum Tata Negara Indonesia..Jakarta:Raja Grafindo Persada
Sri Mulyono. 1996. Teori Pengambilan Keputusan. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung : Graha ilmu
Sarundajang.2002. Arus Balik Kekuasaan Pusat Ke Daerah. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan.
Singarimbun M. Metode Penelitian Survei. Jakarta PT Rineka Cipta 1989
Sugiyono, 2004, Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan, Jakarta : Pranada Media
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi.1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta LP3ES
Wasistiono, Sadu, 2006 . Prospek Pengembangan Desa. Bandung : CV Fokus Media
Widjaja, H.AW.2003. Pemerintahan Desa dan Administrasi Desa Menurut
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 (sebuah Tinjauan). Jakarta:Raja Grafindo
Persada
Zuriah, 2006, Metode Penelitian Sosial dan Pendidika. Jakarta : PT. Bumi Aksara
Undang-Undang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 44 Tahun1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh
Qanun Provinsi Aceh Nomor 4 tahun 2003 tentang Pemerintahan Mukim Dalam Provinsi Aceh
Qanun Kabupaten Gayo Lues Nomor 12 tahun 2012 tentang Pemerintah Mukim
Qanun Provinsi Aceh Nomor 5 tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong Dalam Aceh
Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat
Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat
Internet
BAB III
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Untuk mengetahui lebih jauh mengenai daerah penelitian, penulis kemudian
memberikan gambaran umum daerah penelitian, dimana sangat memberikan andil
dalam pelaksanaan penelitian terutama pada saat pengambilan data, dalam hal ini
untuk menentukan teknik pengambilan data yang digunakan terhadap suatu masalah
yang diteliti. Di sisi lain pentingnya mengetahui daerah penelitian, agar dalam
pengambilan data dapat memudahkan pelaksanaan penelitian dengan mengetahui
situasi baik dari segi kondisi wilayah, jarak tempuh dan karakteristik masyarakat
sebagai objek penelitian.
B. Keadaan Umum
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang keadaan Mukim Suluh Jaya, maka
berikut ini penulis akan memberikan gambaran secara singkat mengenai beberapa
aspek penting untuk diketahui yaitu keadaan geografis, keadaan demografis dan
keadaan pemerintahan Mukim Suluh Jaya.
1. Keadaan Geografis
a. Letak Wilayah
Mukim Suluh Jaya menurut data Statistik Rikit Gaib dalam Angka
tahun 2014 dengan batas-batas sebagai berikut :
- Sebelah Utara : Kab.Aceh Timur
- Sebelah Selatan : Kec.Blangkejeren, Kec. Kuta Panjang, Kec.
Blangjerangao
- Sebelah Timur : Kec. Pantan Cuaca
- Sebelah Barat : Kec. Dabun Gelang
b. Luas Wilayah
Di dalam Kecamatan Rikit Gaib terbagi dua Mukim dengan keseluruhan
luasnya 27341 Ha, dengan Sumber Daya Alam yang didapat dari pertanian,
peternakan, dan perikanan.
c. Orbitasi
Orbitasi/ jarak dari pusat-pusat pemerintahan :
- Lama jarak tempuh ke Pusat Pemerintah Kabupaten dengan
kendaraan bermotor ± 0.5 jam
2. - Jarak ke Pusat Pemerintahan Kabupaten: ± 12 Km
- Lama jarak tempuh ke Pusat Pemerintah kabupaten dengan
kendaraan bermotor ± 0.30 jam
3. - Jarak ke pusat pemerintahan Provinsi ± 400 km
- Lama jarak tempuh ke pusat pemerintah Provinsi dengan
kenderaan bermotor ± 10 jam
d. Karakteristik Mukim Suluh Jaya
Mukim Suluh Jaya merupakan dengan karakteristik masyarakatnya
yang bersifat agraris dengan mata pencaharian sebagian besar penduduknya
adalah bercocok tanam terutama sektor pertanian dan perkebunan dengan
tanaman pangan dengan hasil utama padi, minyak sere dan getah pinus.
Sedangkan pencaharian lainnya diantaranya yaitu berdagang. Masyarakat
yang berdominan adalah bersuku Gayo.
C. Keadaan Demografi
Penduduk merupakan unsur terpenting bagi desa yang meliputi jumlah,
pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata pencaharian penduduk desa setempat
(Bintarto, 1983:13). Jumlah penduduk di Mukim Suluh Jaya berjumlah 2193 jiwa
mengawasi tujuh desa yang menjadi tugas untuk memantau desa yang menjadi
bagiannya dapat dilihat dalam tabel 3.1 sebagai berikut:
Tabel 3.1
Data Desa Mukim Suluh Jaya
Lingkungan Laki-laki (Jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah (jiwa) Jumlah (KK)
Desa Lukup Baru Desa Pinang Rugup Desa Penomon Jaya Desa Tungel Baru Desa Tungel Desa Rempelam Desa Cane Uken
103 167 154 156 220 112 149 105 168 156 145 287 121 150 208 335 310 301 507 233 299 46 89 80 83 120 62 75
Sumber Data: Kantor Kepala Desa Dalam Kecamatan Rikit Gaib
Penduduk Mukim Suluh Jaya mayoritas memeluk agama islam yaitu 100% (
2193 jiwa), semua menganut agama Islam. Berikut diperlihatkan jumlah sarana
ibadah sebagaimana pada tabel 3.2.
Tabel 3.2
Kepercayaan dan Sarana Ibadah Mukim Suluh Jaya
Agama & sarana keagamaan Jumlah (unit)
Masjid Musholla
4 8
Jumlah 12
Sumber Data: Kantor Kepala Desa di Kecamatan Rikit Gaib
Corak kehidupan masyarakat di Mukim Suluh Jaya didasarkan pada ikatan
kekeluargaan yang erat dan terun temurun dari kebiasaan adat istiadat yang ada dari
gotong royong yang kuat. Hal ini dapat dimengerti karena penduduk desa merupakan
“face to face group” dimana mereka saling mengenal betul seolah-olah mengenal diri
sendiri”. (Wasistiono,2006:11)
penganut agama yang ada di Mukim Suluh Jaya yaitu 100% masyarakat
menganut agama Islam. Sehingga basis agama Islam sangat kental di tengah
masyarakat. Karena kuatnya agama Islam dalam masyarakat maka acara adat pun
masih di kait-kaitkan dengan ajaran agama Islam, maka tidak mengherankan jika
setiap hari jumat maka masyarakat mengadakan wirid sekecamatan Rikit Gaib
dengan berpindah dari desa yang satu kedesa yang lain dan begitulah seterusnya.
Maka tidak heran bila hampir setiap desa memiliki Menasah (Mussolah) dan
masjid sebagai tempat untuk beribadah. Karena Aceh terkenal akan Serambi Mekkah
sehingga jarang terdapat adanya agama lain selain Islam untuk menetap di Mukim
Suluh Jaya .
Kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Mukim Suluh Jaya beraneka ragam,
dimana mata pencaharian penduduknya sebagian besar bekerja sebagai petani/buruh
tani, dan hanya sebagian kecil menekuni bidang swasta dan Pegawai Negeri Sipil.
Hal ini dikarenakan Mukim Suluh Jaya merupakan perdesaan yang bersifat agraris,
dengan mata pencaharian sebagian besar penduduknya adalah bercocok tanam
terutama sektor pertanian dan perkebunan dengan tanaman pangan hasil utama padi,
minyak sere dan getah pinus. Sedangkan pencaharian lainnya diantaranya yaitu
Tabel 3.3
Mata Pencaharian Utama Kepala Keluarga Di Mukim Suluh Jaya
Mata Pencaharian Jumlah (KK)
Petani/Pekebun PNS Pedagang
Lainnya
332 47 42 134
Total 555
Sumber Data: kantor kepala Desa dalam Kecamatan Rikit Gaib
Berikut sarana dan prasarana pendidikan yang ada di Mukim Suluh jaya pada
tabel 3.4
Tabel 3.4
Prasarana dan Sarana Pendidikan
Sarana Pendidikan Jumlah (unit)
Gedung SMA/Sederajat Gedung SMP/Sederajat Gedung SD/Sederajat
Gedung TK
1 1 5 1
Sumber Data: kantor sekolah di Kecamatan Rikit Gaib
D. Gambaran Umum Mukim Suluh Jaya
Visi Misi Kepala Mukim Suluh Jaya
a. Visi
Terwujudnya keberdayaan masyarakat Aceh dalam pemantapan
pelayanan penyelenggaraan Pemerintahan Mukim dan kampung.
- Pemantapan pelayanan penyelenggaraan Pemerintahan Mukim dan
kampung;
- Mengermbangkan kelembagaan dan partisipasi masyarakat dalam
membangun kampung;
- Pemantapan nilai-nilai sosial Budaya masyarakat dan pemberdayaan
Keluarga ;
- Meningkatkan pelayanan kerja dalam mukim dan jajarannya.
