• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelembagaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara Yang Adaptif Terhadap Perubahan Iklim Dalam Pembangunan Berkelanjutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kelembagaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara Yang Adaptif Terhadap Perubahan Iklim Dalam Pembangunan Berkelanjutan"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

(KASUS: DAERAH ALIRAN SUNGAI TONO DI PULAU TIMOR)

WERENFRIDUS TAENA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

i

S

I

INNFFOORRMMAASSII SSEERRTTAA PPEELLIIMMPPAAHHAANN HHAAKK CCIIPPTTAA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul: Kelembagaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang Adaptif terhadap Perubahan Iklim dalam Pembangunan Berkelanjutan (Kasus: Daerah Aliran Sungai Tono di Pulau Timor) adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2016

(3)

ii

Pembangunan Berkelanjutan (Kasus: Daerah Aliran Sungai Tono di Pulau Timor). Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG JUANDA, BABA BARUS, RIZALDI BOER.

Penelitian ini bertujuan untuk: (i) analisis hubungan antara pembangunan wilayah perbatasan dengan perubahan penggunaan lahan, (ii) analisis pengaruh perubahan penggunaan lahan dan perubahan iklim terhadap banjir dan kekeringan, dan dampaknya terhadap produksi dan efisiensi usahatani tanaman pangan, (iii) evaluasi kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste, dan (iv) disain kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste yang adaptif terhadap perubahan iklim.

Metode analisis menggunakan analisis multivariat untuk analisis hubungan pembangunan dengan penggunaan lahan, dan spatial durbin model untuk analisis ketergantungan spatial pendapatan petani. Metode logit untuk analisis peluang banjir dan kekeringan. Analisis multivariat juga digunakan untuk analisis dampak banjir dan kekeringan terhadap produksi usahatani tumpangsari, dan analisis regresi berganda untuk analisis produksi usahatani monokultur, serta analisis frontier untuk evaluasi efisiensi ekonomi usahatani. Selanjutnya pembobotan faktor internal dan faktor eksternal untuk evaluasi kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara, dan analisis hirarki proses untuk menentukan model pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara.

Hasil analisis multivariat menunjukkan peningkatan jumlah penduduk dan kemudahan akses meningkatkan konversi lahan konservasi menjadi lahan budidaya (pemukiman, pertanian lahan kering campur, sawah), sedangkan spatial durbin model menunjukkan peningkatan pendapatan petani pada hulu menyebabkan penurunan pendapatan petani di hilir. Peningkatan luas pertanian lahan kering campur, dan akumulasinya dengan peningkatan temperatur bulanan dan penurunan curah hujan bulanan menyebabkan peluang kekeringan makin tinggi. Analisis logit juga menunjukkan peningkatan curah hujan bulanan dan pertanian lahan kering campur, serta penurunan luas hutan dan sawah meningkatkan peluang banjir di DAS Tono. Dampaknya terjadi penurunan produksi dan efisiensi ekonomi usahatani tanaman pangan. Analisis frontier menunjukkan rendahnya efisiensi ekonomi usahatani, yakni 0,36 untuk usahatani lahan basah dan 0,30 untuk usahatani lahan kering (standar efisiensi ≥0.8).

Kurang koordinasinya kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara (masyarakat, unilateral dan bilateral) menjadi akar penyebabnya. Hasil pembobotan faktor internal dan eksternal berada pada kuadran III, yang berarti dibutuhkan rekonstruksi kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara. Kelembagaan ini sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan penggunaan lahan dan perubahan iklim. Kelembagaan ini akan mewujudkan pembangunan berkelanjutan dalam bentuk road map yakni: perjanjian kerjasama, forum DAS, dan badan pengelola DAS.

(4)

iii S

WERENFRIDUS TAENA. Transboundary Watershed Management Institution Which is Adapted to Climate Changes in Sustainable Development (Case: Tono Watershed on Timor Island). Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG JUANDA, BABA BARUS, RIZALDI BOER.

The research aimed to: (i) analyze the relathionship between the development of border regions with land use, (ii) analyze the effect of land use changes and climate changes on the floods and drought on Tono Watershed, and the impact on yield and the economic efficiency of food crop farming, (iii) evaluate the institutional of watershed management in border area of Indonesia and Timor Leste, and (iv) design transboundary watershed management institution for Indonesia and Timor Leste which is adaptated to climate changes.

The analysis used multivariate analysis for analyzing the relathionship between development with land use changes, and spatial Durbin model to analyzing spatial dependence of farmers income. The logit method to analyzed flood and drought. Then, impact of flood and drought on yield, used multivariate analysis on multicrop and multiple regression on monoculture. Further, evaluate impact on economic efficiency of farming used frontier analysis. Weighting of internal and external factors method was used to evaluate the institutional transboundary watershed management, while the analytical hierarchy process was used to compute the institutional model of transboundary watershed management.

Multivariate analysis showed the increase of population caused the conversion of conservation area to the cultivation area (settlement, mix dryland agriculture, paddy fields). Then, the spatial durbin model showed the increase of farmers income on upperstream related to farmers income in downstream. The increase of mix dryland agriculture and monthly temperature, and decrease of monthly rainfall caused drought. The result further suggested by this analysis showed that the increase in the monthly rainfall and mix dryland agriculture, along with the decrease of forestry and paddy fields increase caused the flooding on the Tono watershed. This led to a reduction in yield and economic efficiency of farm crops. Frontier analysis confirms the low economic efficiency of farming, whereas monoculture farming was 0.36 and multicrop farming was 0.30 which is far from the efficiency standard ≥0.8.

Less coordinated of transboundary watershed management institution (community, unilateral and bilateral) as the caused. Therefore, it needs an alternaltive institutional model of transboundary watershed management, which is to build the ecological perspective. As the result of the weighting of internal and external factors on quadrant III. The alternatives institutional as adaptation on land use changes and climate changes. The priority alternatives institutional model and also a road map for sustainable development are collaboration agreement of transboundary management, transboundary watershed forum, and autonomous transboundary watershed management.

(5)

iv

H

H

a

a

k

k

C

C

i

i

p

p

t

t

a

a

M

M

i

i

l

l

i

i

k

k

I

I

P

P

B

B

,

,

T

T

a

a

h

h

u

u

n

n

2

2

0

0

1

1

6

6

H

H

a

a

k

k

C

C

i

i

p

p

t

t

a

a

D

D

i

i

l

l

i

i

n

n

d

d

u

u

n

n

g

g

i

i

U

U

n

n

d

d

a

a

n

n

g

g

-

-

U

U

n

n

d

d

a

a

n

n

g

g

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)

v WILAYAH PERBATASAN NEGARA YANG ADAPTIF TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

(KASUS: DAERAH ALIRAN SUNGAI TONO DI PULAU TIMOR)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaaan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

vi

Penguji ujian tertutup : Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS : Dr. Tumpak Haposan Simanjuntak, MA

(8)

vii Perbatasan Negara yang Adaptif terhadap Perubahan

Iklim dalam Pembangunan Berkelanjutan (Kasus: Daerah Aliran Sungai Tono di Pulau Timor)

Nama : Werenfridus Taena NRP : H162110091

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS

Ketua Anggota

Dr. Ir. Baba Barus, MS Prof. Dr. Ir. Rizaldi Boer, MS

Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah

Dan Pedesaan

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, MscAgr Tanggal Ujian Tertutup: 31 Mei 2016 Tanggal Lulus:

(9)

viii

karena kasih dan kurnia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi ini. Penelitian ini berjudul “Kelembagaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang Adaptif terhadap Perubahan Iklim dalam Pembangunan Berkelanjutan (Kasus: Daerah Aliran Sungai Tono di Pulau Timor)”.

Penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini karena ingin memberikan kontribusi terhadap pembangunan yang berkelanjutan di wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste. Penulis memperoleh dukungan dari berbagai pihak dalam penulisan disertasi ini, sehingga penulis menghaturkan terimakasih kepada:

1.Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Pascasarjana pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD).

2.Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) dan dosen-dosen di PWD yang telah membagi ilmu dalam kegiatan akademik di PWD

3.Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS sebagai ketua pembimbing, Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS; Dr. Ir. Baba Barus, MS; Prof. Dr. Ir. Rizaldi Boer, MS sebagai anggota pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada penulis sehingga penulis menyelesaikan penulisan disertasi ini

4.Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr dan Dr. Ir. Setia Hadi, MS sebagai penguji prelim yang turut memberikan arahan mengenai kerangka penelitian ini. 5.Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS dan Dr. Tumpak Haposan Simanjuntak,

MA sebagai penguji ujian tertutup dan Penguji Ujian Promosi yang telah memberikan kontribusi pemikiran untuk memperdalam pembahasan disertasi ini

6.Universitas Timor yang memberikan dukungan kepada penulis

7.Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Timor Leste yang memberikan dukungan informasi dan data kepada penulis

8.Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) yang memberikan dukungan kepada penulis 9.Rekan-rekan seperjuangan di PWD dan Gamanustratim yang memberikan

dukungan dalam bentuk social capital dan dukungan yang tulus.

