• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Kecukupan Panas Melalui Pengukuran Distribusi dan Penetrasi Panas Pada Formulasi Minuman Sari Buah Pala (Myristica Fragrans Houtt)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi Kecukupan Panas Melalui Pengukuran Distribusi dan Penetrasi Panas Pada Formulasi Minuman Sari Buah Pala (Myristica Fragrans Houtt)"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS MELALUI PENGUKURAN

DISTRIBUSI DAN PENETRASI PANAS PADA FORMULASI

MINUMAN SARI BUAH PALA (Myristica fragrans HOUTT)

Oleh :

Rachmat Adhiputra Kusumah

F24103065

2007

(2)

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS MELALUI PENGUKURAN DISTRIBUSI DAN PENETRASI PANAS PADA FORMULASI MINUMAN SARI BUAH PALA

(Myristica fragrans HOUTT)

Rachmat Adhiputra Kusumah ABSTRACT

”Pala” is a real indonesian plant, that already known as a ”rempah-rempah” since 18th century. Kind of ”pala” that used to test is Myristica fragrans HOUTT because it has high economicaly cost than the other. Because of these reason, change it into a product that more likely in consumen is the way to findout. Beveareges is kind of consumtion that more likely in cosumen, so in these research getting the acceptable formulation of beveareges and the hotenough process (pasteurisation value and Fo) that chose by measuring hot penetration and distibution product

These research has three step, (1) finding formulation of fruit extraction product until get the acception formulation, (2) chemistry analysis and microbiology analysis in product to the best formulation, (3) measuring hot enough product that been choosen.

Formulation that used in these research in comparating between fruit extraction and sugar-CMC dispersion are 5:95, 10:90. 15:85, and 20:80. After the formulation got, it is followed by chemistry analysis including pH-analysis, dispersion total solidity, and total acid of titration, inthe othe hand microbiology test including total bacteria test and total mold/yeast test.

Formulation that became the next test is formulation 2 (10:90) with pH value between 3.1-3.5, the TPT is 6.9 oBrix, and total acid titration is 0.053%. The result of microbiology test has shown that the number of bacteria in twice test are 1,4x102 cfu/ml, and mold/yeast hasn’t found in the twice test.The next step are get the hot distribution and penetration. Hot distribution used 2 kinds of differnet time those are 10 and 15 minutes, the efectif result is in 15 minutes to get 75oC. After that the hot penetration test in three spot point (Tc1, Tc2, and Tc3), has shown that the coldest point to reach 5D is 5.545247 minutes with D0 value 65.5

0

C is 5.0 mimutes.

Keywords : “pala”, bevearages, hot distribution, hot penetration

ABSTRAK

Tanaman pala merupakan tanaman asli Indonesia, sudah terkenal sebagai tanaman rempah sejak abad ke-18. Jenis pala yang dipakai yaitu Myristica fragrans HOUTT karena pala ini mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi daripada jenis lainnya. Oleh karena itu, mengubahnya ke dalam bentuk yang lebih disukai merupakan cara yang harus diteliti. Sari buah merupakan bentuk konsumsi yang sudah disukai konsumen, maka dalam penelitian ini daging buah pala akan dilakukan proses penentuan formulasi sari buah pala yang dapat diterima konsumen dan proses kecukupan panas (nilai pasteurisasi dan Fo) yang ditentukan berdasarkan pengukuran distribusi panas dan penetrasi pada produk tersebut.

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu, (1) penentuan formulasi sari buah pala hingga didapat formulasi yang tepat; (2) analisis kimia dan mikrobiologi produk sari buah pala terhadap formulasi terbaik, (3) pengukuran kecukupan panas produk terpilih sari buah pala.

Formulasi yang digunakan memiliki perbandingan ekstrak buah pala dan larutan gula dan CMC yaitu 5:95, 10:90, 15:85, dan 20:80. Setelah formulasi di dapat, dilanjutkan dengan analisis kimia yang meliputi analisis pH, total padatan terlarut, dan total asam tertitrasi, sedangkan uji mikrobiologi meliputi uji total bakteri dan uji total kapang/khamir.

Formulasi yang diuji yaitu formulasi 2 (10:90) dengan nilai pH berkisar antara 3.1-3.5, TPT sebesar 6.9 0Brix, dan TAT sebesar 0.063%. Hasil uji mikrobiologi menunjukkan hasil bahwa jumlah bakteri pada dua kali ulangan yaitu 1,4x102 cfu/ml sedangkan kapang/khamir tidak ditemukan keberadaannya.Tahapan selanjutnya yaitu penentuan distribusi dan penetrasi panas. Distribusi panas menggunakan 2 waktu yang berbeda yaitu 10 dan 15 menit, lalu diperoleh waktu yang efektif yaitu 15 menit untuk mencapai 750C. Kemudian uji penetrasi pada 3 titik uji (Tc1, Tc2, dan Tc3), di dapat data bahwa Tc3 merupakan titik terdingin ( the coldest point ) dengan capaian 5D sebesar 5.545247 menit dengan nilai D0 65.5

0

C yaitu 5.0 menit.

(3)

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS MELALUI PENGUKURAN

DISTRIBUSI DAN PENETRASI PANAS PADA FORMULASI

MINUMAN SARI BUAH PALA (Myristica fragrans HOUTT)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

Rachmat Adhiputra Kusumah

(4)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS MELALUI PENGUKURAN

DISTRIBUSI DAN PENETRASI PANAS PADA FORMULASI

MINUMAN SARI BUAH PALA (Myristica fragrans HOUTT)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Rachmat Adhiputra Kusumah F24103065

Dilahirkan pada tanggal 23 April 1985 Di Jakarta, Jawa Barat

Tanggal lulus : Januari 2008

Menyetujui,

Dr. Ir Feri Kusnandar, M.Sc Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc

(5)

Rachmat Adhiputra Kusumah. F24103065. OPTIMASI KECUKUPAN PANAS MELALUI PENGUKURAN DISTRIBUSI DAN PENETRASI PANAS PADA FORMULASI MINUMAN SARI BUAH PALA (Myristica fragrans HOUTT). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc.

RINGKASAN

Tanaman pala merupakan tanaman asli Indonesia, sudah terkenal sebagai tanaman rempah sejak abad ke-18. Sampai saat ini Indonesia merupakan produsen pala terbesar di dunia (70-75%). Komoditas tersebut selama ini belum menjadi alternatif pangan bagi produsen dan konsumen sehingga perlu diterapkan suatu bentuk teknologi tepat guna untuk mengubah bahan baku tersebut menjadi produk yang sangat diminati. Jenis pala yang dipakai yaitu Myristica fragrans HOUTT karena pala ini mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi daripada jenis lainnya. Oleh karena itu, mengubahnya ke dalam bentuk yang lebih disukai merupakan cara yang harus diteliti. Salah satu penerapan teknologi untuk memanfatkan daging buah pala adalah dengan mengubahnya menjadi produk minuman sari buah. Sari buah merupakan bentuk konsumsi yang sudah disukai konsumen, maka dalam penelitian ini daging buah pala akan dilakukan proses penentuan formulasi sari buah pala yang dapat diterima konsumen dan proses kecukupan panas (nilai pasteurisasi dan Fo) yang ditentukan berdasarkan pengukuran distribusi panas dan penetrasi pada produk tersebut.

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu, (1) penentuan formulasi sari buah pala hingga didapat formulasi yang tepat; (2) analisis kimia dan mikrobiologi produk sari buah pala terhadap formulasi terbaik. (3) pengukuran kecukupan panas produk terpilih sari buah pala.

Formulasi yang digunakan memiliki perbandingan ekstrak buah pala dan larutan gula dan CMC yaitu 5:95, 10:90, 15:85, dan 20:80. Setelah formulasi di dapat, dilanjutkan dengan analisis kimia yang meliputi analisis pH, total padatan terlarut, dan total asam tertitrasi, sedangkan uji mikrobiologi meliputi uji total bakteri dan uji total kapang/khamir.

Formulasi yang diuji yaitu formulasi 2 (10:90) dengan nilai pH berkisar antara 3.1-3.5, TPT sebesar 6.9 0Brix, dan TAT sebesar 0.063%. Hasil uji mikrobiologi menunjukkan hasil bahwa jumlah bakteri pada dua kali ulangan yaitu 1,4x10 cfu/ml sedangkan kapang/khamir tidak ditemukan keberadaannya.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Bismillahirahmanirrahim

Penulis merupakan anak ke empat dari lima bersaudara. Selama jenjang pendidikan S1 penulis mengikuti beberapa kegiatan yang bersifat sosial, politik, akademi, agama, dan berkecimpung dalam beberapa wadah mahasiswa antara lain FORKOM ALIM’S (Forum Komunikasi Alumni Muslim SMU N 1 Bogor), Lembaga Pengkajian Islam Fakultas Teknologi Pertanian (Forum Bina Islami), serta HIMITEPA 2005-2006. Pada tahun 2004-2005 penulis diamanahkan sebagai Koordinator Badan Pengawas Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan. Di tahun yang sama penulis diamanahkan sebagai pendiri core competence

PANGAN HALAL yang dimiliki oleh Lembaga Dakwah Fakultas, FBI F. Berikutnya 2006-2007 penulis diamanahkan sebagia Ketua Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan. Jenjang pendidikan penulis adalah sebagai berikut TK Puspita Kusumah, SD Negeri Pengadilan 1 Bogor, SLTP Negeri 5 Bogor, SMU Negeri 1 Bogor, dan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Selama mengenyam pendidikan sarjana, penulis pernah mengikuti berbagai macam pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi pribadi, pelatihan tersebut antara lain “Manajemen Konflik”, “Strategi Intelejen”, HACCP dan ISO 14001, “Training for Trainer”, “HrACCP (Haram Analysis Critical Control Point)”. Cita-cita penulis ialah menjadi orang yang bermanfaat untuk lingkungan sekitar, terutama memajukan dunia pangan Indonesia khususnya dalam penanganan konsep pangan halal.

