HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KEPARAHAN ISPA DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK BALITA DI KELURAHAN TANGKAHAN
KECAMATAN MEDAN LABUHAN TAHUN 2009
Oleh :
DESNI J SIHOTANG NIM. 041000152
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KEPARAHAN ISPA DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK BALITA DI KELURAHAN TANGKAHAN
KECAMATAN MEDAN LABUHAN TAHUN 2009
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
DESNI J SIHOTANG NIM. 041000152
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KEPARAHAN ISPA DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK BALITA DI KELURAHAN TANGKAHAN
KECAMATAN MEDAN LABUHAN TAHUN 2009
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh: DESNI J SIHOTANG
NIM. 041000152
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 30 September 2009
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Tim Penguji
Ketua Penguji Penguji I
Dr. Ir. Albiner Siagian, Msi Ernawati Nasution, SKM, Mkes
NIP. 196706131993031004 NIP. 197002121995012001
Penguji II Penguji III
Prof. dr. David H Simanjuntak Dr. Ir. Evawany Y Aritonang
NIP. 130231537 NIP. 132049788
Medan, Desember 2009 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara, Dekan,
ABSTRAK
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit terbanyak yang diderita oleh balita, baik di negara berkembang maupun di negara maju. ISPA merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian pada balita. Depertemen Kesehatan melaporkan kunjungan balita penderita ISPA ke sarana pelayanan kesehatan sebesar 40%-60% di Puskesmas dan 15%-20% di Rumah Sakit.
Untuk mengetahui hubungan tingkat keparahan ISPA dengan status gizi pada anak balita di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan tahun 2009, dilakukan penelitian deskriftif analitik dengan disain cross-sectional dilanjutkan dengan uji statistik chi square. Populasi adalah seluruh balita di Kelurahan Tangkahan yaitu sebanyak 284 orang dengan sampel 74 orang. Data karakteristik responden dan balita diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner. Kemudian, data ISPA diperoleh dari pemeriksaan napas cepat dan gejala-gejala ISPA yang dilakukan oleh petugas Puskesmas.
Hasil penilitian menunjukkan status gizi anak balita menurut indeks BB/U dan BB/TB berada dalam status gizi normal tetapi menurut indeks TB/U anak balita lebih banyak mempunyai tinggi badan yang pendek. Anak balita paling banyak menderita ISPA sedang dan frekuensi kejadian ISPA paling banyak satu kali dalam satu bulan terakhir. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat keparahan, lama menderita dan frekuensi kejadian ISPA dengan status gizi pada anak balita berdasarkan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB.
ISPA merupakan penyakit yang banyak diderita balita dan dapat berakibat pada kematian. Hendaknya orang tua terutama ibu membawa anaknya berobat jika menderita ISPA. Pemerintah juga hendaknya memperhatikan polusi udara yang ditimbulkan industri-industri di wilayah kawasan industri medan karena polusi udara sangat mempengaruhi kesehatan warga terutama balita yang bertempat tinggal disekitar wilayah industri tersebut.
ABSTRACT
The Acute Respiratory Infection (ARI) is a disease effecting mostly infants, either in industrial or developed countries. ARI is a main cause of morbidity and mortality in infants. Departementof health reported that the visit of infants with ARI to facility of health service was 40%-60% in public health service center and 15%-20% in hospitals.
To know the correlation of ARI severity to nutritional status of infants in Kelurahan Tangkahan, subdistrict of Medan Labuhan 2009, an analytic and descriptive research of cross sectional design has been conducted and continued with chi square statistical test. The population of research was all infants in Kelurahan Tangkahan, 284 individuals, and 74 of them have been choosen as sample. The data of respondents and infants characteristic were collected by interview using questionnaire. Then, data of ARI get from exspress respiratory check and symptoms of ARI conducted by the public health service center profesionals.
The result af research indicated that the nutritional status of infants according to BW/A and BW/BH indices was in normal status, but according to BH/A index, there was more infants with shorther stature. Most of infants suffered from medium ARI and frecuency of ARI occurence was once in last month. It could be concluded, that there was no significant correlation between severity, duration and frequency of ARI occurance with nutritional status of infants based on BW/A, BH/A and BW/BH indices.
ARI mostly effected the infants and it could be fatal. It is recommended that mother take their infants with ARI to health service for treatment. And government should pay a serious attention on air pollution caused by the industrial activities because the air pollution largely effects the community health dwelling around the industrial areas.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Desni J Sihotang
Tempat / Tanggal Lahir : Bangun / 26 Oktober 1984
Jenis Kelamin : Perempuan
Jumlah Bersaudara : 5 Orang
Status Perkawinan : Belum Kawin
Alamat Rumah : Jl. Setia Budi Gg. Karya Indah No.23, Tj.Sari
Medan
RIWAYAT PENDIDIKAN :
1. 1991 - 1997 : SD Inpres No.034783 Bangun
2. 1997 - 2000 : SMP Swasta Katolik St. Paulus Sidikalang
3. 2000 - 2003 : SMA Negeri 1 Sidikalang
4. 2004 - 2009 : Fakultas Kesehatan Masyarakat
KATA PENGANTAR
Segala puji, syukur, dan hormat hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan kasih, berkat, dan AnugerahNya sehingga penulis mampu menyelesaikan
penulisan skripsi yang berjudul Hubungan Antara Tingkat Keparahan ISPA
dengan Status Gizi pada Anak Balita di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada orangtua tercinta “Ayahanda R.W Sihotang dan Ibunda N. Silaban yang telah setia membesarkan penulis dengan
penuh kasih, membimbing, berkorban materi maupun moril, dan selalu memberi
dorongan bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Dr.Ir.
Albiner Siagian, MSi dan Ibu Ernawati Nasution, SKM, MKes selaku dosen
pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya serta memberikan
perhatiannya dalam penyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan
masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Jumirah , Apt, Mkes selaku Kepala Bagian Peminatan Gizi
3. Bapak Drs. Eddy Syahrial, Ms selaku dosen pembimbing akademik.
4. Seluruh Dosen dan Pegawai di Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas
sumatera Utara.
5. Bapak Nirmaluddin Hasibuan, SH sebagai Lurah Kelurahan Tangkahan yang
telah banyak membantu penulis selama penelitian.
6. Petugas Puskesmas Pembantu Kelurahan Tangkahan atas bantuannya yang
membantu penulis selama penelitian.
7. Abang Banggas dan adik-adikku Glen, Erwin, Leo tersayang yang selalu
memberi semangat, motivasi serta perhatian dengan penuh kasih sayang dan
doa yang tulus kepada penulis.
8. Sahabat- sahabatku tersayang : Imelda, Nery, Lastiar, Susi, Diessy yang
senantiasa menemani dalam doa dan memberi semangat dalam menyelesaikan
skripsi ini dan terima kasih atas hari-hari yang kita lalui bersama dan Thank’s
buat persahabatannya.
9. Teman-temanku di Peminatan Gizi yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
terima kasih atas perhatian dan kebersamaannya.
10. Riston Wage Pandiangan yang selalu memberikan perhatian dan kasih
sayangnya bagiku.
11. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh
karena itu Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi para pembaca.
Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa menyertai kita semua. Amin.
