• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Disolusi Tablet Allopurinol Yang Diproduksi Oleh Pt Mutiara Mukti Farma (Mutifa) Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Disolusi Tablet Allopurinol Yang Diproduksi Oleh Pt Mutiara Mukti Farma (Mutifa) Medan"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Perhitungan Penetapan Kadar Allopurinol

Persyaratan (Q) : Tidak kurang 75% dari yang tertera pada etiket

Bobot baku (Bb) : 20,1 mg

Tabel 3. Data Uji Disolusi

No. Berat Tablet (mg) Absorbansi Larutan

(2)

Perhitungan:

Fu = Faktor pengenceran larutan uji Fb = Faktor pengenceran larutan baku Au = Absorbansi larutan uji

Ab = Absorbansi larutan baku

Bb = Bobot baku yang ditimbang (mg)

(3)

K = 900 100×

10

20×

0,62946

0,57391×

20,1

100 × 99,80% = 99,00%

Untuk Au6 = 0,62927

K = 900 100×

10

20×

0,62927

0,57391×

20,1

(4)

Lampiran 2. Gambar Alat Uji Disolusi

(5)
(6)

DAFTAR PUSTAKA

Admar, J. (2007). Perihal Obat dengan Berbagai Bentuk Sediaannya. Medan: Universitas Sumatera Utara Press. Hal. 35.

Agoes, Goeswin. (2008). Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: ITB Press. Hal. 195, 297.

Anief, Moh. (1987). Ilmu Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 244.

Ansel, Howard C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Ke empat. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press. Hal. 244-249.

Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Padang: Andalas University Press. Hal. 1.

Devissaquest, J. (1993). Farmasetika 2 Biofarmasi. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 385.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 1084-1085.

Katzung, Bertram G. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VIII. Jakarta: Salemba Medika. Hal. 492-493.

Lachman, Leon. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hal. 645, 646, 795.

Mycek, Mary J. (2001). Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi kedua. Jakarta: Widya Medika. Hal. 418-420.

Mulja, Muhammad H. dan Suharman. (1995). Analisis Instrumental. Cetakan Pertama. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 28.

Setiabudy, Rianto. (2007). Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. Hal. 233, 243-244.

Sardjoko. (1993). Rancangan Obat. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 162.

(7)

Syukri, Yandi. (2002). Biofarmasetika. Edisi Pertama. Yogyakarta: Universitas Indonesia Press. Hal. 31, 32.

Sukandar, Yulinah E. (2009). ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI. Hal. 19, 655.

Tjay, T. H. dan Rahardja K. (2007). Obat-Obat Penting. Edisi ke enam. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Hal. 343.

(8)

BAB III METODOLOGI

3.1 Tempat

Uji disolusi tablet allopurinol 100 mg dilakukan di PT Mutiara Mukti

Farma (MUTIFA) Medan yang bertempat di Jl. Karya Jaya No. 68 Km. 8,5

Namorambe Medan.

3.2 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan adalah Dissolution Tester merk Pharneg Lab

Type DISS-II, Spektrofotometri UV-Vis, timbangan analitis, kertas saring, kertas

perkamen, spatula, dan alat-alat gelas (beaker gelas, corong, gelas ukur, labu

tentukur, dan pipet volum).

3.3 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah tablet allopurinol 100 mg, baku

pembanding allopurinol, pelarut HCl 0,01 N.

3.4 Prosedur

3.4.1 Media Disolusi

Pembuatan media disolusi HCl 0, 01 N adalah:

a. Dipipet sebanyak 33,33 ml larutan HCl 3N (p), dimasukkan ke dalam labu

(9)

b. Dicukupkan dengan akuades sampai garis tanda, lalu dikocok.

3.4.2 Larutan Baku

a. Ditimbang seksama sejumlah 20,1 mg mg allopurinol baku pembanding

sekunder.

b. Dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml.

c. Ditambahkan 5 ml NaOH 0,1 N, dikocok sampai larut.

d. Diencerkan dengan larutan HCl 0,01 N sampai garis tanda, dikocok (kons.

220 µg/ml).

e. Dipipet 5,0 ml larutan, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml.

f. Diencerkan dengan larutan HCl 0,01 N sampai garis tanda, dikocok (kons.

11µg/ml).

g. Diukur serapan larutan baku (A) dengan metode spektrofotometer UV

pada panjang gelombang 250 nm.

3.4.3 Larutan Uji

a. Disiapkan alat, dipastikan alat siap pakai.

b. Ditimbang masing-masing 6 tablet, dicatat hasilnya.

c. Dimasukkan 900 ml HCl 0,01 N ke dalam wadah (media disolusi), di

pasang alat dengan pengaduk bentuk dayung (alat 2).

d. Dijalankan alat pada suhu 37 ± 0,5ºC dengan laju kecepatan 75 rpm dan

waktu selama 45 menit. Segera dimasukkan 6 tablet allopurinol 100 mg ke

dalam masing-masing wadah secara serentak.

e. Setelah 45 menit, diambil sejumlah larutan pada daerah pertengahan antara

(10)

f. Disaring kedalam beaker gelas.

g. Dipipet 5 ml larutan ke dalam labu tentukur 50 ml.

h. Dilarutkan dan diencerkan dengan larutan HCl 0,01 N sampai garis tanda,

kocok (kons. 11,1µg/ml).

h. Diukur serapan masing-masing larutan uji menggunakan metode

Spektrofotometri UV dengan panjang gelombang 250 nm.

3.4.4 Penetapan Kadar secara Spektrofotometri UV

a. Dihidupkan power / on pada alat spektrofotometer.

b. Ditekan angka panjang gelombang.

c. Dibuka tempat kuvet, dimasukkan larutan blanko pada kuvet 1.

d. Dimasukkan juga larutan standar pada kuvet 2, tutup.

e. Kemudian dicatat absorbansinya.

f. Untuk mengukur absorbansi pada larutan uji dilakukan cara yang sama,

dimana larutan blanko pada posisi tetap di kuvet 1 dan larutan uji pada

kuvet 2.

3.4.5 Perhitungan

Perhitungan kadar zat berkhasiat tablet allopurinol 100 mg yang larut dalam

45 menit dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:

K = Vm

(11)

Au = Absorbansi larutan uji Ab = Absorbansi larutan baku

Bb = Bobot baku yang ditimbang (mg)

(12)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan uji disolusi tablet allopurinol 100 mg yang dilakukan,

diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel. 4.1. Hasil Uji Disolusi

No. Berat Tablet (mg) Absorbansi Larutan

Uji (Au) Kadar Zat Terlarut (%)

Cara perhitungan yang diperoleh dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2 Pembahasan

Dari hasil uji disolusi tablet allopurinol 100 mg yang dilakukan diperoleh

kadar zat terlarut yaitu: 96,43 %, 96,73%, 96,83%, 98,92%, 99,00%, 98,97%.

Kadar tersebut sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Farmakope

Indonesia Edisi IV, dimana jumlah ke 6 tablet yang diuji pada tahap 1 (S1)

memenuhi kriteria penerimaan hasil uji disolusi, yaitu tidak satupun kadar yang

diperoleh kurang dari (Q + 5%) yaitu (75% + 5% = 80%). Dari data di atas

dinyatakan bahwa tablet allopurinol 100 mg yang diproduksi oleh PT Mutiara

(13)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil uji disolusi yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa

tablet allopurinol 100 mg yang diproduksi oleh PT Mutiara Mukti Farma

(MUTIFA) Medan telah memenuhi persyaratan uji disolusi sesuai dengan yang

ditetapkan dalam Farmakope Indonesia Edisi IV. Dimana persyaratan uji disolusi

tiap unit sediaan tidak satupun kadar kurang dari (Q+5%) yaitu (75%+5% = 80%).

Berarti hasil uji disolusi memenuhi persyaratan.

5.2 Saran

Diharapkan mutu tablet allopurinol yang diproduksi oleh PT Mutiara

Mukti Farma (MUTIFA) Medan tetap dipertahankan dan sesuai dengan

(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet

2.1.1 Tablet secara umum

Tablet merupakan sediaan padat kompak yang dibuat dengan cara kempa

cetak, dalam bentuk umumnya tabung pipih, permukaannya rata atau cembung,

mengandung obat dengan atau tanpa zat pengisi (Admar, 2007).

Tablet dapat berbeda-beda ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan,

daya hancur, dan aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode

pembuatannya. Umumnya tablet digunakan pada pemberian obat secara oral

(Ansel, 1989).

Untuk membuat tablet diperlukan bahan tambahan berupa:

a. Bahan pengisi (diluent)

Bahan ini dimaksudkan untuk memperbesar volume tablet. Zat-zat yang

digunakan seperti: saccharum lactis, amylum, calcii phosphas, calcii

carbonas.

b. Bahan pengikat (binder)

Bahan ini dimaksudkan agar tablet tidak pecah dan dapat merekat. Zat-zat

yang digunakan seperti: mucilago gummi arabici 10-20%, mucilago amyli

10%, larutan gelatin 10-20% (panas), larutan methylcellulose 5%.

c. Bahan penghancur (disintegrator)

Bahan ini dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam lambung. Zat-zat

(15)

d. Bahan pelicin (lubricant)

Bahan ini dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan (matriks).

Zat-zat yang digunakan seperti: talcum, magnesii stearas, asam stearat.

Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat dan bahan tambahan, kecuali

bahan pelicin dibuat granul (butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak

mengisi cetakan dengan baik. Dengan dibuat granul akan terjadi “free flowing”,

mengisi cetakan secara tetap dan dapat dihindari tablet menjadi “capping” (retak)

(Anief, 1987).

2.1.2 Pembagian Tablet

Menurut Ansel (1989), ada beberapa jenis tablet antara lain:

a. Tablet Kompresi

Tablet kompresi dibuat dengan sekali tekanan menjadi berbagai bentuk

tablet dan ukuran, biasanya ke dalam bahan obatnya, diberi tambahan

sejumlah bahan pembantu antara lain:

− Pengencer atau pengisi, yang ditambahkan jika perlu ke dalam

formulasi supaya membentuk ukuran tablet yang diinginkan.

− Pengikat atau perekat, yang membantu pelekatan partikel dalam

formulasi, memungkinkan granul dibuat dan dijaga keterpaduan

hasil akhir tabletnya.

− Penghancuratau bahan yang dapat membantu penghancuran, akan

membantu memecah atau menghancurkan tablet setelah pemberian

sampai menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, sehingga lebih

(16)

− Zat pelincir, zat yang meningkatkan aliran bahan memasuki

cetakan tablet dan mencegah melekatnya bahan ini pada punch dan

die serta membuat tablet-tablet menjadi bagus dan berkilat.

