• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) DAN MODEL LT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) DAN MODEL LT"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN METODE

PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL TAI (TEAM ASSISTED

INDIVIDUALIZATION) DAN MODEL LT (LEARNING TOGETHER)

TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA SUBPOKOK

BAHASAN IKATAN KIMIA KELAS X SEMESTER 1

SMA NEGERI 2 SUKOHARJO

TAHUN PELAJARAN

2005/2006

Oleh :

KRISTYA WIDYANING M

K3301034

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN METODE

PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL TAI (TEAM ASSISTED

INDIVIDUALIZATION) DAN MODEL LT (LEARNING TOGETHER)

TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA SUBPOKOK

BAHASAN IKATAN KIMIA KELAS X SEMESTER 1

SMA NEGERI 2 SUKOHARJO

TAHUN PELAJARAN

2005/2006

Oleh :

KRISTYA WIDYANING M

K3301034

SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan Program Kimia Jurusan P MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(3)

commit to user

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Haryono, M.Pd Dr. rer. nat. Hj. Sri Mulyani, M.Si

(4)

commit to user

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.dan diterima untuk memenuhi

persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Hari :

Tanggal :

Tim Penguji Skripsi :

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Dra. Hj. Bakti Mulyani, M.Si ...

Sekretaris : Sri Retno Dwi Ariani, S.Si, M.Si ...

Anggota I : Drs. Haryono, M.Pd ...

Anggota II : Dr. rer. nat. Hj. Sri Mulyani, M.Si ...

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd

(5)

commit to user

ABSTRAK

Kristya Widyaning M. STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) DAN MODEL LT (LEARNING TOGETHER) TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA SUBPOKOK BAHASAN IKATAN KIMIA KELAS X SEMESTER 1 SMA NEGERI 2 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2005/2006. Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, April 2009.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa pembelajaran dengan

metode Team Assisted Individualization dapat memberikan prestasi belajar yang lebih

tinggi dibandingkan dengan metode Learning Together pada subpokok bahasan Ikatan

Kimia bagi siswa kelas X semester 1 SMA Negeri 2 Sukoharjo tahun pelajaran

2005/2006.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain penelitian

Randomized Control Group Pretest and Posttest Design. Pengambilan sampel

menggunakan teknik random sampling. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X

SMA Negeri 2 Sukoharjo tahun pelajaran 2005/2006. Sampel terdiri dari dua kelas yaitu

kelas X-4 dan X-5 yang diambil secara random sampling. Teknik pengumpulan data

dilakukan dengan metode tes bentuk objektif untuk aspek kognitif, metode angket untuk

aspek afektif, dan tes dalam bentuk uraian untuk aspek psikomotor. Adapun analisis data

yang digunakan adalah uji-t pihak kanan dengan taraf signifikansi 5 %.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan

metode Team Assisted Individualization dapat memberikan prestasi belajar yang lebih

tinggi dibandingkan metode Learning Together pada subpokok bahasan Ikatan Kimia.

Hal ini ditunjukkan oleh ketiga harga thitung kelas ekperimen Team Assisted

Individualization dan Learning Together berdasarkan uji-t pihak kanan untuk nilai

kognitif (2,4473), afektif (1,7110), dan psikomotor (2,0625) lebih besar daripada ttabel =

(6)

commit to user

MOTTO

“Dalam permasalahan dan tekanan sekalipun, rencana TUHAN tetaplah rencana yang

terbaik bagi kita.”

(Alberti)

”Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang”

(7)

commit to user

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya sederhana ini untuk :

 Ayah dan Ibu tercinta yang senantiasa memberikan dukungan dan doa  Adikku Andri

 Mas Hary untuk dukungan dan doanya

 Beti, Sari, Siska, Reni, Ninik, Siti, dan Ima yang membuat persahabatan terasa

indah

(8)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih

dan karunia-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini ditulis

untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Banyak hambatan, , tantangan, dan kesulitan dalam penulisan skripsi ini, namun

berkat bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak akhirnya kesulitan yang

timbul dapat teratasi. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang

terhormat :

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi ijin

penyusunan skripsi.

2. Dra. Hj. Kus Sri Martini, M Si selaku Ketua Jurusan P MIPA Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi ijin

penyusunan skripsi ini.

3. Dra. Hj. Tri Redjeki, M Si selaku Ketua Program Kimia yang telah memberi ijin

penyusunan skripsi ini.

4. Drs. Haryono, M M selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan,

petunjuk dan pengarahan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan.

5. Dr. rer. nat. Hj. Sri Mulyani, M Si selaku Pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan, petunjuk dan pengarahan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini

dapat diselesaikan.

6. Drs. Djohar Arifin selaku Kepala SMA Negeri 2 Sukoharjo yang telah

memberikan ijin dan atas kerjasama yang baik sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan.

7. Dra. Subodro selaku guru kimia SMA Negeri 2 Sukoharjo yang telah membantu

dan memberi kemudahan dalam proses penelitian.

8. Siswa-siswi SMA Negeri 2 Sukoharjo yang telah membantu dalam pelaksanaan

(9)

commit to user

9. Teman-teman kimia’01 yang telah menjadi pendorong unuk menyelesaikan

skripsi ini.

10.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu telah membantu

dalam penulisan skripsi ini.

Semoga Tuhan membalas kebaikan dengan melimpahkan anugerah-Nya kepada semua

pihak tersebut.

Penulis menyadari bahwa hasil skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka

dari itu diperlukan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.

Akhirnya, penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan.

Surakarta, April 2009

.

(10)

commit to user

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL………...………i

PERSETUJUAN………...…………...………iii

PENGESAHAN………...……….iv

ABSTAK...v

MOTTO...vi

PERSEMBAHAN...vii

KATA PENGANTAR...viii

DAFTAR ISI………...…………....x

DAFTAR TABEL...xiii

DAFTAR GAMBAR...xv

DAFTAR LAMPIRAN...xvi

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah……….1

B. Identifikasi Masalah………4

C. Pembatasan Masalah………...5

D. Perumusan Masalah………5

E. Tujuan Penelitian………5

F. Manfaat Penelitian………...6

BAB II LANDASAN TEORI………...7

A. Tinjauan Pustaka……….7

1. Studi Komparasi………7

2. Teori-teori Belajar ……..…...………...7

a.Teori Belajar ………....10

b.Teori Belajar Konsep...………....13

c. Teori Belajar Konstruktivisme... 3. Pembelajaran Kooperatif………14

4. Metode TAI (Team Assisted Individualization)……...……….…..18

(11)

commit to user

6. Prestasi Belajar………23

7. Ikatan Kimia………25

B. Penelitian yang Relevan………31 C. Kerangka Pemikiran………..31

D. Perumusan Hipotesis……….33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………...34

A. Tempat dan Waktu Penelitian………...34

1. Tempat Penelitian………...34

2. Waktu Penelitian……….34

B. Metodologi Penelitian………...34

1. Variabel Penelitian………..34

2. Desain Penelitian………34

C. Populasi dan Sampel……….35

1. Populasi………...35

2. Sampel……….…………35

D. Teknik Pengumpulan Data………35

1. Sumber Data………35

2. Uji Coba Instrumen……….35

E. Teknik Analisis Data……….42

1. Uji Prasyarat………42 2. Uji Hipotesis………...44 BAB IV HASIL PENELITIAN………...46 A. Deskripsi Data………...……45

B. Hasil Pengujian Prasyarat Analisis………...…50

1. Uji Nomalitas………..50

2. Uji Homogeitas………..…….51

C. Pengujian Hipotesis………..51

D. Pembahasan………..….52

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN………..57 A. Kesimpulan………...57

(12)

commit to user

C. Saran-saran………57

DAFTAR PUSTAKA………59

(13)

commit to user

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Rata-rata NEM SMA Negeri Skala Nasional dan Propinsi Jawa Tengah

Bidang Studi Kimia...1

Tabel 2. Konfigurasi Elektron Gas-gas Mulia...26

Tabel 3. Daftar Keelektronegatifan...29

Tabel 4. Contoh Molekul, Rumus Struktur, dan Bentuk Molekul...30

Tabel 5. Desain Penelitian Randomized Control Group Pretest Posttest Design………....34

