• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Titik Interkoneksi Distributed Generation Pada Jaringan Distribusi 20 Kv Dengan Bantuan Metode Artificial Bee Colony (Studi Kasus : Pltmh Aek Silau 2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penentuan Titik Interkoneksi Distributed Generation Pada Jaringan Distribusi 20 Kv Dengan Bantuan Metode Artificial Bee Colony (Studi Kasus : Pltmh Aek Silau 2)"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN TITIK INTERKONEKSI

DISTRIBUTED

GENERATION

PADA JARINGAN DISTRIBUSI 20 KV

DENGAN BANTUAN METODE

ARTIFICIAL BEE COLONY

(STUDI KASUS : PLTMH AEK SILAU 2)

Oleh

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan

SYILVESTER SITORUS PANE

NIM : 100402031

pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro Sub Konsentrasi Teknik Energi Listrik

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ii ABSTRAK

Pembangunan sebuah Distributed Generation (DG), merupakan sebuah solusi untuk mengatasi kurangnya kapasitas daya pada jaringan. Oleh karena tidak

semua tempat memiliki potensi pembangkitan listrik akibat faktor ketersediaan

alam : air, angin, cahaya matahari, dll (terkecuali pembangkit tenaga diesel), maka

DG yang sudah dibangun tidak mungkin dipindahkan atau dikurangi kapasitas

dayanya. Maka sebuah solusi dilakukan dengan menentukan sebuah titik

interkoneksi DG pada jaringan.

Dengan menggunakan metode Artificial Bee Colony yang direpresentasikan dengan program MATLAB, ditentukan sebuah titik interkoneksi

terbaik bagi sebuah DG guna mengurangi nilai rugi – rugi jaringan. Dalam hal ini,

penelitian dilakukan pada PLTMH Aek Silau 2 yang terinterkoneksi dengan

sistem kelistrikan GI PM6 Pematangsiantar. Dari penelitian dengan data yang

diperoleh dari PLN (one line diagram ETAP), dengan ukuran kabel koneksi

berluas penampang 158 mm2, didapat titik interkoneksi terbaik pada bus 20, dan dengan memperbesar ukuran luas penampang menjadi dua kali lebih besar, yaitu

337 mm2, diperoleh titik terbaik pada bus 15. Namun untuk memverifikasi kabel agar sesuai dengan kondisi kabel di pasaran, berluas penampang 150 mm2 dan 300 mm2, dijalankan program sekali lagi dan diperoleh hasil pada titik interkoneksi yang sama. Berdasarkan titik interkoneksi yang diperoleh, didapatkan

pengurangan nilai rugi – rugi jaringan hingga 19% persen dari rugi – rugi jaringan

(3)

iii DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

KATA PENGANTAR ... xvii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penulisan ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.5 Batasan Masalah ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Studi Aliran Daya ... 4

2.1.1 Konsep Perhitungan Aliran Daya ... 4

2.1.2 Persamaan Aliran Daya ... 6

2.1.3 Metode penyelesaian aliran daya ... 7

2.2 Rugi – rugi Pada Jaringan ... 11

2.3 Impedansi Seri pada Jaringan ... 13

2.3.1 Resistansi ... 13

2.3.2 Induktansi ... 13

2.4 Distributed Generation ... 15

(4)

iv

2.4.2 Rating dari Distributed Generation (DG) ... 15

2.4.3 Teknologi dari Distributed Generation (DG) ... 16

2.5 Artificial Bee Colony... 22

III. METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Tempat dan Waktu ... 25

3.2 Bahan dan Peralatan ... 25

3.3 Variabel yang Diamati ... 25

3.4 Diagram Alir Penelitian ... 25

3.4.1. Pengambilan Data ... 28

3.4.2. Persiapan gambar satu garis, data bus jaringan dan data penyulang jaringan. ... 28

3.4.3 Pembuatan Program ... 33

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 50

4.1 Profil Total Rugi - Rugi Jaringan dan Profil Tegangan pada Tiap Titik Interkoneksi dengan Penggunaan Kawat Berjari – jari 158 mm (sumber : Data PLN) ... 50

4.1.2 Titik Interkoneksi pada bus 18 ... 53

4.1.3 Titik Interkoneksi pada bus 17 ... 54

4.1.4 Titik Interkoneksi pada bus 15 ... 55

4.1.5 Titik Interkoneksi pada bus 12 ... 56

4.1.6 Titik Interkoneksi pada bus 10 ... 57

4.1.7 Titik Interkoneksi pada bus 8 ... 58

4.1.8 Titik Interkoneksi pada bus 7 ... 59

(5)

v

4.1.10 Titik Interkoneksi pada bus 25 ... 61

4.1.11 Titik Interkoneksi pada bus 27 ... 62

4.1.12 Titik Interkoneksi pada bus 31 ... 63

4.1.13 Titik Interkoneksi pada bus 33 ... 64

4.1.14 Titik Interkoneksi pada bus 35 ... 65

4.1.15 Titik Interkoneksi pada bus 38 ... 66

4.2 Profil Total Rugi - Rugi dan Tegangan pada Tiap Titik Interkoneksi dengan Penggunaan Kawat Berluas Penampang 337 mm2 (Data PLN)73 4.2.1 Titik Interkoneksi pada bus 20 ... 74

4.2.2 Titik Interkoneksi pada bus 18 ... 75

4.2.3 Titik Interkoneksi pada bus 17 ... 76

4.2.4 Titik Interkoneksi pada bus 15 ... 77

4.2.5 Titik Interkoneksi pada bus 12 ... 78

4.2.6 Titik Interkoneksi pada bus 10 ... 79

4.2.7 Titik Interkoneksi pada bus 8 ... 80

4.2.8 Titik Interkoneksi pada bus 7 ... 81

4.2.9 Titik Interkoneksi pada bus 1 ... 82

4.2.10 Titik Interkoneksi pada bus 25 ... 83

4.2.11 Titik Interkoneksi pada bus 27 ... 84

4.2.12 Titik Interkoneksi pada bus 31 ... 85

4.2.13 Titik Interkoneksi pada bus 33 ... 86

4.2.14 Titik Interkoneksi pada bus 35 ... 87

(6)

vi 4.3. Profil Total Rugi - Rugi dan Tegangan pada Tiap Titik Interkoneksi

dengan Penggunaan Kawat Berluas Penampang 150 mm2 (Verifikasi)96

4.3.1 Titik Interkoneksi pada bus 20 ... 99

4.3.2 Titik Interkoneksi pada bus 18 ... 100

4.3.3 Titik Interkoneksi pada bus 17 ... 101

4.3.4 Titik Interkoneksi pada bus 15 ... 102

4.3.7 Titik Interkoneksi pada bus 8 ... 105

4.3.8 Titik Interkoneksi pada bus 7 ... 106

4.3.9 Titik Interkoneksi pada bus 1 ... 107

4.3.10 Titik Interkoneksi pada bus 25 ... 108

4.3.11 Titik Interkoneksi pada bus 27 ... 109

4.3.12 Titik Interkoneksi pada bus 31 ... 110

4.3.13 Titik Interkoneksi pada bus 33 ... 111

4.3.14 Titik Interkoneksi pada bus 35 ... 112

4.3.15 Titik Interkoneksi pada bus 38 ... 113

4.4. Profil Total Rugi – rugi dan Profil Tegangan pada Tiap Titik Interkoneksi dengan Penggunaan Kawat Berluas Penampang 300 mm2 (Verifikasi) ... 119

4.2.1 Titik Interkoneksi pada bus 20 ... 120

4.2.2 Titik Interkoneksi pada bus 18 ... 121

4.2.3 Titik Interkoneksi pada bus 17 ... 122

4.2.4 Titik Interkoneksi pada bus 15 ... 123

4.2.5 Titik Interkoneksi pada bus 12 ... 124

(7)

vii

4.2.7 Titik Interkoneksi pada bus 8 ... 126

4.2.8 Titik Interkoneksi pada bus 7 ... 127

4.2.9 Titik Interkoneksi pada bus 25 ... 128

4.2.11 Titik Interkoneksi pada bus 27 ... 129

4.2.12 Titik Interkoneksi pada bus 31 ... 130

4.2.13 Titik Interkoneksi pada bus 33 ... 131

4.2.14 Titik Interkoneksi pada bus 35 ... 132

4.2.15 Titik Interkoneksi pada bus 38 ... 133

4.5 Perbandingan Hasil Titik Interkoneksi dengan Menggunakan Software Lain. ... 140

V.KESIMPULAN DAN SARAN ... 143

5.1 Kesimpulan ... 143

5.2. Saran ... 143

(8)

viii DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2. 1. Diagram satu garis dari n-bus dalam suatu sistem tenaga ... 6

2. 2. Representasi Losses ... 12

2. 3 Transposed saluran tiga fasa ... 14

2. 4. Aliran Daya Satu Arah ... 20

2. 5. Aliran Daya Dua Arah ... 21

2. 6. Flowchart bee colony algoritma dalam penentuan titik interkoneksi ... 24

3. 1 Diagram Alir Penelitian 27 3. 2. Gambar sistem 42 bus sistem kelistrikan PM 6 Pematangsiantar ... 29

3. 3. Diagram Alir Perhitungan Aliran Daya Newton Raphson ... 35

3. 4. Gambar sistem bus 42 dari bus 1 hingga bus 7 ... 36

3. 5. Gambar sebuah bus dengan sebuah pembangkit dan sebuah beban ... 37

3. 6 Representasi perubahan nilai impedansi ... 47

4. 1 Grafik Profil Tegangan Pada Bus 1 hingga Bus 7Akibat Interkoneksi dengan Kawat Berluas Penumpang 158 mm2 67 4. 2 Grafik Profil Tegangan Pada Bus 8 hingga Bus 14Akibat Interkoneksi dengan Kawat Berluas Penumpang 158 mm2... 67

