PROGRAMMABLE ANALOG ARRAY (FPAA)
TUGAS AKHIR
Nama : Muqsith Muqtadir
NIM : 08.41020.0085
Program : S1 (Strata Satu)
Jurusan : Sistem Komputer
SEKOLAH TINGGI
MANAJEMEN INFORMATIKA & TEKNIK KOMPUTER
SURABAYA
xviii
Penggunaan sensor gas telah berkembang dengan pesat sehingga mendorong dilakukannya berbagai macam penelitian yang berkaitan dengan pemanfaatan sensor gas pada berbagai bidang, diantaranya untuk aplikasi medis, industri, dan militer. Dalam mayoritas penelitian tersebut, data sensor diolah menggunakan Komputer atau microcontroller yang bersifat digital, sehingga proses konversi input sensor dari tegangan analog menjadi data digital menyebabkan terjadinya error konversi.
FPAA memiliki kemampuan sebagai sistem kendali yang memiliki kemampuan dalam mengolah data secara analog. Karena semua data diproses dalam level tegangan analog, proses dapat berjalan dengan relatif lebih cepat. Selain itu juga lebih akurat karena tidak perlu dilakukan konversi data dari tegangan analog menjadi data digital.
Dengan menggunakan komponen-komponen yang terdpapat pada FPAA, dapat dirancang suatu jaringan saraf tiruan yang diproses dengan level tegangan
analog. Neuron yang dirancang adalah model perceptron dengan input-nya adalah gas-gas yang memiliki sifat mudah terbakar, seperti solar, bensin, metanol, dan spiritus. Gas-gas tersebut dideteksi menggunakan sensor gas yang dipasang secara
array terdiri dari TGS 2610, TGS 2611, dan TGS 2612. Sensor tersebut mampu mendeteksi kandungan senyawa kimia yang berbeda-beda dalam gas tersebut.
viii
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN MOTTO ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PENGESAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
ABSTRAK ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 2
1.3. Pembatasan Masalah ... 3
1.4. Tujuan ... 3
1.5. Kontribusi ... 3
1.6. Sistematika Penulisan ... 4
BAB II LANDASAN TEORI ... 6
2.1. FPAA (Field Programmable Analog Array) ... 6
2.1.1. AN231K04-DVLP3 ... 8
2.1.2. Layout ... 10
2.2.1. Prinsip Pengoprasian ... 11
2.2.2. Struktur Sensor ... 13
2.3. Microcontroller ATmega8 ... 14
2.3.1. Fungsi-fungsi Pin pada ATmega8 ... 16
2.3.2. Downloader Minimum system ATmega8 ... 18
2.3.3. USART ... 20
2.4. Konsep dasar jaringan saraf tiruan ... 22
2.4.1. Struktur dasar jaringan Biologi ... 22
2.4.2. Konsep dasar pemodelan JST ... 24
2.4.3. Aktifasi jaringan saraf tiruan ... 25
2.4.4. Metode Perceptron... 27
2.5. Jenis Gas ... 30
2.5.1. Metanol ... 30
2.5.2. Bensin ... 32
2.5.3. Spirtus ... 33
2.5.4. Solar ... 34
BAB III METODE PENELITIAN ... 36
3.1. Diagram Blok ... 37
3.2. Perancangan perangkat keras ... 38
3.2.1. Rangkaian array sensor TGS ... 38
3.2.2. Minimumsystem ... 41
3.2.3. Interface RS232 ... 46
3.2.4. Konfigurasi FPAA AN231K04 ... 47
3.3.1. Perancangan program pada microcontroller ... 49
3.3.2. Perancangan program VisualBasic 6 pada komputer 51 3.3.3. Rancangan Neuron Network pada FPAA ... 66
3.4. Perancangan model sistem ... 73
BAB IV PENGUJIAN DAN EVALUASI SISTEM ... 76
4.1. Pengujian program pengambilan dan penyimpanan data ke dalam database... 76
4.1.1. Tujuan ... 76
4.1.2. Alat yang Digunakan... 76
4.1.3. Prosedur Pengujian ... 77
4.1.4. Hasil Pengujian ... 77
4.2. Pengujian pelatihan jaringan saraf tiruan ... 83
4.2.1. Tujuan ... 83
4.2.2. Alat yang digunakan ... 83
4.2.3. Prosedur Pengujian ... 83
4.2.4. Hasil Pengujian ... 84
4.3. Pengujian jaringan saraf tiruan pada AnadigmDesigner®2 ... 85
4.3.1. Tujuan ... 85
4.3.2. Alat yang Digunakan... 85
4.3.3. Prosedur Pengujian ... 85
4.3.4. Hasil Pengujian ... 86
4.4. Pengujian jaringan saraf tiruan AN231K04 ... 90
4.4.1. Tujuan ... 90
4.4.3. Prosedur Pengujian ... 91
4.4.4. Hasil Pengujian ... 91
4.5. Pengujian jaringan saraf tiruan pada AN231K04 dengan potensiometer ... 98
4.5.1. Tujuan ... 98
4.5.2. Alat yang digunakan ... 98
4.5.3. Prosedur Pengujian ... 99
4.5.4. Hasil Pengujian ... 101
BAB V PENUTUP ... 102
5.1. Kesimpulan ... 102
5.2. Saran ... 103
DAFTAR PUSTAKA ... 104
xii
Tabel 2.1. Fungsi alternatif Port B... 17
Tabel 2.2. Fungsi alternatif Port D ... 17
Tabel 2.3. Karakteristik gas metanol... 31
Tabel 2.4. Karakteristik benzena salah satu kandungan pada bensin ... 33
Tabel 3.1. Alokasi port I/O pada microcontroller ... 42
Tabel 3.2. Alokasi port I/O pada FPAA ... 47
Tabel 4.1. Hasil pengambilan data sebanyak 6 siklus pada solar ... 78
Tabel 4.2. Hasil pengambilan data sebanyak 6 siklus pada bensin ... 79
Tabel 4.3. Hasil pengambilan data sebanyak 6 siklus pada metanol ... 80
Tabel 4.4. Hasil pengambilan data sebanyak 6 siklus pada spiritus ... 81
Tabel 4.5. Target pada setiap pola input ... 83
Tabel 4.6. Nilai bobot dan bias yang diperoleh dari pengujian ... 84
Tabel 4.7. Nilai bobot dan bias dari pembagian angka tiga puluh ... 87
Tabel 4.8. Simulasi nilai input dan target solar ... 88
Tabel 4.9. Hasil simulasi gas solar, bensin, metanol dan spiritus ... 90
Tabel 4.10. Hasil output pada FPAA AN231K04... 92
Tabel 4.11. Hasil sampling data sebanyak 6 siklus pada solar ... 93
Tabel 4.12. Hasil sampling data sebanyak 6 siklus pada bensin ... 94
Tabel 4.13. Hasil sampling data sebanyak 6 siklus pada metanol ... 95
Tabel 4.14. Hasil sampling data sebanyak 6 siklus pada spirtus ... 96
xiii
Gambar 2.1. Diagram Generic FPAA ... 6
Gambar 2.2. Arsitektur komponen FPAA AN231K04 ... 7
Gambar 2.3. AN231K04-DVLP3 AnadigmApex Development Board ... 9
Gambar 2.4. Software AnadigmDesigner®2 ... 10
Gambar 2.5. Layout AN231K04 ... 11
Gambar 2.6. Intergrain Potential Barrier ... 12
Gambar 2.7. Struktur sensor... 12
Gambar 2.8. Diagram rangkaian ... 13
Gambar 2.9. Konfigurasi pin ATmega 8 ... 16
Gambar 2.10. Koneksi AVCC dengan VCC melalui low-pass filter ... 18
Gambar 2.11. Rangkaian kabel downloader pada port LPT1 ... 19
Gambar 2.12. Tampilan codevision AVR ... 20
Gambar 2.13. Arah komunikasi serial... 21
Gambar 2.14. Pinout konektor DB25 ... 22
Gambar 2.15. Pinout konektor DB9 ... 22
Gambar 2.16. Struktur dasar jaringan saraf tiruan dan struktur sederhana sebuah neuron ... 23
Gambar 2.17. Model tiruan sebuah neuron ... 24
Gambar 2.18. Fungsi pengaktif ... 25
Gambar 2.19. Fungsi sigmoid unipolar ... 26
Gambar 2.20. Fungisi sigmoid bipolar ... 27
Gambar 3.1. Blok diagram sistem ... 37
Gambar 3.2. Rangkaian modul sensor array TGS ... 39
Gambar 3.3. Rangkaian sensor dengan RS = 0,68 k... 39
Gambar 3.4. Rangkaian sensor dengan RS = 6,8 k... 40
Gambar 3.5. Minimumsystem ATmega 8 ... 41
Gambar 3.6. Tampilan dialog Create New File ... 42
