• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGUNG JAWAB DIREKTUR TERHADAP

PEMEGANG SAHAM MINORITAS DALAM

PENGELOLAAN PERSEROAN

T E S I S

Oleh

BONI F. SIANIPAR

017005008/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

TANGGUNG JAWAB DIREKTUR TERHADAP

PEMEGANG SAHAM MINORITAS DALAM

PENGELOLAAN PERSEROAN

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

dalam Program Studi Ilmu Hukum Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

BONI F. SIANIPAR

017005008/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : TANGGUNG JAWAB DIREKTUR TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS DALAM PENGELOLAAN PERSEROAN

Nama Mahasiswa : Boni F. Sianipar Nomor Pokok : 017005008 Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua

(Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum) (Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH)

A n g g o t a A n g g o t a

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 27 Oktober 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum

(5)

Judul Tesis : TANGGUNG JAWAB DIREKTUR TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS DALAM PENGELOLAAN PERSEROAN

Nama Mahasiswa : Boni F. Sianipar Nomor Pokok : 017005008 Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua

(Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum) (Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH)

A n g g o t a A n g g o t a

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc)

(6)

Telah diuji pada

Tanggal 27 Oktober 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum

(7)

ABSTRAK

Keberadaan Direktur dalam perseroan terbatas memiliki peran yang sangat strategis dan sangat penting karena Direksi sebagai organ yang mengerakkan roda organisasi perseroan terbatas, sehingga dapat disebut juga Direksi merupakan organ kepercayaan dari perseroan terbatas. Selain organ kepercayaan, Direksi juga dituntut dapat mengembangkan kemampuannya untuk menghasilkan keuntungan atau laba (provit) bagi perseroan terbatas. Direksi sebagai pengemban fiduciary duty, Direksi wajib memiliki duty of good faith and loyalty serta duty of care and diligence.

Direksi pada prinsipnya, diberi beban menjalankan fiduciary duty terhadap perseroan terbatas, sehingga Direksi memiliki tanggung jawab terhadap pemegang saham, akan tetapi Direksi juga dalam menjalankan fungsinya secara umum harus memperhatikan kepentingan stakeholders. Dengan demikian Direksi memiliki tanggungjawab baik terhadap pemegang saham mayoritas maupun terhadap pemegang saham minoritas sehingga kepentingan pemegang saham minoritas mendapat perlindungan. Disamping itu juga Direksi mempunyai kewajiban untuk melakukan keterbukaan (disclosure) terhadap public (masyarakat) ataupun pihak ketiga, atas setiap kegiatan perseroan.

Sistem Common Law yang dipergunakan, khususunya di Amerika Serikat memberikan batasan kriteria (standard criteria) bagi Direksi dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus melakukan duty of care dimana tugas-tugas direksi harus dilakukan dengan baik, dengan penuh kehati-hatian, dan dengan cara-cara yang dinyakininya untuk kepentingan yang terbaik bagi perseroan. Sedangkan dalam sistem Civil Law yang berlaku, khususnya di Indonesia, pada prinsipnya tidak terlalu menonjolkan batasan Kriteria (standard criteria) tertentu, akan tetapi Direksi dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor: 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, telah memuat batasan kriteria bagi Direksi dalam menjalankan tugasnya ádalah Business Judgement Rule, dimana Direksi harus memperhatikan duty of care,

good faith dan memiliki rational basic terhadap keputusan-keputusan bisnis

berkenaan dengan pengelolaan perseroan. Jikalau Direksi lalai melaksanakan tugasnya dengan melanggar fiduciary duty, maka Direksi tersebut harus memberikan pertanggungjawaban terhadap pemegang saham, baik terhadap pemegang saham mayoritas maupun pemegang saham minoritas.

Penulis tesis ini menyarankan agar; kepentingan pemegang saham minoritas terlindungi maka dipandang perlu undang-undang atau peraturan yang lebih konkrit, yang mengatur tentang tanggung jawab direksi, khususnya terhadap kepentingan pemegang saham minoritas.

(8)

ABSTRACT

The definition of a Director in a company is a person with a strategic and very important position as an organ who’s able to direct the organization. Director must have a capability to expand his skill and knowledge to bring provit to company. As a fiduciary duty, a director mush have a duty of good faith and loyalty and duty of care and diligence.

Basically, a director respons to the Commisioners, but the director still have to functionalize everything including his responsibility to the stakeholders. The bottom line is, the director is responsible to both the major and the minor stakeholders so the minor can have some sort of protection. He has an obligation of makin a disclosure to the public or to the third party, of each and every single step that is taken by the company he runs.

Common Law system is needen, spcially in the United State to make some standard criteria for the director in doing his duty of care. As for the civil law in Indonesia, the standard criteria is not very strict but the director must do his job based on the basic capital.

Based on Canon Number: 40-year of 2007 about a company, a director’s limitation is written in Business Judgement Rule, where he must pay attention to duty of care, good faith and has rational basic on making business’decision. If he failed by crossing the fiduciary duty, then he is responsible to the stakeholders, both major and minor.

The writer of this tesis sunggest; the minor stakeholders’ needs is coveredand so a more concrete rules and regulations are needed specially for the sake of the stakeholders themselves.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan

rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penelitian

tesis dengan judul “Tanggung Jawab Direksi Terhadap Pemegang Saham Minoritas

Dalam Pengelolaan Perseroan”.

Penulisan tesis ini untuk memenuhi salah satu persyaratan yang harus

dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Humaniora dalam bidang Ilmu Hukum

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM &

H, Sp.A (K).

2. Direktur Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. Dr. Ir.

T. Chairun Nisa B. MSc.

3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH selaku Pembimbing I yang juga

sebagai Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Univesitas

Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Pembimbing II yang

juga selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH, DFM selaku Pembimbing III yang

telah banyak membantu Penulis dalam memberikan bimbingan, petunjuk,

saran-saran dan dorongan semangat untuk kesempurnaan tulisan ini.

6. Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS, selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan kritik, saran dan masukan kepada penulis demi kesempurnaan

tulisan ini.

7. Bapak Prof. Dr. Tan Kamelo, SH, M.Hum, selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan kritik, saran dan masukan kepada penulis demi kesempurnaan

(10)

8. Ibu Dr. Sunarmi, SH. Mhum, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan

kritik, saran dan masukan kepada penulis demi kesempurnaan tulisan ini.

9. Para Dosen dan Staf serta Pegawai Sivitas Sekolah Pascasarjana Univesitas

Sumatera Utara.

10.Sahabat-sahabat di Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana

Univesitas Sumatera Utara, rekan-rekan Advokat, khususnya Pengurus

IKADIN Kota Medan, rekan-rekan kerja di PT. PP. London Sumatra

Indonesia, Tbk, khususnya Bapak Joefly J. Bahroeny, Bapak H. Mino

Lesmana dan Bapak Drs. H. Fahrul Isnan Daulay serta Bapak Usman

Pratama.

11.Secara khusus penulis haturkan terima kasih yang sangat besar Kepada yang

tercinta orang tua penulis, Bapak R. Sianipar dan Ibu H. Br Simanjuntak yang

telah mengasuh, mendidik dan membimbing dengan sabar disertai doanya.

12.Teristimewa kepada isteriku tercinta Duma Asnih Br. Sinaga, S. Pd dan

anak-anakku Buana Burju Christian Sianipar, Bryansel Putra Sianipar yang telah

setia, sabar dan yang telah memberikan semangat serta doa kepada Penulis

guna menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu Hukum Sekolah

Pascasarjana Univesitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan

tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi Penulis dan kita semua.

Medan, September 2008

Penulis,

Boni F. Sianipar

(11)

RIWAYAT HIDUP

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Boni F. Sianipar, SH

Tempat/Tanggal lahir : B. Pardamean, 1 Februari 1975

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Kawin

Tempat Tinggal : Jl. H.M. Said GG. Pelajar No. 15 Medan Kode Pos 20236 HP: 0811640859

Menerangkan dengan sesungguhnya.

