• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Terhadap Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat Dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Terhadap Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat Dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK IMUNOMODULATOR EKSTRAK ETANOL DAUN

BANGUN-BANGUN (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng)

TERHADAP RESPON HIPERSENSITIVITAS TIPE

LAMBAT DAN TITER ANTIBODI SEL IMUN

MENCIT JANTAN

SKRIPSI

OLEH: RITA NOVIKA NIM 111524016

(2)

EFEK IMUNOMODULATOR EKSTRAK ETANOL DAUN

BANGUN-BANGUN (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng)

TERHADAP RESPON HIPERSENSITIVITAS TIPE

LAMBAT DAN TITER ANTIBODI SEL IMUN

MENCIT JANTAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH: RITA NOVIKA NIM 111524016

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

EFEK IMUNOMODULATOR EKSTRAK ETANOL DAUN

BANGUN-BANGUN (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng)

TERHADAP RESPON HIPERSENSITIVITAS TIPE

LAMBAT DAN TITER ANTIBODI SEL IMUN

MENCIT JANTAN

OLEH: RITA NOVIKA NIM 111524016

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 20 Desember 2013

Pembimbing I, Panitia Penguji

Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, M.Si., Apt. Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 197506102005012003 NIP 195311281983031002

Pembimbing II, Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, M.Si., Apt. NIP 197506102005012003

Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. Drs. Rasmadin Mukhtar, M.S., Apt. NIP 197806032005012004 NIP 194909101980031002

Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt. NIP 195208241983031001

Medan, Januari 2014 Fakultas Farmasi

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T atas segala nikmat dan rahmat

yang tak terhingga yang senantiasa dilimpahkan-Nya kepada penulis, sehingga

penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul

“Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Terhadap Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat Dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan”. Skripsi ini diajukan sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara. Shalawat dan salam juga penulis panjatkan kepada

Rasulullah SAW.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara dan juga sekaligus penguji yang telah memberikan

bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan dan memberikan masukan

kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Poppy Anjelisa Z. Hasibuan,

S.Si., M.Si., Apt., dan Ibu Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt., selaku

pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan nasehat selama

penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Selain itu, penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Rasmadin Mukhtar, M.S., Apt.,

Bapak Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt., selaku penguji yang telah memberikan

(5)

Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan

yang tulus kepada Ayahanda Arifin Ahmad (Almarhum) dan Ibunda

Hj.Nurlatifah (Almarhumah). Kepada kakanda Hafsah Arif terimakasih penulis

ucapkan atas doa, dorongan dan pengorbanan baik moril maupun materil dalam

penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

teman-teman Farmasi Ekstensi 2011 serta rekan-rekan penelitian, atas doa,

bantuan dan dukungan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir.

Zulfikar Siregar, M.P., (Almarhum) yang telah memberikan sumbangan darah

dombanya demi kelancaran penelitian penulis sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun

demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang farmasi.

Medan, Januari 2014

Penulis,

(6)

EFEK IMUNOMODULATOR EKSTRAK ETANOL DAUN

BANGUN-BANGUN (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng)

TERHADAP RESPON HIPERSENSITIVITAS TIPE

LAMBAT DAN TITER ANTIBODI SEL IMUN

MENCIT JANTAN

ABSTRAK

Sistem imun berguna untuk mempertahankan kondisi tubuh dari serangan zat asing, seperti mikroorganisme patogen. Pada saat sistem imun tidak mampu bekerja dengan baik, peningkatan sistem imun menjadi sangat penting untuk menjaga agar sistem imun tetap bekerja secara maksimal dalam menghadapi serangan mikroorganisme. Daun bangun-bangun merupakan salah satu tumbuhan yang mempunyai kemampuan untuk meningkatkan pertahanan tubuh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek imunomodulator ekstrak etanol daun bangun-bangun terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat dan titer antibodi sel imun mencit jantan.

Penelitian ini dilakukan dengan menguji respon hipersensitivitas tipe lambat dan titer antibodi sel imun mencit jantan yang diberikan ekstrak etanol daun bangun-bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) secara oral diberikan satu kali sehari selama 7 hari dengan dosis 250 mg/kg BB, 500 mg/kg BB, 750 mg/kg BB. Siklofosfamida dosis 50 mg/kg BB sebagai pembanding, suspensi CMC 1% sebagai kontrol negatif. Respon hipersensitivitas tipe lambat ditandai dengan pembengkakan kaki mencit sedangkan nilai titer antibodi ditentukan dengan hemaglutinasi melalui darah mencit yang sebelumnya diinjeksi sel darah merah domba (SDMD 1%) sebagai antigen.

Hasil uji efek imunomodulator menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun bangun-bangun mampu meningkatkan respon hipersensitivitas tipe lambat yaitu pada dosis 500 mg/kg BB sebesar 1,42 ml dan 750 mg/kg BB sebesar 1,66 ml yang berbeda signifikan (p < 0,05) terhadap kontrol negatif yang hanya 0,62 ml. Nilai titer antibodi juga meningkat pada dosis 500 mg/kg BB dan 750 mg/kg BB masing-masing 6,42 (µl) dan 7,62 (µl), nilai ini berbeda signifikan (p < 0,05) dengan kontrol negatif yang bernilai titer 4,128 (µl) dan kelompok pembanding 2,8 (µl). Dengan demikian disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun bangun-bangun mempunyai efek imunomodulator terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat dan meningkatkan nilai titer antibodi sel imun mencit jantan.

(7)

IMMUNOMODULATORY EFFECT OF ETHANOL EXTRACT

OF BANGUN-BANGUN LEAVES (Plectranthus amboinicus

(Lour.) Spreng) TO DELAYED TYPE HYPERSENSITIVITY

RESPONSE AND ANTIBODY TITER OF IMMUNITY

CELLS OF MALE MICE

ABSTRACT

The immune system is useful to maintain the condition of the body against pathogenic microorganisms. When the immune system is not able to work well, improving the immune system becomes very important to keep the immune system still works optimally to face microorganisms attack. Bangun-bangun leaves is one of the plants that have the ability to enhance the body's defense. The objectives of this study was to know the immunomodulatory effect of ethanol extract of bangun-bangun leaves on delayed type hypersensitivity response and antibody titer of immune cells of male mice.

In this study, was conducted with the test delayed type hypersensitivity response and antibody titer immune cells of male mice given ethanol extract of bangun-bangun leaves (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) was administered orally once daily for 7 days with a dose of 250 mg/kg, 500 mg/kg, 750 mg/kg BW. Cyclophosphamide dose of 50 mg/kg as the comparison, 1% CMC suspension as a negative control. Delayed-type hypersensitivity response characterized by swelling of the feet of mice while the value of antibody titers determined by hemagglutination through the blood of mice that were previously in 1% SRBC (Sheep Red Blood Cells) injection of as the antigens.

From the results indicate that the immunomodulatory effects of ethanol extract of bangun-bangun leaves is able to increase the delayed-type hypersensitivity response at a dose of 500 mg/kg dose of 1.42 ml and 750 mg/kg BW of 1.66 ml is significant different (p < 0.05) with negative control, while the control only 0.62 ml. Antibody titer values also increased in dose 500 mg/kg and 750 mg/kg, respectively 6.42 (µl) and 7.62 (µl), this values is significant different (p < 0.05) with negative control 4.128 (µl) and with cyclophosphamide as comparison 2.8 (µl).Thus concluded that ethanol extract of bangun-bangun leaves have immunomodulatory effects to delayed type hypersensitivity response and increase antibody titer values of immune cells of male mice.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 3

1.3Hipotesis ... 3

1.4Tujuan Penelitian ... 4

1.5Manfaat Penelitian ... 4

1.6Kerangka Pikir Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Uraian Tumbuhan ... 6

(9)

2.1.3 Nama Daerah ... 6

2.1.4 Morfologi ... 7

2.1.5 Kandungan Kimia ... 7

2.1.6 Khasiat Tumbuhan ... 7

2.2 Ekstraksi ... 8

2.3 Metode Ekstraksi ... 8

2.4 Sistem Imun ... 10

2.4.1 Respon Imun Nonspesifik ... 11

2.4.2 Respon Imun Spesifik ... 12

2.4.3 Imunomodulator ... 17

2.4.4 Siklofosfamid ... 18

2.4.5 Metode Pengujian Efek Imunomodulator ... 20

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Alat dan Bahan ... 21

3.1.1 Alat ... 21

3.1.2 Bahan ... 21

3.2 Penyiapan Sampel ... 22

3.2.1 Pengambilan Sampel ... 22

3.2.2 Identifikasi Sampel ... 22

3.2.3 Pengolahan Sampel ... 22

3.3 Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia ... 23

(10)

3.3.4 Pemeriksaan Glikosida ... 24

3.3.5 Pemeriksaan Saponin ... 25

3.3.6 Pemeriksaan Steroida/Triterpenoida ... 25

3.4 Karakterisasi Simplisia ... 26

3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik ... 26

3.4.2 Penetapan Kadar Air Simplisia ... 26

3.4.3 Penetapan Kadar Sari Larut Air ... 27

3.4.4 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol ... 27

3.4.5 Penetapan kadar Abu Total ... 28

3.4.6 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam ... 28

3.5 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Bangun-bangun ... 28

3.6 Karakterisasi Ekstrak Etanol Daun Bangun-bangun ... 29

3.7 Uji Efek Imunomodulator ... 29

3.7.1 Penyiapan Hewan percobaan ... 30

3.7.2 Penyiapan CMC 1% ... 30

3.7.3 Penyiapan Suspensi Siklofosfamid (SS) ... 31

3.7.4 Penyiapan Suspensi Ekstrak Etanol Daun Bangun-bangun (EEDBB) ... 31

3.7.5 Penyiapan phosphate Buffered Saline (PBS) ... 31

3.7.6 Penyiapan Sel Darah Merah Domba (SDMD) ... 32

3.7.7 Uji Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat ... 32

3.7.8 Uji Titer Antibodi ... 33

3.8 Analisis Data ... 34

(11)

4.2 Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Etanol

Daun Bangun-bangun ... 36

4.3 Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak ... 37

4.4 Pengujian Efek Imonomodulator ... 39

4.4.1 Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat ... 41

4.4.2 Titer Antibodi ... 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

5.1 Kesimpulan ... 49

5.2 Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Pembagian Subkelas Imunoglobulin ... 16

4.2 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak ... 36

4.3 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Daun

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Diagram Kerangka Pikir Penelitian ... 5

2.1 Gambaran Umum Sistem Imun ... 10

2.2 Perkembangan sel-sel yang diperantarai sel dan imunitas

Humoral ... 13

2.4 Siklofosfamid ... 18

4.1 Volume Pembengkakan Kaki Mencit Pada Berbagai

Perlakuan (Rerata ± SEM) ... 42

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 53

Lampiran 2 Makroskopik Tumbuhan Daun Bangun-bangun ……. 54

Lampiran 3

Lampiran 4

Lampiran 5

Hasil Perhitungan Penetapan Kadar ………

Bagan Kerja Penelitian ..……….

Bagan Pengerjaan Uji Efek Imunoodulator Pada Mencit ……….

56

61

62

Lampiran 6 Gambar Alat-alat ...………... 63

Lampiran 7 Gambar Hewan Percobaan (Mencit Jantan) .……... 66

Lampiran 8 Pembengkakan Kaki Mencit ... 67

Lampiran 9

Lampiran 10

Hemaglutinasi ………...

Tabel Volume Pembengkakan Dan Nilai Titer

Antibodi ….……….

68

69

(15)

EFEK IMUNOMODULATOR EKSTRAK ETANOL DAUN

BANGUN-BANGUN (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng)

TERHADAP RESPON HIPERSENSITIVITAS TIPE

LAMBAT DAN TITER ANTIBODI SEL IMUN

MENCIT JANTAN

ABSTRAK

Sistem imun berguna untuk mempertahankan kondisi tubuh dari serangan zat asing, seperti mikroorganisme patogen. Pada saat sistem imun tidak mampu bekerja dengan baik, peningkatan sistem imun menjadi sangat penting untuk menjaga agar sistem imun tetap bekerja secara maksimal dalam menghadapi serangan mikroorganisme. Daun bangun-bangun merupakan salah satu tumbuhan yang mempunyai kemampuan untuk meningkatkan pertahanan tubuh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek imunomodulator ekstrak etanol daun bangun-bangun terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat dan titer antibodi sel imun mencit jantan.

Penelitian ini dilakukan dengan menguji respon hipersensitivitas tipe lambat dan titer antibodi sel imun mencit jantan yang diberikan ekstrak etanol daun bangun-bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) secara oral diberikan satu kali sehari selama 7 hari dengan dosis 250 mg/kg BB, 500 mg/kg BB, 750 mg/kg BB. Siklofosfamida dosis 50 mg/kg BB sebagai pembanding, suspensi CMC 1% sebagai kontrol negatif. Respon hipersensitivitas tipe lambat ditandai dengan pembengkakan kaki mencit sedangkan nilai titer antibodi ditentukan dengan hemaglutinasi melalui darah mencit yang sebelumnya diinjeksi sel darah merah domba (SDMD 1%) sebagai antigen.

Hasil uji efek imunomodulator menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun bangun-bangun mampu meningkatkan respon hipersensitivitas tipe lambat yaitu pada dosis 500 mg/kg BB sebesar 1,42 ml dan 750 mg/kg BB sebesar 1,66 ml yang berbeda signifikan (p < 0,05) terhadap kontrol negatif yang hanya 0,62 ml. Nilai titer antibodi juga meningkat pada dosis 500 mg/kg BB dan 750 mg/kg BB masing-masing 6,42 (µl) dan 7,62 (µl), nilai ini berbeda signifikan (p < 0,05) dengan kontrol negatif yang bernilai titer 4,128 (µl) dan kelompok pembanding 2,8 (µl). Dengan demikian disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun bangun-bangun mempunyai efek imunomodulator terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat dan meningkatkan nilai titer antibodi sel imun mencit jantan.

(16)

IMMUNOMODULATORY EFFECT OF ETHANOL EXTRACT

OF BANGUN-BANGUN LEAVES (Plectranthus amboinicus

(Lour.) Spreng) TO DELAYED TYPE HYPERSENSITIVITY

RESPONSE AND ANTIBODY TITER OF IMMUNITY

CELLS OF MALE MICE

ABSTRACT

The immune system is useful to maintain the condition of the body against pathogenic microorganisms. When the immune system is not able to work well, improving the immune system becomes very important to keep the immune system still works optimally to face microorganisms attack. Bangun-bangun leaves is one of the plants that have the ability to enhance the body's defense. The objectives of this study was to know the immunomodulatory effect of ethanol extract of bangun-bangun leaves on delayed type hypersensitivity response and antibody titer of immune cells of male mice.

In this study, was conducted with the test delayed type hypersensitivity response and antibody titer immune cells of male mice given ethanol extract of bangun-bangun leaves (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) was administered orally once daily for 7 days with a dose of 250 mg/kg, 500 mg/kg, 750 mg/kg BW. Cyclophosphamide dose of 50 mg/kg as the comparison, 1% CMC suspension as a negative control. Delayed-type hypersensitivity response characterized by swelling of the feet of mice while the value of antibody titers determined by hemagglutination through the blood of mice that were previously in 1% SRBC (Sheep Red Blood Cells) injection of as the antigens.

From the results indicate that the immunomodulatory effects of ethanol extract of bangun-bangun leaves is able to increase the delayed-type hypersensitivity response at a dose of 500 mg/kg dose of 1.42 ml and 750 mg/kg BW of 1.66 ml is significant different (p < 0.05) with negative control, while the control only 0.62 ml. Antibody titer values also increased in dose 500 mg/kg and 750 mg/kg, respectively 6.42 (µl) and 7.62 (µl), this values is significant different (p < 0.05) with negative control 4.128 (µl) and with cyclophosphamide as comparison 2.8 (µl).Thus concluded that ethanol extract of bangun-bangun leaves have immunomodulatory effects to delayed type hypersensitivity response and increase antibody titer values of immune cells of male mice.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Lingkungan di sekitar kita mengandung berbagai jenis mikroorganisme

patogen, misalnya bakteri, virus, fungus, protozoa dan parasit yang dapat

menyebabkan infeksi pada manusia. Infeksi yang terjadi pada orang normal

umumnya singkat dan jarang meninggalkan kerusakan permanen. Hal ini

disebabkan tubuh manusia memiliki suatu sistem yang disebut sistem imun

yang memberikan respon dan melindungi tubuh terhadap unsur-unsur patogen

tersebut (Kresno, 2001).

Bila sistem imun terpapar pada zat yang dianggap asing, maka ada dua

jenis respon imun yang mungkin terjadi, yaitu: respon imun nonspesifik dan

respon imun spesifik. Respon imun nonspesifik umumnya merupakan imunitas

bawaan (innate immunity) sedang respon imun spesifik merupakan respon didapat (acquired) atau sering disebut respon imun adaptif yang timbul terhadap antigen tertentu, dimana tubuh pernah terpapar sebelumnya (Kresno,

2001). Hal ini berarti bahwa respon imun adaptif memiliki ciri spesifitas dan

memori mampu secara khas mengenali sebuah patogen yang untuk pertama

kali dihadapi, dan pada saat berlangsungnya pemaparan berikutnya oleh

patogen yang sama akan berlangsung respon yang meningkat. Namun apabila

(18)

menjadi sangat penting sehingga mampu menghadapi serangan zat asing

seperti mikroorganisme patogen. Salah satu cara mempertahankan sistem imun

adalah dengan imunomodulator. Imunomodulator merupakan substansi

ataupun obat yang dapat memodulasi fungsi dan aktivitas sistem imun baik

dengan cara merangsang ataupun memperbaiki fungsi sistem imun

(Baratawidjaja, 2012).

Salah satu tanaman Indonesia yang telah banyak diteliti adalah daun

bangun-bangun (Coleus amboinicus, L). Daun ini mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kesehatan wanita pasca melahirkan dan juga mampu

meningkatkan kuantitas dan kualitas Air Susu Ibu (ASI) (Damanik, et al.,

2006). Dari penelitian yang dilakukan oleh Santosa dan Hertiani (2005),

tentang efek ekstrak air daun bangun-bangun pada aktivitas fagositosis netrofil

tikus putih, menunjukkan bahwa ekstrak daun bangun-bangun mampu

meningkatkan pertahanan tubuh dengan cara meningkatkan sifat fagositik sel

netrofil.

Kandungan kimia pada daun bangun-bangun adalah kalium dan minyak

atsiri 0,2% mengandung karvakrol serta isoprofil-o-kresol, fenol, sineol

(Wijayakusuma, 1996). Daun bangun-bangun juga mengandung saponin,

flavonoida, dan polifenol (Depkes RI, 2000). Phytochemical database (Duke, 2000), melaporkan bahwa dalam daun ini terdapat juga kandungan vitamin C,

vitamin B1, vitamin B12, beta-karoten, niasin, kalsium, asam-asam lemak asam oksalat dan serat. Menurut Wijayakusuma (1996), daun bangun-bangun

(19)

dan antiseptik. Dapat juga sebagai obat luka, obat batuk dan sariawan (Ditjen

POM, 1995).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan uji efek

ekstrak daun bangun-bangun terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat dan

titer antibodi sel imun mencit jantan sehingga dapat digunakan sebagai

imunomodulator.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka perumusan masalah pada penelitian ini

adalah:

a. apakah ekstrak etanol daun bangun-bangun dapat meningkatkan respon

hipersensitivitas tipe lambat pada mencit jantan?

b. apakah ekstrak etanol daun bangun-bangun dapat meningkatkan titer

antibodi sel imun mencit jantan?

1.3Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka dibuat hipotesis sebagai

berikut:

a. ekstrak etanol daun bangun-bangun dapat meningkatkan respon

hipersensitivitas tipe lambat mencit jantan.

b. ekstrak etanol daun bangun-bangun dapat meningkatkan titer antibodi sel

imun mencit jantan.

1.4Tujuan Penelitian

(20)

b. efek imunomodulator ekstrak etanol daun bangun-bangun dengan

meningkatkan titer antibodi sel imun mencit jantan.

1.5Manfaat penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. pengembangan daun bangun-bangun menjadi suatu sediaan herbal

terstandar dengan efek imunomodulator.

b. menambah inventaris tanaman obat yang berkhasiat sebagai

imunomodulator.

1.6Kerangka Pikir Penelitian

(21)

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian Simplisia

Daun bangun-bangun

Karakterisasi

1. Gambaran makroskopik 2. Kadar air 3. Kadar abu total 4. Kadar abu tidak

larut asam

5. Kadar sari yang larut dalam air

6. Kadar sari yang larut dalam etanol 1. Alkaloida 2. Flavonoida 3. Tannin 4. Saponin 5. Steroid/triterp

enoid 6. glikosida

Respon Hipersensitivitas tipe lambat Ekstrak daun bangun-bangun Suspensi Siklofosfamid CMC 1% Skrining fitokimia

Titer Antibodi sel imun mencit

Bengkak

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

2.1.1 Sistemetika tumbuhan

Sistematika dari tumbuhan daun bangun-bangun adalah :

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonnae

Bangsa : Solanales

Suku : Labiateae

Marga : Coleus

Jenis : Coleus amboinicus Lour. (Depkes RI, 2000)

2.1.2 Sinonim

Coleus aromaticus Benth, Coleus carnosus Hassk, Plectranthus

amboinicus (Lour.) Spreng, Plectranthus aromaticus Roxb (Dalimartha, 2008).

2.1.3 Nama daerah

Sumatera : Bangun-bangun (Batak), Daun hati-hati

Jawa : Ajeran (Sunda), Daun Jinten (Jawa), Daun Kambing

(Madura)

Bali : Iwak

(23)

2.1.4 Morfologi

Coleus amboinicus Lour. merupakan tumbuhan semak menjalar, batangnya berkayu, lunak, beruas-ruas, ruas yang menempel di tanah akan

tumbuh akar, mudah patah, penampang bulat, diameter pangkal ± 15 mm,

tengah ± 10 mm, dan ujung ± 5 mm, batang yang masih muda berambut kasar

dan hijau pucat. Berakar tunggang, berwarna putih kotor. Daunnya tunggal,

mudah patah, bulat telur, tepi beringgit, ujung dan pangkal membulat,

berambut, panjang 6,5 - 7 cm, lebar 5,5 - 6,5 cm, tangkai panjang 2,4 - 3 cm,

pertulangan menyirip dan berwarna hijau muda. Bunganya majemuk, bentuk

tandan, berambut halus, kelopak bentuk mangkok, setelah mekar pecah

menjadi lima, berwarna hijau keunguan, putik satu, panjangnya ± 17 mm,

kepala putik coklat, benang sari empat, kepala sari kuning, mahkota bentuk

mangkok berwarna ungu (Depkes RI, 2000).

2.1.5 Kandungan kimia

Daun mengandung kalium dan minyak atsiri 0,2% terdiri atas

karvakrol, isoprofil-o-kresol, fenol, sineol (Dalimartha, 2008). Daun

bangun-bangun juga mengandung saponin, flavonoida, dan polifenol (Depkes RI,

2000).

2.1.6 Khasiat tumbuhan

Daun bangun-bangun digunakan sebagai karminatif, meningkatkan

keluarnya ASI (laktagoga), menghilangkan nyeri, penurun panas dan antiseptik

(24)

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Ditjen

POM, 2000).

Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan pekat yang

diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia

hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua

pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian

sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995).

2.3Metode-metode ekstraksi

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut terdiri dari 2 cara, yaitu:

1. Cara Dingin

Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara dingin terdiri dari:

a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut

dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur

ruangan.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses

terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap

perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus

(25)

2. Cara Panas

Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara panas terdiri dari:

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan

dengan adanya pendingin balik.

b. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi

kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin

balik.

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar (40 - 50oC).

d. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur

96 - 98oC) selama waktu tertentu (15 - 20 menit).

e. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan

(26)

2.4 Sistem Imun

Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi

terhadap infeksi disebut sistem imun. Reaksi yang dikoordinasi sel-sel,

molekul-molekul dan bahan lainnya terhadap mikroba disebut respon imun.

Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap

bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup

(Baratawidjaja, 2012). Pembagian sistem imun dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Gambaran umum sistem imun (Baratawidjaja, 2012). Sistem imun

Nonspesifik Spesifik

Humoral Selular

Sel B Sel T

Fisik Larut Selular

- Kulit - Selaput lendir - Silia - Batuk - bersin Biokimia - Asam lambung - Lisozim - Laktoferin - Asam neurominik Humoral - Komplemen - Interferon - C Reaktif

Protein (CRP) Fagosit - Mononuklear (Monosit dan makrofag) - Polimorfonuklear (Eosinofil dan Neutrofil) Sel Nol

- Natural Killer Cells (NK cells) - Killer Cells (K

cells) Sel mediator - Basofil dan

Mastosit - Trombosit

(27)

Sistem imun dirancang untuk melindungi inang (host) dari patogen-patogen penginvasi dan untuk menghilangkan penyakit. Bila sistem imun

bekerja dengan baik, selain merespon secara halus pada patogen-patogen

penginvasi, juga mempertahankan kemampuannya untuk mengenali

antigen-antigen sendiri yang ditoleransi. Perlindungan dari infeksi dan penyakit

diberikan oleh dua komponen utama yaitu sitem imun bawaan dan sistem imun

adaptif (Lake, 2004).

Secara umum dinyatakan bahwa respon imun seseorang terhadap

patogen terdiri atas respon imun alami atau nonspesifik dan respon imun

adaptif atau respon imun spesifik (Gambar 2.1). Bila respon imun bawaan tidak

memadai untuk mengatasi infeksi, sistem imun adaptif dimobilisasi lewat

tanda-tanda dari respon bawaan (Subowo, 1993).