Berdasarkan Qanun Aceh Nomor 3 dan 4 tahun 2003 pasal 1 ayat 3 Mukim
adalah kesatuan masyarakat hukum dalam Provinsi Aceh yang terdiri atas gabungan
beberapa kampung (Desa) yang mempunyai batas wilayah tertentu dan harta
kekakyaan sendiri, berkedudukan langsung dibawah camat atau nama lain yang
dipimpin oleh Mukim atau nama lain.
Karena adanya situasi wilayah antara kampung dengan kampung yang lainnya
memiliki jarak yang berjauhan untuk dapat melaporkan masalah yang didapat maka
dengan adanya Kepala Mukim merupakan sebagai wadah penyampaian tiap kejadian
atau perkara yang di dapat dari tiap desa maka dengan begitu untuk memudahkan
kepala desa untuk dapat menyampaikan dari tiap keluhan dan kejadian yang ada,
karena jarak yang berjauhan maka mukim yang mengawasi dan membantu tugas dari
camat itu sendiri.
Pemerintahan Mukim dalam peraturan Perundang-Undangan (UU dan
Qanun/Perda), maka keberadaan Kepala Mukim mendapat pengakuan dan
pengukuhannya dalam hukum positif Indonesia. Dengan demikian, keberadaannya
tidak saja hanya diakui dalam tataran sosial budaya masyarakat Aceh, tetapi juga
telah diadopsi kedalam tataran juridis formal. Sehingga, keberlakuan dan penegakan
hukumnya telah mendapat dukungan kuat dari institusi resmi negara dan
pemerintahan.
Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum dalam Kabupaten Gayo Lues yang
terdiri atas gabungan beberapa kampung yang mempunyai batas wilayah tertentu dan
harta kekayaan sendiri, berkedudukan langsung di bawah camat yang dipimpin oleh
Kepala Mukim.
2. Struktur Pemerintahan Mukim
Organisasi Mukim merupakan lembaga yang yang terstruktur dalam
pemerintahannya, sehingga memudahkan dalam menjalan roda pemerintahan. Di
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Kepala Mukim
Sumber : Biro Pemerintah sekretariat Provinsi Aceh (2004:40)
Majlis
Musyawarah Majelis Adat Mukim
Imeum Mukim
Tuha Peuet Mukim
Seksi Keistimewaan Seksi
Pemerintahan Sektaris Mukim
Kaur Pemeberdayaan
Perempuan Imeum Chiek
Seksi Tata Usaha
Seksi Perekonomian
dan Pembangunan
KEPDES KEPDES
KEPDES KEPDES
KEPDES KEPDES
Kepala Mukim mempunyai kedudukkan wewenang dan fungsi dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan. Dalam melaksanakan tugasnya kepala
mukim mempunyai wewenang :
1. Mukim mempunyai kewenangan :
b. Melindungi adat dan adat istiadat, membina dan meningkatkan kualitas
pelaksanaan Syari’at Islam;
c. Mengkoordinasikan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan
dan pembinaan kemasyarakatan kampung;
d. Melaksanakan tugas yang dilimpahkan oleh Camat;
e. Di bidang pertanahan dapat menjadi saksi dalam proses perbuatan hukum
pemindahan/peralihan hak atas tanah dan hak milik satuan rumah susun yang
dilakukan oleh dan/atau dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang
berwenang, sepanjang memenuhi syarat menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
f. Terlibat dalam proses perencanaan dan pengembangan kawasan kampung
dalam wilayah kemukiman yang dilakukan oleh pemerintah atau pihak ke tiga;
g. Melaksanakan tugas pembantuan dari Pemerintah Aceh dan/atau Pemerintah
Kabupaten melalui Camat;
h. Wewenang yang dilimpahkan oleh camat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c meliputi pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan;
i. Tugas pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f disertai dengan
j. Mukim berhak menolak pelaksanaan tugas pembantuan yang tidak disertai
dengan pembiayaan, sarana/prasarana serta personalia yang melaksanakan.
2. Fungsi Mukim adalah:
a. Penyelenggaraan pemerintahan baik berdasarkan azas desentralisasi,
dekonsentrasi dan urusan tugas pembantuan serta segala urusan pemerintahan
lainnya;
b. Pelaksanaan pembangunan baik pembangunan ekonomi, pembangunan fisik
maupun pembangunan mental spritual;
c. Pembinaan kemasyarakatan di bidang pelaksanaan Syari’at Islam, pendidikan,
peradatan, sosial budaya, ketentraman dan ketertiban masyarakat;
d. Peningkatan percepatan pelayanan kepada masyarakat;
e. Penyelesaian dalam rangka memutuskan dan atau menetapkan hukum dalam hal
adanya persengketaan-persengketaan atau perkara-perkara adat dan hukum adat.
Selain itu Kepala Mukim mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan
penyelenggaraan pemerintahan Mukim kepada camat setiap bulan dengan
memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban, serta menginformasikan
laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat.
1. Sekretaris Mukim, mempunyai tugas :
a. Melakukan koordinasi terhadap kegiatan yang dilakukan oleh unsur teknis
b. Melaksanakan pembinaan dan pelayanan teknis administrasi pemerintah
mukim dan kemasyarakatan .
c. Melaksanakan urusan keuangan, perlengkapan, rumah tangga Mukim, surat
menyurat dan kearsipan .
d. Mengumpulkan, mengevaluasi dan merumuskan data dan program untuk
pembinaan dan pelayanan masyarakat .
e. Menyusun laporan Pemerintah Mukim dari tiap desa.
f. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Mukim.
Unsur teknis berada di bawah Kepala Mukim dan bertanggungjawab kepada
Kepala Mukim, unsur teknis terdiri dari :
1. Seksi Tata Usaha
a. Mengkoordinasi tugas-tugas yang di berkan oleh kepala mukim
b. Mengelola dan mempertanggung jawabkan pengeluaran rumah tangga
c. Mengelola surat-surat yang masuk dan keluar
d. Menginventarisasi semua perlengkapan yang ada
e. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Kepala Mukim.
2. Seksi Pemerintahan
Seksi Pemerintahan mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan
Pemerintahan umum di Mukim yang meliputi pembinaan Pemerintahan dan
Administrasi Mukim dan kampung, lembaga kampung, pertahanan,
mukim serta pembinaan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum
dilingkungan kecamatan.
3. Seksi Keistimewaan
Seksi keistimewaan Aceh mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan
pengkoordinasian pengembangan sarana dan prasarana peribadatan, Majelis
Permusyawaratan Ulama (MPU), Badan Amal Zakat Infak dan Sedekah
(BAZIS), Majelis Adat Aceh (MAA), Majelis Pendidikan Daerah (MPD) dan
pembinaan dan penyelenggaraan hari-hari besar Islam serta pembinaan
kebudayaan di Kecamatan
4. Seksi Pemegang Kas
Pemegang Kas mempunyai tugas:
a. Membantu Sekretaris Mukim dalam hal keuangan .
b. Mengadakan pembukuan keuanganMukim , menerima dan mengeluarkan kas
disertai dengan bukti – bukti / kwitansi yang disetujui oleh Kepala Mukim.
c. Melaporkan keadaan kas Mukim.
d. Melaksanakan tugas lain yang diberikan atasan atau Kepala Mukim.
5. Seksi Ekonomi dan Pembangunan.
Urusan Ekonomi dan Pembangunan, dalam melaksanakan tugasnya
mempunyai fungsi :
a. Melaksanakan koordinasi, pelayanan, penyuluhan dan pembinaan bidang
b. Menyusun dan membuat laporan bidang ekonomi pembangunan dan
melaporkan kepada Kepala Mukim .
BAB IV
PENYAJIAN DATA
Metode kualitatif adalah metode yang lazim digunakan dalam penelitian ilmu
sosial. Penelitian kualitatif menggunakan observasi terstruktur maupun tidak
terstruktur dan interaktif komunikatif sebagai alat pengumpulan data, terutama
wawancara mendalam dan peneliti menjadi instrumen utamanya.
Setelah dilakukan penelitian dan melakukan pengumpulan data maka telah
dikumpulkan sejumlah data, baik data primer yang diperoleh hasil wawancara dari
berbagai responden dan data sekunder yang diperoleh dari hasil observasi dan
dokumen milik Pemerintahan Mukim dan tinjauan sumber pustaka lainnya. Data
yang dikumpulkan tersebut merupakan data yang diperlukan untuk mengetahui
Peranan Imeum Mukim dalam Pengambilan Keputusan Sengketa Antar Masyarakat
di Mukim Suluh Jaya Kecamatan Rikit Gaib Kabupaten Gayo Lues.
A. Identitas Informan
a. Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah pihak-pihak yang
menduduki jabatan dalam Pemerintahan Kecamatan Rikit Gaib,
Pemerintahan Kepala Mukim, dan informan tambahan. Wawancara yang
dilakukan kepada orang yang paham mengenai judul peneliti yang terkait
akan diwawancarai. Dalam hal ini peneliti merumuskan identitas informan
kedalam empat bagian yang masing-masing adalah sebagai berikut:
1) Identitas informan berdasarkan jenis kelamin
Tabel : 4.1
Identitas Informan berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Frekuensi (orang)
Persentase (%)
1 Laki-laki 5 100
Jumlah 5 100
2) Identitas informan Berdasarkan Usia
Disini kita dapat melihat bagaimana variasi tingkat usia informan di Mukim
Suluh Jaya kecamatan Rikit Gaib Kabupaten Gayo Lues, dimana peneliti
mengelompokkannya kedalam dua bagian dengan rentang usia antara usia 31-40
tahun,usia 41-50 tahun, Untuk lebih jelasnya, dapat kita lihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.2
Identitas Informan Berdasarkan Usia
No Usia
(Tahun) Frekuensi (orang) Persentase (%) 1 2 31-40 41-50 2 3 40 60
Jumlah 5 100
Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa informan yang memiliki
rentang usia lebih dari 50 tahun yang termasuk kedalam golongan orang tua paling
seorang Kepala Mukim terhadap jabatan yang dimiliki dan dianggap lebih memiliki
banyak pengetahuan mengenai adat istiadat dan di tertuakan dapat menengahi dalam
setiap masalah yang ada terdapat di mukim baik dalam hal pemahaman maupun hal
yang lainnya.
3) Identitas Informan berdasarkan Jabatan
Dalam penelitian ini, peneliti mencoba melihat identitas informan melalui
jabatan informan dalam Pemerintahan Kecamatan, Kepala Mukim , Majelis Adat
Aceh. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.3
Identitas Informan berdasarkan Jabatan
N o.
Nama Jabatan
1. 2. 3. 4. 5. Drs.Bayumin Adam SE Justar Abdur Rahman
H. Zainal Abidin SE.MM
Camat Rikit Gaib Seketaris Camat Kepala Mukim Sekretaris Mukim Kasek MAA Gayo Lues
Sistem Pemerintahan Mukim selain memiliki hubungan dalam
penyelenggaraan pemerintahan dengan Pemerintah Kampung sesuai dengan tugas,
wewenang dan fungsinya, juga memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Kepala
Desa dan masyarakat. Sebagai suatu lembaga di yang mengawasi tujuh desa, Mukim
juga bertanggungjawab terhadap apa saja yang terjadi di salah satu desa dan sebagai
pihak yang mengatasi permasalahan terlebih awal dan menyelesaikan perkara sesuai
Istiadat sesuai dengan dasar hukum Qanun No 9 Tahun 2009. Mukim memiliki
peranan yang sangat berpengaruh atas pengambilan keputusan terhadap perkara yang
ada dalam suatu desa yang memiliki sengketa perkara tanah, perselisihan adat
istiadat, pertikaian di kampung, selisih antara warga yang semua perkara dilaporkan
kepada Kepala Mukim dan diselesaikan secara adat Istiadat oleh Mukim dan selama
perkara tersebut tidak dapat diselesaikan oleh Mukim dengan camat maka perkara
tersebut dibawa kejalur hukum Negara dan selama permasalahan itu tidak dapat
tergolong ke Pidana maka masih tetap di atasi oleh pemerintahan camat dan
bawahannya. Mukim juga sebagai perantara penyampaian kepada camat untuk
memberikan laporan perbulannya kepada camat.
Pemerintahan Mukim sangat erat hubungannya dengan pemerintah camat
karena memiliki tugas untuk membantu camat dalam pelaksanaan tugasnya yaitu
melakukan pembinaan terhadap masyarakat, melaksanakan kegiatan adat istiadat,
menyelesaikan sengketa, membantu penyeleggaraan pemerintah dan membantu
pelaksanaan pembangunan dan hasilnya akan disampaikan ke Pemerintahan Camat
dalam hasil kerja berbentuk laporan yang diberi tiap bulan. Untuk melaksanakan
tugasnya dan tanggungjawab tersebut kepala Mukim berkoordinasi dengan semua
elemen yang menjadi bagian dari Mukim Suluh Jaya.
Dengan melakukan observasi untuk mengumpulkan data, peneliti saya juga
berlangsung untuk melakukan wawancara kegiatan di Mukim Suluh Jaya selama lima
hari dan melakukan wawancara dengan informan kunci Camat, Sekretaris Camat, dan
ini, tambahan kepada Majelis Adat Aceh. Adapun tahapan dalam proses wawancara
adalah sebagai berikut:
a) Pengumpulan dokumen tertulis tentang lokasi yang akan diteliti. Dalam hal ini
Mukim Suluh Jaya, Kecamatan Rikit Gaib, Kabupaten Gayo Lues.
b) Melakukan wawancara dengan informan yang tentunya memiliki wawasan
tentang masalah yang diteliti. Dalam hal ini, yang menjadi Informan kunci adalah
Camat, Seketaris Camat, Informan utama adalah Kepala Mukim, seketaris mukim
dan Informan Tambahan adalah Majlis Adat Aceh.
Tipe wawancara yang digunakan peneliti adalah terstruktur dimana sebelum
melakukan wawancara terlebih dahulu menyusun daftar pertanyaan yang
berhubungan dengan judul atau masalah yang akan diteliti. Namun dalam prosesnya
sendiri, peneliti tidak menutup kemungkinan akan munculnya pertanyaan baru
sehingga dapat menggali lebih dalam. Berikut ini adalah hasil wawancara dengan
beberapa informan.
a. Sejarah dan latar belakang mengenai terbentuknya sistem kepala Mukim
Pertama sekali peneliti bertanya kepada Camat Rikit Gaib Bapak Drs.
Bayumin dengan mengajukan pertanyaan : Dapatkah Bapak jelaskan mengenai
Sejarah dan latarbelakang mengenai terbentuknya sistem Kepala Mukim ? Dan beliau
menjawab:
kekuasaan di atasnya. Mukim mempunyai harta kekayaan serta sumber keuangan sendiri dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri.
Pada masa kolonial Belanda keberadaan Imeum Mukim tetap diakui.”
Kemudian peneliti bertanya kepada seketaris Camat Rikit Gaib Bapak Adam
SE dengan mengajukan pertanyaan : Dapatkah Bapak jelaskan mengenai Sejarah dan
latar belakang mengenai terbentuknya sistem kepala mukim ? Dan beliau menjawab:
“Mengenai awal mula terbentuk sistem Kepala Mukim ini di karenakan tidak
bisa terlepas dari kehidupan masyarakat aceh yang beragama Islam dalam sebuah Mukim yang membawahi beberapa kampung dan terdapat satu mesjid pada jaman dulu jarak antar desa itu berjauhan dan untuk berurusan kecamat susah jadi dengan begitu adanya mukim sebagai tempat pengaduan kepala desa / gecik yang pertama.sehingga masih berlakunya untuk sistem ini
dan menjadi bagian dari sistem pemerintahan dia Aceh.”
Untuk menggambarkan latar belakang mengenai terbentuknya sistem kepala
Mukim ini yang lebih jelas lagi, saya mendatangi Bapak Justar selaku Kepala Mukim.
Dan beliau menjawab:
“Sejarah dan latar belakang mengenai sistem Kepala Mukim ini sejak dari
masa kolonial Belanda sudah adanya sistem mukim ini dan sudah menjadi kebiasaan dan mendarah daging pada masyarakat mengenai sistem ini dan masih terbawa-bawa dalam masyarakat dalam hal penyelesaian masalah yang ada, dan sempat di hentikan sistem ini namun kembali berjalan lagi. Dan dikarenakan situasi wilayah antara satu kampung dengan satu kampung yang lainnya berjauhan maka untuk mempermudah kepala desa memberi laporan dan tanggapan yang cepat maka mukimlah sebagai tempat penyampaian masalah tersebut dan didalam satu mukim terdapat ada beberapa kampung.karena situasi dan jarak yang berjauhan dari tiap kampung ada, jadi mukim ini membantu kepala desa dalam mengurus
tugasnya dan mengawasinya.”
Selanjutnya saya mewawancarai Bapak Abdurrahman sebagai Sekretaris
Mukim masih menanyakan hal yang sama dengan pertanyaan yang diatas dan beliau
“Latar belakang terbentuknya sistem Kepala Mukim ini dikarenakan adanya kebiasaan-kebiasaan dulu dalam penyelesaian masalah sehingga masih terbawa-bawa sampai saat ini. Ini dikarenakan untuk dapat membantu camat dalam tugasnya, penugasan atau pembagian tugas yang diberikan oleh
camat.”
Masih mengajukan pertanyaan yang sama kepada Bapak H.Zainal Abidin
SE.MM selaku kepala seketaris Majelis Adat Aceh Gayo Lues dan beliau
mengatakan dalam pertanyaan yang sama :
“Dilihat dari usia, Pemerintahan Mukim memang sudah sangat usang.