I. Pendidikan Formal

1. Sekolah Dasar (SD) Negeri AFD. A. Pagar Jawa : Tahun 1982-1988 2. Sekolah Menegah Pertama (SMP) Negeri 1 P. Siantar : Tahun 1988-1991 3. Sekolah Menegah Atas (SMA) Negeri 2 P. Siantar : Tahun 1991-1994 4. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) : Tahun 1994-1999

II. Pengalaman Kerja

1. Pengacara di Sumatera Utara tahun 1999-2004. 2. Advokat tahun 2004 sampai sekarang.

3. Pengurus Pos Bantuan Hukum (POSBAKUM) Ikatan Advokat Indonesia Kota Medan tahun 2005-2006.

4. Team Penasehat Hukum Team Seleksi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara tahun 2003.

5. Direktur LAW OFFICE Boni F. Sianipar, SH & Partners tahun 2003 sampai sekarang.

6. Penasehat Hukum PT. PP. London Sumatra Indonesia, Tbk Wilayah Sumatera Utara tahun 2004 sampai sekarang.

7. Penasehat Hukum PT. Swasti Tunggal Mandiri tahun 2003-2004.

8. Penasehat Hukum PT. MOMENTS MO-15 RECORD tahun 2005 sampai

sekarang.

9. Penasehat Hukum PT. Sumber Energi Sumatera (SENTRA) tahun 2006 sampai sekarang.

(12)

III. Keterangan Keluarga

Nama Isteri : Duma Asnih Sinaga, SPd.

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 11 September 1977.

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga.

Nama Anak : 1. Buana Burju Christian Sianipar.

2. Bryansel Putra Sianipar.

Tempat/Tanggal Lahir : 1. Medan, 20 September 2005. 2. Medan, 6 Juni 2007.

IV. Pengalaman Organisasi

1. Pejabat Komisaris GMNI Fakultas Hukum USU Tahun 1997-1998. 2. Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum USU Tahun 1996-1997. 3. Senat Mahasiswa Fakultas Hukum USU Tahun 1997-1999.

4. Presidium Komite Mahasiswa Independen (KOMI) Tahun 1998. 5. Ketua Pemerintahan Mahasiswa USU Tahun 1999-2000.

6. Ketua Koordinator Daerah (KORDA) GMNI SUMUT Tahun 2001-2005. 7. Staf Ahli CEGAD Tahun 2004.

8. Pengurus INKAI Cabang Medan tahun 2006-2010.

9. Sekretaris Persatuan Alumni GMNI Cabang Medan tahun 2007 sampai Sekarang.

10.Ketua Departemen Hukum, Advokasi dan Litigasi Lembaga Mitra Pembangunan Bona Pasogit Republik Indonesia periode 2007-2012. 11.Wakil Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang Ikatan Advokat Indonesia

Kota Medan Periode 2007-2011.

Demikian Daftar Riwayat Hidup ini saya perbuat dengan sebenarnya.

Medan, September 2008, Hormat Saya,

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR BAHASA ASING ... x

BAB I : PENDAHULUAN ………... 1

A. Latar Belakang ……….. 1

B. Perumusan Masalah ..……… 6

C. Tujuan Penelitian ……….. 6

D. Manfat Penelitian ………. 7

E. Keaslian Penelitian ………... 8

F. Kerangka Teori dan Konsepsional ………... 8

G. Metode Penelitian ………. 35

H. Sistematika Penulisan ... 38

BAB II : PERTANGGUNGJAWABAN DIREKTUR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS ………. 40

A. Pengaturan Tanggung Jawab Direksi Dalam Perseroan Terbatas ……….... 40

(14)

C. Kasus Mengenai Tanggung Jawab Direksi ... 56

BAB III : KRITERIA UNTUK MENENTUKAN DIREKTUR TELAH MELAKUKAN KESALAHAN DALAM PENGELOLAAN PERSEROAN YANG MERUGIKAN PEMEGANG SAHAM MINORITAS ... 63

1. Duty of Loyality ... 64

2. Duty of Care ... 69

3. Ultra Vires ……… 78

4. Busines Judgement Rules ……….. 80

BAB IV : BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN YANG DAPAT DIMINTAKAN OLEH PEMEGANG SAHAM MINORITAS TERHADAP DIREKTUR YANG TELAH MELAKUKAN KESALAHAN DALAM PENGELOLAAN PERSEROAN ... 87

A. Perlindungan Pemegang Saham Minoritas Oleh Undang-undang 87

B. Pertanggungjawaban Direksi Terhadap Pemegang Saham Minoritas ... 97

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 100

A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 101

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

(17)

DAFTAR ISTILAH ASING

Accountability Akuntabilitas

Beneficiary pihak yang dipegang untuk suatu kepentingan

Benefit Kepentingan/keuntungan

Candor Keterusterangan

conflict of interest Benturan kepentingan

Disclosure keterbukaan

Disclosure and Transparncy keterbukaan dan transparansi

duty of care Tugas mempedulikan

duty of loyalty

duty of skill and care Tanggung jawab yang merujuk kepada kemampuan serta kehati-hatian tindakan direksi

Express authority Kewenangan yang tersurat

Fidere Mempercayai

Fiducia Kepercayaan

fiduciary duty Tanggung jawab karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan kepada direksi oleh perseroan

go public perusahaan terbuka

Good corporate governance Pengelolaan perusahaan yang baik

good faith itikad baik

Good governance Pengelolaan yang baik

high degree derajat yang tinggi

Implied power Kewenangan yang tersirat

Inherent authority Kewenangan yang melekat

Insolvent tidak mampu membayar hutang

intra vires Direksi bertindak sesuai dengan apa yang ditentukan dalam Anggaran Dasar

mandatory element unsur wajib

Naamloze Vennootschap

Negligence Kelalaian

onrechtmatige daad perbuatan melawan hukum

Outside of power Melebihi kekuasaan

Persona standi in judico mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan

proper purpose tujuan yang layak

Responsibility Pertanggungjawaban

(18)

perseroan

Scrupulous Ketelitian

Stakeholders Pemegang kepentingan

The Equitable of Treatment of Share Holders

konsepsi perlakuan sama

The Rights of Share Holders hak-hak pemegang saham

To trust Mempercayai

Trust Kepercayaan

trust and confidence kepercayaan dan kerahasiaan

Trustee Orang yang memegang sesuatu secara kepercayaan untuk kepentingan orang lain

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sesuatu perusahaan dapat disebut sebagai Badan Hukum, apabila telah

memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Undang-Undang. Kitab Undang-Undang

Hukum Dagang (KUHD) tidak memberi ketegasan kapan satu perusahaan dinyatakan

sebagai badan hukum, akan tetapi di negeri Belanda yang merupakan tempat asal

mula KUHD telah lama dinyatakan bahwa Naamloze Vennootschap (NV) telah

menjadi badan hukum manakala telah diperoleh pengesahan Menteri Kehakiman.1

Tentu dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas hal tersebut tidak perlu diragukan lagi, karena dalam Pasal 7 ayat (4) dengan

tegas dinyatakan bahwa perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal

diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan.

Dalam perusahaan perseroan direksi merupakan pihak yang paling memiliki

peranan penting, baik dalam mengatur perusahaan, mengelola maupun untuk

1

(20)

memajukannnya.2 Setiap jabatan memiliki tugas dan kewajiban serta wewenang.

Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan

tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan

(persona standi in judicio) setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh

tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.

Anggota direksi juga bertanggung jawab secara penuh apabila yang

bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.3 Dengan ketentuan mengenai

tugas direksi seperti ini maka direksi mempunyai dua tugas terhadap perseroan (dan

pemegang sahamnya) yaitu duty of loyalty dan duty of care.

