BAHAN SKRIPSI
PEMBUATAN MEMBRAN KITOSAN DAN KALSIUM ALGINAT-KITOSAN SERTA PENGUJIANNYA TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA
MARMUT
OLEH :
HAFIZHATUL ABADI NIM : 060824037
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Pengesahan Skripsi
PEMBUATAN MEMBRAN KITOSAN DAN KALSIUM ALGINAT-KITOSAN SERTA PENGUJIANNYA TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA
MARMUT Diajukan Oleh: HAFIZHATUL ABADI
NIM 060824010
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal : 24 Januari 2009
Disetujui Oleh:
Pembimbing I, Panitia Penguji,
(Dra. Anayanti Arianto M.Si.Apt.) (Prof. Dr. Urip Harahap, Msi., Apt.)
NIP 131 569 416 NIP 131 283 720
Pembimbing II, (Dra. Anayanti Arianto M.Si.Apt.)
NIP 131 569 416
(dr. Alya Amila Fitrie, M.Kes..) (Drs. Syaiful Alamsyah) NIP 132 296 844 NIP 130 810 737
Dekan,
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. atas nikmat dan
karunianya yang tak terhingga yang senantiasa dilimpahkan-Nya kepada penulis.
Shalawat berangkaikan salam kepada junjungan Nabi Muhammad S.A.W. yang selalu
menjadi teladan bagi penulis untuk dapat melakukan amal dan perbuatan terbaik dalam
hidup ini.
Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan
dan nasehat serta dukungan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis juga
ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Salim Usman, M.Si., Apt. dan Bapak Drs. Wiryanto, M.S., Apt.
yang telah banyak membimbing penulis hingga rampungnya skripsi ini.
3. Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si, Apt selaku penasehat akademik yang selalu
memberikan bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan.
4. Bapak kepala Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru dr. Adlan Lufti, Sp. P. yang
telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di instansi
yang dipimpin dan seluruh staff di Instansi BP4 yang telah memberikan bantuan
dan fasilitas bagi penulis selama melakukan penelitian.
5. Seluruh Staff Pengajar dan Administrasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara.
6. Teman-teman dan sahabat penulis yang banyak membantu dengan ikhlas bang
teman-teman seangkatan yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu per
satu.
Ucapan terima kasih yang terdalam penulis persembahkan kepada kedua orang
tua Ayahanda Sayyid Mustafa dan Ibunda Cut Fatimah yang telah banyak memberikan
dukungan baik moril, materil, cinta, kasih sayang dan do’a. Ucapan terima kasih juga
penulis ucapkan kepada adik-adik Syarifah Mastura, Syarifah Muhibbah, Sayyid
Muzhahhar, Syarifah Maryana, Syarifah Fauzah, Sayyid Muhammad Iqbal, dan Sayyid
Fikri Al-Zuhairi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi menyempurnakan skripsi ini.
Penulis juga berharap skripsi ini dapat bermanfaat setiap orang yang membacanya.
Medan, November 2008
ABSTRAK
Telah diteliti penyembuhan luka marmut oleh membran kalsium alginat-kitosan
dan alginat-kitosan yang dibuat sendiri. Kemudian kekuatan membran diuji dengan
universal testing machine type: SC-2DE. Luka kulit marmut dibuat dengan memotong
kulit perut marmut sampai ke dermis dengan ukuran 1 x 1,5 cm. Luka diobati dengan
menempelkan membran pada luka lalu ditutup dengan perban steril. Setiap 3 hari sekali
luas luka diukur dan diamati peradangan, kekeringan luka dan adanya nanah.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan secara histopatologi dari luka hari ke-0 dan luka
yang diobati pada hari ke-12 dengan membran alginat-kitosan dan membran kalsium
alginat-kitosan.
Hasil pemeriksaan makroskopik menunjukkan bahwa membran yang lebih cepat
menyembuhkan luka adalah membran kalsium alginat-kitosan daripada membran
kitosan dan kontrol. Dari hasil uji kekuatan tarik membran kalsium
alginat-kitosan lebih kuat daripada membran alginat-alginat-kitosan. Hasil pemeriksaan secara
mikroskopik dari luka yang tidak diobati pada kontrol setelah hari ke-12 ditemukan
epidermis belum memadat, folikel rambut belum terbentuk dan terdapat banyak
fibroblas tetapi, pada luka yang diobati dengan alginat-kitosan ditemukan pertumbuhan
epidermis yang sudah memadat, folikel rambut sudah terbentuk dan fibroblas sedikit,
sedangkan pada kalsium alginat-kitosan ditemukan pertumbuhan epidermis yang sudah
lebih memadat, folikel rambut sudah terbentuk dan fibroblast lebih sedikit.
ABSTRACT
The wound healing study of guinea pig by chitosan-alginate and calcium
chitosan-alginate membranes were conducted. In this research both of membranes were
prepared in our laboratory. And than tensile strength was measured with universal
testing machine type SC-2DE. The formation of the wound skin in guinea pig was made
by excising the stomach skin, including the dermis with 1 x 1.5 cm in size. The wound
was treated with adhere the membrane to the wound. Then, it was covered with sterile
bandage. Every 3 days the wound area was measured and observed the inflammation,
the dryness of the wound, the presence of the pus. Furthermore, it was performed the
histopathological inspection of the wound that has been treated 0 and 12 days with
chitosan-alginate membrane and calcium chitosan-alginate membrane.
The result of experiments showed the order of the membrane which more fast to
heal the wound were calsium chitosan-alginate membrane than chitosan-alginate
membrane and control. The result of histophatological inspection of the wound control
that has been 12 days not treated, was found the epidermis was not dense, hasn’t been
formed of hair follicle and have a lot of fibroblast, but in chitosan-alginate the epidermis
growths was more dense, the envelope of hair follicle were formed and fibroblast was
decreased, while in calsium chitosan-alginate was found the epidermis growths was
DAFTAR ISI
1.6 Kerangka Konsep Penelitian ... 4
BAB II METODOLOGI PENELITIAN ... 5
2.1 Alat-alat ... 5
2.2 Bahan-bahan ... 5
2.3 Hewan Percobaan ... 5
2.4.1 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 6
2.4.1.1 Pembuatan Asam Klorida 32 % ... 6
2.4.1.2 Pembuatan Natrium Hidroksida 10 % ... 6
2.4.1.3 Pembuatan Alkohol 70%, 80%, 90%, 96% dan Alkoho Absolut ... 6
2.4.1.4 Pembuatan Larutan Eosin 0,5 % ... 6
2.4.1.5 Pembuatan Larutan Hematoksilin Ehrlich ... 6
2.4.1.6 PEmbuatan Albumin ... 6
2.4.1.7 Pembuatan Larutan Formalin 10 % ... 7
2.4.1.8 Pembuatan Larutan Kalsium Klorida 0,1 M ... 7
2.4.2 Pembuatan Membran Alginat-Kitosan ... 7
2.4.3 Pembuatan Membran Kalsium Alginat-kitosan ... 8
2.4.4 Percobaan Pada Hewan Secara in Vivo ... 8
2.4.4.1 Pengamatan Makroskopik ... 8
2.4.4.2 Pengamatan Mikroskopik ... 9
2.4.5 Pembuatan Preparat Jaringan Kulit ... 9
2.4.6 Uji Kekuatan Tarik ... 11
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12
3.1 Pembuatan Membran ... 12
3.1.1 Membran Alginat-kitosan ... 12
3.1.2 Membran Kalsium Alginat-kitosan ... 13
3.2 Pengamatan Secara Makroskopik ... 13
3.2.1 Kontrol (Tanpa Pengobatan) ... 13
3.2.3 Membran Kalsium Alginat-Kitosan ... 16
3.3 Pengamatan Secara Mikroskopik ... 34
3.3.1 Kontrol (Tanpa Pengobatan) ... 34
3.3.2 Sediaan Membran Alginat-Kitosan ... 34
3.3.3 Sediaan Membran Kalsium Alginat-kitosan... 34
3.3.4 Gambar Jaringan Kulit Marmut ... 36
3.4 Uji Kekuatan Tarik ... 39
3.4.1 Perbandingan Membran Alginat-Kitosan dan Kalsium Alginat- Kitosan ... 39
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 40
4.1 Kesimpulan ... 40
4.2 Saran ... 40
DAFTAR PUSTAKA ... 41
LAMPIRAN ... 43
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.a : Bagan Alur Pembuatan Membran Alginat-Kitosan ... 43
Lampiran 1.b : Bagan Pembuatan Membran Kalsium Alginat-Kitosan ... 44
Lampiran 1.c : Bagan Alur Pemeriksaan Makroskopik Organ Kulit ... 45
Lampiran 1.d : Bagan Pembuatan Jaringan Kulit Marmut ... 46
Lampiran 2 : Tabel Luka pada Marmut ... 48
Lampiran 3 : Tabel Data Kekuatan Tarik (load), Kekuatan Regangan (Stroke) dan Presentasi Pertambahan Panjang Membran Alginat-Kitosan ... 50
Lampiran 4 : Tabel Data Kekuatan Tarik (load), Kekuatan Regangan (Stroke) dan Presentasi Pertambahan Panjang Membran Kalsium Alginat- Kitosan ... 51
Lampiran 10 : Gambar Pemeliharaan Marmut selama dalam Proses Pengobatan dan Foto Luka pada Perut Marmut ... 57
Lampiran 11.a : Foto Perban Marmut Kontrol ... 58
Lampiran 11.b : (lanjutan) Foto Perban Marmut Kontrol ... 59
Lampiran 11.c : Foto Perban pada Marmut Alginat-Kitosan ... 60
Lampiran 11.d : (lanjutan) Foto Perban pada Marmut Alginat-Kitosan ... 61
Lampiran 11.f : (lanjutan) Foto Perban pada Marmut Kalsium Alginat-Kitosan ... 63
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 : Perbandingan Kekuatan Tarik (Load), Kekuatan Regangan (Stroke),
dan Presentasi Pertambahan Panjang Membran Alginat-Kitosan dan
Kalsium Alginat-Kitosan ... 13
Tabel 2 : Pengamatan Kondisi Luka pada Kontrol... 15
Tabel 3 : Pengaruh Waktu Terhadap Penyembuhan Luka pada Marmut Kontrol
(n=3) ... 15
Tabel 4 : Pengamatan Kondisi Luka pada Sediaan Membran Alginat-Kitosan ... 16
Tabel 5 : Pengaruh Waktu Terhadap Penyembuhan Luka pada Marmut Alginat-
Kitosan (n=3) ... 17
Tabel 6 : Pengamatan Kondisi Luka pada Membran Kalsium Alginat-Kitosan ... 18
Tabel 7 : Pengaruh Waktu Terhadap Penyembuhan Luka pada Marmut Membran
Kalsium Alginat-Kitosan (n=3) ... 18
Tabel 8 : Luas Luka dalam Rasio Rata-Rata Kontrol, Alginat-Kitosan dan
ABSTRAK
Telah diteliti penyembuhan luka marmut oleh membran kalsium alginat-kitosan
dan alginat-kitosan yang dibuat sendiri. Kemudian kekuatan membran diuji dengan
universal testing machine type: SC-2DE. Luka kulit marmut dibuat dengan memotong
kulit perut marmut sampai ke dermis dengan ukuran 1 x 1,5 cm. Luka diobati dengan
menempelkan membran pada luka lalu ditutup dengan perban steril. Setiap 3 hari sekali
luas luka diukur dan diamati peradangan, kekeringan luka dan adanya nanah.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan secara histopatologi dari luka hari ke-0 dan luka
yang diobati pada hari ke-12 dengan membran alginat-kitosan dan membran kalsium
alginat-kitosan.
Hasil pemeriksaan makroskopik menunjukkan bahwa membran yang lebih cepat
menyembuhkan luka adalah membran kalsium alginat-kitosan daripada membran
kitosan dan kontrol. Dari hasil uji kekuatan tarik membran kalsium
alginat-kitosan lebih kuat daripada membran alginat-alginat-kitosan. Hasil pemeriksaan secara
mikroskopik dari luka yang tidak diobati pada kontrol setelah hari ke-12 ditemukan
epidermis belum memadat, folikel rambut belum terbentuk dan terdapat banyak
fibroblas tetapi, pada luka yang diobati dengan alginat-kitosan ditemukan pertumbuhan
epidermis yang sudah memadat, folikel rambut sudah terbentuk dan fibroblas sedikit,
sedangkan pada kalsium alginat-kitosan ditemukan pertumbuhan epidermis yang sudah
lebih memadat, folikel rambut sudah terbentuk dan fibroblast lebih sedikit.
ABSTRACT
The wound healing study of guinea pig by chitosan-alginate and calcium
chitosan-alginate membranes were conducted. In this research both of membranes were
prepared in our laboratory. And than tensile strength was measured with universal
testing machine type SC-2DE. The formation of the wound skin in guinea pig was made
by excising the stomach skin, including the dermis with 1 x 1.5 cm in size. The wound
was treated with adhere the membrane to the wound. Then, it was covered with sterile
bandage. Every 3 days the wound area was measured and observed the inflammation,
the dryness of the wound, the presence of the pus. Furthermore, it was performed the
histopathological inspection of the wound that has been treated 0 and 12 days with
chitosan-alginate membrane and calcium chitosan-alginate membrane.
The result of experiments showed the order of the membrane which more fast to
heal the wound were calsium chitosan-alginate membrane than chitosan-alginate
membrane and control. The result of histophatological inspection of the wound control
that has been 12 days not treated, was found the epidermis was not dense, hasn’t been
formed of hair follicle and have a lot of fibroblast, but in chitosan-alginate the epidermis
growths was more dense, the envelope of hair follicle were formed and fibroblast was
decreased, while in calsium chitosan-alginate was found the epidermis growths was
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Alginat adalah suatu polisakarida bahan alam yang diperoleh dari alga coklat.
Biopolimer ini adalah suatu polimer yang terdiri atas residu β-(1-4)-D-asam manuronat
(M) dan α-(1-4)-L-asam Guluronat (G), yang tersusun dalam blok-blok homopolimer
dari masing-masing tipe (MM,GG) dan dalam blok-blok heteropolimer (MG) (Haug,
1967).
Alginat bersifat non toksik, non alergik dan dapat terurai dalam tubuh
(Biodegradable). Apabila terkena jaringan tubuh maka alginat terurai menjadi gula
sederhana dan dapat diabsorbsi.
Membran alginat mempunyai keuntungan, yaitu disamping sebagai sistem
pemberian obat, membran ini juga sekaligus berfungsi sebagai penutup luka. Membran
alginat mempunyai kemampuan yang kuat untuk mengabsorbsi cairan (eksudat), dari
luka, mudah dicuci dari larutan garam, dan sisa dasar membran alginat yang mengalami
biodegradasi dalam luka tidak perlu dikeluarkan sehingga mencegah gangguan
pembentukan jaringan baru. Selain itu dasar alginat memberikan rasa sejuk pada tempat
pemakaian (Thomas, 1990; Bangun, 2001). Rasa sejuk ini disebabkan karena alginat
memberikan kelembaban pada permukaan luka tetapi tidak menyebabkan maserasi pada
luka (Thomas, 1990).
Kitosan merupakan polisakarida yang terdapat dalam jumlah melimpah di alam.
merupakan produk deasetilasi kitin. Material ini hanya banyak digunakan dalam
bidang biomedis dan farmasetika dikarenakan sifatnya yang biodegradabel,
biokompatibel dan tidak beracun. Kitosan dapat merangsang pertumbuhan
fibroblas dan mempengaruhi aktifitas makrofage untuk mempercepat
penyembuhan luka (Balassa, 1978).
Alginat yang merupakan polianionik dan kitosan yang polikationik, bila
dilarutkan pada kondisi yang tepat, dapat berinteraksi satu sama lain melalui
gugus karboksil dari alginat dan gugus amino dari kitosan.
Kompleks polielektrolit yang terbentuk diharapkan dapat memberikan aplikasi
yang lebih baik dikarenakan keunikan struktur dan sifatnya. Sejauh ini, kompleks
polielektrolit alginat-kitosan banyak dimanfaatkan sebagai serat, kapsul dan
butiran. Sementara publikasi mengenai pemanfatannya sebagai membran, masih
terbatas. Di sisi lain, kitosan yang bersifat basa dan mudah larut dalam media
asam, banyak digunakan untuk pembuatan gel dalam beberapa variasi seperti
butiran, membran pelapis, kapsul dan serat (Krajewska, 2001).
Bangun (2001), telah membuat sediaan alginat dalam bentuk salep. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa salep dengan dasar alginat dapat
melepaskan senyawa obat, mampu menyerap air, dan tidak mengiritasi kulit.
Peneliti selanjutnya yang dilakukan oleh Santi (2008), telah membuat
membran alginat-kitosan, kalsium alginat dan kalsium alginat-kitosan dan
menguji pengembangan ketiga membran tersebut dalam media air. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa peningkatan berat membran alginat-kitosan lebih
besar dibandingkan membran kalsium alginat-kitosan. Hal ini berarti membran
membran kalsium alginat-kitosan. Membran kalsium alginat menunjukkan
penyerapan yang besar di awal waktu namun larut menjelang 1 jam pertama.
Membran alginat-kitosan dan membran kalsium alginat-kitosan tidak ditumbuhi
bakteri Escherichia coli sebagai bakteri Gram negatif dan Staphylococcus aureus
yang merupakan bakteri Gram positif. Hal ini berarti pada kompleks polielektrolit
membran alginat-kitosan maupun membran kalsium alginat-kitosan memiliki
aktivitas antibakteri, sedangkan pada membran kalsium alginat tidak ada aktivitas
antibakteri.
Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian mengenai uji efektifitas
penyembuhan luka secara in vivo terhadap membran alginat-kitosan dan kalsium alginat-kitosan serta dilakukan pemeriksaan histopatologi yang bertujuan untuk
mengetahui pertumbuhan jaringan kulit. Disamping itu juga diuji kekuatan tarik
membran alginat-kitosan dan kalsium alginat-kitosan.
1.2 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel bebas Variabel terikat
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan dalam penelitian adalah
sebagai berikut:
X1 = membran alginat-kitosan
Penyembuhan luka
a. apakah membran alginat-kitosan dan membran kalsium alginat-kitosan
dapat menyembuhkan luka?.
b. apakah membran kalsium alginat-kitosan lebih cepat menyembuhkan luka
dibandingkan membran alginat-kitosan?.
c. apakah membran kalsium alginat-kitosan lebih kuat dibandingkan
membran alginat-kitosan?.
1.4Hipotesis
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:
a. membran alginat-kitosan dan kalsium alginat-kitosan dapat
menyembuhkan luka.
b. membran kalsium alginat-kitosan lebih cepat menyembuhkan luka
daripada membran alginat-kitosan.
c. membran kalsium kitosan lebih kuat daripada membran
alginat-kitosan.
1.5 Tujuan Penelitian
a. untuk mengetahui apakah membran kitosan dan kalsium
alginat-kitosan dapat menyembuhkan luka.
b. untuk mengetahui apakah membran kalsium alginat-kitosan lebih cepat
menyembuhkan luka daripada membran alginat-kitosan.
c. untuk mengetahui apakah membran kalsium alginat-kitosan lebih kuat
daripada membran alginat-kitosan.
1.6 Manfaat Penelitian
Sebagai bahan informasi bahwa membran kitosan dan kalsium
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 AlginatAlginat adalah polisakarida alam yang umumnya terdapat pada dinding sel
dari semua spesies algae coklat (phaeophyceac). Asam alginat ditemukan,
diekstraksi pertama sekali dan dipatenkan oleh seorang ahli kimia dari Inggris
Stanford tahun 1880 dengan mengekstraksi Laminaria stenophylla (Anonim I, 2005).
Asam alginat dalam algae coklat umumnya terdapat sebagai garam-garam
kalsium, magnesium dan natrium. Tahap pertama pembuatan alginat adalah
mengubah kalsium dan magnesium alginat yang tidat larut menjadi natrium
alginat yang larut dalam air dengan pertukaran ion di bawah kondisi alkalin
(Zhanjiang, 1990).
2.1.1 Struktur
Molekul asam alginat berbentuk polimer linier tak bercabang dan disusun
oleh kurang lebih 700-1000 residu asam ß-D- manuronat (M) dan -L- guluronat
(G). Asam D-manuronat memiliki ikatan diekuatorial 4C1 sedangkan asam
guluronat memiliki ikatan diaksial 1C4 (Wandrey, 2005).
Rantai yang terdiri atas 3 segmen polimer yang berbeda terlihat pada
(a) -G-G- (b) -G-M- (c) -M-M-
Gambar 2.1 Struktur Alginat 2.1.2 Sifat
Kelarutan alginat dan kemampuannya mengikat air bergantung pada
jumlah ion karboksilat, berat molekul dan pH. Kemampuan mengikat air
meningkat jika jumlah ion karboksilat semakin banyak dan jumlah residu kalsium
alginat kurang dari 500, sedangkan pada pH di bawah 3 terjadi pengendapan
(McHugh, 2003).
Alginat memiliki sifat-sifat utama :
1. Kemampuan untuk larut dalam air serta meningkatkan viskositas larutan
2. Kemampuan untuk membentuk gel
3. Kemampuan membentuk film (natrium atau kalsium alginat) dan serat
(kalsium alginat) (Wandrey, 2005).
2.1.3 Pembentukan Gel Kalsium Alginat
Gel terbentuk melalui reaksi kimia dimana kalsium menggantikan natrium
dalam alginat, mengikat molekul-molekul alginat yang panjang sehingga
membentuk gel.
Ketika 2 blok G tersusun paralel, terbentuk pola rantai seperti lubang yang
sangat ideal untuk pengikatan kalsium. Bentuk ini menyerupai telur dalam
Gambar 2.2 Egg box dalam gel alginat
Kekuatan dari gel yang dibentuk dengan penambahan garam Ca bervariasi
dari satu alginat dengan alginat lainnya. Alginat dengan kandungan G yang tinggi
akan lebih kuat dibandingkan dengan alginat dengan kandungan M yang tinggi.
Seperti Macrocystis memberikan alginat dengan viskositas yang sedang,
Sargassum memberikan hasil viskositas yang rendah, Laminaria digitata
menghasilkan kekuatan gel lembut sampai sedang sementara Laminaria hyperborea dan Durvillaea menghasilkan gel yang kuat (McHugh, 2003).
Alginat dapat membentuk gel dengan adanya kation-kation divalent seperti
Ca2+, Mn2+, Cu2+ dan Zn2+, dimana ikatan silang terjadi karena adanya kompleks
khelat antara ion-ion divalent dengan anion karboksilat dari blok G-G (Inukai,
1999).
= Ca2+
Daerah blok-G Larutan
Gel
2.1.4 Kegunaan
Alginat dapat digunakan dalam berbagai bidang antara lain industri
makanan, tekstil, farmasi, dan kosmetik, tetapi yang paling banyak digunakan
dalam bidang tekstil (50%) dan makanan (30%) (McCormick, 2001).
Dalam industri tekstil, alginat digunakan sebagai pengental untuk pasta
yang mengandung zat pewarna. Bahan pengental lain seperti pati sering
digunakan tetapi bereaksi dengan bahan aktif pewarna, sehingga menghasilkan
warna yang lebih rendah dan kadang-kadang limbahnya sulit untuk dicuci. Alginat
tidak bereaksi dengan zat pewarna dan dengan mudah dicuci dari tekstil sehingga
alginat menjadi pengental yang terbaik untuk zat pewarna (McHugh, 2003).
Dalam bidang makanan, sifat kekentalan alginat dapat digunakan dalam
pembuatan saus serta sirup, sebagai penstabil dalam pembuatan es krim (McHugh,
2003). Membran Ca-alginat juga digunakan sebagai pembungkus ikan, buah,
daging dan makanan lain untuk mengawetkannya (McComick, 2001), merupakan
pembungkus alternatif karena dapat dimakan dan mudah terurai oleh
mikroorganisme sehingga bersifat ramah lingkungan (Stading, 2003).
Pelapis dan membran kalsium alginat dapat digunakan untuk membantu
mengawetkan ikan beku. Minyak yang terdapat dalam ikan seperti ikan Herring
dan mackerel dapat menjadi tengik melalui oksidasi oleh udara walaupun cepat
dibekukan dan disimpan pada suhu rendah. Jika ikan dibekukan dalam jelli
kalsium alginat, ikan terlindungi dari oksidasi dan ketengikan dihambat. Jika jelli
mencair bersama ikan, dengan demikian ikan mudah dipisahkan. Juice daging
pembungkusan dapat melindungi daging dari kontaminasi bakteri (McHugh,
2003).
Dalam bidang farmasi, alginat dapat digunakan sebagai pembalut luka
yang dapat menyembuhkan luka karena dapat mengabsorbsi cairan dari luka,
dimana kalsium dalam serat diganti menjadi natrium dalam cairan tubuh sehingga
menjadi natrium alginat yang larut ( McHugh, 2003).
2.2 Kitosan
Kitosan merupakan polisakarida yang terdapat dalam jumlah melimpah di
alam. Kitosan adalah poli [β-(1,4)-2 amino-2deoxy-D-glukopiranosa] dan
merupakan produk deasetilasi kitin. Deasetilasi dengan larutan alkali (biasanya
NaOH) merupakan salah satu reaksi penting terhadap kitin untuk menghasilkan
kitosan. Deasetilasi dengan NaOH pada suhu 100oC selama 1 jam menghasilkan
produk terdeasetilasi 82% sementara bila waktu reaksi ditambah hingga 48 jam
menghasilkan produk terdeasetilasi hampir 100%. Namun perpanjangan waktu ini
menurunkan viskositas larutan, yang berarti telah terjadi degradasi rantai, untuk
menghindarinya dilakukan dengan mengurangi jumlah alkali yang digunakan
(Roberts, 1992).
2.2.1 Struktur
Gambar 2.3 Struktur Kitosan
2.2.2 Sifat
Kebanyakan polisakarida alami seperti selulosa, protein, asam alginat, agar
dan agarose bersifat netral atau asam sedangkan kitin dan kitosan merupakan
polisakarida yang bersifat basa. Sifatnya yang basa ini menjadikan kitosan:
1. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental
sehingga dapat digunakan untuk pembuatan gel dalam beberapa variasi
konfigurasi seperti butiran, membran, pelapis, kapsul, serat dan spon.
2. Membentuk kompleks yang tidak larut air dengan polielektrolit anionik
yang juga dapat digunakan untuk pembuatan butiran, gel, kapsul, dan
membran.
3. Dapat digunakan sebagai pengkhelat ion logam berat dimana gelnya
menyediakan sistem proteksi terhadap efek dekstruksi dari ion (Krajewska,
2001).
Kitosan tidak larut dalam air namun larut dalam asam dengan pH dibawah
6,0, yang umum digunakan adalah asam asetat 1 % dengan pH sekitar 4,0. Pada
pH tinggi, cenderung terjadi pengendapan (Kumar, 2000).
2.2.3 Kegunaan
Kitosan dan turunannya dapat digunakan sebagai bahan kosmetik, krim
badan dan tangan serta produk perawatan rambut, seperti shampo dan hairspray.
Kitosan juga telah diteliti sebagai bahan formulasi kosmetik khususnya untuk
kulit yang sensitif misalnya sebagai tabir surya. Kapasitas pembentukan film dan
sifat antiseptik kitosan melindungi kulit dari kemungkinan infeksi mikroba.
Aktitifitas antimikroba dari kitosan terhadap beberapa penyakit dan
dan pengawetan makanan. Pemberian kitosan yang disemprotkan pada buah apel
dan jeruk melindungi dari kerusakan jaringan dan pembusukan. Aplikasi lain
adalah pembuatan bungkus makanan, buah dan sayuran dari kitosan yang secara
nyata menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Beaulieu, 2005).
Kitosan mampu menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri yang bersifat
patogen dan menyebabkan resistensi tumbuhan terhadap infeksi jamur dan virus
pada tanaman. Efek penghambatan meningkat segera setelah daun diberi kitosan
(Synowiecki dan Al-Khateeb, 2003).
2.2.4 Penggolongan Membran
Berdasarkan material yang digunakan dalam pembuatan membran, bahan
pembuat membran dikelompokkkan menjadi membran polimer alam, liquid,
padatan (keramik) dan penukar ion. Membran polimer alam, terbagi menjadi
membran biologis dan membran sintetik. Membran sel termasuk membran
biologis, sedangkan membran sintetik terdiri atas membran organik dan
anorganik. Membran organik antara lain disusun oleh polisakarida-polisakarida
yang karena pengaruh gugus fungsi yang dimilikinya bersifat polikationik
maupun polielektrolit (Zhao, at al., 2002).
2.2.4.1 Membran Polikationik
Membran kitosan adalah contoh membran polikationik. Membran kitosan
pertama kali dibuat dan dikarakterisasi oleh Muzzarelli dan teman-temannya pada
tahun 1974 (Zhao, et al., 2002).
2.2.4.2 Membran polielektrolit
Kompleks polielektrolit dibentuk melalui reaksi suatu polielektrolit
Dikarenakan keragaman struktur dan sifatnya, kompleks ini memberikan aplikasi
yang cukup luas sebagai membran, pelapis antistatic dll. Contoh membran
polielektrolit adalah membran alginat-kitosan.
Banyak kegunaan kitosan didasarkan pada sifat kationik alaminya yang
membuatnya dapat berinteraksi dengan biomolekul bermuatan negatif seperti
protein, polisakarida anionik dan asam nukleat. Karenanya pada kondisi tertentu
alginat dan kitosan yang berbeda muatan akan saling berinteraksi seperti terlihat
pada gambar 2.4.
Gambar 2.4. Interaksi ionik antara narium alginat/asam alginat dengan kitosan
Hanya sedikit penelitian yang dilaporkan sehubungan dengan
pembentukan kompleks polielektrolit alginat dengan kitosan dalam suasana asam.
Hal ini disebabkan terbatasnya daerah pH yang berhubungan dengan kelarutan
kitosan. Jika pH lebih besar dari 6, terjadi netralisasi muatan positif kitosan
sehingga kitosan dapat mengendap (Berger, et al., 2004).
Sebaliknya pH yang lebih kecil dari 3, bisa menurunkan kompatible sistem
karboksilat bebas dari rantai asam kebanyakan terdapat dalam bentuk karboksilat
dan gugus amino dari kitosan terprotonasi.
Cardenass dkk, berhasil membuat membran kompleks polielektrolit
alginat-kitosan dengan cara mencampur larutan kitosan asetat dengan natrium
alginat. Sebelum diperoleh kompleks elektrolit pada pH 5,28 melalui penambahan
larutan NaOH, campuran ditambahkan HCl 32% terlebih dahulu.
Interaksi kitosan dengan natrium alginat dalam membentuk kompleks
polielektrolit berjalan sesuai dengan reaksi berikut ini:
COO-Na+ + Cl-NH3 COO-NH3 + Na+ + Cl
-Gambar 2.5. Mekanisme interaksi natrium alginat dengan kitosan
Sebagai hasil pencampuran dua polielektrolit ini dihasilkan kompleks
membran tidak larut yang mampu melewatkan zat dengan berat molekul tertentu
dan mengalami pengembangan dalam air (Cardenass,et al., 2003).
2
2.3.1 Anatomi kulit
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar
16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 –
1,9 meter persegi.Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda,
lapisan luar adalah epidermis yang berasal dari ectoderm merupakan lapisan
epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk, lapisan tanduk dikenal sebagai
telapak tangan dan kaki, dan kulit tipis (berambut) terdapat pada bagian tubuh
lainnya sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau
korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat (Anonim II, 2008).
Gambar 2.6. jaringan kulit
Keterangan Gambar 2.6.
1. Lapisan korneum
2. Lapisan spinosum
3. Papila-papila kulit (dermal)
4. Dermis yaitu lapisan reticular
5. Folikel-folikel rambut
6. Kelenjar sebasea
7. Otot-otot erektor (penegang)
8. Folikel rambut
9. Saluran keluar kelenjar keringat
10.Bulbus rambut
11.Papila folikel rambut
12.Bagian sekretoris dari kelenjar keringat
13.Otot skelet
14.Epidermis dilalui oleh saluran keluar dari kelenjar keringat
15.Kelenjar sebasea
16.Saluran keluar kelenjar keringat
17.Rambut (korteks)
18.Sarung akar dalam dari folikel rambut
19.Sarung jaringan penyambung dari folikel rambut
20.Sarung akar dari folikel rambut
21.Medula dan matriks rambut
22.Badan-badan lamelar
23.Jaringan lemak didalam lapisan subkutan
24.Vena
25.Arteriola
2.3.1.1 Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari
epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan
merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal
pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh
ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu. Fungsi epidermis adalah
proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan
mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang
terdalam) :
1. Stratum Korneum. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan
berganti.
2. Stratum Lusidum. Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit
tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
3. Stratum Granulosum. Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang
intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang
dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan
histidin. Terdapat sel Langerhans.
4. Stratum Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan
tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting
untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi.
Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan
basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel
Langerhans.
5. Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang
hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara
konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke
permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu
lapis sel yang mengandung melanosit.
2.3.1.2 Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap
sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan
menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling
tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.
Dermis terdiri dari dua lapisan :
• Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.
• Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat
Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga
mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea
dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis
di dalam dermis.Fungsi dermis adalah struktur penunjang, suplai nutrisi dan
2.3.1.3 Subkutis
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari
lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit
secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda
menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang
suplai darah ke dermis untuk regenerasi. Fungsi Subkutis / hipodermis adalah
melekat ke struktur dasar, isolasi panas dan cadangan kalori.
2.3.2 Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh
diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan,
sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan
metabolisme. Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari
elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi
mikroorganisme patogen. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan
cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur kulit
dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur
meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi
temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia
yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun,
pembuluh darah kulit akan vasokonstriksi yang kemudian akan mempertahankan
2.3.3 Klasifikasi Luka
Luka dapat terjadi pada trauma, pembedahan, neuropatik, vaskuler, dan
penekanan. Luka diklasifikasikan dalam 2 bagian :
1) Luka akut : merupakan luka trauma yang biasanya segera mendapat
penanganan dan biasanya dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi
komplikasi. Kriteria luka akut adalah luka baru, mendadak dan
penyembuhannya sesuai dengan waktu yang diperkirakan Contoh :
Luka sayat, luka bakar, luka tusuk, Luka operasi dapat dianggap sebagai
luka akut yang dibuat oleh ahli bedah. Contoh : luka jahit.
2) Luka kronik : luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali
(rekuren) dimana terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang
biasanya disebabkan oleh masalah multifaktor dari penderita. Pada luka
kronik luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak
berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi untuk timbul kembali.
Contoh : Ulkus dekubitus, ulkus diabetik, ulkus venous, dll (Anonim II,
2008).
2.3.4 Penyembuhan Luka
2.3.4.1 Penyembuhan dengan penyambungan primer (penyembuhan primer)
Pada hari pertama pascabedah (sesudah menjalani operasi) setelah luka
disambung dan dijahit, garis insisi segera terisi bekuan darah. Permukaan bekuan
darah ini mengering menimbulkan kerak yang menimbulkan luka. Reaksi radang
Pada hari kedua, timbul dua aktivitas yang terpisah : reepitelisasi
permukaan dan pembentukan jembatan yang terdiri dari jaringan fibrosa yang
menghubungkan kedua tepi celah subepitel.
Pada hari ketiga pascabedah respon radang akut mulai berkurang dan
neutropil sebagian besar diganti oleh makrofag yang membersihkan tepi luka dari
sel-sel yang rusak dan juga pecahan fibrin.
Pada hari kelima, celah insisi biasanya terdiri dari jaringan granulasi yang
kaya pembuluh darah dan longgar. Dapat dijumpai serabut-serabut kolagen
disana-sini.
Pada akhir minggu pertama, luka telah tertutup oleh epidermis dengan
ketebalan yang lebih kurang normal, dan celah subepitel yang telah terisi jaringan
ikat yang kaya pembuluh darah ini mulai membentuk serabut-serabut kolagen.
Selama minggu kedua, tampak poliferasi fibroblas dan pembuluh darah
secara terus menerus dan timbunan progesif serabut kolagen.
Pada akhir minggu kedua, struktur jaringan dasar parut telah mantap dan
suatu proses yang panjang (menghaslkan warna jaringan parut yang lebih muda
sebagai akibat tekanan pada pembuluh darah, timbunan kolagen dan peningkatan
2.3.5.2 Penyembuhan dengan penyambungan sekunder (Penyembuhan
sekunder)
Jenis penyembuhan ini secara kualitatif identik dengan penyembuhan
primer. Perbedaan hanya terletak pada banyaknya jaringan granulasi yang
terbentuk. Jaringa granulasi tumbuh nyata di bawah keropeng (kerak yang
mengering pada luka) dan terjadi regenerasi epitel yang terjadi di bawah
keropeng. Akhirnya pada keadaan ini keropeng lalu dibuang setelah penyembuhan
sempurna. Penyembuhan sekunder memerlukan waktu yang lebih lama dan
jaringan parut yang dihasilkan lebih besar.
Pada umumnya kerusakan jaringan luas dan mengandung lebih banyak sel
nekrotik serta eksudat yang harus dibersihkan. Pertumbuhan jaringan granulasi
memegang peranan yang lebih besar pada penyembuhan dengan penyambungan
sekunder. Selain itu, jaringan granulasi hampir selalu diliputi oleh neutrofil dan
makrofag yang lebih padat, karena lesi yang lebih luas menimbulkan reaksi
radang yang lebih kuat. Dan akhirnya kontraksi luka hanya akan timbul, bila
didapat lesi luas, karena pada luka dengan penyembuhan dengan penyambungan
primer primer tidak terdapat cukup jaringan yang hilang. Sebagai akibat ini, maka
penyembuhan dengan penyambungan sekunder hampir selalu berakibat
pembentukan jaringan parut dan hilangnya apendiks kulit (rambut, kelenjar
Gambar 2.7a. Penyembuhan Primer
Keterangan
Gambar A. Tepi luka ditahan oleh gumpalan darah dan juga bisa dengan jahitan
Gambar B. Pada stadium ini berlangsung regenerasi epidermis
Gambar C. Regenerasi epidermis sempurna dan jaringan parut yang padat (Price,
Gambar 2.7b . Penyembuhan sekunder pada luka terbuka
Keterangan:
Gambar A. Menunjukkan keadaan segera setelah terjadi luka
Gambar B. Penyembuhan di bawah keropeng/kerak
Gambar C. Sebuah luka terbuka dengan jaringan granulasi
Gambar D. Sebuah jaringan parut yang besar atau daerah epidermis baru
yang tipis dan tidak memiliki rambut serta apendiks lainnya
2.3.6 Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka :
2.3.6.1 Faktor lokal
1. Suplai pembuluh darah yang
kurang
2. Infeksi
3. Kelainan pasokan darah
4. Mechanical stress
5. Bahan pembalut
3. Anti inflammatory drugs
4. Diabetes mellitus
5. Hormon
6. Infeksi sistemik
7. Malnutrisi
8. Obesitas
9. Temperatur (Anonim III,
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik dan Farmasetika
Dasar Fakultas Farmasi untuk pembuatan membran, pengujian kekuatan tarik
membran dilakukan di Laboratorium Penelitian USU-Medan dan untuk pengujian
histologi dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran USU -
Medan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental yang
dimulai dengan pembuatan membran kalsium alginat-kitosan dan alginat-kitosan.
Lalu dilanjutkan dengan pemberian membran kalsium alginat-kitosan dan
allginat-kitosan terhadap hewan percobaan marmut. Parameter yang digunakan
adalah kemampuan masing-masing membran dalam menyembuhkan luka.
2.1 Alat – alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari alat-alat gelas yang
biasa digunakan di laboratorium, neraca listrik (Mettler Toledo), pH meter
(Hanna), kaca objek, lumpang dan stamper, mikrotom (Reichert Jung, Germany),
alat-alat bedah, oven, heating table, staining jar, chamber, kaca penutup,
mikroskop, camera digital, bunsen, universal testing machine type: SC-2DE.
2.2 Bahan – bahan
Natrium alginat produksi Wako Pure Chemical, kitosan produksi
Sigma-Aldrich Inc, asam asetat glasial, alkohol, kalsium klorida 0,1 M, akuades, asam
klorida adalah produk E’Merck, natrium hidroksida 10 %, infus natrium klorida
Macherey-Nagel, formalin, xylol, paraffin, hematoxylin Ehrlich, Eosin Y,
kanada balsam.
2.3 Hewan Percoban
Marmut dengan berat : 700 – 900 gram
Jumlah hewan : 9 ekor
2.4 Prosedur Penelitian
2.4.1 Pembuatan Larutan Pereaksi 2.4.1.1 Pembuatan Asam klorida 32 %
Asam klorida 37 % (E’Merck) sebanyak 8,6 ml dipipet dan dimasukkan ke
dalam botol yang berisi 10 ml akuades (Ditjen POM, 1995).
2.4.1.2 Pembuatan Natrium hidroksida 10 %
Natrium hidroksida sebanyak 10 gram dilarutkan dalam 100 ml akuades
(Ditjen POM, 1995).
2.4.1.3 Pembuatan alkohol 70%, 80%, 90%, 96% dan Alkohol Absolut
Alkohol absolut sebanyak masing-masing 70,1 ml; 80,2 ml; 90,2 ml; 96,2
ml 100 ml masing-masing diencerkan dengan akuades sampai 100 ml (Jones,
1950).
2.4.1.4 Pembuatan larutan Eosin 0,5 %
Eosin Y sebanyak 0,5 gram dilarutkan dalam 100 ml alkohol 95 % dan
dicampurkan dengan asam asetat glasial sebanyak 0,5 ml (Jones, 1950).
2.4.1.5 Pembuatan larutan hematoxylin Ehrlich
Hematoxylin sebanyak 0,67 gram dilarutkan dalam alkohol absolute
sebanyak 33 ml kemudian ditambahkan gliserol sebanyak 33 ml, asam asetat
2.4.1.6 Pembuatan Albumin
Natrium salisilat sebanyak 1 gram dicampur dengan putih telur dan
gliserin masing-masing sebanyak 50 ml (Jones, 1950).
2.4.1.7 Pembuatan Larutan Formalin 10%
Formalin pekat (40%) sebanyak 25 ml diencerkan dengan akuades sampai
250 ml (Jones, 1950).
2.4.1.8 Pembuatan Larutan Kalsium Klorida 0,1 M
Kalsium klorida sebanyak 1,47 gram dilarutkan dalam akuades
secukupnya dan ditambahkan hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).
2.4.2 Pembuatan Membran Alginat-kitosan
Prosedur pembuatan membran dilakukan berdasarkan penelitian
sebelumnya (Santi, 2008). Ditimbang 1 gram kitosan, kemudian ditambahkan 25
ml akuades dan dilarutkan dalam 5 ml asam asetat glasial sambil digerus dalam
lumpang sehingga terbentuk campuran homogen, dipindahkan ke dalam
erlenmeyer tertutup. Selanjutnya ditimbang 1 gram natrium alginat dan dilarutkan
dalam 25 ml akuades dalam erlenmeyer. Kedua larutan dibiarkan selama 24 jam.
Kedua larutan polimer tersebut kemudian dicampur dan ditambahkan 2 ml
asam klorida 32 % kemudian didiamkan 5 menit. Selanjutnya ditambahkan
natrium hidroksida 10 % (w/v) sampai diperoleh pH 5,2. Gel yang terbentuk
diletakkan di cawan porselen dan dicetak diatas plat kaca objek, masing-masing
plat kaca berisi 1 gram gel, diratakan dan kemudian dikeringkan pada suhu kamar.
Dalam keadaan setengah kering yaitu setelah pengeringan satu malam, plat
kaca objek direndam dan dibilas dalam akuades hingga pH netral, kemudian
2.4.3 Pembuatan Membran Kalsium Alginat-kitosan
Prosedur pembuatan membran dilakukan berdasarkan penelitian
sebelumnya (Santi, 2008). Prosedur yang sama seperti pembuatan membran
alginat kitosan, dibuat campuran alginat dan kitosan, dan dicetak di atas kaca
objek, lalu dikeringkan pada suhu kamar. Setelah pengeringan satu malam, plat
kaca berisi gel campuran alginat dengan kitosan dibilas dan direndam dalam
akuades hingga pH netral, masing-masing plat kaca kemudian dicelupkan ke
dalam 10 ml larutan kalsium klorida 0,1 M selama 10 detik, diangkat dan
dikeringkan pada suhu kamar selama ± 72 jam, hingga diperoleh hasil berupa
lapisan yang tipis dan transparan.
2.4.4 Percobaan pada Hewan secara in vivo
Digunakan 9 ekor marmut jantan yang dibeli dari toko hewan dengan berat
700 – 900 gram. Sebelum diperlakukan sebagai hewan percobaan, marmut
tersebut diadaptasikan terlebih dahulu terhadap lingkungan selama 2 minggu.
Selama percobaan masing-masing marmut dipelihara dalam kandang terpisah dan
diberi makan secukupnya. Untuk percobaan, masing-masing marmut diberi
perlakuan :
Marmut I,II dan III : Kontrol (Tanpa pengobatan)
Marmut IV,V,dan VI : Pengobatan dengan membran alginat-kitosan
Marmut VII, VIII, dan IX : Pengobatan dengan membran kalsium
2.4.5 Pengamatan Penyembuhan Luka 2.4.5.1 Pengamatan Makroskopik
Hewan percobaan sebelum dioperasi, dicukur pada sebelah kanan atau kiri
kulit perut marmut, lalu diberi tanda pada kulit perut marmut dengan ukuran 1 x
1,5 cm, kemudian dianastesi secara intramuscular menggunakan phenobarbital
injeksi 60 mg/kg BB, kemudian dipotong kulit marmut sampai lapisan dermis
menggunakan alat – alat yang sudah disterilkan sedemikian rupa, lalu kulit perut
marmut yang telah dilukai difoto dengan kamera digital. Dibersihkan luka
menggunakan larutan steril infus salin (NaCl 0,9 %), kemudian ditempel dengan
masing-masing membran ukuran 2 x 2 cm lalu ditutup dengan perban steril dan
diplester. Untuk kontrol, luka tidak diobati, hanya ditutup perban steril. Dilakukan
pergantian membran setiap 3, 6, 9, 12 hari dan sewaktu pergantian sediaan luka
dibasahi terlebih dahulu dengan larutan infus salin (NaCl 0,9 %) sampai membran
dapat terangkat dari luka. Kemudian luka diamati yaitu adanya peradangan,
kekeringan luka, adanya nanah setelah 3, 6, 9, 12 hari dan diukur panjang dan
lebar luka. Kemudian organ kulit tersebut direndam dalam formalin 10% (Hafni,
2002).
2.4.5.2 Pengamatan Mikroskopik
Organ kulit marmut yang telah diambil terdiri dari tiga ekor dari kelompok
kontrol, tiga ekor dari kelompok alginat-kitosan, dan tiga ekor dari kelompok
kalsium alginat-kitosan. Setelah dilakukan pengamatan makroskopik, maka organ
kulit marmut difiksasi dalam formalin 10% untuk pembuatan preparat jaringan
dalam formalin 10% untuk selanjutnya dilakukan pembuatan preparat jaringan
kulit kembali.
2.4.6 Pembuatan Preparat Jaringan Kulit
Organ kulit yang telah diambil difiksasi dalam larutan formalin 10%
selama 2 hari, kemudian dicuci dengan larutan alkohol 70% v/v berulang kali atau
didiamkan selama 1 hari. Lalu didehidrasi dalam alkohol bertingkat dimulai
dengan merendam di dalam alkohol 70% v/v selama 30 menit, selanjutnya dalam
alkohol 80% v/v, 90% v/v, 96% v/v, dan alkohol absolut masing-masing selama
24 jam. Kemudian organ kulit dijernihkan dalam xylol murni 2x30 menit. Lalu
organ kulit tersebut dimasukkan ke dalam larutan toluol parafin yang telah
mencair di dalam oven selama 60 menit. Selanjutnya berturut-turut organ kulit
tersebut dimasukkan ke dalam parafin murni I, II, III masing-masing 60 menit.
Setelah itu organ kulit dimasukkan ke dalam cetakan yang berisi parafin cair dan
dibiarkan mengeras. Blok parafin yang berisi organ kulit tersebut diiris setebal
6μm – 10 μm dengan menggunakan mikrotom kemudian irisan tersebut diletakkan
pada kaca objek yang telah diolesi dengan albumin dan ditetesi akuades,
selanjutnya diletakkan pada meja pemanas sampai jaringan melekat pada kaca
objek. Lalu jaringan dimasukkan ke dalam larutan xylol selama 15 menit. Setelah
itu jaringan dicelupkan berturut-turut ke dalam alkohol absolut, 96%, 90%, 80%,
70%, dan akuades. Kemudian dilakukan pewarnaan terhadap jaringan dengan
memasukkannya ke dalam larutan hematoksilin erhlich selama 3-7 detik dan
selanjutnya dicuci dengan air mengalir lebih kurang 10 menit. Lalu dicelupkan ke
dalam akuades, alkohol 30%, 50% dan 70%. Setelah itu dilakukan lagi pewarnaan
dilanjutkan dengan pencelupan dalam alkohol 70%, 80%, 90%, 96% dan alkohol
absolut, kemudian dikeringkan dengan kertas penghisap, selanjutnya jaringan
tersebut ditetesi dengan kanada balsam dan ditutup dengan gelas penutup.
Jaringan diamati dibawah mikroskop preparatif dengan perbesaran okuler 10 kali
dan perbesaran objektif 10 dan 40 kali (Jones, 1950).
2.4.7 Uji Kekuatan Tarik
Pengujian kekuatan tarik membran dilakukan pada suhu kamar dengan alat
universal testing machine type: SC-2DE, dengan berat beban 100 kgf, dan
kecepatan tarik mesin (cross-head) 10 mm/menit. Sampel (membran
alginat-kitosan dan kalsium alginat-alginat-kitosan) diletakkan pada kedua penjepit (grip) yang
posisinya tegak lurus pada alat tarik. Saklar mesin tarik dan saklar pencatat grafik
dihidupkan bersama-sama. Kekuatan tarik membran dapat dilihat dari nilai Load
dan Stroke yang dimilikinya. Nilai load (kgf) menyatakan kekuatan tarik pada saat
putus, sedangkan stroke (mm/menit) menunjukkan kekuatan tegangan pada saat
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Membran
4.1.1 Membran Alginat-Kitosan
Membran alginat-kitosan dapat dibuat dengan cara mencampurkan larutan
asam alginat dan larutan kitosan asetat dalam air yang telah didiamkan 24 jam
pada pH 5,3 kemudian dicetak pada plat kaca dan dikeringkan pada suhu kamar
selama 72 jam menghasilkan membran yang cukup tebal, ketebalannya berukuran
± 0,1 mm, tidak mudah koyak, berwarna putih kekuningan. Permukaannya
berbentuk seperti jalinan serat yang homogen (Gambar 4.1)
4.1.2 Membran Kalsium Alginat-Kitosan
Membran kalsium alginat-kitosan dibuat dengan cara mencelupkan
membran alginat-kitosan ke dalam larutan kalsium klorida 0,1 M, selama 10 detik
menghasilkan membran yang tebal, ketebalannya berukuran ± 0,2 mm, tidak
mudah koyak dan berwarna kuning. Membran tidak rapuh dan terlihat lebih kuat
dari membran alginat-kitosan seperti pada gambar 4.2
.
Gambar 4.2 Membran Kalsium alginat-kitosan 4.2 Uji Kekuatan Tarik
4.2.1 Perbandingan Membran Alginat-Kitosan dan Kalsium Alginat-Kitosan Tabel 1. Perbandingan Kekuatan Tarik (Load), Kekuatan Regangan
(Stroke), dan Pertambahan Panjang Membran Alginat-Kitosan dan Kalsium Alginat-Kitosan
Dari data-data kekuatan mekanik yang dimiliki membran alginat-kitosan
dan kalsium alginat kitosan diatas dan lampiran 3, dapat disimpulkan bahwa
membran kalsium alginat-kitosan mempunyai kekuatan tarik yang lebih baik
daripada membran alginat-kitosan. Salah satu sifat dari larutan natrium alginat
adalah jika dicampurkan dengan larutan kalsium klorida segera terbentuk gel
kalsium alginat yang tidak larut dalam air. Ikatan antara kalsium dengan alginat
adalah ikatan khelat antara ion kalsium dengan anion karboksilat pada blok G-G
melalui mekanisme antar rantai yang menyebabkan rantai-rantai polimer semakin
rapat (Morries, et al., 1978).
4.3 Penyembuhan Luka
4.3.1 Pengamatan Secara Makroskopik 4.3.1.1 Kontrol (Tanpa Pengobatan)
Pada perlakuan kontrol marmut I, II, dan III serta tabel 2 dapat dilihat luas
luka rata-rata dalam rasio menurun secara perlahan-lahan. Pada hari ke-3 – 6
belum terlihat adanya kekeringan luka (gambar 4.7, 4.10, 4.22, 4.25, 4.37, 4.40,
baru pada hari ke-9 (gambar 4.13, 4.28, 4.43) terlihat sedikit kekeringan luka,
sedangkan luas luka rata-rata menurun terlihat pada hari ke-6 (tabel 2). Pada hari
ke-3 terlihat adanya inflamasi atau peradangan luka memerah pada marmut II
(tabel 1, gambar 4.22). Peradangan hilang pada hari ke-6 (gambar 4.25)
Tabel 2. Pengamatan Kondisi Luka pada Kontrol
Hari
Peradangan Kekeringan luka Ada tidaknya nanah
Marmut Marmut Marmut
Keterangan :
- : tidak ada + : sedikit ++ : banyak
+++ : sangat banyak
Tabel 3. Pengaruh Waktu Terhadap Penyembuhan Luka pada Marmut Kontrol (n = 3)
Waktu pengamatan (hari)
Luas luka rata-rata
dalam rasio Standar deviasi
0 1.000 0.00000
Rasio : Luas luka waktu pengamatan
Pada perlakuan hewan percobaan IV, V dan VI menggunakan membran
alginat-kitosan dapat dilihat luas luka dalam rasio menurun setelah hari ke-3 (tabel
5). Pada hari ke-3 terlihat adanya peradangan (pada marmut V tabel 4, gambar
4.23). Peradangan hilang pada hari ke-6 (gambar 4.26). Kekeringan luka sudah
dapat terlihat pada hari ke-3 (gambar 4.8), ini berbeda dengan kontrol yang dapat
dilihat setelah hari ke-9 (gambar 4.13) dan luka semakin kering terlihat sampai
hari ke-12. Ini menunjukkan bahwa dengan pemberian membran alginat-kitosan
kekeringan luka lebih cepat terjadi dibandingkan dengan kontrol. Hal ini
disebabkan membran alginat mempunyai kemampuan yang kuat untuk
mengabsorpsi cairan (eksudat) dari luka (Thomas, 1990). Sedangkan kitosan
bersifat antibakteri (Santi, 2002). Luas luka awal
Tabel 4. Pengamatan Kondisi Luka pada Sediaan Membran Alginat-Kitosan
Hari
Peradangan Kekeringan luka Ada tidaknya nanah
Marmut Marmut Marmut
IV V VI IV V VI IV V VI
Tabel 5. Pengaruh Waktu Terhadap Penyembuhan Luka pada Marmut Alginat-Kitosan (n = 3)
Waktu pengamatan (hari)
Luas luka rata-rata
dalam rasio Standar deviasi
0 1.000 0.0000000
Rasio : Luas luka waktu pengamatan
Pada perlakuan hewan percobaan VII, VIII dan IX yang diobati
menggunakan membran kalsium alginat-kitosan dapat dilihat luas luka rata-rata
dalam rasio menurun mulai pada hari ke-3 (gambar 4.9) dan luas luka dalam rasio
akan semakin menurun pada hari ke-12 (gambar 4.18). Pada hari ke-9 (lampiran
11) masih terdapat jaringan kulit yang menempel pada membran alginat-kitosan,
Luas luka awal
sedangkan pada membran kalsium alginat-kitosan tidak terdapat jaringan kulit
yang menempel pada membran sehingga pembentukan epidermis tidak terganggu
pada saat pergantian membran. Penyembuhan luka lebih cepat terjadi disebabkan
karena adanya ion kalsium yang berikatan dengan alginat sehingga gugu amin dari
kiotsan lebih banyak bebas, dimana gugus ini yang berperan sebagai antibakteri
dapat dilihat dari (gambar 4.2) mambran kalsium alginat-kitosan berwarna kuning
sedangkan membran alginat-kitosan berwarna putih kekuningan (gambar4.1).
Alginat dapat membentuk gel dengan adanya kation-kation divalent seperti
Ca2+, Mn2+, Cu2+ dan Zn2+, dimana ikatan silang terjadi karena adanya kompleks
khelat antara ion-ion divalent dengan ion-ion karboksilat dari blok GG (Inukai,
1999).
Tabel 6. Pengamatan Kondisi Luka pada Sediaan Membran Kalsium Alginat-Kitosan
Hari
Peradangan Kekeringan luka Ada tidaknya nanah
Tabel 7. Pengaruh Waktu Terhadap Penyembuhan Luka pada Marmut Membran Kalsium Alginat- Kitosan (n = 3)
Waktu pengamatan (hari)
Luas luka rata-rata
dalam rasio Standar deviasi
0 1.000 0.0000000
Rasio : Luas luka waktu pengamatan
Sediaan obat
Luas luka awal
Tabel 8. Luas Luka dalam Rasio Rata-Rata Kontrol, Alginat-Kitosan dan Kalsium Alginat-Kitosan
Waktu Pengamatan (Hari)
0 3 6 9 12
Kontrol 1.000 1.000 0.871 0.713 0.178
Alginat-kitosan 1.000 0.913 0.720 0.511 0.035
3.3.4 Perbandingan Pemberian Membran Alginat-kitosan dan Kalsium Alginat-kitosan terhadap Luas Luka Marmut dalam Rasio
Gambar 4.3 Pengaruh Pemberian Membran Alginat-kitosan dan Kalsium Alginat-kitosan terhadap Luas Luka Marmut dalam Rasio
Pada grafik dapat dilihat adanya perbedaan efektifitas setiap perlakuan
terhadap luas luka pada hewan percobaan. Luas luka dalam rasio yang paling kecil
adalah kalsium alginat-kitosan pada hari ke-12 yaitu 0,021 sedangkan pada
4.3.5 Foto Luka Kulit pada Hewan Percobaan
Gambar 4.4 : Fotoluka kulit pada perut marmut I kontrol pada 0 hari
Gambar 4.6 : Foto luka kulit pada perut marmut VII pada 0 hari yang akan diberi membran kalsium alginat-kitosan
Gambar 4.7 : Foto luka kulit pada perut marmut I kontrol setelah 3 hari dibalut dengan perban steril
Gambar 4.8 : Foto luka kulit pada perut marmut IV setelah 3 hari dibalut dengan membran alginat-kitosan
Gambar 4.9 : Foto luka kulit pada perut marmut VII setelah 3 hari dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan
Gambar 4.10 : Foto luka kulit pada perut marmut I kontrol setelah 6 hari dibalut dengan perban steril
Gambar 4.12 : Foto luka kulit pada perut marmut VII setelah 6 hari dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan
Gambar 4.13 : Foto luka kulit pada perut marmut I kontrol setelah 9 hari dibalut dengan perban steril
Gambar 4.15 : Foto luka kulit pada perut marmut VII setelah 9 hari dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan
Gambar 4.16 : Foto luka kulit pada perut marmut I kontrol setelah 12 hari dibalut dengan perban steril
Gambar 4.18 : Foto luka kulit pada perut marmut VII setelah 12 hari dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan
Gambar 4.19 : Foto luka kulit pada perut marmut II kontrol pada 0 hari
Gambar 4.21 : Foto luka kulit pada perut marmut VIII pada 0 hari yang akan diberi membran kalsium alginat-kitosan
Gambar 4.22 : Foto luka kulit pada perut marmut II kontrol setelah 3 hari dibalut dengan perban steril
Gambar 4.24 : Foto luka kulit pada perut marmut VIII setelah hari 3 dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan
Gambar 4.25 : Foto luka kulit pada perut marmut II kontrol setelah 6 hari dibalut dengan perban steril
Gambar 4.27 : Foto luka kulit pada perut marmut VIII setelah hari 6 dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan
Gambar 4.28 : Foto luka kulit pada perut marmut II kontrol setelah 9 hari dibalut dengan perban steril
Gambar 4.30 : Foto luka kulit pada perut marmut VIII setelah hari 9 dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan
Gambar 4.31 : Foto luka kulit pada perut marmut II kontrol setelah 12 hari dibalut dengan perban steril
Gambar 4.33 : Foto luka kulit pada perut marmut VIII setelah hari 12 dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan
Gambar 4.34 : Foto luka kulit pada perut marmut III kontrol pada 0 hari
Gambar 4.35 : Foto luka kulit pada perut marmut VI pada 0 hari yang akan diberi membran alginat-kitosan
Gambar 4.37 : Foto luka kulit pada perut marmut III kontrol setelah 3 hari dibalut dengan perban steril
Gambar 4.38 : Foto luka kulit pada perut marmut VI setelah 3 hari dibalut dengan membran alginat-kitosan
Gambar 4.40 : Foto luka kulit pada perut marmut III kontrol setelah 6 hari dibalut dengan perban steril
Gambar 4.41 : Foto luka kulit pada perut marmut VI setelah 6 hari dibalut dengan membran alginat-kitosan
Gambar 4.43 : Foto luka kulit pada perut marmut III kontrol setelah 9 hari dibalut dengan perban steril
Gambar 4.44 : Foto luka kulit pada perut marmut VI setelah 9 hari dibalut dengan membran alginat-kitosan
Gambar 4.46 : Foto luka kulit pada perut marmut III kontrol setelah 12 hari dibalut dengan perban steril
Gambar 4.47 : Foto luka kulit pada perut marmut VI setelah 12 hari dibalut dengan membran alginat-kitosan
4.3.6 Pengamatan Secara Mikroskopik
4.3.6.1 Gambar Jaringan Kulit Marmut Kontrol
Gambar 4.49. Foto jaringan kulit marmut kontrol hari ke-0 (1a, 1b, 1c) dan foto jaringan kulit marmut kontrol hari ke-12 (2a, 2b, 2c) dengan pewarnaan HE
4.3.6.2 Gambar Jaringan Kulit Marmut dan bagian-bagiannya.
a
b
Gambar 3.50. Foto jaringan kulit marmut kontrol hari ke-0
a
b
c
Gambar 4.51. Foto jaringan kulit marmut kontrol hari ke-12
4.3.6.3 Gambar Jaringan Kulit Marmut diberi Membran Alginat-kitosan
Gambar 4.52. Foto jaringan kulit marmut diberi membran alginat-kitosan hari ke-0 (1a, 1b, 1c) dan foto jaringan kulit marmut diberi alginat-kitosan hari ke-12 (2a, 2b, 2c) dengan pewarnaan HE
4.3.6.4 Gambar Jaringan Kulit Marmut dan bagian-bagiannya.
a
b
Gambar 4.53. Foto jaringan kulit marmut diberi membran alginat-kitosan hari ke-0
a
b
Gambar 4.54. Foto jaringan kulit marmut diberi membran alginat-kitosan hari ke-12
4.3.6.5 Gambar Jaringan Kulit Marmut Diberi Membran Kalsium Alginat- Kitosan
Gambar 4.55. Foto jaringan kulit marmut diberi kalsium alginat-kitosan hari ke-0 (1a, 1b, 1c) dan foto jaringan kulit marmut diberi kalsium alginat-kitosan hari ke-12 (2a, 2b, 2c) dengan pewarnaan HE
4.3.6.6 Gambar Jaringan Kulit Marmut dan bagian-bagiannya.
a
b
Gambar 4.56. Foto jaringan kulit marmut diberi membran kalsium alginat-kitosan hari ke-0
a
Gambar 4.57. Foto jaringan kulit marmut diberi membran kalsium alginat-kitosan hari ke-12
Keterangan gambar : (a) epidermis (b) dermis
4.3.6.7 Kontrol (Tanpa Pengobatan)
Pada gambar 4.49 1a-c adalah jaringan kulit perut marmut yang luka pada
hari ke-0 tanpa pengobatan. Pada jaringan ini terlihat epidermis, sedangkan
lapisan dermis terdiri dari folikel rambut dan kelenjar keringat. Pada gambar 4.49
(2a-c) diperlihatkan jaringan kulit perut marmut pada hari ke-12 tanpa
pengobatan. Pada jaringan ini diperlihatkan epidermis yang masih terlepas dan
belum memadat sedangkan folikel rambut tidak terlihat, pada dermis terdapat
banyak fibroblas yaitu jaringan granulasi yang sedang tumbuh menuju daerah
perbaikan jaringan kulit.
4.3.6.8 Sediaan Membran Alginat-Kitosan
Pada gambar 4.52 (1a-c) adalah jaringan kulit perut marmut yang luka
pada hari ke-0 tanpa pengobatan. Gambar 4.52 (2a-c)diperlihatkan jaringan kulit
luka marmut setelah hari ke-12 pengobatan. Pada gambar sudah terlihat perbaikan
jaringan epidermis baru dimana jaringan epidermis baru sudah merata
dipermukaan kulit dan jaringannya sudah padat dan kompak. Pada jaringan
terlihat sudah terbentuk sarung akar folikel rambut, pada daerah dermis masih
terdapat sedikit fibroblas .
4.3.6.9 Sediaan Membran Kalsium Alginat-Kitosan
Pada gambar 4.55 (1a-c) adalah jaringan kulit perut marmut pada hari ke-0
tanpa pengobatan. Pada gambar 4.55 (2a-c) diperlihatkan jaringan kulit luka
marmut setelah hari ke-12 pengobatan. Pada gambar tersebut sudah terlihat
merata dipermukaan kulit dan jaringannya sudah padat dan kompak. Pada jaringan
terlihat sudah terbentuk sarung akar folikel rambut, pada daerah dermis terdapat
makin sedikit fibroblas. Ini menunjukkan bahwa luka semakin sembuh. Fibroblas
menghasilkan molekul tropokolagen yang akan membentuk kolagen fibril,
filament dan fiber. Kolagenisasi mengubah jaringan granulasi fibroblas menjadi
jaringan parut. Peningkatan jumlah kolagen didalam jaringan parut akan
memperkecil jumlah fibroblas sehingga ukuran akhir parut matur jauh lebih kecil
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
a. membran alginat-kitosan dan kalsium alginat-kitosan dapat
menyembuhkan luka.
b. membran kalsium alginat-kitosan lebih cepat menyembuhkan luka
daripada membran alginat-kitosan. Pemeriksaan makroskopik dari luka
terlihat pada hari ke-12. Luas luka dalam rasio membran kalsium
alginat-kitosan adalah 0,021 lebih kecil daripada membran alginat-alginat-kitosan yaitu
0,035. Pengamatan secara mikroskopik dari luka yang diobati dengan
membran kalsium alginat-kitosan terlihat lebih sedikit fibroblas
dibandingkan luka yang diobati dengan membran alginat-kitosan.
c. membran kalsium alginat-kitosan mempunyai nilai Load = 0.235 kgf dan
nilai Stroke = 9.345 mm/menit sedangkan membran alginat-kitosan
mempunyai nilai Load = 0.385 kgf dan nilai Stroke = 13.925 mm/menit.
Hal ini berarti membran kalsium alginat-kitosan mempunyai kekuatan
tarik yang lebih kuat daripada membran alginat-kitosan.
5.2 SARAN
Perlu dilakukan uji klinis untuk mengetahui apakah membran
alginat-kitosan dan kalsium alginat-alginat-kitosan efektif dalam penyembuhan luka pada