(Berdasarkan Perbandingan Mazhab Fiqih dan Praktek di Indonesia)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh : Purwanto NIM : 206043103777
KONSENTRASI STUDI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 17 Desember 2010
i
Puji dan syukur dengan tulus kami persembahkan kehadirat Allah SWT, yang
telah memberikan taufiq, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi ini, yang disusun dan ditulis dalam
rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW,
keluarga, sahabat dan para pengikutnya serta orang-orang yang menyeru dengan
seruannya dengan berpedoman dengan petunjuknya.
Suka cita selalu menyelimuti penulis seiring dengan selesainya penyusunan
skripsi ini. Hal tersebut tidak lain karena dorongan dan bantuan berbagai pihak. Oleh
karenanya penulis megucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada yang
terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH, MA, MM, selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. H. Ahmad Mukri Adji, MA, selaku Ketua Program Studi
Perbandingan Madzhab dan Hukum dan Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag,
ii
ketekunan, kesabaran dan perhatian hingga terselesaikannya skripsi ini.
4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah
mewariskan ilmunya kepada penulis dengan konsep ikhlas.
5. Pimpinan, staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah dan Perpustakaan
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah serta Perpustakaan Umum
Iman Jama yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
pengumpulan bahan dalam skripsi ini.
6. Bapak Prof. Dr. Hideomi Muto, yang telah banyak membantu peneliti dalam
mengumpulkan data untuk skripsi ini.
7. Ayahanda tercinta Sugeng dan Ibunda tercinta Sukini, yang telah memberikan
bantuan dan dorongan baik berupa moril maupun materiil hingga selesainya
penulisan skripsi ini.
8. Ustad Abdul Syakur SHI yang telah memberikan banyak bimbingan kepada
penulis dalam belajar membaca Al-Qur’an.
9. Teman-teman seperjuangan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah periode 2006, teman-teman yang tidak disebutkan satu persatu yang
telah turut mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman dari Jepang yang telah membantu dan mendukung dalam penulisan
iii
Akhirnya penulis memanjatkan do’a dan memohon semoga Allah Swt
memberikan kemanfaatan atas skripsi ini baik bagi penulis sendiri maupun pembaca
pada umumnya, serta melimpahkan pertolongan dan kebenaran kepada kita semua.
Amin…
Jakarta,……….
iv
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
D. Review Studi Terdahulu ... 7
E. Metode Penelitian ... 8
F. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II PANDANGAN IMAM MAZHAB TENTANG DAGING HALAL A. Makanan Umum ... 13
1. Definisi Makanan Halal dan Haram Berdasarkan Dalil ... 13
2. Tabel Jenis-jenis Makanan Halal dan Haram ... 19
B. Daging ... 21
1. Definisi Daging Halal dan Haram ... 21
2. Pandangan Para Imam Madzhab ... 24
C. Tatacara Penyembelihan Menurut Para Imam Madzhab ... 25
1. Tatacara Penyembelihan Menurut Imam Syafi’i ... 26
2. Pandangan Imam Madzhab Tentang Tatacara Penyembelihan ... 30
BAB III STUDI KASUS DI INDONESIA DAGING HALAL DAN HARAM A. Sejarah di Indonesia mengenai LP POM MUI ... 46
1. Sejarah Pembentukan LP POM MUI ... 47
v
1. Memakan Kepiting ... 52
2. Memakan dan Membudidayakan Kodok ... 56
3. Memakan dan membudidayakan Cacing ... 61
C. Ketentuan Fatwa MUI Tentang Penyembelihan Hewan di Indonesia ... 64
BAB IV SISTEM PENYEDIAAN DAGING HALAL YANG COCOK DITERAPKAN DI JEPANG A. Masalah Makanan Non Islam Bagi Kaum Islam di Jepang ... 69
1. Masalah Budaya Konsumsi Babi ... 69
2. Masalah Budaya Konsumsi Alkohol ... 73
3. Kekurangan Daging Halal ... 77
B. Sistem Distribusi Daging di Jepang yang Sekarang ... 77
1. Sistem Distribusi Daging Non Islam ... 78
2. Penjualan Daging Halal Oleh Orang Pakistan dan Turki ... 78
3. Kerjasama Antara Asosiasi Islam Dengan Perusahaan Jepang ... 78
C. Tatacara Penyembelihan Daging Halal yang Memungkinkan diterapkan di Jepang ... 79
1. Analisis terhadap Pendapat Para Imam Madzhab ... 79
2. Hal-hal yang Bisa di Terapkan dari Praktek di Indonesia ... 86
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 88
B. Saran-Saran ... 90
DAFTAR PUSTAKA ... 92
vi
Halaman
1. Tabel 1 Daftar Makanan Halal ... 19
[image:10.612.113.542.54.459.2]vii
Halaman
1. Gambar 1 Area mie instan, minuman keras ... 68
2. Gambar 2 Makanan yang mengandung unsur babi ... 69
3. Gambar 3 Area minuman ... 72
[image:11.612.113.541.56.464.2]1
A. Latar Belakang Masalah
Bagi semua kaum muslim sangatlah penting mengkonsumsi makanan
yang diizinkan oleh Allah SWT. Begitu juga dengan pakaian, bagi semua kaum
muslim sangatlah penting bahwa memakai pakaian yang diizinkan oleh Allah
SWT, serta hidup dengan gaya hidup yang diizinkan oleh-Nya seperti halnya
makanan. Dalam firman-Nya, setiap hamba-Nya diperintahkan untuk
menkonsumsi sesuatu yang halal, baik dari makanan maupun pekerjaan. Ini
ditegaskan dalam firman Allah SWT:
)
ة ﺮ ﻘ ﺒ ﻟ ا
/
2
:
168
(
Artinnya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat dibumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
syaitan; karena sesungguhnya itu adalah musuh yang nyata bagimu”
(QS. Al-Baqarah [2]: 168)
Setiap orang Islam wajib memastikan kehalalan pangan yang akan
dikonsumsinya. Sebelum mengkonsumsi sesuatu makanan, setiap muslim sudah
harus sangat yakin (haqqul yakin) mengenai kehalalannya.1
1
Aisjah Girindra, LP POM MUI Pengukir Sejarah Sertifikasi Halal, (Jakarta: Lembaga
Dalam ajaran (hukum) Islam, halal dan haram persoalan yang sangat penting dan
dipandang sebagai inti keberagaman, karena setiap muslim yang akan melakukan
atau menggunakan, terlebih lagi mengkonsumsi sesuatu sangat dituntut oleh
agama untuk memastikan terlebih dahulu kehalalan dan keharamannya. Jika
halal, ia boleh (halal) melakukan, menggunakan atau mengkonsumsinya; namun
jika jelas keharamannya, harus dijauhkan dari diri seorang muslim.2
Sejak dahulu umat manusia selalu berbeda-beda pendapat tentang
