• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LAMA KEBIASAAN MEROKOK DAN JUMLAH KONSUMSI HARIAN ROKOK TERHADAP RASIO VOLUME EKSPIRASI PAKSA SATU DETIK DAN KAPASITAS VITAL PAKSA PADA PEGAWAI LAKI-LAKI DI REKTORAT UNIVERSITAS LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH LAMA KEBIASAAN MEROKOK DAN JUMLAH KONSUMSI HARIAN ROKOK TERHADAP RASIO VOLUME EKSPIRASI PAKSA SATU DETIK DAN KAPASITAS VITAL PAKSA PADA PEGAWAI LAKI-LAKI DI REKTORAT UNIVERSITAS LAMPUNG"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LAMA KEBIASAAN MEROKOK DAN JUMLAH KONSUMSI HARIAN ROKOK TERHADAP RASIO VOLUME EKSPIRASI PAKSA SATU

DETIK DAN KAPASITAS VITAL PAKSA PADA PEGAWAI LAKI-LAKI DI REKTORAT UNIVERSITAS LAMPUNG

ADITYO MUHAMAD FARID

ABSTRAK

Salah satu faktor yang dapat mempercepat penurunan fungsi paru adalah merokok. Penurunan fungsi paru ditandai dengan penurunan nilai volume ekspirasi paksa satu detik (VEP1), penurunan kapasitas vital paksa (KVP) dan rasio VEP1/KVP. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh lama merokok dan jumlah konsumsi harian terhadap rasio VEP1/KVP pada pegawai laki laki di Rektorat Universitas Lampung.

Metode penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini dilakukan di Rektorat Universitas Lampung pada bulan Desember 2014. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pegawai laki-laki dengan rentang usia 25 tahun sampai dengan usia 50 tahun di Rektorat Universitas lampung. Sampel penelitian berjumlah 68 orang dengan teknik pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling. Adapun analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah uji Chi-Square.

Hasil penelitian ini adalah lama merokok mempengaruhi nilai rasio VEP1/KVP dengan p value 0,015 dan jumlah konsumsi harian rokok juga mempengaruhi rasio VEP1/KVP dengan p value 0,003.

Kesimpulan penelitian ini adalah lama merokok dan juga jumlah konsumsi harian rokok mempengaruhi penurunan rasio VEP1/KVP

(2)

EFFECT OF HABITS AND TOTAL CONSUMPTION DAILY SMOKING TO RATIO OF FORCED EXPIRATORY VOLUME IN ONE SECOND AND

FORCED VITAL CAPACITY IN MALE EMPLOYEES AT LAMPUNG UNIVERSITY RECTORATE

ADITYO MUHAMAD FARID ABSTRACT

One of the factors that can accelerate the decline of lung function is smoking. Decreased lung function characterized by forced expiratory volume in one second (FEV1), a decreasing aim Forced Vital Capacity (FVC) and the ratio of FEV1/FVC. The research objective was to determine the effect of smoking duration and amount of daily consumption to the ratio VEP1/KVP in male employees at the Lampung University Rectorate.

This research method was experimental research with cross sectional study design. This research was conducted at the Lampung University Rectorate in December 2014. The population used in this study were male employees with an age range of twenty-five years until fifty in Lampung University Rectorate. These samples included 68 people with consecutive sampling technique. The statistical analysis used in this study was the Chi-Square test.

The results of this study are long smoking affects the value of the ratio FEV1/FVC with a p value of 0.015 and the number of daily cigarette consumption also affects the ratio FEV1/FVC with p value 0.003.

The conclusion of this study is duration of smoke and also the daily consumption of cigarettes affect the decreasing ratio of FEV1/FVC

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Juli 1991, merupakan anak pertama

dari empat bersaudara, dari Drs. Muhammad Taufik, MBA dan Siti Farida Psi.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Kemala Bhayangkari

26 Jakarta pada tahun 1997, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN Cilangkap

03 Jakarta pada tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di

SMPN 196 Jakarta pada tahun 2006, dan Sekolah Menengah Atas (SMA)

diselesaikan di SMAN 99 Jakarta pada tahun 2009.

Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif pada

(8)

Saya dedikasikan penelitian ini untuk

orang-orang yang saya sayangi, cintai serta

banggakan yang memberikan saya

motivasi, ketulusan, kasih sayang dengan

segala keikhlasan dan kesabarannya yaitu

Bapak, Ibu, keluarga besar, para

Dosen FK Unila, semua teman-teman

dan para pembaca.

(9)

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat

dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga

selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W.

Skripsi ini berjudul “Pengaruh Lama Kebiasaan Merokok dan Jumlah Konsumsi Harian Rokok Terhadap Rasio Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik dan Kapasitas Vital Paru pada Pegawai Laki-Laki di Rektorat Universitas Lampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas

Lampung.

2. Bapak Dr. Sutyarso, M.Biomed., selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung atas masukan, ilmu, dan saran-saran yang telah

diberikan.

3. dr. Khairun Nisa Berawi, M.Kes, AIFO., sebagai Pembimbing Utama atas

waktu dan kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik

(10)

4. dr. Liana Sidharti, M.K.M., selaku Pembimbing Kedua atas kesediannya

untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian

skripsi ini.

5. dr. Anggraeni Janar Wulan, M.Sc., selaku Penguji Utama pada ujian

skripsi masukan, ilmu, dan saran-saran yang telah diberikan.

6. dr. Ety Apriliana, M.Biomed., selaku Pembimbing Akademik atas waktu

dan bimbingannya.

7. Drs. Muhammad Taufik, MBA., ayah yang selalu mendoakan,

memberikan semangat, perhatian, harapan dan selalu mendukung saya.

8. Siti Farida, Psi., ibu yang selalu mendoakan, memberikan semangat,

perhatian, harapan dan selalu mendukung saya.

9. Ananto Muhammad Rizki, Dimas Muhammad Alfian, Alya Harumi

Azzahra, saudara yang selalu memberikan hiburan, dukungan serta

semangat.

10. Keluarga terdekat saya dan seluruh keluarga besar yang tidak bisa

disebutkan satu persatu atas perhatian, dukungan dan doa yang telah

diberikan.

11. Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada

penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai

cita-cita.

12. Seluruh Staf TU, Administrasi, dan Akademik FK Unila serta pegawai.

13. Teman-teman Cherry atas pertemanan selama ini, yang selalu ada dalam

suka maupun duka, Budiman, Tegar, Anwar, Erot, Ahong, Ibor, Ate,

(11)

14. Teman-teman sejawat angkatan 2011 yang tidak bisa disebutkan satu per

satu.

15. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat saya (2002–2014) yang sudah

memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran.

16. Teman-teman kos Sumber jaya, Gede Saputra, Ivani Ridwan, Zaky Faris

Maulana, dan lain-lain.

17. Septyne Rahayuni Putri atas waktu, semangat, motivasi, dan

kebersamaannya.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Akan tetapi, semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna

bagi kita semua. Aamiiin.

Bandar Lampung, Januari 2015

Penulis

(12)

DAFTAR ISI 2.2. Kapasitas Vital Paru dan Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik... 2.2.1. Volume Paru... 2.2.2. Kapasitas Paru... 2.2.3. Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Vital Paru... 2.2.4. Gangguan Fungsi Paru... 2.2.5. Pemeriksaan Kapasitas Paru dan VEP1... 2.3.Rokok...

