• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Pengendalian Salmonella sp dengan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) pada Ayam Broiler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektivitas Pengendalian Salmonella sp dengan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) pada Ayam Broiler"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PENGENDALIAN Salmonella sp. DENGAN CACING TANAH (Lumbricus rubellus)

PADA AYAM BROILER

SKRIPSI

OLEH : SUPRAYOGA

090306011

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

EFEKTIVITAS PENGENDALIAN Salmonella sp. DENGAN CACING TANAH (Lumbricus rubellus)

PADA AYAM BROILER

SKRIPSI

OLEH : SUPRAYOGA

090306011

Skripsi sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul penelitian : Efektivitas Pengendalian Salmonella sp dengan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) pada Ayam Broiler

Nama : Suprayoga NIM : 090306011 Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin., M.Si Ir. Tri Hesti Wahyuni., M.Sc Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir Ma’ruf Tafsin., M.Si. Ketua Program Studi

(4)

ABSTRAK

SUPRAYOGA.2014. Efektivitas Pengendalian Salmonella sp. dengan Cacing Tanah (Lumbricus Rubellus) pada Ayam Broiler. Dibimbing oleh MA’RUF TAFSIN dan TRI HESTI WAHYUNI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengendalian Salmonella sp dengan olahan cacing tanah dalam bentuk ekstrak, tepung dan bubur cacing tanah. Tahapan yang digunakan dalam penelitian adalah: Tahap I mengimbuhkan cacing tanah kedalam media agar, Tahap II uji sensitifitas salmonella sp. Tahap III uji tantang pada 20 ekor ayam broiler, penelitian ini mengunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima perlakuan yaitu kontrol (P0), antibiotik komersil (P1), ekstrak (P2), tepung (P3) dan bubur (P4). Hasil penelitian pada tahap I menunjukan bahwa pertumbuhan koloni salmonella sp dapat diturunkan dengan olahan cacing tanah. Tahap II memiliki hasil penelitian salmonella sp mempunyai tingkat sensitifitas yang tinggi terhadap olahan cacing tanah. Tahap III uji tantang pada ayam broiler bahwa olahan cacing tanah dapat mengendalikan pertumbuhan salmonella sp secara signifikan, dari hasil penelitian dapat disimpulan bahwa Salmonella sp dapat dikendalikan dengan olahan cacing tanah dan ekstrak cacing tanah merupakan olahan terbaik.

(5)

ABSTRACT

SUPRAYOGA.2014. Effectivity Controled of Salmonella sp. with Earthworm (Lumbricus Rubellus) in Broiler Chicken. Under supervised by MA'RUF TAFSIN and TRI HESTI WAHYUNI.

This study aims to determine the effectivity of eatrhworm product to control Salmonella sp. The product of earthworms were give in the front of extracts, flour and porridge earthworms. The reserch composed of there stage, frist Stages were added earthworms in agar medium, the secound stage were determined the sensitivity against salmonella sp and third stage were challenge test use 20 broiler chickens, this study used a completely randomized design (CRD) composed of control (P0), commercial antibiotics (P1), extract (P2), flour (P3) and pulp (P4). Challenge test used salmonella (106CFU/gird) at the age 12 days. The results of the first stage showed that the growth of Salmonella sp colonies can be decreased by earthworms product. At the second stage showed that Salmonella sp had high sensitivity. The result at third stage show there earthworm product had ability to control salmonella sp in broiler chicken, it is concluded that salmonella sp processed can be controlled by earthworm product and extract is product showed the best product

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lubuk Pakam pada tanggal 14 juli 1991 dari Bapak Suprayoga dan Ibu Suparni. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Tahun 2009 penulis lulus dari MAS DA dan pada tahun yang sama penulis masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melali jalur (Prestasi Minat dan Pelajar ) PMP. Penulis memilih program studi peternakan.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan taufik dan hidayah hingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini yang berjudul “Efektivitas Pengendalian Salmonella sp dengan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) pada Ayam Broiler”

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Ma’ruf Tafsin selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Tri Hesti Wahyuni selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini dan semua pihak yang ikut membantu. Skripsi ini diharapkan dapat membantu dan mendukung dalam pelaksanaan penelitian dan sebagai petunjuk dalam penyusunan skripsi serta ilmu pengetahuan bidang peternakan khususnya.

(8)

DAFTAR ISI

Kegunaan Penelitian... 2

Hipotesis Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Salmonellosis ... 3

Cacing tanah lumbricus rubellus ... 7

Pembuatan tepung cacing tanah l. rubellus ... 8

Penyiapan larutan tepung cacing tanah L.rubellus ... 8

Pengisian kertas disk ... 9

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat Dan Waktu Penelitian ... 10

Tahap I penambahan cacing tanah dalam media cair... 10

Bahan ... 10

Alat ... 10

Metode ... 10

Tahap II uji sensitivitas salmonella Sp. Dengan penambahan cacing tanah ... 11

Bahan ... 11

Alat ... 11

Metode ... 11

Tahap III uji tantang menggunakan ayam broiler ... 12

Bahan ... 12

Alat ... 12

Metode ... 12

Metode penelitian ... 13

Pelaksanaan penelitian ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap I. Isolasi Salmonella sp ... 16

(9)

Tahap iii. Uji tantang salmonella sp dengan olahan cacing tanah pada ayam broiler

... 20

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 28

Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... ix

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Gambar 1. Kerangka metode penelitian efektivitas pengendalian salmonella Sp.

dengan olahan cacing tanah pada ayam broiler... 14

2. Gambar 2. Alur pelaksanaan penelitian in vitro... 15

3. Gambar 3. Alur pelaksanaan penelitian in vivo ... 15

4. Gambar 4. Tahap I isolat salmonela ... 16

5. Gambar 5. Tahap II luas zona bening ... 18

6. Gambar 6. Akumulasi rataan pertumbuhan salmonella sp ... 27

7. Gambar 7. Alur pembuatan ekstrak cacing tanah L. rubellus ... xi

8. Gambar 8. Alur pembuatan tepung cacing tanah L. rubellus ... xii

(11)

ABSTRAK

SUPRAYOGA.2014. Efektivitas Pengendalian Salmonella sp. dengan Cacing Tanah (Lumbricus Rubellus) pada Ayam Broiler. Dibimbing oleh MA’RUF TAFSIN dan TRI HESTI WAHYUNI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengendalian Salmonella sp dengan olahan cacing tanah dalam bentuk ekstrak, tepung dan bubur cacing tanah. Tahapan yang digunakan dalam penelitian adalah: Tahap I mengimbuhkan cacing tanah kedalam media agar, Tahap II uji sensitifitas salmonella sp. Tahap III uji tantang pada 20 ekor ayam broiler, penelitian ini mengunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima perlakuan yaitu kontrol (P0), antibiotik komersil (P1), ekstrak (P2), tepung (P3) dan bubur (P4). Hasil penelitian pada tahap I menunjukan bahwa pertumbuhan koloni salmonella sp dapat diturunkan dengan olahan cacing tanah. Tahap II memiliki hasil penelitian salmonella sp mempunyai tingkat sensitifitas yang tinggi terhadap olahan cacing tanah. Tahap III uji tantang pada ayam broiler bahwa olahan cacing tanah dapat mengendalikan pertumbuhan salmonella sp secara signifikan, dari hasil penelitian dapat disimpulan bahwa Salmonella sp dapat dikendalikan dengan olahan cacing tanah dan ekstrak cacing tanah merupakan olahan terbaik.

(12)

ABSTRACT

SUPRAYOGA.2014. Effectivity Controled of Salmonella sp. with Earthworm (Lumbricus Rubellus) in Broiler Chicken. Under supervised by MA'RUF TAFSIN and TRI HESTI WAHYUNI.

This study aims to determine the effectivity of eatrhworm product to control Salmonella sp. The product of earthworms were give in the front of extracts, flour and porridge earthworms. The reserch composed of there stage, frist Stages were added earthworms in agar medium, the secound stage were determined the sensitivity against salmonella sp and third stage were challenge test use 20 broiler chickens, this study used a completely randomized design (CRD) composed of control (P0), commercial antibiotics (P1), extract (P2), flour (P3) and pulp (P4). Challenge test used salmonella (106CFU/gird) at the age 12 days. The results of the first stage showed that the growth of Salmonella sp colonies can be decreased by earthworms product. At the second stage showed that Salmonella sp had high sensitivity. The result at third stage show there earthworm product had ability to control salmonella sp in broiler chicken, it is concluded that salmonella sp processed can be controlled by earthworm product and extract is product showed the best product

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salmonellosis merupakan penyakit menular yang bersifat zoonosis dan termasuk food borne disease yaitu suatu penyakit yang diderita oleh seseorang akibat mengkonsumsi makanan yang telah terkontaminasi oleh mikroba patogen. Kejadian salmonellosis pada manusia paling sering dilaporkan akibat tertular produk-produk asal ternak unggas seperti telur dan daging yang terkontaminasi.

Penyakit salmonellosis merupakan penyakit unggas yang disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella sp. Penyakit salmonellosis dapat menyebabkan kematian jika menyerang unggas muda pada umur 3 minggu atau kurang dengan tingkat mortalitas antara 20–80% (Porter, 1998; Purnomo, 2004). Salmonella sp adalah bakteri gram negatif yang dapat menekan sistem kekebalan tubuh unggas (immuno-suppression) dan menyebabkan kematian ayam pedaging (Shivaprasad, 2003; Mcmullin, 2004).

(14)

Cacing tanah (Lumbricus rubellus) memiliki kadar protein kasar 65,63% dan asam amino prolin sekitar 15% dari total 62 asam amino. (L. rubellus) terbukti mempunyai daya antimikroba dengan spektrum luas. Peptida Lumbricin I dilaporkan sebagai senyawa yang bertanggung jawab atas aktivitas antimikroba spektrum luas pada cacing tanah (L. rubellus) (Cho, 1998).

Pengolahan cacing tanah memiliki berapa cara seperti pembuatan tepung cacing tanah, bubur cacing tanah segar dan ekstraksi cacing tanah, pengolahan cacing tanah tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan sehingga menimbulkan minat penulis untuk membandingkan dan meneliti dari efektifitas pengendalian salmonella dengan berbagai pengolahan cacing tanah (L. rubellus).

Tujuan Penelitian

Rangkaian percobaan dalam penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat pengendalian pertumbuhan salmonella sp yang ditinjau dari total counting berdasarkan CFU (colony farming unit), uji sensitifitas dan uji tantang dalam perbandingan tingkat keefektifan dari pengolahan cacing tanah (L. rubellus) dengan cara pembuatan bubur cacing tanah, tepung cacing tanah dan hasil ekstrak cacing tanah terhadap Salmonella sp.

Hipotesis Penelitian

Berbagai olahan cacing tanah dapat mengendalikan pertumbuhan Salmonella sp pada ayam broiler.

Kegunaan Penelitian

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Salmonellosis

Populasi ayam broiler semakin meningkat, yaitu dari tahun 2007 adalah 891.659.345 ekor menjadi 1.075.884.785 ekor di tahun 2008 (Direktorat Jenderal Peternakan, 2008). Ayam broiler merupakan jenis ayam ras

unggul yang mampu berproduksi dalam waktu singkat dan efisien dalam mengubah makanan menjadi daging karena memiliki nilai konversi ransum yang rendah.

Salah satu kendala yang dihadapi dalam pemeliharaan ayam broiler adalah rentan terhadap penyakit. Salmonellosis merupakan penyebab penyakit yang sering muncul dalam peternakan dan disebabkan oleh bakteri gram negatif seperti Salmonella typhimurium dan Salmonella enteritidis yang bersifat infeksius dan septikemik. Kerugian yang dihadapi secara ekonomi oleh peternak akibat infeksi Salmonella sp ini diantaranya adalah tingkat kematian yang tinggi (sampai 80%) dan pertambahan bobot badan ayam broiler yang rendah. Selain itu, infeksi Salmonella sp ini dapat ditransmisikan pada bahan pangan (telur dan daging unggas) sehingga membahayakan kesehatan manusia. Penyakit Salmonellosis rentan terjadi pada ayam berumur 7-21 hari, pada ayam umur lebih dari tiga minggu jarang menimbulkan gejala klinis karena memiliki kekebalan tubuh yang lebih baik tetapi dapat menjadi pembawa (carrier) yang dapat menularkan penyakit pada manusia (Rofiq, 2003).

Salmonella sp adalah salah satu serovar atau serotipe dari subspesies

(16)

(Office International Des Epizooties, 2000). Habitat utamanya berada dalam saluran pencernaan hewan ternak dan manusia (Portillo, 2000).

Salmonella sp ditemukan pada spesies unggas dan dengan mudah dapat ditularkan ke manusia melalui telur atau daging ayam yang terkontaminasi (Agricultural Research Service, 2002). Infeksi bakteri ini pada hewan atau manusia dapat mengakibatkan penyakit dengan gangguan pada bagian saluran pencernaan atau gastroenteritis dan penyakit akibat infeksi Salmonellasp disebut salmonellosis (Serbeniuk, 2002).

Induk ayam petelur atau pedaging yang terinfeksi Salmonella sp secara

transovarial dapat menularkan bakteri tersebut melalui produk telurnya (Duguid Dan North, 1991; Miyamoto et al.,, 1998). Ayam petelur dapat terinfeksi

S. enteritidis dari flok ayam pembibit yang terinfeksi, pakan yang terkontaminasi atau melalui vektor rodensia. Selain itu, burung puyuh dan burung liar juga dapat

bertindak sebagai sumber penularan Salmonella sp secara horizontal (Davison et al.,1995; Gast, 1997)

Patogenesis

(17)

Salmonella sp mungkin terdapat pada makanan dalam jumlah tinggi, tetapi tidak selalu menimbulkan perubahan-perubahan dalam hal warna, bau maupun rasa dari makanan tersebut. Semakin tinggi jumlah salmonella di dalam suatu makanan, semakin besar timbulnya gejala infeksi yang mengkonsumsi makanan tersebut dan semakin cepat waktu inkubasi sampai timbulnya gejala infeksi. Makanan-makanan yang sering terkontaminasi oleh Salmonella sp yaitu telur dan hasil olahannya, ikan dan hasil olehannya, daging ayam, daging sapi serta susu dan hasil olahannya seperti es krim dan keju (Supardi dan Sukamto, 1999).

