TANGGUNG JAWAB DIREKTUR TERHADAP
PEMEGANG SAHAM MINORITAS DALAM
PENGELOLAAN PERSEROAN
T E S I S
Oleh
BONI F. SIANIPAR
017005008/HK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TANGGUNG JAWAB DIREKTUR TERHADAP
PEMEGANG SAHAM MINORITAS DALAM
PENGELOLAAN PERSEROAN
T E S I S
Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora
dalam Program Studi Ilmu Hukum Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
BONI F. SIANIPAR
017005008/HK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : TANGGUNG JAWAB DIREKTUR TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS DALAM PENGELOLAAN PERSEROAN
Nama Mahasiswa : Boni F. Sianipar Nomor Pokok : 017005008 Program Studi : Ilmu Hukum
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua
(Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum) (Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH)
A n g g o t a A n g g o t a
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc)
Telah diuji pada
Tanggal 27 Oktober 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
KETUA : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum
Judul Tesis : TANGGUNG JAWAB DIREKTUR TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS DALAM PENGELOLAAN PERSEROAN
Nama Mahasiswa : Boni F. Sianipar Nomor Pokok : 017005008 Program Studi : Ilmu Hukum
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua
(Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum) (Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH)
A n g g o t a A n g g o t a
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc)
Telah diuji pada
Tanggal 27 Oktober 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
KETUA : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum
ABSTRAK
Keberadaan Direktur dalam perseroan terbatas memiliki peran yang sangat strategis dan sangat penting karena Direksi sebagai organ yang mengerakkan roda organisasi perseroan terbatas, sehingga dapat disebut juga Direksi merupakan organ kepercayaan dari perseroan terbatas. Selain organ kepercayaan, Direksi juga dituntut dapat mengembangkan kemampuannya untuk menghasilkan keuntungan atau laba (provit) bagi perseroan terbatas. Direksi sebagai pengemban fiduciary duty, Direksi wajib memiliki duty of good faith and loyalty serta duty of care and diligence.
Direksi pada prinsipnya, diberi beban menjalankan fiduciary duty terhadap perseroan terbatas, sehingga Direksi memiliki tanggung jawab terhadap pemegang saham, akan tetapi Direksi juga dalam menjalankan fungsinya secara umum harus memperhatikan kepentingan stakeholders. Dengan demikian Direksi memiliki tanggungjawab baik terhadap pemegang saham mayoritas maupun terhadap pemegang saham minoritas sehingga kepentingan pemegang saham minoritas mendapat perlindungan. Disamping itu juga Direksi mempunyai kewajiban untuk melakukan keterbukaan (disclosure) terhadap public (masyarakat) ataupun pihak ketiga, atas setiap kegiatan perseroan.
Sistem Common Law yang dipergunakan, khususunya di Amerika Serikat memberikan batasan kriteria (standard criteria) bagi Direksi dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus melakukan duty of care dimana tugas-tugas direksi harus dilakukan dengan baik, dengan penuh kehati-hatian, dan dengan cara-cara yang dinyakininya untuk kepentingan yang terbaik bagi perseroan. Sedangkan dalam sistem Civil Law yang berlaku, khususnya di Indonesia, pada prinsipnya tidak terlalu menonjolkan batasan Kriteria (standard criteria) tertentu, akan tetapi Direksi dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor: 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, telah memuat batasan kriteria bagi Direksi dalam menjalankan tugasnya ádalah Business Judgement Rule, dimana Direksi harus memperhatikan duty of care,
good faith dan memiliki rational basic terhadap keputusan-keputusan bisnis
berkenaan dengan pengelolaan perseroan. Jikalau Direksi lalai melaksanakan tugasnya dengan melanggar fiduciary duty, maka Direksi tersebut harus memberikan pertanggungjawaban terhadap pemegang saham, baik terhadap pemegang saham mayoritas maupun pemegang saham minoritas.
Penulis tesis ini menyarankan agar; kepentingan pemegang saham minoritas terlindungi maka dipandang perlu undang-undang atau peraturan yang lebih konkrit, yang mengatur tentang tanggung jawab direksi, khususnya terhadap kepentingan pemegang saham minoritas.
ABSTRACT
The definition of a Director in a company is a person with a strategic and very important position as an organ who’s able to direct the organization. Director must have a capability to expand his skill and knowledge to bring provit to company. As a fiduciary duty, a director mush have a duty of good faith and loyalty and duty of care and diligence.
Basically, a director respons to the Commisioners, but the director still have to functionalize everything including his responsibility to the stakeholders. The bottom line is, the director is responsible to both the major and the minor stakeholders so the minor can have some sort of protection. He has an obligation of makin a disclosure to the public or to the third party, of each and every single step that is taken by the company he runs.
Common Law system is needen, spcially in the United State to make some standard criteria for the director in doing his duty of care. As for the civil law in Indonesia, the standard criteria is not very strict but the director must do his job based on the basic capital.
Based on Canon Number: 40-year of 2007 about a company, a director’s limitation is written in Business Judgement Rule, where he must pay attention to duty of care, good faith and has rational basic on making business’decision. If he failed by crossing the fiduciary duty, then he is responsible to the stakeholders, both major and minor.
The writer of this tesis sunggest; the minor stakeholders’ needs is coveredand so a more concrete rules and regulations are needed specially for the sake of the stakeholders themselves.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penelitian
tesis dengan judul “Tanggung Jawab Direksi Terhadap Pemegang Saham Minoritas
Dalam Pengelolaan Perseroan”.
Penulisan tesis ini untuk memenuhi salah satu persyaratan yang harus
dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Humaniora dalam bidang Ilmu Hukum
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM &
H, Sp.A (K).
2. Direktur Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. Dr. Ir.
T. Chairun Nisa B. MSc.
3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH selaku Pembimbing I yang juga
sebagai Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Univesitas
Sumatera Utara.
4. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Pembimbing II yang
juga selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH, DFM selaku Pembimbing III yang
telah banyak membantu Penulis dalam memberikan bimbingan, petunjuk,
saran-saran dan dorongan semangat untuk kesempurnaan tulisan ini.
6. Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS, selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan kritik, saran dan masukan kepada penulis demi kesempurnaan
tulisan ini.
7. Bapak Prof. Dr. Tan Kamelo, SH, M.Hum, selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan kritik, saran dan masukan kepada penulis demi kesempurnaan
8. Ibu Dr. Sunarmi, SH. Mhum, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan
kritik, saran dan masukan kepada penulis demi kesempurnaan tulisan ini.
9. Para Dosen dan Staf serta Pegawai Sivitas Sekolah Pascasarjana Univesitas
Sumatera Utara.
10.Sahabat-sahabat di Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana
Univesitas Sumatera Utara, rekan-rekan Advokat, khususnya Pengurus
IKADIN Kota Medan, rekan-rekan kerja di PT. PP. London Sumatra
Indonesia, Tbk, khususnya Bapak Joefly J. Bahroeny, Bapak H. Mino
Lesmana dan Bapak Drs. H. Fahrul Isnan Daulay serta Bapak Usman
Pratama.
11.Secara khusus penulis haturkan terima kasih yang sangat besar Kepada yang
tercinta orang tua penulis, Bapak R. Sianipar dan Ibu H. Br Simanjuntak yang
telah mengasuh, mendidik dan membimbing dengan sabar disertai doanya.
12.Teristimewa kepada isteriku tercinta Duma Asnih Br. Sinaga, S. Pd dan
anak-anakku Buana Burju Christian Sianipar, Bryansel Putra Sianipar yang telah
setia, sabar dan yang telah memberikan semangat serta doa kepada Penulis
guna menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu Hukum Sekolah
Pascasarjana Univesitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi Penulis dan kita semua.