2.3.1.Definisi Rokok... 2.3.2. Definisi Merokok dan Perokok.... 2.3.3. Klasifikasi Perokok... 2.3.4. Kandungan Bahan Kimia dalam rokok... 2.4. Pengaruh Asap Rokok pada Paru... 2.5. Kerangka Teori... 2.6. Kerangka Konsep... 2.7. Hipotesis...

III. METODE PENELITIAN... 3.1. Desain Penelitian... 3.2. Waktu dan Tempat Penelitian... 3.3.Populasi dan Sampel... 3.4. Kriteria Inklusi dan Kriteria Eklusi...

(13)

ii 3.5. Identifikasi Variabel...

3.5.1 Variabel Bebas... 3.5.2 Variabel Terikat... 3.6. Definisi Operasional... 3.7. Instrumen dan Cara Penelitian... 3.7.1. Alat Penelitian... 3.7.2. Prosedur Penelitian... 3.8. Alur Penelitian... 3.9. Pengolahan dan Analisis Data... 3.9.1 Pengolahan Data... 3.9.2 Analisis Data...

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kriteria hasil VEP1 ... 19

2. Interpretasi Kapasitas Vital Paru... 19

3. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Fungsi Paru ... 20

4. Definisi Operasional ... 34

5. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 40

6. Berdasarkan Lama Kebiasaan Merokok ... 41

7. Berdasarkan Jumlah Konsumsi Harian Rokok ... 41

8. Berdasarkan Interpretasi VEP1/KVP ... 42

9. Analisis Hubungan Lama Kebiasaan merokok dengan Rasio VEP1/KVP ... 42

10. Analisis Hubungan Jumlah Konsumsi Harian dengan Rasio VEP1/KVP ... 43

11. Analisis Hubungan Lama Merokok dengan Rasio VEP1/KVP dan analisis Hubungan Jumlah Batang Perhari dan Rasio VEP1/KVP ... 43

12. Hasil Analisis Multivariat Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rasio VEP1/KVP di Rektorat Universitas Lampung ... 44

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Inspirasi dan Ekspirasi ... 9

2. Spirometer ... 16

3. Kerangka teori ... 29

4. Kerangka konsep ... 29

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau daun

nipah. Menurut Purnama (1998) dalam Alamsyah (2009), rokok

umumnya terbagi menjadi tiga kelompok yaitu rokok putih, rokok kretek

dan cerutu. Bahan baku rokok adalah daun tembakau yang dirajang dan

dikeringkan. Cerutu biasanya berbentuk seperti kapal selam dengan

ukuran yang lebih besar dan lebih panjang berbanding rokok putih dan

rokok kretek. Cerutu terdiri dari daun tembakau yang dikeringkan saja

tanpa dirajang, digulung menjadi silinder besar lalu diberikan lem.

Gulungan tembakau yang dikeringkan, dirajang, dan dibungkus dengan

kertas rokok dikenali sebagai rokok putih. Apabila ditambah cengkeh atau

bahan lainnya dalam rokok putih ia dikenali sebagai rokok kretek

(Khoirudin, 2006).

Merokok merupakan kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang

dalam menghisap rokok mulai dari satu batang atau lebih dalam satu hari

(17)

2

Merokok adalah faktor pencetus timbul nya gangguan pernapasan, karena

asap rokok yang terhisap dalam saluran nafas akan mengganggu lapisan

mukosa saluran napas. Dengan demikian akan menyebabkan munculnya

gangguan dalam saluran nafas (Sugeng, 2007).

Perubahan struktur, fungsi saluran napas dan jaringan paru-paru yang di

sebabkan merokok antara lain, Pada saluran napas besar, sel mukosa

membesar (hipertrofi) dan kelenjar mukus bertambah banyak

(hiperplasia). Pada saluran napas kecil, terjadi radang ringan hingga

penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Pada

jaringan paru-paru terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan

alveoli (Mannopo, 1987).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melakukan penelitian tentang

tembakau dan rokok, dan antara lain melontarkan enam hal yaitu rokok

adalah pintu pertama ke narkotika, rokok merupakan pembunuh nomor

tiga setelah jantung dan kanker, satu batang rokok menyebabkan umur

seseorang memendek 12 menit, di Indonesia, 57.000 orang pertahun mati

karena merokok, kenaikan konsumsi rokok di Indonesia rata-rata sebesar

44 persen (tertinggi di dunia) (Arief, 2004).

Di dunia setiap tahunnya ditemukan 2,2 juta kematian akibat Penyakit

Paru Obstruksi Kronik (PPOK). Dan penyakit itu mereka dapat dari

kebiasaan merokok yang sudah mereka lakukan selama bertahun-tahun

(18)

3

Gangguan saluran nafas yang diakibatkan rokok, menyebabkan perubahan

struktur dan fungsi saluran pernafasan dan jaringan paru. Merokok juga

dapat lebih merendahkan kapasitas vital paru dibandingkan dengan

beberapa bahaya kesehatan kerja (Suyono, 2001).

Kebiasaan merokok akan mempercepat penurunan faal paru. Menurut

Rahmatullah (2009) yang menyatakan bahwa besarnya penurunan fungsi

paru (FEV1) berhubungan langsung dengan kebiasaan merokok

(konsumsi rokok).

Penurunan ekspirasi paksa pertahun 28,7 ml untuk nonperokok, 38,4 ml

untuk bekas perokok dan 41,7 ml untuk perokok aktif. Pengaruh asap

dapat lebih besar daripada pengaruh debu yang hanya sepertiga dari

pengaruh buruk rokok (Depkes RI, 2003).

Pada orang dengan fungsi paru normal dan tidak merokok mengalami

penurunan FEV1 20 ml pertahun, sedangkan pada orang yang merokok

(perokok) akan mengalami penurunan FEV1 lebih dari 50 ml

pertahunnya. Pemeriksaan fungsi paru dilakukan dengan alat yang

bernama spirometri (Rahmatullah, 2009).

Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menetukan diagnosis

tetapi juga penting untuk menilai beratnya obstruksi, berat restriksi dan

efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan

spirometrinyamenunjukan adanya obstruksi atau restriksi dan hal ini dapat

(19)

4

kemungkinan dapat terjadi sehingga dapat ditentukan tindakan

pencegahan secepatnya. Spirometri merekam secara grafis atau digital

volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa (Alasagaff, 2005).

1.2. Rumusan masalah

Kebiasaan merokok akan mempercepat penurunan faal paru. Menurut

Rahmatullah (2009) yang menyatakan bahwa besarnya penurunan fungsi

paru (FEV1) berhubungan langsung dengan kebiasaan merokok

(konsumsi rokok).

Uraian diatas membuat peneliti tertarik untuk meneliti, Apakah ada

pengaruh lama kebiasaan merokok dan konsumsi harian rokok terhadap

rasio VEP1/KVP ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.3.1. Tujuan Umum

1. Untuk mengetahui pengaruh lama merokok terhadap paru

pada pegawai laki-laki di Rektorat Universitas Lampung.

2. Untuk mengetahui pengaruh jumlah konsumsi harian rokok

terhadap paru pada pegawai laki-laki di Rektorat Universitas

Lampung.

3. Untuk mengetahui pengaruh antara lama kebiasaan merokok

dan jumlah konsumsi harian rokok terhadap paru pada

(20)

5

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengaruh lama merokok terhadap rasio

volume ekspirasi paksa satu detik dan kapasitas vital paksa

pada pegawai laki-laki di Rektorat Universitas Lampung.