4. 3 Grafik Profil Tegangan Pada Bus 15 hingga Bus 21Akibat Interkoneksi dengan Kawat Berluas Penumpang 158 mm2... 68

4. 4 Grafik Profil Tegangan Pada Bus 22 hingga Bus 28 Akibat Interkoneksi dengan Kawat Berluas Penumpang 158 mm2... 68

(9)

ix 4. 6 Grafik Profil Tegangan Pada Bus 36 hingga Bus 42 Akibat Interkoneksi

dengan Kawat Berluas Penumpang 158 mm2... 69 4. 7 Grafik Profil Tegangan pada Bus 1 hingga Bus 7, akibat Interkoneksi

Pada Setiap Kandidat Bus, dengan Kawat Berluas Penampang 337 mm2 ... 91

4. 8 Grafik Profil Tegangan pada Bus 8 hingga Bus 14, akibat Interkoneksi

Pada Setiap Kandidat Bus, dengan Kawat Berluas Penampang 337 mm2 ... 91

4. 9 Grafik Profil Tegangan pada Bus 15 hingga Bus 21, akibat Interkoneksi

Pada Setiap Kandidat Bus, dengan Kawat Berluas Penampang 337 mm2 ... 92

4. 10 Grafik Profil Tegangan pada Bus 22 hingga Bus 28, akibat Interkoneksi

Pada Setiap Kandidat Bus, dengan Kawat Berluas Penampang 337 mm2 ... 92

4. 11 Grafik Profil Tegangan pada Bus 29 hingga Bus 35, akibat Interkoneksi

Pada Setiap Kandidat Bus, dengan Kawat Berluas Penampang 337 mm2 ... 93

4. 12 Grafik Profil Tegangan pada Bus 36 hingga Bus 42, akibat Interkoneksi

Pada Setiap Kandidat Bus, dengan Kawat Berluas Penampang 337 mm2 ... 93

4. 14 Grafik Profil Tegangan Pada Bus 1 hingga Bus 7 Akibat Interkoneksi

dengan Kawat Berluas Penumpang 150 mm2... 114 4. 15 Grafik Profil Tegangan Pada Bus 8 hingga Bus 14 Akibat Interkoneksi

(10)

x 4. 16 Grafik Profil Tegangan Pada Bus 15 hingga Bus 21 Akibat Interkoneksi

dengan Kawat Berluas Penumpang 150 mm2... 115 4. 17 Grafik Profil Tegangan Pada Bus 22 hingga Bus 28 Akibat Interkoneksi

dengan Kawat Berluas Penumpang 150 mm2... 115 4. 18 Grafik Profil Tegangan Pada Bus 29 hingga Bus 35 Akibat Interkoneksi

dengan Kawat Berluas Penumpang 150 mm2... 116 4. 19 Grafik Profil Tegangan Pada Bus 36 hingga Bus 42 Akibat Interkoneksi

dengan Kawat Berluas Penumpang 150 mm2... 116 4. 20 Grafik Profil Tegangan pada Bus 1 hingga Bus 7 Akibat Interkoneksi

dengan Kawat Berluas Penampang 300mm2 ... 134 4. 21 Grafik Profil Tegangan pada Bus 8 hingga Bus 14 Akibat Interkoneksi

dengan Kawat Berluas Penampang 300mm2 ... 134 4. 22 Grafik Profil Tegangan pada Bus 15 hingga Bus 21 Akibat Interkoneksi

dengan Kawat Berluas Penampang 300mm2 ... 135 4. 23 Grafik Profil Tegangan pada Bus 22 hingga Bus 28 Akibat Interkoneksi

dengan Kawat Berluas Penampang 300mm2 ... 135 4. 24 Grafik Profil Tegangan pada Bus 22 hingga Bus 28 Akibat Interkoneksi

dengan Kawat Berluas Penampang 300mm2 ... 136 4. 25 Grafik Profil Tegangan pada Bus 22 hingga Bus 28 Akibat Interkoneksi

(11)

xi DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2. 1. Tipe Bus Dalam Sistem Tenaga Listrik. ... 6

3. 1. Tabel bus data PM.6 Existing 30

3. 2. Tabel impedansi penyulang... 32

4. 1 Tabel Hasil Program Penentuan Titik Interkoneksi dengan Metode ABC

Ukuran kawat 158 mm2 51

4. 2 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 20 dengan kawat

berluas penampang 158 mm2 ... 52 4. 3 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 18 dengan kawat

berluas penampang 158 mm ... 53

4. 4 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 17 dengan kawat

berluas penampang 158 mm ... 54

4. 5 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 15 dengan kawat

berluas penampang 158 mm ... 55

4. 6 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 12 dengan kawat

berluas penampang 158 mm ... 56

4. 7 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 10 dengan kawat

berluas penampang 158 mm ... 57

4. 8 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 8 dengan kawat

berluas penampang 158 mm ... 58

4. 9 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 7 dengan kawat

(12)

xii 4. 10 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 1 dengan kawat

berluas penampang 158 mm ... 60

4. 11 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 25 dengan kawat

berluas penampang 158 mm ... 61

4. 12 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 27 dengan kawat

berluas penampang 158 mm ... 62

4. 13 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 31 dengan kawat

berluas penampang 158 mm ... 63

4. 14 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 33 dengan kawat

berluas penampang 158 mm ... 64

4. 15 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 35 dengan kawat

berluas penampang 158 mm ... 65

4. 16 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 38 dengan kawat

berluas penampang 158 mm ... 66

4. 17 Tabel Hasil Program Penentuan Titik Interkoneksi dengan Metode ABC

dengan Ukuran kawat 337 mm2 ... 73 4. 18 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 20 dengan kawat

berluas penampang 337 mm2 ... 74 4. 19 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 18 dengan kawat

berluas penampang 337 mm2 ... 75 4. 20 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 17 dengan kawat

berluas penampang 337 mm2 ... 76 4. 21 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 15 dengan kawat

(13)

xiii 4. 22 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 12 dengan kawat

berluas penampang 337 mm2 ... 78 4. 23 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 10 dengan kawat

berluas penampang 337 mm2 ... 79 4. 24 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 8 dengan kawat berluas

penampang 337 mm2 ... 80 4. 25 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 7 dengan kawat berluas

penampang 337 mm2 ... 81 4. 26 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 1 dengan kawat berluas

penampang 337 mm2 ... 82 4. 27 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 25 dengan kawat

berluas penampang 337 mm2 ... 83 4. 28 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 27 dengan kawat

berluas penampang 337 mm2 ... 84 4. 29 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 31 dengan kawat

berluas penampang 337 mm2 ... 85 4. 30 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 33 dengan kawat

berluas penampang 337 mm2 ... 86 4. 31 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 35 dengan kawat

berluas penampang 337 mm2 ... 87 4. 32 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 38 dengan kawat

berluas penampang 337 mm2 ... 88 4. 33 Perbandingan tegangan dari kedua hasil titik interkoneksi ... 94

(14)

xiv 4. 35 Tabel Hasil Program Penentuan Titik Interkoneksi dengan Metode ABC

dengan Ukuran kawat 150 mm2 (Verifikasi) ... 98 4. 36 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 20 dengan kawat

berluas penampang 150 mm2 (Verifikasi)... 99 4. 37 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 18 dengan kawat

berluas penampang 150 mm2 (Verifikasi)... 100 4. 38 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 17 dengan kawat

berluas penampang 150 mm2(Verifikasi)... 101 4. 39 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 15 dengan kawat

berluas penampang 150 mm2 (Verifikasi)... 102 4. 40 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 12 dengan kawat

berluas penampang 150 mm2 (Verifikasi)... 103 4. 41 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 10 dengan kawat

berluas penampang 150 mm2 ... 104 4. 42 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 8 dengan kawat berluas

penampang 150 mm2(Verifikasi) ... 105 4. 43 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 7 dengan kawat berluas

penampang 150 mm2 (Verifikasi) ... 106 4. 44 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 1 dengan kawat berluas

penampang 150 mm2 (Verifikasi) ... 107 4. 45 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 25 dengan kawat

berluas penampang 150 mm2 (Verifikasi)... 108 4. 46 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 27 dengan kawat

(15)

xv 4. 47 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 31 dengan kawat

berluas penampang 150 mm2(Verifikasi)... 110 4. 48 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 33 dengan kawat

berluas penampang 150 mm2(Verifikasi)... 111 4. 49 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 35 dengan kawat

berluas penampang 150 mm2(Verifikasi)... 112 4. 50 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 38 dengan kawat

berluas penampang 150 mm2(Verifikasi)... 113 4. 51 Tabel Hasil Program Penentuan Titik Interkoneksi dengan Metode ABC

dengan Ukuran kawat 300 mm2 (Verifikasi) ... 119 4. 52 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 20 dengan kawat

berluas penampang 300 mm2 ... 120 4. 53 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 18 dengan kawat

berluas penampang 300 mm2 ... 121 4. 54 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 17 dengan kawat

berluas penampang 300 mm2 ... 122 4. 55 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 15 dengan kawat

berluas penampang 300 mm2 ... 123 4. 56 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 12 dengan kawat

berluas penampang 300 mm2 ... 124 4. 57 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 10 dengan kawat

berluas penampang 300 mm2 ... 125 4. 58 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 8 dengan kawat berluas

(16)

xvi 4. 59 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 7 dengan kawat berluas

penampang 300 mm2 ... 127 4. 60 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 25 dengan kawat

berluas penampang 300 mm2 ... 128 4. 61 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 27 dengan kawat

berluas penampang 300 mm2 ... 129 4. 62 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 31 dengan kawat

berluas penampang 300 mm2 ... 130 4. 63 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 33 dengan kawat

berluas penampang 300 mm2 ... 131 4. 64 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 35 dengan kawat

berluas penampang 300 mm2 ... 132 4. 65 Tabel Profil Tegangan pada Titik Interkoneksi bus 38 dengan kawat

berluas penampang 300 mm2 ... 133 4. 67 Perbandingan tegangan dari kedua hasil titik interkoneksi ... 139

4.68 Perbandingan rugi – rugi hasil interkoneksi dengan kawat berluas

penampang 158 mm2 dan penampang 150 mm2 antara software MATLAB dan ETAP ... 140

4.69 Perbandingan rugi – rugi hasil interkoneksi antara software MATLAB

(17)

xvii KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Tritunggal,

karena atas berkat rahmat dan berkat-Nya Tugas Akhir ini dapat disusun dan

diselesaikan.