Berdasarkan fungsinya, pada dasarnya direksi menjalankan

kepentingan-kepentingan para pemegang saham termasuk untuk secara terus menerus dan sekuat

tenaga mengelola perseroan dengan baik untuk mencapai tujuan perseroan, termasuk

dalam pengurus ini adalah memberitahu para pemegang saham mengenai

perkembangan perseroan, meskipun kemudian informasi yang diberikan oleh

perseroan tersebut digunakan untuk melakukan pengambilan keputusan keluar dari

perseroan. Pemegang saham adalah pemilik perusahaan yang dijalankan oleh direksi.

Pemegang saham mayoritas adalah pemilik perusahaan yang mendominasi saham

pada perusahaan sedangkan pemegang saham minoritas adalah pemilik perusahaan

yang memiliki saham relatif sedikit pada perusahaan.

2

Business Law, “Direksi Perseroan”, No. 05/Th. 1 Desember 2002, h. 46.

3

(21)

Tanggung jawab direksi pada dasarnya dilandasi oleh 2 (dua) prinsip yang

penting, yaitu prinsip yang lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan

kepadanya oleh perseroan (fiduciary duty) dan prinsip yang merujuk kepada

kemampuan serta kehati-hatian tindakan direksi (duty of skill and care). Kedua

prinsip ini menuntut direksi untuk bertindak secara hati-hati dan disertai dengan

itikad baik, semata-mata untuk kepentingan dan tujuan perseroan. 4

Masalah pertanggungjawaban direksi diatur dalam ketentuan-ketentuan

Undang-Undang Perseroan Terbatas di bawah ini: 5

1) Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.

2) Setiap anggota direksi bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah dan lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud ayat 1.

3) Atas nama persero, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota direksi yang karena atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan (Pasal 97 ayat (6) UUPT).

Dalam ketentuan Pasal 104 Undang-Undang Perseroan Terbatas ditentukan

bahwa :

1. Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas perseroan sendiri kepada Pengadilan Niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

2. Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung

4

Chatamarrasjid, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil) Kapita Selekta Hukum Perseroan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), h. 6.

5

(22)

renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut.

3. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga bagi anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.

4. Anggota Direksi tidak bertanggung jawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan :

a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya.

b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.

c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan

d. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.

5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga bagi Direksi dari Perseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan gugatan pihak ketiga.

Kasus PT. Merpati Nusantara Airlines (MNA), bahwa direktur ditempatkan

dalam dilema yang besar, karena di satu pihak menurut Pasal 97 ayat (3)

Undang-Undang Perseroan Terbatas, setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara

pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai

menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Sedangkan di pihak lain, Direktur MNA justru memahami isi dan jiwa Pasal 97 ayat

(1) Undang-Undang Perseroan Terbatas tersebut, sebab ia menolak perintah Menteri

Perhubungan untuk pesawat terbang CN-235 dengan alasan jika perintah tersebut

dijalankan pasti akan mengakibatkan kerugian pada perusahaan. 6

Kasus ini jelas memperlihatkan bahwa ukuran seorang direksi beritikad baik

tidak diatur secara rinci oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas. Dengan kata lain,

6

(23)

bahwa Undang-Undang Perseroan Terbatas belum jelas memberi pengaturan terhadap

tanggung jawab direksi, ataupun perundang-undangan tersebut masih bersifat sumir

atau tidak cukup terperinci jika suaru perusahaan terlihat menawarkan efek melalui

pasar modal, maka secara keseluruhan hal ini merupakan pertanda bahwa status

perusahaan tertutup menjadi perusahaan terbuka (go public).7

Dalam hal ini perseroan terbuka merupakan perseroan terbatas yang modal

dan sahamnya telah memenuhi syarat-syarat tertentu, dimana saham-sahamnya dijual

kepada publik atau masyarakat sehingga jual beli sahamnya dilakukan melalui pasar

modal. ”Salah satu ciri perusahaan terbuka adalah perlunya keterbukaan (disclosure)

atas informasi perusahaan kepada publik, sehingga hukum pun mengatur masalah

perusahaan terbuka, termasuk tentang keterbukaan informasi ini secara sangat

detail”.8 Keterbukaan atau disclosure merupakan komponen terpenting dalam industri

sekuritas (pasar modal). Keterbukaan bukan saja merupakan kewajiban bagi

perusahaan publik yang akan dan telah melakukan penawaran umum tetapi juga

merupakan hak investor dapat dilakukan dan oleh karenanya merupakan kewajiban

yang mutlak harus dilaksanakan oleh perusahaan publik. Melalui keterbukaan yanag

diwujudkan dengan dipaparkannya keadaan, peristiwa dan fakta yang ada dalam

perusahaan maka investor dapat mengambil keputusan untuk melakukan investasi

atau efek perusahaan baik untuk membeli, menjual atau menahan efek terebut.

7

I. P. G. Ary Suta, ”Informasi dalam Penawaran Umum”, diselenggarakan oleh Lembaga Manjemen Keuangan dan Akuntansi bekerja sama dengan Himpunan Konsultasi Hukum Pasar Modal, Jakarta, 10 Juli s/d 22 Juli 1995, h. 1, juga pernah disajikan dalam acara work shop Proses Emisi di Indonesia, pada tanggal 10 Juli 1995 di Jakarta dengan penyesuaian seperlunya.

8

(24)

Karena pentingnya masalah keterbukaan ini maka sekali emiten masuk ke

pasar modal maka kewajiban untuk melakukan keterbukaan tersebut wajib dilakukan

sepanjang usia perusahaan tersebut.9 Dengan kata lain direksi diwajibkan mempunyai

informasi dan fakta materil tanpa memperhatikan apakah informasi tersebut

bermanfaat atau tidak untuk kepentingan harga saham emiten.10 Oleh karena itu,

kewajiban perseroan melakukan keterbukaan terus menerus dalam rangka memenuhi

kewajiban yang dibebankan kepada direksi perseroan.11

B. Perumusan Masalah

Dengan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pertanggungjawaban direktur dalam Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ?

2. Bagaimana kriteria untuk menentukan direktur telah melakukan kesalahan dalam

pengelolaan perseroan yang merugikan pemegang saham minoritas ?

3. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban yang dapat dimintakan oleh pemegang

saham minoritas terhadap direktur yang telah melakukan kesalahan dalam

pengelolaan persero ?

C. Tujuan Penelitian

9

Hamud M. Balfast, Sedikit Tentang “Disclosure” Dan “Corporate Governance”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22, Januari-Februari 2003, h. 96.

10

Ibid, h. 97.

11

(25)

Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat

dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pertanggungjawaban direktur dalam Undang-Undang Nomor

40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

2. Untuk mengetahui kriteria untuk menentukan direktur telah melakukan kesalahan

dalam pengelolaan perseroan yang merugikan pemegang saham minoritas.

3. Untuk mengetahui bentuk pertanggungjawaban yang dapat dimintakan oleh

pemegang saham minoritas terhadap direktur yang telah melakukan kesalahan

dalam pengelolaan persero.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan akan bermanfat dalam rangka

mengembangkan ilmu hukum, khususnya hukum bisnis termasuk hukum

perusahaan Indonesia.

2. Secara praktik, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi

lembaga Legislatif, lembaga Yudikatif, dan lembaga Eksekutif dalam rangka

penyempurnaan Undang-Undang Perseroan Terbatas dengan mengadakan

perbandingan hukum dengan negara lain yang lebih maju, serta diharapkan dapat

(26)

bahan kajian bagi akademisi untuk memahami wawasan ilmu pengetahuan

khususnya hukum perusahaan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran atas hasil-hasil penelitian yang ada, mengenai

“Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam

Pengelolaan Perseroan” belum pernah diteliti oleh peneliti lain. Dengan demikian

penelitian ini betul asli baik dari segi substansi maupun dari segi permasalahan

sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsional 1. Kerangka Teori

a. Organ Perseroan

Undang-Undang Perseroan Terbatas mendefinisikan Perseroan Terbatas

(perseroan) sebagai: “Badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, yang

melakukan kegiatan usaha dengan modal tertentu, yang seluruhnya terbagi dalam

saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta

peraturan pelaksananya”.12

12

(27)

Dari batasan yang diberikan tersebut di atas ada lima hal pokok yang dapat

dikemukakan di sini: 13

1. Perseroan Terbatas merupakan suatu badan hukum.

2. Didirikan berdasarkan perjanjian.

3. Menjalankan usaha tertentu.

4. Memiliki modal yang terbagi dalam saham-saham.

5. Memenuhi persyaratan Undang-Undang.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak ada satu pasal pun yang

menyatakan perseroan sebagai badan hukum, tetapi dalam Undang-Undang Perseroan

Terbatas secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 bahwa perseroan adalah badan

hukum. Ini berarti perseroan tersebut memenuhi syarat keilmuan sebagai pendukung

kewajiban dan hak, antara lain memiliki harta kekayaan sendiri terpisah dari harta

kekayaan pendiri atau pengurusnya.