2. Untuk mengetahui pengaruh jumlah konsumsi harian rokok

terhadap rasio volume ekspirasi paksa satu detik dan kapasitas

vital paksa perokok pada pegawai laki-laki di Rektorat

Universitas Lampung.

3. Untuk mengetahui pengaruh antara lama kebiasaan merokok

dan jumlah konsumsi harian rokok terhadap rasio volume

ekspirasi paksa satu detik dan kapasitas vital paksa pada

pegawai laki-laki di Rektorat Universitas Lampung.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagaiberikut:

1. Untuk memberi pengetahuan pada masyarakat, khususnya mahasiswa

mengenai bahaya rokok terhadap kesehatan terutama sistem

pernafasan.

2. Sebagai sarana untuk pengembangan ilmu yang telah diberikan dan

diterima dalam rangka pengembangan kemampuan diri dan

pendalaman peneliti tentang pengaruh lama kebiasaan merokok dan

jumlah konsumsi harian rokok terhadap rasio volume ekspirasi paksa

satu detik dan kapasitas vital paksa pada pegawai laki-laki di

(21)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Paru

Paru adalah satu-satunya organ tubuh yang berhubungan dengan

lingkungan di luar tubuh, yaitu melalui sistem pernapasan. Fungsi

paru utama untuk respirasi, yaitu pengambilan O2 dari luar masuk

ke dalam saluran napas dan diteruskan ke dalam darah. Oksigen

digunakan untuk proses metabolisme CO2 yang terbentuk pada

proses tersebut dikeluarkan dari dalam darah ke udara luar. Proses

respirasi dibagi atas tiga tahap utama, yaitu ventilasi, difusi dan

perfusi (Guyton, 1997).

Ventilasi adalah pertukaran masuk dan keluarnya udara dalam

paru. Frekuensi napas normal 12–15 x/menit. Pada orang dewasa

setiap satu kali napas udara masuk 500 cc atau 10 ml/kg BB.

Sehingga setiap menit udara masuk ke sistem napas 6–8 liter

(minute volume, MV). Udara yang sampai ke alveoli disebut

Ventilasi Alveolair (VA). Ventilasi Alveolair lebih kecil dari minute

volume, karena sebagian udara di jalan napas tidak ikut pertukaran

(22)

7

Difusi adalah perpindahan O2 dari alveoli ke dalam darah dan

keluarnya CO2 dari darah ke alveoli atau peresapan masuknya O2

dari alveoli ke darah dan pengeluaran CO2 dari darah ke alveoli.

Difusi O2 berjalan lancar bila alveoli mengembang baik dari jarak

difusi trans-membran pendek, edema menyebabkan jarak difusi O2

menjauh hingga kadar O2 dalam darah menurun (hipoksemia).

Difusi CO2 tidak pernah terganggu karena kapasitas difusi CO2

jauh lebih besar daripada O2 pada edema paru tahap awal terjadi

penumpukan cairan dalam jaringan di sekitar alveoli dan kapiler

(interstitial edema). Pada tahap lanjut cairan masuk ke dalam

alveoli.

Perfusi adalah distribusi darah yang membawa O2 ke dalam

jaringan paru-paru. Aliran darah di kapiler paru (perfusi) ikut

menentukan jumlah O2 yang dapat diangkut. Masalah timbul jika

terjadi ketidakseimbangan antara ventilasi alveolar dengan perfusi.

2.2. Kapasitas Vital Paru dan Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik.

2.2.1. Volume Paru.

Ada empat jenis volume paru yang masing-masing berdiri

sendiri, tidak saling tercampur. Arti dari masing-masing

volume paru tersebut adalah sebagai berikut :

1. Volume tidal yaitu jumlah udara yang dihisap atau

(23)

8

± 500 ml pada rata-rata orang dewasa. Alun napas

waktu istirahat lebih kecil dari pada waktu kerja. Makin

berat kerjanya, makin besar alun napas. Tentunya

sampai batas tertentu. Apabila alun napas ini dikalikan

dengan frekuensi napas semenit, akan didapat nilai

napas semenit.

2. Volume cadangan inspirasi, yaitu jumlah maksimal

udara yang masih dapat dihirup sesudah akhir inspirasi

tenang. Biasanya mencapai 3.000 ml.

3. Volume cadangan ekspirasi, yaitu jumlah maksimal

udara yang masih dapat dihembuskan sesudah akhir

ekspirasi tenang. Pada pernapasan tenang, ekspirasi

terjadi secara pasif, tidak ada otot ekspirasi yang

bekerja. Ekspirasi hanya terjadi oleh daya lenting

dinding dada dan jaringan paru semata-mata. Posisi

rongga dada dan paru pada akhir ekspirasi ini

merupakan posisi istirahat. Bila dari posisi istirahat ini

dilakukan gerak ekspirasi sekuat-kuatnya sampai

maksimal, udara cadangan ekspirasi itulah yang keluar.

4. Volume residu yaitu jumlah udara yang masih ada di

dalam paru sesudah melakukan ekspirasi maksimal atau

ekspirasi yang paling kuat, volume tersebut ± 1.200 ml

(24)

9

Gambar 1. Inspirasi dan Ekspirasi. (Sumber : Scanlon, 2007).

2.2.2. Kapasitas Paru.

Kapasitas paru merupakan gabungan dari beberapa volume

paru dan dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

1. Kapasitas Paru Total (KPT), sama dengan volume

kapasitas vital + volume residu, atau jumlah maksimal

udara yang dapat dimuat paru pada akhir inspirasi

maksimal dengan cara inspirasi paksa sebesar ± 5.800

(25)

10

2. Kapasitas Vital (KV), sama dengan volume cadangan

inspirasi + volume tidal + volume cadangan inspirasi,

atau jumlah maksimal udara yang dapat dikeluarkan

seseorang dari paru dengan sekuat-kuatnya setelah

terlebih dahulu mengisi paru secara maksimal dan

kemudian mengeluarkan dengan maksimal ± 4.600 ml.

3. Kapasitas Inspirasi, sama dengan volume cadangan

inspirasi + volume tidal, atau jumlah maksimal udara

yang dapat dihirup oleh seseorang sebesar ± 3.500 ml

dari posisi istirahat (akhir ekspirasi tenang / normal)

sampai jumlah maksimal.

4. Kapasitas Residu Fungsional (KRF), sama dengan

volume cadangan ekspirasi + volume residu, atau jumlah

udara yang masih tertinggal / tersisa dalam paru pada

posisi istirahat atau akhir respirasi normal sebesar ±

2.300 ml.

5. Kapasitas paru wanita, volume kapasitas paru pada

wanita 25% lebih kecil dari pada volume kapasitas pada

pria dan lebih besar lagi pada seorang atlet dan bertubuh

besar dari pada seorang atlet bertubuh kecil (Guyton,

(26)

11

2.2.3. Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Fungsi Paru.

1. Umur

Usia berhubungan dengan proses penuaan atau

bertambahnya umur. Semakin tua usia seseorang

semakin besar kemungkinan terjadi penurunan fungsi

paru (Suyono, 2001). Fungsi pernafasan dan sirkulasi

darah akan meningkat pada masa anak-anak dan

mencapai maksimal pada usia 20–30 tahun, kemudian

akan menurun kembali sesuai dengan pertambahan umur

(Pollock ML, 1971). Kekuatan otot maksimal pada usia

20 sampai dengan 40 tahun dan akan berkurang

sebanyak 20% setelah usia 40 tahun (Pusparini, 2003).

Dalam keadaan normal usia mempengaruhi frekuensi

pernafasan dan kapasitas paru. Frekuensi pernafasan

pada orang dewasa antara 16–18 kali permenit, pada

anak-anak sekitar 24 kali permenit sedangkan pada bayi

sekitar 30 kali per menit. Pada individu normal terjadi

perubahan nilai fungsi paru secara fisiologis sesuai

dengan perkembangan umur dan pertumbuhan parunya.

Mulai pada fase anak sampai umur kira-kira 22–24 tahun

terjadi pertumbuhan paru sehingga pada waktu nilai

fungsi paru semakin besar bersamaan dengan

(27)

12

maksimal pada umur 22–24 tahun. Beberapa waktu nilai

fungsi paru menetap kemudian menurun secara

perlahan-lahan, biasanya umur 30 tahun sudah mulai

penurunan, berikutnya nilai fungsi paru (KVP =

Kapasitas Vital Paksa dan VEP1 = Volume ekspirasi

paksa satu detik pertama) menagalami penurunan rerata

sekitar 20 ml tiap pertambahan satu tahun umur individu

(Rahmatullah, 2009).

2. Kekuatan otot-otot pernapasan.

Di dalam pengukuran kapasitas fungsi paru merupakan

indeks fungsi paru yang bermanfaat dalam memberikan

informasi mengenai kekuatan otot-otot pernapasan,

apabila nilai kapasitas normal tetapi nilai FEV1 menurun

maka dapat mengakibatkan sakit, seperti pada penderita

asma.

3. Ukuran dan bentuk anatomi tubuh

Obesitas meningkatkan risiko komplikasi KRF

(Kapasitas Residu Ekspirasi) dan VCE (Volume

Cadangan Ekspirasi) menurun dengan semakin beratnya

tubuh. Pada penderita obesitas VCE lebih kecil dari pada

(28)

13

4. Daya pengembangan paru (complience)

Peningkatan volume dalam paru menghasilkan tekanan

positif, sedangkan penurunan volume dalam paru

menimbulkan tekanan negatif. Perbandingan antara

perubahan volume paru dengan satuan perubahan

tekanan saluran udara menggambarkan complience

jaringan paru dan dinding dada. Complience paru sedikit

lebih besar apabila diukur selama pengempisan paru

dibandingkan diukur selama pengembangan paru (Price,

1995).

5. Merokok

Merupakan kegiatan yang dilakukan secara

berulang-ulang dalam menghisap rokok mulai dari satu batang

atau lebih dalam satu hari (Bustan, 2000). Merokok

dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi

saluran pernafasan dan jaringan paru. Merokok juga

dapat lebih merendahkan kapasitas vital paru

dibandingkan dengan beberapa bahaya kesehatan kerja

(Suyono, 2001). Penurunan kapasitas paru (VC)

merupakan indikator yang dapat mengakibatkan

gangguan restriktif pada paru pekerja. Kebiasaan

merokok akan mempercepat penurunan faal paru.

Menurut Rahmatullah (2009) yang menyatakan bahwa

(29)

14

langsung dengan kebiasaan merokok (konsumsi rokok).

Pada orang dengan fungsi paru normal dan tidak

merokok mengalami penurunan FEV1 20 ml pertahun,

sedangkan pada orang yang merokok (perokok) akan

mengalami penurunan FEV1 lebih dari 50 ml

pertahunnya (Rahmatullah, 2009).

Penurunan ekspirasi paksa pertahun 28,7 ml untuk

nonperokok, 38,4 ml untuk bekas perokok dan 41,7 ml

untuk perokok aktif. Pengaruh asap dapat lebih besar

daripada pengaruh debu yang hanya sepertiga dari

pengaruh buruk rokok (Depkes RI, 2003).

2.2.4. Gangguan Fungsi Paru.

Pada individu normal terjadi perubahan (nilai) fungsi paru

secara fisiologis sesuai dengan perkembangan umur dan

pertumbuhan parunya (lung growth). Mulai pada fase anak

sampai kira-kira umur 22–24 tahun terjadi pertumbuhan

paru sehingga pada waktu itu nilai fungsi paru semakin

besar bersamaan dengan pertambahan umur. Beberapa

waktu nilai fungsi paru menetap (stasioner) kemudian

menurun secara gradual (pelan-pelan), biasanya umur 30

tahun sudah mulai penurunan, berikutnya nilai fungsi paru

(KVP = Kapasitas Vital Paksa dan FEV1 = Volume

(30)

15

rerata sekitar 20 ml tiap pertambahan satu tahun umur

individu (Pearce, 1995).

Gangguan fungsi ventilasi paru merupakan jumlah udara

yang masuk ke dalam paru akan berkurang dari normal.

Gangguan fungsi ventilasi paru yang utama adalah :

1. Restriktif (sindrom pembatasan)

Restriktif (sindrom pembatasan) adalah gangguan

pengembangan paru. Parameter yang dilihat adalah

Kapasitas Vital (VC) danKapasitas Vital Paksa (FVC).

Biasanya dikatakan restriktif adalah jika Kapasitas

Vital Paksa (FVC) < 80% nilai prediksi.

2. Obstruktif (sindrom penyumbatan)

Obstruktif adalah setiap keadaan hambatan aliran udara

karena adanya sumbatan atau penyempitan saluran

napas. Sindrom penyumbatan ini terjadi apabila

kapasitas ventilasi menurun akibat menyempitnya

saluran udara pernafasan. Biasanya ditandai dengan

terjadi penurunan FEV1 yang lebih besar dibandingkan

dengan FVC sehingga rasio FEV1/FVC kurang dari

80% (Rahmatullah, 2006).

Kapasitas vital paru (KVP) sama dengan volume cadangan

inspirasi ditambah volume alun nafas dan volume

cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah udara maksimum

(31)

16

terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan

dikeluarkan sebanyak-banyaknya (kira-kira 4600 mL)

(Guyton, 1997).

Kapasitas vital paru adalah jumlah udara maksimum pada

seseorang yang berpindah pada satu tarikan nafas.

Kapasitas ini mencakup volume cadangan inspirasi,

volume tidal, dan cadangan ekspirasi. Nilanya diukur

dengan menyuruh individu melakukan inspirasi

maksimum, kemudian menghembuskan sebanyak

mungkin udara di dalam parunya ke alat pengukur

(Corwin, 2001).

2.2.5. Pemeriksaan Kapasitas Paru dan Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik.

Pemeriksaan kapasitas paru dengan menggunakan Portable

Spyrometer sebagai alat pemeriksaan untuk mengukur

volume paru statik dan dinamik.

Gambar 2. Spirometer.

(32)

17

Keuntungan penggunaan alat ini adalah mudah

pengoperasiannya sehingga dapat diterapkan secara luas

oleh tenaga kesehatan yang ada di lapangan, ringan

sehingga mudah di bawa ke mana-mana, hasilnya cepat

diketahui dan, biaya operasionalnya murah. Dengan

menggunakan spirometer akan diketahui beberapa

parameter faal paru orang yang diperiksa.