Medan, September 2008
Penulis,
Boni F. Sianipar
RIWAYAT HIDUP
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Boni F. Sianipar, SH
Tempat/Tanggal lahir : B. Pardamean, 1 Februari 1975
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Kawin
Tempat Tinggal : Jl. H.M. Said GG. Pelajar No. 15 Medan Kode Pos 20236 HP: 0811640859
Menerangkan dengan sesungguhnya.
I. Pendidikan Formal
1. Sekolah Dasar (SD) Negeri AFD. A. Pagar Jawa : Tahun 1982-1988 2. Sekolah Menegah Pertama (SMP) Negeri 1 P. Siantar : Tahun 1988-1991 3. Sekolah Menegah Atas (SMA) Negeri 2 P. Siantar : Tahun 1991-1994 4. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) : Tahun 1994-1999
II. Pengalaman Kerja
1. Pengacara di Sumatera Utara tahun 1999-2004. 2. Advokat tahun 2004 sampai sekarang.
3. Pengurus Pos Bantuan Hukum (POSBAKUM) Ikatan Advokat Indonesia Kota Medan tahun 2005-2006.
4. Team Penasehat Hukum Team Seleksi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara tahun 2003.
5. Direktur LAW OFFICE Boni F. Sianipar, SH & Partners tahun 2003 sampai sekarang.
6. Penasehat Hukum PT. PP. London Sumatra Indonesia, Tbk Wilayah Sumatera Utara tahun 2004 sampai sekarang.
7. Penasehat Hukum PT. Swasti Tunggal Mandiri tahun 2003-2004.
8. Penasehat Hukum PT. MOMENTS MO-15 RECORD tahun 2005 sampai
sekarang.
9. Penasehat Hukum PT. Sumber Energi Sumatera (SENTRA) tahun 2006 sampai sekarang.
III. Keterangan Keluarga
Nama Isteri : Duma Asnih Sinaga, SPd.
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 11 September 1977.
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga.
Nama Anak : 1. Buana Burju Christian Sianipar.
2. Bryansel Putra Sianipar.
Tempat/Tanggal Lahir : 1. Medan, 20 September 2005. 2. Medan, 6 Juni 2007.
IV. Pengalaman Organisasi
1. Pejabat Komisaris GMNI Fakultas Hukum USU Tahun 1997-1998. 2. Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum USU Tahun 1996-1997. 3. Senat Mahasiswa Fakultas Hukum USU Tahun 1997-1999.
4. Presidium Komite Mahasiswa Independen (KOMI) Tahun 1998. 5. Ketua Pemerintahan Mahasiswa USU Tahun 1999-2000.
6. Ketua Koordinator Daerah (KORDA) GMNI SUMUT Tahun 2001-2005. 7. Staf Ahli CEGAD Tahun 2004.
8. Pengurus INKAI Cabang Medan tahun 2006-2010.
9. Sekretaris Persatuan Alumni GMNI Cabang Medan tahun 2007 sampai Sekarang.
10.Ketua Departemen Hukum, Advokasi dan Litigasi Lembaga Mitra Pembangunan Bona Pasogit Republik Indonesia periode 2007-2012. 11.Wakil Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang Ikatan Advokat Indonesia
Kota Medan Periode 2007-2011.
Demikian Daftar Riwayat Hidup ini saya perbuat dengan sebenarnya.
Medan, September 2008, Hormat Saya,
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
DAFTAR BAHASA ASING ... x
BAB I : PENDAHULUAN ………... 1
A. Latar Belakang ……….. 1
B. Perumusan Masalah ..……… 6
C. Tujuan Penelitian ……….. 6
D. Manfat Penelitian ………. 7
E. Keaslian Penelitian ………... 8
F. Kerangka Teori dan Konsepsional ………... 8
G. Metode Penelitian ………. 35
H. Sistematika Penulisan ... 38
BAB II : PERTANGGUNGJAWABAN DIREKTUR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS ………. 40
A. Pengaturan Tanggung Jawab Direksi Dalam Perseroan Terbatas ……….... 40
C. Kasus Mengenai Tanggung Jawab Direksi ... 56
BAB III : KRITERIA UNTUK MENENTUKAN DIREKTUR TELAH MELAKUKAN KESALAHAN DALAM PENGELOLAAN PERSEROAN YANG MERUGIKAN PEMEGANG SAHAM MINORITAS ... 63
1. Duty of Loyality ... 64
2. Duty of Care ... 69
3. Ultra Vires ……… 78
4. Busines Judgement Rules ……….. 80
BAB IV : BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN YANG DAPAT DIMINTAKAN OLEH PEMEGANG SAHAM MINORITAS TERHADAP DIREKTUR YANG TELAH MELAKUKAN KESALAHAN DALAM PENGELOLAAN PERSEROAN ... 87
A. Perlindungan Pemegang Saham Minoritas Oleh Undang-undang 87
B. Pertanggungjawaban Direksi Terhadap Pemegang Saham Minoritas ... 97
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 100
A. Kesimpulan ... 100
B. Saran ... 101
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
DAFTAR ISTILAH ASING
Accountability Akuntabilitas
Beneficiary pihak yang dipegang untuk suatu kepentingan
Benefit Kepentingan/keuntungan
Candor Keterusterangan
conflict of interest Benturan kepentingan
Disclosure keterbukaan
Disclosure and Transparncy keterbukaan dan transparansi
duty of care Tugas mempedulikan
duty of loyalty
duty of skill and care Tanggung jawab yang merujuk kepada kemampuan serta kehati-hatian tindakan direksi
Express authority Kewenangan yang tersurat
Fidere Mempercayai
Fiducia Kepercayaan
fiduciary duty Tanggung jawab karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan kepada direksi oleh perseroan
go public perusahaan terbuka
Good corporate governance Pengelolaan perusahaan yang baik
good faith itikad baik
Good governance Pengelolaan yang baik
high degree derajat yang tinggi
Implied power Kewenangan yang tersirat
Inherent authority Kewenangan yang melekat
Insolvent tidak mampu membayar hutang
intra vires Direksi bertindak sesuai dengan apa yang ditentukan dalam Anggaran Dasar
mandatory element unsur wajib
Naamloze Vennootschap
Negligence Kelalaian
onrechtmatige daad perbuatan melawan hukum
Outside of power Melebihi kekuasaan
Persona standi in judico mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan
proper purpose tujuan yang layak
Responsibility Pertanggungjawaban
perseroan
Scrupulous Ketelitian
Stakeholders Pemegang kepentingan
The Equitable of Treatment of Share Holders
konsepsi perlakuan sama
The Rights of Share Holders hak-hak pemegang saham
To trust Mempercayai
Trust Kepercayaan
trust and confidence kepercayaan dan kerahasiaan
Trustee Orang yang memegang sesuatu secara kepercayaan untuk kepentingan orang lain
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sesuatu perusahaan dapat disebut sebagai Badan Hukum, apabila telah
memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Undang-Undang. Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (KUHD) tidak memberi ketegasan kapan satu perusahaan dinyatakan
sebagai badan hukum, akan tetapi di negeri Belanda yang merupakan tempat asal
mula KUHD telah lama dinyatakan bahwa Naamloze Vennootschap (NV) telah
menjadi badan hukum manakala telah diperoleh pengesahan Menteri Kehakiman.1
Tentu dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas hal tersebut tidak perlu diragukan lagi, karena dalam Pasal 7 ayat (4) dengan
tegas dinyatakan bahwa perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal
diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan.
Dalam perusahaan perseroan direksi merupakan pihak yang paling memiliki
peranan penting, baik dalam mengatur perusahaan, mengelola maupun untuk
1
memajukannnya.2 Setiap jabatan memiliki tugas dan kewajiban serta wewenang.
Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan
tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan
(persona standi in judicio) setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh
tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.
