• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perilaku Stakeholders Tingkat Desa tentang Pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli SerdangTahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Perilaku Stakeholders Tingkat Desa tentang Pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli SerdangTahun 2013"

Copied!
217
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERILAKU STAKEHOLDERS TINGKAT DESA TENTANG PENGEMBANGAN DESA SIAGA AKTIF

DIKABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2013

TESIS

Oleh

NENTI MANURUNG 117032195/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE ANALYSIS OF THE BEHAVIOR OF VILLAGE-LEVEL STAKEHOLDERS ON THE DEVELOPMENT OF ACTIVE

STANDBY VILLAGE IN DELI SERDANG DISTRICT IN 2013

THESIS BY

NENTI MANURUNG 117032195/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ANALISIS PERILAKU STAKEHOLDERS TINGKAT DESA TENTANG PENGEMBANGAN DESA SIAGA AKTIF

DIKABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NENTI MANURUNG 117032195/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : ANALISIS PERILAKU STAKEHOLDERS

TINGKAT DESA TENTANG

PENGEMBANGAN DESA SIAGA AKTIF DI KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2013 Nama Mahasiswa : Nenti Manurung

Nomor Induk Mahasiswa : 117032195

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D) (Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

Telahdiuji

padaTanggal :16 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : 1. Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D Anggota : 1. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes

(6)

PERNYATAAN

ANALISIS PERILAKUSTAKEHOLDERS TINGKAT DESA TENTANG PENGEMBANGAN DESA SIAGA AKTIF

DI KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 16 Juli 2013

(7)

ABSTRAK

Desa siaga aktif adalah bentuk pengembangan dari desa siaga yang telah dimulai sejak tahun 2006. Desa siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat dengan memanfaatkan potensi setempat secara gotong royong menuju desa sehat.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) stakeholders tingkat desa terhadap pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013. Jenis penelitian menggunakan survei observasional dengan pendekatan potong lintang. Populasi adalah pemangku kepentingan (stakeholders) tingkat desa yang terdiri dari Kepala Desa, Ketua Tim Penggerak PKK tingkat desa, Ketua LKMD, Tokoh Masyarakat, Bidan Penanggung Jawab Desa dan Ketua Kader Posyandu di Kabupaten Deli Serdang. Sampel berjumlah 24 desa yang terpilih diambil tiap desa 6 stakeholder sehingga jumlah sampel sebanyak 144 orang dengan teknik systematic random sampling. Analisis data dengan Chi Square dan Regresi Logistik Berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang pengembangan desa siaga aktif dengan berkembang 43,8% dan tidak berkembang 56,3%. Ada pengaruh pengetahuan, sikap dan tindakan (p.<0,05) terhadap pengembangan desa siaga aktif di Kabupaten Deli Serdang. Variabel yang paling berpengaruh terhadap pengembangan desa siaga aktif adalah tindakan dengan nilai koefisien B = 2,886.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang agar melibatkan semua unsur yang terkait dengan pembiayaan kesehatan termasuk di dalamnya kecukupan dana, mekanisme pengelolaan dana, kemampuan sumber daya manusia, dan pengawasan untuk program pengembangan desa siaga aktif yang berkesinambungan.

(8)

ABSTRACT

Active standby village is a form of the standby village development which has been began since 2006. Standby village is the description of the community that is aware, willing and able to prevent and to overcome various threats against the community health by utilizing local potentials together leading to have a healthy village.

The purpose of this study was to analyze the behavior (knowledge, attitude and action) of village-level stakeholderson the development of active standby village in Deli Serdang District in 2013. The population of this observational survey study with cross-sectional approach was the village-level stakeholders consisting of Heads of Villages, Village-Level PKK (Family Welfare Education) Motivator Team Leaders, Chairmans of LKMD (Village Community Resillience Institution), Public Figures, Village Midwives in Charge, and Heads of Posyandu (Integrated Service Post) Cadres in Deli Serdang District. The samples for this study were 144 stakeholders consisting of 6 stakeholders from each of 24 villages selected through systematic random sampling technique. The data obtained were analyzed through Chi-square test and Multiple Logistic regression tests.

The result of this study showed that 43.8% of the standby village have developed and 56.3% have not developed. The development of active standby villages in Deli Serdang District was influenced by knowledge, attitude and action (p < 0.05). The action was the most influencing variable in the development of active standby village with the value of coefficient B = 2.886.

The management of Deli Serdang District Health Service is suggested to involve all of the elements related to health finance including fund sufficiency, fund management mechanism, human resources ability, and sustainable active standby village development program monitoring.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “Analisis Perilaku Stakeholders Tingkat Desa tentang Pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli SerdangTahun 2013.”

Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan Masyarakat pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis menyadari bahwa proses penulisan tesis ini dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan baik moril maupun material dari banyak pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penuis mengucapkan banyak terima kasih banyak tidak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(10)

4. Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian dalam memberikan bimbingan, arahan, petunjuk hingga selesainya penulisan tesis ini.

5. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku Pembimbing Kedua yang telah meluangkan waktu dan memberi motivasi, bimbingan, dorongan, saran dan perhatian hingga selesainya penulisan tesis ini.

6. Drs. Amru Nasution, M.Kes dan dr. Surya Dharma, M.P.H, selaku Tim Pembanding yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan guna penyempurnaan tesis ini.

7. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang yang telah memberikan izin penelitian sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

9. Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada orang tua Ayahanda

A. Manurung dan Ibunda Alm. TD. Sirait serta semua keluarga besar yang telah memberikan dorongan moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan ini.

(11)

11. Seluruh teman-teman mahasiswa S2 Ilmu kesehatan masyarakat khususnya minat studi Kesehatan Reproduksi yang telah banyak memberi dukungan baik dalam suka maupun duka selama menjalani perkuliahan serta masukan, saran dan kritik untuk kesempurnaan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih dan kiranya Tuhan memberkati kita semua, semoga semakin hari semakin indah berkat dan karuniaNya bagi kita. Amin.

Medan, Juli 2013 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Nenti Manurung, lahir pada tanggal 11 Agustus 1974 di Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara, beragama Kristen Protestan, bertempat tinggal di jalan Tanom No. 10 Desa Tumpatan Nibung Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang. Penulis merupakan anak pasangan dari Adelin Manurung dan Alm. Tio Dame Sirait. Anak kedua dari enam bersaudara.

Jenjang pendidikan formal penulis dimulai dari SD Negeri No. 010112 di Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge (1986), SMP swasta Yayasan Perguruan Umum Sentosa di Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge (1989), Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) Depkes RI di Pematang Siantar (1992), Program Pendidikan Bidan (D-I) di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan (1993), Diploma III Kebidanan Politeknik Kesehatan Medan (2009), Program Studi D-IV Bidan Pendidik di STIKES Helvetia Medan (2010) dantahun 2011-2013 penulis menempuh pendidikan lanjutan di Program studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 LatarBelakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 12

1.3 TujuanPenelitian ... 13

1.4 Hipotesis ... 13

1.5 ManfaatPenelitian ... 13

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 14

2.1 KonsepDasarDesadanKelurahanSiagaAktif ... 14

2.1.1 PengertianDesadanKelurahanSiagaAktif ... 14

2.1.2 KomponenDesadanKelurahanSiagaAktif ... 14

2.1.3 TujuanDesadanKelurahanSiagaAktif ... 15

2.1.4 ManfaatDesadanKelurahanSiagaAktif ... 16

2.1.5 KriteriaDesadanKelurahanSiagaAktif ... 17

2.1.6 PentahapanDesadanKelurahanSiagaAktif f ... 18

2.1.7 PenyelenggaraanPengembanganDesadanKelurahanSiagaAktif 19

2.1.8 KegiatandalamPengembanganDesadanKelurahanSiagaAktif 23 2.1.9 IndikatorKeberhasilanDesaSiaga ... 28

2.2 PerilakuKesehatan ... 29

2.2.1 PengertianPerilakuKesehatan ... 29

2.2.2 Pengetahuan (Knowledge) ... 31

2.2.3 Sikap (Attitude) ... 37

2.2.4 TindakanatauPraktik (Practice) ... 42

2.3 Stakeholders ... 43

2.3.1 Pengertian Stakeholders (Pemangku Kepentingan) ... 43

(14)

2.3.3 Peran Pelaku Perubahan dalam Upaya Pemberdayaan

Masyarakat... 46

2.4 Landasan Teori ... 47

2.5 Kerangka Konsep ... 50

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 51

3.1JenisPenelitian ... 51

3.2LokasidanWaktuPenelitian ... 51

3.2.1 LokasiPenelitian ... 51

3.2.2 WaktuPenelitian ... 51

3.3PopulasidanSampel ... 52

3.3.1 Populasi ... 52

3.3.2 Sampel ... 52

3.4MetodePengumpulan Data ... 55

3.4.1 Pengumpulan Data... ... 55

3.4.2 Validitas dan Reliabilitas... ... 56

3.5VariabeldanDefinisiOperasional ... 61

3.5.1 Variabel ... 61

3.5.2 Definisi Operasional ... 61

3.6MetodePengukuran ... 63

3.6.1 PengukuranVariabelDependen ... 63

3.6.2 Pengukuran Variabel Independen ... 63

3.6.3 Pengukuran Variabel Confounding ... 65

3.7MetodeAnalisis Data ... 67

3.7.1 Analisis Univariat ... 67

3.7.2 Analisis Bivariat... 67

3.7.3 Analisis Multivariat ... 68

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 70

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 70

4.1.1 Keadaan Geografis ... 70

4.1.2 Kependudukan ... 70

4.1.3 Sarana Kesehatan ... 73

4.1.4 Pelaksanaan Kegiatan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 ... 74

4.2 Analisis Univariat ... 75

4.2.1 Pengembangan Desa Siaga Aktif Tingkat Desa ... 75

4.2.2 Pengetahuan Stakeholders Tingkat Desa tentang Pengembangan Desa Siaga Aktif ... 77

4.2.3 SikapStakeholders Tingkat Desa tentang Pengembangan Desa Siaga Aktif ... 80

(15)

4.2.5 UmurStakeholders Tingkat Desa tentang

Pengembangan Desa Siaga Aktif ... 85

4.2.6 PendidikanStakeholders Tingkat Desa tentang Pengembangan Desa Siaga Aktif ... 86

4.2.7 Sarana/PrasaranaStakeholders Tingkat Desa tentang Pengembangan Desa Siaga Aktif ... 86

4.2.8 Paparan InformasiStakeholders Tingkat Desa tentang Pengembangan Desa Siaga Aktif ... 88

4.3Analisis Bivariat ... 89

4.3.1 Hubungan Pengetahuan Stakeholders Tingkat Desa dengan Pengembangan Desa Siaga Aktif ... 90

4.3.2 Hubungan SikapStakeholders Tingkat Desa dengan Pengembangan Desa Siaga Aktif... ... 91

4.3.3 Hubungan Tindakan Stakeholders Tingkat Desa dengan Pengembangan Desa Siaga Aktif ... 91

4.4Hubungan Variabel Confounding dengan Pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 ... 92

4.5Hubungan Antar Variabel Independen Utama dan Confounding ... 95

4.6 Analisis Multivariat ... 95

4.7 Pemeriksaan Interaksi ... 98

4.8 Pemeriksaan Confounding ... 98

4.9Model Regresi Logistik ... 99

BAB 5. PEMBAHASAN ... 101

5.1 Pengaruh Pengetahuan Stakeholders Tingkat Desa terhadap Pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013... 101

5.2 Pengaruh Sikap Stakeholders Tingkat Desa terhadap Pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013... 105

5.3 Pengaruh Tindakan Stakeholders Tingkat Desa terhadap Pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013... 109

5.4 Pengaruh Paparan InformasiStakeholders Tingkat Desa terhadap Pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli SerdangTahun 2013 ... 111

5.5 Keterbatasan Penelitian ... 113

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 115

6.1 Kesimpulan ... 115

6.2 Saran ... 116

(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1 Pentahapan Desa atau Kelurahan Siaga Aktif ... 18

3.1 Distribusi Perhitungan Besar Sampel Penelitian di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013... 54

3.2 HasilUjiValiditasdanReliabilitasVariabelPengetahuan ... 57

3.3 HasilUjiValiditasdanReliabilitasVariabel Sikap ... 58

3.4 HasilUjiValiditasdanReliabilitasVariabel Tindakan ... 58

3.5 HasilUjiValiditasdanReliabilitasVariabel Sarana/Prasarana ... 59

3.6 HasilUjiValiditasdanReliabilitasVariabel Paparan Informasi ... 60

3.7 HasilUjiValiditasdanReliabilitasVariabel Pengembangan DesaSiaga Aktif ... 60

3.8 Metode Pengukuran Variabel Penelitian ... 66

4.1 Luas Wilayah, Jumlah Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011 ... 71

4.2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Rasio Beban Tanggungan, Ratio Jenis Kelamin dan Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011 ... 72

4.3 Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan Menurut Kepemilikan di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011 ... 73

4.4 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Variabel Pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli serdang Tahun 2013 ... 75

(17)

4.6 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Variabel Pengetahuan di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 ... 77 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan di Kabupaten

Deli Serdang Tahun 2013 ... 80 4.8 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Variabel Sikap di Kabupaten

Deli Serdang Tahun 2013 ... 81 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap di Kabupaten Deli

serdang Tahun 2013 ... 82 4.10 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Variabel Tindakan di

Kabupaten deli Serdang Tahun 2013 ... 83 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Tindakan di Kabupaten Deli

Serdang Tahun 2013... 85 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Umur di Kabupaten Deli

Serdang Tahun 2013... 86 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pendidikan di Kabupaten

Deli Serdang Tahun 2013 ... 86 4.14 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Variabel Sarana/Prasarana di

Kabupaten Deli serdang Tahun 2013 ... 87 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sarana/Prasarana di

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 ... 88 4.16 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Variabel Paparan Informasi di

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 ... 88 4.17 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Paparan Informasi di

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 ... 89 4.18 Tabulasi Silang Hubungan Pengetahuan dengan Pengembangan Desa

Siaga Aktif di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 ... 90 4.19 Tabulasi Silang Hubungan Sikap dengan Pengembangan Desa Siaga

(18)

4.20 Tabulasi Silang Hubungan Tindakan dengan Pengembangan Desa Siaga

Aktif di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 ... 92

4.21 Tabulasi Silang Hubungan Variabel Confounding dengan Pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 ... 94

4.22 Hubungan Antar Variabel Independen Utama dan Confounding ... 95

4.23 Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi Logistik Ganda ... 96

4.24 Pemeriksaan Interaksi... 98

(19)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1 Informed Consent ... 120