1. Volume Statik : Volume udara di dalam paru pada

keadaan statik :

a. Volume Tidal (VT) adalah jumlah udara yang dihisap

(inspirasi) tiap kali pada pernapasan tenang.

b. Expiration Residual Volume (ERV) atau volume

cadangan ekspirasi adalah jumlah udara yang dapat

dikeluarkan secara maksimal setelah inspirasi biasa.

c. Inspiration Residual Volume (IRV) atau volume

cadangan inspirasi adalah jumlah udara yang dapat

dihisap maksimal setelah inspirasi biasa.

d. Residual Volume (RV) atau volume residu adalah

jumlah udara yang tinggal di dalam paru pada akhir

ekspirasi maksimal.

e. Vital Capasity (VC) atau kapasitas vital adalah jumlah

udara yang dapat dikeluarkan maksimal setelah

inspirasi maksimal yaitu gabungan dari IRV + VT +

(33)

18

f. Force Vital Capacity (FVC) adalah sama dengan VC

tetapi dilakukan secara cepat dan paksa.

g. Inspiration Capacity (IC) atau kapasitas inspirasi

adalah jumlah udara yang dapat dihisap maksimal

setelah ekspirasi gabungan dari VT + IRV.

h. Functional Residual Capacity (FRC) atau kapasitas

residu fungsional adalah udara yang ada di dalam paru

pada akhir ekspirasi biasa, gabungan dari ERV + RV.

i. Total Lung Capacity (TLC) atau kapasitas paru total

adalah jumlah udara di dalam paru pada akhir

inspirasi maksimal, gabungan dari FRV + VT + ERV

+ RV.

2. Volume Dinamik

a. Force Expiration Volume I second (FEV1) atau

volume ekspirasi paksa detik pertama adalah jumlah

udara yang dapat dikeluarkan sebanyak-banyaknya

dalam 1 detik pertama pada waktu ekspirasi maksimal

setelah inspirasi maksimal.

b. Maximal Voluntary Ventilation (MVV) adalah jumlah

udara yang dapat dikeluarkan secara maksimal dalam

2 menit dengan bernapas cepat dan dalam secara

(34)

19

Hasil yang diperoleh dari pengukuran fungsi paru adalah

sebagai berikut:

Tabel 1. Kriteria hasil VEP1. Derajat

Sesak

VEP1 (L) Persentase Cacat Fungsi (%)

Kegunaan Pemeriksaan Fungsi Paru adalah mendeteksi

penyakit paru dengan gangguan pernapasan sebelum

bekerja, kemudian secara berkala selama kerja untuk

menemukan penyakit secara dini serta menentukan

apakah seseorang mcmpunyai fungsi paru normal,

restriksi, obstruksi atau bentuk campuran (mixed).

Tujuan epidemiologis adalah menilai bahaya di tempat

kerja dan mendapatkan standar bahaya tersebut (Price,

1995).

Tabel 2. Kapasitas Vital Paru dan interpretasinya.

NO Klasifikasi Nilai

(35)

20

Interpretasi dari hasil spirometri biasanya langsung dapat

dibaca dari print out setelah hasil yang didapat

dibandingkan dengan nilai prediksi sesuai dengan tinggi

badan, umur, berat badan, jenis kelamin, dan ras yang

datanya telah terlebih dahulu dimasukkan ke dalam

spirometer sebelum pemeriksaan dimulai.

Tabel 3. Interpretasi hasil pemeriksaan fungsi paru RESTRIKTIF

FVC/nilai prediksi (%)

PENGGOLONGAN

OBSTRUKTIF FEV1/FVC (%)

≥80 NORMAL ≥75

60 – 79 RINGAN 60 - 74

30 – 59 SEDANG 30 - 59

<30 BERAT <30

Sumber : Pusat Hiperkes dan KK, Depnakertrans, 2005

Interpretasi Hasil Pemeriksaan Spirometri dapat

dikategorikan sebagai berikut :

1. Restriktif (sindrom pembatasan)

Restriktif (sindrom pembatasan) adalah gangguan

pengembangan paru. Parameter yang dilihat adalah

Kapasitas Vital (VC) danKapasitas Vital Paksa

(FVC). Biasanya dikatakan restriktif adalah jika

(36)

21

2. Obstruktif (sindrom penyumbatan)

Obstruktif adalah setiap keadaan hambatan aliran

udara karena adanya sumbatan atau penyempitan

saluran napas. Sindrom penyumbatan ini terjadi

apabila kapasitas ventilasi menurun akibat

menyempitnya saluran udara pernafasan. Biasanya

ditandai dengan terjadi penurunan FEV1 yang lebih

besar dibandingkan dengan FVC sehingga rasio

FEV1/FVC kurang dari 80% (Rahmatullah, 2006).

2.3. Rokok.

2.3.1. Definisi Rokok.

Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan

kertas atau daun nipah. Menurut Purnama (1998) dalam

Alamsyah (2009), rokok umumnya terbagi menjadi tiga

kelompok yaitu rokok putih, rokok kretek, dan cerutu.

Bahan baku rokok adalah daun tembakau yang dirajang dan

dikeringkan. Cerutu biasanya berbentuk seperti kapal selam

dengan ukuran yang lebih besar dan lebih panjang

berbanding rokok putih dan rokok kretek. Cerutu terdiri dari

daun tembakau yang dikeringkan saja tanpa dirajang,

digulung menjadi silinder besar lalu diberikan lem.

Gulungan tembakau yang dikeringkan, dirajang, dan

(37)

22

putih. Apabila ditambah cengkeh atau bahan lainnya dalam

rokok putih ia dikenali sebagai rokok kretek (Khoirudin,

2006).

2.3.2. Definisi Merokok dan Perokok.

Merokok pada dasarnya adalah kegiatan atau aktivitas

membakar rokok yang kemudian dihisap dan dihembuskan

keluar sehingga orang yang disekitarnya juga bias terhisap

asap rokok yang dihembuskannya (Nasution, 2007).

Menurut Alamsyah (2009), perokok adalah seseorang yang

merokok sekurang-kurangnya satu batang per hari selama

sekurang-kurangnya satu tahun.

2.3.3. Klasifikasi Perokok.

Perokok pada garis besarnya dibagi menjadi dua yaitu

perokok aktif dan perokok pasif. Perokok aktif adalah orang

yang langsung menghisap asap rokok dari rokoknya,

sedangkan perokok pasif adalah orang-orang yang tidak

merokok, namun ikut menghisap asap sampingan selain

asap utama yang dihembuskan balik oleh perokok. Dari

beberapa pengamatan dilaporkan bahwa perokok pasif

menghisap lebih banyak bahan beracun dari pada seorang

(38)

23

Sweeting (1990) dalam Alamsyah (2009),

mengklasifikasikan perokok atas tiga kategori, yaitu:

1. Bukan perokok (non-smoker), seseorang yang belum

pernah mencoba merokok sama sekali.

2. Perokok eksperimental (experimental smokers),

seseorang yang telah mencoba merokok tetapi tidak

menjadikannya suatu kebiasaan.

3. Perokok tetap (regular smokers), seseorang yang

teratur merokok baik dalam hitungan mingguan atau

dengan intensitas yang lebih tinggi.

Menurut Bustan (1997) dalam Khoirudin (2006), yang

dikatakan perokok ringan adalah perokok yang menghisap

1–10 batang rokok sehari, perokok sedang, 11–20 batang

sehari, dan perokok berat lebih dari 20 batang rokok sehari.

