• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum Terhadap Sita Jaminan Yang Diletakkan Di Atas Objek Hak Tanggungan Oleh Pengadilan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Hukum Terhadap Sita Jaminan Yang Diletakkan Di Atas Objek Hak Tanggungan Oleh Pengadilan"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

R I N T O

067011068/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

R I N T O

067011068/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Nomor Pokok : 067011068

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum) (Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS

Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

2. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH

3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

(5)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : RINTO

Nim : 067011068

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS HUKUM TERHADAP SITA JAMINAN YANG DILETAKKAN DI ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN OLEH PENGADILAN

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

(6)

08/CB/2007/306/Pdt.G/2006/PN-Mdn/PN-LP tanggal 07 Mei 2007 bertalian dengan Berita Acara Sita Jaminan Nomor 08/CB/2007/306/Pdt.G/2006/Pn-Mdn/PN-LP tanggal 08 Mei 2007 yang mengabulkan permohonan sita jaminan dalam gugatan perdata Nomor 306/Pdt.G/2006/PN-Mdn tanggal 08 September 2006, telah menimbulkan permasalahan.

Permasalahan timbul dikarenakan terhadap tanah yang diletakkan sita jaminan, sudah terlebih dahulu menjadi jaminan bank dan dibebani hak tanggungan. Selain itu Penggugat dalam hal ini dianggap tidak mempunyai hubungan hukum di dalam pemberian hak tanggungan antara Tergugat dengan Bank. Sita jaminan terhadap hak tanggungan memberikan dampak terhadap dunia bisnis, baik terhadap diri pelaku usaha maupun terhadap perbankan.

Sita jaminan yang diletakkan terhadap harta yang disengketakan maupun terhadap harta kekayaan penggugat bertujuan untuk memberikan jaminan kepada penggugat, harta yang disengketakan tetap ada dan utuh, sehingga sita itu memberikan jaminan terhadap pihak penggugat bahwa kelak gugatannya tidak illusoiratau tidak hampa pada saat putusan dieksekusi (dilaksanakan).

Jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif dengan sifat penelitian deskriptif analitis yaitu penelitian yang akan memaparkan dan menganalisis permasalahan yang akan dikemukakan. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif di mana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji berbagai aspek hukum.

Hasil penelitian menunjukan bahwa Penggugat yang tidak memiliki hubungan hukum dalam pemberian hak tanggungan dapat mengajukan permohonan sita jaminan ke Pengadilan atas objek tanah terperkara dengan cara cukup memastikan unsur-unsur yang disebutkan dalam Pasal 227 HIR / 261 RBg telah terpenuhi, terlepas dari apakah tanah terperkara sudah dibebani hak tanggungan ataupun tidak. Untuk itu peran hakim sangat menentukan dalam setiap permohonan sita jaminan yang diajukan kepadanya, apabila objek yang dimohon telah dibebani hak tanggungan maka sesuai dengan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 394 K/Pdt/1984 tanggal 31 Mei 1985 yang berpendirian bahwa barang-barang yang sudah dijadikan jaminan utang (dalam perkara ini Bank Rakyat Indonesia) tidak dapat dikenakan sita jaminan. Hal ini penting agar tidak menimbulkan dampak negatif dalam dunia usaha dan perbankan. Bagi pihak yang merasa dirugikan akibat sita jaminan dapat mengajukan upaya hukum gugat rekonvensi atau perlawanan pihak ketiga.

(7)

Commencing from the issuance of Court Decision No. 08/CB/2007/306/Pdt.G/2006/PN-Mdn/PN-LP dated May 07, 2007 related to the Official Report of Confiscation of Collateral No. 08/CB/2007/306/Pdt.G/2006/PN-Mdn/PN-LP dated May 08, 2007 which granted the application of confiscation of collateral in the civil lawsuit No. 36/Pdt.G/2006/PN-Mdn dated September 08, 2006, a problem has arisen.

This problem arose because the land under the confiscation of the collateral has become a mortgage bank guarantee. In addition, the plaintiff, in this case, is regarded as not having any legal relationship in the provision of mortgage between the defendant and the bank. The confiscation of the collateral has brought impact to the world of business, either to the business practitioner or the banking.

The confiscation of the collateral against the disputed property or the plaintiff’s assets is intended to provide guarantee for the plaintiff, the disputed property still completely exists, that the confiscation guarantees that the lawsuit of the plaintiff will not be illusive (illusoir) when the decision is executed later.

This analytical descriptive study with normative juridical approach was focussed on studying the application of legal principles or legal norms in the positive law. The data obtained were analyzed based on various aspects of laws.

The result of this study showed that the plaintiff with no legal relationship in the provision of mortgage can submit the application for collateral confiscation of the disputed land to the Court of Law by ensuring that the elements mentioned in Article 227 HIR / 261 RBg have been met, regardless of whether or not the disputed land was mortgage-loaded. For this purpose, the judge plays a very decisive role in every application for collateral cosfiscation submitted to him/her. If the requested object has been mortgage-loaded, in accordance with the Jurisprudence of the Supreme Court Decision No. 394 K/Pdt/1984 dated May 31, 1985 which determines that the assets which have been loan guarantees/collaterals (in this case Bank Rakyat Indonesia) cannot be confisticated. This is important that it will not bring a negative impact to the world of business and banking. The parties who feel disadvantaged due to the collateral confiscation can file a legal action of counterclaim or third party opposition.

(8)

Dengan kerendahan hati pertama-tama penulis mengucapkan puji syukur

kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih yang karena atas berkat dan

rahmat serta karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingg penulis

dapat menyusun dan menyelesaikan tesis ini serta kesehatan dan kesempatan kepada

penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “ANALISIS HUKUM TERHADAP SITA JAMINAN YANG DILETAKKAN DI ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN OLEH PENGADILAN”. Penulisan Tesis ini merupakan salah satu persyaratan untukmemperoleh gelarMagisterKenotariatan(M.Kn.) Fakultas HukumUniversitas SumateraUtara.

Dalam Penulisan tesis ini banyak pihak yang telah yang telah memberikan

bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat

diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang

mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat

terpelajarBapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS., Bapak Prof. Dr. Runtung, SH,

MHum dan Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH selaku Komisi pembimbing yang

telah dengan ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan tesis ini.

Kemudian juga, semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan

arahan konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil

sampai pada tahap ujian tertutup sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna

dan terarah.

(9)

diberikan dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum Program Studi

Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan

kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program

Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

yang telah memberikan dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan

penulisan tesis ini.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program

Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

yang telah memberikan dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan

penulisan tesis ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, yang telah memeberikan bimbingan dan arahan serta ilmu

yang sangat bermanfaat selama penulis mengikuti proses kegiatan belajar

mengajar dibangku kuliah.

6. Seluruh Staf/Pegawai di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis

(10)

telah banyak memberikan motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan tesis

ini.

8. Motivator terbesar dalam hidup Penulis yang selalu memberikan cinta dan

kasih sayang, dukungan dan do’a yang tak putus-putusnya Ayahanda

Suhartono dan Ibunda Sri Peni dan saudara-saudariku serta keluarga besarku,

yang telah memberikan semangat dan do’anya.

Atas semua bantuan yang telah diberikan penulis tidak dapat membalasnya.

Penulis hanya dapat memohon dan memanjatkan doa semoga Tuhan Yang Maha Esa

membalas amal baik saudara-saudara yang telah bermurah hati memberikan bantuan

dalam menyelesaikan Tesis ini.

