• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Persepsi Pengusaha Terhadap Iklim Usaha di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Persepsi Pengusaha Terhadap Iklim Usaha di Kota Medan"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PERSEPSI PENGUSAHA TERHADAP IKLIM USAHA DI KOTA MEDAN

OLEH

Ernita Lestari 100501015

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi pengusaha tentang iklim usaha di Kota Medan dan faktor apa yang paling dominan sebagai penentu iklim usaha di Kota Medan.

Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data skunder dengan metode pengumpulan data melakukan observasi, studi pustaka, dan kuesioner yang ditujukan kepada 100 pengusaha selaku responden yang dipilih secara acak (random

sampling). Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif, dimana data kualitatif didukung oleh pengolahan data kuantitatif.

Hasil analisis persepsi pengusaha menunjukkan bahwa, iklim usaha di Kota Medan kondusif. Hal ini dilihat dari pengaruh kebijakan pemerintah, kestabilan politik dan sosial, birokrasi dan infrastruktur. Dan dari hasil penelitian diketahui bahwa kestabilan politik dan sosial dianggap faktor paling dominan sebagai penentu iklim usaha, diikuti birokrasi dan infrastruktur serta kebijakan pemerintah.

(3)

ABSTRACT

This study aims to determine how perceptions of entrepreneurs about the business climate in the city of Medan and what is the most dominant factor as a determinant of the business climate in the city of Medan.

This research uses primary data and secondary data collection methods of data observation, literature review, and a questionnaire addressed to 100 employers as respondents were randomly selected (random sampling). The analysis technique used in this study is a descriptive analysis, which is supported by qualitative data quantitative data processing.

The results of the analysis indicate that the perception of the entrepreneur, the business climate in the city of Medan conducive. It is seen from the influence of government policy, political and social stability, bureaucracy and infrastructure. And from the research result shows that the political and social stability is considered the most dominant factor as a determinant of business climate, followed by bureaucracy and infrastructure and government policy.

(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim,

Dengan mengucap rasa syukur yang tak terhingga atas kuasa Allah SWT, atas nikmat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan syarat menempuh ujian Sarjana Ekonomi di Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Analisis Persepsi Pengusaha Terhadap Iklim Usaha di Kota

Medan”.

Dalam tulisan ini penulis banyak menerima bantuan dari banyak pihak, baik berupa dorongan semangat dan sumbangan pikiran. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis terutama kepada:

1. Secara khusus skripsi ini penulis persembahkan buat orang tua tercinta Julpan Hasan Siregar dan Nurma Siti Harahap, SH dan kedua adik penulis Maya Masitah dan Rizky Nurul Hasanah.

2. Bapak Prof. Dr.Azhar Maksum, M.Ec.Ac,Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Ec selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, Ph.D selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara sekaligus selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan masukan, saran, dan bimbingan yang baik kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini.

(5)

6. Seluruh teman-teman serta pihak yang telah banyak membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu diharapkan saran maupun kritikan yang sifatnya membangun sehingga penulis dapat memperbaiki kesalahan di lain kesempatan.

Semoga kiranya skripsi dapat bermanfaat bagi kita semua

Medan, 16 April 2024

(6)

DAFTAR ISI

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Iklim Usaha ... 7

2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Iklim Usaha ... 10

2.1.2 Peningkatan Iklim Usaha di Daerah …... 13

2.2 Kebijakan Pemerintah ... 14

2.3 Kestabilan Politik dan Sosial ... 20

2.4 Birokrasi ... 23

2.4.1 Birokrasi dan Investasi ... 25

2.4.2 Peran Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Investasi ... 26

2.5 Infrastruktur ... 27

2.5.1 Definisi Infrastruktur ... 27

2.5.2 Infrastruktur dan Investasi ... 28

2.6 Penelitian Sebelumnya ... 31

2.7 Kerangka Konseptual ... 33

BAB III METODE PENELIIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 34

3.2 Lokasi Penelitian ... 34

3.3 Batasan Operasional ... 34

3.4 Definisi Operasional ... 35

3.5 Skala Pengukuran Variabel ... 35

3.6 Populasi dan Sampel Data ... 36

3.7 Jenis dan Sumber Data ... 37

3.8 Metode Pengumpulan Data ... 37

3.9 Pengujian Instrumen Penelitian ... 38

(7)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perkembangan Iklim Usaha di Kota Medan ... 41

4.2 Gambaran Umum Responden ... 43

4.3 Hasil Uji Instrumen ... 48

4.3.1 Uji Validitas ... 48

4.3.2 Uji Reabilitas ... 49

4.4 Pemahaman Responden Tentang Iklim Usaha ... 50

4.5 Persepsi Pengusaha Tentang Iklim Usaha ... 53

4.6 Faktor Dominan Penentu Iklim Usaha ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 63

5.2 Saran ... 63

(8)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

4.1 Banyaknya Usaha di Beberapa Kabupaten/Kota

Tahun 2012 ... 42

4.2 Komposisi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Kota Medan ... 44

4.3 Komposisi Ressponden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kota Medan ... 45

4.4 Komposisi Responden Berdasarkan Kelompok Jenis Kelamin ... 45

4.5 Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Usaha ... 46

4.6 Komposisi Resonden Berdasarkan Status Perusahaan ….. 47

4.7 Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Perusahaan ... 47

4.8 Hasil Uji Validitas Kuesioner Pemahaman ... 48

4.9 Hasil Uji Validitas Kuesioner Persepsi ... 49

4.10 Uji Realibilitas Untuk Kuesioner Pemahaman ... 49

4.11 Uji Reabilitas Untuk Kuesioner Persepsi ... 50

4.12 Tingkat Pemahaman Responden Tentang Pengertian Iklim Usaha ... 51

4.13 Tingkat Pemahaman Responden Tentang Manfaat dari Iklim Usaha ... 51

4.14 Pemahaman Responden Tentang Iklim Usaha untuk Membaca Peluang Pasar ... 52

4.15 Pemahaman Responden Terhadap Iklim Usaha yang Kondusif Memberikan Keuntungan Bagi Pengusaha ... 53

4.16 Persepsi Pengusaha Tentang Kondisi Iklim Usaha di Kota Medan Kondusif ... 53

4.17 Persepsi Pengusaha Tentang Kebijakan Pemerintah Kota Medan dalam Dunia Usaha dinilai Baik …... 54

4.18 Persepsi Pengusaha Tentang Kota Medan dinilai Aman Untuk Membuka Usaha ... 55

4.19 Persepsi Pengusaha Tentang Sistem Birokrasi di Kota Medan Kurang Menguntungkan Dunia Usaha ... 56

4.20 Persepsi Pengusaha Terhadap Kondisi Infrastruktur di Kota Medan di Nilai Memadai ... 57

4.21 Akumulasi Gambaran Jawaban Responden Terhadap Faktor Penentu Ikim Usaha di Kota Medan ... 59

(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran

1. Kuesioner Penelitian 2. Data Responden

(11)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi pengusaha tentang iklim usaha di Kota Medan dan faktor apa yang paling dominan sebagai penentu iklim usaha di Kota Medan.

Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data skunder dengan metode pengumpulan data melakukan observasi, studi pustaka, dan kuesioner yang ditujukan kepada 100 pengusaha selaku responden yang dipilih secara acak (random

sampling). Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif, dimana data kualitatif didukung oleh pengolahan data kuantitatif.

Hasil analisis persepsi pengusaha menunjukkan bahwa, iklim usaha di Kota Medan kondusif. Hal ini dilihat dari pengaruh kebijakan pemerintah, kestabilan politik dan sosial, birokrasi dan infrastruktur. Dan dari hasil penelitian diketahui bahwa kestabilan politik dan sosial dianggap faktor paling dominan sebagai penentu iklim usaha, diikuti birokrasi dan infrastruktur serta kebijakan pemerintah.

(12)

ABSTRACT

This study aims to determine how perceptions of entrepreneurs about the business climate in the city of Medan and what is the most dominant factor as a determinant of the business climate in the city of Medan.

This research uses primary data and secondary data collection methods of data observation, literature review, and a questionnaire addressed to 100 employers as respondents were randomly selected (random sampling). The analysis technique used in this study is a descriptive analysis, which is supported by qualitative data quantitative data processing.

The results of the analysis indicate that the perception of the entrepreneur, the business climate in the city of Medan conducive. It is seen from the influence of government policy, political and social stability, bureaucracy and infrastructure. And from the research result shows that the political and social stability is considered the most dominant factor as a determinant of business climate, followed by bureaucracy and infrastructure and government policy.

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan Kota Medan dari tahun ke tahun sangat pesat. Kehadiran gedung-gedung pencakar langit, pusat-pusat perbelanjaan dan perkantoran modern, perhotelan, sarana transportasi umum modern serta kelengkapan sarana umum lain dalam konteks modern, menjadikan Kota Medan sebagai Kota Metropolitan. Tentu saja Kota Medan banyak dilirik oleh para calon investor sebagai daerah terbaik untuk berinvestasi di luar Pulau Jawa. Kondisi tersebut di atas dapat membentuk persepsi tentang iklim investasi di Kota Medan.

Untuk membentuk persepsi tersebut, tentu tidak terlepas dari peran serta pemerintah dengan kebijakan-kebijakan yang menarik minat para pengusaha agar mau berinvestasi. Pengusaha dapat menjalankan bisnisnya sekaligus membantu pemerintah mengembangkan atau bahkan memajukan sebuah kawasan. Dengan investasi kreatif dan inovatif sehingga menjadikan Kota Medan memiliki berbagai bidang usaha yang dapat dinikmati masyarakat.

Dalam perannya sebagai salah satu komponen masyarakat, pengusaha harus memiliki rasa tanggungjawab atas terwujudnya tujuan pembangunan nasional, yaitu kesejahteraan sosial, spiritual dan material. Untuk mewujudkan hal itu, pengusaha harus mampu menyusun dan mengaplikasikan managerial perusahaanya serta melihat peluang bisnis yang menguntungkan. Namun harus tetap sejalan dengan program pemerintah. Maka dari itu pengusaha juga harus memenuhi kualifikasi yang ditetapkan pemerintah sebagai syarat utama berinvestasi. Setelah itu, pengusaha juga harus memenuhi aturan yang ditetapkan pemerintah.

(14)

memadai. Selain itu, faktor ekonomi, politik dan kelembagaan, sosial dan budaya diyakini merupakan beberapa faktor pembentuk iklim investasi di suatu daerah. Untuk itu, para investor perlu diyakinkan bahwa daerah tersebut mempunyai iklim investasi yang sehat dan kemudahan serta kejelasan prosedur penanaman modal.

Namun, banyaknya kebijakan pemerintah yang tidak jelas, membuat timbulnya pungutan-pungutan baru baik yang legal maupun ilegal. Masalah lain yang timbul berkenaan dengan iklim investasi berdasarkan data hasil survei BaPenas dan Lembaga Penelitian Ekonomi Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) tahun 2008 adalah; Pertama, belum optimalnya pelaksanaan harmonisasi pusat dan daerah.

Kedua, kualitas infrastruktur yang kurang memadai. Ketiga, masih cukup panjangnya

perizinan investasi sehingga masih tingginya biaya perizinan investasi dibandingkan dengan negara kompetitor. Keempat, belum tercukupinya pasokan energi yang dibutuhkan untuk kegiatan industri. Krisis litrik yang sempat terjadi di Kota Medan, membuat pengusaha harus mengeluarkan biaya tambahan produksi. Kelima, banyak peraturan daerah yang menghambat iklim investasi. Keenam, masih terkonsentrasinya sebaran investasi di Pulau Jawa dan belum optimalnya pelaksanaan teknologi.

(15)

Pemerintah Daerah telah menerapkan peraturan daerah yang dimaksudkan untuk meningkatkan PAD namun tanpa mempertimbangkan beban yang harus ditanggung oleh para pengusaha. Namun demikian, telah dilakukan upaya-upaya yang signifikan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif, antara lain:

1. Reformasi pelayanan investasi.

Koordinasi antar tingkatan pemerintahan, baik vertikal maupun horizontal sangatlah penting, beberapa pemerintah daerah telah menerapkan sistem Unit Pelayanan Terpadu (UPT) dalam pelayanan perizinan. Sistem ini ditujukan untuk menyederhanakan birokrasi perizinan. Penerapan sistem ini berbeda-beda antardaerah, dalam hal prosedur kerja dan cakupan kewenangan. Selain itu beberapa pemerintah daerah telah menerapkan Sistem Perijinan Satu Atap (SINTAP). Dengan menciptakan layanan perizinan dan investasi, permohonan perizinan dapat diproses di satu tempat sehingga birokrasi menjadi lebih pendek, cepat dan efisien.

2. Sistem informasi potensi investasi.

Banyak pemerintah daerah yang telah menggunakan berbagai cara dan strategi tertentu untuk menarik investasi, antara lain pameran produk dan potensi investasi dan promosi melalui internet, berupa situs web yang berisi berbagai macam informasi mengenai potensi investasi dan prosedur layanan untuk investor.

3. Peningkatan dan provisi infrastruktur fisik.

(16)

sistem perizinan, penurunan berbagai pungutan yang tumpang tindih dan transparansi biaya perizinan.

Segala kondisi dan persyaratan investasi tersebut di atas juga berlaku di Kota Medan. Sebagai kota terbesar ke tiga di Indonesia, Kota Medan juga menjadi pusat ekonomi di Pulau Sumatera. Maka tidak heran jika ibu kota Provinsi Sumatera Utara ini berkembang sangat pesat. Tak hanya itu, letak Kota Medan yang sangat strategis, terletak di semenanjung Sumatera dengan pelabuhan Belawan yang termashur, menjadikan kota ini sebagai destinasi industri yang cukup menjanjikan. Namun karena beberapa sistem birokrasi yang ada, sehingga mempengaruhi persepsi pengusaha dalam menanamkan modalnya.

Untuk mengetahui kondisi investasi di Kota Medan melalui perspektif pengusaha dalam mendirikan usaha, maka perlu dilakukan penelitian tentang "Analisis Persepsi Pengusaha Terhadap Iklim Usaha Di Kota Medan".

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka ada beberapa rumusan masalah yang dapat dijadikan sebagai dasar kajian dalam penelitian yang akan dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah penulisan skripsi ini. Selain itu, perumusan masalah ini diperlukan sebagai cara untuk mengambil keputusan diakhir penulisan skripsi. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana persepsi pengusaha tentang iklim usaha di Kota Medan?

2. Faktor apa yang paling dominan sebagai penentu iklim usaha di Kota Medan? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

(17)

2. Untuk mengetahui faktor yang dianggap dominan sebagai penentu iklim usaha di Kota Medan.

b. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan pengetahuan bagi pembaca mengenai iklim invest tasi.

2. Hasil penelitian juga dapat di jadikan referensi bagi penulis lainnya.

3. Hasil penelitian ini menambah wawasan dan meningkatkan kemampuan penulis dalam melakukan penelitian.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Iklim Usaha

Berbicara tentang iklim usaha, biasanya tidak terlepas dengan kebijakan pemerintah, situasi politik serta beberapa hal lain yang berpengaruh baik secara langsung atau tidak langsung di sekelilingnya. Banyak pakar ekonomi yang mengatakan bahwa perbaikan iklim usaha mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan. Namun tidak semua hal itu dijalankan dengan baik oleh pihak-pihak terkait. Bahkan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lewat akun twitternya yang dikutip Kantor Berita Antara juga mengakui hal itu. Bahkan SBY meminta kepada semua pihak agar menjaga iklim investasi nasional dengan cara mencegah dan menghilangkan hambatan investasi di pusat dan di daerah. SBY juga memerintahkan kepada Gubernur, Walikota, Bupati agar bekerja penuh dan menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya.

Sementara itu, beberapa pendapat ahli yang penulis rangkum, ada yang mengatakan bahwa iklim usaha merupakan pengembangan bagi para investor dalam melakukan investasi. Dalam kaitan tersebut peran pemerintah menjadi sangat penting dalam setiap proses penanaman modal, bahkan rekomendasi pemerintah daerah merupakan syarat mutlak dalam penilaian kegiatan investasi di daerah dinyatakan layak. Hal tersebut berkaitan pula dengan masalah pemanfaatan tata ruang, gangguan lingkungan dan ketertiban umum.

(19)

Iklim usaha adalah kondisi yang mencerminkan sejumlah faktor yang berkaitan dengan lokasi tertentu yang membentuk kesempatan dan insentif bagi pemilik modal untuk melakukan usaha atau investasi secara produktif dan berkembang. Dengan demikian, iklim usaha yang kondusif adalah iklim yang mendorong investor melakukan investasi dengan biaya dan resiko serendah mungkin di satu sisi, dan dapat menghasilkan keuntungan jangka panjang setinggi mungkin di sisi lain (Stern, 2002). Hampir serupa dengan itu, Tambunan (2006), juga mengemukakan bahwa iklim usaha yang kondusif adalah iklim yang mendorong seseorang melakukan investasi dengan biaya dan resiko serendah mungkin, dan menghasilkan keuntungan jangka panjang yang tinggi.

Suatu kondisi iklim usaha yang ideal akan memberikan kesempatan bagi perusahaan dari usaha-usaha mikro ke multinasional atau perusahaan swasta untuk berkembang dan melakukan investasi secara produktif, menciptakan pekerjaan dan berkembang. Oleh karenanya, iklim usaha yang baik memainkan suatu peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.

Iklim usaha adalah suatu kumpulan faktor-faktor lokasi tertentu yang membentuk kesempatan dan dorongan bagi perusahaan untuk melakukan investasi secara produktif, menciptakan pekerjaan, dan mengembangkan diri. Kebijakan dan perilaku pemerintah memiliki suatu pengaruh yang besar melalui dampaknya terhadap biaya, risiko, dan pembatasan bagi persaingan (World Bank, 2005: 32).

(20)

Selain itu, iklim usaha merupakan suatu proses jangka panjang yang senantiasa berjalan searah dengan perkembangan usaha. Dalam investasi bukan hanya dipertimbngkan pada awal rencana investasi, akan tetapi merupakan variabel strategis yang akan menentukan keberhasilan investasi sepanjang perusahaan berjalan. Iklim usaha yang kondusif akan mendorong produktivitas yang lebih tinggi dengan memberikan kesempatan-kesempatan dan insentif bagi badan-badan usaha untuk berkembang, menyesuaikan diri dan menerapkan cara-cara yang lebih baik dalam menjalankan investasi.

"Iklim usaha yang kondusif akan memperkuat pertumbuhan ekonomi yang mendatangkan keuntungan dalam sektor perekonomian. Pertumbuhan ekonomi merupakan satu-satunya mekanisme yang berkelanjutan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.. Peningkatan iklim usaha merupakan daya penggerak bagi pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Iklim usaha yang baik adalah iklim usaha yang mampu memberikan manfaat kepada masyarakat secara keseluruhan." (www.ipb.ac.id: 2009).

2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Iklim Usaha

Banyak laporan atau teori yang mengemukakan tentang faktor yang mempengaruhi iklim usaha. Bahkan Bank Dunia pada tahun 2009 melaporkan bahwa faktor yang mempengaruhi iklim usaha yakni stabilitas politik dan sosial, kondisi infrastruktur dasar, sektor pembiayaan, pasar tenaga kerja, regulasi, perpajakan, birokrasi, korupsi, konsistensi dan kepastian kebijakan. Di antara faktor-faktor tersebut, menurut hasil World Economic Forum (WEF) mengemukakan bahwa faktor yang paling dominan mempengaruhi iklim usaha itu adalah stabilitas ekonomi makro, tingkat korupsi, birokrasi, dan kepastian kebijakan ekonomi.

(21)

mempengaruhi investasi dari yang terkecil paling atas sampai terbesar paling bawah meliputi:

1. Inflasi

2. Etika dan kinerja tenaga kerja yang buruk 3. Pemerintahan yang tidak stabil

4. Kriminalias 5. Regulasi valas 6. Akses keuangan 7. Tarif pajak

8. Regulasi tenaga kerja restriktif 9. Kebijakan tidak stabil

10. Kualitas SDM buruk 11. Korupsi

12. Regulasi perpajakan 13. Infrastruktur buruk

14. Birokrasi yang tidak sehat

Investasi yang ditanam di suatu daerah ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Tingkat keuntungan yang diramalkan

Ramalan mengenai keuntungan-keuntungan masa depan akan memberikan gambaran kepada pengusaha mengenai jenis-jenis usaha yang prospektif dan dapat dilaksanakan di masa depan, dan besarnya investasi yang harus dilakukan untuk memenuhi tambahan barang-barang modal yang diperlukan.

2. Suku Bunga

(22)

yang diperoleh lebih besar dari suku bunga. Seorang investor mempunyai dua pilihan di dalam menggunakan modal yang dimilikinya yaitu: pertama, dengan meminjamkan atau membungakan uang tersebut (deposito). Kedua, dengan menggunakannya untuk investasi.

3. Ramalan mengenai ekonomi di masa depan

Dengan adanya ramalan tentang kondisi di masa depan akan dapat menentukan tingkat investasi yang akan tercipta dalam perekonomian. Apabila ramalan di masa depan adalah baik maka investasi akan naik. Sebaliknya, apabila ramalan kondisi ekonomi di masa akan datang adalah buruk, maka tingkat investasi akan rendah.

4. Kemajuan teknologi

Dengan adanya temuan-temuan teknologi (inovasi), maka akan semakin banyak kegiatan pembaharuan yang akan dilakukan oleh pengusaha, sehingga semakin tinggi tingkat investasi yang dicapai.

5. Tingkat pendapatan nasional dan perubahannya

Dengan bertambahnya pendapatan nasional maka tingkat pendapatan masyarakat akan meningkat, daya beli masyarakat juga meningkat, total aggregat demand yang pada akhirnya akan mendorong tumbuhnya investasi lain (Induced

Invesment).

6. Keuntungan yang diperoleh

Semakin besar keuntungan yang diperoleh perusahaan, maka akan mendorong para pengusaha untuk menyediakan sebahagian keuntungan yang diperoleh untuk investasi-investasi baru.

7. Situasi politik

(23)

memperoleh kembali modal yang di tanam dan memperoleh keuntungan. Sehingga stabilitas politik jangka panjang akan diharapkan oleh investor.

8. Pengeluaran yang dilakukan pemerintah

Pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah dapat berupa pengeluaran pembangunan yang rutin baik itu dalam penyediaan sarana dan prasarana atau fasilitas publik dalam menunjang kegiatan investasi dan juga perekonomian secara keseluruhan baik itu skala nasional maupun daerah. Sehingga menarik para investor dalam negeri maupun asing untuk berinvestasi disuatu negara ataupun daerah.

9. Kemudahan yang diberikan oleh pemerintah setempat

Tersedianya kemudahan-kemudahan dalam birokrasi, dalam perpajakan

(taxholiday), yaitu suatu keringanan di dalam pajak apabila suatu perusahaan mau

menanamkan keuntungan yang diperolehnya ke dalam investasi baru, ataupun apabila perusahaan yang bersangkutan mau dan bersedia menanamkan investasinya disuatu daerah dalam kurun waktu tertentu sehingga mendorong para investor untuk menanamkan modalnya.

2.1.2 Peningkatan Iklim Usaha di Daerah

Dinamika perkembanan ekonomi daerah yang selama ini banyak digerakkan oleh konsumsi domestik, perlu juga didorong oleh investasi dan ekspor. Untuk itu, diperlukan iklim usaha yang kondusif (Kuncoro, 2004).

Potensi investasi di daerah adalah objek yang ditawarkan untuk melakukan kerjasama dalam investasi bagi daerah. Masing-masing daerah harus memiliki objek investasi. Masing-masing propinsi baik kabupaten maupun kota dapat mengembangkan objek investasi sesuai dengan potensi yang dimilikinya, yaitu meliputi:

1. Kawasan industri

(24)

3. Pengembangan sektor unggulan

4. Sektor yang terkait dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

2.2 Kebijakan Pemerintah

Iklim usaha menjadi kunci awal pembangunan daya saing industri nasional. Dalam rangka menciptakan dan menjaga iklim usaha yang kondusif, pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan memperhatikan beberapa faktor dominan penentu iklim usaha. Menurut Kementerian Perindustrian faktor-faktor tersebut meliputi:

1. Infrastruktur 2. Kepastian berusaha 3. Pelayanan Birokrasi

4. Kualitas SDM dan Tenaga Kerja 5. Fasilitas Fiskal

Dengan mempertimbangkan kondisi aktual atas faktor-faktor tersebut, pemerintah melalui berbagai kementerian dan lembaga telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan dalam rangka pembentukan kebijakan pendukung iklim usaha nasional. Peraturan perundang-undangan yang secara langsung dan berdaya saing, dapat dikategorikan ke dalam empat kelompok kebijakan, yaitu:

A. Kebijakan Insentif Fiskal 1. Perpajakan

1.1 Pembebasan Pajak Penghasilan Waktu Tertentu (Tax Holiday) 1.2 Pengurangan Pajak Penghasilan (Tax Allowance)

1.3 Bea Masuk Penanaman Modal 2. Kepabeanan

(25)

3.1 Kredit dan Keringanan Suku Bunga guna Peremajaan Mesin Produksi B. Kebijakan Insentif Non Fiskal

1. Pendaftaraan Izin Investasi secara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) 2. Kemudahan Izin Keimigrasian bagi Tenaga Kerja Asing

3. Fasilitas Nonfiskal Kepabeanan

3.1 Pelayanan Segera (Rush Handling)

3.2 Pembongkaran atau Penimbunan di Luar Kawasan Pabean 3.3 Impor Sementara

3.4 Importir Jalur Prioritas dan Importir Mitra Utama (MITA) 3.5 Pemberitahuan Pendahuluan (Prenotificatiori)

C. Kebijakan Insentif dalam Kawasan

Seiring dengan rencana pengembangan iklim investasi, pemerintah juga secara bertahap dan terus menerus menata pengembangan industri dalam kawasan khusus. Penataan dalam kawasan terutama bertujuan untuk membangun sistem koordinasi antar sektor industri yang lebih efisien, meningkatkan daya saing industri dan investasi, serta memperkuat sekaligus melindungi industri pelaku usaha industri didorong untuk melakukan kegiatan industri di dalam kawasan-kawasan khusus. Upaya ini dilakukan pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan insentif dalam kawasan. Sesuai jenis dan peruntukan kawasan, beberapa fasilitas insentif diberikan pemerintah antara lain:

1. Insentif dalam Kawasan Berikat

2. Insentif dalam Kawasan Ekonomi Terpadu (Kapet) 3. Insentif dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) 4. Kawasan Perdagangan Bebas

5. Kawasan Industri

(26)

strategi dasar yang dilakukan pemerintah untuk mendukung kebijakan tersebut, yakni

pertama menjalankan kembali politik upah murah dan kedua menerapkan

prinsip-prinsip liberal, fleksibel dan terdesentralisasi dalam urusan ketenagakerjaan (Indrasari: 2012).

Kebijakan pemerintah juga dapat mempengaruhi investasi, kebijakan pemerintah yang bersifat kondusif akan berdampak positif pada iklim investasi. Kebijakan moneter longgar (easy monetery policy) yang merupakan kebijakan dari pemerintah akan ditandai dengan tingkat bunga yang rendah dan penyaluran kredit yang tinggi, dan kebijaksanaan fiskal yang kondusif seperti adanya tax holiday. Tingkat pajak (keuntungan usaha, bea masuk, pertambahan niliai) yang rendah, dan biaya energi (listrik dan BBM) yang murah, kemudahan perizinan dan birokrasi cenderung berdampak positif bagi kegiatan investasi. Sebaliknya yang terjadi terhadap investasi adalah negatif jika kebijaksanaan pemerintah bersifat ketat baik disektor moneter, fiskal dan sektor lainnya.

Keuntungan yang diperoleh perusahaan juga akan mempengaruhi besar kecilnya investasi yang dilakukan. Dengan keuntungan yang besar, potensi untuk melakukan investasi meningkat baik dengan dana sendiri maupun melalui hutang (atas perbankan atau penjualan obligasi) atau penjualan saham perusahaan. Infastruktur juga merupakan faktor yang ikut mendorong terciptanya iklim investasi yang kondusif seperti keadaan jalan yang baik, tersedianya pelabuhan yang memadai, tersedianya sumber energi yang dibutuhkan perusahaan, tersedianya fasilitas transportasi, telekomunikasi akan membantu meningkatkan kegiatan investasi.

(27)

1. Penyusunan dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan penanaman modal, yang diharapkan dapat diundangkan pada tahun 2006.

2. Penyederhanaan prosedur dan peningkatan pelayanan penanaman modal baik di tingkat pusat maupun daerah.

3. Penanganan pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (penegakan hukum dan kerja sama dengan instansi terkait.

4. Penyusunan rancangan amandemen UU No. 5 Tahun 1999.

5. Memprakarsai dan mengkoordinasikan pembangunan kawasan industri.

Untuk menjamin pengembangan iklim usaha dan investasi, maka upaya yang dilakukan adalah melakukan minimalisir berbagai hambatan yang terjadi. Meskipun demikian, rendahnya kinerja investasi masih menghadapi beeberapa permasalahan dan tantangan pokok yaitu sebagai berikut:

1. Prosedur perizinan yang terkait dengan investasi yang panjang, dimana prosedur perizinan untuk memulai usaha di Indonesia termasuk sangat lama.

2. Rendahnya kepastian hukum yang tercermin dari masih banyaknya tumpang tindih kebijakan antara pusat dan daerah serta antar sektor.

3. Belum menariknya insentif bagi kegiatan investasi, dimana jika dibandingkan dengan negara-negara lain, Indonesia termasuk tertinggal di dalam menyusun insentif investasi.

4. Rendahnya kualitas infrastruktur yang sebagian besar dalam keadaan rusak akibat krisis

5. Iklim ketenagakerjaan yang korang kondusif bagi berkembangnya investasi. 6. Kurangnya jaminan keamanan untuk melakukan kegiatan investasi atau usaha.

(28)

sistem distribusi nasional guna mendukung kelancaran barang ekspor. Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam peningkatan perdagangan dalam negeri adalah:

1. Masih tingginya biaya ekonomi yang harus ditanggung oleh dunia usaha secara langsung menurunkan daya saing produk ekspor;

2. Masih rendahnya penggunaan produk dalam negeri, baik oleh industri maupun konsumen;

3. Belum optimalnya pemanfaatan mekanisme bursa berjangka komuditi sebagai sarana hedging price discovery dan investasi;

4. Belum optimalnya pelaksanaan dan penerapan perlindungan konsumen;

5. Maraknya ekses pelaksanaan otonomi daerah yang banyak menghambat kelancaran distribusi barang dan jasa;

6. Keterbatasan dan rendahnya kualitas infrastruktur seperti jalan, pelabuhan laut, pelabuhan udara, listrik dan jaringan komunikasi merupakan faktor utama penyebab tingginya biaya ekspor; dan

7. Masih belum terintegrasinya sistem jaringan koleksi dan distribusi nasional yang kurang mendukung peningkatan daya saing eskpor.

Penciptaan iklim persaingan usaha sehat dan peningkatan perlindungan konsumen sangat penting untuk mendorong peningkatan daya saing produk ekspor yang berbasis efisiensi dan kompetitif. Namun demikian, permasalahan dan tantangan yang masih dihadapi dalam mewujudkan persaingan usaha yang sehat adalah:

1. Masih lemahnya tingkat kesadaran para pelaku usaha dalam memahami nilai-nilai persaingan usaha yang sehat.

2. Proses peradilan dalam penagakan persaingan usaha masih belum berjalan secara optimal.

(29)

dan tantangan yang dihadapi dalam perlindungan konsumen adalah percepatan upaya penataan peraturan perundangan untuk meningkatkan efektifitas implementasi penagakan perlindungan konsumen.

2.3 Kestabilan Politik dan Sosial

Kestabilan politik dan sosial merupakan unsur penting lain dalam pelaksanakan iklim usaha yang kondusif. Kondisi politik yang kurang stabil dan tidak menentu dapat berpengaruh pada menurunnya kegairahan investasi. Ketidakstabilan merupakan unsur penting lain dalam iklim usaha. Ketidakstabilan politik di satu sisi mengakibatkan arah kebijakan pemerintah tidak jelas dan tidak ada kepastian hukum (misalnya karena seringnya pergantian menteri) termasuk di bidang investasi. Di sisi lain hal ini dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi makro seperti tingkat inflasi dan ketidakstabilan rupiah. Faktor sosial dibutuhkan untuk melihat dan menjaga keamanan investasi, karena Kota Medan merupakan daerah yang didomisili oleh macam-macam suku bangsa dan ras maka berpotensi terjadi kerusuhan yeng bersifat etnis, agama, separatisme, kecemburuan social. Maka pengusaha cenderung teliti mendirikan atau menanamkan modalnya di daerah tersebut.

(30)

Sebagai gambaran, ketidakpastian arah politik di Indonesia pada tahun-tahun awal krisis politik pasca orde baru berimbas pula pada timbulnya ketidakstabilan ekonomi, pengalaman krisis tersebut membuktikan bahwa kerapuran dalam sistem politik, sosial budaya, keamanan dan pemerintahan merupakan faktor yang amat dominan dalam mendorong proses perluasan ketidakpastian penegakan hukum merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya tingkat willingness bagi para investor untuk berinventasi di Indonesia (http://plnpusdiklat.co.id).

Menurut (Widjajono: 2012) penanganan masalah sosial atau pemerataan adalah tugas pemerintah dan masyarakat. Peran pemerintah dalam pemerataan adalah untuk melaksanakan keadilan sosial. Pemerataan kesempatan dan pendapatan yang ditimbulkan oleh sistem pasar bebas dapat tidak adil karena tidak dilakukan dalam level playing field (tempat bermain yang seimbang) dan tidak memihak kepada kaum lemah. Walaupun demikian, keadilan bukanlah suatu hal yang statis dan absolut akan tetapi merupakan suatu hal yang dinamis dan relatif tergantung kepada persepsi pengusaha.

Keputusan-keputusan pengusaha sangat dipengaruhi oleh perkembangan dalam lingkungan politik/hukum. Lingkungan ini terbentuk oleh hukum-hukum, lembaga, pemerintah, dan kelompok penentang yang mempengaruhi dan membatasi gerak-gerik berbagai kegiatan si pengusaha. Hal seperti siapa yang berkuasa disuatu negara, bagaimana ia menjalankan pemerintahannya, apa peran dan kekuasaan yang dimiliki oleh pelaku dalam percaturan politik suatu negara dan bagaimana dampaknya terhadap pemilik usaha dan penciptaan profit oleh pengusaha, bagaimana peran pelaku ekonomi dalam negara tersebut, serta bagaimana distribusi pendapatan yang ada merupakan faktor-faktor penentu peluang dan ancaman bisnis di dalam suatu negara.

(31)

lingkungan sosial yang berbeda. Masyarakat desa cenderung membentuk sistem kekerabatan perluasan keluarga (extended family), sedangkan masyarakat perkotaan cenderung membentuk sistem kekerabatan keluarga inti (nuclear family) (Josephinejoe: 2012).

2.4 Birokrasi

Birokrasi terdiri dari kata yaitu biro yang artinya meja dan krasi kekuasaan. Birokrasi memiliki dua elemen utama yang dapat membentuk pengertian, yaitu peraturan atau norma formal dan hirarki. Jadi, dapat dikatakan pengertian birokrasi adalah kekuasaan yang bersifat formal yang didasarkan pada peraturan atau undang-undang dan prinsip-prinsip ideal bekerjanya suatu organisasi. Secara etimologi birokrasi beasal dari istilah “buralist” yang dikembangkan oleh Reineer von Stein pada 1821, kemudian menjadi “bureaucracy” yang akhir-akhir ini ditandai dengan cara-cara kerja yang rasional, impersonal dan leglistik (Thoha, 1995 dalam Hariyoso, 2002).

Birokrasi merupakan instrumen pemerintah untuk mewujudkan pelayanan publik yang efisien, efektif, berkeadilan, transparan dan akuntabel. Hal ini berarti bahwa untuk mampu melaksanakan fungsi pemerintah dengan baik maka organisasi birokrasi harus profesional, tanggap, aspiratif terhadap berbagai tuntutan masyarakat yang dilayani. Seiring dengan hal tersebut pembinaan aparatur negara dilakukan secara terus-menerus, agar dapat menjadi alat yang efisien dan efektif, bersih dan berwibawa, sehingga mampu menggerakkan pembangunan secara lancar dengan dilandasi semangat dan sikap pengabdian terhadap masyarakat.

(32)

publik (Agus Dwiyanto, 2002: hal 228). Berbagai permasalahan yang ada dalam tubuh birokrasi tersebut merupakan serangkaian permasalahan yang ada dalam tubuh birokrasi baik pusat maupun di daerah-daerah. Khususnya bagi daerah, otonomi daerah yang semula diharapkan untuk lebih baik, justru pada kenyataannya tujuan belum mampu dijalankan dengan baik, yang terjadi kebijakan-kebijakan daerah di tengah jalan yang berakibat semakin jeleknya pelayanan publik.

Tjokroamidjojo (1988) mengidentifikasikan ada empat aktor besar yang menghambat efisiensi administrasi negara (birokrasi), yaitu:

a. Kecenderungan membengkaknya birokrasi baik dalam arti struktural maupun luasnya campur tangan terhadap kehidupan masyarakat.

b. Lemahnya kemampuan manajemen pembangunan baik dalam perencanaan, pelaksanaan, koordinasi, dan pengawasan.

c. Rendahnya produktivitas pegawai negeri. Siagian (1987), mengidentifikasikan ada tiga jenis kelemahan yang melekat pada pegawai negeri, yaitu:

1. Kemampuan manajerial, yaitu kurangnya kemampuan memimpin, menggerakkan bawahan, melakukan koordinasi dan mengambil keputusan.

2. Kemampuan teknis, yaitu kurangnya kemampuan untuk secara terampil melakukan tugas-tugas, baik yang bersifat rutin, maupun yang bersifat pembangunan.

3. Kemampuan teknologis, yaitu kurangnya kemampuan untuk memanfaatkan hasil-hasil penemuan teknologi dalam pelaksanaan tugas.

2.4.1 Birokrasi dan Investasi

(33)

berinvestasi, maka investor cenderung menempuh jalur informal. Pemerintah yang seharusnya memberikan pelayanan yang baik, justeru bertindak sebagai penguasa. Kebijakan yang dikeluarkan sepertinya bukan mempermudah, melainkan mempersulit. Jika birokrasinya buruk, maka sangat berkolerasi dengan tingkat korupsi yang tinggi.

Survei Bank Dunia menunjukkan bahwa untuk memulai investasi di Indonesia, pengusaha harus melewati 12 prosedur yang memerlukan waktu 151 hari. Dalam hal biaya, prosedur panjang ini setara dengan 130,7 % dari pendapatan per kapita penduduk Indonesia. Para investor juga menaruh uangnya minimal 125,7% dari pendapatan perkapita di bank untuk memperoleh izin berusaha. Untuk menutup usaha, membutuhkan waktu 6 tahun dan melewati sebanyak 34 prosedur, (Kompas 2 Juli 2005 dalam Suranto dan Isharyanto: 2007).

Dalam peta perekonomian internasional, Indonesia menepati urutan ke 120. Kondisi ini tentu cukup memprihatinkan mengingat posisi negara-negara lain ke Asean saja, Indonesia jauh tertinggal. Posisi pertama ditempati Singapura, Malaysia (6), Thailand (18), Brunei Darussalam (59) dan Vietnam (99). Beberapa masalah yang membuat peringkat Indonesia jeblok adalah: akses listrik (121), pembayaran pajak (137) dan melulai usaha atau berinvestasi (175), (World Bank Report Doing Business, 2014 dalam 2.4.2 Peran Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Investasi

Peran Ekonomi Daerah adalah suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan rill perkapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan.

Pemerintah daerah memiliki empat peran strategi dalam pembangunan ekonomi daerah, yakni:

(34)

2. Peran koordinator, penetapan dalam kebijakan dan strategi pembangunan yang melibatkan masyarakat

3. Peran fasilitator, pemerintah daerah mempercepat pembangunan daerah melalui perbaikan lingkungan (perilaku)

4. Peran stimulator, memberikan rangsangan pengembangan usaha dan investasi. Berdasarkan fungsi dan peranan di atas dalam pembangunan ekonomi daerah maka pemerintah daerah memiliki beberapa strategi dalam pengembangan ekonominya. Beberapa strategi dapat dilakukan melalui:

1. Pengembangan fisik atau lokalitas, kawasan industri, kawasan investasi lainnya.

2. Strategi pengembangan dunia usaha melalui upaya-upaya kebijakan yang merangsang usaha, melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a. Perbaikan kualitas lingkungan

b. Pengembangan pusat informasi dan promosi c. Pusat pengembangan usaha kecil

d. Pusat penelitian produk daerah.

Berdasarkan strategi di atas, maka perlu dikembangkan informasi dan promosi yang terkait dengan pengembangan usaha yang meliputi peluang-peluang investasi dan pengembangan perekonomian wilayah

2.5 Infrastruktur

2.5.1 Definisi Infrastruktur

(35)

lainnya. Sedangkan dalam Peraturan Presiden RI No. 7 tahun 2005 tentang rencana pembangunan jangka menengah nasional tahun 2004 – 2009 dinyatakan bahwa infrastruktur adalah fasilitas yang disediakan pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Infrastruktur meliputi sarana dan prasarana milik pemerintah pusat dan daerah sebagai berikut:

1. Fasilitas transportasi, terdiri dari fasilitas jalan, jembatan, fasilitas transportasi darat, laut, udara yang disediakan pemerintah untuk memperlancar kegiatan distribusi barang dan manusia.

2. Energi, terdiri dari listrik, BBM dan gas. 3. Pos, telekomunikasi dan informatika. 4. Sumber daya air dan air bersih. 5. Perumahan dan pemukiman.

6. Kesehatan terdiri dari kebersihan, pengelolaan lingkungan, limbah dan sebagainya.

Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat (Grigg, 2000).

2.5.2 Infrastruktur dan Investasi

(36)

Dampak dari kekurangan infrastruktur serta kualitasnya yang rendah menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi dan tenaga kerja. Sehingga pada akhirnya banyak perusahaan akan keluar dari bisnis atau membatalkan ekspansinya. Karena itulah infrastruktur sangat berperan dalam proses produksi dan merupakan prakondisi yang sangat diperlukan untuk menarik akumulasi modal sektor swasta.

Dalam World Bank Report, insfrastruktur dibagi dalam 3 golongan, yaitu (Bank Dunia, 1994 dalam Bagus Teguh Pamungkas, 2009):

a. Infrastruktur ekonomi, merupakan aset fisik yang menyediakan jasa dan digunakan dalam produksi dan konsumsi final meliputi public utilities (telekomunikasi, air minum, sanitasi dan gas), public works (bendungan, saluran irigasi dan drainase) serta sektor transportasi (jalan, kereta api, angkutan pelabuhan dan lapangan terbang).

b. Infrastruktur sosial, merupakan aset yang mendukung kesehatan dan keahlian masyarakat meliputi pendidikan (sekolah dan perpustakaan), kesehatan (rumah sakit, pusat kesehatan) serta untuk rekreasi (taman, museum dan lain-lain).

c. Infrastruktur administrasi/institusi, meliputi penegakan hukum, kontrol administrasi dan koordinasi serta kebudayaan.

Selain itu, Ian Jacob (1999) membagi infrastruktur menjadi 2, yaitu:

1. Infrastruktur dasar (basic infrastructure) meliputi sektor-sektor yang mempunyai karakteristik publik dan kepentingan yang mendasar untuk sektor perekonomian lainnya, tidak dapat diperjualbelikan (nontradable) dan tidak dapat dipisah-pisahkan baik secara teknis maupun spasial. Contohnya, jalan raya, kereta api, kanal, pelabuhan laut, bendungan dan sebagainya.

(37)

Jika melihat kondisi infrastruktur yang ada di Kota Medan, maka penulis lebih menekankan pada lemahnya sektor sarana dan prasarana transportasi. Hal itu dilihat dari kondisi jalan yang sempit dan berlubang sehingga menimbulkan berbagai hambatan dalam bertranspostasi. Sementara transportasi merupakan kebutuhan turunan (derived demand) akibat aktivitas ekonomi, sosial, dan sebagainya. Dalam kerangka makro-ekonomi, transportasi merupakan tulang punggung perekonomian nasional, regional, dan lokal, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Harus diingat bahwa sistem transportasi memiliki sifat sistem jaringan di mana kinerja pelayanan transportasi sangat dipengaruhi oleh integrasi dan keterpaduan jaringan.

Padahal transportasi merupakan alat untuk memindahkan orang dan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan menggunakan kendaraan (Suharjoko, 2002: 8). Transportasi juga banyak disebutkan sebagai sarana vital dalam infrastruktur. Untuk di Indonesia, secara keseluruhan terlihat peran infrastruktur transportasi dalam pertumbuhan ekonomi, atau dalam bahasa lain dapat dikatakan seiring dengan berjalannya waktu, pertumbuhan infrastruktur transportasi dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik (Litbang Dephub dan LPPM ITS, 2004). Bukan itu saja, trasnportasi termasuk ke dalam salah satu faktor yang mempengaruhi iklim investasi selain stabilitas politik dan sosial, stabilitas ekonomi yang tergolong ke dalam infrastruktur dasar yang meliputi listrik, telekomunikasi, sarana dan prasarana jalan, serta pelabuhan. Sementara fakto lain seperti listrik, sarana telekomunikasi dan pelabuhan, penulis beranggapan bahwa hal itu bukan menjadi permasalahan berarti untuk kota sekelas Medan.

2.6 Penelitian Sebelumnya

(38)

untuk menganalisis investasi yang prospektif bagi Kabupaten Nganjuk, dan investasi yang prospektif di kerjasamakan dengan beberapa Kabupaten lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim investasi di Kabupaten Nganjuk belum kondusif, hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain: biaya pengurusan perijinan kurang transparan, proses penyelesaian terlalu lama, infrastruktur kurang mendukung, keamanan berinvestasi kurang terjamin, sarana sosialisasi potensi dalam rangka mendukung investasi masih minim, dan kelembagaan belum kondusif.

Jurnal penelitian yang ditulis oleh Andi dan Nandang (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan Iklim Investasi Daerah”. Hasil penelitian menunjukkan pengembangan informasi perlu dikelola secara khusus baik kelembagaan maupun content atau materi informasi yang terkait dengan penyebaran informasi yang bersifat promotif bagi dunia investor dan konsumen pada umumnya. Oleh sebab itu, diperlukan upaya standar promosi daerah serta kelembagaannya sehingga informasi yang disampaikan memiliki kejelasan serta memiliki kepastian bagi investor. Begitu juga kelembagaan dalam memberikan pelayanan dapat memberikan kepuasan customeri. Untuk itu perlu disusun pedoman pengembangan promosi investasi dan promosi ekonomi untuk medukung kinerja pemerintah daerah dalam upaya pengembangan daerahnya, terutama dalam pembangunan perekonomian.

(39)

Untuk faktor kelembagaan yang menjadi skala prioritas untuk diperhatikan adalah kepastian hukum melalui konsistensi peraturan dan penegakan hukum yang masih dirasakan distorsif. Sedangkan faktor sosial politik yang harus diperhatikan adalah tingkat keamanan guna menjamin kelangsungan berusaha dan gangguan masyarakat disekitar tempat kegiatan usaha berada.

2.7 Kerangka Konseptual

Gambar 2.1

Kerangka Konseptual Kestabilan

Politik dan Sosial

Infrastrutur

Iklim Usaha Persepsi Pengusaha Birokrasi

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah-langkah sistematik atau prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulkan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian. Adapun metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai proses pemecahan masalah yang diselidiki dengan melukiskan keadaan subjek dan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau bagaimana adanya.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan survei yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pook (Singarimbun, 1995: 3).

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. 3.3 Batasan Operational

Untuk menghindari kesimpangsiuran dalam membahas dan menganalisis permasalahan, maka penelitian ini dibatasi faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi pengusaha terhadap iklim usaha di Kota Medan. Penelitian yang dikalukan penulis terbatas pada faktor-faktor seperti berikut:

1. Kebijakan Pemerintah 2. Kestabilan Politik dan Sosial 3. Birokrasi

(41)

3.4 Definisi Operasional

Definisi operasional bertujuan untuk melihat sejauh mana variabel dari suatu faktor yang berkaitan dengan variabel faktor lainnya. Dalam penelitian ini variabel-variabel yang menjadi objek penelitian dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. Persepsi pengusaha adalah pemahaman atau pandangan seseorang yang timbul dari pengalaman yang telah diperolehnya, baik yang dilakukan sendiri maupun kesan dari orang lain. Akumulasi dari persepsi akan mampu membentuk suatu opini asumsi atau kesimpulan tentang sesuatu yang telah dialaminya.

2. Iklim usaha adalah kondisi yang mencerminkan sejumlah faktor yang berkaitan dengan lokasi tertentu yang membentuk kesempatan dan insentif bagi pemilik modal untuk melakukan usaha atau investasi secara produktif dan berkembang. Di sini penulis mengangkat tentang kebijakan pemerintah, kestabilan politik dan sosial, birokrasi, serta infrastruktur sebagai faktor penentu iklim usaha.

3.5 Skala Pengukuran Variabel

Skala pengukuran yang digunakan adalah skala likert sebagai alat untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam melakukan penelitian ini terdapat variabel-variabel yang akan diuji, pada setiap jawaban akan diberi skor (Sugiyono, 2008: 132).

Pembagiannya adalah:

(42)

Pada penelitian ini responden diharuskan memilih salah satu dari sejumlah kategori jawaban yang tersedia.

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi yang dipilih oleh penulis yaitu pengusaha yang membuka usaha di Kota Medan dengan jumlah sampel yang diambil sebanyak 100 responden dari jumlah usaha sebesar 222.133 populasi. Untuk menentukan ukuran sampel, ada dua hal penting yang harus dijawab terlebih dahulu. Pertama, berapa derajatkah ketetapan yang diinginkan, kedua berapa persen benar baru kita dapat menerima derajat ketetapan tersebut? (Nazir, 2005). Untuk menentukan jumlah ukuran sampel dipakai rumus dari Taro Yamane (Riduan, 2010) sebagai berikut:

n

n = jumlah sampel N = jumlah populasi

D = kesalahan atau presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 95%)

Nilai derajat kecernatan yang diambil dalam studi ini adalah sebesar 10%, sehingga menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan pada studi ini adalah 90%, dengan jumlah populasi di Kota Medan sebanyak 222.133.

n n n

n = 100 responden 3.7 Jenis dan sumber Data

1. Data Primer

(43)

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), buku literatur, internet, jurnal, tesis serta bacaan lain yang berhubungan dengan penelitian dan berbagai sumber yang berhubungan dengan penelitian yang digunakan hanya sebagai data penunjang.

3.8 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan yaitu: 1. Observasi

Observasi adalah dengan melakukan pengamatan berlangsung terhadap objek yang akan diteliti, dalam hal ini adalah pengusaha yang ada di Kota Medan. 2. Kuesioner

Kuesioner adalah salah satu teknik pengumpulan data dengan cara menyebar angket (daftar pertanyaan) kepada responden yang dijadikan sampel penelitian. Dalam hal ini, yang menjadi responden adalah pengusaha Kota Medan.

3. Studi Kepustakaan

Teknik studi kepustakaan adalah mengumpulkan data dan informasi melalui berbagai literatur yang relevan atau berhubungan dengan permasalahan yang ada dalam penulisan skripsi ini, dapat diperoleh dari buku-buku, internet, jurnal, tesis, dan sebagainya.

3.9 Pengujian Instrumen Penelitian

Pengujian instrumen cukup penting dilakukan karena akan menentukan tingkat ketepatan atau ketelitian kesimpulan penelitian. Pengujian instrumen terdiri dari:

1. Uji Validitas

(44)

pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.

Uji validitas dilakukan dengan cara menguji kolerasi antara skor item dengan skor total masing-masing variabel. Secara statistik, angka kolerasi bagian total yang diperoleh hams dibandingkan dengan angka dalam tabel r produk moment. Apabila rhitung > rtabel, maka pertanyaan dikatakan valid. Sedangkan jika rhitung < rtabel maka pertanyaan dikatakan tidak valid.

Rumus :

= Jumlah kuadrat skor item

∑Y2

= Jumlah kuadrat skor item

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliable atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali 2006: 45). Teknik pengujian reliabilitas ini menggunakan teknik uji statistik Cronbach Alpha, dengan rumus sebagai berikut:

)

a = Koefisien reliabilitas k = Jumlah butir

(45)

Hasil perhitungan menunjukkan reliable bila koefisien alphanya (α) lebih besar dari 0,6 artinya kuesioner dapat dipercaya dan dapat digunakan untuk penelitian.

3.10 Teknik Analisis Data

Teknik analisis merupakan suatu teknik yang digunakan untuk memperoleh data dari hasil kompilasi. Tahap analisis ini digunakan untuk merangkum semua masalah dan program rencana dari tiap sektor kegiatan untuk dituangkan secara global. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini merupakan analisis deskriptif, dimana data kualitatif didukung oleh pengelolaan data kuantitatif. Metode yang digunakan dengan pengukuran menggunakan skala Likert. Pada tahun 1932 Rensis Likert mengembangkan teknik ini untuk mengukur sikap masyarakat.

(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perkembangan Iklim Usaha di Kota Medan

Kota Medan sebagai ibu kota propinsi Sumatera Utara dahulunya dikenal dengan nama Tanah Deli sebagai pusat pemerintahan Kesultanan Deli dan juga sebagai lokasi perdagangan dan usaha. Kota Medan sejak dahulu adalah penghasil tembakau dengan kualitas terbaik di dunia. Hal itu pula yang menjadikan nama Medan sebagai lokasi berinvestasi untuk membuka usaha atau perkebunan. Sekarang Kota Medan memiliki luas 26.510 Ha atau setara dengan 265,10 km2. Luas wilayah Kota Medan merupakan 3,6% dari total luas wilayah Sumatera Utara secara keseluruhan dengan jumlah penduduk 2,2 juta jiwa.

Sebagai kota terbesar di luar Pulau Jawa masih menjadi destinasi investasi bagi para pengusaha. Jika dilihat dari perkembangan dan pembangunan di kota ini, seharusnya banyak sekali yang terjun menekuni dunia usaha. Tapi pada kenyataannya, hanya 1% - 2% saja dari total penduduk yang memilih untuk jadi pengusaha. Masih banyak yang menginginkan berkarir di institusi pemerintahan, menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau anggota TNI/Polri sebagai sebuah pencapaian yang sangat prestisius, tanpa mau melirik dunia usaha. Masyarakat masih mengharapkan gaji per bulan yang dikeluarkan Negara sebagai ‘upah’ atas pengabdian mereka, serta uang pensiun sebagai jaminan hari tua.

(47)

Meski jika dibandingkan dengan kondisi yang terjadi di sejumlah daerah di Sumatera Utara, Kota Medan tetap menempati urutan pertama dalam dunia industri dan usaha. Seperti yang terlihat pada tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1

Banyaknya Usaha di Beberapa Kabupaten/Kota Tahun 2012

No. Kabupaten/Kota Usaha

A. Kabupaten 1996 2006

3. Pematangsiantar 15.840 26.997

4. Tebing Tinggi 10.223 14.106

5. Medan 133.828 222.133

6. Binjai 17.291 23.443

7. Padangsidempuan - 17.744

Jumlah/Total 658.908 1.056.553

Sumber BPS Kota Medan 2012

(48)

perkembangan ke arah yang positif setiap tahunnya di Kota Medan. Hal itu juga membuktikan bahwa iklim usaha di Kota Medan kondusif.

Peningkatan jumlah usaha itu juga membuktikan animo dan ketertarikan pelaku usaha untuk berinvestasi di Kota Medan. Hal itu terlihat dari perkembangan dunia usaha yang semakin beraneka ragam. Perkembangan pola pikir dan perilaku masyarakat juga mengalami kemajuan. Misalnya, masyarakat lebih tertarik untuk menginvestasikan uang mereka dengan mendirikan usaha seperti restoran dan usaha kuliner lainnya. Selain itu, pengaruh pasar bebas juga mempengaruhi pola bisnis para pengusaha yang melirik bisnis di bidang elektronik, sedangkan pembangunan yang terus dilakukan pemerintah, membuat para pengusaha mencoba untuk menjadi pihak ke tiga yang menawarkan jasa. Sehingga perusahaan yang bergerak di bidang jasa sangat banyak ditemui di Kota Medan.

4.2 Gambaran Umum Responden

Keseluruhan Pengusaha yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah 100 pengusaha, yang keseluruhannya tinggal di Kota Medan. Keberadaan dan seluruh aktivitas dari keseluruhan pengusaha yang menjadi responden dalam penelitian ini dapat dilihat dari berbagai aspek seperti berikut:

4.2.1 Komposisi Respondeen Berdasarkan Kelompok Umur

Berdasarkan hasil tabulasi kuesioner yang disebarkan di Kota Medan diketahui bahwa kelompok umur yang dominan menjadi responden adalah 31-40 tahun sebanyak 39 orang, dan yang paling sedikit adalah pada kelompok umur >60 tahun, yaitu sebanyak 5 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2

Komposisi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Kota Medan

No. Umur (tahun) Jumlah Persen (%)

1. 20-30 16 16

(49)

3. 41-50 33 33

4. 51-60 7 7

5. >60 5 5

Total 100 100

Sumber : Data Primer diolah

4.2.2 Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan hasil tabulasi kuesioner yang disebarkan di Kota Medan diketahui bahwa tingkat pendidikan yang dominan menjadi responden adalah sarjana dan magister sebanyak 51 orang, sementara tingkat pendidikan SMA/sederajat sebanyak 38 orang. Hal ini mungkin disebabkan karena Kota Medan merupakan pusat pendidikan di Provinsi Sumatera Utara, sehingga banyak orang yang melanjutkan pendidikannya sampai perguruan tinggi di Kota Medan. Sedangkan yang paling sedikit menjadi responden adalah pada tingkat pendidikan SMP/sederajat sebanyak 1 orang.

Komposisi penduduk yang menjadi responden berdasarkan tingkat pendidikan di Kota Medan dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut:

Tabel 4.3

Komposisi Ressponden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kota Medan

4.2.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

(50)

Tabel 4.4

Komposisi Responden Berdasarkan Kelompok Jenis Kelamin

No. Umur Jumlah Persen (%)

1. Pria 79 79

2 Wanita 21 21

Total 100 100

Sumber : Data Primer diolah

4.2.4 Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Usaha

Dari hasil tabulasi kuesioner berdasarkan jenis usaha, maka didapatkan usaha jasa dengan jumlah paling banyak yaitu 43 responden atau 43% dari total responden. Sementara usaha dagang dan industri menyusul di bawahnya dengan jumlah masing-masing 41% dan 16% dari total responden.

Hal ini diduga karena Kota Medan yang terus berkembang dan melakukan pembangunan di berbagai sektor, membuat pengusaha memanfaatkan hal itu sebagai peluang bisnis dengan membuka usaha jasa. Sedangkan Kota Medan sebagai Kota Metropolitan, membuat usaha jasa dan dagang menjadi jenis usaha yang paling banyak ditemukan.

Untuk lebih jelasnya tentang komposisi responden berdasarkan jenis usaha, dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini.

Tabel 4.5

Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Usaha

No. Jenis Usaha Jumlah Persen (%)

4.2.5 Komposisi Responden Berdasarkan Status Perusahaan

(51)

(PMDN) atau pemilik perusahaan tersebut berdomisili di luar daerah tapi masih di Indonesia menempati urutan ke dua dengan 7% atau 7 responden. Sedangkan perusahaan berjenis Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan jenis Pemilik Modal Asing (PMA) tidak bersedia menjadi responden. Hal tersebut dikarenakan, para komisioner, direksi maupun manejer operasional tidak dapat mengisi kuesioner dengan alasan tidak berada di tempat, sedang ke luar kota/negeri dan bahkan menolak mengisi kuesioner.

Untuk lebih jelasnya, berikut tabel 4.6 komposisi responden berdasarkan status perusahaan.

Tabel 4.6

Komposisi Resonden Berdasarkan Status Perusahaan

No. Jenis Usaha Jumlah Persen (%)

4.2.6 Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Perusahaan

Berdasarkan hasil tabulasi kuesioner, komposisi responden berdasarkan jenis perusahaan terlihat bahwa perusahaan berjenis Comanditaire Venootschap (CV) adalah responden yang paling dominan dengan 43% dari total responden. Di bawahnya ada Perseroan Terbatas (PT) dengan 41% responden, sedangkan Usaha Dagang (UD) menempati urutan terakhir dengan 16% responden. Berikut ini tabel 4.7 komposisi responden berdasarkan jenis perusahaan.

Tabel 4.7

Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Perusahaan No. Jenis Perusahaan Jumlah Persen (%)

1. PT 41 41

2. CV 43 43

(52)

Total 100 100 Sumber : Data Primer diolah

4.3 Hasil Uji Instrumen 4.3.1 Uji Validitas

Uji validitas yang digunakan untuk menguji kuesioner dengan menghitung nilai validitas dari setiap butir soal yang ada pada kuesioner, dalam hal ini dimana kuesioner diberikan pada 100 responden, kemudian skor-skor yang diperoleh dari kuesioner tersebut dihitung dengan menggunakan rumus koefisien kolerasi pearson dengan bantuan program SPSS. Adapun hasil penghitungan uji validitas adalah sebagai berikut:

Hasil r-hitung pada tabel 4.7 dibawah diperoleh dari penghitung koefisien korelasi pearson dengan tingkat kepercayaan 95%. Nilai r-tabel dengan N = 100 dan

α = 0.05 adalah 0,256. Dari uji validitas, dapat diambil kesimpulan , dari 6 soal

pemahaman pada kuesioner, semua valid dimana r-hitung semua item lebih besar dari r-tabel.

Tabel 4.8

Hasil Uji Validitas Kuesioner Pemahaman

Scale Mean if

Sumber : hasil Pengolahan SPSS

Hasil r-hitung pada tabel 4.8 di bawah diperoleh dari perhitungan koefisien korelasi pearson dengan tingkat kepercayaan 95%. Nilai r-tabel dengan N = 100 dan

α = 0.05 adalah 0,256. Dari uji validitas, dapat diambil kesimpulan, dari 9 soal

pemahaman pada kuesioner, semuanya valid dimana r-hitung semua lebih besar dari r-tabel.

Tabel 4.9

(53)

Scale Mean if

Sumber : hasil Pengolahan SPSS

4.3.2 Uji Realibilitas

Metode uji realibilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji raalibilitas Cronbach’s Alpha dengan bantuan SPSS.

Dari hasil penghitungan realibilits dengan menggunakan bantuan SPSS dapat diketahui nilai realibilitas pada kuesioner pemahaman sebesar 0,936. Karena

koefisien α nya 0,936 > 0,6 artinya kuesioner dapat dipercaya dan dapat digunakan

untuk penelitian (realibel).

Tabel 4.10

Uji Realibilitas Untuk Kuesioner Pemahaman

Cronbach's Alpha N of Items

,936 4

Sumber : hasil Pengolahan SPSS

Dari hasil penghitungan realibilitas dengan menggunakan bantuan SPSS dapat

diketahui nilai realibilitas pada kuesioner persepsi sebesar 0,879. Karena koefisien α

nya 0,879 > 0,6 artinya kuesioner dapat dipercaya dan dapat digunakan untuk penelitian (realibel).

Tabel 4.11

Uji Reabilitas Untuk Kuesioner Persepsi

Cronbach's Alpha N of Items

(54)

Sumber : hasil Pengolahan SPSS 4.4 Pemahaman Responden Tentang Iklim Usaha

Dari hasil tabulasi kuesioner, sebagian besar responden mengatakan tahu atau sangat tahu tentang pengertian iklim usaha. Dimana sebanyak 12 pengusaha (12%) menjawab sangat tahu, 79 pengusaha (79%) menjawab tahu, 5 pengusaha (5%) menjawab kurang tahu, 2 pengusaha (2%) menjawab tidak tahu, dan 2 atau 2% pengusaha lainnya menjawab sangat tidak tahu.

Kebanyakan responden memberikan pengertian iklim usaha adalah mengenai transaksi dan jual beli. Responden beranggapan bahwa iklim usaha adalah situasi terkini tentang minat konsumen pada usaha atau produk yang dihasilkan. Bahkan ada responden yang mengatakan iklim usaha adalah pasang surut dunia usaha atau daya beli konsumen yang dialami para responden. Dari jawaban-jawaban tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan responden tentang iklim usaha cukup baik.

Tabel 4.12

Tingkat Pemahaman Responden Tentang Pengertian Iklim Usaha

No. Jawaban Jumlah Persen (%)

1. Sangat tahu 12 12

2. Tahu 79 79

3. Kurang tahu 5 5

4. Tidak tahu 2 2

5. Sangat tidak tahu 2 2

Total 100 100

Sumber : Data Primer diolah

(55)

dan 2 pengusaha (2%) lainnya menjawab sangat tidak tahu. Secara umum pemahaman responden tentang manfaat iklim usaha adalah situasi untuk mengetahui kondisi dunia usaha di Kota Medan.

Tabel 4.13

Tingkat Pemahaman Responden Tentang Manfaat dari Iklim Usaha

No. Jawaban Jumlah Persen (%)

Sumber : Data Primer diolah

Dari hasil tabulasi kuesioner seperti yang tertera pada tabel 4.14 kita dapat melihat sebagian besar responden tahu iklim usaha penting bagi pengusaha untuk membaca peluang pasar. Terdapat sebanyak 20 pengusaha (20%) menjawab sangat tahu, 62 pengusaha (62%) menjawab tahu, 12 pengusaha (14%) menjawab kurang tahu, 2 pengusaha (2%) menjawab tidak tahu, dan 2 pengusaha (2%) lainnya menjawab sangat tidak tahu. Pengetahuan responden pada umumnya mengacu pada cara melihat peluang dan situasi atau keadaan yang menguntungkan bagi responden.

Tabel 4.14

Pemahaman Responden Tentang Iklim Usaha untuk Membaca Peluang Pasar

Sumber : Data Primer diolah

(56)

pengusaha dapat mengembangkan usahanya tanpa gangguan. Pemahaman responden tentang iklim usaha yang kondusif memberikan keuntungan bagi pngusaha. Terdapat 24 pengusaha (24%) yang menjawab sangat tahu, 51 pengusaha (51%) menjawab tahu, 21 pengusaha (21%) menjawab kurang tahu, 2 pengusaha (2%) menjawab tidak tahu, dan 2 pengusaha (2%) lainnya menjawab sangat tidak tahu.

Tabel 4.15

Pemahaman Responden Terhadap Iklim Usaha yang Kondusif Memberikan Keuntungan Bagi Pengusaha

Sumber : Data Primer diolah

4.5 Persepsi Masyarakat Tentang Iklim Usaha di Kota Medan

Dari tabel 4. 16 dapat diketahui bahwa para responden sangat setuju jika iklim usaha di Kota Medan kondusif. Hal itu terlihat dari 59 responden atau lebih dari setengah responden (59%) yang mengatakan sangat setuju. Sedangkan 39 lainnya (39%) mengatakan setuju. Hanya 2 responden (2%) dari total responden yang mengaku kurang setuju. Para responden beranggapan bahwa Medan sebagai kota metropolitan yang terus dilirik oleh pelaku usaha untuk menanamkan modalnya di Kota Medan.

Tabel 4.16

Persepsi Pengusaha Tentang Kondisi Iklim Usaha di Kota Medan Kondusif

No. Jawaban Jumlah Persen (%)

1. Sangat setuju 59 59

2. Setuju 39 39

3. Kurang setuju 2 2

(57)

5. Sangat tidak setuju 0 0

Total 100 100

Sumber : Data Primer diolah

Dari tabel 4.17 para rata-rata responden mengatakan kebijakan yang dibuat Pemerintah Kota Medan dalam dunia usaha dinilai baik. Hampir keseluruhan pengusaha yang mengisi kuesioner ini menyatakan pendapat yang sama. Ada 51 responden (51%) yang mengatakan sangat setuju dan 47 responden (47%) yang setuju. Namun masih ada 2 responden (2%) yang menyatakan kurang setuju dan tidak setuju.

Para pengusaha menilai kebijakan pemerintah Kota Medan dalam dunia usaha dinilai baik. Banyak kebijakan pemerintah yang dianggap pro terhadap pengusaha, contohnya kebijakan Sistem Perizinan Satu Atap (Sintap), adanya kebijakan yang mengalokasikan kawasan industri seperti KIM dan PIK yang mempermudah pengusaha dalam mengembangkan usahanya.

Tabel 4.17

Persepsi Pengusaha Tentang Kebijakan Pemerintah Kota Medan dalam Dunia Usaha dinilai Baik

No. Jawaban Jumlah Persen (%)

Sumber : Data Primer diolah

(58)

(59%) dan 39 responden (39%) yang menyatakan setuju. Hanya 2 responden (2%) yang menyatakan tidak setuju.

Hal tersebut membuktikan bahwa hampir semua pengusaha menilai Kota Medan sangat kondusif dan aman untuk dunia usaha. Tidak ada aksi premanisme dan aksi demonstrasi yang menganggu dunia usaha.

Tabel 4.18

Persepsi Pengusaha Tentang Kota Medan dinilai Aman untuk MembukaUsaha

No. Jawaban Jumlah Persen (%)

1. Sangat setuju 59 59

2. Setuju 39 39

3. Kurang setuju 2 2

4. Tidak setuju 0 0

5. Sangat tidak setuju 0 0

Total 100 100

Sumber : Data Primer diolah

Pada tabel 4.19 dapat dilihat bahwa para responden banyak yang mengatakan sistem birokrasi yang kurang berpihak pada dunia usaha. Terlihat ada 20 pengusaha (20%) yang sangat setuju dengan pernyataan di atas. Bahkan ada 62 pengusaha (62%) yang menyatakan setuju bahwa sistem birokrasi di Kota Medan kurang menguntungkan bagi dunia usaha. Sisanya 14 pengusaha (14%) mengatakan kurang setuju, 2 pengusaha (2%) mengatakan tidak setuju dan 2 pengusaha (2%) lainnya yang menyatakan sangat tidak setuju.

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Konseptual
Tabel 4.1 Banyaknya Usaha di Beberapa Kabupaten/Kota Tahun 2012
Tabel 4.3 Komposisi Ressponden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 4.4 Komposisi Responden Berdasarkan Kelompok Jenis Kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Both statins ex- erted no significant effect on t-PA antigen accumulation in culture medium of HUVEC cultured in 20% FCS (Table 2). This result contrasts with previous studies

[r]

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Tim Manajemen Bantuan

1 2003 Matematika Untuk Fisika dan Teknik 1 Adicita Yogyakarta Buku PT 2 2003 Matematika Untuk Fisika dan Teknik 2 Adicita Yogyakarta Buku PT 3 2004 Asas_asas Fisika SMA 1A dan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Tim Koordinasi/Pemantauan

School profile (Profil sekolah ) adalah laporan yang memberikan gambaran tentang sejarah, status saat ini, dan tujuan masa depan sebuah lembaga pendidikan. Sebuah profil

merancang sistem informasi inventory di Badan Perpustakaan dan Arsip Kota Pekanbaru adalah sebagai berikut:.