• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Potensi Ekowisata Mangrove Di Kuala Langsa, Provinsi Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Potensi Ekowisata Mangrove Di Kuala Langsa, Provinsi Aceh"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI POTENSI EKOWISATA MANGROVE

DI KUALA LANGSA PROVINSI ACEH

ARIEF BAIZURI MAJID

090302034

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

STUDI POTENSI EKOWISATA MANGROVE

DI KUALA LANGSA PROVINSI ACEH

SKRIPSI

ARIEF BAIZURI MAJID

090302034

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

STUDI POTENSI EKOWISATA MANGROVE

DI KUALA LANGSA PROVINSI ACEH

SKRIPSI

ARIEF BAIZURI MAJID

090302034/MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Skripsi Sebagai Satu diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Usulan Penelitian : Studi Potensi Ekowisata Mangrove Di Kuala Langsa, Provinsi Aceh

Nama : Arief Baizuri Majid NIM : 090302034

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Pindi Patana, S.Hut, M.Sc. Indra Lesmana, S.Pi, M.Si. Ketua Anggota

Mengetahui:

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Arief Baizuri Majid NIM : 090302034

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Studi Potensi Ekowisata Mangrove Di Kuala Langsa Provinsi Aceh” benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber dan data informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di akhir skripsi ini.

Medan, April 2014

(6)

ABSTRAK

ARIEF BAIZURI MAJID, Studi Potensi Ekowisata Mangrove Di Kuala Langsa, Provinsi Aceh. Dibawah bimbingan PINDI PATANA dan INDRA LESMANA.

Ekosistem mangrove di Kuala Langsa telah dimanfaatkan sebagai salah satu kawasan wisata untuk lebih dekat dengan alam. Di lokasi ini telah dibangun warung-warung di tengah hutan mangrove. Selain itu terdapat sungai yang dijadikan sebagai wisata pancing, serta hutan mangrove yang masih dihuni oleh kera yang menjadi salah satu kawasan yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata mangrove.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Juli 2013 bertempat di kawasan mangrove Kuala Langsa di Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa, Provinsi Aceh. Analisis data yang digunakan yaitu analisis vegetasi mangrove, analisis kesesuaian wisata, analisis atraksi kegiatan ekowisata, analisis nilai ekonomi dan analisis SWOT.

Ekosistem mangrove Kuala Langsa ditumbuhi oleh 5 jenis mangrove yaitu

Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Xylocarpus granatum, Brugueira gymnorrhiza, Scyphipora hydrohyllaceae. Nilai kerapatan spesies yang paling besar pada tingkat pohon dan pancang yaitu pada jenis Rhizophora apiculata.

Indeks kesesuaian ekologis untuk kegiatan wisata mangrove di Kuala Langsa termasuk kedalam kategori sesuai bersyarat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan mangrove Kuala Langsa berada pada kuadran II analisis SWOT. Hal ini berarti menunjukkan bahwa perlu dilakukan diversifikasi strategi dengan cara menjadikan Kuala Langsa sebagai bagian dari kawasan hutan lindung yang dijadikan tempat kegiatan wisata alam dan kunjungan wisata, perlindungan dan pelestarian ekosistem mangrove, dan menjadikan wisata dengan unsur pendidikan serta penelitian.

(7)

ABSTRACT

ARIEF BAIZURI MAJID, Study of Ecotourism Mangrove Potency At Kuala Langsa, Province of Aceh. Under academic supervision of PINDI PATANA and INDRA LESMANA.

Mangrove ecosystem at Kuala Langsa has been used as one of the tourist area which offer tourism to get closer to nature. At this area had built stalls in the middle of the mangrove forest. Futhermore, there are rivers used as a fishing area, and mangrove forests which still inhabited by monkeys makes potentially used as a mangrove ecotourism.

This study was conducted in June until July 2013 and held at mangrove areas of Kuala Langsa at District of West Langsa, Langsa, Province of Aceh. This research using analysis vegetation of the mangroves, tourism suitability analysis, analysis of ecotourism attraction, analysis of the economic value and SWOT analysis.

Kuala Langsa mangrove ecosystem inhabited by 5 species areRhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Xylocarpus granatum, Brugueira gymnorrhiza,

Scyphipora hydrohyllaceae. Greatest density of mangrove species is Rhizophora apiculata. Index of ecological suitability for tourism activities in the mangrove Kuala Langsa included into the category corresponding conditional. The results showed that mangrove areas in Kuala Langsa are in quadrant II SWOT analysis. This makes Kuala Langsa as a part of the protected forest area which is used as a place of natural tourism activities and excursions, protection and preservation ecosystems mangroves, and makes tourism with elements of education and research.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kisaran, 27 Agustus 1991 dari pasangan Bapak Muhammad Zaim Madjid, SH. dan Ibu Cut Nuraida Mahmud. Penulis merupakan anak keempat dari empat orang bersaudara. Pendidikan formal yang telah ditempuh oleh penulis adalah di SD Swasta Ikal Medan, SMP Negeri 7 Medan tahun 2003, SMA Swasta Kartika I-2 Medan tahun 2006. Pada tahun 2009, penulis diterima di Universitas Sumatera Utara pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru Program Studi Baru. Selain mengikuti perkuliahan, pada tahun 2012 penulis juga telah melaksanakan kegiatan praktik kerja lapangan di Pelabuhan Perikanan Nusantara di Sibolga.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat-Nya penulis dapat menyusun skripsi ini. Judul skripsi adalah Studi Potensi Ekowisata Mangrove Di Kuala Langsa Provinsi Aceh”. Penelitian ini disusun sebagai satu dari beberapa syarat untuk menyelesaikan tugas akhir dan untuk mendapatkan gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih kepada Ayahanda Muhammad Zaim Madjid, SH dan Ibunda Cut Nuraida Mahmud. Kakak dan abang Novita Alva Myrdal Majid, SKM., Phila Sophia Majid. SE., dan Muhammad Irzan Majid, SP. yang telah memberi dukungan, doa dan semangat kepada penulis. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2009 di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Kepada Dinas Kelautan, Perikanan, dan Pertanian dan seluruh masyarakat Desa Kuala Langsa yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian.

(10)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Medan, April 2014

(11)

DAFTAR ISI

Pengelolaan Hutan Mangrove Secara Bekelanjutan ... 9

Ekowisata ... 11

Definisi Ekowisata ... 12

Pengembangan Ekowisata ... 12

Kelayakan Pengembangan Ekowisata Mangrove ……… 14

Partisipasi Masyarakat Lokal ... 15

Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 16

METODE PENELITIAN ... 18

Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

Alat dan Bahan ... 18

Metode Pengumpulan Data ... 19

Analisis Data ... 20

Analisis Vegetasi Mangrove ... 21

Analisis Kesesuaian Wisata ... 21

Analisis Atraksi Kegiatan Wisata ... 22

Analisis Nilai Ekonomi ... 23

(12)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ... 27

Potensi Ekosistem Mangrove ... 27

Kesesuaian Ekologis untuk Kegiatan Ekowisata ... 29

Analisis Atraksi untuk Kegiatan Ekowisata... 29

Analisis Nilai Ekonomi ... 30

Kondisi Ekonomi, Sosial, Budaya ... 32

Karakteristik Masyarakat ... 32

Persepsi Masyarakat Secara Umum ... 33

Persepsi Masyarakat Selaku Pedagang ... 34

Karakteristik Pengunjung ... 36

Persepsi Pengunjung ... 37

Analisis Faktor Internal Dan Eksternal ... 39

Pendekatan Kuantitatif Analisis SWOT ... 39

Pembahasan Kondisi Ekosistem Mangrove ... 42

Kesesuaian Ekologis untuk Kegiatan Ekowisata ... 43

Analisis Atraksi untuk Kegiatan Ekowisata... 44

Status Kawasan ... 51

Kelembagaan ... 52

Analisis SWOT ... 52

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dan Saran ... 54

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Diagram Kerangka Pemikiran Penelitian ... 4

2. Peta Lokasi Penelitian ... 18

3. Kuadran SWOT ... 26

4. Keunikan Sumberdaya Alam ... 45

5. Banyaknya Sumberdaya Alam ... 45

6. Kegiatan Menikmati Alam ... 46

7. Kegiatan Melihat Fauna Monyet ... 47

8. Kegiatan Tracking di Hutan Mangrove ... 47

9. Kegiatan Memancing ... 48

10. Kegiatan Bersampan ... 48

11. Kebersihan Lokasi ... 49

12. Kenyamanan Lokasi ... 50

(14)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Matriks Kesesuaian Wisata ... 22

2. Kriterian Penilaian Daya Tarik ... 2

3. Komposisi jenis mangrove yang didapatkan ... 27

4. Nilai Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Pohon ... 27

5. Nilai Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Pancang ... 28

6. Nilai Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Semai ... 28

7. Indeks Kesesuaian Ekologis untuk wisata mangrove ... 29

8. Komponen Daya Tarik ... 30

9. Nilai Ekonomi ... 31

10. Karakteristik Masyarakat ... 32

11. Manfaat Kegiatan Wisata ... 33

12. Dampak Negatif Kegiatan Wisata ... 33

13. Keterlibatan Masyarakat Dalam Pengembangan Wisata ... 34

14. Harapan Terhadap Kawasan Wisata Mangrove ... 34

15. Periode Berdagang di Kawasan Wisata ... 35

16. Keuntungan Per Hari ... 35

17. Izin Menempati Kawasan Mangrove ... 35

18. Kesediaan Dialihkannya Usaha Dagang ... 36

19. Karakteristik Pengunjung ... 36

20. Intensitas Mengunjungi Kawasan ... 37

(15)

22. Kegiatan Yang Dapat Dilakukan ... 38

23. Jumlah Anggaran Biaya Yang Dikeluarkan ... 38

24. Saran Pengembangan Ekowisata... 38

25. Nilai Kesediaan Wisata ... 39

26. Matriks Faktor Strategi Internal dan Eksternal ... 40

27. Pembobotan Faktor Internal ... 40

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Kuisioner Masyarakat ... 59

2. Kuisioner Pengunjung ... 63

3. Jenis-Jenis Mangrove yang Ditemukan ... 67

4. Tabel Indeks Kesesuaian Wisata Setiap Stasiun ... 68

5. Biaya yang Dikeluarkan Responden ... 71

6. Surat Edaran Walikota Langsa No. 852/2013 ... 74

7. Data Karakteristik Penduduk ... 75

8. Data Karakteristik Wisatawan ... 76

9. Sketsa Tutupan Lokasi Penelitian ... 78

10. Dokumentasi Pengamatan Mangrove ... 79

11. Dokumentasi Kondisi Kawasan Wisata ... 80

(17)

ABSTRAK

ARIEF BAIZURI MAJID, Studi Potensi Ekowisata Mangrove Di Kuala Langsa, Provinsi Aceh. Dibawah bimbingan PINDI PATANA dan INDRA LESMANA.

Ekosistem mangrove di Kuala Langsa telah dimanfaatkan sebagai salah satu kawasan wisata untuk lebih dekat dengan alam. Di lokasi ini telah dibangun warung-warung di tengah hutan mangrove. Selain itu terdapat sungai yang dijadikan sebagai wisata pancing, serta hutan mangrove yang masih dihuni oleh kera yang menjadi salah satu kawasan yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata mangrove.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Juli 2013 bertempat di kawasan mangrove Kuala Langsa di Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa, Provinsi Aceh. Analisis data yang digunakan yaitu analisis vegetasi mangrove, analisis kesesuaian wisata, analisis atraksi kegiatan ekowisata, analisis nilai ekonomi dan analisis SWOT.

Ekosistem mangrove Kuala Langsa ditumbuhi oleh 5 jenis mangrove yaitu

Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Xylocarpus granatum, Brugueira gymnorrhiza, Scyphipora hydrohyllaceae. Nilai kerapatan spesies yang paling besar pada tingkat pohon dan pancang yaitu pada jenis Rhizophora apiculata.

Indeks kesesuaian ekologis untuk kegiatan wisata mangrove di Kuala Langsa termasuk kedalam kategori sesuai bersyarat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan mangrove Kuala Langsa berada pada kuadran II analisis SWOT. Hal ini berarti menunjukkan bahwa perlu dilakukan diversifikasi strategi dengan cara menjadikan Kuala Langsa sebagai bagian dari kawasan hutan lindung yang dijadikan tempat kegiatan wisata alam dan kunjungan wisata, perlindungan dan pelestarian ekosistem mangrove, dan menjadikan wisata dengan unsur pendidikan serta penelitian.

(18)

ABSTRACT

ARIEF BAIZURI MAJID, Study of Ecotourism Mangrove Potency At Kuala Langsa, Province of Aceh. Under academic supervision of PINDI PATANA and INDRA LESMANA.

Mangrove ecosystem at Kuala Langsa has been used as one of the tourist area which offer tourism to get closer to nature. At this area had built stalls in the middle of the mangrove forest. Futhermore, there are rivers used as a fishing area, and mangrove forests which still inhabited by monkeys makes potentially used as a mangrove ecotourism.

This study was conducted in June until July 2013 and held at mangrove areas of Kuala Langsa at District of West Langsa, Langsa, Province of Aceh. This research using analysis vegetation of the mangroves, tourism suitability analysis, analysis of ecotourism attraction, analysis of the economic value and SWOT analysis.

Kuala Langsa mangrove ecosystem inhabited by 5 species areRhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Xylocarpus granatum, Brugueira gymnorrhiza,

Scyphipora hydrohyllaceae. Greatest density of mangrove species is Rhizophora apiculata. Index of ecological suitability for tourism activities in the mangrove Kuala Langsa included into the category corresponding conditional. The results showed that mangrove areas in Kuala Langsa are in quadrant II SWOT analysis. This makes Kuala Langsa as a part of the protected forest area which is used as a place of natural tourism activities and excursions, protection and preservation ecosystems mangroves, and makes tourism with elements of education and research.

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kegiatan ekowisata berkembang sebagai respon kejenuhan wisatawan akan obyek-obyek wisata buatan. Wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara pada saat ini memiliki kecenderungan akan obyek wisata yang bersifat menyatu dengan alam. Kecenderungan ini dapat dimanfaatkan dalam pengembangan ekowisata di daerah yang memiliki keanekaragaman ekologi. Salah satu potensi alam yang dapat dijadikan ekowisata yaitu ekosistem mangrove.

Ekosistem mangrove dengan tumbuhan yang rimbun dan memiliki berbagai macam biota dapat dimanfaatkan sebagai salah satu obyek ekowisata di wilayah pesisir. Potensi-potensi yang dimiliki pada suatu daerah mangrove yang dapat dijadikan sebagai upaya pengembangan untuk dijadikan sebagai obyek wisata yang dapat memberikan keuntungan secara ekonomi dan ekologis tanpa harus merusak ekosistem mangrove.

(20)

Salah satu daerah yang berpotensi untuk dijadikan sebagai kawasan ekowisata yaitu ekosistem mangrove yang berada di Kuala Langsa. Kuala Langsa merupakan pelabuhan kecil yang terletak di pinggiran Kota Langsa. Pelabuhan ini menjadi tempat para nelayan melaksanakan kegiatan pelayaran menuju laut. Pelabuhan ini menghubungkan secara langsung dengan luar negeri seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. Kuala Langsa ramai dengan aktivitas seperti transportasi dan bongkar muat hasil perikanan.

Ekosistem mangrove di Kuala Langsa merupakan kawasan hutan lindung telah dimanfaatkan sebagai salah satu kawasan wisata yang dikelola oleh masyarakat sekitar. Namun saat ini belum ada sistem kelembagaan wisata yang legal dalam kegiatan pengelolaan wisata alam di lokasi tersebut. Hal ini menimbulkan kekhawatiran apabila dibiarkan karena dapat mengakibatkan terjadinya degradasi hutan mangrove dan mempengaruhi status kawasan hutan mangrove tersebut.

Obyek wisata mangrove Kuala Langsa menjadi salah satu kawasan wisata yang berpotensi untuk memberikan konstribusi besar bagi kesejahteraan masyarakat. Wisata mangrove Kuala Langsa bisa dijadikan sebagai sumber pendapatan asli daerah namun saat ini pemerintah belum mengelola kawasan ini secara serius.

(21)

Rumusan Masalah

Pemanfaatan kawasan hutan lindung mangrove di Kuala Langsa untuk dijadikan sebagai kawasan wisata oleh masyarakat sekitar dikhawatirkan akan menimbulkan banyak masalah di masa yang akan datang, salah satunya yaitu legalitas pengelolaan hutan mangrove.

Diperlukan suatu analisis dimulai dari analisis terhadap komponen sumberdaya, sosial masyarakat, dan wisatawan untuk mencapai kegiatan ekowisata mangrove. Dari uraian diatas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana potensi sumberdaya yang ada di kawasan ekosistem mangrove Kuala Langsa sebagai wilayah ekowisata?

2. Bagaimana karakteristik sosial masyarakat pada sekitar kawasan ekowisata (jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, mata pencaharian, dan pendapatan)?

3. Bagaimana persepsi dan motivasi pengunjung terhadap pengembangan ekowisata yang berbasis masyarakat?

Kerangka Pemikiran

(22)

ekosistem mangrove sebagai kawasan ekowisata yang berkelanjutan. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Komponen

Sumberdaya

Sosial

Masyarakat Wisatawan

Persepsi Dan Motivasi Karakteristik (jenis

kelamin, umur, tingkat pendidikan, mata pencaharian, dan

pendapatan) Penilaian Sumberdaya

Pesisir

Manajemen: Potensi Sumberdaya, Karakteristik Masyarakat, dan Persepsi serta Motivasi

Pengunjung

Pengembangan Ekowisata Berkelanjutan

(23)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis nilai sumberdaya yang ada di kawasan wisata mangrove Kuala Langsa.

2. Mengetahui karakteristik sosial masyarakat pada sekitar kawasan wisata meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, mata pencaharian, dan pendapatan.

3. Menilai minat, persepsi dan motivasi pengunjung terhadap pengembangan ekowisata yang berbasis kepada masyarakat.

Manfaat Penelitian

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Mangrove

Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, dan merupakan komunitas yang hidup di dalam kawasan yang lembap dan berlumpur serta dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove disebut juga sebagai hutan pantai, hutan payau atau hutan bakau. Pengertian mangrove sebagai hutan pantai adalah pohon-pohonan yang tumbuh di daerah pantai (pesisir), baik daerah yang dipengaruhi pasang surut air laut maupun wilayah daratan pantai yang dipengaruhi oleh ekosistem pesisir. Sedangkan pengertian mangrove sebagai hutan payau atau hutan bakau adalah pohon-pohonan yang tumbuh di daerah payau pada tanah alluvial atau pertemuan air laut dan air tawar di sekitar muara sungai. Pada umumnya formasi tanaman di dominasi oleh jenis-jenis tanaman bakau. Oleh karena itu istilah bakau digunakan hanya untuk jenis-jenis tumbuhan dari genus Rhizophora. Sedangkan istilah mangrove digunakan untuk segala tumbuhan yang hidup di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut. Dengan demikian pada suatu kawasan hutan yang terdiri dari berbagai ragam tumbuhan atau hutan tersebut bukan hanya jenis bakau yang ada, maka istilah hutan mangrove lebih tepat digunakan (Harahab, 2010).

(25)

dengan subur jika terdapat persediaan endapan yang baik pada air tawar yang melimpah.

Sumberdaya pesisir hutan mangrove tersebut dapat menyediakan berbagai produk dan layanan jasa lingkungan yang menunjang berbagai kebutuhan hidup dan macam aktivitas ekonomi. Potensi daerah tersebut dapat memberikan harapan kecukupan kebutuhan hidup dan macam aktivitas ekonomi. Potensi daerah tersebut dapat memberikan harapan kecukupan kebutuhan hajat hidup masyarakat. Hal ini terletak pada pemeliharaan integritas fungsional dari sistem alami dan tidak pada konversi terhadap maksud penggunaan tunggal. Oleh karena itu kawasan pesisir pantai menjadi bagian yang sangat penting dalam kegiatan pembangunan dan perekonomian (Harahab, 2010).

Fungsi dan Manfaat Mangrove

Menurut Wibisono (2005) secara ekologis ekosistem mangrove mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, diantaranya:

a. Sebagai penahan erosi dan abrasi pantai akibat hempasan ombak.

b. Merupakan tempat ideal untuk perlindungan dan pembesaran (nursery ground) dari berbagai jenis larva udang dan ikan.

c. Sebagai cadangan sumber alam (bahan mentah) untuk dapat diolah menjadi komoditi perdagangan.

(26)

biotic component. Kusmana, dkk (2005), membagi manfaat hutan mangrove sebagai berikut:

1. Tingkat ekosistem mangrove secara keseluruhan a. Lahan tambak, lahan pertanian, dan kolam garam

Lahan mangrove di beberapa daerah di Indonesia banyak dikonversi menjadi areal pertambakan tradisional udang dan bandeng, lahan pertanian padi dan holtikultura, dan pembuatan garam.

b. Lahan pariwisata

Potensi ekosistem hutan mangrove sebagai lahan pariwisata menawarkan keindahan alam dan hasil-hasil yang bisa diandalkan. Keindahan alam yang dapat dinikmati bagi wisata alam antara lain adalah terbit dan terbenamnya matahari, bentuk perakaran yang khas dari vegetasi hutan mangrove, buah mangrove yang bergelantungan pada pohon induknya, berbagai jenis flora dan fauna, atraksi adat istiadat masyarakat setempat -ngruwat laut- berkaitan dengan hutan mangrove, zonasi mangrove, dan lain sebagainya. Bentuk-bentuk wisata yang bisa dinikmati di hutan mangrove antara lain adalah memancing, fotografi, berperahu, pengamatan satwa afivauna, berjalan sepanjang track trail mangrove, pengamatan matahari terbit (sunrise) dan terbenam (sunset).

2. Tingkat komponen ekosistem sebagai Primary Biotic Component

a. Flora mangrove

(27)

tetumbuhan yang ada di hutan mangrove sebagai bahan makanan, kayu bangunan, kayu bakar, dan obat-obatan.

b. Fauna mangrove

Fauna yang terdapat di ekosistem mangrove terdiri atas 5 kelas, yaitu mamalia, reptilia, aves, amphibi, dan pisces. Selain keindahan bentuk fisik fauna, dapat juga dinikmati keindahan suara dan keunikan habitatnya. Manfaat ekonomi yang langsung dapat dinikmati antara lain adalah: keberadaan ikan, kerang-kerangan, udang, dan kepiting, dan burung-burung.

Evaluasi ekonomi sumberdaya alam adalah penilaian (to value) atau penentuan nilai sumberdaya alam terhadap manfaat dan fungsi yang dihasilkan. Manfaat sumberdaya yang dimaksud adalah manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung, sedangkan fungsi sumberdaya yang dimaksud adalah fungsi sumberdaya dalam menghasilkan jasa-jasa lingkungan bagi kehidupan baik secara fisik, biologi, dan kimia. Bermacam-macam teknik penilaian dapat digunakan untuk mengkuantifikasi konsep nilai. Konsep dasar dalam penilaian ekonomi yang mendasari semua teknik penilaian tersebut adalah kesediaan membayar dari individu untuk jasa-jasa lingkungan atau sumberdaya, dan atau mungkin juga kesediaan untuk menerima kompensasi atas kerusakan lingkungan yang dialami (Harahab, 2010).

Pengelolaan Hutan Mangrove Secara Berkelanjutan

(28)

Kalaulah manfaat yang dan fungsi hutan mangrove dikategorikan secara umum pada dua bagian yaitu fungsi ekologis dan ekonomisnya maka sewajarnya pulalah pendekatan yang akan dilakkan dalam pengelolaannya ditarik dari kedua fungsi tersebut. Mengingat keadaan yang ada saat ini terhadap hutan mangrove seharusnya upaya yang harus dilakukan disamping rehabilitasi ataupun pemulihan kembali terhadap hutan mangrove yang sudah rusak itu dilakukan, tentunya tidak kalah pentingnya diperlukan suatu strategi atas perlindungan untuk mengamankan mangrove itu dari segala bentuk gangguan yang akan terjadi.

Pengelolaan ekosistem mangrove adalah untuk kepentingan manusia, maka faktor-faktor terkait kepentingan tersebut harus dipertimbangkan. Juga tidak hanya satu faktor saja, tetapi harus secara keseluruhan untuk menghindari gesekan kepentingan yang satu dan lainnya.Faktor-faktor penting tersebut adalah ekologi, ekonomi, dan sosial-budaya (Kordi, 2012).

Menurut Mahmud (2002) diacu oleh Harahab (2010) beberapa justifikasi untuk mengelola ekosistem mangrove secara berkelanjutan adalah:

1. Mangrove merupakan sumberdaya alam (SDA) yang dapat dipulihkan (renewable resources atau flow resources) yang mempunyai manfaat ganda (manfaat ekonomis dan ekologis). Hutan mangrove merupakan penyedia berbagai keperluan hidup berbagai masyarakat lokal. Selain itu sesuai dengan perkembangan IPTEK, hutan mangrove menyediakan berbagai jenis sumberdaya sebagai bahan baku industri dan berbagai komoditas perdagangan yang bernilai ekonomis tinggi yang dapat menambah devisa negara.

(29)

volume (20 ton/ha/th, 9 m3/ha/th pada hutan tanaman bakau umur 20 tahun). Besarnya nilai produksi primer ini cukup berarti bagi penggerak rantai pangan kehidupan berbagai jenis organisme akuatik di pesisir dan kehidupan masyarakat pesisir itu sendiri.

3. Dalam skala internasional, regional, dan nasional, hutan mangrove luasnya relatif kecil bila dibandingkan, baik dengan luas daratan maupun luasan tipe hutan lainnya, padahal manfaatnya (ekonomis dan ekologis) sangat penting bagi kelangsungan kehidupan masyarakat (khususnya masyarakat pesisir), sedangkan di pihak lain ekosistem mangrove bersifat rentan (fragile) terhadap gangguan dan cukup sulit untuk merehabilitasi kerusakannya.

4. Ekosistem mangrove, baik secara sendiri maupun bersama dengan ekosistem padang lamun dan terumbu karang berperan penting dalam stabilisasi suatu ekosistem pesisir, baik secara fisik maupun biologis.

5. Ekosistem mangrove merupakan sumber plasma nutfah yang cukup tinggi yang saat ini sebagian besar manfaatnya belum diketahui.

Ekowisata

(30)

kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal (Satria, 2009).

Kegiatan ekowisata dapat memberikan efek positif dan efek negatif. Kedua efek ini sering berinteraksi secara kompleks. Hal ini menjadi tanggung jawab pengelola agar dapat memaksimalkan efek positif atau manfaat, dan menimalkan efek negatif atau dampak (Tuwo, 2011).

Keberlangsungan alam atau ekologi merupakan suatu upaya terhadap pelestarian terhadap alam dan budaya. Pengertian keberlangsungan alam atau ekologi sama dengan halnya tujuan konservasi (United Nations Environment Program, (1987) diacu oleh Kurnianto, (2008) adalah sebagai berikut:

1. Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung sistem kehidupan.

2. Melindungi keanekaragaman hayati.

3. Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya.

Dengan merujuk pada definisi di atas, dapat dilihat bahwa ekowisata menawarkan kegiatan berwisata yang menonjolkan keseimbangan antara menikmati keindahan alam dan upaya konservasi. Karenanya ekowisata menjadi pilihan yang paling awal untuk dapat dijadikan pilar utama dalam pengelolaan lingkungan dan pengembangan pariwisata di Indonesia.

Pengembangan Ekowisata

(31)

pengelolaannya haruslah dapat memberikan keuntungan secara ekonomi bagi seluruh pihak terkait baik itu pemerintah, sektor swasta, serta masyarakat setempat (Mahdayani dan Rafiani, 2009).

Pengembangan ekowisata pesisir dan laut harus mempertimbangkan dua aspek, yaitu aspek tujuan wisata dan aspek pasar. Pengembangan ekowisata menganut konsep produk atau pasar dan pengembangan produk wisata yang menjamin kelestarian sumberdaya alam dan budaya masyarakat pesisir dan laut. Pengembangan ekowisata pesisir dan laut lebih dekat kepada aspek pelestarian, karena didalamnya sudah terkandung aspek keberlanjutan. Pelestarian sumberdaya alam dan budaya masyarakat akan menjamin terwujudnya keberlanjutan pembangunan. Dalam pelaksanaanya, ekowisata pesisir dan laut hampir tidak dilakukan eksploitasi sumberdaya alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik, dan psikologis wisatawan (Tuwo, 2011)

(32)

Menurut Springuel (2000) diacu oleh Wahyudi (2008) perencanaan ekowisata yang baik harus meliputi 4 (empat) hal, yaitu:

a. Kerja sama antara pemerintah dengan lembaga non profit untuk melaksanakan pendidikan bagi masyarakat, pengawasan terhadap lingkungan yang sehat dari pengunjung serta penerapan dari perencanaan perlindungan habitat.

b. Identifikasi daya dukung sosial dan daya dukung ekologi.

c. Penetapan duta lingkungan yang bertujuan untuk mempromosikan sesuatu yang berhubungan dengan menjaga lingkungan seperti: “pergi tanpa sampah”.

d. Inovasi dari pengusaha setempat agar pasar ekowisata semakin bertambah.

Kelayakan Pengembangan Ekowisata Mangrove

Metode pengumpulan data dan informasi yang sering digunakan untuk keperluan analisis kondisi ekosistem mangrove adalah teknik survei.Survei kondisi ekosistem mangrove bertujuan untuk mendapatkan data dasar tentang kondisi sumberdaya mangrove, khususnya komponen tumbuhan atau flora dan satwa atau fauna mangrove. Teknik survei flora yang sering digunakan adalah analisis tumbuhan, sedangkan survei fauna adalah inventarisasi satwa, khususnya satwa berupa burung, primate, herbivore besar (Tuwo, 2011).

(33)

dan tenaga kerja. Sedangkan kriteria faktor penunjang mencakup aksesbilitas dan air bersih.

Partisipasi Masyarakat Lokal

Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif komunitas. Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak. Pola ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola. Ekowisata berbasis masyarakat dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat, dan mengurangi kemiskinan, di mana penghasilan ekowisata adalah dari jasa-jasa wisata untuk turis: fee pemandu; ongkos transportasi; homestay; menjual kerajinan, dan lain-lain. Ekowisata membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga antar penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan ekowisata (Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata, 2009).

(34)

perekonomian wilayah pesisir seperti perikanan dapat dikembangkan sebagai media pengembangan perekonomian masyarakat.

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Secara astronomis Kota Langsa terletak pada 04°24’35,68’’-04°33’47,03’’ Lintang Utara dan 97°53’14,59’’- 98°04’42,16’’ Bujur Timur. Luas wilayah Kota Langsa yaitu 262,41 Km2. Secara administrasi, Kota Langsa dibagi menjadi 5 wilayah kecamatan. Kota Langsa mempunyai batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Timur : Kabupaten Aceh Tamiang,

Sebelah Selatan : Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang, Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Timur,

Sebelah Utara : Kabupaten Aceh Timur dan Selat Malaka,

Berdasarkan pembagian administratif pemerintahan, kawasan Kuala Langsa berada di Kecamatan Langsa Barat, Kotamadya Langsa, Provinsi Aceh. Kecamatan Langsa Barat terdiri dari 13 Desa, yaitu Kuala Langsa, Lhok Banie, Payabujok Beuramo, Payabujok Teungoh, Simpang Lhee, Seuriget, Matang Seulimeng, Sungai Pauh, Telaga Tujuh, Serambi Indah, Sungai Pauh Pusaka, Sungai Pauh Firdaus, dan Sungai Pauh Tanjong. Luas total Kecamatan Langsa Barat yaitu 5.038 Ha.

Jumlah penduduk Kecamatan Langsa Barat pada tahun 2012 mencapai 31.877 jiwa, dengan kepadatan penduduk sekitar 531 jiwa per km2. Kepadatan penduduk yang paling besar berada di Desa Matang Seulimeng.

(35)
(36)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Juli 2013 bertempat di kawasan mangrove Kuala Langsa di Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa, Provinsi Aceh. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta Lokasi

Alat dan Bahan Penelitian

(37)

Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengambilan data dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu: (1) Studi literatur terhadap potensi sumberdaya alam dan manusia, (2) Melakukan survei lapangan, (3) Wawancara dengan masyarakat, (4) Wawancara dan pemberian kuesioner kepada wisatawan.

Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan secara langsung dengan cara kegiatan wawancara atau pemberian kuesioner sebagai suatu pengukuran potensi hutan mangrove dan melakukan wawancara langsung dengan pengunjung, masyarakat lokal dan pihak-pihak terkait.

Pengambilan data persepsi masyarakat dan pengunjung lokasi dilakukan secara langsung di lokasi penelitian melalui wawancara dengan responden. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah random sampling. Jumlah sampel yang diambil sebesar 20% dari jumlah keseluruhan penduduk per bulannya. Data yang dikumpulkan meliputi:

1. Data karakteristik masyarakat (jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, mata pencaharian, dan pendapatan).

2. Persepsi Masyarakat Terhadap Pengembangan Ekowisata Mangrove; yang dibagi secara dua; (1) Persepsi Masyarakat Secara Umum, dan (2) Persepsi Masyarakat Selaku Pedagang.

(38)

datang ke kawasan ekowisata per bulannya. Pengambilan sampel berdasarkan pernyataan Arikunto (2010) yang menyatakan bahwa jika peneliti mempunyai beberapa ratus subjek dalam populasi, mereka dapat menentukan kurang lebih 25-30% dari jumlah subjek tersebut. Akan tetapi apabila peneliti menggunakan teknik wawancara (interview) atau pengamatan (observasi), jumlah tersebut dapat dikurangi menurut teknik pengambilan sampel sesuai dengan kemampuan peneliti.

Data Sekunder

Data sekunder didapatkan dari kegiatan dokumentasi, data-data dari instansi yang terkait, peraturan perundang-undangan dan kajian pustaka yang berhubungan dengan topik penelitian.

Analisis Data

Analisis Vegetasi Mangrove

(39)

Berdasarkan hasil pengukuran struktur vegetasi mangrove dapat dihitung sesuai persamaan:

K =

∑individusuatujenis

Luaspetakcontoh

Analisis Kesesuaian Wisata

Analisis kesesuaian wisata menggunakan matriks kesesuaian yang disusun berdasarkan kepentingan setiap parameter untuk mendukung kegiatan pada daerah tersebut. Rumus yang digunakan untuk kesesuaian wisata pantai dan wisata bahari adalah (Yulianda dkk, 2009):

IKW = ∑

Ni

Nmax

x 100% Keterangan:

IKW : Indeks kesesuaian ekosistem untuk wisata mangrove Ni : Nilai parameter ke-i (Bobot x Skor).

Nmaks : Nilai maksimum dari kategori wisata mangrove.

Pengelompokan nilai kelas kesesuaian kawasan untuk masing-masing kegiatan ekowisata bahari berdasarkan ketentuan berikut:

1. S1 = Sesuai/sangat sesuai, dengan nilai 66,67%-100,00%, 2. S2 = Sesuai bersyarat, dengan nilai 33,34%-66,66%, 3. S3 = Tidak sesuai, dengan nilai 33,33%.

(40)

Tabel 1. Matriks Kesesuaian Wisata untuk Kategori Wisata Mangrove No Parameter Bobot Kategori

Sesuai (S1)

Sumber: Yulianda (2009) Keterangan:

Nilai skor untuk kelas S1 = 5, kelas S2 = 3, dan kelas S3 = 1 dengan nilai maksimum (bobot x skor) = 45

Analisis Atraksi Kegiatan Ekowisata

(41)

Tabel 2. Kriteria Penilaian Daya Tarik (bobot 6)

No Unsur/Sub Unsur Nilai

1 Keunikan sumberdaya alam: a. Sungai

b. Flora c. Fauna d.Adat istiadat e. Hutan belukar

Ada 5

2 Banyaknya sumberdaya alam: a. Pohon

b. Perikanan tangkap c. Hamparan lumpur d. Ketersediaan air sungai e. Obat-obatan/bahan makanan

Ada 5

3 Kegiatan wisata yang dapat dilakukan:

a. Menikmati keindahan alam b. Melihat flora dan fauna c. Tracking

4 Kebersihan lokasi objek wisata, tidak ada pengaruh dari: a. Industri

b. Jalan ramai

c. Pemukiman penduduk d. Sampah

a. Udara bersih dan sejuk b. Bebas dari bau

c. Bebas dari kebisingan d.Tidak ada lalu lintas yang

mengganggu

e. Pelayanan terhadap pengunjung baik

Sumber: Modifikasi ODTWA (2007)

Analisis Nilai Ekonomi

Nilai rekreasi, keindahan, dan lain sebagainya tidak memiliki harga dan kuantitas, sehingga diperlukan suatu metode dengan beberapa pengukuran. Metode yang digunakan untuk menganalisis nilai ekonomi barang dan jasa yang

(42)

permintaan individu terhadap rekreasi di alam terbuka seperti memancing, berburu, dan hiking. Metode ini mengkaji biaya yang dikeluarkan setiap individu untuk mengunjungi tempat rekreasi seperti biaya perjalanan, biaya retribusi, biaya konsumsi dan atribut-atribut lainnya.

Untuk mengetahui nilai ekonomi lingkungan wisata memancing di kawasan mangrove Kuala Langsa dilakukan pendekatan biaya perjalanan digunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menghitung biaya rata-rata responden/kunjungan (BPR) yang ditentukan berdasarkan biaya perjalanan responden secara matematis yaitu:

BPR = ΣBPT

n

Keterangan :

BPR = Biaya perjalanan rata-rata responden/kunjungan

ΣBPT = Jumlah total biaya perjalanan responden (Biayatransportasi,

biaya konsumsi, biaya perlengkapan memancing, biaya parkir dan biaya lain-lain).

n = Jumlah responden

2. Menentukan nilai ekonomi lingkungan wisata memancing:

Nilai ekonomi lingkungan = BPR x Jumlah pengunjung rata-rata/tahun

Analisis SWOT

(43)

memaksimalkan kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats).

Menurut Pragawati (2009) Metode analisis data yang digunakan adalah analisis data secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data secara kualitatif adalah analisis yang dilakukan terhadap faktor-faktor internal dan faktor eksternal, sedangkan analisis secara kuantitatif dilakukan dengan pembobotan dan pemberian rating. Kerangka kerja dengan menggunakan pendekatan analisis SWOT yang pertama adalah identifikasi faktor internal dan eksternal kemudian menentukan skor dari setiap variabel; kedua yaitu membuat matriks SWOT berdasarkan variabel pada faktor-faktor internal dan eksternal yang diperoleh; dan ke tiga adalah membuat tabel peringkat alternatif strategi.

Matriks SWOT adalah alat yang dapat menggambarkan bagaimana kekuatan dan kelemahan yang merupakan faktor internal dipadukan dengan peluang dan ancaman yang merupakan faktor eksternal untuk menghasilkan empat golongan alternatif strategi yang dapat diterapkan bagi kelangsungan suatu kegiatan. Matriks ini menghasilkan beberapa alternatif strategi sehingga kekuatan dan peluang dapat ditingkatkan serta kelemahan dan ancaman dapat diatasi (Pragawati, 2009)

Penentuan faktor baik secara eksternal maupun internal ditentukan berdasarkan kondisi lapangan pada saat melaksanakan penelitian dari data primer dan data sekunder yang didapat di lapangan. Selanjutnya, penyusunan identifikasi faktor-faktor eksternal dan internal dibuat dalam bentuk matriks SWOT.

(44)

orang-orang yang berkompeten dibidangnya dan disesuaikan dengan kondisi di lapang. Hal ini dilakukan agar sifat obyektif dari analisis ini dapat diminimalkan. Kuadran SWOT dapat dilihat pada Gambar 3.

(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi Ekosistem Mangrove

Dari hasil pengamatan mangrove di 5 jalur diperoleh 5 jenis mangrove yang terdiri atas Rhizophora apiculata, R. mucronata, Xylocarpus granatum, Brugueira gymnorrhiza, Scyphipora hydrohyllaceae (Lampiran 3). Komposisi jenis mangrove yang didapat dan nilai kerapatan jenis mangrove kategori pohon ditampilkan pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3. Komposisi Jenis Mangrove

No Nama Spesies Jalur 1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 4 Jalur 5

 = Terdapat komposisi jenis mangrove - = Tidak terdapat komposisi jenis mangrove Tabel 4. Nilai Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Pohon

(46)

Keterangan:

Jumlah plot = 15 plot

Luas = 10m x 10m x 15/10.000 = 0,15 Ha

Nilai kerapatan jenis mangrove kategori pancang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Pancang

Jenis Mangrove Jumlah Individu Jumlah Sub Plot Kerapatan (ind/ha) Rhizophora

Nilai kerapatan jenis mangrove kategori semai dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Semai

(47)

Kesesuaian Ekologis untuk Kegiatan Ekowisata

Beberapa parameter yang dijadikan sebagai pertimbangan dalam penentuan indeks kesesuaian wisata seperti ketebalan mangrove, kerapatan mangrove, jenis mangrove, pasang surut, dan obyek biota. Dari kelima parameter tersebut, suatu ekosistem dapat ditentukan indeks kesesuaian ekologisnya apakah masuk kedalam kategori Sesuai, Sesuai Bersyarat, atau Tidak Sesuai untuk suatu kegiatan wisata.

Analisis kesesuaian wisata dilakukan di semua jalur pengamatan dan jalur tersebut dibagi menjadi beberapa plot. Total jalur pada kawasan hutan mangrove Kuala Langsa sebanyak 5 jalur yang pada tiap-tiap jalur terdiri dari 3 plot. Indeks ekologis pada setiap stasiun dapat dilihat pada Lampiran 4. dan hasil rekapitulasi dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Indeks Kesesuaian Ekologis untuk Wisata Mangrove

Jalur Nilai Kesesuaian Ekowisata Mangrove Indeks Kategori 1 46,66 Sesuai Bersyarat (S2) 2 55,55 Sesuai Bersyarat (S2) 3 55,55 Sesuai Bersyarat (S2) 4 55,55 Sesuai Bersyarat (S2) 5 55,55 Sesuai Bersyarat (S2) Jumlah 53,77 Sesuai Bersyarat (S2)

Analisis Atraksi untuk Kegiatan Ekowisata

(48)

Tabel 8. Komponen Daya Tarik

Unsur/Sub Unsur Jumlah Unsur

Nilai Bobot Skor Total Keunikan Sumberdaya Alam

- Sungai - Fauna

2 15 6 90

Banyaknya Sumberdaya Alam - Pohon

- Perikanan tangkap

- Ketersediaan air di sungai

3 20 6 120

Kegiatan wisata alam yang dapat dilakukan

- Menikmati keindahan alam - Melihat flora dan fauna - Tracking

- Memancing - Bersampan

5 30 6 180

Kebersihan Lokasi Ekowisata, Tidak Ada Pengaruh Dari - Industri

- Bebas dari kebisingan - Tidak ada lalu lintas yang

mengganggu

- Pelayanan terhadap pengunjung Baik

5 25 6 150

Skor Total Daya Tarik 660

Analisis Nilai Ekonomi

(49)

Tabel 9. Nilai Ekonomi

Jumlah Responden Jumlah Total Biaya Perjalanan

Rata Per Tahun 32 Rp 4.250.000 Rp 132.812 3.840

Dari hasil tabel di atas dapat diketahui bahwa biaya perjalanan responden sebesar Rp 132.812.-. Hasil ini didapatkan berdasarkan rumus:

BPR =

ΣBPT

n

Keterangan :

BPR = Biaya perjalanan rata-rata responden/kunjungan

ΣBPT = Jumlah total biaya perjalanan responden (Biaya transportasi,

biaya konsumsi, biaya perlengkapan memancing, biaya parkir dan biaya lain-lain).

n = Jumlah responden

Untuk mendapatkan nilai ekonomi lingkungan digunakan rumus:

Nilai ekonomi lingkungan = BPR x Jumlah pengunjung rata-rata/tahun = Rp 132.812 x 3840

= Rp 509.998.080 = Rp 510.000.000

(50)

Kondisi Ekonomi, Sosial dan Budaya

Karakteristik Masyarakat

Masyarakat yang diwawancarai adalah masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan mangrove Kuala Langsa dan memanfaatkan daerah tersebut. Berdasarkan jumlah penduduk Desa Kuala Langsa, jumlah responden yang dijadikan sebagai sampel yaitu sebanyak 34 orang, terdiri dari 22 orang laki-laki dan 12 orang perempuan. Karakteristik usia masyarakat dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Karakteristik Masyarakat

Karakteristik Masyarakat Frekuensi Nilai Persentase (%) 1 Usia

- 20-29 Tahun 11 32

- 30-39 Tahun 7 21

- 40-49 Tahun 8 24

- 50-59 Tahun 8 23

2 Tingkat Pendidikan

- SD 6 18

(51)

pencaharian sebagai nelayan dan wiraswata. Sebagian besar wiraswasta bertindak sebagai penjual di kawasan wisata.

Persepsi Masyarakat Secara Umum

Persepsi masyarakat terhadap manfaat apa yang diperoleh dari kegiatan pengembangan ekowisata. Persentase terbesar menyatakan bahwa kegiatan wisata memberikan kesempatan kerja dengan persentase 41%. Persepsi mengenai manfaat kegiatan wisata dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Manfaat Kegiatan Wisata

No Manfaat Kegiatan Wisata Frekuensi Nilai Persentase (%) 1 Kondisi jalan menjadi baik 3 9

2 Membuka kesempatan kerja 14 41 3 Berinteraksi dengan pengunjung 2 6

4 Tidak ada manfaat 10 29

5 Manfaat lainnya 5 15

Dampak negatif yang mempengaruhi kenyamanan masyarakat sekitar. Persentase terbesar menyatakan tidak ada kekhawatiran dengan nilai sebesar 50%. Persepsi mengenai dampak negatif dari adanya kegiatan wisata dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Dampak Negatif Kegiatan Wisata

No Dampak Negatif Kegiatan Wisata Frekuensi Nilai Persentase (%) 1 Terpengaruhnya perilaku

masyarakat sekitar

4 12

2 Kotornya kawasan 9 26

3 Tingkat keamanan terganggu 4 12 4 Tidak ada kekhawatiran 17 50

(52)

sebesar 37%. Keterlibatan masyarakat dalam mengembangkan kawasan ekowisata mangrove dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Keterlibatan Masyarakat Dalam Pengembangan Wisata No Keterlibatan Masyarakat Dalam

Pengembangan Wisata

Frekuensi Nilai Persentase (%) 1 Aktif dalam kegiatan penanaman

mangrove

10 30

2 Memberikan penyuluhan pelestarian hutan mangrove

8 24

3 Menyediakan fasilitas penunjang wisata

3 9

4 Tidak ikut terlibat 12 37

Persepsi mengenai harapan kedepannya terhadap kawasan ekowisata hutan mangrove, persentase terbesar mengharapkan tidak ada penebangan liar serta perambahan hutan dengan nilai persentase sebesar 56%. Persepsi terhadap kawasan ekowisata mangrove dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Harapan Terhadap Kawasan Wisata Mangrove No Harapan Terhadap Kawasan Wisata

Mangrove

Frekuensi Nilai Persentase (%) 1 Pemberian izin dalam

pengembangan kawasan ekowisata

5 15

2 Tidak ada penebangan liar dan perambahan lahan di hutan

19 56

3 Peningkatan sarana dan prasarana 10 29

Persepsi Masyarakat Selaku Pedagang

(53)

Dari hasil penelitian, periode berdagang di kawasan wisata menyatakan bahwa 56% berdagang selama 1-2 Tahun. Periode seberapa lama melakukan aktivitas berdagang dapat dilihat pada tabel 15.

Tabel 15. Periode Berdagang di Kawasan Wisata

No Periode Berdagang di Kawasan Wisata Frekuensi Nilai Persentase (%)

1 1-2 Tahun 5 56

2 3-4 Tahun 1 11

3 Lebih dari 5 Tahun 3 33

Berdasarkan keuntungan per hari, Persentase terbesar nilai keuntungan yang didapat > Rp. 1.000.000 dengan nilai persentase 45%. Nilai indikator keuntungan per hari dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Keuntungan Per Hari

No Keuntungan Per Hari Frekuensi Nilai Persentase (%) 1 > Rp. 1.000.000 4 45

Masalah perizinan untuk menempati kawasan mangrove, 67% menyakatan bahwa mereka tidak memiliki izin dan 33% mengaku memiliki izin. Nilai indikator izin dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Izin Menempati Kawasan Mangrove No Izin Menempati Kawasan

Mangrove

Frekuensi Nilai Persentase (%)

1 Memiliki izin 3 33

(54)

Dari 9 responden, keseluruhan responden menyatakan bahwa mereka bersedia jika usaha dagang mereka dialihkan sehingga persentase yang didapat yaitu 100%. Nilai kesediaan dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Kesediaan Dialihkannya Usaha Dagang No Kesediaan Dialihkannya

Usaha Dagang

Frekuensi Nilai Persentase (%)

1 Bersedia 9 100

Karakteristik Pengunjung

Responden terhadap pengunjung juga sebanyak 32 orang. Dari 32 orang responden terhadap pengunjung, 26 orang berjenis kelamin laki-laki dan 6 orang berjenis kelamin perempuan.. Karakteristik usia pengunjung dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Karakteristik Pengunjung

Karakteristik Pengunjung Frekuensi Nilai Persentase (%) 1 Usia

2 Tingkat Pendidikan

- SMP 1 3

4 Tingkat Pendapatan

- Belum berpenghasilan 8 25

- < 1 Juta 1 3

- 1 Juta – 2 Juta 9 28

(55)

Usia rata-rata pengunjung berkisar pada usia 20-29 tahun dengan persentase 35%. Berdasarkan tingkat pendidikan, pengunjung rata-rata berpendidikan SMA dengan persentase mencapai 56% . Persentase Berdasarkan pekerjaan pengunjung wisata yaitu sebesar 41% bekerja sebagai wiraswasta. Berdasarkan tingkat pendapatan, sebanyak 44% pengunjung berpenghasilan lebih dari Rp 2.000.000,00.

Persepsi Pengunjung

Berdasarkan intensitas dalam mengunjungi kawasan ekowisata, Persentase tertinggi dengan nilai 62% menyatakan pengunjung mengunjungi lokasi 1 kali dalam seminggu. Intensitas dalam mengunjungi kawasan wisata dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Intensitas Mengunjungi Kawasan

No Intensitas Mengunjungi Kawasan Frekuensi Nilai Persentase (%) 1 1 kali dalam 1 seminggu 20 62

2 1 kali dalam sebulan 8 25 3 1 kali dalam setahun 4 13

Persentase motivasi atau alasan yang menyebabkan wisatawan mengunjungi lokasi ini dengan nilai 37% dikarenakan adanya waktu senggang sehingga dapat mengunjungi lokasi wisata. Motivasi pengunjung dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Alasan Mengunjungi Lokasi

No Alasan Mengunjungi Lokasi Frekuensi Nilai Persentase (%) 1 Adanya waktu senggang 12 37

(56)

Kegiatan wisata yang dilakukan oleh pengunjung yang sebagian besar dilakukan yaitu wisata memancing. Wisata memancing dengan persentase terbesar yaitu 41%. Kegiatan wisata yang dapat dilakukan dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Kegiatan Wisata yang Dapat Dilakukan

No Kegiatan yang Dapat Dilakukan Frekuensi Nilai Persentase (%)

1 Memancing 13 41

2 Wisata kuliner 10 31

3 Menikmati aksi fauna monyet 9 28

Anggaran biaya yang biasa dikeluarkan untuk kegiatan berwisata rata-rata sebesar Rp. 100.000 sebagai persentase terbesar dengan nilai 41%. Anggaran biaya pengunjung dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Jumlah Anggaran Biaya yang Dikeluarkan No Jumlah Anggaran Biaya yang

Dikeluarkan

Frekuensi Nilai Persentase (%)

1 Rp. 50.000 9 28

2 Rp. 100.000 13 41

3 > Rp. 100.00 10 31

Persentase terbesar persepsi tentang hal apa yang bisa dilakukan sebagai upaya pengembangan kegiatan ekowisata menyatakan bahwa 47% mengatakan bahwa dengan cara penambahan dan perbaikan fasilitas. Saran pengembangan kegiatan ekowisata dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24. Saran Pengembangan Ekowisata

No Saran Pengembangan Ekowisata Frekuensi Nilai Persentase (%) 1 Penambahan jenis kegiatan 11 34

2 Penambahan dan perbaikan fasilitas 15 47 3 Peningkatan pelayanan 6 19

(57)

mengunjungi lokasi ekowisata. Persentase terbesar dengan nilai 66% bersedia membayar sebesar Rp. 10.000. Nilai kesediaan wisata dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Nilai Kesediaan Wisata

No Nilai Kesediaan Wisata Frekuensi Nilai Persentase (%)

1 Rp. 10.000 21 66

2 Rp. 15.000 7 22

3 Rp. 20.000 4 12

Analisis Faktor Internal dan Eksternal

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, pengunjung, Dinas Kelautan, Perikanan, dan Pertanian, dan Kepala Desa Kuala Langsa serta pengamatan yang dilakukan pada saat di lapangan maka didapat faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi perkembangan kawasan mangrove Kuala Langsa. Faktor internal merupakan kekuatan dan kelemahan dari kawasan sedangkan yang menjadi faktor eksternal adalah peluang yang ada ancaman yang mempengaruhi keberadaan kawasan mangrove Kuala Langsa. Untuk lebih jelas, matriks faktor strategi internal dan eksternal dapat dilihat pada Tabel 26.

Pendekatan Kuantitatif Analisis SWOT

(58)

Tabel 26. Matriks Faktor Strategi Internal dan Eksternal

No Kekuatan (Strenght) No Kelemahan (Weakness) 1 Terdapat legalitas hukum

mengenai status kawasan

1 Aspek pengelolaan kawasan hutan lindung belum tercipta

2 Jarak tempuh menuju ke lokasi wisata tidak jauh dari pusat kota Langsa

2 Belum ada sistem kelembagaan wisata

3 Kondisi jalan yang baik 3 Sarana, prasarana, serta jasa wisata tidak memadai

No Peluang (Opportunity) No Ancaman (Threat) 1 Pelaku kegiatan wisata masih

sedikit

1 Kesadaran pengunjung yang masih rendah dalam menjaga kebersihan lokasi

2 Menambah pendapatan masyarakat sekitar

2 Penebangan liar serta perambahan hutan mangrove masih sering terjadi

3 Minat wisatawan untuk melakukan wisata tinggi

3 Tidak adanya izin dalam usaha pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam, penyedia jasa wisata alam dan pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam, dan penyedia sarana wisata alam

Tabel 27. Pembobotan Faktor Internal

No Kekuatan (Strenght) Bobot Rating Skor 1 Terdapat legalitas hukum mengenai

status kawasan

0,4 +4 1,6 2 Jarak tempuh menuju ke lokasi wisata

tidak jauh dari pusat kota Langsa

0,4 +4 1,6 3 Kondisi jalan yang baik 0,2 +2 0,4

Total 3,6

No Kelemahan (Weakness) Bobot Rating Skor 1 Aspek pengelolaan kawasan hutan

lindung belum tercipta

0,4 -4 -1,6 2 Belum ada sistem kelembagaan wisata 0,4 -3 -1,2 3 Sarana, prasarana, serta jasa wisata

tidak memadai

0,2 -3 -0,6

Total -3,4

S+W = 3,6 + (-3,4) = 0,2

(59)

status kawasan dan jarak tempuh menuju ke lokasi wisata tidak jauh dari pusat kota Langsa. Faktor jarak tempuh menjadi daya tarik tersendiri wisatawan, yang kemudian didukung dengan kondisi jalan yang baik.

Sementara yang menjadi kelemahan utama yang menghambat perkembangan lokasi adalah aspek pengelolaan kawasan hutan lindung belum tercipta sehingga rencana strategis pembangunan daerah dalam rangka pengelolaan hutan lindung belum tercipta. Belum adanya sistem kelembagaan wisata menjadikan kelemahan dalam tahap pengembangan kawasan mangrove Kuala Langsa menjadi wilayah pengembangan ekowisata. Sarana, prasarana serta jasa wisata yang ada juga tidak memadai sehingga toilet, shelter, tempat duduk yang rusak, pemandu wisata, informasi wisata, dan paket perjalanan belum ada atau mengalami kerusakan.

Setelah mengetahui skor dan bobot faktor internal, dilakukan juga perhitungan bobot dan rating untuk faktor eksternal. Perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 28.

(60)

Tabel 28. Pembobotan Faktor Eksternal

No Peluang (Opportunity) Bobot Rating Skor 1 Pelaku kegiatan wisata masih sedikit 0,4 +4 1,6 2 Menambah pendapatan masyarakat

sekitar

0,3 +3 0,9 3 Minat wisatawan untuk melakukan

wisata tinggi

0,3 +3 0,9

Total 3,4

No Ancaman (Threat) Bobot Rating Skor 1 Kesadaran pengunjung yang masih

rendah dalam menjaga kebersihan lokasi

0,2 -2 -0,4

2 Penebangan liar serta perambahan hutan mangrove masih sering terjadi

0,4 -4 -1,6 3 Tidak adanya izin dalam usaha

pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam, penyedia jasa wisata alam dan pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam, dan penyedia sarana

wisata alam

0,4 -4 -1,6

Total -3,6

O+T = 3,4 + (-3,6) = -0,8

Ancaman terbesar dengan adanya kegiatan penebangan liar serta perambahan hutan mangrove masih sering terjadi mengancam keberadaan ekosistem hutan mangrove tersebut. Perizinan usaha Pemanfaatan jasa lingkungan wisata Alam, baik itu jasa wisata alam atau penyedia sarana wisata alam yang belum ada menjadikan ancaman karena kegiatan usaha dagang yang terjadi di kawasan mangrove dikategorikan kedalam usaha illegal.

Pembahasan

Kondisi Ekosistem Mangrove

(61)

granatum, dan Brugueira gymnorrhiza. Nilai kerapatan terbesar yaitu pada jenis

Rhizophora apiculata dengan nilai 1493,3 ind/ha.

Untuk kerapatan jenis mangrove kategori pancang ditumbuhi oleh 5 jenis mangrove yaitu Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Xylocarpus granatum, Brugueira gymnorrhiza, Scyphipora hydrohyllaceae. Nilai kerapatan terbesar yaitu pada jenis Rhizophora apiculata dengan nilai 2160 ind/ha.

Kerapatan jenis mangrove untuk kategori semai ditumbuhi oleh 3 jenis mangrove yaitu Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Xylocarpus granatum. Rhizophora apiculata merupakan jenis mangrove kategori semai dengan nilai kerapatan jenis terbesar dengan nilai 2666,6 ind/ha.

Berdasarkan Kriteria Baku Kerusakan Mangrove Dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove Nomor 201 Tahun 2004 bahwa kondisi mangrove Kuala Langsa termasuk kriteria baik dan memiliki kepadatan yang tinggi dengan nilai melebihi 1000 pohon/ha. Dari hasil analisis vegetasi, kawasan mangrove Kuala Langsa merupakan zona bakau yang tumbuh di daerah payau pada tanah alluvial atau pertemuan air laut dan air tawar di sekitar muara sungai. Pada umumnya formasi tanaman di dominasi oleh jenis-jenis dari genus Rhizophora.

Kesesuaian Ekologis untuk Kegiatan Ekowisata

(62)

mangrove penting dilakukan untuk mencegah terjadi biodegradasi mangrove yang menyebabkan terjadinya kerusakan alami.

Analisis Atraksi untuk Kegiatan Ekowisata

Keunikan sumberdaya alam memiliki skor total terendah yaitu 90. Hal ini dikarenakan dari beberapa pilihan yang ada, kawasan ekowisata mangrove Kuala Langsa hanya memilki dua kriteria yaitu sungai dan fauna. Untuk skor tertinggi, kegiatan wisata yang dapat dilakukan memilki skor yaitu 180, karena dari beberapa pilihan yang ada, kawasan ini memenuhi semua kriteria dalam kegiatan wisata apa saja yang dapat dilakukan yaitu kegiatan menikmati keindahan alam, melihat flora dan fauna, tracking, memancing, dan bersampan. Penjelasan lebih lanjut mengenai unsur-unsur atraksi wisata dijelaskan sebagai berikut:

1. Keunikan Sumberdaya Alam

Keunikan sumberdaya alam merupakan salah satu komponen daya tarik yang digunakan untuk mengetahui minat atau tidaknya wisatawan untuk mengunjungi lokasi. Semakin banyak sumber daya alam yang menonjol dari suatu lokasi wisata, dapat dipastikan akan semakin banyak pengunjung yang datang mengunjungi lokasi wisata tersebut.

(63)

Gambar 4. Keunikan Sumberdaya Alam; (a) Sungai; (b) Fauna

Di kawasan ini juga dapat dijumpai fauna khusus yaitu monyet, yang dapat dijumpai baik ketika melakukan tracking atau ketika berada di sekitar kawasan mangrove. Kehadiran monyet ini menjadikan nilai keunikan tersendiri karena memberikan nilai atraksi bagi para wisatawan.

2. Banyaknya Sumberdaya Alam

Banyaknya sumberdaya alam dapat terlihat berupa hasil seperti pohon, perikanan tangkap, dan ketersediaan air di sungai. Banyaknya sumberdaya pohon memberikan dampak negatif bagi hutan mangrove itu sendiri karena penebangan tak dilakukan secara selektif. Pohon yang ditebang dimanfaatkan sebagai bahan baku tiang penyangga untuk rumah-rumah masyarakat dan juga pembangunan

shelter di sekitar kawasan ekowisata mangrove. Gambar untuk banyaknya sumberdaya alam dapat dilihat pada Gambar 5.

a b

(64)

Gambar 5. Banyaknya Sumberdaya Alam; (a) Pohon; (b) Ketersediaan Air di Sungai; (c) Perikanan Tangkap

3. Kegiatan Wisata yang Dapat Dilakukan

Adapun kegiatan yang dapat dilakukan yaitu menikmati keindahan alam, melihat flora dan fauna, tracking, memancing, dan bersampan.

a. Menikmati keindahan alam

Kegiatan ini dapat dilakukan pada saat berada di shelter atau ketika melakukan tracking. Apalagi ketika air pasang datang, membuat kawasan menjadi lebih menarik untuk dilihat. Gambar untuk kegiatan menikmati keindahan alam dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Kegiatan Menikmati Keindahan Alam

b. Melihat Flora dan Fauna

Dengan berjalan di sepanjang jalur track, pengunjung dapat menikmati keindahan alam sambil belajar mengenai flora dan fauna. Banyaknya flora yang

(65)

tumbuh di kawasan mangrove membuat suasana nyaman dan teduh. Flora yang bisa dinikmati di sepanjang jalur tracking merupakan flora mangrove zona bakau karena jenis mangrove yang ditemukan yaitu Rhizophora spp., dan beberapa jenis lain seperti Xylocarpus sp. Fauna yang mungkin bisa ditemui di kawasan ini adalah monyet yang dapat ditemukan langsung di sekitar kawasan ekowisata mangrove tanpa harus melalui kegiatan tracking terlebih dahulu. Gambar untuk kegiatan melihat fauna monyet dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Kegiatan Melihat Fauna Monyet

c. Tracking

Terdapat jalur tracking pada kawasan mangrove berupa jalan setapak yang terbuat dari kayu. Kegiatan tracking dikenakan biaya sebesar Rp 2000,00 . Jalur

tracking ini menelusuri hutan mangrove dan pada akhir jalur tracking akan bertemu dengan laut. Gambar untuk kegiatan tracking di hutan mangrove dapat dilihat pada Gambar 8.

(66)

d. Memancing

Kegiatan memancing merupakan kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh wisatawan di kawasan ini dengan persentase yang mencapai 41%, dikarenakan banyak lokasi yang bisa dijadikan tempat pemancingan. Pada umumnya, wisatawan melakukan kegiatan memancing pada hutan mangrove yang berbatasan dengan laut secara langsung atau dengan menggunakan sampan. Gambar untuk kegiatan memancing dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Kegiatan Memancing

e. Bersampan

Kegiatan bersampan dilakukan bisa untuk melakukan kegiatan mancing atau hanya sekedar menelusuri muara-muara pada hutan mangrove. Sampan dapat disewa membuat wisatawan dapat berkeliling menggunakan sampan tersebut untuk lebih dekat dengan hutan mangrove Kuala Langsa. Gambar kegiatan bersampan di hutan mangrove dapat dilihat pada Gambar 10.

(67)

4. Kebersihan Lokasi Ekowisata

Untuk kebersihan lokasi, masih sedikit ditemukan tempat pembuangan sampah sehingga pengunjung memiliki kecenderungan untuk membuang sampah sembarangan, dikarenakan tempat sampah yang cukup jauh dari lokasi para wisatawan berkumpul. Tempat sampah biasanya diletakkan di depan Shelter yang berdagang. Kesadaran wisatawan yang masih tergolong rendah membuat mereka membuang sampah ke hutan mangrove tersebut sehingga membuat nilai kebersihan lokasi menurun.

Kawasan ekowisata mangrove Kuala Langsa juga bebas dari pengaruh industri karena memang tidak ada industri besar yang terdapat di sekitar kawasan tersebut. Kawasan ini juga tidak terlalu dipengaruhi oleh aktivitas jalan raya dikarenakan jalan menuju Kuala Langsa bukan merupakan jalur artileri sehingga sedikit aktivitas lalu lintas yang terjadi di jalan.Di sekitar kawasan ekowisata juga tidak terlihat aksi vandalisme sehingga dapat dapat menambah nilai-nilai ekowisata yang layak untuk dikunjungi. Gambar kebersihan lokasi ekowisata dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Kebersihan Lokasi; (a) Sampah; (b) Pemukiman Penduduk

5. Kenyamanan

(68)

Rasa nyaman yang ditawarkan lokasi wisata akan menambah minat wisatawan untuk datang kembali ke lokasi tersebut. Rasa nyaman ini dapat terbentuk dari kebersihan dan keasrian lokasi wisata, lokasi wisata yang bebas dari kebisingan dan juga bau, pelayanan selama berwisata yang diterima oleh wisatawan juga sarana dan prasarana yang disediakan oleh pihak pengelola wisata di lokasi (Ginting, 2012).

Kawasan ini terbebas dari ancaman bau, kebisingan, tidak ada lalu lintas yang menganggu, dan pelayanan terhadap pengunjung cukup baik. Tidak ada ancaman bau dan kebisingan dikarenakan tidak ada aktivitas industri yang mengganggu kenyamanan wisatawan. Di kawasan ini juga tidak ada ditemukan gangguan lalu lintas dikarenakan jalur menuju kawasan ini bukan jalur artileri sehingga tidak mempengaruhi dalam kegiatan parkir kendaraan. Pelayanan terhadap pengunjung secara umum cukup baik, dikarenakan orang-orang tersebut akan menawarkan barang atau jasa yang bisa mereka sediakan. Kebersihan lokasi kawasan wisata mempengaruhi nilai keindahan wisata alam mangrove sehingga sedikit mengurangi nilai kenyamanan kawasan akibat sampah-sampah yang berada di sekitar kegiatan wisata. Gambar kenyamanan lokasi dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Kenyamanan Lokasi; (a) Tidak Ada Lalu Lintas yang Menganggu; (b) Pelayanan Terhadap Pengunjung

(69)

Status Kawasan

Berdasarkan Surat Edaran Walikota Langsa No. 852/2013 menyatakan bahwa kawasan mangrove Kuala Langsa merupakan kawasan hutan lindung (Lampiran 6). Dari segi ekologis, keadaan hutan mangrove Kuala Langsa bisa dikatakan dalam keadaan rentan. Kegiatan penebangan hutan dan perambahan kawasan hutan masih sering terjadi. Kegiatan perambahan seperti pembangunan

shelter yang menduduki kawasan hutan. Shelter tersebut sudah ada di kawasan hutan mangrove sejak lama sebelum status hutan mangrove Kuala Langsa dinyatakan sebagai kawasan hutan lindung. Kawasan hutan mangrove Kuala Langsa masuk kedalam kategori kawasan strategis Provinsi Aceh yang ditetapkan dalam RTRW Provinsi Aceh yaitu Kawasan Hutan Lindung Pesisir (Hutan Bakau) di Pesisir Timur (Aceh Timur, Langsa, Aceh Tamiang, dan Aceh Utara) dan pesisir barat (Gosong Telaga/Aceh Singkil).

Kelembagaan

(70)

yang masuk ke pelabuhan. Uang hasil penjualan karcis kemudian diberikan kepada PT. Pelindo Langsa, sehingga tidak ada kaitannya dengan wisata mangrove yang ada di Kuala Langsa.

Analisis SWOT

Berdasarkan hasil analisis yang sudah dilakukan maka dapat diketahui bahwa nilai X adalah 0,2 dan nilai Y adalah -0,8. Kawasan mangrove Kuala Langsa berada pada posisi II kuadran SWOT yaitu diversifikasi strategi. Posisi Kuala Langsa pada kuadran SWOT dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Posisi Kuala Langsa Pada Kuadran SWOT

(71)
(72)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Indeks kesesuaian ekosistem termasuk kategori sesuai bersyarat, sehingga diperlukan upaya pengelolaan yang baik dan memperhatikan keseimbangan ekosistem mangrove untuk mencegah terjadinya degradasi mangrove. Pengelolaan dengan baik dapat menjadikan Kuala Langsa sebagai kawasan ekowisata dengan unsur konservasi dan peningkatan ekonomi sosial masyarakat.

2. Nilai indeks kesesuaian ekologis untuk kategori wisata mangrove yang sedang dengan nilai persentase sebesar 53,77%. Dari segi ekonomis, kawasan mangrove Kuala Langsa memiliki nilai lebih dikarenakan jumlah pengunjung yang relatif tinggi dan travel cost senilai Rp 510.000.000,00

3. Hasil analisis SWOT, kawasan mangrove Kuala Langsa berada pada kuadran II berarti kawasan wisata tersebut berada pada situasi yang menguntungkan tetapi memilik tantangan dalam pengembangannya karena dari segi internalnya kawasan mangrove Kuala Langsa memiliki nilai positif, segi eksternalnya memiliki nilai negatif. Strategi yang dapat dilakukan adalah diversifikasi strategi.

Saran

(73)

Gambar

Gambar 2. Peta Lokasi
Tabel 1. Matriks Kesesuaian Wisata untuk Kategori Wisata Mangrove
Tabel 2. Kriteria Penilaian Daya Tarik (bobot 6)
Gambar 3. Kuadran SWOT
+7

Referensi

Dokumen terkait

Segala Puji syukur dan kemulian bagi Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan berkat dan kasih karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat

Kharida, dkk, “Penerapan model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan elastisitas bahan, Jurnal Pendidikan ” Jilid 5, dalam

Hasil uji t menunjukkan bahwa semua faktor-faktor kualitas kehidupan kerja meliputi pengembangan karyawan (3.951), partisipasi karyawan (2.731), lingkungan kerja (2.782),

Hasil penelitian ini juga menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan rasa ketertarikan itu muncul dikarenakan kurangnya kontrol dari orangtua, keuntungan

S ecara garis besar sistem ko- m oditas ubijalar, ubi N agara dan ubi A labio ini terdiri dari subsistem industri pengolahan, subsistem konsum en dan subsistem distribusi/pem

In this study, which was carried out in order to determine the aboveground and belowground biomass amounts of maquis lands within the borders of Çamalan Forest Sub-Dis-

Kesimpulan dari tulisan untuk mencegah potensi konflik yang mungkin terjadi dan menyelesaikan permasalahan yang ada maka kelembagaan yang telah dianggap berfungsi baik dalam

Tim Pembina kabupaten/kota adalah sebuah im ahli yang bertugas melaksanakan pembinaan peserta olimpiade di ingkat kabupaten/kota yang ditunjuk dan ditetapkan oleh