Gambar 3.7. Tampilan dialog AVR Chip Type ... 43
Gambar 3.8. Tampilan dialog CodeWizardAVR –untitled.cwp.. ... 43
Gambar 3.9. Tampilan setting ADC ... . 43
Gambar 3.10. Tampilan setting USART.. ... 44
Gambar 3.11. Tampilan kode program ... 44
Gambar 3.12. Setting downloaderKanda System STK200+/300 ... 45
Gambar 3.13. Tampilan Dialog Configure Project ... 45
Gambar 3.14. Tampilan dialog Information ... 46
Gambar 3.15. Rangkaian Interface RS232 ... 47
Gambar 3.16. Konfigurasi Jumper Serial RS232 dan USB ... 48
Gambar 3.17. Tampilan setting COM Port pada AnadigmDesigner®2 ... 48
Gambar 3.18. Tampilan setting COM Port pada device manager ... 49
Gambar 3.19. Flowchart program pada microcontroller ... 50
Gambar 3.20. Flowchart pengambilan dan penyimpanan data dalam database 52 Gambar 3.21. Komponen Microsoft comm control 6.0 ... 53
Gambar 3.22. Toolbox general... 53
Gambar 3.24. Komponen MSComm muncul pada toolbox general ... 54
Gambar 3.25. Pengaturan parameter komponen MSComm ... 55
Gambar 3.26. Komponen Adodc dan DataGrid ... 56
Gambar 3.27. Dialog componentsMicrosoft ADO Data dan Data Bound Grid 56 Gambar 3.28. Design view ... 57
Gambar 3.29. Datasheet view ... 57
Gambar 3.30. Setting Microsoft Access Driver pada Control Panel ... 58
Gambar 3.31. Tampilan ODBC Microsoft Access Setup ... 58
Gambar 3.32. Select Database ... 58
Gambar 3.33. ADODC Property Pages ... 59
Gambar 3.34. Record Source ADODC ... 59
Gambar 3.35. Pengaturan Adodc1 dan Retrive fields ... 60
Gambar 3.36. Use Connection String ... 61
Gambar 3.37. Pengaturan Data Link Properties ... 61
Gambar 3.38. Koneksi data sukses ... 61
Gambar 3.39. Program pengambilan dan database ... 62
Gambar 3.40. Rancangan Neuron Layer ... 63
Gambar 3.41. Flowchart pelatihan perceptron ... 64
Gambar 3.42. Tampilan Program Pelatihan JST dengan metode perceptron ... 66
Gambar 3.43. IO cell dengan bypass mode ... 67
Gambar 3.44. Pengaturan chip FPAA ... 67
Gambar 3.45. Insert New CAM ... 68
Gambar 3.46. Pemilihan komponen SumDiff ... 68
Gambar 3.48. Beberapa konfigurasi pada comparator ... 69
Gambar 3.49. Konfigurasi single-ended digital pada outputcell ... 70
Gambar 3.50. Ilustrasi jaringan saraf tiruan ... 70
Gambar 3.51. Contoh rangkaian JST untuk disimulasikan ... 71
Gambar 3.52. Oscilloscope probe ... 71
Gambar 3.53. Begin simulation ... 72
Gambar 3.54. Oscilloscope ... 72
Gambar 3.55. Download Program dari AnadigmDesigner®2 ke FPAA ... 72
Gambar 3.56. Rancangan arsitektur sistem ... 73
Gambar 3.57. Rancangan elektronika ... 74
Gambar 3.58. Rancangan modul sensor array TGS ... 75
Gambar 3.59. Injeksi jenis gas modul sensor array TGS ... 75
Gambar 4.1. Capture program pengambilan data ... 77
Gambar 4.2. Grafik gas solar ... 82
Gambar 4.3. Grafik gas bensin ... 82
Gambar 4.4. Grafik gas metanol ... 82
Gambar 4.5. Grafik gas spiritus ... 83
Gambar 4.6. Program berhasil mengenali pola ... 84
Gambar 4.7. Range parameter pada FPAA ... 85
Gambar 4.8. Jaringan saraf tiruan yang dirancang pada Anadigm Designer .... 86
Gambar 4.9. Sinyal input sebagai simulasi pengganti tegangan input sensor array TGS ... 86
Gambar 4.10. Rangkaian sinyal input dan jaringan saraf tiruan ... 87
Gambar 4.12. Simulasi tegangan input dari gas solar ... 88
Gambar 4.13. Output simulasi dari pengujian gas solar ... 89
Gambar 4.14. Pengujian gas besin pada FPAA AN31K01 ... 92
Gambar 4.15. Grafik gas solar ... 97
Gambar 4.16. Grafik gas bensin ... 97
Gambar 4.17. Grafik gas metanol ... 97
Gambar 4.18. Grafik gas spiritus ... 98
Gambar 4.19. Potensiometer sebagai pengganti sensor array TGS ... 99
Gambar 4.20. Jalur pada switch manual... 99
Gambar 4.21. Switch manual pada hardware ... 100
1
1.1. Latar Belakang Masalah
Penggunaan sensor gas telah berkembang dengan pesat, dimulai dengan
pendeteksian keberadaan gas yang berada di lingkungan sekitar kita, seperti
karbon dioksida, karbon monoksida, etanol, metana, dan oksigen. Penemuan
sensor gas yang beraneka ragam ini mendorong dilakukannya berbagai macam
penelitian yang berkaitan dengan pemanfaatan sensor gas pada berbagai bidang,
diantaranya untuk aplikasi medis, industri, dan militer.
Aplikasi sensor gas pada bidang militer biasanya digunakan untuk
mendeteksi keberadaan bahan peledak (pada benda yang memiliki sifat vapour)
dan mendeteksi gas beracun. Perangkat pendeteksi gas diletakkan pada robot demi
keamanan dan keselamatan operator. Perangkat pendeteksi gas yang didesain
sedemikian rupa hingga menyerupai kemampuan hidung manusia disebut bio
electronic nose.
Bio electronic nose didesain seperti halnya struktur rongga hidung manusia
(Zhang, 2008). Dalam penelitiannya, Zhang merancang setiap sensor gas untuk
menanggapi secara spesifik terhadap gas tertentu. Dalam pelaksanaannya sensor
gas yang dipasang secara array ini akan mendapatkan masalah apabila gas yang
dideteksi memiliki sifat kimia yang hampir sama. Kemungkinan terjadinya
kesalahan pendeteksian akan semakin besar.
Untuk meminimalisasi kesalahan dalam pendeteksian gas diperlukan suatu
mobile robot navigation”, penerapan electronic nose based navigation algorithm menghasilkan respon yang sangat lambat (Marques, 2002), Marques menyarankan
untuk penggunaan algoritma yang kompleks hendaknya didukung dengan sistem
komputasi yang baik.
Personal computer merupakan sarana yang baik untuk menyelesaikan
masalah komputasi, akan tetapi memiliki kekurangan dalam hal ukuran,
fleksibilitas, dan catu daya yang besar sehingga tidak mungkin untuk diterapkan
pada robot yang dirancang dengan ukurannya kecil untuk alasan fleksibilitas
(Widyantara, 2008). Alternatif untuk menyelesaikan masalah komputasi adalah
menggunakan Field Programable Analog Array (FPAA). FPAA memiliki
kemampuan melakukan pemrosesan data secara analog sehingga proses
komputasi dapat berjalan lebih cepat karena tidak diperlukan konversi data ke
dalam bentuk digital. Selain itu FPAA memiliki ukuran yang kecil, kebutuhan
catu daya yang rendah, serta dapat diprogram dengan mudah.
1.2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana merancang dan membuat modul sensor array TGS yang
menyerupai konsep dari bionic electronic nose, sehingga gas dapat terdeteksi
dengan baik.
2. Bagaimana merancang algoritma dan jaringan saraf tiruan pada FPAA, yang
1.3. Pembatasan Masalah
Dalam perancangan dan pembuatan perangkat terdapat beberapa
pembatasan masalah, yaitu obyek yang diidentifikasi merupakan benda yang
dapat menguapkan aroma gas kimia, yaitu solar, bensin, metanol, dan spiritus.