Jay (2000) menjelaskan bahwa khusus untuk S. enteritidis dapat ditemukan di dalam telur dan ovarium ayam yang bertelur, dengan kemungkinan jalur penularannya sebagai berikut: (1) transovarium; (2) translokasi dari peritonium ke kantong kuning telur atau oviduk; (3) mempenetrasi kerabang telur sewaktu telur bergulir menuju kloaka; (4) pencucian telur; (5) pengolahan makanan. Salmonella sp akan berpenetrasi ke dalam telur dan terperangkap di

dalam membran, kemudian akan diingesti oleh embrio. Habitat utama Salmonella sp pada ayam adalah saluran pencernaan, termasuk caecum. Apabila

Salmonella sp ada di dalam tubuh ayam, maka ayam akan bertindak sebagai carrier sepanjang hidupnya.

Pengendalian Salmonella

Pengobatan salmonellosis acap kali mengunakan kloramfenikol, obat ini digunakan sejak tahun 1948 dan sampai saat ini masih digunakan sebagai obat

pilihan di Indonesia khususnya di RSUD Dr. Soetomo Surabaya dan RSU Dr. Saiful Anwar Malang, karena efektvitasnya terhadap Salmonella typhi

(18)

kajian tingkat molekuler dikemukakan bahwa bakteri Salmonella typhi menjadi resisten terhadap Kloramfenikol akibat adanya plasmid yang memproduksi enzim Chloramphenicol Acetyltransferase (CAT) yang mengaktivasi Kloramfenikol (Balbi, 2004). Hal ini membuat para ahli mencari alternatif obat lain yang terbaik untuk demam tifoid antara lain Seftriakson (Musnelina, 2004).

Tabel 1. Frekuensi dan Persentase Respon Sensitivitas Antibiotik

Jenis Anti Biotik Frekuensi Sensitiv Antibiotik Jumlah Presentase Sensitiv Antibiotik Jumlah

Sensitif Intermediet Resisten Sensitif Intermediet Resisten

Amikasina 16 5 11 32 50 15.6 34.4 100

Aktivitas antimikroba dilaporkan terdapat juga dalam cacing tanah Eisenia foetida mempunyai glikolipoprotein campuran G-90 dan mempunyai daya hambat terhadap Staphylococcus sp. yang lebih tinggi dibandingkan antibiotik

Gentamicin 10 μg dan Enrofl oxacin 20 μg (Popovic et al.,, 2006). Cacing tanah

(19)

albicans (Damayanti et al., 2009). Peptida Lumbricin I dilaporkan sebagai senyawa yang bertanggung jawab atas aktivitas antimikroba spektrum luas pada cacing tanah (L. rubellus) (cho et al.,, 1998).

Hasil penelitian Gast (1997) menunjukkan bahwa uji serologis terhadap ayam yang diinfeksi S. Pullorum menghasilkan persentase sampel ayam positif yang mempunyai antibodi lebih tinggi terjadi pada pengambilan sampel minggu ke 5–6 pasca infeksi dibandingkan pengambilan sampel pada minggu ke 1–2 pasca infeksi yang di beri pakan imbuhan cacing tanah.

Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)

Deskripsi Cacing Tanah Lumbricus rubellus, atau red wriggler atau cacing tanah merah ini berwarna kemerahan, dengan panjang berkisar antara 7,5 –10 cm. Segmen berkisar antara 90-145 segmen, klitelium (penebalan dari dinding tubuh cacing tanah) terletak di segmen 27-32, berbentuk seperti sadel. Pergerakannya kurang aktif bila dibandingkan dengan spesies dari pheritima, tubuhnya bulat namun agak gepeng (Catalan, 1981).

Biologi cacing tanah, Spesies : Lumbricus rubellus, Genus : Lumbricus, Family : Lumbricidae, Ordo : Oligochaeta, Class : Chaetopoda, Phylum : Annelida, Divisi : Vermes, Kingdom : Animal.

(20)

diisolasi dan dikarakterisasi dari cacing tanah ((L. rubellus)) (Cho et al.,, 1998). Cho et al., (1998) menyatakan bahwa hasil uji in vitro menunjukkan Lumbricin I

mempunyai aktivitas antimikroba berspektrum luas, yaitu menghambat bakteri Gram positif, bakteri Gram negatif dan jamur.

Pembuatan Tepung Cacing Tanah (L. rubellus)

Cacing tanah (L. rubellus) yang digunakan dalam penelitian ini berumur ± 3 bulan, diperoleh dari peternak cacing. Tepung cacing tanah dibuat dengan metode Edwards (1985) dan Mihara et al.,. (1991). Cacing tanah dibersihkan dari media tumbuhnya dan kotoran lain yang menempel, kemudian dicuci dengan air mengalir. Cacing yang telah bersih disimpan dalam lemari (inkubator) pada suhu 400C selama + 12 jam. Selanjutnya cacing tanah dicampur dengan larutan asam format (80%) sebanyak 3 ml per 100 g bobot cacing dan dihaluskan hingga menjadi pasta. Pasta kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 50-700C selama 4-6 jam. Setelah kering digiling dengan ukuran partikel ± 40 mesh kemudian diambil sampelnya. Penyiapan Larutan Tepung Cacing Tanah (L. rubellus)

(21)

Pengisian Kertas Disk

Kertas disk disterilkan terlebih dahulu dengan meletakkan kertas disk dalam cawan petri dan disterilkan dalam autoclave selama 15-20 menit pada suhu 1210C (Windyaanita, 2006). Selanjutnya kertas disk yang telah disterilkan, dimasukkan ke dalam 5 tabung reaksi yang berisi supernatan tepung cacing tanah dengan konsentrasi berbeda yang telah disiapkan sebelumnya. Setiap tabung berisi tiga buah kertas disk, dan dibiarkan selama 15-20 menit agar zat aktif dalam supernatan tepung cacing tanah dapat meresap ke dalam kertas disk (Windyaanita, 2006). Untuk perlakuan kontrol positif digunakan kertas disk yang telah berisi antibiotika kloramfenikol, karena kloramfenikol memiliki sensitivitas yang sangat tinggi (Uma et al.,,

2005), dimana pada dosis 30 μg/kertas disk mampu menghasilkan diameter

(22)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Lab. Reproduksi Fakultas Peternakan Universitas Sumatera Utara, Jl. A. Sofyan No. 3 Kampus Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian akan berlangsung selama 3 bulan yang akan dimulai dari bulan Februari hingga bulan April 2014.