Berdasarkan catatan sejarah, Pemerintahan Mukim telah lahir di Aceh sejak beberapa abad silam. Pertama sekali, Pemerintahan Mukim ini dicetuskan pada dinasti Sultan Iskandar Muda, itulah awal kelahiran pemerintahan mukim di Aceh. Sejak dulunya dikala Aceh masih dijajah Belanda mukim ini sudah ada sebagai pembinaan sampai pada pengembangan berbagai hal yang ada dalam mukim-mikim. Mukim senantiasa menjalankan peranannya
dalam mengatur masyarakat.”
b. Apa saja peranan Bapak selaku Kepala Mukim ?
Untuk lebih mengetahui apa saja peran Kepala Mukim maka saya
menanyakan pada Bapak Drs. Bayumin selaku camat Rikit Gaib dan beliau berkata :
“Peranan Kepala Mukim tersebut sesuai dengan apa yang sudah menjadi
ketentuan yang tertulis yang dapat dilakukannya, peran kepala Mukim Suluh Jaya dapat kita melihat secara garis besar berperan sebagai masyarakat adat, sebagai Lembaga Adat, sebagai jenjang Pemerintahan dan sesuai
dengan pembagian tugasnya.”
Saya masih melanjutkan pertanyaan ini dengan pertanyaan yang masih sama
kepada Bapak Adam,SE sebagai Sekretaris Camat beliau mengatakan :
“Peranan mukim itu sebagai orang penengah dalam masalah karena segala
sebagai pengambil keputusan terhadap perkara-perkara yang ada, dan perannya sudah diatur dalam Qanun.”
Selanjutnya peneliti masih menanyakan kepada bapak Justar sebagai Kepala
Mukim di Suluh Jaya dan dia menjelaskan :
“Peranan saya selaku Kepala Mukim berperan untuk mempertanggung
jawabkan permasalahan yang ada di desa Mukim Suluh Jaya dengan memberi hasil laporan tiap bulan. Lalu saya berperan sebagai pengambil keputusan dalam tiap perkara yang tergolong menjadi wewenang saya sesuai dengan Qanun No.4 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Mukim. Dan peran saya dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi di kampung yaitu dalam kewenangan peradilan adat Qanun Aceh No.9 Tahun 2008 untuk
menyelesaikan sengketa yang ada didesa. ”
Selanjutnya masih melanjutkan pertanyaan kepada seketaris Mukim Bapak
Abdurrahman menanyakan hal yang sama dengan sebelumnya beliau mengatakan :
“Peranan Mukim itu sudah diatur dalam qanun tersendiri Dia berperan
sebagai kontribusi pembinaan sampai pada pengembangan berbagai hal yang ada dalam mukim. Mukim senantiasa menjalankan perannya dalam mengatur masyarakat yang kemudian terhadap pembangunan fungsional masyarakat, baik penididikan, agama dan, perekonomian Masyarakat mendapatkan pembinaan dari pemerintahan mukim dalam mengelola dan melaksakan berbagai hal dan dalam pengambil Keputusan sengketa juga ikut terlibat dalam pemutusan yang dia anggap bersifat akhir. ”
Melanjutkan pertanyaan yang diatas maka saya menanyakan kepada Bapak
Kasek Majelis Adat Aceh ( MAA) Gayo Lues H. Zainal Abidin SE. MM beliau
mengatakan :
“Dalam peranan yang terdapat di Mukim ini sudah diatur dalam Qanun aceh
yang tersendiri maka berdasarkan ketentuan tersebutlah mukim ini malakukan peranannya dan menduduki Jabatannya dalam melakukan tugas peran dari kepala mukim ini kalau dilihat dari pengambil keputusannya dia berperan sebagai ketua sidang dan sebagai penentu pengambilan keputusan bila dilihat dari struktur pedoman peradilan adat tingkat mukim dan sudah
c. Bagaimana cara Bapak Mengambil Keputusan dalam suatu Perkara ?
Sesuai dengan apa yang menjadi peran yang didapat oleh Mukim dan
bawahannya maka saya menanyakan bagaimana cara pengambilan keputusan atas
permasalahan/perkara yang terjadi maka saya mewawancarai Bapak Justar Kepala
Mukim :
“Terlebih dahulu kita melihat kasus seperti apa yang terjadi apakah tergolong pada kasus-kasus yang dapat diselesaikan ditingkat peradilan adat maka kasus itu dapat diselesaikan tanpa dibawa ke Ranah hukum formal karena bisa diselesaikan secara baik. Cara yang dilakukan dalam pengambilan keputusan yang diutamakan adalah kearifan lokal terlebih dahulu. Bila kasus tersebut tergolong pidana maka Mukim dan bawahannya dapat memberitahu pada camat dan mengarahkan kepada pihak kepolisian ditingkat kecamatan (Polsek) secara lisan maupun tulisan.”
Peneliti masih menanyakan kepada Bapak Abdurrahman sebagai sekretaris
Mukim masih menanyakan hal sama dan beliau menjawab :
“Peranan Mukim dalam hal itu sangat penting karena hasil terakhir putusan
ditentukan oleh Kepala Mukim untuk dapat menyelesaikan masalah yang ada karena permasalahan yang ada dilakukan dengan teknik bermusyawarah (Mediasi atau Negosiasi) dalam peradilan adat untuk mencapai hasil putusan
yang baik dan adanya tata cara dalam penetapan keputusan.”
Masih melanjutkan pertanyaan yang sama, maka pertanyaan ini saya
layangkan kepada Bapak Drs. Bayumin beliau mengatakan :
“Cara ataupun tahapan dalam pengambilan keputusan itu sistemnya
Peneliti masih ingin menanyakan bagaimana tentang hasil putusan dalam
suatu perkara yang didapat maka saya menanyakan kepada Sekretaris Mukim Bapak
Adam,SE beliau menjawab :
“Peran Mukim dalam pengambilan keputusan pastinya dengan cara musyawarah dan diusahakan dengan jalur cara berdamai dari kedua pihak yang bertikai dan diselesaikan dengan cara diserahkan diperadilan adat terlebih dahulu. Dalam hal ini sesuai dengan perintah qanun Aceh No.9 Tahun 2008 pasal 13 ayat (3) yang menegaskan bahwa : Aparat penegak hukum memberi kesempatan kepada keucik dan Imuem Mukim untuk menyelesaikan sengket-sengketa atau perselisihan digampong atau Mukim masing-masing. Itulah cara hasil mendapatkan keputusan dalam suatu
perkara.”
Melanjutkan pertanyaan kepada Bapak Kepala Seksi Majelis Adat Aceh Gayo
Lues dan beliau mengatakan bahwa :
“Untuk mendapatkan suatu putusan maka ada tata caranya dari peradialn
adat kita bawa dulu keforum karena dalam persidangaan tidak di ambil persetujuan oleh sepihak, melainkan dari hasil yang sudah di rembukkan semulanya begitulah dalam pengambilan keputusan yang dilakukan dalam
peradila adat.”
d. Bagaimana Proses Menyelesaian Sengketa yang Dilakukan?
Hukum adat tidak membedakan antar kasus perdata dan pidana. Namun untuk
memudahkan penjelasan prosedur penanganannya, ada petimbangan-pertimbangan
dan prosedur-prosedur yang perlu diterapkan jika kasus pidana sedang ditangani dan
diselesaikan. Maka saya menanyakan pada Bapak Camat mengenai proses
menyelesaikan sengketa yang dilakukan maka beliau menjawab bahwa:
“Dalam menyelesaikan sengketa yang ada dalam prosesnya kita membuka
begitu persidangan dimulai dan dapat mengambil keputusan dari
musyawarah yang sudah dilakukan. ”
Melanjutkan pertanyaan dengan seketaris camat Bapak Adam SE mengajukan
pertanyaan yang sama dengan begitu beliau menjawab:
“Proses yang dilakukan untuk dapat menyelesaikan sengketa tersebut
biasanya dibawa dalam peradilan adat dan diselesaikan secara adat dengan cara musyawarah begitulah proses yang dilakukan dalam menyelesaikannya.”
Saya masih melanjutkan pertanyaan dengan Bapak justar selaku kepala
mukim dan sebagai kepala sidang dalam proses penyelesaian sengketa ini dan beliau
pun menjawab :
“Proses penyelesaian yang kita lakukan sesuai dengan prosedur yang sudah
ditetapkan maka disini kita mengambil cara penyelesaian secara damai terlebih kita mencari kesepakatan dengan bermusyawarah dalam peradilan untuk dapat menetapkan suatu ketetapan dengan menyelesaikan persengketaan yang terjadi dan sejalan dengan prosedur yang ditetapkan.”
Melanjutkan pertanyaan yang sama dengan sekretaris mukim disini Bapak
Abdurrahman mengatakan :
“Untuk menyelesaikan perkara/sengketa biasanya kita membawa keforum
peradilan adat dan melakukan musyawarah dengan anggota lainnya dengan begitulah cara yang dilakukan untuk dapat menyelesaikan dengan mendapatkan hasil putusan dari musyawarah dalam peradilan dengan
memberi tanggapan terhadap permasalahan yang terjadi.”
Peneliti masih melakukan wawancara dengan Bapak Kepala Sekretaris
Majelis Adat Aceh Kabupaten Gayo Lues beliau menjawab :
e. Dalam Hal atau Perkara Apa Saja Yang Sudah Dapat di Selesaikan Kepala
Mukim ?
Permasalahan yang terjadi antar kampung merupakan pertanggung jawaban
yang harus di atasi dan disesaikan oleh bapak Mukim. Untuk itu kita akan
mempertanyakan kepada Bapak Drs. Buyamin Camat Rikit Gaib maka beliau
menjawab :
“Berbicara mengenai masalah perkara yang terjadi antar kampung itu pasti
ada terjadi untuk sejauh ini perkara yang diatasi itu untuk sejauh ini sudah dapat diselesaikan dengan Kepala Mukim di misalnya seperi perkara yang kemarin pernah terjadi yaitu tentang sengketa Hak milik tanah itu diselesaikan oleh Mukim dan sudah selesai, dalam menyelesaikan perkara ada tingkatan dalam penyelesaian mungkin perkara itu dapat di atasi oleh
tingkat Kampung terlebih Dahulu. ”
Kemudian saya masih menelusuri jawaban mengenai pertanyaan yang sama
kepada Bapak Adam SE selaku sekretaris camat dan beliau pun menjawab :
“Perkara yang pernah terjadi di Mukim Suluh Jaya ini pasti ada saja yang terjadi namun sebagai perkara atau kasus yang ada sudah dapat diselesaikan di tingkat kampung. Namun perkara yang tidak dapat diselesaikan tingkat kampung perkara itu dibawa ketingkat mukim dan selama saya menjabat perkara yang ada yaitu masalah perselisihan antar warga, perselisihan dalam rumah tangga, perkara tanah dan ada juga yang melakukan Khalawat
dan diselesaikan semua secara peradilan adat. ”
Saya melanjutkan pertanyaan kepada Bapak Mukim yaitu Bapak Justar saya
menanyakan hal yang masih sama dengan yang di atas maka bapak menjawab :
“Perkara yang menjadi kewenangan saya dalam peradilan adat itu sesuai
dengan menurut Qanun Aceh nomor 9 tahun 2008 diantaranya perkara yang pernah terjadi dan dapat saya selesaikan selaku Kepala Mukim diantaranya :
1. Persoalan perkara Tanah 2.Perselisihan adat istiadat
5.Perselisihan dalam Rumah Tangga 6. Permasalahan Khalawat/Mesum
Masih melanjutkan pertanyanan yang sama dengan anggota Mukim yaitu
bertanya kepada Bapak Abdurrahman dan beliau mengatakan :
“Masalah yang sering terjadi itu biasanya masalah pertikaian yang terjadi
mengenai pertengkaran Rumah tangga yang terkadang tidak dapat diselesaikan diantar kedua belah pihak sampai perkara itu didamaikan oleh Mukim yang sebagai pihak mediasi diantara mereka. Masalah yang lain adanya persengketaan atas kepemilikan tanah yang bertikai antar masyarakat dalam mukim dan luar mukim maka ini diselesaika dengan pedoman
Peradilan di Adat Aceh. ”
f. Apakah Selama ini Untuk dapat Memutuskan Suatu Perkara itu Sesuai
dengan Peraturan yang Dibuat dalam Qanun ?
Mengingat segala sesuatu hal yang dilakukan dalam pengambilan keputusan
haruslah memiliki kemampuan dan dasar pegangan yang kuat untuk dapat
menetapkan keputusan yang tidak terlepas dari jalur ketentuannya maka peneliti
menanyakan hal ini pada Camat yaitu Bapak Bayumin dan beliau pun menjawab :
“Dalam pengambilan keputusan kita tidak mungkin mengambil keputusan
dengan sesuka hati, karena kita juga harus melihat undang-undang No. 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh Bab XIII tentang lembaga adat. Dan melihat peraturan yang ada didalam Qanun No. 4 Tahun 2003 tentang pemerintah mukim. Maka memutuskan itu juga dengan dasar yang sudah ada di tetapkan dan kita juga dengan cara memutuskan sesuatu itu dengan
bermusyawarah dalam peradilan adat. ”
Masih menanyakan yang sama saya mengajukan kembali pertanyaan yang
sama dengan Bapak Adam SE dan beliau bersedia menjawab :
“Suatu keputusan itu sudah harus sesuai dengan apa yang menjadi ketentuan
bila tidak pasti perkara tersebut tidak dapat diselesaikan. Seperti yang sudah
Kemudian saya masih melanjutkan pertanyaan ini kepada bapak Justar yang
menjabat sebagai Kepala Mukim beliau menjawab :
“Harus sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang tertera dari Qanun Aceh
yang sudah ada ditetepkan dan berjalan sesuai dengan yang menjadi wewenang saya dan tugas saya sebagai penentu pengambilan keputusan terhadap hasil akhir maka saya juga menjalankan tugas sebagaimana yang ada dalam ketentuan seperti qanun No. 4 Tahun 2003 Tentang Pemerintahan Mukim dalam Provinsi Nanggro Aceh Darussalam memberikan wewenang pada saya dan sesuai dengan proses penyelesaian perkara yang kita
lakukan.”
Pertanyaan yang sama masih tetap kita lanjutkan seperti yang diatas maka
pertanyaan ini pun saya tanyakan pada bapak Abdurrahman yaitu seketaris Mukim
dan beliau mengatakan :
“Yang kita lihat seperti penyelesaian masalah yang sudah-sudah saya lihat hasil putusan itu sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku dan dengan
bermusyawarah memutuskannya dan sesuai dengan aturan. ”
Setelah menanyakan kepada seketaris mukim saya beralih bertanya kepada
bapak H. Zainal Abidin SE.MM Kasek MAA Gayo Lues dan beliau menjawab :
”Dalam pengambilan keputusan yang di lakukan harus sudah sesuai, karena
masalah yang lalu- lalu pernah ada sudah berdasarkan ketentuan Qanun yang sudah tertera. Dan harus sesuailah dengan ketentuan yang sudah diberlakukan jadi apabila tidak sesuai maka hal itu tidak akan dapat
diselesaikan dengan baik. ”
g. Apakah Setiap Pendapat dalam Pengambilan Keputusan Dapat Diterima
Oleh Masyarakat?
Dalam keputusan yang didapat dan diberikan dapat dipastikan adanya rasa
puas dan tidak puas yang dirasakan oleh pihak yang terkait untuk itu kita menanyakan
bersangkutan maka saya menanyakan kepada Bapak Mukim yaitu Bapak Justar dan
beliau mengatakan :
“Pendapat maupun keputusan yang saya beri namun untuk masyarakat itu semua dalam hal kebaikkan namun walaupun demikian pasti hasil keputusan yang saya beri juga bukan hanya dari diri saya sendiri kami juga sudah memusyawarahkan jadi keputusan yang saya beri itulah yang menjadi keputusan yang tepat dan dapat di mengerti masyarakat dan diterima. ”
Selanjutnya saya masih menanyakan dengan sekretaris mukim mengenai
pertanyaan yang sama dengan yang diatas maka Bapak Abdurrahman menjawab :
“Kalau hasil dari keputusan pasti ada prokontra, tapi masyarakat selalu terima atas apa hasil putusan kepala mukim seperti contoh permasalahan perselisihan dalam rumah tangga pasti putusan yang diberi hal baik dibawa
dalam penyelesaian adat dan mereka juga dapat menerima. “
Masih memberikan pertanyaan kembali dengan orang yang sama yaitu dengan
bapak Camat Rikit Gaib Drs. Bayumin beliau mengatakan :
“Terima maupun tidak, itu kan merupakan hasil putusan yang diberikan
kepala mukim sebagai penetap keputusan jadi, hal yang diberi juga dalam hukum positif dan kebaikan itu juga jadi masalah selesai dan diterima oleh
mereka masyarakat. ”
Masih memberi pertanyaan yang sama kepada seketaris Camat Bapak Adam
SE dan beliau menjawab:
“Biasanya dari perkara-perkara yang ada dan hasil putusan mukim itu diterima masyarakat dan bilapun tidak dapat diterima maka kami menyerahkan masalah itu pada tingkat atas yaitu pada pihak yang berwajib hukum Negara untuk dapat menyelesaikan masalahnya. Biasanya juga selalu dapat diterima. Dalam hasil putusan pendapat yang disampaikan oleh kepala mukim sudah di bawa keperadilan adat dan putusan itu pun sudah menjadi berdasarkan ketentuan yang terdapat atau tertera dalam Qanun mengenai apa yang harus di dapat oleh pihak terkait, namun hal ini masih dianggap
h. Bagaimana Strata atau Tingkatan yang Didapat Oleh Gecik dan Kepala
Mukim dalam Pengambilan Peranannya ?
Untuk pemabagian tugas dan dalam pengmabilan peranannya harus sama
dengan ketentuan yang diapat dari tiap porsi yang sudah ditentukan maka dari itu
saya ingin tahu bagaimana yang tingkatan yang didapat dalam perannya maka saya
bertanya pada Bapak Justar sebagai Kepala Mukim maka beliau menjawab :
“Dalam Proses penyelesaian permasalahan di kampung atau mukim terlebih
dahulu permasalahan itu di selesaikan di tingkat kampung dulu bila tidak dapat diselesaikan tingkat kampung baru permasalahan itu naik ketingkat mukim sebagai penentu akhir dalam pemutusan masalah, bila juga tidak dapat diselesaikan, maka mukim memberi rekom kepada camat. Jadi strata
dalam peranan itu berjalan. ”
Kemudian saya bertanya kepada Bapak Abdurrahman menanyakan starta atau
tingkatan dalam pengambilan keputusan dan beliau berkata:
“Tingkatan yang didapat oleh gecik dan Kepala Mukim dalam perannya sesuai
dengan strata yang diaturkan. Jika permasalahan tidak dapat diselesaikan/ diputuskan oleh gecik maka masalah oleh mukim bila itu juga tidak dapat diselesaikan atau tidak diterima putusannya, dalam waktu 15 hari tidak diterima
oleh warga baru dialihkan ke Camat itu juga harus sesuai dengan prosedur. “
Kemudian melanjutkan pertanyaan ini kepada bapak Camat Rikit Gaib
menanyakan hal yang sama dan beliau menjawab :
“Peranan yang dari setiap gecik dan mukim tidak ada salah mengambil perannya karena semua sudah terstruktur, bagaimana dengan kebiasaan-kebiasaan dan sudah mengetahui porsi dari masing-masing tugas yang mereka
Lalu peneliti menanyakan kepada seketaris Camat Bapak Adam SE yang
mengatakan bahwa tingkatan yang didapat Gecik dan Kepala Mukim dalam
peranannya beliau menjawab :
“Dalam tingkatan penyelesaian sengketa itu terlebih dulu diatasi oleh tingkat
kampung dulu dalam tingkatan penyelesaian masalah yang ada sudah diatur dan terstruktur didalam penyelesaiannya apakah perkara ini harus dibawa pada
tingkat mukim, ada tahapan yang ditetapkan. ”
Melanjutkan pertanyaan yang sama kepada Bapak H. Zainal Abidin SE.MM
Kasek MAA Gayo Lues beliau mengatakan :
“Dalam peranan yang didapat gecik dan mukim itu berbeda dan adanya
tingkatan yang didapat dan dalam pedoman peradilan adat aceh untuk menyelesaikan perkara yag ada sudah ada qanun yang menentukan bagian-bagian dan tahapan yang didapat untuk menyelesaikan perkara tersebut. Biasanya permasalahan di selesaikan tingkat mukim dulu dan bila tidak terelesaikan maka tingkat mukimlah yang melanjutkan menyelesaikan perkara
BAB V
ANALISA DATA
A. Hasil Analisa Data
Pada bab ini, peneliti menganalisis dan menginterpretasikan data yang telah
dikumpulkan dan disajikan pada bab sebelumnya. Adapun jenis metode yang
digunakan adalah metode deskriptif dengan analisa data kualitatif, dimana data dan
fakta yang didapatkan di lapangan dideskripsikan sebagaimana adanya diiringi
dengan penafsiran dan analisa yang rasional.
Dari seluruh data yang telah disediakan secara menyeluruh yang diperoleh
selama penelitian, baik melalui wawancara, studi kepustakaan, serta observasi
terhadap fenomena-fenomena yang terjadi yang ada kaitannya dengan Peranan
Imeum Mukim Dalam Pengambilan Keputusan Sengketa Antar Masyarakat Di
Kecamatan Rikit Gaib Kabupaten Gayo Lues. Penelitian ini mengkaji tentang
peranan Imeum Mukim dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai
pengambil keputusan atas sengketa yang terjadi di Mukim Suluh Jaya. Dalam
penelitian ini yang menjadi informan Adapun informasi dalam penelitian yang
digunakan dalam penelitian terdiri atas Informan adalah Camat, Seketaris camat,
Gecik. Informan utama adalah Kepala Mukim dan Perangkat Mukim, Informan
Tambahan adalah Majlis Adat Aceh dan Masyarakat sebanyak 22 orang yang di
dianggap paham akan masalah peneliti ini. Dimana metode wawancara ini ditujuan
untuk memperkuat validitas data yang diperoleh.
Selanjutnya dalam analisa data ini, akan manjabarkan masalah-masalah yang
ditemukan di lapangan, untuk dilakukan analisa terhadap setiap data yang ada dan
fakta yang didapat melalui interpretasi data dan penguraian-penguraian masalah
sebagai berikut:
a. Sejarah dan Latar Belakang Mengenai Terbentuknya Sistem Kepala
Mukim
Dari hasil penelitian dan wawancara dari berbagai narasumber yang ada
meliputi Camat, Sekretaris Camat, Kepala Mukim, Sekretaris Mukim, Majelis Adat
Aceh Gayo Lues, memberikan jawaban yang bervariasi. Secara umum dari hasil
wawancara, informan menggambarkan sejarah dan Latar Belakang mengenai
terbentuknya sistem Mukim.
Beberapa informan mengatakan bahwa sejarah mencatat bahwa Mukim
tersebut terbentuk seiring dengan masuknya agama Islam ke Aceh. Mukim
merupakan sistem pemerintahan tersendiri yang dipimpin oleh Imeum Mukim.
Karenanya, ia tidak tunduk pada kekuasaan di atasnya. Mukim mempunyai harta
kekayaan serta sumber keuangan sendiri dan berhak menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri. Pada masa kolonial Belanda keberadaan Imeum Mukim tetap
diakui. Mengenai sistem Kepala Mukim ini sejak dari masa kolonial Belanda sudah
adanya sistem mukim ini dan sudah menjadi kebiasaan dan mendarah daging pada
hal penyelesaian masalah yang ada, dan sempat di hentikan sistem ini namun kembali
berjalan lagi. Dan dikarenakan situasi wilayah antara satu kampung dengan satu
kampung yang lainnya berjauhan maka untuk mempermudah kepala desa memberi
laporan dan tanggapan yang cepat maka mukimlah sebagai tempat penyampaian
masalah tersebut dan didalam satu mukim terdapat ada beberapa kampung. Karena
situasi dan jarak yang berjauhan dari tiap kampung yang ada, jadi Mukim ini
membantu kepala desa dalam mengurus tugasnya dan mengawasinya.
Dari pertanyaan dengan informan yang sudah kita lakukan maka dapat
diambil kesimpulan bahwa sejarah dan latar belakang Mukim ini sudah ada sejak
masuknya Islam ke Aceh dan dari jaman penjajahan Belanda ataupun Pemerintahan
Indonesia, sudah berlaku yang dinamakan sistem pemerintahan mukim ini pada
masyarakat Aceh. Mukim tetap eksis sebagai satuan pemerintahan adat dan
dilaksanakan berdasrkan adat dan hukum adat. Keberadaan Imeum Mukim diakui
sebagai salah satu unit pemerintahan tersendiri yang berada dibawah camat dan diatur
dalam Qanun masing-masing Kabupaten/Kota.
b. Peranan Selaku Kepala Mukim
Peranan yang didapat Kepala Mukim Nomor 2 Tahun 2012 pasal 11 tentang
Tugas dan Kewajiban Kepala Mukim merupakan sebagai membina kerukunan
beragama dan antar umat beragama serta meningkatkan kualitas pelaksanaan Syari’at
Islam dalam masyarakat, melaksanakan tugas pembantuan dari Pemerintah Aceh dan
istiadat, kebiasaan–kebiasaan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat,
membina kesejahteraan masyarakat, memelihara ketenteraman dan ketertiban serta
sikap saling menghargai secara inklusif dalam masyarakat, menjadi hakim adat dalam
penyelesaian persengketaan adat di kemukiman.
Dari hasil penelitian dan wawancara dari berbagai narasumber yang ada
meliputi Bapak Camat, Sekretaris Camat, Kepala Mukim, Sekretaris Mukim dan
Majelis Adat Aceh Gayo Lues memberikan jawaban yang secara umum dari hasil
wawancara, informan menggambarkan Peranan Selaku Kepala Mukim sudah ada
aturan dan qanun yang menjadi dasar berlakunya sistem Kepala Mukim ini. Peranan
Kepala Mukim tersebut sesuai dengan apa yang sudah menjadi ketentuan yang
tertulis yang dapat dilakukannya, peranan Kepala Mukim Suluh Jaya dapat kita
melihat secara garis besar berperan sebagai masyarakat adat, sebagai Lembaga Adat,
sebagai jenjang Pemerintahan dan sesuai dengan pembagian tugasnya.