Tugas Akhir ini merupakan bagian dari kurikulum yang harus diselesaikan

untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu

di Departemen Teknik Elektro, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Tugas

Akhir ini adalah:

“PENENTUAN TITIK INTERKONEKSI DISTRIBUTED GENERATION

PADA JARINGAN DISTRIBUSI 20 KV DENGAN BANTUAN

METODE ARTIFICIAL BEE COLONY”

(STUDI KASUS : PLTMH AEK SILAU II)”

Tugas Akhir ini penulis persembahkan kepada yang teristimewa yaitu

Ayahanda (Hormat Pane) beserta Ibunda (Osnier R. Sianipar) dan adik-adik

tersayang (Bella Rosaline Sitorus dan Angel Paulina Sitorus) yang selalu

memberikan semangat dan mendoakan penulis selama masa studi hingga

menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Selama masa kuliah hingga penyelesaian Tugas Akhir ini, penulis juga banyak

mendapatkan dukungan maupun bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis

ingin menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada:

1. Bapak Ir. Zulkarnaen Pane, M.T., selaku dosen Pembimbing Tugas Akhir

serta Kepala Lab. Transmisi dan Distribusi yang telah banyak meluangkan

(18)

xviii pengarahan kepada penulis selama perkuliahan hingga penyusunan Tugas

Akhir ini.

2. Bapak Yulianta Siregar S.T., M.T., selaku Dosen Penguji Tugas Akhir serta

yang telah banyak memberikan masukan demi perbaikan Tugas Akhir ini

serta senantiasa memberikan bimbingan selama perkuliahan.

3. Ibu Siska Yana S.T., M.T., selaku Dosen Penguji Tugas Akhir, yang telah

banyak memberikan masukan demi perbaikan Tugas Akhir ini dan telah

memberikan banyak motivasi selama masa perkuliahan.

4. Bapak Rahmat Fauzi S.T., M.T., selaku Dosen mata kuliah kecerdasan

buatan yang telah membimbing saya dengan sabar untuk mempelajari

program yang berkaitan dengan tugas akhir ini.

5. Bapak Ir. Pernantin Tarigan, M.Sc., dan Bapak Suherman S.T., M.Comp.,

Phd selaku Dosen Wali yang selalu mengawasi, membimbing, dan

menyemangati saya dalam selama masa perkuliahan.

6. Seluruh Bapak dan Ibu dosen yang telah mendidik serta memberikan

pengalaman hidup yang berharga selama masa perkuliahan kepada penulis.

7. Seluruh staf pegawai Departemen Teknik Elektro FT USU yang telah

membantu penulis dalam pengurusan administrasi.

8. Gereja Stasi St. Yoseph Dr. Mansyur, dan Gereja Paroki St.Antonius Hayam

Wuruk, yang setia mengingatkan penulis untuk tetap berjalan dalam tujuan

hidup yang baik.

9. KMK St. Yoseph Engineering dan KMK St.Albertus Magnus USU yang

memberikan saya kesempatan untuk berkarya, sehingga dapat lebih

(19)

xix 10. Sahabat setia Maria Paula yang selalu mendoakan kesuksesan penulis dalam

setiap kesempatan.

11. Rekan sesama asisten Lab. Transmisi dan Distribusi bang Doni, bang

Fakhrul, bang Jhon, Andika, dan Rizky yang selalu membantu dan tidak

bosan-bosannya membagikan pengalaman selama masa perkuliahan.

12. Rekan-rekan satu angkatan 2010 Septianus, Novenri, Angela, Rimbo, Dhuha,

Doni, Adi, Ryan, dll yang selalu saling memberi semangat, bantuan dan

cerita selama perkuliahan.

13. Seluruh abang dan kakak senior serta adik-adik junior yang telah

memberikan dukungan dan bantuan.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Akhir ini masih belum

sempurna karena masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi isi maupun

susunan bahasanya. Saran dan kritik dari pembaca dengan tujuan

menyempurnakan dan mengembangkan kajian dalam bidang ini sangat penulis

harapkan. Akhir kata, penulis berharap semoga penulisan Tugas Akhir ini dapat

berguna bagi kita semua dan hanya kepada Tuhan yang Maha Esa penulis

menyerahkan diri.

Medan, Maret 2015 Penulis

(20)

ii ABSTRAK

Pembangunan sebuah Distributed Generation (DG), merupakan sebuah solusi untuk mengatasi kurangnya kapasitas daya pada jaringan. Oleh karena tidak

semua tempat memiliki potensi pembangkitan listrik akibat faktor ketersediaan

alam : air, angin, cahaya matahari, dll (terkecuali pembangkit tenaga diesel), maka

DG yang sudah dibangun tidak mungkin dipindahkan atau dikurangi kapasitas

dayanya. Maka sebuah solusi dilakukan dengan menentukan sebuah titik

interkoneksi DG pada jaringan.

Dengan menggunakan metode Artificial Bee Colony yang direpresentasikan dengan program MATLAB, ditentukan sebuah titik interkoneksi

terbaik bagi sebuah DG guna mengurangi nilai rugi – rugi jaringan. Dalam hal ini,

penelitian dilakukan pada PLTMH Aek Silau 2 yang terinterkoneksi dengan

sistem kelistrikan GI PM6 Pematangsiantar. Dari penelitian dengan data yang

diperoleh dari PLN (one line diagram ETAP), dengan ukuran kabel koneksi

berluas penampang 158 mm2, didapat titik interkoneksi terbaik pada bus 20, dan dengan memperbesar ukuran luas penampang menjadi dua kali lebih besar, yaitu

337 mm2, diperoleh titik terbaik pada bus 15. Namun untuk memverifikasi kabel agar sesuai dengan kondisi kabel di pasaran, berluas penampang 150 mm2 dan 300 mm2, dijalankan program sekali lagi dan diperoleh hasil pada titik interkoneksi yang sama. Berdasarkan titik interkoneksi yang diperoleh, didapatkan

pengurangan nilai rugi – rugi jaringan hingga 19% persen dari rugi – rugi jaringan

(21)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangkit tenaga listrik yang terhubung dengan jaringan memiliki

beberapa dampak yang perlu diperhatikan. Dampak dari terhubungnya Distributed Generation (DG) dimana dalam hal ini adalah PLTmH, memiliki pengaruh yang baik dan juga pengaruh buruk pada sistem jaringan. Pengaruh baik dan buruk

tersebut tergantung dari perencanaan awal dalam membangun sebuah DG seperti

besar kapasistas pembangkit yang terpasang serta titik interkoneksi DG dengan

jaringan. Efek dari titik interkoneksi DG tersebut akan memepengaruhi nilai

tegangan di sepanjang saluran, serta nilai total rugi – rugi pada jaringan.

Meskipun dalam perencanaan yang telah matang, pembangunan DG terus

berkembang dan bertambah jumlahnya. Akibatnya diperlukan sebuah

pemeriksaan apakah bertambahnya DG dalam sebuah sistem dapat memperbaiki

sistem kelistrikan tersebut atau tidak. Jika ditinjau dari segi kapasitas daya, DG

bekerja meningkatkan kapasitas daya pada jaringan. Namun sebuah DG tersebut

akan menjadi lebih bernilai apabila dibangun pada lokasi yang tepat, sehingga

dapat mengurangi nilai rugi – rugi pada jaringan. Pembangunan DG yang tepat,

dilakukan pada lokasi yang memiliki potensi pembangkitan listrik. Biasanya DG

akan disambungkan ke bus jaringan tegangan menengah terdekat dari lokasi

pembangunan DG. Padahal, titik sambungan (interkoneksi) DG pada jaringan

listrik di dekat pembangunan DG tersebut belum tentu merupakan titik terbaik

(22)

2 Pada beberapa penelitian sebelumnya telah dilakukan penelitian untuk

menentukan titik penempatan dari Distributed Generation, serta menentukan nilai besar pembangkit yang harus dibangun pada titik titik penempatan tersebut[1][2].

Hal ini membuktikan bahwa pada titik tertentu, diperlukan nilai kapasitas

pembangkit tertentu untuk diinterkoneksikan pada titik tertentu pada jaringan

untuk menghasilkan nilai kualitas tegangan dan rugi – rugi daya yang terbaik.