Tahap I Isolasi Salmonella sp Bahan

Bahan bahan yang akan digunakan dalam penelitin pada tahap I adalah Cacing tanah segar yang akan diolah sesuai dengan perlakuan, dan SSA (Salmonella Sighella Agar) sebagai media biakan Salmonella sp, alkohol, aquades, alumunium foil, kapas, tisu, sarung tangan, isolat Salmonella sp akan didapatkan dari hasil isolasi Salmonella sp dari kotoran ayam dan plastik cling warp.

Alat

Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, pipet mikro, kawat ose, aoutoclaf, pipet tetes, tabung reaksi, bunsen, gelas erlemeyer, gelas ukur dan masker.

Metode

(23)

diinkubasi pada suhu 300C selama 24 jam, dipindahkan salmonella ke media SSA yang baru kemudian uji salmonella yang sudah di dapat dengan media TSI dan dilanjutkan dengan pewarnaan dengan methylan red. Isolat Salmonella sp di imbuhkan sebesar satu ml ke media SSA yang telah diberi imbuhan perlakuan dan dihitung kolonial salmonellanya dalam bentuk CFU.

Tahap II Uji Sensitivitas Salmonella Cacing Tanah Bahan

Bahan bahan yang akan digunakan dalam penelitin pada tahap II adalah Cacing tanah segar yang akan diolah sesuai dengan perlakuan, Salmonella sighell agar (SSA) sebagai media biakan salmonella, alkohol, aquades, alumunium foil, kapas, tisu, sarung tangan, isolat salmonella akan didapatkan dari hasil isolasi Salmonella sp dari tahap I dan plastik cling warp.

Alat

Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, pipet mikro, kawat ose, aoutoclaf, pipet tetes, tabung reaksi, bunsen, gelas erlemeyer, gelas ukur, vortex atau mixer bertujuan untuk melarutkan zat-zat yang terkandung dalam cacing tanah (L. rubellus), centriviewge digunakan untuk memisahkan cairan dari supratanya dan masker.

Metode

(24)

suhu +300C di ingkubator selama 24-36 jam selanjutnya ditambahkan kertas cakram yang telah diisi perlakuandan cacing tanah, diingkubasikan kembali selanjutnya diukur diameter daerah bening pada media.

Tahap III Uji Tantang Menggunakan Ayam Broiler Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam tahap III adalah cacing tanah segar yang sudah diolah dan siap dijadikan perlakuan, ternak ayam sebagai media uji tantang, aquades, sarung tangan, isolat Salmonella sp, alkohol dan pakan ayam. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam tahap III adalah kandang idividual dengan ukuran 25cm X 32cm, tempat pakan, tempat minum, spuit 30 ml sebagai alat pencekok, tempat penampungan feses, media padat SSA, cawan petri, autoclaf, centriviewge, vortex atau mixer, pipet tetes, inkubator, tabung reaksi, kawat ose, dan sarung tangan.

Metode

(25)

inkubasi hari ke 10 sampai ke 13 feses dilakukan penampungan feses ayam yang telah terinfeksi dan dihitung CFU-nya pada feses.

Metode Penelitian

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap non faktorial yang terdiri atas 5 perlakuan dan 4 ulangan,

Adapun perlakuan yang di teliti tersebut antara lain; P0 = infeksi salmonella (kontrol)

P1= infeksi salmonella + pengendalian antibiotik

P2 = infeksi salmonella + pengendalia ekstrak cacing tanah P3 = infeksi salmonella + pengendalian tepung cacing tanah P4= infeksi salmonella + pengendalian bubur cacing tanah

Metode linier RAL (rancangan acak Lengkap) yang diasumsikan adalah:

Yij = µ + σi + ɛ

ij

Dimana:

Yij = Respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j i = 1, 2, 3 ... = perlakuan

j = 1, 2, 3 .... = ulangan µ = nilai tengah umum

σi = pengaruh perlakuan ke-i

(26)

TAHAP I Isolasi salmonella dari feses ke media berimbuhan cacing tanah

penghitungan CFU

Uji sensitivitas cacing tanah terhadap salmonella sp

Uji invitro

Uji sensitivitas pada zona bening

TAHAP III

Uji tantang (in vivo) pada ayam broiler

Penghitungan total kolonial berdasarkan CFU

TAHAP II

Gambar 1. Kerangka metode penelitian efektivitas pengendalian Salmonella sp dengan berbagai

pengolahan cacing tanah (L. rubellus)

Pengghitungan total counting

(27)

Pembuatan media

Isolasi mikroba dari manur ayam

Isolasi Salmonella sp ke media baru

Uji sensitivitas dan penghitungan CFU-nya

Penyekokan isolat salmonella pada unggas

Masa inkubasi salmonella

Pemberian antibiotik sesuai perlakuan

Colecting manur setiap 24 jam

Colekting manur diuji secara in vitro Pelaksanaan Penelitian

Gambar 2. Alur Pelaksanaan Secara In Vitro

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahap I Isolasi Salmonella

Prinsip dari penghitungan metode hitungan cawan adalah bila sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada medium, maka mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan kemudian dapat dihitung tanpa menggunakan mikroskop. Hasil pengamatan dari tahap I yaitu penghitungan total koloni Salmonella sp pada media SSA yang diimbuhkan perlakuan kedalamnya dapat di lihat pada gambar 1.

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat rataan tertinggi pada perlakuan (P0) kontrol yaitu sebesar 6,16 Log CFU dimana pada P0 media tidak mendapatkan imbuhan antibiotik buatan maupun komersil dan diikuti dengan (P4) bubur cacing tanah sebesar 6,13 Log CFU, bubur cacing tanah sebesar 0,1 ml diimbuhkan kemedia SSA, kemudian disusul dengan P3 sebesar 6,08 Log CFU dimana pada P3 mendapatkan imbuhan tepung cacing tanah sebesar 0,1g dalam media, dan diikuti dengan P2 sebesar 5, 81 Log CFU perlakuan P2 mendapatkan

5,00 5,50 6,00

6,50 6,16A+0,02

5,44D+ 0,07

5,81C+ 0,05

6,08B+ 0,04 6,13AB+ 0,02

Series1

(29)

imbuhan ekstrak cacing tanah sebesar 0,1 ml hingga perlakuan terendah pada perlakuan (P1) Ab atau penggunaan antibiotik komersil sebesar 5,44 Log CFU dimana setiap perlakuan mengikiti dosis penggunaan antibiotik komersil sebesar 0,1 ml.

Lumbricus rubellus juga sudah lama dipakai sebagai antipiretik (patogen). Pengujian ekstrak cacing tanah untuk melihat aktivitasnya sebagai antipiretik dilakukan oleh Sajuthi et al., (2003). Ketika dilakuakan penelitian pengendalian Salmonella sp didapat data analisa keragaman menjelaskan bahwa antar perlakuan memiliki tingkat pengendalian yang berbeda.