Anggota direksi juga bertanggung jawab secara penuh apabila yang
bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.3 Dengan ketentuan mengenai
tugas direksi seperti ini maka direksi mempunyai dua tugas terhadap perseroan (dan
pemegang sahamnya) yaitu duty of loyalty dan duty of care.
Berdasarkan fungsinya, pada dasarnya direksi menjalankan
kepentingan-kepentingan para pemegang saham termasuk untuk secara terus menerus dan sekuat
tenaga mengelola perseroan dengan baik untuk mencapai tujuan perseroan, termasuk
dalam pengurus ini adalah memberitahu para pemegang saham mengenai
perkembangan perseroan, meskipun kemudian informasi yang diberikan oleh
perseroan tersebut digunakan untuk melakukan pengambilan keputusan keluar dari
perseroan. Pemegang saham adalah pemilik perusahaan yang dijalankan oleh direksi.
Pemegang saham mayoritas adalah pemilik perusahaan yang mendominasi saham
pada perusahaan sedangkan pemegang saham minoritas adalah pemilik perusahaan
yang memiliki saham relatif sedikit pada perusahaan.
2
Business Law, “Direksi Perseroan”, No. 05/Th. 1 Desember 2002, h. 46.
3
Tanggung jawab direksi pada dasarnya dilandasi oleh 2 (dua) prinsip yang
penting, yaitu prinsip yang lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan
kepadanya oleh perseroan (fiduciary duty) dan prinsip yang merujuk kepada
kemampuan serta kehati-hatian tindakan direksi (duty of skill and care). Kedua
prinsip ini menuntut direksi untuk bertindak secara hati-hati dan disertai dengan
itikad baik, semata-mata untuk kepentingan dan tujuan perseroan. 4
Masalah pertanggungjawaban direksi diatur dalam ketentuan-ketentuan
Undang-Undang Perseroan Terbatas di bawah ini: 5
1) Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.
2) Setiap anggota direksi bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah dan lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud ayat 1.
3) Atas nama persero, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota direksi yang karena atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan (Pasal 97 ayat (6) UUPT).
Dalam ketentuan Pasal 104 Undang-Undang Perseroan Terbatas ditentukan
bahwa :
1. Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas perseroan sendiri kepada Pengadilan Niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
2. Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung
4
Chatamarrasjid, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil) Kapita Selekta Hukum Perseroan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), h. 6.
5
renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut.
3. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga bagi anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
4. Anggota Direksi tidak bertanggung jawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan :
a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya.
b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga bagi Direksi dari Perseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan gugatan pihak ketiga.
Kasus PT. Merpati Nusantara Airlines (MNA), bahwa direktur ditempatkan
dalam dilema yang besar, karena di satu pihak menurut Pasal 97 ayat (3)
Undang-Undang Perseroan Terbatas, setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara
pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai
menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Sedangkan di pihak lain, Direktur MNA justru memahami isi dan jiwa Pasal 97 ayat
(1) Undang-Undang Perseroan Terbatas tersebut, sebab ia menolak perintah Menteri
Perhubungan untuk pesawat terbang CN-235 dengan alasan jika perintah tersebut
dijalankan pasti akan mengakibatkan kerugian pada perusahaan. 6
Kasus ini jelas memperlihatkan bahwa ukuran seorang direksi beritikad baik
tidak diatur secara rinci oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas. Dengan kata lain,
6
bahwa Undang-Undang Perseroan Terbatas belum jelas memberi pengaturan terhadap
tanggung jawab direksi, ataupun perundang-undangan tersebut masih bersifat sumir
atau tidak cukup terperinci jika suaru perusahaan terlihat menawarkan efek melalui
pasar modal, maka secara keseluruhan hal ini merupakan pertanda bahwa status
perusahaan tertutup menjadi perusahaan terbuka (go public).7
Dalam hal ini perseroan terbuka merupakan perseroan terbatas yang modal
dan sahamnya telah memenuhi syarat-syarat tertentu, dimana saham-sahamnya dijual
kepada publik atau masyarakat sehingga jual beli sahamnya dilakukan melalui pasar
modal. ”Salah satu ciri perusahaan terbuka adalah perlunya keterbukaan (disclosure)
atas informasi perusahaan kepada publik, sehingga hukum pun mengatur masalah
perusahaan terbuka, termasuk tentang keterbukaan informasi ini secara sangat
detail”.8 Keterbukaan atau disclosure merupakan komponen terpenting dalam industri
sekuritas (pasar modal). Keterbukaan bukan saja merupakan kewajiban bagi
perusahaan publik yang akan dan telah melakukan penawaran umum tetapi juga
merupakan hak investor dapat dilakukan dan oleh karenanya merupakan kewajiban
yang mutlak harus dilaksanakan oleh perusahaan publik. Melalui keterbukaan yanag
diwujudkan dengan dipaparkannya keadaan, peristiwa dan fakta yang ada dalam
perusahaan maka investor dapat mengambil keputusan untuk melakukan investasi
atau efek perusahaan baik untuk membeli, menjual atau menahan efek terebut.
7
I. P. G. Ary Suta, ”Informasi dalam Penawaran Umum”, diselenggarakan oleh Lembaga Manjemen Keuangan dan Akuntansi bekerja sama dengan Himpunan Konsultasi Hukum Pasar Modal, Jakarta, 10 Juli s/d 22 Juli 1995, h. 1, juga pernah disajikan dalam acara work shop Proses Emisi di Indonesia, pada tanggal 10 Juli 1995 di Jakarta dengan penyesuaian seperlunya.
8
Karena pentingnya masalah keterbukaan ini maka sekali emiten masuk ke
pasar modal maka kewajiban untuk melakukan keterbukaan tersebut wajib dilakukan
sepanjang usia perusahaan tersebut.9 Dengan kata lain direksi diwajibkan mempunyai
informasi dan fakta materil tanpa memperhatikan apakah informasi tersebut
bermanfaat atau tidak untuk kepentingan harga saham emiten.10 Oleh karena itu,
kewajiban perseroan melakukan keterbukaan terus menerus dalam rangka memenuhi
kewajiban yang dibebankan kepada direksi perseroan.11
B. Perumusan Masalah
Dengan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pertanggungjawaban direktur dalam Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ?
2. Bagaimana kriteria untuk menentukan direktur telah melakukan kesalahan dalam
pengelolaan perseroan yang merugikan pemegang saham minoritas ?
3. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban yang dapat dimintakan oleh pemegang
saham minoritas terhadap direktur yang telah melakukan kesalahan dalam
pengelolaan persero ?
C. Tujuan Penelitian
9
Hamud M. Balfast, Sedikit Tentang “Disclosure” Dan “Corporate Governance”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22, Januari-Februari 2003, h. 96.
10
Ibid, h. 97.
11
Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat
dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pertanggungjawaban direktur dalam Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
2. Untuk mengetahui kriteria untuk menentukan direktur telah melakukan kesalahan
dalam pengelolaan perseroan yang merugikan pemegang saham minoritas.
3. Untuk mengetahui bentuk pertanggungjawaban yang dapat dimintakan oleh
pemegang saham minoritas terhadap direktur yang telah melakukan kesalahan
dalam pengelolaan persero.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan akan bermanfat dalam rangka
mengembangkan ilmu hukum, khususnya hukum bisnis termasuk hukum
perusahaan Indonesia.
2. Secara praktik, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi
lembaga Legislatif, lembaga Yudikatif, dan lembaga Eksekutif dalam rangka
penyempurnaan Undang-Undang Perseroan Terbatas dengan mengadakan
perbandingan hukum dengan negara lain yang lebih maju, serta diharapkan dapat
bahan kajian bagi akademisi untuk memahami wawasan ilmu pengetahuan
khususnya hukum perusahaan.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran atas hasil-hasil penelitian yang ada, mengenai
“Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam
Pengelolaan Perseroan” belum pernah diteliti oleh peneliti lain. Dengan demikian
penelitian ini betul asli baik dari segi substansi maupun dari segi permasalahan
sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsional 1. Kerangka Teori
a. Organ Perseroan
Undang-Undang Perseroan Terbatas mendefinisikan Perseroan Terbatas
(perseroan) sebagai: “Badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, yang
melakukan kegiatan usaha dengan modal tertentu, yang seluruhnya terbagi dalam
saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta
peraturan pelaksananya”.12
12
Dari batasan yang diberikan tersebut di atas ada lima hal pokok yang dapat
dikemukakan di sini: 13
1. Perseroan Terbatas merupakan suatu badan hukum.
2. Didirikan berdasarkan perjanjian.
3. Menjalankan usaha tertentu.
4. Memiliki modal yang terbagi dalam saham-saham.
5. Memenuhi persyaratan Undang-Undang.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak ada satu pasal pun yang
menyatakan perseroan sebagai badan hukum, tetapi dalam Undang-Undang Perseroan
Terbatas secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 bahwa perseroan adalah badan
hukum. Ini berarti perseroan tersebut memenuhi syarat keilmuan sebagai pendukung
kewajiban dan hak, antara lain memiliki harta kekayaan sendiri terpisah dari harta
kekayaan pendiri atau pengurusnya.
Sebagai badan hukum, menurut Ahmad Yani dan Gunawan Widjaya
perseroan memenuhi unsur-unsur badan hukum seperti yang ditentukan dalam
Undang-Undang Perseroan Terbatas, yaitu:14
a. Organisasi yang teratur.
Organisasi yang teratur ini dapat dilihat dari adanya organ perusahaan yang terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Direksi, dan Dewan Komisaris.15 Keteraturan organisasi dapat diketahui melalui ketentuan UUPT, Anggaran Dasar, Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, Keputusan Dewan Komisaris, Keputusan Direksi dan Peraturan Perusahaan lainnya yang dikeluarkan dari waktu ke waktu.
13
Ibid, h. 7.
14
Ibid, h. 8.
15
b. Harta kekayaan sendiri.
Harta kekayaan sendiri ini merupakan modal dasar yang terdiri atas seluruh nilai nominal saham16 yang terdiri atas uang tunai dan harta kekayaan dalam bentuk lain.17
c. Melakukan hubungan hukum sendiri.
Sebagai badan hukum, perseroan melakukan sendiri hubungan hukum dengan pihak ketiga yang diwakili oleh pengurus yang disebut Direksi dan Komisaris. Direksi bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam melaksanakan kegiatannya tersebut, direksi berada dalam pengawasan Dewan Komisaris, yang dalam hal-hal tertentu “membantu” direksi dalam menjalankan tugasnya tersebut.
d. Mempunyai tujuan sendiri.
Tujuan tersebut ditentukan dalam Anggaran Dasar Perseroan. Karena perseroan menjalankan perusahaan, maka tujuan utama perusahaan adalah memperoleh keuntungan atau laba.
Menurut Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Perseroan Terbatas bahwa
perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan
Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan. Ini berarti secara prinsipnya
pemegang saham tidak bertanggungjawab secara pribadi atas seluruh perikatan yang
dibuat oleh dan atas nama perseroan dengan pihak ketiga, dan oleh karenanya tidak
bertanggungjawab atas setiap kerugian yang diderita oleh perseroan. Para pemegang
saham tersebut hanya bertanggungjawab atas penyetoran penuh dari nilai saham yang
telah diambil bagian olehnya.
Perseroan terbatas mempunyai organ yang disebut organ perseroan, gunanya
untuk menggerakkan perseroan agar badan hukum dapat berjalan sesuai dengan
16
Pasal 31 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
17
tujuannya. Organ perseroan tersendiri terdiri dari tiga macam yang Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Komisaris.18
RUPS merupakan organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam
perseroan, memegang segala wewenang kekuasaan tertinggi dalam perseroan, serta
memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada organ perseroan yang
lainnya, misalnya dalam Pasal 75 ayat (2) ditetapkan dalam forum RUPS, pemegang
saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi
dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan
tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan.. 19
Beberapa wewenang eksklusif RUPS yang ditetapkan Undang-Undang
Perseroan Terbatas antara lain: 20
a) Penetapan perubahan anggaran dasar (Pasal 19). b) Penetapan pengurangan modal (Pasal 44).
c) Pemeriksa persetujuan, dan pengesahan laporan tahunan (Pasal 69). d) Penetapan penggunaan laba (Pasal 71 dan 73).
e) Pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan Komisaris (Pasal 94, Pasal 105 dan Pasal 106).
f) Penetapan pembubaran perseroan (Pasal 142).
Kepengurusan perseroan meliputi pengurusan sehari-hari yang dilakukan oleh
direksi. Menurut I.G. Rai Widjaya bahwa ”Keberadaan direksi dalam suatu perseroan
merupakan suatu keharusan atau dengan kata lain perseroan wajib memiliki direksi
18
http://www.nccg-indonesia.org/lokakarya/medandjaidir.html., “Tanggung Jawab Direksi Dan Komisaris dalam Perseroan Terbatas,” diakses tanggal 22 Juni 2006, h. 1.
19
http://www.nccg-indonesia.org/lokakarya/medandjaidir.html., “Tanggung Jawab Direksi Dan Komisaris dalam Perseroan Terbatas,” diakses tanggal 22 Juni 2006, h. 1.
20
karena perseroan sebagai artificial person yang tidak dapat berbuat apa-apa tanpa
adanya bantuan dari anggota direksi sebagai natural person”.21
Dalam ketentuan Pasal 1 ayat 5 UU Perseroan Terbatas direksi adalah ”Organ
perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan
untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam
maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar”.
Keberadaan dan fungsi direksi perseroan terbatas berdasarkan UUPT
dapat dilihat dari beberapa ketentuan sebagai berikut:
1) Pasal 1 ayat (2) UUPT yang menyatakan organ perseroan adalah rapat
umum pemegang saham, direksi dan dewan komisaris.
2) Pasal 1 ayat (5) UUPT yang menyatakan. direksi adalah organ perseroan
yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk
kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan
serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan
sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
3) Pasal 92 ayat (1) UUPT yang menyatakan direksi menjalankan
pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan perseroan.
4) Pasal 98 UUPT yang menyatakan, direksi mewakili perseroan baik di dalam
maupun di luar pengadilan
21
5) Pasal 97 ayat (1) UUPT yang menyatakan, direksi bertanggungjawab atas
pengurusan perseroan sebagaimana dimaksud dalam pasal 92 ayat (1), dan
ayat (2) yang menyatakan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh
tanggungjawab.
Dalam menjalankan tugasnya, Direksi diberikan hak dan kekuasaan penuh,
dengan konsekuensi setiap tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh Direksi akan
dianggap dan diperlakukan sebagai tindakan dan perbuatan Perseroan, sepanjang
mereka bertindak sesuai dengan apa yang ditentukan dalam Anggaran Dasar (intra
vires) dan tidak melampui batas kewenangannya.
Sedangkan bagi tindakan-tindakan Direksi yang merugikan Perseroan, yang
dilakukan di luar batas kewenangan yang diberikan kepadanya oleh Anggaran Dasar
(ultra vires), dapat tidak diakui oleh atau sebagai tindakan perseroan. Dengan ini,
berarti direksi bertanggung jawab secara pribadi atas setiap tindakannya yang di luar
batas kewenangan yang diberikan dalam anggaran dasar perseroan.
Dalam suatu perseroan “organ perseroan yang bertugas melakukan
pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasihat kepada direksi
dalam menjalankan perseroan adalah dewan komisaris”.22 Keberadaan dewan
komisaris dalam UU Perseroan Terbatas dinyatakan dengan tegas sebagai salah satu
organ perseroan yang bertugas untuk melakukan pengawasan secara umum dan/atau
22
khusus serta memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan perseroan.23
Dengan demikian ”dewan komisaris berfungsi sebagai pengawas dan penasehat
direksi, sehingga keberadannya merupakan suatu keharusan”.24
b. Peran Direksi dalam Perseroan
Direksi merupakan badan pengurus perseroan yang paling tinggi serta berhak
dan berwenang untuk menjalankan perusahaan, bertindak untuk atas nama perseroan,
baik di dalam maupun di luar pengadilan. Direksi bertanggung jawab penuh atas
pengurusan dan jalannya perseroan untuk serta tujuan perseroan.25 Dalam hal ini
anggota direksi sendiri tidak berwenang mewakili peseroan apabila:26
a. Terjadi perkara di depan pengadilan antara perseroan dan anggota direksi yang
bersangkutan, atau
b. Anggota direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan
dengan kepentingan perseroan.
Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab
menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. “Hal ini membawa
kon-sekuensi hukum bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab secara pribadi
apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya untuk
kepentingan dan usaha perseroan”. 27
23
Pasal 1 angka 6 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
24
Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung: Alumni, 2004), h. 193
25
Ahmad Yani & Gunawan Widjaya, Op Cit., h. 97.
26
Bussiness Law, Op Cit., h. 64.
27
Menurut I.G. Rai Widjaya “Persyaratan untuk dapat diangkat menjadi anggota
direksi yang juga merupakan orang perseroan, yakni”:28
a. mampu melaksanakan perbuatan hukum, dan
b. tidak pernah dinyatakan pailit, atau yang menjadi anggota direksi, atau komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau yang pernah dihukum karena melaksanakan tindak pidana yang merugikan waktu 5 (lima) tahun, sebelum pengangkatan jangka waktu lima tahun tersebut dinyatakan bersalah menyebabkan perseroan pailit, atau apabila dihukum terhitung sejak selesai menjalani hukum.
Pembatasan waktu lima tahun ini juga dianut oleh Negara maju seperti
Inggris. Orang-orang yang bertindak selaku direktur dari perusahaan yang dinyatakan
tidak mampu membayar utang-utangnya (insolvent) tidak diperkenankan bertindak
sebagai direktur perusahaan tersebut dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan
perusahaan-perusahaan dengan tanggung jawab terbatas, dengan memakai sederetan
perusahaan-perusahaan yang satu dilikuidasi meninggalkan utang-utang dan mulai
dengan perusahaan baru.29
Dalam melaksanakan kepengurusan atas perseroan, direksi tidak hanya
bertanggung jawab terhadap perseroan dan para pemegang perseroan, melainkan juga
terhadap pihak ketiga yang berhubungan hukum, baik langsung maupun tidak
langsung dalam perseroan.
28
I. G. Rai Widjaya, I, Op Cit., h. 64.
29
Dengan demikian, boleh dikatakan tugas dan tanggung jawab direksi dapat
dibebankan dalam:30
1. tanggung jawab internal direksi yang meliputi tugas dan tangung jawab direksi terhadap perseroan dan pemegang saham perseroan; dan
2. tanggung jawab eksternal direksi, yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab direksi kepada pihak ketiga yang berhubungan hukum langsung maupun tidak langsung dengan perseroan.
I.G. Rai Widjaya mengatakan :
Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan. Artinya adalah secara “fiduciary” harus melaksanakan “standard of care”. Yang dimaksud dengan fiduciary duty adalah tugas yang dijalankan oleh direktur yang penuh tanggung jawab untuk kepentingan (benefit) orang atau pihak lain (perseroan) direksi melakukan tugas dan kewajiban atas tindakan hukum berdasarkan kemampuan serta kehati-hatian (duty of skill and care) yang diperlukan untuk mewujudkan kepentingan perseroan.31
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa tanggung jawab ini timbul apabila
direksi yang memiliki wewenang atau direksi yang menerima kewajiban untuk
melaksanakan pekerjaan mengurus perseroan mulai menggunakan wewenangnya.
Agar direksi sebagai orang sehari-hari mengurus perseroan dapat mencapai
prestasai yang besar, maka ia harus diberi tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas
tertentu yang diberikan kepadanya. 32 Dalam melaksanakan tanggung jawab atas
perseroan, dalam melakukan tindakan pengurusan perseroan tersebut direksi harus
memperhatikan beberapa ketentuan berikut:
a. Ultra Vires
30
Ahmad Yani & Gunawan Widjaya, Op Cit, h. 112.
31
I. G. Widjaya, I, Op Cit., h. 75.
32
Istilah ultra vires berasal dari bahasa Latin, yang berarti “di luar” atau
“melebihi” kekuasaan (outside of power), yaitu di luar kekuasaan yang diizinkan
oleh hukum terhadap suatu badan hukum”.33 Menurut Munir Fuady bahwa:
“Istilah ultra vires diterapkan dalam arti yang luas, yakni termasuk tidak hanya
kegiatan yang dilarang oleh anggaran dasarnya, tetapi termasuk juga tindakan
yang tidak dilarang tetapi melampaui kewenangan yang diberikan”.34
Jika dilihat dari kewenangan umum perseroan sebagai kriterianya, maka
kewenangan umum tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:35
a) Kewenangan yang melekat (Inherent Authority) pada Perseroan
Kewenangan yang melekat (inherent authority) pada perseroan adalah kewenangan yang pada setiap perseroan terlepas apa pun jenis atau bisnis dari perseroan tersebut. Misalnya :
(1) menggugat atau digugat di pengadilan atau di badan-badan pemutus lainnya;
(2) melakukan bisnisnya di dalam atau di luar negeri;
(3) memiliki legalitas produk perseroan, seperti corporate seal, stempel, name, merek, logo, dan sebagainya;
(4) membuat kontrak, pinjam-meminjam uang, atau pemberian garansi terhadap pihak lain;
(5) melakukan atau menerima peralihan hak, atau menjaminkan aset-aset perseroan;
(6) menjadi partner/manager atau memegang saham dalam partnership atau perusahaan yang lain.
(7) Mengatur dan mengubah anggaran dasar atau peraturan perusahaan dalam hal menata masalah internal perseroan;
(8) Memberikan derma dengan alasan kemanusiaan;
(9) Mengangkat pegawai dan agen, menentukan ruang lingkup tugas, memberikan gaji dan kompensasi kepadanya, menyediakan dana pensiun, dan lain-lain.
b) Kewenangan yang tersurat (Express Authority)
33
Munir Fuady, II, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002), h. 110
34
Ibid
35
Kewenangan yang tersurat adalah kewenangan dari perseroan dimana kewenangan tersebut disebut bahkan sering diperinci dengan tegas dalam anggaran dasar dari perseroan tersebut. Terhadap model yang terperinci dalam anggaran dasarnya, maka kewenangan yang tersurat tersebut akan berbeda-beda menurut model bisnis yang dilakukan oleh perseroan tersebut.
c) Kewenangan yang tersirat (Implied Power)
Adapun yang merupakan kewenangan yang tersirat (implied power) atau yang disebut juga dengan incidental power adalah kewenangan dari perseroan dimana kewenangan tersebut harus dianggap penting atau layak ada dalam menjalankan bisnis atau merealisasi tujuan atau kewenangan yang tersurat dalam anggaran dasar atau perundang-undangan yang berlaku.
Mengenai ultra vires ini, Fred B.G Tumbuan sebagaimana dikutip oleh
Gunawan Widjaya mengatakan bahwa:36
Maksud dan tujuan perseroan memiliki peran ganda, yaitu di satu pihak merupakan keberadan perseroan dan pihak lain menjadi pembatasan bagi kecakapan bertindak perseroan. Perbuatan hukum yang perseroan tidak cakap untuk melakukannya karena berada di luar cakupan maksud dan tujuan dikenal dengan ultra vires.
Suatu tindakan yang tergolong ultra vires oleh hukum pada prinsipnya
dianggap tidak sah.37 Perbuatan ultra vires pada prinsipnya adalah perbuatan
yang batal demi hukum dan oleh karena itu tidak mengikat perseroan. Dalam hal
ini ada 2 (dua) hal yang berhubungan dengan tindakan ultra vires yaitu:38
a) Tindakan yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta anggaran dasar perseroan adalah tindakan yang berada di luar maksud dan tujuan perseroan.
b) Tindakan dari direksi perseroan diluar kewenangan yang diberikan kepadanya berdasarkan ketentuan yang berlaku, termasuk anggaran dasar perseroan.
Ketentuan ultra vires tidak diatur secara tegas di dalam
Undang-Undang Perseroan Terbatas, tetapi lebih mempercayakan anggaran dasar.
disamping itu, dalam praktek peradilan tidak banyak terdengar ada
persoalan yang berkenaan dengan doktrin ultra vires ini, sehingga tidak
diketahui juga dengan pasti bagaimana posisi yurisprudensi terhadap hal
ini. Namun demikian Munir Fuady berpendapat bahwa “Secara prinsip
doktrin ultra vires berlaku di Indonesia dengan pertimbangan sebagai
berikut:39
a) Prinsip ultra vires sudah merupakan doktrin yang berlaku universal.
b) UU Perseroan Terbatas mengisyaratkan berlakunya doktrin ultra
vires, yang antara lain menempatkan maksud dan tujuan perseroan
pada posisi yang penting. Konsekuensi logisnya adalah bahwa pelanggaran terhadap maksud dan tujuan tersebut dapat menjadi masalah serius.
b. Fiduciary Duty
39
Istilah fiduciary duty berasal dari 2 (dua) kata, yaitu fiduciary, dan duty.40
Istilah “duty” banyak dipakai dimana-mana yang berarti “tugas” sedangkan istilah
fiduciary (bahasa Inggris) berasal dari bahasa Latin “fiduciaries” dengan akar
kata “fiducia” yang berarti “kepercayaan” (trust) atau dengan kata kerja “fidere”
yang berarti mempercayai (to trust). Sehingga dengan istilah “fiduciary”
diartikan sebagai “memegang sesuatu dalam kepercayaan” atau “seseorang yang
memegang sesuatu dalam kepercayaan untuk kepentingan orang lain”. Dengan
demikian, dalam bahasa Inggris, orang yang memegang sesuatu secara
kepercayaan untuk kepentingan orang lain tersebut disebut dengan istilah
“trustee” sementara pihak yang dipegang untuk kepentingan tersebut disebut
dengan istilah “beneficiary”.41 Perlu diketahui bahwa asal mulanya trust
(sehingga menerbitkan hubungan fiduciary dan fiduciary duty sebagai suatu
pranata hukum adalah dari Inggris yang berlaku sistem hukum Common Law.
Dengan demikian, seseorang dikatakan mempunyi tugas (fiduciary duty)
ketika dia dipercayakan untuk berbuat sesuatu untuk kepentingan seseorang lain
atau untuk kepentingan dirinya sendiri, atau yang seperti yang disebut Benyamin
N. Cardozo dalam kasus People V. Mancuse (1931 di Amerika Serikat) “Suatu
derajat kepedulian dan kehati-hatian yang sama jika seseorang karena
kepentingan sendiri umumnya melakukan tindakan terhadap masalahnya sendiri
40
Ibid, h. 32.
41
(the degree of care and prudence that men prompted by self interest generally
exercise in their own affairs)”. 42
Dalam hal ini kriteria tugas direksi perseroan dapat dibeda-bedakan
sebagai berikut :43
a) Fiduciary duty
Dalam hal ini yang dimaksud adalah tugas yang tertib dari suatu
hubungan fiduciary antara direksi dengan perusahaan yang dipimpinnya ang
menyebabkan direksi berkedudukan sebagai trustee dalam pengertian hukum
trust. Maka seorang direksi haruslah memunyai kepedulian dan kemampuan
(duty care and skill) itikad baik loyalitas dan kejujurang terhadap
perusahaannya dengan “derajat yang tinggi” (high degree).
b) Tugas mempedulikan (duty of care)
Tugas mempedulikan (duty of care) yang diharapkan dari direksi
adalah duty of care sebagai mana dimaksud dalam hukum tentang perbuatan
melawan hukum (onrechtmatige daad) dalam arti direksi diharapkan untuk
berbuat secara hati-hati sehingga terhindar dari perbuatan kelalaian
(negligence) yang merugikan pihak lain.
Beberapa “pedoman dasar” sebagai direksi dalam menjalankan
fiduciary duty terhadap perseroan yang dipimpinnya. Adapun pedoman dasar
tersebut adalah sebagai berikut : 44
42
Ibid, h. 39.
43
(a) Fiduciary duty merupakan unsur wajib (mandatory element) dalam
hukum perseroan.
(b) Dalam menjalani tugas, seorang direksi tidak hanya harus memenuhi unsur “ tujuan yang layak” (proper purpose).
(c) Pada prinsipnya direktur dibebani prinsip fiduciary duty terhadap perseroan, bukan terhadap pemegang saham. Karena itu, terhadap perusahaanlah yang dapat memaksakan direksi untuk melaksanakan tugasya fiduciary duty tersebut.
(d) Akan tetapi, dalam menjalankan fungsinya sebagai direktur, secara umum dia juga harus memperhatikan kepentingan stake holders, seperti pihak pemegang saham dan buruh yang dihadirinya.
(e) Sungguh pun penyandang tugas sebagai direktur, secara umum dia juga harus memperhatikan kepentingan stake holders, seperti pihak pemegang saham dan buruh perusahaan.
(f) Direksi tetap bebas dalam mengambil keputusan sesuai pertimbangan bisnis dan “sense of business” yang dimilikinya. Bahkan pihak pengadilan boleh ikut campur mempertimbangkan “sense of businees” dari pihak direksi.
(g) Dalam hal-hal dimana tedapat conflict of interest, seorang direksi dilarang atau setidak-tidaknya dibatasi atau diawasi dalam menjalankan tugasnya pengawasan tersebut misalnya dengan memberlakaukan prinsip keterbukaan informasi (disclosure) terhadap setiap transaksi yang ada conflict of interest.
Dengan demikian, jelaslah bahwa hubungan fiduciary duty tersebut diatas
kepercayaan dan kerahasiaan (trust and confidence) yang dalam peran ini
meliputi ketelitian (scrupulous), itikad baik (good faith), keterusterangan
(candor). 45
c. Good Corporate Governance
44
Ibid, h. 61.
45
Sejak terjadinya krisis moneter yang melanda Indonesia pada akhir tahun
1997-an masaah corporate governance mendapat perhatian yang cukup besar dari
masyarakat dan pemerintah Republik Indonesia. Hal ini karena adanya anggapan
bahwa masalah-masalah yang dihadapi oleh perusahaan Indonesia yang secara
langsung juga menyebabkan terjadinya krisis moneter tersebut adalah akibat kurang
diterapkannya prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate
governance) di dalam banyak perusahaan Indonesia. Selain itu tuntutan atas adanya
penerapan good corporate governance juga telah menggemakan isu untuk menarik
minat masuknya pemodal asing ke dalam pasar modal atau bursa suatu negara.
Dengan demikian, penerapan prinsip-prinsip good governance yang semakin baik
merupakan indikasi adanya perlakuan yang baik terhadap pemodal.46
Isu corporate governance itu sendiri muncul sejak diperkenalkannya
pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Sebagai sebuah konsep,
GCG ternyata tak memiliki definisi tunggal. Komite Cadburry, misalnya, pada tahun
1992 - melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry Report - mengeluarkan
definisi tersendiri tentang GCG. Menurut Komite Cadburry, GCG adalah:47
46
Hamud M. Balfast, Op Cit, h. 99 (dikutip dari Merrit B. Fox & Michael A. Heller, “Corporate Governance Lessons From Russian Enterprise Fiascoes”, New York University Law Review, Volume 75 : 1720, Desember 2000. mengenai masalah penerapan corporate governance di perusahaan-perusahaan di Asia, ada tulisan pendek yang membahas mengenai lemah penerapan atas masalah ini : Ronnie C. chan, Raise the Bar for Asia,s Companies”, the asian Wall Street Journal, 20-22 Juli 2001, h. P9. Dalam tulisannya ini Ronnie C. Chan, yang merupakan chairman dari Hang Lung Group di Hong Kong menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya krisis moneter di Asis yang dimulai pada tahun 1997 karena lemahnya penerapan atas corporate governance.
47
Prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.
Center for European Policy Studies (CEPS), punya formula lain. GCG, papar
pusat studi ini, merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right),
proses, serta pengendalian, baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen
perusahaan. Sebagai catatan, hak di sini adalah hak seluruh stakeholders, bukan
terbatas kepada shareholders saja. Hak adalah berbagai kekuatan yang dimiliki
stakeholders secara individual untuk mempengaruhi manajemen. Proses, maksudnya
adalah mekanisme dari hak-hak tersebut. Adapun pengendalian merupakan
mekanisme yang memungkinkan stakeholders menerima informasi yang diperlukan
seputar aneka kegiatan perusahaan.48
Sementara itu, ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG
mengandung empat nilai utama yaitu: Accountability, Transparency, Predictability
dan Participation. Pengertian lain datang dari Finance Committee on Corporate
Governance Malaysia. Menurut lembaga tersebut GCG merupakan suatu proses serta
struktur yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan
perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan.
Adapun tujuan akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi
tetap memperhatikan berbagai kepentingan para stakeholder lainnya.
48
Di tanah air, secara harafiah, governance kerap diterjemahkan sebagai
“pengaturan.” Kemudian, “GCG” ini didefinisikan sebagai suatu pola hubungan,
sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (BOD, BOC, RUPS) guna
memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam
jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya,
berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku.
Hamud M. Balfast mengartikan Corporate governance sebagai : 49
Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah karyawan serta para pemegang kepentingan (stakeholders) intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance
merupakan:
a. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan para Stakeholder lainnya.
b. Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.
c. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya.
Tata kelola organisasi secara baik dapat dilihat dalam kontes mekanisme
internal organisasi ataupun mekanisme organisasi. Mekanisme internal lebih fokus
kepada bentuk pimpinan suatu organisasi mengatur jalannya organisasi sesuai dengan
ketiga prinsip di atas, sedangkan mekanisme eksternal berjalan secara harmonis tanpa
49
mengabaikan pencapaian tujuan organisasi. GCG dapat diterapkan dalam suatu aktifis
maupun keputusan top manajemen selalu berorientasi kepada pencapaian tujuan
organisasi. 50
Jika dilihat Global Corporate Governance Forum, maka forum ini secara
tegas menyatakan : 51
Good governance sudah menjadi sebuah isu penting dunia organisasi
mempunyai peran kunci untuk bermain peningkatan pengembangan ekonomi dan sosial. Good Governance adalah mesinnya pertumbuhan global pertanggung jawabannya menyediakan lapangan kerja, pelayanan public dan
private, pengadaan barang dan jasa serta infrastruktur. Sekarang ini efisiensi
dan pertanggungjawaban organisasi tidak perduli apakah organisasi publik atau private. Good Governance telah menjadi agenda pokok internasioanal.
Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa sebenarnya Indonesia menyimpan
potensi yang baik sebagai tempat investor menanamkan dananya. Hal tersebut dapat
kita lihat dari pernyataan para pemodal asing yang menyatakan bahwa mereka berani
memberikan premi sebesar 27% (dua puluh tujuh persen) hingga 30% (tiga puluh
persen) pada setiap investasi, dengan catatan bahwa good corporate governance telah
dijalankan secara baik.52 Hasil dari riset itu juga mengungkapkan bahwa Indonesia
berada pada urutan terbawah dalam hal sasaran favorite investor asing di Asia.
Dari defenisi di atas dapat dilihat corporate governance sebenarnya adalah
sekumpulan dari aturan yang mendorong atau mengharuskan ada pengelola atas
terbesar di berbagai macam peraturan perundangan baik itu Undang-Undang tentang
50
Akhmad Syakhroza, Reformasi Profesi Akuntansi Sektor Publik Dan Good Corporate Governance, Manajemen Usahawan Indonesia, No. 02/TH.XXXII Februari 2003, h. 15.
51
Ibid, h. 16.
52
perseroan terbatas, peraturan yang menyangkut perusahaan public yang dikeluarkan
Bapepam dan Bursa, serta peraturan lain dari berbagai departemen atau Bank
Indonesia. Dengan demikian dalam batas-batas tertentu di Indonesia sebenarnya telah
mempunyai perangkat hukum yang mengatur masalah karena memang sejak dulu
sudah ada dan tersebar di berbagai peraturan perundangan.
Dalam bentuk penerapan, prinsip-prinsip Good Corporate Governance
memberikan hal kepada pemegang saham untuk mengetahui dan ikut menentukan
keberlangsungan usaha perseroan dalam bentuk pengambilan keputusan yang
berlangsung di dalam sebuah rapat umum pemegang saham.
Panduan yang keluar oleh OECD (Organization for Economic Cooperation
and Development), bahwa prinsip-prinsip yang menetapkan beberapa hal-hal yang
penting diantaranya adalah pertama, yang berkaitan dengan hak-hak pemegang saham
(The Rights of Share Holders); kedua, yang berhubungan dengan konsepsi perlakuan
sama (The Equitable of Treatment of Share Holders); ketiga, yang berkaitan dengan
peraturan tentang penerapan Corporate Governance (The Role of Stakeholders in
Corporate Governance); keempat, berhubungan dengan penerapan prinsip
keterbukaan dan transparansi (Disclosure and Transparncy); kelima, berhubungan
dengan tanggung jawab dari pengurus perseroan (Responsibility of The Board). 53
Keseluruhan cakupan dari pedoman itu mencakup 4 (empat) bidang utama,
yaitu :
53
a. Fairness (keadilan). Menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham,
termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing
serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.
b. Transparency (transparansi). Mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka
tepat waktu serta jelas dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan
keuangan pengelolaan perusahaan dan kepemilikan perusahaan.
c. Accountability (akuntabilitas). Menjelaskan peran dan tanggung jawab serta
mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan
pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris.
d. Responsibility (pertanggungjawaban). Memastikan dipatuhinya peraturan serta
ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai sosial.
Dengan prinsip-prinsip corporate governance yang demikian, penerapannya
merupakan landasan atas pengelola perusahaan yang baik.
d. Saham dalam Perseroan
Saham adalah bagian pemegang saham di dalam perusahaan, yang dinyatakan
dengan angka dan bilangan yang tertulis pada surat saham yang dikeluarkan oleh
perusahaan.54 Kepada pemegang saham diberikan bukti pemilikan saham untuk
saham yang dimilikinya. Bukti pemilikan saham atas tunjuk berupa surat saham,
sedangkan bukti pemilkan saham atas nama, diserahkan kepada para pihak pemegang
saham dan ditetapkan dalam Anggaran dasar sesuai dengan kebutuhan.
54
Dalam bahasa Inggris, saham disebut dengan istilah share atau stock,
sementara dalam bahasa Belanda disebut aandeel.55 Undang-Undang No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) tidak memberikan defenisi tentang apa
yang dimaksud dengan saham ini, kecuali penyebutan bahwa saham merupakan
benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada pemegangnya, vide Pasal
60 ayat (1) UUPT.
Kamus Black Law memberikan pengertian saham sebagai “suatu bagian atau
porsi tertentu dari sesuatu yang dimiliki bersama oleh beberapa orang yang
mempunyai referensi terhadap bagian dari kepentingan seseorang anggota yang tidak
dapat dipisahkan dari keseluruhan”.56
Sementara yang dimaksud dengan saham suatu perseroan adalah “suatu
bagian proporsional dari hak-hak tertentu dalam manajemen dan profit dari suatu
perseroan selama perseroan tersebut masih eksis, dan juga dari asetnya ketika
perseroan dibubarkan”.57
Saham atau stock, dalam Ensiklopedi (Ekonomi, Keuangan dan Perdagangan)
diartikan sebagai :
Suatu bagian dalam pemilikan suatu perseroan, modal yang ditanam dalam suatu perseroan, seperti yang diwakili oleh bagian-bagian modal itu yang dimiliki oleh individu masing-masing dalam bentuk sertifikat-sertifikat saham. Suatu perseroan dapat mengeluarkan atau mengedarkan beberapa jenis
55 Munir Fuady, III, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku Ketiga, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002), h. 21
56
Henry Campbell Black, 1968, Black’s Law Dictionary, St. Paul, Minnesota, USA : West Publishing Co. h. 1542 dalam Munir Fuady,III, Op cit, h. 22
57
klasifikasi stock, dengan bermacam-macam privilesa, hak-hak, dan tanggung jawab.58
Di dalam UUPT terkandung beberapa asas terhadap saham dari suatu
perseroan, yaitu :59
a. Asas hak kebendaan
Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada
pemegangnya sebagaimana diatur dalam Pasal 60 UUPT. Kepemilikan atas
saham sebagai benda bergerak memberikan hak kebendaan kepada pemegangnya
yang dapat dipertahankan terhadap setiap orang. “Oleh karena saham merupakan
hak kebendaan, maka saham dapat dialihkan dan juga dapat digadaikan”.60
b. Asas keharusan nilai nominal
Asas ini mengharuskan setiap saham harus mempunyai nilai nominal. Permodalan
perusahaan juga dihitung berdasarkan nilai nominal tersebut. Ditentukan juga
bahwa nilai nominal haruslah ditentukan dalam mata uang rupiah.
c. Asas tidak dapat dibagi
Pasal 52 ayat (4) UUPT menentukan bahwa setiap saham memberikan kepada
pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi. Akan tetapi dalam Pasal 54 ayat (1)
UUPT menentukan pengecualian bahwa nilai nominal saham dapat dipecahkan
dan harus ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
d. Asas pembatasan peralihan saham
58
Munir Fuady, III, Op Cit, h. 23
59
Ibid, h. 23-25
60
UUPT memperkenankan Anggaran dasar untuk membatasi peralihan hak atas
saham sebagaimana ditentukan dalam Pasal 57. Pembatasan tersebut hanya dapat
dilakukan dalam hal :
a) keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan
klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya.
b) keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Organ Perseroan;
dan/atau.
c) keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undnagan.
Pembatasan dalam point 1 dan 2 tersebut di atas dilakukan sehubungan dengan
adanya apa yang dikenal dengan “hak tolak pertama (right of first refusal)”, yakni
hak dari pemegang saham lama untuk mendapatkan tawaran terlebih dahulu untuk
membeli saham sebelum ditawarkan ke pihak luar. Hak tolak pertama ini tidak
terjadi “demi hukum”, tetapi baru terjadi jika dengan tegas ditentukan dalam
Anggaran Dasar.
e. Asas perlindungan pemegang saham minoritas
UUPT banyak mengatur ketentuan yang memberikan perlindungan kepada
pemegang saham minoritas ini, yaitu yang terdapat dalam Pasal 60, 61, 62, 79,
80, 81, 97 ayat 6), 114 ayat (6), 138 ayat (3), 144 ayat (1) dan sebagainya.
f. Asas pembelian saham kembali oleh perseroan
Bagian kedua dari bab III dari UUPT mengatur tentang perlindungan modal dan
pembelian kembali saham oleh perseroan, dengan dana yang diambil dari laba
bersih sepanjang tidak menyebabkan kekayaan bersih perseroan tidak menjadi
lebih kecil dari modal ditempatkan ditambah dengan reserve yang diwajibkan.
Dengan demikian UUPT membuka kemungkinan pembelian saham-saham PT
yang telah diisukan oleh PT yang bersangkutan, dan telah disetor dengan syarat
harus dengan Rapat Umum Pemegang Saham dengan quorum dua pertiga
(mutlak) dari seluruh saham dan voting juga dua pertiga (mutlak) dari yang hadir.
g. Asas perletakan kepemilikan saham dengan hak suara, dan hak-hak lainnya
UUPT menganut suatu asas bahwa hakum suara melekat pada pemilik sahamnya.
Karena itu saham tidak dapat dialihkan tanpa mengalihkan hak suara, dan juga
tidak dapat dialihkan hak suara saja tanpa mengalihkan sahamnya. Prinsipnya
perlekatan ini berlaku dalam arti yang seluas-luasnya dan berlaku sebagai
mandatory rule. Anggaran Dasar tidak boleh mengesampingkannya.
h. Asas Rapat Umum Pemegang Saham sebagai kekuasaan yang tertinggi dan
sebagai residu dan variatif.
Rapat Umum Pemegang Saham merupakan kekuasaan tertinggi dalam suatu PT,
tetapi bukan kekuasaan mutlak. Sebab UUPT menganut prinsip distribution of
power. Artinya, kewenangan dalam PT dialokasi kepada dewan komisaris,
direktur dan RUPS. Dengan demikian apabila suatu kewenangan telah
dialokasikan kepada direktur atau komisaris, RUPS menjadi tidak lagi berwenang
Sebagai kekuasaan tertinggi, kekuasaan RUPS juga merupakan kekuasaan yang
bersifat “residu”. Maksudnya apabila ada kekuasaan yang tidak termasuk ke
dalam kewenangan direksi ataupun komisaris, dan tidak tegas pula disebut
merupakan kewenangan direksi ataupun komisaris, dan tidak tegas pula disebut
meruapakan kewenangan RUPS, maka kewenangan tersebut menjadi kewenangan
RUPS sebagai kekuasaan tertinggi. Di samping itu, quorum, voting dan prosedur
RUPS juga bersifat variatif. Untuk quorum, ada yang sampai tiga perempat, dua
pertiga, setengah tambah satu atau sepertiga dari saham yang terwakili, atau
bahkan lebih kecil lagi yang akan ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri.
Sementara yang merupakan voting, terdapat angka-angka dimulai dari 100%
(musyawarah), tiga perempat, dua pertiga, sampai dengan setengah tambah satu
dari jumlah saham yang hadir.
Keberadaan modal dalam PT terbagi atas saham-saham atau disebut juga
sero-sero, yang dapat berupa saham atas nama maupun saham atas tunjuk sebagaimana
diatur dalam Pasal 31 ayat (2) UUPT. Jenis-jenis dalam suatu PT tidak diperinci
dengan tegas dalam UUPT, namun terdapat pengaturan tentang saham atas nama,
saham atas tunjuk serta adanya kemungkinan klasifikasi saham.
Yang dimaksud dengan saham atas nama adalah “saham yang mencantumkan