Medan, Februari 2013 Penulis,

(11)

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Rinto

Tempat / Tanggal Lahir : Binjai / 13 September 1981 Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Belum Menikah

Agama : Budha

Alamat : Jl. Sutomo Ujung No. 84-B Medan No. Handphone : 082364926678

II. KELUARGA

Nama Ayah : Suhartono Nama Ibu : Sri Peni

III. PENDIDIKAN

1. SD Sutomo 1 di Medan, Lulus tahun 1994 2. SLTP Sutomo 1 di Medan, Lulus tahun 1997 3. SMU Sutomo 1 di Medan, Lulus tahun 2000

4. Strata I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara di Medan, Lulus tahun 2004

(12)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian... 9

E. Keaslian Penelitian ... 10

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi ... 10

1. Kerangka Teori ... 10

2. Konsepsi ... 16

G. Metode Penelitian ... 19

BAB II PERMOHONAN SITA JAMINAN ATAS SEBIDANG TANAH YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN OLEH PIHAK KETIGA ... 23

A. Ketentuan-ketentuan Pokok Sita Jaminan ... 23

B. Ketentuan-Ketentuan Pokok Hak Tanggungan ... 29

C. Prosedur Permohonan Sita Jaminan Terhadap Tanah Yang Telah Dibebani Hak Tanggungan Oleh Pihak Ketiga ... 43

BAB III SIKAP HAKIM DI DALAM MEMBERIKAN PUTUSAN TERHADAP PERMOHONAN SITA JAMINAN ATAS TANAH YANG SUDAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN ... 51

(13)

C. Putusan-Putusan Pengadilan Yang Membatalkan Penetapan Sita Jaminan Atas Objek Sita Jaminan Yang

Telah Dibebani Hak Tanggungan... 71

BAB IV DAMPAK DAN UPAYA HUKUM TERHADAP PENETAPAN SITA JAMINAN ATAS TANAH YANG SUDAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN ... 76

A. Dampak Dari Penetapan Sita Jaminan ... 76

B. Upaya Hukum Terhadap Penetapan Sita Jaminan ... 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

A. Kesimpulan ... 92

B. Saran ... 94

(14)

08/CB/2007/306/Pdt.G/2006/PN-Mdn/PN-LP tanggal 07 Mei 2007 bertalian dengan Berita Acara Sita Jaminan Nomor 08/CB/2007/306/Pdt.G/2006/Pn-Mdn/PN-LP tanggal 08 Mei 2007 yang mengabulkan permohonan sita jaminan dalam gugatan perdata Nomor 306/Pdt.G/2006/PN-Mdn tanggal 08 September 2006, telah menimbulkan permasalahan.

Permasalahan timbul dikarenakan terhadap tanah yang diletakkan sita jaminan, sudah terlebih dahulu menjadi jaminan bank dan dibebani hak tanggungan. Selain itu Penggugat dalam hal ini dianggap tidak mempunyai hubungan hukum di dalam pemberian hak tanggungan antara Tergugat dengan Bank. Sita jaminan terhadap hak tanggungan memberikan dampak terhadap dunia bisnis, baik terhadap diri pelaku usaha maupun terhadap perbankan.

Sita jaminan yang diletakkan terhadap harta yang disengketakan maupun terhadap harta kekayaan penggugat bertujuan untuk memberikan jaminan kepada penggugat, harta yang disengketakan tetap ada dan utuh, sehingga sita itu memberikan jaminan terhadap pihak penggugat bahwa kelak gugatannya tidak illusoiratau tidak hampa pada saat putusan dieksekusi (dilaksanakan).

Jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif dengan sifat penelitian deskriptif analitis yaitu penelitian yang akan memaparkan dan menganalisis permasalahan yang akan dikemukakan. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif di mana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji berbagai aspek hukum.

Hasil penelitian menunjukan bahwa Penggugat yang tidak memiliki hubungan hukum dalam pemberian hak tanggungan dapat mengajukan permohonan sita jaminan ke Pengadilan atas objek tanah terperkara dengan cara cukup memastikan unsur-unsur yang disebutkan dalam Pasal 227 HIR / 261 RBg telah terpenuhi, terlepas dari apakah tanah terperkara sudah dibebani hak tanggungan ataupun tidak. Untuk itu peran hakim sangat menentukan dalam setiap permohonan sita jaminan yang diajukan kepadanya, apabila objek yang dimohon telah dibebani hak tanggungan maka sesuai dengan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 394 K/Pdt/1984 tanggal 31 Mei 1985 yang berpendirian bahwa barang-barang yang sudah dijadikan jaminan utang (dalam perkara ini Bank Rakyat Indonesia) tidak dapat dikenakan sita jaminan. Hal ini penting agar tidak menimbulkan dampak negatif dalam dunia usaha dan perbankan. Bagi pihak yang merasa dirugikan akibat sita jaminan dapat mengajukan upaya hukum gugat rekonvensi atau perlawanan pihak ketiga.

(15)

Commencing from the issuance of Court Decision No. 08/CB/2007/306/Pdt.G/2006/PN-Mdn/PN-LP dated May 07, 2007 related to the Official Report of Confiscation of Collateral No. 08/CB/2007/306/Pdt.G/2006/PN-Mdn/PN-LP dated May 08, 2007 which granted the application of confiscation of collateral in the civil lawsuit No. 36/Pdt.G/2006/PN-Mdn dated September 08, 2006, a problem has arisen.

This problem arose because the land under the confiscation of the collateral has become a mortgage bank guarantee. In addition, the plaintiff, in this case, is regarded as not having any legal relationship in the provision of mortgage between the defendant and the bank. The confiscation of the collateral has brought impact to the world of business, either to the business practitioner or the banking.

The confiscation of the collateral against the disputed property or the plaintiff’s assets is intended to provide guarantee for the plaintiff, the disputed property still completely exists, that the confiscation guarantees that the lawsuit of the plaintiff will not be illusive (illusoir) when the decision is executed later.

This analytical descriptive study with normative juridical approach was focussed on studying the application of legal principles or legal norms in the positive law. The data obtained were analyzed based on various aspects of laws.

The result of this study showed that the plaintiff with no legal relationship in the provision of mortgage can submit the application for collateral confiscation of the disputed land to the Court of Law by ensuring that the elements mentioned in Article 227 HIR / 261 RBg have been met, regardless of whether or not the disputed land was mortgage-loaded. For this purpose, the judge plays a very decisive role in every application for collateral cosfiscation submitted to him/her. If the requested object has been mortgage-loaded, in accordance with the Jurisprudence of the Supreme Court Decision No. 394 K/Pdt/1984 dated May 31, 1985 which determines that the assets which have been loan guarantees/collaterals (in this case Bank Rakyat Indonesia) cannot be confisticated. This is important that it will not bring a negative impact to the world of business and banking. The parties who feel disadvantaged due to the collateral confiscation can file a legal action of counterclaim or third party opposition.

(16)

A. Latar Belakang

Berawal dari lahirnya Penetapan Pengadilan Negeri Nomor

08/CB/2007/306/Pdt.G/2006/PN-Mdn/PN-LP tanggal 07 Mei 2007 bertalian dengan

Berita Acara Sita Jaminan Nomor 08/CB/2007/306/Pdt.G/2006/Pn-Mdn/PN-LP

tanggal 08 Mei 2007 yang mengabulkan permohonan sita jaminan Yayasan Tri Argo

Mulyo, selaku Penggugat, terhadap sebagian tanah dari sebidang tanah seluas 47,7

hektar di bekas Emplassemen Afdeling Medan Estate Perkebunan Mariendal

perseroan terbatas PT. Perkebunan Nusantara II (Persero), disingkat PTPN II, di

wilayah Deli Serdang guna menjadi jaminan gugatan perdata Nomor

306/Pdt.G/2006/PN-Mdn tanggal 08 September 2006, telah menimbulkan

permasalahan.

Di dalam gugatan perdata Nomor 306/Pdt.G/2006/PN-Mdn tersebut diuraikan

kronologis bahwa sekitar tahun 1991, PTPN II memerintahkan kepada seluruh

karyawan dan eks karyawan penghuni rumah dinas PTPN II di Desa Medan Estate

agar meninggalkan dan mengosongkan rumah dinas di atas sebidang tanah

Perkebunan Mariendal PTPN II seluas 47,7 hektar dengan kompensasi ganti rugi

uang pindah sebesar Rp. 250.000,- per kepala keluarga.1Hal ini menimbulkan reaksi

perlawanan dari para penghuni yang menuntut hak ganti rugi yang wajar atas tanah

yang dikuasai tersebut.

