I. Pengertian Apendisitis
Bab ini mendefinisikan apendisitis sebagai peradangan pada apendiks vermiformis, penyebab abdomen akut paling umum, menyerang semua usia dan jenis kelamin, lebih sering pada laki-laki usia 10-30 tahun (Mansjoer, 2000). Smeltzer (2001) menambahkan bahwa apendisitis adalah inflamasi akut paling umum di kuadran bawah kanan abdomen, sering memerlukan pembedahan darurat. Kesimpulannya, apendisitis merupakan infeksi pada umbai usus buntu. Klasifikasinya meliputi apendisitis akut dan kronik (Sjamsuhidayat, 2005). Bagian ini memiliki nilai akademis tinggi karena menyediakan definisi komprehensif yang didukung oleh referensi terkemuka dalam bidang kedokteran. Secara pedagogis, definisi yang jelas dan ringkas ini memudahkan mahasiswa untuk memahami dasar-dasar penyakit ini.
2.1.1 Apendisitis Akut
Apendisitis akut ditandai gejala khas peradangan mendadak pada umbai cacing, dengan nyeri tumpul di epigastrium dan sekitar umbilikus, disertai mual dan muntah, serta penurunan nafsu makan. Nyeri kemudian berpindah ke titik McBurney, menjadi lebih tajam (nyeri somatik). Deskripsi gejala ini penting secara akademis karena memberikan gambaran klinis yang akurat. Secara pedagogis, uraian ini membantu mahasiswa membedakan antara nyeri viseral dan somatik, serta memahami perkembangan gejala apendisitis akut.
2.1.2 Apendisitis Kronik
Diagnosis apendisitis kronik membutuhkan riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, serta temuan radang kronik secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik meliputi fibrosis dinding apendiks, sumbatan lumen, jaringan parut, ulkus, dan sel inflamasi kronik. Insidennya rendah (1-5%). Pengetahuan ini penting secara akademis karena membedakan apendisitis akut dan kronik. Dari sisi pedagogis, hal ini melatih mahasiswa berpikir kritis dalam mendiagnosis penyakit berdasarkan kriteria klinis dan patologis.
II. Anatomi
Bagian ini membahas anatomi usus besar dan apendiks. Deskripsi anatomi usus besar mencakup empat lapisan dinding, serabut longitudinal, dan bagian-bagiannya (sekum, kolon asenden, transversum, desenden, sigmoid, rektum). Anatomi apendiks meliputi bentuk, ukuran, letak (titik McBurney), persarafan, dan hubungannya dengan sekum. Ilustrasinya membantu pemahaman visual. Nilai akademisnya terletak pada detail anatomi yang mendukung pemahaman patofisiologi apendisitis. Secara pedagogis, gambar dan deskripsi anatomi mempermudah visualisasi dan pemahaman mahasiswa tentang lokasi dan struktur apendiks.
2.2.1 Anatomi Usus Besar
Penjelasan detail tentang usus besar, mulai dari katup ileosekal hingga rektum, termasuk deskripsi lapisan dinding, serabut otot longitudinal, dan perbedaan mukosa dengan usus halus. Bagian ini penting secara akademis karena memberikan dasar pemahaman yang kuat tentang sistem pencernaan. Secara pedagogis, uraian ini melengkapi pemahaman mahasiswa tentang hubungan anatomi usus besar dengan apendiks dan patofisiologi apendisitis.
2.2.2 Anatomi Apendiks
Bagian ini menjelaskan secara detail tentang anatomi apendiks, termasuk ukuran, bentuk, letak, persarafan, dan hubungannya dengan struktur sekitarnya seperti sekum dan titik McBurney. Pentingnya secara akademis terletak pada pemahaman detail mengenai letak apendiks yang berkaitan dengan gejala klinis. Secara pedagogis, bagian ini memperkuat pemahaman mahasiswa tentang lokasi anatomi apendiks dan hubungannya dengan gejala klinis.
2.2.3 Fisiologi Apendiks
Apendiks menghasilkan lendir, mengandung jaringan limfoid (GALT), dan memproduksi IgA. Pengangkatan apendiks tidak signifikan terhadap sistem imun. Apendiks rentan terhadap infeksi karena pengosongan yang tidak efektif dan lumen yang sempit. Nilai akademisnya terletak pada pemahaman fungsi imunologis dan mekanisme obstruksi. Secara pedagogis, penjelasan ini memberikan konteks fisiologis terhadap kerentanan apendiks terhadap infeksi.
III. Etiologi dan Predisposisi
Etiologi apendisitis akut adalah infeksi bakteri. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor utama, diakibatkan oleh hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor, atau cacing askaris. Erosi mukosa akibat parasit (E. histolytica) juga berperan. Kebiasaan makan rendah serat dan konstipasi meningkatkan risiko. Nilai akademisnya terletak pada penjelasan faktor risiko yang komprehensif. Secara pedagogis, pemahaman etiologi membantu mahasiswa memahami pencegahan dan manajemen apendisitis.
IV. Patofisiologi
Penyumbatan lumen apendiks menyebabkan bendungan mukus, peningkatan tekanan intralumen, obstruksi vena, edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Apendisitis akut ditandai nyeri epigastrium. Peningkatan tekanan menyebabkan peradangan meluas ke peritoneum (nyeri kanan bawah), apendisitis supuratif akut, gangrenosa, dan perforasi. Infiltrat apendikularis dapat terbentuk. Anak-anak lebih rentan perforasi karena apendiks lebih tipis dan daya tahan tubuh yang lemah. Lansia juga rentan karena gangguan pembuluh darah. Nilai akademisnya terletak pada deskripsi mekanisme penyakit yang rinci. Secara pedagogis, penjelasan patofisiologi membantu mahasiswa memahami perkembangan penyakit dan gejala-gejala yang muncul.
V. Manifestasi Klinik
Apendisitis akut ditandai nyeri kuadran kanan bawah, sering disertai demam ringan, mual, muntah, dan anoreksia. Nyeri tekan pada titik McBurney. Lokasi nyeri dapat bervariasi tergantung letak apendiks (retrosekal, pelvis). Tanda Rovsing dan Blumberg dapat ditemukan. Perforasi menyebabkan nyeri menyebar dan distensi abdomen. Gejala pada lansia dapat bervariasi dan seringkali tidak khas, meningkatkan risiko perforasi. Nilai akademisnya terletak pada penggambaran klinis yang komprehensif. Secara pedagogis, bagian ini melatih mahasiswa dalam pengkajian fisik dan interpretasi gejala.
VI. Penatalaksanaan
Pembedahan (apendiktomi) diindikasikan setelah diagnosis ditegakkan. Antibiotik, cairan IV, dan analgetik diberikan. Apendiktomi dapat dilakukan secara terbuka (insisi McBurney) atau laparoskopi. Observasi dan pemeriksaan penunjang (laboratorium, USG, CT-scan) dilakukan jika diagnosis belum jelas. Nilai akademisnya terletak pada uraian pilihan pengobatan yang tepat. Secara pedagogis, bagian ini memberikan pemahaman tentang manajemen medis dan bedah apendisitis.
VII. Komplikasi
Komplikasi utama adalah perforasi apendiks yang dapat menyebabkan peritonitis atau abses. Insiden perforasi tinggi pada anak-anak dan lansia, biasanya terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala perforasi mencakup demam, penampilan toksik, dan nyeri abdomen yang menetap. Nilai akademis terletak pada penjelasan potensi komplikasi yang serius. Secara pedagogis, bagian ini meningkatkan kesadaran mahasiswa tentang pentingnya diagnosis dan pengobatan dini.
VIII. Pengkajian Fokus
Pengkajian meliputi biodata, lingkungan, riwayat kesehatan (keluhan utama, riwayat kesehatan dahulu dan sekarang), dan pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, pemeriksaan colok dubur, uji psoas dan obturator). Pemeriksaan fisik mencakup identifikasi tanda-tanda khas apendisitis. Nilai akademisnya terletak pada penyajian pendekatan pengkajian yang sistematis. Secara pedagogis, bagian ini melatih mahasiswa dalam melakukan pengkajian pasien secara komprehensif.
IX. Pathways Keperawatan
Bagian ini memberikan gambaran alur proses penyakit apendisitis dari obstruksi hingga penanganan keperawatan pasca operasi. Nilai akademisnya terletak pada visualisasi proses penyakit dalam konteks keperawatan. Secara pedagogis, pathways ini membantu mahasiswa memahami alur berpikir dalam memberikan asuhan keperawatan.
X. Diagnosa dan Fokus Intervensi
Diagnosa keperawatan mencakup risiko infeksi, risiko kekurangan volume cairan, nyeri akut, dan kurang pengetahuan. Intervensi keperawatan disajikan secara detail untuk setiap diagnosa, termasuk rasional dan tujuan. Nilai akademisnya terletak pada aplikasis prinsip keperawatan dalam manajemen apendisitis. Secara pedagogis, bagian ini melatih mahasiswa dalam merumuskan diagnosa dan merencanakan intervensi keperawatan yang tepat dan terukur.