masalah apa yang dapat mereka makan dan mereka minum, apa yang boleh dan
tidak boleh, khususnya masalah makanan yang berasal dari hewan. Adapun
makanan dan minuman yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, tidak banyak
perbedaan pendapat yang dapat dijumpai.3
Sarjana ilmu gizi menyatakan bahwa agar manusia dapat hidup dengan kehidupan yang sehat dan sejahtera maka ia semestinya makan daging dan tumbuh-tumbuhan secara simultan, tidak mungkin untuk memilih salah satu diantara keduanya dengan meninggalkan yang lain. Kiranya perlu mendapat perhatian bahwa bangsa yang menggantungkan dirinya kepada makanan jenis tumbuh-tumbuhan saja, maka akan lahir putra-putra bangsa yang kering dan lemah, sedang kuantitas anak yang lahir pada suatu bangsa seperti ini tidak lebih dari 2 kg, sedang pada bangsa yang lain biasanya tidak lebih dari 3 kg. Oleh karena itu, disamping makan makanan jenis nabati, maka makanan jenis hewani juga perlu mendapatkan perhatian, seperti susu dan telur, jika tidak maka akan mengakibatkan kekurusan dan kekurangan darah.4
2
Ma’ruf Amin,Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam,(Jakarta: eLSAS, 2008), Cet. I, h.313 3
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, Penerjemah Abu Sa’id al-Falahi dkk,
(Jakarta: Robbani Press, 2000), Cet. I, h. 43. 4
Syauqi Al Fanjari,Nilai kesehatan dalam Syariat Islam,Penerjemah Drs. Ahsin Wijaya dkk,
Pada dasarnya semua makanan dan minuman yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan, seperti sayur-sayuran, dan buah-buahan serta hewan adalah halal
kecuali yang beracun dan membahayakan manusia.5
Allah SWT membimbing manusia seluruhnya agar mengkonsumsi yang
halal, baik berupa makanan, usaha dan apapun itu halnya yang berkenaan dengan
kehidupan manusia. Kemudian Allah SWT memberi kekhususan bagi umat Islam
untuk menjahui yang haram, ditegaskan dalam ayat, yaitu sebagai berikut:
)
ة ﺮ ﻘ ﺒ ﻟ ا
/
2
:
172
-173
(
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman makanlah oleh dari sesuatu yang baik dari rizki yang telah kami berikan kepada kalian dan bersyukurlah kalian kepada Allah apabila kalian menyembah-Nya. Sesunggunya diharamkan bagi kalian bangkai, darah, dan daging babi dan sesuatu yang disembelih tidak dengan asma Allah. Akan tetapi, barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang isi tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang”(QS. Al Baqarah [2] : 172-173)
Kehalalan atau keharaman pangan berkaitan erat dengan keimanan.
Penghalalan atau pengharaman merupakan hak prerogative Allah SWT dan
manusia harus menerimanya secara imani. Begitu pula mengenai kemanfaatan
5
Bagian Proyek Sarana dan Prasarana produk Halal, Petunjuk Teknis Pedoman Sistem
atau kemudharatan makanan yang dihalalkan atau diharamkan. Konsekuensinya,
penentuan status hukum halal-haram, atau syubhat, mesti mengacu kepada
Al-Qur’an dan sunnah Rasul.6
Kalau negara Islam seperti di Indonesia ini mudah mendapatkan
makanan-makanan halal. Karena jelas bahwa negara Indonesia ini adalah
mayoritas beragama Islam. Coba dilihat dan diamati, jikalau jalan-jalan di kota
Jakarta, dapat diambil contoh di tempat belanja Pondok Indah Mall, disana dapat
ditemukan restoran-restoran yang menjanjikan makanan halal. Begitu juga jika
berjalan-jalan di sekitar kampus Universitas Islam Negeri Jakarta, banyak
warung-warung atau tempat makan yang halal.
Jika belanja ke suwalayan dapat membeli sosis sapi yang halal, daging
giling ayam yang halal, daging kambing buat gulai yang halal. Begitu juga dapat
membeli cemilan-cemilan yang instan dengan bumbu-bumbu yang aman tanpa
khawatir dan gelisah akan haramnya cemilan tersebut.
Akan tetapi penulis pernah mengalami kondisi yang cukup mengagetkan
ketika berkunjung ke negara Sakura, yaitu tidak lain lagi adalah negara Jepang.
Bahwa disana sama sekali tidak demikian. Kaum muslim di Jepang bertambah
sedikit demi sedikit. Di Jepang ada sejumlah muslim yang berasal dari negara
diluar Jepang seperti orang Pakistan dan Indonesia. Penulispun telah bertemu
dengan sebagian mereka pada saat berkunjung ke Jepang. Penulis mengetahui
6
bahwa mereka hampir tidak dapat membeli makanan halal dalam kondisi seperti
sekarang ini.
Jika masalah yang berkaitan dengan makanan halal di Jepang
dirangkumkan, dapat dikatakan enam point sebagai berikut:
1. Daging yang paling laku terjual adalah daging babi.
2. Dapat melihat minuman-minuman beralkohol yang jumlahnya hampir sama
atau bisa dikatakan melebihi minuman-minuman biasa seperti teh botol, jus,
susu kalengan, dan minuman-minuman halal yang lainnya.
3. Walaupun daging sapi maupun daging ayam yang halalpun, sulit diketahui
dapat dibeli dimana. (setelah itu penulis ketahui bahwa sedikit daging halal
dapat dibeli hanya di masjid-masjid yang jarang keberadaannya yaitu hanya
berada di kota-kota besar).
4. Selama penulis berada disana tidak dapat menemukan restoran yang bertanda
halal. (dari pembicaraan dengan orang-orang ditempat dapat diketahui bahwa
mereka bisa makan masakan halal hanya di restoran yang di dalamnya ada
koki orang Turki atau Pakistan dan di restoran vegetarian saja).
5. Sebagian besar cemilan-cemilan instan dan mie instan berkomposisi zat-zat
yang berasal dari babi.
6. Dalam kue-kue sudah umum menggunakan gelatin (agar-agar yang berasal
Berdasarkan pengalaman yang cukup mengagetkan ini, penulis merasa
perlu meneliti atau mempelajari mengenai makanan halal dan penyediaan daging
halal kepada kaum muslim di Jepang dan menuangkannya dalam judul skripsi
ANALISIS PENYEDIAAN DAGING HALAL KEPADA KAUM MUSLIM DI NEGARA JEPANG (Berdasarkan Perbandingan Mazhab Fiqih dan Praktek di Indonesia).
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk memikirkan masalah makanan halal dan haram dari dasar serta
agar dalam pembahasan skripsi ini terarah dan tersusun secara sistematis, maka
penulis memberikan pembatasan masalah dan perumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana kriteria makanan yang diperbolehkan dalam hukum Islam?