10.Rekan-rekan “Incipta” atas persahabatan dan dukungan tiada henti, dan berbagai pihak yang dengan caranya sendiri telah memberikan dukungan kepada penulis.

Penulis juga menyampaikan terimakasih atas ide-ide para ahli yang tercantum dalam daftar pustaka yang turut membentuk kerangka pikir dan memperdalam pembahasan tulisan ini. Penulis menyadari, tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, namun semoga tulisan ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2016

(10)

ix D

Halaman

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

1. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Permasalahan 7

Tujuan dan Manfaat 9

Noverty (Keterbaharuan) 10

Kerangka Pemikiran 11

Sistematika Tulisan 15

2. HUBUNGAN PEMBANGUNAN WILAYAH PERBATASAN

NEGARA DENGAN PENGGUNAAN LAHAN DAS TONO 16

Pendahuluan 16

Latar Belakang 16

Permasalahan 17

Tujuan 18

Metode Penelitian 18

Hipotesis 18

Metode Pelaksanaan Kajian 18

Metode Analisis Data 18

Hasil dan Pembahasan 19

Hirarki Wilayah Perbatasan Negara Indonesia dan Timor-Leste di DAS

Tono 20

Penggunaan Lahan di DAS Tono 27

Hubungan Pembangunan Wilayah Perbatasan dengan Penggunaan Lahan

DAS Tono 31

Hubungan Ketergantungan Spatial-Ekologi dengan Penggunaan Lahan

DAS Tono 34

Simpulan 36

3. DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN

PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PRODUKSI DAN EFISIENSI

USAHATANI DI DAS TONO 37

Pendahuluan 37

Latar Belakang 37

Permasalahan 38

Tujuan 39

Metode Penelitian 39

Hipotesis 39

Metode Pengumpulan Data dan Teknik Penarikan Responden 39 Peubah-Peubah yang Diamati dan Diukur dalam Penelitian 40

(11)

x

Kejadian Banjir dan Kekeringan di DAS Tono 50 Dampak Banjir, Kekeringan dan Faktor Produksi terhadap Produksi dan

Efisiensi Usahatani di DAS Tono 55

Simulasi Perubahan Penggunaan Lahan dan Perubahan Iklim terhadap Peluang Banjir dan Kekeringan, dan Dampaknya terhadap Produksi

Dan Pendapatan Usahatani di DAS Tono 60

Simpulan 68

4. EVALUASI KELEMBAGAAN PENGELOLA DAS WILAYAH

PERBATASAN NEGARA 69

Pendahuluan 69

Latar Belakang 69

Permasalahan 69

Tujuan 70

Metode Penelitian 70

Kerangka Analisis 70

Metode Pelaksanaan Kajian 70

Metode Analisis Data 71

Hasil dan Pembahasan 71

Evaluasi Hubungan Kelembagaan Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan

Negara 71

Evaluasi Kelembagaan Masyarakat dalam Pengelolaan DAS Wilayah

Perbatasan Negara 74

Evaluasi Kelembagaan Bilateral dan Multilateral dalam Pengelolaan

DAS Wilayah Perbatasan 75

Evaluasi Kelembagaan Unilateral Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan

Negara 77

Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DAS Wilayah

Perbatasan Negara 88

Simpulan 93

5. DISAIN KELEMBAGAAN PENGELOLA DAS WILAYAH PERBATASAN NEGARA YANG ADAPTIF TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN

BERKELANJUTAN 94

Pendahuluan 94

Latar Belakang 94

Permasalahan 95

Tujuan 95

Metode Penelitian 95

Hipotesis 95

Metode Pengambilan Data 95

(12)

xi Prioritas Faktor Kelembagaan Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan

Negara 99

Analisis Prioritas Pemangku Kepentingan (Aktor) 104 Analisis Prioritas Model dan Strategi Kelembagaan Pengelolaan DAS

Wilayah Perbatasan Negara yang Adaptif terhadap Perubahan Iklim 106

Road Map Kelembagaan Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan Negara yang Adaptif terhadap Perubahan Iklim 109

Simpulan 113

6. ARAHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN PENGELOLA DAS WILAYAH PERBATASAN NEGARA YANG ADAPTIF

TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN

BERKELANJUTAN 113

Pembangunan Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Negara 114 Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan Negara dan Kelembagaan yang

Adaptif terhadap Perubahan Iklim 116

Implikasi terhadap Penataan Ruang dalam Pembangunan Berkelanjutan

Wilayah Perbatasan Negara 118

7. SIMPULAN UMUM DAN SARAN 126

Simpulan Umum 126

Saran 126

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(13)

xii

2. Luas DAS Tono dan DAS Tono Menurut Wilayah Administrasi 5 3. Kelembagaan DAS Lintas Negara di Dunia 8 4. Jumlah Sekolah Menurut Kecamatan dan Sub District di DAS Tono

Tahun 2010 21

5. Jumlah Fasilitas Kesehatan Menurut Kecamatan dan Sub District di

DAS Tono Tahun 2010 21

6. Jumlah Fasilitas Ekonomi Menurut Kecamatan dan Sub District di

DAS Tono Tahun 2010 22

7. Jumlah Fasilitas Sosial dan Pelayanan Publik Menurut Kecamatan

dan Sub District di DAS Tono Tahun 2010 24 8. Hasil Analisis Skalogram Kecamatan dan Sub District di DAS Tono 25 9. Jumlah Penduduk di DAS Tono Tahun 2000 dan 2010 Menurut

Kecamatan dan Sub District 27

10. Penggunaan Lahan DAS Tono Tahun 2000 dan 2014 Menurut

Zona DAS 28

11. Penggunaan Lahan DAS Tono Tahun 2010 Menurut Kecamatan

dan Sub District 29

12. Ringkasan Hasil Analisis Hubungan Pembangunan Wilayah

Perbatasan dengan Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Tono 31 13. Penggunaan Lahan DAS Tono Tahun 2000 dan 2014 36 14. Perubahan Penggunaan Lahan DAS Tono Tahun 2000-2014 44 15. Penggunaan Lahan DAS Tono Tahun 2000 dan 2014 Menurut Negara 47 16. Hasil Analisis logit Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan dan

Perubahan Iklim terhadap Peluang Banjir di DAS Tono 51 17. Hasil Analisis logit Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan dan

Perubahan Iklim terhadap Peluang Kekeringan di DAS Tono 53 18. Hasil Analisis Regresi Multivariat untuk Produksi Usahatani

Tumpangsari dan Regresi berganda untuk Usahatani Monokultur

di DAS Tono 56

19. Rataan Pendapatan Bulanan Usahatani Lahan Kering dan Usahatani

Lahan Basah di DAS Tono 57

20. Hasil Analisis Dampak Banjir, Kekeringan dan Faktor Produksi Lain terhadap Pendapatan Usahatani Lahan Kering dan Usahatani

Lahan Basah di DAS Tono 58

21. Ringkasan Simulasi Banjir di DAS Tono 60 22. Simulasi Perubahan Luas Pertanian Lahan Kering Campur Saat

Faktor Lain Konstan terhadap Peluang Banjir di DAS Tono 60 23. Simulasi Perubahan Luas Perubahan Curah Hujan Bulanan dan

Pertanian Lahan Kering Campur terhadap Peluang Banjir

di DAS Tono 61

24. Simulasi Perubahan Curah Hujan Bulanan dan Perubahan Penggunaan Lahan (Pertanian Lahan Kering Campur dan Sawah) terhadap

Peluang Banjir di DAS Tono 62

(14)

xiii Lahan (Pertanian Lahan Kering Campur, Sawah dan Hutan Meningkat) terhadap Peluang Banjir di DAS Tono 63 27. Ringkasan Simulasi Kekeringan di DAS Tono 64 28. Simulasi Perubahan Luas Pertanian Lahan Kering Campur Saat

Faktor Lain Konstan terhadap Peluang Kekeringan di DAS Tono 64 29. Simulasi Perubahan Luas Pertanian Lahan Kering Campur dan

Curah Hujan Bulanan terhadap Peluang Kekeringan di DAS Tono 65 30. Simulasi Perubahan Luas Pertanian Lahan Kering Campur,

Curah Hujan Bulanan dan Temperatur Bulanan terhadap Peluang

Kekeringan di DAS Tono 65

31. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan JBC RI-TL 75 32. Landasan Yuridis Pembangunan Wilayah Perbatasan Negara dan

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai 77 33. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan BNPP 81 34. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan BDPP Provinsi NTT 81 35. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan BDPP Kabupaten TTU 82 36. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Kementerian Lingkungan

Hidup dan Kementerian Kehutanan RI 82 37. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan BPDAS 83 38. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan BPDAS Benain 83 39. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Forum DAS Benain 83 40. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Kementerian PUPR RI 84 41. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Balai Wilayah Sungai NTT 84 42. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Kementerian PU RDTL 85 43. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Kementerian Kehutanan,