− Bahan tambahan lain seperti zat warna dan zat pemberi rasa.

b. Tablet Kompresi Ganda

Tablet kompresi ganda atau tablet berlapis dibuat dengan cara

memasukkan satu campuran obat ke dalam cetakan dan ditekan, demikian

pula campuran obat sebagai lapisan berikutnya dimasukkan ke dalam

cetakan yang sama dan ditekan lagi, untuk membentuk dua atau tiga

lapisan tergantung pada jumlah obat yang ditambahkan secara terpisah

dalam satu tablet berlapis.

c. Tablet Salut Gula

Tablet ini diberi lapisan gula berwarna dan mungkin juga tidak, lapisan ini

larut dalam air dan cepat terurai begitu ditelan. Gunanya melindungi obat

dari udara dan kelembaban serta memberi rasa atau untuk menghindarkan

gangguan dalam pemakaiannya akibat rasa atau bau bahan obat.

d. Tablet Salut Selaput

Tablet ini disalut dengan selaput tipis dari polimer yang larut atau tidak

larut dalam air maupun membentuk lapisan yang meliputi tablet.

e. Tablet Salut Enterik

Tablet ini disalut dengan lapisan yang tidak melarut atau hancur di

(17)

f. Tablet Sublingual

Tablet yang disisipkan di pipi dan di bawah lidah biasanya berbentuk datar,

tablet oral yang direncanakan larut dalam kantung pipi atau di bawah lidah

untuk diabsorbsi melalui mukosa oral.

Contoh: tablet isosorbit dinitrat

g. Tablet Bukal

Disisipkan diantara gusi dan pipi.

Contoh: tablet progesteron.

h. Tablet Kunyah

Tablet kunyah lembut segera hancur ketika dikunyah atau dibiarkan

melarut dalam mulut.

Contoh: antasida.

i. Tablet Effervescent

Tablet berbuih dibuat dengan cara kompresi granul yang mengandung

garam effervescent atau bahan-bahan lain yang mampu melepaskan gas

ketika bercampur dengan air.

Contoh: tablet Ca Sandoz.

2.1.3 Persyaratan Tablet

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, tablet harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

a. Keseragaman Bobot

Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot untuk menjamin

(18)

diharapkan memiliki kandungan bahan obat yang sama, sehingga

mempunyai efek terapi yang sama.

b. Kekerasan

Tablet harus memiliki kekuatan atau kekerasan agar dapat bertahan

terhadap berbagai guncangan pada saat pengepakan dan pengangkutan. Uji

ini dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut Hardness Tester.

Tablet diletakkan diantara alat penekan punch dan dijepit dengan memutar

sekrup pengatur sampai tanda lampu menyala, lalu ditekan tombol

sehingga tablet pecah. Tekanan dapat ditunjukkan melalui skala yang

tertera. Umumnya kekuatan tablet berkisar 4-8 kg.

c. Kerenyahan

Uji ini dilakukan untuk mengetahui kerenyahan tablet, karena tablet yang

rapuh dan rusak kandungan zat berkhasiatnya berkurang sehingga

mempengaruhi efek terapi. Kerenyahan ditandai dengan massa partikel

yang berjatuhan dari tablet. Uji ini menggunakan alat yang disebut Roche

Friabilator yang terdiri dari sebuah tabung yang berputar, ke arah radial

disambungkan sebuah bilah lengkung. Tablet dimasukkan ke dalam drum

tersebut, dihidupkan alat maka drum berputar dan tablet bergulir jatuh

sampai pada putaran berikutnya dipegang kembali oleh bilah. Pemutaran

dilakukan 100 kali dengan persyaratan tablet tidak boleh kehilangan berat

(19)

d. Waktu Hancur

Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian batas waktu hancur

yang tertera dalam masing-masing monografi, kecuali pada etiket

dinyatakan bahwa tablet dirancang untuk pelepasan kandungan obat

secara bertahap dalam jangka waktu tertentu atau melepaskan obat dalam

dua periode berbeda atau lebih dengan jarak waktu yang jelas diantara

periode pelepasan tersebut. Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa

sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna. Interval waktu hancur yaitu

tidak lebih dari 15 menit. Sediaan dinyatakan hancur sempurna bila tidak

ada sisa sediaan yang tidak larut tertinggal pada kasa.

e. Disolusi

Uji ini digunakan untuk mengetahui kesesuaian dengan persyaratan

disolusi yang tertera dalam monografi pada sediaan tablet kecuali pada

etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah atau tidak memerlukan uji

disolusi.

f. Penetapan Kadar Zat Berkhasiat

Penetapan kadar ini dilakukan untuk mengetahui apakah tablet tersebut

memenuhi syarat sesuai dengan etiket. Bila kadar obat tersebut tidak

memenuhi syarat, berarti obat tersebut tidak memiliki efek terapi yang

baik dan tidak layak dikonsumsi. Penetapan kadar dilakukan dengan

menggunakan cara-cara yang sesuai tertera pada monografi antara lain di

(20)

2.2 Obat Yang Digunakan Pada Pengobatan Penyakit Gout

Pirai (gout) adalah suatu penyakit metabolisme, yang ditandai oleh

peninggian kadar asam urat dalam darah (Hiperurisemia). Asam urat merupakan

produk akhir penguraian purin pada manusia. Peninggian kadar asam urat dalam

darah dapat disebabkan baik oleh peningkatan pembentukan asam urat, maupun

oleh pengurangan ekskresinya (Vieweg, 1983).

Hiperurisemia ini mengakibatkan deposisi kristal natrium urat dalam

jaringan, terutama pada ginjal dan sendi. Hiperurisemia tidak selalu menyebabkan

gout, tetapi gout selalu didahului oleh hiperurisemia. Kebanyakan strategi

pengobatan gout adalah menurunkan kadar asam urat sampai di bawah titik jenuh,

dengan demikian mencegah terjadinya pembentukan asam urat. Ini dapat

dilakukan dengan jalan (1) mempengaruhi sintetis asam urat dengan allopurinol,

(2) meningkatkan ekskresi asam urat dengan probenesid atau sulfinpirazon, (3)

menghambat masuknya leukosit ke dalam sendi yang terkena dengan kolkisin

(Mycek, 2001).