Sitepoe (2000) dalam Alamsyah (2009), membagikan

perokok kepada empat kelompok, yaitu perokok ringan,

sedang, dan berat sama seperti menurut Bustan (1997) dan

kelompok keempat, yaitu perokok yang menghisap rokok

dalam-dalam. Berdasarkan lamanya, merokok dapat

dikelompokkan sebagai berikut, merokok selama kurang

(39)

24

2.3.4. Kandungan Bahan Kimia dalam Rokok.

Tiap rokok mengandung kurang lebih dari pada 4000

elemen, dan hampir 200 diantaranya dinyatakan berbahaya

bagi kesehatan. Racun utama pada rokok adalah nikotin,

karbonmonoksida, dan tar. Zat-zat kandungan rokok ini

adalah yang paling berbahaya bagi tubuh. Rokok putih

mengandung 14–15 mg tar dan 5 mg nikotin, sementara

rokok kretek mengandung sekitar 20 mg tar dan 4–5 mg

nikotin. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan tar dan

nikotin pada rokok kretek lebih tinggi dari pada rokok putih.

Kandungan tar dan nikotin pada cerutu adalah yang paling

tinggi jika dibandingkan dengan rokok putih dan rokok

kretek oleh karena ukurannya yang lebih besar (Khoirudin,

2006)

1. Nikotin

Nikotin merupakan zat yang bisa meracuni saraf,

meningkatkan tekanan darah, menimbulkan penyempitan

pembuluh darah perifer, dan menyebabkan ketagihan dan

ketergantungan pada pemakainya. Selain itu, nikotin juga

mengganggu sistem saraf simpatis dengan merangsang

pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut

jantung, tekanan darah dan kebutuhan oksigen jantung,

serta menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin

(40)

25

yang lain. Nikotin mengaktifkan trombosit dan

menyebabkan adhesi trombosit ke dinding pembuluh

darah. Perangsangan reseptor pada pembuluh darah oleh

nikotin akan mengakibatkan peningkatan sistolik dan

diastolik, yang selanjutnya akan mempengaruhi kerja

jantung. Penyempitan pembuluh darah perifer akibat

nikotin akan meningkatkan risiko terjadinya

ateriosklerosis, selain juga meningkatkan tekanan darah

(Khoirudin, 2006).

2. Karbon monoksida (CO)

Gas karbon monoksida (CO) memiliki kecenderungan

yang kuat untuk berikatan dengan hemoglobin dalam

eritrosit. Hemoglobin seharusnya berikatan dengan

oksigen untuk didistribusikan ke seluruh tubuh. Karena

CO lebih kuat berikatan dengan hemoglobin daripada

oksigen, CO akan bersaing untuk menempati tempat

oksigen pada hemoglobin. Menurut Amalia (2002) dalam

Khoirudin (2006), kadar gas CO dalam darah bukan

perokok kurang dari 1%, sementara dalam darah perokok

mencapai 4–15%. Gas ini akan menimbulkan desaturasi

haemoglobin dan menurunkan penghantaran oksigen ke

jaringan seluruh tubuh. Karbon monoksida juga

mengganggu pelepasan oksigen, mempercepat

(41)

26

meningkatkan viskositas darah sehingga mempermudah

penggumpalan darah (Khoirudin, 2006).

3. Tar

Tar merupakan komponen padat asap rokok yang bersifat

karsinogen. Kadar tar dalam rokok berkisar 24–45 mg.

Pada saat rokok dihisap, tar masuk ke dalam rongga

mulut dalam bentuk uap padat. Setelah dingin, tar akan

menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat

pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru.

Pengendapan ini bervariasi antara 3–40 mg per batang

rokok (Khoirudin, 2006).

2.4. Pengaruh Asap Rokok pada Paru.

Merokok merupakan faktor risiko utama terjadinya PPOK.

Gangguan respirasi dan penurunan faal paru paling sering terjadi

pada perokok. Usia mulai merokok, jumlah bungkus rokok

pertahun, dan perokok aktif mempengaruhi angka kematian.

Perokok pasif dan merokok selama hamil juga merupakan faktor

risiko terjadinya PPOK. Di Indonesia, 70% kematian karena

penyakit paru kronik dan emfisema adalah akibat penggunaan

tembakau. Lebih daripada setengah juta penduduk Indonesia pada

tahun 2001 menderita penyakit saluran pernafasan yang disebabkan

(42)

27

Penurunan ekspirasi paksa pertahun 28,7 ml untuk non-perokok,

38,4 ml untuk bekas perokok dan 41,7 ml untuk perokok aktif.

Pengaruh asap dapat lebih besar daripada pengaruh debu yang

hanya sepertiga dari pengaruh buruk rokok (Depkes RI, 2003).

Pada beberapa perokok berat yang tidak menderita emfisema, dapat

terjadi bronkitis kronik, obstruksi bronkiol terminalis dan destruksi

dinding alveolus. Pada emfisema berat, sebanyak empat perlima

membran saluran pernafasan dapat rusak. Meskipun hanya

melakukan aktivitas ringan, gawat pernafasan bisa terjadi. Pada

kebanyakan pasien PPOK dengan gangguan pernafasan terjadi

keterbatasan aktivitas harian, bahkan ada yang tidak dapat

melakukan satu kegiatan pun. Dipercayai merokok adalah

penyebab utamanya (Guyton, 2006).

Terdapat hubungan dose response antara rokok dan PPOK. Lebih

banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama

kebiasaan merokok tersebut maka risiko penyakit yang ditimbulkan

akan lebih besar. Hubungan dose response tersebut dapat dilihat

dan diukur dengan Index Brinkman (IB), yaitu jumlah konsumsi

batang rokok per hari dikalikan dengan jumlah lamanya merokok

dalam tahun (Supari, 2008). Derajat berat merokok ini dikatakan

ringan apabila IB 0–200, sedang jika 200–600 dan berat apabila

(43)

28

diperhatikan jenis perokok sama ada perokok aktif, perokok pasif,

atau bekas perokok (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).

2.5. Kerangka Teori.

Secara umum telah diketahui bahwa merokok dapat menyebabkan

gangguan pernafasan. Terdapat beberapa alasan yang mendasari

pernyataan ini yaitu salah satu efek dari penggunaan nikotin akan

menyebabkan konstriksi bronkiolus terminal paru, yang

meningkatkan resistensi aliran udara kedalam dan keluar paru, efek

iritasi asap rokok menyebabkan peningkatan sekresi cairan ke

dalam cabang-cabang bronkus serta pembengkakan lapisan epitel,

nikotin dapat melumpuhkan silia pada permukaan sel epitel

pernapasan yang secara normal terus bergerak untuk memindahkan

kelebihan cairan dan partikel asing dari saluran pernafasan.

Akibatnya lebih banyak debris berakumulasi dalam jalan napas dan

kesukaran bernapas menjadi semakin bertambah. Hasilnya, semua

perokok baik berat maupun ringan akan merasakan adanya tahanan

(44)

29

Gambar 3. Kerangka teori.

(Sumber : Guyton, 2006).

2.6. Kerangka Konsep.

Gambar 4. Kerangka konsep. Konsumsi Rokok mengandung 4000 zat berbahaya.

1. Nikotin akan menyebabkan

3. Nikotin dapat melumpuhkan silia.

Penyumbatan saluran pernafasan

Penurunan fungsi paru

Penurunan Kapasitas Vital Paksa (KVP) dan penurunan Volume Ekspirasi Paksa

(45)

30

2.7. Hipotesis.

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya,

hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Lama kebiasaan merokok berhubungan dengan rasio volume

ekspirasi paksa satu detik dan kapasitas vital paksa.

2. Jumlah konsumsi harian rokok berhubungan dengan rasio

volume ekspirasi paksa satu detik dan kapasitas vital paksa.

3. Terdapat hubungan antara lama kebiasaan merokok dan jumlah

konsumsi harian rokok terhadap rasio volume ekspirasi paksa

(46)

31

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian

eksperimental dengan desain penelitian analitik korelatif. Penelitian

ini dilakukan dengan metode cross sectional, dimana penelitian dan

pengumpulan data dilakukan pada suatu hari.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan November–Desember

2014.

2. Tempat

Penelitian ini dilakukan di Rektorat Universitas Lampung.

3.3. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Pegawai laki-laki yang bekerja di rektorat.

(47)

32

Estimasi besar sampel diukur menggunakan rumus slovin

(Notoadmodjo, 2011) yaitu:

Keterangan

1: konstanta

=

= 68

Dari jumlah populasi sebanyak 212 orang, setelah di

kalkulasi menggunakan rumus perhitungan sampel Slovin,

maka di dapatkan 68 orang yang akan digunakan sebagai

sampel. Dengan metode pengambilan consecutive sampling,

dimana semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria

pemilihan dimasukan dalam penelitian sampai jumlah subyek

yang diperlukan terpenuhi. Consecutive sampling ini

merupakan jenis non-probability sampling yang paling baik,

dan sering merupakan cara termudah. Sebagian besar

penelitian klinis (termasuk uji klinis) menggunakan teknik ini

(48)

33

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.1. Kriteria Inklusi

1. Laki-laki perokok dengan tingkat usia 25–50 tahun

2. Tidak terbukti memiliki perubahan anatomi

3. Dalam keadaan sehat

4. Sampel yang bersedia mengikuti penelitian

3.4.2. Kriteria Eksklusi

1. Memiliki gangguan kardiorespirasi

3.5. Identifikasi Variabel

3.5.1. Variabel Bebas

Adalah variabel yang menyebabkan atau mempengaruhi

yaitu faktor-faktor yang diukur, dimanipulasi atau dipilih

peneliti untuk menentukan hubungan antara fenomena yang

diobservasi atau diamati. Dalam penelitian ini variabel

bebasnya adalah lama kebiasaan merokok dan konsumsi

harian rokok.

3.5.2. Variabel Terikat

Adalah faktor-faktor yang diobservasi atau diukur untuk

menentukan adanya pengaruh variabel bebas yaitu faktor

(49)

34

diperkenalkan oleh peneliti. Dalam penelitian ini variabel

terikatnya adalah nilai FEV1/FVC.

3.6. Definisi Operasional

Agar penelitian tidak menjadi bias, maka di buat definisi

operasional sebagai berikut:

Tabel 4. Definisi Operasional No Variabel Definisi

(50)

35

3.7. Instrumen Penelitian dan Prosedur Penelitian 3.7.1. Instrumen Penelitian

1) Alat Tulis

2) Lembar informed consent

3) Kuisioner

4) Spirometri

3.7.2 Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang akan dilakukan sebagai berikut:

1. Pembuatan ethical clearence diawali dengan

pemenuhan persyaratan. Adapun persyaratannya yaitu

telah melaksanakan seminar proposal dan

mengumpulkan proposal ke bagian akademik Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung.

2. Mengurus perizinan ke rektorat Universitas Lampung

sebagai tempat penelitian.

3. Pemilihan sampel dipilih secara acak menggunakan

rumus slovin dan teknik penelitian consecutive

sampling

4. Subyek yang akan diberikan kuisioner

5. Subyek diperiksa kapasitas vital paksa dan volume

ekspirasi paksa dalam satu detik dilakukan pada satu

hari.

(51)

36

3.8. Alur Penelitian

Gambar 5. Alur Penelitian. Subyek ditanyakan apakah

Perokok atau bukan.

Dilakukan pengukuran kapasitas vital paksa dan volume ekspirasi paksa dalam

satu detik

Perokok Bukan Perokok

Ditanyakan lama kebiasaan merokok dan jumlah konsumsi

harian rokok. Dan terbukti sehat.

Dilakukan pencatatan dan pengolahan data

(52)

37

3.9. Pengolahan data dan Analisis Data

3.9.1. Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data

disederhanakan ke dalam bentuk tabel-tabel, kemudian data

diolah menggunakan program komputer. Proses pengolahan

data menggunakan program komputer ini terdiri dari

beberapa langkah:

1. Koding, untuk menerjemahkan data yang dikumpulkan

selama penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk

keperluan analisis.

2. Data entry, memasukan data ke dalam komputer.

3. Verifikasi, melakukan pemeriksaan secara visual

terhadap data yang telah dimasukan ke komputer.

4. Output komputer, hasil analisis yang telah dilakukan

oleh komputer kemudian dicetak.

3.9.2. Analisis Data

Analisis ini untuk mengolah data yang akan menggunakan

komputer. Ada tiga macam analisis data yaitu :

1. Analisis univariat

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui variabel

independen yang diteliti. Melihat distribusi

(53)

38

meliputi mean, median, modus dan ukuran variasi

range, standar deviasi yang digambarkan dalam

bentuk tabel dan grafik.

2. Analisis bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan

untuk mengetahui hubungan anatara variabel bebas

dengan variabel terikat dengan menggunakan uji

statististik. Analisis bivariat ini dilakukan untuk

mengetahui hubungan antara lama merokok dengan

rasio VEP1/KVP dan untuk mengetahui hubungan

jumlah konsumsi harian dengan rasio VEP1/KVP.

3. Analisis multivariat

Analisis multivariat ini dilakukan untuk mengetahui

hubungan lama kebiasaan merokok dan jumlah

konsumsi harian rokok terhadap rasio VEP1/KVP.

Pada penelitian ini, ujistatistik yang digunakan adalah :

1. Uji Chi-square

Chi-square digunakan untuk mengadakan

pendekatan dari beberapa faktor atau mengevaluasi

frekuensi yang diselidiki atau frekuensi hasil

(54)

39

sampel apakah terdapat hubungan atau perbedaan

yang signifikan atau tidak.

2. Regresi logistik

Terdapat dua analisis multivariat yang sering

digunakan dalam penelitian kedokteran dan

kesehatan, yaitu analisis regresi logistik dan analisis

regresi linier. Pemilihan kedua analisis tersebut

ditentukan oleh skala pengukuran variable

terikatnya, bila variable terikatnya berupa variable

kategorik, maka regresi yang digunakan adalah

analisis regresi logistik. Bila variabel terikatnya

berupa variabel numerik, maka regresi yang

(55)

48

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Lama merokok berpengaruh terhadap rasio volume ekspirasi paksa

satu detik dan kapasitas vital paksa di Rektorat Universitas

Lampung.

2. Jumlah konsumsi harian rokok berpengaruh terhadap rasio volume

ekspirasi paksa satu detik dan kapasitas vital paksa di Rektorat

Universitas Lampung.

3. Jumlah konsumsi harian rokok 1–10 batang menjadi faktor dominan

terhadap penurunan rasio VEP1/KVP.

5.2 Saran

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmu

pengetahuan yang berkaitan dengan gangguan fungsi paru perokok.

2. Hasil penelitian ini diharapkan mampu untuk memberikan

pengetahuan tentang bahaya merokok dan dampak yang diakibatkan

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulrahman WF. 2002. Efect of smoking on peak expiratory flow rate in Tikrit

University. Tikrit Medical Journal; 17 (1): 11-18.

Alamsyah, R.M. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok dan Hubungannya dengan Status Penyakit Periordontal Remaja di Kota Medan Tahun 2007. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan: 31-39.

Alsagaff, Hood dan A, Mukty. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan Ketiga. Surabaya: Erlangga University Press.

Antarudin, 2002. Pengaruh Debu Padi Pada Faal Paru Pekerja Kilang Padi Yang

Merokok Dan Tidak Merokok. Program Pendidikan Dokter Spesialis Paru, FK

USU, Sumatera Utara.

Arief, Hakim. 2004. Bahaya Narkoba Alkohol. Bandung: Nuansa.

Badan Litbang Depnakertrans. 2005. Modul Pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja

dengan Materi Alat Pelindung Diri. Jakarta : Depnakertrans Tenaga

Kerja dan Transmigrasi RI.

Bustan, M.N, 1997. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta, Jakarta

Bustan, M.N. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta.

Corwin, J., Elizabeth. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Dahlan, MS. 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Edisi kedua. Jakarta: Salemba Medika.

Dahlan, MS. 2012. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba medika

Depkes. 2003. Modul Pelatihan Bagi Fasilitator Bagi Kesehatan Kerja. Jakarta: Depkes RI.

Depnakertrans. 2005. Modul Pelatihan Pemeriksaan Kesehatan Kerja. Jakarta: Depnakertrans.

Ellizabet, Aula. 2010. Stop Merokok (Sekarang atau Tidak Sama Sekali). Yogyakarta: Garailmu.

Epler, G.R. 2000. Environmental and Occupational Lung Disease. In : Clinical Overview Of Occupational Diseases, Return To Epler. Com.

Ganong, W.F. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Review Of Medical Physiology). Terjemahan dari M. Djauhari Widjajakusumah, Edisi I7. Jakarta: EGC.

(57)

Gold., Diane., Xiaobin Wang Wypij., David. 2005. Effect of cigarette smoking on lung

function in adolescent boys and girls. NEJM. Vol. 335 No. 13 .

Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC.

Guyton, A.C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Alih Bahasa dr. Irawati Setiawan, dr. LMA Ken Ariata Tengadi dan dr. Alex Santoso. Jakarta: EGC.

Guyton, A.C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.

Guyton, A.C. Hall, J.E., 2006. Effect of Smoking on Pulmonary Ventilation in Exercise. In: Textbook of Medical Physiology. 11th ed. USA: Elsevier Saunders; p. 1062.

Harrianto, R. 2010. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta : EGC.

Khoirudin. 2006. Perbedaan Kapasitas Vital Paru dan Tekanan Darah antara Perokok Aktif dengan Perokok Pasif pada Siswa Madrasah Hidayatul Mubtadi’in Semarang

Tahun Ajaran 2005/2006. Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri

Semarang: 32-37.

Lorriane. M.W, Sylvia A.P. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Mader, S.S. 2004. Understanding Human Anatomy & Physiologi (5th ed.). The McGraw-Hill Company.

Mannopo, A. 1987. Merokok dan Kanker Paru. Majalah Kedokteran Indonesia ; Vol. 37 No. 10.

Mengkidi, Dorce. 2006. Gangguan Fungsi Paru dan Faktor-Faktor yang

Memperngaruhinya pada PT. Semen Tonasa Pangkep Sulawesi Selatan. Semarang:

Tesis Universitas Diponegoro.

Mohammad Hossein Boskabady, Hamideh Dehghani, Mehdi Esmaeilzadeh., 2003, Pulmonary Function Tests and Their Reversibility in Smokers. NRITLD, National Research Institute of Tuberculosis and Lung Disease, Iran. Tanaffos 2(8), 23-30

Nasution, I.K. 2007. Perilaku Merokok Pada Remaja. Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan: 9-18.

Nisa, K. 2010. Prevalensi Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis dengan Riwayat

Merokok di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (Rsup Ham) Medan.

Medan: FKUSU.

Notoatmodjo, S. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Pallock, M.L. 1987. Exercise In Health Disease. Wb Sander.Co,Philadelpia: 131- 152.

Patriana, R. 2013. Perbedaan Kapasitas Vital Paru dan Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik antara Siswa Anggota Tim Basket dan Siswa yang Bukan Anggota Tim basket

SMA Negri 10 Bandar Lampung. Bandar Lampung : FK UNILA

Pearce, E. 1986. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Alih Bahasa Sri Yuliani Handoyo. Jakarta: Gramedia.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di

Indonesia PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis). Jakarta: FKUI.

Pusparini, A. 2003. Bunga Rampai HIPERKES & Kesehatan Kerja. Semarang: Badan Penerbit UNDIP. Cetakan pertama.

(58)

Rahmatullah, P. 2009. Pneumonitis Dan Penyakit Paru Lingkungan. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V .364 : 2279-2296.

Rahmatullah, P. 2010. Pneumonitis dan penyakit paru lingkungan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta.

Reilly J.J., Jr. , Silverman E.K., Shapiro S.D., 2008. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. In: Fauci et al, ed. Harisson’s Principles of Internal Medicine (17th ed.). Volume II, Part 10, Chapter 254: p. 1635-1643.

Rubeena B, Nadeem A, Mahagaonkar AM, Latti RG. Study of lung function in smoker and non-smoker in rural India. Indian Journal Physiology and Pharmacology. 2011;55(1):84-8.

Sastroasmoro, S., 2007. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: CV. Sagung Seto, 313.

Scanlon, V.C dan Sanders, T. 2007. Essensials of Anatomy and Physiology (5th ed.). Philadelphia: F.A Davis Company.

Sugeng. 2007 . Stop Smoking . Yogyakarta : progressif books

Supari S.F., 2008. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)

Suyono, dan Budiman. 2011. Ilmu Kesehatan Masyarakat Dalam Konteks Kesehatan

Lingkungan. Jakarta: EGC.

Suyono, J. 2001. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: EGC.

Ukoli CO, Joseph DE, and Durosinmi MA. 2002. Peak expiratory flow rate in cigarette

smokers. Highland Medical Research Journal; 1(2): 36-37

West, J. 2010. Patofisiologi Paru Esensial. Jakarta : EGC.

Yeung, M.C., Lam. S., Enarson. D., 1995. Pulmonary Function Measurement In The Industrial Setting. Chest.

Gambar

Gambar 1. Inspirasi dan Ekspirasi.
Gambar 2. Spirometer.
Tabel 1. Kriteria hasil VEP1.
Tabel 3. Interpretasi hasil pemeriksaan fungsi paru
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor internal dan eksternal dalam pemasaran kecap cap Udang Ny.Oei Hok Hoo, mengidentifikasi alternatif strategi

dalam menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana (Strata - 1) pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Disusun

[r]

Remote sensing is a suitable tool for estimating the spatial variability of crop canopy characteristics, such as canopy chlorophyll content (CCC) and green

iii Menurut pendapat kami, berdasarkan audit kami dan laporan auditor independen lain tersebut, laporan keuangan konsolidasian yang kami sebut di atas menyajikan secara wajar,

KEY WORDS: Vegetation Coverage, Relative Leaf Area Index (RLAI), Normalized Difference Water Index (NDWI),

No 17 telah memperoleh persetujuan dari Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN nomor S-01/MDU.1- PBUMN/1999 tentang persetujuan Pendirian Anak Perusahaan PT Wijaya

There are many classification methods such as maximum likelihood classifier (MLC), Supported Vector Machine (SVM) and decision tree which have been used in mapping crop