Pertanian dan Perikanan RDTL 85

44. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Kementerian Dalam Negeri

RDTL 85

45. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Kementerian Pembangunan

Nasional RDTL 86

46. Matriks Faktor Analisis Lingkungan Internal 89 47. Matriks Faktor Analisis Lingkungan Eksternal 90 48. Sistem Urutan (Ranking) Saaty Dalam Hierarchy Process 96 49. Matriks Perbandingan Berpasangan 98 50. Hasil Pembobotan Masing-Masing Sub Faktor Pengelolaan DAS

Wilayah Perbatasan Negara yang Adaptif terhadap Perubahan

Iklim dalam Pembangunan Berkelanjutan 100 51. Data Sumber Mata Air pada Desa-Desa di DAS Tono 103 52. Hasil Pembobotan Manfaat yang Diterima Pemangku Kepentingan

dari DAS Tono 105

53. Peran Masing-Masing Pemangku Kepentingan Dalam Pengelolaan

DAS 106

54. Hasil Pembobotan Strategi Pengelolaan DAS Tono 108 55. Road Map Kelembagaan Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan

Negara Indonesia dan Timor Leste 109

56. Stakeholder dan Lembaga yang Terlibat dalam Pengelolaan DAS

(15)

xiv

2. Peta Perbatasan Darat Indonesia dengan Timor Leste 3 3. Peta DAS Tono di Wilayah Perbatasan Indonesia dan Timor Leste 6

4. Kerangka Pemikiran Penelitian 14

5. Peta Skalogram Kecamatan Wilayah Perbatasan di DAS Tono 26 6. Peta DAS Tono Menurut Kecamatan/Sub District 30 7. Peta Interaksi Sosial di Wilayah Perbatasan Indonesia dan

Timor Leste 33

8. Peta Elevasi DAS Tono 35

9. Tren Curah Hujan Bulanan di DAS Tono Tahun 2000-2014 38 10. Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Tono Tahun 2000 dan

2014 46

11. Trend Curah Hujan Menurut Negara Tahun 2000, 2003, 2006, 2009

2010, 2012 48

12. Trend Curah Hujan Tahun 2000-2014 Menurut Zona DAS 49 13. Keragaman Curah Hujan Bulanan DAS Tono Tahun 2000-2014 49 14. Keragaman Temperatur Bulanan DAS Tono Tahun 2000-2014 50 15. Hubungan Curah Hujan Bulanan dengan Luas Banjir di

DAS Tono 51

16. Lokasi Banjir di DAS Tono 52

17. Perubahan Lahan Semak Belukar Menjadi Pertanian Lahan Kering dan Pertanian Lahan Kering Campur di DAS Tono Tahun 2000-

2014 53

18. Perubahan Lahan Terbuka Menjadi Sawah di DAS Tono

Tahun 2000-2014 54

19. Ilustrasi Kurva TP, AP dan MP 56

20. Hasil Simulasi Model Crystal Bowl untuk Komoditas Jagung 66 21. Hasil Simulasi Model Crystal Bowl untuk Komoditas Padi 67 22. Hasil Simulasi Model Crystal Bowl Komoditas Kacang Tanah 66

23. Hasil Simulasi Model Crystal Bowl 3 Komoditas 67

24. Siklus Kebijakan 70

25. Kerangka Hubungan Kelembagaan dalam Pengelolaan DAS

dan Pembangunan Wilayah Perbatasan Negara 73 26. Diagram Cartesius Analisis SWOT Kelembagaan Pengelolaan

DAS Wilayah Perbatasan Negara dalam Pembangunan

Berkelanjutan 91

27. Rekonstruksi Kelembagaan Pengelolaan DAS Lintas Negara

dalam JBC RI-RDTL 92

28. Struktur Hirarki AHP Kelembagaan Pengelolaan DAS Wilayah

Perbatasan Negara dalam Pembangunan Berkelanjutan 97 29. Hasil Pembobotan Faktor Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan

Negara yang Adaptif terhadap Perubahan Iklim dalam

Pembangunan Berkelanjutan 100

30. Hasil Pembobotan Prioritas Model Kelembagaan Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan Negara yang Adaptif terhadap

(16)

xv Perbatasan Negara yang Adaptif terhadap Perubahan Iklim

dalam Pembangunan Berkelanjutan 110

32. Peta Ilustrasi Skema Penataan Ruang Kawasan Perbatasan Negara

Indonesia di NTT 120

33. Peta Ilustrasi Skema Disain Penataan Ruang Wilayah Perbatasan

Negara Indonesia dan Timor Leste 121

34. Peta Pola Ruang dan Penggunaan Lahan di DAS Tono RI 123

DAFTAR LAMPIRAN

1. Output Analisis Multivariat Hubungan Pembangunan dengan Penggunaan Lahan di DAS Tono

2. Output Analisis Logit Pengaruh Penggunaan Lahan dan Perubahan Iklim terhadap Banjir

3. Output Analisis Logit Pengaruh Penggunaan Lahan dan Perubahan Iklim terhadap Kekeringan

4. Output Analisis Multivariat Dampak Banjir, Kekeringan dan Faktor Produksi Lain terhadap Produksi Usahatani Tumpangsari

5. Output Analisis Cob Douglass Dampak Banjir, Kekeringan dan Faktor Produksi Lain terhadap Produksi Usahatani Monokultur 6. Output Analisis cob Douglass Dampak Banjir, Kekeringan dan

Faktor Produksi Lain terhadap Pendapatan Usahatani Lahan Kering 7. Output Analisis Cob Douglass Dampak Banjir, Kekeringan dan

(17)

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Wilayah sebagai ruang yang mempunyai kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasi dan/atau fungsional sebagaimana didefinisikan dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Selaras dengan itu, Murty (2000) menyatakan wilayah tidak sekedar merujuk suatu tempat atau area, melainkan merupakan satu kesatuan ekonomi, politik, sosial administrasi, iklim hingga geografis, sesuai dengan tujuan pembangunan atau kajian. Kemudian Rustiadi et al (2011), mendefinisikan wilayah sebagai suatu unit geografis dengan batas-batas spesifik (tertentu) yang komponen-komponen di dalamnya (sub wilayah) satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Definisi-definisi tersebut memperlihatkan bahwa tidak ada batasan spesifik luasan suatu wilayah.

Pembangunan wilayah lebih fleksibel dan tidak terbatas pada wilayah administratif, tetapi berdasarkan tipologi wilayah. Secara umum tipologi wilayah dikategorikan menjadi: wilayah homogen, wilayah fungsional (nodal), wilayah perencanaan. Wilayah perencanaan umumnya berbasis administrasi, seperti: negara, provinsi, kabupaten dan desa. Wilayah perencanaan juga merupakan wilayah yang ditetapkan pemerintah karena pertimbangan tertentu, seperti: kawasan pengembangan ekonomi terpadu (KAPET) dan kawasan perbatasan.

Terdapat 10 negara di dunia yang berbatasan dengan Indonesia, yakni: Australia, Papua Nugini, Timor Leste, Palau, Filipina, Malaysia, Vietnam, Thailand, Singapura, India. Terdapat 3 (tiga) negara diantaranya yang berbatasan darat, yakni: Indonesia dengan Malaysia di Kalimantan, Indonesia dengan Papua Nugini di Papua, dan Indonesia dengan Timor Leste di Timor. Ilustrasi perbatasan Negara Indonesia dengan negara lain sebagaimana ditampilkan Gambar 1.

Perbatasan darat Indonesia dengan Timor Leste merupakan wilayah perbatasan yang unik karena terdapat wilayah Timor Leste yang enclave (District

Oecussi), sehingga perbatasan darat berada pada dua bagian, yakni bagian Timur dan bagian Barat. Perbatasan pada bagian Barat antara Kabupaten Belu dan Kabupaten Malaka dengan District Covalima dan District Maliana. Perbatasan pada bagian Timur antara Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dan Kabupaten Kupang dengan Enclave District Oecussi. Selengkapnya ditampilkan pada Gambar 2.

(18)

Gambar 1. Perbatasan Negara Indonesia dengan Negara Lain (Sumber: BNPP, 2011)

PERBATASAN INDONESIA DENGAN 10 NEGARA TETANGGA

(DARAT DAN LAUT)

RI-MAL

RI-SIN

RI-MAL

Batas Laut Teritorial

Batas Landas Kontinen

Batas Zona Ekonomi Eksklusif

RI-PHIL

RI-PALAU

RI-SING

RI-RDTLLESTE

(19)

Gambar 2. Peta Perbatasan Darat Indonesia dengan Timor Leste

(20)

Pembangunan kawasan perbatasan negara didasarkan pada grand design

pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan negara 2011-2025. Visi pengelolaan perbatasan negara yakni terwujudnya perbatasan negara sebagai wilayah yang aman, tertib, dan maju”. Penjabaran visi melalui misi berikut: (i) Mewujudkan perbatasan negara yang aman melalui peningkatan kondisi pertahanan dan keamanan yang kondusif bagi berbagai kegiatan ekonomi, sosial dan budaya serta meningkatkan sistem pertahanan perbatasan darat dan laut. (ii) Mewujudkan perbatasan negara yang tertib melalui peningkatan kerjasama internasional, penegakan hukum, kesadaran politik serta penegasan dan penetapan tata batas Negara. (iii) Mewujudkan perbatasan negara yang maju melalui peningkatan kegiatan ekonomi, pembangunan sarana dan prasarana, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dan pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan.

Pembangunan kawasan perbatasan berbasis administrasi kecamatan bias karena sebagian sumberdaya di perbatasan negara bersifat fungsional, misalnya daerah aliran sungai (DAS). Rustiadi et al (2011) menyatakan pembangunan wilayah didasarkan beberapa aspek, misalnya: homogenitas, keterkaitan antar wilayah, wilayah sistem ekonomi, wilayah sistem sosial, wilayah sistem ekologi. Selengkapnya mengenai konsep wilayah ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Berbagai Konsep Wilayah, Tujuan dan Contoh Penggunaan

No Wilayah Tujuan Contoh

1 Homogen Penyederhanaan dan pendeskripsian

wilayah, zonasi kawasan fungsional

Pola penggunaan lahan, pewilayahan komoditas

2 Nodal Deskripsi hubungan nodalitas, identifikasi

daerah pelayanan, penyusunan hierarki pelayanan

Keterkaitan CBD dan daerah pelayanannya,

central place dan

periphery, sistem/ordo

3 Sistem ekologi Pengelolaan wilayah sumber daya

berkelanjutan, identifikasi carrying

capacity kawasan, siklus alam aliran sumber daya, biomasa energi, limbah, dan lain-lain

Pengelolaan DAS, cagar alam, ekosistem

mangrove

4 Sistem ekonomi Percepatan pertumbuhan wilayah,

produktifitas dan mobilisasi sumber daya, efisiensi Wilayah pembangunan, kawasan andalan, KAPET, kawasan agropolitan, kawasan cepat tumbuh

5 Sistem sosial Pewilayahan menurut sistem budaya,

optimalisasi interaksi sosial, community

development, keberimbangan, pemerataan dan keadilan, distribusi penguasaan sumber daya, pengelolaan konflik

Kawasan adat,

perlindungan/pelestarian budaya, pengelolaan kawasan publik kota

6 Politik Menjaga keutuhan dan integritas wilayah

teritorial, menjaga pengaruh/kekuasaan

teritorial, menjaga pemerataan(equity)

antar sub wilayah

negara, provinsi, kabupaten, desa

7 Administratif Optimalisasi fungsi-fungsi administrasi

dan pelayanan publik pemerintahan

negara, provinsi, kabupaten, desa

(21)

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu sistem ekologi yang mencakup wilayah yang sangat luas dan memiliki keterkaitan ekologi (hulu, tengah dan hilir) beserta sumberdaya terkait (sosial dan ekonomi). Terdapat 10 DAS di wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste. DAS-DAS ini berada pada 2 (dua) wilayah sungai (WS) yakni: WS Benenain dan WS Noelmina (Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2012 tentang Wilayah Sungai). DAS sebagai sumberdaya pembangunan perbatasan negara berbeda secara administrasi dengan definisi kawasan perbatasan negara, sehingga

penelitian ini menggunakan istilah “wilayah perbatasan negara”.

DAS merupakan suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 37 tahun 2012). Selanjutnya dinyatakan juga DAS merupakan kesatuan ekosistem alami yang utuh dari hulu hingga hilir beserta kekayaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan yang wajib dikembangkan dan didayagunakan secara optimal dan berkelanjutan melalui upaya pengelolaan DAS.

BP DAS Benain-Noelmina melakukan pengelolaan terhadap DAS Ekat dan DAS Banain yang berada di Indonesia (Perpres No. 179 tahun 2014). DAS Ekat dan DAS Banain sesungguhnya merupakan bagian tidak terpisahkan dari DAS Tono (numenklatur ini lebih dikenal di Timor Leste). Secara administrasi, DAS Tono berada di Sub District Passabe, Nitibe, Oesilo, dan Pante Makasar di

District Oecussi (Timor Leste). Wilayah Indonesia yang termasuk dalam DAS Tono adalah Kecamatan Musi, Bikomi Nilulat, Bikomi Tengah, Bikomi Utara, Miomafo Timur, dan Naibenu di Kabupaten TTU (Indonesia). Adapun luas DAS Tono adalah 53.464 ha yang terdistribusi menjadi 27,43 % berada di Kabupaten TTU, dan 72,57% berada di Enclave District Oecussi. Selengkapnya ditampilkan Tabel 2, sedangkan Gambar 3. menunjukkan pengelompokkan DAS Tono berdasarkan wilayah ekologi (72% merupakan bagian hulu, sedangkan 17% bagian tengah dan 11% merupakan bagian hilir DAS Tono).

Tabel 2. Luas DAS Tono dan DAS Tono Menurut Wilayah Administrasi Negara Kabupaten/District Luas DAS

(ha)

Persentase (%)

Kecamatan/Sub District di DAS Tono

Indonesia TTU 14.665 27,43 Musi, Bikomi

Ni’lulat, Bikomi

Tengah, Bikomi Utara, Naibenu, Miomafo Timur

Timor Leste Oecussi 38.799 72,57 Pasabe, Nitibe,

Oesilo, Pante

Makasar

(22)

Gambar 3. Peta DAS Tono di Wilayah Perbatasan Indonesia dan Timor Leste

(23)

Pengelolaan DAS menjadi penting untuk mempertemukan kepentingan wilayah administrasi dan wilayah fungsional ekologi pada DAS Tono yang berada di wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste. Pengelolaan DAS yang dimaksud sesuai PP RI No. 37 tahun 2012 adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan.

Permasalahan

Kebijakan pembangunan wilayah perbatasan negara dilakukan secara parsial, diindikasikan oleh pembangunan pada masing-masing wilayah administratif tanpa mempertimbangkan dampak terhadap negara lain. Pembangunan yang telah dilaksanakan pemerintah Indonesia di perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste, meliputi: pembangunan jalan, pemberdayaan masyarakat, pembukaan sawah baru, perluasan pemukiman, pemekaran kecamatan dan pembangunan infrastruktur pendukung. Pembangunan yang sama juga dilaksanakan oleh pemerintah Timor Leste di wilayah perbatasan negara dengan prioritas yang berbeda. Pembangunan yang dilakukan pada masing-masing wilayah kecamatan di Indonesia dan sub district di Timor Leste menentukan hirarki suatu wilayah.

Pencapaian tujuan pembangunan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak yang dimaksud adalah terjadi konversi lahan yang sebelumnya merupakan lahan konservasi menjadi lahan budidaya (pemukiman, pertanian lahan kering campur dan sawah). Pembangunan meningkatkan akses terhadap pendidikan dan kesehatan, sehingga meningkatkan pertumbuhan penduduk. Peningkatan pertumbuhan penduduk meningkatkan permintaan terhadap pangan yang diperoleh dari pertanian lahan basah dan pertanian lahan kering, yang merupakan sistem livelihood penduduk di wilayah perbatasan negara.

Sistem livelihood penduduk di wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste umumnya bertani dan didominasi oleh usaha pertanian lahan kering. Data BPS TTU menyatakan 57 % penduduk TTU bekerja pada sektor pertanian. Pekerja pada sektor pertanian umumnya tidak berpendidikan dan/atau berpendidikan rendah. Terdapat 72,30 % tidak sekolah/tidak tamat SD/tamat SD sehingga inovasi pada sektor pertanian masih tergolong rendah, sehingga mengandalkan ekstensifikasi pertanian.

Ekstensifikasi pertanian dilakukan dengan sistem tebas-bakar. Luas pertanian lahan kering meningkat dari 2.842 ha pada tahun 2000 menjadi 5.383 ha pada tahun 2014. Adapun pertanian lahan kering campur meningkat dari 17.102 ha pada tahun 2000 menjadi 22.662 ha pada tahun 2014. Peningkatan luas pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering campur merupakan konversi dari lahan semak belukar yang lebih berfungsi konservasi. Akumulasinya dengan perubahan curah hujan dan temperatur berdampak terhadap terjadinya banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau.

(24)

yang menyebabkan adanya biaya sosial yang harus ditanggung oleh masyarakat (Coase, 1960) karena hilangnya sebagian pendapatan petani.

Kondisi ini juga mengindikasikan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara belum terkoordinasi dengan baik karena property right yang tidak sempurna (Demsetz, 1967; Allen, 2002). Property right terhadap DAS wilayah perbatasan tidak sempurna karena kepemilikan berada pada pemerintah 2 negara (Indonesia dan Timor Leste), individu 2 negara (Indonesia dan Timor Leste) dan kepemilikan lahan di DAS yang bersifat komunal. Implikasinya pengelolaan dilakukan secara terpisah oleh masing-masing kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara. Kelembagaan yang dimaksud adalah kelembagaan masyarakat, kelembagaan unilateral, dan kelembagaan bilateral.

