• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Penentuan Daya Dan Peletakan Distributed Generation Pada Jaringan Distribusi 20 Kv (Studi Kasus: Penyulang Pm6 Pematang Siantar)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi Penentuan Daya Dan Peletakan Distributed Generation Pada Jaringan Distribusi 20 Kv (Studi Kasus: Penyulang Pm6 Pematang Siantar)"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

Tabel 1 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 4

No Kapasitas DG

(2)

Gambar 2 Tegangan Minimum untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 4

Tabel 2 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 5

(3)

Gambar 3 Total Rugi-Rugi Daya untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 5

(4)

Tabel 3 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 6

No Kapasitas

(5)

Gambar 6 Total Rugi-Rugi Daya untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 6

Tabel 4 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 7

(6)

Gambar 7 Total Rugi-Rugi Daya untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 7

(7)

Tabel 5 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 8

No Kapasitas DG

(8)

Gambar 10 Profil Tegangan untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 8

Tabel 6 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 9

(9)

Gambar 11 Total Rugi-Rugi Daya untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 9

(10)

Tabel 7 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 10

No Kapasitas

(11)

Gambar 14 Profil Tegangan untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 10

Tabel 8 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 11

(12)

Gambar 15 Total Rugi-Rugi Daya untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 11

(13)

Tabel 9 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 12

No Kapasitas

(14)

Gambar 18 Profil Tegangan untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 12

Tabel 10 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 13

(15)

Gambar 19 Total Rugi-Rugi Daya untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 13

(16)

Tabel 11 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 14

No Kapasitas

(17)

Gambar 22 Tegangan Minimum untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 14

Tabel 12 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 15

(18)

Gambar 23 Total Rugi-Rugi Daya untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 15

(19)

Tabel 13 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 16

No Kapasitas

(20)

Gambar 26 Total Rugi-Rugi Daya untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 16

Tabel 14 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 17

(21)

Gambar 27 Total Rugi-Rugi Daya untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 17

(22)

Tabel 15 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 18

No Kapasitas

(23)

Gambar 30 Profil Tegangan untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 18

Tabel 16 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 19

(24)

Gambar 31 Total Rugi-Rugi Daya untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 19

(25)

Tabel 17 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 20

No Kapasitas

(26)

Gambar 34 Profil Tegangan untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 20

Tabel 18 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 21

(27)

Gambar 35 Total Rugi-Rugi Daya untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 21

Gambar 36 Tegangan Minimum untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 21

(28)

Tabel 19 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 22

No Kapasitas

(29)

Gambar 38 Profil Tegangan untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 22

Tabel 20 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 23

(30)

Gambar 39 Total Rugi-Rugi Daya untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 23

(31)

Tabel 21 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 24

No Kapasitas

(32)

Gambar 42 Profil Tegangan untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 24

Tabel 22 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 25

No Kapasitas

Kapasitas DG (MW)

(33)

Gambar 43 Total Rugi-Rugi Daya untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 25

(34)

Tabel 23 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 26

No Kapasitas

(35)

Gambar 46 Profil Tegangan untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 3

Tabel 24 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 27

(36)

Gambar 47 Total Rugi-Rugi Daya untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 27

(37)

Tabel 25 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 28

No Kapasitas

(38)

Gambar 50 Tegangan Minimum untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 28

Tabel 26 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 29

(39)

Gambar 51 Total Rugi-Rugi Daya untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 29

(40)

Tabel 27 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 30

No Kapasitas

(41)

Gambar 54 Tegangan Minimum untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 30

Tabel 28 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 31

(42)

Gambar 55 Total Rugi-Rugi Daya untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 31

(43)

Tabel 29 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 32

No Kapasitas

(44)

Gambar 58 Tegangan Minimum untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 32

Tabel 30 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 33

(45)

Gambar 59 Total Rugi-Rugi Daya untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 33

(46)

Tabel 31 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 34

No Kapasitas

(47)

Gambar 62 Tegangan Minimum untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 34

Tabel 32 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 35

(48)

Gambar 63 Total Rugi-Rugi Daya untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 35

(49)

Tabel 33 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 36

No Kapasitas

(50)

Gambar 66 Tegangan Minimum untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 36

Tabel 34 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 37

(51)

Gambar 67 Total Rugi-Rugi Daya untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 37

(52)

Tabel 35 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 38

No Kapasitas

(53)

Gambar 70 Tegangan Minimum untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 38

Tabel 36 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 39

(54)

Gambar 71 Total Rugi-Rugi Daya untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 39

(55)

Lampiran 2

Program Load Flow

% Program for Bus Power Injections, Line & Power flows (p.u)...

Y; % Calling Ybus program..

% Bus Current Injections..

I = Y*Vm;

(56)

end

Lpij = real(Lij); Lqij = imag(Lij);

(57)

for m = 1:nl

% Program for Newton-Raphson Load Flow Analysis..

clear;

Qmax = busd(:,10)/BMva; % Maximum Reactive Power Limit..

(58)

while (Tol > 1e-5) % Iteration starting..

% Calculate change from specified value

(59)

J1(i,k) = V(m)* V(n)*(G(m,n)*sin(del(m)-del(n)) -

% J3 - Derivative of Reactive Power Injections with Angles..

(60)

J4(i,k) = V(m)*(G(m,n)*sin(del(m)-del(n)) -

Konversi Polar to rectangular

% Polar to Rectangular Conversion % [RECT] = RECT2POL(RHO, THETA)

% RECT - Complex matrix or number, RECT = A + jB, A = Real, B = Imaginary

% RHO - Magnitude

% THETA - Angle in radians

function rect = pol2rect(rho,theta)

rect = rho.*cos(theta) + 1i*rho.*sin(theta);

Newthon Raphson 2

% Program for Newton-Raphson Load Flow Analysis..

(61)

Pg = busd(:,5)/BMva; % PGi..

Qg = busd(:,6)/BMva; % QGi..

Pl = busd(:,7)/BMva; % PLi..

Ql = busd(:,8)/BMva; % QLi..

Qmin = busd(:,9)/BMva; % Minimum Reactive Power Limit..

Qmax = busd(:,10)/BMva; % Maximum Reactive Power Limit..

P = Pg - Pl; % Pi = PGi - PLi..

% Calculate change from specified value

(62)

end

% J3 - Derivative of Reactive Power Injections with Angles..

(63)

J3(i,k) = V(m)* V(n)*(-G(m,n)*cos(del(m)-del(n)) -

% Program to for Admittance And Impedance Bus Formation....

function Y = ybusppg(num) % Returns Y

linedata = linedatas(num); % Calling Linedatas...

(64)

tb = linedata(:,2); % To bus number...

% Formation of the Off Diagonal Elements... for k = 1:nl

Y(fb(k),tb(k)) = Y(fb(k),tb(k)) - y(k); Y(tb(k),fb(k)) = Y(fb(k),tb(k));

end

% Formation of Diagonal Elements.... for m = 1:nb

(65)

while v<=1.045; no = no + 1;

kapDG = kapDG + 0.05 ;

busdt(busubah,5) = kapDG + w; nrlfppg2;

v= max(V); x= min(V);

Plossnew= [no kapDG v sum(Lpij) x]; Ploss =[Ploss;Plossnew];

end

(66)

63

Daftar Pustaka

[1] Chowdhury S,Chowdhury SP, Crossley P. 2009.Microgrids and Active

Distribution Networks. 1st ed. London. IET Renewable Energy Series.

[2] Willis H.L, 2000. Analytical methods and rules of thumb for modeling DG

distribution interaction. IEEE Proc. PES summer meeting. Vol.3,

pp.1643-1644.

[3] Wand C, and Nehrir MH. 2004. Analytical approach for optimal placement of

distributed generation sources in power systems. IEEE Trans. PWRS,

19(4), pp. 2068 – 2076.

[4] Marsudi, D. (2006). Operasi Sistem Tenaga Listrik (2nd ed.). Yogyakarta:

Graha Ilmu.

[5] Suswanto, D. (2009). Sistem Distribusi Tenaga Listrik Untuk Mahasiswa

Teknik ELektro (1 ed.). Padang: Universitas Negeri Padang.

[6] Stevenson, J. W. (1984). Power System Analysis. New York: McGraw-Hill,

Inc.

[7] Ackerman, T. (2000). Distribution Generation : a definition. 1 - 3.

[8] Purchala K, B. (2003). Distributed Generation and The Grid Integration. 4.

[9] Viawan, F. (2008). Voltage Control and Voltage Stability of Power

Distribution System in The Presence of Distribution Generation. sweden:

Chalmers University of Technologies.

[10] Viawan, F. A. (2006). Steady State Operation and Control of Power

Distribution Systems in the Presence of Distributed Generation. Goteborg:

Thesis for The Degree of Licentiate Engineering, Chalmers University of

(67)

64

[11] Sutojo D, M. E. (2011). Kecerdasan Buatan. Yogyakarta: ANDI.

(68)

35

BAB 3

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan melalui simulasi pada jaringan distribusi 20 kV

dari Gardu Induk Pematang Siantar yang terhubung dengan PLTM AEK SILAU 2

dan PLTmH Tonduhan. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan.

Bahan dan Peralatan

Bahan yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah data

pembangkit dan penyaluran jaringan distribusi 20 kV yang terinterkoneksi dengan

DG. Peralatan yang akan digunakan untuk simulasi optimasi besar dan

penempatan DG ini adalah software MATLAB.

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dimulai dengan pengambilan data yang dibutuhkan terlebih

dahulu. Kemudian data yang diperoleh, diolah dan disimulasikan.

Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah :

- Beban pada jaringan

- Besar impedansi pada jaringan

- Besar kapasitas DG

- Besar tegangan pada sistem jaringan distribusi

(69)

36

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini dilakukan seperti berikut ini. Tahap pelaksanaan

penelitian pertama kali adalah dengan mengambil data yang terdiri dari data bus,

impedasi jaringan dan data beban. Kemudian data yang diperoleh, dianalisis aliran

daya pada jaringan distribusi tersebut pada keadaan existing dengan perhitungan

aliran daya. Kemudian Diinterkoneksikan DG sebesar 0,05 MW ke bus 3, lalu

dijalankan program analisa daya untuk mengetahui tegangan minimum dan

rugi-rugi dari sistem. Dari hasil ini kemudian dibandingkan dengan Fuzzy Logic

Toolbox untuk mendapatkan nilai tingkat kecocokan DG. Secara bertahap, nilai

DG dinaikan sebesar 0,05 MW sampai besar tegangan tertinggi pada sistem

mencapai 1.05 pu. Kemudian hal ini diulangi untuk bus yang berbeda. Dimulai

dari bus 4, 5, 6 , . . . , n. setelah hal ini dilakukan semua dan didapatkan besar

kapasitas DG yang terbaik dari tiap bus, maka kapasitas optimal DG dari tiap bus

itu dibandingkan lagi berdasarkan profil tegangannyya dan rugi-rugi jaringan nya.

dimana semua perhitungan dan perulangan ini dilakukan di dalam program

Matlab, dimana program matlab ini dapat dilihat dari lampiran 2.

Penentuan titik optimum interkoneksi DG terhadap jaringan distribusi ini,

(70)

37

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Mulai

Memasukan data. (data generator,beban dan

impedansi jaringan)

Menjalankan program load flow

Tampilkan Data (Data Total Beban,total

losses dan besar profil tegangan)

Jalankan program load flow

Mendapatkan data baru (Data total beban,total losses

dan besar profil tegangan)

4

2

Apakah sudah mencapai bus

terahkir?

Tentukan bus dimana DG akan ditempatkan

Masukan besar DG= 0.05 MW

1

ya

(71)

38

Naikan besar DG bertahap Apakah besar profil tegangan melewati standar

tegangan?

Tidak

Pilih hasil profil tegangan dan rugi-rugi yang paling baik

ya 1

3

2

Lanjutan Gambar 3.1

3.5.1 Prosedur kerja

1. Memasukan Data

Data yang dibutuhkan diambil dari P.T. PLN (Persero) yaitu data one line

diagram dari PM6 yang telah di lumped load dimana pada data ini besar beban

terendah pada jaringan PM6 terdapat pada bus 3 dengan besar 275 kVA dan beban

terbesar pada jaringan PM6 ialah sebesar 1423 kVA. Gambar 3.2 adalah one line

diagram dari jaringan PM6 Pematang Siantar dan dilanjutkan dengan data bus dan

data saluran dari PM6.

Tentukan data yang paling baik berdasarkan

rugi-rugi dan profil tegangan

(72)

39

(73)

40

Gambar diatas dilengkapi dengan data – data seperti data tipe bus, beban

atau generator pada bus, serta panjang penyulang serta impedansi saluran. Tabel

3.1 dan Tabel 3.2 akan menunjukan data – data tersebut.

Tabel 3.2 Data Bus

Bus Kode

Bus V Theta

Generator Load Injected

(74)

41

no Kode

Bus V Theta

Generator Load Injected

MW MVAR MW MVAR Qmax MVAR

35 3 1 0 0.159 0.098

36 3 1 0

37 3 1 0 0.289 0.179

38 3 1 0 0.253 0.157

39 3 1 0 0.222 0.137

Pada tabel di atas, terdapat 10 kolom yang terdiri dari bus, kode bus, V,

theta, MW(Generator), MVAR (Generator), MW(Load), MVAR (Load), Qmax

(Injected), MVAR (Injected). Kolom bus menyatakan nomor bus sesuai dengan

Gambar 3.2. Kolom Kode menyatakan kode bus seperti yang telah dijelaskan pada

Tabel 2.1. V dan theta secara berturut – turut menjelaskan mengenai besar

tegangan dan sudut tegangan pada tiap – tiap bus. Kolom MW dan MVAR pada

Generator menunjukan besar kapasitas daya aktif dan reaktif yang dihasilkan oleh

sebuah pembangkit. Kolom MW dan MVAR pada Load, menunjukan besar

kapasitas MW dan MVAR dari beban terpasang pada masing – masing bus.

Sedangkan Qmax dan MVAR pada kolom Injected biasanya diisi untuk

menunjukan penggunaan kapasitor bank pada jaringan.

Namun, untuk kebutuhan proses perhitungan, pada kolom tegangan dan

sudut fasa harus diisi secara lengkap. Maka pada kolom tegangan, pada awal

perhitungan dianggap semuanya bernilai satu (pu), dan sudut tegangan dianggap

semuanya bernilai nol. Dengan begitu tabel data bus siap untuk diproses dalam

program. Selain itu,dalam menjalankan program load flow diiperlukan juga data

(75)

42

Tabel 3.3 Data Saluran

(76)

43

Tabel 3.2 di atas terdiri dari lima buah kolom yang berisikan From Bus, To

Bus, R, X, B/2, dan Tap. Kolom From Bus dan To Bus menunjukan saluran dari

sebuah bus “From Bus” ke bus “To bus”. Kolom R dan X menunjukan nilai

resistansi dan reaktansi dari saluran tersebut. Kolom Tap adalah kolom taping dari

transformer, namun untuk sebuah saluran yang tidak mengalami taping

transformer di salah satu ujung busnya, pada kolom tersebut diisikan angka satu.

2. Menjalankan program nrlfppg untuk melakukan perhitungan aliran

daya pada keadaan existing

Perhitungan dilakukan untuk mengetahui aliran daya pada sistem pada saat

sistem masih dalam keadaan existing.

3. Menentukan besar DG yang akan di interkoneksi

Besar Kapasitas DG yang akan di interkoneksi pada tiap bus, dimulai dari

besar 0,1 MW.

4. Menentukan kandidat bus tempat interkoneksi DG tiap masing –

masing wilayah

Kandidat bus dimulai dari bus 3. Tidak dimulai dari bus satu dan dua,

karena bus 1 merupakan slack bus dan bus 2 bukan bagian dari PM6.

5. Menaikan besar DG, sebesar 0,05 MW

Besar DG dinaikan secara bertahap sambil menjalankan program aliran

daya, sampai besar DG mencapai besar tegangan maksimum pada tiap bus sebesar

1.05 pu.

(77)

44

6. Menseleksi tempat interkoneksi yang terbaik

Menentukan nilai interkoneksi yang terbaik dengan melihat nilai rugi –

rugi yang terkecil untuk tiap tiap besar DG yang berbeda dengan Fuzzy Logic

Toolbox.

Dimana pada Fuzzy Logic Toolbox ini terdapat 2 masukan dan satu

keluaran. Dimana masukannya adalah rugi-rugi dan tegangan lalu keluarannya

adalah nilai kesesuaian DG. Rugi-Rugi terdiri dari L LM M HM H dan Tegangan

terdiri dari L LN N HN H lalu nilai kesesuaian DG terdiri dari L LM M HM H.

Prosesnya Fuzzy Logic nya dilakukan dengan perhitungan Mamdani. Dimana

pada prosesnya terdapat 25 aturan, yaitu :

a. Jika tegangan adalah L dan rugi-rugi adalah H maka Kesesuaian DG

adalah L

b. Jika tegangan adalah L dan rugi-rugi adalah HM maka Kesesuaian DG

adalah L

c. Jika tegangan adalah L dan rugi-rugi adalah M maka Kesesuaian DG

adalah LM

d. Jika tegangan adalah L dan rugi-rugi adalah LM maka Kesesuaian DG

adalah LM

e. Jika tegangan adalah L dan rugi-rugi adalah L maka Kesesuaian DG

adalah LM

f. Jika tegangan adalah LN dan rugi-rugi adalah H maka Kesesuaian DG

adalah L

g. Jika tegangan adalah LN dan rugi-rugi adalah HM maka Kesesuaian

(78)

45

h. Jika tegangan adalah LN dan rugi-rugi adalah M maka Kesesuaian DG

adalah LM

i. Jika tegangan adalah LN dan rugi-rugi adalah LM maka Kesesuaian

DG adalah M

j. Jika tegangan adalah LN dan rugi-rugi adalah L maka Kesesuaian DG

adalah M

k. Jika tegangan adalah N dan rugi-rugi adalah H maka Kesesuaian DG

adalah LM

l. Jika tegangan adalah N dan rugi-rugi adalah HM maka Kesesuaian DG

adalah LM

m. Jika tegangan adalah N dan rugi-rugi adalah M maka Kesesuaian DG

adalah M

n. Jika tegangan adalah N dan rugi-rugi adalah LM maka Kesesuaian DG

adalah M

o. Jika tegangan adalah N dan rugi-rugi adalah L maka Kesesuaian DG

adalah HM

p. Jika tegangan adalah HN dan rugi-rugi adalah H maka Kesesuaian DG

adalah LM

q. Jika tegangan adalah HN dan rugi-rugi adalah HM maka Kesesuaian

DG adalah M

r. Jika tegangan adalah HN dan rugi-rugi adalah M maka Kesesuaian DG

adalah M

s. Jika tegangan adalah HN dan rugi-rugi adalah LM maka Kesesuaian

(79)

46

t. Jika tegangan adalah HN dan rugi-rugi adalah M maka Kesesuaian

DG adalah HM

u. Jika tegangan adalah H dan rugi-rugi adalah H maka Kesesuaian DG

adalah M

v. Jika tegangan adalah H dan rugi-rugi adalah HM maka Kesesuaian

DG adalah M

w. Jika tegangan adalah H dan rugi-rugi adalah M maka Kesesuaian DG

adalah HM

x. Jika tegangan adalah H dan rugi-rugi adalah LM maka Kesesuaian DG

adalah HM

y. Jika tegangan adalah H dan rugi-rugi adalah L maka Kesesuaian DG

adalah H

7. Menghubungkan DG dengan semua Bus mulai dari bus 3 ,4, 5, . . . n ,

secara bergantian

Satu per satu titik interkoneksi yang telah dipilih, diinterkoneksikan dan

disimulasikan untuk memperoleh data aliran daya tiap-tiap koneksi.

8. Menghitung total nilai rugi–rugi pada masing–masing wilayah apabila

terhubung dengan DG

Apabila seluruh tegangan sudah diselidiki dihitung nilai rugi–rugi yang

terjadi pada jaringan tersebut.

9. Menseleksi tempat interkoneksi yang terbaik

Dalam menentukan titik interkoneksi yang terbaik, nilai dari profil

tegangan dan total dari rugi-rugi sistem untuk tiap-tiap besar DG optimal untuk

(80)

47

profil tegangan paling baik dan rugi-rugi sistem yang paling kecil, merupakan titik

(81)

48

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut adalah hasil penelitian yang telah dilakukan untuk mencari

kapasitas dan lokasi penempatan optimum dari DG pada sistem distribusi, dimana

pada pencarian ini, terlebih dahulu dicari kapasitas optimum dari DG untuk

tiap-tiap bus, lalu setelah didapatkan kapasitas optimum dari DG untuk tiap-tiap-tiap-tiap bus,

akan dicari mana dimana peletakan terbaik berdasarkan profil tegangan dan

rugi-rugi pada sistem distribusi.

Tegangan Minimum dan Total Rugi - Rugi pada Jaringan pada Saat

DG Diinterkoneksikan ke Bus 3 untuk Tiap Besar DG yang Berbeda

Mula-mula DG dikoneksikan pada bus 3 dengan kapasitas DG dimulai dari

besar 0.05 MW dan dinaikan secara bertahap sebesar 0.05 MW hingga tegangan

maksimum mencapai 1.05 pu. Nilai rugi-rugi dan tegangan minimum dari sistem

yang diperoleh untuk tiap kapasitas DG akan menjadi input dalam perhitungan

Fuzzy untuk memperoleh output yaitu tingkat kecocokan DG.

Tabel 4.4 memperlihatkan rugi-rugi total, tegangan minimum dan

maksimum dari yang terdapat pada jaringan distribusi PM6 serta tingkat

kecocokan DG untuk tiap-tiap kapasitas DG yang berbeda saat dikoneksikan ke

(82)

49

Tabel 4.1 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 3

(83)

50

Berdasarkan tabel di atas maka dapat diperoleh grafik Kapasitas DG vs Rugi-Rugi

dan Kapasitas DG vs Tegangan Minimum dimana masing-masing ditunjukan

pada Gambar 4.1 dan 4.2 berikut ini.

Gambar 4.1 Total Rugi-Rugi Daya untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 3

(84)

51

Pada Gambar 4.1 yaitu grafik Kapasitas DG vs Rugi-Rugi dapat dilihat

bahwa nilai rugi-rugi tidak selalu naik untuk tiap kenaikan kapasitas DG seperti

pada saat kapasitas DG yang dikoneksikan di bus 3 sebesar 1.7 MW, nilai rugi

rugi total pada sistem menurun dikarenakan aliran daya pada sistem berubah. Hal

ini dapat dilihat pada Gambar 2.6 dan pada Persamaan 2.31.

Pada Gambar 4.2 yaitu grafik Kapasitas DG vs Tegangan Minimum dapat

dilihat bahwa untuk setiap penambahan kapasitas DG terjadi kenaikan tegangan

minimum pada sistem dikarenakan kapasitas dari sistem bertambah. Hal ini dapat

dilihat pada Persamaan 4.1.

S = �

2

(4.1)

Dimana dengan semakin meningkatnya daya semu (S) dan tegangan (V)

akan bertambah, sementara nilai dari impedansi jaringan tidak berubah.

Pada Gambar 4.1 dan 4.2 dapat disimpulkan bahwa pada saat DG yang

dikoneksikan pada bus 3 sebesar 1.7 MW, terjadi perubahan aliran daya pada

jaringan PM6 dan kapasitas daya dari sistem bertambah, sehingga rugi-rugi total

pada sistem menjadi berubah dan tegangan minimum pada sistem juga bertambah.

Berdasarkan hasil di atas, maka besar kapasitas DG yang paling baik yang

dapat dipasang pada pada bus 3 adalah sebesar 1.7 MW dengan tingkat kecocokan

DG sebesar 0.371. Dengan tingkat kecocokan ini, tegangan minimum pada sistem

terdapat pada bus 23 yaitu sebesar 0.7592 pu dan tegangan maksimum pada

sistem terdapat pada bus 33 yaitu sebesar 1.05 pu serta rugi-rugi total pada

(85)

52

Pada hasil rangkuman ini akan dirangkumkan kapasitas optimal DG pada

tiap bus, profil tegangan pada sistem dan rugi-rugi total pada sistem untuk

tiap-tiap koneksi optimal DG pada tiap-tiap bus. Pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.3

dirangkumkan berapa kapasitas optimal DG pada masing-masing bus.

Tabel 4.2 Kapasitas Optimal DG pada Masing-Masing Bus

(86)

53

Melalui Tabel 4.2 di atas, dapat dilihat bahwa kapasitas optimum DG yang

terkoneksi pada tiap-tiap bus berbeda-beda besarnya, dimana hal ini disebabkan

oleh karena parameter beban pada tiap-tiap bus dan parameter jaringan antar bus

tidak sama besarnya, selain itu pada keadaan existing pada jaringan PM6 ini telah

ada DG yang dioperasikan oleh karena itu kapasitas optimal dari DG yang

dikoneksikan berbeda-beda.

Dari Tabel 4.2 di atas divisualisasikan di dalam Gambar 4.3 di bawah ini

agar dapat lebih mudah melihat berapa kapasitas optimal dari tiap-tiap

(87)

54

(88)

55

Setelah kita mengetahui kapasitas optimal DG di tiap bus, maka pada

Tabel 4.3 dapat kita lihat bagaimana kondisi tegangan dan rugi rugi total jaringan

untuk tiap-tiap koneksi optimal DG.

Tabel 4.3 Kondisi Tegangan pada Tiap Koneksi Optimal DG Koneksi DG di

Bus

Profil Tegangan (%)

(89)

56

Lanjutan Tabel 4.3 Koneksi DG di

Bus

Profil Tegangan (%)

1 - 1.05 (pu) 0.9 - 1 (pu) 0.8 - 0.9 (pu) 0.7 - 0.8 (pu)

Pada Tabel 4.3, dapat dilihat bahwa untuk tiap kapasitas optimal DG pada

masing-masing bus, profil tegangan pada tiap bus mengalami kenaikan tegangan

yang hampir sama. Oleh karena itu, dalam menentukan titik interkoneksi yang

terbaik kita tidak bisa hanya mengandalkan profil tegangan pada sistem saja, kita

juga perlu membandingkan profil total rugi-rugi pada sistem untuk tiap koneksi

optimal DG pada tiap bus agar kita dapat menentukan titik interkoneksi yang

terbaik dan kapasitas optimalnya. Pada Tabel 4.4 akan dibandingkan Rugi-rugi

jaringan untuk tiap-tiap interkoneksi optimal DG pada bus yang berbeda.

Tabel 4.4 Profil Total Rugi-Rugi sebelum dan sesudah Koneksi

Optimal DG

(90)

57

Dapat dilihat dari Tabel 4.4, nilai rugi-rugi total sistem pada saat sebelum

interkoneksi dan sesudah interkoneksi. saat koneksi DG di bus 23 terdapat nilai

rugi-rugi pada sistem yang paling kecil dibandingkan dengan interkoneksi DG di

bus yang lainya yaitu sebesar 2.4932. Pada saat ini, nilai dari rugi-rugi pada

sistem bertambah sebesar 1.18% dari keadaan sebelum DG diinterkoneksikan.

Agar lebih mudah melihat bagaimana pengaruh dari kapasitas DG dan

lokasi interkoneksi DG pada profil tegangan dan rugi-rugi jaringan pada sistem,

maka melalui Gambar 4.4 dan 4.5 dapat dilihat bagaimana profil tegangan dan

rugi-rugi jaringan dari sistem untuk tiap interkoneksi optimal DG pada bus yang

berbeda.

(91)

58

(92)

59

(93)

60

Melalui Gambar 4.4 dan 4.5 di atas dapat dilihat bahwa dengan masuknya

DG pada sistem, maka sistem akan mengalami kenaikan tegangan secara

keseluruhan pada tiap bus dan terjadi perubahan rugi-rugi jaringan pada sistem.

Perubahan rugi-rugi dan profil tegangan ini diakibatkan oleh karena kehadiran DG

membuat kapasitas daya dari sistem bertambah dan aliran daya pada sistem

menjadi berubah.

Melalui data profil rugi-rugi total jaringan dan profil tegangan di atas,

didapatkan data bahwa penempatan DG yang paling Optimal adalah pada bus 23

dengan kapasitas DG sebesar 0.4 MW dengan tingkat kesesuaian DG sebesar

0.585, Dimana ketika DG diinterkoneksikan pada bus 23 rugi-rugi pada sistem

menjadi sebesar 2.4932 MW dan Pada kondisi ini sistem mengalami kenaikan

rugi-rugi 1.18%, yang semula sebesar 2.4636 menjadi 2.4932. Pada kondisi ini

juga profil tegangan pada sistem yang mempunyai batas tegangan yang diizinkan

menjadi 51.26% dimana sebelum adanya koneksi DG tambahan profil tegangan

(94)

61

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil pembahasan dan penelitian yang dilakukan, diperoleh

kesimpulan sebagai berikut :

1. Semakin besar kapasitas DG yang di interkonesikan pada bus yang sama,

seperti pada bus 3, maka nilai profil tegangan pada jaringan akan semakin

meningkat, dapat dilihat pada Gambar 4.2, dimana hal ini dikarenakan

kapasitas daya dari sistem semakin bertambah.

2. Dengan kapasitas DG yang sama tetapi diletakan di tempat berbeda, pada

Tabel 4.2 bus 10 dan 11, kedua bus mempunyai rugi-rugi yang berbeda

dan profil tegangan yang berbeda dikarenakan lokasi interkoneksi pada

bus yang berbeda menyebabkan perubahan aliran daya yang berbeda juga.

3. Pada simulasi yang telah dilakukan, titik interkoneksi DG yang paling baik

adalah pada bus 23 dengan kapasitas DG sebesar 0.4 MW, dimana pada

titik ini, sistem mempunyai rugi-rugi sistem yang paling kecil

dibandingkan dengan rugi-rugi titik interkoneksi yang lainya dan

mempunyai profil tegangan yang lebih baik juga.

Saran

Saran dari penulis sebagai pengembangan tugas ahkir ini adalah sebagai

(95)

62

1. Melakukan metode optimasi ini pada jaringan distribusi lainya baik

jaringan distribusi yang pada keadaan existing nya telah ada DG maupun

tidak ada DG.

2. Menggunakan metode optimasi lain seperti Algoritma Genetika, Swarm

Optimation dan lain sebagainya untuk menentukan titik interkoneksi dan

kapasitas terbaik dari DG.

3. Melakukan peninjauan ulang akan hasil penelitian ini dengan meninjau

(96)

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Tenaga Listrik

Sistem tenaga listrik merupakan kumpulan peralatan listrik yang saling

terhubung membentuk suatu sistem yang digunakan untuk membangkitkan tenaga

listrik pada pusat pembangkit tenaga listrik dan menyalurkan tenaga listrik

melalui suatu jaringan transmisi dan jaringan distribusi hingga sampai ke

pelanggan. Gambar 2.1 merupakan gambar segaris suatu sistem tenaga listrik

yang terdiri dari pusat pembangkit, transmisi, dan distribusi [4].

Pusat Pembangkit

Transmisi Distribusi

Gardu Induk Step Up

Gardu Induk Step Down

Beban

Gambar 2.1 One Line Diagram Sistem Tenaga Listrik

Suatu pembangkit tenaga listrik ditempatkan pada lokasi tertentu

berdasarkan sumber daya alam yang digunakan. Jenis pembangkit tenaga listrik

yang digunakan adalah seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga Gas

(PLTG), Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), dan Pembangkit Listrik

Tenaga Panas Bumi (PLTP). Setelah tenaga listrik dibangkitkan kemudian tenaga

listrik disalurkan ke transformator step up. Hal ini disebabkan karena lokasi

pelanggan tenaga listrik yang tersebar luas dan jauh dari pusat pembangkit tenaga

(97)

6

Pada transformator step-up, tegangan yang dibangkitkan oleh pembangkit

listrik dinaikkan menjadi tegangan tinggi sesuai dengan Sistem kelistrikan di

Indonesia menggunakan standart tegangan tinggi di antara 150kV, 275kV dan

500kV. Tenaga listrik ini kemudian disalurkan ke gardu induk sebagai pusat

beban melalui saluran transmisi. Setelah sampai di gardu induk, tegangan tinggi

pada saluran transmisi kemudian diturunkan menggunakan transformator step

down pada gardu induk menjadi tegangan menengah sebesar 20 kV.

Tegangan menengah 20 kV disalurkan melalui jaringan distribusi primer

hingga transformator distribusi. Pada transformator distribusi, tegangan menengah

20 kV diturunkan menjadi tegangan rendah 380/220 V. Tegangan rendah ini

kemudian disalurkan melalui jaringan distribusi sekunder hingga sampai ke

pelanggan.

Jaringan Distribusi

Jaringan distribusi merupakan salah satu bagian dari suatu sistem tenaga

listrik yang terletak paling dekat dengan pelanggan. Jaringan distribusi berfungsi

untuk menyalurkan tenaga listrik dari gardu induk ke pelanggan. Permasalahan

utama pada jaringan distribusi adalah banyaknya gangguan yang sering terjadi.

Intensitas gangguan yang terjadi pada jaringan distribusi lebih banyak dari pada

gangguan di sistem tenaga listrik yang lain [4].

Permasalahan yang terjadi pada jaringan distribusi dapat mengakibatkan

terganggunya kontinuitas pelayanan tenaga listrik dari gardu induk ke pelanggan.

Tingkat kontinuitas pelayanan tenaga listrik setiap jaringan distribusi

(98)

7

Berdasarkan bentuk jaringan, jaringan distribusi dapat dibedakan menjadi

beberapa jenis [5]:

1. Sistem radial terbuka

2. Sistem radial paralel

3. Sistem rangkaian tertutup

4. Sistem network

5. Sistem interkoneksi

Studi Aliran Daya

Studi aliran daya merupakan suatu bagian yang penting dalam analisis

sistem tenaga. Studi aliran daya diperlukan untuk tahap perencanaan, pengaturan

biaya, dan dapat menjadi peramalan untuk perencanaan pengembangan jaringan di

masa depan. Beberapa parameter yang perlu diperhatikan dalam aliran daya

adalah menentukan besar dan sudut fasa dari tegangan pada masing – masing bus,

serta daya aktif dan reaktif yang mengalir pada setiap line.

Dalam penyelesaian sebuah aliran daya, sistem dioperasikan dalam

keadaan seimbang. Besaran – besaran yang menjadi parameter dalam studi aliran

daya adalah besar tegangan | |, sudut fasa �, daya aktif P, dan daya reaktif Q.

2.3.1 Konsep Perhitungan Aliran Daya

Perhitungan aliran daya pada dasarnya adalah menghitung besar tegangan,

sudut fasa dan rugi – rugi pada jaringan dalam kondisi tunak dan dengan beban

seimbang.

Pada setiap bus ada 4 variabel operasi yang terkait, yaitu daya aktif, daya

(99)

8

dapat dihitung, dua dari empat variabel diatas harus diketahui untuk setiap bus,

sedangkan variabel yang lainnya dihitung. Setiap bus dalam sistem tenaga listrik

dikelompokkan menjadi 3 tipe bus, yaitu [6] :

1. Bus beban

Bus beban adalah bus yang tidak memiliki unsur pembangkitan tenaga

listrik / generator, dan terhubung secara langsung dengan beban (konsumen).

Bus beban biasa disebut dengan P-Q bus, karena pada bus ini, yang dapat diatur

adalah kapasitas daya yang terpasang. P merupakan daya aktif terpasang dalam

satuan Watt (W), sedangkan Q merupakan daya reaktif terpasang dalam satuan

Volt Ampere Reaktif (VAR). Hubungan antara daya aktif dan daya reaktif

terhubung dengan nilai cos phi (cos φ).

2. Bus generator

Bus generator atau biasa disebut bus voltage controlled. Disebut

demikian, karena tegangan pada bus ini biasanya dijaga konstan. Pada bus ini

terhubung dengan generator yang dapat dikontrol daya aktif dan tegangannya.

Pengaturan daya aktif pada bus ini diatur dengan mengontrol penggerak mula

(prime mover), sedangkan pengaturan tegangan pada bus ini diatur dengan

mengontrol arus eksitasi pada generator. Oleh karena daya aktif (P) dan tegangan

(V) yang dapat dikontrol, maka bus ini sering disebut sebagai P-V bus.

3. Bus referensi

Pada bus referensi atau biasa disebut slack bus, adalah sebuah bus

generator yang dianggap sebagai bus utama karena merupakan bus yang memiliki

kapasitas daya yang paling besar. Oleh karena daya yang dapat disalurkan oleh

(100)

9

bisa diatur, sedangakan besar daya aktif dan reaktifnya akan dicari dalam

perhitungan.

Dalam sistem pemrograman, tipe bus identik dengan kode angka.

Dimana kode untuk bus referensi adalah angka 1, kode untuk bus generator adalah

angka 2, dan kode untuk bus beban adalah angka 3. Untuk lebih jelasnya dari

pembagian tipe dan kode bus, dapat dilihat dari Tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1 Tipe Bus Dalam Sistem Tenaga Listrik.

Tipe bus Kode Bus Nilai yang diketahui

Nilai yang dihitung

Bus beban 3 P, Q V, δ

Bus generator 2 P, V Q, δ

Bus referensi 1 V, δ P, Q

2.3.2 Persamaan aliran daya

Sistem tenaga listrik tidak hanya terdiri dari 2 bus, melainkan terdiri dari

beberapa bus yang akan diinterkoneksikan satu sama lain. Daya listrik yang

diinjeksikan oleh generator kepada salah satu bus, bukan hanya dapat diserap oleh

beban bus tersebut, melainkan juga dapat diserap oleh beban di bus yang lain.

Kelebihan daya pada bus akan dikirimkan melalui saluran transmisi ke bus-bus

lain yang kekurangan daya.

Diagram satu garis beberapa bus dari suatu sistem tenaga diperlihatkan

(101)

10

Gambar 2.2 Diagram Satu Garis dari N-Bus dalam Suatu Sistem Tenaga

Arus pada bus I dapat ditulis:

= + − + − + … + � − �

= + + + … + � − − − … − � � (2.1)

Kemudian, kita definisikan:

= + + + … + �

= −

= −

� = − �

(102)

11

= [

… �

⋮ ⋮ ⋮

… �

] (2.2)

Sehingga Ii pada Persamaan (2.1) dapat ditulis menjadi:

= + + + … + � � (2.3)

Atau dapat ditulis:

= + ∑��=

�≠ (2.4)

Persamaan daya pada bus I adalah:

− � = ∗ ; dimana ∗ adalah conjugate pada bus i

= −

�∗ (2.5)

Dengan melakukan substitusi Persamaan (2.5) ke Persamaan (2.4) maka

diperoleh:

�∗ = + ∑��=�≠ � � (2.6)

Dari Persamaan (2.6) terlihat bahwa persamaan aliran daya bersifat tidak

linier dan harus diselesaikan dengan metode numerik iteratif.

2.3.3 Metode Newton-Raphson

Kecepatan relatif dari bermacam-macam metode analisis aliran beban

sukar dipastikan. Salah satu metoda untuk menghitung aliran daya adalah metode

Newton-Raphson. Metode ini memiliki perhitungan lebih baik untuk sistem tenaga

yang lebih besar dan tidak linier. Metode ini juga memiliki keuntungan dalam hal

(103)

12

dalam bentuk polar. Dimana penurunan rumus nya dapat dilihat sebagai berikut

[4] :

Pada suatu bus dimana besarnya tegangan dan daya reaktif yang tidak

diketahui, nilai real dan imajiner tegangan untuk setiap iterasi didapatkan dengan

menghitung nilai daya reaktif terlebih dahulu. Dari Persamaan (2.5) diperoleh:

�∗ = + ∑��=�≠ � � (2.7)

Dimana i = n, sehingga diperoleh:

− � = ∗∑��= (2.8)

= − �{ ∗∑��= } (2.9)

Untuk menerapkan metode Newton-Raphson pada penyelesaian persamaan

aliran kita menyatakan tegangan bus dan admitansi saluran dalam bentuk polar.

Jika kita pilih bentuk polar dan kita uraikan Persamaan (2.7) ke dalam unsur real

dan imajiner maka didapatkan:

= | | ∠�

� = | �| ∠��

� = | �| ∠��

Sehingga didapatkan:

− � = ∑��= | � �| ∠��+ ��− � (2.9)

= ∑��= | � �| cos ��+ ��− � (2.10)

= − ∑��= | � �| sin ��+ ��− � (2.11)

Persamaan (2.10) dan Persamaan (2.11) merupakan langkah awal

perhitungan aliran daya dengan metode Newton-Raphson. Penyelesaian aliran

(104)

13

merupakan nilai perkiraan awal yang diterapkan sebelum dimulai perhitungan

aliran daya.

Hasil perhitungan daya menggunakan Persamaan (2.10) dan Persamaan

(2.11) akan diperoleh nilai dan . Hasil ini digunakan untuk menghitung

nilai ∆ dan ∆ menggunakan persamaan berikut:

∆ = � − (2.12)

∆ = � − (2.13)

Hasil perhitungan Persamaan (2.12) dan Persamaan (2.13) digunakan

untuk membentuk matriks Jacobian. Persamaan matriks Jacobian disusun sebagai

berikut:

Secara umum Persamaan (2.14) dapat disederhanakan ke dalam bentuk:

[∆∆ ] = [ ][∆| | ]∆� (2.15)

Unsur Jacobian diperoleh dengan membuat turunan parsial dari Persamaan

(2.10) dan Persamaan (2.11) dan memasukkan nilai tegangan perkiraan pada

iterasi pertama. Dimana dalam menentukan matriks Jacobian adalah sebagai

berikut:

Jumlah baris dan kolom matriks dibuat berdasarkan dengan [(2n-2-m) x

(105)

14

jumlah baris dan kolom J2 dibuat berdasarkan [(n-1) x (n-1-m)], jumlah baris dan

kolom J3 dibuat berdasarkan [(n-1-m) x (n-1)], lalu jumlah baris dan kolom J4

dibuat berdasarkan [(n-1-m) x (n-1-m)].

Komponen diagonal dan off diagonal dari J1 adalah :

�� = ∑��≠ | � �| cos ��+ �� − � (2.16)

�� = −| � �| cos ��+ ��− � j ≠ 1 (2.17)

Komponen diagonal dan off diagonal dari J2 adalah :

�� = | cos � + ∑��≠ | | cos ��+ �� − � (2.18)

�� = −| �| cos �� + ��− � j ≠ 1 (2.19)

Komponen diagonal dan off diagonal dari J3 adalah :

�� = ∑��≠ | � �| cos ��− ��+ � (2.20)

�� = −| � �| cos ��− ��+ � j ≠ 1 (2.21)

Komponen diagonal dan off diagonal dari J4 adalah :

�� = − | sin � − ∑��≠ | | sin ��+ ��+ � (2.22)

�� = −| �| sin ��+ ��− � j ≠ 1 (2.23)

Setelah mendapatkan nilai matriks Jacobian selanjutnya dilakukan

perhitungan pada nilai ∆� dan ∆| | dengan cara melakukan inverse matriks

Jacobian, sehingga diperoleh bentuk sebagai berikut:

(106)

15

Setelah nilai ∆� dan ∆| | didapat, kita dapat menghitung nilai

tersebut untuk iterasi berikutnya, yaitu dengan menambahkan nilai ∆� dan

∆| | , sehingga diperoleh persamaan berikut:

� + = � + ∆� (2.25)

| | + = | | + ∆| | (2.26)

Hasil perhitungan Persamaan (2.25) dan Persamaan (2.26) digunakan lagi

dalam proses iterasi selanjutnya, yaitu dengan memasukkan nilai hasil ke dalam

Matriks (2.14) sebagai langkah awal perhitungan aliran daya. Proses ini dilakukan

secara terus menerus sampai diperoleh nilai yang konvergen.

Secara ringkas, metode penyelesaian aliran daya menggunakan metode

Newton-Raphson dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Tentukan nilai-nilai dan yang mengalir ke dalam sistem

pada setiap bus untuk nilai yang diperkirakan dari besar tegangan (V)

dan sudut fasanya (δ) untuk iterasi pertama atau nilai tegangan yang

ditentukan paling akhir untuk iterasi berikutnya

2. Hitung � pada setiap rel

3. Hitung nilai-nilai untuk Jacobian dengan menggunakan nilai-nilai

perkiraan atau yang ditentukan dari besar dan sudut fasa tegangan

dalam persamaan untuk turunan parsial yang ditentukan dengan

persamaan diferensial Persamaan (2.10) dan Persamaan (2.11)

4. Inverse matriks Jacobian dan hitung koreksi-koreksi tegangan ∆� dan

∆| | pada setiap rel

5. Hitung nilai yang baru dari | | dan � dengan menambahkan nilai ∆�

(107)

16

6. Kembali ke langkah 1 dan ulangi proses tersebut dengan menggunakan

nilai besar dan sudut fasa tegangan yang ditentukan oleh nilai hasil

terakhir sehingga semua nilai yang diperoleh lebih kecil dari indeks

ketepatan yang dipilih.

2.3.4 Contoh perhitungan aliran daya menggunakan metode Newton-Raphson

Contoh :

Dilakukan perhitungan aliran daya menggunakan metode Newton-Raphson

seperti yang dijelaskan sebelumnya. Dimisalkan sebuah jaringan distribusi seperti

digambarkan pada Gambar 2.3 mempunyai satu slack bus, satu bus generator dan

satu bus beban.

Gambar 2.3 Single Line Diagram Sistem Distribusi dengan Tiga Bus

Didapatkan nilai matriks Y dari jaringan distribusi tersebut sebagai

(108)

17

=

[

− −

− −

− − ]

= [− + �− � − + �± � − + �− + �

− + � − + � − � ]

Dengan menggunakan Persamaan (2.9), didapatkan:

= | || || | cos � − � + � + | | | | cos � − � + � +

| | | | cos �

= −| || || | sin � − � + � − | | | | sin � − � + � −

| | | | sin �

= | || || | cos � − � + � + | | | | cos � − � + � +

| | | | cos �

Setelah didapatkan nilai P2 dan nilai Q2, dilakukan perhitungan untuk

mendapatkan nilai ∆ dan ∆ sesuai Persamaan (2.12) dan Persamaan

(2.13) sebagai berikut:

∆ = ℎ − ℎ ��

∆ = ℎ − ℎ ��

Dimana matriks jacobian dibentuk dengan persamaan :

�� = | || || | sin � − � + � + | | | | | | sin � − � + � |

(109)

18

� 2

��2 = | || | cos � − � + � + | || | cos � − � + � +

| | | | cos �

�� = −| | | | | | sin � − � + �

�� = | || || | sin � − � + � + | | | | | | sin � − � + � |

� = −| | | | cos � − � + �

�� = | || || | cos � − � + � + | | | | | | sin � − � + � |

�� = −| | | | | | cos � − � + �

� 2

��2 = −| || | cos � − � + � − | || | sin � − � + � −

| | | | sin �

= - + = − − � . pu

= = 2 pu

∆ = ℎ= -4 - (-1,14) = -2,86

∆ = ℎ= -2,5-(-2,28) = -0,22

∆ = ℎ= 2 0,5616 = 1,4384

(110)

19

[− ,,

− , ] = [

, , ,

, , ,

, , , ][

∆� ∆� ∆

]

Dimana, hasil perhitungan dari atas akan didapatkan :

∆� = − ,

∆� = ,

∆ = − ,

Lalu hasil selisih di atas ditambahkan dengan nilai awal

� = 0 + (-0,045263) = 0,045263

� = + − , = ,

= + − , = ,

Lalu nilai yang didapatkan di atas, dimasukan lagi ke dalam matriks

jacobian untuk dilakukan perhitungan pada interasi ke 2, lalu dilanjutkan sampai

nilai menjadi konvergen. Lalu nilai ahkir yang akan didapatkan adalah sebagai

berikut :

� = 0,047058 + (-0,0000038) = 0,04706

� = , + − , = ,

= , + − , = ,

Lalu nilai di atas dimasukan ke dalam Persamaan 2.9 untuk mencari

(111)

20

= −| || || | sin � − � + � − | | | | sin � − � + �

− | | | | sin �

= | || || | cos � − � + � + | | | | cos � − � + �

+ | | | | cos �

= −| || || | sin � − � + � − | | | | sin � − � + �

− | | | | sin �

Maka hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut

= 1,4085 pu

= 2,1842 pu

= 1,4617 pu

Hasil perhitungan tersebut masih belum akurat sepenuhnya dan

dibutuhkan iterasi lanjutan untuk menghasilkan data yang konvergen. Perhitungan

iterasi yang terlalu banyak menjadi alasan digunakan simulasi menggunakan

program komputer dalam melihat aliran daya pada suatu sistem kelistrikan.

Distributed generation

2.4.1 Defenisi Distributed generation

Terdapat berbagai pengertian tentang Distributed generation. beberapa hal

tentang pengertian DG adalah sebagai berikut [7] :

1) Electric Power Research Institute mengartikan bahwa DG adalah

(112)

21

2) Preston and Rastler mengartikan bahwa DG adalah pembangkit yang

berskala dari beberapa KW hingga 100 MW.

3) Cardell mengartikan bahwa DG adalah pembangkit berskala 500 kW

dan 1 MW.

Akan tetapi umumnya, pengertian Distributed generation adalah sebuah

pembangkit yang teletak di daerah sistem distribusi ataupun pada daerah dekat

beban [7].

DG memiliki rating berdasarkan definisi yang diperoleh berdasarkan

literatur. Rating maksimum yang dapat dikoneksikan pada sebuah sistem

distribusi tergantung pada beban dari sistem distribusi tersebut. Meskipun tidak

ada ketentuan yang pasti untuk menentukan klasifikasi tingkat dari DG, namun

berdasarkan besar daya yang dihasilkan, dapat disimpulkan bahwa klasifikasi DG

atas [7] :

1) Micro : ~1 Watt sampai dengan < 5 kW

2) Small : 5 kW sampai dengan < 5 MW

3) Medium : 5 MW sampai dengan 50 MW

4) Large : 50 MW sampai dengan ~ 300 MW

2.4.2 Teknologi dari DG

DG dapat dibedakan berdasarkan energi utama yang digunakan, yaitu

[9][10]:

A.Internal Combustion Engines (ICE)

ICE merupakan salah satu teknologi yang umum digunakan untuk DG.

(113)

22

dari beberapa kW hingga MW. ICE juga memiliki efisiensi dan keandalan operasi

yang tinggi. Karakteristik ini dikombinasikan dengan kemampuan mesin untuk

memulai kerja yang cepat selama terjadi pemadaman. Hal ini membuat ICE

menjadi pilihan utama dalam keadaan darurat atau menjadi cadangan daya listrik.

Kelemahan utama dari ICE adalah:

1) Biaya perawatan (maintenance) dan bahan bakar yang tinggi (tertinggi

di antara teknologi DG lain)

2) Emisi NOX yang tinggi (tertinggi di antara teknologi DG lain)

3) Tingkat kebisingan yang tinggi

B. Turbin Gas

Turbin gas dengan segala ukuran dewasa ini telah luas digunakan. Turbin

gas ukuran kecil 1-20 MW umum digunakan dalam aplikasi Combined Heat and

Power (CHP). Turbin gas kecil ini khususnya sangat berguna ketika dibutuhkan

uap dengan temperatur yang tinggi. Biaya perawatan dan emisi yang dihasilkan

oleh turbin gas sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ICE. Tetapi tingkat

kebisingan untuk turbin gas masih tergolong tinggi.

C.Combined Cycle Gas Turbines (CCGT)

Pada CCGT, campuran udara pembuangan sisa bahan bakar bertukar

energi dengan air di boiler untuk menghasilkan uap air yang digunakan untuk

menggerakkan turbin uap. Pergerakan turbin uap bertujuan untuk mengubah

energi gerak tersebut menjadi tambahan energi listrik pada generator. Kemudian,

(114)

23

Teknologi CCGT menjadi cukup populer dikarenakan efisiensi yang

tinggi. Namun, instalasi turbin gas di bawah 10 MW umumnya bukan merupakan

combined-cycle.

D.Microturbines

Microturbines menghasilkan daya ac dengan frekuensi tinggi. Sebuah

inverter daya digunakan untuk mengubah frekuensi ini ke dalam kisaran frekuensi

yang dapat digunakan. Unit individu dari microturbines berkisar dari 30-200 kW.

Tetapi beberapa microturbines dapat digabungkan menjadi beberapa unit

(multiple unit). Temperatur pembakaran yang rendah membuat emisi NOX

menjadi sangat rendah. Microturbines juga menghasilkan tingkat kebisingan yang

lebih rendah dibandingkan teknologi pembangkit lain yang memiliki ukuran sama.

Kebanyakan Microturbines menggunakan gas alam. Penggunaan energi

terbarukan seperti ethanol sangat memungkinkan untuk digunakan. Kekurangan

utama dari microturbines adalah biaya bahan bakar yang lebih tinggi bila

dibandingkan dengan ICE.

E.Fuel Cells

Fuel cells merupakan peralatan elektrokimia yang merubah energi kimia

dari sebuah bahan bakar menjadi energi yang dapat digunakan (listrik dan panas)

tanpa pembakaran.

Fuel cells menghasilkan listrik dengan efisiensi yang tinggi hingga

(115)

24

berarti. Hal ini yang menjadi keuntungan utama dari fuel cells. Tantangan utama

dalam pengembangan fuel cells adalah biaya investasi yang tinggi.

F. Solar Photovoltaic (PV)

Sistem Photovoltaic (PV) melibatkan perubahan langsung dari cahaya

matahari menjadi listrik. Penerapan dari sistem PV sangat didukung dengan

ketersediaan sinar matahari sepanjang hari, siklus kerja yang lama, perawatan

yang mudah, biaya operasi yang rendah, ramah lingkungan, serta waktu untuk

mendesain, menginstal, dan kemampuan untuk memulai kerja yang cepat.

Umumnya modul individu PV mempunyai kisaran daya dari 20 W hingga 100

kW. Beberapa penghalang untuk sistem PV yaitu biaya instalasi PV yang relatif

tinggi dibandingkan teknologi DG lain.

G.Tenaga Angin

Tenaga angin memainkan peran yang penting dalam pembangkitan listrik

dari energi terbarukan. Tantangan utama dari teknologi tenaga angin adalah

penyaluran listrik yang masih sering terputus dan keandalan jaringan. Hal ini

dikarenakan teknologi tenaga angin memanfaatkan kekuatan alam yang tidak bisa

hadir sepanjang waktu. Tantangan lain dalam pengembangan teknologi ini adalah

ketersedian pembangkit tersebut dikarenakan lokasi terbaik untuk pembangunan

teknologi ini adalah pada daerah terpencil tanpa akses ke jaringan transmisi yang

(116)

25

H. Small Hydropower (SHP)

Small Hydropower (SHP) umumnya digunakan untuk menunjukkan tenaga

air dengan kapasitas daya kurang dari 10 MW. Istilah lain yang sering digunakan

adalah mini hydropower dengan kapasitas di antara 100 KW dan 1 MW dan micro

hydropower dengan kapasitas di atas 100 KW.

I. Solar Thermal

Sistem solar thermal menghasilkan listrik dengan mengkonsentrasikan

cahaya matahari yang datang dan kemudian memerangkap panas dari cahaya

matahari tersebut yang digunakan untuk menaikkan temperatur cairan ke derajat

temperatur yang sangat tinggi untuk menghasilkan uap air dan menghasilkan

listrik.

Pengembangan konsentrasi cahaya matahari sekarang memungkinkan

pembangkitan daya listrik dari beberapa kilowatt hingga ratusan megawatt.

J. Panas Bumi

Energi panas bumi tersedia sebagai panas yang diemisikan dari dalam

bumi, biasanya dalam bentuk air panas atau uap. Pembangkit listrik tenaga panas

bumi membutuhkan biaya modal yang tinggi tetapi dengan biaya operasi yang

rendah. Teknologi panas bumi ini juga ramah lingkungan tanpa ada emisi CO2

(117)

26

2.4.3 Dampak dari pemasangan DG pada jaringan

Terpasangnya DG pada jaringan menyebabkan beberapa dampak yang

perlu diperhatikan yaitu faktor perubahan arah aliran daya, rugi – rugi daya pada

saluran, dan perubahan profil tegangan pada sistem.

Jaringan konvensional merupakan jaringan dengan aliran daya satu arah.

Namun dengan adanya DG maka aliran daya tidak dapat dianggap bergerak pada

satu arah lagi. DG berada di daerah dekat beban dan di daerah sistem distribusi.

Munculnya DG menyebabkan jaringan menjadi dua arah, dimana hal ini dapat

ditunjukan pada Gambar 2.4 dan 2.5 di bawah ini.

(118)

27

Gambar 2.5 Aliran Daya Dua Arah

Perubahan pola aliran daya yang terjadi pada saluran mengakibatkan

perubahan nilai arus yang mengalir pada jaringan distribusi. Hal ini

mengakibatkan perubahan nilai rugi – rugi daya pada jaringan. Faktor yang

mempengaruhi nilai rugi – rugi pada jaringan adalah resistansi dari penghantar,

serta besar arus yang melalui penghantar tersebut. Bertambah besarnya daya yang

disalurkan dari sebuah sumber daya ke beban melalui sebuah penghantar

mengakibatkan penghantar tersebut akan menghantarkan arus yang lebih besar,

(119)

28

Gambar 2.6 Diagram Aliran Daya dengan Koneksi DG

Dari Gambar 2.6 didapatkan persamaan sebagai berikut :

S = P + jQ (2.27)

I = �

� (2.28)

I = +

� (2.29)

∆U = − (2.30)

≈ �� � – �� + �� �− ± �� (2.31)

Dari persamaan di atas diketahui, bahwa nilai drop tegangan berubah,

semakin bertambah atau berkurang, tergantung jika DG menyerap daya reaktif

atau memberi daya reaktif. Jika DG menyerap daya reaktif terlalu besar, maka

drop tegangan pada sistem semakin bertambah. oleh karena itu, rugi-rugi dapat

semakin bertambah bukannya berkurang.

Jika DG diletakan di tempat yang tepat dengan besar yang tepat,

penambahan DG pun tidak lagi menambah rugi, melainkan mengurangi

rugi-rugi dari sistem. Perubahan pola aliran daya akibat interkoneksi DG pada jaringan

distribusi dapat berdampak bertambahnya nilai rugi – rugi atau berkurangnya

(120)

29

Bertambahnya daya yang mengalir pada jaringan akan menyebabkan

naiknya tegangan pada saluran. Maka dari itu dibutuhkan juga pengaturan

tegangan yang tepat sehingga beban – beban dapat terlayani dengan baik [8].

2.4.4 Dampak kapasitas DG pada jaringan distribusi

Dalam mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan oleh koneksi dari DG,

maka diperlukanlah penentuan besar optimal yang dapat dipasang pada tiap tiap

bus serta diperlukannya juga penentuan lokasi terbaik dalam pemasangan DG.

Naiknya tegangan yang disebabkan oleh DG dikarenakan ukuran DG yang

terlalu besar dan beban yang terlalu rendah yang berada di sekitar DG [10]. Oleh

karena itu, jika DG yang digunakan memiliki kapasitas daya yang besar, maka

agar tidak terjadi naiknya tegangan DG yang hendaknya diletakan di daerah

berbeban besar juga. DG yang dapat membangkitkan daya reaktif sendiri, seperti

diesel, ketika DG mensuplai daya yang besar, DG harus dioperasikan dalam

keadaan menyerap daya reaktif karena ketika DG menyerap daya reaktif yang

besar, maka kelebihan tegangan pada sistem dapat diatasi [9][10]. Jika DG tidak

dapat membangkitkan daya reaktif sendiri, seperti solar cell, maka DG harusnya

dioperasikan pada keadaan unity power factor, sampai tegangan pada DG

mencapai tegangan maksimum, dan jika daya yang diperlukan lebih banyak lagi,

maka diperlukannya pengatur tegangan untuk menyesuaikan tegangan pada

Gambar

Gambar 39 Total Rugi-Rugi Daya untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 23
Tabel 21 Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 24
Tabel 22  Data Rugi-Rugi, Profil Tegangan, dan Tingkat Kecocokan DG untuk Tiap Besar DG yang Berbeda yang Diinterkoneksi di Bus 25
Gambar 44 Tegangan Minimum untuk Tiap Kapasitas DG Dikoneksikan di Bus 25
+7

Referensi

Dokumen terkait

4.3 Studi Aliran Daya pada Jaringan Distribusi 20 kV yang Terinterkoneksi dengan Distributed Generation ...52. 4.4 Rangkuman Hasil

Hasil yang diperoleh bahwa posisi slack bus yang optimal yaitu bus 10 (Gardu Belawan) dengan total rugi-rugi jaringan 63,019 MW dan 218,793 MVAR, dan semua tegangan di setiap

Perubahan nilai rugi-rugi daya dan jatuh tegangan akibat injeksi pada DG bus 227 Nilai rugi-rugi daya dan jatuh tegangan sebelum pemasangan DG pada bus 227 berturut-turut adalah 2

Dengan tidak beroperasinya PLTM Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan, aliran daya bergerak satu arah dari GI Pematang siantar menuju pusat-pusat beban pada penyulang PM.6 yaitu

4.3 Studi Aliran Daya pada Jaringan Distribusi 20 kV yang Terinterkoneksi dengan Distributed Generation ...52. 4.4 Rangkuman Hasil

Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui besar tegangan pada titik-titik tertentu jaringan distribusi 20 kV, aliran daya aktif maupun daya reaktif

Hasil simulasi pada keadaan tanpa DG Distributed Generationmenunjukkan tegangan jatuh yang terbesardari bus-bus yang dipilih pada bus Kuala Penaga yaitu sebesar 97,204% atau 19,441kVdan

Hasil analisis dari penelitian ini diperoleh bahwa pemasangan multi DG dan dengan ukuran kapasitor yang lebih besar di SDR lebih optimal dalam memperoleh rugi-rugi daya minimum dan