Setiap perlakuan memiliki total koloni yang sangat berbeda kecuali pada perlakuan P4 sebesar 6,13 yang mendekati perlakuan P0 sebesar 6,16 dan perlakuan P3 sebesar 6,07. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh Banyaknya asam amino yang terkandung dalam tubuh cacing tanah, ini memberikan gambaran bahwa tubuhnya mengandung berbagai jenis enzim yang sangat berguna bagi kesehatan. penelitian menjelaskan bahwa Lumbricus rubellus mengandung enzim Lumbrokinase, peroksidase, katalase, dan selulosa (Palungkun, 2008). Lumbrokinase merupakan salah sattu enzim yang bertanggung jawab dalam mengegdalikan patogen pada saluran pencernaan, enzim enzim pada L. rubellus besifat alkaloid dan hanya bereaksi pada pelarut basa sehingga bisa diserap tubuh (Mihara et al., 1991), sedangkan pada perlakuan P4 atau bubur cacing tanah tidak mendapatkan pelarut basa karena hanya melalui proses pasturisasi saja.

(30)

senyawa alkaloid mempunyai ciri mengandung atom nitrogen dan bersifat basa (Sajuthi et al., 2003).

Mihara et al., (1991) dan Sajuthi et al., (2003) mencoba menjelaskan bahwasanya kandungan lumbritin dan enzim-enzim yang berada pada L. rubellus tidak mudah larut karena bersifat alkaloid sehingga pada perlakuan (P4) bubur cacing tanah tidak mendapatkan reaksi yang berbeda jauh dengan perlakuan (P3) dikarenakan antimikroba yang tidak bereaksi secara sempurna, hal ini dapat dilihat dari P4 tidak berbeda nyata dengan P0 yang tidak memiliki antimikroba. Tahap II Uji Luas Zona Bening

Resistensi merupakan zona hambat antibiotik yang terjadi terhadap bakteri, sedangkan sensitifitas merupakan zona hambat yang tidak terjadi pada antibiotik terhadap bakteri, Maka zona bening adalah sensitifitasa bakteri terhadap anti bakteri. Hal ini sejalan dengan pendapat Cappuccino (1978) yang mengatakan bahwa diameter zona hambatan disebabkan antibiotik atau patogenesis.

Analisa keragaman pada zona bening menunjukkan F hitung lebih besar dari F tabel 0,05 sehingga dilakukan uji lanjut mengunakan uji duncan. Pada uji lanjut didapati bahwa setiap perlakuan memiliki perbedaan yang dapat dilihat dari

0,00

kontrol Ab ext tepung bubur 0,00E + 0

(31)

berturut-turut (P2) ekstrak cacing tanah sebesar 18,40 mm, (P3) tepung cacing tanah 15,50 mm, (P4) bubur cacing tanah sebesar 12,75 mm dan terendah pada (P0) perlakuan kontrol tanpa penambahan antibiotik apapun. Perbedaan ini juga dapat dilihat dari notasi dari setiap perlakuan yang berbeda antar satu perlakuan dengan perlakuan yang lain.

Kontrol negatif (P0) merupakan perlakuan yang tidak diberi apapun kedalamnya dan bertujuan untuk mengetahui jumlah dan tingkat pertumbuhan Salmonella sp secara normal. Pada P0 tidak memiliki luas zona bening karena tidak memiliki zat antimikroba. (P1) antibiotik komersil memiliki diameter zona hambatan sebesar 23,30 mm pada masa inkubasi 24 jam dan diikuti berturut-turut dengan perlakuan (P2) ekstrak cacing tanah memiliki diameter 18,40 mm, (P3) tepung cacing tanah sebesar 15,50 mm dan yang terkecil pada perlakuan (P4) bubur cacing tanah sebesar 12,75 mm. Menurut Baehaki et al., (2011) indeksa zona bening dinyatakan positif bila zona bening > 1,00 cm.

(32)

Menurut Barnet (1992) perbedaan besarnya daerah hambatan untuk masing-masing konsentrasi dapat diakibatkan antara lain perbedaan besar kecilnya konsentrasi atau banyak sedikitnya kandungan zat aktif antimikroba yang terkandung di dalamnya serta kecepatan difusi bahan antimikroba ke dalam medium (Lay, 1994). Faktor-faktor lain yang juga dianggap dapat mempengaruhi antara lain kepekaan pertumbuhan bakteri, reaksi antara bahan aktif dengan medium dan temperatur inkubasi. Beberapa faktor yang juga mempengaruhi hal ini antara lain pH lingkungan, komponen media, stabilitas obat, ukuran inokulum, waktu inkubasi dan aktivitas metabolik mikroorganisme (Brooks, et al., 2005).

Tahap III. Uji Tantang Salmonella sp dengan Cacing Tanah pada Ayam Broiler

Isolat Salmonella sp didapatkan pada sampel manur ayam menggunakan metode swab. Isolat murni Salmonella dari media selektif selanjutnya dikonfirmasi dengan uji biokimia. Hasil uji biokimia dengan media TSI didapatkan reaksi berwarna kuning kemerahan. Hal ini menunjukkan isolat yang didapat tersebut hanya memfermentasi glukosa dalam media TSI. Reaksi positif dalam uji methyl red menunjukkan bahwa isolat tersebut mampu memetabolisme sumber karbon sitrat, memfermentasi campuran asam, butanediol dan glukosa, sesuai dengan karakteristik biokimia bakteri Gram negatif Salmonella sp (Seeley et al., 2001).

(33)

dilakukan dalam 3 tahapan, yaitu 1) 1 minggu sebelum infeksi bakteri, 2) 1 minggu setelah infeksi dan 3) 1 minggu setelah infeksi.

Tabel 5. Uji Tantang Salmonella Dengan Cacing Tanah Pada Ayam Broiler Hari/Fase Kontrol Antibiotik Ekstrak Tepung Bubur

(Log CFU) (Log CFU) (Log CFU) (Log CFU (Log CFU)

Super scrib ke arah baris menunjukan perbedaan nyata anar perlakuan (P>0,05)

Pada fase pertama terdiri atas empat hari diaman umur ternak sudah berumur satu minggu. Pada fase pertama tidak memiliki perbedaan yang nyata antar perlakuan hal ini dapat dilihat dalam Tabel 5.

(34)

Tabel 5. menunjukkan bahwa setiap perlakuan perharinya tidak berbeda nyata hal ini disebabkan kondisi yang homogen dari setiap perlakuan. Pada hari ke 1 setiap perlakuan memiliki total koloni 6,06-6,07 Log CFU dan setiap harinya bertambah secara berturut-turut pada hari ke 2 sebesar 6,11-6,12 Log CFU, hari ke 3 sebesar 7,18-7,19 Log CFU hingga hari ke 4 pertumbuhan Salmonella sp semakin meningkat hingga 8,23-8,24 Log CFU.