1.4. Tujuan
Tujuan dari perancangan dan pembuatan system ini adalah sebagai berikut:
1. Merancang dan membuat modul sensor array TGS yang menyerupai konsep
dari bionic electronic nose, sehingga gas dapat terdeteksi dengan baik.
2. Merancang algoritma dan jaringan saraf tiruan pada FPAA, yang dapat
mengidentifikasi jenis gas-gas tertentu.
1.5. Kontribusi
Pada penelitian sebelumnya, telah ditemukan beberapa konsep yang mirip
dengan penelitian ini yaitu mendeteksi suatu gas, tetapi hanya gas yang sejenis
seperti LPG dan CO2. Penggunaan sensor hanya satu saja untuk gas tertentu.
Sedangkan dalam pengolahan data, menggunakan microcontroller dan komputer.
Pada konversi dari sinyal analog yang dihasilkan sensor menjadi sinyal digital,
dapat menimbulkan adanya error dalam proses konversi. Dalam tugas akhir ini
penulis membuat sebuah sistem yang memiliki sensor array, sensor array yang
dimaksud adalah sensor yang terdiri dari beberapa transduser sensor. Sensor
array tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan beberapa gas. Pengolahan
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan buku tugas akhir ini terdiri dari lima bab, yang secara
ringkas dapat diuraikan sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Pada BAB I dijelaskan tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, pembatasan masalah, tujuan, kontribusi dan sistematika
penulisan buku tugas akhir.
BAB II : Landasan Teori
Pada BAB II menjelaskan tentang jaringan saraf tiruan dengan
metode perceptron, sensor array TGS dan hardware FPAA
AN231K04.
BAB III : Metode Penelitian
Pada BAB III dibahas tentang perangkat-perangkat yang digunakan
dalam membuat tugas akhir ini, baik perangkat keras (hardware)
maupun perangkat lunak (software) diantaranya flowchart,
rancangan jaringan saraf tiruan serta komponen pendukung seperti
rancangan minimumsystem dan pemrograman pada Visual Basic 6.
BAB IV : Pengujian dan Evaluasi Sistem
Pada BAB IV membahas tentang pengujian sistem meliputi,
pengujian pengambilan data dan penyimpanan pada database sensor
array TGS, pelatihan jaringan saraf tiruan, serta pengujian pada
BAB V : Penutup
Pada BAB V merupakan bagian akhir dari laporan penelitian tugas
akhir ini yang menguraikan kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh
dari proses penelitian serta saran-saran untuk pengembangan
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. FPAA (Field Programmable Analog Array)
FPAA (Field Programmable Analog Array) adalah sebuah rangkaian
terintegrasi yang dapat dikonfigurasi untuk membuat beberapa fungsi analog
menggunakan beberapa CAB (Configurable Analog Block) dan interconection
network untuk menghubungkan antara CAB satu dengan yang lainnya dan
dilengkapi dengan I/O (input–output) dan media penyimpan (memory) jenis RAM
(Random Access Memory).
FPAA hadir memiliki kemampuan sebagai sistem kendali yang memiliki
kemampuan dalam mengolah data secara analog, dan karena semua data diproses
dalam level tegangan maka proses dapat berjalan dengan cepat, selain itu juga
tidak perlu dilakukan konversi data dari tegangan analog menjadi digital.
Diagram Konseptual FPAA ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Diagram Generic FPAA (Vincent Gaudet, 2000)
Dari Gambar 2.1 menunjukkan bahwa masing-masing CAB dapat
mengimplementasikan beberapa fungsi pemrosesan sinyal analog seperti
amplifier, integrator, differensiator, adder, substraction, multiplication,
Teknologi dasar dari FPAA menggunakan teknologi switched capasitor
yaitu suatu teknik design yang mengimplementasikan suatu hambatan setara
dengan memilih masukan percabangan suatu kapasitor secara berurutan dan
diagram generic FPAA terdapat beberapa bit data yang dapat digunakan untuk
memprogram masing-masing CAB (Anadigm,2008).
Device FPAA yang digunakan dalam penelitian ini adalah yaitu seri
AN231K04, dimana device ini mempunyai arsitektur seperti pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Arsitektur komponen FPAAAN231K04
Arsitektur pada Gambar 2.2 dapat dijelaskan bahwa device AN231K04
mempunyai beberapa bagian yaitu: CAB (Configurable Analog Blocks) yang
berfungsi untuk mengimplementasikan beberapa komponen analog seperti
amplifer, integrator, differensiator, adder, substraction, multiplication,
comparator dan sebagainya, Programmable Interconection Networks berfungsi
membuat rangkaian bertingkat (cascade). Configurable input/output, berfungsi
untuk menyediakan masuknya data (port input) dan untuk keluaran data (port
output). RAM (Random Access Memory) adalah memory yang dapat ditulis dan
dibaca namun data dalam RAM akan hilang bila catu daya dihilangkan. LUT
(Look Up Table) adalah bagian yang berfungsi untuk proses linier sinyal.
2.1.1. AN231K04-DVLP3
AnadigmApex development board adalah suatu alat yang digunakan untuk
mengawali implementasi percobaan suatu desain analog. Perangkat ini dapat
menerapkan beberapa model AnadigmApex seperti AN131E04 dan AN231E04,
kemudian dengan software AnadigmDesigner®2 digunakan sebagai desain
program dari perangkat yang di rancang.
AnadigmApex development board memiliki beberapa fitur dan spesifikasi
sebagai berikut:
a. Minimalis footprint– 4.8 x 3.8 inci persegi.
b. Breadboard area yang luas pada area perangkat AN231E04.
c. Pin header untuk semua I/O perangkat FPAA.
d. 2 jalur footprints digunakan untuk mengatur Rauch filter, single diff
converters, level shifrers dan sebagainya.
e. Daisy chain yaitu kemampuan yang memungkinkan beberapa board dapat
dihubungkan menjadi multi-chip sistem.
f. Standart USB serial interface untuk mendownload file-file sirkuit dari
AnadigmDesigner®2.
h. Kemampuan untuk menulis dan kemudian boot dari EEPROM, tetapi
menggunakan external EEPROM.
Gambar 2.3 adalah perangkat dari AN231K04-DVLP3 AnadigmApex
Development Board.
Gambar 2.3. AN231K04-DVLP3 AnadigmApex Development Board
Program bantu yang terintegrasi untuk merancang rangkaian sekaligus
menlakukan download program adalah AnadigmDesigner®2. Merupakan
perangkat lunak khusus yang digunakan untuk membuat rangkaian analog seperti
amplifer, integrator, differensiator, comparator, adder dalam suatu chip IC.
AnadigmDesigner®2 dibuat oleh Anadigm Inc pada tahun 2004 dengan versi 2.2.7
(Anadigm inc, 2004:56). Dan yang akan digunakan adalah Anadigm Designer
Ver. 2.7.0.1. Perangkat lunak ini mempunyai kelebihan antara lain:
1. Mampu membuat beberapa rangkaian analog yang kompleks dengan cepat dan
2. Mampu untuk mengkonversi program menjadi bahasa C yang akhirnya dapat
digunakan untuk keperluan program pada mikroprocessor.
3. Mampu mensimulasikan keluaran rangkaian analog yang telah dibuat,
sehingga program yang akan di transfer ke device FPAA benar – benar sesuai
dengan yang dirancang.
4. Mampu membuat sistem filter dan PID (Proportional Integrator dan
differensiator) dengan mudah dan cepat. Tampilan awal AnadigmDesigner®2
ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Software AnadigmDesigner®2
2.1.2. Layout
Gambar 2.5 menunjukkan Layout dari semua komponen, konektor catu
Gambar 2.5. Layout AN231K04
2.2. Tin Oxide Gas Sensor
Sensor yang digunakan adalah Tin Oxide Gas Sensor (TGS) yang diproduksi
oleh Figaro Engineering Inc. Ada bermacam-macam sensor gas tin oxide yang
tersedia secara komersial dan sensor jenis ini yang paling banyak digunakan
dalam industri. Sensor jenis ini relatif murah, ringkas dan mempunyai sensitivitas
yang bagus namun mempunyai kelemahan ketergantungan terhadap temperatur,
kelembapan dan tekanan udara. Sensor-sensor ini aktif pada temperatur yang
cukup tinggi dan untuk memenuhi persyaratan ini dibutuhkan sumber energi yang
besar.
2.2.1. Prinsip Pengoperasian
Elemen utama dari TGS sensor adalah sebuah metal oxide semiconductor.