Tabel 6. Rangkuman Hasil Uji Taraf Kesukaran Soal………...36

Tabel 7. Rangkuman Hasil Uji Taraf Pembeda Soal………37

Tabel 8. Rangkuman Hasil Uji Validitas Soal………...…....38

Tabel 9. Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Soal………...39

Tabel 10. Kriteria Penilaian Aspek Afektif………...………....39

Tabel 11. Rangkuman Hasil Uji Validitas Soal Angket………...40

Tabel 12. Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Soal………...41

Tabel 13. Rangkuman Deskripsi Data Penelitian………....46 Tabel 14. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas Eksperimen TAI...47

Tabel 15. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas Eksperimen LT...47

Tabel 16. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Afektif Siswa Kelas Eksperimen TAI...48

Tabel 17. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Afektif Siswa Kelas Eksperimen LT...48

Tabel 18. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Selisih Nilai Kognitif……….………..49 Tabel 19. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Selisih Nilai Afektif...49

Tabel 20. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Selisih Nilai Kognitif ………...50

Tabel 21. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Selisih Nilai Afektif …...…………...50

Tabel 22. Ringkasan Hasil Uji-t Pihak Kanan Selisih Nilai Kognitif Kelas Eksperimen TAI dan Kelas Eksperimen LT ………...…………..50

(14)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Pembentukan Ikatan Kovalen pada HCl…………...………28

Gambar 2. Pembentukan Ikatan Kovalen pada O2…………...…………..………28

Gambar 3. Pembentukan Ikatan Kovalen pada N2…………...…………..……...…28

Gambar 4. Pembentukan Ikatan Kovalen Koordinat pada NH3BCl3….……..……...…29

Gambar 5. Polarisasi pada Ikatan Kovalen Polar dan Ikatan Kovalen

Non Polar...29

Gambar 6. Histogram Selisih Nilai Kognitif Kelas Eksperimen Model

TAI dan Model LT...47

Gambar 7. Histogram Selisih Nilai Afektif Kelas Eksperimen Model

(15)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Format Pengembangan Silabus KBK...61

Lampiran 2. Skenario Pembelajaran...63

Lampiran 3. Lembar kerja Siswa...69

Lampiran 4. Lembar Soal Try Out Instrumen Kognitif...77

Lampiran 5. Lembar Jawab Soal Try Out Instrumen Kognitif ……….……….82

Lampiran 6. Kunci Jawaban Soal Try Out Instrumen Kognitif...83

Lampiran 7. Hubungan Indikator, Kisi-kisi, dan Jenjang Kemampuan Soal Kognitif...84

Lampiran 8. Instrumen Penilaian Kognitif………...86

Lampiran 9. Indikator Instrumen Penilaian Afektif...91

Lampiran 10. Instrumen Penilaian Afektif...92

Lampiran 11. Instrumen Penilaian Psikomotor...94

Lampiran 12. Uji Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda Soal Try Out Instrumen Penilaian Kognitif...95

Lampiran13. Uji Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda Soal Instrumen Penilaian Kognitif...97

Lampiran 14. Uji Validitas dan Reliabilitas Angket Afektif...98

Lampiran 15. Data Induk Penelitian...100

Lampiran 16. Uji t-matching...101

Lampiran 17. Uji Normalitas...102

Lampiran 18. Uji Homogenitas...116

Lampiran 19. Uji-t Pihak Kanan...123

(16)
(17)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Telah lama upaya peningkatan mutu pendidikan dilakukan oleh bangsa

Indonesia, namun sampai saat ini hasilnya belum memuaskan (Depdiknas, 2003).

Hal ini terlihat dari nilai rata-rata NEM SMA pada bidang studi kimia dari tahun

ke tahun skala nasional pada umumnya dan propinsi Jawa Tengah pada khususnya

selalu berada di bawah angka 6. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata NEM SMA Bidang Studi Kimia se-Jawa Tengah

No. Tahun Pelajaran Rata-rata NEM

1. 2000/2001 4,90

2. 2001/2002 5,51

3. 2002/2003 5,13

4. 2003/2004 4,89

5. 2004/2005 5,01

Sumber : Depdiknas, 2003, http://www.ebtanas.org

Masalah lain dalam bidang pendidikan di Indonesia juga banyak

diperbincangkan adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu

didominasi peran guru (teacher centered). Guru lebih banyak menempatkan siswa

sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Pendidikan kita kurang

memberikan kesempatan kepada siswa dalam berbagai mata pelajaran untuk

mengembangkan kemampuan berpikir menyeluruh (holistic), kreatif, objektif, dan

logis. (Depdikbud, 2003 : 1)

Demikian juga proses pendidikan dalam sistem persekolahan kita,

umumnya belum menerapkan pembelajaran sampai anak menguasai materi

pembelajaran. Akibatnya, tidak aneh bila banyak siswa yang tidak menguasai

materi pembelajaran meskipun sudah tamat dari sekolah. Pada tahun 2004 yang

lalu, pemerintah telah menetapkan kurikulum pendidikan yang baru yaitu

(18)

commit to user

adalah kurikulum yang dikembangkan Departemen Pendidikan Nasional RI untuk

menggantikan Kurikulum 1994. (Nurhadi, 2004 ; 15 )

Ada beberapa alasan mengapa Kurikulum Berbasis Kompentensi (KBK)

menjadi pilihan dalam upaya perbaikan kondisi pendidikan di tanah air ini, di

antaranya :

1. Potensi siswa berbeda-beda,dan potensi tersebut akan berkembang jika

stimulusnya tepat.

2. Mutu hasil pendidikan yang masih rendah serta mengabaikan aspek moral,

akhlak, budi pekerti, seni dan olah raga, serta life skill.

3. Persaingan global sehingga menyebabkan siswa/anak yang mampu akan

berhasil dan anak yang kurang mampu akan gagal.

4. Persaingan pada kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) produk lembaga

pendidikan, serta

5. Persaingan terjadi pada lembaga pendidikan, sehingga perlu rumusan yang

jelas mengenai standar kompentensi lulusan, yang selanjutnya standar

kompentensi mata pelajaran perlu dijabarkan menjadi sejumlah kompentensi

dasar. (Depdiknas, 2003 : 1)

Upaya-upaya dalam rangka perbaikan dan pengembangan kurikulum

menuju Kurikulum Berbasis Kompentensi (KBK) meliputi : kewenangan

pengembangan, pendekatan pembelajaran, penataan isi/konten, serta model

sosialisasi, yang lebih disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi serta

era yang terjadi saat ini. Upaya perbaikan dan pengembangan kurikulum tersebut

berlangsung secara bertahap dan terus menerus yang mengarah pada terwujudnya

azas keluwesan dalam isi kurikulum dan pengelolaan proses belajar mengajar

dalam rangka pengembangan kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan

ekstrakurikuler. (Depdiknas, 2003 : 1)

Kurikulum Berbasis Kompetensi (Competency Based Curriculum)

dimaksudkan sebagai kurikulum untuk mengembangkan kompetensi siswa, yang

meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan sikap serta minat siswa, pada setiap mata

pelajaran yang tercantum di dalam kurikulum itu. Sehingga pendekatan

(19)

commit to user

siswa dalam mengelola perolehan belajar (kompetensi) yang paling sesuai dengan

kondisi masing-masing. Dengan demikian, proses belajar lebih mengacu kepada

bagaimana siswa belajar dan bukan lagi pada apa yang dipelajari. (Depdiknas,

2003 : 1)

Sesuai dengan cita-cita dan harapan dari tujuan pendidikan nasional, guru

perlu memiliki beberapa prinsip mengajar yang mengacu pada peningkatan

kemampuan internal siswa dalam merangsang strategi pembelajaran ataupun

melaksanakan pembelajaran. Peningkatan potensi internal itu misalnya dengan

menerapkan jenis-jenis strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa mampu

mencapai kompetensi secara penuh, utuh, dan kontekstual. (Depdiknas, 2003 : 1)

Salah satu paham yang mendasari pengembangan KBK adalah paham

konstruktivisme. Teori konstruktivisme menuntut siswa berperan aktif dalam

pembelajaran mereka sendiri. Karena penekanannya pada siswa yang aktif maka

strategi pembelajarannya sering disebut pengajaran yang terpusat pada siswa

(student centered instruction). (Nurhadi, 2004: 46)

Salah satu metode pendekatan pembelajaran yang dianjurkan dalam KBK

dan berdasar pada paham konstruktivisme adalah metode pembelajaran

kooperatif. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah pendekatan

pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk

bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar (Nurhadi, 2004:112). Sifat

belajar dalam pembelajaran kooperatif tidak sama dengan belajar kelompok atau

bekerja sama biasa. Pembelajaran kooperatif menuntut semua siswa aktif dalam

belajar dan harus selalu memperhatikan temannya untuk dapat berkompetisi

dengan kelompok lain.

