commit to user
STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN METODE
PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL TAI (TEAM ASSISTED
INDIVIDUALIZATION) DAN MODEL LT (LEARNING TOGETHER)
TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA SUBPOKOK
BAHASAN IKATAN KIMIA KELAS X SEMESTER 1
SMA NEGERI 2 SUKOHARJO
TAHUN PELAJARAN
2005/2006
Oleh :
KRISTYA WIDYANING M
K3301034
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN METODE
PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL TAI (TEAM ASSISTED
INDIVIDUALIZATION) DAN MODEL LT (LEARNING TOGETHER)
TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA SUBPOKOK
BAHASAN IKATAN KIMIA KELAS X SEMESTER 1
SMA NEGERI 2 SUKOHARJO
TAHUN PELAJARAN
2005/2006
Oleh :
KRISTYA WIDYANING M
K3301034
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Kimia Jurusan P MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Haryono, M.Pd Dr. rer. nat. Hj. Sri Mulyani, M.Si
commit to user
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.dan diterima untuk memenuhi
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari :
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi :
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Dra. Hj. Bakti Mulyani, M.Si ...
Sekretaris : Sri Retno Dwi Ariani, S.Si, M.Si ...
Anggota I : Drs. Haryono, M.Pd ...
Anggota II : Dr. rer. nat. Hj. Sri Mulyani, M.Si ...
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd
commit to user
ABSTRAK
Kristya Widyaning M. STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) DAN MODEL LT (LEARNING TOGETHER) TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA SUBPOKOK BAHASAN IKATAN KIMIA KELAS X SEMESTER 1 SMA NEGERI 2 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2005/2006. Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, April 2009.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa pembelajaran dengan
metode Team Assisted Individualization dapat memberikan prestasi belajar yang lebih
tinggi dibandingkan dengan metode Learning Together pada subpokok bahasan Ikatan
Kimia bagi siswa kelas X semester 1 SMA Negeri 2 Sukoharjo tahun pelajaran
2005/2006.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain penelitian
Randomized Control Group Pretest and Posttest Design. Pengambilan sampel
menggunakan teknik random sampling. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X
SMA Negeri 2 Sukoharjo tahun pelajaran 2005/2006. Sampel terdiri dari dua kelas yaitu
kelas X-4 dan X-5 yang diambil secara random sampling. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan metode tes bentuk objektif untuk aspek kognitif, metode angket untuk
aspek afektif, dan tes dalam bentuk uraian untuk aspek psikomotor. Adapun analisis data
yang digunakan adalah uji-t pihak kanan dengan taraf signifikansi 5 %.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan
metode Team Assisted Individualization dapat memberikan prestasi belajar yang lebih
tinggi dibandingkan metode Learning Together pada subpokok bahasan Ikatan Kimia.
Hal ini ditunjukkan oleh ketiga harga thitung kelas ekperimen Team Assisted
Individualization dan Learning Together berdasarkan uji-t pihak kanan untuk nilai
kognitif (2,4473), afektif (1,7110), dan psikomotor (2,0625) lebih besar daripada ttabel =
commit to user
MOTTO
“Dalam permasalahan dan tekanan sekalipun, rencana TUHAN tetaplah rencana yang
terbaik bagi kita.”
(Alberti)
”Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang”
commit to user
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya sederhana ini untuk :
Ayah dan Ibu tercinta yang senantiasa memberikan dukungan dan doa Adikku Andri
Mas Hary untuk dukungan dan doanya
Beti, Sari, Siska, Reni, Ninik, Siti, dan Ima yang membuat persahabatan terasa
indah
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih
dan karunia-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini ditulis
untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Banyak hambatan, , tantangan, dan kesulitan dalam penulisan skripsi ini, namun
berkat bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak akhirnya kesulitan yang
timbul dapat teratasi. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang
terhormat :
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi ijin
penyusunan skripsi.
2. Dra. Hj. Kus Sri Martini, M Si selaku Ketua Jurusan P MIPA Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi ijin
penyusunan skripsi ini.
3. Dra. Hj. Tri Redjeki, M Si selaku Ketua Program Kimia yang telah memberi ijin
penyusunan skripsi ini.
4. Drs. Haryono, M M selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan,
petunjuk dan pengarahan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
5. Dr. rer. nat. Hj. Sri Mulyani, M Si selaku Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, petunjuk dan pengarahan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan.
6. Drs. Djohar Arifin selaku Kepala SMA Negeri 2 Sukoharjo yang telah
memberikan ijin dan atas kerjasama yang baik sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
7. Dra. Subodro selaku guru kimia SMA Negeri 2 Sukoharjo yang telah membantu
dan memberi kemudahan dalam proses penelitian.
8. Siswa-siswi SMA Negeri 2 Sukoharjo yang telah membantu dalam pelaksanaan
commit to user
9. Teman-teman kimia’01 yang telah menjadi pendorong unuk menyelesaikan
skripsi ini.
10.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu telah membantu
dalam penulisan skripsi ini.
Semoga Tuhan membalas kebaikan dengan melimpahkan anugerah-Nya kepada semua
pihak tersebut.
Penulis menyadari bahwa hasil skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka
dari itu diperlukan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.
Akhirnya, penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.
Surakarta, April 2009
.
commit to user
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL………...………i
PERSETUJUAN………...…………...………iii
PENGESAHAN………...……….iv
ABSTAK...v
MOTTO...vi
PERSEMBAHAN...vii
KATA PENGANTAR...viii
DAFTAR ISI………...…………....x
DAFTAR TABEL...xiii
DAFTAR GAMBAR...xv
DAFTAR LAMPIRAN...xvi
BAB I PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang Masalah……….1
B. Identifikasi Masalah………4
C. Pembatasan Masalah………...5
D. Perumusan Masalah………5
E. Tujuan Penelitian………5
F. Manfaat Penelitian………...6
BAB II LANDASAN TEORI………...7
A. Tinjauan Pustaka……….7
1. Studi Komparasi………7
2. Teori-teori Belajar ……..…...………...7
a.Teori Belajar ………....10
b.Teori Belajar Konsep...………....13
c. Teori Belajar Konstruktivisme... 3. Pembelajaran Kooperatif………14
4. Metode TAI (Team Assisted Individualization)……...……….…..18
commit to user
6. Prestasi Belajar………23
7. Ikatan Kimia………25
B. Penelitian yang Relevan………31 C. Kerangka Pemikiran………..31
D. Perumusan Hipotesis……….33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………...34
A. Tempat dan Waktu Penelitian………...34
1. Tempat Penelitian………...34
2. Waktu Penelitian……….34
B. Metodologi Penelitian………...34
1. Variabel Penelitian………..34
2. Desain Penelitian………34
C. Populasi dan Sampel……….35
1. Populasi………...35
2. Sampel……….…………35
D. Teknik Pengumpulan Data………35
1. Sumber Data………35
2. Uji Coba Instrumen……….35
E. Teknik Analisis Data……….42
1. Uji Prasyarat………42 2. Uji Hipotesis………...44 BAB IV HASIL PENELITIAN………...46 A. Deskripsi Data………...……45
B. Hasil Pengujian Prasyarat Analisis………...…50
1. Uji Nomalitas………..50
2. Uji Homogeitas………..…….51
C. Pengujian Hipotesis………..51
D. Pembahasan………..….52
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN………..57 A. Kesimpulan………...57
commit to user
C. Saran-saran………57
DAFTAR PUSTAKA………59
commit to user
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Rata-rata NEM SMA Negeri Skala Nasional dan Propinsi Jawa Tengah
Bidang Studi Kimia...1
Tabel 2. Konfigurasi Elektron Gas-gas Mulia...26
Tabel 3. Daftar Keelektronegatifan...29
Tabel 4. Contoh Molekul, Rumus Struktur, dan Bentuk Molekul...30
Tabel 5. Desain Penelitian Randomized Control Group Pretest Posttest Design………....34
Tabel 6. Rangkuman Hasil Uji Taraf Kesukaran Soal………...36
Tabel 7. Rangkuman Hasil Uji Taraf Pembeda Soal………37
Tabel 8. Rangkuman Hasil Uji Validitas Soal………...…....38
Tabel 9. Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Soal………...39
Tabel 10. Kriteria Penilaian Aspek Afektif………...………....39
Tabel 11. Rangkuman Hasil Uji Validitas Soal Angket………...40
Tabel 12. Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Soal………...41
Tabel 13. Rangkuman Deskripsi Data Penelitian………....46 Tabel 14. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas Eksperimen TAI...47
Tabel 15. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas Eksperimen LT...47
Tabel 16. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Afektif Siswa Kelas Eksperimen TAI...48
Tabel 17. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Afektif Siswa Kelas Eksperimen LT...48
Tabel 18. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Selisih Nilai Kognitif……….………..49 Tabel 19. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Selisih Nilai Afektif...49
Tabel 20. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Selisih Nilai Kognitif ………...50
Tabel 21. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Selisih Nilai Afektif …...…………...50
Tabel 22. Ringkasan Hasil Uji-t Pihak Kanan Selisih Nilai Kognitif Kelas Eksperimen TAI dan Kelas Eksperimen LT ………...…………..50
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Pembentukan Ikatan Kovalen pada HCl…………...………28
Gambar 2. Pembentukan Ikatan Kovalen pada O2…………...…………..………28
Gambar 3. Pembentukan Ikatan Kovalen pada N2…………...…………..……...…28
Gambar 4. Pembentukan Ikatan Kovalen Koordinat pada NH3BCl3….……..……...…29
Gambar 5. Polarisasi pada Ikatan Kovalen Polar dan Ikatan Kovalen
Non Polar...29
Gambar 6. Histogram Selisih Nilai Kognitif Kelas Eksperimen Model
TAI dan Model LT...47
Gambar 7. Histogram Selisih Nilai Afektif Kelas Eksperimen Model
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Format Pengembangan Silabus KBK...61
Lampiran 2. Skenario Pembelajaran...63
Lampiran 3. Lembar kerja Siswa...69
Lampiran 4. Lembar Soal Try Out Instrumen Kognitif...77
Lampiran 5. Lembar Jawab Soal Try Out Instrumen Kognitif ……….……….82
Lampiran 6. Kunci Jawaban Soal Try Out Instrumen Kognitif...83
Lampiran 7. Hubungan Indikator, Kisi-kisi, dan Jenjang Kemampuan Soal Kognitif...84
Lampiran 8. Instrumen Penilaian Kognitif………...86
Lampiran 9. Indikator Instrumen Penilaian Afektif...91
Lampiran 10. Instrumen Penilaian Afektif...92
Lampiran 11. Instrumen Penilaian Psikomotor...94
Lampiran 12. Uji Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda Soal Try Out Instrumen Penilaian Kognitif...95
Lampiran13. Uji Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda Soal Instrumen Penilaian Kognitif...97
Lampiran 14. Uji Validitas dan Reliabilitas Angket Afektif...98
Lampiran 15. Data Induk Penelitian...100
Lampiran 16. Uji t-matching...101
Lampiran 17. Uji Normalitas...102
Lampiran 18. Uji Homogenitas...116
Lampiran 19. Uji-t Pihak Kanan...123
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Telah lama upaya peningkatan mutu pendidikan dilakukan oleh bangsa
Indonesia, namun sampai saat ini hasilnya belum memuaskan (Depdiknas, 2003).
Hal ini terlihat dari nilai rata-rata NEM SMA pada bidang studi kimia dari tahun
ke tahun skala nasional pada umumnya dan propinsi Jawa Tengah pada khususnya
selalu berada di bawah angka 6. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata NEM SMA Bidang Studi Kimia se-Jawa Tengah
No. Tahun Pelajaran Rata-rata NEM
1. 2000/2001 4,90
2. 2001/2002 5,51
3. 2002/2003 5,13
4. 2003/2004 4,89
5. 2004/2005 5,01
Sumber : Depdiknas, 2003, http://www.ebtanas.org
Masalah lain dalam bidang pendidikan di Indonesia juga banyak
diperbincangkan adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu
didominasi peran guru (teacher centered). Guru lebih banyak menempatkan siswa
sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Pendidikan kita kurang
memberikan kesempatan kepada siswa dalam berbagai mata pelajaran untuk
mengembangkan kemampuan berpikir menyeluruh (holistic), kreatif, objektif, dan
logis. (Depdikbud, 2003 : 1)
Demikian juga proses pendidikan dalam sistem persekolahan kita,
umumnya belum menerapkan pembelajaran sampai anak menguasai materi
pembelajaran. Akibatnya, tidak aneh bila banyak siswa yang tidak menguasai
materi pembelajaran meskipun sudah tamat dari sekolah. Pada tahun 2004 yang
lalu, pemerintah telah menetapkan kurikulum pendidikan yang baru yaitu
commit to user
adalah kurikulum yang dikembangkan Departemen Pendidikan Nasional RI untuk
menggantikan Kurikulum 1994. (Nurhadi, 2004 ; 15 )
Ada beberapa alasan mengapa Kurikulum Berbasis Kompentensi (KBK)
menjadi pilihan dalam upaya perbaikan kondisi pendidikan di tanah air ini, di
antaranya :
1. Potensi siswa berbeda-beda,dan potensi tersebut akan berkembang jika
stimulusnya tepat.
2. Mutu hasil pendidikan yang masih rendah serta mengabaikan aspek moral,
akhlak, budi pekerti, seni dan olah raga, serta life skill.
3. Persaingan global sehingga menyebabkan siswa/anak yang mampu akan
berhasil dan anak yang kurang mampu akan gagal.
4. Persaingan pada kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) produk lembaga
pendidikan, serta
5. Persaingan terjadi pada lembaga pendidikan, sehingga perlu rumusan yang
jelas mengenai standar kompentensi lulusan, yang selanjutnya standar
kompentensi mata pelajaran perlu dijabarkan menjadi sejumlah kompentensi
dasar. (Depdiknas, 2003 : 1)
Upaya-upaya dalam rangka perbaikan dan pengembangan kurikulum
menuju Kurikulum Berbasis Kompentensi (KBK) meliputi : kewenangan
pengembangan, pendekatan pembelajaran, penataan isi/konten, serta model
sosialisasi, yang lebih disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi serta
era yang terjadi saat ini. Upaya perbaikan dan pengembangan kurikulum tersebut
berlangsung secara bertahap dan terus menerus yang mengarah pada terwujudnya
azas keluwesan dalam isi kurikulum dan pengelolaan proses belajar mengajar
dalam rangka pengembangan kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan
ekstrakurikuler. (Depdiknas, 2003 : 1)
Kurikulum Berbasis Kompetensi (Competency Based Curriculum)
dimaksudkan sebagai kurikulum untuk mengembangkan kompetensi siswa, yang
meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan sikap serta minat siswa, pada setiap mata
pelajaran yang tercantum di dalam kurikulum itu. Sehingga pendekatan
commit to user
siswa dalam mengelola perolehan belajar (kompetensi) yang paling sesuai dengan
kondisi masing-masing. Dengan demikian, proses belajar lebih mengacu kepada
bagaimana siswa belajar dan bukan lagi pada apa yang dipelajari. (Depdiknas,
2003 : 1)
Sesuai dengan cita-cita dan harapan dari tujuan pendidikan nasional, guru
perlu memiliki beberapa prinsip mengajar yang mengacu pada peningkatan
kemampuan internal siswa dalam merangsang strategi pembelajaran ataupun
melaksanakan pembelajaran. Peningkatan potensi internal itu misalnya dengan
menerapkan jenis-jenis strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa mampu
mencapai kompetensi secara penuh, utuh, dan kontekstual. (Depdiknas, 2003 : 1)
Salah satu paham yang mendasari pengembangan KBK adalah paham
konstruktivisme. Teori konstruktivisme menuntut siswa berperan aktif dalam
pembelajaran mereka sendiri. Karena penekanannya pada siswa yang aktif maka
strategi pembelajarannya sering disebut pengajaran yang terpusat pada siswa
(student centered instruction). (Nurhadi, 2004: 46)
Salah satu metode pendekatan pembelajaran yang dianjurkan dalam KBK
dan berdasar pada paham konstruktivisme adalah metode pembelajaran
kooperatif. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah pendekatan
pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk
bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar (Nurhadi, 2004:112). Sifat
belajar dalam pembelajaran kooperatif tidak sama dengan belajar kelompok atau
bekerja sama biasa. Pembelajaran kooperatif menuntut semua siswa aktif dalam
belajar dan harus selalu memperhatikan temannya untuk dapat berkompetisi
dengan kelompok lain.
Metode TAI (Team Assisted Individualization) dan metode LT (Learning
Together) merupakan metode pembelajaran kooperatif yang cukup dikenal.
Metode pengajaran TAI (Team Assisted Individualization) mengelompokkan
siswa ke dalam kelompok kecil yang dipimpin oleh seorang ketua kelompok/tutor
sebaya yang mempunyai pengetahuan yang lebih dibandingkan anggotanya.
Kesulitan pemahaman materi yang dialami oleh siswa dapat dipecahkan bersama
commit to user
Untuk itu pengetahuan TAI menitikberatkan pada keaktifan siswa dan
memerlukan kemampuan interaksi sosial yang baik antara semua komponen
pengajaran. (Slavin, 2008 : 98)
Metode LT (Learning Together) mengelompokkan siswa dalam kelompok
kecil, siswa akan mengerjakan tugas dalam suatu kelompok, dimana setiap
individu akan memberi sumbangan pemikiran pada pemecahan tugas tersebut,
sehingga tujuan yang dikehendaki tercapai. Sebagai contoh, seorang guru baru
saja menyelesaikan sajian pendek atau para siswa telah selesai membaca.
Selanjutnya, guru meminta para siswa untuk menyadari secara lebih serius
mengenai yang telah dijelaskan oleh guru atau yang telah dibaca. (Slavin, 2008:
129)
Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian dengan judul:
STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN
METODE TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) DAN METODE LT
(LEARNING TOGETHER) TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA
SUBPOKOK BAHASAN IKATAN KIMIA KELAS X SEMESTER I SMA
NEGERI 2 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2005/2006.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka timbul berbagai
masalah yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Apakah pengajaran dengan metode TAI (Team Assisted Individualization)
sesuai untuk pokok bahasan Ikatan Kimia?
2. Apakah pengajaran dengan metode LT (Learning Together) sesuai untuk
pokok bahasan Ikatan Kimia?
3. Apakah pengajaran dengan metode TAI (Team Assisted Individualization)
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Ikatan Kimia?
4. Apakah pengajaran dengan metode LT (Learning Together) dapat
commit to user
5. Adakah perbedaan prestasi belajar yang menggunakan metode TAI (Team
Assisted Individualization) dan LT (Learning Together) pada pokok bahasan
Ikatan Kimia?
6. Apakah metode pengajaran dengan metode TAI (Team Assisted
Individualization) dapat memberikan prestasi belajar yanag lebih tinggi
dibandingkan metode LT (Learning Together)?
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini mempunyai arah yang jelas dan pasti, maka perlu adanya
pembatasan masalah. Penelitian ini hanya membatasi permasalahan sebagai
berikut:
1. Materi yang diajarkan khusus pada subpokok bahasan Ikatan Kimia.
2. Pembelajaran dilakukan dengan metode TAI (Team Assisted
Individualization) dan metode LT (Learning Together)
3. Perbedaan prestasi belajar siswa dengan menggunakan metode TAI (Team
Assisted Individualization) dan LT (Learning Together) pada pokok bahasan
Ikatan Kimia.
4. Subjek penelitian hanya dibatasi pada siswa kelas X semester I SMA Negeri 2
Sukoharjo.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah maka permasalahan
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
“Apakah pengajaran dengan metode TAI (Team Assisted Individualization) dapat memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan metode LT (Learning
Together) pada pokok bahasan Ikatan Kimia bagi siswa kelas X semester I SMA
Negeri 2 Sukoharjo?
E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk
commit to user
Individualization) dapat memberikan prestasi belajar yang lebih baik
dibandingkan metode LT (Learning Together) pada pokok bahasan Ikatan Kimia
bagi siswa kelas X semester I SMA Negeri 2 Sukoharjo”
F. Manfaat Penelitian
Dengan penelitian ini diharapkan dapat diambil manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi
bahwa metode pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa.
2. Manfaat Praktis
Metode pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) dan Learning
Together dapat digunakan sebagai referensi dan acuan dalam proses
pembelajaran ikatan kimia yang menjadikan siswa sebagai subjek
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Studi Komparasi
Studi dalam kamus besar bahasa Indonesia artinya kajian; mempelajari
(Depdikbud, 1990: 860). Dalam skripsi ini studi berarti mempelajari.
Komparasi berasal dari bahasa Inggris “comparation” yang artinya perbandingan (Depdikbud, 1990: 450), Nana S. Sukmadinata mengemukakan
bahwa “Penelitian komparatif diarahkan untuk mengetahui apakah antara dua atau lebih dari dua kelompok ada perbedaan dalam aspek atau variabel yang diteliti” . (Sukmadinata, 2005:56)
Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil pengertian bahwa yang
dimaksud studi komparasi adalah suatu kegiatan untuk mempelajari atau
menyelidiki dengan membandingkan dua kelompok sehingga dapat diketahui
perbedaannya.
2. Teori-teori Belajar
Dalam pembelajaran menggunakan kurikulum berbasis kompetensi, terutama
dalam pembelajaran kooperatif didasarkan pada beberapa teori. Diantara
teori-teori tersebut diantaranya : teori-teori belajar sosial, teori-teori belajar konsep, dan teori-teori
belajar konstruktivisme
a. Teori Belajar Sosial
Teori belajar sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang
tradisional. Teori belajar sosial dikembangkan oleh Albert Bandura (Ratna Wilis
Dahar, 1989: 27). Teori belajar sosial menerima sebagian besar prinsip-prinsip
teori-teori perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada efek-efek
dari isyarat-isyarat dari perilaku dan pada proses-proses mental internal. Jadi
eksternal dan penjelasan-penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana
belajar dari orang lain.
Menurut Albert Bandura dalam Gredler (1994:369) pandangan faham
commit to user
“dipukul” oleh stimulus-stimulus yang berasal dari lingkungan. Alih-alih fungsi psikologi orang itu dijelaskan sebagai interaksi timbal balik yang terus menerus
yang terjadi antara faktor-faktor penentu pribadi dan lingkungan. Asumsi yang
menjadi dasar teori belajar sosial yaitu yang pertama, proses belajar menuntut dari
si belajar proses kognitif dan ketrampilan pengambilan keputusan. Kedua, belajar
ialah hubungan segi tiga yang saing berkaitan antar lingkungan, faktor pribadi dan
tingkah laku. Ketiga, belajar menghasilkan pemerolehan kode tingkah laku verbal
dan visual yang mungkin diunjukkerjakan, mungkin juga tidak.. (Gredler, 1994:
380)
Konsep-konsep utama dari teori belajar sosial antara lain:
1) Pemodelan (modelling)
Bandura memperhatikan bahwa penganut-penganut Skinner memberi
penekanan pada efek-efek dari konsekuensi- konsekuensi pada perilaku dan
tidak mengindahkan fenomena pemodelan, yaitu meniru perilaku orang lain
dan pengalaman vicarious, yaitu belajar dari keberhasilan dan kegagalan
orang lain. Ia merasa bahwa sebagian besar belajar yang dialami manusia
tidak dibentuk dari konsekuensi-konsekuensi, melainkan manusia itu belajar
dari suatu model.
2) Fase Belajar
Menurut Bandura, ada empat fase belajar dari model, yaitu fase perhatian
(attetional phase), fase retensi (retention phase), fase produksi (reproduction
phase) dan fase motivasi (motivational phase).
1). Fase perhatian
Fase pertama dalam belajar observasional ialah memberikan
perhatian pada suatu model dalam kelas, guru akan memperoleh perhatian
dengan menyajikan isyarat-isyarat yang jelas dan menarik. Perhatian siswa
juga akan diperoleh dengan menggunakan hal-hal yang baru, aneh atau tak
terduga dan dengan motivasi para siswa agar menaruh perhatian.
2). Fase Retensi
Belajar observasional terjadi berdasarkan kontinuitas. Dan kejadian
commit to user
penyajian simbolik dari penampilan itu dalam memori jangka panjang.
Menurut Bandura:
“Observers who code medeled activities into either words, encise labels, or vivid imagery learn and retain behavior better than those who simply observe or are mentally preoccupied with other matters while watching”
Dari apa yang dikemukakan oleh Bandura di atas, terlihat betapa
pentingnya peranan kata-kata, nama-nama atau bayangan yang kuat yang
dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan yang dimodelkan dalam mempelajari
dan mengingat perilaku.
3). Fase Reproduksi
Dalam fase ini, bayangan (imagery) atau kode-kode simbolik verbal
dalam memori membimbing penampilan yang sebenarnya dari perilaku
yang baru diperoleh. Fase reproduksi mengizinkan model atau intruktur
untuk melihat apakah komponen-komponen suatu urutan perilaku telah
dikuasai oleh yang belajar. Perlu disebut pentingnya arti umpan balik yang
bersifat untuk memperbaiki dan membentuk perilaku yang diinginkan.
Umpan balik ini dapat ditujukan pada aspek-aspek yang benar dari
penampilan, tetapi yang lebih penting adalah ditujukan pada aspek-aspek
yang salah dari penampilan. Secara cepat memberitahu siswa tentang
respon-respon yang tidak tepat sebelum berkembang kebiasaan-kebiasaan
yang tidak diinginkan, merupakan pelaksanaan pengajaran yang baik.
Umpan balik dalam fase reproduksi merupakan suatu variabel penting
dalam perkembangan penampilan ketrampilan yang diajarkan.
4). Fase Motivasi
Fase terakhir dalam proses belajar observasional ialah fase motivasi.
Para siswa akan meniru suatu model, sebab mereka merasa bahwa dengan
berbuat demikian mereka akan meningkatkan kemungkinan untuk
memperoleh reinforsemen. Dalam kelas, fase motivasi dari observasional
kerap kali terdiri atas pujian atau angka untuk penyesuaian dengan model
commit to user 3) Belajar Vicarious
Sebagian besar dari belajar observasional termotivasi oleh harapan
bahwa meniru model dengan baik akan menuju pada reinforsemen. Tetapi, ada
orang yang belajar dengan melihat orang diberi reinforsemen atau dihukum
ketika terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu. Inilah yang disebut belajar
“vicarious”.
4) Pengaturan Sendiri
Konsep penting dalam belajar observasional ialah pengaturan sendiri
atau “self regulation”. Dalam teori belajar sosial mengemukakan, bahwa sebagian besar dari kriteria yang kita miliki untuk penampilan kita, kita
pelajari, seperti banyak hal-hal yang lain, dari model-model dari dunia sosial
kita (Ratna Wilis Dahar, 1989:28-31).
Apabila kita memperhatikan perilaku model dan menciptakan kode-kode
verbal atau kode-kode imagery bagi apa yang kita amati, kita akan belajar dari
model itu. Umpan balik untuk memperbaiki, diberikan sebelum fase
reproduksi belajar dari model-model, mempunyai efek yang kuat terhadap
perilaku. Reinforsemen dan hukuman yang ditimbulkan sendiri secara
langsung dan dialami secara vicarious, menentukan sejauh mana perilaku
yang baru itu akan ditampilkan.
b. Teori Belajar Konsep
1) Pengertian Konsep
Menurut Rosser dalam Ratna Wilis Dahar (1989:80), konsep adalah
suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan
atau hubungan-hubungan yang mewakili atribut-atribut yang sama. Definisi
konsep menurut Mulyati Arifin (1995:38) yang menyatakan bahwa sekumpulan
pengamatan yang digeneralisasi akan membentuk konsep. Konsep adalah
sekumpulan stimuli yang mewakili karakteristik umum, konsep adalah abstraksi
fakta atau pengalaman manusia yang tidak mudah berubah karena keadaan.
Sedangkan menurut Flavell dalam Ratna Wilis Dahar (1989:79) menyarankan
commit to user a) Atribut
Setiap konsep harus mempunyai sejumlah atribut yang berbeda, contoh-contoh
konsep harus mempunyai sejumlah atribut-atribut yang relevan maupun tidak
relevan, atribut dapat berupa fisik maupun fungsional.
b)Struktur
Menyangkut cara terkaitnya atau gabungan atribut-atribut.
c)Keabstrakan
Konsep-konsep dapat dilihat dan konkrit, atau konsep itu terdiri dari
konsep-konsep yang lain.
d)Keinklusifan
Ditujukan pada jumlah contoh yang terlihat dalam konsep.
e)Generalisasi
Bila diklasifikasikan konsep-konsep dapat berbeda dalam posisi superordinat
dan subordinatnya.
f)Ketetapan
Dari suatu konsep menyangkut apakah ada sekumpulan dari aturan-aturan
untuk membedakan contoh-contoh dari yang non contoh dari suatu konsep.
g)Kekuatan
Ditentukan oleh sebuah persetujuan tentang pentingnya konsep tersebut. Jadi
konsep adalah abstraksi atau maksud yang tetap dari sebuah objek atau
kejadian yang digunakan untuk mempermudah komunikasi yang didapat dari
proses generalisasi dan berciri mempunyai atribut yang sama. Oleh karena itu
untuk memperoleh hasil belajar yang baik, siswa harus memahami konsep
yang dipelajari.
2) Pemahaman Konsep
Pemahaman suatu konsep akan menambah daya abstraksi yang diperlukan
dalam komunikasi dan sering digunakan untuk menjelaskan karateristik konsep
lain (Mulyati Arifin, 1995:38), dengan kata lain setiap konsep berhubungan
dengan konsep lain. Semua konsep bersama membentuk jaringan pengetahuan
didalam kepala manusia. Semakin lengkap, terbagi dan kuat hubungan antar
commit to user
Menurut Ausabel dalam Ratna Wilis Dahar (1989:82) siswa dapat dikatakan
memahami konsep jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) Nama
Siswa dikatakan paham jika mampu menyebutkan nama konsep itu.
b) Logic Core
Yaitu ciri khusus sifat-sifat atau faktor yang mendukung suatu konsep.
c) Assosiasi Frame Work
Yaitu menghubungkan konsep yang satu dengan yang lain.
Proses belajar kaitannya dengan proses belajar kimia dianggap sebagai
“input” yang berupa faktor-faktor dan konsep kimia, sedangkan “output” berupa kesatuan konseptual dari fakta-fakta dan konsep kimia. Proses belajar pemahaman
konsep harus dapat memahami konsep-konsep secara benar, untuk itu diperlukan
kemampuan menstruktur konsep-konsep baru dan konsep-konsep yang telah ada
dalam struktur kognitif siswa. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
belajar konsep bukanlah belajar menghafalkan definisi tetapi memperhatikan
hubungan konsep dengan lainnya kemudian menghubungkan konsep baru tersebut
ke dalam struktur pengetahuan mereka.
a) Mengetahui definisi konsep.
b) Memahami ciri khusus atau faktor-faktor yang mendukung atau dikenal
sebagai atribut yang melekat dan berpengaruh terhadap konsep.
c) Mampu menghubungkan dan menerapkan konsep tersebut dalam memecahkan
masalah.
Pemahaman konsep dalam penelitian ini, secara operasional didefinisikan
sebagai nilai siswa dalam mengerjakan tes pemahaman konsep ikatan kimia yang
disusun peneliti.
c. Teori Belajar Konstruktivisme
Menurut Driver dalam Purwoto (2004:38) konstuktivisme sosial
menekankan bahwa belajar menyangkut dimasukkannya seseorang dalam suatu
dunia simbolik. Pengetahuan dikonstruksi bila seseorang terlibat secara sosial
dalam dialog aktif dengan percobaan dan pengalaman. Dalam konteks ini
commit to user
para ahli akan sangat membantu merangsang untuk mengkonstruksi pengetahuan
mereka.
Konstruktivisme menitikberatkan pada persiapan siswa untuk
memecahkan permasalahan agar mengkonstruksi kesadaran mereka sendiri untuk
menginterprestasikan berdasarkan kemampuan awal yang dimiliki. Belajar adalah
lebih merupakan proses untuk menemukan sesuatu daripada suatu proses
mengumpulkan sesuatu. Belajar bukanlah suatu kegiatan mengumpulkan
fakta-fakta, tetapi suatu perkembangan pemikiran yang berkembang dengan membuat
kerangka pengertian yang baru. Siswa harus mempunyai pengalaman dengan
membuat hipotesa, prediksi, mengetes hipotesa, memecahkan persoalan, mencari
jawaban dan lain-lain untuk membentuk konstruksi baru. Setiap siswa mempunyai
cara untuk mengerti sendiri dan mempunyai kekhasan, keunggulan dan
kelemahannya dalam mengerti sesuatu, mereka akan menemukan cara belajar
yang tepat bagi mereka sendiri. Pengetahuan dapat dibentuk secara individual atau
sosial.
Dalam konstruktivisme belajar terjadi dalam keseluruhan pengalaman
dan pengetahuan tidak mempunyai bagian yang terpisah secara fisik dari sistem
syaraf. Secara umum guru yang menerapkan pendekatan konstruktivisme sebagai
fasilitator, pembimbing dan narasumber dari proses yang terjadi. Guru mengatur
lingkungan belajar yang dapat membantu siswa mencapai pemahaman sendiri.
Mengajar bukanlah sekedar memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi
suatu rangkaian kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Mengajar berarti berpartisipasi dengan siswa dalam bentuk
pengetahuan, membuat makna, mempertanyakan kejelasan, bersifat kritis dan
mengadakan justifikasi. Menurut Bettencourt (1989) dalam Purwoto (2004:39),
mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri.
3. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang
didasarkan pada paham konstruktivisme. Konstruktivisme menyatakan bahwa
commit to user
pengajaran ini memberikan kesempatan pada peserta didik untuk bekerjasama
dengan temannya dalam tugas-tugas terstruktur dan inilah yang disebut
pengajaran gotong royong atau cooperative learning (Slavin, 2008). Secara garis
besar prinsip-prinsip konstruktivisme adalah:
a. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik secara personal maupun sosial.
b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya
dengan keaktifan murid itu sendiri untuk menalar.
c. Murid aktif mengkonstruksi terus menerus sehingga selalu terjadi perubahan
konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep
ilmiah.
d. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan prasarana agar proses
konstruksi siswa berjalan mulus. (Paul Suparno, 1997:49).
Konstruktivisme sosiologis berpandangan bahwa masyarakat sebagai
pembentuk pengetahuan disamping pentingnya peran dan keaktifan individu
dalam membentuk pengetahuannya juga tidak dapat dipungkiri peran masyarakat,
orang lain dan lingkungan dalam proses pembentukan pengetahuan tersebut.
Dalam kerangka inilah belajar kelompok menjadi penting. Hilangnya sistem
komando (hierarki) dan berlakunya pola kerja sama (network) dimana tiap-tiap
subsistem akan saling memperkuat, saling memberi dan menerima, memberi
manfaat kepada sesama karena sebaik-baik manusia adalah yang paling
bermanfaat bagi manusia yang lain. Konstruktivisme sosiologis menekankan
bahwa pengetahuan ilmiah merupakan konstruksi sosial bukan konstruksi
individual. Kelompok ini menekankan lingkungan, masyarakat dan dinamika
pengetahuan (Matthews dalam Paul Suparno, 1997:47). Pembelajaran kooperatif
merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang didasarkan pada teori belajar
konstruktivisme sosiologis.
Salah satu metode pembelajaran yang perlu dikembangkan saat ini adalah
metode pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah aktifitas belajar
kelompok yang teratur sehingga ketergantungan pembelajaran pada struktur
commit to user
bertanggungjawab untuk kelompoknya dan dirinya sendiri dan dimotivasi untuk
meningkatkan pembelajaran lainnya (Kessler, 1992:8).
Menurut Salvin (2008) yang dikutip Dimyati (1990:243) dikatakan bahwa
cooperative learning mempunyai tiga karakteristik, yaitu:
a Siswa bekerja dalam tim-tim belajar kecil.
b Siswa didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang
bersifat akademik atau dalam melakukan tugas kelompok.
c Siswa diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi.
Pada pembelajaran ini diyakini bahwa keberhasilan peserta didik akan
tercapai jika setiap anggota kelompoknya berhasil. Karena tujuan dari
pembelajaran kooperatif adalah menciptakan suatu situasi sedemikian sehingga
keberhasilan anggota kelompok mengakibatkan keberhasilan kelompok itu
sendiri. Oleh sebab itu untuk mencapai tujuan dari salah satu anggota, maka salah
seorang anggota melakukan apa saja yang dapat membantu kelompok itu berhasil.
(Slavin, 2008:16-17)
Keberhasilan pembaharuan dalam pendidikan merupakan suatu upaya
sadar yang sengaja dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki praktek
pendidikan dengan sungguh-sungguh (Cece, Djaja dan Tabrani, 1987:33).
Pembelajaran konstruktivisme melalui pembelajaran kooperatif sengaja
diharapkan dapat menjadi pembaharu dalam dunia pendiidkan yaitu sebagai
alternatif jalan keluar dari rendahnya daya serap siswa.
Pembelajaran kooperatif menurut Slavin dibedakan menjadi beberapa tipe,
yaitu:
a StudentTeams Achievement Division (STAD)
b Teams Games Tourmet (TGT)
c Team Assisted Individualization (TAI)
d Cooperative Integrated Reading and Competisoin (CIRC)
e Jigsaw
Masih ada lagi metode belajar lain yang masih dikembangkan antara lain:
a Group Investigation
commit to user
c Complex Instruction
d Structural Dyadic Methods (Slavin, 2008:9-11)
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pengajaran atau
pembelajaran yang didasarkan pada paham konstruktivisme. Dalam teori
konstruktivisme peserta didik harus menemukan sendiri dan memecahkan
informasi baru dengan aturan dan merevisi apabila aturan-aturan ini tidak sesuai
lagi. Sesuai dengan disiplin Ilmu Kimia dimana dalam hal ini perkembangan
dalam dunia kimia sangat dinamis maka kondisi seperti ini mutlak diperlukan.
Pandangan konstruktivisme menyatakan bahwa peserta didik diberi kesempatan
agar menggunakan suatu strategi dalam belajar secara sadar dan pendidik dalam
hal ini membimbing peserta didik ke tingkat pengetahuan ke arah yang lebih
tinggi. Oleh karena itu, agar peserta didik benar-benar memahami mereka harus
bekerjasama untuk memecahkan masalah dan kesulitan yang ada dengan ide-ide
dan kemampuannya.
Pembelajaran dalam kelompok kecil ini akan benar-benar mencerminkan
belajar kooperatif apabila telah menunjukkan lima prinsip dari ciri inilah yang
membedakan dengan kelompok belajar tradisional. Menurut Slavin (2008:2),
karena ada 5 prinsip ini maka proses belajar kooperatif akan berhasil, yaitu:
a. Adanya Sumbangan dari Ketua Kelompok
Tugas dari seorang ketua kelompok adalah memberikan sumbangan
pengetahuannya untuk anggota kelompok, karena ketua kelompok adalah
seorang yang dinilai berkemampuan lebih dibandingkan dengan anggota yang
lainnya. Dalam hal ini anggota diharapkan dapat memperhatikan, mempelajari
informasi atau penjelasan yang diberikan oleh ketua kelompok jika ada
anggota kelompok yang merasa belum jelas, walaupun tugas ini juga bisa
dilakukan oleh anggota lain.
b. Keheterogenan Kelompok
Kelompok belajar yang efektif adalah yang mempunyai anggota kelompok
heterogen, baik dalam jenis kelamin, latar belakang sosial, ataupun tingkat
commit to user c. Ketergantungan Pribadi yang Positif
Setiap anggota kelompok belajar untuk berkembang dan bekerjasama satu
sama lain. Ketergantungan pribadi ini bisa memberikan motivasi bagi setiap
individu karena pada awalnya mereka harus bisa membangun pengetahuannya
terlebih dahulu sebelum mereka bekerjasama dengan temannya.
d. Ketrampilan Bekerjasama
Dalam proses bekerjasama perlu adanya ketrampilan khusus sehingga
kelompok tersebut dapat berhasil membawa nama kelompoknya, proses yang
dibutuhkan disini adalah adanya komunikasi yang baik antar anggota
kelompok.
e. Otonomi
Setiap kelompok mempunyai tugas agar bisa membawa nama kelompoknya
untuk menjadi yang terbaik. Jika mereka mengalami kesulitan dalam proses
pemecahan masalah setelah melampui tahap kegiatan kelompok, maka
mereka akan bertanya kepada gurunya bukan kepada kelompoknya.
Metode kooperatif mempunyai kelebihan-kelebihan dibandingkan metode
lain, yaitu :
a Meningkatkan kemampuan siswa.
b Meningkatkan rasa percaya diri.
c Menumbuhkan keinginan untuk menggunakan pengetahuan dan
keahlian.
d Memperbaiki hubungan antar kelompok .(Slavin, 2008:2)
Tetapi disamping itu ada juga kelemahannya, yaitu:
a Memerlukan persiapan yang rumit untuk melaksanakan.
b Bila terjadi persaingan negatif maka hasilnya akan buruk.
Bila ada siswa yang malas atau ada yang ingin berkuasa maka dalam
kelompok akan terjadi kesenjangan sehingga usaha kelompok tidak berjalan
sebagaimana mestinya.
Dalam metode kooperatif, setiap siswa saling bekerjasama satu dengan
yang lain, berdiskusi dan berpendapat, menilai kemampuan, pengetahuan dan
commit to user
tepat maka siswa akan lebih menguasai konsep yang diajarkan. Bagi siswa yang
kurang mampu mereka akan diberi masukan dari teman-teman satu kelompoknya
yang lebih mampu. Dan bagi siswa yang mampu, diharapkan dia bisa lebih
berkembang dengan menyalurkan pengetahuannya kepada siswa yang kurang
mampu.
4. Metode TAI (Team Assisted Individualization)
Metode pengajaran TAI (Team Assisted Individualization) adalah suatu
metode pengajaran yang dikemukakan oleh Slavin. Team Assisted
Individualization dapat diterjemahkan sebagai kelompok yang dibantu secara
individual merupakan teori belajar konstruktivisme dan teori belajar kognitif. Jadi
metode pengajaran TAI (Team Assisted Individualization) merupakan metode
pengajaran secara kelompok dimana terdapat seorang siswa yang lebih mampu
berperan sebagai asisten yang bertugas membantu secara individual siswa lain
yang kurang mampu dalam satu kelompok. Dalam hal ini peran pendidik hanya
sebagai fasilitator dan mediator dalam proses belajar mengajar. Pendidik cukup
menciptakan kondisi lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya.
Pada pengajaran TAI (Team Assisted Individualization) akan memotivasi
siswa untuk saling membantu anggota kelompok sehingga tercipta semangat
dalam sistem kompetisi dengan lebih mengutamakan peran individu tanpa
mengorbankan aspek kooperatif.
Secara umum TAI (Team Assisted Individualization) terdiri dari delapan
komponen utama, yaitu:
a. Kelompok / Tim
Peserta didik dalam pengajaran TAI (Team Assisted Individualization)
terdiri dari 4 sampai 5 siswa yang mewakili bagian dari kelasnya dalam
menjalankan aktivitas akademik, jenis kelamin, dan suku atau etnik. Fungsi
utama dari tim adalah membentuk semua tim agar mengingat materi yang
telah diberikan dan lebih memahami materi yang nantinya digunakan dalam
persiapan mengerjakan lembar kerja sehingga bisa mengerjakan dengan baik.
commit to user
masalah-masalah yang ada, membandingkan soal yang ada, dan mengoreksi
beberapa miskonsepsi jika dalam tim mengalami kesalahan. Semuanya
tersebut dilakukan setelah presentasi awal dari guru dan pemberian lembar
kerja. Anggota kelompok yang mengalami kesulitan dapat bertanya kepada
anggota yang telah ditunjuk sebagai ketua atau anggota lain yang lebih tahu.
b. Tes Pengelompokan
Siswa-siswa diberi tes awal pada awal program pengajaran. Hasil dari tes
awal digunakan untuk membuat kelompok berdasarkan nilai yang mereka
peroleh.
c. Materi Kurikulum
Pada proses pengajaran harus disesuaikan dengan materi yang terdapat
pada kurikulum yang berlaku dengan menerapkan teknik dan strategi
pemecahan masalah untuk penguasaan materi.
d. Kelompok Belajar
Berdasarkan tes pengelompokan maka dibentuk kelompok belajar. Siswa
dalam kelompoknya mendengarkan presentasi dari guru dan mengerjakan
lembar kerja. Jika ada siswa yang belum paham tentang materi dapat bertanya
pada anggota lainnya atau ketua yang telah ditunjuk, kalau belum paham juga
baru meminta penjelasan dari guru.
e. Penilaian dan Pengakuan Tim
Setelah diberikan tes, kemudian tes tersebut dikoreksi dan dinilai
berdasarkan kriteria tertentu. Tim akan mendapatkan sertifikat atau
penghargaan atau sejenisnya jika dapat melampaui kriteria yang telah
ditentukan.
f. Mengajar Kelompok
Materi yang belum dipahami oleh suatu kelompok dapat ditanyakan
kepada guru dan guru menjelaskan materi pada kelompok tersebut. Pada saat
guru mengajar, siswa dapat sambil memahami materi baik secara individual
dan kelompok dengan kebebasan tetapi bertanggungjawab. Keaktifan siswa
commit to user g. Lembar Kerja
Pada setiap subkonsep pokokbahasan diberikan lembar kerja secara
individual untuk mengetahui pemahaman individu. Bahan atau materi dapat
berupa ringkasan materi yang dipelajari di rumah kemudian pertemuan
selanjutnya dikerjakan.
h. Mengajar Seluruh Kelas
Setelah akhir dari pengajaran pokok bahasan suatu materi guru
menghentikan program pengelompokan dan menjelaskan konsep-konsep yang
belum dipahami dengan strategi pemecahan masalah yang relevan. Pada akhir
pengajaran diberikan kesimpulan dari materi. (Slavin, 2008:102-104)
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe TAI, dalam pelaksanaannya
terbagi dalam :
a. Pengelompokan
Sebelum pengajaran TAI, dilaksanakan suatu tes awal (tes kemampuan
awal) yang menyangkut tentang konsep-konsep yang akan diajarkan. Tes awal ini
berguna untuk pembentukan kelompok agar penyebaran siswa berdasarkan nilai
yang didapat pada tes awal tersebut secara homogen. Selain itu dalam tes awal ini
dapat digunakan untuk menunjuk ketua atau asisten yang memimpin suatu
kelompok. Dalam proses pengelompokan juga didasarkan pada prestasi belajar
sebelumnya, dalam hal ini nilai ulangan harian pokok bahasan sebelumnya.
b. Tahap penyajian materi pelajaran
Pada tahap ini bahan-bahan atau materi pelajaran diperkenalkan melalui
penyajian kelas. Pada penyajian materi ini dilakukan melalui:
a Pengajaran kelompok
Jika terdapat materi pelajaran yang kurang dipahami dalam suatu
kelompok, maka ketua kelompok dapat memberikan penjelasan. Namun bila
dalam kelompok belum juga berhasil, dapat meminta penjelasan dari guru untuk
menjelaskan materi yang belum dipahami tersebut, sedangkan kelompok lain yang
commit to user b Pengajaran seluruh kelas
Pengajaran ini dilakukan pada akhir proses pembelajasan. Guru
menyimpulkan penekanan materi yang dianggap penting. Dalam pembelajaran,
keaktifan siswa sangat diharapkan melalui latihan pengajaran.
c Kegiatan kelompok
Setelah terbagi dalam kelompok-kelompok, masing-masing individu
mengerjakan tugas yang diberikan guru melalui lembar kerja pada buku mereka.
Mereka bekerja sebagai satu tim, jika terdapat kesulitan dipecahkan secara
bersama-sama dengan kelompoknya. Setelah selesai mengerjakan secara mandiri
kemudian saling mencocokkan dengan teman sekelompoknya. Paket soal yang
terdapat di lembar kerja diberikan menurut tingkat kesukaran soal, diurutkan dari
soal yang mudah dilanjutkan soal yang sukar dan juga sesuai dengan urutan
materi, dari materi yang mudah dilanjutkan materi yang sulit. Setelah paket soal
selesai dikerjakan maka dicocokkan dengan kelompok lain untuk mengukur
keberhasilkan dari kelompok untuk kemduian diberikan nilai oleh guru.
5. Metode LT (Learning Together)
Learning Together merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif.
Metode Learning Together merupakan metode pembelajaran kooperatif yang
murni. Learning Together merupakan model pembelajaran kooperatif yang
dikembangkan oleh David Johnson dan Roger Jonhson yang melibatkan siswa
bekerja dalam kelompok-kelompok heterogen yang terdiri dari 4-5 orang dalam
melaksanakan tugasnya (Slavin, 2008:286).
Proses pembelajaran metode Learning Together terbagi menjadi dua tipe.
Tipe pertama, siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari
4-5 orang. Tiap kelompok akan menerima lembar kerja, kemudian semua anggota
kelompok bekerjasama menjawab soal dalam lembar kerja tersebut. Tapi cara ini
pertanggungjawaban individunya sangat rendah karena disini kemungkinan hanya
siswa tertentu saja yang mengerjakan. Sedang tipe yang kedua, siswa
dikelompokkan sama dengan tipe yang pertama tapi di sini masing-masing siswa
commit to user
pada awalnya secara mandiri, setelah masing-masing siswa selesai mengerjakan
mereka menyatukan jawaban dan memberikan pendapat-pendapat untuk mencapai
jawaban yang benar. Setelah tercapai kesepakatan jawaban maka kelompok
tersebut akan memilih salah satu anggota kelompok untuk menjelaskan hasil
jawaban kelompok mereka (Slavin, 2008:30).
Dalam pembelajaran metode Learning Together setiap kelompok yang
telah mampu menjawab pertanyaan akan menjadi kelompok terbaik, di sini
pertanggungjawaban individualnya kadang-kadang dilakukan, antar kelompok
tidak terjadi persaingan.
Pembelajaran metode Learning Together mengutamakan empat unsur
bagian, yaitu:
a. Interaksi antar seseorang atau individu
Untuk dapat berinteraksi maka individu-individu tersebut harus disatukan
menjadi suatu kelompok yang terdiri dari 4-5 orang.
b. Ketergantungan positif
Dalam pembelajaran berkelompok ini siswa akan saling membutuhkan
sehingga mereka akan bekerjasama untuk menyelesaikan tugas yang
dibebankan pada kelompok tersebut. Pertanggungjawaban individu tertentu
saja yang bertanggungjawab atas persoalan yang dihadapkan pada kelompok
tersebut, tapi setiap anggota kelompok harus memberikan sumbangan
kemampuannya untuk memecahkan persoalan yang dihadapkan pada
kelompok tersebut.
c. Ketrampilan antar kelompok
Kelompok saling berdiskusi dan bekerjasama memecahkan persoalan yang
diberikan pada kelompok tersebut, sehingga ketrampilan antar kelompok akan
terlihat.
Pendekatan kooperatif model Learning Together yang mengutamakan
ketergantungan positif antar kelompok tanpa meninggalkan pertanggungjawaban
individu akan sesuai untuk berdiskusi dalam materi subpokok bahasan Ikatan
commit to user
persoalan tersebut dimana masing-masing anggota kelompok akan
mengembangkan pemikiran mereka dalam penyelesaian persoalan tersebut.
6. Prestasi Belajar
Pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses sadar akan tujuan.
Maksudnya bahwa kegiatan belajar dan pembelajaran itu suatu peristiwa yang
terikat, terarah pada tujuan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Sedangkan
untuk mengetahui sejauh mana kegiatan belajar yang dilaksanakan itu mencapai
tujuan dan memenuhi target atau tidak, maka diperlukan adanya kegiatan evaluasi.
Hasil dari kegiatan evaluasi itu antara lain akan memberikan gambaran mengenai
prestasi hasil belajar dari peserta didik.
Kata “prestasi” berasal dari bahasa Belanda yaitu ”prestatie”. Kemudian
dalam bahasa Indonesia menjadi “prestasi” yang berarti hasil usaha. Dengan
demikian, prestasi belajar berarti hasil dari kegiatan (Zainal Arifin, 1990:3).
. Menurut Syaifudin Azwar (2000: 90) prestasi belajar adalah hasil
maksimal seseorang dalam menguasai materi-materi yang telah diajarkan. Prestasi
belajar merupakan fungsi yang penting dalam suatu pembelajaran. Kemampuan
hasil belajar merupakan puncak dari proses belajar, pada proses ini siswa
menunjukkan keberhasilan atau kegagalan dalam belajarnya.. Menurut Zainal
Arifin (1990:5-6) prestasi belajar semakin terasa penting untuk dipermasalahkan,
karena mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain:
a. Prestasi belajar merupakan suatu indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan
yang telah dikuasai anak didik.
b. Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. Hal ini
didasarkan pada asumsi bahwa para ahli psikologi biasanya menyebutkan hal
ini sebagai tendensi keingintahuan dan merupakan kebutuhan umum pada
manusia, termasuk kebutuhan anak didik dalam suatu program pendidikan.
c. Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.
d. Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi
pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan
commit to user
dalam arti bahwa tinggi atau rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan
indikator tingkat kesuksesan anak didik masyarakat.
e. Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) anak didik.
Dalam proses belajar dan pembelajaran yang telah diprogram dalam
kurikulum.
Pada pedoman Pengembangan Penilaian Kurikulum SMA 2004
dijelaskan bahwa untuk mengetahui seberapa jauh peserta didik telah memiliki
kompetensi dasar perlu dikembangkan suatu sistem penilaian. Sistem penilaian
yang dilakukan harus mencakup seluruh kompetensi dasar dengan menggunakan
indikator yang dikembangkan oleh guru. Sistem penilaian berbasis kompetensi
yang direncanakan adalah sistem penilaian berkelanjutan. Berkelanjutan dalam
arti semua indikator ditagih, kemudian hasil dianalisis untuk menentukan
kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui
kesulitan peserta didik (Abdul Ghofur, 2003 :19).
Prestasi belajar siswa dalam hal ini meliputi dua aspek, yaitu aspek kognitif,
dan aspek afektif.
a. Aspek kognitif
Menurut Mulyani Arifin (1995:24), bahwa aspek kognitif dapat berupa
pengetahuan dan ketrampilan intelektual yang meliputi produk ilmiah dan
proses ilmiah. Produk ilmiah meliputi : fakta-fakta, konsep-konsep,
prinsip-prinsip, generalisasi, teori dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan proses ilmiah meliputi : pengamatan, pemahaman, aplikasi,
analisis dan evaluasi. Untuk aspek pengetahuan, evaluasi dapat dilakukan
melalui tes lisan maupun tertulis yang relevan dengan pokok bahasan tersebut.
b. Aspek afektif
Evaluasi aspek afektif berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat
penerimaan atau penolakan terhadap suatu obyek. Evaluasi aspek afektif
dalam hal ini meliputi kesadaran diri, kecakapan berpikir rasional, kecakapan
sosial, dan kecakapan akademik.
commit to user
7. Ikatan Kimia
Menurut kurikulum 2004 subpokok bahasan Ikatan Kimia diajarkan pada
siswa kelas X semester I. Standar kompetensi yang ingin dicapai dalam
pengajaran subpokok bahasan ini adalah mendeskripsikan struktur atom, sifat-sifat
periodik unsur dan ikatan kimia serta struktur molekul dan sifat-sifatnya.
Sedangkan kompetensi dasar yang ingin dicapai yaitu mendeskripsikan
kemungkinan terjadinya ikatan kimia dengan menggunakan tabel periodik.
Pokok bahasan Ikatan Kimia subpokok bahasan-sub pokok bahasan
sebagai berikut:
a. Ikatan Ion
b. Ikatan Kovalen
c. Ikatan Kovalen Koordinat
d. Polarisasi Ikatan Kovalen
e. Ikatan Logam
Dalam penelitian ini semua materi diajarkan.
Unsur gas mulia merupakan golongan unsur yang paling stabil. Semua
unsur gas mulia terdapat di alam sebagai gas monoatomik (atom-atomnya berdiri
sendiri) dan sangat sukar bereaksi dengan unsur lain. Menurut pendapat W.
Kossel dan Gilbert N Lewis, kestabilan sifat gas mulia disebabkan oleh elektron
valensinya yang berjumlah delapan (kecuali He dengan elektron valensi dua).
Konfigurasi elektron valensi gas mulia ini dikenal sebagai konfigursi oktet, karena
terdiri atas 8 elektron pada kulit luarnya. (Perhatikan Tabel. 2)
Tabel 2. Konfigurasi Elektron Unsur-unsur Gas Mulia
commit to user a. Ikatan Ion
Ikatan ion merupakan ikatan yang terbentuk akibat gaya elektrostatis antara
ion yang berlawanan muatan sebagai akibat serah terima elektron dari satu atom
ke atom yang lain.
Unsur lain akan melepaskan atau menerima elektron agar elektron valensinya
serupa dengan elektron valensi unsur-unsur gas mulia sehingga mencapai
kestabilan. Unsur golongan Alkali dan Alkali Tanah cenderung melepaskan
elektron terluarnya untuk mencapai kestabilan dengan membentuk ion positif.
Unsur-unsur Halogen mempunyai 7 elektron valensi, sehingga untuk membentuk
konfigurasi elektron valensi seperti gas mulia (oktet) perlu menerima satu
elektron, dengan demikian Halogen lebih stabil dalam bentuk ion negatif.
Senyawa biner dari logam Alkali dengan golongan Halogen seperti NaCl, NaBr,
KI, LiS dan CsCI semunya bersifat ionik. Senyawa dari logam Alkali Tanah juga
bersifat ionik, kecuali beberapa senyawa dari Be.
Contoh:
Pada reaksi-reaksi berikut, masing-masing unsur dapat mencapai konfigurasi
oktet. Tulislah rumus elektron (rumus Lewis) dan rumus empiris senyawa
yang terbentuk
* Mg (Z = 12) + Cl (Z = 17)
Jawab :
Mg (Z = 12) dan Cl (Z = 17) mempunyai konfigurasi elektron sebagai berikut:
Mg : 2 8 2
Cl : 2 8 7
Untuk mencapai konfigurasi oktet, Mg harus melepas 2 elektron, sedangkan
Cl menyerap 1 elektron. Atom Mg berubah menjadi ion Mg2+, sedangkan
atom Cl menjadi ion Cl
-Mg (2 8 2) Mg2+ (2 8 ) + 2e
Cl (2 8 7) + e Cl- (2 8 8)
Ion Mg2+ dan ion Cl- kemudian bergabung membentuk senyawa denganr umus
commit to user b. Ikatan Kovalen
1) Ikatan Kovalen Tunggal
Ikatan yang terbentuk karena penggunaan bersama pasangan elektron
disebut ikatan kovalen. Pada umumnya, ikatan kovalen terjadi antar unsur
non logam yaitu antar unsur yang mempunyai daya tarik elektron relatif
besar. Ikatan kovalen terbentuk karena serah terima elektron tidak
dimungkinkan.
Contoh: Gambarkan terjadinya ikatan kovalen pada HCl !
H = 1
Cl = 2, 8, 7
Sesuai dengan aturan Oktet, atom H kekurangan 1 elektron (sehingga
menyerupai Helium). Demikian juga, atom Klorin membutuhkan
tambahan 1 elektron (sehingga menyerupai Argon). Meskipun
kelektronegatifan Klorin lebih besar dari pada Hidrogen, atom Cl tidak
dapat merampas elektron dari atom H karena atom H juga mempunyai
daya tarik elektron yang relatif besar. Keadaan yang lebih stabil dapat
dicapai dengan pemasangan elektron (membentuk ikatan kovalen).
Masing-masing atom H dan Cl menyumbang 1 elektron untuk membentuk
pasangan elektron milik bersama. Perhatikan gambar 1 !
H + Cl
H Cl
HCl
Gambar 1. Pembentukan Ikatan Kovalen pada HCl
2) Ikatan Kovalen Rangkap dan Ikatan Kovalen Rangkap Tiga
Dua atom dapat membentuk ikatan dengan sepasang, dua pasang atau tiga
pasang elektron bergantung pada jenis unsur yang berikatan. Ikatan
dengan sepasang elektron disebut ikatan tunggal (ikatan kovalen), yang
menggunakan dua pasang elektron disebut ikatan kovalen rangkap dua,
sedangkan yang menggunakan tiga pasang elektron disebut ikatan kovalen
rangkap tiga.
Ikatan kovalen rangkap dua misalnya pada pembentukan O2 di gambarkan
commit to user
O O O O O O
Gambar 2. Pembentukan Ikatan Kovalen pada O2
Ikatan kovalen rangkap tiga misalnya pada pembentukan N2, yaitu :
N N N N N N
Gambar 3. Pembentukan Ikatan Kovalen pada N2
c. Ikatan Kovalen Koordinat
Dalam beberapa senyawa, ikatan kovalen dapat pula terbentuk dengan
penggunaan bersama sepasang elektron yang berasal dari salah satu atom yang
berikatan, sedangkan atom lain hanya menerima saja pasangan elektron yang
digunakan bersama itu. Ikatan kovalen yang terbentuk disebut ikatan kovalen
koordinat. Pasangan elektron ikatan pembentuk ikatan koordinat digambarkan
dengan anak panah kecil yang arahnya menuju atom yang menerima pasangan
elektron.
Gambar 4. Pembentukan Ikatan Kovalen Koordinat pada NH3BCl3
d. Polarisasi Ikatan Kovalen
Keelektronegatifan yaitu sifat yang menyatakan kecederungan relatif
dari unsur-unsur dalam hal menarik elektron ikatan ke pihaknya. Tabel 2
merupakan daftar harga keelektronegatifan.
Tabel 3. Daftar Keelektronegatifan
commit to user
Salah satu akibat dari perbedaan keelektronegatifan ialah terjadinya polarisasi
pada ikatan kovalen. Perhatikan dua contoh berikut :
H
H H Cl
a. Non polar b. Polar
Gambar 5. Polarisasi pada Ikatan Kovalen Polar dan Ikatan Kovalen Non
Polar
Pada contoh (a), kedudukan pasangan elektron ikatan sudah pasti
simetris terhadap kedua atom H. Dalam molekul H2 tersebut muatan negatif
(elektron) tersebut secara homogen. Ikatan seperti itu disebut ikatan kovalen
non polar. Pada contoh (b), pasangan elektron ikatan tertarik lebih dekat ke
atom Cl, karena Cl mempunyai daya tarik elektron lebih besar dari pada H.
akibatnya, pada HCl terjadi polarisasi, dimana atom C lebih negatif dari pada
atom H. ikatan seperti itu disebut ikatan kovalen polar.
Molekul dengan ikatan kovalen non polar seperti H2, Cl dan N2 sudah
tentu bersifat non polar. Sebaliknya, molekul dengan ikatan polar bisa bersifat
polar, bisa pula bersifat non polar, bergantung pada geometri/bentuk
molekulnya. Walaupun ikatan bersifat polar jika molekul bersifat simetris
maka secara keseluruhan molekul bersifat non polar.
Perhatikan beberapa molekul berikut:
Molekul BeCl2 NH3 BF3
Bentuk Molekul Linear Piramida Segitiga planar
Tabel 4. Contoh Molekul, Rumus Struktur, dan Bentuk Molekul
e. Ikatan Logam
Unsur logam mempunyai sedikit elektron valensi. Oleh karen aitu
kulit terluar unsur logam relatif longgar (terdapat banyak tempat kosong).