TGS sensor mempunyai sebuah tahanan sensor yang nilainya bergantung pada
Perubahan intergrain potential barrier dari tin oxide gas sensor diperlihatkan
pada Gambar 2.6. Bagian (A) memperlihatkan perubahan yang terjadi tanpa
adanya zat kimia lain, sedangkan Gambar 2.6 bagian (B) memperlihatkan
perubahan yang terjadi jika terdapat zat kimia lain. Keberadaan oksigen
meningkatkan level potential barrier yang juga meningkatkan tahanan sensor.
Jika ada zat kimia lain yang dihembuskan pada sensor, maka hal ini menyebabkan
pengurangan konsentrasi oksigen pada permukaan tin oxide. Fenomena ini
menyebabkan pengurangan konsentrasi oksigen pada permukaan tin oxide.
Fenomena ini menyebabkan menurunnya intergrain potential barrier seperti
diperlihatkan pada Gambar 2.6 bagian (B), dan menyebabkan penurunan tahanan
sensor.
Gambar 2.6. Intergrain Potential Barrier (FIGARO, 2011)
Rumusan antara hambatan sensor dan konsentrasi dari gas yang terdeteksi
dapat diperlihatkan pada persamaan berikut:
R = A [C]-α (2.1)
R adalah hambatan dari metal-oxide sensor, C adalah konsentrasi gas, A adalah
koefisien respon untuk gas-gas tertentu, dan α adalah sensitivitas. Konstanta A
2.2.2. Struktur Sensor
TGS sensor mempunyai 2 bagian utama. Bagian pertama yaitu tin dioxide
(SnO2) yang berhubungan dengan pin nomor 2 dan 3. Bagian Kedua adalah
pemanas yang dihubungkan dengan pin 1 dan 4, yang memanaskan material
sensor. Gambar 2.7 memperlihatkan struktur dari TGS 26XX.
Gambar 2.7. Struktur sensor (FIGARO, 2011)
Sedangkan Gambar 2.8 merupakan diagram rangkaian sensor dengan
sebuah beban dihubungkan dengan pin 2 dimana nantinya tegangan beban ini
akan digunakan untuk mengukur konsentrasi bau yang masuk. Sensor
memerlukan tegangan circuit yaitu Vc dan juga sebuah pemanas yang
memerlukan tegangan input (VH) pada nomor satu dan empat.
2.3. Microcontroller ATmega8
Microcontroller dan microprocessor mempunyai beberapa perbedaan.
Microprocessor yang terdapat pada komputer seperti Intel Pentium, hanya dapat
bekerja apabila terdapat komponen pendukung seperti RAM (Random Access
Memory), hard disk, motherboard, perangkat I/O, dan sebagainya.
Komponen-komponen tersebut diperlukan karena microprocessor hanya dapat melakukan
pengolahan data, namun tidak dapat menyimpan data, menyimpan program,
menerima masukan dari user secara langsung, ataupun menyampaikan data hasil
pemrosesan ke keluaran. Berbeda dengan microprocessor, microcontroller sudah
dilengkapi dengan komponen-komponen yang dikemas dalam satu chip seperti
memori, perangkat I/O, timer, ADC (Analog to Digital Converter), dll. Hal ini
membuat microcontroller lebih tepat untuk digunakan pada aplikasi embedded
system.
Microcontroller yang digunakan pada proyek ini adalah microcontroller
keluarga AVR yang mempunyai arsitektur 8-bit RISC (Reduce Instruction Set
Compute) produksi ATMEL yaitu ATmega8. Salah satu kelebihan arsitektur
RISC dari arsitektur CISC (Complex Instruction Set Compute) adalah kecepatan
waktu eksekusi tiap instruksi. Sebagian besar instruksi RISC dieksekusi dalam
waktu satu clock cycle, sedangkan pada CISC sebagian besar instruksi dieksekusi
dalam waktu dua belas clock cycle.
Beberapa fitur yang dimiliki ATmega8 adalah sebagai berikut (ATMEL, 2008):
a. Mempunyai kinerja tinggi dengan konsumsi daya yang rendah
c. Kinerja mencapai 16 MIPS (Millions Instruction per Seconds) pada osilator
dengan nilai frekuensi 16 MHz
d. Memiliki kapasitas memori Flash sebesar 8 kByte, EEPROM (Electrically
Erasable Programmable Read-Only Memory) sebesar 512 Byte, dan SRAM
(Static Random-Access Memory) sebesar 1 kByte
e. Memiliki 23 jalur I/O
f. Memiliki 2 buah Timer/Counter 8-bit dan 1 buah Timer/Counter 16-bit
g. Memiliki 3 kanal PWM (Pulse Width Modulation)
h. Memiliki 8 kanal ADC 10-bit
i. Memiliki interface: Two-wire Serial Interface, USART (Universal
Synchronous Asynchronous Receiver/Transmitter), SPI (Serial Peripheral
InterfaceBus)
j. Memiliki Watchdog Timer denganosilator internalyang terpisah
k. Memiliki Comparator tegangan analog
l. Memiliki unit interupsi eksternal dan internal
m. Bekerja pada tegangan 4.5 V – 5.5 V dengan konsumsi arus maksimal 15 mA
(dengan osilator 8 MHz, tegangan 5 V dan suhu pada rentang -40 °C - 85 °C).
Proses pemrograman ATmega8 dilakukan menggunakan fitur ISP (In-System
Programmable) melalui antarmuka SPI (Serial Peripheral Interface). Fitur ISP
memungkinkan untuk melakukan proses download program ke dalam
microcontroller tanpa bantuan microcontroller master seperti proses download
program pada microcontroller AT89C51. File dengan ekstensi “.hex”, yaitu kode
program yang telah di-compile akan dikirimkan secara serial ke microcontroller
Slave Out), MOSI (Master Out Slave In), dan SCK (Serial Clock) yang digunakan
sebagai sinyal sinkronisasi komunikasi. Konfigurasi pin ATmega8 terdapat pada
Gambar 2.9.
Gambar 2.9. Konfigurasi pinATmega8 (ATMEL, 2011)
2.3.1. Fungsi–fungsi Pin pada ATmega8
a. VCC : Sumber tegangan +5V DC (Direct Current). (pin7)
b. GND : Pin yang dihubungkan dengan ground sebagai referensi untuk
VCC. (pin8 dan pin22)
c. Port C (PC0..PC5) merupakan pin I/O dua arah dan pin masukan tegangan
analog untuk ADC dan PortC6 sebagai reset input.
d. Port B (PB0..PB7) merupakan pin I/O dua arah dengan fungsi alternatif,
Tabel 2.1. Fungsi alternatif Port B
Pin Alternate Functions
PB7 XTAL2 (Chip Clock Oscillator pin 2) TOSC2 (Timer Oscillator pin 2)
PB6 XTAL1 (Chip Clock Oscillator pin 1 or External clock input) TOSC1 (Timer Oscillator pin 1)
PB5 SCK (SPI Bus Serial Clock)
PB4 MISO (SPI Bus Master Input/Slave Output)
PB3 MOSI (SPI Bus Master Output/Slave Input)
OC2 (Timer/Counter2 Output Compare Match Output)
PB2 (SS(SPI Slave Select Input)
OC1B (Timer/Counter2 Output Compare Match B Output) PB1 OC1A (Timer/Counter2 Output Compare Match A Output) PB0 ICP1 (Timer/Counter1 Input Capture Pin)
Sumber: ATMEL (2011)
e. Port D (PD0..PD7) merupakan pin I/O dua arah dengan fungsi alternatif,
seperti yang terlihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Fungsi alternatif Port D
Pin Alternate Functions
PD7 AIN1 (Analog Comparator Negative Input)
PD6 AIN0 (Analog Comparator Positive Input)
PD5 T1 (Timer/Counter 1 External Counter Input)
PD4 XCK/T0 (USART Ecternal Clock Input/Output
Timer/Counter 0 External Counter Input)
paling tidak selama 1.5 µS akan menghasilkan kondisi reset pada
microcontroller meskipun microcontroller tidak mendapat clock
dari osilator. (pin 9)
g. XTAL1 : Masukan ke penguat osilator. Pin ini dihubungkan dengan
kristal atau sumber osilator yang lain. (pin 9)
kristal atau ground. (pin 10)
i. AVCC : Pin yang digunakan untuk memberikan sumber tegangan untuk
pengubah ADC. Pin ini harus tetap dihubungkan dengan VCC
meskipun fitur ADC tidak digunakan. Apabila fitur ADC
digunakan, maka pin AVCC harus dihubungkan dengan VCC
melalui low-pass filter seperti yang terlihat pada Gambar 2.10
(pin 7).
j. AREF : Pin yang digunakan sebagai masukan tegangan referensi untuk
ADC 8 bit dengan tegangan 5 Volt (pin 21).
Gambar 2.10. Koneksi AVCC dengan VCC melalui low-pass filter (ATMEL, 2011)
2.3.2. Dowloader Minimum system ATmega8
Untuk melakukan proses downloading program dari komputer ke dalam
memori program internal microcontroller, digunakan kabel downloader dengan
interface DB25 yang dihubungkan pada port LPT1 pada komputer dengan
konfigurasi seperti pada Gambar 2.11. Pin 5 dihubungkan dengan resistor sebesar
4,7 k dan tegangan sebesar 5 volt secara seri. Pin 25 dihubungkan dengan
RESET, dan MISO pada microcontroller. Sedangkan pin 2 dan 12 saling
terhubung untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.11 (Khan, 2004).
Gambar 2.11. Rangkaian kabel downloader pada port LPT1
Program bantu yang terintegrasi untuk menulis sekaligus debug aplikasi
microcontroller AVR adalah CodeVision AVR Version 2.05.0 Professional
yang support dengan windows 9x/Me/NT/2000/XP/7. CodeVision C Compiler
(CVAVR) merupakan kompiler bahasa C untuk AVR. Kompiler ini cukup
memadai untuk belajar AVR, karena selain mudah penggunaannya juga didukung
berbagai fitur yang sangat membantu dalam pembuatan software untuk
keperluan pemrograman AVR. Tampilan codevision AVR dapat dilihat pada
Gambar 2.12. Tampilan codevision AVR
2.3.3. USART
Menurut Winoto (2008) USART dapat difungsikan sebagai transmisi data
sinkron dan asinkron. Sinkron berarti transmitter dan receiver mempunyai satu
sumber clock yang sama. Sedangkan asinkron berarti transmitter dan receiver
yang mempunyai sumber clock yang berbeda.
Menurut Mazidi (2000) transmisi data secara serial adalah transmisi data
dimana data tersebut akan dikirimkan sebanyak satu bit dalam satu satuan waktu.
Terdapat dua cara dalam mentransmisikan data secara serial, yaitu secara
synchronous dan asynchronous. Perbedaan dari kedua cara tersebut adalah sinyal
clock yang dipakai sebagai sinkronisasi pengiriman data.
Transmisi secara synchronous yaitu pengiriman data serial yang disertai
dengan sinyal clock, sedangkan asynchronous yaitu pengiriman data serial yang
tidak disertai sinyal clock sehingga receiver harus membangkitkan sinyal clock
Pengiriman data secara serial dapat dibagi menjadi tiga menurut arah
datanya, yaitu Simplex, Half-Duplex dan Full-Duplex. Ketiga mode tersebut
diilustrasikan pada Gambar 2.13. (Mazidi, 2000)
Gambar 2.13. Arah komunikasi serial. (Lohala, 2011)
Satuan kecepatan transfer data (baud rate) pada komunikasi serial adalah
bps (bits per second). Untuk menjaga kompatibilitas dari beberapa peralatan
komunikasi data yang dibuat oleh beberapa pabrik, pada tahun 1960 EIA
(Electronics Industries Association) melakukan standarisasi antarmuka serial
dengan nama RS232. Keluaran yang dihasilkan oleh RS232 tidak sesuai dengan
keluaran TTL (Transistor-Transistor Logic) yang sudah ada. Dalam RS232,
logika 1 direpresentasikan dengan tegangan -3 V sampai dengan -25 V sedangkan
logika 0 direpresentasikan dengan tegangan +3 V sampai dengan +25 V. Hasil tak
terdefinisi jika berada diantara tegangan -3 V sampai dengan +3 V. IBM PC atau
komputer yang berbasis x86 (8086, 286, 386, 486, dan Pentium) secara umum
konektor jenis RS232 yaitu DB25 dan DB9. Ilustrasi DB25 dan keterangan
pinout-nya terdapat pada Gambar 2.14, sedangkan ilustrasi DB9 dan keterangan
pinout-nya terdapat pada Gambar 2.15.
Gambar 2.14. Pinout konektor DB25
Gambar 2.15 Pinout konektor DB9
2.4 Konsep dasar jaringan saraf tiruan 2.4.1. Struktur dasar jaringan Biologi
Pembuatan struktur jaringan saraf tiruan diilhami oleh struktur jaringan
biologi, khususnya jaringan otak manusia. Untuk lebih mengenal asal-usul serta
bagaimana suatu struktur jaringan saraf tiruan dibuat dan dapat dipakai sebagai
suatu alat penghitung, berikut ini akan diulas sedikit istilah yang secara umum
sederhana sebuah neuron yang oleh para ahli dianggap sebagai satuan unit
pemroses tersebut dan terlihat pada Gambar 2.16.
Gambar 2.16. Struktur dasar jaringan saraf tiruan dan struktur sederhana sebuah neuron. (Politeknik Elekrtonika Negari Surabaya, 2005)
Struktur pada Gambar 2.16 tersebut adalah bentuk dasar satuan unit jaringan otak
manusia yang telah disederhanakan. Bentuk standard ini mungkin dikemudian
hari akan berubah bila ada ilmuwan yang dapat menciptakan bentuk standard yang
lebih baik ataupun memperbaiki bentuk standard yang digunakan saat ini.
Jaringan otak manusia tersusun tidak kurang dari 1013 buah neuron yang
masing-masing terhubung oleh sekitar 1015 buah dendrite. Fungsi dendrite adalah sebagai
penyampai sinyal dari neuron tersebut ke neuron yang terhubung dengannya.
Sebagai keluaran, setiap neuron memiliki axon, sedangkan bagian penerima sinyal
disebut synapse. Penjelasan lebih rinci tentang hal ini dapat diperoleh pada
disiplin ilmu biology molecular. Secara umum jaringan saraf terbentuk dari jutaan
yang lain sehingga dapat melaksanakan aktifitas secara teratur dan terus menerus
sesuai dengan kebutuhan.
2.4.2. Konsep dasar pemodelan jaringan saraf tiruan
Tiruan neuron dalam struktur jaringan saraf tiruan adalah sebagai elemen
pemroses seperti pada Gambar 2.17 yang dapat berfungsi seperti halnya sebuah
neuron. Sejumlah sinyal masukan a dikalikan dangan mesing-masing penimbang
yang bersesuaian w. Kemudian dilakukan penjumlahan dari seluruh hasil
perkalian tersebut dan keluaran yang dihasilkan, dilanjutkan ke dalam fungsi
pengaktif untuk mendapatkan tingkat derajat sinyal keluarannya F(a,w).
Walaupun masih jauh dari sempurna, namun kinerja dari tiruan neuron ini identik
dengan kinerja dari sel biologi yang kita kenal saat ini.
Gambar 2.17. Model tiruan sebuah neuron. (Politeknik Elekrtonika Negari Surabaya ,2005)
aj : Nilai aktivasi dari unit j
wj,i : Bobot dari unit j ke unit i
ini : Penjumlahan bobot dan masukan ke unit i
g : Fungsi aktivasi
misalkan ada n buah sinyal masukan dan n buah penimbang, fungsi keluaran dari
neuron adalah seperti persamaan (2.2).
ini = (2.2)
Kumpulan dari neuron dibuat menjadi sebuah jaringan yang akan berfungsi
sebagai alat komputasi. Jumlah neuron dan struktur jaringan untuk setiap
permasalahan yang akan diselesaikan adalah berbeda.
2.4.3. Aktifasi jaringan saraf tiruan
Mengaktifkan jaringan saraf tiruan berarti mengaktifkan setiap neuron yang
dipakai pada jaringan tersebut. Banyak fungsi yang dapat dipakai sebagai
pengaktif, seperti fungsi-fungsi goniometri dan hiperboliknya, fungsi unit step,
impulse, sigmoid, dan lain sebagainya seperti pada Gambar 2.18, tetapi yang
lazim digunakan adalah fungsi sigmoid, karena dianggap lebih mendekati kinerja
sinyal pada otak.
Gambar 2.18. Fungsi pengaktif
1. Step f(x) = 1 if x>=t else 0
2. Sign f(x) = +1 if x>=0 else -1
3. Sigmoid f(x) = 1/(1+e-x)
Ada dua jenis fungsi sigmoid unipolar dan bipolar. Fungsi sigmoid unipolar
dituliskan pada persamaan (2.3) dan grafiknya ditunjukan pada Gambar 2.19.
y =
(2.3)
Gambar 2.19. Fungsi sigmoid unipolar
Sedangkan fungsi pengaktif bipolar adalah persamaan (2.4) atau (2.5).
Persamaan (2.4) disebut juga sebagai persamaan tangen hiperbolik dan bentuk
grafik fungsinya seperti pada Gambar 2.20.
(2.4)
Gambar 2.20. Fungisi sigmoid bipolar (Politeknik Elekrtonika Negari Surabaya, 2005)
2.4.4. Metode Perceptron
Model jaringan perceptron ditemukan oleh Rosenblatt (1962) dan Minsky –
Papert (1969). Model tersebut merupakan model yang memiliki aplikasi dan
pelatihan yang paling baik pada era tersebut.
a. Arsitektur Jaringan
Arsitektur jaringan perceptron mirip dengan arsitektur jaringan Hebb.
Jaringan terdiri dari beberapa unit masukan (ditambah sebuah bias), dan memiliki
sebuah unit keluaran seperti pada Gambar 2.21. Fungsi aktivasi bukan merupakan
fungsi biner (atau bipolar), tetapi memiliki kemungkinan nilai -1,0 atau 1.
1
Y X1
X2
Xn ...
b
W1
W2
Wn
Untuk suatu harga thresholdθ yang ditentukan :
Secara geometris, fungsi aktivasi membentuk 2 garis sekaligus, masing-masing
dengan persamaan :
W1X1 + W2X2 + ... + WnXn + b = θ (2.7)
dan
W1X1 + W2X2 + ... + WnXn + b = - θ (2.8)
b. Pelatihan Perceptron
Misalkan :
s adalah vektor masukan dan t adalah terget keluaran.
α adalah laju pemahaman (learning rate) yang ditentukan.
θ adalah threshold yang ditentukan.
Algoritma pelatihan perceptron adalah sebagai berikut :
1. Inisialisasi semua bobot dan bias (umumnya Wi=b=0), tentukan laju
pemahaman (=α). Untuk penyederhanaan, biasanya α diberi nilai =1.
2. Selama ada elemen vektor masukan yang respon unit keluarannya tidak sama
dengan target, lakukan :
a. Set aktivasi unit masukan Xi = Si (i=1,...,n) (2.9)
b. Hitung respon unit keluaran : (2.10)
c. Perbaiki bobot pola yang mengandung kesalahan (y ≠ t ) menurut persamaan :
Wi (baru) = Wi (lama) + ∆ W (i=1,...,n) dengan ∆ W = α t Xi (2.11)
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam algoritma tersebut :
a. Iterasi dilakukan terus hingga semua pola memiliki keluaran jaringan yang
sama dengan targetnya (jaringan sudah memahami pola). Iterasi tidak
berhenti setelah semua pola dimasukkan seperti yang terjadi pada model
Hebb.
b. Pada langkah 2(c), perubahan bobot hanya dilakukan pada pola yang
mengandung kesalahan (keluaran jaringan ≠ target). Perubahan tersebut
merupakan hasil kali unit masukan dengan target dan laju pemahaman.
Perubahan bobot hanya akan terjadi kalau unit masukan ≠ 0.
c. Kecepatan iterasi ditentukan pula oleh laju pemahaman (=α dengan 0 ≤ α ≤ 1)
yang dipakai. Semakin besar harga α, semakin sedikit iterasi yang diperlukan.
Akan tetapi jika α terlalu besar, maka akan merusak pola yang sudah benar
sehingga pemahaman menjadi lambat.
Algoritma pelatihan perceptron lebih baik dibandingkan model Hebb karena :
1. Setiap kali sebuah pola dimasukkan, hasil keluaran jaringan dibandingkan
dengan target yang sesungguhnya. Jika terdapat perbedaan, maka bobot akan
dimodifikasi. Jadi tidak semua bobot selalu dimodifikasi dalam setiap
iterasinya.
2. Modifikasi bobot tidak hanya ditentukan oleh perkalian antara terget dengan
masukan, tetapi juga melibatkan suatu laju pemahaman (learning rate) yang
besarnya bisa diatur.
3. Pelatihan dilakukan berulang-ulang untuk semua kemungkinan pola yang ada
hingga jaringan dapat mengerti polanya (ditandai dengan samanya semua
pelatihan yang melibatkan semua pola disebut epoch. Dalam jaringan Hebb,
pelatihan hanya dilakukan dalam satu epoch saja. Teorema konvergensi
perceptron menyatakan bahwa apabila ada bobot yang tepat, maka proses
pelatihan akan konvergen ke bobot yang tepat tersebut.
Sumber : Siang (2009)
2.5.Jenis Gas
Pengujian gas yang dilakukan terdiri dari beberapa jenis, antara lain
metanol, bensin, spiritus dan solar.
2.5.1. Metanol
Metanol, juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau
Hidroksimetana, adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Ia
merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Pada "keadaan atmosfer" ia
berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar,
dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Ia
digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai
bahan additif bagi etanol industri. Metanol diproduksi secara alami oleh
metabolisme anaerobik oleh bakteri. Hasil proses tersebut adalah uap metanol
(dalam jumlah kecil) di udara. Setelah beberapa hari, uap metanol tersebut akan
teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar matahari menjadi karbon dioksida
dan air.
Reaksi kimia metanol yang terbakar di udara dan membentuk karbon
dioksida dan air adalah sebagai berikut:
Api dari metanol biasanya tidak berwarna. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati
bila berada dekat metanol yang terbakar untuk mencegah cedera akibat api yang
tak terlihat. Karena sifatnya yang beracun, metanol sering digunakan sebagai
bahan additif bagi pembuatan alkohol untuk penggunaan industri. Saat ini metanol
dihasilkan melului proses multi tahap. Secara singkat, gas alam dan uap air
dibakar dalam tungku untuk membentuk gas hidrogen dan karbon monoksida.
Kemudian, gas hidrogen dan karbon monoksida ini bereaksi dalam tekanan tinggi
dengan bantuan katalis untuk menghasilkan metanol. Tahap pembentukannya
adalah endotermik dan tahap sintesisnya adalah eksotermik. Keterangan dan
karakteristik tambahan dari gas metanol tersusun pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Karakteristik gas metanol
2.5.2. Bensin
Bensin, atau petrol (biasa disebut gasoline di Amerika Serikat dan Kanada)
adalah cairan bening, agak kekuning-kuningan, dan berasal dari pengolahan
minyak bumi yang sebagian besar digunakan sebagai bahan bakar di mesin
pembakaran dalam. Bensin juga dapat digunakan sebagai pelarut, terutama karena
kemampuannya yang dapat melarutkan cat. Sebagian besar bensin tersusun dari
hidrokarbon alifatik yang diperkaya dengan iso-oktana atau benzena untuk
menaikkan nilai oktan. Kadang-kadang, bensin juga dicampur dengan etanol
sebagai bahan bakar alternatif. Benzena dikenal dengan rumus kimia C6H6, PhH.
Benzol adalah senyawa kimia organik yang merupakan cairan tak berwarna dan
mudah terbakar serta mempunyai bau yang manis. Benzena terdiri dari 6 atom
karbon yang membentuk cincin, dengan 1 atom hidrogen berikatan pada setiap 1
atom karbon. Benzena merupakan salah satu jenis hidrokarbon aromatik siklik
dengan ikatan pi yang tetap. Benzena adalah salah satu komponen dalam minyak
bumi, dan merupakan salah satu bahan petrokimia yang paling dasar serta pelarut
yang penting dalam dunia industri. Karena memiliki bilangan oktan yang tinggi,
maka benzena juga salah satu campuran penting pada bensin. Benzena juga bahan
dasar dalam produksi obat-obatan, plastik, bensin, karet buatan, dan pewarna.
Selain itu, benzena adalah kandungan alami dalam minyak bumi, namun biasanya
diperoleh dari senyawa lainnya yang terdapat dalam minyak bumi. Bensin yang
digunakan dalam pengujian merupakan Premium, produksi Pertamina yang
memiliki Oktan 88. Keterangan dan karakteristik tambahan dari benzena tersusun
Tabel 2.4. Karakteristik benzena salah satu kandungan pada bensin
Sumber : Collins (2007).