Pada penelitian ini akan diteliti dampak dari titik interkoneksi PLTmH

terhadap rugi – rugi daya pada jaringan distribusi. Perhitungan rugi – rugi daya

dilakukan dengan metode perhitungan Newton - Raphson. Kemudian, dengan

bantuan metode Artificial Bee Colony, akan ditentukan titik interkoneksi PLTMH yang tepat untuk dikoneksikan pada jaringan, sehingga mendapatkan kualitas rugi

– rugi yang terkecil pada jaringan.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam tugas akhir ini adalah :

1. Bagaimana perubahan rugi – rugi yang terjadi pada jaringan akibat

interkoneksi DG pada beberapa lokasi yang berbeda.

2. Dengan bantuan metode Artificial Bee Colony, bagaimanakah titik interkoneksi yang lebih baik untuk PLTmH Aek Silau 2.

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh perubahan letak pemasangan DG pada jaringan

(23)

3 2. Menentukan titik penempatan Distributed Generation terbaik untuk

memperoleh nilai rugi – rugi daya jaringan yang lebih kecil dan didukung

dengan faktor tegangan yang lebih baik.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang dilakukan ini agarDistributed Generationyang, dapat dimanfaatkan agar menjadi lebih efisien. Efisien yang dimaksud dalam hal ini adalah dengan menekan nilai rugi – rugi pada jaringan

seminimal mungkin, serta profil tegangan menjadi lebih baik. Dalam hal ini, DG

yang terinterkoneksi pada jaringan tersebut adalah PLTmH Aek Silau 2 dan

PLTmH Tonduhan. Namun perioritas titik interkoneksi pada penelitian ini adalah

PLTMH Aek Silau 2.

1.5 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah yang perlu dilakukan dalam tugas akhir ini adalah :

1. Penelitian tidak meninjau dari segi ekonomis.

2. Penelitian dilakukan berdasarkan 2 kawat penghantar yang berbeda luas

(24)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Studi Aliran Daya

Studi aliran daya merupakan suatu bagian yang penting dalam analisis

sistem tenaga. Studi Aliran Daya diperlukan untuk tahap perencanaan, pengaturan

biaya, dan dapat menjadi peramalan untuk perencanaan pengembangan jaringan di

masa depan. Beberapa parameter yang perlu diperhatikan dalam aliran daya

adalah menentukan besar dan sudut fasa dari tegangan pada masing – masing bus,

serta daya aktif dan reaktif yang mengalir pada setiap line.

Dalam penyelesaian sebuah aliran daya, sistem dioperasikan dalam

keadaan seimbang. Besaran – besaran yang menjadi parameter dalam studi aliran

daya adalah besar tegangan |�|, sudut fasa �, daya aktif P, dan daya reaktif Q.

2.1.1 Konsep Perhitungan Aliran Daya

Perhitungan aliran daya pada dasarnya adalah menghitung besar tegangan,

sudut fasa dan rugi – rugi pada jaringan dalam kondisi tunak dan dengan beban

seimbang.

Pada setiap bus ada 4 variabel operasi yang terkait, yaitu daya aktif, daya

reaktif, besar tegangan, dan sudut fasa tegangan. Supaya Persamaan aliran daya

dapat dihitung, dua dari empat variabel diatas harus diketahui untuk setiap bus,

sedangkan variabel yang lainnya dihitung. Setiap bus dalam sistem tenaga listrik

dikelompokkan menjadi 3 tipe bus, yaitu[3] :

(25)

5 Bus beban adalah bus yang tidak memiliki unsur pembangkitan tenaga listrik

/ generator, dan terhubung secara langsung dengan beban (konsumen). Bus

beban biasa disebut dengan P-Q bus, karena pada bus ini, yang dapat diatur

adalah kapasitas daya yang terpasang. P merupakan daya aktif terpasang

dalam satuan Watt (W), sedangkan Q merupakan daya reaktif terpasang

dalam satuan Volt Ampere Reaktif (VAR). Hubungan antara daya aktif dan

daya reaktif terhubung dengan nilai cos phi (cos φ).

2. Bus generator

Bus generator atau biasa disebut bus voltage controlled. Disebut demikian, karena tegangan pada bus ini biasanya dijaga konstan. Pada bus ini terhubung

dengan generator yang dapat dikontrol daya aktif dan tegangannya.

Pengaturan daya aktif pada bus ini diatur dengan mengontrol penggerak mula

(prime mover), sedangkan pengaturan tegangan pada bus ini diatur dengan

mengontrol arus eksitasi pada generator. Oleh karena daya aktif (P) dan

tegangan (V) yang dapat dikontrol, maka bus ini sering disebut sebagai P-V

bus.

3. Bus referensi

Pada bus referensi atau biasa disebut slack bus, adalah sebuah bus generator yang dianggap sebagai bus utama karena merupakan bus yang memiliki

kapasitas daya yang paling besar. Oleh karena daya yang dapat disalurkan

oleh bus ini besar, maka dari itu, pada bus ini hanya nilai tegangan dan sudut

fasa yang bisa diatur, sedangakan besar daya aktif dan reaktifnya akan dicari

(26)

6 Dalam sistem pemrograman, tipe bus identik dengan kode angka. Dimana kode

untuk bus referensi adalah angka 1, kode untuk bus generator adalah angka 2, dan

kode untuk bus beban adalah angka 3. Untuk lebih jelasnya dari pembagian tipe

dan kode bus, dapat dilihat dari Tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2. 1. Tipe Bus Dalam Sistem Tenaga Listrik. Tipe bus Kode Bus Nilai yang

diketahui

Nilai yang dihitung

Bus beban 3 P, Q V, δ

Bus generator 2 P, V Q, δ

Bus referensi 1 V, δ P, Q

2.1.2 Persamaan Aliran Daya

Suatu sistem tenga listrik tidak hanya terdiri dari 2 bus tetapi terdiri dari

beberapa bus yang saling diinterkoneksikan satu sama lain. Diagram satu garis

beberapa bus dari suatu sistem tenaga diperlihatkan pada Gambar 2.1.

(27)

7 Arus pada bus i adalah perkalian antara admitansi y dengan tegangan V,

dan dalam bentuk persamaan dapat ditulis:

�� = ��0�� + ��1(��− �1) + ��2(��− �2) + … + ���(�� − ���)

�� = (��0+ ��1+ ��2 + … + ���) ��− ��1�1− ��2�2− …− ������ (2.1)

Kemudian kita defenisikan nilai unsur matrik aditansi :

��� = ��0+ ��1+ ��2+ … + ��� ��1 = −��1

��2 = −��2 ↓

��� = −���

Sehingga arus Ii pada Persamaan (2.1) dapat ditulis:

�� = ����� + ��1�1+ ��2�2+ … + ����� (2.2)

Atau dapat ditulis:

�� = �����+ ∑��=1�����

�≠� (2.3)

Persamaan daya pada bus i adalah:

��− ��� = ��∗�� ; dimana ��∗ adalah V conjugate pada bus i

�� = ��−���

�∗ (2.4)

Dengan mensubsitusikan Persamaan (2.4) ke Persamaan (2.3), maka diperoleh:

−��

∗ =�����+ ∑���≠�=1����� (2.5)

Dari Persamaan (2.5) diatas terlihat bahwa Persamaan aliran daya bersifat tidak

linear dan harus diselesaikan dengan metode iterasi. Pi – Qi adalah merupakan besar daya aktif dan reaktif.

2.1.3 Metode penyelesaian aliran daya

Pada sistem n-bus, penyelesaian aliran daya menggunakan Persamaan

(28)

8 adalah metode Gauss-Seidel, Newton-Raphson, dan Fast Decoupled. Tetapi metode yang dibahas pada tugas akhir ini adalah Newton-Raphson.

= ∑�=1|�||�|(cos��� +�sin���)(��� − ����) (2.6) Metode Newton-Raphson

Untuk mencari nilai aliran daya pada jaringan, perlu dilakukan iterasi untuk

memperoleh nilai tegangan yang konstan. Setelah mencapai nilai tegangan yang

konstan, maka dapat dicari nilai daya semu pada jaringan. Dari Persamaan (2.5)

kita peroleh:

�� = ���� =�+ �� = ��� ����� �

�=1

= �|�||�|�����(��� − ����)

�=1

Dimana apabila Persamaan di atas dipecah dalam bentuk daya aktif dan reaktif,

maka Persamaan untuk masing – masing daya aktif (P) dan daya reaktif (Q)

adalah[3] :

�� = ∑��=1|��||��|(��� cos��� +���sin���)= ��� − ��� (2.7)

�� = ∑��=1|��||��|(��� sin��� +���cos���) = ��� − ��� (2.8)

Untuk menerapkan metode Newton-Raphson pada penyelesaian Persamaan aliran

daya kita menyatakan tegangan bus dan admitansi saluran dalam bentuk polar.

Jika kita pilih bentuk polar dan kita uraikan Persamaan (2.7) kedalam unsur nyata

dan khayalnya dengan:

��� = ��� + ���� (2.9)

�� = |��|���� = |��| <�� (2.10)

��� = �� − �� (2.11)

(29)

9 Persamaan (2.7) dan (2.8) merupakan langkah awal perhitungan aliran daya

dengan metode Newton-Raphson. Penyelesaian aliran menggunkan proses iterasi

(k+1), untuk iterasi pertama nilai k = 0, pada itersi merupakan nilai perkiraan awal

yang ditetapkan sebelum dimulai perhitungan aliran daya.