Sebagai badan hukum, menurut Ahmad Yani dan Gunawan Widjaya

perseroan memenuhi unsur-unsur badan hukum seperti yang ditentukan dalam

Undang-Undang Perseroan Terbatas, yaitu:14

a. Organisasi yang teratur.

Organisasi yang teratur ini dapat dilihat dari adanya organ perusahaan yang terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Direksi, dan Dewan Komisaris.15 Keteraturan organisasi dapat diketahui melalui ketentuan UUPT, Anggaran Dasar, Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, Keputusan Dewan Komisaris, Keputusan Direksi dan Peraturan Perusahaan lainnya yang dikeluarkan dari waktu ke waktu.

13

Ibid, h. 7.

14

Ibid, h. 8.

15

(28)

b. Harta kekayaan sendiri.

Harta kekayaan sendiri ini merupakan modal dasar yang terdiri atas seluruh nilai nominal saham16 yang terdiri atas uang tunai dan harta kekayaan dalam bentuk lain.17

c. Melakukan hubungan hukum sendiri.

Sebagai badan hukum, perseroan melakukan sendiri hubungan hukum dengan pihak ketiga yang diwakili oleh pengurus yang disebut Direksi dan Komisaris. Direksi bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam melaksanakan kegiatannya tersebut, direksi berada dalam pengawasan Dewan Komisaris, yang dalam hal-hal tertentu “membantu” direksi dalam menjalankan tugasnya tersebut.

d. Mempunyai tujuan sendiri.

Tujuan tersebut ditentukan dalam Anggaran Dasar Perseroan. Karena perseroan menjalankan perusahaan, maka tujuan utama perusahaan adalah memperoleh keuntungan atau laba.

Menurut Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Perseroan Terbatas bahwa

perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan

Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan. Ini berarti secara prinsipnya

pemegang saham tidak bertanggungjawab secara pribadi atas seluruh perikatan yang

dibuat oleh dan atas nama perseroan dengan pihak ketiga, dan oleh karenanya tidak

bertanggungjawab atas setiap kerugian yang diderita oleh perseroan. Para pemegang

saham tersebut hanya bertanggungjawab atas penyetoran penuh dari nilai saham yang

telah diambil bagian olehnya.

Perseroan terbatas mempunyai organ yang disebut organ perseroan, gunanya

untuk menggerakkan perseroan agar badan hukum dapat berjalan sesuai dengan

16

Pasal 31 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

17

(29)

tujuannya. Organ perseroan tersendiri terdiri dari tiga macam yang Rapat Umum

Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Komisaris.18

RUPS merupakan organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam

perseroan, memegang segala wewenang kekuasaan tertinggi dalam perseroan, serta

memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada organ perseroan yang

lainnya, misalnya dalam Pasal 75 ayat (2) ditetapkan dalam forum RUPS, pemegang

saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi

dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan

tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan.. 19

Beberapa wewenang eksklusif RUPS yang ditetapkan Undang-Undang

Perseroan Terbatas antara lain: 20

a) Penetapan perubahan anggaran dasar (Pasal 19). b) Penetapan pengurangan modal (Pasal 44).

c) Pemeriksa persetujuan, dan pengesahan laporan tahunan (Pasal 69). d) Penetapan penggunaan laba (Pasal 71 dan 73).

e) Pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan Komisaris (Pasal 94, Pasal 105 dan Pasal 106).

f) Penetapan pembubaran perseroan (Pasal 142).

Kepengurusan perseroan meliputi pengurusan sehari-hari yang dilakukan oleh

direksi. Menurut I.G. Rai Widjaya bahwa ”Keberadaan direksi dalam suatu perseroan

merupakan suatu keharusan atau dengan kata lain perseroan wajib memiliki direksi

18

http://www.nccg-indonesia.org/lokakarya/medandjaidir.html., “Tanggung Jawab Direksi Dan Komisaris dalam Perseroan Terbatas,” diakses tanggal 22 Juni 2006, h. 1.

19

http://www.nccg-indonesia.org/lokakarya/medandjaidir.html., “Tanggung Jawab Direksi Dan Komisaris dalam Perseroan Terbatas,” diakses tanggal 22 Juni 2006, h. 1.

20

(30)

karena perseroan sebagai artificial person yang tidak dapat berbuat apa-apa tanpa

adanya bantuan dari anggota direksi sebagai natural person”.21

Dalam ketentuan Pasal 1 ayat 5 UU Perseroan Terbatas direksi adalah ”Organ

perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan

untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam

maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar”.

Keberadaan dan fungsi direksi perseroan terbatas berdasarkan UUPT

dapat dilihat dari beberapa ketentuan sebagai berikut:

1) Pasal 1 ayat (2) UUPT yang menyatakan organ perseroan adalah rapat

umum pemegang saham, direksi dan dewan komisaris.

2) Pasal 1 ayat (5) UUPT yang menyatakan. direksi adalah organ perseroan

yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk

kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan

serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan

sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

3) Pasal 92 ayat (1) UUPT yang menyatakan direksi menjalankan

pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan

maksud dan tujuan perseroan.

4) Pasal 98 UUPT yang menyatakan, direksi mewakili perseroan baik di dalam

maupun di luar pengadilan

21

(31)

5) Pasal 97 ayat (1) UUPT yang menyatakan, direksi bertanggungjawab atas

pengurusan perseroan sebagaimana dimaksud dalam pasal 92 ayat (1), dan

ayat (2) yang menyatakan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh

tanggungjawab.

Dalam menjalankan tugasnya, Direksi diberikan hak dan kekuasaan penuh,

dengan konsekuensi setiap tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh Direksi akan

dianggap dan diperlakukan sebagai tindakan dan perbuatan Perseroan, sepanjang

mereka bertindak sesuai dengan apa yang ditentukan dalam Anggaran Dasar (intra

vires) dan tidak melampui batas kewenangannya.

Sedangkan bagi tindakan-tindakan Direksi yang merugikan Perseroan, yang

dilakukan di luar batas kewenangan yang diberikan kepadanya oleh Anggaran Dasar

(ultra vires), dapat tidak diakui oleh atau sebagai tindakan perseroan. Dengan ini,

berarti direksi bertanggung jawab secara pribadi atas setiap tindakannya yang di luar

batas kewenangan yang diberikan dalam anggaran dasar perseroan.

Dalam suatu perseroan “organ perseroan yang bertugas melakukan

pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasihat kepada direksi

dalam menjalankan perseroan adalah dewan komisaris”.22 Keberadaan dewan

komisaris dalam UU Perseroan Terbatas dinyatakan dengan tegas sebagai salah satu

organ perseroan yang bertugas untuk melakukan pengawasan secara umum dan/atau

22

(32)

khusus serta memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan perseroan.23

Dengan demikian ”dewan komisaris berfungsi sebagai pengawas dan penasehat

direksi, sehingga keberadannya merupakan suatu keharusan”.24

b. Peran Direksi dalam Perseroan

Direksi merupakan badan pengurus perseroan yang paling tinggi serta berhak

dan berwenang untuk menjalankan perusahaan, bertindak untuk atas nama perseroan,

baik di dalam maupun di luar pengadilan. Direksi bertanggung jawab penuh atas

pengurusan dan jalannya perseroan untuk serta tujuan perseroan.25 Dalam hal ini

anggota direksi sendiri tidak berwenang mewakili peseroan apabila:26

a. Terjadi perkara di depan pengadilan antara perseroan dan anggota direksi yang

bersangkutan, atau

b. Anggota direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan

dengan kepentingan perseroan.

Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab

menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. “Hal ini membawa

kon-sekuensi hukum bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab secara pribadi

apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya untuk

kepentingan dan usaha perseroan”. 27

23

Pasal 1 angka 6 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

24

Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung: Alumni, 2004), h. 193

25

Ahmad Yani & Gunawan Widjaya, Op Cit., h. 97.

26

Bussiness Law, Op Cit., h. 64.

27

(33)

Menurut I.G. Rai Widjaya “Persyaratan untuk dapat diangkat menjadi anggota

direksi yang juga merupakan orang perseroan, yakni”:28

a. mampu melaksanakan perbuatan hukum, dan

b. tidak pernah dinyatakan pailit, atau yang menjadi anggota direksi, atau komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau yang pernah dihukum karena melaksanakan tindak pidana yang merugikan waktu 5 (lima) tahun, sebelum pengangkatan jangka waktu lima tahun tersebut dinyatakan bersalah menyebabkan perseroan pailit, atau apabila dihukum terhitung sejak selesai menjalani hukum.

Pembatasan waktu lima tahun ini juga dianut oleh Negara maju seperti

Inggris. Orang-orang yang bertindak selaku direktur dari perusahaan yang dinyatakan

tidak mampu membayar utang-utangnya (insolvent) tidak diperkenankan bertindak

sebagai direktur perusahaan tersebut dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan

perusahaan-perusahaan dengan tanggung jawab terbatas, dengan memakai sederetan

perusahaan-perusahaan yang satu dilikuidasi meninggalkan utang-utang dan mulai

dengan perusahaan baru.29

Dalam melaksanakan kepengurusan atas perseroan, direksi tidak hanya

bertanggung jawab terhadap perseroan dan para pemegang perseroan, melainkan juga

terhadap pihak ketiga yang berhubungan hukum, baik langsung maupun tidak

langsung dalam perseroan.

28

I. G. Rai Widjaya, I, Op Cit., h. 64.

29

(34)

Dengan demikian, boleh dikatakan tugas dan tanggung jawab direksi dapat

dibebankan dalam:30

1. tanggung jawab internal direksi yang meliputi tugas dan tangung jawab direksi terhadap perseroan dan pemegang saham perseroan; dan

2. tanggung jawab eksternal direksi, yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab direksi kepada pihak ketiga yang berhubungan hukum langsung maupun tidak langsung dengan perseroan.

I.G. Rai Widjaya mengatakan :

Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan. Artinya adalah secara “fiduciary” harus melaksanakan “standard of care”. Yang dimaksud dengan fiduciary duty adalah tugas yang dijalankan oleh direktur yang penuh tanggung jawab untuk kepentingan (benefit) orang atau pihak lain (perseroan) direksi melakukan tugas dan kewajiban atas tindakan hukum berdasarkan kemampuan serta kehati-hatian (duty of skill and care) yang diperlukan untuk mewujudkan kepentingan perseroan.31

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa tanggung jawab ini timbul apabila

direksi yang memiliki wewenang atau direksi yang menerima kewajiban untuk

melaksanakan pekerjaan mengurus perseroan mulai menggunakan wewenangnya.

Agar direksi sebagai orang sehari-hari mengurus perseroan dapat mencapai

prestasai yang besar, maka ia harus diberi tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas

tertentu yang diberikan kepadanya. 32 Dalam melaksanakan tanggung jawab atas

perseroan, dalam melakukan tindakan pengurusan perseroan tersebut direksi harus

memperhatikan beberapa ketentuan berikut:

a. Ultra Vires

30

Ahmad Yani & Gunawan Widjaya, Op Cit, h. 112.

31

I. G. Widjaya, I, Op Cit., h. 75.

32

(35)

Istilah ultra vires berasal dari bahasa Latin, yang berarti “di luar” atau

“melebihi” kekuasaan (outside of power), yaitu di luar kekuasaan yang diizinkan

oleh hukum terhadap suatu badan hukum”.33 Menurut Munir Fuady bahwa:

“Istilah ultra vires diterapkan dalam arti yang luas, yakni termasuk tidak hanya

kegiatan yang dilarang oleh anggaran dasarnya, tetapi termasuk juga tindakan

yang tidak dilarang tetapi melampaui kewenangan yang diberikan”.34

Jika dilihat dari kewenangan umum perseroan sebagai kriterianya, maka

kewenangan umum tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:35

a) Kewenangan yang melekat (Inherent Authority) pada Perseroan

Kewenangan yang melekat (inherent authority) pada perseroan adalah kewenangan yang pada setiap perseroan terlepas apa pun jenis atau bisnis dari perseroan tersebut. Misalnya :

(1) menggugat atau digugat di pengadilan atau di badan-badan pemutus lainnya;

(2) melakukan bisnisnya di dalam atau di luar negeri;

(3) memiliki legalitas produk perseroan, seperti corporate seal, stempel, name, merek, logo, dan sebagainya;

(4) membuat kontrak, pinjam-meminjam uang, atau pemberian garansi terhadap pihak lain;

(5) melakukan atau menerima peralihan hak, atau menjaminkan aset-aset perseroan;

(6) menjadi partner/manager atau memegang saham dalam partnership atau perusahaan yang lain.

(7) Mengatur dan mengubah anggaran dasar atau peraturan perusahaan dalam hal menata masalah internal perseroan;

(8) Memberikan derma dengan alasan kemanusiaan;

(9) Mengangkat pegawai dan agen, menentukan ruang lingkup tugas, memberikan gaji dan kompensasi kepadanya, menyediakan dana pensiun, dan lain-lain.

b) Kewenangan yang tersurat (Express Authority)

33

Munir Fuady, II, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002), h. 110

34

Ibid

35

(36)

Kewenangan yang tersurat adalah kewenangan dari perseroan dimana kewenangan tersebut disebut bahkan sering diperinci dengan tegas dalam anggaran dasar dari perseroan tersebut. Terhadap model yang terperinci dalam anggaran dasarnya, maka kewenangan yang tersurat tersebut akan berbeda-beda menurut model bisnis yang dilakukan oleh perseroan tersebut.

c) Kewenangan yang tersirat (Implied Power)

Adapun yang merupakan kewenangan yang tersirat (implied power) atau yang disebut juga dengan incidental power adalah kewenangan dari perseroan dimana kewenangan tersebut harus dianggap penting atau layak ada dalam menjalankan bisnis atau merealisasi tujuan atau kewenangan yang tersurat dalam anggaran dasar atau perundang-undangan yang berlaku.

Mengenai ultra vires ini, Fred B.G Tumbuan sebagaimana dikutip oleh

Gunawan Widjaya mengatakan bahwa:36

Maksud dan tujuan perseroan memiliki peran ganda, yaitu di satu pihak merupakan keberadan perseroan dan pihak lain menjadi pembatasan bagi kecakapan bertindak perseroan. Perbuatan hukum yang perseroan tidak cakap untuk melakukannya karena berada di luar cakupan maksud dan tujuan dikenal dengan ultra vires.

Suatu tindakan yang tergolong ultra vires oleh hukum pada prinsipnya

dianggap tidak sah.37 Perbuatan ultra vires pada prinsipnya adalah perbuatan

yang batal demi hukum dan oleh karena itu tidak mengikat perseroan. Dalam hal

ini ada 2 (dua) hal yang berhubungan dengan tindakan ultra vires yaitu:38

a) Tindakan yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta anggaran dasar perseroan adalah tindakan yang berada di luar maksud dan tujuan perseroan.

(37)

b) Tindakan dari direksi perseroan diluar kewenangan yang diberikan kepadanya berdasarkan ketentuan yang berlaku, termasuk anggaran dasar perseroan.