2 Kuesioner ... 121

3 Data Penelitian ... 130

4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 132

5 Hasil Uji Statistik ... 142

6 Surat Izin Penelitian ... 194

(21)

ABSTRAK

Desa siaga aktif adalah bentuk pengembangan dari desa siaga yang telah dimulai sejak tahun 2006. Desa siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat dengan memanfaatkan potensi setempat secara gotong royong menuju desa sehat.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) stakeholders tingkat desa terhadap pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013. Jenis penelitian menggunakan survei observasional dengan pendekatan potong lintang. Populasi adalah pemangku kepentingan (stakeholders) tingkat desa yang terdiri dari Kepala Desa, Ketua Tim Penggerak PKK tingkat desa, Ketua LKMD, Tokoh Masyarakat, Bidan Penanggung Jawab Desa dan Ketua Kader Posyandu di Kabupaten Deli Serdang. Sampel berjumlah 24 desa yang terpilih diambil tiap desa 6 stakeholder sehingga jumlah sampel sebanyak 144 orang dengan teknik systematic random sampling. Analisis data dengan Chi Square dan Regresi Logistik Berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang pengembangan desa siaga aktif dengan berkembang 43,8% dan tidak berkembang 56,3%. Ada pengaruh pengetahuan, sikap dan tindakan (p.<0,05) terhadap pengembangan desa siaga aktif di Kabupaten Deli Serdang. Variabel yang paling berpengaruh terhadap pengembangan desa siaga aktif adalah tindakan dengan nilai koefisien B = 2,886.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang agar melibatkan semua unsur yang terkait dengan pembiayaan kesehatan termasuk di dalamnya kecukupan dana, mekanisme pengelolaan dana, kemampuan sumber daya manusia, dan pengawasan untuk program pengembangan desa siaga aktif yang berkesinambungan.

(22)

ABSTRACT

Active standby village is a form of the standby village development which has been began since 2006. Standby village is the description of the community that is aware, willing and able to prevent and to overcome various threats against the community health by utilizing local potentials together leading to have a healthy village.

The purpose of this study was to analyze the behavior (knowledge, attitude and action) of village-level stakeholderson the development of active standby village in Deli Serdang District in 2013. The population of this observational survey study with cross-sectional approach was the village-level stakeholders consisting of Heads of Villages, Village-Level PKK (Family Welfare Education) Motivator Team Leaders, Chairmans of LKMD (Village Community Resillience Institution), Public Figures, Village Midwives in Charge, and Heads of Posyandu (Integrated Service Post) Cadres in Deli Serdang District. The samples for this study were 144 stakeholders consisting of 6 stakeholders from each of 24 villages selected through systematic random sampling technique. The data obtained were analyzed through Chi-square test and Multiple Logistic regression tests.

The result of this study showed that 43.8% of the standby village have developed and 56.3% have not developed. The development of active standby villages in Deli Serdang District was influenced by knowledge, attitude and action (p < 0.05). The action was the most influencing variable in the development of active standby village with the value of coefficient B = 2.886.

The management of Deli Serdang District Health Service is suggested to involve all of the elements related to health finance including fund sufficiency, fund management mechanism, human resources ability, and sustainable active standby village development program monitoring.

(23)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Desa siaga aktif adalah bentuk pengembangan dari desa siaga yang telah dimulai sejak tahun 2006. Desa atau kelurahan siaga aktif adalah desa atau kelurahan yang penduduknya dapat mengakses dengan mudah pelayanan kesehatan dasar yang memberikan pelayanan setiap hari melalui Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) atau sarana kesehatan yang ada di wilayah tersebut seperti Pusat Kesehatan Masyarakat Pembantu (Pustu), Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) atau sarana kesehatan lainnya, penduduk mengembangkan Usaha Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) dan melaksanakan survailans berbasis masyarakat (Kemenkes RI, 2010).

Pengembangan desa siaga merupakan salah satu strategi dalam mewujudkan Indonesia sehat. Desa siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat dengan memanfaatkan potensi setempat secara gotong royong menuju desa sehat (Misnaniarti, 2011).

(24)

Ibu (GSI) yang lebih menonjolkan upaya penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), tahun 2000 pemerintah RI mencanangkan kebijakan Making Pregnancy Safer (MPS) dengan 3 pesan kunci dalam percepatan penurunan AKI dan AKB, kemudian tahun 2006 di canangkan Program Desa Siaga dengan konsep pemberdayaan masyarakat (Depkes RI, 2005).

Pengembangan desa siaga aktif ini telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 564/Menkes/SK/VIII/2006 tanggal 2 Agustus 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Desa Siaga. Dalam pengembangan desa siaga aktif diperlukan langkah-langkah pendekatan edukatif, yaitu upaya mendampingi (memfasilitasi) masyarakat untuk menjalani proses pembelajarannya yang berupa proses pemecahan masalah yang dihadapi melalui Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) sebagai embrio atau titik awal pengembangan desa menuju desa/kelurahan siaga aktif (Misnaniarti, 2011).

Desa atau Kelurahan Siaga Aktif memiliki kriteria dan tingkatan yang perlu dicapai, pentahapan dari Desa Siaga Aktif terdiri dari Pratama, Madya, Purnama dan Mandiri. Semakin tinggi tingkatan Desa Siaga aktif di suatu desa maka semakin tinggi pembangunan kesehatan di wilayah tersebut yang ditunjukkan dengan peningkatan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan kesehatan (Ismawati, 2010).

(25)

(AKI), penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) dan penurunan Angka Kematian Balita (AKABA) serta peningkatan Perilaku Hidup Bersih Sehat dari masyarakat (PHBS). Stakeholders yang memiliki komitmen yang tinggi akan mampu memberdayakan masyarakatnya melalui upaya kesehatan yang bersumberdaya masyarakat. Hal yang dapat dilakukan Stakeholders dalam pengembangan Desa atau Kelurahan Siaga Aktif yaitu mengenal kondisi desa dan kelurahan, identifikasi masalah kesehatan, musyawarah desa atau kelurahan, perencanaan partisipatif, pelaksanaan kegiatan dan pembinaan kelestariannya (Kemenkes RI, 2010).

Menurut Hargono (dalam Paramita, 2007), bahwa dalam mempercepat keberhasilan penurunan angka kematian ibu, bayi dan balita disamping faktor akses dan pelayanan kesehatan, masyarakat dengan segenap potensi dan peran sertanya juga merupakan agenda prioritas. Hal ini sesuai dengan pendapat Adi (2008) bahwa pentingnya Peran Serta Masyarakat (PSM) dalam pembangunan kesehatan telah diakui semua pihak. Hasil uji coba yang dikaji secara statistik membuktikan bahwa PSM amat menentukan keberhasilan, kemandirian dan kesinambungan pembangunan kesehatan.

(26)

pendek jarak kelahiran, dan 3 (tiga) terlambat: terlambat mengambil keputusan mencari pelayanan kesehatan terampil, terlambat tiba di rumah sakit karena masalah transportasi, dan terlambat dalam tindakan medis.

Menurut pendapat para ahli, bahwa konsep peran serta masyarakat mulai diganti oleh konsep pemberdayaan yang diartikan sebagai segala upaya fasilitasi yang bersifat noninstruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan memecahkan masalah dengan memanfaatkan potensi setempat dan fasilitas yang ada (Pratiwi, 2007).

Visi pembangunan nasional tahun 2005-2025 sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 merupakan “Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur”. Untuk mewujudkan visi tersebut ditetapkan 8 (delapan) arah pembangunan jangka panjang, yang salah satunya adalah mewujudkan bangsa yang berdaya saing (Kementerian Dalam Negeri, 2011).

(27)

diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Oleh sebab itu, pembangunan kesehatan dalam kurun waktu lima tahun ke depan (2010-2014) harus diarahkan kepada beberapa hal prioritas (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

Pembangunan pada prinsipnya merupakan upaya mengubah suatu kondisi lain yang tentunya lebih baik. Dalam proses pembangunan apapun, peran aktif masyarakatlah yang menjadi kunci keberhasilan pembangunan, yang biasa diistilahkan dengan partisipasi. Tanpa partisipasi dari masyarakat pembangunan sulit efektif mencapai tujuannya (Adi, 2008).

Partisipasi aktif dan positif dalam konteks pembangunan, khususnya pembangunan kesehatan, tentu tidak terjadi begitu saja. Dalam rangka menumbuhkembangkan partisipasi masyarakat diperlukan pendidikan non formal seperti penyuluhan. Sarana kesehatan menjadi kurang artinya ketika masyarakat tidak berpartisipasi dalam wujud pemanfaatan dan pemeliharaan secara optimal. Partisipasi aktif masyarakat pada gilirannya akan melahirkan kemandirian masyarakat dalam memelihara kesehatannya (Kemenkes RI, 2011).

(28)

masyarakat untuk menjaga kesehatannya secara mandiri, pembangunan kesehatan yang diharapkan tidak akan efektif dalam mencapai sasaran (Yustina, 2007).

Partisipasi masyarakat mutlak diperlukan dalam upaya menekan AKI, AKB dan AKABA, untuk itu masyarakat perlu diberi pemahaman yang menyeluruh tentang apa, mengapa dan bagaimana mereka berpartisipasi sehingga AKI, AKB dan AKABA dapat diturunkan secara signifikan. Sesuai dengan komitmen Indonesia dalam Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di Kairo, maka yang perlu diperhatikan para stakeholders kesehatan masyarakat adalah adanya perubahan paradigma dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan menempatkan manusia sebagai subjek (Yustina, 2007).

Salah satu upaya untuk meningkatkan pertisipasi masyarakat dengan adanya advokasi yang merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh komitmen politik, dukungan kebijakan, penerimaan sosial dan dukungan sistem dari pembuat keputusan atau pembuat kebijakan terhadap program kesehatan yang bertujuan untuk mendorong dikeluarkannya kebijakan-kebijakan publik sehingga dapat mendukung atau menguntungkan kesehatan (Notoatmodjo, 2010).

(29)

Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat merupakan salah satu penanda keberhasilan proses program pengembangan desa siaga aktif yang berguna untuk memberdayakan masyarakat dan memberi kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (Kurniawan, 2007).

Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup.

Pemerintah Indonesia bersama 188 negara lainnya pada bulan September tahun 2000 sepakat menandatangani Deklarasi Milenium Persatuan Bangsa-Bangsa yang menghasilkan sekumpulan tujuan yang disebut Millenium Develompment Goals

(30)

kesehatan ibu dengan target mengurangi sampai tiga per empat rasio perempuan yang meninggal karena melahirkan pada tahun 2015 (Mariati, 2011).

Seluruh negara di dunia memberi perhatian yang cukup besar terhadap Angka Kematian Ibu (AKI), sehingga menempatkannya diantara delapan tujuan Millennium Development Goals (MDGs) yang harus dicapai sebelum tahun 2015. Komitmen yang ditandatangani 189 negara pada September 2000 itu, pada prinsipnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan manusia (Yustina, 2007).

Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia pada tahun 1990 adalah 400 per 100.000 kelahiran hidup, turun menjadi 260 pada tahun 2008. Angka tertinggi terdapat di Afrika Sub Sahara (640), diikuti Asia Selatan (290), dibandingkan dengan Amerika Latin dan Karibia (85), Amerika Utara (23) dan di Eropa (10). Di Asia Tenggara AKI rata-rata 164, yang tertinggi adalah Republik Rakyat Demokratik Laos (580), Timor Leste (370) dan Kamboja (290), dan negara yang kematian ibu relative rendah yaitu Malaysia (31), Brunei Darussalam (21) dan (9) Singapura (Childinfo, 2012).

(31)

adalah 102. Pencapaian target MDGs akan dapat terwujud hanya jika dilakukan upaya yang lebih intensif untuk mempercepat laju penurunannya (Bappenas, 2010).

Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi indikator pembangunan di sektor kesehatan. Angka kematian ibu di Indonesia, ternyata masih tergolong tinggi. Berdasarkan hasil Survei Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2010, diketahui bahwa AKI di Indonesia sebesar 214 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu untuk lingkup di wilayah Jawa Tengah tahun 2010 dilaporkan AKI sebesar 104 per 100.000 kelahiran hidup. Namun ada beberapa wilayah di Jawa Tengah yang mengalami peningkatan kasus AKI salah satunya Kabupaten Demak. Tercatat kasus AKI meningkat dalam 2 tahun terakhir yaitu pada tahun 2010 sebesar 98,98 per 100.000 kelahiran hidup, dan tahun 2011 sebesar 121,89 per 100.000 kelahiran hidup (Dwijayanti, 2013).

Penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (30%), eklamsia (25%), partus lama (5%), komplikasi aborsi (8%), dan infeksi (12%). Resiko kematian meningkat bila ibu menderita anemia, kekurangan energi kronik dan penyakit menular. Kematian ibu karena hamil dan melahirkan juga merupakan akibat dari adanya ”empat terlalu” yaitu terlalu muda (usia kurang dari 20 tahun), terlalu tua (usia lebih dari 35 tahun), terlalu banyak/sering hamil dan melahirkan (jumlah anak lebih dari 4 orang), serta terlalu dekat/rapat jarak antar kelahiran dimana jarak antar kehamilan kurang dari 2 tahun (Kemenkes RI, 2012).

(32)

namun ini belum bisa menggambarkan AKI yang sebenarnya di populasi. Berdasarkan hasil survey AKI yang dilaksanakan oleh FKM-USU, AKI Propinsi Sumatera Utara tercatat 268 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010. Bila dibandingkan dengan angka nasional, AKI Sumatera Utara lebih tinggi.

Kriteria Desa Siaga salah satunya adanya Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) dan memiliki minimal satu orang bidan dan dua orang kader. Pada tahun 2010 jumlah poskesdes di Propinsi Sumatera Utara adalah 2.346 unit, angka ini mengalami peningkatan dari tahun 2009 yaitu 2.314 unit. Jumlah desa siaga di Propinsi Sumatera Utara tahun 2010 adalah 4.670 unit, jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2009 yaitu 4.390 unit dan tahun 2008 yaitu 3.227 unit. Namun jumlah desa siaga aktif yaitu hanya 1.967 unit (42,12%) dari total desa siaga yang ada.

Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang tahun 2011, Desa Siaga Aktif sebanyak 318 desa/kelurahan (80,71%) dari 394 desa yang ada di Kabupaten Deli Serdang. Akan tetapi Desa Siaga Aktif tersebut mayoritas masih pada tingkat Pratama yaitu 248 desa (78%), tingkat Madya 70 desa (22%) sedangkan tingkat purnama dan mandiri belum ada, jumlah posyandu di Kabupaten Deli Serdang 1396 dan posyandu yang aktif 663 (47,49%) masih jauh dari target nasional yakni 80 %.

(33)

Kabupaten Deli Serdang adalah salah satu kabupaten di Propinsi Sumatera Utara yang masih menghadapi masalah kesehatan berupa kematian ibu, bayi dan balita. Jumlah kematian ibu di kabupaten yang memiliki jumlah penduduk terbesar (1.790.431 jiwa) di Propinsi Sumatera Utara sampai tahun 2008 terjadi peningkatan kasus yaitu 24 jiwa tahun 2006, 27 jiwa pada tahun 2007, dan 32 jiwa pada tahun 2008. Namun pada tahun 2009-2010 terjadi penurunan jumlah kasus kematian maternal yaitu 21 jiwa dari 40.868 kelahiran hidup pada tahun 2009 dan 20 jiwa dari 36.743 kelahiran hidup pada tahun 2010. Demikian juga tahun 2011 angka kematian ibu tetap 20 dari 37.770 kelahiran hidup dengan penyebab kematian ibu tersebut adalah Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK) 7 orang, perdarahan 6 orang, infeksi 4 orang, emboli air ketuban 1 orang, sakit jantung 1 orang, penyebab lain 1 orang (Dinkes Kab. Deli Serdang, 2012).

(34)

orang, kelainan jantung 15 orang, diare 12 orang, kelainan kongenital 8 orang, demam 8 orang, DBD 1 orang dan sebab lain 28 orang.

Hasil survey pendahuluan di beberapa kecamatan di Kabupaten Deli Serdang diketahui bahwa Forum Kesehatan Desa belum dapat berjalan dengan rutin dan baru bisa diadakan apabila ada proyek kesehatan dari Dinas Kesehatan Deli Serdang. Peran serta masyarakat masih rendah dalam kegiatan pengembangan desa siaga aktif, dimana UKBM yang berjalan hanya posyandu balita, posyandu lansia, tetapi sistem penganggulangan kegawatdaruratan dan penanggulangan bencana seperti kelompok donor darah, ambulan desa dan dana sehat belum ada, sistem surveilan berbasis masyarakat belum maksimal serta Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) masih rendah terutama yang berkaitan dengan tidak merokok dalam rumah.

1.2 Permasalahan

(35)

tingkat desa tentang pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli Serdang tahun 2013.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) stakeholders

tingkat desa terhadap pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013.

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) stakeholders

tingkat desa terhadap pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli Serdang tahun 2013.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang sebagai pertimbangan perumusan kebijakan program Pengembangan Desa Siaga Aktif khususnya yang berkaitan dengan peningkatan perilaku stakeholders tingkat desa.

2. Sebagai masukan untuk stakeholders tingkat desa agar dapat mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukan, dan membuat perencanaan yang lebih tepat guna peningkatan Pengembangan Desa Siaga Aktif.

(36)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Desa dan Kelurahan Siaga Aktif 2.1.1 Pengertian Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

Desa Siaga adalah desa yang memiliki kesiapan sumberdaya dan kemampuan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, terutama bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri (Kemenkes RI, 2010).

Menurut Kemenkes RI, 2011, Desa Siaga Aktif merupakan pengembangan dari Desa Siaga, yaitu Desa atau Kelurahan yang :

1. Penduduk nya dapat mengakses dengan mudah pelayanan kesehatan dasar yang memberikan pelayanan setiap hari melalui Pos Kesahatan Desa atau sarana kesehatan yang ada di wilayah tersebut seperti, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) atau sarana kesehatan lainnya.

2. Memilki Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang melaksanakan upaya survailans berbasis masyarakat (pemantauan penyakit, kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan, dan perilaku), penanggulangan bencana dan kedaruratan kesehatan, serta penyehatan lingkungan.

2.1.2 Komponen Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

Desa atau Kelurahan Siaga Aktif memiliki komponen : 1. Pelayanan kesehatan dasar.

(37)

Survailans berbasis masyarakat, kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana, serta penyehatan lingkungan.

3. Perilaku Hidup Sehat dan Bersih.

2.1.3 Tujuan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Tujuan Umum :

Percepatan terwujudnya masyarakat desa dan kelurahan yang peduli, tanggap, dan mampu mengenali, mencegah serta mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi secara mandiri, sehingga derajat kesehatannya meningkat.

Tujuan Khusus :

1. Mengembangkan kebijakan pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif di setiap tingkat Pemerintahan Desa atau Kelurahan.

2. Meningkatkan komitmen dan kerjasama semua pemangku kepentingan di Desa dan Kelurahan untuk pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

3. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar di desa dan kelurahan.

4. Mengembangkan UKBM dan melaksanakan penanggulangan bencana dan kedaruratan kesehatan, survailans berbasis masyarakat (meliputi pemantauan penyakit, kesehatan ibu, pertumbuhan anak, lingkungan, dan perilaku), serta penyehatan lingkungan.

(38)

6. Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga. 2.1.4 Manfaat Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

Bagi Masyarakat :

1. Mudah mendapat pelayanan kesehatan dasar.

2. Peduli, tanggap dan mampu mengenali, mencegah dan mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi.

3. Tinggal di lingkungan yang sehat. 4. Mampu mempraktikkan PHBS.

Bagi Tokoh Masyarakat/Organisasi Kemasyarakatan :

1. Membantu secara langsung terhadap upaya pemberdayaan dan penggerakan masyarakat di bidang kesehatan.

2. Meningkatkan kepercayaan masyarakat dan citra terhadap figur tokoh masyarakat/organisasi kemasyarakatan.

3. Membantu meningkatkan status kesehatan masyarakat. Bagi Kepala Desa/Kelurahan :

1. Optimalisasi kinerja Kepala Desa/Lurah. 2. Meningkatnya status kesehatan masyarakat.

3. Optimalisasi fungsi fasilitas kesehatan yang ada di wilayah kerjanya sebagai tempat pemberdayaan masyarakat dan pelayanan kesehatan dasar.

(39)

5. Meningkatkan citra diri sebagai kepala pemerintahan Desa/Kelurahan yang aktif mendukung dan mewujudkan kesehatan masyarakat.

2.1.5 Kriteria Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Kriteria Desa dan Kelurahan Siaga Aktif, yaitu :

1. Kepedulian Pemerintahan Desa atau Kelurahan dan pemuka masyarakat terhadap Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang tercermin dari keberadaan dan keaktifan Forum Desa dan Kelurahan.

2. Keberadaan Kader Pemberdayaan Masyarakat/Kader Kesehatan Desa dan Keluraha Siaga Aktif.

3. Keberadaan UKBM dan melaksanakan (a) penanggulangan bencana dan kedaruratan kesehatan, (b) survailans berbasis masyarakat, (c) penyehatan lingkungan.

4. Tercakupnya pendanaan untuk pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif dalam Anggaran Pembangunan Desa atau Kelurahan serta dari masyarakat dan dunia usaha.

5. Peran serta aktif masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dalam kegiatan kesehatan di Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

6. Peraturan di tingkat desa atau kelurahan yang melandasi dan mengatur tentang pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

(40)

2.1.6 Pentahapan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

Atas dasar kriteria Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang telah ditetapkan, maka pentahapan dalam pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif, yaitu : 1. Desa atau Kelurahan Siaga Aktif Pratama

[image:40.612.114.530.334.587.2]

2. Desa atau Kelurahan Siaga Aktif Madya 3. Desa atau Kelurahan Siaga Aktif Purnama 4. Desa atau Kelurahan Siaga Aktif Mandiri

Tabel 2.1. Pentahapan Desa atau Kelurahan Siaga Aktif

Kriteria Desa atau Kelurahan Siaga Aktif

Pratama Madya Purnama Mandiri

1. Forum Desa/ Kelurahan Ada tetapi belum berjalan Berjalan, tetapi belum rutin setiap triwulan Berjalan setiap triwulan Berjalan Setiap bulan

2. KPM/Kader Kesehatan Sudah ada, minimal 2 orang Sudah ada, miinimal 3-5 orang Sudah ada, minimal 6-8 orang

Sudah ada 9 orang atau lebih 3. Kemudahan

Akses Pelayanan Kesehatan Dasar

Ya Ya Ya Ya

(41)

Tabel 2.1. (Lanjutan) 5. Dukungan dana

untuk kegiatan kesehatan di Desa dan Kelurahan: • Pemerintahan desa dan kelurahan • Masyarakat • Duniausaha Sudah ada dana dari pemerintah Desa dan Kelurahan serta belum ada sumber daya lainnya Sudah ada dana dari pemerintah Desa dan Kelurahan serta satu sumber daya lainnya Sudah ada dana dari pemerintah Desa dan Kelurahan serta dua sumber daya lainnya Sudah ada dana dari pemerintah Desa dan Kelurahan serta dua sumber daya lainnya

6. Peran serta Masyarakat dan Organisasi kemasyarakatan Ada peran aktif masyarakat dan tidak ada peran aktif ormas Ada peran aktif masyarakat dan peran aktif satu ormas Ada peran aktif masyarakat dan peran aktif dua ormas Ada peran aktif masyarakat dan peran aktif dua ormas 7. Peraturan Kepala

Desa atau

peraturan Bupati/ Walikota

Belum ada Ada, belum direalisasikan

Ada, sudah direalisasikan

Ada, sudah direalisasikan 8. Pembinaan PHBS

di Rumah Tangga

Pembinaan PHBS kurang dari 20% rumah tangga Pembinaan PHBS minimal 20% rumah tangga Pembinaan PHBS kurang dari 40% rumah tangga Pembinaan PHBS kurang dari 70% rumah tangga

2.1.7 Penyelenggaraan Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

[image:41.612.125.528.139.504.2]
(42)

1. Pengenalan Kondisi Desa atau Kelurahan

Pengenalan kondisi desa atau kelurahan oleh Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM), lembaga kemasyarakatan, dan Perangkat Desa atau Kelurahan dilakukan dengan mengkaji data Profil Desa atau Profil Kelurahan dan hasil analisis situasi perkembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang menggambarkan kriteria Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang sudah dapat dan belum dapat dipenuhi oleh desa atau kelurahan yang bersangkutan.

2. Identifikasi Masalah Kesehatan dan PHBS

Dengan mengkaji Profil/Monografi Desa atau Kelurahan dan hasil analisis situasi kesehatan melalui Survai Mawas Diri (SMD). SMD merupakan pengumpulan data oleh kader, tokoh masyarakat, anggota Forum Desa yang terlatih dengan menggunakan daftar pertanyaan yang sudah disepakati kader dan Forum Desa. Melalui SMD dapat diidentifikasi :

a. Masalah kesehatan dan urutan prioritasnya.

b. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya masalah kesehatan. c. Potensi yang dimilik desa/kelurahan.

(43)

3. Musyawarah Desa dan Kelurahan

a. Musyawarah Desa/Kelurahan dapat dilakukan secara berjenjang dengan terlebih dulu menyelenggarakan Musyawarah Dusun atau Rukun Warga.

b. Musyawarah Desa/Kelurahan bertujuan :

1) Menyosialisasikan tentang adanya masalah kesehatan dan program pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

2) Kesepakatan tentang urutan prioritas masalah.

3) Kesepakatan tentang UKBM yang hendak dibentuk baru atau diaktifkan kembali.

4) Memantapkan data potensi desa atau potensi kelurahan.

5) Menggalang semangat dan partisipasi warga desa atau kelurahan untuk mendukung pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

4. Perencanaan Partisipatif

a. KPM dan lembaga kemasyarakatan mengadakan pertemuan guna menyusun rencana pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif untuk dimasukkan ke dalam Rencana Pembangunan Desa/Kelurahan.

b. Rencana pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif mencakup : 1) UKBM yang akan dibentuk baru atau diaktifkan kembali.

2) Sarana yang akan dibangun baru atau direhabilitasi(misalnya Poskesdes, Polindes, Sarana Air Bersih, Jamban Keluarga, dan lain-lain).

(44)

Hal-hal yang dapat dilaksanakan dengan swadaya masyarakat dan atau bantuan, disatukan dalam dokumen tersendiri. Sedangkan hal-hal yang memerlukan dukungan Pemerintah dimasukkan ke dalam dokumen Musrenbang Desa atau Kelurahan untuk diteruskan ke Musrenbang Kecamatan dan Kabupaten/Kota.

5. Pelaksanaan Kegiatan

a. Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM), Kader Kesehatan dan lembaga kemasyarakatan memulai kegiatan dengan membentuk UKBM-UKBM yang diperlukan, menetapkan kader-kader pelaksananya, melaksanakan kegiatan-kegiatan swadaya atau yang sudah diperoleh dananya dari donatur.

b. Kegiatan tersebut dilaksanakan secara teratur swakelola oleh masyarakat dengan didampingi Perangkat Pemerintahan serta dibantu oleh para KPM dan Fasilitator. Jika dibutuhkan dapat difasilitasi oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan setempat.

c. Pencatatan dan pelaporan kegiatan. 6. Pembinaan Kelestarian

(45)
[image:45.612.126.517.141.406.2]

Gambar 2.1. Siklus Pemecahan Masalah oleh Masyarakat

Sumber : Kemenkes RI, 2011

2.1.8 Kegiatan dalam Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

Sesuai dengan komponen Desa dan Kelurahan Siaga Aktif maka kegiatan yang perlu dilakukan adalah: pelayanan kesehatan dasar, pemberdayaan masyarakat melalui UKBM, dan PHBS.

1. Pelayanan Kesehatan Dasar

Pelayanan kesehatan dasar adalah pelayanan primer, sesuai dengan kewenangan tenaga kesehatan yang bertugas. Pelayanan kesehatan dasar berupa:

a. Pelayanan Kesehatan untuk Ibu Hamil, meliputi:

1. PENGENALAN KONDISI DESA/

KELURAHAN

2. IDENTIFIKASI MASALAH KESEHATAN

3. MUSYAWARAH DESA/ KELURAHAN 6. PEMBINAAN

KELESTARIAN

5. PELAKSANAAN KEGIATAN

4. PERENCANAAN PARTISIPATIF FASILISATOR/

(46)

Pemeriksaan kehamilan dengan menggunakan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil yang kurang gizi, pemberian Tablet Tambah Darah, promosi gizi dan kesehatan reproduksi, penyediaan rumah tunggu (transit), kendaraan yang dapat digunakan untuk membawa pasien dari desa ke Puskesmas dan atau rumah sakit, calon yang bersedia menjadi donor darah, bantuan dana untuk persalinan, dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.

b. Pelayanan Kesehatan untuk Ibu Menyusui, meliputi:

Pemberian Kapsul Vitamin A, makanan tambahan, Tablet Tambah Darah, pelayanan dan perawatan ibu nifas, promosi makanan bergizi selama menyusui, pemberian ASI Ekslusif, perawatan bayi baru lahir, dan pelayanan Keluarga Berencana (KB).

c. Pelayanan Kesehatan untuk Anak, meliputi:

(47)

penyediaan obat, pengobatan penyakit, rujukan penderita ke sarana kesehatan yang lebih kompeten.

d. Pelayanan Survailans (Pengamatan Penyakit), berupa:

Pengamatan dan pemantauan penyakit melalui gejala dan tanda serta keadaan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat, pelaporan secara cepat (kurang dari 24 jam) hasil pemantauan dan pengamatan penyakit kepada petugas dan penanggulangan sederhana penyakit dan masalah kesehatan, pelaporan kematian.

2. Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM)

Pemberdayaan masyarakat terus diupayakan melalui UKBM, yang ada di desa dan kelurahan. UKBM adalah upaya kesehatan yang direncakan, dibentuk, dikelola dari, oleh dan untuk masyarakat dalam upaya mengatasi permasalahan kesehatan daerahnya. Kegiatan difokuskan kepada upaya survailans berbasis masyarakat, kedaruratan kesehatan, dan penanggulangan bencana, serta penyehatan lingkungan. a. Survailans Berbasis Masyarakat

1. Pengertian Survailans Berbasis Masyarakat

(48)

kepada petugas kesehatan untuk respon cepat, (3) Pencegahan dan penanggulangan sederhana penyakit dan masalah kesehatan, serta (4) Pelaporan kematian.

2. Tujuan Survailans Berbasis Masyarakat

Terciptanya sistem kewaspadaan dan kesiagapan dini di masyarakat terhadap kemungkinan terjadinya masalah kesehatan yang mengancam/merugikan masyarakat.

3. Hal-hal yang diamati secara terus menerus

Masyarakat dan kader melakukan pengamatan terhadap masalah kesehatan yang ada di masyarakat sepanjang waktu.

3. Kedaruratan Kesehatan dan Penanggulangan Bencana

Kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana adalah upaya yang dilakukan oleh masyarakat dalam mencegah dan mengatasi bencana dan kedaruratan kesehatan. Kegiatannya berupa :

a. Bimbingan dalam pencarian tempat yang aman untuk mengungsi.

b. Promosi kesehatan dan bimbingan mengatasi masalah kesehatan akibat bencana dan mencegah faktor-faktor penyebab masalah.

c. Bantuan/fasilitas pemenuhan kebutuhan sarana sanitasi dasar (air bersih, jamban, pembuangan sampah/limbah, dan lain-lain) di tempat pengungsian.

(49)

4. Perilaku Hidup Bersih Sehat

Penyehatan lingkungan adalah upaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk menciptakan dan memelihara lingkungan Desa/Kelurahan dan permukiman agar terhindar dari penyakit dan masalah kesehatan. Kegiatan berupa: (1) Promosi tentang pentingnya sanitasi dasar, (2) Bantuan/fasilitas pemenuhan kebutuhan saran sanitasi

dasar (air bersih, jamban, pembuangan sampah dan limbah, dan lain-lain), dan (3) Bantuan/fasilitas upaya pencegahan pencemaran lingkungan.

Indikator Keberhasilan PHBS Rumah Tangga : a. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan. b. Memberi bayi ASI eksklusif.

c. Menimbang balita setiap bulan. d. Menggunakan air bersih

e. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun f. Menggunakan jamban sehat

g. Memberantas jentik di rumah seminggu sekali h. Makan sayur dan buah setiap hari.

(50)

2.1.9 Indikator Keberhasilan Desa Siaga a. Indikator Masukan (Input)

Indikator masukan adalah indikator untuk mengukur seberapa besar masukan telah diberikan dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator masukan terdiri atas :

1. Ada atau tidaknya Forum Masyarakat Desa. 2. Ada atau tidaknya POSKESDES dan sarananya. 3. Ada atau tidaknya tenaga kesehatan (minimal bidan). 4. Ada atau tidaknya UKBM

b. Indikator Proses (Process)

Indikator proses adalah indikator untuk mengukur seberapa aktif upaya yang dilaksanakan di suatu desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator proses terdiri dari :

1. Frekuensi pertemuan Forum Masyarakat Desa 2. Berfungsi atau tidaknya POSKESDES

3. Berfungsi atau tidaknya UKBM

4. Berfungsi atau tidaknya sistem kesiapsiagaan dan penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana.

5. Berfungsi atau tidaknya sistem survailans (pengamatan dan pelaporan)

(51)

c. Indikator Keluaran (Output)

Indikator keluaran adalah indikator untuk mengukur seberapa besar hasil kegiatan yang dicapai di suatu desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga yang terdiri dari :

1. Cakupan pelayanan POSKESDES 2. Cakupan pelayanan UKBM yang ada

3. Jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB yang dilaporkan atau diatasi

4. Cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk KADARZI dan PHBS.

d. Indikator Dampak (Outcome)

Indikator dampak adalah indikator untuk mengukur seberapa besar dampak dari hasil kegiatan di desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga yang terdiri dari : 1. Jumlah yang menderita sakit

2. Jumlah yang menderita gangguan jiwa 3. Jumlah bayi dan balita yang meninggal dunia 4. Jumlah ibu yang meninggal dunia

5. jumlah balita yang gizi buruk

2.2 Perilaku Kesehatan

2.2.1 Pengertian Perilaku Kesehatan

(52)

dan pelayanan kesehatan. Dengan perkataan lain perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skinner ini di sebut teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respon.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat di bedakan menjadi dua :

a. Perilaku Tertutup (Covert Behavior)

Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku Terbuka (Overt Behavior)

(53)

Meskipun perilaku dibedakan antara perilaku tertutup dan perilaku terbuka, tetapi sebenarnya perilaku adalah totalitas yang terjadi pada orang yang bersangkutan. Dengan kata lain, perilaku adalah merupakan keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antar faktor internal dan eksternal tersebut. Menurut Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan perilaku seseorang adalah sangat kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat luas.

2.2.2 Pengetahuan (Knowledge) 1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, telinga, hidung dan sebagainya). Pengetahuan atau kognitif merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2010).

Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu yang merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia. Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung ataupun tidak langsung turut memperkaya kehidupan manusia (Suriasumantri, 2009).

2. Cara Memperoleh Pengetahuan

(54)

a. Cara Tradisional atau Non Ilmiah

1. Cara Coba Salah (Trial and Error)

Cara ini telah dipakai sebelum ada kebudayaan bahkan mungkin sebelum ada peradapan. Pada waktu itu seseorang apabila menghadapi persoalan atau masalah, upaya pemecahannya dilakukan dengan coba-coba salah.

2. Cara Kekuasaan atau Otoritas

Para pemegang otoritas baik pemimpin pemerintah, tokoh agama maupun ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai mekanisme yang sama di dalam penemuan pengetahuan.

3. Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

4. Melalui Jalan Pikiran

Selajan dengan perkembangan ilmu kebudayaan umat manusia, cara pikir manusiapun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain memperoleh kebenaran pengetahuan manusia lebih menggunakan jalan pikiran.

b. Cara Modern atau Ilmiah

(55)

3. Tingkatan Pengetahuan

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagi suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang akan di ketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

d. Analisis (Analysis)

(56)

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Roger (1974) dalam Notoatmodjo 2010, menyatakan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan dan dari penelitian tersebut juga terungkap, bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yaitu :

a. Awarenes (kesadaran) yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap objek atau stimulus.

b. Interest (merasa tertarik) yaitu orang tersebut mulai tertarik terhadap stimulus atau objek.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut terhadap dirinya. Dalam tahap ini sikap seseorang terhadap suatu objek sudah lebih baik.

d. Trial,dimana subjek mulai mencoba perilaku yang baru.

(57)

4. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Pengetahuan

Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman baru. Menurut Notoatmodjo (2007) dalam memperoleh pengetahuan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu :

a. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut menerima informasi. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang di dapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan, dengan pendidikan tinggi semakin luas informasi yang di dapat. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak hanya diperolaeh dari pendidikan formal saja tetapi dapat pula diperoleh dari pendidikan non formal.

b. Paparan Informasi

(58)

masyarakat tentang inovasi baru. Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar dan majalah mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang lain.

c. Sosial Budaya dan Ekonomi

Kebiasaan atau tradisi yang dilakukan orang tanpa penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah baik pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga menentukan tersedianya fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. d. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di lingkungan individu, baik lingkungan fisik maupun lingkungan biologis dan sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu. e. Pengalaman

(59)

merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.

f. Umur

Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang, semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik. Pada usia Madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua. Selain itu orang usia Madya lebih banyak menggunakan waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini.

2.2.3 Sikap (Attitude) a. Pengertian Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan salah satu aspek psikologis individu yang penting, karena sikap merupakan kecenderungan untuk berperilaku sehingga akan banyak mewarnai perilaku seseorang (Wawan, 2011).

(60)

object”. Jadi jelas disini dikatakan bahwa sikap itu merupakan suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam merespons suatu stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, dan gejala kejiwaan yang lain.

Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap adalah merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan), atau reaksi tertutup.

b. Komponen Pokok Sikap

Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010), sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu :

1. Kepercayaan dan keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek.

Artinya, bagaimana keyakinan atau pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah

merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.

(61)

karena sikap merupakan kecenderungan untuk berperilaku sehingga sikap akan banyak mewarnai perilaku seseorang (Ali, 2011).

Dalam konteks sikap ini, menurut Stephen R. Covey (1989) ada tiga teori determinan yang diterima secara luas, baik secara sendiri maupun kombinasi untuk menjelaskan sikap manusia, yaitu :

1. Determinan genetis (genetic determininism), berpandangan bahwa sikap individu diturunkan oleh sikap kakek neneknya malalui DNA.

2. Determinan psikis (psychic determininism), berpandangan bahwa sikap individu merupakan hasil dari perlakuan, pola asuh atau pendidikan orang tua yang diberikan kepada anaknya.

3. Determinan lingkungan (Environmental determininism), berpandangan bahwa perkembangan sikap seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat individu tinggal dan bagaimana lingkungan memperlakukan individu tersebut. c. Tingkatan Sikap

Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkatan berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut :

1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek).

2. Menanggapi (Responding)

(62)

3. Menghargai (Valuing)

Menghargai diartikan subjek, atau seseorang yang memberikan nilai positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti, membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau memengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon. 4. Bertanggung Jawab (Responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggungjawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya resiko lain (Notoatmodjo, 2010).

d. Pembentukan Sikap Manusia

Menurut Notoatmojdo (2010), sikap terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara individu yang satu dengan yang lainnya, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku tiap individu sebagai anggota masyarakat.

Menurut Azwar (2012), pembentukan sikap manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu :

a. Pengalaman Pribadi

(63)

penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis, baik yang akan membentuk sikap positif maupun sikap negatif. Middlebrook (1974) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional, karena penghayatan terhadap pengalaman akan lebih mendalam dan lebih berbekas.

b. Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting

Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah laku dan pendapat kita. Seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berarti khusus bagi kita (Significant Other), akan banyak mempengaruhi sikap kita seperti orang tua, teman dekat, sahabat, guru, teman kerja, isteri atau suami.

c. Pengaruh Kebudayaan

(64)

d. Media Massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain sebagainya mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang.

e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

f. Pengaruh Faktor Emosional

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi dan pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap yang demikian dapat merupakan sikapyang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persistem dan lebih tahan lama.

2.2.4 Tindakan atau Praktik (Practice)

Menurut Notoatmodjo (2010), praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu :

a. Praktik Terpimpin (Guided Response)

(65)

b. Praktik secara Mekanisme (Mechanism)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tidakan mekanis.

c. Adopsi (Adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa yang sudah dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.

2.3 Stakeholders

2.3.1 Pengertian Stakeholders (Pemangku Kepentingan)

Stakeholders adalahorang atau organisasi yang memiliki kepentingan dalam program kesehatan masyarakat dan bagaimana mereka mengimplementasikan program tersebut yang meliputi warga yang peduli, perwakilan pemerintah, perwakilan layanan kesehatan dan sosial lainnya, anggota dewan pemerintah, perwakilan keagamaan dan anggota asosiasi profesional (Rowits, 2011).

2.3.2 Peran Stakeholders dalam Pengembangan Desa Siaga Aktif

Menurut Ismawati (2010), pemangku kepentingan yaitu pejabat Pemerintah Daerah, pejabat lintas sektoral, unsur-unsur organisasi/ikatan profesi, Pemuka masyarakat, tokoh agama, PKK, LSM, dunia usaha/swasta.

1. Di tingkat Kecamatan dan Desa

a. Camat selaku penanggung jawab wilayah kecamatan

(66)

2) Memberikan dukungan kebijakan dan pendanaan, terutama dalam rangka pembinaan kelestarian kader.

3) Melakukan pembinaan dalam upaya meningkatkan kinerja Desa Siaga, antara lain melalui fasilitasi atau membantu kader berwirausaha, pemberian penghargaan terhadap kader Desa Siaga.

Gambar

Tabel 2.1. Pentahapan Desa atau Kelurahan Siaga Aktif
Tabel 2.1. (Lanjutan)
Gambar 2.1. Siklus Pemecahan Masalah oleh Masyarakat
Gambar 2.2  Teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Walaupun menjadi problem minor, masalah yang paling mengganggu dalam permasalahan tingkat ke-2 adalah visibilitas atau keberadaan KIN online pada dunia luar (internet)

Bina Marga Kabupaten Sumenep menjelaskan, faktor – faktor yang mempengaruhi waktu pelaksanaan proyek konstruksi terdiri dari enam kategori yaitu tenaga kerja

Beberapa permasalahan yang menyebabkan sulitnya siswa memperoleh hasil belajar yang baik pada mata pelajaran kimia antara lain, ilmu kimia banyak memiliki

Catatan: Jika irisan sejajar dengan sumbu x maka tinggi irisan adalah kurva yang terletak disebelah kanan dikurangi kurva yang terletak disebelah kiri.. Jika batas kanan dan

Responden pada kelompok usia dewasa tengah, pernah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan, dan masa kerja lebih lama (&gt; 10 tahun) memiliki tingkat pengetahuan

Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan secara simultan antara dukungan emosional keluarga dan dukungan emosional teman sebaya dengan self-compassion yang dimiliki

Untuk mengetahui apakah usaha yang dijalankan oleh calon mitra cukup baik, dalam artian hasilnya mampu untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya secara wajar, mampu

Kode program 11 merupakan konsep controller untuk menambah data aset ke dalam database yang akan ditampilkan di halaman manajemen data aset.. Pada baris ke-2 sampai ke-13