(17)

Sebagai perpanjangan tangan dari perjuangan para penghuni, maka Yayasan

Tri Argo Mulyo, selaku Penggugat, diminta untuk membantu agar para penghuni

mendapatkan ganti rugi yang layak. Selanjutnya upaya perjuangan hak para penghuni

ini ditanggapi pemerintah dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Keuangan

Republik Indonesia Tanggal 25 Januari 1991 Nomor 89/KMK.013/1991 tentang

Pedoman Pemindahan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara yang menyatakan

bahwa bagi karyawan yang telah menempati secara sah rumah dinas Badan Usaha

Milik Negara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, dapat membeli tanah dan rumah

tersebut dengan keringanan maksimum 50% (lima puluh persen) dari harga jual.

Penghuni kemudian meminta bantuan Yayasan untuk mencari pemodal yang

bersedia meminjamkan dananya kepada penghuni untuk membeli tanah dan rumah

dinas dimana pada saat yang bersamaan dana yang dipinjam tersebut akan

dikembalikan dalam bentuk pengalihan hak atas tanah dari penghuni kepada pemodal.

Dalam melaksanakan pembelian lahan seluas 47,7 hektar itu, Yayasan bekerja sama

dengan PT. Golgon Prima Sakti sebagai pemodal. Selanjutnya, Yayasan dan PT.

Golgon Prima Sakti melakukan pembayaran panjar kepada 403 kepala keluarga.

Ternyata tanpa sepengetahuan Yayasan, para penghuni juga menerima panjar dari

pihak lain, yaitu PT. Pangripta Graha Sarana, yang diakhiri dengan pelunasan dan

penandatanganan akta pelepasan hak dengan ganti rugi antara penghuni dengan PT.

(18)

Di dalam memenuhi pelunasan, PT. Pangripta Graha Sarana menggunakan

dana pinjaman kredit dari Bank Tabungan Negara (BTN) dengan jaminan tanah yang

telah dibeli dari para penghuni. Akan tetapi kemudian BTN masuk dalam daftar Bank

Dalam Penyehatan Aset, sehingga kredit macet PT. Pangripta Graha Sarana dialihkan

kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) termasuk di dalamnya

jaminan atas pelunasan kredit.

Selanjutnya oleh BPPN, penagihan piutang atas utang PT. Pangripta Graha

Sarana dialihkan kepada pihak lain, yaitu PT. Petisah Putra. Atas suatu kesepakatan

bersama antara PT. Petisah Putra, PT. Pangripta Graha Sarana dan PT. Pancing

Business Centre, akhirnya ditunjuklah PT. Pancing Business Centre selaku pembeli

dari aset jaminan PT. Pangripta Graha Sarana untuk pelunasan utang piutang. PT.

Pancing Business Centre selaku pemilik terakhir kemudian menjaminkan kembali

tanah tersebut ke Bank Mestika untuk keperluan proyek pembangunan pusat

pertokoan dan oleh pihak bank, tanah tersebut dipasang hak tanggungan.

Permasalahan timbul dikarenakan adanya pengabulan permohonan sita

jaminan dari Yayasan oleh Pengadilan terhadap tanah yang telah dijaminkan PT.

Pancing Business Centre ke Bank Mestika, karena yayasan dianggap bukan

merupakan pemilik dan tidak memiliki hubungan hukum di dalam hal ini. Selain itu

terhadap tanah yang diletakkan sita jaminan, sudah terlebih dahulu menjadi jaminan

(19)

Untuk lebih jelasnya, kronologis gugatan Perdata Nomor

306/Pdt.G/2006/PN-Mdn tanggal 08 September 2006 di atas dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Penggugat A PT Golgon

Gambar 1. Kronologis Perkara Perdata Nomor 306/Pdt.G/2006/PN-Mdn

Keterangan Gambar 1:

A. Antara Penggugat (Yayasan Tri Argo Mulyo) dengan PT Golgon mengadakan kerjasama pembayaran panjar pembelian lahan penghuni PTPN-II

B. Pembayaran panjar pembelian lahan penghuni PTPN-II oleh Penggugat C. Jual beli lunas lahan penghuni PTPN-II antara Penghuni dengan PT Pangripta D. Perjanjian kredit antara PT Pangripta dengan BTN dengan jaminan lahan PTPN-II E. BTN masuk dalam daftar Bank Dalam Penyehatan Aset sehingga pengelolaan

kredit PT Pangripta oleh BTN diambil alih BPPN

F. PT Petisah Putra dengan BPPN mengadakan perjanjian Cessie atas piutang PT Pangripta

G. Tergugat (PT Pancing Business Centre) melunasi hutang PT Pangripta ke PT Petisah

H. Jual beli lunas antara PT Pangripta dengan Tergugat

(20)

Sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda

yang Berkaitan Dengan Tanah, selanjutnya disebut UUHT, dikatakan bahwa ”... Hak

Tanggungan adalah hak jaminan ... untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan

kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain”.

Hal ini menunjukkan apabila sita jaminan diletakkan pada tanah yang telah

dibebankan hak tanggungan merupakan tindakan sia-sia.

Suatu putusan pengadilan yang telah mengabulkan tuntutan penggugat yang

sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, bisa saja tidak dapat dilaksanakan,

misalnya karena barang yang dipersengketakan sudah tidak berada dalam kekuasaan

tergugat atau dalam hal pembayaran sejumlah uang, tergugat sudah tidak mempunyai

harta kekayaan lagi yang dapat dilelang.2Dengan demikian, putusan pengadilan tidak

dapat dilaksanakan, dalam arti penggugat hanya menang di atas kertas belaka, dan

maksud mengajukan gugatan ke pengadilan tidak tercapai secara nyata.

Untuk menghindari hal semacam ini dan agar terjamin hak penggugat,

sekiranya dikabulkan hakim, undang-undang menyediakan upaya penjaminan hak

tersebut melalui penyitaan atau disebut juga sita jaminan.3

Penyitaan atau sita jaminan

yang diletakkan terhadap harta yang disengketakan maupun terhadap harta kekayaan

penggugat bertujuan untuk memberikan jaminan kepada penggugat, harta yang

disengketakan tetap ada dan utuh, sehingga sita itu memberikan jaminan terhadap

2Muhammad Nasir,Hukum Acara Perdata(Jakarta : Djambatan, 2003), hal. 87

3 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia (Yogyakarta : Liberty, 2002),

(21)

pihak penggugat bahwa kelak gugatannya tidak illusoir atau tidak hampa pada saat

putusan dieksekusi (dilaksanakan).4

Pengadilan dapat atau boleh memerintahkan untuk meletakkan sita jaminan,

namun tidak berarti harus, melainkan hakim harus memeriksa apakah persyaratan

dalam Pasal 227 HIR / 261 RBg telah dipenuhi. Untuk itu sudah diberlakukan Surat

Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 05 Tahun 1975 tanggal 1 Desember 1975

yang pada pokoknya berbunyi:

a. Agar para Hakim berhati-hati sekali dalam menerapkan atau menggunakan

lembaga sita jaminan (conservatoir beslag) dan sekali-kali jangan mengabaikan

syarat-syarat yang diberikan undang-undang (Pasal 227 HIR / 261 RBg);

b. Agar diingat adanya perbedaan syarat dan sifat antara conservatoir beslag dan

revindicatoir beslag seperti ditentukan dalam peraturan-peraturan yang

bersangkutan;

c. Agar dalam surat permohonan conservatoir beslag serta surat ketetapan yang

mengabulkannya disebut alasan-alasan apa yang menyebabkan conservatoir

beslag yang dimohon dan dikabulkan itu, yang berarti bahwa sebelum

dikeluarkan surat ketetapan yang mengabulkan permohonan conservatoir beslag

diadakan penelitian lebih dahulu tentang ada tidaknya alasan yang dikemukakan

oleh Pemohon;

(22)

d. Agar benda-benda yang disita nilainya diperkirakan tidak jauh melampaui nilai

gugatan (nilai uang yang menjadi sengketa), jadi seimbang dengan yang digugat;

e. Agar lebih dulu dilakukan penyitaan atas benda-benda bergerak dan baru

diteruskan kepada benda-benda tetap jika menurut perkiraan nilai benda-benda

bergerak itu tidak akan mencukupi;

f. Agar selalu diingat pula agar ketentuan dalam Pasal 198 HIR / 213 RBg dan

Pasal 199 HIR / 214 RBg mengenai benda-benda tetap yang harus dicatat dalam

register yang telah disediakan untuk itu di Pengadilan Negeri dan bahwa

tembusan berita acara harus disampaikan kepada Kantor Pendaftaran Tanah

(Agraria) atau pejabat yang bertugas membuat akta jual beli tanah sehingga tidak

akan terjadi pemindahtanganan benda-benda yang ada di bawah penyitaan itu;

g. Agar benda-benda yang disita tidak diserahkan kepada pihak pemohon, karena hal

itu menimbulkan kesan seolah-olah sudah pasti perkara akan dimenangkan oleh

pemohon dan seolah-olah putusannya nanti akanuitvoerbaar bij voorraad.