Ketentuan ultra vires tidak diatur secara tegas di dalam

Undang-Undang Perseroan Terbatas, tetapi lebih mempercayakan anggaran dasar.

disamping itu, dalam praktek peradilan tidak banyak terdengar ada

persoalan yang berkenaan dengan doktrin ultra vires ini, sehingga tidak

diketahui juga dengan pasti bagaimana posisi yurisprudensi terhadap hal

ini. Namun demikian Munir Fuady berpendapat bahwa “Secara prinsip

doktrin ultra vires berlaku di Indonesia dengan pertimbangan sebagai

berikut:39

a) Prinsip ultra vires sudah merupakan doktrin yang berlaku universal.

b) UU Perseroan Terbatas mengisyaratkan berlakunya doktrin ultra

vires, yang antara lain menempatkan maksud dan tujuan perseroan

pada posisi yang penting. Konsekuensi logisnya adalah bahwa pelanggaran terhadap maksud dan tujuan tersebut dapat menjadi masalah serius.

b. Fiduciary Duty

39

(38)

Istilah fiduciary duty berasal dari 2 (dua) kata, yaitu fiduciary, dan duty.40

Istilah “duty” banyak dipakai dimana-mana yang berarti “tugas” sedangkan istilah

fiduciary (bahasa Inggris) berasal dari bahasa Latin “fiduciaries” dengan akar

kata “fiducia” yang berarti “kepercayaan” (trust) atau dengan kata kerja “fidere”

yang berarti mempercayai (to trust). Sehingga dengan istilah “fiduciary”

diartikan sebagai “memegang sesuatu dalam kepercayaan” atau “seseorang yang

memegang sesuatu dalam kepercayaan untuk kepentingan orang lain”. Dengan

demikian, dalam bahasa Inggris, orang yang memegang sesuatu secara

kepercayaan untuk kepentingan orang lain tersebut disebut dengan istilah

“trustee” sementara pihak yang dipegang untuk kepentingan tersebut disebut

dengan istilah “beneficiary”.41 Perlu diketahui bahwa asal mulanya trust

(sehingga menerbitkan hubungan fiduciary dan fiduciary duty sebagai suatu

pranata hukum adalah dari Inggris yang berlaku sistem hukum Common Law.

Dengan demikian, seseorang dikatakan mempunyi tugas (fiduciary duty)

ketika dia dipercayakan untuk berbuat sesuatu untuk kepentingan seseorang lain

atau untuk kepentingan dirinya sendiri, atau yang seperti yang disebut Benyamin

N. Cardozo dalam kasus People V. Mancuse (1931 di Amerika Serikat) “Suatu

derajat kepedulian dan kehati-hatian yang sama jika seseorang karena

kepentingan sendiri umumnya melakukan tindakan terhadap masalahnya sendiri

40

Ibid, h. 32.

41

(39)

(the degree of care and prudence that men prompted by self interest generally

exercise in their own affairs)”. 42

Dalam hal ini kriteria tugas direksi perseroan dapat dibeda-bedakan

sebagai berikut :43

a) Fiduciary duty

Dalam hal ini yang dimaksud adalah tugas yang tertib dari suatu

hubungan fiduciary antara direksi dengan perusahaan yang dipimpinnya ang

menyebabkan direksi berkedudukan sebagai trustee dalam pengertian hukum

trust. Maka seorang direksi haruslah memunyai kepedulian dan kemampuan

(duty care and skill) itikad baik loyalitas dan kejujurang terhadap

perusahaannya dengan “derajat yang tinggi” (high degree).

b) Tugas mempedulikan (duty of care)

Tugas mempedulikan (duty of care) yang diharapkan dari direksi

adalah duty of care sebagai mana dimaksud dalam hukum tentang perbuatan

melawan hukum (onrechtmatige daad) dalam arti direksi diharapkan untuk

berbuat secara hati-hati sehingga terhindar dari perbuatan kelalaian

(negligence) yang merugikan pihak lain.

Beberapa “pedoman dasar” sebagai direksi dalam menjalankan

fiduciary duty terhadap perseroan yang dipimpinnya. Adapun pedoman dasar

tersebut adalah sebagai berikut : 44

42

Ibid, h. 39.

43

(40)

(a) Fiduciary duty merupakan unsur wajib (mandatory element) dalam

hukum perseroan.

(b) Dalam menjalani tugas, seorang direksi tidak hanya harus memenuhi unsur “ tujuan yang layak” (proper purpose).

(c) Pada prinsipnya direktur dibebani prinsip fiduciary duty terhadap perseroan, bukan terhadap pemegang saham. Karena itu, terhadap perusahaanlah yang dapat memaksakan direksi untuk melaksanakan tugasya fiduciary duty tersebut.

(d) Akan tetapi, dalam menjalankan fungsinya sebagai direktur, secara umum dia juga harus memperhatikan kepentingan stake holders, seperti pihak pemegang saham dan buruh yang dihadirinya.

(e) Sungguh pun penyandang tugas sebagai direktur, secara umum dia juga harus memperhatikan kepentingan stake holders, seperti pihak pemegang saham dan buruh perusahaan.

(f) Direksi tetap bebas dalam mengambil keputusan sesuai pertimbangan bisnis dan “sense of business” yang dimilikinya. Bahkan pihak pengadilan boleh ikut campur mempertimbangkan “sense of businees” dari pihak direksi.

(g) Dalam hal-hal dimana tedapat conflict of interest, seorang direksi dilarang atau setidak-tidaknya dibatasi atau diawasi dalam menjalankan tugasnya pengawasan tersebut misalnya dengan memberlakaukan prinsip keterbukaan informasi (disclosure) terhadap setiap transaksi yang ada conflict of interest.

Dengan demikian, jelaslah bahwa hubungan fiduciary duty tersebut diatas

kepercayaan dan kerahasiaan (trust and confidence) yang dalam peran ini

meliputi ketelitian (scrupulous), itikad baik (good faith), keterusterangan

(candor). 45

c. Good Corporate Governance

44

Ibid, h. 61.

45

(41)

Sejak terjadinya krisis moneter yang melanda Indonesia pada akhir tahun

1997-an masaah corporate governance mendapat perhatian yang cukup besar dari

masyarakat dan pemerintah Republik Indonesia. Hal ini karena adanya anggapan

bahwa masalah-masalah yang dihadapi oleh perusahaan Indonesia yang secara

langsung juga menyebabkan terjadinya krisis moneter tersebut adalah akibat kurang

diterapkannya prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate

governance) di dalam banyak perusahaan Indonesia. Selain itu tuntutan atas adanya

penerapan good corporate governance juga telah menggemakan isu untuk menarik

minat masuknya pemodal asing ke dalam pasar modal atau bursa suatu negara.

Dengan demikian, penerapan prinsip-prinsip good governance yang semakin baik

merupakan indikasi adanya perlakuan yang baik terhadap pemodal.46

Isu corporate governance itu sendiri muncul sejak diperkenalkannya

pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Sebagai sebuah konsep,

GCG ternyata tak memiliki definisi tunggal. Komite Cadburry, misalnya, pada tahun

1992 - melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry Report - mengeluarkan

definisi tersendiri tentang GCG. Menurut Komite Cadburry, GCG adalah:47

46

Hamud M. Balfast, Op Cit, h. 99 (dikutip dari Merrit B. Fox & Michael A. Heller, “Corporate Governance Lessons From Russian Enterprise Fiascoes”, New York University Law Review, Volume 75 : 1720, Desember 2000. mengenai masalah penerapan corporate governance di perusahaan-perusahaan di Asia, ada tulisan pendek yang membahas mengenai lemah penerapan atas masalah ini : Ronnie C. chan, Raise the Bar for Asia,s Companies”, the asian Wall Street Journal, 20-22 Juli 2001, h. P9. Dalam tulisannya ini Ronnie C. Chan, yang merupakan chairman dari Hang Lung Group di Hong Kong menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya krisis moneter di Asis yang dimulai pada tahun 1997 karena lemahnya penerapan atas corporate governance.