Kelembagaan masyarakat yang ada di wilayah perbatasan dalam kaitannya dengan pengelolaan DAS adalah melakukan pemanfaatan dan perlindungan terhadap sumberdaya hutan dan sumberdaya air. Kelembagaan masyarakat sulit dibatasi oleh wilayah administrasi kenegaraan karena itu, masyarakat ke-2 negara tidak jarang melakukan aksi-aksi pemanfaatan dan perlindungan sumberdaya alam secara bersama.

Kelembagaan unilateral merupakan kelembagaan yang dikembangkan oleh institusi masing-masing negara. Kebijakan-kebijakan pembangunan Indonesia dan Timor Leste memperlakukan wilayah perbatasan sebagai wilayah administratif, dan kurang perspektif wilayah fungsional ekologi. Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai pembangunan wilayah perbatasan negara dan pengelolaan DAS tidak sinkron secara spatial pada beberapa wilayah. Selain itu, lemahnya koordinasi antar lembaga-lembaga formal yang memiliki kewenangan perencanaan dan pengelolaan DAS, dan pembangunan di wilayah perbatasan negara menjadi penyebab munculnya eksternalitas negatif.

Perubahan kerangka kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara akan mewujudkan pembangunan berkelanjutan (meliputi komponen sosial, ekonomi, dan ekologi). Demikian pula mazhab pembangunan dan pengelolaan sumberdaya alam yang sebelumnya masih berorientasi pada pertumbuhan dan pemerataan pembangunan, mengalami perubahan menjadi berorientasi terhadap pembangunan berkelanjutan.

Sesuai Deklarasi Rio+20 tahun 2012 dalam dokumen the future we want, yang menyatakan pembangunan berkelanjutan dapat dicapai melalui: ekonomi hijau, perubahan kerangka kelembagaan, aksi bersama. Pengembangan kelembagaan bilateral pengelolaan DAS wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste merupakan salah satu upaya implementasi Deklarasi Rio, yang menjadi wadah untuk melakukan aksi bersama para pemangku kepentingan Indonesia dan Timor Leste.

Disain kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara yang adaptif terhadap perubahan iklim menjadi salah satu solusi guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Pengalaman beberapa negara di dunia dalam melakukan pengelolaan DAS lintas negara dapat dijadikan rujukan. Kartodihardjo

et al (2004) menyatakan bentuk kelembagaan DAS lintas negara di dunia dikategorikan menjadi perjanjian kerjasama, komisi/forum, badan otonom. Rinciannya sebagaimana ditampilkan pada Tabel 3.

(25)

Tabel 3. Kelembagaan DAS Lintas Negara di Dunia

Sungai Negara Yang Dilintasi Kelembagaan

Senegal Mali, Mauritania, Senegal,

Guinea, Niger, Nigeria, cameroon

The Senegal River Basin Authority, 1972; Navigasi, Irigasi

Niger Guinea, Mali, Niger, Nigeria,

Algeria, Cameroon, Bukina Fasso,

Benin, Cote-d’lvloire, Chad

Niger River Authority, 1980; Perencanaan Koordinasi Navigasi, Populasi dan Hidropower

Danube Romania, Croatia,

Serbia-Montenegro, Hungary, Austria, Slovakia, germany, Bulgaria, Ukraina, Moldova

Perjanjian navigasi dan program institusi lingkungan; polusi, kualitas air dan ekologi

Elbe Germany, Rep. Ceko, Austria,

Poland

Perjanjian mengenai masalah polusi

Indus India, Pakistan, Afganistan, China Perjanjian Indus, 1960

Ganges-Brahmaputra

Nepal, Bangladesh, India, Bhutan, China

Perjanjian antara India dan

Bangladesh, sharing sungai Gangga

Mekong Laos, Nyanmar, China,

Cambodia, Thailand, Vietnam

The Mekong Committee, 1957; Mekong Commision 1995 (navigasi, hydropower)

Sumber: Kartodihardjo et al (2004)

Kelembagaan-kelembagaan yang dibentuk secara bilateral dan multilateral oleh negara-negara dimaksud, didasarkan pada beberapa indikator, diantaranya: (i) tingginya pertumbuhan penduduk dan permintaan air di DAS Ganges-Brahmaputra dan Mekong, (ii) gap pembangunan dan konflik antar sektor industri dan pertanian pada negara-negara di Eropa. Dibutuhkan disain kelembagaan bilateral pengelolaan DAS wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste, yang didasarkan pada permasalahan perubahan penggunaan lahan dan perubahan iklim yang menyebabkan terjadinya banjir dan kekeringan. Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah dikemukakan, ada 4 (empat) pertanyaan penelitian berikut:

1. Bagaimana hubungan pembangunan wilayah perbatasan negara dengan penggunaan lahandi DAS Tono?

2. Bagaimana pengaruh perubahan penggunaan lahan dan perubahan iklim terhadap banjir dan kekeringan, dan dampaknya terhadap produksi dan efisiensi usahatani di DAS Tono?

3. Mengapa kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan yang ada saat ini tidak mampu mengatasi externality?

4. Bagaimana disain model kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara yang adaptif terhadap perubahan iklim guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan?

Tujuan dan Manfaat Tujuan

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara yang adaptif terhadap perubahan iklim guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Tujuan umum penelitian tersebut dijabarkan ke dalam beberapa tujuan berikut:

(26)

2. Analisis pengaruh perubahan penggunaan lahan dan perubahan iklim terhadap banjir dan kekeringan, dan dampaknya terhadap produksi dan efisiensi usahatani di DAS Tono

3. Evaluasi kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara. 4. Disain model kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara

yang adaptif terhadap perubahan iklim guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan

Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Rujukan bagi pemangku kepentingan dalam merumuskan kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara yang adaptif terhadap perubahan iklim guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

2. Rujukan dalam merumuskan instrumen dan rencana aksi dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan

3. Rujukan bagi petani dalam melakukan aktivitas usahatani di DAS Tono, yang adaptif terhadap perubahan iklim guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

4. Rujukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

Novelty (Keterbaruan)

Penelitian ini didasarkan pada teori Coase (1960) mengenai social cost

yang harus ditanggung oleh masyarakat karena adanya eksternalitas negatif dari pembangunan dan pengelolaan sumberdaya alam. Pengelolaan sumberdaya alam wilayah perbatasan negara didasarkan pada regulasi masing-masing negara dan

property right terhadap sumberdaya alam sebagaimana dikemukakan Demtesz

(1967) dalam new institutional economic yang mensyaratkan diperlukannya

institutional environment dan institutional arrangement.

Penelitian yang berhubungan dengan kelembagaan pengelolaan DAS yang selama ini dilakukan di Indonesia umumnya terbatas pada pengelolaan lintas kabupaten dan lintas provinsi, sebagaimana penelitian Dasanto et al (2010); Saridewi (2015). Penelitian DAS lintas negara di Indonesia merupakan keterbaharuan dari penelitian ini. Penelitian ini mendukung kajian Lusiana et al

(2008), Drestha dan Opang (2009) yang melakukan penelitian DAS wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste. Lusiana et al (2008) melakukan kajian fisik wilayah di DAS Talau yang merupakan DAS wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste, namun perspektif khusus wilayah DAS Talau yang berada di Indonesia. Kajian Drestha et al (2009) di DAS Tono merupakan kajian fisik khusus wilayah DAS yang berada di Timor Leste.

(27)

dilakukan oleh masyarakat adat terhadap sumberdaya air dan sumberdaya hutan pada DAS. Kelembagaan unilateral masing-masing negara melakukan pengelolaan DAS pada wilayah administrasinya masing-masing. Dibutuhkan kelembagaan bilateral pengelolaan DAS yang dapat mengkoordinir kelembagaan masyarakat dan kelembagaan masing-masing negara (unilateral).

Kelembagaan DAS wilayah perbatasan negara yang telah dilakukan pada beberapa negara di dunia dalam bentuk kerjasama, forum/komisi DAS, badan pengelola DAS. Pembentukan kelembagaan ini didasarkan pada tingginya pertumbuhan populasi dan permintaan air, adanya kesenjangan pembangunan antar wilayah (Kartodihardjo et al. 2004). Lautze et al (2005) menyatakan distribusi air menjadi landasan dilakukan kerjasama di Afrika. Demikian pula Wondwosen (2008) yang menyatakan kerjasama pengelolaan DAS Nil didasarkan pada distribusi air dan pembagian keuntungan. Mckee (2010) menyatakan pengelolaan DAS Jordan lebih didasarkan pada persoalan politik dan keamanan. Penelitian ini mendukung penelitian-penelitian terdahulu yang menjadikan distribusi air sebagai landasan kerjasama antar negara dalam pengelolaan DAS lintas negara. Kekhasan kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor-Leste adalah sebagai salah satu bentuk adaptasi terhadap perubahan penggunaan lahan dan perubahan iklim.

Adaptasi dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan besarnya perubahan penggunaan lahan dan perubahan iklim yang merupakan wujud dari kondisi masyarakat dalam pembangunan. Tahapan kelembagaan pengelolaan DAS di wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste meliputi: kerjasama, pembentukan forum DAS dan pembentukan badan pengelola DAS. Penelitian ini lebih mengoperasionalkan temuan Mumme (2010) yang menyatakan kelembagaan DAS lintas negara disesuaikan dengan kondisi masyarakat, tahapan pembangunan dan kondisi lingkungan.

Dibutuhkan adanya reformulasi peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pembangunan wilayah perbatasan negara dengan memasukkan interaksi

socio-spatial dan ketergantungan spatial-ecology dalam penataan ruang wilayah perbatasan negara juga merupakan temuan yang menarik dalam penelitian ini. Mengingat penataan ruang wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste, yang telah dilakukan Indonesia sesuai Perpres RI No.179 Tahun 2014 perspektif administrasi dan dilakukan secara unilateral. Penelitian ini mendukung Scellato et al (2011) yang menyatakan penataan ruang seharusnya memasukkan interaksi

socio-spatial dan ketergantungan spatial-ecology. Penataan ruang dengan perspektif ketergantungan spatial-ecology dan interaksi socio-spatial

membutuhkan kesepakatan bersama Indonesia dan Timor-Leste.

Kerangka Pemikiran

Pembangunan wilayah perbatasan merupakan upaya untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik di wilayah perbatasan. Todaro et al (2011) menyatakan bahwa pembangunan merupakan proses yang meningkatkan kualitas kehidupan dan kemampuan umat manusia dengan cara menaikkan standar kehidupan, harga diri, dan kebebasan individu.

(28)

menetapkan kecamatan-kecamatan perbatasan dan ibu kota kabupaten perbatasan negara sebagai prioritas pembangunan wilayah perbatasan. UU No. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara menyatakan, wilayah yang dikategorikan ke dalam kawasan perbatasan negara adalah kecamatan-kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara lain. Implikasinya pembangunan yang fokus pada kawasan perbatasan bias adminitrasi, sebab sebagian sumberdaya memiliki keterkaitan fungsional ekologi (misalnya: DAS).

Penelitian ini menggunakan istilah wilayah perbatasan karena terdapat 1 (satu) kecamatan yang tidak termasuk kawasan perbatasan, namun termasuk dalam daerah aliran sungai (DAS) Tono yang berada di perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste. Wilayah perbatasan memiliki definisi yang lebih luas karena tidak terbatas pada administrasi tertentu, yang berarti mengakomodir tipologi wilayah fungsional, homogen dan perencanaan. DAS merupakan salah satu bentuk wilayah fungsional karena memiliki keterkaitan fungsional antara bagian hulu, tengah dan hilir. Secara ekologi, aktivitas penduduk di hulu DAS berpengaruh terhadap bagian tengah dan hilir. Demikian pula aktivitas penduduk di bagian tengah DAS berpengaruh terhadap hilir.

Pembangunan wilayah yang berbasis administrasi dan teritori menggunakan sumberdaya yang kadang lintas negara. Pembangunan wilayah perbatasan menentukan centre-hinterland dan hirarki suatu wilayah. Hirarki suatu wilayah ditentukan berdasarkan sumberdaya manusia (jumlah penduduk), sumberdaya sosial (jumlah kelembagaan dan kebijakan pembangunan wilayah pada masing-masing kecamatan), ketersediaan sumberdaya buatan, dan ketersediaan sumberdaya alam. Pengembangan terhadap sumberdaya-sumberdaya pembangunan tersebut berdampak terhadap kelestarian DAS Tono.

Peningkatan jumlah penduduk pada DAS meningkatkan permintaan lahan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan lahan untuk pemukiman. Penduduk di DAS Tono memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap lahan karena mata pencaharian utama adalah petani. Petani pada bagian hulu dan tengah DAS umumnya melakukan aktivitas pertanian lahan kering dan sebagian kecil yang melakukan usahatani lahan basah. Adapun aktivitas usahatani lahan kering dan lahan basah pada bagian hilir DAS cukup berimbang.

Budidaya pertanian lahan kering dilakukan dengan sistem tebas-bakar, akibatnya terjadi degradasi lahan. Kondisi ini terjadi karena aktivitas pertanian lahan kering mengubah semak belukar yang lebih berfungsi konservasi dengan tutupan lahan budidaya tanaman pangan. Akibatnya terjadi perubahan unsur-unsur iklim (seperti: curah hujan dan temperatur), sehingga menyebabkan terjadinya banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Dampaknya terjadi loss economic karena produksi dan efisiensi pertanian menjadi rendah, atau dengan kata lain terdapat biaya sosial yang harus ditanggung oleh masyarakat (Coase, 1960).

(29)

Penelitian kelembagaan, terutama kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara yang adaptif terhadap perubahan guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan belum banyak dilaksanakan. Kelembagaan yang ada saat ini belum mampu mewujudkan pembangunan berkelanjutan di wilayah perbatasan negara. Tiga pilar pembangunan berkelanjutan, yakni: sosial, ekonomi dan ekologi menjadi dasar dalam disain kelembagaan.

Disain kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara, dibutuhkan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan, karena akan ada kesadaran untuk melakukan aksi bersama antara Indonesia dan Timor Leste dalam pengelolaan DAS Tono. Komponen ekologi DAS Tono berbasis analisis dampak perubahan penggunaan lahan dan perubahan iklim. Komponen ekonomi, dengan memperhatikan analisis efisiensi usahatani; sedangkan komponen sosial memasukkan evaluasi kelembagaan sebagai dasar untuk mendesain model kelembagaan yang adaptif terhadap perubahan iklim.

Kelembagaan yang baik membentuk pola perilaku masyarakat, menciptakan tatanan yang baik dan mengurangi ketidakpastian. North (1990) menyatakan institusi memiliki peran yang sentral dalam pembangunan, karena di dalamnya mencakup tradisi sosial, budaya, politik, hukum, dan ideologi. Negara-negara dengan institusi yang baik, mampu mengalokasikan sumberdaya menjadi lebih efisien sehingga perekonomian menjadi lebih efisien, sebaliknya institusi yang buruk akan menjadi penghalang berkembangnya suatu wilayah.

Negara-negara lain di dunia telah melakukan kerjasama pengelolaan DAS lintas negara. Indikator yang digunakan sebagai dasar pengelolaan meliputi: pertumbuhan penduduk (sosial), kesenjangan pembangunan (ekonomi), dan polusi air (ekologi). Kartodihardo et al (2004) menyatakan negara-negara yang berada di DAS Mekong membentuk komisi DAS. Pembentukan komisi didasarkan pada peningkatan populasi dan meningkatnya permintaan terhadap air. Perjanjian kerjasama dilakukan oleh negara-negara yang dilintasi sungai Elbe dan Danube di Eropa, didasarkan pada fakta adanya kesenjangan pembangunan dan polusi. Negara-negara di Afrika memilih membentuk badan otonom, didasarkan pada faktor ekonomi yakni permintaan air yang tinggi untuk irigasi.

Kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara, yang adaptif terhadap perubahan iklim mengurangi externality, sebagaimana dikemukakan de Jong (2008) bahwa pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan mengurangi eksternalitas negatif lintas negara. Kelembagaan sebagai adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan pengembangan dari ekonomi kelembagaan baru (new institutional economic) yang mengindikasikan perlunya pengaturan terhadap

(30)
[image:30.842.25.765.78.507.2]

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Penelitian

Kebijakan pembangunan wilayah

Manfaat ekologi, ekonomi, sosial Perubahan temperatur Efisiensi usahatani Model kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara yang adaptif thd perubahan iklim Disain kelembagaan Perbatasan negara Wilayah fungsional ekologi (DAS)

Perubahan land use

Pembangunan wilayah perbatasan negara Pembangunan berkelanjutan di wilayah perbatasan

Yield &

Income Administratif: Kabupaten TTU (Indonesia), District Oecussi (TL) 2 4 Perubahan curah hujan Perubahan iklim Peluang banjir dan kekeringan Aktor Indonesia dan Timor-Leste Pemukiman, Pertanian lahan kering campur, hutan, sawah Pemb. infrastruktur Pengelolaan DAS Pengelolaan DAS wily. perbatasan negara Faktor internal & eksternal Perubahan strategi

pengembangan kelembagaan 3

(31)

Sistematika Tulisan

Disertasi ini disusun dalam 7 bab yang merupakan satu-kesatuan. Bab-bab tersebut adalah:

Bab 1. Pendahuluan menjelaskan latar belakang, permasalahan, tujuan dan kerangka pikir penelitian

Bab 2. Hubungan pembangunan wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste terhadap penggunaan lahan. Analisis menggunakan metode skalogram untuk ketersediaan infrastruktur yang dilengkapi dengan analisis deskriptif. Dilanjutkan analisis regresi multivariat dan spatial durbin model guna menjawab permasalahan penelitian pertama.