Peranan mukim itu sebagai orang penengah dalam masalah karena segala
perkara yang terjadi yang berada dibawah naungan Kepala Mukim harus diketahui
oleh Mukim dan diawasi oleh Kepala Mukim karena Mukim ini memilik wewenang
dan berperan untuk dapat menyelesian sengketa yang terjadi di tujuh desa bagian
Mukim Suluh Jaya ini. Mukim ini berperan sebagai pengambil keputusan terhadap
perkara-perkara yang ada, dan peranannya sudah diatur dalam Qanun No.4 Tahun
2003 tentang Pemerintahan Mukim. Dan peran dalam menyelesaikan permasalahan
Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat untuk
menyelesaikan sengketa yang ada dikampung bagian Mukim Suluh Jaya.
c. Cara Pengambilan Keputusan dalam Sengketa
Dalam mengambil suatu keputusan merupakan bukan suatu hal yang dianggap
mudah dan harus memikirkan dari tiap perkara yang dilakukan secara adil agar tidak
ada pihak yang merasa lebih dirugikan dan merasakan lebih tertindas dari hasil
keputusan yang kita tetapkan. Seperti yang kita ketahui bahwa dalam pedoman
peradilan Adat di Aceh yang diutamakan adalah dengan cara perdamaian untuk
keputusan yang diberikan. Untuk mengambil keputusan harus sesuai dengan
prosedur yang ada untuk memutuskan terlebih harus mengetahui pokok perkara,
keterangan para pihak, keterangan saksi, bukti yang diajukan, pertimbangan agota
majelis, usulan bentuk penyelesaian damai, pernyataan menolak / menerima bentuk
damai, dengan begitu baru kita dapat memutuskan untuk penetapan keputusan
musyawarah. Dengan begitu kita dapat melihat dari hasil wawancara yang peneliti
lakukan yang bertanya pada informan yang sudah ditetapkan.
Hasil wawancara yang didapat mengatakan bahwa, Terlebih dahulu kita
melihat kasus seperti apa yang terjadi apakah tergolong pada kasus-kasus yang dapat
diselesaikan ditingkat peradilan adat maka kasus itu dapat diselesaikan tanpa dibawa
ke Ranah hukum formal karena bisa diselesaikan secara baik. Cara yang dilakukan
dalam pengambilan keputusan yang diutamakan adalah kearifan lokal terlebih dahulu.
memberitahu pada camat dan mengarahkan kepada pihak kepolisian ditingkat
kecamatan (Polsek) secara lisan maupun tulisan. Untuk memberitakan sengketa yang
terjadi juga melalui prosedur karena masalah itu di sesuaikan dengan
tingkatan-tingkatan untuk dapat diputuskan menyelesaikan dan mengambil keputusan yang
diserah kemukim dan bila tidak teratasi maka di bawa kejalur hukum Negara.
Peranan Mukim dalam hal menetapkan putusan sangat penting karena hasil
terakhir putusan ditentukan oleh Kepala Mukim untuk dapat menyelesaikan masalah
yang ada karena permasalahan yang ada dilakukan dengan teknik bermusyawarah
(Mediasi atau Negosiasi) dalam peradilan adat untuk mencapai hasil putusan yang
baik dan adanya tata cara dalam penetapan keputusan. Cara ataupun tahapan dalam
pengambilan keputusan itu sistemnya diselesaikan terlebih dahulu dengan
menggunakan sistem adat istiadat, melalui musyawarah, dan Kepala Mukim diberi
wewenang untuk dapat memgambil suatu keputusan tanpa harus diserahkan ke camat
namun tidak lepas dari pertanggungjawaban laporan atas hasil kerja tetap dilaporkan
kepada camat dalam pelaksanaan penetapan keputusan tersebut sesuai dengan tata
cara dalam peradilan adat. Dalam hal ini sesuai dengan perintah Qanun Aceh No.9
Tahun 2008 pasal 13 ayat (3) yang menegaskan bahwa : Aparat penegak hukum
memberi kesempatan kepada keucik dan Imuem Mukim untuk menyelesaikan
sengket-sengketa atau perselisihan digampong atau Mukim masing-masing. Itulah
cara hasil mendapatkan keputusan dalam suatu perkara. Yang dikatakan menjadi
putusan akhir Mukim karena keputusan yang diberi tersebut dapat kita lihat sebagai
d. Proses Menyelesakan Sengketa
Hukum adat tidak membedakan antar kasus perdata dan pidana. Namun untuk
memudahkan penjelasan prosedur penanganannya, ada perimbangan-pertimbangan
dan prosedur-prosedur yang perlu diterapkan jika kasus pidana sedang ditangani dan
diselesaikan. Kasus / perkara pidana yang paling umum jatuh dibawah payung adat
adalah pencurian dan kekerasan. Mekanisme dan prosedur penanganan perkara
beserta prosesi penyelesaiannya didepan pengadilan berdasarkan hukum positif atau
formal menghabiskan waktu sepanjang jenjang peradilan adat yang dilakukan sesuai
dengan tahapan-tahapannya.
Wawancara yang saya lakukan dalam menyelesaikan sengketa yang ada
dalam prosesnya k membuka forum persidangan terutama dari tata letak duduk para
pihak dan para pelaksana peradilan adat disusun sedemikian rupa sehingga kelihatan
formil secara adat maka dengan telah ditetapkannya tata letak duduk maka dengan
begitu persidangan dimulai dan dapat mengambil keputusan dari musyawarah yang
sudah dilakukan. Dengan membuka forum seperti itu harus adanya dasar-dasar
penyelesaian sengketa yaitu ada komunikasi, ada lembaga mukim, adanya perangkat,
adanya kompetensi / kewenangan, ada proses, ada administrasi , ada persidangan, ada
keputusan, ada eksekusi, ada upacara/ seremonial.
Dengan begitu melihat perkara dan prosesi penyelesaiannya ada tahapan dan
ketentuannya proses penyelesaian yang dilakukan sesuai dengan prosedur yang sudah
ditetapkan maka disini kita mengambil cara penyelesaian secara damai terlebih kita
menetapkan suatu ketetapan dengan menyelesaikan persengketaan yang terjadi dan
sejalan dengan prosedur yang ditetapkan dengan secara perdamaian.
e. Perkara yang Sudah Dapat di Selesaikan Kepala Mukim
Sengketa atau perselisihan adat menurut Qanun no. 9 tahun 2008, tentang
Pembinaan kehidupan adat adat istiadat meliputi: perselisihan dalam rumah tangga,
sengketa antara keluarga yang berkaitan dengan faraidh, perselisihan antar warga,
khalwat meusum, perselisihan tentang hak milik, pencurian dalam keluarga
(pencurian ringan), perselisihan harta sehareukat, pencurian ringan, pencurian ternak
peliharaan, pelanggaran adat tentang ternak, pertanian, dan hutan, persengketaan di
laut, persengketaan di pasar, penganiayaan ringan, pembakaran hutan (dalam skala
kecil yang merugikan komunitas adat), pelecehan, fitnah, hasut, dan pencemaran
nama baik, pencemaran lingkungan (skala ringan), ancam mengancam (tergantung
dari jenis ancaman), dan perselisihan-perselisihan lain yang melanggar adat dan adat
istiadat. Hal itulah yang menjadi ketentuan yang diatasi oleh peradilan tingkat mukim
dan kampung.
Dari hasil wawancara yang sudah dilakukan maka yang sudah pernah terjadi
di Mukim Suluh Jaya ini diantaranya dapat ditarik kesimpulannya oleh peneliti
Berbicara mengenai masalah perkara yang terjadi antar kampung itu pasti ada terjadi
untuk sejauh ini perkara yang diatasi itu untuk sejauh ini sudah dapat diselesaikan
dengan Kepala Mukim di misalnya seperi perkara yang kemarin pernah terjadi yaitu
dalam menyelesaikan perkara ada tingkatan dalam penyelesaian mungkin perkara itu
dapat di atasi oleh tingkat Kampung terlebih Dahulu, pernah terjadi dan dapat
diselesaikan selaku Kepala Mukim diantaranya : persoalan perkara tanah ,
perselisihan adat istiadat, pertikaian yang terjadi dikampung, perselisihan antar
warga, perselisihan dalam rumah tangga, permasalahan khalawat/mesum.
Masalah yang sering terjadi itu biasanya masalah pertikaian yang terjadi
mengenai pertengkaran Rumah tangga yang terkadang tidak dapat diselesaikan
diantar kedua belah pihak sampai perkara itu didamaikan oleh Mukim yang sebagai
pihak mediasi diantara mereka. Masalah yang lain adanya persengketaan atas
kepemilikan tanah yang bertikai antar masyarakat dalam mukim dan luar mukim
maka ini diselesaikan dengan pedoman Peradilan di Adat Aceh.
Penyelesaian sengketa yang sudah pernah terjadi yang disebutkan diatas sudah
dapat diselesaikan pada peradilan adat dilakukan dan sudah berdasarkan prosedur dan
ketentuan yang berlaku dalam penyelesaiannya maka disini meraka melakukan
pemeberian sanksi yang diberikan kepada pelanggar hukum adat dalam Pasal 16
Qanun no. 9 tahun 2008 tentang Jenis-jenis Sanksi Adat yang diberi antara antara
lain: nasehat, teguran, pernyataan maaf, sayam; (semacam peusijuek), diyat, denda,
ganti kerugian, dikucilkan oleh masyarakat gampong, dikeluarkan dari masyarakat
gampong, pencabutan gelar adat dan bentuk sanksi lainnya sesuai dengan adat
f. Memutuskan Perkara Sesuai dengan Peraturan
Proses pemilihan alternatif terbaik dari beberapa alternatif secara sistematis
untuk ditindak lanjuti digunakan sebagai suatu cara pemecahan masalah. Untuk dapat
menetapkan dalam suatu perkara harus berdasarkan ketentuan yang sudah di atur
dalam qanun dan disini peneliti sudah melakukan wawancara dalam pengambilan
keputusan terhadap sengketa sudah memiliki kemampuan dan dasar pegangan yang
kuat untuk dapat menetapkan keputusan yang tidak terlepas dari jalur ketentuannya
dengan ketentuan dan mengutamakan hukum kebaikan yang diberikan.
Dalam pengambilan keputusan tidak mungkin mengambil keputusan dengan
sesuka hati, karena harus melihat Undang-Undang No. 11 tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh Bab XIII tentang lembaga adat. Dan melihat peraturan yang ada
didalam Qanun No. 4 Tahun 2003 tentang pemerintah Mukim. Maka memutuskan itu
juga dengan dasar yang sudah ada di tetapkan dan kita juga dengan cara memutuskan
sesuatu itu dengan bermusyawarah dalam peradilan adat.
Dari Qanun Aceh yang sudah ada ditetepkan dan berjalan sesuai dengan yang
menjadi wewenang dan tugas sebagai penentu pengambilan keputusan terhadap hasil
akhir maka untuk menjalankan tugas sebagaimana yang ada dalam ketentuan seperti
Qanun No. 4 Tahun 2003 Tentang Pemerintahan Mukim dalam Provinsi Nanggro
Aceh Darussalam memberikan wewenang pada Kepala Mukim dan sesuai dengan
proses penyelesaian perkara yang dilakukan.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku dan mengikutu proses yang
dapat disimpulkan para pemerintahan mukim tidak melakukan atau mengabil
keputusan berdasarkan kehendak sendiri menyelesaikan melainkan mengikuti
peraturan yang sudah dibuat.
g. Pengambilan keputusan dapat diterima oleh masyarakat
Hasil keputusan yang diberikan adalah hasil yang sudah dibawakan keforum
dan sudah dimusyawarahkan, berdasarkan hasil yang ditetapkan sudah sesuai dan
hasil keputusan dapat diterima dengan mengutamakan sistem tanpa vonis menang
atau kalah .
Maka dari itu peneliti sudah menanyakan dengan Kepala Mukim hal
keputusan yang diberi bagaimana tanggapan masyarakat apakah dapat diterima atau
menjadi konflik yang baru terjadi lagi atas keputusan maka dapat disimpulkan dari
hasil wawancara yang didapat, hasil keputusan itu sudah dapat diterima namun, masih
adanya ditemui prokontra dari keputusan yang beri walaupun demikian keputusan
yang ditetapkan sudah berdasarkan hukum adat merupakan penyelesaian perkara
yang sangat efektif jika di tinjau secara social. Artinya, kemungkinan untuk selesai
dalam suatu perkara sangatlah besar. Hal ini karena masyarakat kita sudah terbiasa
dengan hukum adat yang berlaku dibandingkan dengan hukum positif. Selain biaya
murah juga tidak merepotkan. Artinya tidak perlu memikirkan prosedur yang sangat
membingungkan. Dan hasil yang diputuskan tetap diterima karena biasanya putusan
h. Strata Gecik dan Kepala Mukim dalam Pengambilan Perannya
Adanya tingkatan-tingkatan yang didapat dalam struktur tingkat Mukim dan
Kampung dan dalam peranan yang didapat sudah ada aturan yang tersendiri yang
ditemukan sesuai dengan yang didapat dalam qanun bawah Mukim peranannya harus
sama dengan ketentuan yang diapat dari tiap porsi yang sudah ditentukan Mukim
adalah kesatuan masyarakat hukum dalam Kabupaten Gayo Lues yang terdiri atas
gabungan beberapa Kampung yang mempunyai batas wilayah tertentu dan harta
kekayaan sendiri, berkedudukan langsung di bawah camat yang dipimpin oleh Kepala
Mukim.
Maka dari tiap tugasnya sudah mengerti mana yang menjadi bagian dari
Kepala Mukim dan mana yang menjadi tugas gecik, dari sini terlihat tidak ada
kekeliruan yang diterima karena mereka sudah menjalankan sesuai dengan apa yang
menjadi tugas mereka dalam mengatasi sengketa yang ada.
Untuk itu peneliti sudah mewawancarai beberapa narasumber yang dapat
dipercaya maka dapat disimpulkan dalam proses penyelesaian permasalahan di
kampung atau mukim terlebih dahulu permasalahan itu di selesaikan di tingkat
kampung terlebih dahulu dan bila tidak dapat diselesaikan tingkat kampung baru
permasalahan itu naik ketingkat mukim sebagai penentu akhir dalam pemutusan
masalah, bila juga tidak dapat diselesaikan, maka mukim memberi rekom kepada
camat. Jadi strata dalam peranan itu berjalan dan terlihat jelas prosedur yang
dikerjakan dengan begitu tidak ada yang meengambil peranan dari tiap struktur.
strata yang diaturkan. Jika permasalahan tidak dapat diselesaikan/ diputuskan oleh
gecik maka masalah oleh Mukim bila itu juga tidak dapat diselesaikan atau tidak
diterima putusannya, dalam waktu 15 hari tidak diterima oleh warga baru dialihkan
ke camat itu juga harus sesuai dengan prosedur. Maka sistem untuk dapat
menentukan keputusan harus berdasarkan yang tahapan-tahapan yang didapat dan
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dalam bab-bab sebelumnya, maka peneliti dapat menarik
kesimpulan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum dalam Kabupaten Gayo Lues yang
terdiri atas gabungan beberapa kampung yang mempunyai batas wilayah tertentu
dan harta kekayaan sendiri, berkedudukan langsung di bawah camat yang
dipimpin oleh Kepala Mukim
2. Keberadaan Kepala Mukim semakin kuat dengan diundangkannya Qanun (Perda)
Provinsi Aceh Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Mukim dalam
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memberikan wewenang kepada mukim
untuk memutuskan dan atau menetapkan hukum, memelihara dan
mengembangkan adat, menyelenggarakan perdamaian adat, menyelesaikan dan
memberikan keputusan-keputusan adat terhadap perselisihan-perselisihan dan
pelanggaran adat, memberikan kekuatan hukum terhadap sesuatu hal dan
pembuktian lainnya menurut adat menyelesaikan perkara-perkara yang
berhubungan dengan adat dan adat istiadat.
3.Sengketa atau perselisihan yang terjadi di tingkat gampong dan mukim yang
Qanun Aceh Nomor 9 tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat
Istiadat wajib diselesaikan terlebih dahulu melalui Peradilan Adat Gampong dan
Mukim atau nama lain di Aceh.
4. Sistem pemerintahan Mukim selain memiliki hubungan dalam penyelenggaraan
pemerintahan dengan Pemerintah Kampung sesuai dengan tugas, wewenang dan
fungsinya, juga memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Kepala Desa dan
masyarakat. Sebagai suatu lembaga di yang mengawasi tujuh desa, Mukim juga
bertanggungjawab terhadap apa saja yang terjadi di salah satu desa dan sebagai
pihak yang mengatasi permasalahan terlebih awal dan menyelesaikan perkara
sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan pengawasan tentang Kebiasaan Adat
dan Adat Istiadat sesuai dengan dasar hukum Qanun No 9 Tahun 2009 .
5. Mukim memiliki peran yang sangat berpengaruh atas pengambilan keputusan
terhadap perkara yang ada dalam suatu desa yang memiliki sengketa perkara
tanah, perselisihan adat istiadat, pertikaian di kampung, selisih antara warga yang
semua perka