Metode TAI (Team Assisted Individualization) dan metode LT (Learning

Together) merupakan metode pembelajaran kooperatif yang cukup dikenal.

Metode pengajaran TAI (Team Assisted Individualization) mengelompokkan

siswa ke dalam kelompok kecil yang dipimpin oleh seorang ketua kelompok/tutor

sebaya yang mempunyai pengetahuan yang lebih dibandingkan anggotanya.

Kesulitan pemahaman materi yang dialami oleh siswa dapat dipecahkan bersama

(20)

commit to user

Untuk itu pengetahuan TAI menitikberatkan pada keaktifan siswa dan

memerlukan kemampuan interaksi sosial yang baik antara semua komponen

pengajaran. (Slavin, 2008 : 98)

Metode LT (Learning Together) mengelompokkan siswa dalam kelompok

kecil, siswa akan mengerjakan tugas dalam suatu kelompok, dimana setiap

individu akan memberi sumbangan pemikiran pada pemecahan tugas tersebut,

sehingga tujuan yang dikehendaki tercapai. Sebagai contoh, seorang guru baru

saja menyelesaikan sajian pendek atau para siswa telah selesai membaca.

Selanjutnya, guru meminta para siswa untuk menyadari secara lebih serius

mengenai yang telah dijelaskan oleh guru atau yang telah dibaca. (Slavin, 2008:

129)

Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian dengan judul:

STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN

METODE TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) DAN METODE LT

(LEARNING TOGETHER) TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA

SUBPOKOK BAHASAN IKATAN KIMIA KELAS X SEMESTER I SMA

NEGERI 2 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2005/2006.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka timbul berbagai

masalah yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Apakah pengajaran dengan metode TAI (Team Assisted Individualization)

sesuai untuk pokok bahasan Ikatan Kimia?

2. Apakah pengajaran dengan metode LT (Learning Together) sesuai untuk

pokok bahasan Ikatan Kimia?

3. Apakah pengajaran dengan metode TAI (Team Assisted Individualization)

dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Ikatan Kimia?

4. Apakah pengajaran dengan metode LT (Learning Together) dapat

(21)

commit to user

5. Adakah perbedaan prestasi belajar yang menggunakan metode TAI (Team

Assisted Individualization) dan LT (Learning Together) pada pokok bahasan

Ikatan Kimia?

6. Apakah metode pengajaran dengan metode TAI (Team Assisted

Individualization) dapat memberikan prestasi belajar yanag lebih tinggi

dibandingkan metode LT (Learning Together)?

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini mempunyai arah yang jelas dan pasti, maka perlu adanya

pembatasan masalah. Penelitian ini hanya membatasi permasalahan sebagai

berikut:

1. Materi yang diajarkan khusus pada subpokok bahasan Ikatan Kimia.

2. Pembelajaran dilakukan dengan metode TAI (Team Assisted

Individualization) dan metode LT (Learning Together)

3. Perbedaan prestasi belajar siswa dengan menggunakan metode TAI (Team

Assisted Individualization) dan LT (Learning Together) pada pokok bahasan

Ikatan Kimia.

4. Subjek penelitian hanya dibatasi pada siswa kelas X semester I SMA Negeri 2

Sukoharjo.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah maka permasalahan

penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

“Apakah pengajaran dengan metode TAI (Team Assisted Individualization) dapat memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan metode LT (Learning

Together) pada pokok bahasan Ikatan Kimia bagi siswa kelas X semester I SMA

Negeri 2 Sukoharjo?

E. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan perumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk

(22)

commit to user

Individualization) dapat memberikan prestasi belajar yang lebih baik

dibandingkan metode LT (Learning Together) pada pokok bahasan Ikatan Kimia

bagi siswa kelas X semester I SMA Negeri 2 Sukoharjo”

F. Manfaat Penelitian

Dengan penelitian ini diharapkan dapat diambil manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi

bahwa metode pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar

siswa.

2. Manfaat Praktis

Metode pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) dan Learning

Together dapat digunakan sebagai referensi dan acuan dalam proses

pembelajaran ikatan kimia yang menjadikan siswa sebagai subjek

(23)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Studi Komparasi

Studi dalam kamus besar bahasa Indonesia artinya kajian; mempelajari

(Depdikbud, 1990: 860). Dalam skripsi ini studi berarti mempelajari.

Komparasi berasal dari bahasa Inggris “comparation” yang artinya perbandingan (Depdikbud, 1990: 450), Nana S. Sukmadinata mengemukakan

bahwa “Penelitian komparatif diarahkan untuk mengetahui apakah antara dua atau lebih dari dua kelompok ada perbedaan dalam aspek atau variabel yang diteliti” . (Sukmadinata, 2005:56)

Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil pengertian bahwa yang

dimaksud studi komparasi adalah suatu kegiatan untuk mempelajari atau

menyelidiki dengan membandingkan dua kelompok sehingga dapat diketahui

perbedaannya.

2. Teori-teori Belajar

Dalam pembelajaran menggunakan kurikulum berbasis kompetensi, terutama

dalam pembelajaran kooperatif didasarkan pada beberapa teori. Diantara

teori-teori tersebut diantaranya : teori-teori belajar sosial, teori-teori belajar konsep, dan teori-teori

belajar konstruktivisme

a. Teori Belajar Sosial

Teori belajar sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang

tradisional. Teori belajar sosial dikembangkan oleh Albert Bandura (Ratna Wilis

Dahar, 1989: 27). Teori belajar sosial menerima sebagian besar prinsip-prinsip

teori-teori perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada efek-efek

dari isyarat-isyarat dari perilaku dan pada proses-proses mental internal. Jadi

eksternal dan penjelasan-penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana

belajar dari orang lain.

Menurut Albert Bandura dalam Gredler (1994:369) pandangan faham

(24)

commit to user

“dipukul” oleh stimulus-stimulus yang berasal dari lingkungan. Alih-alih fungsi psikologi orang itu dijelaskan sebagai interaksi timbal balik yang terus menerus

yang terjadi antara faktor-faktor penentu pribadi dan lingkungan. Asumsi yang

menjadi dasar teori belajar sosial yaitu yang pertama, proses belajar menuntut dari

si belajar proses kognitif dan ketrampilan pengambilan keputusan. Kedua, belajar

ialah hubungan segi tiga yang saing berkaitan antar lingkungan, faktor pribadi dan

tingkah laku. Ketiga, belajar menghasilkan pemerolehan kode tingkah laku verbal

dan visual yang mungkin diunjukkerjakan, mungkin juga tidak.. (Gredler, 1994:

380)

Konsep-konsep utama dari teori belajar sosial antara lain:

1) Pemodelan (modelling)

Bandura memperhatikan bahwa penganut-penganut Skinner memberi

penekanan pada efek-efek dari konsekuensi- konsekuensi pada perilaku dan

tidak mengindahkan fenomena pemodelan, yaitu meniru perilaku orang lain

dan pengalaman vicarious, yaitu belajar dari keberhasilan dan kegagalan

orang lain. Ia merasa bahwa sebagian besar belajar yang dialami manusia

tidak dibentuk dari konsekuensi-konsekuensi, melainkan manusia itu belajar

dari suatu model.

2) Fase Belajar

Menurut Bandura, ada empat fase belajar dari model, yaitu fase perhatian

(attetional phase), fase retensi (retention phase), fase produksi (reproduction

phase) dan fase motivasi (motivational phase).

1). Fase perhatian

Fase pertama dalam belajar observasional ialah memberikan

perhatian pada suatu model dalam kelas, guru akan memperoleh perhatian

dengan menyajikan isyarat-isyarat yang jelas dan menarik. Perhatian siswa

juga akan diperoleh dengan menggunakan hal-hal yang baru, aneh atau tak

terduga dan dengan motivasi para siswa agar menaruh perhatian.

2). Fase Retensi

Belajar observasional terjadi berdasarkan kontinuitas. Dan kejadian

(25)

commit to user

penyajian simbolik dari penampilan itu dalam memori jangka panjang.

Menurut Bandura:

“Observers who code medeled activities into either words, encise labels, or vivid imagery learn and retain behavior better than those who simply observe or are mentally preoccupied with other matters while watching”

Dari apa yang dikemukakan oleh Bandura di atas, terlihat betapa

pentingnya peranan kata-kata, nama-nama atau bayangan yang kuat yang

dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan yang dimodelkan dalam mempelajari

dan mengingat perilaku.

3). Fase Reproduksi

Dalam fase ini, bayangan (imagery) atau kode-kode simbolik verbal

dalam memori membimbing penampilan yang sebenarnya dari perilaku

yang baru diperoleh. Fase reproduksi mengizinkan model atau intruktur

untuk melihat apakah komponen-komponen suatu urutan perilaku telah

dikuasai oleh yang belajar. Perlu disebut pentingnya arti umpan balik yang

bersifat untuk memperbaiki dan membentuk perilaku yang diinginkan.

Umpan balik ini dapat ditujukan pada aspek-aspek yang benar dari

penampilan, tetapi yang lebih penting adalah ditujukan pada aspek-aspek

yang salah dari penampilan. Secara cepat memberitahu siswa tentang

respon-respon yang tidak tepat sebelum berkembang kebiasaan-kebiasaan

yang tidak diinginkan, merupakan pelaksanaan pengajaran yang baik.

Umpan balik dalam fase reproduksi merupakan suatu variabel penting

dalam perkembangan penampilan ketrampilan yang diajarkan.

4). Fase Motivasi

Fase terakhir dalam proses belajar observasional ialah fase motivasi.

Para siswa akan meniru suatu model, sebab mereka merasa bahwa dengan

berbuat demikian mereka akan meningkatkan kemungkinan untuk

memperoleh reinforsemen. Dalam kelas, fase motivasi dari observasional

kerap kali terdiri atas pujian atau angka untuk penyesuaian dengan model

(26)

commit to user 3) Belajar Vicarious

Sebagian besar dari belajar observasional termotivasi oleh harapan

bahwa meniru model dengan baik akan menuju pada reinforsemen. Tetapi, ada

orang yang belajar dengan melihat orang diberi reinforsemen atau dihukum

ketika terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu. Inilah yang disebut belajar

vicarious”.

4) Pengaturan Sendiri

Konsep penting dalam belajar observasional ialah pengaturan sendiri

atau “self regulation”. Dalam teori belajar sosial mengemukakan, bahwa sebagian besar dari kriteria yang kita miliki untuk penampilan kita, kita

pelajari, seperti banyak hal-hal yang lain, dari model-model dari dunia sosial

kita (Ratna Wilis Dahar, 1989:28-31).

Apabila kita memperhatikan perilaku model dan menciptakan kode-kode

verbal atau kode-kode imagery bagi apa yang kita amati, kita akan belajar dari

model itu. Umpan balik untuk memperbaiki, diberikan sebelum fase

reproduksi belajar dari model-model, mempunyai efek yang kuat terhadap

perilaku. Reinforsemen dan hukuman yang ditimbulkan sendiri secara

langsung dan dialami secara vicarious, menentukan sejauh mana perilaku

yang baru itu akan ditampilkan.

b. Teori Belajar Konsep

1) Pengertian Konsep

Menurut Rosser dalam Ratna Wilis Dahar (1989:80), konsep adalah

suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan

atau hubungan-hubungan yang mewakili atribut-atribut yang sama. Definisi

konsep menurut Mulyati Arifin (1995:38) yang menyatakan bahwa sekumpulan

pengamatan yang digeneralisasi akan membentuk konsep. Konsep adalah

sekumpulan stimuli yang mewakili karakteristik umum, konsep adalah abstraksi

fakta atau pengalaman manusia yang tidak mudah berubah karena keadaan.

Sedangkan menurut Flavell dalam Ratna Wilis Dahar (1989:79) menyarankan

(27)

commit to user a) Atribut

Setiap konsep harus mempunyai sejumlah atribut yang berbeda, contoh-contoh

konsep harus mempunyai sejumlah atribut-atribut yang relevan maupun tidak

relevan, atribut dapat berupa fisik maupun fungsional.

b)Struktur

Menyangkut cara terkaitnya atau gabungan atribut-atribut.

c)Keabstrakan

Konsep-konsep dapat dilihat dan konkrit, atau konsep itu terdiri dari

konsep-konsep yang lain.

d)Keinklusifan

Ditujukan pada jumlah contoh yang terlihat dalam konsep.

e)Generalisasi

Bila diklasifikasikan konsep-konsep dapat berbeda dalam posisi superordinat

dan subordinatnya.

f)Ketetapan

Dari suatu konsep menyangkut apakah ada sekumpulan dari aturan-aturan

untuk membedakan contoh-contoh dari yang non contoh dari suatu konsep.

g)Kekuatan

Ditentukan oleh sebuah persetujuan tentang pentingnya konsep tersebut. Jadi

konsep adalah abstraksi atau maksud yang tetap dari sebuah objek atau

kejadian yang digunakan untuk mempermudah komunikasi yang didapat dari

proses generalisasi dan berciri mempunyai atribut yang sama. Oleh karena itu

untuk memperoleh hasil belajar yang baik, siswa harus memahami konsep

yang dipelajari.

2) Pemahaman Konsep

Pemahaman suatu konsep akan menambah daya abstraksi yang diperlukan

dalam komunikasi dan sering digunakan untuk menjelaskan karateristik konsep

lain (Mulyati Arifin, 1995:38), dengan kata lain setiap konsep berhubungan

dengan konsep lain. Semua konsep bersama membentuk jaringan pengetahuan

didalam kepala manusia. Semakin lengkap, terbagi dan kuat hubungan antar

(28)

commit to user

Menurut Ausabel dalam Ratna Wilis Dahar (1989:82) siswa dapat dikatakan

memahami konsep jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

a) Nama

Siswa dikatakan paham jika mampu menyebutkan nama konsep itu.

b) Logic Core

Yaitu ciri khusus sifat-sifat atau faktor yang mendukung suatu konsep.

c) Assosiasi Frame Work

Yaitu menghubungkan konsep yang satu dengan yang lain.

Proses belajar kaitannya dengan proses belajar kimia dianggap sebagai

input” yang berupa faktor-faktor dan konsep kimia, sedangkan “output” berupa kesatuan konseptual dari fakta-fakta dan konsep kimia. Proses belajar pemahaman

konsep harus dapat memahami konsep-konsep secara benar, untuk itu diperlukan

kemampuan menstruktur konsep-konsep baru dan konsep-konsep yang telah ada

dalam struktur kognitif siswa. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa

belajar konsep bukanlah belajar menghafalkan definisi tetapi memperhatikan

hubungan konsep dengan lainnya kemudian menghubungkan konsep baru tersebut

ke dalam struktur pengetahuan mereka.

a) Mengetahui definisi konsep.

b) Memahami ciri khusus atau faktor-faktor yang mendukung atau dikenal

sebagai atribut yang melekat dan berpengaruh terhadap konsep.

c) Mampu menghubungkan dan menerapkan konsep tersebut dalam memecahkan

masalah.

Pemahaman konsep dalam penelitian ini, secara operasional didefinisikan

sebagai nilai siswa dalam mengerjakan tes pemahaman konsep ikatan kimia yang

disusun peneliti.

c. Teori Belajar Konstruktivisme

Menurut Driver dalam Purwoto (2004:38) konstuktivisme sosial

menekankan bahwa belajar menyangkut dimasukkannya seseorang dalam suatu

dunia simbolik. Pengetahuan dikonstruksi bila seseorang terlibat secara sosial

dalam dialog aktif dengan percobaan dan pengalaman. Dalam konteks ini

(29)

commit to user

para ahli akan sangat membantu merangsang untuk mengkonstruksi pengetahuan

mereka.

Konstruktivisme menitikberatkan pada persiapan siswa untuk

memecahkan permasalahan agar mengkonstruksi kesadaran mereka sendiri untuk

menginterprestasikan berdasarkan kemampuan awal yang dimiliki. Belajar adalah

lebih merupakan proses untuk menemukan sesuatu daripada suatu proses

mengumpulkan sesuatu. Belajar bukanlah suatu kegiatan mengumpulkan

fakta-fakta, tetapi suatu perkembangan pemikiran yang berkembang dengan membuat

kerangka pengertian yang baru. Siswa harus mempunyai pengalaman dengan

membuat hipotesa, prediksi, mengetes hipotesa, memecahkan persoalan, mencari

jawaban dan lain-lain untuk membentuk konstruksi baru. Setiap siswa mempunyai

cara untuk mengerti sendiri dan mempunyai kekhasan, keunggulan dan

kelemahannya dalam mengerti sesuatu, mereka akan menemukan cara belajar

yang tepat bagi mereka sendiri. Pengetahuan dapat dibentuk secara individual atau

sosial.

Dalam konstruktivisme belajar terjadi dalam keseluruhan pengalaman

dan pengetahuan tidak mempunyai bagian yang terpisah secara fisik dari sistem

syaraf. Secara umum guru yang menerapkan pendekatan konstruktivisme sebagai

fasilitator, pembimbing dan narasumber dari proses yang terjadi. Guru mengatur

lingkungan belajar yang dapat membantu siswa mencapai pemahaman sendiri.

Mengajar bukanlah sekedar memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi

suatu rangkaian kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri

pengetahuannya. Mengajar berarti berpartisipasi dengan siswa dalam bentuk

pengetahuan, membuat makna, mempertanyakan kejelasan, bersifat kritis dan

mengadakan justifikasi. Menurut Bettencourt (1989) dalam Purwoto (2004:39),

mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri.

3. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang

didasarkan pada paham konstruktivisme. Konstruktivisme menyatakan bahwa

(30)

commit to user

pengajaran ini memberikan kesempatan pada peserta didik untuk bekerjasama

dengan temannya dalam tugas-tugas terstruktur dan inilah yang disebut

pengajaran gotong royong atau cooperative learning (Slavin, 2008). Secara garis

besar prinsip-prinsip konstruktivisme adalah:

a. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik secara personal maupun sosial.

b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya

dengan keaktifan murid itu sendiri untuk menalar.

c. Murid aktif mengkonstruksi terus menerus sehingga selalu terjadi perubahan

konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep

ilmiah.

d. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan prasarana agar proses

konstruksi siswa berjalan mulus. (Paul Suparno, 1997:49).

Konstruktivisme sosiologis berpandangan bahwa masyarakat sebagai

pembentuk pengetahuan disamping pentingnya peran dan keaktifan individu

dalam membentuk pengetahuannya juga tidak dapat dipungkiri peran masyarakat,

orang lain dan lingkungan dalam proses pembentukan pengetahuan tersebut.

Dalam kerangka inilah belajar kelompok menjadi penting. Hilangnya sistem

komando (hierarki) dan berlakunya pola kerja sama (network) dimana tiap-tiap

subsistem akan saling memperkuat, saling memberi dan menerima, memberi

manfaat kepada sesama karena sebaik-baik manusia adalah yang paling

bermanfaat bagi manusia yang lain. Konstruktivisme sosiologis menekankan

bahwa pengetahuan ilmiah merupakan konstruksi sosial bukan konstruksi

individual. Kelompok ini menekankan lingkungan, masyarakat dan dinamika

pengetahuan (Matthews dalam Paul Suparno, 1997:47). Pembelajaran kooperatif

merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang didasarkan pada teori belajar

konstruktivisme sosiologis.

Salah satu metode pembelajaran yang perlu dikembangkan saat ini adalah

metode pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah aktifitas belajar

kelompok yang teratur sehingga ketergantungan pembelajaran pada struktur

(31)

commit to user

bertanggungjawab untuk kelompoknya dan dirinya sendiri dan dimotivasi untuk

meningkatkan pembelajaran lainnya (Kessler, 1992:8).

Menurut Salvin (2008) yang dikutip Dimyati (1990:243) dikatakan bahwa

cooperative learning mempunyai tiga karakteristik, yaitu:

a Siswa bekerja dalam tim-tim belajar kecil.

b Siswa didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang

bersifat akademik atau dalam melakukan tugas kelompok.

c Siswa diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi.

Pada pembelajaran ini diyakini bahwa keberhasilan peserta didik akan

tercapai jika setiap anggota kelompoknya berhasil. Karena tujuan dari

pembelajaran kooperatif adalah menciptakan suatu situasi sedemikian sehingga

keberhasilan anggota kelompok mengakibatkan keberhasilan kelompok itu

sendiri. Oleh sebab itu untuk mencapai tujuan dari salah satu anggota, maka salah

seorang anggota melakukan apa saja yang dapat membantu kelompok itu berhasil.

(Slavin, 2008:16-17)

Keberhasilan pembaharuan dalam pendidikan merupakan suatu upaya

sadar yang sengaja dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki praktek

pendidikan dengan sungguh-sungguh (Cece, Djaja dan Tabrani, 1987:33).

Pembelajaran konstruktivisme melalui pembelajaran kooperatif sengaja

diharapkan dapat menjadi pembaharu dalam dunia pendiidkan yaitu sebagai

alternatif jalan keluar dari rendahnya daya serap siswa.

Pembelajaran kooperatif menurut Slavin dibedakan menjadi beberapa tipe,

yaitu:

a StudentTeams Achievement Division (STAD)

b Teams Games Tourmet (TGT)

c Team Assisted Individualization (TAI)

d Cooperative Integrated Reading and Competisoin (CIRC)

e Jigsaw

Masih ada lagi metode belajar lain yang masih dikembangkan antara lain:

a Group Investigation

(32)

commit to user

c Complex Instruction

d Structural Dyadic Methods (Slavin, 2008:9-11)

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pengajaran atau

pembelajaran yang didasarkan pada paham konstruktivisme. Dalam teori

konstruktivisme peserta didik harus menemukan sendiri dan memecahkan

informasi baru dengan aturan dan merevisi apabila aturan-aturan ini tidak sesuai

lagi. Sesuai dengan disiplin Ilmu Kimia dimana dalam hal ini perkembangan

dalam dunia kimia sangat dinamis maka kondisi seperti ini mutlak diperlukan.

Pandangan konstruktivisme menyatakan bahwa peserta didik diberi kesempatan

agar menggunakan suatu strategi dalam belajar secara sadar dan pendidik dalam

hal ini membimbing peserta didik ke tingkat pengetahuan ke arah yang lebih

tinggi. Oleh karena itu, agar peserta didik benar-benar memahami mereka harus

bekerjasama untuk memecahkan masalah dan kesulitan yang ada dengan ide-ide

dan kemampuannya.

Pembelajaran dalam kelompok kecil ini akan benar-benar mencerminkan

belajar kooperatif apabila telah menunjukkan lima prinsip dari ciri inilah yang

membedakan dengan kelompok belajar tradisional. Menurut Slavin (2008:2),

karena ada 5 prinsip ini maka proses belajar kooperatif akan berhasil, yaitu:

a. Adanya Sumbangan dari Ketua Kelompok

Tugas dari seorang ketua kelompok adalah memberikan sumbangan

pengetahuannya untuk anggota kelompok, karena ketua kelompok adalah

seorang yang dinilai berkemampuan lebih dibandingkan dengan anggota yang

lainnya. Dalam hal ini anggota diharapkan dapat memperhatikan, mempelajari

informasi atau penjelasan yang diberikan oleh ketua kelompok jika ada

anggota kelompok yang merasa belum jelas, walaupun tugas ini juga bisa

dilakukan oleh anggota lain.

b. Keheterogenan Kelompok

Kelompok belajar yang efektif adalah yang mempunyai anggota kelompok

heterogen, baik dalam jenis kelamin, latar belakang sosial, ataupun tingkat

(33)

commit to user c. Ketergantungan Pribadi yang Positif

Setiap anggota kelompok belajar untuk berkembang dan bekerjasama satu

sama lain. Ketergantungan pribadi ini bisa memberikan motivasi bagi setiap

individu karena pada awalnya mereka harus bisa membangun pengetahuannya

terlebih dahulu sebelum mereka bekerjasama dengan temannya.

d. Ketrampilan Bekerjasama

Dalam proses bekerjasama perlu adanya ketrampilan khusus sehingga

kelompok tersebut dapat berhasil membawa nama kelompoknya, proses yang

dibutuhkan disini adalah adanya komunikasi yang baik antar anggota

kelompok.

e. Otonomi

Setiap kelompok mempunyai tugas agar bisa membawa nama kelompoknya

untuk menjadi yang terbaik. Jika mereka mengalami kesulitan dalam proses

pemecahan masalah setelah melampui tahap kegiatan kelompok, maka

mereka akan bertanya kepada gurunya bukan kepada kelompoknya.

Metode kooperatif mempunyai kelebihan-kelebihan dibandingkan metode

lain, yaitu :

a Meningkatkan kemampuan siswa.

b Meningkatkan rasa percaya diri.

c Menumbuhkan keinginan untuk menggunakan pengetahuan dan

keahlian.

d Memperbaiki hubungan antar kelompok .(Slavin, 2008:2)

Tetapi disamping itu ada juga kelemahannya, yaitu:

a Memerlukan persiapan yang rumit untuk melaksanakan.

b Bila terjadi persaingan negatif maka hasilnya akan buruk.

Bila ada siswa yang malas atau ada yang ingin berkuasa maka dalam

kelompok akan terjadi kesenjangan sehingga usaha kelompok tidak berjalan

sebagaimana mestinya.

Dalam metode kooperatif, setiap siswa saling bekerjasama satu dengan

yang lain, berdiskusi dan berpendapat, menilai kemampuan, pengetahuan dan

(34)

commit to user

tepat maka siswa akan lebih menguasai konsep yang diajarkan. Bagi siswa yang

kurang mampu mereka akan diberi masukan dari teman-teman satu kelompoknya

yang lebih mampu. Dan bagi siswa yang mampu, diharapkan dia bisa lebih

berkembang dengan menyalurkan pengetahuannya kepada siswa yang kurang

mampu.

4. Metode TAI (Team Assisted Individualization)

Metode pengajaran TAI (Team Assisted Individualization) adalah suatu

metode pengajaran yang dikemukakan oleh Slavin. Team Assisted

Individualization dapat diterjemahkan sebagai kelompok yang dibantu secara

individual merupakan teori belajar konstruktivisme dan teori belajar kognitif. Jadi

metode pengajaran TAI (Team Assisted Individualization) merupakan metode

pengajaran secara kelompok dimana terdapat seorang siswa yang lebih mampu

berperan sebagai asisten yang bertugas membantu secara individual siswa lain

yang kurang mampu dalam satu kelompok. Dalam hal ini peran pendidik hanya

sebagai fasilitator dan mediator dalam proses belajar mengajar. Pendidik cukup

menciptakan kondisi lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya.

Pada pengajaran TAI (Team Assisted Individualization) akan memotivasi

siswa untuk saling membantu anggota kelompok sehingga tercipta semangat

dalam sistem kompetisi dengan lebih mengutamakan peran individu tanpa

mengorbankan aspek kooperatif.

Secara umum TAI (Team Assisted Individualization) terdiri dari delapan

komponen utama, yaitu:

a. Kelompok / Tim

Peserta didik dalam pengajaran TAI (Team Assisted Individualization)

terdiri dari 4 sampai 5 siswa yang mewakili bagian dari kelasnya dalam

menjalankan aktivitas akademik, jenis kelamin, dan suku atau etnik. Fungsi

utama dari tim adalah membentuk semua tim agar mengingat materi yang

telah diberikan dan lebih memahami materi yang nantinya digunakan dalam

persiapan mengerjakan lembar kerja sehingga bisa mengerjakan dengan baik.

(35)

commit to user

masalah-masalah yang ada, membandingkan soal yang ada, dan mengoreksi

beberapa miskonsepsi jika dalam tim mengalami kesalahan. Semuanya

tersebut dilakukan setelah presentasi awal dari guru dan pemberian lembar

kerja. Anggota kelompok yang mengalami kesulitan dapat bertanya kepada

anggota yang telah ditunjuk sebagai ketua atau anggota lain yang lebih tahu.

b. Tes Pengelompokan

Siswa-siswa diberi tes awal pada awal program pengajaran. Hasil dari tes

awal digunakan untuk membuat kelompok berdasarkan nilai yang mereka

peroleh.

c. Materi Kurikulum

Pada proses pengajaran harus disesuaikan dengan materi yang terdapat

pada kurikulum yang berlaku dengan menerapkan teknik dan strategi

pemecahan masalah untuk penguasaan materi.

d. Kelompok Belajar

Berdasarkan tes pengelompokan maka dibentuk kelompok belajar. Siswa

dalam kelompoknya mendengarkan presentasi dari guru dan mengerjakan

lembar kerja. Jika ada siswa yang belum paham tentang materi dapat bertanya

pada anggota lainnya atau ketua yang telah ditunjuk, kalau belum paham juga

baru meminta penjelasan dari guru.

e. Penilaian dan Pengakuan Tim

Setelah diberikan tes, kemudian tes tersebut dikoreksi dan dinilai

berdasarkan kriteria tertentu. Tim akan mendapatkan sertifikat atau

penghargaan atau sejenisnya jika dapat melampaui kriteria yang telah

ditentukan.

f. Mengajar Kelompok

Materi yang belum dipahami oleh suatu kelompok dapat ditanyakan

kepada guru dan guru menjelaskan materi pada kelompok tersebut. Pada saat

guru mengajar, siswa dapat sambil memahami materi baik secara individual

dan kelompok dengan kebebasan tetapi bertanggungjawab. Keaktifan siswa

(36)

commit to user g. Lembar Kerja

Pada setiap subkonsep pokokbahasan diberikan lembar kerja secara

individual untuk mengetahui pemahaman individu. Bahan atau materi dapat

berupa ringkasan materi yang dipelajari di rumah kemudian pertemuan

selanjutnya dikerjakan.

h. Mengajar Seluruh Kelas

Setelah akhir dari pengajaran pokok bahasan suatu materi guru

menghentikan program pengelompokan dan menjelaskan konsep-konsep yang

belum dipahami dengan strategi pemecahan masalah yang relevan. Pada akhir

pengajaran diberikan kesimpulan dari materi. (Slavin, 2008:102-104)

Dalam model pembelajaran kooperatif tipe TAI, dalam pelaksanaannya

terbagi dalam :

a. Pengelompokan

Sebelum pengajaran TAI, dilaksanakan suatu tes awal (tes kemampuan

awal) yang menyangkut tentang konsep-konsep yang akan diajarkan. Tes awal ini

berguna untuk pembentukan kelompok agar penyebaran siswa berdasarkan nilai

yang didapat pada tes awal tersebut secara homogen. Selain itu dalam tes awal ini

dapat digunakan untuk menunjuk ketua atau asisten yang memimpin suatu

kelompok. Dalam proses pengelompokan juga didasarkan pada prestasi belajar

sebelumnya, dalam hal ini nilai ulangan harian pokok bahasan sebelumnya.

b. Tahap penyajian materi pelajaran

Pada tahap ini bahan-bahan atau materi pelajaran diperkenalkan melalui

penyajian kelas. Pada penyajian materi ini dilakukan melalui:

a Pengajaran kelompok

Jika terdapat materi pelajaran yang kurang dipahami dalam suatu

kelompok, maka ketua kelompok dapat memberikan penjelasan. Namun bila

dalam kelompok belum juga berhasil, dapat meminta penjelasan dari guru untuk

menjelaskan materi yang belum dipahami tersebut, sedangkan kelompok lain yang

(37)

commit to user b Pengajaran seluruh kelas

Pengajaran ini dilakukan pada akhir proses pembelajasan. Guru

menyimpulkan penekanan materi yang dianggap penting. Dalam pembelajaran,

keaktifan siswa sangat diharapkan melalui latihan pengajaran.

c Kegiatan kelompok

Setelah terbagi dalam kelompok-kelompok, masing-masing individu

mengerjakan tugas yang diberikan guru melalui lembar kerja pada buku mereka.

Mereka bekerja sebagai satu tim, jika terdapat kesulitan dipecahkan secara

bersama-sama dengan kelompoknya. Setelah selesai mengerjakan secara mandiri

kemudian saling mencocokkan dengan teman sekelompoknya. Paket soal yang

terdapat di lembar kerja diberikan menurut tingkat kesukaran soal, diurutkan dari

soal yang mudah dilanjutkan soal yang sukar dan juga sesuai dengan urutan

materi, dari materi yang mudah dilanjutkan materi yang sulit. Setelah paket soal

selesai dikerjakan maka dicocokkan dengan kelompok lain untuk mengukur

keberhasilkan dari kelompok untuk kemduian diberikan nilai oleh guru.

5. Metode LT (Learning Together)

Learning Together merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif.

Metode Learning Together merupakan metode pembelajaran kooperatif yang

murni. Learning Together merupakan model pembelajaran kooperatif yang

dikembangkan oleh David Johnson dan Roger Jonhson yang melibatkan siswa

bekerja dalam kelompok-kelompok heterogen yang terdiri dari 4-5 orang dalam

melaksanakan tugasnya (Slavin, 2008:286).

Proses pembelajaran metode Learning Together terbagi menjadi dua tipe.

Tipe pertama, siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari

4-5 orang. Tiap kelompok akan menerima lembar kerja, kemudian semua anggota

kelompok bekerjasama menjawab soal dalam lembar kerja tersebut. Tapi cara ini

pertanggungjawaban individunya sangat rendah karena disini kemungkinan hanya

siswa tertentu saja yang mengerjakan. Sedang tipe yang kedua, siswa

dikelompokkan sama dengan tipe yang pertama tapi di sini masing-masing siswa

(38)

commit to user

pada awalnya secara mandiri, setelah masing-masing siswa selesai mengerjakan

mereka menyatukan jawaban dan memberikan pendapat-pendapat untuk mencapai

jawaban yang benar. Setelah tercapai kesepakatan jawaban maka kelompok

tersebut akan memilih salah satu anggota kelompok untuk menjelaskan hasil

jawaban kelompok mereka (Slavin, 2008:30).

Dalam pembelajaran metode Learning Together setiap kelompok yang

telah mampu menjawab pertanyaan akan menjadi kelompok terbaik, di sini

pertanggungjawaban individualnya kadang-kadang dilakukan, antar kelompok

tidak terjadi persaingan.

Pembelajaran metode Learning Together mengutamakan empat unsur

bagian, yaitu:

a. Interaksi antar seseorang atau individu

Untuk dapat berinteraksi maka individu-individu tersebut harus disatukan

menjadi suatu kelompok yang terdiri dari 4-5 orang.

b. Ketergantungan positif

Dalam pembelajaran berkelompok ini siswa akan saling membutuhkan

sehingga mereka akan bekerjasama untuk menyelesaikan tugas yang

dibebankan pada kelompok tersebut. Pertanggungjawaban individu tertentu

saja yang bertanggungjawab atas persoalan yang dihadapkan pada kelompok

tersebut, tapi setiap anggota kelompok harus memberikan sumbangan

kemampuannya untuk memecahkan persoalan yang dihadapkan pada

kelompok tersebut.

c. Ketrampilan antar kelompok

Kelompok saling berdiskusi dan bekerjasama memecahkan persoalan yang

diberikan pada kelompok tersebut, sehingga ketrampilan antar kelompok akan

terlihat.

Pendekatan kooperatif model Learning Together yang mengutamakan

ketergantungan positif antar kelompok tanpa meninggalkan pertanggungjawaban

individu akan sesuai untuk berdiskusi dalam materi subpokok bahasan Ikatan

(39)

commit to user

persoalan tersebut dimana masing-masing anggota kelompok akan

mengembangkan pemikiran mereka dalam penyelesaian persoalan tersebut.

6. Prestasi Belajar

Pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses sadar akan tujuan.

Maksudnya bahwa kegiatan belajar dan pembelajaran itu suatu peristiwa yang

terikat, terarah pada tujuan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Sedangkan

untuk mengetahui sejauh mana kegiatan belajar yang dilaksanakan itu mencapai

tujuan dan memenuhi target atau tidak, maka diperlukan adanya kegiatan evaluasi.

Hasil dari kegiatan evaluasi itu antara lain akan memberikan gambaran mengenai

prestasi hasil belajar dari peserta didik.

Kata “prestasi” berasal dari bahasa Belanda yaitu ”prestatie”. Kemudian

dalam bahasa Indonesia menjadi “prestasi” yang berarti hasil usaha. Dengan

demikian, prestasi belajar berarti hasil dari kegiatan (Zainal Arifin, 1990:3).

. Menurut Syaifudin Azwar (2000: 90) prestasi belajar adalah hasil

maksimal seseorang dalam menguasai materi-materi yang telah diajarkan. Prestasi

belajar merupakan fungsi yang penting dalam suatu pembelajaran. Kemampuan

hasil belajar merupakan puncak dari proses belajar, pada proses ini siswa

menunjukkan keberhasilan atau kegagalan dalam belajarnya.. Menurut Zainal

Arifin (1990:5-6) prestasi belajar semakin terasa penting untuk dipermasalahkan,

karena mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain:

a. Prestasi belajar merupakan suatu indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan

yang telah dikuasai anak didik.

b. Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. Hal ini

didasarkan pada asumsi bahwa para ahli psikologi biasanya menyebutkan hal

ini sebagai tendensi keingintahuan dan merupakan kebutuhan umum pada

manusia, termasuk kebutuhan anak didik dalam suatu program pendidikan.

c. Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.

d. Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi

pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan

(40)

commit to user

dalam arti bahwa tinggi atau rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan

indikator tingkat kesuksesan anak didik masyarakat.

e. Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) anak didik.

Dalam proses belajar dan pembelajaran yang telah diprogram dalam

kurikulum.

Pada pedoman Pengembangan Penilaian Kurikulum SMA 2004

dijelaskan bahwa untuk mengetahui seberapa jauh peserta didik telah memiliki

kompetensi dasar perlu dikembangkan suatu sistem penilaian. Sistem penilaian

yang dilakukan harus mencakup seluruh kompetensi dasar dengan menggunakan

indikator yang dikembangkan oleh guru. Sistem penilaian berbasis kompetensi

yang direncanakan adalah sistem penilaian berkelanjutan. Berkelanjutan dalam

arti semua indikator ditagih, kemudian hasil dianalisis untuk menentukan

kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui

kesulitan peserta didik (Abdul Ghofur, 2003 :19).

Prestasi belajar siswa dalam hal ini meliputi dua aspek, yaitu aspek kognitif,

dan aspek afektif.

a. Aspek kognitif

Menurut Mulyani Arifin (1995:24), bahwa aspek kognitif dapat berupa

pengetahuan dan ketrampilan intelektual yang meliputi produk ilmiah dan

proses ilmiah. Produk ilmiah meliputi : fakta-fakta, konsep-konsep,

prinsip-prinsip, generalisasi, teori dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan proses ilmiah meliputi : pengamatan, pemahaman, aplikasi,

analisis dan evaluasi. Untuk aspek pengetahuan, evaluasi dapat dilakukan

melalui tes lisan maupun tertulis yang relevan dengan pokok bahasan tersebut.

b. Aspek afektif

Evaluasi aspek afektif berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat

penerimaan atau penolakan terhadap suatu obyek. Evaluasi aspek afektif

dalam hal ini meliputi kesadaran diri, kecakapan berpikir rasional, kecakapan

sosial, dan kecakapan akademik.

(41)

commit to user

7. Ikatan Kimia

Menurut kurikulum 2004 subpokok bahasan Ikatan Kimia diajarkan pada

siswa kelas X semester I. Standar kompetensi yang ingin dicapai dalam

pengajaran subpokok bahasan ini adalah mendeskripsikan struktur atom, sifat-sifat

periodik unsur dan ikatan kimia serta struktur molekul dan sifat-sifatnya.

Sedangkan kompetensi dasar yang ingin dicapai yaitu mendeskripsikan

kemungkinan terjadinya ikatan kimia dengan menggunakan tabel periodik.

Pokok bahasan Ikatan Kimia subpokok bahasan-sub pokok bahasan

sebagai berikut:

a. Ikatan Ion

b. Ikatan Kovalen

c. Ikatan Kovalen Koordinat

d. Polarisasi Ikatan Kovalen

e. Ikatan Logam

Dalam penelitian ini semua materi diajarkan.

Unsur gas mulia merupakan golongan unsur yang paling stabil. Semua

unsur gas mulia terdapat di alam sebagai gas monoatomik (atom-atomnya berdiri

sendiri) dan sangat sukar bereaksi dengan unsur lain. Menurut pendapat W.

Kossel dan Gilbert N Lewis, kestabilan sifat gas mulia disebabkan oleh elektron

valensinya yang berjumlah delapan (kecuali He dengan elektron valensi dua).

Konfigurasi elektron valensi gas mulia ini dikenal sebagai konfigursi oktet, karena

terdiri atas 8 elektron pada kulit luarnya. (Perhatikan Tabel. 2)

Tabel 2. Konfigurasi Elektron Unsur-unsur Gas Mulia

(42)

commit to user a. Ikatan Ion

Ikatan ion merupakan ikatan yang terbentuk akibat gaya elektrostatis antara

ion yang berlawanan muatan sebagai akibat serah terima elektron dari satu atom

ke atom yang lain.

Unsur lain akan melepaskan atau menerima elektron agar elektron valensinya

serupa dengan elektron valensi unsur-unsur gas mulia sehingga mencapai

kestabilan. Unsur golongan Alkali dan Alkali Tanah cenderung melepaskan

elektron terluarnya untuk mencapai kestabilan dengan membentuk ion positif.

Unsur-unsur Halogen mempunyai 7 elektron valensi, sehingga untuk membentuk

konfigurasi elektron valensi seperti gas mulia (oktet) perlu menerima satu

elektron, dengan demikian Halogen lebih stabil dalam bentuk ion negatif.

Senyawa biner dari logam Alkali dengan golongan Halogen seperti NaCl, NaBr,

KI, LiS dan CsCI semunya bersifat ionik. Senyawa dari logam Alkali Tanah juga

bersifat ionik, kecuali beberapa senyawa dari Be.

Contoh:

Pada reaksi-reaksi berikut, masing-masing unsur dapat mencapai konfigurasi

oktet. Tulislah rumus elektron (rumus Lewis) dan rumus empiris senyawa

yang terbentuk

* Mg (Z = 12) + Cl (Z = 17)

Jawab :

Mg (Z = 12) dan Cl (Z = 17) mempunyai konfigurasi elektron sebagai berikut:

Mg : 2 8 2

Cl : 2 8 7

Untuk mencapai konfigurasi oktet, Mg harus melepas 2 elektron, sedangkan

Cl menyerap 1 elektron. Atom Mg berubah menjadi ion Mg2+, sedangkan

atom Cl menjadi ion Cl

-Mg (2 8 2) Mg2+ (2 8 ) + 2e

Cl (2 8 7) + e Cl- (2 8 8)

Ion Mg2+ dan ion Cl- kemudian bergabung membentuk senyawa denganr umus

(43)

commit to user b. Ikatan Kovalen

1) Ikatan Kovalen Tunggal

Ikatan yang terbentuk karena penggunaan bersama pasangan elektron

disebut ikatan kovalen. Pada umumnya, ikatan kovalen terjadi antar unsur

non logam yaitu antar unsur yang mempunyai daya tarik elektron relatif

besar. Ikatan kovalen terbentuk karena serah terima elektron tidak

dimungkinkan.

Contoh: Gambarkan terjadinya ikatan kovalen pada HCl !

H = 1

Cl = 2, 8, 7

Sesuai dengan aturan Oktet, atom H kekurangan 1 elektron (sehingga

menyerupai Helium). Demikian juga, atom Klorin membutuhkan

tambahan 1 elektron (sehingga menyerupai Argon). Meskipun

kelektronegatifan Klorin lebih besar dari pada Hidrogen, atom Cl tidak

dapat merampas elektron dari atom H karena atom H juga mempunyai

daya tarik elektron yang relatif besar. Keadaan yang lebih stabil dapat

dicapai dengan pemasangan elektron (membentuk ikatan kovalen).

Masing-masing atom H dan Cl menyumbang 1 elektron untuk membentuk

pasangan elektron milik bersama. Perhatikan gambar 1 !

H + Cl

H Cl

HCl

Gambar 1. Pembentukan Ikatan Kovalen pada HCl

2) Ikatan Kovalen Rangkap dan Ikatan Kovalen Rangkap Tiga

Dua atom dapat membentuk ikatan dengan sepasang, dua pasang atau tiga

pasang elektron bergantung pada jenis unsur yang berikatan. Ikatan

dengan sepasang elektron disebut ikatan tunggal (ikatan kovalen), yang

menggunakan dua pasang elektron disebut ikatan kovalen rangkap dua,

sedangkan yang menggunakan tiga pasang elektron disebut ikatan kovalen

rangkap tiga.

Ikatan kovalen rangkap dua misalnya pada pembentukan O2 di gambarkan

(44)

commit to user

O O O O O O

Gambar 2. Pembentukan Ikatan Kovalen pada O2

Ikatan kovalen rangkap tiga misalnya pada pembentukan N2, yaitu :

N N N N N N

Gambar 3. Pembentukan Ikatan Kovalen pada N2

c. Ikatan Kovalen Koordinat

Dalam beberapa senyawa, ikatan kovalen dapat pula terbentuk dengan

penggunaan bersama sepasang elektron yang berasal dari salah satu atom yang

berikatan, sedangkan atom lain hanya menerima saja pasangan elektron yang

digunakan bersama itu. Ikatan kovalen yang terbentuk disebut ikatan kovalen

koordinat. Pasangan elektron ikatan pembentuk ikatan koordinat digambarkan

dengan anak panah kecil yang arahnya menuju atom yang menerima pasangan

elektron.

Gambar 4. Pembentukan Ikatan Kovalen Koordinat pada NH3BCl3

d. Polarisasi Ikatan Kovalen

Keelektronegatifan yaitu sifat yang menyatakan kecederungan relatif

dari unsur-unsur dalam hal menarik elektron ikatan ke pihaknya. Tabel 2

merupakan daftar harga keelektronegatifan.

Tabel 3. Daftar Keelektronegatifan

(45)

commit to user

Salah satu akibat dari perbedaan keelektronegatifan ialah terjadinya polarisasi

pada ikatan kovalen. Perhatikan dua contoh berikut :

H

H H Cl

a. Non polar b. Polar

Gambar 5. Polarisasi pada Ikatan Kovalen Polar dan Ikatan Kovalen Non

Polar

Pada contoh (a), kedudukan pasangan elektron ikatan sudah pasti

simetris terhadap kedua atom H. Dalam molekul H2 tersebut muatan negatif

(elektron) tersebut secara homogen. Ikatan seperti itu disebut ikatan kovalen

non polar. Pada contoh (b), pasangan elektron ikatan tertarik lebih dekat ke

atom Cl, karena Cl mempunyai daya tarik elektron lebih besar dari pada H.

akibatnya, pada HCl terjadi polarisasi, dimana atom C lebih negatif dari pada

atom H. ikatan seperti itu disebut ikatan kovalen polar.

Molekul dengan ikatan kovalen non polar seperti H2, Cl dan N2 sudah

tentu bersifat non polar. Sebaliknya, molekul dengan ikatan polar bisa bersifat

polar, bisa pula bersifat non polar, bergantung pada geometri/bentuk

molekulnya. Walaupun ikatan bersifat polar jika molekul bersifat simetris

maka secara keseluruhan molekul bersifat non polar.

Perhatikan beberapa molekul berikut:

Molekul BeCl2 NH3 BF3

Bentuk Molekul Linear Piramida Segitiga planar

Tabel 4. Contoh Molekul, Rumus Struktur, dan Bentuk Molekul

e. Ikatan Logam

Unsur logam mempunyai sedikit elektron valensi. Oleh karen aitu

kulit terluar unsur logam relatif longgar (terdapat banyak tempat kosong).

Gambar

Gambar 1.  Pembentukan Ikatan Kovalen pada HCl…………...………………………28
Tabel 1. Rata-rata NEM SMA Bidang Studi Kimia se-Jawa Tengah
Tabel 2. Konfigurasi Elektron Unsur-unsur Gas Mulia
Gambar 1. Pembentukan Ikatan Kovalen pada HCl
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perkembangan teknologi pada industri pangan yang semakin canggih menuntut kualifikasi pekerja yang sesuai dengan perkembangan teknologi yang ada, kebutuhan dunia

Konsentrasi standar dosis methyl bromida yang dilakukan pada penelitian ini mengadopsi dari standar Australian Quarantine and Inspection Service (AQIS) untuk fumigasi

Kami bisa melihat Gunung Batur dan Danau Batur dengan sangat jelas dari halaman belakang pura.. Aku berdecak kagum melihat keindahan

Sehubungan dengan pelelangan yang dilakukan oleh Pokja V Pengadaan Barang/Jasa Tahun Anggaran 2014 pada Kantor Layangan Pengadaan Kabupaten Musi Banyuasin untuk kegiatan :. APBD

Jaringan kepentingan yang terjadi dalam kegiatan pertambangan emas yaitu kelompok penambang sebagai individu yang memiliki sumber daya, kemudian pemburu rente

Pimpinan RS harus menetapkan indikator kunci untuk memonitor struktur, proses dan hasil (outcome) dari rencana peningkatan mutu pelayanan

Salah saru bentuk reformasi yang telah dilakukan yaitu mengesahkan sejumlah kebijakan dan peraturan yang berkaitan pengelolaan keuangan pemerintah daerah

kerja yang dibutuhkan bagi penigkatan kinerja kinerja organisasi. Faktor internal yang terdiri dari:. a. Tujuan organisasi, yaitu apa yang ingin dicapai dan apa yang