Mudah-mudahan Allah Yang Maha Menguasai segala-galanya selalu

membukakan hati kita agar bisa melihat hikmah di balik

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas Rahmat dan Karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi akhir zaman Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabat beliau, dan seluruh pengikut beliau yang memegang teguh ajaran beliau. Laporan skripsi dengan judul “OPTIMASI KECUKUPAN PANAS MELALUI PENGUKURAN DISTRIBUSI DAN

PENETRASI PANAS PADA FORMULASI MINUMAN SARI BUAH

BERBAHAN DASAR PALA (Myristica fragrans HOUTT)” di laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa usaha penulis dari saat akan memulai penelitian hingga tertuliskannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Orangtua penulis, bapak dan ibu yang telah banyak memberikan nasehat, dorongan, doa, kasih sayang, dan bantuan dalam bentuk apapun.

2. Andy, Army, Romy, Fitrah, tante Wati yang telah membantu mengingatkan akan penyelesaian skripsi ini.

3. Dr. Ir. Feri Kusnandar, MS selaku dosen pembimbing skripsi penulis atas segala arahan dan bimbingan baik selama penulis kuliah di Departemen ITP kampus IPB.

(8)

7. Teman-teman di laboratorium selama penelitian : Wayan, Fitri, Yeni, Helmi, Lasty, Asih, Susanto, Sarwo, Maya, Deni, Sumarto yang telah banyak membantu penulis saat menjalani masa-masa penelitian

8. Teman-teman KOLAK : Helmi, Susanto, Usman, Sarwo, Arie, Fauzan, Roni, Lita, Maya, Fitri, Dhani, Eka, Prima, Hanifah, Lala, dan Lina.

9. Teman-teman ITP 40 atas segala bantuan dan dorongan kepada penulis selama menjalani masa kuliah di ITP

10.Seluruh pengajar, karyawan, dan tenaga penunjang di lingkungan Departemen ITP atas segala bantuan yang sudah diberikan kepada penulis selama penulis menempuh studi di ITP

11.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu di sini. Semoga Allah membalas kebaikan kalian dengan kebaikan yang lebih baik lagi.

Bersama kata pengantar ini penulis juga meminta saran dan kritikan dari para pembaca sebagai perbaikan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi para pembaca.

Bogor, Januari 2008

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR SIMBOL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Sari Buah ... 3

B. Bahan Baku ... 5

C. Proses Termal ... 8

D. Perhitungan Kecukupan Panas ... 11

BAB III. BAHAN DAN METODE ... 13

A. Bahan dan Alat ... 13

B. Metode ... 13

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

A. Formulasi Sari Buah Pala ... 23

B. Metode Analisis Kimia ... 26

C. Analisis Mikrobiologi ... 29

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Komponen daging buah pala untuk setiap 100 gram

bahan ... 1

Tabel 2 Pembagian produk sari buah berdasarkan total padatan terlarut dan kandungan sari buah murninya ... 4

Tabel 3 Formulasi sari buah pala ... 16

Tabel 4 Uji distribusi panas pada waktu yang berbeda ... 20

Tabel 5 Hasil pembacaan pH produk terpilih ... 27

Tabel 6 Hasil pengukuran oBrix produk terpilih ... 28

Tabel 7 Syarat mutu mikrobiologi minuman sari buah ... 29

Tabel 8 Hasil uji mikrobiologi produk sari buah ... 30

Tabel 9 Pengukuran nilai Fo Tc3 (the cooldest point) ... 37

Tabel 10 Hasil penetrasi panas ... 39

Tabel 11 Data hasil uji organoleptik rasa produk ... 47

Tabel 12 Data hasil uji organoleptik warna produk ... 49

Tabel 13 Data hasil uji organoleptik aroma produk ... 51

Tabel 14 Data hasil uji organoleptik over all produk ... 53

Tabel 15 Data hasil pengukuran distribusi panas produk pada T = 10 menit ... 55

Tabel 16 Data hasil pengukuran distribusi panas produk pada T = 15 menit ... 55

(11)

SKRIPSI

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS MELALUI PENGUKURAN

DISTRIBUSI DAN PENETRASI PANAS PADA FORMULASI

MINUMAN SARI BUAH PALA (Myristica fragrans HOUTT)

Oleh :

Rachmat Adhiputra Kusumah

F24103065

2007

(12)

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS MELALUI PENGUKURAN DISTRIBUSI DAN PENETRASI PANAS PADA FORMULASI MINUMAN SARI BUAH PALA

(Myristica fragrans HOUTT)

Rachmat Adhiputra Kusumah ABSTRACT

”Pala” is a real indonesian plant, that already known as a ”rempah-rempah” since 18th century. Kind of ”pala” that used to test is Myristica fragrans HOUTT because it has high economicaly cost than the other. Because of these reason, change it into a product that more likely in consumen is the way to findout. Beveareges is kind of consumtion that more likely in cosumen, so in these research getting the acceptable formulation of beveareges and the hotenough process (pasteurisation value and Fo) that chose by measuring hot penetration and distibution product

These research has three step, (1) finding formulation of fruit extraction product until get the acception formulation, (2) chemistry analysis and microbiology analysis in product to the best formulation, (3) measuring hot enough product that been choosen.

Formulation that used in these research in comparating between fruit extraction and sugar-CMC dispersion are 5:95, 10:90. 15:85, and 20:80. After the formulation got, it is followed by chemistry analysis including pH-analysis, dispersion total solidity, and total acid of titration, inthe othe hand microbiology test including total bacteria test and total mold/yeast test.

Formulation that became the next test is formulation 2 (10:90) with pH value between 3.1-3.5, the TPT is 6.9 oBrix, and total acid titration is 0.053%. The result of microbiology test has shown that the number of bacteria in twice test are 1,4x102 cfu/ml, and mold/yeast hasn’t found in the twice test.The next step are get the hot distribution and penetration. Hot distribution used 2 kinds of differnet time those are 10 and 15 minutes, the efectif result is in 15 minutes to get 75oC. After that the hot penetration test in three spot point (Tc1, Tc2, and Tc3), has shown that the coldest point to reach 5D is 5.545247 minutes with D0 value 65.5

0

C is 5.0 mimutes.

Keywords : “pala”, bevearages, hot distribution, hot penetration

ABSTRAK

Tanaman pala merupakan tanaman asli Indonesia, sudah terkenal sebagai tanaman rempah sejak abad ke-18. Jenis pala yang dipakai yaitu Myristica fragrans HOUTT karena pala ini mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi daripada jenis lainnya. Oleh karena itu, mengubahnya ke dalam bentuk yang lebih disukai merupakan cara yang harus diteliti. Sari buah merupakan bentuk konsumsi yang sudah disukai konsumen, maka dalam penelitian ini daging buah pala akan dilakukan proses penentuan formulasi sari buah pala yang dapat diterima konsumen dan proses kecukupan panas (nilai pasteurisasi dan Fo) yang ditentukan berdasarkan pengukuran distribusi panas dan penetrasi pada produk tersebut.

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu, (1) penentuan formulasi sari buah pala hingga didapat formulasi yang tepat; (2) analisis kimia dan mikrobiologi produk sari buah pala terhadap formulasi terbaik, (3) pengukuran kecukupan panas produk terpilih sari buah pala.

Formulasi yang digunakan memiliki perbandingan ekstrak buah pala dan larutan gula dan CMC yaitu 5:95, 10:90, 15:85, dan 20:80. Setelah formulasi di dapat, dilanjutkan dengan analisis kimia yang meliputi analisis pH, total padatan terlarut, dan total asam tertitrasi, sedangkan uji mikrobiologi meliputi uji total bakteri dan uji total kapang/khamir.

Formulasi yang diuji yaitu formulasi 2 (10:90) dengan nilai pH berkisar antara 3.1-3.5, TPT sebesar 6.9 0Brix, dan TAT sebesar 0.063%. Hasil uji mikrobiologi menunjukkan hasil bahwa jumlah bakteri pada dua kali ulangan yaitu 1,4x102 cfu/ml sedangkan kapang/khamir tidak ditemukan keberadaannya.Tahapan selanjutnya yaitu penentuan distribusi dan penetrasi panas. Distribusi panas menggunakan 2 waktu yang berbeda yaitu 10 dan 15 menit, lalu diperoleh waktu yang efektif yaitu 15 menit untuk mencapai 750C. Kemudian uji penetrasi pada 3 titik uji (Tc1, Tc2, dan Tc3), di dapat data bahwa Tc3 merupakan titik terdingin ( the coldest point ) dengan capaian 5D sebesar 5.545247 menit dengan nilai D0 65.5

0

C yaitu 5.0 menit.