2.5.3. Spiritus
Spiritus merupakan jenis lain dari alkohol yang juga dikenal dengan nama
etil alkohol yang mengandung 96% C2H5OH dan 4% H2O, sedangkan alkohol
dalam perdagangan terbagi dalam tiga macam yaitu alkohol prima dengan
konsentrasi 95 – 96%, alkohol teknis dengan konsentrasi 94 – 95%, dan alkohol
premium dengan kadar 96%. Alkohol prima dan premium dianggap murni karena
jumlah impuritas (zat-zat pengotor) yang terkandung di dalamnya relatif kecil.
Impuritas yang ada biasanya berupa minyak fusel, methanol, aldehid, asam
asetat, dan zat-zat pereduksi lain. Alkohol teknis mempunyai impuritas (zat-zat
pengotor) yang relatif lebih banyak. Alkohol teknis ini dimanfaatkan sebagai
bahan pembuatan spiritus dengan penambahan bahan-bahan lain dan penambahan
adalah alkohol yang mempunyai konsentrasi 94 – 95% yang digunakan sebagai
pelarut dan bahan bakar (fuel oil) pengganti bahan bakar minyak yang tidak
menimbulkan jelaga. Nopiyan (2010)
2.5.4. Solar
Solar adalah hasil dari proses perengkahan minyak bumi di refinery,
merupakan campuran yang sangat kompleks dari senyawa-senyawa hidrokarbon
alifatik, olefinik dan aromatik. Komposisi dari masing-masing senyawa sangat
tergantung dari sumber minyak dan proses pengolahan yang dilakukan di kilang,
jadi tergantung pula pada manufacturer.Perbedaan dari bensin (gasoline), minyak
tanah (kerosene) dan solar (diesel oil) adalah kandungan senyawa hidrokarbon
yang dominan.
Gasoline adalah campuran senyawa hidrokarbon C5-C12 (beberapa sumber
mencantumkan C4-C10) sedangkan premium adalah bensin murni plus (TEL)
aditif tetra etil lead untuk menaikkan nilai oktan, yang kandungan timbalnya
berbahaya jika residu yaitu saat keluar dari knalpot kendaraan dan terhisap oleh
kita. Premix adalah premium plus zat aditif sekitar 10% MTBE yang lebih ramah
bagi lingkungan. Super TT (tanpa timbal), hanya bensin murni plus MTBE/ETBE.
sedangkan avtur, bahan utamanya juga gasoline murni, tapi diolah lebih lanjut dan
ditambah aditif lainnya disesuaikan dengan mesin pesawat.
Kerosene adalah senyawa hidrokarbon dengan jumlah karbon lebih banyak
(C10-C18), dan biasanya mengandung senyawa aromatik cukup tinggi. Diesel oil
adalah senyawa hidrokarbon C12 atau lebih besar, biasanya kandungan bahan
pengotornya lebih besar, karena berada pada fraksi minyak bumi yang lebih
Diesel oil atau biodiesel merupakan nama yang diberikan untuk bahan bakar
yang terdiri dari mono-alkyl ester yang dapat terbakar dangan bersih, berasal dari
berbagai minyak tumbuhan atau lemak hewan, biasanya berupa metil ester atau
etil ester dari asam lemak. Nama biodesel telah disetujui oleh DOE (Departemen
of Energy), EPA (Environmental Protection Agency) dan ASTM (America
Scocity of Testing Material) sebagai industri energi alternatif. Berasal dari asam
lemak yang sumbernya renewable limit, dikenal sebagai bahan bakar yang ramah
lingkungan dan menghasilkan emisi gas buang yang relatif lebih bersih
dibandingkan bahan bakar konvensional. Biodiesel tidak beracun, bebas dari
belerang, aplikasinya sederhana dan berbau harum. Biodesel dapat ditulis sebagai
B100. B100 menunjukan bahwa biodesel tersebut murni 100% terdiri atas
mono-alkyl ester. Biodesel campuran ditandai seperti “BXX”, dimana “XX” menyatakan
prosentase komposisi biodiesel yang terdapat di campur tersebut, dengan kata lain
B20 adalah 20% biodiesel, 80% minyak solar (Zuhdi dkk, 2003).
Biodiesel termasuk golongan alkohol dengan nama kimia alkil ester, bersifat
sama seperti solar bahkan lebih baik nilai cetanenya. Biodesel dibuat lewat reaksi
antar SVO (Straight Vegetable Oil) atau WVO (Waste Vegetable Oil) dengan
metanol atau etanol dengan bantuan katalisator soda api (caustic-soda atau
NaOH) atau KOH. Hasil adalah metil ester (biodiesel) dengan produk samping
36
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan pada pembuatan perangkat keras dan
perangkat lunak yaitu dengan studi kepustakaan. Dengan cara ini penulis berusaha
untuk mendapatkan dan mengumpulkan data-data, informasi, konsep-konsep yang
bersifat teoritis dari buku bahan-bahan kuliah dan referensi dari internet yang
berkaitan dengan permasalahan.
Dari data-data yang diperoleh maka dilakukan perencanaan rangkaian
perangkat keras. Dalam perangkat keras ini, penulis akan melakukan pengujian
perangkat keras dengan program-program yang telah dibuat, Pembuatan perangkat
lunak adalah tahap selanjutnya. Terakhir adalah penggabungan perangkar keras
dengan kerja perangkat lunak yang telah selesai dibuat.
Pada BAB III dibahas mengenai masalah yang timbul dalam perencanaan
dan pembuatan perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software).
Dari kedua bagian tersebut akan dipadukan agar dapat bekerja sama untuk
menjalankan sistem yang baik.
Perencanaan ini diperlukan sebelum proses pembuatan system tersebut,
Perancangan ini berguna agar pengerjaan tahapan selanjutnya berjalan dengan
lancar. Tahapan-tahapannya meliputi tahap pembuatan perangkat keras, perangkat
3.1. Diagram Blok
Dalam pembahasan tentang proses keseluruhan yang dapat di jelaskan pada
diagram blok seperti Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Blok diagram sistem
Dari blok diagram pada Gambar 3.1. Gambar bagian (A) memperlihatkan
blok pelatihan jaringan saraf tiruan, sedangkan Gambar bagian (B)
memperlihatkan pengujiaan jaringan saraf tiruan. Sistem ini yang terdiri dari
berbagai modul antara lain modul sensor array, modul minimum system
ATmega8, pemrograman yang terdapat pada komputer, modul FPAA AN231K04.
Proses pertama sensor array TGS menerima input berupa gas-gas kimia.
Kemudian output dari sensor array TGS berupa data analog akan diterima
microcontroller dan dikelola sesuai program yang ada hingga mengirimkan data
diterima komputer akan disimpan dalam database dan diproses oleh program
jaringan saraf tiruan hingga mendapatkan nilai bobot dan bias yang sesuai, nilai
bobot dan bias yang didapatkan dari proses pelatihan akan digunakan sebagai
parameter bobot dan bias pada jaringan saraf tiruan di FPAA. Data dari sensor
array TGS akan diujikan pada jaringa saraf tiruan di modul FPAA sehingga
menghasilkan output tentang jenis gas yang telah terdeteksi. Indikator hasil
keputusan FPAA disajikan dalam bentuk LED.
3.2 Perancangan perangkat keras 3.2.1. Rangkaian array sensor TGS
Dalam tugas akhir ini digunakan 3 buah sensor TGS dari Figaro yaitu TGS
2610, 2611, dan 2612 yang memiliki karakteristik hampir mirip antara yang satu
dengan lainnya. Sesuai dengan datasheet, karakteristik gas yang dapat terdeteksi
yaitu gas-gas yang mengandung ethanol, methane, iso-butane dan propane.
Agar dapat bekerja dengan baik sensor ini membutuhkan dua tegangan
masukan. Heater Voltage (VH) digunakan sebagai tegangan heater dan Circuit
Voltage (Vc) merupakan tegangan supply rangkaian, keduanya diberikan catu
daya sebasar 5 volt DC. Nilai resistor beban (RL) dapat dipilih atau di-adjust untuk
mengoptimasikan nilai alarm threshold, menjaga power dissipation (Ps)
semikonduktor di bawah batas 15mW. Power dissipation (PS) akan menjadi
sangat tinggi ketika nilai RS adalah sama dengan nilai RL. Nilai power dissipation
(PS) dan hambatan sensor (RS) dapat dihitung dengan persamaan (3.1) dan (3.1).