Tabel 5. juga menjelaskan bahwa Salmonella sp yang diinjeksikan dapat beradaptasi, tumbuh dan berkembang dalam saluran pencernaan ayam broiler, hal ini dapat dilihat dari tingkat pertambahan koloni dari tiap harinya yang begitu pesat, dengan begini ayam broiler dianggap sakit dan sudah mengalami salmonelosis, sehingga dapat dilakukan tahap pengendalian atau fase tiga dari pemeliharaan.

Fase tiga Uji coba antibiotik ke ayam, penelitian ini menggunakan 20 ekor ayam Broilerumur 16 hari, dibagi dalam 5 kelompok percobaan yaitu: P0 = pakan tanpa mengandung imbuhan (kontrol) P1 = pakan berimbuhan antibiotik komersil, P2 = pakan berimbuhan ekstrak cacing tanah, P3 = pakan berimbuhan tepung cacing tanah, P4 = pakan berimbuhan bubur cacing tanah. Masing-masing kelompok percobaan dibagi menjadi 4 ulangan yang masing-masing berisi 1 ekor ayam. Ayam dipelihara dari umur 1 hari (DOC) sampai umur 20 hari dan diberi perlakuan mulai umur 16 hari.

(35)

perlakuan ekstrak cacing tanah sebesar 8,32 Log CFU, P3 dengan perlakuan tepung cacing tanah memiliki koloni sebesar 8,31 Log CFU hingga perlakuan P4 bubur cacing tanah yang memiliki total koloni sebesar 8,31 Log CFU. Hal ini sesuai dengan Masduki (1996) kemampuan biologis setiap bakteri juga berbeda-beda dalam merespon bahan antibakteri. Salah satu faktor yang paling berpengaruh adalah adanya perbedaan struktur dinding sel antara bakteri gram negatif dan bakteri gram positif. Komponen khusus bakteri gram negatif terdiri atas lipoprotein, selaput luar, dan lipopolisakarida. Selaput luar dinding sel bakteri gram negatif merupakan selaput ganda fosfolipid yang sebagian besar diganti dengan molekul lipopolisakarida.

Lumbrokinase merupakan salah satu enzim yang bertanggung jawab dalam mengendalikan patogen pada saluran pencernaan, enzim-enzim pada L.rubellus besifat alkaloid dan hanya bereaksi pada pelarut basa sehingga bisa diserap tubuh (Mihara et al., 1991)

Analisa keragaman di atas diketahui bahwa total Log CFU pada hari ke 1 pemeliharaan sangat berbeda nyata hal ini dapat dilihat dari F hitung lebih besar dari F tabel 0,05 dimana F hitung dan harus dilakukan uji lanjut untuk lebih mengetahui tingkat keragamnya.

(36)

Salmonella sp yang ada pada saluran pencernaan tetapi hanya mampu melisikannya seperti dikatakan Syamsiah, et al., (2005) bahwa antibakteri dalam ramuan herbal akan melisiskan racun yang menempel pada usus sehingga penyerapan zat makanan lebih meningkat.

Menurut Tafsin (2007) bakteri seperti Salmonella sp memiliki lektin pada permukaan selnya yang dapat mengenal gula spesifik dan membiarkan selnya untuk menempel pada gula tersebut, sehingga gula tersebut termediasi oleh bakteri tersebut, dengan penambahan cacing tanah dalam pakan maka lumbritin akan melindungi dinding saluran pencernaan dan salmonella tidak dapat menempel dan menurunkan tingkat populasi dalam saluran pencernaan ternak.

Hari ke 2 fase pengendalian total koloni pada feses ayam dapat dilihat pada tabel 5. Hari kedua fase pengendalian memang tidak memiliki perbedaan yang cukup siknifikan tetapi bila diuji analisa keragamanya diketahui bahwa 149,28** f hitung lebih besar dari pada f tabel 0,05 sebesar 4,89 hal ini menunjukkan bahwasanya perlakuan sangat berbeda nyata sehingga dilakukan uji lanjut duncan.

(37)

(2005) antibiotik yag baik adalah dapat melisiskan bakteri dalam saluran pencernaan sehingga penyerapan nutrisi lebih baik, dan didukung juga oleh Mihara et al., (1991) dan Sajuthi et al., (2003) mencoba menjelaskan bahwasanya kandungan lumbritin dan enzim-enzim yang berada pada L. rubellus tidak mudah larut karena bersifat alkaloid, hal ini menyebabkan lumbritin (antimikroba) terjebak dalam saluran pencernaan dan sempurna melisikan Salmonella sp.

Hari ke 3 fase pengendalian total koloni pada feses ayam memiliki jumlah (P0)8,63 Log CFU, (P1) 8,20 Log CFU, (P2) 8,36 (P3) 8,37 dan (P4) 8,37 dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa rataan tertinggi terdapat pada perlakuan (P0) dimana perlakuan ini tidak memiliki imbuhan antibiotik sebesar 8,63Log CFU yang diikuti secara berturut-turut oleh (P3) tepung cacing tanah 8,37 dan (P4) bubur cacing tanah yang memiliki rataan yang sama yakni sebesar 8,37 Log CFU dan terus diikuti oleh (P2) ekstrak cacing tanah sebesar 8,36 Log CFU dan (P1) imbuhan antibiotik buatan sebesar 8,20 Log CFU maka dilakukan analisa keragaman sehingga di ketahui bahwa F hitung 856,67 lebih besar dari pada F tabel 0,05 sebesar 4,89 hal ini menjelaskan bahwasanya ada perbedaan antar perlakuan maka dilakuakan uji lanjut duncan untuk mengetahui perlakuan mana yang berbedanyata.

(38)

perlakuan P2 dalam bentuk cair sedangkan P3 dan P4 lebih berserat P2 tidak dapat menyaingi (P1) penggunaan antibiotik komersil dalam ransum dengang nilai ratan sebesar 8,20atau terendah dibandingkan dengan yang lainnya hal ini menjelaskan bahwa P0, P3, P4, dan P2 tidak dapat mengimbangai P1.

Hari ke 4 setelah masa inkubasi atau hari ke 13 pemeliharaan total koloni pada feses ayam memiliki jumlah (P0) 8,81 Log CFU, (P1) 7,96 Log CFU, (P2) 8,22 Log CFU, (P3) 8,23 Log CFU dan (P4) 8,23 Log CFU, dimana hari ke 4 pemeliharaan rataan tertinggi pada perlakuan (P0) kontrol atau tidak menggunakan antibiotik yang diikuti berturut turut oleh P3 dan P4 dengan rataan yang sama diikuti dengan (P2) perlakuan ekstrak cacing tanah, dan yang terendah terdapat pada (P1) menggunakan antibiotik komersil dengan beragamnya nilai rataan pada setiap perlakuan maka dilakukan analisa keragaman sehingga di ketahui bahwa F hitung 3530,78** lebih besar dari pada F tabel 0,05 hal ini akan dilanjutkan denga uji duncan untuk mengetahui tingkat keragaman antar perlakuan.

(39)

pada dinding usus sehingga dinding usus lebih mudah menyerap zat–zat nutrisi. Keadaan ini menyebabkan kondisi hewan menjadi lebih baik untuk mencegah penyakit Salmonella. Hal ini sesuai pendapat Banong et al., (2011) bahwa pembatasan aksesibilitas pakan selama +3 jam, pakan dalam crop (tembolok) masih tersisa dengan kondisi telah mengalami pencampuran dengan air minum. Pembatasan aksesibilitas pakan yang dilakukan selama +6 jam, kondisi crop, proventikulus dan gizzard ayam sudah kosong namun dengan usus halus yang masih penuh. Pada kondisi tersebut menandakan bahwa saluran pencernaan masih terisi dengan sisa pakan yang dikonsumsi sebelumnya.

2,83

8,24 8,32 8,36 8,36 8,22

2,85

3,20 3,37 3,53

6,07 6,11 7,18

8,24 8,31 8,36 8,37 8,23

2,85 3,20

3,36 3,53

6,06 6,11 7,18

8,23 8,31 8,36 8,37 8,23

0,00

(40)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Salmonella sp dapat dikendalikan dengan olahan cacing tanah ditinjau dari tingkat pertumbuhan salmonella sp yang beragam di media agar yang berisi olahan cacing tanah dan luas sensitivitas zona bening cacing tanah melalui olahan dalam bentuk ekstrak cacing tanah, tepung cacing tanah dan bubur cacing tanah. Pengolahan cacing tanah tidak dapat mengimbangi antibiotik komersil.

Saran

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Agricultural Research Service. 2002. A focus on Salmonella.

Ardiansyah. 2012.laporan penghitungan koloni bakteri. Laboratorium Mikrobiologi Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP). Gowa

Baehaki, A., Rinto., Budiman, A. 2011. Isolasi dan Karakterisasi Protease dari Bakteri Tanah Rawa Indralaya, Sumatera Selatan. J.Teknol dan Industri Pangan, 22 (1): 37-42.

Banong, S. dan Hakim, M.R. (2011). Pengaruh Umur dan Lama Pemuasan Terhadap Performa dan Karakteristik Karkas Ayam Pedaging. JITP. 1(2): 98 – 106.

Brooks, Geo, F., Janet, S. B., Stephen, A. M., 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika. Jakarta.

Capuccino, J. G., dan Sherman, N., 1978. Microbiology A Laboratory Manual. Rockland Community Collage. Suffern. New York.

Cho, J.H., C.B. Park, Y.G. Yoon dan S.C. Kim. (1998). Lumbricin I, a Novel Proline-Rich Antimicrobial Peptide from the Earthworm: Purification, cDNA Cloning and Molecular Characterization. Biochim. Biophys. Acta. 1408 (1): 67–76.

Damayanti, E., A. Sofyan, H. Julendra and T. Untari. (2009). The Use of Earthworm Meal (Lumbricus rubellus) as Anti-pullorum Agent in Feed Additive of Broiler Chicken. JITV 14(2): 83–89.

Davison, S., C.E. Benson dan R.J. Eckroade. 1995. Comparison of environmental monitoring protocols for the detection of Salmonella in poultry houses. Avian Dis. 39: 475-179 .

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi 4. Kadar Larutan. Hal 1.

Dharmojono. 2001. Penyakit Tifus (Salmonellosis). Dalam Penyakit menular dari binatang ke manusia . Edisi Pertama . Milenia Populer. him. 111-121.

Duguid, J .P. dan R.A .E . North. 1991. Eggs and Salmonella food-poisoning : an evaluation. J. Med. Microbiol. 34 : 65-72 .

(42)

Gast, R.K. 1997. Paratyphoid infections . In Disease of Poultry. Tenth Edition. Calnek, B.W., H.J. Barnes, C.W.Beard, L.R.Mcdougald And Y.M. Saif. (Eds. Pp.97-112). Iowa State university Press, Ames, Iowa, USA.

Gold Biotechnology. 2009. Material Safety Data Sheet: D-Proline. 4 pp.

Hartoyo. E, Ari.Y, dan Lia.B. 2006. Uji Sensitivitas Salmonella typhi Terhadap Berbagai Antibiotik di Bagian Anak RSUD ULIN Banjarmasin. Sari Pediatri. Vol. 8 No 118-121.

Jay, J.M., 2000. Modern Food Microbiology, 6th.Ed. Aspen Publisher, Inc., Maryland. Julendra, H. 2003. Uji Aktivitas Antibakteri dari Cacing Tanah (Lumbricus terestris)

sebagai Bahan Pakan Ayam terhadap Pertumbuhan Bakteri Salmonella pullorum secara In Vitro. 9 hal.

Julendra, H dan A. Sofyan. 2007. Uji In Vitro Penghambatan Aktivitas Escherichia coli dengan Tepung Cacing Tanah (Lumbricus rubellus). Media Peternakan 30 (1): 1-7.

Lay, B.W (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada. hlm. 68. Jakarta

Liu, Y-Q., Z-J. Sun, C. Wang, S-J. Li, and Y-Z. Liu. (2004). Purifi cation of a Novel Antibacterial Short Peptide in Earthworm Eisenia foetida. Acta Biochimica et Biophysica Sinica, 36 (4): 297–302

Mcmullin, P. 2004. A Pocket Guide to Poultry Health and Disease. 5M Enterprises Limited. Sheffield. Musnelina lili. 2004. Analisis Efektivitas Biaya Pengobatan Demam Tifoid Anak Menggunakan Kloramfenikol dan Seftriakson di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001–2002. http://repository.ui.ac.id (diakses tanggal 10November 2009).

Mihara, H., H. Sumi, T. Yoneta, H.Mizumoto, R. Ikeda, M. Seiki dan M. Maruyama. 1991. A novel fibrinolityc enzyme extracted from the earthworm, Lumbricus rubellus. Japan J. Physiol. 41: 461–472.

Miyamoto, T., T. Horie, E. Baba, K. Sasai, T. Fukata dan A. Arakawa. 1998. Salmonella penetration through eggshell associated with freshness on laid eggs and refrigeration. J . of Food Protect. 61(3) : 350-353 .

Office International Des Epizooties. 2000. Fowl Typhoid and Pullorum Disease . In : Manual of Standards for Diagnostic Test and Vaccines . pp. 697-698.

(43)

Popovic, M., M. Grdisa and T.M. Hrzenjak. (2005). Glycolipoprotein G-90 Obtained from The Earthworm Eisenia foetida Exerts Antibacterial Activity. Veterinarski Arhiv. 75 (2): 119–128.

Porter, R.E. 1998. Bacterial enteritides of poultry. Poult. Sci. 77: 1159-1165.

Portillo, F .G. 2000 . Molecular and cellular biology of Salmonella pathogenesis in microbial foodborne disease: Mechanisms of pathogenesis and toxin synthesis. First Edition. CARY, J.W, J.E. LINZ and D . BHATNAGAR (Eds .). Technomic Publishing Company. Inc. 851 New Holland Avenue Box 3535 . Lancester, Pennysylvania 17604 USA . pp . 3-7.

Purnomo, J.S. 2004. Variasi tipe antigen Salmonella pullorum yang ditemukan di Indonesia dan penyebaran serotipe Salmonella pada ternak. Wartazoa 14: 143-159.

Purwaningrrom, D.L. 2010. Uji In Vitro Pengaruh Jenis Tepung Cacing Tanah (Lumbricus rubellus dan Pheretima aspergillum) dengan Variasi Suhu Pengolahan (50°, 60° dan 70°) terhadap Penghambatan Pertumbuhan Bakteri Salmonella thypi. Fakultas Ilmu Biologi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang. 98 hal. Rattanachuay, P., D. Kantachote, M. Tantirungkij, T. Nitoda and H. Kanzaki. 2010.

Inhibition of Shrimp Pathogenic Vibrios by Extracellular Compounds from a Proteolytic Bacterium Pseudomonas sp. W3. Journal of Biotechnology 13(1) : 1-11.

Serbeniuk, F. 2002. Non-typhoidal Salmonella. httP://www.wou.edu/las/natsci_math/biologv/boomer/Bio440/emerging2002/Salm onella2. (25 Maret 2003) .

Seeley, H.W., P.J. Van Demark And J.J. Lee. 2001. Microbes In Action: A Laboratory Manual Of Microbiology 4th Edition. W.H. Freeman And Company, New York. Shivaprasad, H.L. 2003. Pullorum Disease and Fowl Typhoid. in: Disease of Poultry.

SAIF, Y.M. (Ed). 11th Edition. Iowa State Press, Ames, Iowa.

Supardi, 1. dan Sukamto. 1999. Mikroorganisme penyebab penyakit menular. Dalam: Mikrobiologi dalam pengolahan dan keamanan pangan. Edisi Pertama, Yayasan Adikarya IKAPI dengan The Ford Foundation. him. 157-173.

Suswanti, I. dan Ayu J. 2009. Sensitivitas Salmonella typhi terhadap Kloramfenikol dan Seftriakson di RSUD Dr. Soetomo Surabaya dan di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang Tahun 2008-2009. Departemen mikrobiologi. Skripsi. Fakultas kedokteran universitas muhammadiah. Malang.

(44)

Tafsin, M. 2007. Kajian Polisakarida Mannan dari Bungkil Inti Sawit Sebagai Pengendali Salmonella Thypimurium dan Immunostimulan Pada Ayam. IPB Press. Bogor Tasiemski, A., D. Schikorski, F.L. Marrec-Croq, C.P-V. Camp, C. Boidin-Wichlacz and

P.E. Sautiere. (2006). Hestidin: A Novel Antimicrobial Peptide Containing Bromotryptophan Constitutively Expressed in The NK Cells-like of The Marine Annelid, Nereis diversicolor. Developmental and Comparative Immunology, 31: 749–762.

Uma, A., K. Saravanabava, R. Singaravel and A. Koteeswaran. 2005. Antibiotic Resistant Vibrio harveyi Isolated from Swollen Hindgut Syndrome (SHG) Affected Penaeud monodon Post Larcae from Commercial Shrimp hatcheries. Tamilnadu Veterinary and Animal Sciences University, Madhavaram Milk Colony, Chennai. 4 pp.

(45)

Dimaserasi kembali dengan 250 ml etanol 0,6% kemudian disaring

Ekstrak cair

dievaporasikan 5 % Diendapkan

200g cacing tanah segar dibersihkan

Cacing tanah dihaluskan

Lampiran 1. Pembuatan ekstrak cacing tanah

Gambar 7. Alur pembuatan ekstrak cacingtanah L.rubellus

ampas Filtrat II

Diendapkan Larutan disaring

Cacing tanah dimaserasi dengan 750 ml etanol 0,6%

Diamkan sambil diaduk selama 5 hari

(46)

Lampiran 2. Pembuatan tepung cacing tanah

Gambar 8. Alur pembuatan tepung cacing tanah L.rubellus

Disiapkan cacing tanah lalu dibersihkan dari cacing yang mati dan sampah dari biakannya

Cacing tanah dihangatkan dengan suhu 300C mengunakan lampu pijar

selama 24 jam

Cacing tanah disiram dengan air mendidih di atas tirisan bertujuan menghilangkan

lendir pada cacing

Cacing tanah dihaluskan

Cacing tanah diovenkan selama 4 jam dengan suhu 450C

(47)

Lampiran 3. Pembuatan bubur cacing tanah

Gambar 9. Alur pembuatan bubur cacing tanah L. rubellus

Disiapkan cacing tanah sembari dibersihkan dari sampah ikutan dari media biakan dan cacing tanah yang mati

Cacing tanah disiram mengunakan air mendidih bertujuan menghilangkan lendir sembari ditiriskan

Cacing tanah di rendam dengan aquadas 0,5 L setiap 200g bahan kering cacing tanah

Cacing tanah dihaluskan

Cacing tanah dipasteorisasi dengan suhu 65-800C selma 10 menit

Gambar

Tabel 1. Frekuensi dan Persentase Respon Sensitivitas Antibiotik
Gambar 1. Kerangka metode penelitian efektivitas pengendalian Salmonella sp dengan berbagai
Gambar 2. Alur Pelaksanaan Secara In Vitro
Gambar 4. Tahap I Isolasi Salmonella Pada Media Berimbuhan Cacing TanahSeries1
+6

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendapatkan data sebanyak mungkin dan sesuai dengan jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti yakni penelitian secara kualitatif, maka peneliti sendiri

MTs Yajri Payaman telah membentuk berbagai program dalam rangka internalisasi nilai-nilai akhlak siswa diantaranya penerapan kurikulum 2013 yang menuntut adanya penanaman

Tidak adanya komunikasi yang cukup baik secara vertikal dari pimpinan terhadap bawahannya, serta kurangnya pengawasan dan perhatian yang lebih dari pimpinan

Namun yang menjadi ketertarikkan WHUOHSDV GDUL NHGDQJNDODQQ\D ¿OP postmodern, sama seperti bentuk seni postmodern yang lain, berusaha menampilkan sesuatu yang baru,

Namun demikian, diketahui pula penyebab nya adalah manajemen PAUD di daerah tersebut yang semakin rendah, beberapa masalah manajemen sekolah yang terkait dengan

Berdasarkan dari hasil analisis faktor yang dilakukan terhadap persepsi personil operasional bandara terhadap implementasi SMS di bandara Internasioanal Sultan

Skripsi yang berjudul “Studi Penggunaan Captopril pada Pasien Gagal Jantung di RSUD Kabupaten Sidoarjo” ini disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh

Dan masih memberikan kesempatan kepada penulis menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Penerapan Media Powerpoint Untuk Meningkatkan Perhatian Siswa Dalam