2. Bagaimana keadaan Indonesia yang sekarang mengenai makanan halal dan
haram?
3. Bagaimana penyediaan daging halal bagi kaum muslim dinegara non Islam
seperti di Jepang?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana kriteria makanan yang diperbolehkan didalam
hukum Islam?
2. Untuk mengetahui bagaimana keadaan Indonesia yang sekarang mengenai
3. Untuk mengetahui harus bagaimana daging halal bagi kaum muslim di negara
non Islam seperti di Jepang?
Sedangkan kegunaan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Sebagai kontribusi pemikiran dalam masalah yang berkaitan dengan halal dan
haramnya daging yang diterapkan di Jepang dengan perbandingan mazhab
fiqih.
2. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis khususnya dan
mahasiswa serta masyarakat pada umumnya di Jepang maupun di Indonesia
dalam masalah halal-haramnya daging.
3. Sebagai salah satu syarat utama untuk mencapai gelar Sarjana Hukum Islam
(SHI), pada program sarjana Strata Satu (S1) di Fakultas Syari,ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. Review Studi Terdahulu
Kajian mengenai fatwa MUI dapat dikatakan sudah banyak dilakukan.
Namun, penulis merasa bahwa kajian tentang fatwa MUI tentang distribusi
daging halal kepada negara non muslim seperi negara Jepang belum pernah
dibahas.
Ada beberapa kajian di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta membahas
tentang fatwa MUI, salah satunya berupa skripsi yang ditulis oleh Winy Trianta
Fakultas Syari’ah dan Hukum tahun 2004 yang berjudul, Pengaruh Fatwa MUI
Mematuhi Hak Cipta. Dalam sekripsinya, Trianta membahas tentang apakah
fatwa tersebut benar-benar murni untuk kemaslahatan umat atau untuk
memperkuat Undang-undang hak cipta. Dia juga mempertanyakan, apakah fatwa
yang hanya mengikat secara moral lebih efektif untuk melindungi hak cipta dari
pada hukum hak cipta yang mengikat dengan sanksi. Dilatar belakangi oleh
kedua hal tersebut, maka diadakanlah penelitian yang menghasilkan, fatwa MUI
No 1 tahun 2003 ini berfungsi sebagai penjelasan terhadap masyarakat mengenai
kedudukan hak cipta. Dalam hukum Islam hak cipta dianalogikan sebagai harta
yang harus dilindungi, sehingga pelanggaran hak cipta sama dengan kezhaliman
terhadap harta.
Sementara itu, masih banyak fatwa-fatwa MUI yang belum dikaji dan
dibahas. Salah satunya adalah fatwa MUI tentang penyediaan daging halal yang
berada di negara non muslim seperti Jepang yang disana belum ada suatu fatwa
tentang penyediaan tersebut. Dengan demikian, penulis tertarik untuk mengkaji
dan meneliti penyediaan daging halal di Jepang.
E. Metode Penelitian
Metode merupakan strategi yang dipakai dalam pengumpulan data-data
yang diperlukan untuk menjawab persoalan yang dihadapi, sebagai rencana
pemecahan masalah yang dihadapi, adapun penelitian merupakan pekerjaan
yang terencana dan sistematis untuk mencari jawaban pada suatu masalah. Untuk
dengan prosedur penelitian dengan harapan agar mendapatkan hasil yang
benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang penulis gunakan dalam menyusun skripsi ini adalah
dengan menggunakan metode penelitian normatif empiris. Yaitu menganalisa
data dengan berdasarkan suatu keadaan yang bergantung pada bukti atau
konsekuensi yang teramati oleh indra atau data yang dihasilkan dari
percobaan atau pengamatan.7 Dalam kajian ini adalah menjelaskan teori
tentang halal dan haram makanan beserta kelembagaannya menurut pendapat
empat Imam mazhab dan praktek yang terjadi di Indonesia (Fatwa MUI)
untuk diterapkan di negara Jepang.
2. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data penelitian ini menggunakan studi
kepustakaan (Library Reseach) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara
mengumpulkan, membaca, menelaah dan memahami literatur-literatur yang
berhubungan dengan permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dari
berbagai buku-buku baik primer maupun sekunder, yang bisa dijadikan acuan
dasar atau sumber-sumber penunjang yang masih ada relevansinya dengan
pembahasan masalah yang dimaksudkan dalam judul penelitian ini. Penulis
juga melakukan wawancara, yaitu penulis mendatangi dan bertanya langsung
7
kepada Japan Asosiation Islam di Jepang guna mendapatkan data-data
penunjang yang berhubungan dengan permasalahan skripsi ini.
3. Teknik Pengolahan Data
Apabila pengumpulan data sudah selesai, selanjutnya peneliti akan
meneliti kembali dengan cara editing dan koding. Editing yaitu pemeriksaan
kembali oleh peniliti mengenai kelengkapan jawaban yang diterima,
kejelasannya, konsistensi jawaban atau informasi, relevensinya bagi
penelitian, maupun keseragaman data yang diterima oleh peneliti. Koding
Artinya, peneliti berusaha untuk membuat klasifikasi jawaban-jawaban
dengan memberikan kode-kode tertentu pada jawaban tersebut, agar nantinya
mempermudah kegiatan analisis.8
4. Teknik Analisis Data
Yang dimaksud dengan analisis data adalah proses penyederhanaan
data kedalam bentuk yang mudah dibaca dan diinterprestasikan.9 Setelah
terkumpul data-data yang diperlukan maka peneliti mencoba untuk
menganalisis data. Teknik analisis data yang digunakan dalam penulisan
sekripsi ini adalah deskriptif analisis10, yaitu prosedur pemecahan masalah
dengan mengumpulkan data-data yang tertuju pada masa sekarang, disusun,
dijelaskan, dianalisa, diinterpretasikan dan kemudian disimpulkan.
8
Soerjono soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta, UI-Press, 1986), Cet.III, h. 264.
9
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi,Metode Penelitian Survei,(Jakarta, LP3ES, 1995),
Cet. I, h. 263. 10
M. Aslam Sumhudi, Jinoisusu Disain Riset, (Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas
5. Teknik Penulisan
Mengenai teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku
pedoman penulisan skripsi, tesis dan disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2007
F. Sistematika Penulisan
Pada bab I penulis akan menerangkan tentang latar belakang masalah dari
skripsi ini, pembatasan dan perumusan masalah yang akan dibahas, tujuan dan
manfaat penelitian skripsi ini, metode yang digunakan dalam penulisan skripsi
ini, review studi terdahulu yang berisi tentang kajian-kajian fatwa MUI dan
praktek di Indonesia, serta sistematika dari penulisan skripsi ini.
Adapun dalam bab II penulis akan menjelaskan secara umum
perbandingan mazhab tentang makanan halal yang memuat makanan umum yang
didalamnya akan dijelaskan definisi makanan halal dan haram berdasarkan dalil,
tabel perbandingan mazhab, dan tabel jenis-jenis makanan halal dan haram.