Dengan demikian, sita jaminan hanyalah merupakan tindakan persiapan untuk

menjamin dapat dilaksanakannya putusan hakim dalam perkara perdata.

Barang-barang yang disita untuk kepentingan penggugat dibekukan dan disimpan untuk

jaminan dan tidak boleh dialihkan atau dijualbelikan, dibebani maupun disewakan

kepada pihak lain oleh tergugat (Pasal 199 HIR / 214 RBg).5

Sita terdiri dari 2 macam, yaitu:

(23)

1. Sita terhadap barang miliknya sendiri;

Penyitaan ini dilakukan terhadap barang miliknya sendiri (penggugat) yang

dikuasai oleh orang lain. Sita jaminan ini bukanlah untuk menjamin tagihan

berupa uang, melainkan untuk menjamin suatu hak kebendaan dari pemohon dan

berakhir dengan penyerahan barang yang disita.

2. Sita terhadap barang milik debitor.

Penyitaan inilah yang biasanya disebut sita conservatoir. Sita conservatoir ini

merupakan tindakan persiapan dari pihak penggugat dalam bentuk permohonan

kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan

perdata dengan menguangkan atau menjual barang debitor yang disita guna

memenuhi tuntutan penggugat.6

Berdasarkan uraian-uraian di atas diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai

sita jaminan yang diletakkan pada tanah yang sudah dibebankan hak tanggungan

dengan judul: ”Analisis Hukum Terhadap Sita Jaminan Yang Diletakkan Di Atas

Objek Hak Tanggungan Oleh Pengadilan.”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan paparan dalam latar belakang permasalahan tersebut di atas dapat

dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pihak ketiga (pihak yang tidak memiliki hubungan hukum dalam

pemberian hak tanggungan) dapat mengajukan permohonan sita jaminan ke

Pengadilan atas sebidang tanah yang sudah dibebani hak tanggungan?

(24)

2. Bagaimanakah sikap hakim di dalam memberikan putusan terhadap permohonan

sita jaminan atas tanah yang sudah dibebani hak tanggungan?

3. Bagaimanakah dampak dari adanya penetapan sita jaminan atas tanah yang sudah

dibebani hak tanggungan dan apa upaya hukum yang dapat diambil oleh pihak

yang merasa dirugikan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka tujuan yang

hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui prosedur pihak ketiga di dalam mengajukan permohonan sita

jaminan ke pengadilan atas sebidang tanah yang sudah dibebani hak tanggungan.

2. Untuk mengetahui sikap hakim di dalam memberikan putusan terhadap

permohonan sita jaminan atas tanah yang sudah dibebani hak tanggungan.

3. Untuk mengetahui dampak dari adanya penetapan sita jaminan atas tanah yang

sudah dibebani hak tanggungan dan upaya hukum yang dapat ditempuh oleh

pihak yang merasa dirugikan.

D. Manfaat Penelitian

Dari pembahasan permasalahan dalam kegiatan penelitian ini diharapkan

nantinya dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun secara praktik.

Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

(25)

khususnya untuk ketentuan hukum jaminan dan lebih khususnya lagi yang

berhubungan dengan hak tanggungan.

Secara praktik, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

kepada pihak yang terkait dengan sita jaminan dan hak tanggungan, terutama:

1. Memberi informasi yang dibutuhkan oleh orang perseorangan atau badan hukum

khususnya perbankan sebagai pemegang hak tanggungan.

2. Memberi masukan kepada pemerintah dan pembuat undang-undang terhadap

masalah-masalah yang mungkin timbul dari sita jaminan yang dikabulkan oleh

Pengadilan atas tanah yang dibebankan hak tanggungan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang telah disediakan oleh pihak sekretariat program

dan penelusuran kepustakaan yang telah dilakukan di lingkungan Universitas

Sumatera Utara dan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara bahwa belum

ada penelitian yang sudah dilakukan menyangkut “Analisis Hukum Terhadap Sita

Jaminan Yang Diletakkan Di Atas Objek Hak Tanggungan Oleh Pengadilan”,

sehingga judul penelitian ini keasliannya dapat dipertanggungjawabkan.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi,

aktivitas penelitian dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori.7 Teori

7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : Universitas Indonesia

(26)

menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis, artinya mendudukkan

masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka teoretis yang relevan,

yang mampu menerangkan masalah tersebut.8 Kerangka teori adalah kerangka

pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis penulis mengenai sesuatu kasus atau

permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoretis.9

Dengan demikian, kerangka teori yang dimaksud adalah kerangka pemikiran atau

butir-butir pendapat, teori, tesis dari para penulis ilmu hukum di bidang sita jaminan

dan hak tanggungan, hukum jaminan, serta sistem hukum benda yang menjadi bahan

perbandingan, pegangan teoretis, yang mungkin disetujui atau tidak disetujui, yang

merupakan masukan eksternal dalam penulisan tesis ini.

Kerangka teori yang akan dijadikan pisau analisis dalam penelitian ini adalah

teori kepastian hukum, yang dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo:

Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk ketertiban masyarakat. Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya sehingga akhirnya timbul keresahan. Tetapi jika terlalu menitik beratkan pada kepastian hukum, dan ketat mentaati peraturan hukum maka akibatnya akan kaku serta menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi peraturannya tetap seperti demikian, sehingga harus ditaati dan dilaksanakan. Undang-undang itu sering terasa kejam apabila dilaksanakan secara ketat.10

Tujuan hukum bukan hanya keadilan akan tetapi juga kepastian hukum dan

kemanfaatan. Pemenuhan keadilan dalam suatu peraturan perundang-undangan belum

8 I Made Wirartha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis

(Yogyakarta : Andi, 2006), hal. 23

9 M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 80 10Sudikno Mertokusumo,Mengenal Hukum (Suatu Pengantar)(Yogyakarta : Liberty, 1988),

(27)

cukup karena masih memerlukan syarat kepastian hukum. Kepastian hukum akan

tercapai bila suatu peraturan dirumuskan secara jelas sehingga tidak menimbulkan

penafsiran yang berbeda-beda serta tidak terjadi tumpang tindih antara peraturan yang

ada baik secara vertikal maupun horisontal. Mewujudkan sistem hukum yang baik

akan menjadi sebuah hal yang sulit jika substansi aturan yang mendasarinya pun

terdapat kesimpangsiuran akibat ketidaksinkronan aturan yang ada.

Secara normatif, kepastian hukum memerlukan tersedianya perangkat aturan

perundang-undangan yang secara operasional mampu mendukung pelaksanaannya.

Secara empiris, keberadaan peraturan-peraturan itu dilaksanakan secara konsisten dan

konsekuen oleh sumber daya manusia pendukungnya.

