• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi dan Optimasi Produk Biskuit Berbahan Baku Sagu Ubi Jalar dan Kacang Hijau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi dan Optimasi Produk Biskuit Berbahan Baku Sagu Ubi Jalar dan Kacang Hijau"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI DAN OPTIMASI PRODUK BISKUIT

BERBAHAN BAKU SAGU UBI JALAR DAN

KACANG HIJAU

Oleh

ANINDYAJATI MAYANG F34103074

2007

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

FORMULASI DAN OPTIMASI PRODUK BISKUIT

BERBAHAN BAKU SAGU UBI JALAR DAN

KACANG HIJAU

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

ANINDYAJATI MAYANG F34103074

2007

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(3)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FORMULASI DAN OPTIMASI PRODUK BISKUIT

BERBAHAN BAKU SAGU UBI JALAR DAN

KACANG HIJAU

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ANINDYAJATI MAYANG F034103074

Tanggal kelulusan : Desember 2007

Menyetujui, Bogor, Desember 2007

(4)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul ”Formulasi dan Optimasi Produk Biskuit Berbahan Baku Sagu Ubi Jalar dan Kacang Hijau” adalah asli hasil karya sendiri, arahan dosen pembimbing

akademik, kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, 5 Desember 2007

Yang Membuat Pernyataan

Anindyajati Mayang

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Anindyajati Mayang, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Juli 1985. Penulis adalah anak kedua dari pasangan Ir. Mufti Muhammadi Darissalam dan Annisah.

Riwayat pendidikan penulis dimulai dari SD Islam Harapan Ibu Jakarta Selatan (1990-1997), Yangon International Junior High School (1997 - 1998), SLTP Islam Al-Azhar 3 Bintaro (1998 - 2000), SMU Islam Al-Azhar 1 Pusat Kebayoran (2000-2003).

Pada tahun 2003, penulis diterima di IPB melalui jalur USMI. Pada tahun 2005

hingga 2006 penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum beberapa mata kuliah, diantaranya adalah Kimia Dasar, Gambar Teknik, dan Penerapan Komputer. Penulis juga tergabung dalam organisasi Himalogin, sebagai Kepala Biro Informasi dan Komunikasi masa jabatan 2006/2007. Pada tahun 2006 penulis berkesempatan melaksanakan Praktek Lapang di PG Redjosarie (Persero), PTPN

XI dengan kajian analisis efisiensi dan produktivitas.

(6)

Anindyajati Mayang, F34103074. Formulasi dan Optimasi Produk Biskuit Berbahan Baku Sagu Ubi Jalar dan Kacang Hijau. Di bawah bimbingan Ir. Faqih Udin MSc, dan Ir Endang Yuli Purwani, MSi. 2007.

RINGKASAN

Indonesia merupakan negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi dan memiliki keanekaragaman hayati tinggi. Sumber daya alam yang besar ini merupakan modal penting untuk memenuhi kebutuhan pangan. Penggalian potensi bahan pangan lokal unggulan daerah merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai ketahanan pangan nasional. Umbi-umbian serta kacang-kacangan adalah salah satu komoditas pertanian Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan. Sagu, ubi jalar, dan kacang hijau merupakan sumber daya alam potensial sebagai bahan pensubstitusi pangan. Pemanfaatan bahan pangan lokal, dapat ditingkatkan melalui pengembangan produk olahannya. Pengembangan produk perlu diarahkan untuk menciptakan suatu produk baru yang memiliki beberapa sifat yang diminati oleh masyarakat. Saat ini masyarakat menghendaki produk yang bersifat praktis, tersedia dalam segala ukuran, dan mudah didapat di mana saja. Salah satu jenis produk yang memenuhi kriteria tersebut adalah biskuit.

Penelitian bertujuan untuk mendapatkan formula optimum produk biskuit dengan bahan baku sagu, ubi jalar, dan kacang hijau, dengan parameter sifat kimia, fisik, dan organoleptik.

Tatalaksana penelitian terdiri atas: perancangan formula, pembuatan produk, karakterisasi produk, optimasi terhadap variabel respon, dan validasi. Perancangan formula dilakukan dengan desain simpleks-sentroid, sehingga ada sepuluh unit perlakuan yang diuji untuk menghasilkan produk yang memiliki sifat sensori, tekstur dan komposisi kimia yang diinginkan.

Berdasarkan rancangan percobaan dan data hasil pengukuran terhadap 10 uni perlakuan akhirnya dipilih 4 formula, yakni F1, F2, F3, dan F4 yang memiliki potensi dikembangkan. Formula yang paling optimum adalah formula dengan nilai D mendekati 1. Dari hasil perhitungan optimasi didapatkan nilai D formula F1 adalah 0.69, formula F2 0.66, formula F3 0.43, dan formula F4 0.41. Oleh karena itu, formula optimal yang dipakai adalah formula F1 dengan komposisi pati sagu 79.52%, pasta ubi jalar 3.92%, dan pasta kacang hijau 16.56%.

(7)

Anindyajati Mayang, F34103074. Formulation and Optimization of Biscuit Product Containing Sagoo Sweet Potato and Mung Bean as Raw Materials. Supervised by Ir. Faqih Udin MSc, and Ir Endang Yuli Purwani, MSi. 2007.

SUMMARY

Indonesia is a country with a high population growth and various natural resources. These great natural resources are potential to fulfill the needs of food. Two varieties of Indonesia’s agricultural commodities are tuber crops and legumes. Both resources are potential crops to be utilized as source of food. Utilization of local food resources could be developed through its processed products. Product development is focused on creating a new product that meets the consumer requirements. Nowadays consumers require a product that is practical, available in any sizes, and easy to find. Biscuit is a product that fits the criteria, therefore a biscuit product with sago, sweet potato and mung bean as the main ingredients is developed.

The objective of this research is to obtain an optimum biscuit formula with sago, sweet potato and mung bean as raw materials. Chemical composition, physical characteristic, and sensory analysis were the parameters used to reach the goal.

This research is divided into several stages, which is: formula designing, production of the product, product characterization, optimizing variable responses, and validation. A simplex-centroid design is used to design the formula. Thus ten formulas were analyzed to obtain a product that satisfies the sensory characteristics, texture, and chemical composition.

Subsequent to the characteristics of the ten formulas obtain before, four formulas that has the potential to be developed are chosen. The four formulas are formula F1, F2, F3, and F4. The optimize formula is the one with a Desirability value close to one. Through the calculation, the Desirability value of F1 is 0.69, F2 is 0.66, F3 is 0.43, and F4 is 0.41. Therefore it is concluded that the optimize formula is F1. The composition of F1’s formula is sago starch 79.52%, sweet potato paste 3.92%, and mung bean paste 16.56%.

(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

limpahan rahmat, kasih sayang dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan pada Maret 2007 hingga Agustus 2007 dengan judul

“Formulasi dan Optimasi Produk Biskuit Berbahan Baku Sagu Ubi Jalar dan Kacang Hijau”.

Pada kesempatan ini penulis juga hendak mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, khususnya kepada :

1. Ir. Faqih Udin, MSc dan Ir. Endang Yuli Purwani, MSi, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan motivasi, arahan dan bimbingan dalam

penyusunan skripsi ini hingga selesai.

2. Ir. Ade Iskandar, MSi, selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritiknya untuk penyempurnaan skripsi ini.

3. Analis dan staf Balai Besar Pasca Panen atas bantuannya kapada penulis

selama melaksakan penelitian.

4. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu pada lembar ini.

Hanya ucapan terima kasih yang dapat penulis berikan, semoga Allah SWT membalas kebaikan Bapak, Ibu serta rekan-rekan semua. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya.

Bogor, November 2007

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. SAGU ... 4

1. Botani Sagu ... 4

2. Komposisi Kimia Sagu ... 6

B. UBI JALAR ... 7

1. Botani Ubi Jalar ... 7

2. Komposisi Kimia Ubi Jalar ... 9

C. KACANG HIJAU ... 10

1. Botani Kacang Hijau ... 10

2. Komposisi Kimia Kacang Hijau ... 12

D. BISKUIT ... 12

C. MISTURE EXPERIMENT ... 15

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 17

A. BAHAN DAN ALAT ... 17

B. TATALAKSANA PENELITIAN ... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

A. PERANCANGAN FORMULA ... 21

B. KARAKTERISASI PRODUK ... 22

C. OPTIMASI ... 24

(10)

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

A. KESIMPULAN ... 34

B. SARAN ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

(11)

FORMULASI DAN OPTIMASI PRODUK BISKUIT

BERBAHAN BAKU SAGU UBI JALAR DAN

KACANG HIJAU

Oleh

ANINDYAJATI MAYANG F34103074

2007

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(12)

FORMULASI DAN OPTIMASI PRODUK BISKUIT

BERBAHAN BAKU SAGU UBI JALAR DAN

KACANG HIJAU

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

ANINDYAJATI MAYANG F34103074

2007

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(13)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FORMULASI DAN OPTIMASI PRODUK BISKUIT

BERBAHAN BAKU SAGU UBI JALAR DAN

KACANG HIJAU

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ANINDYAJATI MAYANG F034103074

Tanggal kelulusan : Desember 2007

Menyetujui, Bogor, Desember 2007

(14)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul ”Formulasi dan Optimasi Produk Biskuit Berbahan Baku Sagu Ubi Jalar dan Kacang Hijau” adalah asli hasil karya sendiri, arahan dosen pembimbing

akademik, kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, 5 Desember 2007

Yang Membuat Pernyataan

Anindyajati Mayang

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Anindyajati Mayang, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Juli 1985. Penulis adalah anak kedua dari pasangan Ir. Mufti Muhammadi Darissalam dan Annisah.

Riwayat pendidikan penulis dimulai dari SD Islam Harapan Ibu Jakarta Selatan (1990-1997), Yangon International Junior High School (1997 - 1998), SLTP Islam Al-Azhar 3 Bintaro (1998 - 2000), SMU Islam Al-Azhar 1 Pusat Kebayoran (2000-2003).

Pada tahun 2003, penulis diterima di IPB melalui jalur USMI. Pada tahun 2005

hingga 2006 penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum beberapa mata kuliah, diantaranya adalah Kimia Dasar, Gambar Teknik, dan Penerapan Komputer. Penulis juga tergabung dalam organisasi Himalogin, sebagai Kepala Biro Informasi dan Komunikasi masa jabatan 2006/2007. Pada tahun 2006 penulis berkesempatan melaksanakan Praktek Lapang di PG Redjosarie (Persero), PTPN

XI dengan kajian analisis efisiensi dan produktivitas.

(16)

Anindyajati Mayang, F34103074. Formulasi dan Optimasi Produk Biskuit Berbahan Baku Sagu Ubi Jalar dan Kacang Hijau. Di bawah bimbingan Ir. Faqih Udin MSc, dan Ir Endang Yuli Purwani, MSi. 2007.

RINGKASAN

Indonesia merupakan negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi dan memiliki keanekaragaman hayati tinggi. Sumber daya alam yang besar ini merupakan modal penting untuk memenuhi kebutuhan pangan. Penggalian potensi bahan pangan lokal unggulan daerah merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai ketahanan pangan nasional. Umbi-umbian serta kacang-kacangan adalah salah satu komoditas pertanian Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan. Sagu, ubi jalar, dan kacang hijau merupakan sumber daya alam potensial sebagai bahan pensubstitusi pangan. Pemanfaatan bahan pangan lokal, dapat ditingkatkan melalui pengembangan produk olahannya. Pengembangan produk perlu diarahkan untuk menciptakan suatu produk baru yang memiliki beberapa sifat yang diminati oleh masyarakat. Saat ini masyarakat menghendaki produk yang bersifat praktis, tersedia dalam segala ukuran, dan mudah didapat di mana saja. Salah satu jenis produk yang memenuhi kriteria tersebut adalah biskuit.

Penelitian bertujuan untuk mendapatkan formula optimum produk biskuit dengan bahan baku sagu, ubi jalar, dan kacang hijau, dengan parameter sifat kimia, fisik, dan organoleptik.

Tatalaksana penelitian terdiri atas: perancangan formula, pembuatan produk, karakterisasi produk, optimasi terhadap variabel respon, dan validasi. Perancangan formula dilakukan dengan desain simpleks-sentroid, sehingga ada sepuluh unit perlakuan yang diuji untuk menghasilkan produk yang memiliki sifat sensori, tekstur dan komposisi kimia yang diinginkan.

Berdasarkan rancangan percobaan dan data hasil pengukuran terhadap 10 uni perlakuan akhirnya dipilih 4 formula, yakni F1, F2, F3, dan F4 yang memiliki potensi dikembangkan. Formula yang paling optimum adalah formula dengan nilai D mendekati 1. Dari hasil perhitungan optimasi didapatkan nilai D formula F1 adalah 0.69, formula F2 0.66, formula F3 0.43, dan formula F4 0.41. Oleh karena itu, formula optimal yang dipakai adalah formula F1 dengan komposisi pati sagu 79.52%, pasta ubi jalar 3.92%, dan pasta kacang hijau 16.56%.

(17)

Anindyajati Mayang, F34103074. Formulation and Optimization of Biscuit Product Containing Sagoo Sweet Potato and Mung Bean as Raw Materials. Supervised by Ir. Faqih Udin MSc, and Ir Endang Yuli Purwani, MSi. 2007.

SUMMARY

Indonesia is a country with a high population growth and various natural resources. These great natural resources are potential to fulfill the needs of food. Two varieties of Indonesia’s agricultural commodities are tuber crops and legumes. Both resources are potential crops to be utilized as source of food. Utilization of local food resources could be developed through its processed products. Product development is focused on creating a new product that meets the consumer requirements. Nowadays consumers require a product that is practical, available in any sizes, and easy to find. Biscuit is a product that fits the criteria, therefore a biscuit product with sago, sweet potato and mung bean as the main ingredients is developed.

The objective of this research is to obtain an optimum biscuit formula with sago, sweet potato and mung bean as raw materials. Chemical composition, physical characteristic, and sensory analysis were the parameters used to reach the goal.

This research is divided into several stages, which is: formula designing, production of the product, product characterization, optimizing variable responses, and validation. A simplex-centroid design is used to design the formula. Thus ten formulas were analyzed to obtain a product that satisfies the sensory characteristics, texture, and chemical composition.

Subsequent to the characteristics of the ten formulas obtain before, four formulas that has the potential to be developed are chosen. The four formulas are formula F1, F2, F3, and F4. The optimize formula is the one with a Desirability value close to one. Through the calculation, the Desirability value of F1 is 0.69, F2 is 0.66, F3 is 0.43, and F4 is 0.41. Therefore it is concluded that the optimize formula is F1. The composition of F1’s formula is sago starch 79.52%, sweet potato paste 3.92%, and mung bean paste 16.56%.

(18)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

limpahan rahmat, kasih sayang dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan pada Maret 2007 hingga Agustus 2007 dengan judul

“Formulasi dan Optimasi Produk Biskuit Berbahan Baku Sagu Ubi Jalar dan Kacang Hijau”.

Pada kesempatan ini penulis juga hendak mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, khususnya kepada :

1. Ir. Faqih Udin, MSc dan Ir. Endang Yuli Purwani, MSi, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan motivasi, arahan dan bimbingan dalam

penyusunan skripsi ini hingga selesai.

2. Ir. Ade Iskandar, MSi, selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritiknya untuk penyempurnaan skripsi ini.

3. Analis dan staf Balai Besar Pasca Panen atas bantuannya kapada penulis

selama melaksakan penelitian.

4. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu pada lembar ini.

Hanya ucapan terima kasih yang dapat penulis berikan, semoga Allah SWT membalas kebaikan Bapak, Ibu serta rekan-rekan semua. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya.

Bogor, November 2007

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. SAGU ... 4

1. Botani Sagu ... 4

2. Komposisi Kimia Sagu ... 6

B. UBI JALAR ... 7

1. Botani Ubi Jalar ... 7

2. Komposisi Kimia Ubi Jalar ... 9

C. KACANG HIJAU ... 10

1. Botani Kacang Hijau ... 10

2. Komposisi Kimia Kacang Hijau ... 12

D. BISKUIT ... 12

C. MISTURE EXPERIMENT ... 15

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 17

A. BAHAN DAN ALAT ... 17

B. TATALAKSANA PENELITIAN ... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

A. PERANCANGAN FORMULA ... 21

B. KARAKTERISASI PRODUK ... 22

C. OPTIMASI ... 24

(20)

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

A. KESIMPULAN ... 34

B. SARAN ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi kimia sagu dengan sumber pati lainnya ... 7

Tabel 2. Komposisi kimia empat varietas sagu Indonesia ... 7

Tabel 3. Komposisi kimia ubi jalar ... 10

Tabel 4. Syarat Mutu Biskuit (SNI 01-2973-1992) ... 13

Tabel 5. Persentase komposisi bahan pembuat cookies ... 18

Tabel 6. Rancangan formula cookies ... 21

Tabel 7. Sifat sensoris 10 formula cookies ... 22

Tabel 8. Sifat kimia 10 formula cookies ... 23

Tabel 9. Sifat fisik 10 formula cookies ... 23

Tabel 10. Model ordo terpilih dan persamaan polinomial setiap variabel respon ... 25

Tabel 11. Hasil analisis ragam (ANOVA) masing-masing variabel respon ... 27

Tabel 12. Empat formula cookies terpilih hasil optimasi Design Expert 7.0 ... 28

Tabel 13. Nilai prediksi dan aktual dari masing-masing variabel respon ... 31

(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Pohon sagu (Metroxylon sp.)... 5 Gambar 2. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) ... 9 Gambar 3. Kacang Hijau (Virginia radiate L) ... 11 Gambar 4. Diagram alir pembuatan produk cookies berbahan baku

Sagu, ubi jalar, dan kacang hijau ... 19 Gambar 5. Contour plot yang menunjukkan nilai desirability

cookies dengan formula optimal ... 29 Gambar 6. Gambar 3D yang menunjukkan nilai desirability

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Prosedur analisa ... 40

Lampiran 2. Hasil evaluasi perancangan formula ... 44

Lampiran 3. Format lembar uji hedonik ... 45

Lampiran 4. Hasil ANOVA dari masing-masing variabel respon ... 46

(24)

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi dan keanekaragaman hayati yang besar. Sumber daya alam ini merupakan modal penting untuk memenuhi kebutuhan pangan. Penggalian potensi bahan pangan lokal unggulan daerah merupakan salah satu upaya

pemerintah untuk mencapai ketahanan pangan nasional. Sagu, umbi-umbian serta kacang-kacangan adalah salah satu komoditas pertanian Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan.

Sagu merupakan komoditas potensial sebagai bahan pensubstitusi produk pangan dan bahan baku untuk industri. Tanaman sagu dapat dipanen

dan diolah tanpa mengenal musim, serta resiko terkena hama penyakit tanaman kecil (Djoefrie, 1999). Luas areal sagu yang terdapat di Indonesia sekitar 1,128 juta ha atau 51,3% dari 2,201 juta ha areal sagu dunia. Menurut statistik perkebunan tahun 2000, potensi produksi tepung sagu yang dapat dihasilkan dari luasan tersebut adalah 6,50 juta ton. Sekitar 40% dari jumlah tegakan sagu di Papua (seluas 300.000 ha) merupakan tanaman produktif yang siap panen sehingga potensi ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber cadangan pangan pada masa yang akan datang. Namun potensi sagu belum dimanfaatkan secara maksimal. Dari segi pemanfaatannya, Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand. Pemanfaatan

sagu di Indonesia baru sekitar 10% dari potensi yang ada. Daerah potensial penghasil sagu antara lain Riau, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Irian Jaya. Berdasarkan potensi areal, dan kebutuhan pangan masyarakat, sagu berperan sebagai sumber karbohidrat yang dapat

dimanfaatkan untuk produk-produk pangan (Limbongan, 2007).

(25)

dapat digunakan sebagai bahan mentah untuk industri. Ubi jalar memiliki potensi produktivitas yang tinggi, yaitu sebesar 30-40 ton/ha. Namun dalam dekade terakhir produktivitas ubi jalar menurun jauh hingga 9.4-9.5 ton/ha. Padahal ubi jalar dapat menjadi substitusi bahan pangan pokok di Indonesia,

karena ubi jalar merupakan penghasil karbohidrat. Nilai kalori ubi jalar cukup tinggi, yaitu 123 kalori / 100 gram. Ubi jalar berkulit tipis, apabila kulit tersebut rusak organisme akan mudah masuk dan merusak umbi. Pengolahan ubi jalar menjadi produk jadi maupun setengah jadi selain meningkatkan nilai

ekonomis ubi jalar, juga meningkatkan masa simpan.

Kacang-kacangan merupakan sumber protein nabati. Salah satu jenis kacang-kacangan yang dapat dikembangkan sebagai produk pangan adalah kacang hijau. Kacang hijau merupakan sumber zat gizi yang sangat potensial. Kandungan proteinnya dapat mencapai 20 – 25 persen. Kacang hijau juga mengandung vitamin dan mineral yang penting untuk tubuh manusia. Vitamin

yang paling banyak terkandung pada kacang hijau adalah thiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2), dan niasin (vitamin B3). Selain itu kacang hijau juga merupakan sumber serat pangan (dietary fiber). Kadar serat dalam kacang hijau dapat mencegah terjadinya sembelit, serta penyakit lainnya yang

berhubungan dengan sistem pencernaan. Kombinasi kacang hijau dengan sumber karbohidrat seperti ubi jalar dan sagu akan menghasilkan produk dengan kualitas gizi yang lebih baik.

Pemanfaatan bahan pangan lokal, dapat ditingkatkan melalui pengembangan produk olahannya. Hal ini juga diperlukan untuk mewujudkan

diversifikasi pangan. Pengembangan produk perlu diarahkan untuk menciptakan suatu produk baru yang memiliki beberapa sifat yang diminati oleh masyarakat. Saat ini masyarakat menghendaki produk yang bersifat praktis, tersedia dalam segala ukuran, dan mudah didapat di mana saja. Salah satu jenis produk yang memenuhi kriteria tersebut adalah biskuit.

(26)

Faubion, 1990). Salah satu klasifikasi biskuit adalah cookies. Cookies merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak dengan sifat yang lebih renyah karena tekstur yang kurang padat. Cookies umumnya dibuat dari bahan baku terigu. Cookies dari bahan-bahan lokal seperti sagu, ubi jalar, dan kacang hijau belum banyak dikembangkan.

B. TUJUAN

Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi sifat kimia, fisik, dan

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. SAGU (Metroxylon sp.) 1. Botani sagu

Sagu merupakan palma penting penghasil pati. Secara alami tanaman sagu tersebar dari Melanesia di Pasifik Selatan di sebelah Timur sampai ke Indian di sebelah Barat (90 – 180 Bujur Timur) dan dari Mindanau di sebelah Utara sampai di Pulau Jawa di sebelah Selatan ( 10 Lintang Utara

– 10 Lintang Selatan). Dilihat dari sifat morfologinya, tanaman sagu dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang batangnya tidak berduri (Metroxylon sagu Rottb.) dan yang batangnya berduri (M. rumphii Mart.). Di Nusantara bagian timur sagu yang umum ditemukan adalan M. rumphii Mart. yang berduri. Daerah utama kawasan sagu di Nusantara ialah Irian

Jaya, Maluku, Sulawesi, Kalimantan serta Sumatera (Djoefrie, 1999). Kondisi lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanaman sagu adalah kisaran suhu udara rata-rata 23 – 30º C dengan curah hujan 2000 – 4000 ml per tahun (Sagiman, 2004). Sagu umumnya tumbuh di dataran

rendah hingga ketinggian 700 m di atas permukaan laut (Anonim, 1987). Habitat sagu umumnya di sekitar sumber air, misalnya di daerah rawa air tawar, sekitar aliran sungai dan dataran rendah yang lembab. Daerah berlumpur basah dan agak asam adalah lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanaman sagu (Flach, 1977).

Bagian terpenting dari tanaman sagu adalah batang sagu, karena

merupakan tempat penyimpanan cadangan makanan (karbohidrat) yang dapat menghasilkan pati sagu. Batang sagu berbentuk silinder dengan diameter sekitar 50 cm bahkan dapat mencapai 80-90 cm. Ukuran batang sagu dan kandungan patinya tergantung pada jenis sagu, umur dan habitat

(28)

berwarna cokelat kehitaman, dan lapisan serat dan empulur yang mengandung karbohidrat dan serat-serat (Haryanto dan Pangloli, 1992).

Sagu memiliki daun sirip, menyerupai daun kelapa yang tumbuh pada tangkai daun kelapa. Daun sagu muda umumnya berwarna hijau muda

yang berangsur-angsur berubah menjadi cokelat kemerah-merahan apabila sudah tua dan matang (Haryanto dan Pangloli, 1992). Bunga sagu berbentuk rangkaian yang keluar pada ujung batang. Bunga ini tumbuh didahului dengan tanda mengecilnya daun bendera. Tanaman sagu

berbunga pada umur 8 – 15 tahun, tergantung pada kondisi tanah, tinggi tempat tumbuh dan varietas.

Umur panen sagu sekitar 11 tahun ke atas. Pada kondisi tersebut empulur sagu mengandung pati sekitar 15 – 20 %. Setelah lewat umur panen, kandungan pati biasanya menurun yang ditandai dengan mulai terbentuknya primordial bunga. Berkurangnya kandungan pati karena pati

digunakan sebagai energi untuk pembentukan bunga dan buah. Setelah pembungaan dan pembentukan buah, batang akan menjadi kosong dan tanaman sagu mati (Haryanto dan Pangloli, 1992).

(29)

2. Komposisi Kimia Sagu

Flach (1977) menyatakan bahwa sifat sagu dipengaruhi oleh faktor genetik maupun proses ekstraksinya seperti pemakaian peralatan, kualitas air, penyimpanan potongan batang sagu, dan kondisi penyaringan.

Berdasarkan Ruddle (1978), komponen terbesar dalam 100 gram sagu Metroxylon mentah adalah karbohidrat sebesar 71.0 gram. Kemudian kalsium 30.0 gram, air 27.0 gram, serat 0.3 gram, protein 0.2 gram, dan besi 0.7 mg. Adapun kandungan lemak serta vitamin seperti karoten,

thiamin dan asam askorbat sangatlah kecil, sehingga dapat diabaikan. Kalori yang dapat dihasilkan oleh 100 gram sagu Metroxylon mentah sebesar 285.0 kal.

Sedangkan berdasarkan Djoefrie (1999), kadar karbohidrat yang terdapat dalam sagu sebesar 85.0%. Kemudian kadar air sebesar 13.7%, kadar abu 0.4%, kadar lemak 0.2%, kadar serat 0.2%, dan kadar protein

0.7%. Tepung sagu dapat menghasilkan energi sebesar 357.0 Kcal per 100 gramnya.

Apabila sagu akan dijadikan makanan pokok dalam rangka diversifikasi pangan, maka kadar gizi yang dikandung dalam sagu

hendaknya diperhatikan. Kadar karbohidrat di dalam pati sagu lebih tinggi daripada beras, tetapi kadar protein dan vitamin di dalam sagu sangat rendah bahkan lebih rendah daripada tepung gaplek. Sagu hanya dapat mendukung pertumbuhan manusia bila dimakan bersama makanan lain yang bergizi tinggi. Nilai gizi sagu dapat ditingkatkan dengan dua cara,

yaitu dengan memberikan suplemen dan fortifikasi. Dengan cara suplemen, pati sagu dicampur dengan bahan lain, sehingga kadar gizinya lebih baik. Dengan cara fortifikasi, pati sagu ditambah satu atau beberapa zat gizi untuk maksud tertentu (Djoefrie, 1999). Ketersediaan sagu yang banyak memungkinkan sagu untuk menjdi bahan pangan pokok, namun

(30)

Tabel 1. Komposisi kimia sagu dibandingkan sumber pati lainnya

Komposisi Sagu Pati kentang Pati jagung

Air (%) 10 – 20 18.5 12.2

Abu (%) 0.06 – 0.43 0.25 0.20

Protein (%) 0.20 – 0.32 0.63 0.88

Karbohidrat (%) 73.16 – 86.99 80.22 86.28

Lemak (%) 0.10 – 0.13 0.12 0.20

Serat (%) 2.65 – 5.96 0.28 0.24

Sumber: Ahmad, et. al., 1999

Berdasarkan Purwani, et.al. (2006) Indonesia memiliki beragam varietas sagu, diantaranya adalah sagu Tuni, Molat, Ihur, dan Pancasan. Walaupun berbeda varietas namun komposisi kimia pati sagu secara umum tidak memberikan perbedaan secara nyata terhadap karakter yang dievaluasi. Pada Tabel 2 dapat dilihat komposisi kimia empat varietas pati

sagu Indonesia.

Tabel 2. Komposisi kimia dari empat varietas pati sagu Indonesia

Karakteristik (%)

Varietas Sagu

Tuni Molat Ihur Pancasan

Kadar air 16.9 17.03 17.03 14.01

Kadar abu 0.27 0.22 0.26 0.18

Kadar protein

0.3 0.48 0.25 0.37

Kadar lemak 0.06 0.03 0.12 0.09

Kadar karbohidrat

82.55 82.37 82.27 85.29

Kadar serat kasar

0.87 0.63 0.70 0.62

Sumber: Purwani, et.al., 2006

(31)

B. UBI JALAR (Ipomoea batatas L) 1. Botani Ubi Jalar

Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang memliki tingkat toleransi terhadap kondisi iklim dan tanah, lebih tinggi dibandingkan jenis

umbi-umbian tropis lainnya. Ubi jalar dapat tumbuh pada suhu rendah, sehingga ubi jalar dapat ditanam pada altitude 300 meter. Oleh karena itu ubi jalar dapat menjadi bahan pangan pokok bagi masyarakat daerah dataran tinggi (Leakey dan Wills, 1977).

Terdapat ratusan kultivar ubi jalar dan sebagian besar ditemukan dengan bentuk dan kebiasaan tumbuh yang sama. Bentuk ubi jalar yang biasa ditemukan adalah dengan batang panjang dan menjalar 0.9-4.5 m, dan luas daun sedang hingga lebar. Bunga tumbuh secara terpisah dengan warna yang bervariasi dari putih hingga ungu (Kay, 1973).

Ubi jalar memproduksi umbi pada akar. Pertumbuhan tersebut terjadi

karena pertumbuhan sekunder dari akar-akar yang berada 20-25 cm di bawah permukaan tanah. Sebagian besar umbi berkembang dari akar keras yang terdapat pada tumbuhan (Onwueme, 1978).

Ubi jalar dapat tumbuh pada daerah tropis, subtropis, dan area dengan

temperatur hangat. Ubi jalar biasa terdapat pada daerah di antara 40º LU, dan 32º LS. Untuk pertumbuhan yang optimum dibutuhkan suhu 24º C atau lebih, dengan sinar matahari yang banyak. Pertumbuhan akan terhambat pada cuaca dingin, dan umbi akan rusak pada suhu di bawah 10 º C (Kay, 1973).

Ubi jalar setidaknya membutuhkan 50 cm hujan selama masa pertumbuhan, dan curah hujan 75-100 cm per tahun merupakan kondisi terbaik, dengan kelembaban rendah agar tumbuhan dapat mencapai masa dewasa. Ubi jalar dapat mentoleransi musim kemara, namun produktivitas ubi akan sangat menurun jika kekurangan air terjadi 50-60 hari setelah

penanaman. Ubi jalar dapat tumbuh dengan baik dengan pasokan irigasi sebesar 112-150 cm/ha (Kay, 1973).

(32)

panjang beberapa centimeter hingga lebih dari 30 centimeter. Permukaan ubi ditutupi oleh lapisan kulit tipis. Bagian kulit serta daging ubi mengandung pigmen karotenoid atau antosianin yang menentukan warna ubi. Berdasarkan kombinasi dan intensitas pigmen tersebut, kulit serta

daging ubi jalar dapat berwarna putih, kekuningan, atau keunguan. Getah akan diproduksi laticifer, ketika daging ubi dipotong (Onwueme, 1978).

Gambar 2. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L)

2. Komposisi Kimia Ubi Jalar

Tanaman ubi jalar lebih efektif sebagai penghasil karbohidrat

dibandingkan dengan ubi kayu. Ubi jalar mampu menghasilkan 48000 kalori per hektar per hari, sedang ubi kayu hanya 35000 kalori per hektar per hari. Hal ini tentu tidak terlepas dari umur panen tanaman ini lebih pendek dari ubi kayu yakni hanya sekitar empat bulan (Syarief, 1999).

Bradburry dan Halloway (1988) menyusun urutan prioritas beberapa

bahan pangan menurut kandungan energi, protein, mineral, dan vitamin seperti berikut ini:

• Energi: beras > ubi jalar > leguminosa

• Protein: leguminosa > beras > ubi jalar

• Mineral (Ca dan Fe): leguminosa > ubi jalar > beras

• Vitamin: ubi jalar > leguminosa > beras

(33)

komoditas ini rendah (Huang, 1982). Komposisi kimia ubi jalar per 100 gram dicantumkan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia ubi jalar

Parameter Satuan

Referensi

Tsou et al, 1989

Direktorat Gizi dan Dep. Kesehatan RI, 1993

Setyono, 1989

Kadar air g 70 68,5 65,5

Kadar serat kasar

g 0,3 - 0,7

Kalori cal 113 123 135

Protein g 2,3 1,8 1,1

Fe mg 1,0 0,7 0,7

Ca mg 46 30 55,0

Vitamin A IU 7100 60 – 77000 900

Vitamin B1 mg 0,08 - -

Vitamin B2 mg 0,05 - -

Niacin mg 0,9 - -

Vitamin C mg 20 30 35,0

Ubi jalar mengandung beberapa zat anti gizi dan penurun cita rasa yang memberikan pengaruh negatif terhadap preferensi ubi jalar. Anti gizi utama dalam ubi jalar adalah trypsin inhibitor yang bersifat menghambat kerja tripsin yang berperan sebagai pemecah protein. Akibat adanya anti-tripsin ini, menyebabkan pencernaan protein dalam usus terhambat,

sehingga menurunkan tingkat penyerapan protein dalam tubuh. Aktivitas anti tripsin dapat berkurang dengan perebusan, pengukusan dan pemasakan (Bradbury dan Halloway, 1988)

Komponen lain yang kurang disukai dalam ubi jalar adalah adanya senyawa penyebab flatulensi. Senyawa ini dalam ubi jalar berlum dapat

(34)

menghasilkan gas H2 dan CO2. Dengan pemasakan sifat pembentukan gas

tersebut dapat diturunkan (Truong, 1992).

C. KACANG HIJAU (Virginia radiate L.) 1. Botani Kacang Hijau

Kacang-kacangan sebagai bahan pangan sumber energi dan protein sudah lama dimanfaatkan penduduk Asia, Afrika, Amerika Latin, dan negara lainnya. Kacang-kacangan termasuk dalam kelas Leguminosae, yaitu merupakan tanaman dikotiledon (memiliki dua keping biji) yang kaya zat gizi sebagai cadangan makanan bagi embrio selama germinasi (proses berkecambah). Salah satu jenis kacang-kacangan adalah kacang hijau Virginia radiata L. (Astawan,2004).

Tanaman kacang hijau memiliki batang tegak dengan cabang-cabang menyebar, polong berbentuk bulat dengan panjang antara 8-15 cm, tiap

polong berisi 6-16 biji bulat agak memanjang, umurnya lebih pendek dibandingkan dengan kacang-kacangan lainnya (Kay, 1979).

Kacang hijau membutuhkan suhu hangat dan memiliki toleransi yang tinggi terhadap suhu yang tinggi. Kacang hijau dapat tumbuh pada daerah

dengan rata-rata suhu antara 30 º C – 36 º C. Untuk memberikan hasil yang optimum dibutuhkan curah hujan 750-900 mm/are, walaupun begitu rendemen yang umumnya didapatkan pada daerah dengan curah hujan hanya sebesar 650 mm/are. Kacang hijau cukup toleran terhadap kekeringan, sehingga dapat tumbuh pada daerah dengan curah hujan kecil

(Kay, 1979).

(35)

2. Komposisi Kimia Kacang Hijau

Komposisi kimia kacang hijau sangat beragam, tergantung pada varietas, faktor genetik, iklim, maupun kondisi lingkungan. Karbohidrat merupakan komponen terbesar (lebih dari 55%) biji kacang hijau kering,

yang terdiri dari pati, gula, dan serat. Pati pada kacang hijau memiliki daya cerna yang sangat tinggi yaitu 99.8%, sehingga sangat baik untuk dijadikan bahan makanan untuk bayi dan anak balita yang sistem pencernaannya belum sempurna (Astawan, 2004).

Protein merupakan penyusun utama kedua setelah karbohidrat. Kacang hijau mengandung 20 – 25 % protein. Protein pada kacang hijau mentah memiliki daya cerna sekitar 77%. Protein kacang hijau kaya akan asam amino leusin, arginin, iso leusin, valin, dan lisin. Kandungan lemak dalam kacang hijau relatif sedikit (1 – 1.2 %). Lemak kacang hijau sebagian besar tersusun atas lemak tidak jenuh oleat (20.8%), linoleat

(16.3%) dan linolenat (37.5%). Linoleat dan linolenat merupakan asam lemak esensial yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi dan anak balita (Astawan, 2004).

Kacang hijau juga mengandung vitamin dan mineral yang penting

untuk tubuh manusia. Vitamin yang paling banyak terkandung pada kacang hijau adalah thiamin (B1), riboflavin (B2), dan niasin (B3). Selain itu kacang hijau juga merupakan sumber serat pangan (dietary fiber) (Astawan, 2004).

Menurut Kay (1979), kacang hijau memiliki perkiraan komposisi

sebagai berikut: kadar air 6.6 – 11.6 %, protein 19.7 – 24.2 %, karbohidrat total 60.3 – 67.5 %, serat kasar 4.2 – 4.4 %, abu 3.4 – 3.5 %, lemak 1.0 – 1.3 %, kalsium 118 – 145 mg/100 gram, fosfor 340 – 345 mg/100 gram, besi 5.9 – 7.7 mg/100 gram, potassium 1028 mg/100 gram.

D. BISKUIT

(36)

Menurut Manley (1998) biskuit diklasifikasikan berdasarkan beberapa sifat, yaitu : (1) tekstur dan kekerasan; (2) perubahan bentuk akibat pemangganan; (3) ekstensibilitas adonan; dan (4) pembentukan produk. Berdasarkan SII tahun 1990, biskuit dapat diklasifikasikan menjadi biskuit

keras, crackers, cookies, dan wafer. Biskuit keras dibentuk dari adonan keras dan memiliki tekstur padat. Crackers adalah biskuit yang dibuat dari adonan keras melalui fermentasi dan memiliki struktur yang berlapis-lapis. Cookies merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak dengan sifat yang

lebih renyah karena tekstur yang kurang padat. Sedangkan wafer adalah jenis biskuit dari adonan cair dengan sifat yang sangat renyah dan memiliki tekstur yang berongga.

Biskuit yang baik harus memenuhi syarat yang ditetapkan SNI 01-2973-1992 seperti yang terdapat pada Tabel 4.

Tabel 4. Syarat Mutu Biskuit

No. Karakteristik Syarat mutu

1. Kadar serat kasar (maksimum)

Kadar karbohidrat (minimum)

Sumber : SNI 01-2973-1992

(37)

tepung, susu, putih telur, dan air, sedangkan bahan pelembut terdiri dari gula, kuning telur,shortening, dan bahan pengembang (Matz dan Matz, 1978).

Tepung merupakan bahan baku dalam pembuatan sebagian besar biskuit. Banyaknya tepung mempengaruhi tekstur, kekerasan dan bentuk

biskuit. Meskipun demikian, efek tersebut berbeda-beda untuk tiap jenis biskuit, tergantung dari bahan tambahan lain seperti lemak dan gula, dan bagaimana adonan tersebut dicampur (Manley, 1998).

Pemanis merupakan bahan yang pasti ada dalam pembuatan cookies. Beberapa jenis biskuit khusus dapat disiapkan tanpa menggunakan tepung, air, atau pengembang, tetapi tidak ada formula cookie yang dibuat tanpa pemanis. Kuantitas pemanis yang ditambahkan biasanya memberi pengaruh signifikan terhadap tekstur, penampilan produk, dan rasa (Matz dan Matz, 1978).

Lemak merupakan komponen ketiga terbanyak setelah tepung dan

gula. Lemak mempengaruhi tekstur biskuit. Apabila kadar lemak tinggi, tesktur biskuit menjadi lembut (Manley, 1983). Salah satu jenis lemak yang dapat digunakan adalah margarin. Lemak nabati lebih banyak digunakan karena memberikan rasa lembut dan halus (Matz dan Matz, 1978).

Telur berpengaruh terhadap tekstur produk bakeri sebagai hasil dari fungsi emulsifikasi, pelembut tekstur dan daya pengikat. Penggunaan kuning telur memberikan tekstur yang lembut, tetapi struktur dalam biskuit tidak sebaik jika digunakan keseluruhan bagian telur (Matz dan Matz, 1978). Ketika putih telur dikocok (beaten), telur akan menjadi kaku karena terjadi koagulasi sebagian pada albumin. Apabila busa kaku tersebut dipanaskan akan terjadi koagulasi lebih lanjut sehingga membentuk bahan yang kaku. Oleh karena itu penambahan telur dapat membentuk struktur (Cameron, 1988).

Leavening agent (pengembang adonan) yang sering digunakan dalam pembuatan biskuit adalah baking powder. Baking powder merupakan campuran sodium bikarbonat (NaHCO3) dan asam seperti sitrat atau tartarat.

(38)

Matz, 1978). Kombinasi sodium bikarbonat dan asam dimaksudkan untuk memproduksi gas karbondioksida baik sebelum dipanggang atau saat dipanaskan di oven (Manley, 1998).

Secara umum dikenal dua metode pembuatan biskuit, yaitu metode

krim dan metode all-in (Whiteley, 1971). Pada metode krim, lemak dan gula dicampur sampai terbentuk krim homogen. Selama pembentukan krim, dapat ditambahkan bahaw pewarna dan essence. Selanjutnya dilakukan penambahan susu ke dalam krim. Pada tahap akhir ditambahkan tepung dan sisa air,

kemudian dilakukan pengadukan sampai terbentuk adonan yang cukup mengembang dan mudah dibentuk. Pada metode all-in semua bahan dicmpur bersamaan. Metode ini lebih cepat, namun adonan yang dihasilkan cenderung lebih padat dan keras daripada adonan pada metode krim.

E. MIXTURE EXPERIMENT

Menurut Cornell (1990), Mixture Experiment (ME) merupakan suatu metode rancangan percobaan kumpulan dari teknik matematika dan statistika dimana variabel respon diasumsikan hanya bergantung pada proporsi relatif bahan penyusunnya, dan bukan dari jumlah total campuran bahan tersebut.

Salah satu tujuan penggunaan perancangan percobaan ini adalah untuk mengoptimalkan respon yang diinginkan.

ME terdiri dari enam tahap utama. Tahap pertama yaitu menentukan tujuan percobaan, memilih bahan penyusun yang dianggap memberikan pengaruh nyata terhadap variabel respon produk akhir, menentukan batas atas

dan batas bawah berupa proporsi relatif masing-masing bahan penyusun campuran, menentukan variabel respon yang diinginkan, membuat model yang sesuai untuk mengolah data dari respon, dan memilih desain percobaan yang sesuai (Cornell, 1990).

Menurut Montgomery (2001), ME berbeda dengan polinomial biasa

(39)

digambarkan pada persamaan (2), dan model spesial kubik digambarkan pada persamaan (3).

dimana,

E(y) : variabel dependen ke-y

(40)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah pati sagu kering (Methroxylon sp.), ubi jalar (Ipomoea batatas), dan kacang hijau (Virginia radiata L). Pati sagu kering diperoleh dari daerah Pancasan, sedangkan ubi jalar dan kacang hijau diperoleh dari Pasar Merdeka, Bogor. Bahan-bahan

pendukung lainnya yang dibutuhkan dalam pembuatan produk biskuit adalah gula halus, mentega, telur, dan baking powder. Selain itu dibutuhkan bahan-bahan kimia untuk analisis sifat fisiko-kimia produk. Bahan-bahan-bahan kimia yang digunakan adalah selen, asam sulfat (H2SO4), natrium hidroksida (NaOH),

N-Heksan, alkohol 96%, asam borat, indikator metil red dan bromocresol green. Alat-alat yang digunakan adalah peralatan untuk membuat produk seperti grinder, mixer, dan oven. Alat-alat untuk pengujian sifat fisiko-kimia adalah oven, tanur, Brookefield QTS 25 Texture Analyzer, labu kjeldahl, desikator, peralatan soxhlet, peralatan destilasi dan alat-alat gelas untuk analisis.

B. TATALAKSANA PENELITIAN

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu: 1. Perancangan formula produk

Rancangan formula yang digunakan dalam penelitian ini adalah

rancangan simpleks dengan tiga variabel, di mana banyaknya titik ditentukan dengan rumus 2q – 1. Dengan q mewakili jumlah variabel yang digunakan (3), yaitu pati sagu kering (X1), ubi jalar (X2), dan kacang hijau (X3). Rancangan tersebut menghasilkan tujuh formula. Tiga formula

(41)

2. Pembuatan produk a. Pasta ubi jalar

Ubi jalar segar dibersihkan dari tanah dan kotoran lainnya dengan

menggunakan air. Ubi jalar yang telah bersih direbus selama 30 menit, kemudian dikupas kulitnya. Ubi jalar dimasukkan ke dalam grinder untuk menghasilkan pasta ubi jalar.

b. Pasta kacang hijau

Kacang hijau direndam dalam air selama 30 menit agar menjadi lunak, kemudian dikukus selama 30 menit. Kacang hijau dimasukkan ke dalam grinder untuk menghasilkan pasta kacang hijau.

c. Cookies

Adonan cookies yang dibuat menggunakan metode krim. Gula dan mentega dikocok dengan menggunakan mixer selama lima menit kemudian ditambahkan telur dan baking powder, dan dikocok kembali selama lima menit. Ke dalam adonan ditambahkan pasta ubi jalar dan kacang hijau sambil dilakukan pengadukan. Setelah itu ditambahkan pati sagu dan adonan diaduk hingga merata. Komposisi bahan-bahan

tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5.Persentase komposisi bahan pembuat cookies

No Bahan Jumlah (% b/b)

1 Bahan baku 65

2 Mentega 13

3 Gula 13

4 Telur 8.87

5 Baking Powder 0.13

Adonan diratakan ketebalannya sebesar 3 mm dengan

(42)

Tepung sagu

Kacang hijau Ubi jalar

Perebusan 30 menit

Pengukusan 30 menit Mentega

Gula

Pengocokan 5 menit Perendaman 30 menit

Penggilingan

Pasta Kacang hijau

Telur

Pengocokan 5 menit

Baking powder

Pengupasan kulit

Penggilingan

Pasta Ubi Jalar Pengadukan

Pengadukan hingga merata

Adonan

Roll dengan ketebalan 3 mm

Pencetakan

Pemanggangan dengan suhu 180 C

selama 20 menit

Biskuit (cookies)

Gambar 4. Diagram alir pembuatan produk cookies berbahan baku sagu, ubi jalar, dan kacang hijau.

3. Analisis sensori dan komposisi kimia

(43)

Analyzer. Analisis komposisi kimia meliputi kadar air, kadar abu total, kadar protein, kadar karbohidrat, kadar lemak, dan kadar serat kasar. Prosedur analisa lengkap dicantumkan pada Lampiran 1.

4. Optimasi formula

Optimasi dilakukan dengan bantuan program aplikasi komputer, yakni Design Expert V.7 (dx7). Design Expert adalah sebuah program yang digunakan untuk optimasi produk atau proses. Program ini

menyediakan rancangan yang efisiensinya tinggi untuk factorial designs, Responce Surface Methods, Mixture Design Techniques, dan Combined Designs.

Setelah data pengukuran dari setiap respon didapatkan, maka langkah selanjutnya adalah menentukan jenis model yang cocok untuk setiap respon. Penentuan jenis model dilakukan dengan cara melihat model

matematika yang signifikan untuk setiap respon pada kolom fit summary. Bila terdapat lebih dari satu model yang signifikan untuk suatu respon, maka model dengan polinomial (pangkat) lebih tinggi yang dipilih (Anonim, 2005). Setelah diketahui model yang terpilih, kemudian

dilakukan analisis data dengan ANOVA terkait dengan interaksi antara komponen yang dicampurkan dan model matematika respon yang diukur dan optimasi.

Kemudian ditentukan tujuan optimasi masing-masing variabel respon. Keluaran dari tahap optimasi adalah rekomendasi beberapa

formula baru yang optimal. Formula paling optimal adalah formula dengan nilai desirability paling tinggi.

5. Validasi

(44)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PERANCANGAN FORMULA

Rancangan formula yang digunakan adalah mixture simplex centroid design. Hal ini disebabkan komposisi tiap bahan baku dipengaruhi oleh komposisi bahan baku lainnya. Apabila persentase satu komponen ditambahkan maka persentase komposisi lainnya harus dikurangi. Pada tahap

perancangan formula, ditentukan total keseluruhan komponen sebesar 100%, sehingga rentang nilai komponen bahan baku, yaitu tepung sagu (X1), pasta ubi jalar (X2), dan pasta kacang hijau (X3), sebesar 0%-100%. Total formula yang dihasilkan sebanyak 10 formula. Hasil rancangan formula dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6. Rancangan formula cookies Nomor

Perlakuan

Persen komponen

Sagu Ubi jalar Kacang hijau

1 100,0 - -

2 - 100,0 - 3 - - 100,0 4 50,0 50,0 - 5 50,0 - 50,0

6 - 50,0 50,0

7 33,3 33,3 33,3 8 75,0 12,5 12,5 9 12,5 75,0 12,5 10 12,5 12,5 75,0

(45)

komponen A, B, dan C, masing-masing memiliki nilai 0.1043. Semakin besar nilai Ri2 menunjukkan semakin besar pula korelasi antar komponen-komponen tersebut. Hasil evaluasi perancangan formula secara lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 2.

B. KARAKTERISASI PRODUK

Karakterisasi produk dilakukan untuk mendapatkan nilai variabel respon berupa sifat sensori, sifat kimia dan sifat fisik. Nilai variabel respon terhadap

aspek organoleptik dari model minuman dinyatakan dalam skor kesukaan panelis terhadap aspek organoleptik, termasuk didalamnya adalah respon kekerasan, kerenyahan, warna, rasa, aroma, dan penerimaan keseluruhan (overall) Contoh format lembar uji kesukaan disajikan pada Lampiran 3. Variabel respon sifat sensoris dari sepuluh formula cookies disajikan dalam Tabel. 7.

Tabel 7. Sifat sensoris 10 formula cookies Nomor

Selain dapat diterima oleh konsumen, tujuan dari penelitian adalah mendapatkan formula optimum yang memenuhi standar baku. Dalam hal ini standar baku yang digunakan adalah SNI-01-2973-1992. Berdasarkan standar

tersebut beberapa karakteristik yang dijadikan syarat mutu adalah kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar protein, dan kadar serat. Oleh karena itu dilakukanlah analisa terhadap aspek-aspek tersebut di atas, sehingga didapatkan nilai variabel respon. Karakteristik kimia ke-10 formula

(46)

Tabel 8. Sifat kimia 10 formula cookies

Tesktur merupakan salah satu aspek penting yang mempengaruhi perilaku konsumen terhadap makanan, walaupun begitu perhatian konsumen terhadap aspek ini biasanya berada pada tingkat bawah sadar. Namun konsumen akan memperhatikan aspek tekstur ketika kualitas tekstur tidak memenuhi harapan. Oleh karena itu dilakukanlah analisa tekstur dengan

menggunakan Brookfield QTS 25 Texture Analyzer. Dua aspek tekstur yang diuji adalah kekerasan dan kerenyahan. Standar yang digunakan untuk analisa ini adalah produk biskuit Marie Roma yang telah dijual secara komersial, Hasil dari analisa tekstur disajikan pada Tabel 9.

(47)

Nilai variabel respon yang telah didapatkan dari analisa-analisa tersebut di atas kemudian dimasukkan ke dalam program sebagai data masukan. Piranti lunak Design Expert 7,0 digunakan untuk menganalisis data tersebut, hingga didapatkan solusi formula yang optimum.

C. OPTIMASI

Sebelum dilakukan optimasi, terlebih dahulu ditentukan persamaan polinomial dengan ordo yang sesuai untuk masing-masing variabel respon

(mean, linier, kuadratik, spesial kubik, atau kubik). Ada dua tahap untuk mendapatkan persamaan polinomial, yaitu berdasarkan sequential model sum of squares (tipe I), dan model summary statistics.

Partial sum of squares (tipe III) akan memilih ordo tertinggi persamaan polinomial dari satu variabel respon yang hasil analisis ragamnya masih memberikan hasil yang berbeda nyata. Model summary statistics akan memperlihatkan perbandingan dari tiap-tiap model. Model yang terpilih adalah model dengan nilai standar deviasi terkecil, karena menunjukkan error yang lebih kecil. Selain itu juga memiliki nilai adjusted R2 dan R2 prediksi yang mendekati nilai satu. Nilai satu mewakili kasus ideal dimana 100 persen

dari variasi pada nilai yang diuji dapat dijelaskan pada model tersebut. Apabila pada tahap ini terdapat dua model yang direkomendasikan, maka model dengan polinomial yang lebih tinggi yang dipilih. Tabel 10. memberikan ringkasan model ordo dan persamaan polinomial untuk setiap variabel respon.

Hasil analisis ragam akan menyatakan variabel respon berbeda nyata jika pada selang kepercayaan 95% nilai P lebih kecil dari α = 0,05. Variabel respon yang hasil analisis ragamnya berbeda nyata dapat digunakan sebagai model prediksi pada tahap optimasi karena variabel uji memberikan pengaruh yang signifikan terhadap respon model biskuit tersebut. Sebagai contoh,

(48)

terhadap total bahan baku memberikan kadar air yang berbeda secara nyata atau signifikan dalam model cookies.

Tabel 10. Model ordo terpilih dan persamaan polinomial setiap variabel

respon

Variabel Respon

Model Ordo Nilai R2 Persamaan Polinomial

(49)

Berdasarkan hasil analisis ragam (ANOVA) dari masing-masing variabel respon, diketahui bahwa terdapat empat respon yang tidak dapat digunakan sebagai model prediksi untuk mendapatkan formula cookies yang optimal. Hal ini disebabkan hasil analisis ragamnya tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Keempat variabel respon tersebut adalah respon kekerasan berdasarkan Texture Analyzer, respon rasa uji sensori, respon aroma uji sensori, dan respon kadar serat kasar. Pada Tabel 11 ditampilkan ringkasan

hasil analisis ragam masing-masing variabel respon. Sedangkan hasil analisis ragam (ANOVA) secara lengkap untuk masing-masing variabel respon dapat dillihat pada Lampiran 4.

Berdasarkan hasil analisis ragam, dapat dilihat bahwa persepsi panelis terhadap ke sepuluh formula dari segi rasa dan aroma tidaklah berbeda. Sehingga dapat disimpulkan ke sepuluh formula tersebut dapat diterima

dengan baik oleh konsumen. Profil tekstur terdiri dari beberapa parameter, diantaranya adalah kekerasan dan kerenyahan. Hasil analisis ragam untuk respon tekstur memberikan hasil yang berbeda. Respon kekerasan menghasilkan analisa yang tidak berbeda nyata secara signifikan sedangkan

kerenyahan sebaliknya. Padahal berdasarkan Sunandar (2004), kekerasan memiliki hubungan yang erat dengan kerenyahan, di mana biskuit yang keras berarti memiliki kerenyahan yang rendah sehingga sulit dihancurkan. Perbedaan signifikansi pada kedua respon tersebut mungkin disebabkan oleh adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi respon kerenyahan sehingga

(50)

Tabel 11. Hasil analisis ragam (ANOVA) masing-masing variabel respon

Linear 12,34 2 6,17 10,86 0,0072 Signifikan

Rasa Linear 0,90 2 0,45 4,01 0,0692 Tidak

Kuadratik 3,14 5 0,63 14,81 0,0109 Signifikan

Kadar Air Linear 286,90 2 143,45 10,96 0,0070 Signifikan Kadar Abu Spesial

Kubik

Linear 124,25 2 62,12 36,46 0,0002 Signifikan

Kadar Serat

Linear 1174,18 2 587,09 25,00 0,0006 Signifikan

Setelah dilakukan analisis keragaman, kemudian dilakukan optimasi.

Menurut Ma’arif et, al, (1989) tujuan dari optimasi adalah untuk meminimumkan usaha yang diperlukan atau biaya operasional dan memaksimumkan hasil yang diinginkan. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan formula yang disukai konsumen dan memenuhi standar baku.

(51)

mencari kondisi terbaik yang mempertemukan semua fungsi. Dari hasil analisa keragaman dapat ditentukan variabel yang menjadi variabel respon adalah variabel kerenyahan, skor sensori yang meliputi kekerasan, kerenyahan, warna, dan penerimaan keseluruhan, kadar protein, kadar

karbohidrat, kadar abu, kadar lemak, dan kadar air. Dalam penelitian ini fungsi tujuan untuk skor analisa sensori, kerenyahan tekstur, kadar protein dan kadar karbohidrat, adalah maksimum. Sedangkan tujuan untuk skor kadar air, kadar abu, dan kadar lemak ditentukan minimum.

Berdasarkan rancangan percobaan dan data hasil pengukuran terhadap 10 formula cookies, program dx7 merekomendasikan beberapa formula baru yang dinilai optimal. Pada penelitian ini direkomendasikan 4 formula, yakni F1, F2, F3, dan F4. Dari ke-empat formula tersebut hanya formula F1 yang menggunakan ketiga bahan baku, sedangkan formula F2 hanya menggunakan pati sagu kering dan pasta kacang hijau. Formula F3 dan F4 hanya

menggunakan pati sagu kering dan pasta ubi jalar. Komposisi secara rinci ke empat formula terpilih tersebut disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Empat formula cookies terpilih hasil optimasi Design Expert 7,0 Formula Sagu (%) Ubi Jalar (%) Kacang Hijau (%) Nilai D

F1 79,52 3,92 16,56 0,69

F2 73,50 0,00 26,50 0,66

F3 55,68 44,32 0,00 0,43

F4 50,0 50,0 0,00 0,41

Formula yang akan dipilih sebagai formula yang paling optimum adalah formula dengan nilai Desirability mendekati 1. Dari hasil perhitungan optimasi didapatkan nilai Desirability formula F1 adalah 0,69, formula F2 0,66, formula F3 0,43, dan formula F4 0,41. Berdasarkan hasil optimasi tersebut, F1 merupakan formula yang dipilih sebagai cookies dengan formula optimal karena mencapai nilai desirability tertinggi (0,69) dibandingkan ketiga formula terpilih lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa cookies dengan komposisi pati sagu 79,52%, pasta ubi jalar 3,92%, dan pasta kacang hijau

(52)

Design-Expert® Software

Design points above predicted value 1

disajikan dalam bentuk contour plot dua dimensi (Gambar 5) dan gambar tiga dimensi (Gambar 6). Nilai pada garis contour merupakan kombinasi dari semua variabel yang menghasilkan pencapaian nilai desirability.

Selain itu ditampilkan pula optimasi grafis dari penelitian ini. Optimasi

grafis menampilkan area yang nilai responnya memenuhi kriteria. Daerah yang tidak memenuhi kriteria optimasi akan berwarna abu-abu, sedangkan daerah yang memenuhi kriteria optimasi akan berwarna kuning. Pada grafik dapat dilihat beberapa area abu-abu yang saling bertumpuk, hal ini disebabkan

respon yang digunakan pada penelitian lebih dari satu.

Gambar 5. Contour plot yang menunjukkan nilai desirability cookies dengan formula optimal

(53)

Des ign-Expert® Software kekerasan: 1000kadar karbohidrat: 70kadar air: 0.47kadar abu: 0.602kadar air: 5

X1 79.524

X2 3.919

X3 16.557

Gambar 7. Gambar 2D optimasi grafis

D. VALIDASI

Kegiatan validasi dilakukan dengan cara membuat produk sesuai dengan formula yang direkomendasikan. Komposisi bahan baku formula terpilih adalah 79,52% sagu, 3,92% ubi jalar, dan 16,56% kacang hijau, sedangkan komposisi bahan lainnya sama dengan tahap formulasi. Produk yang telah

dibuat kemudian dianalisa meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar protein, dan kadar karbohidrat, dan analisa organoleptik. Nilai kekerasan dan kerenyahan tidak divalidasi karena ada kendala teknis. Hasil dari pengujian yang didapatkan kemudian dibandingkan dengan nilai prediksi untuk masing-masing respon dari formula yang direkomendasikan.

(54)

Tabel 13. Nilai prediksi dan aktual dari masing-masing variabel respon

Analisa Prediksi Aktual Standar

Kadar air (%) 1,89 1,75 < 5,00%

Kadar abu (%) 0,64 0,70 < 1,50%

Kadar lemak (%) 15,90 14,05 > 9,50%

Kadar protein (%) 2,91 4,09 > 9,00%

Kadar serat kasar (%) 1,35 0,54 < 0,50%

Kadar karbohidrat (%) 77,44 78,89 > 70,00%

Skor kekerasan 5,51 6,00 > 5,00

Skor kerenyahan 5,78 6,24 > 5,00

Skor warna 6,04 6,26 > 5,00

Skor rasa 5,54 6,06 > 5,00

Skor aroma 5,17 5,83 > 5,00

Skor penerimaan keseluruhan

5,76 6,28 > 5,00

Kekerasan (gF) 900,67 - 900,67

Kerenyahan 1,50 - 1,87

Dari tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa hampir keseluruhan nilai variabel respon dari formula optimum memenuhi standar yang ditetapkan. Penyimpangan terjadi pada nilai kadar protein dan nilai kadar serat kasar.

Nilai protein sebesar 2,91% berada di bawah standar kandungan protein biskuit berdasarkan SNI yaitu minimum 9,00%. Terdapat peningkatan kadar protein pada sebesar 1,18% pada nilai aktual. Namun kadar ptrotein sebesar 4,09% masih belum memenuhi SNI. Nilai protein yang sangat rendah mungkin terjadi karena kadar kacang hijau yang tidak terlalu banyak dalam

(55)

kadar laktosa dan protein yang tinggi. Susu skim sering digunakan dalam industri biskuit sebagai bahan minor, untuk memberikan rasa, perbaikan tekstur, dan membantu warna permukaan biskuit.

Walaupun memiliki kadar protein rendah, formula cookies optimum yang dihasilkan dapat menjadi alternatif emergency food. Beberapa kriteria makanan darurat adalah tahan lama (tidak perlu disimpan dalam lemari es), rendah garam, tidak perlu dimasak terlebih dahulu, serta berkalori dan bernutrisi tinggi (www.primasiaga.com/bencana-makan). Kandungan kalori

yang dimiliki cookies dengan formula optimum ini tinggi, yaitu sebesar 408,57 kalori / 100 gram. Nilai tersebut memenuhi nilai kalori minimum yang ditetapkan SNI yaitu sebesar 400 kalori / 100 gram. Nilai energi produk cookies cukup besar apabila dibandingkan dengan produk pangan lainnya. Namun apabila dibandingkan dengan produk biskuit yang telah dijual secara komersial, cookies sagu, ubi jalar, dan kacang hijau hanya memiliki nilai kalori lebih besar daripada produk Milk Marie Monde. Perbandingan nilai energi produk cookies dengan produk sumber energi lainnya disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Kandungan energi beberapa bahan pangan (per 100 gram)

Bahan pangan Energi (kal)

Beras giling* 360

Beras giling masak (nasi)* 178

Roti* 248

Biskuat** 464

Milk Marie Monde** 333

Marie Susu Roma** 447

Cookies sagu, ubi jalar, kacang hijau 408,57 Sumber: *Daftar Kandungan Gizi Makanan, 1992

**Kandungan nutrisi pada kemasan produk

(56)

jalar dan kacang hijau mentah memiliki kadar serat kasar yang tinggi. Penggunaan kedua bahan baku tersebut dalam bentuk pasta, menyebabkan kadar serat kasar yang terkandung tidak berbeda jauh dengan bahan baku mentah. Sehingga apabila ubi jalar dan kacang hijau terdapat dalam komposisi

yang tinggi maka akan semakin tinggi pula kadar serat kasar yang terkandung. Namun pada nilai aktual, nilai kadar serat kasar menurun hingga mencapai ambang batas standar, yaitu sebesar 0,54%.

Hasil dari keseluruhan analisa memperlihatkan nilai aktual yang tidak

jauh berbeda dengan nilai prediksi, walaupun begitu nilai yang didapatkan lebih baik dari nilai prediksi. Hal ini dapat dilihat dari skor penerimaan konsumen dari uji hedonik. Nilai aktual untuk skor kekerasan, kerenyahan, warna, rasa, aroma dan penerimaan keseluruhan lebih tinggi dari nilai prediksinya. Nilai prediksi dari uji sensori untuk skor kekerasan sebesar 5,51, skor kerenyahan 5,78, skor warna 6,04, skor rasa 5,54, skor aroma 5,17, dan

skor penerimaan keseluruhan 5,76. Ketika diujicobakan kepada panelis nilai yang didapatkan untuk skor kekerasan sebesar 6,00, skor kerenyahan 6,24, skor warna 6,26, skor rasa 6,06, skor aroma 5,83, dan skor penerimaan keseluruhan 6,28. Formula optimum yang didapatkan dari model perhitungan

(57)

V, KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Sagu, ubi jalar, dan kacang hijau merupakan komoditas yang sangat

berpotensi untuk dikembangkan untuk memebuhi kebutuhan pangan. Pemanfaatan bahan pangan lokal tersebut dapat dilakukan dengan mengembangkan produk olahannya, salah satu contohnya adalah biskuit.

Hasil perhitungan optimasi menghasilkan 4 formula optimum. Namun

hanya satu formula yang dipilih, yaitu formula dengan nilai desirability tertinggi (0,69). Komposisi bahan baku formula tersebut adalah 79,52% sagu, 3,92% ubi jalar, dan 16,56% kacang hijau. Optimasi dilakukan berdasarkan sepuluh respon, yaitu variabel kerenyahan, skor sensori yang meliputi kekerasan, kerenyahan, warna, dan penerimaan keseluruhan, kadar protein,

kadar karbohidrat, kadar abu, kadar lemak, dan kadar air.

Validasi dilakukan pada formula optimum terpilih. Berdasarkan hasil perhitungan optimasi, semua nilai variabel respon terprediksi, kecuali nilai kadar protein dan nilai kadar serat kasar, memenuhi standar yang telah

ditetapkan. Walaupun begitu dari analisa yang dilakukan terhadap produk dengan formula terpilih, nilai variabel respon aktual mendapatkan hasil yang lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisa organoleptik. Nilai aktual untuk skor kekerasan, kerenyahan, warna, rasa, aroma dan penerimaan keseluruhan lebih tinggi dari nilai prediksinya. Nilai prediksi dari uji sensori untuk skor kekerasan sebesar 5,51, skor kerenyahan 5,78, skor warna 6,04,

skor rasa 5,54, skor aroma 5,17, dan skor penerimaan keseluruhan 5,76. Ketika diujicobakan kepada panelis nilai yang didapatkan untuk skor kekerasan sebesar 6,00, skor kerenyahan 6,24, skor warna 6,26, skor rasa 6,06, skor aroma 5,83, dan skor penerimaan keseluruhan 6,28. Dapat disimpulkan

(58)

air 1,75%, nilai kadar abu 0,70%, nilai kadar lemak 14,05%, nilai kadar serat kasar 0,54%, nilai kadar protein 4,09%, dan nilai kadar karbohidrat 78,89%.

Walaupun terdapat nilai variabel respon yang tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan, namun formula optimum terpilih merupakan formula

terbaik yang dapat dihasilkan. Hal ini dibuktikan dengan terpenuhinya sebagian besar dari fungsi tujuan variabel respon oleh formula optimum tersebut.

B. SARAN

Kadar protein produk yang rendah menjadi permasalahan pada penelitian ini. Untuk mengatasi kekurangan asupan protein disarankan dalam mengkonsumsi cookies dibarengi pula dengan konsumsi bahan pangan lain dengan kadar protein yang lebih baik seperti susu. Selain itu juga dapat dilakukan perubahan kompisisi bahan pembantu dengan penambahan susu

skim.

Produk cookies sagu, ubi jalar, dan kacang hijau merupakan produk yang berprospek untuk dikembangkan. Penambahan flavouring pada formula produk disarankan untuk menambah nilai jual produk sehingga dapat bersaing

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, F.B., P.A. Williams, J. Doublier, S. Durand, dan A. Buleon. 1999. Physiochemical Characterisation of Sago Starch. Carbohydrate Polymers 38: 361 - 370

Anonim. 1987. Penelitian Pemanfaatan Sagu sebagai Bahan Pembuatan Makanan. Laporan Akhir, Kerjasama BPPT dengan Pusat Pengembangan Teknologi Pangan IPB, Bogor

---. 2005. Design Expert v. 7 Manual. Stat-Ease. Inc.

Astawan, M, 2004, Kacang Hijau: Antioksidan yang Membantu Kesuburan Pria, Tabloid Senior, No 238/Jum’at 9 Januari 2004,

Bradbury, J.H. dan W.D. Halloway, 1988. Chemistry of Tropical Root Crops; Significance for Nutrition and Nutrition in the Pacific. ACIAR. Canberra

Cornell, J.A. 1990. Experiments with Mixtures: Designs, models, and The Analysis of Mixture Data. 2th ed. John Wiley and Sons. New York

Direktorat Gizi. 1993. Daftar Komposisi Makanan. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

---. 1992. Daftar Kandungan Gizi Makanan. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Djoefrie, M.H.B. 1999. Pemberdayaan tanaman Sagu sebagai Penghasil Bahan Pangan Alternatif dan Bahan Baku Agroindustri yang Potensial dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional. Orasi ilmiah IPB. Bogor

Faridi, H dan J.M Faubion. 1990. Dough Rheology and Baked Product Texture. Nostrand Reinhold. USA

Flach, M. 1997. Sago Palm, IPGRI Promoting the Conservation and Use Undeutilized and Neglected Crops. Institute of Plant Genetics and Crop Plant Research. International Plant Genetic Resources Institute. Rome

Haryanto, B. dan P. Pangloli. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius. Yogyakarta

Huang P.C. 1982 Nutritive Value of Sweet Potato. Di dalam Setyono, A. Yetty Setiawati, dan Sudaryono, Penanganan Pascapanen Ubi Jalar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor

Gambar

Gambar 1. Pohon sagu (Metroxylon sp.)
Tabel 2. Komposisi kimia dari empat varietas pati sagu Indonesia
Gambar 2. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L)
Tabel 3. Komposisi kimia ubi jalar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Limroongreungrat dan uang, 2007). asio kacang hijau ang semakin tinggi dalam formula men ebabkan semakin tinggin a kandungan rotein dalam formula, dengan demikian

Biskuit dengan formulasi 15% tepung ubi jalar oranye, 15% pati ubi jalar oranye, 15% serat ubi jalar oranye, 55% tepung terigu merupakan biskuit dengan mutu terbaik dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan bekatul beras, tepung kacang hijau, dan tepung ubi jalar kuning memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan bekatul beras, tepung kacang hijau, dan tepung ubi jalar kuning memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar

Pengolahan ubi jalar kuning dan kacang hijau dalam bentuk tepung juga akan. memudahkan saat disubstitusikan ke dalam olahan pangan

Perlakuan terbaik biskuit proporsi tepung terigu : tepung kacang hijau dan subtitusi tepung bekatul berdasarkan parameter fisik dan kimia diperoleh pada biskuit

Berdasarkan Tabel 3 hasil penilaian uji organoleptik tingkat kesukaan panelis tertinggi terhadap rasa mie subtitusi sagu dan ubi jalar orange terdapat pada perlakuan M3

Berdasarkan hasil pengukuran nilai a w aktual tersebut dapat dilihat bahwa pada formula ubi jalar dan pisang dengan penambahan sorbitol memiliki nilai yang