Hasil perhitungan daya menggunakan Persamaan (2.7) dan (2.8) akan diperoleh

nilai �(�) dan �(�). Hasil ini digunakan untuk menghitung nilai ∆�(�) dan ∆�(�) Qi spec = Nilai daya reaktif yang telah ditentukan (QGENERATOR – QBEBAN) Pi calc = Nilai daya aktif yang dihitung berdasarkan persamaan 2.7 Qi calc = Nilai daya reaktif yang dihitung berdasarkan persamaan 2.8

Hasil perhitungan Persamaan (2.13) dan (2.14) digunakan untuk membentuk

matriks Jacobian, Persamaan matriks jacobian dapat dilihat pada Persamaan

berikut:

Secara umum Persamaan (2.15) dapat kita sederhanakan ke dalam Persamaan

(30)

10

Unsur jacobian diperoleh dengan membuat turunan parsial dari Persamaan (2.7)

dan Persamaan (2.8) dan memasukkan nilai tegangan perkiraan pada iterasi

pertama atau yang diperhitungkan dalam yang terdahulu dan terakhir. Dari

Persamaan (2.7) dan (2.8) kita dapat menulis matriks jacobian sebagai berikut:

��

Bentuk umum yang serupa dapat diperoleh dari Persamaan (2.7) dan (2.8),

sehingga dapat dicari untuk submatriks jacobian yang lain.

Setelah nilai matriks jacobian didapat, maka kita dapat menghitung nilai ∆�(�)

dan ∆|�|(�) dengan cara menginvers matriks jacobian. Sehingga diperoleh

Hasil perhitungan Persamaan (2.18) dan (2.19) digunakan lagi untuk prose iterasi

selanjutnya, yaitu dengan memasukkan nilai ini ke dalam Persamaan (2.11) dan

(2.12) sebagai langkah awal perhitungan aliran daya. Proses ini dilakukan terus

(31)

11 Secara ringkas metode perhitungan aliran daya menggunkan metode

Newton-Raphson dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Tentukan nilai-nilai ������ dan ������ yang mengalir ke dalam sistem pada

setiap bus untuk nilai yang diperkirakan dari besar tegangan (V) dan sudut fasanya δ untuk iterasi pertama atau nilai tegangan yang ditentukan paling

akhir untuk iterasi berikutnya.

2. Hitung �� pada setiap rel.

3. Hitunglah nilai-nilai untuk jacobian dengan menggunakan nilai-nilai

perkiraan atau yang ditentukan dari besar dan sudut fasa tegangan dalam

Persamaan untuk turunan parsial yang ditentukan dengan Persamaan

diferensial Persamaan (2.11) dan (2.12)

4. Invers matriks jacobian dan hitung koreksi-koreksi tegangan ∆�dan ∆|�|

pada setiap rel

5. Hitung nilai yang baru dari |�| dan � dengan menambahkan nilai ∆�dan

∆|�| pada nilai sebelumnya.

6. Kembali ke langkah 1 dan ulangi proses itu dengan menggunakan nilai besar

dan sudut fasa tegangan yang ditentukan paling akhir sehingga semua nilai

yang diperoleh lebih kecil dari indeks ketepatan yang telah dipilih.

2.2 Rugi – rugi Pada Jaringan

Rugi – rugi pada jaringan dapat direpresentasikan berdasarkan gambar di

(32)

12 Gambar 2. 2. Representasi Losses

Dari gambar di atas dapat dinyatakan bahwa arus yang mengalir dari i ke j adalah

:

��� = ��+��0 =������ − ���+��0�� (2.22)

Begitu pula sebaliknya, arus yang mengalir dari j ke I dapat dinyatakan dengan :

��� =−��+��0 =������ − ���+��0�� (2.23)

Daya Semu yang terjadi pada konduktor adalah :

��� =��.��� (2.24)

��� = ��.���∗ (2.25)

Sedangkan rugi – rugi daya yang terjadi dari i ke j secara aljabar dapat ditulis

sebagai :

���� = ��� +��� (2.26)

Dengan begitu, untuk menghitung nilai rugi – rugi secara keseluruhan dari

jaringan dapat dihitung dengan menjumlahkan seluruh rugi – rugi yang diperoleh

pada setiap saluran.

�� = ∑��=1 ��� �=�+1

(33)

13 2.3 Impedansi Seri pada Jaringan

2.3.1 Resistansi

Resistansi arus DC pada konduktor dapat dihitung dengan rumus :

�� =��� (2.28)

dimana :

ρ = resistivitas konduktor

l = panjang konduktor

A= luas penampang dari konduktor

Pada kenyataannya, ada beberapa satuan yang digunakan dalam

perhitungan resistansi. Contohnya, dalam satuan international, panjang dalam

meter, luas penampang dalam meter kuadrat, dan ρ dalam ohm-meter. Sedangkan

dalam kelistrikan Amerika, ρ diukur dalam ohm circular mils per kaki, panjang

penghantar dalam kaki, dan luas penampang dalam circular mils.

2.3.2 Induktansi

Pada sistem tiga fasa, jarak antar jari – jari konduktor Dab, Dbc, Dca, biasanya tidak sama. Untuk beberapa konfigurasi konduktor, nilai rata – rata dari

induktansi dan kapasitansi dapat ditemukan dengan representasi sistem dengan

sebuah jarak equilateral ekuivalen. Jarak equilateral tersebut dihitung dengan

rusmus :

��� = �� = (��� ��� ���)

1

3 (2.29)

Pada kenyataannya, saluran biasanya ditransposed seperti pada Gambar 2.3

(34)

14 Nilai induktansi per fasa dapt dihitung :

�� = 2 × 10−7ln��� ℎ/� (2.30)

Dan reaktansi induktif perfasa adalah :

�� = 0.1213 ln���Ω/mi (2.31)

Dab

Dca Dbc

Conductor c Conductor c

Conductor c

Conductor b

Conductor b Conductor b

Conductor a Conductor a

Conductor a

(35)

15 2.4 Distributed Generation

2.4.1 Definisi dari Distributed Generation (DG)

Distributed Generation(DG) mempunyai definisi-definisi yang berbeda menurut beberapa standar yang dikeluarkan. DG merupakan setiap teknologi

pembangkit tenaga listrik yang menghasilkan daya di atau dekat dari lokasi beban,

baik terhubung kepada sistem distribusi, terhubung langsung kepada pelanggan,

atau keduanya. DG juga dapat didefinisikan sebagai pembangkitan listrik oleh

fasilitas pembangkit yang lebih kecil dari pembangkit utama sehingga

memungkinkan interkoneksi pada setiap titik di sistem kelistrikan.

Beberapa definisi umum yang digunakan untuk menjelaskan DG

berdasarkan ukuran daya pembangkit, yaitu [4] :

1. The Electric Power Research Institute menyatakan bahwa DG sebagai pembangkitan tenaga listrik dengan daya beberapa KW hingga 50 MW

2. Berdasarkan kepada The Gas Research Institute, DG mempunyai daya di antara 25 KW dan 25 MW

3. Preston dan Rastler mendefinisikan ukuran dari DG dari beberapa KW

hingga lebih dari 100 MW

4. CIGRE mendefinisikan DG sebagai pembangkit kecil dengan ukuran 50

KW hingga 100 MW.

2.4.2 Rating dari Distributed Generation (DG)

Adapun pembagian jenis DG berdasarkan ukuran pembangkitan dapat

dibedakan menjadi 4, yaitu [4]:

(36)

16 c. Medium yaitu DG dengan ukuran 5 MW hingga 50 MW

d. Large yaitu DG dengan ukuran 50 MW hingga 300 MW

Beberapa penulis menyatakan bahwa pembangkit dengan rating diantara 1

kW dan 1 MW didefinisikan sebagai dispersed generation.

2.4.3 Teknologi dari Distributed Generation (DG)

DG dapat dibedakan berdasarkan energi utama yang digunakan, yaitu:

2.4.3.1 Internal Combustion Engines (ICE)

ICE merupakan salah satu teknologi yang umum digunakan untuk DG. ICE

merupakan contoh DG dengan biaya modal rendah dan ukuran yang besar, dari

beberapa kW hingga MW. ICE juga memiliki efisiensi dan keandalan operasi

yang tinggi. Karakteristik ini dikombinasikan dengan kemampuan mesin untuk

memulai kerja yang cepat selama terjadi pemadaman. Hal ini membuat ICE

menjadi pilihan utama dalam keadaan darurat atau menjadi cadangan daya

listrik[5]

Kelemahan utama dari ICE adalah:

• Biaya perawatan (maintenance) dan bahan bakar yang tinggi (tertinggi

di antara teknologi DG lain)

• Emisi NOX yang tinggi (tertinggi di antara teknologi DG lain)

• Tingkat kebisingan yang tinggi

2.4.3.2. Turbin Gas

Turbin gas dengan segala ukuran dewasa ini telah luas digunakan. Turbin gas

(37)

17 uap dengan temperatur yang tinggi. Biaya perawatan dan emisi yang dihasilkan

oleh turbin gas sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ICE. Tetapi tingkat

kebisingan untuk turbin gas masih tergolong tinggi[5].

2.4.3.3. Combined Cycle Gas Turbines (CCGT)

Pada CCGT, campuran udara pembuangan sisa bahan bakar bertukar energi

dengan air di boiler untuk menghasilkan uap air yang digunakan untuk menggerakkan turbin uap. Pergerakan turbin uap bertujuan untuk mengubah

energi gerak tersebut menjadi tambahan energi listrik pada generator. Kemudian,

aliran uap dari turbin mengalami kondensasi dan kembali ke boiler.

Teknologi CCGT menjadi cukup populer dikarenakan efisiensi yang

tinggi. Namun, instalasi turbin gas di bawah 10 MW umumnya bukan merupakan

combined-cycle [5].

2.4.3.4. Microturbines

Microturbines menghasilkan daya ac dengan frekuensi tinggi. Sebuah inverter daya digunakan untuk mengubah frekuensi ini ke dalam kisaran frekuensi yang

dapat digunakan. Unit individu dari microturbines berkisar dari 30-200 kW. Tetapi beberapa microturbines dapat digabungkan menjadi beberapa unit (multiple unit). Temperatur pembakaran yang rendah membuat emisi NOX menjadi sangat rendah. Microturbines juga menghasilkan tingkat kebisingan yang lebih rendah dibandingkan teknologi pembangkit lain yang memiliki ukuran sama.

Kebanyakan Microturbines menggunakan gas alam. Penggunaan energi terbarukan seperti ethanol sangat memungkinkan untuk digunakan. Kekurangan

(38)

18 2.4.3.5. Fuel Cells

Fuel cells merupakan peralatan elektrokimia yang merubah energi kimia dari sebuah bahan bakar menjadi energi yang dapat digunakan (listrik dan panas) tanpa

pembakaran.

Fuel cells menghasilkan listrik dengan efisiensi yang tinggi hingga 40-60% dengan tingkat emisi yang rendah dan beroperasi tanpa kebisingan yang berarti.

Hal ini yang menjadi keuntungan utama dari fuel cells. Tantangan utama dalam pengembangan fuel cells adalah biaya investasi yang tinggi[5].

2.4.3.6 Solar Photovoltaic (PV)

Sistem Photovoltaic (PV) melibatkan perubahan langsung dari cahaya matahari menjadi listrik. Penerapan dari sistem PV sangat didukung dengan ketersediaan

sinar matahari sepanjang hari, siklus kerja yang lama, perawatan yang mudah,

biaya operasi yang rendah, ramah lingkungan, serta waktu untuk mendesain,

menginstal, dan kemampuan untuk memulai kerja yang cepat. Umumnya modul

individu PV mempunyai kisaran daya dari 20 W hingga 100 kW. Beberapa

penghalang untuk sistem PV yaitu biaya instalasi PV yang relatif tinggi

dibandingkan teknologi DG lain[5].

2.4.3.7. Tenaga Angin

Tenaga angin memainkan peran yang penting dalam pembangkitan listrik dari

energi terbarukan. Tantangan utama dari teknologi tenaga angin adalah

penyaluran listrik yang masih sering terputus dan keandalan jaringan. Hal ini

dikarenakan teknologi tenaga angin memanfaatkan kekuatan alam yang tidak bisa

hadir sepanjang waktu. Tantangan lain dalam pengembangan teknologi ini adalah

(39)

19 teknologi ini adalah pada daerah terpencil tanpa akses ke jaringan transmisi yang

sesuai[5].

2.4.3.8 Small Hydropower (SHP)

Small Hydropower (SHP) umumnya digunakan untuk menunjukkan tenaga air dengan kapasitas daya kurang dari 10 MW. Istilah lain yang sering digunakan

adalah mini hydropower dengan kapasitas di antara 100 KW dan 1 MW dan micro hydropower dengan kapasitas di atas 100 KW[5].

2.4.3.9 Solar Thermal

Sistem solar thermal menghasilkan listrik dengan mengkonsentrasikan cahaya matahari yang datang dan kemudian memerangkap panas dari cahaya matahari

tersebut yang digunakan untuk menaikkan temperatur cairan ke derajat temperatur

yang sangat tinggi untuk menghasilkan uap air dan menghasilkan listrik[5].

Pengembangan konsentrasi cahaya matahari sekarang memungkinkan

pembangkitan daya listrik dari beberapa kilowatt hingga ratusan megawatt.

2.4.3.10. Panas Bumi

Energi panas bumi tersedia sebagai panas yang diemisikan dari dalam bumi,

biasanya dalam bentuk air panas atau uap. Pembangkit listrik tenaga panas bumi

membutuhkan biaya modal yang tinggi tetapi dengan biaya operasi yang rendah.

(40)

20 2.4.3.11. Dampak dari Distributed Generation yang Terpasang Pada Jaringan. Terpasangnya Distributed Generation pada jaringan menyebabkan beberapa dampak yang perlu diperhatikan yaitu faktor perubahan arah aliran daya, rugi –

rugi daya pada saluran, dan perubahan profil tegangan pada saluran.

Apabila sebuah jaringan distribusi mendapatkan suplai tegangan dari sebuah

pembangkit besar, maka aliran daya yang terjadi adalah aliran daya satu arah dari

pembangkit besar tersebut menuju ke beban. Namun dengan adanya Distributed Generation, maka aliran daya tidak dapat dianggap bergerak pada satu arah lagi pada beberapa lokasi. Hal ini disebabkan karena adanya dua sumber daya yang

terpasang dalam satu jaringan[5].

(41)

21 Gambar 2. 5. Aliran Daya Dua Arah

Akibat dari perubahan pola aliran daya yang terjadi pada saluran, mengakibatkan

perubahan nilai arus yang mengalir pada jaringan distribusi. Sehingga terjadi

perubahan nilai rugi – rugi daya pada jaringan yang disebabkan oleh resistansi

dari penghantar, serta besar arus yang melalui penghantar tersebut. Dengan

bertambah besarnya daya yang disalurkan dari sebuah sumber daya ke beban

melalui sebuah penghantar, maka penghantar tersebut akan menghantarkan arus

yang lebih besar, sehingga rugi – rugi pada penghantar pun lebih besar. Sehingga,

perubahan pola aliran daya akibat interkoneksi Distributed Generation pada jaringan distribusi dapat berdampak bertambahnya nilai rugi – rugi pada jaringan.

Akibat bertambahnya daya yang mengalir pada jaringan, maka akan menyebabkan

naiknya tegangan pada wilayah – wilayah tertentu pada saluran. Maka dari itu

dibutuhkan juga pengaturan tegangan yang tepat sehingga beban – beban dapat

(42)

22 2.5 Artificial Bee Colony

Artificial Bee Colony (ABC) biasanya disebut juga dengan Metode Koloni Lebah. Karaboga, seorang Ilmuwan Jepang mendasarkan metode koloni lebah ini

berdasarkan cara kebiasaan lebah dalam mencari makanan dan digunakan sebagai

metode untuk menyelesaikan permasalahan optimasi numerik.

Adapun kebiasaan dari lebah dalam bekerja dapat dijelasakan sebagai

berikut [6]:

Pada dasarnya terdapat 3 komponen esensial yang dibentuk oleh lebah

dalam mencari makanan, yaitu : sumber makanan, pekerja sumber makanan, dan

bukan pekerja sumber makanan.

Sumber makanan merupakan objek yang dicari oleh lebah. Banyak faktor

yang ditentukan untuk memilih sumber makanan bagaimana yang baik untuk

dipilih, misalnya faktor aksesibilitas tempat makanan, banyak atau tidaknya

sumber makanan, dan sebagainya.

Pekerja sumber makanan. Mereka adalah pekerja yang mencari informasi

dari apa yang terjadi pada letak sumber makanan. Mereka juga adalah lebah

pekerja yang bertugas sebagai pengumpul bahan makanan. Dalam hal ini, pekerja

sumber makanan bertugas menyimpulkan informasi yang diperoleh pada tempat

sumber makanan. Informasi yang diberikan bisa berupa jarak, arah, probabilitas,

dan sebagainya.

Bukan pekerja sumber makanan dibagi atas dua jenis, yaitu :

Scout : adalah lebah yang ditugaskan untuk mencari tempat sumber

(43)

23

Onlookers : adalah lebah yang bertugas menunggu di sarang, dan

menetapkan sumber makanan mana yang akan dieksekusi untuk

diambil, berdasarkan informasi dari scout dan pekerja sumber

makanan.

Antara lebah yang satu dengan yang lainnya harus saling memberikan

informasi dalam menentukan tempat mana yang merupakan sarana makanan yang

terbaik. Mereka menggunakan cara dengan menari pada dancing area, yang

disebut dengan Waggle Dance.

Pekerja sumber makanan men-share informasi dengan memberitahukan fakta - fakta tentang lokasi sumber makanan melalui waggle dance. Sebuah on-looker pada lantai dansa akan melihat banyak kemungkinan yang diberikan oleh lebah – lebah pekerja sumber makanan, dimana on-looker harus memilih dan memutuskan sumber makanan mana yang paling baik untuk dikunjungi dan

diambil sumber makanannya.

Adapun tahapan yang dilakukan oleh lebah dalam menentukan tempat

makanan adalah [6]:

1. Mengirim lebah scout ke sumber makanan,

2. Mengirim lebah pekerja menuju sumber makanan dan mengidentifikasikan jumlah

nektar yang ada.

3. Lebah – lebah pekerja menghitung nilai probabilitas dan menentukan sumber

makanan yang baik berdasarkan syarat yang ditentukan

4. Menghentikan proses pencarian makanan, apabila sumber makanan telah habis.

5. Kemudian lebah scout dikirim untuk mencari tempat sumber makanan baru.

(44)

24 Adapun secara sederhana, tahapan – tahapan di atas dapat dibentuk dalam

bentuk flowchart pada Gambar 2.5 di bawah ini :

Gambar 2. 6. Flowchartbee colony algoritma dalam penentuan titik interkoneksi TIDAK

Lebah scout menuju ke sumber makanan

Lebah pekerja menuju sumber makanan Mulai

Selesai

Menghitung jumlah nektar yang ada

Apakah ada sumber makanan lain ?