Bab 3. Pengaruh perubahan penggunaan lahan dan perubahan iklim terhadap banjir dan kekeringan, dan dampaknya terhadap produksi dan efisiensi usahatani di Daerah Aliran Sungai Tono. Analisis ini menggunakan analisis logit untuk menganalisis peluang terjadinya banjir dan kekeringan. Dilanjutkan dengan analisis regresi multivariat untuk mengetahui dampak banjir dan kekeringan terhadap produksi usahatani lahan kering, dan analisis Cob Douglass produksi usahatani lahan basah. Analisis dilanjutan dengan frontier analysis untuk menganalisis efisiensi usahatani. Analisis logit, regresi multivariat, Cobb Douglass, dan analisis

frontier digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian kedua. Bab 4. Evaluasi kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara

menggunakan analisis deskriptif dan SWOT berbobot. Hasil analisis pada Bab 4 untuk menjawab permasalahan penelitian ketiga.

Bab 5. Disain kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara yang adaptif terhadap perubahan iklim guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Analisis yang digunakan adalah analisis hierarki proses (AHP). Analisis ini didukung dengan hasil analisis pada Bab 2, Bab 3 dan Bab 4 disertasi ini. Hasil analisis pada Bab 5 untuk menjawab permasalahan penelitian keempat.

Bab 6. Arahan kebijakan kelembagaan pengelolaan daerah aliran sungai wilayah perbatasan negara yang adaptif terhadap perubahan iklim dalam pembangunan berkelanjutan. Pembahasan Bab 6 didukung hasil analisis pada Bab 2, Bab 3, Bab 4, dan Bab 5.

Bab 7. Simpulan umum dan saran, merupakan rangkuman dari simpulan masing-masing analisis dan saran.

(32)

2. HUBUNGAN PEMBANGUNAN WILAYAH PERBATASAN NEGARA DENGAN PENGGUNAAN LAHAN DAS TONO

Pendahuluan Latar Belakang

Pemerintah Indonesia menetapkan wilayah perbatasan sebagai salah satu kawasan strategis nasional. Sesuai amanat UU No. 26 tahun 2007 kawasan strategis nasional memiliki perencanaan tata ruang sebagai dasar pembangunan. Pemerintah Indonesia menjabarkannya dalam Perpres No. 179 tahun 2014, tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara di Nusa Tenggara Timur. Diantaranya mengatur mengenai perbatasan darat yang terdapat di sektor barat dan sektor timur. Perbatasan sektor timur dengan District Oecussi (Timor Leste), yang dalam konstitusi Timor Leste ditetapkan sebagai wilayah khusus karena letaknya yang enclave di wilayah Indonesia.

Pembangunan di wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste meningkatkan interaksi antar wilayah. Interaksi penduduk di perbatasan Indonesia dan Timor Leste didasarkan karena alasan ekonomi, sosial dan budaya (Taena et al. 2013); dan interaksi ini tidak dibatasi oleh batas teritori negara. Secara ekonomi, perdagangan antar penduduk di wilayah perbatasan semakin mengalami peningkatan. Sebelumnya interaksi perdagangan terbatas karena dilakukan melalui black market, namun mengalami peningkatan setelah dibukanya pasar perbatasan. Produk-produk yang diperdagangkan termasuk komoditas pertanian (seperti: padi, jagung, kacang tanah, pinang). Interaksi antar penduduk di wilayah perbatasan makin meningkat, karena adanya pembangunan infrastruktur (jalan, pasar perbatasan, listrik, telekomunikasi) dan pemberlakuan pas lintas batas.

Kebijakan ini berdampak terhadap peningkatan interaksi sosial dan akumulasinya dengan peningkatan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan permintaan kebutuhan pangan lintas wilayah. Pemenuhan kebutuhan pangan ini diperoleh dari usaha pertanian lahan kering dan usaha pertanian lahan basah. Akibatnya terjadi perubahan penggunaan lahan yang berfungsi konservasi (hutan, semak belukar dan savana) menjadi lahan budidaya (pertanian lahan kering campur, sawah dan pemukiman) di wilayah perbatasan negara. Konversi penggunaan lahan ini dipengaruhi oleh faktor sosial sebagaimana dikemukakan Syarif et al (2015). Interaksi sosial yang semakin tinggi menyebabkan perubahan penggunaan lahan tidak hanya pada wilayah tempat menetapnya suatu entitas, tetapi juga menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan pada wilayah lain yang bertetangga.

Tulisan ini juga menggunakan pendekatan spatial karena memasukkan jarak antar wilayah sebagai pembobot spatial. Perbedaan lokasi dan potensi wilayah yang meningkatkan interkasi sosial diantara penduduk pada beberapa wilayah dinamakan spatial. Selain pendekatan spatial berbasis jarak juga dibutuhkan pendekatan socio-spatial karena interaksi di wilayah perbatasan juga bergantung pada kedekatan adat-istiadat masyarakat. Hidalgo et al (2015) menyatakan socio-spatial juga menunjukkan keberagaman ekologi dan ekonomi.

(33)

kepemilikannya oleh negara. Kepemilikan lahan secara komunal umumnya memiliki akses yang lebih terbuka dibanding individu dan negara (Fauzi 2010). Namun state property juga rentan terhadap penggunaan yang keliru, karena minimnya pengawasan.

Sumberdaya lahan di wilayah perbatasan yang relatif tidak berubah dalam 12 tahun adalah hutan (state property), yang luasannya terbatas (1,26% dari total DAS Tono). Adapun lahan pemukiman dan sawah merupakan individual property

yang perubahannya relatif terbatas karena aksesnya terbatas. Pembukaan lahan baru untuk persawahan tergantung pada ekologi dan kebijakan pemerintah dalam melakukan pembangunan bendungan, embung-embung dan saluran air.

Perubahan penggunaan lahan bila dikelompokkan secara administrasi berada di wilayah perbatasan negara, dan secara fungsional ekologi berada pada DAS wilayah perbatasan negara. Akibatnya perubahan penggunaan lahan menyebabkan penurunan fungsi DAS karena terjadinya perubahan tata air. Dampaknya terjadi penurunan pendapatan petani di DAS karena menggunakan sumberdaya air yang sama. Satriawan et al (2014) menyatakan pola distribusi kegiatan pertanian dibatasi oleh iklim, hidrologi, jenis tanah, dan kemiringan. Penduduk yang berada pada DAS wilayah perbatasan dengan karakteristik lahan berada pada lahan terjal/kemiringan umumnya melakukan usahatani lahan kering, sedangkan penduduk yang berada pada dataran rendah umumnya melakukan usahatani lahan basah.

Penggunaan lahan untuk pertanian pada bagian hulu DAS mengurangi penggunaan air untuk pertanian pada bagian tengah dan hilir DAS. Kondisi ini menunjukkan adanya socio-spatial ekologi karena heteregenitas spatial dan ketergantungan spatial antar wilayah sebagaimana dikemukanan Schmidtner et al

(2012). Penggunaan sumberdaya air pada DAS wilayah perbatasan negara juga bersifat common karena tidak adanya kelembagaan yang mengatur mengenai distribusi air pada masing-masing wilayah. Dampaknya terjadi penurunan pendapatan petani pada lahan usaha pertaniannya yang mengalami kekurangan air.

Implikasinya dibutuhkan penataan ruang pada wilayah perbatasan negara yang memasukkan interaksi socio-spatial dan ketergantungan spatial-ecology

sebagaimana dikemukakan Scellato et al (2011). Pembangunan wilayah perbatasan negara yang perspektif socio-spatial dan spatial-ecology akan mewujudkan pembangunan berkelanjutan, sehingga diperlukan kajian yang dijadikan landasan pembangunan.

Permasalahan

Berdasarkan permasalahan sebagaimana dikemukakan dalam latar belakang, muncul pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut:

1. Bagaimana hirarki pembangunan wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor-Leste di DAS Tono ?

2. Bagaimana hubungan pembangunan wilayah perbatasan negara terhadap penggunaan lahandi DAS Tono?

(34)

Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan:

1. Analisis hirarki pembangunan wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste di DAS Tono

2. Analisis hubungan pembangunan wilayah perbatasan negara dengan penggunaan lahandi DAS Tono

3. Analisis pengaruh ketergantungan spatial-ekologi terhadap pendapatan petani di DAS Tono

Metode Penelitian Hipotesis Penelitian ini didasarkan pada hipotesis berikut:

a. Sumberdaya pembangunan menentukan hirarki wilayah perbatasan negara di DAS Tono

b. Pembangunan wilayah perbatasan berhubungan dengan penggunaan lahan di DAS Tono

c. Terdapat ketergantungan spatial-ekologi pendapatan petani di DAS Tono

Metode Pelaksanaan Kajian

Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder berbasis kecamatan tahun 2010 dan tahun 2014. Terdapat 6 kecamatan di wilayah Indonesia dan 4 di wilayah Timor Leste yang berada di DAS Tono. Data sekunder meliputi: pembangunan infrastruktur, jumlah penduduk, jarak dan akses terhadap ibu kota kabupaten atau district, waktu tempuh suatu kecamatan ke ibu kota kabupaten/district, jarak antar desa, kebijakan penentuan wilayah pusat dan

hinterland. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten TTU, Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten TTU, dan

Ministerio Administratrasaun Estatal Republica Democratica De Timor Leste. Data penggunaan lahan diperoleh dari Landsat tahun 2010 dan 2014, dengan cara overlay citra landsat dengan peta DAS Tono yang sebelumnya telah di-overlay dengan peta administrasi kecamatan. Luas penggunaan lahan meliputi: hutan lahan kering sekunder, lahan terbuka, pemukiman, pertanian lahan kering (PLK), pertanian lahan kering campur, savana, sawah, semak belukar, semak belukar rawa, dan tubuh air.

Data primer menggunakan data pendapatan petani pada 16 Desa yang berada di DAS Tono. Penentuan sample dilakukan secara bertahap. Tahap I, sampel desa dilakukan dengan cara cluster sampling yakni: desa-desa yang berada tepat di sempadan sungai pada Sub DAS Ekat. Tahap II, sampel petani dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan petani-petani ini melakukan usahatani di sempadan sungai di DAS Tono. Jumlah responden yang terpilih sebanyak 5 orang per desa sehingga total responden sebanyak 80 orang.

Metode Analisis Data

(35)

dengan analisis regresi multivariat untuk mengetahui hubungan pembangunan wilayah dengan penggunaan lahan DAS Tono. Formula matematik sebagai berikut:

Yin= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + i ... (1)

Keterangan:

Yin: luas penggunaan lahan pemukiman, PLK campur, sawah, semak belukar (ha)

X1: banyaknya jenis infrastruktur (skala rasio)

X2: jumlah penduduk (jiwa)

X3: waktu tempuh ke pusat kota (menit)

Data banyaknya infrastruktur diperoleh dari hasil analisis skalogram. Analisis multivariat didahului dengan pengujian peubah bebas terhadap asumsi dasar ekonometrik. Peubah bebas yang berkorelasi akan dikeluarkan dari model, dan dipilih salah satu peubah untuk dianalisis bersamaan dengan variabel lainnya.

Adapun analisis ketergantungan spatial-ekologi pendapatan petani di DAS Tono menggunakan Spatial Durbin Model. Prinsip dasar Spatial Durbin Model

adalah memasukkan faktor lokasi sebagai pembobot. Kedekatan dan keterkaitan antar lokasi menyebabkan munculnya fenomena autokorelasi spatial. Representasi faktor lokasi pada Spatial Durbin Model adalah jarak antar desa mengikuti aliran sungai. Formula matematik Spatial Durbin Model sebagai berikut:

LnYij= a + ∑ bj lnXj+ ∑ Ck . Wk lnYk + ∑ ∑ Wk lnXj + i ... (2)

Keterangan:

Yij :Pendapatan petani ke-j di desa ke–i

X

j : Jumlah tenaga kerja, pupuk, benih petani ke-j di desa ke-i

∑ bj lnXj :Multiple regression model

Wk : Jarak antar desa (meter)

∑ Ck . Wk lnYk :Spatial auto-regression spatial model

∑ ∑ Wk lnXj : Spatial durbin model

Hasil dan Pembahasan

(36)

Hirarki Wilayah Perbatasan Negara Indonesia dan Timor-Leste di DAS Tono

Pembangunan wilayah perbatasan negara memberikan pilihan sosial dan ekonomi terhadap masyarakat, yang dilakukan dengan pembangunan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, pengelolaan sumberdaya alam (BNPP 2011). Infrastruktur yang telah dibangun di wilayah perbatasan negara adalah: jalan, pendidikan (SD, SLTP, SLTA, PT), Fasilitas sosial dan pelayanan publik (kantor pemerintahan, Jaringan air bersih, listrik, telekomunikasi, pintu perbatasan, pelabuhan, bandara), prasarana kesehatan (Rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, polindes), prasarana ekonomi (industri kecil, bank&koperasi, pasar, hotel, jasa konstruksi, daerah tujuan wisata). Pembangunan infrastruktur meningkatkan aktivitas pendidikan, kesehatan, pemerintahan, dan ekonomi.

Pembangunan infrastruktur meningkatkan aktivitas pendidikan, kesehatan, pemerintahan, dan ekonomi. Sebagaimana dikatakan Todaro et al (2011), mengenai tujuan pembangunan meliputi: (i) peningkatan ketersediaan dan perluasan distribusi barang kebutuhan pokok, (ii) peningkatan standar hidup, (iii) perluasan pilihan sosial dan ekonomi. Pencapaian tujuan pembangunan di wilayah perbatasan negara dilakukan dengan pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat. Semakin lengkap infrastruktur pada suatu wilayah mengindikasikan wilayah tersebut lebih maju atau lebih tinggi hirarkinya dibanding wilayah lain (Gutman 1950) dalam Rustiadi et al (2011). Pembangunan infrastruktur pada masing-masing sub district di wilayah perbatasan negara menentukan hirarki suatu wilayah.

Pembangunan Infrastruktur Pendidikan

Salah satu tujuan pembangunan sesuai sustainable development goals

ditujukan untuk mencapai pendidikan dasar universal. Pendidikan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan agar lebih kreatif menemukan solusi bagi peningkatan kebutuhan hidup. Pembangunan infrastruktur sekolah dasar (SD) telah ada di seluruh kecamatan di perbatasan negara. Pembangunan SD dilakukan hingga setiap desa telah memiliki SD. Pembangunan infrastruktur SMP digalakkan pada tahun 2006 setelah pemerintah RI mencanangkan wajib belajar 9 tahun. Adapun infrastruktur SMP di District Oecussi masih menggunakan sebagian infrastruktur yang telah dibangun semasa bergabung dengan Indonesia.

Pembangunan infrastruktur pendidikan pada jenjang SLTA dan PT pada kecamatan/sub district tertentu. Pembangunan infrastruktur pendidikan SLTA di Kecamatan Miomafo Timur sebagai kecamatan yang berfungsi melayani wilayah

hinterland (meliputi: Bikomi Nilulat, Bikomi Tengah). Kecamatan Naibenu dan Kecamatan Bikomi Utara pun telah dibangun infrastruktur pendidikan SLTA pada tahun 2012 untuk mendekatkan pelayanan pendidikan.

(37)

sebagai Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN). Sebanyak 2 perguruan tinggi didirikan di Kefamenanu terdiri atas: 1 universitas, 1 sekolah tinggi. Pendidikan penduduk mempengaruhi kesadaran mengenai pentingnya kesehatan lingkungan dan kesehatan masyarakat. Pemerintah juga menyediakan fasilitas kesehatan pada masing-masing kecamatan dan sub district di DAS Tono.

Tabel 4. Jumlah Sekolah Menurut Kecamatan dan Sub District di DAS Tono Tahun 2010

Sub District SD SLTP SLTA PT

Oecussi-RDTL

Pante Makasar 30 3 3 3

Nitibe 22 1 - -

Oesilo 14 1 - -

Pasabe 7 1 - -

TTU-RI

Miomafo Timur 13 4 1 -

Bikomi Utara 8 3 1 -

Bikomi Tengah 9 1 - -

Bikomi Nilulat 7 2 - -

Naibenu 6 2 1

Gambar

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 7. Jumlah Fasilitas Sosial dan Pelayanan Publik Menurut Kecamatan dan Sub District di DAS Tono Tahun 2010
Gambar 5. Peta Skalogram Kecamatan Wilayah Perbatasan di DAS Tono
Tabel 10. Penggunaan Lahan DAS Tono Tahun 2000 dan 2014 Berdasarkan Zona
+7

Referensi

Dokumen terkait

Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah memastikan mutu bahan baku enamel sesuai dengan standarisasi perusahaan sebelum dilakukan proses produksi, dilakukan

Secara khusus, tujuan yang ingin dicapai adalah (1) untuk mengetahui miskonsepsi apa yang ada pada mahasiswa kaitannya dengan bilangan real, selanjutnya

Hasil yang diperoleh tentang hambatan siswa dalam pelaksanaan praktikum PME menunjukkan bahwa untuk kategori cukup terhambat pada sub variabel ketersediaan alat

Salah satu cara yang cukup efisien untuk menyelesaikan program integer adalah dengan mengaplikasikan algoritma Branch and Bound dibandingkan metode perhitungan

Berdasarkan pengamatan yang diperoleh dalam proses kegiatan belajar mengajar dengan teman sejawat, pembelajaran sudah menunjukkan kemajuan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya

Masyarakat di harapkan mengetahui ciri – ciri uang palsu dan lebih teliti dalam menerima uang sehingga pada akhirnya di harapkan peredaran uang palsu

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai persepsi terhadap keterlibatan ayah dalam pengasuhan dengan intensi perilaku seksual pranikah pada

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016, dengan tujuan untuk mengetahui hubungan panjang- berat, faktor kondisi, ukuran pertama kali ikan yang tertangkap (L50 %