47

(42)

Prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.

Center for European Policy Studies (CEPS), punya formula lain. GCG, papar

pusat studi ini, merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right),

proses, serta pengendalian, baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen

perusahaan. Sebagai catatan, hak di sini adalah hak seluruh stakeholders, bukan

terbatas kepada shareholders saja. Hak adalah berbagai kekuatan yang dimiliki

stakeholders secara individual untuk mempengaruhi manajemen. Proses, maksudnya

adalah mekanisme dari hak-hak tersebut. Adapun pengendalian merupakan

mekanisme yang memungkinkan stakeholders menerima informasi yang diperlukan

seputar aneka kegiatan perusahaan.48

Sementara itu, ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG

mengandung empat nilai utama yaitu: Accountability, Transparency, Predictability

dan Participation. Pengertian lain datang dari Finance Committee on Corporate

Governance Malaysia. Menurut lembaga tersebut GCG merupakan suatu proses serta

struktur yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan

perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan.

Adapun tujuan akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi

tetap memperhatikan berbagai kepentingan para stakeholder lainnya.

48

(43)

Di tanah air, secara harafiah, governance kerap diterjemahkan sebagai

“pengaturan.” Kemudian, “GCG” ini didefinisikan sebagai suatu pola hubungan,

sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (BOD, BOC, RUPS) guna

memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam

jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya,

berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku.

Hamud M. Balfast mengartikan Corporate governance sebagai : 49

Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah karyawan serta para pemegang kepentingan (stakeholders) intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance

merupakan:

a. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan para Stakeholder lainnya.

b. Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.

c. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya.

Tata kelola organisasi secara baik dapat dilihat dalam kontes mekanisme

internal organisasi ataupun mekanisme organisasi. Mekanisme internal lebih fokus

kepada bentuk pimpinan suatu organisasi mengatur jalannya organisasi sesuai dengan

ketiga prinsip di atas, sedangkan mekanisme eksternal berjalan secara harmonis tanpa

49

(44)

mengabaikan pencapaian tujuan organisasi. GCG dapat diterapkan dalam suatu aktifis

maupun keputusan top manajemen selalu berorientasi kepada pencapaian tujuan

organisasi. 50

Jika dilihat Global Corporate Governance Forum, maka forum ini secara

tegas menyatakan : 51

Good governance sudah menjadi sebuah isu penting dunia organisasi

mempunyai peran kunci untuk bermain peningkatan pengembangan ekonomi dan sosial. Good Governance adalah mesinnya pertumbuhan global pertanggung jawabannya menyediakan lapangan kerja, pelayanan public dan

private, pengadaan barang dan jasa serta infrastruktur. Sekarang ini efisiensi

dan pertanggungjawaban organisasi tidak perduli apakah organisasi publik atau private. Good Governance telah menjadi agenda pokok internasioanal.

Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa sebenarnya Indonesia menyimpan

potensi yang baik sebagai tempat investor menanamkan dananya. Hal tersebut dapat

kita lihat dari pernyataan para pemodal asing yang menyatakan bahwa mereka berani

memberikan premi sebesar 27% (dua puluh tujuh persen) hingga 30% (tiga puluh

persen) pada setiap investasi, dengan catatan bahwa good corporate governance telah

dijalankan secara baik.52 Hasil dari riset itu juga mengungkapkan bahwa Indonesia

berada pada urutan terbawah dalam hal sasaran favorite investor asing di Asia.

Dari defenisi di atas dapat dilihat corporate governance sebenarnya adalah

sekumpulan dari aturan yang mendorong atau mengharuskan ada pengelola atas

terbesar di berbagai macam peraturan perundangan baik itu Undang-Undang tentang

50

Akhmad Syakhroza, Reformasi Profesi Akuntansi Sektor Publik Dan Good Corporate Governance, Manajemen Usahawan Indonesia, No. 02/TH.XXXII Februari 2003, h. 15.

51

Ibid, h. 16.

52

(45)

perseroan terbatas, peraturan yang menyangkut perusahaan public yang dikeluarkan

Bapepam dan Bursa, serta peraturan lain dari berbagai departemen atau Bank

Indonesia. Dengan demikian dalam batas-batas tertentu di Indonesia sebenarnya telah

mempunyai perangkat hukum yang mengatur masalah karena memang sejak dulu

sudah ada dan tersebar di berbagai peraturan perundangan.

Dalam bentuk penerapan, prinsip-prinsip Good Corporate Governance

memberikan hal kepada pemegang saham untuk mengetahui dan ikut menentukan

keberlangsungan usaha perseroan dalam bentuk pengambilan keputusan yang

berlangsung di dalam sebuah rapat umum pemegang saham.

Panduan yang keluar oleh OECD (Organization for Economic Cooperation

and Development), bahwa prinsip-prinsip yang menetapkan beberapa hal-hal yang

penting diantaranya adalah pertama, yang berkaitan dengan hak-hak pemegang saham

(The Rights of Share Holders); kedua, yang berhubungan dengan konsepsi perlakuan

sama (The Equitable of Treatment of Share Holders); ketiga, yang berkaitan dengan

peraturan tentang penerapan Corporate Governance (The Role of Stakeholders in

Corporate Governance); keempat, berhubungan dengan penerapan prinsip

keterbukaan dan transparansi (Disclosure and Transparncy); kelima, berhubungan

dengan tanggung jawab dari pengurus perseroan (Responsibility of The Board). 53

Keseluruhan cakupan dari pedoman itu mencakup 4 (empat) bidang utama,

yaitu :

53

(46)

a. Fairness (keadilan). Menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham,

termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing

serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.

b. Transparency (transparansi). Mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka

tepat waktu serta jelas dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan

keuangan pengelolaan perusahaan dan kepemilikan perusahaan.

c. Accountability (akuntabilitas). Menjelaskan peran dan tanggung jawab serta

mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan

pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris.

d. Responsibility (pertanggungjawaban). Memastikan dipatuhinya peraturan serta

ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai sosial.

Dengan prinsip-prinsip corporate governance yang demikian, penerapannya

merupakan landasan atas pengelola perusahaan yang baik.

d. Saham dalam Perseroan

Saham adalah bagian pemegang saham di dalam perusahaan, yang dinyatakan

dengan angka dan bilangan yang tertulis pada surat saham yang dikeluarkan oleh

perusahaan.54 Kepada pemegang saham diberikan bukti pemilikan saham untuk

saham yang dimilikinya. Bukti pemilikan saham atas tunjuk berupa surat saham,

sedangkan bukti pemilkan saham atas nama, diserahkan kepada para pihak pemegang

saham dan ditetapkan dalam Anggaran dasar sesuai dengan kebutuhan.

54

(47)

Dalam bahasa Inggris, saham disebut dengan istilah share atau stock,

sementara dalam bahasa Belanda disebut aandeel.55 Undang-Undang No. 40 Tahun

2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) tidak memberikan defenisi tentang apa

yang dimaksud dengan saham ini, kecuali penyebutan bahwa saham merupakan

benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada pemegangnya, vide Pasal

60 ayat (1) UUPT.