2.3 Uraian Umum Allopurinol 2.3.1 Tablet Allopurinol

Uraian umum allopurinol menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995):

(21)

Nama Kimia : 1H-Pirazolol (3,4)dipirimidin -4-ol[315-30-0]

Rumus Molekul : C5H4N4O

Berat Molekul : 136,11g/mol

Pemerian : Serbuk halus putih hingga hampir putih, berbau lemah.

Susut Pengeringan : Suhu 105°C selama tidak kurang dari 0,5%, dilakukan

pengeringan pada suhu 105°C selama 5 jam.

Persyaratan : Allopurinol mengandung tidak kurang dari 93,0% dan

tidak lebih dari 107,0% C5H4N4O, dari jumlah yang

tertera pada etiket.

Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air dan etanol, larut dalam

larutan kalium dan natrium hidroksida, praktis tidak larut

dalam kloroform dan eter.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya. Pada

suhu tidak lebih dari suhu ruang 30oC.

Penandaan : Pada etiket harus juga tertera kadaluarsa.

Allopurinol adalah obat penyakit pirai (gout) yang dapat menurunkan

kadar asam urat dalam darah. Obat ini mengurangi produksi asam urat dengan

jalan menghambat secara kompetitif dua langkah terakhir biosintesis asam urat,

(22)

Pengobatan jangka panjang mengurangi frekuensi serangan, menghambat

pembentukan tofi, memobilisasi asam urat dan mengurangi besarnya tofi

(Setiabudy, 2007).

2.3.2 Farmakokinetik

Allopurinol kira-kira 80% diserap setelah pemakaian oral. Seperti uric

acid, allopurinol sendiri dimetabolisme oleh xanthine oxidase. Persenyawaan

hasilnya, alloxanthine, mempertahankan kemampuannya untuk menghambat

xanthine oxidase dan mempunyai durasi kerja yang cukup panjang sehingga

allopurinol cukup diberikan satu kali sehari (Katzung, 2002).

2.3.3 Farmakodinamika

Obat ini bekerja dengan menghambat xantin oksidase, enzim yang

mengubah hipoxantin menjadi xantin dan selanjutnya menjadi asam urat. Melalui

mekanisme umpan balik allopurinol menghambat sintetis purin yang merupakan

prekursor xantin (Setiabudy, 2007).

2.3.4 Efek Farmakologi

Pemberian allopurinol menimbulkan aktivitas gabungan dari dua senyawa

ini. Waktu paruh allopurinol dalam plasma pendek (2 jam), sedangkan waktu

paruh oksipurinol panjang (15 jam). Jadi, hambatan efektif xantin oksidase dapat

dipelihara dengan dosis sekali sehari. Obat dan metabolitnya diekskresikan ke

dalam tinja dan urin (Mycek, 2001).

2.3.5 Efek samping

Terjadi reaksi kulit. Bila kemerahan kulit timbul, obat harus dihentikan

(23)

seperti demam, kelainan darah, juga gangguan lambung usus, nyeri kepala, pusing

dan rambut rontok (Tjay dan Rahardja, 2007).

2.3.6 Indikasi

Profilaksis gout dan batu asam urat serta kalsium oksalat di ginjal.

2.3.7 Kontra indikasi

Bukan pengobatan untuk gout akut, terapi diteruskan jika terjadi serangan

ketika sudah memakai allopurinol, dan diatasi serangan secara khusus (Sukandar,

2009).

2.3.8 Dosis

Pada hiperurisemia dengan dosis per hari 100 mg sesudah makan, bila

perlu dinaikkan setiap minggu dengan 100 mg sampai maksimum 10 mg/kg/hari.

Profilaksis dengan sitostatika: 600 mg sehari dimulai 3 hari sebelum terapi

(Tjay,2007).

Dosis awal allopurinol adalah 100 mg sehari, allopurinol dapat dikonsumsi

sampai 300 mg/hari tergantung pada respon uric acid serum (Katzung, 2002).

2.4 Disolusi

Disolusi didefinisikan sebagai proses suatu zat padat masuk ke dalam

pelarut menghasilkan suatu larutan (proses zat padat melarut).Kecepatan disolusi

adalah kecepatan obat mulai melarut dari permukaan padat menjadi bentuk larutan

pada saat tablet atau bentuk sediaan padat lainnya dimasukkan ke dalam gelas

(24)

Kecepatan disolusi obat juga merupakan tahap sebelum obat berada dalam

darah. Apabila suatu sediaan padat berada dalam saluran cerna, bahan berkhasiat

harus terlarut, sesudah itu barulah obat tersebut dapat melewati membran saluran

cerna. Obat yang larut baik dalam air akan melarut cepat dan berdifusi secara

pasif. Sebaliknya, obat yang kelarutannya kecil, kecepatan melarutnya sediaan

tersebut berlangsung lama (Syukri, 2002).

2.4.1 Alat Uji Disolusi

Dari jenis alat, ada dua tipe alat uji disolusi sesuai dengan yang tertera

dalam masing-masing monografi:

a. Alat 1 (Metode Basket)

Alat terdiri atas wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan

transparan lain yang inert, dilengkapi dengan suatu motor atau alat

penggerak. Wadah tercelup sebagian dalam penangas sehingga dapat

mempertahankan suhu tablet atau kapsul granul atau agregat partikel halus

obat dalam larutan obat dalam darah, cairan, dan dalam jaringan lain

dalam wadah 37° ± 0,5°C selama pengujian berlangsung. Bagian dari alat

termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak dapat memberikan

gerakan, goncangan, atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat

perputaran alat pengaduk. Wadah disolusi dianjurkan berbentuk silinder

dengan dasar setengah bola, tinggi 160-175 mm, diameter dalam 98-106

mm, dengan volume sampai 1000 ml. Batang logam berada pada posisi

(25)

dan tanpa goyangan yang berarti. Suatu alat pengatur mempertahankan

kecepatan alat.

b. Alat 2 (Metode Dayung)

Sama seperti alat 1, tetapi pada alat ini digunakan dayung yang terdiri atas

daun dan batang sebagai pengaduk. Batang dari dayung tersebut sumbunya

tidak lebih dari 2 mm dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang

berarti. Jarak antara daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan

selama pengujian berlangsung. Daun dan batang logam yang merupakan

satu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut inert yang sesuai.

Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung mulai

berputar (Ditjen POM, 1995).

2.4.2 Prosedur Pengujian Disolusi

Pada tiap pengujian, dimasukkan sejumlah volume media disolusi (seperti

yang tertera dalam masing-masing monografi) ke dalam wadah, pasang alat dan di

biarkan media disolusi mencapai temperatur 37°C. Satu tablet dicelupkan dalam

keranjang atau dibiarkan tenggelam ke bagian dasar wadah, kemudian pengaduk

diputar dengan kecepatan seperti yang ditetapkan dari media diambil cuplikan

pada daerah pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas dari

keranjang berputar atau dari alat dayung tidak kurang 1 cm dari dinding wadah

untuk dianalisis penetapan kadar dari bagian obat yang terlarut. Tablet harus

memenuhi syarat seperti yang terdapat pada monografi untuk kecepatan disolusi

(26)

2.4.3 Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi

Persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang

diuji sesuai dengan tabel penerimaan. Pengujian dilakukan sampai tiga tahap.

Pada tahap 1 (S1), 6 tablet diuji. Bila pada tahap ini tidak memenuhi syarat, maka

akan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu tahap 2 (S2). Pada tahap ini 6 tablet

tambahan diuji lagi. Bila tetap tidak memenuhi syarat, maka pengujian dilanjutkan

lagi ke tahap 3 (S3). Pada tahap ini 12 tablet tambahan diuji lagi. Kriteria

penerimaan hasil uji disolusi dapat dilihat sesuai dengan tabel di bawah ini.

Tabel. 2.1. Penerimaan Hasil Uji Disolusi

Keterangan:

S1 : Tahap pertama S2 : Tahap kedua S3 : Tahap ketiga

Q : Jumlah zat aktif yang terlarut yang tertera dalam masing-masing monografi. Tahap

Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5%

S2 6

Rata – rata dari 12 unit (S1+ S2) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15%

S3 12

(27)

Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut dalam persen dari jumlah

yang tertera pada etiket. Angka 5% dan 15% dalam tabel adalah persentase kadar

pada etiket, dengan demikian mempunyai arti yang sama dengan Q. Kecuali

dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan umum untuk

penetapan satu titik tunggal ialah terdisolusi 75% dalam waktu 45 menit dengan

menggunakan alat 1 pada 100 rpm atau alat 2 pada 50 rpm (Lachman, 1994).

2.4.4 Faktor yang Mempengaruhi Disolusi Zat Aktif

Menurut Syukri (2002), faktor yang mempengaruhi laju disolusi dari

bentuk sediaan, antara lain:

a. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia obat

Sifat-sifat fisikokimia obat yang mempengaruhi laju disolusi meliputi:

kelarutan zat aktif, bentuk kristal, kompleksasi serta ukuran partikel. Sifat

fisikokimia lain seperti kekentalan dapat menimbulkan masalah disolusi.

b. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan

Formulasi sediaan berkaitan dengan bentuk sediaan, bahan tambahan dan

cara pengolahan. Pengaruh bentuk sediaan terhadap laju disolusi

tergantung kecepatan pelepasan bahan aktif yang terkandung didalamnya.

Penggunaan bahan tambahan sebagai bahan pengisi, pengikat, penghancur

dan pelicin dalam proses formulasi dapat menghambat atau mempercepat

laju disolusi tergantung bahan tambahan yang digunakan. Cara pengolahan

bahan baku, bahan tambahan dan prosedur yang dilakukan dalam

formulasi sediaan padat peroral juga berpengaruh terhadap laju disolusi.

(28)

granul-granul besar, keras dan padat sehingga pada proses pencetakan dihasilkan

tablet dengan waktu hancur dan disolusi yang lama. Faktor formulasi yang

mempengaruhi laju disolusi diantaranya: kecepatan disintegrasi, interaksi

obat dengan eksipien (bahan tambahan) dan kekerasan.

c. Faktor yang berkaitan dengan alat uji disolusi dan parameter uji

Faktor ini dipengaruhi oleh lingkungan selama percobaan meliputi:

kecepatan pengadukan, suhu medium, pH medium dan metode uji yang

digunakan. Pengadukan mempengaruhi penyebaran partikel-partikel dan

tebal lapisan difusi sehingga memperluas permukaan partikel yang kontak

dengan pelarut. Suhu medium berpengaruh terhadap kelarutan zat aktif.

Zat yang kelarutannya tidak tergantung pH, perubahan pH medium

disolusi tidak akan mempengaruhi laju disolusi. Pemilihan kondisi pH

pada percobaan in vitro penting karena kondisi pH akan berbeda pada

lokasi obat di saluran cerna. Metode penentuan laju disolusi yang berbeda

dapat menghasilkan laju disolusi sama atau berbeda, tergantung pada

metode uji yang digunakan.

2.5 Penetapan Kadar

Penetapan kadar dipilih berdasarkan sifat senyawa. Untuk penetapan kadar

dapat dilakukan dengan metode fisikokimia yaitu spektrofotometri UV-Visibel,

fluorometri dan konduktometri (Devissaquest, 1993).

Metode yang dipilih dalam penetapan kadar uji disolusi tablet allopurinol

yaitu spektrofotometri ultraviolet. Spektrofotometri ultraviolet adalah pengukuran

(29)

untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum

ultraviolet mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang

struktur yang didapatkan, tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran

secara kuantitatif (Dachriyanus, 2004).

Analisis spektrofotometri cukup teliti, cepat dan sangat cocok untuk

digunakan pada kadar yang kecil. Senyawa yang dianalisis harus mempunyai

gugus kromofor. Pengamatan spektrum bermanfaat, karena dapat membandingkan

spektrum sebelum dan sesudah partisi (Sardjoko, 1993).

Umumnya pelarut yang sering dipakai untuk analisis spektrofotometri

adalah air, etanol, sikloheksana dan isopropanol. Dalam pemilihan pelarut, yang

perlu diperhatikan yaitu polaritas pelarut yang dipakai karena sangat berpengaruh

terhadap pergeseran spektrum molekul yang dianalisis (Mulja dan Suharman

(30)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat merupakan zat aktif yang berasal dari nabati, hewani, kimiawi alam

maupun sintesis dalam dosis atau kadar tertentu dapat digunakan untuk preventif,

rehabilitasi, terapi, diagnosa terhadap suatu keadaan penyakit pada manusia

ataupun hewan. Namun zat aktif tersebut tidak dapat dipergunakan begitu saja

sebagai obat, terlebih dahulu harus dibuat dalam bentuk sediaan. Oleh karena itu

muncul sediaan pil, kapsul, tablet, sirup, supositoria, suspensi, salep, dan lain-lain

(Admar, 2007).

Beberapa bahan obat dapat dipakai untuk mengurangi sakit kepala, nyeri,

demam, aktivitas kelenjar tiroid, bersin, rinitis, insomnia, keasaman lambung,

mabuk perjalanan, dan depresi mental. Sedangkan beberapa obat lain dapat

meningkatkan semangat, tekanan darah atau aktivitas kelenjar endokrin.

Obat-obatan tertentu dapat melawan infeksi, membasmi cacing di usus atau bertindak

sebagai bahan penawar (antidot) dari obat lain (Ansel, 1989).

Obat yang telah memenuhi persyaratan keseragaman bobot, kekerasan,

kerenyahan, waktu hancur dan penetapan kadar zat berkhasiat belum dapat

menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi harus

(31)

Sebelum melakukan uji disolusi, metode analisis yang digunakan harus

ditetapkan terlebih dahulu dan dikaji dengan seksama antara lain: komposisi

media disolusi, jumlah media dalam ml, waktu dalam menit, kecepatan

pengadukan (dalam rotasi per menit = rpm), prosedur penetapan konsentrasi dan

toleransi. Setelah pengambilan sampel uji disolusi, dilanjutkan dengan proses

analisis penetapan kadar zat aktif dalam sampel (Siregar, 2008).

Faktor yang harus diperhatikan dalam uji disolusi yaitu: ukuran dan bentuk

yang akan mempengaruhi laju dan tingkat kelarutan, selain itu sifat media

pelarutan juga akan mempengaruhi uji kelarutan. Beberapa kegunaan uji disolusi

antara lain: menjamin keseragaman suatu batch, menjamin bahwa obat akan

memberikan efek terapi yang diinginkan, dan diperlukan dalam rangka

pengembangan suatu obat baru (Ditjen POM, 1995).

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk memilih judul tentang “Uji

Disolusi Tablet Allopurinol Yang Diproduksi Oleh PT Mutiara Mukti Farma

(MUTIFA) Medan” dengan menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet

karena analisis dengan metode ini cepat dan teliti.

1.2 Tujuan Dan Manfaat

1.2.1 Tujuan

Uji disolusi bertujuan untuk mengetahui apakah tablet allopurinol 100 mg

yang diproduksi oleh PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan memenuhi

(32)

1.2.2 Manfaat

Uji disolusi bermanfaat untuk menambah wawasan dari penulis agar dapat

mengetahui cara penetapan kadar tablet allopurinol 100 mg dan agar pembaca

dapat mengetahui apakah sediaan tersebut layak untuk didistribusikan dan

(33)

Allopurinol Tablet Dissolution Test Produced By PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan

ABSTRACT

Allopurinol is a medicine for gout (gout) which can lower uric acid levels in the blood. This drug reduces the production of uric acid by inhibiting competitively the last two steps of uric acid biosynthesis, which dikatalisir by xanthine oxidase. Purpose of this test is to determine whether allopurinol tablets produced Farma PT MutiaraMukti (MUTIFA) Medan dissolution in accordance with the requirements set by the Indonesian Pharmacopoeia Edition IV.

Dissolution test of the 6 pieces of allopurinol 100 mg tablet was conducted using a paddle on medium 900 ml of HCl 0.01 N, a temperature of 37 ± 0.5 º C at a rate of speed of 75 rpm and a time for 45 minutes. Soluble substances specified levels by ultraviolet spectrophotometric method.

The test results showed that allopurinol tablets are tested to meet the requirements of Indonesian Pharmacopoeia dissolution Edition IV, the solute concentration is obtained 96.43%, 96.73%, 96.83%, 98.92%, 99.00%, 98.97% . These results meet the acceptance criteria for dissolution test results according to the Indonesian Pharmacopoeia Edition IV, ie none of the levels that are less than the provisions of the (Q +5%), ie (75% +5% = 80%).

(34)

Uji Disolusi Tablet Allopurinol Yang Diproduksi Oleh PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan

ABSTRAK

Allopurinol adalah obat penyakit pirai (gout) yang dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah. Obat ini mengurangi produksi asam urat dengan jalan menghambat secara kompetitif dua langkah terakhir biosintesis asam urat, yang dikatalisir oleh xantin oksidase. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah tablet allopurinol yang diproduksi PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan memenuhi persyaratan disolusi sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia Edisi IV.

Uji disolusi terhadap 6 buah tablet allopurinol 100 mg dilakukan dengan metode dayung pada media 900 ml HCl 0,01 N, suhu 37 ± 0,5ºC dengan laju kecepatan 75 rpm dan waktu selama 45 menit. Zat yang larut ditetapkan kadarnya dengan metode spektrofotometri ultraviolet.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa tablet allopurinol yang diuji disolusinya memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV, diperoleh kadar zat terlarut yaitu 96,43 %, 96,73%, 96,83%, 98,92%, 99,00%, 98,97%. Hasil ini memenuhi kriteria penerimaan hasil uji disolusi menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, yaitu tidak satupun kadar yang diperoleh kurang dari ketentuan yakni (Q+5%) yaitu (75%+5% =80%).

(35)

UJI DISOLUSI TABLET ALLOPURINOL

YANG DIPRODUKSI OLEH PT MUTIARA MUKTI FARMA

(MUTIFA) MEDAN

TUGAS AKHIR

OLEH:

HARDINITA HASUGIAN NIM 102410005

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(36)

LEMBAR PENGESAHAN

UJI DISOLUSI TABLET ALLOPURINOL

YANG DIPRODUKSI OLEH PT MUTIARA MUKTI FARMA

(MUTIFA) MEDAN

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh:

HARDINITA HASUGIAN NIM 102410005

Medan, Mei 2013 Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing,

Drs. Suryanto, M.Si., Apt. NIP 196106191991031001

(37)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan

menyelesaikan tugas akhir berjudul “UJI DISOLUSI TABLET

ALLOPURINOL YANG DIPRODUKSI OLEH PT MUTIARA MUKTI FARMA (MUTIFA) MEDAN”. Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan pada Program Diploma III Analis

Farmasi dan Makanan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Selama penulisan tugas akhir penulis banyak menerima bimbingan dan

dukungan dari berbagai pihak, teristimewa kepada kedua Orangtuaku tercinta,

Ayahanda Junjungan Hasugian dan Ibunda Nurmainah Simanjuntak yang telah

membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang dan cinta dari

kecil hingga saat ini, memberikan motivasi dan restu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak,

penulis tidak akan dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagaimana mestinya.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak

antara lain:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas

(38)

2. Bapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt., sebagai Dosen Pembimbing yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan

laporan tugas akhir ini.

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., sebagai Ketua Program

Studi Diploma-III Analis Farmasi dan Makanan di Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Donald Situmeang, S.Si., Apt., sebagai Pembimbing Lapangan

yang telah membimbing dan memberikan sarana serta petunjuk selama

pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan di PT Mutiara Mukti Farma

(MUTIFA) Medan.

5. Bapak Amiruddin Pinem, SH., selaku personalia, Bapak Drs. Budiono,

Apt., selaku manager produksi, Ibu Octarina, S.Farm., Apt., selaku

manager R&D, dan Ibu Sumantri, S.Farm., Apt., selaku manager QC di

PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan yang telah memberikan

tempat serta bimbingan untuk melaksanakan Praktik Kerja Lapangan ini.

6. Staf dan pegawai PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) yang telah banyak

membantu selama pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan di PT Mutiara

Mukti Farma (MUTIFA) Medan.

7. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

atas semua ilmu, didikan dan bimbingan kepada penulis selama di

perguruan tinggi ini.

8. Staf administrasi di Fakultas Farmasi yang telah membantu kami dalam

(39)

9. Untuk saudara-saudaraku (bang Sardo, kak Susi, kak Sry) yang telah

memberikan semangat dan doa.

10.Untuk sahabat-sahabatku (Yuli, Mia, Nita, Salimah, Rizky, Vera, Jhoey,

Mely, dan Linda ) yang telah memberikan semangat dan dukungan.

11.Teman-teman Analis Farmasi dan Makanan stambuk 2010 semuanya

tanpa terkecuali, adik-adik stambuk 2011 dan 2012 yang tidak dapat

disebutkan namanya satu per satu, terima kasih buat kebersamaan dan

semangatnya selama ini, serta masukan dalam penyusunan tugas akhir ini.

12.Serta pihak-pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak

tercantum namanya.

Penulis menyadari bahwa sepenuhnya isi dari tugas akhir ini masih

terdapat kekurangan dan kelemahan serta masih jauh dari kesempurnaan,

untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan

kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan tugas akhir ini.

Akhir kata, penulis sangat berharap semoga tugas akhir ini dapat

memberikan manfaat kepada semua pihak yang memerlukan. Amin.

Medan, Mei 2013

Penulis,

Hardinita Hasugian

(40)

Allopurinol Tablet Dissolution Test Produced By PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan

ABSTRACT

Allopurinol is a medicine for gout (gout) which can lower uric acid levels in the blood. This drug reduces the production of uric acid by inhibiting competitively the last two steps of uric acid biosynthesis, which dikatalisir by xanthine oxidase. Purpose of this test is to determine whether allopurinol tablets produced Farma PT MutiaraMukti (MUTIFA) Medan dissolution in accordance with the requirements set by the Indonesian Pharmacopoeia Edition IV.

Dissolution test of the 6 pieces of allopurinol 100 mg tablet was conducted using a paddle on medium 900 ml of HCl 0.01 N, a temperature of 37 ± 0.5 º C at a rate of speed of 75 rpm and a time for 45 minutes. Soluble substances specified levels by ultraviolet spectrophotometric method.

The test results showed that allopurinol tablets are tested to meet the requirements of Indonesian Pharmacopoeia dissolution Edition IV, the solute concentration is obtained 96.43%, 96.73%, 96.83%, 98.92%, 99.00%, 98.97% . These results meet the acceptance criteria for dissolution test results according to the Indonesian Pharmacopoeia Edition IV, ie none of the levels that are less than the provisions of the (Q +5%), ie (75% +5% = 80%).

(41)

Uji Disolusi Tablet Allopurinol Yang Diproduksi Oleh PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan

ABSTRAK

Allopurinol adalah obat penyakit pirai (gout) yang dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah. Obat ini mengurangi produksi asam urat dengan jalan menghambat secara kompetitif dua langkah terakhir biosintesis asam urat, yang dikatalisir oleh xantin oksidase. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah tablet allopurinol yang diproduksi PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan memenuhi persyaratan disolusi sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia Edisi IV.

Uji disolusi terhadap 6 buah tablet allopurinol 100 mg dilakukan dengan metode dayung pada media 900 ml HCl 0,01 N, suhu 37 ± 0,5ºC dengan laju kecepatan 75 rpm dan waktu selama 45 menit. Zat yang larut ditetapkan kadarnya dengan metode spektrofotometri ultraviolet.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa tablet allopurinol yang diuji disolusinya memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV, diperoleh kadar zat terlarut yaitu 96,43 %, 96,73%, 96,83%, 98,92%, 99,00%, 98,97%. Hasil ini memenuhi kriteria penerimaan hasil uji disolusi menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, yaitu tidak satupun kadar yang diperoleh kurang dari ketentuan yakni (Q+5%) yaitu (75%+5% =80%).

(42)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan dan Manfaat ... 2

1.2.1. Tujuan ... 2

1.2.2. Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Tablet ... 4

2.1.1. Tablet secara Umum ... 3

2.1.2. Pembagian Tablet ... 5

2.1.3. Persyaratan Tablet ... 7

2.2. Obat Yang Digunakan Pada Pengobatan Penyakit Gout ... 10

2.3. Uraian Umum Allopurinol ... 10

2.3.1. Tablet Allopurinol ... 10

(43)

2.3.3. Farmakodinamika ... 12

2.3.4. Efek Farmakologi ... 12

2.3.5. Efek Samping ... 12

2.3.6. Indikasi ... 13

2.3.7. Kontra Indikasi ... 13

2.3.8. Dosis ... 13

2.4. Disolusi ... 13

2.4.1. Alat Uji Disolusi ... 14

2.4.2. Prosedur Pengujian Disolusi ... 15

2.4.3. Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi ... 16

2.4.4. Faktor Yang Mempengaruhi Disolusi Zat Aktif .... 17

2.5. Penetapan Kadar ... 18

BAB III METODOLOGI ... 20

3.1. Tempat ... 20

3.2. Alat-alat ... 20

3.3. Bahan-bahan ... 20

3.4. Prosedur ... 20

3.4.1. Media Disolusi ... 20

3.4.2. Larutan Baku ... 21

3.4.3. Larutan Uji ... 21

3.4.4. Penetapan Kadar Secara Spektrofotometri UV ... 22

(44)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1. Hasil ... 24

4.2. Pembahasan ... 24

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

5.1. Kesimpulan ... 25

5.2. Saran ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26

Lampiran 1. Perhitungan Penetapan Kadar Allopurinol ... 28

(45)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Penerimaan Hasil Uji Disolusi ... 16

(46)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Pengaduk Tipe 1 (Metode Keranjang) ... 31

Gambar

Gambar 2. Pengaduk tipe 1 (bentuk keranjang)
Gambar 3. Pengaduk tipe 2 (bentuk dayung)
Tabel. 4.1. Hasil Uji Disolusi
Tabel. 2.1. Penerimaan Hasil Uji Disolusi

Referensi

Dokumen terkait

Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya.. dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika

Tujuan penetapan kadar tablet cimetidin ini adalah untuk mengetahui kadar cimetidin yang terkandung dalam tablet cimetidin yang diproduksi oleh PT.Mutiara Mukti Farma (MUTIFA)

Mutiara Mukti Farma Medan, 2005... Muhammad Hanif: Sistem

Uji ini dilakukan untuk menentukan kesesuain dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket

Nama Sediaan : Tablet Parasetamol. Zat berkhasiat : 500 mg Parasetamol

Selama penulisan tugas akhir penulis banyak menerima bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, teristimewa kepada kedua Orangtuaku tercinta, Ayahanda Junjungan Hasugian dan

Tablet ini disalut dengan selaput tipis dari polimer yang larut atau tidak.. larut dalam air maupun membentuk lapisan yang

Medan: Universitas Sumatera Utara Press.. Pengembangan