2.4.1Respon imun nonspesifik

Respon imun nonspesifik adalah pada umumya merupakan imunitas

bawaan (innate immunity), artinya bahwa respon terhadap zat asing yang masuk kedalam tubuh dapat terjadi walaupun tubuh belum pernah terpapar

pada zat tersebut (Kresno, 2001). Respon imun ini membentuk lini pertama

pertahanan terhadap berbagai faktor yang mengancam, termasuk agen infeksi,

iritan kimiawi dan cedera jaringan yang menyertai trauma mekanis atau luka

bakar (Sherwood, 2001). Respon imun nonspesifik dapat mendeteksi adanya

zat asing dan melindungi tubuh dari kerusakan yang diakibatkannya, tetapi

(28)

Komponen-yang dihasilkan di permukaannya, berbagai jenis protein dalam darah termasuk

komplemen-komplemen, mediator inflamasi lainnya dan berbagai sitokin,

sel-sel fagosit yaitu sel-sel-sel-sel polimorfonuklear, makrofag dan sel-sel natural killer (NK)

(Kresno, 2001).

2.4.2Respon imun spesifik

Respon imun spesifik merupakan imunitas yang didapat (adaptive immunity) dimulai dari pengenalan zat asing hingga penghancuran zat asing tersebut dengan berbagai mekanisme (Subowo, 1993). Dalam respon imun

spesifik, limfosit merupakan sel yang memainkan peranan penting karena sel

ini mampu mengenali setiap antigen yang masuk kedalam tubuh, baik yang

terdapat intraseluler maupun ekstraseluler. Secara umum, limfosit dibedakan

menjadi dua jenis yaitu limfosit T dan limfosit B. Respon imun spesifik dapat

dibagi dalam 3 golongan, yaitu respon imun seluler, respon imun humoral dan

interaksi antara respon imun seluler dengan respon imun humoral (Kresno,

2001).

Pada Gambar 2.2 dapat dilihat bahwa limfosit T dan B (sel T dan sel B)

berasal dari sel induk yang sama yaitu di sumsum tulang belakang. Pada masa

janin dan anak-anak, limfosit imatur bermigrasi ke timus dan mengalami

pengolahan lebih lanjut menjadi limfosit T. Limfosit yang matang ditempat

(29)

Gambar 2.2 Perkembangan sel-sel yang diperantarai sel dan imunitas humoral (Lake, 2004).

Sel B berasal dari limfosit yang matang dan berdiferensiasi di sumsum

tulang, sedangkan sel T berasal dari limfosit yang berasal dari sumsum tulang

tetapi matang di timus. Sel T dan B yang matang mengalir melalui darah dan

berdiam di jaringan limfoid perifer dan membentuk koloni. Kedua sel ini akan

berproliferasi setelah mendapat stimulasi dengan adanya invasi zat asing.

a. Respon imun seluler

Respon imun selular merupakan fungsi dari limfosit T. Antigen akan

menyebabkan proliferasi dan diferensiasi sel T menjadi beberapa subpopulasi.

Subpopulasi sel T yang disebut sel T-helper (Th) akan mengenali antigen pada

(30)

memproduksi berbagai jenis limfokin yang dapat membantu menghancurkan

antigen tersebut. Subpopulasi sel T lain yang disebut sel T-cytotoxic (Tc) akan menghancurkan antigen melalui MHC kelas-I dengan cara kontak langsung

dengan sel (cell to cell contact). Selain itu, sel Tc memproduksi γ-interferon yang mencegah penyebaran antigen lebih jauh (Kresno, 2001).

- Sel T

Limfosit T atau sel T adalah sel yang berperan dalam sistem imun

spesifik seluler. Sel T terdiri atas beberapa subpopulasi sel yang mempunyai

fungsi yang berlainan.

a. Sel Th (T helper)

Sel Th adalah sel yang membantu meningkatkan perkembangan sel B

aktif menjadi sel Plasma, memperkuat aktivitas sel T sitotoksik dan sel

T supresor yang sesuai, dan mengaktifkan makrofag. Sel Th dapat

dibedakan menjadi sel Th1 dan Th2. Sel Th1 berperan sebagai limfosit

yang akan melepaskan sitokin yang bersifat proinflamasi, sedangkan sel

Th2 berperan dalam memproduksi antibodi dengan menstimulasi sel B

menjadi sel plasma (Sherwood, 2001).

b. Sel Ts (T suppresor)

Sel Ts adalah sel yang berperan dalam membatasi reaksi imun melalui

mekanisme “check and balance” dengan limfosit yang lain. Sel Ts menekan aktivitas sel T lainnya dan sel B. Sel Th dan Ts akan

berinteraksi dengan adanya metode umpan balik. Sel Th membantu sel

(31)

Ts dapat menghambat respon imun yang berlebihan dan bersifat

antiinflamasi (Sherwood, 2001).

c. Sel Tc (T cytotoxic)

Sel Tc mempunyai kemampuan untuk menghancurkan sel alogenik, sel

sasaran yang mengandung virus dan sel kanker. Dalam fungsinya, sel

Tc memerlukan rangsangan dari sel Th1 (Baratawidjaja, 2012).

d. Sel Tdh (delayed hypersensitivity)

Sel Tdh adalah sel yang berperan pada pengerahan makrofag dan sel

inflamasi lainnya ke tempat terjadinya reaksi lambat. Dalam fungsinya,

memerlukan ransangan dari sel Th1 (Baratawidjaja, 2012).

b. Respon imun humoral

Respon imun humoral dilakukan oleh sel B dan produknya, yaitu

antibodi. Respon ini diawali dengan diferensiasi limfosit B menjadi suatu

populasi sel plasma yang memproduksi dan melepaskan antibodi spesifik ke

dalam darah. Diferensiasi sel B dibantu oleh sel Th2. Adanya sinyal yang

diberikan oleh makrofag, sel Th2 akan merangsang sel B untuk memproduksi

antibodi agar seimbang dan sesuai dengan kebutuhan. Antibodi yang terbentuk

akan berikatan dengan antigen membentuk antigen-antibodi yang akan

mengaktivasi komplemen dan mengakibatkan hancurnya antigen tersebut. Pada

respon imun humoral juga terjadi respon primer yang membentuk populasi sel

(32)

- Sel B

Sel B terdapat kurang lebih 25% dari jumlah limfosit total. Pada

membran sel B terdapat reseptor khas untuk mengikat antigen. Aktivitas sel B

distimulasi dengan adanya sel Th2 menjadi plasma dan akan membentuk

antibodi (Tan dan Rahardja, 2007).

- Antibodi

Menurut perbedaan struktur dan aktivitas biologis, antibodi dibedakan

[image:32.595.115.489.334.715.2]

menjadi 5 subkelas dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Pembagian Subkelas Imunoglobulin

Struktur Subkelas Keterangan

Miu (µ) IgM - Merupakan molekul paling besar

- Berfungsi sebagai reseptor permukaan sel B untuk

tempat antigen melekat dan disekresikan dalam

tahap-tahap awal respon sel.

Gamma (γ)

IgG - Merupakan immunoglobulin yang paling banyak

di dalam darah, dihasilkan dalam jumlah besar

ketika tubuh terpajan ulang ke antigen yang sama

Epsilon (ε)

IgE - Merupakan mediator antibodi untuk respon alergi

- Mampu melekat pada sel mastosit atau basofil

yang melepaskan mediator histamin, heparin,

prostaglandin yang dapat menimbulkan reaksi

hipersensitivitas tipe cepat

Alpha (α) IgA - Ditemukan dalam sekresi sistem pencernaan, pernafasan, dan genitouria, serta dalam air susu

dan air mata

(33)

Antibodi merupakan protein imunoglobulin (Ig) yang dibentuk oleh sel

plasma yang berasal dari proliferasi sel B akibat adanya kontak dengan antigen.

Antibodi mengikat antigen yang menimbulkannya secara spesifik. Antibodi

yang dilepas dapat ditemukan di dalam serum. Semua molekul

immunoglobulin mempunyai 4 polipeptid dasar yang terdiri atas 2 rantai berat

(heavy chain) dan 2 rantai ringan (light chain) yang identik, dihubungkan satu dengan yang lainnya oleh ikatan disulfida (Baratawidjaja, 2012).

c. Interaksi antara respon imun selular dengan respon imun humoral

Salah satu interaksi antara respon imun selular dengan respon imun

humoral adalah antibody dependent cell mediated cytotoxicyty (ADCC). Pada interaksi ini sitolisis terjadi dengan bantuan antibodi yang berfungsi melapisi

antigen sasaran (Opsonisasi), sehingga sel natural killer (NK) dan sel-sel fagosit yang mempunyai reseptor pada fragmen Fc antibodi tersebut dapat

melekat pada antigen sasaran dan menghancurkan antigen tersebut melalui

mekanisme fagositosis (Kresno, 2001).

2.4.3 Imunomodulator

Imunomodulator merupakan substansi ataupun obat yang dapat

memodulasi fungsi dan aktivitas sistem imun baik dengan cara merangsang

ataupun memperbaiki fungsi sistem imun (Baratawidjaja, 2012). Mekanisme

pertahanan spesifik maupun nonspesifik umumnya saling berpengaruh.

Imunomodulator dapat dibagi menjadi 2, yaitu imunostimulator dan

(34)

a. Imunostimulator

Imunostimulator adalah senyawa yang dapat meningkatkan respon

imun. Imunostimulator dapat mereaktivasi sistem imun dengan

berbagai cara seperti meningkatkan jumlah dan aktivitas sel T, NK-cells

dan makrofag serta melepaskan interferon dan interleukin (Tan dan

Rahardja, 2007). Imunostimulator banyak digunakan untuk menjaga

kondisi tubuh saat terjadinya defisiensi imunitas, pada terapi AIDS,

infeksi kronik, dan keganasan terutama yang melibatkan sistem limfatik

(Nafrialdi, 2007).

b. Imunosupresor

Imunosupresor adalah senyawa yang dapat menurunkan respon imun

yang berlebihan. Imunosupresor mampu menghambat transkripsi dari

sitokin dan memusnahkan sel T (Tan dan Rahardja, 2007).

Kegunaannya secara klinis terutama pada transplantasi dalam usaha

mencegah reaksi penolakan dan berbagai penyakit inflamasi yang

menimbulkan kerusakan, mengatasi penyakit autoimun (Baratawijdaja,

2012), mencegah hemolisis rhesus dan neonatus (Nafrialdi, 2007).

2.4.4 Siklofosfamid

(35)

Nama kimia : 2-[Bis(2-kloroetil)amino]tetrahidro-2H-1,3,2-

oksazafosforin 2-oksida monohidrat

Rumus molekul : C7H15Cl2N2O2P.H2O

Berat molekul : 279,10

Pemerian : serbuk hablur, putih.

Kandungan : tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 103,0%

C7H15Cl2N2O2P, dihitung sebagai zat anhidrat

Kelarutan : Siklofosfamida larut dalam air dan dalam etanol

(Ditjen POM, 1995)

Siklofosfamida (Gambar 2.4) merupakan agen alkilasi yang mempunyai

efek imunosupresif. Siklofosfamida memiliki aktivitas antiproliferasi yang kuat

dilihat dari kemampuannya menurunkan produksi antibodi selama fase

proliferasi. Efek obat ini lebih nyata pada penekanan imunitas humoral. Efek

terhadap imunitas seluler bervariasi sebagian dihambat, sebagian mengalami

perangsangan (Nafrialdi, 2007).

Siklofosfamida menghambat aksi sel Ts dan sel Th2 sehingga menekan

produksi antibodi oleh sel B. Sel Th1 tidak dipengaruhi oleh siklofosfamid. sel

Th1 akan melepaskan sitokin yang bersifat proinflamasi sehingga akan

menarik makrofag ketempat terjadinya infeksi. Hal inilah yang menyebabkan

terjadinya pembengkakan ditempat infeksi (Turk, 1989).

Agen-agen imunosupresif terbukti sangat berguna untuk meminimalkan

(36)

menghambat imunoproliferasi secara terus menerus (karena ransangan antigen

terus berlangsung) (Lake, 2004).

2.4.5 Metode Pengujian Efek Imunomodulator

Ada beberapa metode yang digunakan dalam pengujian efek

imunomodulator. Diantaranya adalah uji respon hipersensitivitas tipe lambat

dan pengukuran antibodi (Vogel, 2008; Roit, 1989).

a. Uji Hipersensitivitas Tipe Lambat

Uji respon hipersensitivitas merupakan pengujian efek imunomodulator

terkait dengan respon imun spesifik. Respon hipersensitivitas tipe lambat

merupakan respon imun seluler yang melibatkan aktivasi sel Th yang akan

melepaskan sitokin yang bersifat proinflamasi dan meningkatkan aktivitas

makrofag yang ditandai dengan pembengkakan kaki hewan (Roit, 1989).

b. Titer Antibodi

Respon imun spesifik dapat berupa respon imun seluler dan respon imun

humoral. Penilaian titer antibodi merupakan pengujian terhadap respon imun

humoral yang melibatkan pembentukan antibodi. Peningkatan nilai titer

antibodi terjadi karena peningkatan aktivasi sel Th yang menstimulasi sel B

untuk pembentukan antibodi dan peningkatan aktivasi sel B dalam

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental dengan tahapan penelitian

yaitu penyiapan tumbuhan, karakterisasi simplisia, pembuatan ekstrak,

karakterisasi ekstrak, penyiapan hewan percobaan dan pengujian respon

hipersensitivitas tipe lambat dan titer antibodi pada hewan percobaan. Data

hasil penelitian dianalisis secara ANAVA (analisis variansi) dan dilanjutkan

dengan uji Post Hoc Tukey menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 17.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas

laboratorium, aluminium foil, neraca listrik (Vibra), seperangkat alat destilasi

penetapan kadar air, rotary evaporator, blender (National), mortir dan stamfer,

neraca hewan, spuit 1 ml (Terumo), oral sonde, pletismometer air raksa,

velocity 18R refrigerated centrifuge (Dynamic), microtube, microtitration plate, micropipette (Socorex), dan kertas saring. Gambar alat-alat yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 63.

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

(38)

(Na2HPO4), kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4), aqua bidestilasi, heparin,

etanol 96%, toluen, kloroform dan air suling.

3.2 Penyiapan Sampel

Penyiapan sampel meliputi pengambilan tumbuhan, identifikasi

tumbuhan, dan pengolahan tumbuhan.

3.2.1 Pengambilan tumbuhan

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel

diperoleh dari jalan Palas Lima No. 57 Pokok Mangga, Padang Bulan,

Kecamatan Medan Selayang, Provinsi Sumatera Utara. Gambar sampel dapat

dilihat pada Lampiran 2, halaman 54.

3.2.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Bogoriense Pusat

Penelitian Biologi-LIPI Bogor.

3.2.3 Pengolahan tumbuhan

Daun bangun-bangun yang masih segar dicuci bersih kemudian

ditiriskan lalu disortasi basah dan ditimbang beratnya sebagai berat basah

(7,765 kg). Selanjutnya dikeringkan hingga kering ditandai daun mudah

diremukkan, kemudian ditimbang kembali sebagai berat kering (870 g)

kemudian diblender dan ditimbang sebagai berat serbuk simplisia. Serbuk

simplisia dimasukkan ke dalam kantong plastik, diberi etiket dan disimpan di

tempat kering. Bagan pengerjaan sampel dapat dilihat pada Lampiran 4,

(39)

3.3Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia

Skrining fitokimia serbuk simplisia meliputi pemeriksaan alkaloida,

pemeriksaan flavonoida, pemeriksaan tanin, pemeriksaan glikosida,

pemeriksaan saponin, pemeriksaan steroid/triterpenoid.

3.3.1 Pemeriksaan alkaloida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1

ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air

selama 2 menit, didinginkan lalu disaring.

Filtrat dipakai untuk percobaan berikut:

a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan pereaksi Mayer akan

terbentuk endapan berwarna putih atau putih kekuningan

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan pereaksi Bouchardat

akan terbentuk endapan berwarna coklat kemerahan sampai coklat

kehitaman

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan pereaksi Dragendorf

akan terbentuk endapan berwarna kuning jingga

Alkaloida dinyatakan positif jika terjadi endapan atau terjadi endapan paling

sedikit dua dari tiga percobaan di atas (Ditjen POM, 1995).

3.3.2 Pemeriksaan flavonoida

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml metanol lalu

direfluks selama 10 menit, disaring panas-panas melalui kertas saring berlipat,

(40)

Filtrat dipakai untuk percobaan berikut:

a. Sebanyak 1 ml filtrat diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan dalam 1-2

ml etanol 96%, ditambahkan 0,5 g serbuk seng dan 2 ml asam klorida 2 N,

didiamkan selama satu menit. Ditambahkan 10 ml asam klorida pekat, jika

dalam waktu 2-5 menit terjadi warna merah intensif menunjukkan adanya

flavonoida (glikosida-3-flavonol)

b. Sebanyak 1 ml filtrat diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan dalam 1-2

ml etanol 96%, ditambahkan 0,1 g magnesium dan 10 ml asam klorida

pekat, terjadi warna merah jingga sampai warna merah ungu menunjukkan

adanya flavonoid. Jika terjadi warna kuning jingga menunjukkan adanya

flavon, kalkon, dan auron (Ditjen POM, 1995).

3.3.3 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling selama

15 menit kemudian disaring, filtratnya diencerkan dengan air suling sampai

hampir tidak berwarna. Diambil 2 ml filtrat dan ditambahkan 1-2 tetes

pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau

kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).

3.3.4 Pemeriksaan glikosida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g kemudian dimasukkan ke

dalam labu erlemeyer, ditambahkan 30 ml campuran etanol 96%-air (7:3)

ditambahkan asam sulfat pekat hingga diperoleh pH larutan 2, kemudian

direfluks dengan memakai pendingin bola selama 10 menit, kemudian

(41)

5 menit lalu disaring. Filtrat diekstraksi 3 kali, masing-masing dengan 20 ml

campuran pelarut kloroform-isopropanolol (3:2) kemudian diperoleh dua

lapisan, kumpulkan masing-masing sari (sari air dan sari pelarut organik).

Dimasukkan sari air ke dalam tabung reaksi, kemudian diuapkan di atas

penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes larutan pereaksi

Molisch. Ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat maka akan terbentuk

cincin berwarna ungu pada batas cairan, reaksi ini menunjukkan adanya ikatan

gula (Ditjen POM, 1995).

3.3.5 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam tabung reaksi

dan ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok

kuat-kuat selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit

setinggi 1-10 cm. Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, bila buih tidak

hilang menunjukkan adanya saponin (Ditjen POM, 1995).

3.3.6 Pemeriksaan steroida/triterpenoida

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2

jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa dalam

cawan penguap ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam

sulfat pekat. Timbul warna ungu dan merah kemudian berubah menjadi hijau

kebiruan menunjukkan adanya steroida triterpenoida (Harborne, 1987).

3.4 Karakterisasi Simplisia

(42)

penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, dan

penetapan kadar abu tidak larut asam (Ditjen POM, 1995).

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan pada simplisia segar yang

meliputi pemeriksaan bentuk, bau, rasa dan warna. Gambar simplisia dapat

dilihat pada Lampiran 2, halaman 54.

3.4.2 Penetapan kadar air simplisia

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen). Alat terdiri dari labu alas 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung

penyambung dan tabung penerima.

Cara penetapan:

Ke dalam labu bulat dimasukkan 200 ml toluen dan 2 ml air suling,

didestilasi selama 2 jam. Setelah itu toluen didinginkan dan volume air di

dalam tabung penerimaan dibaca. Kemudian di dalam labu dimasukkan 5 g

serbuk simplisia yang telah ditimbang, kecepatan tetesan air diatur, lebih

kurang 2 tetes tiap detik, hingga sebagian besar air tersuling. Kemudian

kecepatan penyulingan air di naikkan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah 2 jam

didestilasi, kemudian toluen dibiarkan dingin, bagian dalam pendingin dibilas

dengan toluen yang telah dijenuhkan. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit,

kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Setelah

air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.

Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang

(43)

POM, 1995). Perhitungan penetapan kadar air dapat dilihat pada Lampiran 3,

halaman 56.

3.4.3 Penetapan kadar sari yang larut dalam air

Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi

selama 24 jam dalam 100 ml air kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling

1000 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama,

dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai

kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan

ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam

persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah

dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1995). Perhitungannya dapat dilihat pada

Lampiran 3, halaman 57.

3.4.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi

selama 24 jam dalam etanol 96% dalam labu bersumbat sambil sesekali

dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring.

Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata

yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai

bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol (96%) dihitung

terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1995).

Perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 58.

(44)

kemudian diratakan. Kurs dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran

dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan

ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan

yang telah dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1995). Perhitungan kadar abu

total dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 59.

3.4.6 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu didihkan dengan 25 ml

asam klorida encer selama 5 menit. Bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan, disaring dengan kertas masir atau kertas saring bebas abu, cuci

dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian dinginkan dan

ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot

yang dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1995). Perhitungan kadar abu yang

tidak larut dalam asam dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 60.

3.5 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun

Pembuatan ekstrak etanol daun bangun-bangun dilakukan secara

maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 96%. Serbuk simplisia

dimasukkan ke dalam wadah kemudian direndam dengan pelarut hingga

terendam sempurna lalu ditutup dan disimpan pada suhu ruangan. Diaduk

sehari sekali selama lima hari. Setelah itu dipisahkan pelarut dengan ampas

dengan cara menuangkan pelarut pada wadah lain, dan pelarut yang masih

tersisa pada ampas diremas dan disaring. Untuk memastikan proses ekstraksi

berlangsung sempurna, ampas yang telah diperas direndam kembali

(45)

sama sampai pelarut tidak berwarna. Seluruh filtrat digabungkan dan diuapkan

menggunakan rotary evaporator pada temperatur ± 40oC sampai diperoleh ekstrak kental (Depkes RI, 1974).

3.6. Karakterisasi Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun

Pemeriksaan karakterisasi ekstrak etanol daun bangun-bangun meliputi

penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut

dalam asam, penetapan kadar sari yang larut dalam air, dan penetapan kadar

sari yang larut dalam etanol. Pengerjaannya dilakukan seperti halnya pada

simplisia.

3.7 Uji Efek Imunomodulator

Uji efek imunomodulator meliputi penyiapan hewan percobaan,

penyiapan kontrol, bahan uji, larutan penyangga dan antigen, uji respon

hipersensitivitas tipe lambat, dan uji titer antibodi. Penyiapan kontrol, bahan

uji, larutan penyangga dan antigen meliputi penyiapan CMC 1%, penyiapan

suspensi siklofosfamida 0,5%, penyiapan suspensi ekstrak daun

bangun-bangun, penyiapan phosphate buffered saline, dan penyiapan sel darah merah domba.

3.7.1 Penyiapan hewan percobaan

Jumlah hewan coba pada penelitian ini menggunakan rumus Federer,

yaitu:

Pada rumus tersebut, t adalah jumlah perlakuan dan n adalah banyaknya

(46)

Hewan yang digunakan adalah mencit jantan dengan berat 20 - 30 g

dibagi 5 kelompok yang terdiri dari 1 kelompok kontrol negatif (CMC 1%), 1

kelompok pembanding (siklofosfamid), dan 3 kelompok uji (variasi dari

ekstrak).

Sebelum digunakan sebagai hewan percobaan, semua mencit dipelihara

terlebih dahulu selama kurang lebih satu minggu untuk penyesuaian

lingkungan, mengontrol kesehatan dan berat badan serta menyeragamkan

makanannya (Sabina, et al., 2009). Gambar hewan dapat dilihat pada Lampiran

7, halaman 66.

3.7.2 Penyiapan CMC 1%

Pembuatan suspensi CMC 1% (b/v) dilakukan dengan cara sebagai

berikut: sebanyak 250 mg CMC ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi air

suling panas sebanyak 5 ml didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh

massa yang transparan, digerus hingga berbentuk gel dan diencerkan dengan

sedikit air, kemudian dituang ke dalam labu tentukur 25 ml, ditambah air

suling sampai batas tanda.

3.7.3 Penyiapan Suspensi Siklofosfamid 0,5% (SS)

Pembuatan suspensi siklofosfamid 0,5% (b/v) dilakukan dengan cara

sebagai berikut: sebanyak 250 mg CMC ditaburkan ke dalam lumpang yang

berisi air suling panas sebanyak 5 ml, didiamkan selama 15 menit hingga

diperoleh masa yang transparan, digerus hingga berbentuk gel. Ditambahkan

sebanyak 125 mg siklofosfamid ke dalam lumpang, kemudian digerus sampai

(47)

3.7.4 Penyiapan Suspensi Ekstrak Etanol Daun Bangun-bangun (EEDBB)

Pembuatan suspensi ekstrak daun bangun-bangun dibuat tiga sediaan

sesuai dengan perlakuan yang akan dilakukan. Untuk dosis 250 mg/kg BB

dibuat dengan cara sebagai berikut: sebanyak 100 mg CMC ditaburkan ke

dalam lumpang yang berisi air suling panas sebanyak 2 ml. Didiamkan selama

15 menit hingga diperoleh masa yang transparan, digerus hingga berbentuk gel.

Ditambahkan sebanyak 250 mg ekstrak daun bangun-bangun ke dalam

lumpang, kemudian digerus sampai homogen. Dituang ke dalam labu tentukur

10 ml, ditambah air suling sampai batas tanda. Begitu juga untuk pembuatan

dosis 500 mg/kg BB dan750 mg/kg BB dilakukan hal yang sama.

3.7.5 Penyiapan Phosphate Buffered Saline (PBS)

Pembuatan PBS dilakukan dengan cara sebagai berikut: sebanyak 8 g

NaCl, 0,2 g KCl, 1,44 g Na2HPO4, 0,24 g KH2PO4, dilarutkan dalam 800 ml

aqua bidestilasi, kemudian dicek pH dengan indikator pH hingga pH ± 7 dan

dapat disesuaikan dengan penambahan HCl atau NaOH, tambahkan aqua

bidestilasi hingga 1 L (Rahmi, 2011).

3.7.6 Penyiapan Sel Darah Merah Domba (SDMD)

Pembuatan SDMD didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh

Puri, et al., (1993). Darah segar dikumpulkan dari domba (domba yang

digunakan adalah domba yang dipelihara di Jurusan Peternakan Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara). Darah dipisahkan dari plasmanya

(48)

SDMD 100%, ke dalam SDMD 100% ditambahkan PBS dengan volume yang

sama, hingga diperoleh SDMD 50%. Kemudian diambil 0,2 ml SDMD 50%,

tambahkan PBS hingga 10 ml, sehingga diperoleh SDMD 1%.

3.7.7 Uji Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat

Efek imunomodulator ekstrak etanol daun bangun-bangun ditentukan

menggunakan uji respon hipersensitivitas tipe lambat dengan cara mengukur

volume pembengkakan telapak kaki hewan uji (foot paw swelling test) (Sabina, et al., 2009). Penentuan dosis dilakukan berdasarkan data orientasi yang sudah dilakukan sebelumnya.

Sebanyak 25 ekor mencit dibagi menjadi 5 kelompok dengan

pembagian sebagai berikut:

Kelompok I : diberi suspensi CMC Na 1% (b/v) sebagai kontrol negatif

Kelompok II : diberi ekstrak daun bangun-bangun dosis 250 mg/kg BB

Kelompok III : diberi ekstrak daun bangun-bangun dosis 500 mg/kg BB

Kelompok IV : diberi ekstrak daun bangun-bangun dosis 750 mg/kg BB

Kelompok V : diberi suspensi siklofosfamid dengan dosis 50 mg/kg BB

sebagai pembanding (Neha dan Mishra, 2011; Arafa, et al., 2008).

Tiap kelompok hewan percobaan diinjeksikan dengan 0,1 ml SDMD

1% dalam PBS secara i.p (intraperitonium) sebagai antigen pada hari ke-0.

Perlakuan dimulai dari hari ke-0 dan diberikan satu kali setiap hari selama 7

(49)

awal (V0). Kemudian mencit diinjeksikan dengan 0,1 ml suspensi SDMD 1%

dalam PBS secara intraplantar pada telapak kaki sebelah kanan. Pada hari

kedelapan (setelah 24 jam) diukur volume pembengkakan kaki mencit dengan

pletismometer air raksa. Pengukuran dilakukan dengan mencelupkan kaki

mencit ke dalam tabung yang berisi air raksa sampai tanda batas pengukuran.

Perubahan volume air raksa terlihat pada kenaikan skala pletismometer sebagai

volume waktu tertentu (Vt) kaki mencit. Volume pembengkakan kaki mencit

ditentukan berdasarkan selisih antara volume waktu tertentu (Vt) dengan

volume awal (V0). Gambar pembengkakan kaki mencit dapat dilihat pada

Lampiran 8, halaman 67.

3.7.8 Uji Titer Antibodi

Tiap kelompok hewan percobaan diinjeksikan dengan 0,1 ml SDMD

1% dalam PBS sebagai antigen secara intraperitoneal pada hari ke-0. Perlakuan

dimulai dari hari ke-0 dan diberikan satu kali sehari selama 7 hari. Pada hari

ke-7, sampel darah masing-masing mencit diambil melalui pembuluh darah

vena di bagian ekor. Caranya dengan modifikasi yaitu bagian ujung dari ekor

mencit disayat dengan menggunakan silet kemudian darah yang keluar disedot

dengan menggunakan spuit 1 ml, selanjutnya sampel darah dikumpulkan dalam

tabung mikro (microtube), kemudian dilakukan pemusingan 1900 rpm dengan

alat sentrifugasi pada suhu 4oC selama 10 menit dan diambil serumnya. Nilai

titer antibodi ditentukan dengan teknik hemaglutinasi. 25 µl serum diteteskan

(50)

pada suhu 37oC selama 1 jam dan diamati hemaglutinasi secara visual

(Makare, et al., 2001; Puri, et al., 1993). Nilai titer antibodi ditentukan

berdasarkan pengenceran terakhir di mana antibodi masih terdeteksi melalui

hemaglutinasi yang terlihat secara visual. Nilai titer antibodi tersebut

selanjutnya ditransformasikan dengan [2log(titer)+1] (Hargono, 2000; Rahmi,

2011). Gambar hasil hemaglutinasi dapat dilihat Lampiran 9, halaman 68.

3.8 Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS 17.

Data hasil penelitian ditentukan homogenitas dan normalitasnya untuk

menentukan analisis statistik yang digunakan. Data dianalisis dengan

menggunakan uji ANAVA satu arah untuk menentukan perbedaan rata-rata

diantara perlakuan. Jika terdapat perbedaan, dilanjutkan dengan menggunakan

uji Post Hoc Tuckey untuk mengetahui variabel mana yang memiliki

perbedaan. Berdasarkan nilai signifikansi, p < 0,05 dianggap signifikan. Data

(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Tumbuhan yang digunakan telah diidentifikasi di Herbarium

Bogoriense Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor atas nama Arnes Anestesia.

Hasil identifikasi tumbuhan yang diteliti adalah daun bangun-bangun

(Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) suku Lamiaceae. Hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 53.

4.2 Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun

Bangun-bangun

Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun

bangun-bangun menunjukkan adanya kandungan saponin, flavonoid, glikosida

dan steroid/triterpenoid. Hasil pemeriksaan skrining fitokimia dapat dilihat dari

[image:51.595.113.498.555.694.2]

Tabel 4.2 di bawah ini.

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak

No Pemeriksaan Simplisia Ekstrak

1. Alkaloid - -

2. Flavonoid + +

3. Glikosida + +

4. Saponin + +

5. Tannin - -

(52)

4.3 Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak

Hasil pemeriksaaan makroskopik (Lampiran 2, halaman 54) dari daun

bangun-bangun segar menunjukkan daun tunggal, berwarna hijau, helaian daun

berbentuk bundar telur, kadang-kadang agak membundar, helaian daun segar

tebal dan mempunyai panjang 3,5 sampai 7 cm, lebar 4 cm sampai 7 cm,

pinggir daun beringgit atau agak berombak, tangkai daun panjang 1,5 cm

sampai 3 cm, tulang daun menyirip, permukaan berambut jarang sampai tebal

seperti beludru warnanya putih, bila diremas baunya harum, rasanya agak

pedas, agak asam, getir dan membuat rasa tebal di lidah. Pada keadaan kering

helaian daun tipis dan sangat berkerut, permukaan atas kasar, warna coklat

sampai coklat tua, permukaan bawah berwarna lebih muda dari permukaan

atas.

Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia daun bangun-bangun

diperoleh kadar air 7,94%, kadar ini memenuhi persyaratan secara umum yaitu

kadar air daun jika tidak dinyatakan lain adalah kurang dari 10%. Kadar air

yang berlebih mempercepat pertumbuhan mikroorganisme dan hidrolisis

senyawa kimia. Untuk kadar sari yang larut dalam air 29,44%, kadar sari yang

larut dalam etanol 8,12%. jumlah kadar ini memenuhi persyaratan dari

persyaratan simplisia daun bangun-bangun yang tertera di Materia Medika

Indonesia yaitu kadar sari yang larut dalam air tidak kurang dari 29%, kadar

sari yang larut dalam etanol tidak kurang dari 5%. Penentuan kadar sari ini

sangat penting karena memberikan gambaran mengenai besarnya bahan-bahan

(53)

juga memenuhi persyaratan pada Materia Medika Indonesia yaitu kadar abu

tidak larut dalam asam tidak lebih dari 1%. Hasil penetapan kadar abu total

dari simplisia daun bangun-bangun adalah 0,87%, hasil penetapan kadar abu

total ini tidak dapat dibandingkan dengan kadar pada Materia Medika

Indonesia karena tidak terdapatnya monografi. Penetapan kadar abu bertujuan

untuk mengetahui pengotoran dari pasir atau tanah, semakin rendah kadar abu

maka mutu simplisia semakin tinggi. Hasil pemeriksaan kadar simplisia daun

[image:53.595.115.497.331.534.2]

bangun-bangun dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.3 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Daun Bangun-bangun

No Penetapan

Simplisia Ekstrak

Kadar (%) Persyaratan MMI Kadar (%) Persyaratan

1 Kadar air 7,94 - 9,95 -

2 Kadar sari larut

dalam air 29,44

Tidak kurang

dari 29% 35,43 -

3 Kadar sari larut dalam etanol 8,12

Tidak kurang

dari 5% 32,33 -

4 Kadar abu total 0,87 - 1,86 -

5 Kadar abu tidak larut dalam asam 0,79

Tidak lebih dari

1% 1,14 -

Keterangan : MMI = Materia Medika Indonesia

Hasil pemeriksaan karakterisasi ekstrak daun bangun-bangun diperoleh

kadar air 9,95%, kadar sari yang larut dalam air 35,43% dan kadar sari yang

larut dalam etanol 32,33%. Penetapan kadar abu total 1,86% dan penetapan

kadar abu yang tidak larut dalam asam adalah 1,14%. Hasil penetapan kadar

(54)

monografi. Hasil pemeriksaan kadar ekstrak daun bangun-bangun dapat dilihat

pada Tabel 4.3 di atas.

Hasil penyarian 700 g serbuk simplisia daun bangun-bangun dengan

pelarut etanol 96% diperoleh ekstrak cair yang kemudian diuapkan dengan

menggunakan rotary evaporator diperoleh ekstrak kental sebesar 55,165 g (rendemen 7,88%).

4.4Pengujian Efek Imunomodulator

Pada penelitian ini, pengujian efek imunomodulator ekstrak etanol

daun bangun-bangun dilakukan dengan metode respon hipersensitivitas tipe

lambat dan titer antibodi yang digunakan untuk mengetahui pengaruh ekstrak

etanol daun bangun-bangun terhadap respon imun spesifik humoral dan

seluler. Respon imun spesifik humoral dapat dilihat dari parameter

peningkatan hemaglutinasi sedangkan respon imun seluler dilihat dari

parameter pembengkakan kaki mencit. Menurut Makare, et al., (2001), metode

tersebut mempunyai keuntungan diantaranya memungkinkan dua komponen

respon imun diukur pada spesies yang sama di bawah kondisi ideal, relatif

sederhana dan tidak mahal. Bagan pengerjaan efek imunomodulator dapat

dilihat pada Lampiran 5, halaman 62.

Pengujian dilakukan dengan cara menginduksi sel imun mencit dengan

sel darah merah domba (SDMD) secara intraperitonium pada hari ke-0.

Pemberian SDMD 1% yang digunakan sebagai antigen pada mencit

dimaksudkan untuk merangsang pembentukan antibodi spesifik. Injeksi ini

(55)

Buffered Saline) sebagai larutan pencuci dan larutan pengencer. Pencucian SDMD bertujuan untuk memperoleh sel darah merah domba yang murni

artinya tidak dicemari oleh protein serum (Kumala, 2012).

Respon hipersensitivitas tipe lambat diketahui dari volume

pembengkakan kaki mencit yang diukur pada hari ke-8 setelah sehari

sebelumnya sel imun mencit jantan diinduksikan kembali dengan SDMD

secara intraplantar. Pengukuran volume pembengkakan dilakukan dengan

menggunakan alat pletismometer air raksa.

Pengukuran nilai titer antibodi dilakukan pada hari ke-7 dengan

menggunakan metode hemaglutinasi. Hemaglutinasi adalah ikatan antara sel

darah merah sebagai antigen dengan antibodi sehingga menimbulkan suatu

gumpalan yang dapat dilihat. Pada lingkungan dengan pH netral, sel darah

merah bermuatan negatif sehingga akan terjadi aksi tolak menolak antar sel.

Oleh karena itu sel darah merah yang digunakan disuspensikan dalam larutan

penyangga dengan pH ± 7 (PBS) untuk menjaga agar sel darah merah tetap

dalam kondisi pH netral, sehingga tetap bermuatan negatif. Hemaglutinasi

terbentuk karena adanya ikatan silang antara sel darah merah dengan antibodi.

Antibodi yang mempunyai kemampuan lebih besar untuk berikatan dengan sel

darah merah adalah IgM. IgM mempunyai ukuran yang besar dan valensi yang

tinggi, sehingga dapat melawan rintangan elektrik dan membentuk ikatan

silang dengan sel darah merah sehingga menyebabkan aglutinasi. Antibodi

(56)

penelitian ini sel darah merah yang digunakan sebagai antigen adalah sel darah

merah domba (SDMD) karena memiliki muatan negatif yang lebih kuat,

sehingga kemampuannya untuk berikatan dengan antibodi semakin kuat. Data

hasil penelitian dapat dilihat pada Lampiran 10, halaman 69.

Data titer hemaglutinasi dan respon hipersensitivitas tipe lambat

dianalisa dengan menggunakan SPSS versi 17. Untuk melihat ada tidaknya

perbedaan dari setiap perlakuan pada tiap kelompok hewan coba dilakukan

analisis variansi (ANAVA), kemudian analisa dilanjutkan dengan Uji Post Hoc

Tuckey untuk mengetahui kelompok perlakuan mana yang memiliki efek yang

sama atau berbeda antara satu perlakuan dengan perlakuan yang lain untuk

semua perlakuan.

4.4.1 Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat

Respon hipersensitivitas tipe lambat dikenal dengan reaksi

imuno-inflamasi, dimana makrofag dan sel Th1 berperan besar dalam proses tersebut

(Mukherjee, 2010). Reaksi imuno-inflamasi ditandai dengan adanya

pembengkakan pada tempat terjadinya induksi antigen. Pembengkakan terjadi

karena adanya antigen spesifik yang mengaktivasi sel T terutama sel Th1.

Aktivasi sel T menyebabkan pelepasan beberapa sitokin yang bersifat

proinflamasi. Sitokin tersebut akan menarik makrofag ke tempat terjadinya

induksi dan mengaktivasinya sehingga menyebabkan peningkatan aktivitas

fagositik untuk melawan antigen yang masuk (Sabina et, al., 2009). Penarikan

makrofag inilah yang menyebabkan terjadinya pembengkakan. Semakin besar

(57)

Hasil pengukuran volume pembengkakan kaki kanan mencit sebagai respon

terhadap hipersensitivitas tipe lambat dapat dilihat pada Gambar 4.1. berikut

ini:

Gambar 4.1 Volume Pembengkakan Kaki Mencit Pada Berbagai

Perlakuan (Rerata ± SEM)

Keterangan :

EEDBB = Ekstrak Etanol Daun Bangun-bangun SS = Suspensi Siklofosfamid

k1 = kelompok perlakuan I k2 = kelompok perlakuan II k3 = kelompok perlakuan III k4 = kelompok perlakuan IV k5 = kelompok perlakuan V

Pada Gambar 4.1 di atas terlihat bahwa EEDBB dosis 250 mg, 500

mg, 750 mg/kg BB dan suspensi siklofosfamid (SS) dosis 50 mg/kg BB

menunjukkan volume pembengkakan y

Gambar

Gambar Alat-alat ...………………..............................
Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian
Gambar 2.1 Gambaran umum sistem imun (Baratawidjaja, 2012).
Gambar 2.2 Perkembangan sel-sel yang diperantarai sel dan imunitas    humoral (Lake, 2004)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pertumbuhan dalam hal ini adalah pertambahan panjang benih ikan patin tidak berbeda antara yang dipelihara dengan menggunakan sistem resirkulasi dan tidak.. Hal ini

It is evident that marital status, work and income play an important role in influencing life satisfaction among middle-aged women in Hulu Langat, Selangor.. On the contrary,

Apa yang diharapkan Indonesia dari penyelesaian konflik Laut Cina Selatan.. Jadi, ASEAN kan ada 3 pilar ya, pilar politik keamanan,

Sebagai satu-satunya organisasi yang bergerak dalam isu HIV&amp;AIDS dengan sasaran utama kelompok MSM dan TG, Seruni mampu bekerja sama dengan sangat baik dengan

Berdasarkan hasil empiris yang diperoleh disimpulkan bahwa ekspektasi kinerja mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap minat pemanfaatan sistem informasi, variabel

The Rainforest Alliance works to conserve biodiversity and ensure sustainable livelihoods by transforming land-use practices, business practices and consumer behavior. by

In the analysis of Halim Perdanakusuma Airport passenger terminal capacity, the capacity of each mandatory facility in the passenger terminal was elaborated to figure out

3) factor-factor penyebab kerusakan dini pada perkerasan jalan, Waisa Saroso, puslitbang jalan dan jembatan. Tujuan penilitian ini adalah untuk mengkaji