Untuk mengatur VH dan pengambilan data analog yang dihasilkan VRL digunakan
rangkaian yang terdiri dari relay, transistor, resistor, serta dioda sehingga
dirancang pula modul sensor array TGS seperti Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Rangkaian modul sensor array TGS
Pada Gambar 3.2, satu relay yang digunakan untuk memilih tegangan VC
dan VH dan dua relay yang digunakan untuk memilih output dari TGS, yaitu untuk
diarahkan ke microcontroller atau ke FPAA. Resistansi yang digunakan pada nilai
resistor beban (RL) adalah 10 kΩ sedangkan nilai hambatan sensor (RS) pada
datasheet rata-rata 0,68 kΩ sampai 6,8 kΩ. Gambar 3.3 adalah ilustrasi rangkaian
saat TGS menghasilkan nilai RS minimal yaitu 0,68
Perhitungan rangkaian pada Gambar 3.3 adalah sebagai berikut:
Perhitungan diatas menghasilkan nilai PS = 1,4871 x 10-4 sehingga masih di
bawah 15 mW, kemudian rangkaian saat RS max terlihat pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4. Rangkaian sensor dengan RS = 6,8 k
Perhitungan rangkaian pada Gambar 3.4 adalah sebagai berikut:
VRL
RL
10 k Rs
6.8 k
Perhitungan diatas menghasilkan nilai PS = 6,0232 x 10-4 sehingga masih dibawah
15 mW dan dapat disimpulkan dengan resistor beban (RL) = 10 kΩ adalah cukup
optimal.
menuju personal komputer maupun FPAA. Di dalam microcontroller ATmega8
sudah dilengkapi dengan ADC yang terletak di pin PC0 – PC5, pin yang
digunakan untuk membaca hasil keluaran dari sensor array TGS. Gambar
minimum system ATmega8 dapat dilihat pada Gambar 3.5, sedangkan Tabel 3.1
adalah rincian alokasi pemakaian port-port I/O.
Tabel 3.1. Alokasi port I/O pada microcontroller
Port Alokasi
PC0-PC2 Jalur ADC channel 0 sampai channel 2
untuk pembacaan sensor array TGS PD0 dan
PD1
Jalur pengiriman data serial (RX danTX) yang disalurkan ke PC PD2,3 dan 4 Jalur untuk mengontrol relay PD5,6 dan
a. Setting software codevision AVR
Sebelum menggunakan software codevision AVR sebagai downloader,
pertama-tama harus melakukan penyetelan pada software ini. Berikut adalah
langkah-langkahnya:
1. Pada tampilan awal software terdapat menu bar pada bagian atas.
2. Pilih file => new, selanjutnya akan muncul dialog Create New File,
pilih project => OK. Dialog Create New File dapat dilihat pada Gambar 3.6.
Kemudian akan muncul dialog AVR Chip Type dengan dua pilihan seperti
yang terlihat pada Gambar 3.7, lalu pilih ATMega karena sesuai dengan jenis
yang digunakan dalam tugas akhir ini.
Gambar 3.7. Tampilan dialog AVR Chip Type
3. Kemudian tampak dialog CodeWizardAVR – untitled.cwp. Dialog
CodeWizardAVR –untitled.cwp dapat dilihat pada Gambar 3.8.
4. Ubah bagian tab Chip, pilih seri microcontroller yang sesuai dengan
yang digunakan, ATmega8L. Nilai Clock (komponen kristal) yang
digunakan 8.000000 MHZ.
Gambar 3.8. Tampilan dialog CodeWizardAVR –untitled.cwp
5. Untuk mengaktifkan ADC pada tab ADC pilih ADC Enabled dan Use 8
bits. Volt. Ref => AREF pin. ADC Clock => 1000.00 KHz. Berikut adalah
tampilan setting ADC pada Gambar 3.9.
6. Karena menggunakan komunikasi serial maka buka tab USART, lalu pilih
receiver dan transmitter kemudian setting baudrate 9600, komunikasi
parameter 8 Data, 1 Stop, No Parity lalu mode Asynchronous. Berikut adalah
tampilan setting ADC pada Gambar 3.10.
Gambar 3.10. Tampilan setting USART
7. Pada menu bar pilih Program, pilih Generate, Save and exit. Ketiga-tiganya
simpan dengan nama yang sama.
8. Selanjutnya tampak kode program pada software codevision AVR. Dapat
dilihat pada Gambar 3.11.
b. Download program dari komputer ke microcontroller
Sebelum download program dari komputer, lakukan setting pada
software CVAVR dengan cara sebagai berikut:
1. Pilih menu Setting => Programmer.
2. Tampak kotak dialog Programmer Setting. Ubah tipe pada AVR Chip
Programmer Type untuk microcontroller AVR ATmega8 (L) ”Kanda
System STK200+/300”, kemudian OK, tampilan Programmer Setting
dapat dilihat pada Gambar 3.12.
Gambar 3.12. Setting downloaderKanda System STK200+/300
3. Pilih menu Project => Configure => Tab After Build => pilih Program the
Chip => OK. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.13.
4. Pilih menu Project => Build (Shift+F9), tampil dialog Information =>
pilih Program, dialog information dapat dilihat pada Gambar 3.14.
Gambar 3.14. Tampilan dialog Information
3.2.3. Interface RS232
Interface RS232 merupakan suatu jembatan dalam metode
komunikasi serial. Dalam perancangannya komponen yang digunakan adalah
IC MAX232 dimana komponen pendukungnya lima buah kapasitor dengan
nilai 10uF yang terhubung pada pin C1, C2, V+, V-. Penggunaan komponen
ini dimaksudkan untuk komunikasi serial antara rangkaian demodulasi FSK
dengan komputer. MAX232 ini akan mengubah level tegangan TTL data
Gambar 3.15. Rangkaian Interface RS232
3.2.4. Konfigurasi FPAA AN231K04
Alokasi port I/O pada FPAA tersusun pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Alokasi port I/O pada FPAA
Port Alokasi
I1P Jalur Input dari sensor TGS 2610
I2P Jalur Input dari sensor TGS 2610
I3P Jalur Input dari sensor TGS 2610
IO5P/O5P Jalur Output Indikator LED satu
IO6P/O5P Jalur Output Indikator LED dua
Pin VCC diberi masukan tegangan minimal 4 volt sampai dengan
maksimal 12,5 volt dan tegangan optimal sekitar 5 volt. Untuk melakukan proses
downloading program dari komputer ke dalam memori program internal FPAA,
dapat memilih antara Interface USB dan Serial RS232. Caranya dengan
menghubungkan jumper pin atas dengan pin tengah jika menggunakan serial
RS232 dan jumper pin tengah dan pin bawah untuk menggunakan USB , pada
Gambar 3.16 merupakan jumper yang dipasang untuk mengaktifkan Interface
Gambar 3.16. Konfigurasi Jumper Serial RS232 dan USB
Selain merancang, program AnadigmDesigner®2 juga dapat disimulasikan
sebelum di download kedalam Hardware FPAA. dengan cara pilih menu
Simulate => Begin Simulation, atau tekan F5. Kemudian sebelum download
program, pastikan FPAA sudah terhubung dengan interface PC/Laptop. Dan
samakan setting COM Port pada AnadigmDesigner®2 dengan COM Port pada
device manager. Untuk AnadigmDesigner®2 dengan cara pilih menu Setting =>
Preferences => Port. Pada Gambar 3.17 tampilan pengaturan COM pada
AnadigmDesigner®2dan Gambar 3.18 device manager pada PC/Laptop.
Gambar 3.18. Tampilan setting COM Port pada device manager.
3.3. Perancangan perangkat lunak
Selain hardware yang diperlukan pada perancangan dan pembuatan alat
ini, juga diperlukan software/ program pada microcontroller, komputer dan
juga FPAA untuk dapat bekerja sesuai dengan fungsinya. Perancangan
perangkat lunak pada microcontroller dirancang agar dapat mengatur proses
pengambilan data dari sensor array TGS menuju komputer dan juga pengujian
jaringan saraf tiruan pada FPAA.
3.3.1. Perancangan program pada microcontroller
Flowchart untuk program pada microcontroller dapat dilihat pada Gambar
START
Gambar 3.19. Flowchart program pada microcontroller
Adapun penjelasan dari bagan alir di atas adalah sebagai berikut:
1. Proses awal dimulai dengan mengaktifkan sensor array TGS selama 120
detik untuk proses pemanasan sensor.
2. Setelah sensor sudah panas, gas dimasukan pada tabung yang telah
disediakan, kemudian program akan mengaktifkan fungsi ADC pada