Kamus Black Law memberikan pengertian saham sebagai “suatu bagian atau

porsi tertentu dari sesuatu yang dimiliki bersama oleh beberapa orang yang

mempunyai referensi terhadap bagian dari kepentingan seseorang anggota yang tidak

dapat dipisahkan dari keseluruhan”.56

Sementara yang dimaksud dengan saham suatu perseroan adalah “suatu

bagian proporsional dari hak-hak tertentu dalam manajemen dan profit dari suatu

perseroan selama perseroan tersebut masih eksis, dan juga dari asetnya ketika

perseroan dibubarkan”.57

Saham atau stock, dalam Ensiklopedi (Ekonomi, Keuangan dan Perdagangan)

diartikan sebagai :

Suatu bagian dalam pemilikan suatu perseroan, modal yang ditanam dalam suatu perseroan, seperti yang diwakili oleh bagian-bagian modal itu yang dimiliki oleh individu masing-masing dalam bentuk sertifikat-sertifikat saham. Suatu perseroan dapat mengeluarkan atau mengedarkan beberapa jenis

55 Munir Fuady, III, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku Ketiga, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002), h. 21

56

Henry Campbell Black, 1968, Black’s Law Dictionary, St. Paul, Minnesota, USA : West Publishing Co. h. 1542 dalam Munir Fuady,III, Op cit, h. 22

57

(48)

klasifikasi stock, dengan bermacam-macam privilesa, hak-hak, dan tanggung jawab.58

Di dalam UUPT terkandung beberapa asas terhadap saham dari suatu

perseroan, yaitu :59

a. Asas hak kebendaan

Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada

pemegangnya sebagaimana diatur dalam Pasal 60 UUPT. Kepemilikan atas

saham sebagai benda bergerak memberikan hak kebendaan kepada pemegangnya

yang dapat dipertahankan terhadap setiap orang. “Oleh karena saham merupakan

hak kebendaan, maka saham dapat dialihkan dan juga dapat digadaikan”.60

b. Asas keharusan nilai nominal

Asas ini mengharuskan setiap saham harus mempunyai nilai nominal. Permodalan

perusahaan juga dihitung berdasarkan nilai nominal tersebut. Ditentukan juga

bahwa nilai nominal haruslah ditentukan dalam mata uang rupiah.

c. Asas tidak dapat dibagi

Pasal 52 ayat (4) UUPT menentukan bahwa setiap saham memberikan kepada

pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi. Akan tetapi dalam Pasal 54 ayat (1)

UUPT menentukan pengecualian bahwa nilai nominal saham dapat dipecahkan

dan harus ditetapkan dalam Anggaran Dasar.

d. Asas pembatasan peralihan saham

58

Munir Fuady, III, Op Cit, h. 23

59

Ibid, h. 23-25

60

(49)

UUPT memperkenankan Anggaran dasar untuk membatasi peralihan hak atas

saham sebagaimana ditentukan dalam Pasal 57. Pembatasan tersebut hanya dapat

dilakukan dalam hal :

a) keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan

klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya.

b) keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Organ Perseroan;

dan/atau.

c) keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang

berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undnagan.

Pembatasan dalam point 1 dan 2 tersebut di atas dilakukan sehubungan dengan

adanya apa yang dikenal dengan “hak tolak pertama (right of first refusal)”, yakni

hak dari pemegang saham lama untuk mendapatkan tawaran terlebih dahulu untuk

membeli saham sebelum ditawarkan ke pihak luar. Hak tolak pertama ini tidak

terjadi “demi hukum”, tetapi baru terjadi jika dengan tegas ditentukan dalam

Anggaran Dasar.

e. Asas perlindungan pemegang saham minoritas

UUPT banyak mengatur ketentuan yang memberikan perlindungan kepada

pemegang saham minoritas ini, yaitu yang terdapat dalam Pasal 60, 61, 62, 79,

80, 81, 97 ayat 6), 114 ayat (6), 138 ayat (3), 144 ayat (1) dan sebagainya.

f. Asas pembelian saham kembali oleh perseroan

Bagian kedua dari bab III dari UUPT mengatur tentang perlindungan modal dan

(50)

pembelian kembali saham oleh perseroan, dengan dana yang diambil dari laba

bersih sepanjang tidak menyebabkan kekayaan bersih perseroan tidak menjadi

lebih kecil dari modal ditempatkan ditambah dengan reserve yang diwajibkan.

Dengan demikian UUPT membuka kemungkinan pembelian saham-saham PT

yang telah diisukan oleh PT yang bersangkutan, dan telah disetor dengan syarat

harus dengan Rapat Umum Pemegang Saham dengan quorum dua pertiga

(mutlak) dari seluruh saham dan voting juga dua pertiga (mutlak) dari yang hadir.

g. Asas perletakan kepemilikan saham dengan hak suara, dan hak-hak lainnya

UUPT menganut suatu asas bahwa hakum suara melekat pada pemilik sahamnya.

Karena itu saham tidak dapat dialihkan tanpa mengalihkan hak suara, dan juga

tidak dapat dialihkan hak suara saja tanpa mengalihkan sahamnya. Prinsipnya

perlekatan ini berlaku dalam arti yang seluas-luasnya dan berlaku sebagai

mandatory rule. Anggaran Dasar tidak boleh mengesampingkannya.

h. Asas Rapat Umum Pemegang Saham sebagai kekuasaan yang tertinggi dan

sebagai residu dan variatif.

Rapat Umum Pemegang Saham merupakan kekuasaan tertinggi dalam suatu PT,

tetapi bukan kekuasaan mutlak. Sebab UUPT menganut prinsip distribution of

power. Artinya, kewenangan dalam PT dialokasi kepada dewan komisaris,

direktur dan RUPS. Dengan demikian apabila suatu kewenangan telah

dialokasikan kepada direktur atau komisaris, RUPS menjadi tidak lagi berwenang

(51)

Sebagai kekuasaan tertinggi, kekuasaan RUPS juga merupakan kekuasaan yang

bersifat “residu”. Maksudnya apabila ada kekuasaan yang tidak termasuk ke

dalam kewenangan direksi ataupun komisaris, dan tidak tegas pula disebut

merupakan kewenangan direksi ataupun komisaris, dan tidak tegas pula disebut

meruapakan kewenangan RUPS, maka kewenangan tersebut menjadi kewenangan

RUPS sebagai kekuasaan tertinggi. Di samping itu, quorum, voting dan prosedur

RUPS juga bersifat variatif. Untuk quorum, ada yang sampai tiga perempat, dua

pertiga, setengah tambah satu atau sepertiga dari saham yang terwakili, atau

bahkan lebih kecil lagi yang akan ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri.

Sementara yang merupakan voting, terdapat angka-angka dimulai dari 100%

(musyawarah), tiga perempat, dua pertiga, sampai dengan setengah tambah satu

dari jumlah saham yang hadir.

Keberadaan modal dalam PT terbagi atas saham-saham atau disebut juga

sero-sero, yang dapat berupa saham atas nama maupun saham atas tunjuk sebagaimana

diatur dalam Pasal 31 ayat (2) UUPT. Jenis-jenis dalam suatu PT tidak diperinci

dengan tegas dalam UUPT, namun terdapat pengaturan tentang saham atas nama,

saham atas tunjuk serta adanya kemungkinan klasifikasi saham.

Yang dimaksud dengan saham atas nama adalah “saham yang mencantumkan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan perusahaan yang melakukan kegiatan usaha pertambangan telah melakukan tanggung jawab guna pemulihan lingkungan sebagaimana

(Suatu konsep dimana perusahaan memutuskan secara sukarela untuk memberikan kontribusi yang lebih baik kepada masyarakat dan lingkungan yang bersih. Suatu konsep dimana

Upaya Notaris dalam terjadinya konflik saat rapat diadakan: memberikan solusi yang mudah dapat ditempuh, dengan melakukan penundaan rapat umum pemegang saham tersebut untuk 14

Tanggung jawab pemegang saham terbatas pada saham yang dimilikinya, akan tetapi jika da- pat dibuktikan bahwa telah terjadi pembauran harta kekayaan pribadi pemegang saham

Komposisi hak suara pemegang saham minoritas untuk mengusulkan diadakan RUPS, untuk menggugat direksi maupun dewan komisaris, untuk mengajukan permohonan pemeriksaan

Penyelesaian permasalahan perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas dalam pengambilan keputusan berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang

Tanggung jawab pemegang saham sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya tidak berlaku apabila pemegang saham terbukti, antara lain: persyaratan Perseroan

Rumokoy, “Pertanggungjawaban Perseroan selaku Badan Hukum dalam Kaitannya dengan Gugatan atas Perseroan (dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas