• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Klinis Dan Pola Kuman Otitis Media Supuratif Kronik Tahun 2012-2015 Di RSUP H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Klinis Dan Pola Kuman Otitis Media Supuratif Kronik Tahun 2012-2015 Di RSUP H. Adam Malik Medan"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Citra Ayu Dystira

Tempat / Tanggal Lahir : Padangsidimpuan/ 24 September 1994

Agama : Islam

Alamat : Jl. Jamin Ginting Gg. Haji Arif No.2A-E Medan 20154

Riwayat Pendidikan :

1. Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Bustanul Athfal ABA II (1997-2000) 2. Sekolah Dasar Negeri 200110/15 Padangsidimpuan (2000-2006)

3. Sekolah Menengah Pertama Swasta Yayasan Perguruan Islam Nurul ‘Ilmi Padangsidimpuan (2006-2009)

4. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Plus MATAULI Pandan (2009-2012) 5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2012- sekarang)

Riwayat Organisasi :

(2)

LAMPIRAN 2

(3)
(4)
(5)
(6)

119. 32 P Kiri Ya Ya Ya Tidak Tidak Ganas Sdn Proteus vulgaris

120. 8 L Kanan Ya Tidak Ya Tidak Tidak Ganas Sdn Psudomonas aeruginosa

121. 25 L Kanan Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ganas Sdn Proteus vulgaris

122. 18 P Kedua telinga Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ganas Total-Total None

123. 31 P Kedua telinga Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ganas Sdn-Sdn None

124. 32 L Kiri Ya Tidak Ya Tidak Tidak Ganas Sdn Acinetobacter sp.

125. 13 P Kiri Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Jinak Subtotal Psudomonas aeruginosa

126. 15 P Kedua telinga Ya Ya Tidak Tidak Tidak Ganas Subtotal-Subtotal Psudomonas aeruginosa

127. 9 P Kanan Ya Tidak Ya Tidak Tidak Ganas Sdn None

128. 34 P Kedua telinga Ya Ya Tidak Tidak Tidak Ganas Subtotal-Subtotal Psudomonas aeruginosa

129. 20 L Kedua telinga Ya Tidak Ya Tidak Tidak Ganas Sdn-Sdn Acinetobacter sp.

130. 15 L Kiri Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ganas Sdn Psudomonas aeruginosa

131. 20 P kanan Ya Tidak Ya Tidak Ya Ganas Subtotal None

(7)

LAMPIRAN 3

OUTPUT DATA HASIL PENELITIAN

1. Distribusi Frekuensi Data Penelitian a. OMSK berdasarkan umur

umur responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 70 53,0 53,0 53,0

Perempuan 62 47,0 47,0 100,0

Total 132 100,0 100,0

c. OMSK berdasarkan distribusi telinga yang terinfeksi

telinga yg terinfeksi

Frequency Percent Valid Percent

(8)

d. OMSK berdasarkan gejala klinis

GK otorea

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ya 22 16,7 16,7 16,7

tidak 110 83,3 83,3 100,0

(9)

e. OMSK berdasarkan tipe

tipe OMSK

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

g. OMSK berdasarkan jenis perforasi telinga

jenis perforasi telinga

Frequency Percent Valid Percent

(10)

h. OMSK berdasarkan pola kuman

bakteri hasil swab

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Pseudomonas aeruginosa 56 42,4 42,4 42,4

Acinetobacter sp 2 1,5 1,5 43,9

Escherichia coli 3 2,3 2,3 46,2

Providencia stuartii 1 ,8 ,8 47,0

Proteus vulgaris 5 3,8 3,8 50,8

Klebsiela pneumoni 1 ,8 ,8 51,5

Staphylococcus aureus 6 4,5 4,5 56,1

Micrococcus luteus 4 3,0 3,0 59,1

None 54 40,9 40,9 100,0

(11)
(12)
(13)

DAFTAR PUSTAKA

Aboet, A., 2007. “Radang Telinga Tengah Menahun” Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

Bedah Kepala Leher. Medan: FK USU.

Afolabi, O.A., Salaudeen, A.G., Ologe, F.L., Nwabuisi, C. & Nwawolo, CC., 2012. Pattern of Bacterial Isolates in the Middle Ear Discharge of Patients with Chronic Suppurative Otitis Media in A Tertiary Hospital in North Central Nigeria. African Health Scientes, 12(3).

Asroel, H.A., Siregar, D.R., Aboet, A., 2013. Profil Penderita Otitis Media Supuratif Kronis. Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 7(12).

Dayasena, R.P., Dayasiri, M.B.K.C., Jayasuriya, C. & Perera, D.S.C., 2011, Aetiology Agents in Chronic Suppurative Otitis Media in Sri Lanka. Australasian Medical Journal AMJ, 4(2), pp.101-104.

Dewi, N.P., Zahara, D., 2013. Gambaran Pasien Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) di RSUP H. Adam Malik Medan. E-Journal FK USU, 1(1).

Djaafar, Z.A., Helmi & Restuti, R.D., 2010. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D., editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6.

Cetakan 4. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 64-77.

Hasniah, Munawir, Darwis, 2013. Study Epidemiologi OMSK bagian THT Rumah Sakit Umum Labuang Baji Makassar. Keperawatan STIKES Nani Hasanuddin Makassar, 2(1). ISSN 2302-1721.

Helmi, 1990. Perjalanan Penyakit dan Gambaran Klinis Otitis Media Supuratif Kronik . Dalam: Helmi, Kurniawan, A.N., Abdoerrachman, M.H., Setiabudy, R ,editor. Pengobatan Non-operatif Otitis Media Supuratif. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: 17-30.

Istiantoro, Y.H., 1990. Penggunaan Antibiotik Pada Otitis Media Supuratif Kronik. Dalam: Helmi, Kurniawan, A.N., Abdoerrachman, M.H., Setiabudy, R.

(14)

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2006. Surat Keputusan Nomor 879/Menkes/SK/XI/2006 tentang Rencana Strategi Nasional Penanggulangan

Gangguan Pendengaran dan Ketulian untuk Mencapai Sound Hearing 2030.

Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Liston, S.L. & Duvall, A.J., 1997. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Telinga. Dalam: Adams, G.L., Boies, L.R., Higler, P.H., editor. Boies Fundamental of

Otolaryngology. Edisi 6. Cetakan 3. W.B. Saunders Company, Philadelphia:

27-38.

Minovi, A. & Dazert, S., 2014. Diseases of the Middle Ear in Childhood. GMS Current Topics in Otorhinolaryngology- Head and Neck Surgery,

Vol.13.ISSN 1865-1011.

Morris, P., 2012. Chronic Suppurative Otitis Media. BMJ Clin Evid, 5(7). Netter, F.H., 2014. Atlas Of Human Anatomi 25th Edition. Jakarta: EGC.

Nora, B., 2011. Gambaran otitis media supuratif kronis di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2008; tesis, hal. 1-31.

Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursiah, S., 2003. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap

Beberapa Antibiotika di bagian THT FK USU RSUP H. Adam Malik Medan; tesis, hal. 1-38.

Roland, P.S., 2015. Chronic Suppuratife Otitis Media. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/859501-media [Accesed 10 April 2015].

Sastroasmoro, S. & Ismael, S., 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 4. Jakarta: Sagung Seto.

Sembiring, S.N., 2014. Pola Kuman Aerob dan Uji Sensitifitas Pada Penyakit Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) di RSUP. H. Adam Malik Medan; tesis, hal. 1-33.

(15)

Soetirto, I., Hendarmin, H. & Bashiruddin, J., 2010. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga. Dalam: Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D., editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6. Cetakan 4. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 10-22.

Suhaimi, F.I., 2007. Profil Kuman Aerob dan Anaerob pada Penderita Otitis Media Supuratif Kronik di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2006; tesis, hal. 1-38.

Varatheraju, S., 2014. Karakteristik Penderita Otitis Media Supuratif Kronis di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2011-2013; tesis, hal. 1-33.

WHO, 2004. Chronic Suppuratif Otitis Media: Burden of Illness and Management Option. Child and Adolescent Health and Development Prevention of Blindness and Deafness. WHO Geneva, Swizerland.

(16)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambaran klinis

Sesuai dengan masalah, tujuan, dan model penelitian maka definisi operasionalnya adalah sebagai berikut:

 Otitis Media Supuratif Kronik : merupakan suatu inflamasi persisten pada telinga tengah atau rongga mastoid ditandai dengan adanya sekret telinga atau otorrhoea yang berulang lebih dari 2 sampai 6 minggu yang disebabkan oleh perforasi dari membran timpani (Morris, 2012). Pasien OMSK adalah pasien yang dinyatakan menderita OMSK berdasarkan hasil diagnosis dokter dan tercatat dalam rekam medis.

Alat ukur : rekam medis Cara ukur : survei rekam medis

Hasil ukur : ya atau tidak sesuai kategori Skala ukur : nominal

 Gambaran klinis pasien OMSK : gambaran klinis pasien OMSK yang tercatat dalam status rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan.

Alat ukur : rekam medis Cara ukur : survei rekam medis Hasil ukur : 1. Telinga berair (otorea) Pasien OMSK rawat inap di

RSUP H. Adam Malik Medan bulan Januari 2012-

(17)

2. Gangguan pendengaran 3. Nyeri pada telinga (otalgia) 4. Pusing berputar (vertigo) 5. Telinga berdenging (tinnitus) Skala ukur : nominal

 Jenis kelamin : jenis kelamin penderita OMSK yang tercatat dalam status rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan.

Alat ukur : rekam medis Cara ukur : survei rekam medis Hasil ukur : 1. Laki- laki

2. Perempuan

Skala ukur : nominal

 Usia : lamanya hidup penderita OMSK yang

dihitung berdasarkan tahun sejak pasien lahir, sesuai yang tercatat dalam status rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan.

Alat ukur : rekam medis Cara ukur : survei rekam medis Hasil ukur :1. ≤20 tahun

 Bakteri penyebab OMSK : bakteri penyebab OMSK yang tercatat dalam status rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan.

Alat ukur : rekam medis Cara ukur : survei rekam medis

Hasil ukur : 1. Pseudomonas aeruginosa 2. Acinetobacter sp

(18)

5. Providencia stuartii

 Jenis perforasi OMSK : jenis perforasi OMSK yang tercatat dalam status rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan.

Alat ukur : rekam medis Cara ukur : survei rekam medis

Hasil ukur :1. Perforasi sentral (subtotal) 2. Perforasi marginal

3. Perforasi atik 4. Perforasi total Skala ukur : nominal

 Tipe OMSK : tipe OMSK yang tercatat dalam status rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan.

Alat ukur : rekam medis Cara ukur : survei rekam medis

Hasil ukur : 1. Tipe ganas/maligna/atikoantral 2. Tipe jinak/benigna/tubotimpani Skala ukur : nominal

 Telinga yang terinfeksi : distribusi telinga yang terinfeksi yang tercatat dalam status rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan.

(19)
(20)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross sectional. Penelitian ini akan mendeskripsikan bagaimana gambaran klinis dan pola kuman otitis media supuratif kronik (OMSK) pada pasien rawat inap berdasarkan gejala klinis, kelompok usia, jenis kelamin, bakteri penyebeb, jenis perforasi gendang telinga, tipe OMSK, dan distribusi telinga pada pasien OMSK di RSUP H. Adam Malik Medan bulan Januari 2012- Maret 2015.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan. Adapun pertimbangan memilih lokasi tersebut karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan provinsi di Sumatera Utara. Pengumpulan data akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2015, dilanjutkan dengan pengolahan dan analisa data. Penelitian ini akan dilaksanakan setelah mendapat persetujuan komisi etik tentang pelaksanaan penelitian bidang kesehatan.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap yang didiagnosis menderita Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) berdasarkan data dalam rekam medis dari Januari 2012- Maret 2015 di RSUP H. Adam Malik Medan.

4.3.2. Sampel Penelitian

(21)

4.3.3. Kriteria Sampel a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi merupakan persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh subjek agar dapat diikutsertakan dalam penelitian (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). Karakteristik sampel yang dimasukkan ke dalam kriteria inklusi pada penelitian ini meliputi:

 Pasien OMSK yang rawat inap dan telah didiagnosis sebagai OMSK oleh dokter di Polikliknik Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, dan Tenggorokan RSUP H. Adam Malik Medan bulan Januari 2012 – Maret 2015.

b. Kriteria Ekslusi

Kriteria eksklusi adalah keadaan yang menyebabkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). Adapun kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

 Pasien yang memiliki data rekam medis yang sudah tidak terbaca/rusak.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpul terdiri dari data sekunder. Data diperoleh dengan melihat kartu status (rekam medis) pasien yang melakukan pengobatan di RSUP H. Adam Malik Medan mulai dari Bulan Januari 2012 sampai Maret 2015.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

(22)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan yang terletak di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. RSUP H. Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A dan merupakan Pusat Rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan Riau. Pada bulan September 1991, RSUP H. Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara sesuai Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991.

5.1.2. Deskripsi Sampel Penelitian

Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder dari rekam medis penderita Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) pasien rawat inap di RSUP H. Adam Malik dari Januari 2012 sampai dengan Maret 2015 dengan jumlah penderita OMSK sebanyak 132 orang.

5.1.2.1.Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah %

Laki-laki 70 53

Perempuan 62 47

Total 132 100

(23)

5.1.2.2.Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok Usia

Tabel 5.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok Usia

Kelompok Usia Jumlah %

≤ 20 tahun 52 39,4

21 – 30 tahun 30 22,7

31 – 40 tahun 23 17,4

41 – 50 tahun 15 11,4

> 50 tahun 12 9,1

Total 132 100

Tabel 5.2. menunjukkan bahwa pasien OMSK pada rentang usia ≤20 tahun yaitu sebanyak 52 orang (39,4%), rentang usia 21 – 30 tahun yaitu sebanyak 30 orang (22,7%), rentang usia 31 – 40 tahun yaitu sebanyak 23 orang (17,4%), rentang usia 41 – 50 tahun yaitu sebanyak 15 orang (11,4%) dan pasien OMSK pada usia diatas 50 tahun sebanyak 12 orang (9,1%).

5.1.2.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Telinga

Tabel 5.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Telinga

Telinga Jumlah %

Kanan 46 34,8

Kiri 52 39,4

Kanan dan kiri 34 25,8

Total 132 100

(24)

5.1.2.4.Distribusi Sampel Berdasarkan Tipe OMSK

Tabel 5.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Tipe OMSK

Tipe OMSK Jumlah %

Tubotimpani/Jinak 36 27,3

Atikoantral/Ganas 96 72,7

Total 132 100

Berdasarkan data tabel 5.4., dapat dilihat bahwa tipe OMSK tertinggi pada penderita OMSK adalah tipe atikoantral atau tipe ganas sebanyak 96 penderita OMSK (72,7%) sedangkan tipe tubotimpani atau tipe jinak sebanyak 36 penderita OMSK (27,3%).

5.1.2.5.Distribusi Gejala Klinis OMSK

Tabel 5.5. Distribusi Gejala Klinis OMSK

Gejala Klinis Jumlah

Otorea 125

Otalgia 53

Gangguan pendengaran 48

Tinitus 22

Vertigo 46

(25)

5.1.2.6.Distribusi Sampel Berdasarkan Keluhan Utama

Tabel 5.6. Distribusi Sampel Berdasarkan Keluhan Utama

Keluhan utama Jumlah %

Otorea 93 70,5

Otalgia 22 16,7

Gangguan pendengaran 7 5,3

Tinitus 6 4,5

Vertigo 4 3,0

Total 132 100

Berdasarkan data tabel 5.6., menunjukkan keluhan utama yang paling banyak pada pasien OMSK adalah otorea sebanyak 93 kasus (70,5%), kemudian otalgia sebanyak 22 kasus (16,7%), gangguan pendengaran sebanyak 7 kasus (5,3%), tinitus sebanyak 6 kasus (4,5%), sedangkan jumlah keluhan yang paling sedikit adalah vertigo (3%).

5.1.2.7. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Perforasi

Tabel 5.7. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Perforasi

Jenis Perforasi Jumlah %

Subtotal (sentral) 63 38

Total 32 19,3

Marginal 1 0,6

Atik 0 0

Sulit dinilai 70 42,2

Total 166 100

(26)

perforasi marginal dengan frekuensi 1 telinga (0,6%) dan tidak ditemukan jenis perforasi atik pada sampel penelitian.

5.1.2.8.Distribusi Sampel Berdasarkan Pola Kuman

Tabel 5.8. Distribusi Sampel Berdasarkan Pola Kuman

Pola Kuman Jumlah %

Pseudomonas aeruginosa 58 42,4

Acinetobacter sp. 2 1,5

Escherichia coli 3 2,3

Providencia stuartii 1 0,8

Proteus vulgaris 5 3,8

Klebsiela pneumoni 1 0,8

Staphylococcus aureus 6 4,5

Micrococcus luteus 4 3,0

None 54 40,9

Total 132 100

Berdasarkan data tabel 5.8., menunjukkan pola kuman terbanyak pada pasien OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa dengan frekuensi sebanyak 58 penderita OMSK (42,4%). Sedangkan diurutan kedua terdapat 54 penderita OMSK (40,9%) yang tidak tercantum pola kuman di rekam medis pasien yang bersangkutan. Selanjutnya pola kuman yang terdeteksi pada pasien OMSK adalah Staphylococcus aureus dengan frekuensi sebanyak 6 penderita OMSK (4,5%), Proteus vulgaris

(27)

5.2. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran klinis dan pola kuman Otitis Media Supuratif Kronis di RSUP Haji Adam Malik dari Januari 2012 sampai Maret 2015. Data penelitian ini diambil dari data sekunder, yaitu rekam medis pasien. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling.

Berdasarkan (Tabel 5.1) distribusi penderita OMSK berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa jenis kelamin laki – laki lebih tinggi menderita OMSK (53%) daripada perempuan (47%). Hal ini sesuai dengan penelitian lain Nora di Medan (2011) mendapatkan jenis kelamin terbanyak yaitu laki- laki (50,9%), penelitian Suhaimi di Medan (2007) mendapatkan jenis kelamin terbanyak yaitu laki – laki (53,3%) dan sesuai dengan penelitian Dayasena, Dayasiri, Jayasuriya, dan Perera (2011) yang dilakukan di National Hospital of Sri Lanka menunjukkan bahwa laki – laki lebih banyak menderita OMSK (55,1%). Penelitian Hasniah, Munawir, dan Darwis (2013) di Makassar juga mendapatkan jenis kelamin terbanyak adalah laki – laki (51,1%) dan penelitian Dewi dan Zahara (2013) juga menunjukkan hal yang sema (73,9%). Laki – laki lebih sering menderita OMSK disebabkan karena laki – laki memiliki kebiasaan bekerja di luar rumah, sehingga laki – laki lebih sering terpapar terhadap kontaminan dan penularan ( Srivastava et al, 2010 dalam Varatheraju, 2014).

Berdasarkan (Tabel 5.2) penderita OMSK yang paling banyak ditemukan pada kelompok usia ≤20 tahun (39,4%). Penelitian lain Suhaimi di Medan (2007)

juga menunjukkan kelompok usia ≤20 tahun (46,7%) menjadi kelompok terbanyak

(28)

dipemukiman yang padat, dan terpaparnya anak – anak oleh asap ( Smith-Vaughan Heidi et al, 2009 dalam Varatheraju, 2014). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan Otitis Media daripada dewasa ( Aboet, 2007).

Berdasarkan (tabel 5.3) distribusi tertinggi telinga yang terinfeksi pada penderita OMSK adalah telinga kiri (39,4%). Hal ini juga ditemukan pada penelitian Nora (2011) yang menyatakan distribusi telinga tertinggi terdapat pada telinga kiri (37,3%). Pada penelitian Sembiring (2014) menunjukkan distribusi telinga terbanyak adalah telinga kiri (35,4%). Peneliti lain Dewi dan Zahara (2013) menunjukkan telingan tersering terinfeksi OMSK adalah telinga kanan (39,1%). Hal ini menunjukkan bahwa infeksi lebih mudah terjadi pada salah satu telinga saja baik telinga kiri maupun telinga kanan dibandingkan dengan kedua – dua telinga. Telinga tengah steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisiologis terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim, dan antibodi. Otitis media terjadi karena faktor pertahanan tubuh terganggu. Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media dikarenakan fungsinya yang terganggu sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadinya peradangan (Galih, 2010 dalam Nora, 2011).

(29)

atau higenitas yang buruk juga menjadi penyebab terjadinya OMSK tipe ganas (Hasniah, Munawir, dan Darwis, 2013).

Berdasarkan (Tabel 5.5) gejala klinis yang paling banyak dikeluhkan penderita OMSK adalah otorea atau telinga berair sebanyak 125 kasus dan pada penelitian Varatheraju (2014) juga menunjukkan gejala klinis yang paling banyak adalah otorea sebanyak 663 kasus.

Berdasarkan (Tabel 5.6) dapat dilihat bahwa keluhan utama yang paling banyak adalah otorea atau telinga berair (70,5%), diikuti dengan keluhan utama otalgia (16,7%). Sedangkan keluhan utama yang paling sedikit adalah vertigo (3,0%). Hal ini sesuai dengan penelitian Sembiring (2014) bahwa keluhan utama yang paling banyak adalah otorea (72%), penelitian Varatheraju (2014) yang juga menyatakan bahwa keluhan utama terbanyak adalah otorea (81,7%), dan penelitian Asroel, Siregar, dan Aboet (2013) juga menyatakan bahwa otorea menjadi keluhan utama yang paling banyak dikeluhkan (76,47%). Hal ini berkaitan dengan produksi cairan yang meningkat sebagai respon infeksi pada telinga tengah ( Hendley, 2002 dalam Varatheraju, 2014).

(30)

Berdasarkan (Tabel 5.8) pola kuman tertinggi pada penderita OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa (42,4%). Berdasarkan penelitian lain Suhaimi (2007) yang

dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2006 bahwa kuman yang paling banyak ditemukan adalah Staphylococcus aureus (26,7%). Sedangkan hasil penelitian Afolabi, Salaudeen, Ologe, Nwabuisi, dan Nwawolo di Nigeria (2012) terhadap pasien OMSK menunjukkan kuman terbanyak adalah Pseudomonas aeruginosa (31,3%) dan penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Dayasena, Dayasiri, Jayasuriya, dan Perera (2011) yang dilakukan di National Hospital of Sri Lanka yang menunjukkan bahwa Pseudomonas aeruginosa ( 29,5%) menjadi penyebab utama terjadiya OMSK. Penelitian lain Asroel, Siregar, dan Aboet juga menemukan Pseudomonas aeruginosa sebagai penyebab utama OMSK (21,01%) dan penelitian Dewi dan Zahara juga menemukan kuman terbanyak yaitu Pseudomonas aeruginosa (34,8%). Pseudomonas aeruginosa telah terlibat terutama

(31)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhadap data yang diperoleh, maka kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Gejala klinis yang paling banyak menjadi keluhan pasien OMSK adalah otorea sebanyak 125 kasus dan gejala klinis yang paling sedikit adalah tinitus sebanyak 22 kasus. Keluhan utama yang menjadi keluhan pasien OMSK adalah otorea sebanyak 93 orang (70,5%) dan keluhan utama yang paling sedikit adalah vertigo sebanyak 4 orang (3,0%).

2. Penderita OMSK berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah laki – laki sebanyak 70 orang (53%). Sedangkan perempuan sebanyak 62 orang (47%). 3. Peringkat usia yang tertinggi adalah usia ≤ 20 tahun sebanyak 52 orang

(39,4%) dan rentang usia terendah adalah umur 50 tahun keatas sebanyak 12 orang (9,1%).

4. Pola kuman terbanyak yang ditemukan pada penderita OMSK di RSUP. H. Adam Malik adalah Pseudomonas aeruginosa sebanyak 58 orang (42,4%). 5. Perforasi yang sulit dinilai merupakan perforasi yang paling sering ditemukan

pada penderita OMSK di RSUP. H. Adam Malik sebanyak 70 telinga (42,4%).

6. Tipe OMSK yang paling kerap ditemukan adalah tipe atikoantral atau ganas sebanyak 96 orang (72,7%) dibandingkan dengan tipe tubotimpani atau jinak sebanyak 36 orang (27,3%).

(32)

6.2. Saran

Berdasarkan hasil yang didapat pada penelitian yang telah dilakukan, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:

a. Bagi masyarakat

Masyarakat seharusnya senantiasa mengunjungi Puskesmas terdekat untuk mendapatkan informasi terbaru tentang upaya dalam memelihara kesehatan. Oleh karena itu, perlu diberikan edukasi kepada masyarakat agar masyarakat merasa memiiki tanggung jawab untuk memelihara kesehatan masing – masing dan masyarakat harus menghilangkan perasaan takut atau khawatir untuk memeriksa kesehatan mereka agar kualitas hidup dapat lebih terjamin. b. Bagi peneliti

Bagi peneliti di masa yang akan datang dapat dilakukan di beberapa lokasi dan dilakukan penelitian lebih lengkap dengan berbagai metode penelitian mengenai gambaran penderita otitis media supuratif kronik.

c. Bagi lokasi penelitian

(33)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Organ Telinga

Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: - Telinga luar

- Telinga tengah - Telingan dalam

Telinga luar dan tengah berkembang dari alat brankial. Telinga dalam seluruhnya berasal dari plakoda otika. Dengan demikian suatu bagian dapat mengalami kelainan kongenital sementara bagian lain berkembang secara normal (Liston dan Duvall, 1997).

(34)

2.1.1. Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjanganya kira-kira 2,5- 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen (Soetirto, Hendarmin, dan Bashiruddin, 2007).

2.1.2. Telinga Tengah

Rongga telinga tengah berasal dari celah brankial pertama endoderm. Rongga berisi udara ini meluas ke dalam resesus tubotimpanikus yang selanjutnya meluas di sekitar tulang-tulang dan saraf dari telinga tengah dan meluas kurang lebih ke daerah mastoid. Osikula berasal dari rawan arkus brankialis. Untuk mempermudah pemikiran ini maleus dapat dianggap berasal dari rawan arkus brankialis pertama (kartilago Meckel), sedangkan inkus dan stapes dari rawan arkus brankialis kedua (kartilago Reichert). Saraf korda timpani berasal dari arkus kedua (fasialis) menuju saraf pada arkus pertama (madibularis-lingualis). Saraf timpanikus (dari Jacobson) berasal dari saraf arkus brankialis ketiga (glosofaingeus) menuju saraf fasialis. Kedua saraf ini terletak dalam rongga telinga tengah. Otot-otot telinga tengah berasal dari otot-otot arkus brankialis. Otot tensor timpani yang melekat pada maleus, berasal dari arkus pertama dan dipersarafi oleh saraf mandibularis (saraf kranial kelima). Otot stapedius berasal dari arkus kedua, dipersarafi oleh suatu cabang persarafan yaitu saraf ketujuh (Liston dan Duvall, 1997).

Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas, yaitu :

 Batas luar : membran timpani

 Batas depan : tuba eustachius

 Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)

 Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

(35)

 Batas dalam : berturut-turut dari atas kebawah kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium (Soetirto, Hendarmin, dan Bashiruddin, 2007).

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam (Soetirto, Hendarmin, dan Bashiruddin, 2007).

(36)

2.1.3. Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dari skala media (duktus koklearis) di antaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ Corti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti (Soetirto, Hendarmin, dan Bashiruddin, 2007).

2.2. Otitis Media Supuratif Kronik 2.2.1. Definisi

(37)

membran timpani yang utuh dengan cairan di telinga tengah tetapi bukan infeksi yang bersifat aktif .Kolesteatoma adalah suatu akumulasi abnormal dari epithelium squamous yang biasa dijumpai pada rongga telinga tengah dan proses mastoid dan tulang temporal. Jaringan granulasi dan sekret telinga sering dihubungkan dengan infeksi dari deskuamasi epithelium. Koleastoma juga sering terdeteksi oleh pemeriksaan otoskopi yang teliti pada anak-anak atau dewasa dengan sekret yang menetap yang tidak memiliki respon dalam pengobatan (Morris, 2012). Otitis media supuratif kronik (OMSK) ini termasuk suatu penyakit kronik yang tidak mudah ditanggulangi (Istiantoro, 1990). Mengerti akan patologi dan patogenesis OMSK sangat penting untuk memprediksikan pengobatan, prognosis, dan gejala sisa dari penyakit ini (Sharma, Manjari, dan Salaria, 2013).

2.2.2. Epidemiologi

(38)

Prevalensi yang tepat dalam kelompok usia yang berbeda tidak diketahui. Namun, beberapa studi memperkirakan kejadian tahunan OMSK menjadi 39 kasus per 100.000 pada anak-anak dan remaja berusia 15 tahun kebawah (Roland, 2015). Tidak seperti otitis media dengan efusi yang lebih sering menginfeksi daerah barat, otitis media supuratif kronik lebih sering menginfeksi daerah tropis termasuk Asia Selatan (Dayasena, Dayasiri, Jayasuriya, Perera, 2011).

Pada penelitian Sembiring (2014), dijumpai bahwa dari 25 penderita OMSK yang berobat ke RSUP H. Adam Malik Medan dari September 2013- April 2014, kelompok umur terbanyak adalah 21- 30 tahun sebanyak 28% diikuti kelompok umur 11-20 tahun dan 31- 40 tahun yaitu masing- masing sebanyak 24%.

2.2.3. Etiologi dan Faktor Resiko

Untuk mendiagnosa OMSK perlu dijumpai membran timpani yang mengalami perforasi. Perforasi ini mungkin timbul akibat trauma, iatrogenik dengan penempatan tabung, atau setelah episode dari otitis media akut yang dekompresi melalui perforasi timpani. Mekanisme infeksi pada telinga tengah ini akan menjadi tempat translokasi bakteri dari saluran pendengaran eksternal melalui suatu perforasi ke dalam telinga tengah. Beberapa penulis mengatakan bahwa organisme patogen dapat masuk melalui refluks pada tuba eustachius. Data pendukung teori ini tidak dapat disimpulkan. Sebagian besar bakteri patogen yaitu bakteri yang umum untuk saluran pendengaran eksternal (Roland, 2015).

Mikroorganisme yang paling sering ditemukan adalah Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Pseudomonas aeruginosa telah terlibat

terutama sebagai penyebab nekrosis tulang dan penyakit mukosa. Satu review sistematis menemukan bahwa kurangnya penelitian untuk menilai peran antibiotik profilaksis dalam mencegah perkembangan penyakit ke OMSK ini (Morris, 2012).

(39)

Risiko terjadinya OMSK meningkat dengan diikuti oleh keadaan berikut: - Adanya riwayat dari beberapa episode otitis media akut

- Hidup dalam kondisi penuh sesak atau bising - Merupakan bagian dari keluarga besar

Beberapa studi mencoba untuk mengkorelasikan frekuensi dari penyakit dengan pendidikan orang tua, perokok pasif, menyusui, status sosial ekonomi, dan jumlah tahunan dari infeksi saluran pernapasan atas yang masih diragukan. Pasien dengan anomali kraniofasial merupakan populasi khusus yang beresiko untuk terinfeksi OMSK. Sindrom down, sindrom cri du chat, atresia choanal, sindrom DiGeorge, bibir sumbing, dan microcephaly merupakan penyakit lain yang meningkatkan risiko OMSK, mungkin dari perubaham anatomi dan fungsi tabung eustachius (Roland, 2015).

(40)

2.2.4. Klasifikasi

Menurut perubahan patologi yang terjadi pada telinga tengah, maka OMSK dibagi atas dua jenis, yaitu:

1. Tipe tubo-timpani (mukosa/benigna/non dangerous)

Proses penyakit masih terbatas pada mukosa kavum timpani, tuba eustachius dan mukosa sel-sel kavum mastoid. Tipe ini jarang menimbulkan komplikasi. Pada tipe ini ditandai dengan:

- Perforasi sentral (perforasi pada pars tensa) - Mukosa menebal

- Tidak dijumpai kolesteatoma

2. Tipe atiko-antral (tulang/maligna/dangerous)

Proses penyakit ini mempunyai tendensi untuk menginvasi tulang sehingga terjadi osteomielitis atau destruksi tulang akibat pressure necrosis kolesteatoma. Tipe ini berbahaya sehingga disebut tipe maligna, oleh karena mempunyai tendensi untuk terjadi komplikasi yang serius dan mengancam jiwa penderita (Djaafar, 1997 dan Dhingra, 2004 dalam Suhaimi, 2007). Pada tipe ini ditandai dengan :

- Perforasi total, marginal atau atik - Dijumpai kolesteatoma

- Destruksi tulang pada margo timpani

OMSK tipe atiko-antral bersifat agresif, kolesteatoma yang semakin luas akan mendestruksi tulang yang dilaluinya. Infeksi sekunder akan menyebabkan keadaan septik lokal dan menyebabkan apa yang disebut nekrosis septik di jaringan lunak yang dilalui kolesteatoma dan di jaringan sekitarnya sehingga juga menyebabkan destruksi jaringan lunak yang mengancam akan terjadinya komplikasi- komplikasi (Helmi dkk, 2002 dalam Suhaimi, 2007).

(41)

2.2.5. Patogenesis

Menurut Bailey (1998) dalam Suhaimi (2007), fungsi khusus tuba eustachius menjadi faktor penting dalam patogenesis penyakit telinga tengah. Faktor- faktor yang memungkinkan adalah :

1. Infeksi mukosa pernafasan khususnya telinga tengah, tuba eustachius, dan nasofaring.

2. Alergi dan disfungsi ciliary.

3. Abnormalitas primer dan sekunder dari mukosa pernafasan, khususnya di telinga tengah, tuba eustachius, dan nasofaring yang bisa memperburuk fungsi tuba eustachius.

Disfungsi musculare tuba eustachius khususnya pada tensor veli palatine juga bisa menyebabkan otitis media.

2.2.6. Patofisiologi

OMSK dimulai dengan suatu episode infeksi akut, dengan iritasi dan peradangan dari mukosa telinga tengah. Edema mukosa timbul sebagai respon inflamasi. Peradangan yang berkelanjutan pada akhirnya menyebabkan ulserasi terhadap mukosa dan kerusakan dari lapisan epitel. Upaya host untuk menghentikan infeksi atau inflamasi memiliki tanda yaitu adanya jaringan granulasi yang dapat berkembang menjadi polip di dalam ruang telinga tengah. Siklus peradangan, ulserasi, infeksi, dan pembentukan jaringan granulasi berlangsung terus menerus, akhirnya menghancurkan margin sekitar tulang dan pada akhirnya menyebabkan berbagai komplikasi OMSK.

Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Proteusspecies, Klebsiella

pneumoniae, dan Diphtheroid adalah bakteri yang paling sering menyebabkan

(42)

P. aeruginosa adalah organisme yang paling sering pulih dari OMSK.

Berbagai penelitian selama beberapa dekade terakhir telah menemukan kepulihan

Pseudomonas sebesar 48-98% pada pasien dengan OMSK. P. aeruginosa

menggunakan pili untuk menyerang atau menekrosiskan epitel pada telinga tengah.

Kemudian organisme tersebut menghasilkan protease, lipopolisakarida, dan enzim

lain untuk mencegah mekanisme pertahanan imunologi yang normal dari memerangi

infeksi. Berikutnya kerusakan dari enzim bakteri dan inflamasi menciptakan

kerusakan lebih lanjut, nekrosis, dan akhirnya erosi tulang yang mengarah ke

beberapa komplikasi OMSK. Untungnya, pada individu yang imunokompeten,

infeksi jarang menyebabkan komplikasi yang serius atau penyakit yang meluas.

Infeksi Pseudomonas umumnya menolak makrolid, penisilin spektrum luas, dan

sefalosporin generasi pertama dan kedua. Hal ini dapat mempersulit rencana

pengobatan, terutama pada anak-anak.

S. aureus adalah organisme yang paling umum kedua yang terisolasi dari

telinga tengah yang memiliki penyakit kronis. Data yang dilaporkan memperkirakan

tingkat infeksi 15-30% dari telinga dengan kultur positif. Sisanya, infeksi disebabkan

oleh berbagai macam organisme gram negatif. Klebsiella 21%) dan Proteus

(10-15%), spesies ini sedikit lebih umum daripada organisme gram negatif lainnya.

Infeksi polymicrobial terlihat pada 5-10% kasus, sering menunjukkan

kombinasi organisme gram-negatif dan S. aureus. Bakteri anaerob (Bacteroides,

Peptostreptococcus, Peptococcus) dan jamur (Aspergillus, Candida) melengkapi

spektrum organisme yang bertanggung jawab untuk penyakit ini. Bakteri anaerob

sebanyak 20-50% dari isolat di OMSK dan cenderung berhubungan dengan

kolesteatoma. Jamur telah dilaporkan hingga 25% dari kasus, namun kontribusi

(43)

2.2.7. Gejala Klinis

Pasien dengan otitis media supuratif kronik (OMSK) datang dengan keluhan telinga yang berair dalam beberapa durasi dan riwayat premorbid dari otitis media akut yang berulang , perforasi traumatis, atau dari penempatan tabung ventilasi. Pada umumnya, pasien menyangkal rasa sakit atau rasa yang tidak nyaman. Suatu keluhan utama yang umum yaitu gangguan pendengaran pada telinga yang terinfeksi. Kasus demam, vertigo, dan nyeri harus menjadi perhatian dan kekhawatiran dalam komplikasi intratemporal atau intrakranial. Riwayat OMSK persisten setelah perawatan medis yang tepat, tetap harus diwaspadai untuk mempertimbangkan kolesteatoma. Pada kanal auditori eksternal bisa dijumpai edema atau tidak dan biasanya edema tersebut tidak lunak. Jenis sekret bervariasi mulai dari berbau busuk, bernanah, dan seperti keju yang jernih dan berbentuk serosa. Jaringan granulasi sering terlihat di kanal medial atau rongga telinga tengah. Mukosa telinga tengah bisa digambarkan melalui proses perforasi mungkin edema atau bahkan polypoid, pucat, atau eritematosa (Roland, 2015).

Gejala- gejala klinis yang sering dikeluhkan pasien diantaranya: 1. Telinga berair

OMSK memberikan gejala berupa telinga berair (otore) yang berulang. Umunya otore bersifat purulen, mukoid atau mukopurulen. Sekret yang sangat berbau, berwarna kuning abu-abu kotor menunjukkan adanya kolesteatoma atau produk degenerasinya (Mills, 1997 dalam Suhaemi 2007). Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air atau encer) tergantung stadium peradangannya. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktifitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning kotor memberi kesan kolesteatoma. Dapat terlihat keping- keping kecil berwarna putih mengkilap (Paparella dkk, 1994 dalam Suhaimi, 2007). Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adanya sekret (Ramalingam, 1990 dalam Suhaimi, 2007).

2. Gangguan pendengaran (tuli)

(44)

daerah yang sakit dapat menghantarkan bunyi dengan efektif ke fenestra ovale (Paparella dkk, 1994 dalam Suhaimi, 2007).

3. Nyeri

Nyeri tidak lazim di keluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya duramater atau dinding sinus lateralis atau ancaman pembentukan abses otak (Paparella dkk, 1994 dalam Suhaimi, 2007).

4. Vertigo

Vertigo dengan pasien supurasi kronis telinga tengah merupakan gejala serius lainnya. Gejala ini memberikan kesan adanya suatu fistula, berarti ada erosi pada labirin tulang seringkali pada kanalis semisirkularis horizontalis. Fistula merupakan temuan yang serius karena infeksi dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada setiap kasus supurasi kronis telinga tengah dengan riwayat verigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membrana timpani. Uji ini perlu rutin dikerjakan pada penderita OMSK karena fistula seringkali ada sekalipun tanpa vertigo ( Paparella dkk, 1994 dalam Suhaimi, 2007). 5. Perforasi membrana timpani

Perforasi membrana timpani dapat bersifat sentral, subtotal, total, atik ataupun marginal. Pada perforasi atik atau marginal perlu dicurigai adanya koleastoma. Jaringan granulasi atau polip dapat juga ditemukan ( Helmi dkk, 2002 dalam Suhaimi, 2007).

6. Perdarahan

Perdarahan dapat terjadi karena granulasi atau polip yang tersentuh saat membersihkan telinga ( Dhingra, 2010 dalam Sembiring, 2014).

(45)

Tanda- tanda klinis OMSK tipe maligna: 1. Terdapat abses atau fistel retroaurikuler

2. Terdapat polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari dalam telinga tengah.

3. Terlihat kolesteatoma pada telinga tengah terutama di epitimpanum 4. Sekret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma)

5. Terlihat bayangan kolesteatoma pada foto Rontgen mastoid (Djaafar, 2001 dalam Suhaimi 2007).

2.2.8. Diagnosis

Diagnosis OMSK ditegakkan dengan cara:

1. Anamnesis

Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya sekret di liang telinga yang pada tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan seperti berbenang (mukous), tidak berbau busuk dan intermiten, sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka sekret yng keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.

2. Pemeriksaan otoskopi

Pemeriksaan otoskopi akan menunjukkan adanya dan letak perforasi.Dari perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.

3. Pemeriksaan audiometri

(46)

pendengaran dan untuk menetukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.

4. Pemeriksaan radiologi

Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schüller berguna untuk menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif menunjukkan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma (Aboet, 2007).

Sebuah CT scan beresolusi tinggi pada tulang temporal dapat memberikan informasi tambahan yang berguna pada pasien dengan OMSK yang tidak responsif terhadap pengobatan. CT scan tulang temporal dapat menunjukkan erosi tulang dari scutum, ossicles, saluran telinga, mastoid, kapsul otic, kanal fallopian, atau tegmen, yang biasanya menunjukkan kolesteatoma. Dengan menggunakan CT scan didapati temuan lain yang mengungkapkan abses subperiosteal atau abses intrakranial, dan dalam beberapa kasus, trombosis sinus lateral. Kemungkinan alasan lain untuk OMSK yang persisten termasuk kolesteatoma yang tersembunyi atau dikarenakan oleh benda asing.Secara universal CT scan direkomendasikan jika klinisi menduga kasus neoplasma atau untuk mengantisipasi komplikasi intratemporal atau intrakranial.

Pemeriksaan MRI pada tulang temporal dan otak harus diperoleh jika diduga terdapat komplikasi intratemporal atau intrakranial. Dikarenakan dengan jelas menggambarkan jaringan lunak, MRI dapat mengungkapkan peradangan dural, trombosis sinus sigmoid, labyrinthitis, dan abses ekstradural dan intrakranial.

(47)

harus waspada terhadap munculnya komplikasi, termasuk fistula labirin atau labyrinthitis.

Perawatan otitis media supuratif kronis (OMSK) dapat dikembangkan tanpa penelitian laboratorium. Pertimbangkan sebelum memberikan terapi sistemik yaitu pemeriksaan dengan metode kultur harus dilakukan untuk memperoleh sensitivitas terhadap bakteri (Roland, 2015).

2.2.9. Penatalaksaan

Prinsip dasar penatalaksanaan medis pada OMSK adalah: 1. Aural toilet

Pembersihan telinga dari sekret. 2. Terapi mikroba topikal

Pemberian tetes telinga antibiotik topikal (Aboet, 2007). Terapi antibiotik oral yang rutin tidak begitu direkomendasikan (Minovi dan Dazert, 2014).

Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-ulang. Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh satu atau beberapa kelainan, yaitu:

 Adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga tengah berhubungan dengan dunia luar

 Terdapat sumber infeksi dari faring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal

 Sudah terbentuk jaringan patologik yang irreversibel dalam rongga mastoid

 Gizi dan higiena yang kurang

(48)

diberikan antibiotika dari golongan ampisilin, atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap penisilin), sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat. Bila sekret sudah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi dan kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran. Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu dilakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi atau tonsilektomi.

Prinsip terapi OMSK tipe bahaya ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi. Jadi, bila terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat ialah dengan melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum mastoidektomi (Djaafar, Helmi, dan Restuti, 2007).

Operasi mastoidektomi terdiri dari: 1. Mastoidektomi sederhana

Bertujuan untuk mengevauasi penyakit yang hanya terbatas pada rongga mastoid.

2. Mastoidektomi radikal

Bertujuan untuk megeradikasi seluruh penyakit di mastoid dan telinga tengah, di mana rongga mastoid, telingah tengah, dan liang telinga luar digabungkan menjadi satu ruangan sehingga drainase mudah.

(49)

2.2.10. Komplikasi

Komplikasi otitis media terjadi bila barier pertahanan normal telinga tengah dilewati sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama adalah mukosa kavum timpani yang menyerupai mukosa jalan nafas mampu melokalisir dan mengatasi infeksi. Bila barier ini ruptur masih ada barier kedua yaitu dinding tulang telinga tengah. Bila barier ini ruptur juga maka struktur lunak di sekitarnya akan terkena. Rupturnya korteks mastoid akan menyebabkan abses subperiosteal. Penyebaran infeksi ke dalam tulang temporal dapat menyebabkan paresis fasial, labirinitis, dan petrositis. Penyebaran ke arah kranial akan menyebabkan abses ekstra dura, abses perisinus, meningitis atau abses otak. Jalan infeksi tidak selalu sama. Pada kasus akut atau suatu eksaserbasi akut, penyebaran biasanya melalui osteotromboflebitis (penyebaran hematogen melalui aliran balik vena). Pada kasus kronik penyebarannya biasanya melalui erosi tulang oleh kolesteatoma (Helmi, 1990).

Kolesteatoma diperkirakan sebagai komplikasi dari retraksi di membran timpani. Hal tersebut terkait dengan berulangnya penyakit telinga tengah, riwayat keluarga, dan kelainan kraniofasial. Jika tidak diobati, kolesteatoma mungkin semakin membesar dan mengikis struktur sekitarnya (Morris, 2012). Cara penyebaran lain adalah melalui jalan yang sudah ada misalnya meatus akustikus internus, duktus perilimpatik atau endolimpatik dan sebagainya. Dari 77 kasus OMSK tipe ganas yang menjalani operasi mastoidektomi radikal di Bagian THT FKUI/ RSCM dalam periode Januari 1989 s/d April 1990 didapatkan 2 kasus tuli total, 14 kasus tuli campuran (tuli konduktif dan tuli syaraf terjadi bersama pada telinga yang sama. Kelainan telinga tengah hampir selalu menyebabkan tuli konduktif), 9 kasus paresis fasial, 6 meningitis, 2 kasus abses otak. Pada waktu operasi didapatkan pada 29 kasus proses penghancuran tulang sudah menembus kortek mastoid menyebabkan abses retoaurikuler, pada 17 kasus dengan sinus lateralis otak yang sudah telanjang, dan 6 kasus dengan dura yang terpapar ke rongga mastoid (Helmi, 1990).

(50)

1. Komplikasi intratemporal (ekstrakranial) : parese nervus fasial dan labirinitis

2. Komplikasi ekstratemporal (intrakranial) : abses ekstradural, abses subdural, tromboflebitis sinus lateral, meningitis, abses otak, hidrosefalus otitis (Aboet, 2007).

Beberapa komplikasi dari OMSK yaitu:

a. Labirinitis

Infeksi labirin dapat berasal dari fistel pada kanalis semisirkuler lateral atau penyebaran infeksi melalui jendela bulat di telinga tengah. Fistel labirin ditandai dengan vertigo dan nistagmus serta muntah misalnya bila kepala digerakkan. Dengan tes fistel yaitu memberikan tekanan positif atau negatif ke dalam telinga tengah, vertigo dan nistagmus akan lebih jelas. Labirinitis bisa dalam bentuk labirinitis serosa ataupun labirinitis supuratif. Gejala dan tanda-tandanya serupa hanya berbeda dalam gradasinya. Akan didapatkan gejala vestibuler dan gejala kohlear. Gejala vestibular akan ditandai dengan nistagmus spontan ke arah kontralateral, nausea, vomitus, dan vertigo. Gejala kohlear berupa tuli saraf terutama nada tinggi. Pada labirinitis supuratif dapat terjadi tuli total. Gejala verstibular hebat akan terjadi pada saat invasi supuratif, tetapi kemudian berkurang secara perlahan- lahan sampai terjadi komplensasi setelah 3-5 minggu.

b. Petrositis

(51)

c. Paresis Fasial

Kelumpuhan syaraf motorik muka ini bisa terjadi akibat proses peradangan pada infeksi akut ataupun akibat erosi tulang kanalis fasialis oleh koleastoma. Akan terjadi paresis fasial tipe perifer. Muka mencong ke arah kontrealateral, kelopak mata ipsilateral tidak dapat ditutup.

d. Abses Ekstradura dan Perisinus

Bila lapisan tulang tipis yang membatasi rongga telinga tengah dan sinus lateral ruptur akan terbentuk abses ekstra dura dan perisinus. Gejala dan tanda- tandanya tidak jelas sehingga sering baru ditemukan sewaktu operasi. Salah satu gejala yang khas adalah keluarnya sekret purulen yang jelas berdenyut. Denyutan akan bertambah hebat bila vena jugularis interna ditekan.

e. Tromboflebitis Sinus Lateral

(52)

edema pada bagian posterior prosesus mastoid akibat trombosis vena emisari (Greisinger’s sign).

f. Hidrosefalus Otikus

Pada radang akut atau eksaserbasi akut telinga tengah kadang-kadang terjadi penambahan cairan otak secara mendadak baik oleh karena produksinya bertambah maupun karena penyerapannya kembali terganggu sehingga timbul gejala dan tanda hidrosefalus. Pada pemeriksaan antara lain didapati edema papil dan naiknya tekanan cairan otak secara mendadak sampai 300 mm H20. Sifat likuor normal.

g. Meningitis Otogenik dan Abses Otak

Meningitis dan abses otak masih merupakan penyebeb kematian tersering pada otitis media (Helmi, 1990).

2.2.11. Prognosa

(53)
(54)

BAB 1

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah suatu kondisi inflamasi pada telinga tengah yang disebabkan oleh perforasi gendang telinga dan mengakibatkan pengeluaran sekret telinga yang berulang. Penyakit OMSK sendiri biasanya dimulai dari usia anak- anak yang disebabkan oleh perforasi membran timpani yang spontan dari infeksi akut telinga tengah yang dikenal dengan sebutan Otitis Media Akut (OMA) atau sebagai gejala sisa dari otitis media yang lebih ringan yaitu otitis media dengan efusi (WHO, 2004).

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat hingga saat ini, terutama di negara- negara yang sedang berkembang. Oleh karena itu diperlukan penatalaksanaan OMSK secara optimal untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kehilangan pendengaran yang membutuhkan pembedahan (Ozagar, 1997 dalam Suhaimi, 2007). Penyakit ini berpotensi serius menyebabkan komplikasi ekstra dan intrakranial seperti meningitis. Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak- anak dengan sosial ekonomi rendah. Penyebeb mikroorganisme terbanyak OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Proteus mirabilis, Klebsiella pneumoniae, Escherichia coli,

Aspergillus spp dan Candida spp tetapi mikroorganisme ini dapat bervariasi sesuai dengan letak geografis (Iqbal, Khan, dan

Satti, 2011 dalam Nora, 2011).

Hasil Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun

1994-1996 yang dilaksanakan di 7 (tujuh) propinsi di Indonesia menunjukan penyebab

terbanyak morbiditas telinga tengah adalah Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)

tipe jinak. OMSK tipe jinak umumnya juga disertai dengan gangguan pendengaran,

hal ini juga di tanggulangi di Puskesmas agar tidak berlanjut menjadi tipe yang

berbahaya atau menimbulkan komplikasi (Kepmenkes, 2006).

Jumlah kasus baru OMSK yang berobat di RSUP H. Adam Malik sejak

(55)

(50,89%) dan penderita perempuan (49,04%). Berdasarkan distribusi OMSK

menurut umur, kelompok umur 11-20 tahun dan 21-30 tahun merupakan kelompok

terbanyak menderita OMSK masing- masing 20,68%. Adapun keluhan yang paling

sering adalah otore (70,19%). Tipe OMSK yang paling banyak ditemukan adalah

tubotimpanal (77,40%) kemudian atikoantral (22,60%). Sedangkan distribusi telinga

yang terinfeksi adalah telinga kanan (38,94%), telinga kiri (29,33%) dan kedua

telinga (31,73%). Penatalaksanaan OMSK sebahagian besar dikelola secara

medikamentosa (86,54%) sedangkan secara pembedahan mastoidektomi radikal

(9,13%), mastoidektomi sederhana (3,85%) (Nora, 2011).

Prevalensi OMSK di seluruh dunia menunjukkan beban dunia akibat penyakit ini berkisar 65-330 juta penderita, 60% diantaranya (39-200 juta) mengalami gangguan pendengaran yang signifikan (WHO, 2004).

Berdasarkan hal- hal tersebut maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang gambaran klinis dan pola kuman Otitis Medis Supuratif Kronik tahun 2012-2015 di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran klinis dan pola kuman Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) pada pasien rawat inap tahun 2012-2015 di RSUP H. Adam Malik Medan?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mendapatkan data mengenai gamba ran klinis dan pola kuman Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) pada pasien rawat inap tahun 2012-2015 di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui gambaran klinis Otitis Media Supuratif Kronik pada pasien rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012 - 2015.

(56)

3. Untuk mengetahui distribusi usia pasien rawat inap Otitis Media Supuratif Kronik di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012 - 2015.

4. Untuk mengetahui bakteri penyebab Otitis Media Supuratif Kronik pada pasien rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012- 2015.

5. Untuk mengetahui jenis perforasi Otitis Media Supuratif Kronik pada pasien rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012- 2015.

6. Untuk mengetahui tipe Otitis Media Supuratif Kronik pada pasien rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012- 2015.

7. Untuk mengetahui distribusi telinga yang terinfeksi Otitis Media Supuratif Kronik pada pasien rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012- 2015.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. RSUP HAM Medan : memberikan informasi dalam upaya peningkatan kelengkapkan data penderita OMSK.

2. Peneliti : mendapatkan informasi mengenai gambaran klinis dan pola kuman OMSK dan memperoleh pengetahuan serta pengalaman dalam melakukan penelitian.

(57)

ABSTRAK

Latar belakang: Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah suatu kondisi inflamasi pada telinga tengah yang disebabkan oleh perforasi gendang telinga dan mengakibatkan pengeluaran sekret telinga yang berulang dan merupakan lanjutan dari episode initial otitis media akut. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah penyakit infeksi yang sering ditemukan di negara berkembang yang dapat menyebabkan kerusakan lokal yang serius dan komplikasi yang mengacam jiwa. Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik penderita berdasarkan kelompok usia, perbandingan jenis kelamin, distribusi telinga, tipe, jenis perforasi, keluhan utama, gejala klinis, dan kuman penyebab OMSK.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional dari data sekunder di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan. Jumlah sampel sebanyak 132 data rekam medis sejak bulan Januari 2012- Maret 2015 yang dipilih dengan metode total sampling.

Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gejala klinis yang paling banyak menjadi keluhan utama di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan pada bulan Januari 2012- Maret 2015 adalah otorea yaitu 93 orang (70.5%) dari 132 orang penderita OMSK. Usia tersering adalah pada kelompok ≤ 20 tahun yaitu sebanyak 52 orang (39.4%). Penderita OMSK lebih banyak didapati pada laki-laki yaitu sebanyak 70 orang (53%) dan telinga tersering adalah dtelinga kiri sebanyak 52 orang (39.4%). Tipe OMSK yang paling banyak ditemukan adalah tipe atikoantral atau maligna sebanyak 96 orang (72.7%) dan perforasi yang paling banyak adalah perforasi yang sulit dinilai sebanyak 70 telinga (43,2%). Pola kuman terbanyak adalah Pseudomonas aeruginosa sebanyak 58 orang (42,4%).

(58)

ABSTRACT

Background: Chronic suppurative otitis media (CSOM) is an inflammatory condition of the ear that causes recurrent ear discharge (otorrhoea) through a perforation of the ear drum (tympanic membrane) and the result of an initial episode of acute otitis media. Chronic suppurative otitis media (CSOM) is a prevailing and notorious infection in developing countries causing serious local damage and threatening complication.

Aim: This study was conducted to determine the characteristics of the patient based on the number, most age groups, the sex ratio, distribution ears, the type, type of perforations, the main complain, clinical symptoms and causing bacteria of CSOM.

Method: This research is a Descriptive by using design cross sectional from secondary data at General Hospital of H. Adam Malik, Medan with 132 samples that selected by total sampling method since January 2012 until Maret 2015.

Result: The result of this study shows that CSOM patients with most major complaint is otorea 93 (70.5%). Largest age group of ≤ 20 years old 52 (39.4%). CSOM patients found more in males 70 (53%) and the most complain having ear discharge at left ear 52 (39,4%). Number of patients according to the type most widely CSOM is suffered by patients with maligna type 96 (72.7%) and the highest perforation is perforation that difficult to assess 70 (42.2%). The most causing bacteria is Pseudomonas aeruginosa 58 (42.4%).

(59)

GAMBARAN KLINIS DAN POLA KUMAN

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

TAHUN 2012-2015 DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Oleh:

CITRA AYU DYSTIRA 120100043

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(60)

GAMBARAN KLINIS DAN POLA KUMAN

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

TAHUN 2012-2015 DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

Oleh:

CITRA AYU DYSTIRA 120100043

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(61)
(62)

ABSTRAK

Latar belakang: Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah suatu kondisi inflamasi pada telinga tengah yang disebabkan oleh perforasi gendang telinga dan mengakibatkan pengeluaran sekret telinga yang berulang dan merupakan lanjutan dari episode initial otitis media akut. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah penyakit infeksi yang sering ditemukan di negara berkembang yang dapat menyebabkan kerusakan lokal yang serius dan komplikasi yang mengacam jiwa. Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik penderita berdasarkan kelompok usia, perbandingan jenis kelamin, distribusi telinga, tipe, jenis perforasi, keluhan utama, gejala klinis, dan kuman penyebab OMSK.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional dari data sekunder di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan. Jumlah sampel sebanyak 132 data rekam medis sejak bulan Januari 2012- Maret 2015 yang dipilih dengan metode total sampling.

Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gejala klinis yang paling banyak menjadi keluhan utama di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan pada bulan Januari 2012- Maret 2015 adalah otorea yaitu 93 orang (70.5%) dari 132 orang penderita OMSK. Usia tersering adalah pada kelompok ≤ 20 tahun yaitu sebanyak 52 orang (39.4%). Penderita OMSK lebih banyak didapati pada laki-laki yaitu sebanyak 70 orang (53%) dan telinga tersering adalah dtelinga kiri sebanyak 52 orang (39.4%). Tipe OMSK yang paling banyak ditemukan adalah tipe atikoantral atau maligna sebanyak 96 orang (72.7%) dan perforasi yang paling banyak adalah perforasi yang sulit dinilai sebanyak 70 telinga (43,2%). Pola kuman terbanyak adalah Pseudomonas aeruginosa sebanyak 58 orang (42,4%).

(63)

ABSTRACT

Background: Chronic suppurative otitis media (CSOM) is an inflammatory condition of the ear that causes recurrent ear discharge (otorrhoea) through a perforation of the ear drum (tympanic membrane) and the result of an initial episode of acute otitis media. Chronic suppurative otitis media (CSOM) is a prevailing and notorious infection in developing countries causing serious local damage and threatening complication.

Aim: This study was conducted to determine the characteristics of the patient based on the number, most age groups, the sex ratio, distribution ears, the type, type of perforations, the main complain, clinical symptoms and causing bacteria of CSOM.

Method: This research is a Descriptive by using design cross sectional from secondary data at General Hospital of H. Adam Malik, Medan with 132 samples that selected by total sampling method since January 2012 until Maret 2015.

Result: The result of this study shows that CSOM patients with most major complaint is otorea 93 (70.5%). Largest age group of ≤ 20 years old 52 (39.4%). CSOM patients found more in males 70 (53%) and the most complain having ear discharge at left ear 52 (39,4%). Number of patients according to the type most widely CSOM is suffered by patients with maligna type 96 (72.7%) and the highest perforation is perforation that difficult to assess 70 (42.2%). The most causing bacteria is Pseudomonas aeruginosa 58 (42.4%).

Gambar

Tabel 5.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok Usia
Tabel 5.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Tipe OMSK
Tabel 5.6. Distribusi Sampel Berdasarkan Keluhan Utama
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini undang-undang nasional maupun internasional telah mengatur ketentuan penjabaran atas asas praduga tidak bersalah dan asas kedudukan yang sama dihadapan hukum,

Fakultas Ekonomi, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Nobel Indonesia, 2019, hlm 3.. penelitian menyimpulkan bahwa fasilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Roberto (2010) di Amerika menyatakan bahwa anak sekolah dasar lebih tertarik pada makanan jajanan khususnya snack yang dibungkus

Dari hasil uji menunjukan bawa F hitung > F tabel (3,763>2,37) dan nilai sig (0,004<0,05), sehingga dapat disimbulkan bahwa nilai variabel Dewan Direksi, Komisaris

mengetahui keluhan apa saja yang diderita oleh pekerja dan faktor-faktor yang berpengaruh pada metode OWAS dengan merekam dan mengambil gambar postur kerja operator di

[r]

Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif dengan melakukan observasi pada BiNus Career untuk mengetahui proses bisnis yang sedang berlangsung dibandingkan dengan teori

Himpunan Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2016 1... Himpunan Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Tahun