Medan, Desember 2009
3.4.2. Data Sekunder ... 29
3.5. Defenisi Operasional ... 29
3.6. Aspek Pengukuran ... 30
3.7. Pengolahan dan Analisis Data ... 32
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 33
4.1. Gambaran Umum Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan ... 33
5.2.3. Indeks Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB) ... 51
5.3. Hubungan Tingkat Keparahan ISPA dengan Status Gizi Pada Anak Balita ... 51
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kategori Status Gizi Berdasarkan Indikator yang Digunakan .. 20
Tabel 3.1 Perhitungan Sampel Per Lingkungan di Kelurahan
Tangkahan Kecamatan Medan
Labuhan... 28
Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Kelurahan Tangkahan Berdasarkan
Agama ... 33
Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Kelurahan Tangkahan Berdasarkan
Pekerjaan ... 34
Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Kelurahan Tangkahan Berdasarkan
Suku ... 34
Tabel 4.4 Distribusi Responden Menurut Umur di Kelurahan Tangkahan
Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009 ... 35
Tabel 4.5 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun
2009 ... 35
Tabel 4.6. Distribusi Anak Balita Menurut Umur di Kelurahan
Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009... 36
Tabel 4.7 Distribusi Anak Balita Menurut Jenis Kelamin di Kelurahan
Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009... 36
Tabel 4.8 Distribusi Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Indeks BB/U di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun
2009... 37
Tabel 4.9 Distribusi Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Umur Menurut Indeks BB/U di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan
Labuhan Tahun 2009... 37
Tabel 4.10 Distribusi Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Indeks TB/U di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun
Tabel 4.11 Distribusi Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Umur Menurut Indeks TB/U di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009... 38
Tabel 4.12 Distribusi Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Indeks BB/TB di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009 ... 39
Tabel 4.13 Distribusi Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Umur Menurut Indeks TB/U di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009 ... 39
Tabel 4.14 Distribusi Tingkat Keparahan ISPA Pada Anak Balita di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009... 40
Tabel 4.15. Distribusi Tingkat Keparahan ISPA Pada Anak Balita Berdasarkan Umur di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009... 40
Tabel 4.16. Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA Pada Anak Balita di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009 ... 41
Tabel 4.17. Distribusi Frekunsi Kejadian ISPA Pada Anak Balita Berdasarkan Umur di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009 ... 41
Tabel 4.18. Distribusi Frekunsi Kejadian ISPA Pada Anak Balita Berdasarkan Lama Menderita ISPA di Kelurahan Tangkahan Kecamatan
Medan Labuhan Tahun 2009 ... 42
Tabel 4.19. Distribusi Hubungan Tingkat Keparahan ISPA dengan Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Indeks BB/U di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009 ... 43
Tabel 4.20. Distribusi Hubungan Tingkat Keparahan ISPA dengan Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Indeks TB/U di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009 ... 44
Tabel 4.22. Distribusi Hubungan Frekuensi Kejadian ISPA dengan Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Indeks BB/U di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009 ... 46
Tabel 4.23. Distribusi Hubungan Frekuensi Kejadian ISPA dengan Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Indeks TB/U di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009 ... 47
DAFTAR GAMBAR
ABSTRAK
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit terbanyak yang diderita oleh balita, baik di negara berkembang maupun di negara maju. ISPA merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian pada balita. Depertemen Kesehatan melaporkan kunjungan balita penderita ISPA ke sarana pelayanan kesehatan sebesar 40%-60% di Puskesmas dan 15%-20% di Rumah Sakit.
Untuk mengetahui hubungan tingkat keparahan ISPA dengan status gizi pada anak balita di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan tahun 2009, dilakukan penelitian deskriftif analitik dengan disain cross-sectional dilanjutkan dengan uji statistik chi square. Populasi adalah seluruh balita di Kelurahan Tangkahan yaitu sebanyak 284 orang dengan sampel 74 orang. Data karakteristik responden dan balita diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner. Kemudian, data ISPA diperoleh dari pemeriksaan napas cepat dan gejala-gejala ISPA yang dilakukan oleh petugas Puskesmas.
Hasil penilitian menunjukkan status gizi anak balita menurut indeks BB/U dan BB/TB berada dalam status gizi normal tetapi menurut indeks TB/U anak balita lebih banyak mempunyai tinggi badan yang pendek. Anak balita paling banyak menderita ISPA sedang dan frekuensi kejadian ISPA paling banyak satu kali dalam satu bulan terakhir. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat keparahan, lama menderita dan frekuensi kejadian ISPA dengan status gizi pada anak balita berdasarkan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB.
ISPA merupakan penyakit yang banyak diderita balita dan dapat berakibat pada kematian. Hendaknya orang tua terutama ibu membawa anaknya berobat jika menderita ISPA. Pemerintah juga hendaknya memperhatikan polusi udara yang ditimbulkan industri-industri di wilayah kawasan industri medan karena polusi udara sangat mempengaruhi kesehatan warga terutama balita yang bertempat tinggal disekitar wilayah industri tersebut.
ABSTRACT
The Acute Respiratory Infection (ARI) is a disease effecting mostly infants, either in industrial or developed countries. ARI is a main cause of morbidity and mortality in infants. Departementof health reported that the visit of infants with ARI to facility of health service was 40%-60% in public health service center and 15%-20% in hospitals.
To know the correlation of ARI severity to nutritional status of infants in Kelurahan Tangkahan, subdistrict of Medan Labuhan 2009, an analytic and descriptive research of cross sectional design has been conducted and continued with chi square statistical test. The population of research was all infants in Kelurahan Tangkahan, 284 individuals, and 74 of them have been choosen as sample. The data of respondents and infants characteristic were collected by interview using questionnaire. Then, data of ARI get from exspress respiratory check and symptoms of ARI conducted by the public health service center profesionals.
The result af research indicated that the nutritional status of infants according to BW/A and BW/BH indices was in normal status, but according to BH/A index, there was more infants with shorther stature. Most of infants suffered from medium ARI and frecuency of ARI occurence was once in last month. It could be concluded, that there was no significant correlation between severity, duration and frequency of ARI occurance with nutritional status of infants based on BW/A, BH/A and BW/BH indices.
ARI mostly effected the infants and it could be fatal. It is recommended that mother take their infants with ARI to health service for treatment. And government should pay a serious attention on air pollution caused by the industrial activities because the air pollution largely effects the community health dwelling around the industrial areas.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit terbanyak
yang diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di negara maju.
Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab
kesakitan dan kematian pada bayi dan balita. Berdasarkan hasil Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SKDI) 2002-2003 dikatakan bahwa Angka Kematian Balita
(AKBA) di Indonesia sekitar 35/1000 kelahiran hidup. Untuk itu dalam Millenium
Development Goals (MDG) telah dicanangkan komitmen global bidang kesehatan
yang akan menurunkan 2/3 kematian balita pada rentang waktu antara tahun
1990-2015.
Infeksi saluran pernapasan akut khususnya pneumonia banyak menyebabkan
kematian pada balita. Berdasarkan Bryce et al (2005), proportional mortality rate
(PMR) balita karena pneumonia di dunia adalah sebesar 26%. Kemudian berdasarkan
WHO (2005) dalam Depkes RI (2005) dikatakan bahwa PMR karena pneumonia
untuk regional Asia Tenggara 2000-2003 adalah sebesar 19% .
Episode batuk pilek pada balita yang menderita ISPA di Indonesia
diperkirakan sebesar 3 sampai 6 kali pertahun, berarti seorang balita rata-rata
mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali pertahun, sehingga sebagian
besar kunjungan balita ke sarana pelayanan kesehatan merupakan kunjungan
penderita ISPA yaitu sebesar 40%-60% di Puskesmas dan 15%-20% di Rumah Sakit
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan
bahwa PMR bayi akibat ISPA adalah sebesar 28% dan PMR balita akibat ISPA
adalah sebesar 25%. Dan berdasarkan Survei Kesehatan Nasional 2001 menunjukkan
bahwa PMR bayi akibat ISPA adalah sebesar 23,9% di Jawa-Bali, 15,8% di Sumatera
dan 42,6% di Kawasan Timur Indonesia. Sementara itu, PMR balita akibat ISPA
adalah sebesar 16,7% di Jawa-Bali, 29,1% di Sumatera dan 30,3% di Kawasan Timur
Indonesia (Depkes RI, 2005).
Hasil survei Program P2 ISPA di 12 propinsi di Indonesia (Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Nusa
Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat) pada tahun 1993 diketahui bahwa jumlah
angka kesakitan tertinggi karena ISPA, yaitu 2,9 per 1000 balita. Selama kurun waktu
2000-2002, jumlah kasus ISPA terlihat berflutuasi. Pada tahun 2000 terdapat 479.283
kasus (30,1%), tahun 2001 menjadi 620.147 kasus (22,6%) dan pada tahun 2002
menjadi 532.742 kasus (22,1%) (Depkes RI, 2002).
Beberapa faktor yang berkaitan dengan tingginya angka insiden ISPA antara
lain status gizi balita. Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor risiko penting
yang mempermudah terjadinya ISPA, hal ini berkaitan dengan ketahanan tubuh
balita. Selain itu kejadian ISPA juga dipengaruhi oleh kualitas udara. Perubahan
kualitas udara umumnya disebabkan oleh adanya polusi yaitu masuknya bahan
pencemar dalam jumlah tertentu yang dapat menyebabkan perubahan komponen
sirkulasi udara (ventilasi) dan asap yang terjadi di dapur-dapur tradisional ketika
memasak (Aditama, 1992).
Beberapa faktor yang berkaitan dengan tingginya insiden ISPA antara lain
adalah status gizi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa diantara faktor resiko
terjadinya ISPA, status gizi merupakan faktor yang paling berhubungan. Berdasarkan
penelitian Kartasasmita (1993), diketahui bahwa prevalensi ISPA cendrung lebih
tinggi pada anak dengan status gizi buruk.
Status gizi merupakan faktor resiko yang paling berpengaruh dalam kejadian
ISPA pada balita. Status gizi yang buruk akan lebih mudah terserang ISPA dan balita
yang menderita ISPA dapat menyebabkan balita mengalami gangguan status gizi
akibat gangguan metabolisme tubuh. Tingkat keparahan ISPA sangat mempengaruhi
terjadinya gangguan status gizi pada balita, semakin parah ISPA yang diderita balita
maka akan dapat mengakibatkan status gizi yang buruk pada balita dan sebaliknya
balita yang mengalami gizi buruk maka ISPA yang diderita akan semakin parah.
Data yang diperoleh dari Puskesmas Pembantu di Kelurahan Tangkahan
Kecamatan Medan Labuhan bahwa jumlah kunjungan balita penderita ISPA pada
bulan Januari 2008 sebanyak 34 balita, bulan Februari 2008 sebanyak 20 balita, bulan
Maret 2008 sebanyak 32 balita, bulan April 2008 sebanyak 36 balita, bulan Mei 2008
sebanyak 15 balita, bulan Juni 2008 sebanyak 39 balita, bulan Juli 2008 sebanyak 27
balita dan bulan Agustus 2008 sebanyak 38 balita.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui hubungan tingkat keparahan ISPA dengan status gizi
1.2. Perumusan Masalah
Sesuai latar belakang yang telah dikemukakan, salah satu faktor resiko yang
sangat berhubungan dengan kejadian ISPA adalah status gizi. Untuk itu perlu
diketahui apakah ada hubungan tingkat keparahan ISPA dengan status gizi pada balita
di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat keparahan ISPA dengan status gizi pada
balita di Kelurahan Tangkahan Kecamtan Medan Labuhan Tahun 2009.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Tangkahan
Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009.
b. Untuk mengetahui status gizi balita di Kelurahan Tangkahan Kecamatan
Medan Labuhan Tahun 2009.
c. Untuk mengetahui hubungan frekuensi kejadian ISPA dengan status gizi pada
1.4. Manfaat Penelitian
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk masukan dalam rangka
meningkatkan upaya-upaya pencegahan ISPA pada balita khususnya di
wilayah Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan.
b. Sebagai bahan informasi dan bahan masukan bagi petugas Puskesmas di
Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan tentang kejadian ISPA
dan status gizi pada balita sehingga berguna dalam peningkatan pelayanan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ISPA
2.1.1. Defenisi ISPA
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernapasan akut yang diadopsi
dari acute respiratory infection (ARI). Istilah ini mulai diperkenalkan tahun 1984
dalam lokakarya nasional ISPA di Cipanas (Depkes RI, 1998).
Istilah ISPA mengandung tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernapasan dan
akut. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia
dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Adapun saluran
pernapasan adalah organ dimulai dari hidung sampai alveoli beserta organ adneksa
seperti sinus-sinus, rongga telinga, dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang
berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses
akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses
ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. Dengan demikian ISPA secara anatomis
mencakup saluran pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ
adneksanya saluran pernapasan (Depkes RI, 2002).
Mikroorganisme yang dapat menyebabkan ISPA ada lebih dari 300 jenis,
terdiri atas golongan bakteri, virus, riketsia dan jamur (Depkes RI, 2002). Di
negara-negara berkembang umumnya kuman penyebab ISPA adalah streptokokus
2.1.2. Penularan ISPA
Pada umumnya ISPA termasuk kedalam penyakit menular yang ditularkan
melalui udara. Sumber penularan adalah penderita ISPA yang menyebarkan kuman
ke udara pada saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet. Inhalasi merupakan cara
terpenting masuknya kuman penyebab ISPA kedalam saluran pernapasan yaitu
bersama udara yang dihirup, disamping itu terdapat juga cara penularan langsung
yaitu melalui percikan droplet yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin dan
berbicara kepada orang di sekitar penderita, trasmisi langsung dapat juga melalui
ciuman, memegang/menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran
pernapasan penderita (Azwar, 1985).
2.1.3. Tanda dan Gejala Klinis ISPA
Penyakit ISPA meliputi hidung, telinga, tenggorokan (pharinx), trachea,
bronchioli dan paru. Tanda dan gejala penyakit ISPA pada anak dapat menimbulkan
bermacam-macam tanda dan gejala seperti batuk, kesulitan bernapas, sakit
tenggorokan, pilek, demam dan sakit telinga (Depkes RI, 1993).
Sebagian besar dari gejala saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti
batuk dan pilek tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Namun sebagian
anak akan menderita radang paru (pneumonia) bila infeksi paru ini tidak diobati
Tanda dan gejala ISPA dibagi menjadi dua yaitu golongan umur 2 bulan
sampai 5 tahun dan golongan umur kurang dari 2 bulan (Depkes RI, 1993).
1. Tanda dan gejala ISPA untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun
a. Pneumonia berat, bila disertai napas sesak yaitu ada tarikan dinding dada
bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa
anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis/meronta).
b. Pneumonia, bila disertai napas cepat, batas napas cepat adalah untuk umur 2
bulan sampai < 12 bulan sama dengan 50 kali permenit atau lebih, untuk umur
1-5 tahun sama dengan 40 kali permenit atau lebih.
c. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa), bila tidak ditemukan tarikan dinding
dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.
2. Tanda dan gejala ISPA untuk golongan umur kurang dari 2 bulan
a. Pneumonia berat, bila disertai tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah
atau napas cepat. Atas napas cepat untuk golongan umur kurang dari 2 bulan
yaitu 60 kali permenit atau lebih.
b. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa), bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat
dinding dada bagia bawah atau napas cepat.
2.1.4. Klasifikasi ISPA
Berdasarkan lokasi anatomik (WHO, 2002);
a. Infeksi Saluran Pernafasan Akut bagian Atas (ISPaA), yaitu infeksi yang
menyerang hidung sampai epiglotis, misalnya rhinitis akut, faringitis akut,
b. Infeksi Saluran Pernafasan Akut bagian Bawah (ISPbA). Dinamakan sesuai
dengan organ saluran pernafasan mulai dari bagian bawah epiglotis sampai
alveoli paru misalnya trakhetis, bronkhitis akut, pneumoni dan sebagainya.
Infeksi Saluran Pernapasan bawah Akut (ISPbA) dikelompokkan dalam dua
kelompok umur yaitu (1) pneumonia pada anak umur 2 bulan hingga 5 tahun dan
(2) pneumonia pada bayi muda yang berumur kurang dari dua bulan.
a.Pneumonia pada anak umur 2 bulan hingga 5 tahun
Klasifikasi pneumonia pada anak umur 2 bulan hingga 5 tahun dengan gejala
klinisnya terdiri dari:
a.1. Pneumonia sangat berat, batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan
sinusitis sental, tidak dapat minum, adanya tarikan dinding dada.
a.2. Pneumonia berat, batuk atau kesulitan bernapas, tarikan dinding dada tanpa
disertai sianosis dan dapat minum.
a.3. Pneumonia, batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa penarikan
dinding dada.
a.4. Bukan pneumonia, batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau
penarikan dinding dada.
b. Pneumonia pada bayi muda yang berumur kurang dari 2 bulan
Klasifikasi pneumonia pada bayi muda yang berumur kurang dari 2 bulan
terdiri dari:
b.1. Pneumonia berat. Pada kelompok umur ini gambaran klinis pneumonia, sepsis
dan meningitis dapat disertai gejala klinis pernapasan yang tidak spesifik untuk
satu dari tiga infeksi serius tersebut, yaitu: berhenti menyusu, kejang, rasa
kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun, stidor pada anak yang tenang, mengi
(wheezing), demam ( 0
38 C) atau suhu tubuh yang rendah (dibawah 0 5 , 35 C),
pernapasan cepat, penarikan dinding dada, sianosis sentral, serangan apnea,
distensi abdomen dan abdomen tegang.
b.2. Bukan pneumonia. Jika bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali permenit
dan tidak terdapat tanda pneumonia.
2.1.5. Tingkat Keparahan ISPA
Pembagian tingkat keparahan ISPA didasarkan atas gejala-gejala klinis yang
timbul (WHO, 2002). Adapun pembagiannya sebagai berikut:
1. ISPA ringan
ISPA ringan ditandai dengan gejala-gejala:
1. Batuk
2. Pilek dengan atau tanpa demam
2. ISPA sedang
ISPA sedang ditandai dengan gejala-gejala:
1. Batuk
2. Pilek dengan atau tanpa demam
3. Pernapasan cepat
- Umur <1 tahun : 50 kali per menit atau lebih
- Umur 1-5 tahun : 40 kali per menit
5. Sakit atau keluar cairan dari telinga
6. Bercak kemerahan (campak)
3. ISPA berat
ISPA berat ditandai dengan gejala-gejala:
1. Batuk
2. Pilek dengan atau tanpa demam
3. Pernapasan cepat
- Umur <1 tahun : 50 kali per menit atau lebih
- Umur 1-5 tahun : 40 kali per menit
4. Wheezing (mengi) yaitu napas bersuara
5. Sakit atau keluar cairan dari telinga
6. Bercak kemerahan (campak)
7. Penarikan dinding dada
8. Kesadaran menurun
9. Bibir/kulit pucat kebiruan
2.1.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi ISPA 1. Umur
Prevalensi infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah (pneumonia) lebih
tinggi pada umur yang lebih muda. Ini terlihat dari hasil SDKI tahun 1997 yang
menunjukkan prevalensi pneumonia paling tinggi terdapat pada kelompok umur 6-11
bulan yaitu 12% (Djaja, 2000).
Hasil penelitian Kartasasmita di Cikutra (1993) didapatkan bahwa insiden dan
lamanya anak menderita ISPA menurun dengan bertambahnya umur.
2. Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil SDKI tahun 1997 menunjukkan adanya perbedaan
prevalensi 2 minggu pada balita dengan batuk dan napas cepat (yang merupakan ciri
khas pneumonia) antara anak laki-laki dengan perempuan, dimana prevalensi untuk
anak laki-laki adalah 9,4% sedangkan untuk anak perempuan 8,5% (Depkes RI,
1997).
Ada kecendrungan anak laki-laki lebih sering terserang infeksi dari pada anak
perempuan, tetapi belum diketahui faktor yang mempengaruhinya (Soetjiningsih,
1995).
3. Status Imunisasi
Telah diketahui secara teoritis, bahwa imunisasi adalah cara untuk
menimbulkan kekebalan terhadap berbagai penyakit (Kresno, 2000). Dari penelitian
yang dilakukan oleh Dewi dan Sebodo (1996), didapatkan proporsi kasus balita
4. Status ASI Eksklusif
Penelitian-penelitian yang dilakukan pada sepuluh tahun terakhir ini
menunjukkan bahwa ASI kaya akan faktor antibodi cairan tubuh untuk melawan
infeksi bakteri dan virus. Penelitian di Negara-negara sedang berkembang
menunjukkan menunjukkan bahwa ASI melindungi bayi terhadap infeksi saluran
pernapasan berat (Djaja, 2000).
Jika produksi ASI cukup, pertumbuhan bayi umur 4-5 bulan pertama akan
memuaskan, pada umur 5-6 bulan berat badan bayi menjadi 2 kali lipat dari pada
berat badan lahir, maka sampai umur 4-5 bulan tidak perlu memberi makanan
tambahan pada bayi tersebut (Pudjiadi, 2000).
Lemahnya koordinasi menelan pada bayi umur dibawah 4 bulan dapat
menimbulkan aspirasi kedalam saluran pernapasan menjadi pemicu untuk terjadinya
infeksi saluran pernapasan (Ngastiyah, 1997).
5. Berat Badan Lahir
Berat badan lahir rendah ditetapkan sebagai suatu berat lahir yang kurang dari
2500 gram. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) akan meningkatkan
resiko kesakitan dan kematian bayi karena bayi rentan terhadap kondisi-kondisi
infeksi saluran pernapasan bagian bawah (Ngastiyah, 1997).
Menurut Sulistyowati dalam Djaja (2000) bayi dengan berat badan lahir
rendah mempunyai angka kematian lebih tinggi dari pada bayi berat badan lebih dari
2500 gram saat lahir selama satu tahun pertama kehidupannya. Pneumonia adalah
penyebab terbesar kematian akibat infeksi pada bayi yang baru lahir dengan berat
6. Pencemaran Udara Dalam Lingkungan
Pencemaran udara di dalam rumah selain berasal dari luar ruangan dapat pula
berasal dari sumber polutan di dalam rumah terutama aktivitas penghuninya antara
lain, penggunaan biomassa untuk memasak maupun pemanas ruangan, asap dari
sumber penerangan yang menggunakan bahan bakar, asap rokok, penggunaan obat
anti nyamuk, pelarut organik yang mudah menguap (formaldehid) yang banyak
dipakai pada peralatan perabot rumah tangga dan sebagainya (Mukono, 1997).
Menurut soesanto (2000) yang dikutip dari Samsuddin (2000), rumah dengan
bahan bakar minyak tanah baik untuk memasak maupun sumber penerangan
memberikan resiko terkena ISPA pada balita 3,8 kali lebih besar dibandingkan
dengan bahan bakar gas.
Asap rokok dalam rumah juga merupakan penyebab utama terjadinya
pencemaran udara dalam ruangan. Hasil penelitian yang dilakukan Charles (1996),
menyebutkan bahwa asap rokok dari orang yang merokok dalam rumah serta
pemakaian obat nyamuk bakar juga merupakan resiko yang bermakna terhadap
terjadinya penyakit ISPA.
Penggunaan obat anti nyamuk bakar sebagai alat untuk menghindari gigitan
nyamuk dapat menyebabkan gangguan saluran pernapasan karena hasilnya asap dan
bau yang tidak sedap. Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak
mekanisme pertahanan paru-paru sehingga mempermudah timbulnya gangguan
pernapasan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Indra Chahaya pemakaian obat
Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernapasan dapat
menyebabkan terjadinya:
a.1. Iritasi pada saluran pernapasan, hal ini dapat menyebabkan pergerakan silia
menjadi lambat , bahkan berhenti, sehingga mekanisme pembersihan saluran
pernapasan menjadi terganggu
a.2. Peningkatan produksi lendir akibat iritasi bahan pencemar
a.3. Produksi lendir dapat menyebapkan penyempitan saluran pernapasan
a.4. Rusaknya sel pembunuh bakteri saluran pernapasan
a.5. Pembengkakan saluran pernapasan dan merangsang pertumbuhan sel sehingga
saluran pernapasan menjadi menyempit
a.6. Lepasnya silia dan lapisan sel selaput lendir
Akibat hal tersebut di atas maka menyebabkan terjadinya kesulitan bernapas,
sehingga benda asing termasuk Mikroorganisme tidak dapat dikeluarkan dari saluran
pernapasan dan hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernapasan
(Soewasti, 2000).
7. Ventilasi
Ventilasi adalah suatu usaha untuk menyediakan udara segar, mencegah
akumulasi gas beracun dan mikroorganisme, memelihara temperatur dan kelembaban
optimum terhadap udara di dalam ruangan. Ventilasi yang baik akan memberikan
Penelitian yang dilakukan oleh Soewasti (2000) membuktikan bahwa ventilasi
berhubungan dengan kejadian ISPA. Penderita ISPA banyak di temukan pada
masyarakat yang mempunyai Ventilasi rumah dengan perhawaan paling kecil
(0-0,99 m).
8. Kepadatan Hunian
Kepadatan hunian dapat mempengaruhi kualitas udara di dalam rumah,
dimana semakin banyak jumlah penghuni maka akan semakin cepat udara di dalam
rumah akan mengalami pencemaran. Hal ini sesuai dengan penelitian Achmadi
(1990) yang dikutip oleh Chahaya (2005), bahwa rumah yang padat sering kali
menimbulkan gangguan pernapasan terutama pada anak-anak dan pengaruh lain pada
anak-anak adalah mereka menekan tumbuh kembang mentalnya. Menurut hasil
penelitian Hidayati (2003) yang di kutip oleh Agustama (2005) menunjukkan bahwa
dengan kepadatan rumah yang tidak memenuhi syarat terhadap terjadinya ISPA pada
balita sebesar 68% dimana jika terjadi kepadatan dalam hunian kamar akan
menyebabkan efek negatif terhadap kesehatan fisik, mental maupun moril. Rumah
dengan penghuni kamar yang padat akan memudahkan terjadinya penularan penyakit
2.2. Status Gizi
2.2.1. Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah tingkat keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat
gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologik akibat dari
tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh (Supariasa, 2002), sedangkan menurut
Soekirman (2000), status gizi adalah keadaan kesehatan fisik seseorang atau
sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari
ukuran-ukuran gizi tertentu.
2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
Status gizi seorang anak pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor
sebagai berikut (Soekirman, 2000):
a. Penyebab Langsung, yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin
diderita anak. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering
diserang penyakit infeksi dapat berpengaruh terhadap status gizinya. Begitu juga
sebaliknya anak yang makananya tidak cukup baik, daya tahan tubuhnya pasti
lemah dan akhirnya mempengaruhi status gizinya.
b. Penyebab tidak langsung, yang terdiri dari:
a. Ketahanan pangan di keluarga, terkait dengan ketersediaan pangan (baik dari
hasil produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain), harga pangan dan
b. Pola pengasuhan anak, berupa sikap dan perilaku Ibu atau pengasuh lain
dalam hal pendekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat,
kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan
dengan keadaan Ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi,
pendidikan umum, pengetahuan tentang pengasuhan yang baik, peran dalam
keluarga atau di masyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan
keluarga dan masyarakat dan sebagainya dari si Ibu atau Pegasuh anak.
c. Akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih dan
pelayanan kesehatan yang baik seperti imunisasi, pemeriksaan kehamilan,
pertolongan persalinan, penimbangan anak, pendidikan kesehatan dan gizi
serta sarana kesehatan yang baik seperi posyandu, puskesmas, praktek bidan
dan dokter dan rumah sakit. Makin tersedia air bersih yang cukup untuk
keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana
kesehatan, ditambah dengan pemahaman Ibu tentang kesehatan, makin kecil
resiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi.
2.2.3. Penilaian Status Gizi
Untuk mengetahui pertumbuhan anak, secara praktis dilakukan pengukuran
tinggi badan dan berat badan anak secara teratur. Ada beberapa cara menilai status
gizi, yaitu dengan pengukuran antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik yang
disebut dengan penilaian status gizi secara langsung. Pengukuran status gizi anak
berdasarkan kriteria antropometri adalah jenis pengukuran yang paling sederhana dan
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi yang dapat dilakukan terhadap Berat Badan (BB), Tinggi Badan (TB) dan
lingkaran bagian-bagian tubuh serta tebal lemak di bawah kulit (Supariasa, 2002).
Sampai saat ini, ada beberapa kegiatan penilaian status gizi yang dilakukan,
yaitu kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG), kegiatan bulan penimbangan, dan
dalam kegiatan penelitian. Jenis pengukuran yang paling sering dilakukan adalah
antropometri, karena mudah, prosedurnya sederhana dan dapat dilakukan berulang
serta cukup peka untuk mengetahui adanya perubahan pertumbuhan tertentu pada
anak balita.
Cara pengukuran dengan antropometri dilakukan dengan mengukur beberapa
parameter, antara lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar
kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. Kombinasi
antara beberapa parameter disebut indeks antropometri. Indeks antropometri yang
umum digunakan dalam menilai status gizi adalah Berat Badan menurut Umur
(BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan berat badan menurut Tinggi
Badan (BB/TB).
Pilihan indeks antropometri tergantung pada tujuan penilaian status gizi.
Indeks BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena
mudah berubah namun tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh
umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indeks TB/U menggambarkan status gizi
masa lalu karena dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan
bertambahnya umur. Pertambahan tinggi badan atau panjang badan relatif kurang
terhadap pertumbuhan tinggi badan baru terlihat dalm waktu yang cukup lama.
Sedangkan indeks BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat
ini, dapat dikategorikan sebagai kurus atau wasted, merupakan pengukuran
antropometri yang terbaik (Soekirman, 2000).
Untuk menilai status gizi balita ada beberapa kategori status gizi menurut
indikator yang digunakan dan batas-batasnya, seperti pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.1. Kategori Status Gizi Berdasarkan Indikator yang Digunakan
Indikator Status Gizi Keterangan
Berat Badan menurut Umur (BB/U) Gizi Lebih Gizi Baik
Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Normal Pendek
-2 SD sampai +2 SD <-2 SD
Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)
2.3. Hubungan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dengan Status Gizi pada Balita
Status gizi bayi yang baru lahir dapat ditentukan dengan melihat berat badan
pada saat dilahirkan. Angka kejadian berat badan lahir rendah di suatu masyarakat
dianggap sebagai indikator status kesehatan masyarakat. Hal itu dikarenakan eratnya
hubungan berat badan lahir rendah dengan angka kematian dan kesakitan bayi, selain
itu juga berhubungan dengan kejadian gizi kurang dikemudian hari yaitu pada saat
Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi anak adalah makanan dan
penyakit infeksi yang mungkin diderita oleh anak. Anak yang mendapat makanan
baik tetapi sering diserang penyakit infeksi dapat berpengaruh terhadap status
gizinya. Begitu juga sebaliknya anak yang makanannya tidak cukup baik, daya tahan
tubuhnya pasti lemah dan akhirnya mempengaruhi status gizinya (Soekirman, 2000).
Infeksi bisa berhubungan dengan status gizi melalui beberapa cara, yaitu
mempengaruhi nafsu makan, dapat juga menyebabkan kehilangan bahan makanan
karena diare dan muntah-muntah atau mempengaruhi metabolisme makanan
(Alisjahbana, 1985).
ISPA merupakan proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli) yang biasanya disebabkan oleh invasi kuman bakteri, yang ditandai oleh
gejala klinis batuk, disertai adanya napas cepat ataupun tarikan dinding dada ke
bagian bawah ke dalam (Depkes RI, 2002).
Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk
terjadinya ISPA. Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai cukup
kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap penyakit infeksi. Jika keadaan gizi
menjadi buruk maka reaksi kekebalan tubuh akan menurun yang berarti kemampuan
tubuh mempertahankan diri terhadap serangan infeksi menjadi turun. Oleh karena itu,
setiap bentuk gangguan gizi sekalipun dengan gejala defisiensi yang ringan
merupakan pertanda awal dari terganggunya kekebalan tubuh terhadap penyakit
infeksi. Penelitian yang dilakukan di berbagai negara menunjukkan bahwa kematian
Gizi yang buruk mengakibatkan terjadinya gangguan terhadap produksi zat
antibodi di dalam tubuh. Penurunan zat antibodi akan mengakibatkan mudahnya bibit
penyakit masuk ke dalam dinding usus. Dinding usus dapat mengalami kemunduran
dan dapat juga mengganggu produksi berbagai enzim untuk pencernaan makanan.
Makanan tidak dapat dicerna dengan baik berarti penyerapan zat gizi akan mengalami
gangguan, sehingga dapat memperburuk keadaan gizi (Moehji, 1988).
Gizi yang buruk akan mempermudah balita terserang ISPA. Beberapa
penelitian telah membuktikan tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi
paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia. Menurut
Kartasasmita (1993), diketahui bahwa prevalensi ISPA cendrung lebih tinggi pada
anak dengan status gizi kurang. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
malnutrisi merupakan faktor resiko penting untuk ISPA.
Sementara itu berdasarkan penelitian Dewi dan Sebodo (1996) didapat
proporsi kasus balita penderita ISPA terbanyak terdapat pada anak dengan gizi
kurang/buruk (41,03%). Status gizi kurang/buruk pada anak balita mempunyai resiko
pneumonia 2,5 kali lebih besar dibanding dengan anak yang bergizi baik/normal.
Menurut penelitian Muluki (2003), diketahui bahwa status gizi merupakan
faktor resiko yang sangat berpengaruh terhadap kejadian ISPA dibandingkan faktor
resiko status imunisasi, status ASI eksklusif dan berat badan lahir rendah.
Balita yang mengalami gizi buruk lebih mudah terserang penyakit.
Berdasarkan penelitian Susie (2001), infeksi saluran pernapasan akut merupakan
Adanya infeksi seperti ISPA pada balita akan mengakibatkan terjadinya
penghancuran jaringan tubuh, baik oleh bibit-bibit penyakit itu sendiri maupun
penghancuran untuk memperoleh protein yang diperlukan untuk pertahanan tubuh.
Dengan kata lain, penyakit infeksi akan memperburuk taraf gizi. Akan tetapi
sebaliknya taraf gizi yang buruk akibat infeksi itu akan memperlemah kemampuan
anak untuk melawan infeksi. Karena keadaan gizi yang buruk, maka kuman-kuman
yang sebenarnya tidak berbahaya dalam keadaan gizi baik tetapi dapat membawa
akibat yang fatal berupa kematian (Moehji, 1988).
Penyakit infeksi saluran pernapasan akut yang menyerang balita yang
menderita gizi buruk dapat mengakibatkan kematian. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa balita yang mengalami gizi yang buruk yang terserang ISPA
2.4. Kerangka Konsep Penelitian
TINGKAT KEPARAHAN
ISPA
STATUS GIZI
BALITA
Frekuensi kejadian ISPA
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Tingkat Keparahan
ISPA dengan Status Gizi pada Balita
Status gizi merupakan faktor resiko yang paling berpengaruh dalam kejadian
ISPA pada balita. Status gizi yang buruk akan lebih mudah terserang ISPA dan balita
yang menderita ISPA dapat menyebabkan balita mengalami gangguan status gizi
akibat gangguan metabolisme tubuh sehingga daya tahan tubuh balita menurun.
Tingkat keparahan ISPA sangat mempengaruhi terjadinya gangguan status gizi pada
balita, semakin parah ISPA yang diderita balita maka akan dapat mengakibatkan
status gizi yang buruk pada balita dan sebaliknya balita yang mengalami gizi buruk
2.5. Hipotesis Penelitian
a. Ada hubungan tingkat keparahan ISPA dengan status gizi pada balita di
Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan.
b. Ada hubungan frekuensi kejadian ISPA dengan status gizi pada balita di
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif analitik yaitu menggambarkan hubungan
kejadian ISPA dengan status gizi pada balita. Disain yang dipakai adalah studi potong
lintang (cross-sectional).
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan.
Penentuan lokasi dilakukan secara purposif, artinya penentuan daerah penelitian
berdasarkan pertimbangan masih tingginya jumlah kasus ISPA pada balita di
kelurahan tersebut yaitu jumlah kunjungan balita penderita ISPA pada bulan Januari
2008 sampai bulan Agustus 2008 berjumlah 241 orang berdasarkan data yang
diperoleh dari Puskesmas Pembantu Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan
Labuhan.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2008 sampai dengan bulan
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita di Kelurahan Tangkahan
Kecamatan Medan Labuhan. Jumlah populasi pada saat penelitian adalah sebanyak
284 orang.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah sebagian populasi yang dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut (Notoatmodjo, 2005):
N n =
1+N (d2)
Keterangan :
N : Besar populasi =284
n : Jumlah sampel
d : Tingkat kepercayaan yang diinginkan = 0,1
Sehingga :
284 n =
1+284 (0,12)
284 n=
3,84
Berdasarkan perhitungan tersebut maka besar sampel dalam penelitian ini
sebanyak 74 orang. Penentuan jumlah sampel tiap lingkungan dilakukan perhitungan
secara proporsional dengan ketentuan :
Jumlah balita per lingkungan
Jumlah sampel per lingkungan = x n
Populasi
Tabel 3.1. Perhitungan Sampel Per Lingkungan di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan
Data primer diperoleh dengan wawancara dengan menggunakan kuesioner
pada Ibu yang mempunyai anak balita, meliputi:
a. Karakteristik responden (umur dan pendidikan)
b. Karakteristik anak (umur, tanggal lahir dan jenis kelamin)
c. Data berat badan dan tinggi badan anak balita diperoleh dengan melakukan
d. Data penyakit ISPA diperoleh dari wawancara langsung pada responden dan
pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas medis dari Puskesmas Tangkahan
Kecamatan Medan Labuhan serta menghitung jumlah napas balita per menit.
3.4.2. Data Sekunder
Meliputi gambaran umum wilayah dan data keluarga yang mempunyai anak
balita di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan diperoleh dari Kantor
Lurah dan Puskesmas setempat.
3.5. Defenisi Operasional
1. Tingkat keparahan ISPA adalah derajat penyakit infeksi saluran Pernapasan yang
diderita balita meliputi infeksi saluran pernapasan hidung, telinga, tenggorokan
diklasifikasikan berdasarkan gejala- gejala yang diderita oleh balita dan dibagi
menjadi ISPA ringan, ISPA sedang dan ISPA berat.
2. Status gizi adalah keadaan gizi balita yang ditentukan dengan melakukan
pengukuran antropometri berat badan menurut umur kemudian diinterpretasikan
dengan standar WHO-NCHS dengan menggunakan indikator BB/U, TB/U dan
BB/TB. Berat badan dan tinggi badan balita yang diambil adalah berat badan dan
tinggi badan yang diukur pada saat penelitian.
3. Frekuensi kejadian ISPA adalah berapa kali balita mengalami ISPA dalam satu
3.6. Aspek Pengukuran
1. Status gizi diukur dengan menggunakan indikator Berat Badan menurut Umur
(BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dan Berat Badan menurut Umur
(BB/TB) kemudian diinterpretasikan berdasarkan standar WHO-NCHS.
a. Indeks BB/U
- Gizi lebih : bila nilai Z-Score >+2 SD
- Gizi baik : bila nilai Z-Score terletak antara -2 SD Z +2 SD
- Gizi kurang : bila nilai Z-Score terletak antara -3 SD Z<-2 SD
- Gizi buruk : bila nilai Z-Score <-3 SD
b. Indeks TB/U
- Normal : -2 SD sampai +2 SD
- Pendek : <-2 SD
c. Indeks BB/TB
- Gemuk : >+2 SD
- Normal : -2 SD sampai +2 SD
- Kurus : <-2 SD sampai -3 SD
- Kurus Sekali : <-3 SD
2. Tingkat keparahan ISPA yaitu derajat penyakit ISPA yang diderita balita
berdasarkan gejala-gejala yang diderita oleh balita yang dibagi menjadi:
3. ISPA ringan yaitu ditandai dengan gejala-gejala: Batuk dan Pilek dengan atau
4. ISPA sedang yaitu ditandai dengan gejala-gejala:
1.Batuk
2.Pilek dengan atau tanpa demam
3.Pernapasan cepat
- Umur <1 tahun : 50 kali per menit atau lebih
- Umur 1-5 tahun : 40 kali per menit
d. Wheezing (mengi) yaitu napas bersuara
e. Sakit atau keluar cairan dari telinga
f. Bercak kemerahan (campak)
3. ISPA berat yaitu itandai dengan gejala-gejala:
a. Batuk
b.Pilek dengan atau tanpa demam
c. Pernapasan cepat
- Umur <1 tahun : 50 kali per menit atau lebih
- Umur 1-5 tahun : 40 kali per menit
d. Wheezing (mengi) yaitu napas bersuara
e. Sakit atau keluar cairan dari telinga
f. Bercak kemerahan (campak)
g. Penarikan dinding dada
h. Kesadaran menurun
i. Bibir/kulit pucat kebiruan
3. Frekuensi kejadian ISPA yaitu angka yang menyatakan berapa kali menderita sakit
dalam satu bulan terakhir, yang dikategorikan menjadi:
1 kali
2 kali
3 kali
>3 kali
3.7. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data diawali dengan proses editing untuk mengecek kelengkapan
data, tabulating untuk mempermudah pengolahan dan analisa data pengambilan
kesimpulan maka data ditabulasikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Data
yang sudah terkumpul, diolah dan kemudian dianalisa secara deskriptif, kemudian
dilanjutkan dengan menggunakan uji statistik Chi Square untuk mengetahui
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan
Kelurahan Tangkahan merupakan salah satu kelurahan di kecamatan Medan
Labuhan dengan luas wilayah 660,5 Ha. Adapun batas-batas wilayah kelurahan ini
adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kelurahan Sei Mati Kec. Medan Labuhan
Sebelah Selatan : KIM II Kec. Medan Labuhan
Sebelah Barat : Kelurahan Besar Kec. Medan Labuhan
Sebelah Timur : Kelurahan Pematang Johor Kec. Labuhan Deli
Jumlah penduduk Kelurahan Tangkahan sebanyak 11.641 jiwa.
Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Kelurahan Tangkahan Berdasarkan Agama
No Agama n %
1 Islam 8011 68,8
2 Kristen Protestan 2221 19,1
3 Katolik 1409 12,1
Jumlah 11641 100,0
Sumber: Profil Kelurahan Tangkahan Kec. Medan Labuhan Tahun 2008
Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa penduduk Kelurahan Tangkahan
Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Kelurahan Tangkahan Berdasarkan Pekerjaan
No Pekerjaan n %
1 PNS/TNI/POLRI 185 1,6
2 Wiraswasta 3817 32,8
3 Buruh 2508 21,5
4 Petani 35 0,3
5 Tidak Bekerja 5096 43,8
Jumlah 11641 100,0
Sumber: Profil Kelurahan Tangkahan Kec. Medan Labuhan Tahun 2008
Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Kelurahan
Tangkahan berwiraswasta, yaitu sebanyak 3817 jiwa (32,8%).
Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Kelurahan Tangkahan Berdasarkan Suku
No Suku n %
1 Jawa 6070 52,1
2 Batak Toba 2808 24,1
3 Mandailing 1500 12,9
4 Nias 75 0,7
5 Aceh 120 1,0
6 Melayu/Banjar 1068 9,2
Jumlah 11641 100,0
Sumber: Profil Kelurahan Tangkahan Kec. Medan Labuhan Tahun 2008
Berdasarkan tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk
4.2. Karakteristik Responden
Karakteristik responden dapat dilihat dengan menggunakan kuesioner melalui
wawancara yang meliputi umur dan tingkat pendidikan ibu. Hal ini dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 4.4 Distribusi Responden Menurut Umur di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009
Dari tabel 4.4. dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut umur yang
terbanyak adalah kelompok umur 25-30 tahun yaitu sebanyak 35 responden (47,3%)
dan yang paling sedikit adalah kelompok umur <25 tahun yaitu sebanyak 5 responden
(6,8%).
Tabel 4.5 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009
No Tingkat Pendidikan n %
Dari tabel 4.5. dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut tingkat
pendidikan yang terbanyak adalah SD yaitu sebanyak 33 responden (44,6%) dan yang
4.3. Karakteristik Anak Balita
Karakteristik anak balita dapat dilihat dengan menggunakan kuesioner melalui
wawancara kepada ibu yang meliputi umur anak balita, jenis kelamin dan status gizi
menurut indeks BB/U, TB/U dan BB/TB. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.6 Distribusi Anak Balita Menurut Umur di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009
No Umur (Bulan) n %
1 12-24 34 45,9
2 25-36 23 31,1
3 37-48 11 14,9
4 49-60 6 8,1
Jumlah 74 100,0
Berdasarkan tabel 4.6. di atas menunjukkan bahwa distribusi anak balita
menurut umur yang terbanyak adalah kelompok umur 12–24 bulan yaitu sebanyak 34
balita (45,9%) dan yang paling sedikit adalah kelompok umur 49-60 bulan yaitu
sebanyak 6 balita (8,1%).
Tabel 4.7 Distribusi Anak Balita Menurut Jenis Kelamin di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009
No Jenis Kelamin n %
1 Laki-laki 35 47,3
2 Perempuan 39 52,7
Jumlah 74 100,0
Dari tabel 4.7. dapat diketahui bahwa distribusi anak balita menurut jenis
kelamin yang terbanyak adalah perempuan yaitu sebanyak 39 balita (52,7%) dan
Tabel 4.8 Distribusi Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Indeks BB/U di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009
No Status Gizi Menurut BB/U n %
1 Baik 51 68,9
2 Kurang 23 31,1
Jumlah 74 100,0
Dari tabel 4.8. dapat diketahui bahwa distribusi status gizi anak balita menurut
indeks BB/U yang terbanyak adalah status gizi baik yaitu sebanyak 51 balita (68,9%)
dan status gizi kurang yaitu sebanyak 23 balita (31,1%).
Tabel 4.9 Distribusi Status Gizi (BB/U) Anak Balita Berdasarkan Umur di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009
Indeks BB/U
Berdasarkan tabel 4.9 di atas menunjukkkan bahwa anak balita pada
kelompok umur 12-24 bulan yang paling banyak adalah dengan status gizi baik yaitu
sebanyak 23 balita (67,6%). Anak balita pada kelompok umur 25-36 bulan yang
paling banyak adalah status gizi baik yaitu sebanyak 14 balita (60,9%). Anak balita
pada kelompok umur 37-48 bulan yang paling banyak adalah status gizi baik yaitu
sebanyak 9 balita (81,8%). Anak balita pada kelompok umur 49-60 bulan yang paling
Tabel 4.10 Distribusi Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Indeks TB/U di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009
No Status Gizi Menurut TB/U n %
1 Normal 21 28,4
2 Pendek 53 71,6
Jumlah 74 100,0
Dari tabel 4.10. dapat diketahui bahwa distribusi status gizi anak balita
menurut indeks TB/U yang terbanyak adalah dengan tinggi badan yang pendek yaitu
sebanyak 53 balita (71,6%) dan tinggi badan yang normal yaitu sebanyak 21 balita
(28,4%).
Tabel 4.11 Distribusi Status Gizi (TB/U) Anak Balita Berdasarkan Umur di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009
Indeks TB/U
Tabel 4.11 di atas menunjukkan bahwa anak balita pada kelompok umur
12-24 bulan yang paling banyak adalah dengan tinggi badan yang normal yaitu sebanyak
26 balita (76,5%). Anak balita pada kelompok umur 25-36 bulan yang paling banyak
adalah dengan tinggi badan yang normal yaitu sebanyak 17 balita (73,9%). Anak
balita pada kelompok umur 37-48 bulan yang paling banyak adalah dengan tinggi
badan yang pendek yaitu sebanyak 6 balita (54,5%). Anak balita pada kelompok
umur 49-60 bulan yang paling banyak adalah dengan tinggi badan yang normal yaitu
Tabel 4.12 Distribusi Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Indeks BB/TB di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009
No Status Gizi Menurut BB/TB n %
1 Gemuk 16 21,6
menurut indeks BB/TB yang terbanyak adalah normal yaitu sebanyak 54 balita (73%)
dan yang paling sedikit adalah kurus dan kurus sekali sebanyak 2 balita (2,7%).
Tabel 4.13 Distribusi Status Gizi (BB/TB) Anak Balita Berdasarkan Umur di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009
Indeks BB/TB
Tabel 4.13 di atas menunjukkan bahwa anak balita pada kelompok umur
12-24 bulan yang paling banyak adalah normal yaitu sebanyak 25 balita (73,5%). Anak
balita pada kelompok umur 25-36 bulan yang paling banyak adalah normal yaitu
sebanyak 18 balita (78,3%). Anak balita pada kelompok umur 37-48 bulan yang
paling banyak adalah normal yaitu sebanyak 6 balita (54,5%). Anak balita pada
kelompok umur 49-60 bulan yang paling banyak adalah normal yaitu sebanyak 5
4.4 Gambaran Kejadian ISPA
Tabel 4.14 Distribusi Tingkat Keparahan ISPA Pada Anak Balita di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009
No Tingkat Keparahan ISPA n %
1 Ringan 9 12,2
2 Sedang 57 77,0
3 Berat 8 10,8
Jumlah 74 100,0
Dari tabel 4.14 dapat diketahui bahwa distribusi tingkat keparahan ISPA pada
anak balita yang terbanyak adalah ISPA sedang yaitu sebanyak 57 balita (77%) dan
yang paling sedikit adalah anak balita dengan ISPA berat yaitu sebanyak 8 balita
(10,8%).
Tabel 4.15 Distribusi Tingkat Keparahan ISPA Pada Anak Balita Berdasarkan Umur di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009
Tabel 4.15 di atas menunjukkan bahwa anak balita pada kelompok umur
12-24 bulan paling banyak menderita ISPA sedang yaitu sebanyak 28 balita (82,4%).
Anak balita pada kelompok umur 25-36 bulan paling banyak menderita ISPA sedang
yaitu sebanyak 17 balita (74%). Anak balita pada kelompok umur 37-48 bulan paling
banyak menderita ISPA sedang yaitu sebanyak 8 balita (72,7%). Anak balita pada
kelompok umur 49-60 bulan paling banyak menderita ISPA sedang yaitu sebanyak 4
Tabel 4.16 Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA Pada Anak Balita di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009
No Frekuensi Kejadian ISPA n %
1 1 kali 45 60,8
2 2 kali 25 33,8
3 3 kali 3 4,0
4 Lebih dari 3 kali 1 1,4
Jumlah 74 100,0
Berdasarkan tabel 4.16 di atas menunjukkan bahwa distribusi frekuensi
kejadian ISPA pada anak balita yang paling banyak 1 kali dalam satu bulan yaitu
sebanyak 45 balita (60,8%) dan yang paling sedikit lebih dari 3 kali dalam satu bulan
yaitu sebanyak 1 balita (1,4%).
Tabel 4.17 Distribusi Frekunsi Kejadian ISPA Pada Anak Balita Berdasarkan Umur di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009
Frekuensi Kejadian ISPA
1 Kali 2 Kali 3 Kali Lebih dari
3 Kali
Dari tabel 4.17 dapat diketahui bahwa anak balita pada kelompok umur 12-24
bulan paling banyak menderita ISPA sebanyak 1kali dalam satu bulan yaitu sebanyak
22 balita (64,7%). Anak balita pada kelompok umur 25-36 bulan paling banyak
menderita ISPA sebanyak 1kali dalam satu bulan yaitu sebanyak 12 balita (52,2%).
Anak balita pada kelompok umur 37-48 bulan paling banyak menderita ISPA
kelompok umur 49-60 bulan paling banyak menderita ISPA 1 kali dalam satu bulan
yaitu sebanyak 4 balita (66,6%).
4.5 Hubungan Tingkat Keparahan ISPA dengan Status Gizi pada Anak Balita Tabel 4.18 Distribusi Hubungan Tingkat Keparahan ISPA dengan Status Gizi
Anak Balita Berdasarkan Indeks BB/U di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009
Indeks BB/U
Baik Kurang
Total
No Tingkat
Keparahan
ISPA n % n % n %
ρ
1 Ringan 8 88,9 1 11,1 9 100,0
2 Sedang 40 70,2 17 29,8 57 100,0
3 Berat 3 37,5 5 62,5 8 100,0
0,067
Dari tabel 4.18 dapat diketahui bahwa dari 9 balita yang ISPA Ringan
terdapat 8 balita (88,9%) dengan status gizi baik dan 1 balita (11,1%) dengan status
gizi kurang, dari 57 balita yang ISPA Sedang terdapat 40 balita (70,2%) dengan
status gizi baik dan 17 balita (29,8%) dengan status gizi kurang, dari 8 balita yang
ISPA Berat terdapat 3 balita (37,5%) dengan status gizi baik dan 5 balita (62,5%)
dengan status gizi kurang.
Berdasarkan analisa statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh