• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Membran Alginat-Kitosan Dan Kalsium Alginat-Kitosan Serta Pengujiannya Terhadap Penyembuhan Luka Marmut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pembuatan Membran Alginat-Kitosan Dan Kalsium Alginat-Kitosan Serta Pengujiannya Terhadap Penyembuhan Luka Marmut"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN SKRIPSI

PEMBUATAN MEMBRAN KITOSAN DAN KALSIUM ALGINAT-KITOSAN SERTA PENGUJIANNYA TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA

MARMUT

OLEH :

HAFIZHATUL ABADI NIM : 060824037

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Pengesahan Skripsi

PEMBUATAN MEMBRAN KITOSAN DAN KALSIUM ALGINAT-KITOSAN SERTA PENGUJIANNYA TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA

MARMUT Diajukan Oleh: HAFIZHATUL ABADI

NIM 060824010

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal : 24 Januari 2009

Disetujui Oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji,

(Dra. Anayanti Arianto M.Si.Apt.) (Prof. Dr. Urip Harahap, Msi., Apt.)

NIP 131 569 416 NIP 131 283 720

Pembimbing II, (Dra. Anayanti Arianto M.Si.Apt.)

NIP 131 569 416

(dr. Alya Amila Fitrie, M.Kes..) (Drs. Syaiful Alamsyah) NIP 132 296 844 NIP 130 810 737

Dekan,

(3)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. atas nikmat dan

karunianya yang tak terhingga yang senantiasa dilimpahkan-Nya kepada penulis.

Shalawat berangkaikan salam kepada junjungan Nabi Muhammad S.A.W. yang selalu

menjadi teladan bagi penulis untuk dapat melakukan amal dan perbuatan terbaik dalam

hidup ini.

Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan

dan nasehat serta dukungan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis juga

ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Salim Usman, M.Si., Apt. dan Bapak Drs. Wiryanto, M.S., Apt.

yang telah banyak membimbing penulis hingga rampungnya skripsi ini.

3. Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si, Apt selaku penasehat akademik yang selalu

memberikan bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan.

4. Bapak kepala Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru dr. Adlan Lufti, Sp. P. yang

telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di instansi

yang dipimpin dan seluruh staff di Instansi BP4 yang telah memberikan bantuan

dan fasilitas bagi penulis selama melakukan penelitian.

5. Seluruh Staff Pengajar dan Administrasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara.

6. Teman-teman dan sahabat penulis yang banyak membantu dengan ikhlas bang

(4)

teman-teman seangkatan yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu per

satu.

Ucapan terima kasih yang terdalam penulis persembahkan kepada kedua orang

tua Ayahanda Sayyid Mustafa dan Ibunda Cut Fatimah yang telah banyak memberikan

dukungan baik moril, materil, cinta, kasih sayang dan do’a. Ucapan terima kasih juga

penulis ucapkan kepada adik-adik Syarifah Mastura, Syarifah Muhibbah, Sayyid

Muzhahhar, Syarifah Maryana, Syarifah Fauzah, Sayyid Muhammad Iqbal, dan Sayyid

Fikri Al-Zuhairi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,

penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi menyempurnakan skripsi ini.

Penulis juga berharap skripsi ini dapat bermanfaat setiap orang yang membacanya.

Medan, November 2008

(5)

ABSTRAK

Telah diteliti penyembuhan luka marmut oleh membran kalsium alginat-kitosan

dan alginat-kitosan yang dibuat sendiri. Kemudian kekuatan membran diuji dengan

universal testing machine type: SC-2DE. Luka kulit marmut dibuat dengan memotong

kulit perut marmut sampai ke dermis dengan ukuran 1 x 1,5 cm. Luka diobati dengan

menempelkan membran pada luka lalu ditutup dengan perban steril. Setiap 3 hari sekali

luas luka diukur dan diamati peradangan, kekeringan luka dan adanya nanah.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan secara histopatologi dari luka hari ke-0 dan luka

yang diobati pada hari ke-12 dengan membran alginat-kitosan dan membran kalsium

alginat-kitosan.

Hasil pemeriksaan makroskopik menunjukkan bahwa membran yang lebih cepat

menyembuhkan luka adalah membran kalsium alginat-kitosan daripada membran

kitosan dan kontrol. Dari hasil uji kekuatan tarik membran kalsium

alginat-kitosan lebih kuat daripada membran alginat-alginat-kitosan. Hasil pemeriksaan secara

mikroskopik dari luka yang tidak diobati pada kontrol setelah hari ke-12 ditemukan

epidermis belum memadat, folikel rambut belum terbentuk dan terdapat banyak

fibroblas tetapi, pada luka yang diobati dengan alginat-kitosan ditemukan pertumbuhan

epidermis yang sudah memadat, folikel rambut sudah terbentuk dan fibroblas sedikit,

sedangkan pada kalsium alginat-kitosan ditemukan pertumbuhan epidermis yang sudah

lebih memadat, folikel rambut sudah terbentuk dan fibroblast lebih sedikit.

(6)

ABSTRACT

The wound healing study of guinea pig by chitosan-alginate and calcium

chitosan-alginate membranes were conducted. In this research both of membranes were

prepared in our laboratory. And than tensile strength was measured with universal

testing machine type SC-2DE. The formation of the wound skin in guinea pig was made

by excising the stomach skin, including the dermis with 1 x 1.5 cm in size. The wound

was treated with adhere the membrane to the wound. Then, it was covered with sterile

bandage. Every 3 days the wound area was measured and observed the inflammation,

the dryness of the wound, the presence of the pus. Furthermore, it was performed the

histopathological inspection of the wound that has been treated 0 and 12 days with

chitosan-alginate membrane and calcium chitosan-alginate membrane.

The result of experiments showed the order of the membrane which more fast to

heal the wound were calsium chitosan-alginate membrane than chitosan-alginate

membrane and control. The result of histophatological inspection of the wound control

that has been 12 days not treated, was found the epidermis was not dense, hasn’t been

formed of hair follicle and have a lot of fibroblast, but in chitosan-alginate the epidermis

growths was more dense, the envelope of hair follicle were formed and fibroblast was

decreased, while in calsium chitosan-alginate was found the epidermis growths was

(7)

DAFTAR ISI

1.6 Kerangka Konsep Penelitian ... 4

BAB II METODOLOGI PENELITIAN ... 5

2.1 Alat-alat ... 5

2.2 Bahan-bahan ... 5

2.3 Hewan Percobaan ... 5

(8)

2.4.1 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 6

2.4.1.1 Pembuatan Asam Klorida 32 % ... 6

2.4.1.2 Pembuatan Natrium Hidroksida 10 % ... 6

2.4.1.3 Pembuatan Alkohol 70%, 80%, 90%, 96% dan Alkoho Absolut ... 6

2.4.1.4 Pembuatan Larutan Eosin 0,5 % ... 6

2.4.1.5 Pembuatan Larutan Hematoksilin Ehrlich ... 6

2.4.1.6 PEmbuatan Albumin ... 6

2.4.1.7 Pembuatan Larutan Formalin 10 % ... 7

2.4.1.8 Pembuatan Larutan Kalsium Klorida 0,1 M ... 7

2.4.2 Pembuatan Membran Alginat-Kitosan ... 7

2.4.3 Pembuatan Membran Kalsium Alginat-kitosan ... 8

2.4.4 Percobaan Pada Hewan Secara in Vivo ... 8

2.4.4.1 Pengamatan Makroskopik ... 8

2.4.4.2 Pengamatan Mikroskopik ... 9

2.4.5 Pembuatan Preparat Jaringan Kulit ... 9

2.4.6 Uji Kekuatan Tarik ... 11

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12

3.1 Pembuatan Membran ... 12

3.1.1 Membran Alginat-kitosan ... 12

3.1.2 Membran Kalsium Alginat-kitosan ... 13

3.2 Pengamatan Secara Makroskopik ... 13

3.2.1 Kontrol (Tanpa Pengobatan) ... 13

(9)

3.2.3 Membran Kalsium Alginat-Kitosan ... 16

3.3 Pengamatan Secara Mikroskopik ... 34

3.3.1 Kontrol (Tanpa Pengobatan) ... 34

3.3.2 Sediaan Membran Alginat-Kitosan ... 34

3.3.3 Sediaan Membran Kalsium Alginat-kitosan... 34

3.3.4 Gambar Jaringan Kulit Marmut ... 36

3.4 Uji Kekuatan Tarik ... 39

3.4.1 Perbandingan Membran Alginat-Kitosan dan Kalsium Alginat- Kitosan ... 39

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

4.1 Kesimpulan ... 40

4.2 Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

LAMPIRAN ... 43

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1.a : Bagan Alur Pembuatan Membran Alginat-Kitosan ... 43

Lampiran 1.b : Bagan Pembuatan Membran Kalsium Alginat-Kitosan ... 44

Lampiran 1.c : Bagan Alur Pemeriksaan Makroskopik Organ Kulit ... 45

Lampiran 1.d : Bagan Pembuatan Jaringan Kulit Marmut ... 46

Lampiran 2 : Tabel Luka pada Marmut ... 48

Lampiran 3 : Tabel Data Kekuatan Tarik (load), Kekuatan Regangan (Stroke) dan Presentasi Pertambahan Panjang Membran Alginat-Kitosan ... 50

Lampiran 4 : Tabel Data Kekuatan Tarik (load), Kekuatan Regangan (Stroke) dan Presentasi Pertambahan Panjang Membran Kalsium Alginat- Kitosan ... 51

Lampiran 10 : Gambar Pemeliharaan Marmut selama dalam Proses Pengobatan dan Foto Luka pada Perut Marmut ... 57

Lampiran 11.a : Foto Perban Marmut Kontrol ... 58

Lampiran 11.b : (lanjutan) Foto Perban Marmut Kontrol ... 59

Lampiran 11.c : Foto Perban pada Marmut Alginat-Kitosan ... 60

Lampiran 11.d : (lanjutan) Foto Perban pada Marmut Alginat-Kitosan ... 61

(11)

Lampiran 11.f : (lanjutan) Foto Perban pada Marmut Kalsium Alginat-Kitosan ... 63

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 : Perbandingan Kekuatan Tarik (Load), Kekuatan Regangan (Stroke),

dan Presentasi Pertambahan Panjang Membran Alginat-Kitosan dan

Kalsium Alginat-Kitosan ... 13

Tabel 2 : Pengamatan Kondisi Luka pada Kontrol... 15

Tabel 3 : Pengaruh Waktu Terhadap Penyembuhan Luka pada Marmut Kontrol

(n=3) ... 15

Tabel 4 : Pengamatan Kondisi Luka pada Sediaan Membran Alginat-Kitosan ... 16

Tabel 5 : Pengaruh Waktu Terhadap Penyembuhan Luka pada Marmut Alginat-

Kitosan (n=3) ... 17

Tabel 6 : Pengamatan Kondisi Luka pada Membran Kalsium Alginat-Kitosan ... 18

Tabel 7 : Pengaruh Waktu Terhadap Penyembuhan Luka pada Marmut Membran

Kalsium Alginat-Kitosan (n=3) ... 18

Tabel 8 : Luas Luka dalam Rasio Rata-Rata Kontrol, Alginat-Kitosan dan

(13)

ABSTRAK

Telah diteliti penyembuhan luka marmut oleh membran kalsium alginat-kitosan

dan alginat-kitosan yang dibuat sendiri. Kemudian kekuatan membran diuji dengan

universal testing machine type: SC-2DE. Luka kulit marmut dibuat dengan memotong

kulit perut marmut sampai ke dermis dengan ukuran 1 x 1,5 cm. Luka diobati dengan

menempelkan membran pada luka lalu ditutup dengan perban steril. Setiap 3 hari sekali

luas luka diukur dan diamati peradangan, kekeringan luka dan adanya nanah.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan secara histopatologi dari luka hari ke-0 dan luka

yang diobati pada hari ke-12 dengan membran alginat-kitosan dan membran kalsium

alginat-kitosan.

Hasil pemeriksaan makroskopik menunjukkan bahwa membran yang lebih cepat

menyembuhkan luka adalah membran kalsium alginat-kitosan daripada membran

kitosan dan kontrol. Dari hasil uji kekuatan tarik membran kalsium

alginat-kitosan lebih kuat daripada membran alginat-alginat-kitosan. Hasil pemeriksaan secara

mikroskopik dari luka yang tidak diobati pada kontrol setelah hari ke-12 ditemukan

epidermis belum memadat, folikel rambut belum terbentuk dan terdapat banyak

fibroblas tetapi, pada luka yang diobati dengan alginat-kitosan ditemukan pertumbuhan

epidermis yang sudah memadat, folikel rambut sudah terbentuk dan fibroblas sedikit,

sedangkan pada kalsium alginat-kitosan ditemukan pertumbuhan epidermis yang sudah

lebih memadat, folikel rambut sudah terbentuk dan fibroblast lebih sedikit.

(14)

ABSTRACT

The wound healing study of guinea pig by chitosan-alginate and calcium

chitosan-alginate membranes were conducted. In this research both of membranes were

prepared in our laboratory. And than tensile strength was measured with universal

testing machine type SC-2DE. The formation of the wound skin in guinea pig was made

by excising the stomach skin, including the dermis with 1 x 1.5 cm in size. The wound

was treated with adhere the membrane to the wound. Then, it was covered with sterile

bandage. Every 3 days the wound area was measured and observed the inflammation,

the dryness of the wound, the presence of the pus. Furthermore, it was performed the

histopathological inspection of the wound that has been treated 0 and 12 days with

chitosan-alginate membrane and calcium chitosan-alginate membrane.

The result of experiments showed the order of the membrane which more fast to

heal the wound were calsium chitosan-alginate membrane than chitosan-alginate

membrane and control. The result of histophatological inspection of the wound control

that has been 12 days not treated, was found the epidermis was not dense, hasn’t been

formed of hair follicle and have a lot of fibroblast, but in chitosan-alginate the epidermis

growths was more dense, the envelope of hair follicle were formed and fibroblast was

decreased, while in calsium chitosan-alginate was found the epidermis growths was

(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Alginat adalah suatu polisakarida bahan alam yang diperoleh dari alga coklat.

Biopolimer ini adalah suatu polimer yang terdiri atas residu β-(1-4)-D-asam manuronat

(M) dan α-(1-4)-L-asam Guluronat (G), yang tersusun dalam blok-blok homopolimer

dari masing-masing tipe (MM,GG) dan dalam blok-blok heteropolimer (MG) (Haug,

1967).

Alginat bersifat non toksik, non alergik dan dapat terurai dalam tubuh

(Biodegradable). Apabila terkena jaringan tubuh maka alginat terurai menjadi gula

sederhana dan dapat diabsorbsi.

Membran alginat mempunyai keuntungan, yaitu disamping sebagai sistem

pemberian obat, membran ini juga sekaligus berfungsi sebagai penutup luka. Membran

alginat mempunyai kemampuan yang kuat untuk mengabsorbsi cairan (eksudat), dari

luka, mudah dicuci dari larutan garam, dan sisa dasar membran alginat yang mengalami

biodegradasi dalam luka tidak perlu dikeluarkan sehingga mencegah gangguan

pembentukan jaringan baru. Selain itu dasar alginat memberikan rasa sejuk pada tempat

pemakaian (Thomas, 1990; Bangun, 2001). Rasa sejuk ini disebabkan karena alginat

memberikan kelembaban pada permukaan luka tetapi tidak menyebabkan maserasi pada

luka (Thomas, 1990).

Kitosan merupakan polisakarida yang terdapat dalam jumlah melimpah di alam.

(16)

merupakan produk deasetilasi kitin. Material ini hanya banyak digunakan dalam

bidang biomedis dan farmasetika dikarenakan sifatnya yang biodegradabel,

biokompatibel dan tidak beracun. Kitosan dapat merangsang pertumbuhan

fibroblas dan mempengaruhi aktifitas makrofage untuk mempercepat

penyembuhan luka (Balassa, 1978).

Alginat yang merupakan polianionik dan kitosan yang polikationik, bila

dilarutkan pada kondisi yang tepat, dapat berinteraksi satu sama lain melalui

gugus karboksil dari alginat dan gugus amino dari kitosan.

Kompleks polielektrolit yang terbentuk diharapkan dapat memberikan aplikasi

yang lebih baik dikarenakan keunikan struktur dan sifatnya. Sejauh ini, kompleks

polielektrolit alginat-kitosan banyak dimanfaatkan sebagai serat, kapsul dan

butiran. Sementara publikasi mengenai pemanfatannya sebagai membran, masih

terbatas. Di sisi lain, kitosan yang bersifat basa dan mudah larut dalam media

asam, banyak digunakan untuk pembuatan gel dalam beberapa variasi seperti

butiran, membran pelapis, kapsul dan serat (Krajewska, 2001).

Bangun (2001), telah membuat sediaan alginat dalam bentuk salep. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa salep dengan dasar alginat dapat

melepaskan senyawa obat, mampu menyerap air, dan tidak mengiritasi kulit.

Peneliti selanjutnya yang dilakukan oleh Santi (2008), telah membuat

membran alginat-kitosan, kalsium alginat dan kalsium alginat-kitosan dan

menguji pengembangan ketiga membran tersebut dalam media air. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa peningkatan berat membran alginat-kitosan lebih

besar dibandingkan membran kalsium alginat-kitosan. Hal ini berarti membran

(17)

membran kalsium alginat-kitosan. Membran kalsium alginat menunjukkan

penyerapan yang besar di awal waktu namun larut menjelang 1 jam pertama.

Membran alginat-kitosan dan membran kalsium alginat-kitosan tidak ditumbuhi

bakteri Escherichia coli sebagai bakteri Gram negatif dan Staphylococcus aureus

yang merupakan bakteri Gram positif. Hal ini berarti pada kompleks polielektrolit

membran alginat-kitosan maupun membran kalsium alginat-kitosan memiliki

aktivitas antibakteri, sedangkan pada membran kalsium alginat tidak ada aktivitas

antibakteri.

Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian mengenai uji efektifitas

penyembuhan luka secara in vivo terhadap membran alginat-kitosan dan kalsium alginat-kitosan serta dilakukan pemeriksaan histopatologi yang bertujuan untuk

mengetahui pertumbuhan jaringan kulit. Disamping itu juga diuji kekuatan tarik

membran alginat-kitosan dan kalsium alginat-kitosan.

1.2 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel bebas Variabel terikat

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan dalam penelitian adalah

sebagai berikut:

X1 = membran alginat-kitosan

Penyembuhan luka

(18)

a. apakah membran alginat-kitosan dan membran kalsium alginat-kitosan

dapat menyembuhkan luka?.

b. apakah membran kalsium alginat-kitosan lebih cepat menyembuhkan luka

dibandingkan membran alginat-kitosan?.

c. apakah membran kalsium alginat-kitosan lebih kuat dibandingkan

membran alginat-kitosan?.

1.4Hipotesis

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:

a. membran alginat-kitosan dan kalsium alginat-kitosan dapat

menyembuhkan luka.

b. membran kalsium alginat-kitosan lebih cepat menyembuhkan luka

daripada membran alginat-kitosan.

c. membran kalsium kitosan lebih kuat daripada membran

alginat-kitosan.

1.5 Tujuan Penelitian

a. untuk mengetahui apakah membran kitosan dan kalsium

alginat-kitosan dapat menyembuhkan luka.

b. untuk mengetahui apakah membran kalsium alginat-kitosan lebih cepat

menyembuhkan luka daripada membran alginat-kitosan.

c. untuk mengetahui apakah membran kalsium alginat-kitosan lebih kuat

daripada membran alginat-kitosan.

1.6 Manfaat Penelitian

Sebagai bahan informasi bahwa membran kitosan dan kalsium

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alginat

Alginat adalah polisakarida alam yang umumnya terdapat pada dinding sel

dari semua spesies algae coklat (phaeophyceac). Asam alginat ditemukan,

diekstraksi pertama sekali dan dipatenkan oleh seorang ahli kimia dari Inggris

Stanford tahun 1880 dengan mengekstraksi Laminaria stenophylla (Anonim I, 2005).

Asam alginat dalam algae coklat umumnya terdapat sebagai garam-garam

kalsium, magnesium dan natrium. Tahap pertama pembuatan alginat adalah

mengubah kalsium dan magnesium alginat yang tidat larut menjadi natrium

alginat yang larut dalam air dengan pertukaran ion di bawah kondisi alkalin

(Zhanjiang, 1990).

2.1.1 Struktur

Molekul asam alginat berbentuk polimer linier tak bercabang dan disusun

oleh kurang lebih 700-1000 residu asam ß-D- manuronat (M) dan -L- guluronat

(G). Asam D-manuronat memiliki ikatan diekuatorial 4C1 sedangkan asam

guluronat memiliki ikatan diaksial 1C4 (Wandrey, 2005).

Rantai yang terdiri atas 3 segmen polimer yang berbeda terlihat pada

(20)

(a) -G-G- (b) -G-M- (c) -M-M-

Gambar 2.1 Struktur Alginat 2.1.2 Sifat

Kelarutan alginat dan kemampuannya mengikat air bergantung pada

jumlah ion karboksilat, berat molekul dan pH. Kemampuan mengikat air

meningkat jika jumlah ion karboksilat semakin banyak dan jumlah residu kalsium

alginat kurang dari 500, sedangkan pada pH di bawah 3 terjadi pengendapan

(McHugh, 2003).

Alginat memiliki sifat-sifat utama :

1. Kemampuan untuk larut dalam air serta meningkatkan viskositas larutan

2. Kemampuan untuk membentuk gel

3. Kemampuan membentuk film (natrium atau kalsium alginat) dan serat

(kalsium alginat) (Wandrey, 2005).

2.1.3 Pembentukan Gel Kalsium Alginat

Gel terbentuk melalui reaksi kimia dimana kalsium menggantikan natrium

dalam alginat, mengikat molekul-molekul alginat yang panjang sehingga

membentuk gel.

Ketika 2 blok G tersusun paralel, terbentuk pola rantai seperti lubang yang

sangat ideal untuk pengikatan kalsium. Bentuk ini menyerupai telur dalam

(21)

Gambar 2.2 Egg box dalam gel alginat

Kekuatan dari gel yang dibentuk dengan penambahan garam Ca bervariasi

dari satu alginat dengan alginat lainnya. Alginat dengan kandungan G yang tinggi

akan lebih kuat dibandingkan dengan alginat dengan kandungan M yang tinggi.

Seperti Macrocystis memberikan alginat dengan viskositas yang sedang,

Sargassum memberikan hasil viskositas yang rendah, Laminaria digitata

menghasilkan kekuatan gel lembut sampai sedang sementara Laminaria hyperborea dan Durvillaea menghasilkan gel yang kuat (McHugh, 2003).

Alginat dapat membentuk gel dengan adanya kation-kation divalent seperti

Ca2+, Mn2+, Cu2+ dan Zn2+, dimana ikatan silang terjadi karena adanya kompleks

khelat antara ion-ion divalent dengan anion karboksilat dari blok G-G (Inukai,

1999).

= Ca2+

Daerah blok-G Larutan

Gel

(22)

2.1.4 Kegunaan

Alginat dapat digunakan dalam berbagai bidang antara lain industri

makanan, tekstil, farmasi, dan kosmetik, tetapi yang paling banyak digunakan

dalam bidang tekstil (50%) dan makanan (30%) (McCormick, 2001).

Dalam industri tekstil, alginat digunakan sebagai pengental untuk pasta

yang mengandung zat pewarna. Bahan pengental lain seperti pati sering

digunakan tetapi bereaksi dengan bahan aktif pewarna, sehingga menghasilkan

warna yang lebih rendah dan kadang-kadang limbahnya sulit untuk dicuci. Alginat

tidak bereaksi dengan zat pewarna dan dengan mudah dicuci dari tekstil sehingga

alginat menjadi pengental yang terbaik untuk zat pewarna (McHugh, 2003).

Dalam bidang makanan, sifat kekentalan alginat dapat digunakan dalam

pembuatan saus serta sirup, sebagai penstabil dalam pembuatan es krim (McHugh,

2003). Membran Ca-alginat juga digunakan sebagai pembungkus ikan, buah,

daging dan makanan lain untuk mengawetkannya (McComick, 2001), merupakan

pembungkus alternatif karena dapat dimakan dan mudah terurai oleh

mikroorganisme sehingga bersifat ramah lingkungan (Stading, 2003).

Pelapis dan membran kalsium alginat dapat digunakan untuk membantu

mengawetkan ikan beku. Minyak yang terdapat dalam ikan seperti ikan Herring

dan mackerel dapat menjadi tengik melalui oksidasi oleh udara walaupun cepat

dibekukan dan disimpan pada suhu rendah. Jika ikan dibekukan dalam jelli

kalsium alginat, ikan terlindungi dari oksidasi dan ketengikan dihambat. Jika jelli

mencair bersama ikan, dengan demikian ikan mudah dipisahkan. Juice daging

(23)

pembungkusan dapat melindungi daging dari kontaminasi bakteri (McHugh,

2003).

Dalam bidang farmasi, alginat dapat digunakan sebagai pembalut luka

yang dapat menyembuhkan luka karena dapat mengabsorbsi cairan dari luka,

dimana kalsium dalam serat diganti menjadi natrium dalam cairan tubuh sehingga

menjadi natrium alginat yang larut ( McHugh, 2003).

2.2 Kitosan

Kitosan merupakan polisakarida yang terdapat dalam jumlah melimpah di

alam. Kitosan adalah poli [β-(1,4)-2 amino-2deoxy-D-glukopiranosa] dan

merupakan produk deasetilasi kitin. Deasetilasi dengan larutan alkali (biasanya

NaOH) merupakan salah satu reaksi penting terhadap kitin untuk menghasilkan

kitosan. Deasetilasi dengan NaOH pada suhu 100oC selama 1 jam menghasilkan

produk terdeasetilasi 82% sementara bila waktu reaksi ditambah hingga 48 jam

menghasilkan produk terdeasetilasi hampir 100%. Namun perpanjangan waktu ini

menurunkan viskositas larutan, yang berarti telah terjadi degradasi rantai, untuk

menghindarinya dilakukan dengan mengurangi jumlah alkali yang digunakan

(Roberts, 1992).

2.2.1 Struktur

Gambar 2.3 Struktur Kitosan

(24)

2.2.2 Sifat

Kebanyakan polisakarida alami seperti selulosa, protein, asam alginat, agar

dan agarose bersifat netral atau asam sedangkan kitin dan kitosan merupakan

polisakarida yang bersifat basa. Sifatnya yang basa ini menjadikan kitosan:

1. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental

sehingga dapat digunakan untuk pembuatan gel dalam beberapa variasi

konfigurasi seperti butiran, membran, pelapis, kapsul, serat dan spon.

2. Membentuk kompleks yang tidak larut air dengan polielektrolit anionik

yang juga dapat digunakan untuk pembuatan butiran, gel, kapsul, dan

membran.

3. Dapat digunakan sebagai pengkhelat ion logam berat dimana gelnya

menyediakan sistem proteksi terhadap efek dekstruksi dari ion (Krajewska,

2001).

Kitosan tidak larut dalam air namun larut dalam asam dengan pH dibawah

6,0, yang umum digunakan adalah asam asetat 1 % dengan pH sekitar 4,0. Pada

pH tinggi, cenderung terjadi pengendapan (Kumar, 2000).

2.2.3 Kegunaan

Kitosan dan turunannya dapat digunakan sebagai bahan kosmetik, krim

badan dan tangan serta produk perawatan rambut, seperti shampo dan hairspray.

Kitosan juga telah diteliti sebagai bahan formulasi kosmetik khususnya untuk

kulit yang sensitif misalnya sebagai tabir surya. Kapasitas pembentukan film dan

sifat antiseptik kitosan melindungi kulit dari kemungkinan infeksi mikroba.

Aktitifitas antimikroba dari kitosan terhadap beberapa penyakit dan

(25)

dan pengawetan makanan. Pemberian kitosan yang disemprotkan pada buah apel

dan jeruk melindungi dari kerusakan jaringan dan pembusukan. Aplikasi lain

adalah pembuatan bungkus makanan, buah dan sayuran dari kitosan yang secara

nyata menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Beaulieu, 2005).

Kitosan mampu menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri yang bersifat

patogen dan menyebabkan resistensi tumbuhan terhadap infeksi jamur dan virus

pada tanaman. Efek penghambatan meningkat segera setelah daun diberi kitosan

(Synowiecki dan Al-Khateeb, 2003).

2.2.4 Penggolongan Membran

Berdasarkan material yang digunakan dalam pembuatan membran, bahan

pembuat membran dikelompokkkan menjadi membran polimer alam, liquid,

padatan (keramik) dan penukar ion. Membran polimer alam, terbagi menjadi

membran biologis dan membran sintetik. Membran sel termasuk membran

biologis, sedangkan membran sintetik terdiri atas membran organik dan

anorganik. Membran organik antara lain disusun oleh polisakarida-polisakarida

yang karena pengaruh gugus fungsi yang dimilikinya bersifat polikationik

maupun polielektrolit (Zhao, at al., 2002).

2.2.4.1 Membran Polikationik

Membran kitosan adalah contoh membran polikationik. Membran kitosan

pertama kali dibuat dan dikarakterisasi oleh Muzzarelli dan teman-temannya pada

tahun 1974 (Zhao, et al., 2002).

2.2.4.2 Membran polielektrolit

Kompleks polielektrolit dibentuk melalui reaksi suatu polielektrolit

(26)

Dikarenakan keragaman struktur dan sifatnya, kompleks ini memberikan aplikasi

yang cukup luas sebagai membran, pelapis antistatic dll. Contoh membran

polielektrolit adalah membran alginat-kitosan.

Banyak kegunaan kitosan didasarkan pada sifat kationik alaminya yang

membuatnya dapat berinteraksi dengan biomolekul bermuatan negatif seperti

protein, polisakarida anionik dan asam nukleat. Karenanya pada kondisi tertentu

alginat dan kitosan yang berbeda muatan akan saling berinteraksi seperti terlihat

pada gambar 2.4.

Gambar 2.4. Interaksi ionik antara narium alginat/asam alginat dengan kitosan

Hanya sedikit penelitian yang dilaporkan sehubungan dengan

pembentukan kompleks polielektrolit alginat dengan kitosan dalam suasana asam.

Hal ini disebabkan terbatasnya daerah pH yang berhubungan dengan kelarutan

kitosan. Jika pH lebih besar dari 6, terjadi netralisasi muatan positif kitosan

sehingga kitosan dapat mengendap (Berger, et al., 2004).

Sebaliknya pH yang lebih kecil dari 3, bisa menurunkan kompatible sistem

(27)

karboksilat bebas dari rantai asam kebanyakan terdapat dalam bentuk karboksilat

dan gugus amino dari kitosan terprotonasi.

Cardenass dkk, berhasil membuat membran kompleks polielektrolit

alginat-kitosan dengan cara mencampur larutan kitosan asetat dengan natrium

alginat. Sebelum diperoleh kompleks elektrolit pada pH 5,28 melalui penambahan

larutan NaOH, campuran ditambahkan HCl 32% terlebih dahulu.

Interaksi kitosan dengan natrium alginat dalam membentuk kompleks

polielektrolit berjalan sesuai dengan reaksi berikut ini:

COO-Na+ + Cl-NH3 COO-NH3 + Na+ + Cl

-Gambar 2.5. Mekanisme interaksi natrium alginat dengan kitosan

Sebagai hasil pencampuran dua polielektrolit ini dihasilkan kompleks

membran tidak larut yang mampu melewatkan zat dengan berat molekul tertentu

dan mengalami pengembangan dalam air (Cardenass,et al., 2003).

2

2.3.1 Anatomi kulit

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,

merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar

16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 –

1,9 meter persegi.Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda,

lapisan luar adalah epidermis yang berasal dari ectoderm merupakan lapisan

epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk, lapisan tanduk dikenal sebagai

(28)

telapak tangan dan kaki, dan kulit tipis (berambut) terdapat pada bagian tubuh

lainnya sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau

korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat (Anonim II, 2008).

Gambar 2.6. jaringan kulit

(29)

Keterangan Gambar 2.6.

1. Lapisan korneum

2. Lapisan spinosum

3. Papila-papila kulit (dermal)

4. Dermis yaitu lapisan reticular

5. Folikel-folikel rambut

6. Kelenjar sebasea

7. Otot-otot erektor (penegang)

8. Folikel rambut

9. Saluran keluar kelenjar keringat

10.Bulbus rambut

11.Papila folikel rambut

12.Bagian sekretoris dari kelenjar keringat

13.Otot skelet

14.Epidermis dilalui oleh saluran keluar dari kelenjar keringat

15.Kelenjar sebasea

16.Saluran keluar kelenjar keringat

17.Rambut (korteks)

18.Sarung akar dalam dari folikel rambut

19.Sarung jaringan penyambung dari folikel rambut

20.Sarung akar dari folikel rambut

21.Medula dan matriks rambut

22.Badan-badan lamelar

23.Jaringan lemak didalam lapisan subkutan

24.Vena

25.Arteriola

(30)

2.3.1.1 Epidermis

Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari

epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan

merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal

pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh

ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu. Fungsi epidermis adalah

proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan

mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).

Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang

terdalam) :

1. Stratum Korneum. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan

berganti.

2. Stratum Lusidum. Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit

tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.

3. Stratum Granulosum. Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang

intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang

dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan

histidin. Terdapat sel Langerhans.

4. Stratum Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan

tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting

untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi.

Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan

(31)

basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel

Langerhans.

5. Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang

hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara

konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke

permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu

lapis sel yang mengandung melanosit.

2.3.1.2 Dermis

Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap

sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan

menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling

tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.

Dermis terdiri dari dua lapisan :

• Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.

• Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat

Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga

mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea

dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis

di dalam dermis.Fungsi dermis adalah struktur penunjang, suplai nutrisi dan

(32)

2.3.1.3 Subkutis

Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari

lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit

secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda

menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang

suplai darah ke dermis untuk regenerasi. Fungsi Subkutis / hipodermis adalah

melekat ke struktur dasar, isolasi panas dan cadangan kalori.

2.3.2 Fisiologi Kulit

Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh

diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan,

sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan

metabolisme. Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari

elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi

mikroorganisme patogen. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan

cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur kulit

dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur

meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi

temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia

yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun,

pembuluh darah kulit akan vasokonstriksi yang kemudian akan mempertahankan

(33)

2.3.3 Klasifikasi Luka

Luka dapat terjadi pada trauma, pembedahan, neuropatik, vaskuler, dan

penekanan. Luka diklasifikasikan dalam 2 bagian :

1) Luka akut : merupakan luka trauma yang biasanya segera mendapat

penanganan dan biasanya dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi

komplikasi. Kriteria luka akut adalah luka baru, mendadak dan

penyembuhannya sesuai dengan waktu yang diperkirakan Contoh :

Luka sayat, luka bakar, luka tusuk, Luka operasi dapat dianggap sebagai

luka akut yang dibuat oleh ahli bedah. Contoh : luka jahit.

2) Luka kronik : luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali

(rekuren) dimana terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang

biasanya disebabkan oleh masalah multifaktor dari penderita. Pada luka

kronik luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak

berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi untuk timbul kembali.

Contoh : Ulkus dekubitus, ulkus diabetik, ulkus venous, dll (Anonim II,

2008).

2.3.4 Penyembuhan Luka

2.3.4.1 Penyembuhan dengan penyambungan primer (penyembuhan primer)

Pada hari pertama pascabedah (sesudah menjalani operasi) setelah luka

disambung dan dijahit, garis insisi segera terisi bekuan darah. Permukaan bekuan

darah ini mengering menimbulkan kerak yang menimbulkan luka. Reaksi radang

(34)

Pada hari kedua, timbul dua aktivitas yang terpisah : reepitelisasi

permukaan dan pembentukan jembatan yang terdiri dari jaringan fibrosa yang

menghubungkan kedua tepi celah subepitel.

Pada hari ketiga pascabedah respon radang akut mulai berkurang dan

neutropil sebagian besar diganti oleh makrofag yang membersihkan tepi luka dari

sel-sel yang rusak dan juga pecahan fibrin.

Pada hari kelima, celah insisi biasanya terdiri dari jaringan granulasi yang

kaya pembuluh darah dan longgar. Dapat dijumpai serabut-serabut kolagen

disana-sini.

Pada akhir minggu pertama, luka telah tertutup oleh epidermis dengan

ketebalan yang lebih kurang normal, dan celah subepitel yang telah terisi jaringan

ikat yang kaya pembuluh darah ini mulai membentuk serabut-serabut kolagen.

Selama minggu kedua, tampak poliferasi fibroblas dan pembuluh darah

secara terus menerus dan timbunan progesif serabut kolagen.

Pada akhir minggu kedua, struktur jaringan dasar parut telah mantap dan

suatu proses yang panjang (menghaslkan warna jaringan parut yang lebih muda

sebagai akibat tekanan pada pembuluh darah, timbunan kolagen dan peningkatan

(35)

2.3.5.2 Penyembuhan dengan penyambungan sekunder (Penyembuhan

sekunder)

Jenis penyembuhan ini secara kualitatif identik dengan penyembuhan

primer. Perbedaan hanya terletak pada banyaknya jaringan granulasi yang

terbentuk. Jaringa granulasi tumbuh nyata di bawah keropeng (kerak yang

mengering pada luka) dan terjadi regenerasi epitel yang terjadi di bawah

keropeng. Akhirnya pada keadaan ini keropeng lalu dibuang setelah penyembuhan

sempurna. Penyembuhan sekunder memerlukan waktu yang lebih lama dan

jaringan parut yang dihasilkan lebih besar.

Pada umumnya kerusakan jaringan luas dan mengandung lebih banyak sel

nekrotik serta eksudat yang harus dibersihkan. Pertumbuhan jaringan granulasi

memegang peranan yang lebih besar pada penyembuhan dengan penyambungan

sekunder. Selain itu, jaringan granulasi hampir selalu diliputi oleh neutrofil dan

makrofag yang lebih padat, karena lesi yang lebih luas menimbulkan reaksi

radang yang lebih kuat. Dan akhirnya kontraksi luka hanya akan timbul, bila

didapat lesi luas, karena pada luka dengan penyembuhan dengan penyambungan

primer primer tidak terdapat cukup jaringan yang hilang. Sebagai akibat ini, maka

penyembuhan dengan penyambungan sekunder hampir selalu berakibat

pembentukan jaringan parut dan hilangnya apendiks kulit (rambut, kelenjar

(36)

Gambar 2.7a. Penyembuhan Primer

Keterangan

Gambar A. Tepi luka ditahan oleh gumpalan darah dan juga bisa dengan jahitan

Gambar B. Pada stadium ini berlangsung regenerasi epidermis

Gambar C. Regenerasi epidermis sempurna dan jaringan parut yang padat (Price,

(37)

Gambar 2.7b . Penyembuhan sekunder pada luka terbuka

Keterangan:

Gambar A. Menunjukkan keadaan segera setelah terjadi luka

Gambar B. Penyembuhan di bawah keropeng/kerak

Gambar C. Sebuah luka terbuka dengan jaringan granulasi

Gambar D. Sebuah jaringan parut yang besar atau daerah epidermis baru

yang tipis dan tidak memiliki rambut serta apendiks lainnya

(38)

2.3.6 Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka :

2.3.6.1 Faktor lokal

1. Suplai pembuluh darah yang

kurang

2. Infeksi

3. Kelainan pasokan darah

4. Mechanical stress

5. Bahan pembalut

3. Anti inflammatory drugs

4. Diabetes mellitus

5. Hormon

6. Infeksi sistemik

7. Malnutrisi

8. Obesitas

9. Temperatur (Anonim III,

(39)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik dan Farmasetika

Dasar Fakultas Farmasi untuk pembuatan membran, pengujian kekuatan tarik

membran dilakukan di Laboratorium Penelitian USU-Medan dan untuk pengujian

histologi dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran USU -

Medan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental yang

dimulai dengan pembuatan membran kalsium alginat-kitosan dan alginat-kitosan.

Lalu dilanjutkan dengan pemberian membran kalsium alginat-kitosan dan

allginat-kitosan terhadap hewan percobaan marmut. Parameter yang digunakan

adalah kemampuan masing-masing membran dalam menyembuhkan luka.

2.1 Alat – alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari alat-alat gelas yang

biasa digunakan di laboratorium, neraca listrik (Mettler Toledo), pH meter

(Hanna), kaca objek, lumpang dan stamper, mikrotom (Reichert Jung, Germany),

alat-alat bedah, oven, heating table, staining jar, chamber, kaca penutup,

mikroskop, camera digital, bunsen, universal testing machine type: SC-2DE.

2.2 Bahan – bahan

Natrium alginat produksi Wako Pure Chemical, kitosan produksi

Sigma-Aldrich Inc, asam asetat glasial, alkohol, kalsium klorida 0,1 M, akuades, asam

klorida adalah produk E’Merck, natrium hidroksida 10 %, infus natrium klorida

(40)

Macherey-Nagel, formalin, xylol, paraffin, hematoxylin Ehrlich, Eosin Y,

kanada balsam.

2.3 Hewan Percoban

Marmut dengan berat : 700 – 900 gram

Jumlah hewan : 9 ekor

2.4 Prosedur Penelitian

2.4.1 Pembuatan Larutan Pereaksi 2.4.1.1 Pembuatan Asam klorida 32 %

Asam klorida 37 % (E’Merck) sebanyak 8,6 ml dipipet dan dimasukkan ke

dalam botol yang berisi 10 ml akuades (Ditjen POM, 1995).

2.4.1.2 Pembuatan Natrium hidroksida 10 %

Natrium hidroksida sebanyak 10 gram dilarutkan dalam 100 ml akuades

(Ditjen POM, 1995).

2.4.1.3 Pembuatan alkohol 70%, 80%, 90%, 96% dan Alkohol Absolut

Alkohol absolut sebanyak masing-masing 70,1 ml; 80,2 ml; 90,2 ml; 96,2

ml 100 ml masing-masing diencerkan dengan akuades sampai 100 ml (Jones,

1950).

2.4.1.4 Pembuatan larutan Eosin 0,5 %

Eosin Y sebanyak 0,5 gram dilarutkan dalam 100 ml alkohol 95 % dan

dicampurkan dengan asam asetat glasial sebanyak 0,5 ml (Jones, 1950).

2.4.1.5 Pembuatan larutan hematoxylin Ehrlich

Hematoxylin sebanyak 0,67 gram dilarutkan dalam alkohol absolute

sebanyak 33 ml kemudian ditambahkan gliserol sebanyak 33 ml, asam asetat

(41)

2.4.1.6 Pembuatan Albumin

Natrium salisilat sebanyak 1 gram dicampur dengan putih telur dan

gliserin masing-masing sebanyak 50 ml (Jones, 1950).

2.4.1.7 Pembuatan Larutan Formalin 10%

Formalin pekat (40%) sebanyak 25 ml diencerkan dengan akuades sampai

250 ml (Jones, 1950).

2.4.1.8 Pembuatan Larutan Kalsium Klorida 0,1 M

Kalsium klorida sebanyak 1,47 gram dilarutkan dalam akuades

secukupnya dan ditambahkan hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).

2.4.2 Pembuatan Membran Alginat-kitosan

Prosedur pembuatan membran dilakukan berdasarkan penelitian

sebelumnya (Santi, 2008). Ditimbang 1 gram kitosan, kemudian ditambahkan 25

ml akuades dan dilarutkan dalam 5 ml asam asetat glasial sambil digerus dalam

lumpang sehingga terbentuk campuran homogen, dipindahkan ke dalam

erlenmeyer tertutup. Selanjutnya ditimbang 1 gram natrium alginat dan dilarutkan

dalam 25 ml akuades dalam erlenmeyer. Kedua larutan dibiarkan selama 24 jam.

Kedua larutan polimer tersebut kemudian dicampur dan ditambahkan 2 ml

asam klorida 32 % kemudian didiamkan 5 menit. Selanjutnya ditambahkan

natrium hidroksida 10 % (w/v) sampai diperoleh pH 5,2. Gel yang terbentuk

diletakkan di cawan porselen dan dicetak diatas plat kaca objek, masing-masing

plat kaca berisi 1 gram gel, diratakan dan kemudian dikeringkan pada suhu kamar.

Dalam keadaan setengah kering yaitu setelah pengeringan satu malam, plat

kaca objek direndam dan dibilas dalam akuades hingga pH netral, kemudian

(42)

2.4.3 Pembuatan Membran Kalsium Alginat-kitosan

Prosedur pembuatan membran dilakukan berdasarkan penelitian

sebelumnya (Santi, 2008). Prosedur yang sama seperti pembuatan membran

alginat kitosan, dibuat campuran alginat dan kitosan, dan dicetak di atas kaca

objek, lalu dikeringkan pada suhu kamar. Setelah pengeringan satu malam, plat

kaca berisi gel campuran alginat dengan kitosan dibilas dan direndam dalam

akuades hingga pH netral, masing-masing plat kaca kemudian dicelupkan ke

dalam 10 ml larutan kalsium klorida 0,1 M selama 10 detik, diangkat dan

dikeringkan pada suhu kamar selama ± 72 jam, hingga diperoleh hasil berupa

lapisan yang tipis dan transparan.

2.4.4 Percobaan pada Hewan secara in vivo

Digunakan 9 ekor marmut jantan yang dibeli dari toko hewan dengan berat

700 – 900 gram. Sebelum diperlakukan sebagai hewan percobaan, marmut

tersebut diadaptasikan terlebih dahulu terhadap lingkungan selama 2 minggu.

Selama percobaan masing-masing marmut dipelihara dalam kandang terpisah dan

diberi makan secukupnya. Untuk percobaan, masing-masing marmut diberi

perlakuan :

Marmut I,II dan III : Kontrol (Tanpa pengobatan)

Marmut IV,V,dan VI : Pengobatan dengan membran alginat-kitosan

Marmut VII, VIII, dan IX : Pengobatan dengan membran kalsium

(43)

2.4.5 Pengamatan Penyembuhan Luka 2.4.5.1 Pengamatan Makroskopik

Hewan percobaan sebelum dioperasi, dicukur pada sebelah kanan atau kiri

kulit perut marmut, lalu diberi tanda pada kulit perut marmut dengan ukuran 1 x

1,5 cm, kemudian dianastesi secara intramuscular menggunakan phenobarbital

injeksi 60 mg/kg BB, kemudian dipotong kulit marmut sampai lapisan dermis

menggunakan alat – alat yang sudah disterilkan sedemikian rupa, lalu kulit perut

marmut yang telah dilukai difoto dengan kamera digital. Dibersihkan luka

menggunakan larutan steril infus salin (NaCl 0,9 %), kemudian ditempel dengan

masing-masing membran ukuran 2 x 2 cm lalu ditutup dengan perban steril dan

diplester. Untuk kontrol, luka tidak diobati, hanya ditutup perban steril. Dilakukan

pergantian membran setiap 3, 6, 9, 12 hari dan sewaktu pergantian sediaan luka

dibasahi terlebih dahulu dengan larutan infus salin (NaCl 0,9 %) sampai membran

dapat terangkat dari luka. Kemudian luka diamati yaitu adanya peradangan,

kekeringan luka, adanya nanah setelah 3, 6, 9, 12 hari dan diukur panjang dan

lebar luka. Kemudian organ kulit tersebut direndam dalam formalin 10% (Hafni,

2002).

2.4.5.2 Pengamatan Mikroskopik

Organ kulit marmut yang telah diambil terdiri dari tiga ekor dari kelompok

kontrol, tiga ekor dari kelompok alginat-kitosan, dan tiga ekor dari kelompok

kalsium alginat-kitosan. Setelah dilakukan pengamatan makroskopik, maka organ

kulit marmut difiksasi dalam formalin 10% untuk pembuatan preparat jaringan

(44)

dalam formalin 10% untuk selanjutnya dilakukan pembuatan preparat jaringan

kulit kembali.

2.4.6 Pembuatan Preparat Jaringan Kulit

Organ kulit yang telah diambil difiksasi dalam larutan formalin 10%

selama 2 hari, kemudian dicuci dengan larutan alkohol 70% v/v berulang kali atau

didiamkan selama 1 hari. Lalu didehidrasi dalam alkohol bertingkat dimulai

dengan merendam di dalam alkohol 70% v/v selama 30 menit, selanjutnya dalam

alkohol 80% v/v, 90% v/v, 96% v/v, dan alkohol absolut masing-masing selama

24 jam. Kemudian organ kulit dijernihkan dalam xylol murni 2x30 menit. Lalu

organ kulit tersebut dimasukkan ke dalam larutan toluol parafin yang telah

mencair di dalam oven selama 60 menit. Selanjutnya berturut-turut organ kulit

tersebut dimasukkan ke dalam parafin murni I, II, III masing-masing 60 menit.

Setelah itu organ kulit dimasukkan ke dalam cetakan yang berisi parafin cair dan

dibiarkan mengeras. Blok parafin yang berisi organ kulit tersebut diiris setebal

6μm – 10 μm dengan menggunakan mikrotom kemudian irisan tersebut diletakkan

pada kaca objek yang telah diolesi dengan albumin dan ditetesi akuades,

selanjutnya diletakkan pada meja pemanas sampai jaringan melekat pada kaca

objek. Lalu jaringan dimasukkan ke dalam larutan xylol selama 15 menit. Setelah

itu jaringan dicelupkan berturut-turut ke dalam alkohol absolut, 96%, 90%, 80%,

70%, dan akuades. Kemudian dilakukan pewarnaan terhadap jaringan dengan

memasukkannya ke dalam larutan hematoksilin erhlich selama 3-7 detik dan

selanjutnya dicuci dengan air mengalir lebih kurang 10 menit. Lalu dicelupkan ke

dalam akuades, alkohol 30%, 50% dan 70%. Setelah itu dilakukan lagi pewarnaan

(45)

dilanjutkan dengan pencelupan dalam alkohol 70%, 80%, 90%, 96% dan alkohol

absolut, kemudian dikeringkan dengan kertas penghisap, selanjutnya jaringan

tersebut ditetesi dengan kanada balsam dan ditutup dengan gelas penutup.

Jaringan diamati dibawah mikroskop preparatif dengan perbesaran okuler 10 kali

dan perbesaran objektif 10 dan 40 kali (Jones, 1950).

2.4.7 Uji Kekuatan Tarik

Pengujian kekuatan tarik membran dilakukan pada suhu kamar dengan alat

universal testing machine type: SC-2DE, dengan berat beban 100 kgf, dan

kecepatan tarik mesin (cross-head) 10 mm/menit. Sampel (membran

alginat-kitosan dan kalsium alginat-alginat-kitosan) diletakkan pada kedua penjepit (grip) yang

posisinya tegak lurus pada alat tarik. Saklar mesin tarik dan saklar pencatat grafik

dihidupkan bersama-sama. Kekuatan tarik membran dapat dilihat dari nilai Load

dan Stroke yang dimilikinya. Nilai load (kgf) menyatakan kekuatan tarik pada saat

putus, sedangkan stroke (mm/menit) menunjukkan kekuatan tegangan pada saat

(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Membran

4.1.1 Membran Alginat-Kitosan

Membran alginat-kitosan dapat dibuat dengan cara mencampurkan larutan

asam alginat dan larutan kitosan asetat dalam air yang telah didiamkan 24 jam

pada pH 5,3 kemudian dicetak pada plat kaca dan dikeringkan pada suhu kamar

selama 72 jam menghasilkan membran yang cukup tebal, ketebalannya berukuran

± 0,1 mm, tidak mudah koyak, berwarna putih kekuningan. Permukaannya

berbentuk seperti jalinan serat yang homogen (Gambar 4.1)

(47)

4.1.2 Membran Kalsium Alginat-Kitosan

Membran kalsium alginat-kitosan dibuat dengan cara mencelupkan

membran alginat-kitosan ke dalam larutan kalsium klorida 0,1 M, selama 10 detik

menghasilkan membran yang tebal, ketebalannya berukuran ± 0,2 mm, tidak

mudah koyak dan berwarna kuning. Membran tidak rapuh dan terlihat lebih kuat

dari membran alginat-kitosan seperti pada gambar 4.2

.

Gambar 4.2 Membran Kalsium alginat-kitosan 4.2 Uji Kekuatan Tarik

4.2.1 Perbandingan Membran Alginat-Kitosan dan Kalsium Alginat-Kitosan Tabel 1. Perbandingan Kekuatan Tarik (Load), Kekuatan Regangan

(Stroke), dan Pertambahan Panjang Membran Alginat-Kitosan dan Kalsium Alginat-Kitosan

(48)

Dari data-data kekuatan mekanik yang dimiliki membran alginat-kitosan

dan kalsium alginat kitosan diatas dan lampiran 3, dapat disimpulkan bahwa

membran kalsium alginat-kitosan mempunyai kekuatan tarik yang lebih baik

daripada membran alginat-kitosan. Salah satu sifat dari larutan natrium alginat

adalah jika dicampurkan dengan larutan kalsium klorida segera terbentuk gel

kalsium alginat yang tidak larut dalam air. Ikatan antara kalsium dengan alginat

adalah ikatan khelat antara ion kalsium dengan anion karboksilat pada blok G-G

melalui mekanisme antar rantai yang menyebabkan rantai-rantai polimer semakin

rapat (Morries, et al., 1978).

4.3 Penyembuhan Luka

4.3.1 Pengamatan Secara Makroskopik 4.3.1.1 Kontrol (Tanpa Pengobatan)

Pada perlakuan kontrol marmut I, II, dan III serta tabel 2 dapat dilihat luas

luka rata-rata dalam rasio menurun secara perlahan-lahan. Pada hari ke-3 – 6

belum terlihat adanya kekeringan luka (gambar 4.7, 4.10, 4.22, 4.25, 4.37, 4.40,

baru pada hari ke-9 (gambar 4.13, 4.28, 4.43) terlihat sedikit kekeringan luka,

sedangkan luas luka rata-rata menurun terlihat pada hari ke-6 (tabel 2). Pada hari

ke-3 terlihat adanya inflamasi atau peradangan luka memerah pada marmut II

(tabel 1, gambar 4.22). Peradangan hilang pada hari ke-6 (gambar 4.25)

Tabel 2. Pengamatan Kondisi Luka pada Kontrol

Hari

Peradangan Kekeringan luka Ada tidaknya nanah

Marmut Marmut Marmut

(49)

Keterangan :

- : tidak ada + : sedikit ++ : banyak

+++ : sangat banyak

Tabel 3. Pengaruh Waktu Terhadap Penyembuhan Luka pada Marmut Kontrol (n = 3)

Waktu pengamatan (hari)

Luas luka rata-rata

dalam rasio Standar deviasi

0 1.000 0.00000

Rasio : Luas luka waktu pengamatan

Pada perlakuan hewan percobaan IV, V dan VI menggunakan membran

alginat-kitosan dapat dilihat luas luka dalam rasio menurun setelah hari ke-3 (tabel

5). Pada hari ke-3 terlihat adanya peradangan (pada marmut V tabel 4, gambar

4.23). Peradangan hilang pada hari ke-6 (gambar 4.26). Kekeringan luka sudah

dapat terlihat pada hari ke-3 (gambar 4.8), ini berbeda dengan kontrol yang dapat

dilihat setelah hari ke-9 (gambar 4.13) dan luka semakin kering terlihat sampai

hari ke-12. Ini menunjukkan bahwa dengan pemberian membran alginat-kitosan

kekeringan luka lebih cepat terjadi dibandingkan dengan kontrol. Hal ini

disebabkan membran alginat mempunyai kemampuan yang kuat untuk

mengabsorpsi cairan (eksudat) dari luka (Thomas, 1990). Sedangkan kitosan

bersifat antibakteri (Santi, 2002). Luas luka awal

(50)

Tabel 4. Pengamatan Kondisi Luka pada Sediaan Membran Alginat-Kitosan

Hari

Peradangan Kekeringan luka Ada tidaknya nanah

Marmut Marmut Marmut

IV V VI IV V VI IV V VI

Tabel 5. Pengaruh Waktu Terhadap Penyembuhan Luka pada Marmut Alginat-Kitosan (n = 3)

Waktu pengamatan (hari)

Luas luka rata-rata

dalam rasio Standar deviasi

0 1.000 0.0000000

Rasio : Luas luka waktu pengamatan

Pada perlakuan hewan percobaan VII, VIII dan IX yang diobati

menggunakan membran kalsium alginat-kitosan dapat dilihat luas luka rata-rata

dalam rasio menurun mulai pada hari ke-3 (gambar 4.9) dan luas luka dalam rasio

akan semakin menurun pada hari ke-12 (gambar 4.18). Pada hari ke-9 (lampiran

11) masih terdapat jaringan kulit yang menempel pada membran alginat-kitosan,

Luas luka awal

(51)

sedangkan pada membran kalsium alginat-kitosan tidak terdapat jaringan kulit

yang menempel pada membran sehingga pembentukan epidermis tidak terganggu

pada saat pergantian membran. Penyembuhan luka lebih cepat terjadi disebabkan

karena adanya ion kalsium yang berikatan dengan alginat sehingga gugu amin dari

kiotsan lebih banyak bebas, dimana gugus ini yang berperan sebagai antibakteri

dapat dilihat dari (gambar 4.2) mambran kalsium alginat-kitosan berwarna kuning

sedangkan membran alginat-kitosan berwarna putih kekuningan (gambar4.1).

Alginat dapat membentuk gel dengan adanya kation-kation divalent seperti

Ca2+, Mn2+, Cu2+ dan Zn2+, dimana ikatan silang terjadi karena adanya kompleks

khelat antara ion-ion divalent dengan ion-ion karboksilat dari blok GG (Inukai,

1999).

Tabel 6. Pengamatan Kondisi Luka pada Sediaan Membran Kalsium Alginat-Kitosan

Hari

Peradangan Kekeringan luka Ada tidaknya nanah

(52)

Tabel 7. Pengaruh Waktu Terhadap Penyembuhan Luka pada Marmut Membran Kalsium Alginat- Kitosan (n = 3)

Waktu pengamatan (hari)

Luas luka rata-rata

dalam rasio Standar deviasi

0 1.000 0.0000000

Rasio : Luas luka waktu pengamatan

Sediaan obat

Luas luka awal

Tabel 8. Luas Luka dalam Rasio Rata-Rata Kontrol, Alginat-Kitosan dan Kalsium Alginat-Kitosan

Waktu Pengamatan (Hari)

0 3 6 9 12

Kontrol 1.000 1.000 0.871 0.713 0.178

Alginat-kitosan 1.000 0.913 0.720 0.511 0.035

(53)

3.3.4 Perbandingan Pemberian Membran Alginat-kitosan dan Kalsium Alginat-kitosan terhadap Luas Luka Marmut dalam Rasio

Gambar 4.3 Pengaruh Pemberian Membran Alginat-kitosan dan Kalsium Alginat-kitosan terhadap Luas Luka Marmut dalam Rasio

Pada grafik dapat dilihat adanya perbedaan efektifitas setiap perlakuan

terhadap luas luka pada hewan percobaan. Luas luka dalam rasio yang paling kecil

adalah kalsium alginat-kitosan pada hari ke-12 yaitu 0,021 sedangkan pada

(54)

4.3.5 Foto Luka Kulit pada Hewan Percobaan

Gambar 4.4 : Fotoluka kulit pada perut marmut I kontrol pada 0 hari

(55)

Gambar 4.6 : Foto luka kulit pada perut marmut VII pada 0 hari yang akan diberi membran kalsium alginat-kitosan

Gambar 4.7 : Foto luka kulit pada perut marmut I kontrol setelah 3 hari dibalut dengan perban steril

Gambar 4.8 : Foto luka kulit pada perut marmut IV setelah 3 hari dibalut dengan membran alginat-kitosan

(56)

Gambar 4.9 : Foto luka kulit pada perut marmut VII setelah 3 hari dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan

Gambar 4.10 : Foto luka kulit pada perut marmut I kontrol setelah 6 hari dibalut dengan perban steril

(57)

Gambar 4.12 : Foto luka kulit pada perut marmut VII setelah 6 hari dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan

Gambar 4.13 : Foto luka kulit pada perut marmut I kontrol setelah 9 hari dibalut dengan perban steril

(58)

Gambar 4.15 : Foto luka kulit pada perut marmut VII setelah 9 hari dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan

Gambar 4.16 : Foto luka kulit pada perut marmut I kontrol setelah 12 hari dibalut dengan perban steril

(59)

Gambar 4.18 : Foto luka kulit pada perut marmut VII setelah 12 hari dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan

Gambar 4.19 : Foto luka kulit pada perut marmut II kontrol pada 0 hari

(60)

Gambar 4.21 : Foto luka kulit pada perut marmut VIII pada 0 hari yang akan diberi membran kalsium alginat-kitosan

Gambar 4.22 : Foto luka kulit pada perut marmut II kontrol setelah 3 hari dibalut dengan perban steril

(61)

Gambar 4.24 : Foto luka kulit pada perut marmut VIII setelah hari 3 dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan

Gambar 4.25 : Foto luka kulit pada perut marmut II kontrol setelah 6 hari dibalut dengan perban steril

(62)

Gambar 4.27 : Foto luka kulit pada perut marmut VIII setelah hari 6 dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan

Gambar 4.28 : Foto luka kulit pada perut marmut II kontrol setelah 9 hari dibalut dengan perban steril

(63)

Gambar 4.30 : Foto luka kulit pada perut marmut VIII setelah hari 9 dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan

Gambar 4.31 : Foto luka kulit pada perut marmut II kontrol setelah 12 hari dibalut dengan perban steril

(64)

Gambar 4.33 : Foto luka kulit pada perut marmut VIII setelah hari 12 dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan

Gambar 4.34 : Foto luka kulit pada perut marmut III kontrol pada 0 hari

Gambar 4.35 : Foto luka kulit pada perut marmut VI pada 0 hari yang akan diberi membran alginat-kitosan

(65)

Gambar 4.37 : Foto luka kulit pada perut marmut III kontrol setelah 3 hari dibalut dengan perban steril

Gambar 4.38 : Foto luka kulit pada perut marmut VI setelah 3 hari dibalut dengan membran alginat-kitosan

(66)

Gambar 4.40 : Foto luka kulit pada perut marmut III kontrol setelah 6 hari dibalut dengan perban steril

Gambar 4.41 : Foto luka kulit pada perut marmut VI setelah 6 hari dibalut dengan membran alginat-kitosan

(67)

Gambar 4.43 : Foto luka kulit pada perut marmut III kontrol setelah 9 hari dibalut dengan perban steril

Gambar 4.44 : Foto luka kulit pada perut marmut VI setelah 9 hari dibalut dengan membran alginat-kitosan

(68)

Gambar 4.46 : Foto luka kulit pada perut marmut III kontrol setelah 12 hari dibalut dengan perban steril

Gambar 4.47 : Foto luka kulit pada perut marmut VI setelah 12 hari dibalut dengan membran alginat-kitosan

(69)

4.3.6 Pengamatan Secara Mikroskopik

4.3.6.1 Gambar Jaringan Kulit Marmut Kontrol

Gambar 4.49. Foto jaringan kulit marmut kontrol hari ke-0 (1a, 1b, 1c) dan foto jaringan kulit marmut kontrol hari ke-12 (2a, 2b, 2c) dengan pewarnaan HE

(70)

4.3.6.2 Gambar Jaringan Kulit Marmut dan bagian-bagiannya.

a

b

Gambar 3.50. Foto jaringan kulit marmut kontrol hari ke-0

a

b

c

Gambar 4.51. Foto jaringan kulit marmut kontrol hari ke-12

(71)

4.3.6.3 Gambar Jaringan Kulit Marmut diberi Membran Alginat-kitosan

Gambar 4.52. Foto jaringan kulit marmut diberi membran alginat-kitosan hari ke-0 (1a, 1b, 1c) dan foto jaringan kulit marmut diberi alginat-kitosan hari ke-12 (2a, 2b, 2c) dengan pewarnaan HE

(72)

4.3.6.4 Gambar Jaringan Kulit Marmut dan bagian-bagiannya.

a

b

Gambar 4.53. Foto jaringan kulit marmut diberi membran alginat-kitosan hari ke-0

a

b

Gambar 4.54. Foto jaringan kulit marmut diberi membran alginat-kitosan hari ke-12

(73)

4.3.6.5 Gambar Jaringan Kulit Marmut Diberi Membran Kalsium Alginat- Kitosan

Gambar 4.55. Foto jaringan kulit marmut diberi kalsium alginat-kitosan hari ke-0 (1a, 1b, 1c) dan foto jaringan kulit marmut diberi kalsium alginat-kitosan hari ke-12 (2a, 2b, 2c) dengan pewarnaan HE

(74)

4.3.6.6 Gambar Jaringan Kulit Marmut dan bagian-bagiannya.

a

b

Gambar 4.56. Foto jaringan kulit marmut diberi membran kalsium alginat-kitosan hari ke-0

a

(75)

Gambar 4.57. Foto jaringan kulit marmut diberi membran kalsium alginat-kitosan hari ke-12

Keterangan gambar : (a) epidermis (b) dermis

4.3.6.7 Kontrol (Tanpa Pengobatan)

Pada gambar 4.49 1a-c adalah jaringan kulit perut marmut yang luka pada

hari ke-0 tanpa pengobatan. Pada jaringan ini terlihat epidermis, sedangkan

lapisan dermis terdiri dari folikel rambut dan kelenjar keringat. Pada gambar 4.49

(2a-c) diperlihatkan jaringan kulit perut marmut pada hari ke-12 tanpa

pengobatan. Pada jaringan ini diperlihatkan epidermis yang masih terlepas dan

belum memadat sedangkan folikel rambut tidak terlihat, pada dermis terdapat

banyak fibroblas yaitu jaringan granulasi yang sedang tumbuh menuju daerah

perbaikan jaringan kulit.

4.3.6.8 Sediaan Membran Alginat-Kitosan

Pada gambar 4.52 (1a-c) adalah jaringan kulit perut marmut yang luka

pada hari ke-0 tanpa pengobatan. Gambar 4.52 (2a-c)diperlihatkan jaringan kulit

luka marmut setelah hari ke-12 pengobatan. Pada gambar sudah terlihat perbaikan

jaringan epidermis baru dimana jaringan epidermis baru sudah merata

dipermukaan kulit dan jaringannya sudah padat dan kompak. Pada jaringan

terlihat sudah terbentuk sarung akar folikel rambut, pada daerah dermis masih

terdapat sedikit fibroblas .

4.3.6.9 Sediaan Membran Kalsium Alginat-Kitosan

Pada gambar 4.55 (1a-c) adalah jaringan kulit perut marmut pada hari ke-0

tanpa pengobatan. Pada gambar 4.55 (2a-c) diperlihatkan jaringan kulit luka

marmut setelah hari ke-12 pengobatan. Pada gambar tersebut sudah terlihat

(76)

merata dipermukaan kulit dan jaringannya sudah padat dan kompak. Pada jaringan

terlihat sudah terbentuk sarung akar folikel rambut, pada daerah dermis terdapat

makin sedikit fibroblas. Ini menunjukkan bahwa luka semakin sembuh. Fibroblas

menghasilkan molekul tropokolagen yang akan membentuk kolagen fibril,

filament dan fiber. Kolagenisasi mengubah jaringan granulasi fibroblas menjadi

jaringan parut. Peningkatan jumlah kolagen didalam jaringan parut akan

memperkecil jumlah fibroblas sehingga ukuran akhir parut matur jauh lebih kecil

(77)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

a. membran alginat-kitosan dan kalsium alginat-kitosan dapat

menyembuhkan luka.

b. membran kalsium alginat-kitosan lebih cepat menyembuhkan luka

daripada membran alginat-kitosan. Pemeriksaan makroskopik dari luka

terlihat pada hari ke-12. Luas luka dalam rasio membran kalsium

alginat-kitosan adalah 0,021 lebih kecil daripada membran alginat-alginat-kitosan yaitu

0,035. Pengamatan secara mikroskopik dari luka yang diobati dengan

membran kalsium alginat-kitosan terlihat lebih sedikit fibroblas

dibandingkan luka yang diobati dengan membran alginat-kitosan.

c. membran kalsium alginat-kitosan mempunyai nilai Load = 0.235 kgf dan

nilai Stroke = 9.345 mm/menit sedangkan membran alginat-kitosan

mempunyai nilai Load = 0.385 kgf dan nilai Stroke = 13.925 mm/menit.

Hal ini berarti membran kalsium alginat-kitosan mempunyai kekuatan

tarik yang lebih kuat daripada membran alginat-kitosan.

5.2 SARAN

Perlu dilakukan uji klinis untuk mengetahui apakah membran

alginat-kitosan dan kalsium alginat-alginat-kitosan efektif dalam penyembuhan luka pada

Gambar

Gambar 2.7a. Penyembuhan Primer
Gambar 2.7b . Penyembuhan sekunder pada luka terbuka
Gambar 4.1 Membran Alginat-kitosan
Gambar  4.2 Membran Kalsium alginat-kitosan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek kitosan terhadap gambaran histologis penyembuhan luka bakar kimia pada kulit melaui pengamatan ketebalan epitel dan jumlah

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kitosan secara topikal terhadap penyembuhan luka bakar kimiawi pada kulit tikus putih terinduksi asam sulfat..

Komponen utama dari bahan cetak gigi palsu kalsium alginat yang digunakan untuk pembuatan gigi palsu adalah natrium alginat dan kalsium klorida melalui pencampiran dengan air

Selain itu, pada penelitian tersebut alginat digunakan sebagai zat aktif tunggal dan pada penelitian ini pembalut luka kalsium alginat dari ekstrak rumput laut dikomposit

Data acuan di- peroleh dari 16 citra luka Marmut per- tama dan Marmut kedua, sedangkan data uji diperoleh dari 16 citra luka pada Marmut ketiga dan Marmut keempat

Nilai Maximum Extention pada film komposit yang dibuat dengan kombinasi alginat dan kitosan lebih rendah dibanding dengan film kitosan (CH) maupun film alginat

penggunaan kitosan dan tanpa kitosan terhadap jumlah sel osteoblas pada proses penyembuhan luka pencabutan gigi pada pengamatan 7 dan 14 hari (p<0,05) dengan harga

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa biopreparasi lendir bekicot (Achatina fulica) efektif dan dapat diaplikasikan pada membran kitosan sebagai balutan