(13)

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS MELALUI PENGUKURAN

DISTRIBUSI DAN PENETRASI PANAS PADA FORMULASI

MINUMAN SARI BUAH PALA (Myristica fragrans HOUTT)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

Rachmat Adhiputra Kusumah

(14)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS MELALUI PENGUKURAN

DISTRIBUSI DAN PENETRASI PANAS PADA FORMULASI

MINUMAN SARI BUAH PALA (Myristica fragrans HOUTT)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Rachmat Adhiputra Kusumah F24103065

Dilahirkan pada tanggal 23 April 1985 Di Jakarta, Jawa Barat

Tanggal lulus : Januari 2008

Menyetujui,

Dr. Ir Feri Kusnandar, M.Sc Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc

(15)

Rachmat Adhiputra Kusumah. F24103065. OPTIMASI KECUKUPAN PANAS MELALUI PENGUKURAN DISTRIBUSI DAN PENETRASI PANAS PADA FORMULASI MINUMAN SARI BUAH PALA (Myristica fragrans HOUTT). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc.

RINGKASAN

Tanaman pala merupakan tanaman asli Indonesia, sudah terkenal sebagai tanaman rempah sejak abad ke-18. Sampai saat ini Indonesia merupakan produsen pala terbesar di dunia (70-75%). Komoditas tersebut selama ini belum menjadi alternatif pangan bagi produsen dan konsumen sehingga perlu diterapkan suatu bentuk teknologi tepat guna untuk mengubah bahan baku tersebut menjadi produk yang sangat diminati. Jenis pala yang dipakai yaitu Myristica fragrans HOUTT karena pala ini mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi daripada jenis lainnya. Oleh karena itu, mengubahnya ke dalam bentuk yang lebih disukai merupakan cara yang harus diteliti. Salah satu penerapan teknologi untuk memanfatkan daging buah pala adalah dengan mengubahnya menjadi produk minuman sari buah. Sari buah merupakan bentuk konsumsi yang sudah disukai konsumen, maka dalam penelitian ini daging buah pala akan dilakukan proses penentuan formulasi sari buah pala yang dapat diterima konsumen dan proses kecukupan panas (nilai pasteurisasi dan Fo) yang ditentukan berdasarkan pengukuran distribusi panas dan penetrasi pada produk tersebut.

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu, (1) penentuan formulasi sari buah pala hingga didapat formulasi yang tepat; (2) analisis kimia dan mikrobiologi produk sari buah pala terhadap formulasi terbaik. (3) pengukuran kecukupan panas produk terpilih sari buah pala.

Formulasi yang digunakan memiliki perbandingan ekstrak buah pala dan larutan gula dan CMC yaitu 5:95, 10:90, 15:85, dan 20:80. Setelah formulasi di dapat, dilanjutkan dengan analisis kimia yang meliputi analisis pH, total padatan terlarut, dan total asam tertitrasi, sedangkan uji mikrobiologi meliputi uji total bakteri dan uji total kapang/khamir.

Formulasi yang diuji yaitu formulasi 2 (10:90) dengan nilai pH berkisar antara 3.1-3.5, TPT sebesar 6.9 0Brix, dan TAT sebesar 0.063%. Hasil uji mikrobiologi menunjukkan hasil bahwa jumlah bakteri pada dua kali ulangan yaitu 1,4x10 cfu/ml sedangkan kapang/khamir tidak ditemukan keberadaannya.

(16)

RIWAYAT HIDUP

Bismillahirahmanirrahim

Penulis merupakan anak ke empat dari lima bersaudara. Selama jenjang pendidikan S1 penulis mengikuti beberapa kegiatan yang bersifat sosial, politik, akademi, agama, dan berkecimpung dalam beberapa wadah mahasiswa antara lain FORKOM ALIM’S (Forum Komunikasi Alumni Muslim SMU N 1 Bogor), Lembaga Pengkajian Islam Fakultas Teknologi Pertanian (Forum Bina Islami), serta HIMITEPA 2005-2006. Pada tahun 2004-2005 penulis diamanahkan sebagai Koordinator Badan Pengawas Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan. Di tahun yang sama penulis diamanahkan sebagai pendiri core competence

PANGAN HALAL yang dimiliki oleh Lembaga Dakwah Fakultas, FBI F. Berikutnya 2006-2007 penulis diamanahkan sebagia Ketua Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan. Jenjang pendidikan penulis adalah sebagai berikut TK Puspita Kusumah, SD Negeri Pengadilan 1 Bogor, SLTP Negeri 5 Bogor, SMU Negeri 1 Bogor, dan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Selama mengenyam pendidikan sarjana, penulis pernah mengikuti berbagai macam pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi pribadi, pelatihan tersebut antara lain “Manajemen Konflik”, “Strategi Intelejen”, HACCP dan ISO 14001, “Training for Trainer”, “HrACCP (Haram Analysis Critical Control Point)”. Cita-cita penulis ialah menjadi orang yang bermanfaat untuk lingkungan sekitar, terutama memajukan dunia pangan Indonesia khususnya dalam penanganan konsep pangan halal.

Mudah-mudahan Allah Yang Maha Menguasai segala-galanya selalu

membukakan hati kita agar bisa melihat hikmah di balik

(17)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas Rahmat dan Karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi akhir zaman Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabat beliau, dan seluruh pengikut beliau yang memegang teguh ajaran beliau. Laporan skripsi dengan judul “OPTIMASI KECUKUPAN PANAS MELALUI PENGUKURAN DISTRIBUSI DAN

PENETRASI PANAS PADA FORMULASI MINUMAN SARI BUAH

BERBAHAN DASAR PALA (Myristica fragrans HOUTT)” di laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa usaha penulis dari saat akan memulai penelitian hingga tertuliskannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Orangtua penulis, bapak dan ibu yang telah banyak memberikan nasehat, dorongan, doa, kasih sayang, dan bantuan dalam bentuk apapun.

2. Andy, Army, Romy, Fitrah, tante Wati yang telah membantu mengingatkan akan penyelesaian skripsi ini.

3. Dr. Ir. Feri Kusnandar, MS selaku dosen pembimbing skripsi penulis atas segala arahan dan bimbingan baik selama penulis kuliah di Departemen ITP kampus IPB.

(18)

7. Teman-teman di laboratorium selama penelitian : Wayan, Fitri, Yeni, Helmi, Lasty, Asih, Susanto, Sarwo, Maya, Deni, Sumarto yang telah banyak membantu penulis saat menjalani masa-masa penelitian

8. Teman-teman KOLAK : Helmi, Susanto, Usman, Sarwo, Arie, Fauzan, Roni, Lita, Maya, Fitri, Dhani, Eka, Prima, Hanifah, Lala, dan Lina.

9. Teman-teman ITP 40 atas segala bantuan dan dorongan kepada penulis selama menjalani masa kuliah di ITP

10.Seluruh pengajar, karyawan, dan tenaga penunjang di lingkungan Departemen ITP atas segala bantuan yang sudah diberikan kepada penulis selama penulis menempuh studi di ITP

11.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu di sini. Semoga Allah membalas kebaikan kalian dengan kebaikan yang lebih baik lagi.

Bersama kata pengantar ini penulis juga meminta saran dan kritikan dari para pembaca sebagai perbaikan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi para pembaca.

Bogor, Januari 2008

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR SIMBOL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Sari Buah ... 3

B. Bahan Baku ... 5

C. Proses Termal ... 8

D. Perhitungan Kecukupan Panas ... 11

BAB III. BAHAN DAN METODE ... 13

A. Bahan dan Alat ... 13

B. Metode ... 13

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

A. Formulasi Sari Buah Pala ... 23

B. Metode Analisis Kimia ... 26

C. Analisis Mikrobiologi ... 29

(20)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Komponen daging buah pala untuk setiap 100 gram

bahan ... 1

Tabel 2 Pembagian produk sari buah berdasarkan total padatan terlarut dan kandungan sari buah murninya ... 4

Tabel 3 Formulasi sari buah pala ... 16

Tabel 4 Uji distribusi panas pada waktu yang berbeda ... 20

Tabel 5 Hasil pembacaan pH produk terpilih ... 27

Tabel 6 Hasil pengukuran oBrix produk terpilih ... 28

Tabel 7 Syarat mutu mikrobiologi minuman sari buah ... 29

Tabel 8 Hasil uji mikrobiologi produk sari buah ... 30

Tabel 9 Pengukuran nilai Fo Tc3 (the cooldest point) ... 37

Tabel 10 Hasil penetrasi panas ... 39

Tabel 11 Data hasil uji organoleptik rasa produk ... 47

Tabel 12 Data hasil uji organoleptik warna produk ... 49

Tabel 13 Data hasil uji organoleptik aroma produk ... 51

Tabel 14 Data hasil uji organoleptik over all produk ... 53

Tabel 15 Data hasil pengukuran distribusi panas produk pada T = 10 menit ... 55

Tabel 16 Data hasil pengukuran distribusi panas produk pada T = 15 menit ... 55

(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Mekanisme pencegahan reaksi pencoklatan oleh

NaHSO3 ... 8

Gambar 2 Diagram alir proses persiapan daging buah pala ... 15

Gambar 3 Diagram alir proses pembuatan ekstrak pala ... 15

Gambar 4 Alat ukur panas; (a) termokopel, (b) print-out data ... 19

Gambar 5 Pemasangan termokopel pada pasteurizer ... 20

Gambar 6 Pasterurizer ... 20

Gambar 7 Titik-titik probe untuk penetrasi panas ... 22

Gambar 8 Titik uji penetrasi panas ... 22

Gambar 9 Penempatan probe dalam cup ... 22

Gambar 10 Hasil ekstraksi pala yang berupa bubur buah pala ... 25

Gambar 11 Hasil formulasi sari buah pala ... 26

Gambar 12 Hasil inkubasi bakteri pada media PCA dengan tingkat pengenceran 10-1 – 10-3 (kiri ke kanan) ... 31

Gambar 13 Hasil inkubasi kapang atau khamir pada media APDA dengan tingkat pengenceran 10-1 (a), 10-2 (b) ... 32

Gambar 14 Grafik hasil pengukuran distribusi panas pada t = 10 menit ... 34

Gambar 15 Grafik hasil pengukuran distribusi panas pada t = 15 menit ... 34

Gambar 16 Grafik hasil pengukuran penetrasi panas ... 37

(22)

DAFTAR SIMBOL

F : Nilai pasteurisasi

t : Nilai pasteurisasi (menit) Lr : Lethal rate

Tr : Suhu retort T : Suhu produk Tref : Suhu referensi

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

(24)

I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Tanaman pala merupakan tanaman asli Indonesia, sudah terkenal sebagai tanaman rempah sejak abad ke-18. Sampai saat ini Indonesia merupakan produsen pala terbesar di dunia (70-75%). Komoditas pala Indonesia sebagian besar dihasilkan oleh perkebunan rakyat yaitu sekitar 98,84%, dengan pola budidaya ekstensif yang jarang dipelihara. Negara produsen lainnya adalah India, Srilangka, dan Malaysia. Luas areal pertanian pala di Indonesia menjadi 48.873 ha pada tahun 2000. Produktivitas tahun 2000 sekitar 7.587 ton, produktivitas tahun 1999 mencapai 482,8 kg/ha dengan total produksi sekitar 19.163 ton (BPS, 2000)

Komoditas tersebut selama ini belum menjadi alternatif pangan bagi produsen dan konsumen sehingga perlu diterapkan suatu bentuk teknologi tepat guna untuk mengubah bahan baku tersebut menjadi produk yang sangat diminati. Pemilihan jenis pala menjadi faktor penting untuk mendapatkan hasil yang optimal, dimana jenis pala yang banyak ditemukan serta dijadikan bahan olahan adalah Myristica fragrans HOUTT. Jenis pala ini mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi daripada jenis lainnya. Bagian tanaman pala yang sering digunakan adalah fuli dan biji, sedangkan bagian lainnya yaitu daging buah sering menjadi limbah buangan yang belum termanfaatkan ini diakibatkan karena bau dan rasa yang kurang disukai. Komponen daging buah pala dapat dilihat pada Tabel1.

Tabel 1. Komponen daging buah pala untuk setiap 100 gram bahan.

Komposisi Satuan Daging Buah

Protein g 0.3

Lemak g 0.2

Hidrat Arang g 10.2

Air g 88.1

Ca mg 32.2

P mg 24.0

Fe mg 1.5

Vitamin A SI 29.0

Vitamin B1 mg Sedikit

(25)

Oleh karena itu, mengubahnya ke dalam bentuk yang lebih disukai merupakan cara yang harus diteliti. Salah satu penerapan teknologi untuk memanfatkan daging buah pala adalah dengan mengubahnya menjadi produk minuman sari buah. Sari buah merupakan bentuk konsumsi yang sudah disukai konsumen, maka dalam penelitian ini daging buah pala akan dilakukan proses penentuan formulasi sari buah pala yang dapat diterima konsumen dan proses kecukupan panas (nilai pasteurisasi dan Fo) yang ditentukan berdasarkan pengukuran distribusi panas dan penetrasi pada produk tersebut. Proses pembuatan sari buah pada prinsipnya terdiri dari ekstraksi, klarifikasi, deaerasi, pengemasan, dan pasteurisasi. Sari buah adalah cairan jernih atau keruh yang tidak difermentasi dan berasal dari hasil ekstraksi buah-buahan yang telah masak dan masih segar, mengandung gula, dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan yang lain (Muchtadi et al., 1994).

1.2 TUJUAN

Tujuan pada penelitian ini adalah

1. Menentuan formulasi sari buah pala berdasarkan uji hedonik organoleptik 2. Menentuan kecukupan proses panas (pasteurisasi) dan nilai Fo proses

(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. SARI BUAH

Menurut Satuhu (1994), buah merupakan komoditas hortikultura yang mudah rusak. Di Indonesia, terdapat banyak sekali hasil panen buah-buahan yang belum ditangani dan dimanfaatkan dengan baik. Sebagian besar hasil panen masih ditangani secara sederhana sehingga banyak buah yang rusak dan menimbulkan kerugian besar bagi para petani. Pemanfaatan buah menjadi berbagai macam hasil olahan akan dapat menyelamatkan hasil panen yang berlimpah dan dapat memberikan nilai tambah yang tidak sedikit.

Salah satu bentuk pengolahan buah adalah sari buah, yaitu larutan inti dari daging buah yang diencerkan sehingga mempunyai cita rasa yang sama dengan buah aslinya (Satuhu, 1994). Menurut Muchtadi et al. (1977) sari buah merupakan cairan jernih atau agak jernih, tidak difermentasi, diperoleh dari pengepresan buah-buahan yang telah matang dan masih segar. Sari buah umumnya dibuat dengan cara penghancuran daging buah dan selanjutnya diekstraksi dengan cara pengepresan manual atau dengan menggunakan alat. Ekstraksi yang baik dapat menghindarkan tercampurnya kotoran dan jaringan buah, sehingga flavornya tetap terjaga.

Sari buah merupakan cairan, baik yang dijernihkan ataupun tidak, yang dihasilkan dari pemerasan bagian buah yang dapat dimakan, tanpa dilanjutkan dengan peragian atau fermentasi (Pollard dan Timberlake, 1971). Menurut SNI, minuman sari buah merupakan cairan buah yang diekstrak dari bagian buah yang dapat dimakan, baik dengan penambahan air atau tidak, yang siap untuk diminum.

Pemurnian sari buah bertujuan untuk menghilangkan sisa serat yang berasal dari sari buah dengan cara penyaringan, pengendapan, atau

(27)

disebabkan oleh adanya oksigen, dilakukan proses deaerasi dengan menggunakan vacuum deaerator yang dapat mengurangi udara pada sari buah. Proses pasteurisasi biasanya dilakukan untuk membunuh mikroba yang dapat menyebabkan fermentasi dan untuk menginaktivasi enzim. Sari buah kemudian diisikan ke dalam botol yang telah disterilkan dengan memperhatikan headspace. Botol kemudian ditutup dan dipasteurisasi kembali. Penambahan zat kimia sering dilakukan untuk meningkatkan daya awet sari buah (Potter dan Hotchkiss, 1995).

Satuhu (1994) menjelaskan bahwa perdagangan internasional membedakan produk sari buah berdasarkan kandungan total padaan terlarut (TPT) dan kandungan sari buah murninya. Dari penggolongan ini dikenal fruit syrup, crush, squash, cordial, unsweetened juice, ready served fruit beverage,

nectar, dan fruit juice concentrate. Pembagian tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Pembagian produk sari buah berdasarkan total padatan terlarut dan kandungan sari buah murninya.

Produk sari buah %TPT % Sari buah murni

Fruit syrup 65 25

Crush 55 25

Squash 40 25

Cordial 30 25

Unsweetened juice Alami 100

Ready served fruit beverage 10 5

Nectar 15 20

Fruit juice concentrate 32 100

(28)

Sari buah dapat diolah lebih lanjut menjadi pekatan sari buah atau konsentrat sari buah. Codex Allimentarius Commission (1983) menyatakan bahwa penambahan sukrosa, dekstrosa, sirup glukosa kering dan fruktosa dapat dilakukan tetapi dengan syarat tidak lebih dari 50 gram per kg produk hasil rekonstitusi konsentrat sampai 11°Brix.

Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi sari buah erat hubungannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi buah itu sendiri, yaitu faktor genetik, tingkat kematangan, cara penanaman dan faktor lingkungan pertumbuhan tanaman tersebut. Buah-buahan yang akan diproses menjadi sari buah hendaknya merupakan buah varietas tertentu dan berasal dari daerah penanaman yang sama. Sedangkan faktor yang mempengaruhi cita rasa sari buah adalah perbandingan antara gula dan asam, jenis dan jumlah komponen volatil, serta jenis vitamin (Pollard dan Timberlake, 1971).

Pengolahan sari buah pada umumnya meliputi tahap-tahap persiapan, pengupasan, pencucian, blansir, pemotongan, ekstraksi, penyaringan, pembotolan, dan pasteurisasi. Buah yang dipilih sebaiknya yang sudah matang karena mempunyai kandungan gizi, flavor dan rasa yang optimal (Muchtadi, 1977).

B. Bahan Baku

1. Pala

Pala merupakan tanaman tropis dan tanaman asli Indonesia yang menjadi sub bagian rempah-rempah saat ini. Pala sebagai salah satu rempah yang belum banyak digunakan dapat diolah menjadi berbagai macam produk antara lain minuman, obat, flavor, dan sebagainya. Bagian terbesar dari buah ini adalah daging buahnya, tetapi masih sedikit sekali diteliti dan dijadikan sebagai bahan baku yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, namun kenyataannya bagian ini banyak tidak terpakai dan menjadi limbah.

(29)

dalam minyak atsiri daging buah adalah –pinen (8.7%), –pinen (6.92%), –3–karen (3.54%), D–limonen (8%), –terpinen (3.69%), 1,3,8– mentatrien (5.43%), –terpinen (4.9%), –terpineol (11.23%), safrol (2.95%), dan myristisin (23.37%).

Tanaman pala (Myristica fragrans HOUTT) termasuk famili Myristiceaeae dioceus berumah tunggal, dan tingginya mencapai 10–18 m. Tanaman ini berasal dari Maluku dan telah dikenal di Eropa sejak abad 12. Bunga pala berwarna kuning pucat, kecil dan berbau harum (Hill, 1952). Tanaman pala berumah dua terbagi atas dua bunga yaitu bunga jantan dan tanaman bunga betina. Adapun bagian-bagian tumbuhan yang dapat dijadikan obat antara lain daun, akar, bunga, biji, daging buah, dan kulit batang. Tanaman pala memiliki beberapa jenis, antara lain Myristica fragrans Houtt, Myristica argentea Ware, Myristica fattua Houtt,

Myristica specioga Ware, Myristica Sucedona BL, dan Myristica malabarica Lam.

(30)

dengan memanfaatkan pala adalah muntaber, kepala pusing, sakit telinga, kencing manis, perut kembung, sakit perut, muntah pada anak-anak, menambah nafsu makan, dan lain-lain (Republika, 2002). Komposisi pala yang terbesar adalah daging buahnya. Daging buah pala memiliki khasiat dalam memudahkan konsumen untuk tidur, selain itu juga dapat bermanfaat sebagai antibakteri, antiinflamasi, dan antidiare (Fidrianny dkk, 2004).

2. Bahan Penstabil

Bahan penstabil (stabilizer) adalah bahan yang berfungsi untuk mempertahankan stabilitas emulsi. Cara kerja bahan penstabil adalah dengan menurunkan tegangan permukaan, dengan cara membentuk lapisan pelindung yang menyelimuti globula fase terdispersi, sehingga senyawa yang tidak larut akan lebih mudah terdispersi dalam sistem dan bersifat stabil (Fennema, 1985).

Zat-zat yang termasuk dalam bahan penstabil adalah gum arab, gelatin, agar-agar, natrium alginat, karagenan, dan karboksi metil selulosa atau CMC (Moyer, 1980). Ganz (1977) menyatakan bahwa karboksi metil selulosa (CMC) merupakan polielektrolit anionik turunan dari selulosa yang digunakan secara luas dalam industri makanan. CMC yang biasa digunakan dalam pengolahan pangan adalah natrium karboksi metil selulosa. Bentuk garam yang lain seperti kalium, kalsium, dan amonium digunakan untuk bahan non pangan.

CMC digunakan dalam industri pangan untuk memberikan bentuk, konsistensi, dan tekstur. CMC juga berperan sebagai pengikat air, pengental, dan stabilisator emulsi. CMC menjalankan fungsinya melalui interaksi antara gugusan polar dengan air dan gugusan non polar dengan lemak (Ganz, 1977). CMC stabil pada kisaran pH 5-11, dengan viskositas yang terbaik pada pH 7-9, sedangkan pH yang lebih rendah akan menurunkan viskositas larutannya (Ganz, 1977).

(31)

Menurut Chichester dan Tanner (1986), natrium bisulfit merupakan serbuk putih yang berbentuk kristal, mempunyai bau SO2 dengan batas maksimum penggunaan 500 ppm . Setiap 1 g natrium bisulfit dapat larut dalam 3.5 ml air dingin, 2 ml air mendidih atau alkohol 70 ml. Penambahan natrium bisulfit bermanfaat untuk menghambat reaksi enzimatis dan non-enzimatis produk akhir. Seperti yang dikemukakan oleh Barnett (1985) bahwa ada empat faktor yang melatarbelakangi penggunaan sulfit dalam pangan, yaitu : (1) sulfit merupakan penghambat yang efektif dari reaksi pencoklatan non-enzimatis selama penyimpanan; (2) reaksi pencoklatan yang disebabkan oleh enzim dicegah dengan perlakuan sulfit selama pengolahan; (3) pertumbuhan beberapa mikroba dapat dihambat dengan kehadiran SO2, dan (4) sulfit bersifat antioksidan yang biasanya dipakai untuk melindungi karotenoid dalam beberapa makanan kering.

Ion bisulfit (HSO3-) adalah bentuk senyawa yang penting untuk menghambat reaksi pencoklatan non enzimatis (Barnett, 1985). Menurut Hodge dan Osman (1976), mekanisme reaksi kimia dalam penggunaan sulfur dioksida untuk menghambat reaksi pencoklatan non enzimatis belum sepenuhnya diketahui, tetapi mungkin karena interaksinya dengan kelompok-kelompok karbonil aktif pada gula. Bisulfit bergabung secara tetap dengan gula-gula pereduksi dan senyawa-senyawa antara aldehid

HC=O HCOH

C

+ NaHSO3

HO

HC – SO3Na

HCOH C

+ RNH2

RNH HC – SO3Na

[image:31.612.173.497.498.565.2]
(32)

mikroba seperti disebutkan di atas. Karena sifatnya memusnahkan mikorba, maka dengan menggunakan proses ini ada jaminan bahwa mikroba yang telah mati tidak akan pernah kembali. Walaupun ada yang ditemukan pada produk pangan yang diproses dengan cara ini, kemungkinan besar hal ini terjadi karena kontaminasi.

Proses termal sangat erat kaitannya dengan ketahanan bakteri termasuk sporanya. Ketahanan bakteri terhadap proses pemanasan umumnya dinyatakan dengan istilah nilai D dan nilai Z. Nilai D adalah waktu dalam menit yang dibutuhkan untuk memusnahkan 90% dari populasi bakteri dalam suatu medium termasuk bahan pangan pada suhu tetap yang tertentu, sedangkan nilai Z suatu organisme atau spora adalah selang suhu terjadinya penambahan atau pengurangan sepuluh kali lipat dalam waktu yang dibutuhkan baik untuk menurunkan 90% atau pembinasaan seluruhnya (Heldman dan Singh, 2001).

Sel vegetatif bakteri termasuk bakteri pembentuk spora, kapang, dan khamir pada umumnya memiliki nilai D berkisar antara 0.5 sampai 3 menit pada suhu 650C. Sedangkan nilai z untuk sel vegetatif bakteri, kapang, dan khamir berkisar antara 5 sampai 80C, biasanya 50C, tetapi nilai z untuk bakteri pembentuk spora adalah berkisar antara 6 sampai 16°C dan biasanya adalah 100C (Garbutt, 1997). Menurut Supardi dan Sukamto (1999), ketahanan panas mikroba dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain adalah : (a) umur dan keadaan organisme sebelum dipanaskan, (b) komposisi medium bagi suatu organisme atau spora itu tumbuh terutama adanya garam, zat pengawet, lemak dan minyak, dan bahan penghambat lainnya serta adanya spora yang masih terdapat setelah pemanasan, (c) pH dan Aw medium waktu pemanasan, dan (d) suhu pemanasan.

(33)

Keberhasilan penuh dari proses pengolahan yang melibatkan panas pada produk pangan adalah terpenuhinya kecukupan panas untuk inaktivasi mikroba yang menyebabkan kebusukan dan keracunan. Untuk itu perlu diketahui sejauh mana ketahanan mikroba terhadap panas untuk dapat tercapai pada kombinasi suhu dan waktu yang tepat (Holdsworth, 1997). Nilai pH makanan merupakan faktor yang penting dalam menentukan besarnya pengolahan dengan panas yang dibutuhkan untuk menjamin tercapainya sterilisasi komersial. Di atas pH 4.5, bakteri pembusuk anaerobik dan pembentuk spora yang patogen seperti C. botulinum dapat tumbuh. Beberapa spora bakteri dapat tumbuh sampai kira-kira pH 3.7 seperti B. thermoacidurans atau B. coagulans. bahan pangan dengan nilai pH di bawah 3.7 tidak rusak oleh bakteri berspora (Fardiaz, 1992).

Dua cara umum untuk melawan mikroba penyebab kebusukan atau mikroba patogen penyebab penyakit karena makanan (foodborn diseases)

adalah (1) menghambat atau mencegah pertumbuhannya, dan (2) memusnahkannya (Fardiaz, 1996). Menghambat atau mencegah pertumbuhan mikroba dapat dilkakukan dengan proses pemanasan.

(34)

pasteurisasi memiliki umur simpan yang tidak lama, kualitas produk akan berubah selama proses penyimpanan. Umur simpan produk tergantung pada pengemasan dan kondisi penyimpanan.

Kecukupan proses panas tergantung pada kondisi alami produk, pH, mikroorganisme atau enzim yang resisten, sensitivitas produk dan tipe aplikasi panas (Fellows, 2000). Pasteurisasi sari buah, dimana pH produk kurang dari 4.5, bahaya Clostridium botulinum dapat dihindari sebab C. botulinum dan kebanyakan bakteri pembentuk spora tidak dapat tumbuh.

Kecukupan panas dapat diperoleh dengan memberikan perlakuan panas pada suhu yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat, atau sebaliknya. Sejak saat itu dan selanjutnya percobaan dan perhitungan kecukupan panas dijadikan dasar dalam penetapan proses pengalengan pangan (schedule process). Pasteurisasi dapat dilakukan pada suhu yang relatif rendah dalam waktu yang relatif lama yaitu 650C selama 30 menit atau pada suhu yang tinggi dalam waktu singkat yaitu 720C selama 15 menit (Fardiaz, 1992). Semakin tinggi suhu pasteurisasi semakin singkat proses pemanasan, beberapa bakteri vegetatif yang tahan panas (thermofilik) dan spora tahan terhadap proses pasteurisasi. Oleh sebab itu, setelah proses pasteurisasi produk harus didinginkan dengan cepat untuk mencegah pertumbuhan bakteri yang masih hidup (Fardiaz, 1992). Dalam pasteurisasi konsep yang umum digunakan adalah konsep 5D. Menurut Fellows (2000) konsep ini cukup memadai dari segi kualitas dan keamanan pangan.

D. PERHITUNGAN KECUKUPAN PANAS

Kemampuan pasteurisasi dari proses pemanasan bergantung pada karakteristik nilai z mikroorganisme dan suhu pasteurisasi. Simbol F biasanya digunakan untuk menunjukkan nilai pasteurisasi. Nilai F dengan z = 180F biasa disebut Fo, karena nilai z = 180F sangat umum digunakan untuk spora khususnya dari jenis C. botulinum. Nilai pasteurisasi adalah dasar penentuan matematika untuk kecukupan proses panas. Nilai ini dapat dihitung dengan persamaan :

(35)

t

0

N initial

N final

Lr = 10 (Tr-T)/z ... (2) Tr : suhu retort (0C)

T (t) : suhu produk (0C) z : faktor kinetik

Suhu makanan (To) dapat ditentukan melalui eksperimen, empiris, dan teori (Heldman dan Singh, 2001).

Perhitungan penetrasi panas di dapat dengan menggunakan metode trapesium. Nilai F parsial merupakan bentuk dari luas bidang trapesium pada grafik suhu dan waktu. Berikut adalah metode perhitungan penetrasi panas :

F = ( Lr(n) + Lr (n-1) ) x t ... (3) 2

Dimana :

Lr(n) : Lethal rate pada menit ke-n

Lr (n-1) : Lethal rate pada n menit sebelumnya t : rentang perubahan waktu yang digunakan

Sama halnya dengan pasteurisas, Tucker et al. (2003) menyatakan bahwa nilai pasteurisasi dinyatakan dengan simbol t. Nilai t dapat dihitung dengan integral kekuatan membunuh melalui percobaan antara waktu dan suhu sebagai berikut :

t = 10 T(t)-Tref / z. dt ... (4) Dimana :

Tref : suhu referensi pada nilai DT (menit)

T (t) : suhu produk (0C) z : faktor kinetik

Selain itu ditambahkan bahwa untuk menghitung pasteurisasi yang disebut nilai t adalah dengan persamaan sebagai berikut :

(36)

III. BAHAN DAN METODE

A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu buah pala, gula, Na-bisulfit 100 ppm, CMC, garam, air, larutan buffer pH 4 dan pH 7, larutan NaOH 0.1 N, indikator PP 0.1%, larutan biru metilen, media PCA, dan APDA.

2. Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian yaitu wadah aluminium, panci, pengaduk, kemasan cup, automatic sealer, pasteurizer, pH-meter dan kompor gas, cawan petri steril, bunsen, pipet steril, timbangan, dan gelas piala 100 ml, labu takar 250 ml, erlenmeyer 100 ml dan 500 ml, pipet mohr 5 ml, pipet tetes, corong, neraca analitik, buret, refraktometer, termometer, waterbath, dan termokopel.

Peralatan pasteurisasi terdiri dari empat bagian penting antara lain wadah aluminium, waterbath, temokopel, pencatat data. Wadah aluminium yang digunakan pada penelitian ini berukuran 20 cm x 20 cm x 10 cm. Waterbath yang digunakan berukuran 30 cm x 40 cm x 10 cm yang didesain bersaman dengan 5 kabel termokopel dan alat pencatat suhu.

B. METODE

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu, (1) penentuan formulasi sari buah pala hingga didapat formulasi yang tepat; (2) analisis kimia dan mikrobiologi produk sari buah pala terhadap formulasi terbaik. (3) pengukuran kecukupan panas produk terpilih sari buah pala. Tahapan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Penentuan formulasi sari buah pala

[image:36.612.147.491.514.709.2]
(37)

A. Penentuan Formulasi Sari Buah Pala

[image:37.612.167.477.231.428.2]

Pada penelitian pendahuluan yaitu penentuan formulasi sari buah pala pada skala laboratorium hingga didapat formulasi yang tepat. Pembuatan sari buah pala ini terbagi menjadi empat bagian yaitu persiapan daging buah, pembuatan ekstrak pala, dan pembuatan larutan gula dan CMC, serta formulasi. Formulasi yang akan dipilih mengacu pada metode organoleptik uji hedonik. Tahap pembuatan sari buah pala mengikuti skema pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Gambar 3. Diagram alir proses persiapan daging buah pala

Sortasi buah

Trimming

Buah mentah Buah busuk

Buah pala

Pencucian

Ekstraksi dengan kain saring Penghancuran

Daging buah pala siap olah ditambahkan air, perbandingan daging buah pala dan air yaitu 1 : 2

Bubur buah

Air bersih Air kotor

Ampas Daging buah pala siap olah

[image:37.612.143.487.475.679.2]
(38)

Tahap pembuatan larutan gula dan CMC antara lain pencampuran, pelarutan, pendidihan, dan penyaringan. Pembuatan larutan diawali dengan melarutkan gula dalam air hingga homogen. Banyaknya gula dan CMC yang dipakai mengacu pada jumlah air yang digunakan untuk pembuatan larutan ini. Gula yang dicampurkan yaitu 10% dari berat air dan CMC yang dicampurkan sebesar 0.05% dari berat air. Ketiga bahan tersebut kemudian dipanaskan dengan memasukkan CMC secara perlahan-lahan lalu diaduk agar mencegah penggumpalan. Selanjutnya larutan dididihkan dan disaring.

Penyiapan kain saring dalam wadah gelas ukur plastik, dilakukan ketika menunggu campuran ketiga bahan di atas mencapai suhu mendidih. Ketika suhu campuran mendidih, panci diangkat dan segera dituangkan ke dalam gelas ukur plastik yang telah dipasang kain saring. Kain saring berfungsi untuk menahan benda-benda kasar seperti pasir, kerikil, atau CMC yang telah menggumpal, agar dihasilkan larutan gula dan CMC yang jernih. Larutan gula siap untuk digunakan.

Tahap pembuatan sari buah pala dilakukan ketika suhu larutan mencapai 600C kemudian dicampurkan dengan ekstrak pala pada tahapan sebelumnya. Pengisian sari buah terhadap cup gelas harus memberikan ruang udara (headspace) kurang lebih 2-3 cm dari permukaan atas cup. Setelah itu dilakukan penutupan (sealing) dengan plastik memakai

automatic sealer.

Metode Analisis Sensori

(39)
[image:39.612.164.500.167.254.2]

dilakukan hingga pengujian sampel terakhir. Setiap gelas diberikan penilaian mulai dari 1 hingga 5 dimana semakin tinggi nilai yang diberikan maka akan semakin disukai produk tersebut, begitu juga sebaliknya. Formulasi yang digunakan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Formulasi sari buah pala

Formulasi Persentase (%) Total (%)

Ekstrakpala Larutan gula dan CMC

F1 5 95 100

F2 10 90 100

F3 15 85 100

F4 20 80 100

Setelah formulasi kemudian dilakukan uji organoleptik. Uji organoleptik merupakan uji dengan menggunakan indera manusia sebagai instrumennya. Uji organoleptik yang digunakan adalah uji hedonik dengan tujuan untuk menerima tanggapan tiap panelis pada produk yang disajikan dengan parameter warna, rasa, aroma, dan over all. Panelis yang dipilih adalah panelis yang tidak terlatih yaitu mahasiswa sebanyak 30 orang.

B. Analisis Sifat Kimia, Fisik, dan Sensori Sari Buah Pala

Penelitian lanjutan yaitu analisis karakteristik produk sari buah pala terhadap formulasi terpilih. Analisis ini berupa analisis kimia yang meliputi uji nilai pH, total padatan terlarut, dan total asam tertitrasi, sedangkan uji mikrobiologi meliputi uji total bakteri dan uji kapang. Uji ini bertujuan untuk memperkuat penerimaan konsumen dari segi mutunya.

1. Metode Analisis Kimia

(40)

dibiarkan beberapa saat hingga diperoleh angka yang stabil lalu nilai dicatat.

B. Total Padatan Terlarut (AOAC, 1984)

Refraktometer dibersihkan dulu bagian kacanya dengan cara meneteskan alkohol hingga merata dan melapnya dengan tisu hingga permukaan kaca depan refraktometer kering. Lalu sebanyak 2-3 tetes sampel produk jadi diteteskan pada kaca bagian depan refraktometer dan dilakukan pembacaan skala. Kemudian bersihkan kembali sampel pada kaca dengan tisu dan lakukan prosedur awal untuk menghitung kembali total padatan terlarut. Total padatan terlarut dinyatakan dalam oBrix.

C. Total Asam Tertitrasi (AOAC, 1984)

Sebanyak 10 ml larutan dilarutkan menjadi 250 ml dalam labu atakar. Kemudian dititrasi menggunakan NaOH 0.1 M dengan indikator fenolftalein (0.3 ml fenolftalein untuk 100 ml larutan yang dititrasi). TAT dinyatakan sebagai ml NaOH 0.1 M/100 g atau 100 ml bahan. Proses titrasi dihentikan ketika terjadi perubahan warna dari bening hingga warna merah muda pertama terbentuk.

2. Metode Analisis Mikrobiologi

A. Uji Total Bakteri (AOAC, 1984)

Sampel dimasukkan ke dalam tabung pengencer steril. Setiap pengenceran menggunakan dua cawan pemupukan (duplo). Kemudian media NA steril cair yang sudah hangat kemudian dimasukkan ke dalam cawan sebanyak 10-15 ml lalu digoyangkan secara mendatar di atas meja untuk menyebarkan mikroba agar merata. Apabila isi cawan sudah membeku diinkubasi dengan posisi cawan terbalik pada suhu 370C selama 2 hari. Total bakteri ditetapkan dengan metode Harigan.

B. Uji Total Kapang / Khamir (AOAC, 1984)

(41)

media APDA steril cair yang sudah hangat kemudian dimasukkan ke dalam cawan sebanyak 10-15 ml lalu digoyangkan secara mendatar di atas meja untuk menyebarkan mikroba agar merata. Apabila isi cawan sudah membeku diinkubasi dengan posisi cawan terbalik pada suhu 300C selama 2 hari. Total kapang/khamir ditetapkan dengan metode Harigan.

(42)

D. Uji Distribusi Panas dan Penetrasi Panas dan Penentuan Kecukupan

Panas

Alat yang digunakan untuk mengukur kecukupan panas adalah termokopel. Termokopel terdiri dari rekorder pencatat suhu dan sensor-sensor (probe), dimana sensor-sensor yang digunakan adalah tipe oC yang dapat mengukur suhu sampai dengan 100oC. Pengukuran suhu pada termokopel diprogram agar ditampilkan setiap satu menit. Jumlah termokopel yang digunakan dalam pengukuran adalah 5 buah dengan 10 buah detektor.

[image:42.612.175.434.244.381.2]

(a) (b)

Gambar 4. Alat ukur panas; (a) termokopel, (b) print-out data

1. Pengukuran Distribusi Panas

(43)
[image:43.612.165.474.97.268.2]

Gambar 5. Pemasangan termokopel pada pasteurizer

Pengukuran distribusi panas tidak dimasukkan pada wadah pasteurizer secara langsung, tetapi menggunakan wadah aluminium dengan ukuran 20 cm x 20 cm, sedangkan ukuran pasteurizer yang digunakan adalah 30 cm x 40 cm. Volume air yang dimasukkan sebagai media penghantar panas dari kumparan waterbath setinggi 10 cm dari tinggi alat yaitu 15 cm, sedangkan volume bahan yang diukur distribusi panasnya adalah 1.5 liter. Pengukuran dilakukan selama 10 dan 15 menit. Penampang alat dapat dilihat pada Gambar 6.

Tc1

Tc2

Tc4

[image:43.612.217.421.460.617.2]
(44)
[image:44.612.164.487.165.477.2]

Distribusi panas dihitung pada 2 jenis waktu yang berbeda yaitu 10 menit dan 15 menit dengan dua kali ulangan. Perlakuan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Uji distribusi panas pada waktu yang berbeda

Perlakuan Waktu (menit) Ulangan ke Titik Uji Kode Titik

10 menit (A)

1

1 A11

2 A12

3 A13

4 A14

5 A15

2

1 A21

2 A22

3 A23

4 A24

5 A25

15 menit (B)

1

1 B11

2 B12

3 B13

4 B14

5 B15

2

1 B21

2 B22

3 B23

4 B24

5 B25

B. Pengukuran Penetrasi Panas

(45)
[image:45.612.197.441.122.217.2]

terdingin yaitu sekitar probe Tc1 pada uji sebelumnya. Data-data yang telah didapatkan tersebut nantinya digunakan untuk uji penetrasi panas.

Gambar 7. Titik-titik probe untuk penetrasi panas

[image:45.612.143.510.235.641.2]

Uji penetrasi panas dilakukan pada produk yang telah di masukkan probe ke dalam cup dengan titik uji yaitu pada bagian tengah produk. Titik T adalah titik kemungkinan terdingin dari uji penetrasi. Titik tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Titik uji penetrasi panas

Titik uji (T)

Tc3 Tc2 Tc1

Tc4

[image:45.612.198.425.338.466.2]
(46)

C. Prosedur Perhitungan Kecukupan Proses Pasteurisasi (Nilai Fo)

Pengukuran proses termal pada produk dilakukan dengan beberapa tahap yaitu pengukuran distribusi panas produk pada alat, kemudian pengukuran penetrasi panas pada produk yang akan ditentukan waktu dan suhu yang mencukupi untuk proses pasteurisasi. Pengolahan data penetrasi panas akan diterapkan pada saat perhitungan Lr (Lethal rate). Perhitungan nilai Fo dari data penetrasi panas menggunakan metode trapesium, dimana tinggi trapesium dilambangkan sebagai waktu dan panjang dua sisi sejajar dilambangkan dengan nilai Lr pada t = n dan t = (n-1). Setiap waktu dan suhu yang tercatat akan dimasukkan ke dalam rumus pada persamaan (2) dan didapatlah nilai letalitas. Nilai Lrn dan Lrn-1 tersebut kemudian di jumlahkan dan dibagi dua serta dikalikan perubahan waktu yang dipakai. Hasil dari perhitungan Lr tersebut didapatlah nilai Fo parsial.

Standar inaktivasi mikroba yang dilambangkan dengan nilai D pada waktu dan suhu tertentu harus dikonversikan dengan suhu yang akan dipakai. Mikroba target yang dipakai yaitu Lactobacillus sp, Leuconostoc

(47)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. FORMULASI SARI BUAH PALA

1. Persiapan daging buah pala

Buah pala yang diperloleh memang masih beragam kondisinya, sehingga perlu dipilih agar daging pala yang akan diproses lebih lanjut menghasilkan ekstrak yang optimal. Pala yang digunakan yaitu pala yang besar dengan diameter 4-5cm, dan memiliki warna kehijauan. Aroma pala tidak menjadi ukuran pemilihan. Setelah buah dipisahkan antara buah yang bagus dan tidak bagus, lalu buah yang telah disortir dikupas dengan pisau. Pengupasan satu buah pala bisa menghabiskan waktu 2 menit, perlakuan ini sudah termasuk memisahkan daging buah dengan biji serta fulinya. Buah yang telah dikupas kemudian dicuci dan dimasukkan ke dalam rendaman air untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan, serta menjaga warna daging buah agar tetap hijau. Proses ini dilakukan hingga semua pala telah diselesai dibersihkan.

2. Pembuatan ekstrak pala

(48)
[image:48.612.207.432.252.337.2]

Siapkan wadah pemanas untuk memasak ekstrak tersebut hingga mendidih dalam waktu kurang lebih 5 menit, hal ini dilakukan untuk mencegah komponen volatil pala agar tidak banyak yang hilang. Pemasakan diikuti oleh pengadukan secara perlahan-lahan. Setelah selesai kemudian siapkan wadah penyimpanan sementara berupa botol atau plastik untuk diisikan ekstrak yang sudah dimasak tersebut dimana pada saat pengisian tidak dilakukan pada kondisi mendidih, tetapi menunggu hingga suhunya turun mencapai 40oC. Ekstrak pala yang sudah siap untuk diolah lebih lanjut dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Hasil ekstraksi pala yang berupa bubur buah pala

3. Pembuatan larutan

(49)

4. Formulasi sari buah

[image:49.612.166.474.228.344.2]

Formulasi terdiri dari 4 jenis yang memiliki rentang perbedaan sebanyak 5 angka bertujuan untuk melihat pengaruh jumlah ekstrak dan larutan yang tergambar melalui uji hedonik. Pencampuran bahan dilakukan pada saat bahan dari tiap tahapan siap dipakai. Setiap kali produksi yang menghasilkan 1.6 L sari buah untuk setiap formulasi, dikemas dalam 8 cup yang masing-masing berisikan 200 ml. Hasil formulasi dapat dilihat pada Gambar 11.

(a) formulasi yang disimpan selama 3 hari (b) formulasi pada saat pembuatan Gambar 11. Hasil formulasi sari buah pala

5. Analisis sensori

(50)

nilai Ftabel sebesar 4.54, sehingga tidak ada perbedaan yang nyata terhadap pandangan umum produk terhadap formulasi yang ada. Berdasarkan data di atas didapat informasi bahwa produk yang diujikan dengan empat formulasi yang ada secara umum tidak menunjukkan banyaknya perbedaan, hanya dari segi aroma saja yang jelas berbeda nyata.

Perlu dilakukan pengembangan formulasi kembali yang memiliki rentang perbedaan angka yang lebih tinggi agar dapat menghasilkan formulasi yang berbeda dari parameter yang diinginkan, selain itu tujuannya adalah untuk menaikkan jumlah gula yang dipakai karena hal ini berpengaruh dengan total padatan terlarut yang belum memenuhi standar sari buah yaitu 10-14 0

Brix serta penerimaan kondumen yang mengatakan produk kurang manis. Pemilihan salah satu formulasi sebagai uji kecukupan panas hanya bertujuan untuk mengetahui seberapa efektif penggunaan suhu 750C untuk membunuh mikroba target, formulasi yang diambil adalah formulasi 2 untuk dilakukan uji lanjut berupa analisis kimia, mikrobiologi, dan kecukupan panas

B. METODE ANALISIS KIMIA

1. Pengukuran pH

(51)
[image:51.612.149.496.89.283.2]

Tabel 5. Hasil pembacaan pH produk terpilih Pengukuran

hari ke-x Ulangan ke-

Pembacaan pH

Nilai Rata-rata

0

1 3.44

3.500

2 3.51

3 3.55

1

1 3.70

3.710

2 3.71

3 3.72

7

1 3.42

3.393

2 3.38

3 3.38

14

1 3.176

3.197

2 3.287

3 3.128

(52)

2. Pengukuran oBrix

[image:52.612.156.497.181.300.2]

Nilai obrix pada produk sari buah menunjukkan kadar total padatan terlarut. Pengukuran obrix dapat menggunakan alat refraktometer Abbe atau handrefraktometer.. Pengukuran total padatan terlarut produk terpilih dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil pengukuran oBrix produk terpilih Pengukuran

batch ke-x Ulangan ke-

Pengukuran

Nilai (oBrix) Rata-rata 1

1 6.90

6.90

2 6.90

3 6.90

2

1 7.00

6.93

2 6.90

3 6.90

Nilai ini sangat berpengaruh terhadap mutu sari buah yang diinginkan yaitu tidak terpisahnya padatan dan larutan pada sari buah, tetapi berdasarkan hasil pengukuran di atas nilai total padatan terlarut produk baik pengukuran pada batch ke 1 dan ke 2 belum memenuhi standar mutu yang diinginkan. Nilai obrix pada sari buah umumnya berkisar antara 10-14 oBrix. Kecilnya nilai padatan dipengaruhi oleh pemakaian gula dan ekstrak pala yang sedikit pada saat pembuatan produk.

3. Pengukuran Total Asam Tertitrasi

(53)

perubahan menjadi warna merah muda. Titrasi dihentikan ketika warna merah muda dapat bertahan ketika erlenmeyer digoyangkan selama 10 detik.

Dari hasil percobaan menunjukkan bahwa jumlah NaOH yang terpakai untuk mentitrasi berkisar antara 1.0 – 1.1 ml. Sehingga total asam tertitrasi untuk tiap ulangan yaitu 0.066 dan 0.060, dengan rata-rata 0.063.

C. ANALISIS MIKROBIOLOGI

Produk sari buah merupakan salah satu produk yang diasamkan (acidifiedfood)dan produk pengawetan dengan suhu tinggi. Kedua perlakuan tersebut merupakan tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan mikroba pembusuk dan bakteri patogen. Nilai pH yang rendah (di bawah 4.5), suhu dan waktu pasteurisasi yang tepat merupakan faktor yang penting dalam proses pembuatan produk ini. Sedangkan menurut Fardiaz (1982), pada suhu kamar pertumbuhan mikroba lebih cepat, baik kapang, khamir, maupun bakteri untuk produk asam yang disimpan pada suhu kamar. Sari buah yang cukup asam dan mengandung gula menunjang pertumbuhan khamir pada suhu yang sesuai yaitu 15.6 – 35.00C.

[image:53.612.149.516.480.606.2]

Produk akhir sari buah harus memiliki jumlah mikroba yang sesuai dengan SNI untuk produk-produk minuman sari buah. Syarat mutu mikrobiologi sari buah menurut SNI 01-3719-1995 disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7.Syarat mutu mikrobiologi minuman sari buah

Cemaran mikroba Persyaratan

Angka lempeng total Koloni/gram Maks 2 x 102

Bakteri koliform APM/ml Maks 20

E. coli APM/ml < 3

Salmonella Koloni/25 ml Negatif

S. aureus Koloni/ml 0

(54)

khamir (Saccharomyces cereviceae). Perbandingan antara ketahanan panas untuk klasifikasi kehadiran bakteri terbagi atas dua macam yaitu pangan asam tinggi, dan pangan berasam rendah (Hariyadi, 2006).

Uji mikrobiologi yang dilakukan pada produk meliputi uji total bakteri dan total kapang/khamir. Menurut Frazier dan Westhoff (1982), pada lingkungan asam masih memungkinkan tumbuhnya jenis kapang seperti

Penicilium sp., Aspergilus sp., Mucor sp., dan khamir Saccharomyces sp. Pengujian dilakukan pada produk sari buah formulasi 2 yang telah dipasteurisasi dan mengacu pada data kualitatif. Hasil pengujian disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8. Hasil uji mikrobiologi produk sari buah

Sampel

Tingkat Pengenceran

10-1 10-2 10-3

Ul – 1 (cfu/ml)

Ul – 2 (cfu/ml)

Ul – 1 (cfu/ml)

Ul – 2 (cfu/ml)

Ul – 1 (cfu/ml)

Ul – 2 (cfu/ml)

PCA A 198 78 19 14 2 1

B 0 0 2 0 0 0

APDA A 2 0 1 0 0 0

B 0 0 0 0 0 0

1. Total bakteri

[image:54.612.173.504.514.587.2]

Uji mikroba total bakteri dengan penggunaan PCA (Plate Count Agar) dilakukan dengan dua sampel yang sama hanya diambil dari cup yang berbeda. Pengenceran dilakukan dari 10-1 hingga 10-3 dimana setiap pengenceran dilakukan platting ke dalam cawan petri secara duplo.

Gambar 12. Hasil inkubasi bakteri pada media PCA dengan tingkat peng- enceran 10-1-10-3 (kiri ke kanan)

(55)

cup B tingkat pengenceran 10-1 hingga 10-3 pada ulangan kedua menunjukkan hasil yang negatif terhadap kehadiran bakteri, sedangkan pada ulangan pertama menunjukkan keberadaan bakteri sebanyak 1.4x102 cfu/ml. Sedangkan sampel cup A untuk setiap ulangan dan pengenceran tidak menunjukkan adanya keberadaan bakteri seperti yang terdapat pada Gambar 12 di atas. Perhitungan metode Harrigan menunjukkan jumlah bakteri secara umum yaitu 1.4x102 cfu/ml sampel, apabila dikaitkan dengan syarat penerimaan sari buah pada Tabel 7 terhadap angka lempeng total maka produk sari buah masih dalam batas penerimaan yaitu 2x102/ml, sehingga proses termal dalam penelitian ini

Gambar

Tabel 2. Pembagian produk sari buah berdasarkan total padatan terlarut dan  kandungan sari buah murninya
Gambar 1. Mekanisme pencegahan reaksi pencoklatan oleh NaHSO3
Gambar 2. Diagram alir penelitian
Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan ekstrak pala
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian adalah untuk menilai efek hipnotik ekstrak etanol daging buah pala ( Myristica fragrans Houtt.) dengan parameter mula tidur dan durasi tidur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi variasi asam sitrat dan na-bikarbonat berpengaruh pada waktu dispersi, kadar air, total asam dan rasa dari effervescent sari

Penggunaan sukrosa dengan konsentrasi 40% pada permen jelly daging buah pala untuk warna dan tekstur merupakan yang paling disukai oleh panelis, sedangkan rasa mendapatkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan level aditif tepung daging buah pala pada luas kandang yang berbeda berpengaruh nyata (P&lt;0,05) terhadap konsumsi pakan,

Penyusunan skripsi, yang berjudul “FORMULASI, UJI KECUKUPAN PANAS, DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN MINUMAN SARI WORNAS (WORTEL-NANAS)” ini didasarkan pada pelaksanaan