Fitness Function Objektif Function Sumber Makanan Habis

(45)

25 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian tugas akhir ini dilakukan terhadap jaringan distribusi 20 kV

penyulang PM.6 Photo gardu induk Pematangsiantar yang terinterkoneksi dengan

PLTM Aek Silau 2 dengan kapasitas 2 x 4,25 MW dan Penelitian dilakukan

selama 3 bulan, dimulai dari bulan Desember 2014 hingga bulan Februari 2015.

3.2 Bahan dan Peralatan

Bahan yang digunakan pada penelitian tugas akhir ini adalah :

1. Diagram satu garis penyulang PM.6 Photo yang telah dijadikan lumped loadseperti pada Gambar 3.2, beserta dengan parameter – parameter yang diperlukan seperti data bus dan data line seperti pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2.

2. Software Program MATLAB.

Metode yang digunakan untuk meneliti titik optimum interkoneksi ini adalah

Metode Artificial Bee Colony.

3.3 Variabel yang Diamati

Variabel yang di amati pada penelitian tugas akhir ini adalah nilai

perubahan interkoneksi bus, dan perubahan impedansi saluran, nilai

profiltegangan, serta nilai rugi – rugi total pada jaringan PM6 Photo yang

terhubung dengan PLTmH Aek Silo.

3.4 Diagram Alir Penelitian

(46)

26 1. Menentukan bus generator awal yang akan ditentukan titik interkoneksi

maksimumnya.

2. Menghitung nilai rugi – rugi jaringan serta aliran daya pada jaringan awal

3. Menyimpan data hasil perhitungan.

4. Mencari titik bus terdekat dari sumber bus awal yangmerupakan jalur

penyulang utama

5. Menempatkan titik interkoneksi ke bus yang baru diperoleh

6. Menghitung nilai rugi – rugi jaringan serta aliran daya pada jaringan yang

baru (dengan pemasangan interkoneksi DG yang baru).

7. Membandingkan hasil yang diperoleh saat ini (recent result) dengan hasil yang

diperoleh sebelumnya (initial result).

8. Pemilihan dilakukan berdasarkan fungsi objective:

��������� = min(∑ �2�) = min∑(������) (3.1)

9. Untuk percabangan penyulang utama, ditugaskan pencarian bus tersendiri dan

melakukan perhitungan secara berulang.

10.Seluruh hasil perhitungan diseleksi berdasarkan fungsi fitness terbesar

sehingga diperoleh hasil yang sesuai dengan fungsi fitness. Dimana fungsi

fitness adalah [1]:

�������� = 1+���������1 �������� (3.2)

Perhitungan direpresentasikan dalam bentuk program dengan menggunakan

software MATLAB, dan pada tulisan ini akan ditunjukan perhitungan manual.

Adapun diagram alir penelitian ini, dapat digambarkan dalam bentuk

(47)

27 Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian

MULAI

Membuat gambar satu garis, serta tabel data penyulang dan tabel data bus

Perhitungan Newton – Raphson

Memperoleh data tegangan dan rugi - rugi

Penentuan Jalur interkoneksi (Jalur Lebah mencari sumber makanan)

Pencarian bus kandidat interkoneksi (Lebah menemukan lokasi sumber makanan)

Penentuan nilai impedansi saluran baru dari bus gardu induk menuju titik interkoneksi

(Lebah memperoleh informasi letak sumber makanan)

Perhitungan newton-raphson dan nilai rugi – rugi jaringan (Lebah memperoleh informasi jumlah nektar) B

(48)

28 Lanjutan Gambar 3.1

3.4.1. Pengambilan Data

Pengambilan data yang dibutuhkan dilakukan di P.T. PLN (Persero)

untuk data GI Tarutung, serta verifikasi data kabel dari internet.

3.4.2. Persiapan gambar satu garis, data bus jaringan dan data penyulang

jaringan.

Data yang diperoleh dari P.T. PLN (Persero) untuk data P.M. 6 Existing,

dibuat diagram satu garis seperti gambar di bawah ini : Display nilai fitness function terbaik

dan mendapatkan titik interkoneksi.

�������� =

1

1 +�����������������

Fittness function :

SELESAI Apakah ada kandidat

bus lainnya? A

Membandingkan nilai rugi – rugi berdasarkan fungsi obektif

B YA

TIDAK A

(49)
(50)

30 Gambar diatas dilengkapi dengan data – data seperti data tipe bus, beban

atau generator pada bus, serta panjang penyulang serta impedansi saluran. Tabel

3.1 dan Tabel 3.2 di bawah ini akan menunjukan data – data tersebut.

Tabel 3. 1. Tabel bus data PM.6 Existing

Bus Kode Nama V theta GENERATOR LOAD INJECTED

Bus Bus MW MVAR MW MVAR Qmax MVAR

1 1 Slack 1 0

11 3 Bus11 1.106 0.685

12 3 G.Hubung

13 3 Bus13 0.311 0.193

14 3 Bus14 0.515 0.319

15 3 G. Hubung

16 3 Bus16 0.682 0.422

17 3 Bus17 0.467 0.289

18 3 G.Hubung

19 3 Bus19 0.497 0.308

20 3 G.Hubung

21 3 G.Hubung

22 3 Bus22 0.410 0.254

23 2 Tonduhan 1 0.4

24 2 Aek Silo 1 8.5

25 3 G.Hubung

26 3 Bus26 0.220 0.136

27 3 G.Hubung

28 3 Bus28 0.425 0.263

29 3 Bus29 0.377 0.234

30 3 Bus30 0.332 0.206

31 3 G. Hubung

(51)

31 Lanjutan Tabel 3.1

Bus Kode

Bus

Nama

V theta GENERATOR LOAD INJECTED

Bus MW MVAR MW MVAR Qmax MVAR

33 3 G. Hubung

41 3 Bus41 1.210 0.750

42 3 Bus42 0.459 0.284

Pada tabel di atas, terdapat 10 kolom yang terdiri dari bus, kode bus, V,

theta, MW(Generator), MVAR (Generator), MW(Load), MVAR (Load), Qmax

(Injected), MVAR (Injected). Kolom bus menyatakan nomor bus sesuai dengan

Gambar 3.2. Kolom Kode menyatakan kode bus seperti yang telah dijelaskan pada

Tabel 2.1. V dan theta secara berturut – turut menjelaskan mengenai besar

tegangan dan sudut tegangan pada tiap – tiap bus. Kolom MW dan MVAR pada

Generator menunjukan besar kapasitas daya aktif dan reaktif yang dihasilkan oleh

sebuah pembangkit. Kolom MW dan MVAR pada Load, menunjukan besar

kapasitas MW dan MVAR dari beban terpasang pada masing – masing bus.

Sedangkan Qmax dan MVAR pada kolom Injected biasanya diisi untuk

menunjukan penggunaan kapasitor bank pada jaringan.

Namun, untuk kebutuhan proses perhitungan, pada kolom tegangan dan

sudut fasa harus diisi secara lengkap. Maka pada kolom tegangan, pada awal

perhitungan dianggap semuanya bernilai satu (pu), dan sudut tegangan dianggap

semuanya bernilai nol. Selain itu, pada kolom – kolom tabel yang kosong, diisikan

dengan angka nol. Dengan begitu tabel data bus siap untuk diproses dalam

(52)

32 Tabel 3. 2. Tabel impedansi penyulang

From

10 11 0.90963 0.64600 0 1

10 12 0.20318 0.26338 0 1

12 13 0.06703 0.04760 0 1

12 14 0.24098 0.31238 0 1

12 15 0.17010 0.22050 0 1

15 16 0.33513 0.23800 0 1

15 17 0.18900 0.24500 0 1

17 18 0.18900 0.24500 0 1

18 19 0.86468 1.12088 0 1

18 20 0.14175 0.18375 0 1

20 21 0.24098 0.31238 0 1

21 22 3.58800 1.71000 0 1

21 23 0.24098 0.31238 0 1

20 24 0.85050 1.10250 0 1

20 25 0.24098 0.31238 0 1

25 26 0.84260 0.59840 0 1

25 27 1.34663 1.74563 0 1

27 28 0.51540 0.17760 0 1

27 29 1.95423 0.67340 0 1

27 30 2.29800 1.63200 0 1

15 31 0.11813 0.15313 0 1

31 32 0.64260 0.83300 0 1

31 33 0.37800 0.49000 0 1

33 34 1.99718 0.68820 0 1

33 35 0.33075 0.42875 0 1

35 36 1.03080 0.35520 0 1

35 37 4.08025 1.40600 0 1

35 38 0.10395 0.13475 0 1

(53)

33

From

Bus To Bus R X B/2 Tap

38 40 0.73710 0.95550 0 1

40 41 3.86550 1.33200 0 1

40 42 0.61898 0.80238 0 1

Tabel di atas terdiri dari lima buah kolom yang berisikan From Bus, To

Bus, R, X, B/2, dan Tap. Kolom From Bus dan To Bus menunjukan saluran dari

sebuah bus “From Buss” ke bus “To bus”. Kolom R dan X menunjukan nilai

resistansi dan reaktansi dari saluran tersebut. Kolom B/2 merupakan nilai

suseptance dibagi 2, namun dapat diisikan dengan nilai nol. Kolom Tap adalah

kolom tapping dari transformer, namun untuk sebuah saluran yang tidak

mengalami taping transformer di salah satu ujung busnya, pada kolom tersebut

diisikan angka satu.

3.4.3 Pembuatan Program

Pembuatan Program dimulai dengan membuat program perhitungan aliran

daya dengan menggunakan metode Newton – Raphson. Adapun urutan

perhitungan yang dilakukan sehingga menghasilkan program perhitungan aliran

(54)

34 MULAI

Menghitung admitansi bus dan admitansi penyulang, serta membentuk matriks impedansi

Menghitung daya mula – mula yang dihasilkan masing – masing bus

(Pawal dan Qawal)

Menghitung perubahan nilai P dan Q akibat aliran daya jaringan dengan Persamaan 2.7 dan 2.8

Menghitung nilai ΔPi dan ΔQi ΔPi = Pawal – Pi

ΔQi = Pawal – Qi

Menurunkan Persamaan 2.11 dan 2.12 terhadap δi, Vi, δj, dan Vj.(J1, J2, J3, J4) Kemudian menghitung nilai jacobian matrix

dengan Persamaan - Persamaan tersebut Menyiapkan matriks ΔPi dan ΔQi

A

Membuat tabel data bus dan data saluran

(55)

35 Gambar 3. 3. Diagram Alir Perhitungan Aliran Daya Newton Raphson

Persiapan data bus dan data line dapat dilihat dari Tabel 3.1 dan Tabel 3.2.

Perhitungan admitansi didasarkan pada Persamaan 2.1 dan dibentuk dalam sebuah

matriks admitansi. Dalam perumusan matrik admitansi, terdapat keunikan saat

mencari nilai admitansi pada sebuah bus. Dimana nilai admitansi pada sebuah bus

merupakan penjumlahan admitansi dari seluruh penyulang yang terhubung

melalui bus tersebut. Dimisalkan sebuah diagram admitansi potongan sistem bus

42 sebagai berikut :

TIDAK

YA

Apakah ΔPi dan ΔQi bernilai kurang dari nilai toleransi? (ε≤ 0,0001) Menyiapkan matriks J1, J2, J3, dan J4

Menghitung nilai Δδidan ΔVi berdasarkan Persamaan 2.19

Menghitung nilai tegangan dan sudut fasa yang baru δi = δawal – |Δδi|

Vi = δawal – |ΔVi|

Tampilkan nilai tegangan, sudut, serta aliran daya

SELESAII A

(56)

36 Gambar 3. 4. Gambar sistem bus 42 dari bus 1 hingga bus 7

Dari rangkaian di atas, dapat diperoleh :

�1 = �2 +�3+�4+�5 +�6+�7+�10�1

�1 =�12(�1− �2) +�13(�1− �3) +�14(�1− �4) +�15(�1− �5) + �16(�1− �6) +�17(�1− �7) +�10�1

�1 = �1(�12 +�13 +�14 +�15 +�16 +�17)− �2�12− �3�13− �4�14 − �515 − �616 − �717

�11 = (�12 +�13 +�14+�15+�16+�17) = 805,57− � 861,12 �12 = −�12 = −(160,93− � 172,03)

�13 = −�13 = −(160,93− � 172,03) �14 = −�14 = −(160,93− � 172,03) �15 = −�15 = −(160,93− � 172,03) �16 = −�16 = −(160,93− � 172,03)

�17 =−�17 = −(0,91− � 0,96)

Dapat kita saksikan, bahwa nilai Y11 merupakan admitansi untuk bus satu, demikian pula admitansi pada bus dua disebut sebagai Y22, begitu seterusnya. Sedangkan admitansi yang dinyatakan sebagai penghubung antar bus, bersifat

(57)

37 impedansi dalam bahasa pemograman, dibagi dua buah komponen matriks tiap

fungsi, yaitu komponen diagonal matriks dan komponen off diagonal matriks.

Seperti yang ditampilkan berikut ini :

for k = 1:nbr #matriks diagonal

if n1(k)>0 & nr(k)>0

Y(n1(k), nr(k)) = Y(n1(k), nr(k))-y(k); Y(nr(k), n1(k)) = Y(n1(k), nr(k));

end end

for n = 1:nbus #matriks off diagonal

for k = 1:nbr

if n1(k) == n | nr(k) == n

Y(n,n) = Y(n,n) + y(k);

else, end

end end

Setelah memperoleh nilai admitansi dalam bentuk matriks, sekarang

menghitung daya awal pada tiap – tiap bus. Dengan menganggap hanya terdapat

sebuah bus dengan sebuah generator dan sebuah beban pada bus tersebut, seperti

gambar di bawah ini :

Gambar 3. 5. Gambar sebuah bus dengan sebuah pembangkit dan sebuah beban Dari gambar di atas dapat kita lihat bahwa daya yang mengalir dari bus tersebut

adalah daya yang dihasilkan dari generator dikurang daya yang dibutuhkan oleh

beban. Maka pada bahasa pemrograman, hal ini ditulis seperti berikut :

P = Pg - Pl; % Pi = PGi - PLi..

Q = Qg - Ql; % Qi = QGi - QLi..

Psp = P; % P Specified..

(58)

38 Pada Persamaan di atas, daya awal disimpan dalam variabel Psp dan Qsp.

Hal ini dikarenakan variabel P dan Q akan digunakan kembali untuk perhitungan

aliran daya berikutnya.

Setelah memperoleh nilai awal, perhitungan berikutnya adalah menghitung aliran

daya pada jaringan. Perhitungan ini dilakukan hanya untuk seluruh bus yang

terdapat pada jaringan. Rumus perhitungan diperoleh dari Persamaan 2.7 dan 2.8.

Perhitungan P dan Q secara bahasa pemrograman dapat ditulis sebagai berikut

P = zeros(nbus,1);

Langkah berikutnya adalah menghitung nilai perubahan daya yang terjadi pada

jaringan. Dalam hal ini dapat dinyatakan sebagai selisih daya awal dikurangi

dengan daya yang diperoleh dari Persamaan 2.7 dan 2.8 di atas, seperti yang

tertulis pada Persamaan 2.13 dan 2.14. Dalam bahasa pemrograman, rumus ΔP =

Psp(i) - P(i) dan ΔQ = Qsp(i) - Q(i) dituliskan sebagai berikut :

% Calculate change from specified value

dPa = Psp-P; dQa = Qsp-Q;

Setelah diperoleh selisih daya, maka selisih daya tersebut akan dibentuk dalam

sebuah matriks �∆� (�)

∆�(�)� seperti pada Persamaan 2.16. Dalam hal ini perlu diingat,

seperti yang telah dijelaskan pada landasan teori di atas bahwa terdapat tiga jenis

bus yang berbeda – beda variabel yang dapat diatur dan variabel yang di cari.

(59)

39 (δ), sedangkan yang perlu dicari adalah daya aktif (P) dan daya reaktif (Q). Untuk

bus generator, yang dapat diatur adalah daya aktif (P) dan tegangan (V),

sedangkan yang perlu dicari adalah sudut fasa (δ) dan daya reaktif (Q). Untuk bus

beban, yang dapat diatur adalah daya aktif (P) dan daya reaktif (Q), sedangkan yang perlu dicari adalah tegangan (V), dan sudut fasa (δ). Oleh karena itu, dalam

membuat matriks selisih daya ini, kita harus melihat bus mana yang dapat masuk

dalam matriks ini. Parameter yang digunakan untuk melihat hal ini adalah variabel

yang dapat diatur pada bus. Oleh karena P dan Q dapat diatur pada bus beban dan

bus generator, maka komponen matriks yang dibentuk terdiri dari : nilai P untuk

bus beban dan bus generator, serta nilai Q untuk bus beban saja. Dalam bahasa

pemrograman, dapat ditulis sebagai berikut :

k = 1;

Npq adalah jumlah bus yang memiliki variabel P dan Q (bus beban), sedangkan

nbus adalah seluruh bus yang ada (slack, generator, dan beban). Dengan begitu,

maka kumpulan matriks selisih daya aktif (ΔP) dan selisih daya reaktif (ΔQ) akan

dikemas dalam sebuah matriks M.

Setelah memperoleh matriks M, untuk dapat menjalankan Persamaan 2.19,

diperlukan sebuah matriks invers Jacobian. Untuk itu, diperlukan Persamaan –

Persamaan untuk mendapatkan nilai matriks Jacobian. Adapun Persamaan –

Gambar

Gambar 2. 2. Representasi Losses
Gambar 2. 4. Aliran Daya Satu Arah
Gambar 2. 5. Aliran Daya Dua Arah
Gambar 2. 6. Flowchartbee colony algoritma dalam penentuan titik interkoneksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dan juga perhitungan CRC ( dalam hal ini menggunakan CRC-32 bit ) yang digunakan pada saat enkripsi dan perhitungan rata-rata waktu komputasi yang dibutuhkan

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Penyertaan Modal Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Pada

Dosen pengampu mata kuliah menyerahkan Soal Ujian Akhir Semester kepada Staf Akademik Fakultas untuk diarsip dan digandakan paling lambat 3 (tiga) hari sebelum ujuan

Kondisi tanah di Desa Poteran merupakan tanah liat, contoh tanah yang didominasi oleh fraksi liat (clay) sesuai untuk perkembangan dan pertumbuhan spora Glomus,

Beberapa responden membe- rikan saran bahwa susunan gambar yang tertera cover luar kurang mena- rik, namun secara keseluruhan LKS berbasis KPS pada materi larutan

Hal ini berbeda dengan teori yang mengatakan bahwa trigliserida dalam usus halus dihidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol, asam lemak ini akan diikat oleh

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji apakah Capital Adequacy Ratio, laba akuntansi, dan komponen arus kas digunakan oleh investor untuk mengambil keputusan investasinya

E ga mengintip dari depan hanggar ke arah belakang bangunan berbentuk kotak dan beratap setengah lingkaran itu, melihat melampaui pagar jaring besi dengan