Fungsi teori dalam penulisan tesis ini adalah untuk memberikan

arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. Penelitian

ini merupakan penelitian hukum normatif, sehingga kerangka teori yang diarahkan

adalah berdasarkan ilmu hukum. Maksudnya adalah penelitian ini berusaha untuk

memahami sita jaminan dan jaminan hak tanggungan secara yuridis, memahami

objek penelitian sebagai hukum yakni sebagai kaidah hukum atau sebagai isi kaidah

hukum seperti yang ditentukan dalam peraturan-peraturan yang berkaitan dengan

masalah sita jaminan dan hak tanggungan, hukum jaminan, serta sistem hukum

(28)

Hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur

hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan

pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.11

Maksud dan tujuan hak jaminan pada umumnya adalah bahwa segala harta

kekayaan seorang debitor, baik yang berupa benda bergerak maupun

benda-benda tetap, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari,

menjadi jaminan bagi semua perikatan utangnya. Dengan berlakunya ketentuan Pasal

1131 KUHPerdata itu menyebabkan terjadinya pemberian jaminan oleh seorang

debitor kepada setiap kreditornya atas segala kekayaan yang dimiliki debitor itu

dengan sendirinya atau demi hukum. Apabila terdapat beberapa kreditor dan ternyata

debitor cidera janji terhadap salah satu kreditor atau beberapa kreditor itu, atau

debitor jatuh pailit dan harta kekayaan harus dilikuidasi, maka masing-masing

kreditor mempunyai hak terhadap kekayaan debitor itu sebagai jaminan piutangnya

masing-masing.

Menurut Pasal 1132 KUHPerdata, harta kekayaan debitor itu menjadi jaminan

secara bersama-sama bagi semua kreditor yang memberi utang kepada debitor yang

bersangkutan dan hasil dari penjualan benda-benda yang menjadi kekayaan debitor

itu dibagi kepada semua kreditornya secara seimbang menurut perbandingan besarnya

piutang masing-masing. Namun Pasal 1132 KUHPerdata memberikan indikasi bahwa

di antara para kreditor itu dapat didahulukan terhadap kreditor-kreditor lain apabila

11 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, (Jakarta : PT. RajaGrafindo

(29)

ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Alasan-alasan yang sah yang

dimaksudkan di dalam Pasal 1132 KUHPerdata adalah alasan-alasan yang ditentukan

oleh undang-undang. Diantara alasan-alasan yang dimaksudkan oleh Pasal 1132

KUHPerdata itu, diberikan oleh Pasal 1133 KUHPerdata.12

Menurut Pasal 1133 KUHPerdata, hak untuk didahulukan bagi seorang

kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain timbul dari Hak Istimewa Gadai dan

Hipotik. Urutan dari hak untuk didahulukan yang timbul dari ketiga hak yang disebut

dalam Pasal 1133 KUHPerdata itu menurut Pasal 1134 KUHPerdata Gadai dan

Hipotik lebih tinggi daripada hak istimewa kecuali dalam hal-hal yang ditentukan

undang-undang ditentukan sebaliknya.13

Pasal 1131 KUHPerdata menentukan bahwa segala harta kekayaan seorang

debitor, baik yang berupa benda-benda bergerak maupun benda-benda tetap, baik

yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi jaminan bagi

semua perikatan utangnya. Dengan berlakunya ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata itu,

maka dengan sendirinya atau demi hukum terjadilah pemberian jaminan oleh seorang

debitor kepada setiap kreditornya atas segala kekayaan yang dimiliki debitor itu.

Dari penjelasan Pasal 1132 KUHPerdata dan dihubungkan dengan ketentuan

Pasal 1133 KUHPerdata dan 1134 KUHPerdata, para kreditor yang tidak mempunyai

kedudukan untuk didahulukan berdasarkan alasan-alasan tertentu yang telah

12Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja,Hak Tanggungan,(Jakarta : Prenada Media, 2005),

hal. 6.

13 Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan, Asas-asas, Ketentuan-ketentuan Pokok Dan

Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan)

(30)

ditentukan oleh undang-undang, adalah mempunyai kedudukan yang sama. Dalam

hal tertentu, adakalanya seorang kreditor menginginkan untuk tidak berkedudukan

sama dengan kreditor-kreditor lain dikarenakan kedudukan yang sama dengan

kreditor lain itu berarti mendapatkan hak yang berimbang dengan

kreditor-kreditor lain dari hasil penjualan harta kekayaan debitor apabila debitor cidera janji.14

Kedudukan yang berimbang ini tidak memberikan kepastian hukum akan terjaminnya

pengembalian piutangnya. Seorang kreditor tidak akan pernah tahu akan adanya

kreditor-kreditor lain yang mungkin muncul di kemudian hari. Semakin banyak

kreditor dari debitor yang bersangkutan, semakin kecil pula kemungkinan

terjaminnya pengembalian piutang yang bersangkutan apabila karena sesuatu hal

debitor menjadi berada dalam keadaan insolven (tidak mampu membayar

utang-utangnya).

Kreditor-kreditor yang tidak mempunyai hak untuk didahulukan terhadap

kreditor-kreditor lain disebut kreditorkonkuren sedangkan kreditor yang mempunyai

hak untuk didahulukan terhadap kreditor-kreditor lain disebut kreditorpreferen.

Dalam peraturan perundang-undangan, ketentuan sita jaminan diatur dalam

Pasal 227 HIR/261 RBg. Dari ketentuan Pasal 227 HIR / 261 RBg, makna yang

terkandung dari sita jaminan adalah merupakan tindakan hukum yang diambil

pengadilan mendahului pemeriksaan pokok perkara atau mendahului putusan.15

14 Ibid., hal. 9

15 M. Yahya Harahap, Permasalahan dan Penerapan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag)

(31)

Untuk mengajukan sita jaminan ini haruslah ada dugaan yang beralasan, bahwa seorang yang berutang selama belum dijatuhkan putusan oleh hakim atau selama putusan belum dijalankan mencari akal untuk menggelapkan atau melarikan barangnya. Apabila penggugat tidak mempunyai bukti yang kuat bahwa ada kekhawatiran tergugat akan mengasingkan barangnya-barangnya, maka sita jaminan tidak dilakukan. Syarat adanya dugaan ini tidak hanya sekedar dicantumkan begitu saja, akan tetapi merupakan suatu usaha untuk mencegah penyalahgunaan agar tidak diadakan penyitaan secara serampangan, yang akhirnya hanya merupakan tindakan yang sia-sia saja yang tidak mengenai sasaran. Maka oleh karena itu debitor harus didengar untuk mengetahui kebenaran dugaan itu. Dalam hal ini cukup dikemukakan adanya dugaan yang beralasan, sehingga tidak perlu digunakan secara pembuktian menurut undang-undang.16

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa maksud sita jaminan adalah

untuk menjamin gugatan penggugat, agar gugatan itu dapat dilaksanakan pada saat

putusan nanti telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Dengan demikian, atas

harta yang disengketakan dapat terjamin keutuhannya sampai tiba saatnya perkara

dieksekusi (dilaksanakan).

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsepsi

dalam penelitian adalah untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstrak

dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional.17

Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kerangka konsepsi pada hakekatnya

merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoretis

16Sudikno Mertokusumo,op. cit.,hal. 87

17Samadi Surya Barata, Metodologi Penelitian (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1998),

(32)

yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan definisi-definisi operasional

yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.18

Definisi operasional ini penting karena bertujuan untuk menghindari

perbedaan salah pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang

dipakai. Selain itu, dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses

penelitian ini. Oleh karena itu, dalam penelitian ini perlu dirumuskan beberapa

definisi konsep dasar sebagai acuan agar penelitian ini sesuai dengan yang

diharapkan, yaitu:

a. Sita Jaminan adalah tindakan persiapan untuk menjamin dapat dilaksanakannya

putusan hakim dimana objek sita jaminan dibekukan dan disimpan

(di-conserveer) untuk jaminan dan tidak boleh dialihkan atau dijualbelikan, dibebani

maupun disewakan kepada pihak lain oleh tergugat serta penguasaan objek sita

tersebut masih berada di tangan tersita (tergugat) sebelum ada putusan pengadilan

yang berkekuatan hukum tetap.

b. Pengadilan adalah proses mengadili; keputusan hakim; dewan atau majelis yang

mengadili perkara; sidang hakim ketika mengadili perkara; rumah atau bangunan

tempat mengadili perkara.19

c. Putusan Pengadilan adalah hasil atau kesimpulan terakhir dari suatu pemeriksaan

perkara di Pengadilan.

18Soerjono Soekanto,op.cit.,hal. 133

(33)

d. Penetapan adalah proses atau cara pengambilan keputusan atas suatu

permohonan.

e. Upaya hukum adalah alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam

suatu putusan.20

f. Hak Tanggungan adalah Hak Jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda

lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang

tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu

terhadap kreditor-kreditor lain.21

g. Tanah adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali.22

h. Jaminan adalah tanggungan atas pinjaman yang diterima, yang menjamin

dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang.23

i. Kreditor adalah penerima jaminan dan pihak yang berpiutang dalam suatu

hubungan utang-piutang tertentu.

j. Debitor adalah pemberi jaminan dan pihak yang berutang dalam suatu hubungan

utang-piutang tertentu.

20Sudikno Mertokusumo,op. cit.,hal. 224

21 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas

Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah

22Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai

Pustaka, 1989), hal. 893

23Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai

(34)

k. Pihak Ketiga adalah orang lain yang tidak mempunyai hubungan dan ikut serta

dalam suatu Perjanjian.24

l. Akta Pemberian Hak Tanggungan adalah akta Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT) yang berisi pemberian Hak Tanggungan dari Debitor kepada Kreditor.

m. Utang adalah utang pokok ditambah bunga dan denda-denda.

G. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian normatif, yaitu

penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau

norma-norma dalam hukum positif dengan sifat penelitian deskriptif analitis yaitu penelitian

yang akan memaparkan dan menganalisis permasalahan yang akan dikemukakan.

Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan yuridis normatif di mana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan

dengan mengkaji berbagai aspek hukum. Pendekatan yuridis normatif dipergunakan

dengan melihat peraturan perundang-perundangan yang mengatur sita jaminan,

terutama yang terdapat di dalam Herzien Inlandsch Reglement (HIR),

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta

Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah dan peraturan-peraturan pelaksanaannya.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data

sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan mempelajari:

a. Bahan Hukum Primer

24Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai

(35)

Bahan hukum primer yaitu bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan,

dokumen resmi yang mempunyai otoritas yang berkaitan dengan permasalahan,

terutama Herzien Inlandsch Reglement (HIR), Undang-Undang Nomor 4 tahun

1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan

dengan Tanah, dan peraturan-peraturan pelaksanaannya.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu semua bahan hukum yang merupakan publikasi

dokumen tidak resmi meliputi buku-buku, karya ilmiah dan Putusan Pengadilan.

c. Bahan Hukum Tertier

Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberikan maupun penjelasan terhadap

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, kamus

hukum, dan internet juga menjadi tambahan bagi penulisan tesis ini sepanjang

memuat informasi yang relevan dengan penelitian yang akan ditentukan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data akan sangat menentukan hasil penelitian sehingga

apa yang menjadi tujuan penelitian ini dapat tercapai. Untuk mendapatkan hasil

penelitian yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat

dipertanggungjawabkan hasilnya maka dalam penelitian ini mempergunakan teknik

pengumpulan data kepustakaan, menghimpun data dengan melakukan penelaahan

bahan-bahan kepustakaan yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder

(36)

4. Analisis Data

Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan menguraikan data ke

dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan

dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan data.25

Data yang telah dikumpulkan baik dari penelitian kepustakaan maupun data

penunjang yang diperoleh dari wawancara, selanjutnya akan dianalisis dengan

pendekatan kualitatif, sehingga akan diperoleh data yang bersifat deskriptif.

Analisis kualitatif yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan

menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan

kebenarannya. Kemudian dihubungkan dengan teori-teori yang diperoleh dari studi

kepustakaan, sehingga akan diperoleh jawaban permasalahan.

Analisis deskriptif-kualitatif merupakan tehnik yang menggambarkan dan

menginterpretasikan arti data-data yang telah terkumpul dengan memberikan

perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti pada saat itu,

sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh tentang keadaan

sebenarmya. Menurut M. Nazir bahwa tujuan deskriptif ini adalah untuk membuat

deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai

fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.26

25Lexy J. Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002),

hal. 103

26

(37)

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari

berbagai sumber, setelah dibaca, dipelajari, ditelaah maka langkah selanjutnya adalah

mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi.27Langkah

selanjutnya adalah menyusun rangkuman dalam abstraksi tersebut dalam

satuan-satuan, yang mana satuan-satuan ini kemudian dikategorisasikan. Data yang

dikategorisasikan kemudian ditafsirkan dengan cara mengolah hasil sementara

menjadi teori substantif. Tahap terakhir, penarikan kesimpulan dengan menggunakan

logika berpikir deduktif-induktif.

(38)

BAB II

PERMOHONAN SITA JAMINAN ATAS SEBIDANG TANAH YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN

OLEH PIHAK KETIGA

A. Ketentuan-ketentuan Pokok Sita Jaminan

1. Pengertian dan Tujuan Sita Jaminan

Penyitaan berasal dari terminologi beslag (Belanda),28 dan istilah Indonesia

beslahtetapi istilah bakunya ialah sita atau penyitaan. Pengertian yang terkandung di

dalamnya ialah:

a. Tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berada ke dalam

keadaan penjagaan29(to take into custody the property of a defendant).

b. Tindakan paksa penjagaan (custody) itu dilakukan secara resmi (official)

berdasarkan perintah pengadilan atau hakim.

c. Barang yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut, berupa barang yang

disengketakan, tetapi boleh juga barang yang akan dijadikan sebagai alat

pembayaran atas pelunasan utang debitor atau tergugat, dengan jalan menjual

lelang(executorial verkoop)barang yang disita tersebut.

d. Penetapan dan penjagaan barang yang disita, berlangsung selama proses

pemeriksaan, sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,

yang menyatakan sah atau tidak tindakan penyitaan itu.

28Marianne Termorshuizen,Kamus Hukum Belanda-Indonesia, (Jakarta : Djambatan, 1999),

hal. 49

29 Merriam Webster’s Dictionary of Law, Merriam Webster Springfield,

(39)

Ada banyak jenis sita, namun secara umum dikenal dua jenis:

a. Sita terhadap harta benda milik tergugat (conservatoir beslag)

Sita ini dilakukan terhadap harta benda milik debitor. Kata conservatoir

sendiri berasal dari conserveren yang berarti menyimpan, dan conservatoir beslag

menyimpan hak seseorang. Maksud sita jaminan ini adalah agar terdapat suatu barang

tertentu yang nantinya dapat dieksekusi sebagai pelunasan utang tergugat.

Perihal sita conservatoir beslag ini diatur dalam pasal 227 (1) HIR, intisari

dari ketentuannya adalah sebagai berikut :30

1) Harus ada sangkaaan yang beralasan, bahwa tergugat sebelum putusan dijatuhkan atau dilaksanakan mencari akal akan menggelapkan atau melarikan barang-barangnya;

2) Barang yang disita itu merupakan barang kepunyaan orang yang terkena sita, artinya bukan milik penggugat;

3) Permohonan diajukan kepada ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara yang bersangkutan;

4) Permohonan harus diajukan dengan surat tertulis;

5) Sita conservatori dapat dilakukan atau diletakkan baik terhadap barang yang bergerak dan tidak bergerak.

Sehubungan dengan ketentuan pasal 227 ayat (1) HIR, Mahkamah Agung

dalam salah satu putusannya menyatakan bahwa conservatoir beslag yang diadakan

bukan atas alasan-alasan yang disyaratkan dalam pasal dimaksud adalah tidak

dibenarkan.31

b. Sita terhadap harta benda milik penggugat sendiri

30Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori

dan Praktek, (Bandung : CV.Mandar Maju, 2002), hal. 100

31 Putusan Mahkamah Agung Nomor 597/K/Sip/1983 tanggal 8 Mei 1984, termuat dalam

(40)

Berbeda dari conservatoir beslag, dikenal juga sita terhadap harta benda

penggugat/pemohon sendiri yang ada dalam kekuasaan orang lain

(termohon/tergugat). Sita jaminan ini bukanlah untuk menjamin suatu tagihan berupa

uang, melainkan untuk menjamin suatu hak kebendaan dari pemohon. Sita ini terbagi

menjadi dua bagian, yaitu sita revindicatoir (Pasal 226 HIR / 260 RBg) dan sita

marital (Pasal 823-823j Rv). Revindicatoir berarti mendapatkan, dan kata sita

revindicatoir mengandung pengertian menyita untuk mendapatkan kembali (barang

yang memang miliknya).

Pihak yang berhak untuk mengajukan permohonan sita adalah:

1. Untuk pemohon sitarevindicatoir:

a. Pemilik benda bergerak yang barangnya berada di tangan orang lain;

b. Pemegang hak reklame;

2. Untuk pemohon sitaconservatoiradalah kreditor;

3. Untuk pemohon sitamaritaladalah istri.

Di negara yang menganut tradisi common law, sita jaminan (security for

costs) lebih sering diminta oleh tergugat. Artinya, jaminan berupa uang atau aset lain

yang diserahkan oleh pengugat ke pengadilan yang dapat dipakai untuk mengganti

biaya yang diderita oleh termohon jika ternyata permohonan tersebut tidak beralasan.

Di Indonesia, instrumen ini dipakai dalam permohonan penetapan sementara.32

Sesuai dengan Pasal 226 HIR / 260 RBg, untuk mengajukan permohonan sita

revindicatoir, pemohon dapat langsung mengajukan permohonan, tanpa perlu ada

32Sudikno Mertokusumo,Hukum Acara Perdata di Indonesia (Yogyakarta : Liberty, 1998),

(41)

dugaan yang beralasan bahwa tergugat akan mencoba untuk menggelapkan atau

melarikan barang yang bersangkutan selama proses persidangan.

Sedangkan pada sita jaminan conservatoir, sesuai Pasal 227 HIR / 261 RBg,

elemen dugaan yang beralasan, merupakan dasar pembenar utama dalam pemberian

sita tersebut. Apabila penggugat tidak memiliki bukti kuat, maka sita jaminan tidak

akan diberikan. Syarat ini dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan agar tidak

diadakan penyitaan secara sembarangan, yang akhirnya hanya merupakan tindakan

sia-sia yang tidak mengenai sasaran (vexatoir). Sehingga dalam sita ini, tersita harus

didengar untuk mengetahui kebenaran dugaan tersebut.

2. Objek Yang Dapat Diletakkan Sita Jaminan

Objek permohonan tergantung kepada jenis sita yang dimintakan, pada sita

revindicatoir, maka yang dapat disita adalah benda bergerak yang merupakan milik

pemohon (atau pemilik hak reklame). Pemohon sita revindicatoir tidak dapat

memohon sita dijatuhkan terhadap benda tetap milik pemohon, karena pengalihan

atau pengasingan benda tetap tidak semudah pengalihan benda bergerak, sehingga

kecil sekali kemungkinan terjadi diasingkannya barang tetap tersebut. Pasal 226 (2)

HIR menjelaskan bahwa dalam permohonan sita revindicatoir harus dijelaskan secara

lengkap dan nyata, barang-barang yang dimintakan sita tersebut.

Sedangkan pada sitaconservatoir, yang dapat menjadi obyek sita adalah:

1. barang bergerak milik debitur

(42)

3. barang bergerak milik debitur yang berada di tangan orang lain (pihak ketiga).

Penyitaan hanya dilakukan terhadap barang-barang yang nilainya diperkirakan

tidak jauh melampaui nilai gugatan (nilai uang yang menjadi sengketa), sehingga

nilai sita seimbang dengan yang digugat. Penyitaan juga dilakukan terlebih dulu atas

benda-bergerak, dan baru diteruskan ke benda-benda tidak bergerak, jika menurut

perkiraan nilai benda-benda tersebut tidak akan mencukupi.

RV masih mengenal beberapa sitaconservatoirlainnya yaitu :

a. Sitaconservatoirterhadap Kreditor

Ada kemungkinannya bahwa Debitor mempunyai piutang kepada Kreditor. Jadi

ada hubungan utang piutang timbal balik antara Kreditor dan Debitor. Dalam

hubungan hutang timbal balik antara Debitor dan Kreditor ini, dimana Kreditor

sekaligus juga Debitor dan Debitor sekaligus juga Kreditor, tidak jarang terjadi

bahwa prestasinya tidak dapat dikompesasi, misalnya apabila tuntutan piutang

Kreditor sudah dapat ditagih dari Debitor, sedang piutang Debitor belum dapat

ditagih dari Kreditor atau apabila Kreditor mempunyai tagihan dalam bentuk uang

sedangkan Debitor tagihannya berupa barang. Dalam hal ini maka Kreditor yang

mengajukan gugatan dapat mengajukan permohonan sita conservatoir terhadap

dirinya sendiri. Pada hakikatnya sita conservatoir ini tidak lain adalah sita

conservatoiratas barang-barang yang ada di tangan pihak ketiga, hanya dalam hal

ini pihak ketiga itu adalah Kreditor itu sendiri.

(43)

Sita gadai ini sebagai sitaconservatoir hanya dapat diajukan berdasarkan tuntutan

yang disebut dalam pasal 1139 sub 2 KUHPerdata dan dijalankan atas

barang-barang yang disebut dalam pasal 1140 KUHPerdata.

c. Sita conservatoir atas barang-barang Debitor yang tidak mempunyai tempat

tinggal yang dikenal di Indonesia atau orang asing bukan penduduk Indonesia

Rasio dari sita conservatoir ini ialah untuk melindungi penduduk Indonesia

terhadap orang-orang asing bukan penduduk Indonesia, maka oleh karena itu

berlaku juga dengan sendirinya bagi acara perdata di Pengadilan Negeri.

d. Sitaconservatoiratas pesawat terbang

Pada asasnya semua barang bergerak maupun tetap milik Debitor menjadi

tanggungan untuk segala perikatan yang bersifat perorangan, dan semua hak-hak atas

harta kekayaan dapat diuangkan untuk memenuhi tagihan, sehingga dengan demikian

dapat disita. Akan tetapi tentang hal ini ada pengecualiannya. Ada bagian-bagian dari

harta kekayaaan yang tidak dapat disita dan ada yang dibebaskan dari penyitaan.

Yang tidak dapat disita terutama adalah hak-hak perorangan. Hak untuk mendapat

ganti kerugian dalam hubungan perburuhanpun tidak boleh disita untuk menjalankan

putusan hakim.

Pasal 50 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara berbunyi “ Pihak manapun dilarang melakukan penyitaan terhadap :

b. Uang atau surat berharga milik Negara/Daerah baik yang berada pada instansi

(44)

c. Uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada Negara/Daerah

d. Barang bergerak milik Negara/Daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah

maupun pada pihak ketiga

e. Barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik Negara/Daerah yang

diperlukan untuk penyelenggaraan tugas Pemerintahan

B. Ketentuan-ketentuan Pokok Hak Tanggungan

1. Pengertian Hak Tanggungan

Pada tanggal 9 April 1996 diresmikanlah Undang-Undang Nomor 4 Tahun

1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan

Dengan Tanah, undang-undang ini kemudian disebut Undang-Undang Hak

Tanggungan (UUHT). Dengan lahirnya UUHT yang mengatur lembaga Hak

Tanggungan ini melahirkan satu unifikasi hukum tanah nasional yang mengatur

mengenai tanah, yang kelahirannya sekaligus menggantikanHypotheek atas hak atas

tanah danCredietverband. Oleh karena itu, ketentuan mengenai Credietverbanddan

Hypotheek sepanjang mengenai pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah

beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi.33

Sesuai dengan Pasal 57 UUPA34maka dikatakan hipotik dan Credietverband

hanya bersifat temporer selama UUHT yang diperintahkan Pasal 51 UUPA belum

33

Pasal 29 UUHT, yang berisi: ”Dengan berlakunya Undang-Undang ini, ketentuan mengenai mengenaiCredietverbandsebagaimana tersebut dalamStaatsblad1908-542jo. Staatsblad 1909-586 danStaatsblad1909-584 sebagaimana yang telah diubah dengan Staatsblad1937-190jo. Staatsblad

1937-191 dan ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi.