Selanjutnya akan saya terangkan mengenai daging yang memuat definisi daging
halal dan haram selanjutnya tabel perbandingan mazhab. Setelah itu saya akan
menjelaskan tatacara penyembelihan yang memuat tata cara penyembelihan
menurut Imam Syafi’I, perbandingan mazhab tentang penyembelihan,
selanjutnya penjelasan penerapan hukum perjenis daging.
Pada bab III penulis akan menguraikan mengenai Sejarah LP POM MUI
dan studi kasus di Indonesia tentang daging halal dan daging haram yang
[image:22.612.113.534.48.417.2]juga menerangkan pelanggaran-pelanggaran yang sering terjadi di Indonesia
yang antar lain makan katak, konsumsi cacing dan juga konsumsi kepiting.
Adapun pada bab IV akan berisi tentang daging halal yang cocok
diterapkan di Jepang, yang didalamnya akan saya jelaskan mengenai masalah
makanan di negara non islam bagi kaum Islam yang masalah budaya konsumsi
babi, masalah budaya konsumsi alkohol, serta kekurangann daging halal untuk
kaum Islam di negara non Islam. Selanjutnya didalamnya menjelaskan sistem
distribusi daging di Jepang yang sekarang meliputi sistem distribusi daging on
Islam, penjualan daging halal oleh orang Pakistan dan Turki di Jepang, dan juga
kerjasama antara Asosiasi Islam di Jepang dengan Perusahaan Jepang.
Selanjutnya menjelaskan juga tatacara penyembelihan daging halal yang
memungkinkan di Jepang, yang menerangkan upaya pembangunan sistem
distribusi daging halal di Jepang yang baru dan kemudian hal-hal yang bisa
diterapkan di Jepang dari Indonesia.
Pada akhirnya bab V merupakan penutup dari pembahasan yang telah
diuraikan dan dijelaskan yang berisi kesimpulan dan saran dari penulis yang telah
BAB II
PANDANGAN IMAM MAZHAB TENTANG DAGING HALAL
A. Makanan Umum
1. Definisi Makanan Halal dan Haram Berdasarkan Dalil
Sebelum membahas persoalan haram dan haramnya makanan, terlebih
dahulu disinggung kaidah fiqihmenurut madzhab Syafi’i:
َاْﻟ
ْﺻ ﺄ
ُﻞ
ِﻓ
ْﻟ ا ﻰ
ْﺷ ﺄ
َﯿ
ِء ﺎ
َاْﻟِﺎ
َﺑ
َﺣ ﺎ
َﺣ ﺔ
ﱠﺘ
َﯾ ﻰ
ُﺪ
ﱡل
ﱠﺪ ﻟ ا
ِﻟ
ْﯿ
ُﻞ
َﻋَﻠ
ﱠﺘ ﻟ ا ﻰ
ْﺤ
ِﺮ
ْﯾ
ِﻢ
Artinya : “Hukum yang pokok dari segala sesuatu adalah mubah (boleh), sehingga terdapat dalil yang mengharamkannya”.1
Maksud yang terkandung dalam kaidah fiqih tersebut dapat dijabarkan
sebagaimana yang dijelaskan oleh Dr. Yusuf Qardhawi, yaitu: “Pada asalnya,
hukum dari sesuatu adalah boleh dan tidak haram, kecuali ada dalil nash
shahih dan sharih yang menunjukkan keharamannya, apabila tidak ada dalil
yang mengharamkannya maka kembali ke hukum asal yaitu halal.2
Masalah yang halal dan yang haram adalah masalah yang paling
dahulu berhubungan dengan manusia. Masalah tersebut telah ada semenjak
manusia belum diturunkan ke bumi dan merupakan pelajaran pertama yang
1
Abdul Mujib, Kaidah-kaidah Ilmu Fiqh (al-Qowa’idul Fiqhiyyah, (Jakarta: Kalam Mulia,
2001), Cet.II, h. 25 2
Thobieb Al-Asyhar, Bahaya Makanan Haram. (Jakarta: PT. Al-Mawardi Prima, 2002),
Cet.I, h. 94.
diterima dari Tuhannya. Halal dan haram berlaku untuk semua ciptaan Allah
dan menjadi pondasi neraca kehidupan.3
Sejak dahulu, umat manusia memiliki pandangan yang berbeda dalam
menilai masalah makanan dan minuman. Baik menyangkut makanan yang
dibolehkan atau makanan yang dilarang, terutama masalah makanan dari
daging binatang. Sementara makanan dan minuman dari tumbuh-tumbuhan,
tidak banyak diperselisihkan.4
“Halal” adalah sesuatu yang jika digunakan tidak mengakibatkan
mendapat siksa (dosa). Sedangkan “haram” adalah sesuatu yang oleh Allah
dilarang dilakukan dengan larangan tegas dimana orang yang melanggarnya
diancam siksa oleh Allah di akhirat.5Halal adalah boleh. Pada kasus makanan,
kebanyakan makanan termasuk halal kecuali secara khusus disebutkan dalam
Al-Qur’an atau hadits.6
Makanan yang dihalalkan adalah makanan yang baik dan memenuhi
selera jiwa. Dalam surat Al-Maaidah ayat 4, Allah berfirman:
...
ð
...
)
ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا
/
٥
:
٤(
Artinya : “Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang Dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik,”
(QS. Al-Maaidah [5] : 4)
3
Muhammad Mutawalli Sya’rowi,Halal dan Haram,Penerjemah Amir Hamzah Fachrudin.
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1994), Cet. I, h. 12 4
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, Penerjemah Tim Kuadran, (Bandung:
Penerbit Jabal, 2007), Cet. I, h. 52. 5
Ma’ruf Amin,Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam,(Jakarta: eLSAS, 2008), Cet. I, h. 319. 6
LP POM MUI,Panduan Umum Sistem Jaminan Halal, (Jakarta: MUI, 2010), Edisi: IV,
Yang dimaksud dengan yang baik-baik dalam ayat diatas adalah
makanan yang disenangi oleh jiwa. Ayat ini serupa dengan firman Allah
dalam QS. Al-A’raf ayat 157:
...
...
)
ف ا ﺮ ﻋ ﻷ ا
/
٧
:
١ ٥ ٧
(
Artinya : “…dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk….” (QS.
Al-A’raaf[7] : 157)
Pada dasarnya semua makanan dan minuman yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan, seperti sayur-sayuran, dan buah-buahan serta hewan
adalah halal kecuali yang beracun dan membahayakan manusia.7 Ini sesuai
dengan prinsip dasar bahwa asal segala sesuatu adalah mubah, dan tidak ada
yang haram kecuali apa yang disebutkan oleh nash shahih dan tegas dari
pembuat syari’at yang mengharamkannya. Bila tidak terdapat dalam nash
yang shahih, atau tidak jelas penunjukkannya kepada yang haram, maka
tetaplah sesuatu itu pada hukum asalnya, yaitu mubah.8
Makanan yang halal baik hewani maupun nabati menurut pandangan
Islam sangat banyak, sedangkan yang haram sedikit.9 Ketika ada yang
7
Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal, Petunjuk Teknis Pedoman Sistem
Produksi Halal,(Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), h. 7.
8
Anton Apriyanto,Panduan Belanja Haram dan Syubhat, (Jakarta: Khairul Bayan, 2003),
Cet.II, h. 14. 9
Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI, Makanan Indonesia Dalam Pandangan Islam
bertanya, apa saja barang yang halal, Rasulullah saw menjawab dengan
menyampaikan ayat al-Qur’an10:
)
ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا
/
٥
:
٤(
Artinya : “Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya." (QS. Al-Maaidah [5] : 4)
Dari ayat diatas dapat diambil suatu kesimpulan, bahwa makanan yang
dihalalkan oleh Islam ialah semua jenis makanan dan minuman yang baik
untuk dikonsumsi oleh tubuh manusia. Baik dalam pengertian Islam adalah
sesuatu yang tidak menimbulkan bahaya (kemudharatan) bagi tubuh sesorang
apabila mengkonsumsi makanan tersebut.
Yang dimaksud dengan yang baik-baik dalam ayat diatas adalah
makanan yang disenangi oleh jiwa. Ayat ini serupa dengan firman Allah swt.,
10
Anton Apriyantono, Panduan Belanja dan Konsumsi Halal, (Jakarta: Khairul Bayan,
“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk.” (QS. Al-A’raaf: 157)11
Itu sebabnya maka bagi orang muslim, memakan makanan yang halal
lagi baik adalah suatu kewajiban seperti yang ditegaskan di dalam surat
al-Maidah ayat 88:
)
ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا
/
٥
:
88
(
Artinya : “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah
telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”.(QS. Al-Maaidah [5] : 88)
Binatang yang hidupnya di dalam air, semuanya halal baik yang
berupa ikan atau bukan, mati dengan ada sebab atau mati sendiri.12 Sesuai
dengan firman Allah:
….
)
ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا
/
٥
:
96
(
Artinya : “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan….” (QS. al-Maidah [5] : 96)
Sesuai dengan kaidah ushul fiqih, hukum yang pokok dari segala
sesuatu adalah boleh, sehingga terdapat dalil yang mengharamkan. Dengan
demikian semua makanan dan minuman yang tidak ada ketegasan dalil
11
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 5, Penerjemah Abdurrahim dan Masrukhin, (Jakarta:
Cakrawala Publishing, 2009), Cet. I, h. 330. 12
tentang keharamannya, maka harus dikembalikan kepada hukum asalnya yaitu
boleh/halal.13
Adapun makanan haram yang diharamkan dalam Islam secara umum
tertera dalam surat al-Baqarah ayat 173:
)
ة ﺮ ﻘ ﺒ ﻟ ا
/
2
:
173
(
Artinya : “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah, tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah [2] : 173)
Jadi, makanan yang diharamkan dalam Islam pada dasarnya adalah
makanan yang merusak sistem homeostatis tubuh sehingga dapat mengganggu
kesehatan, biasanya makanan ini mengandung bahan-bahan berbahaya atau
bahan-bahan beracun yang bercampur dengan bahan-bahan yang bermanfaat
bagi tubuh.14 Makanan itu haram atau tidak boleh dimakan karena iakhabits,
yaitu makanan yang tidak baik, buruk, busuk dan tidak enak rasanya, juga
13
Akyunul Jannah,Gelatin: Tinjauan Kehalalan dan Alternatif Produksinya, (Malang: UIN
Malang Press, 2008), Cet. I, h. 204 14
Moh. Yanis Musdja,Biologi Dalam Persepektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004),
diharamkan jika makanan itu berbahaya bagi tubuh (merusakkan).15 Dengan
demikian makanan minuman yang berbahaya untuk jiwa adalah haram.
[image:30.612.138.540.126.493.2]2. Tabel Jenis-jenis Makanan Halal dan Haram
Tabel. 1 Daftar Makanan Halal16
Jenis Dalil
Minuman semua minuman yang bermanfaat bagi manusia; seperti air, susu, madu, air kelapa dan sebagainya, kecuali khamr (arak/alkohol), dan segala sesuatu yang memabukkan.
QS. 7:3
QS. 5:4 QS. 7:157 Tumbuhan semua tumbuhan yang bermanfaat bagi manusia;
seperti sayur-sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, kecuali tumbuhan berbahaya; seperti yang beracun dan membuat sakit kepada manusia.
QS. 7:31 QS. 5:4 QS. 7:157
Binatang yang termasuk dalam pengertian bahiimatul
an’aam; yaitu jenis binatang apapun selain binatang yang masuk dalam kategori haram; unta, sapi, kerbau, kambing liar atau dipelihara. Ayam dan ikan QS. 5:10 QS. 22:30 Kategori dispensasi menurut sunnah
Keledai, keledai hutan, biawak, kelinci, burung-burung.
HR. Bukhari, Muslim, Nasaie dan Turmidi
Tabel. 2 Daftar Makanan Haram17
Jenis Dalil Hujjah
1. Bangkai, matinya tidak
disembelih, tercekik, terpukul, terjatuh, baku hantam, disergap binatang lain.
2. Darah (kecuali limpa dan hati)
QS. 2:173
QS. 5:3
Membahayakan. Merusak jiwa, moral dan
15
Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia, Makanan Indonesia Dalam
Pandangan Islam, h, 28
16
Hasbi Indra, et. al, Halal dan Haram Dalam Makanan, (Jakarta: Penamadani, 2004),
Cet.I. h.40-42 17
3. Babi 4. Anjing 5. Kucing 6. Tikus, dll.
An’am: 145
AnNahl:115
HR. Bhukari Muslim 7. Segala binatang yang disembelih
tanpa menyebut nama Allah.
QS. 5:3 Merusak Aqidah
8. Segala bentuk binatang yang mati tanpa proses penyembelihan yang benar menurut syariah
QS. 5:3 Merusak
Syariah;
ketaatan dan kesehatan. 9. Segala jenis burung yang berkuku
tajam a. Elang b. Nazar, dll.
HR. Bukhari Muslim
Buas
mempengaruhi jiwa
10. Segala yang bertaring dan berkuku dari binatang buas
a. Harimau b. Singa c. Ular d. Buaya, dll.
HR. Bukhari Muslim
Buas
mempengaruhi jiwa
11. Serangga bumi yang berbahaya a. Kalajengking
b. Kelabang, dll.
Membahayakan
12. Sesuatu yang membahayakan jasmani dan rohani:
a. Racun b. Opium c. Ganja d. Kokain e. Bir, dll.
QS. 2:219 QS. 4:43 QS. 5:90
Merusak akal, ibu kejelekan.
13. Minuman yang memabukkan a. Khamr
b. Alkohol c. Bir, dll.
QS. 2:219 QS. 4:43 QS. 5:90
Merusak akal, ibu kejelekan.
14. Semua binatang yang disembelih untuk selain Allah
QS. 2:173 Syirik dan
merusak aqidah
15. Hewan yang hidup di dua alam Syafi’i Membahayakan
kesehatan 16. Segala sesuatu yang diperoleh
dengan cara yang tidak halal
Merampas hak
orang dan
B. Daging
1. Definisi Daging Halal dan Haram
Hewan atau binatang yang sering disebut dengan hewani ada dua
macam, yaitu hewan yang hidup di darat dan hewan yang hidup dilaut. Hewan
yang hidup di darat hukumnya adalah mubah, kecuali beberapa jenis yang
memang telah diharamkan dalam syari’at.18
Dalam beberapa ayat al-Qur’an memang disebutkan apa-apa yang
tidak boleh dimakan oleh seorang mukmin. Yang diharamkan itu ialah daging
babi, darah yang memancar, dan bangkai (yaitu daging binatang yang mati
bukan melalui penyembelihan menurut cara hukum syara’).19
Telah dijelaskan daging yang diharamkan dalam Islam secara umum
tertera dalam surat Al-Maidah ayat 3:
...
)
ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا
/
٥
:
3
(
Artinya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala…”(QS. Al-Maidah[5]: 3)
18
Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari, Penerjemah: Abdul Hayyie Al-Kattani dkk, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2005), Cet. I, h. 879. 19
Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia, Makanan Indonesia Dalam
Surat al-Baqarah ayat 173:
)
ة ﺮ ﻘ ﺒ ﻟ ا
/
2
:
173
(
Artinya : “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah, tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al-Baqarah[2]:173)
….
)
ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا
/
٥
:
96
(
Artinya: “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu…” (QS. Al-Maidah[5] : 96)
...
...
)
ف ا ﺮ ﻋ ﻷ ا
/
٧
:
١ ٥ ٧
(
Artinya : “…dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk….”(QS. Al-A’raaf
[7] : 157)
Dengan melihat ayat-ayat di atas yang menjelaskan halal dan
haramnya daging, maka dapat diambil kesimpulan bahwa daging binatang ada
dua (2), yaitu daging binatang laut dan daging binatang darat.
Daging binatang yang diharamkan telah dijelaskan dalam Al-Qur’an
surah Al-Maidah ayat 3, yaitu bangkai, darah, daging babi, daging binatang
daging binatang yang buruk, yang menjijikan dan yang buas sesuai dengan
surah Al-A’raafayat 157.
Daging binatang darat yang dihalalkan adalah setiap yang dianggap
enak oleh orang Arab maka halal, kecuali perkara yang datang dari syara’
dengan hukum haramnya. Setiap hewan yang dianggap jijik oleh orang Arab,
maka haram, kecuali perkara yang datang dari syara’ hukum yang
menghalalkannya.20
Semua daging binatang laut adalah halal, dan tidak haram dari laut
kecuali yang beracun yang membahayakan, baik berupa ikan atau lainnya,
baik hasil buruan atau bangkai yang ditemukan. Sesuai dengan firman Allah
dalam surah Al-Maidah ayat 96 diatas. Dan hadits Nabi yang berbunyi: Dari
Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah bersabda: “laut suci airnya dan halal bangkainya.”(HR. Abu Daud)21.
Jadi daging yang halal adalah daging yang selain dari bangkai, darah,
daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah serta
disembelih secara syariah. Sedangkan yang haram adalah daging yang berasal
dari bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih bukan atas
nama Allah, dan juga daging yang berbahaya bagi jiwa manusia.
20
Moch. Anwar,Fiqih Islam,(Bandung : PT. Alma’arif, 1973), Cet. I, h. 253.
21
2. Pandangan Para Imam Madzhab
Para ulama sepakat bahwa binatang yang tidak halal kecuali dengan
disembelih adalah hewan darat yang berdarah mengalir yang tidak
diharamkan, tidak tertembus senjata orang yang berkelahi, tidak hampir mati
karena dipukul, ditanduk, jatuh, diterkam binatang buas dan sakit. Sedangkan
hewan laut tidak perlu disembelih.22
Binatang laut yaitu semua binatang yang hidup di air. Binatang ini
semua halal walaupun didapatkannya dalam keadaan bagaimanapun, apakah
waktu didapatkannya masih dalam keadaan hidup maupun sudah bangkai.
Binatang-binatang tersebut berupa ikan ataupun yang lainnya. Seperti anjing
laut, babi laut, dan sebagainya.23
Para ulama telah mengelompokkan hewan darat yang haram menjadi
enam macam, yaitu sebagai berikut:
a. Hewan yang telah jelas diharamkan dalam nash.
b. Hewan yang telah jelas sifat-sifatnya yang diharamkan.
c. Hewan yang memakan makanan kotor dan menjijikkan.
d. Hewan yang beracun dan berbahaya.
e. Hewan yang berasal dari hewan halal, tetapi dilarang untuk memakannya.
22
Ibnu Rusyd,Bidayatu’l Mujtahid., Penerjemah: M.A. Abdurrahman dan A. Haris Abdullah.
(Semarang: CV Asy Syifa’, 1990), Cet. I, h. 325. 23
f. Hewan yang dilarang untuk dibunuh dan yang disuruh untuk membunuh.
Selain dari hewan dan burung yang disebutkan di atas maka hukumnya halal.24
Para ulama berbeda pendapat tentang hewan yang tidak berdarah yang
boleh dimakan, seperti belalang dan sebagainya. Apakah wajib disembelih
atau tidak? Imam Malik berpendapat bahwa belalang itu tidak boleh dimakan
tanpa disembelih. Dan penyembelihannya menurut pendapatnya adalah
dengan cara melakukan sesuatu yang mempercepat kematiannya, seperti
diputuskan lehernya, sayapnya, kakinya disertai niat dan menyebut nama
Allah. Kebanyakkan fuqaha berpendapat bahwa bangkai belalang itu boleh
dimakan tanpa disembelih terlebih dahulu.25Maka dalam hal mengenai daging
halal dan haram tidak ada perbedaan pendapat dikalangan para Imam, hanya
saja ada perbedaan dalam hal hewan laut.
C. Tata Cara Penyembelihan Menurut Para Imam Madzhab
Imam Ibn Qudamah al-Maqdisi dalam kitabnya al-Mughni berkata,
“Tidak ada perbedaan di antara para ulama bahwa hewan buruan dan binatang
ternak tidak halal kecuali setelah disembelih. Menyembelih ini memerlukan lima
komponen; yaitu orang yang menyembelih, alat menyembelih, tempat untuk
yang disembelih, praktik menyembelih, dan dzikir (menyebut nama
24
Saleh Al-Fauzan,Fiqih Sehari-hari, h. 879.
25
Allah).”26Perlu diketahui bahwa masing-masing syarat yang lima ini ada
perbedaan pendapat di kalangan ulama madzhab empat.
Untuk membuka tulisan tata cara penyembelihan ini, penulis awali
dengan tata cara penyembelihan menurut Imam Syafi’i karena yang paling umum
dipraktekkan di Indonesia.
1. Tata Cara Penyembelihan Menurut Imam Syafi’i a. Orang yang memotong
1) Beragama
Menurut Madzhab ini, yang menyembelih itu orang Islam atau
Ahli Kitab, bukan orang yang beragama Majusi, bukan penyembah
berhala dan bukan pula orang yang murtad. Maka sembelihan orang
yang beragama Yahudi dan Nasrani halal dimakan sebagaimana
sembelihan orang Islam.27Yang dimaksud dengan Ahli Kitab adalah
Yahudi dan Nashrani dari kalangan Bani Israil saja. Berdasarkan
pendapat ini, Yahudi dan Nashrani dari kalangan bangsa Arab dan
Indonesia bukan termasuk Ahli Kitab.28
2) Berakal
Dari kalangan Syafi’iyyah, Imam al-Nawawi berkata,
“Utamanya, penyembelih adalah seseorang yang berakal. Adapun anak
26
Ali Mustafa Yaqub,Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika Menurut
Al-Qur’an dan Hadits.(Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 2009), Cet. I, h. 274-275.
27
Syekh Abdurrahman Al-Jazari,Fiqih Empat Madzhab, (Jakarta: Darul Ulum Press, 1996),
Cet.I, h. 377. 28
kecil yang mumayyiz (dapat membedakan benar dan salah), maka
menurut madzhab Syafi’i, sembelihannya halal.” Imam al-Nawawi,
setelah mengemukakan berbagai pendapat dan riwayat dari murid-murid
al-Syafi’i, berkata, “Kami sebutkan bahwa pendapat yang shahih dalam
pandangan madzhab kami, bahwa sembelihan anak kecil, orang gila dan
orang mabuk, adalah halal.”29
Menurut Imam Syafi’i, orang yang syah dalam memotong adalah
orang yang beragama Islam dan orang Ahli Kitab yaitu Yahudi dan
Nasrani dari kalangan Bani Israil saja, Yahudi dan Nashrani yang
berasal dari luar Bani Israil dianggap tidak sah (haram).
b. Alat Menyembelih
Para ulama sepakat bahwa menyembelih boleh dan sah dilakukan
dengan semua alat yang tajam, baik berasal dari besi, batu yang keras, kulit
bambu, timah, tembaga, emas, perak, atau bahan lainnya. Kriteria alat
dalam hal ini adalah setiap benda yang dapat menumpahkan darah dan
memutuskan urat leher, sekiranya dapat memotong atau membelah dengan
bagian tajamnya bukan dengan beratnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi
Saw:
29
َﺣِﺪ
ْﯾ
ُﺚ
َر
ِﻓ ا
ِﻊ
ْﺑ
ِﻦ
َﺧِﺪ
ْﯾ
ﺞ
,
َﺎ ﻗ
َل
:
ُﻗْﻠ
ُﺖ
:
َﯾ
َر ﺎ
ُﺳْﻮ
َل
ِﷲ ا
!
َا
َﺎ ﻧ
ِﻟ
َﻮ ﻗ ﺎ
ﱠﺪ ﻌ ﻟ ا
َﻏًﺪ
ا
,
َوَﻟ
ْﯿ
َﺴ
ْﺖ
َﻣَﻌ
َﺎ ﻨ
ى ﺪ ﻣ
.
َﻓَﻘ
َل ﺎ
)) :
َا
ْﻋ
ِﺠ
ْﻞ
((
ْو أ
))
ِر أ
ْن
((
َﻣ
ْﻧ أ ﺎ
َﮭ
َﺮ
ﱠﺪ ﻟ ا
َم
َو
َﻛ ذ
َﺮ
ْﺳ ا
َﻢ
ِﷲ ا
َﻋَﻠ
ْﯿ
ِﮫ
َﻓُﻜ
ُﻠْﻮ
ُه
,
َﻣَﻟﺎ
ْﻢ
َﯾ
ُﻜ
ْﻦ
ِﺳ
ﻨ
َا ﺎ
ْو
ُﻇْﻔ
ًﺮا
) ...
َا
ْﺧ
َﺮ
َﺟ
ُﮫ
ْﻟ اُﺒ
َﺎ ﺨ
ِر
ّي(
31 30Artinya: Rafi’ bin Khadij r.a berkata : ya Rasulullah, kami akan
berhadapan dengan musuh esok hari (pagi) dan kami tidak mempunyai pisau. Maka Nabi saw bersabda: Segeralah,
“Sembelihlah dengan apa saja yang dapat menumpahkan darah dan disebutkan nama Allah atasnya, maka makanlah sembelihannya, selagi tidak menggunakan gigi atau kuku...”
(HR. Bukhari)
Menurut Syafi’iyyah, pemotongan hewan itu dilakukan dengan alat
yang tajam, sekalipun berupa bambu, kayu, emas atau perak, kecuali gigi,
kuku, dan tulang. Apabila hewan tersebut dibunuh dengan alat yang tidak
tajam, misalnya dipukul dengan senapan, atau anak panah yang tidak
bermata atau tidak tajam, atau dicekik dengan jerat lalu mati, maka dalam
hal ini haram dimakan.31Jadi menurut Imam Syafi’i, alat yang digunakan
haruslah tajam, tidak boleh menggunakan alat yang tumpul.
c. Bagian yang Disembelih
Syafi’iyyah juga berpendapat, menyembelih hewan yang sesuai
dengan syari’at adalah dengan memotong kerongkongan dan pembuluh
nafasnya semuanya. Bila masih ada yang belum terpotong dari keduanya
itu berarti hewan yang disembelih tersebut tidak halal. Dan disyaratkan
30
Muhammad bin Isma’il al-Imam al-Bukhari,Shahih al-Bukhari: Bab Ma anhara al-Dam
min al-Qoshb wa al-Mirwah wa al-Hadid,(Bairut: Dar al-Kutub, 1376H), Juz.VI, h.225
31
hendaklah pada hewan itu ada kehidupan yang tetap sebelum disembelih,
bila ada sebab yang dapat membinasakan.32
Imam Syafi’i berkata, “Sembelihan itu ada dua;
1) Menyembelih hewan yang dapat dikuasai, yaitu hewan liar atau jinak,
baik dengan dzibh (menyembelih) maupun nahr (memutuskan
tenggorokan di leher bagian bawah).
2) Menyembelih hewan yang tidak dapat dikuasai, maka caranya sama
seperti menyembelih hewan buruan, baik yang jinak maupun liar.33
Yaitu dengan cara jahr (melukai) hewan liar itu dengan benda yang
tajam oleh seorang muslim atau mengutus hewan pemburu yang sudah
terlatih.34
Dalam hal ini Imam Syafi’i berpendapat yaitu bagian yang
disembelih adalah dengan memotong kerongkongan dan pembuluh
nafasnya semuanya. Bila masih ada yang belum terpotong dari keduanya
itu berarti hewan yang disembelih tersebut tidak halal.
d. Teknis Menyembelih
Imam Syafi’i berkata, “Sembelihan yang sempurna adalah dengan
memutuskan empat urat; tenggorokkan, kerongkongan, dan dua urat leher.
Standar yang paling minimal adalah dengan memutuskan tenggorokan dan
32
Syekh Abdurrahman Al-Jazari,Fiqih Empat Madzhab, h, 375.
33
Ali Mustafa Yaqub,Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika,h. 304.
34
kerongkongan.”35 Jadi menurut Imam Syafi’i selain dari tenggorokan dan
kerongkongan maka hewan tersebut tidak halal.
e. Membaca Basmalah Saat Menyembelih
Menurut madzhab Syafi’i tidak disyaratkan membaca tasmiyah,
melainkan disunnahkan saja. Imam al-Nawawi berkata, “Dianjurkan
menyebut nama Allah ketika menyembelih dan ketika melepaskan anjing
pemburu atau panah yang diarahkan pada hewan buruan. Seandainya tidak
membaca basmalah karena sengaja atau lupa, maka sembelihan atau
buruannya tetap halal.”36 Dengan demikian membaca basmalah dalam
Madzhab Syafi’i adalah hukumnya disunnahkan.
2. Pandangan Imam Madzhab Tentang Tata Cara Penyembelihan a. Orang yang Memotong
Para ulama sepakat bahwa orang yang boleh menyembelih itu ada
lima, yaitu; Islam, laki-laki, baligh, berakal sehat, tidak menyia-nyiakan
shalat. Para ulama juga sepakat bahwa orang yang tidak boleh
menyembelih atau sembelihannya tidak halal dimakan adalah orang-orang
musyrik penyembah berhala, berdasar firman Allah Swt37:
!
….
…
)
ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا
/
٥
:
3
(
35
Ali Mustafa Yaqub,Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 309.
36
Ali Mustafa Yaqub,Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 318.
37
Ibnu Rusyd,Bidayatu’l Mujtahid,Penerjemah: M.A. Abdurrahman dan A. Haris Abdullah.
Artinya: “ diharamkan bagimu hewan yang disembelih untuk
berhala” (QS. al-Maidah[5] : 3)
1) Agama
Mayoritas ulama fiqih dari kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah,
Hanabilah, berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Ahli Kitab
adalah Yahudi dan Nashrani dari bangsa mana pun, tanpa membedakan
antara kelompok yang satu dengan yang lain, antara bangsa yang satu
dengan bangsa yang lain. Berdasarkan pendapat ini, orang Yahudi dan
Nashrani di Indonesia termasuk Ahli Kitab.38 Alasannya sesuai dengan
keumuman makna firman Allah, yaitu:
"
#
$
%
…
)
ة ﺪ ﺋ ﺎ ﻤ ﻟ ا
/
٥
:
5
(
Artinya: “Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu.”(QS. Al-Maidah[5] : 5)
Kriteria Ahli Kitab menurut ulama Hanafiyyah adalah agama,
yaitu kalangan Yahudi dan kalangan Nashrani tanpa membedakan Arab
dan non-Arab.39Dengan demikian sembelihan Ahlil Kitab menurut
ulama Hanafiyyah adalah boleh dimakan.
Sedangkan Madzhab Maliki mengemukakan bahwa hukum
sembelihan Ahli Kitab adalah makruh tanpa mengharamkannya. Begitu
38
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 286.
39
juga dengan kemakruhan membeli daging dari tukang-tukang daging
Ahli Kitab tanpa mengharamkannya.40
Imam Syafi’i mengatakan bahwa kaum Nasrani Arab bukan
termasuk kaum Ahli Kitab, maka sembelihan mereka tidak halal.
Dengan demikian apabila yang menyembelih itu orang Yahudi dan
Nashrani dari kalangan non-Arab maka sembelihannya halal.41
Ulama Hanabilah mengemukakan bahwa seseorang dikatakan
Ahli Kitab atau bukan Ahli Kitab itu tergantung dirinya bukan
nasabnya. Dengan demikian setiap orang yang memeluk agama adalah
termasuk bagian dari Ahli Kitab. Seperti halnya orang pada masa
sekarang ini, maka sembelihannya boleh dimakan.42
2) Berakal
Mengenai syarat akal bagi penyembelih, Imam Ibn Abidin dari
kalangan Hanafiyyah, mengutip dari al-Jauharah, berkata, “Sembelihan
anak kecil yang belum berakal, orang gila, dan orang mabuk yang tidak
berakal, tidak halal dimakan. Beliau beralasan bahwa orang gila yang
hilang akalnya tidak memilikiqashd(motivasi) sama sekali.43
Dari kalangan madzhab Hanbali, Imam Ibn Qudamah al-Maqdisi
berkata, “akal penyembelih, maksudnya adalah bahwa seorang
40
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 278
41
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 280
42
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h.
281-282 43
penyembelih harus berakal sehingga ia mengetahui (sadar) saat
menyembelih. Jika tidak berakal, seperti anak kecil yang belum
mumayyiz, orang gila, dan orang mabuk maka sembelihannya tidak
halal.”44
Imam al-Baji (w.494 H) dari kalangan Malikiyyah menuturkan,
“Sembelihan orang mabuk dan orang gila, pada saat akalnya hilang,
hukumnya tidak halal. Hal ini diriwayatkan oleh Ibn Wahb dari Malik
dalam al-Mabsuth.”45 Sembelihan orang gila dan orang mabuk menurut
Malik tidak boleh dimakan.46
Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa menurut kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Hanabilah
bahwa sembelihan Ahli Kitab adalah boleh. Kalangan semua ini tidak
membedakan antara kelompok satu dengan kelompok yang lain, antara
bangsa satu dengan bangsa yang lain.
b. Alat Menyembelih
Para ulama sepakat bahwa menyembelih boleh dan sah dilakukan
dengan semua alat yang tajam, baik berasal dari besi, batu yang keras, kulit
bambu, timah, tembaga, emas, perak, atau bahan lainnya. Kriteria alat
dalam hal ini adalah setiap benda yang dapat menumpahkan darah dan
memutuskan urat leher, sekiranya dapat memotong atau membelah dengan
44
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 286
45
Ali Mustafa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika, h. 286