34Selama undang-undang mengenai hak tanggungan tersebut dalam Pasal 51 belum terbentuk

maka yang berlaku ialah ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek tersebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia danCredietverband tersebut dalamStaatblad1908 No.542 sebagai yang telah diubah denganStaatblad1937 No.190. (Tim Pustaka Yustia,Pokok-Pokok Hukum Agraria,

(45)

diterbitkan, dimana hipotik adalah untuk tanah-tanah yang tunduk kepada

KUHPerdata sedangkan Credietverband untuk tanah-tanah yang tunduk kepada

hukum adat.35

Kelahiran Hak Tanggungan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960

tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) dan

UUHT diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan lembaga perbankan sebagai

upaya mengamankan kredit yang disalurkan kepada masyarakat.

Berkembangnya Hak Tanggungan selaras dengan tuntutan kemajuan hukum

masyarakat dalam menjamin hak atas tanah. Artinya pada saat dibicarakan tentang

perkembangan ekonomi bangsa tentunya bilamana kemajuan ekonomi dikehendaki

berkembang maka Hak Tanggungan sangat dibutuhkan sebagai bagian yang tidak

terpisahkan dalam memenuhi modal dengan benda tak bergerak sebagai agunannya.

Dengan adanya jaminan maka fasilitas penambahan modal kerja akan mudah

diperoleh dengan kredit. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 8 Undang-undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan: “Dalam memberikan kredit, Bank Umum

wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk

melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan”.

Oleh karena itu, agar lembaga jaminan ini berkembang sesuai dengan harapan

masing-masing pihak, diperlukan ketentuan-ketentuan Hak Tanggungan yang tegas,

mandiri dan konsisten.

Hukum Jaminan sejak diundangkannya UUHT bukan saja mempengaruhi

Hukum Jaminan yang pernah dikenal dan berlaku di Indonesia, namun juga

35A.P.Parlindungan, Menjawab Masalah Pertanahan Secara Tepat dan Tuntas (Bandung :

(46)

mempengaruhi bagaimana dunia ekonomi luar ingin menanamkan investasinya

khususnya yang berkaitan dengan dunia properti atau konstruksi dengan

menginvestasikan modalnya pada hak-hak atas tanah.

Sistem hukum jaminan terbagi dalam dua bagian yakni sistem hukum jaminan

perorangan dan sistem hukum jaminan kebendaan.36 Jaminan yang paling sering

digunakan oleh kreditor (bank) adalah jaminan kebendaan. Jaminan kebendaan dapat

digolongkan menjadi 5 macam yaitu:

1. Gadai (pand), yang diatur di dalam Bab 20 Buku II KUHPerdata; 2. Hipotek, yang diatur di dalam Bab 21 Buku II KUHPerdata;

3. Credietverband, yang diatur di dalam Staatsblad 1908-542 jo. Staatsblad 1909-586 danStaatsblad 1909-584 sebagaimana yang telah diubah denganStaatsblad 1937-190jo. Staatsblad1937-191;

4. Hak Tanggungan, sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996;

5. Jaminan Fidusia, sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999.37

Dari kelima macam jaminan kebendaan di atas salah satu jenis jaminan

kebendaan adalah hak tanggungan. Saat ini hak tanggungan adalah lembaga hak

jaminan atas tanah yang diatur dalam UUHT, yang berarti pembebanan hak atas tanah

yang menggunakan lembaga hipotek dan credietverband sudah tidak berlaku lagi

karena telah dicabut dengan UUHT.38

Sutan Remy Sjahdeini memberikan pengertian tentang hak tanggungan adalah

salah satu jenis dari hak jaminan di samping hipotik, gadai dan fidusia. Hak jaminan

36Kartono,Hak-hak Jaminan Kredit(Jakarta : Pradnya Paramita, 1977), hal. 5

37Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta : RajaGrafindo

Persada, 2004), hal. 24-25

(47)

dimaksudkan untuk menjamin utang seorang debitor yang memberikan hak utama

kepada seorang kreditor tertentu yaitu pemegang hak jaminan itu untuk didahulukan

terhadap kreditor-kreditor lain apabila debitor cidera janji.39

Dari definisi mengenai hak tanggungan di atas dapat diketahui bahwa hak

tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu

terhadap kreditor-kreditor lain. Sudah tentu kreditor tertentu yang dimaksudkan

adalah kreditor yang memperoleh atau yang menjadi pemegang hak tanggungan

tersebut.

UUHT sendiri memberikan definisi “Hak Tanggungan atas tanah beserta

benda-benda yang berkaitan dengan tanah”, yang selanjutnya disebut “Hak

Tanggungan”, di dalam Pasal 1 ayat (1) UUHT, sebagai berikut: “Hak Tanggungan

adalah Hak Jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok

Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan

dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang

diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor yang lain.”

Terdapat beberapa unsur pokok dari Hak Tanggungan yang termuat di dalam

definisi tersebut yakni:

1. Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang; 2. Objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA;

(48)

3. Hak Tanggungan dapat dibebankan atas hak atas tanah saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu.

4. Utang yang dijamin harus suatu utang tertentu.

5. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.40

Mengenai apa yang dimaksudkan dengan pengertian “kedudukan yang

diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain” tidak dijumpai

dalam Penjelasan dari Pasal 1 ayat (1) UUHT tersebut, tetapi dijumpai di bagian lain,

yaitu di dalam angka 4 Penjelasan Umum UUHT.

Dalam Penjelasan Umum tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksudkan

dengan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap

kreditor-kreditor lain ialah bahwa jika debitor cidera janji, kreditor pemegang hak

tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan

menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak

mendahulu daripada kreditor-kreditor yang lain. Kedudukan diutamakan tersebut

sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang negara menurut

ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.41

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bagi pemegang hak

tanggungan diberikan kedudukan yang diutamakan daripada kreditor-kreditor lain

dan jika debitor cidera janji, kreditor pemegang hak tanggungan berhak menjual

melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan

40 Ibid.,hal. 11

41Boedi Harsono,Hukum Agraria Indonesia-Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah

Gambar

Gambar 1. Kronologis Perkara Perdata Nomor 306/Pdt.G/2006/PN-Mdn

Referensi

Dokumen terkait

(1) Proses eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan di Pengadilan Negeri Boyolali diawali dengan Permohonan Eksekusi dari Pihak Kreditur Ke Pengadilan Negeri

Dalam tugas akhir ini yang menjadi tujuan penulis adalah menganalisis kekuatan hukum derdenverzet terhadap sita jaminan yang sudah ditetapkan oleh Pengadilan

Hak tanggungan atas tanah beserta benda- benda yang berkaitan dengan tanah,yang selanjutnya disebut dengan hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas

Agar penggunaan Hak Tanggungan sebagai jaminan kredit apabila menggunakan jaminan milik pihak ketiga, maka sebaiknya diatasnamakan debitur yang mengajukan permohonan

UUHT sendiri memberikan definisi “Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah”, yang selanjutnya disebut “Hak Tanggungan”, di dalam Pasal 1 ayat

Akibat hukum pembatalan APHT oleh pengadilan karena tidak berwenangnya pemberi Hak Tanggungan terhadap bank selaku kreditur pemegang sertipikat Hak Tanggungan

Permasalahan yang lain adalah munculnya keragu-raguan pihak bank untuk memberikan kredit kepada calon debitur, karena adanya kehawatiran bahwa objek jaminan yang

Namun fungsi dari Kuasa Menjual ini tidak dapat berfungsi secara efektif dan efisien terhadap objek jaminan yang telah dibebani dengan Hak Tanggungan, karena apabila