ABSTRAK
PENGARUH KERAPATAN TANAMAN TERHADAP PRODUKSI BIOMASSA DAN NIRA BEBERAPA VARIETAS SORGUM
(Sorghum bicolor (L.) Moench) RATOON I
Oleh
Desi Anggraeni
Tanaman sorgum mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan secara
komersial di Indonesia karena sangat potensial sebagai bahan baku pangan, pakan
hijauan ternak dan industri. Tingkat kompetisi antartanaman dapat berpengaruh
terhadap produksi biomassa dan nira sorgum. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh kerapatan tanaman terhadap produksi biomassa dan nira
beberapa varietas sorgum ratoon I. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun
Percobaaan BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Natar, Lampung
Selatan, pada bulan September 2013 sampai Desember 2013. Perlakuan disusun
secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok, dalam tiga ulangan. Faktor
pertama adalah varietas yang terdiri dari varietas Numbu, Keller dan Wray.
Faktor kedua adalah kerapatanan tanaman yang terdiri dari kerapatan satu, dua,
tiga, dan empat tanaman per lubang. Petak percobaan pada penelitian ini
berukuran 4 m x 4 m. Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-36, dan KCl,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan tanaman berpengaruh nyata
terhadap produksi biomassa dan nira sorgum ratoon I. Tingkat kerapatan tanaman
yang tinggi (tiga tanaman per lubang) mampu meningkatkan produksi biomassa
dan nira per satuan luas, walaupun menurunkan produksi biomassa dan nira per
tanaman. Varietas Numbu mampu menghasilkan biomassa dan nira tertinggi pada
fase vegetatif, sedangkan varietas Keller menghasilkan biomassa dan nira
tertinggi pada fase generatif. Kombinasi perlakuan antara kerapatan tanaman dan
varietas mempengaruhi produksi biomassa dan nira tanaman sorgum baik dalam
satuan luas maupun per individu tanaman. Kerapatan tiga tanaman per lubang
tanam dengan varietas Keller mampu memproduksi biomassa dan nira sorgum
ratoon I tertinggi pada umur 12 mst, yaitu masing-masing 117,00 kg/petak dan
40,56 l/petak, sedangkan kadar brix yang tertinggi yaitu pada batang bawah
sebesar 11,38 oBrix.
PENGARUH KERAPATAN TANAMAN TERHADAP
PRODUKSI BIOMASSA DAN NIRA BEBERAPA VARIETAS
SORGUM (
Sorghum bicolor
(L.) Moench)
RATOON
I
Oleh
DESI ANGGRAENI Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN
pada
Jurusan Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
EOOIUOoSGIBI I
ItO6I
dIN.a'Iil'lE{EpItr
U
gluurcnx
'rI
'tr(Izoor 90986r ou 80r
96r
dIIJ'csalr
'ol'
Fopqapr$v
ua$unf
En1aY 'Zgoor 90986r 1010196r dlhl
'cS'I{ ';wu11
ptltrlllErlnn
'II
'rO 'r(xtr
$no,ffinY
Fa(D
INOIO;IW
(qcueofrtfll
totcotq
wnqftrq!
HnDUOSssrilIllv
vdvf,f,gg{
ruIN
Hvq
YSSUilOIg ISltnqOUT AYCVtrITflI
NUIdYNYI, NYTVTVUTtrII trNulflDNflJ
7%u)
Eqqu4$uad
1sluroy'I
INfNfiIIf,IflI{
uEuqJad
$optntep$v
ffiATZTVIAT
sg}IruIel
uBsrunP
auslsBIIPI^l {o)lod JotuoN
B/lrESBrIEId BLTTPN
frI;otunr
ro:
Fdln|s
uqh
snlnl
I#r41
r00rz0l,86r
.s.H,qrutwzry
uBflt'
{{t
uBlug|Iea sElIn{Bd
.161rg 'olorfiung
'q
:
Bqqu4quad ue{qtrfn$uaa
'cg'11
'o;uu,{;q1
en6Y'fI
'rO
: sug|eD|asE[B4I
tlnBuaa
rulJ'I
60rrctnrcI
I^[dN mee.6Euy rseg, I 0Z snfsn8y'Eunduml .rBpueg
'nryqreq Euud
{rlllepts{" usnue}e{ uaEuep r$Fres surueueru Blpesleq edes opru 1ne1 Enero qelo
lsn(up nsle uEmFs lrsBg mapdnrem rur lsdpp &t{qBq ll)lnqre] uBg rrBrprutre{Tp
BIIqedV
'Em&uq
su1rsraarun qEIury e&e{ uesqnuedquppl pqrEuetn t1e1a1rm rsdlnls urBlsp Etreqrel Eued gseq urures 'urel Euaro e,{rq Fs"q ue)lnq uBp
rrrpues efes e,fte1psuq uelednreru *INOOJVA(qoueotr41 (.1)
qoqq
unqfuog)TAIfICUOS
SyrgrUVA
yd\ruggflf,
\rurNNvo yssyarorg
Isxnooud
dv(fyHuflI
NvI^ryNVI
NvJ.vdyufl)t HouvcNgd,
6ppnpeqEned e,(es pdpls emqeq ue4ep,fueu 'Im qu/ruq !P ueEuel
"pugueq Euef efeg
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Kagunganratu, Kecamatan Tulang Bawang Udik,
Kabupaten Tulang Bawang Barat, Provinsi Lampung, pada tanggal 01 Mei 1993,
sebagai anak sulung dari dua bersaudara untuk pasangan Bapak Tukiyar dan Ibu
Sarohtin. Penulis mulai menempuh jenjang pendidikan di TK Dharma Wanita
Kagunganratu pada tahun 1997-1998, kemudian dilanjutkan ke pendidikan dasar
di SD Negeri 1 Kagunganratu pada tahun 1998-2004, menyelesaikan Sekolah
Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Tulang Bawang Udik pada tahun 2007, dan
lulus dari SMA Negeri 1 Tumijajar pada tahun 2010.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung pada tahun 2010. Selama menyandang status mahasiswi
penulis pernah menjabat sebagai asisten dosen Tanaman Pangan pada tahun 2014
dan aktif sebagai Anggota Organisasi Radio Kampus Universitas Lampung.
Penulis juga mendapatkan beasiswa PPA (Prestasi Potensi Akademik).
Pada bulan Januari 2013 penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN)
Universitas Lampung di Kabupaten Tanggamus. Pada bulan Juli 2013 penulis
melaksanakan kegiatan Praktik Umum (PU) di Kebun Percobaan Natar milik
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung, yang berjudul ”Teknik
Perbanyakan Tanaman Vanili (Vanilla planifolia) Varietas Anggrek Melalui Stek
PERSEMBAHAN
Dengan menyebut nama Allah dan mengucapkan Alhamdulillahirobbil’alamin Sebagai wujud baktiku kupersembahkan karya sederhana ini kepada:
Ayah, Bunda dan Adik tersayang
Untuk kesabaran yang tak terhingga dan kasih sayang yang tak ternilai. Setiap tetes keringat adalah kewajiban, setiap genangan air mata adalah doa, dan setiap doa adalah kekuatan, yang selalu ada disetiap langkah dan usahaku.
Keluarga
Alasan dalam setiap senyuman, terimakasih atas semangat dan dorongan yang selalu terselip dalam sukacita.
Sahabat dan Teman-teman
Penghibur duka lara dan penyemangat dalam menjalani setiap detik waktu, maaf atas segala khilafku.
MOTO
“Man Jadda WaJada ~ Barangsiapa bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil, ~ where there is a will there is a way” (Anonim)
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka
mengubah diri mereka sendiri” (Q.S. Ar-Ra’d:11)
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (Qs. Al Baqarah: 286)
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (QS. Al-Insyirah: 6)
“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya akan diberi jalan keluar dari setiap urusannya dan diberi pertolongan dari tempat yang tak terduga, dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya akan di cukupi segala
kebutuhannya” (QS Ath-Thalaq: 2-3)
“You never know how strong you are, until being strong is the only choice you
have, don’t be afraid of failure,because he will strengthen you” (Penulis)
“You must make a choice to take a chance, or your live will never change, and
don’t forget to be awesome” (Penulis)
“Life notas simple as our imagine, I ever down a few times, I’ve sadness and failures, but one thing for sure, I always get up, wake up and begin to make
SANWACANA
Bismillahirrahmanirrahim,
Puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
skripsi yang berjudul “Pengaruh Kerapatan Tanaman terhadap Produksi Biomassa
dan Nira Beberapa Varietas Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Ratoon I”.
Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Kamal, M.Sc., dan Bapak Dr. Ir. Agus
Karyanto, M.Sc., selaku pembimbing pertama dan pembimbing ke dua atas
waktu, saran, nasehat, bantuan, bimbingan dan motivasi selama pelaksanaan
penelitian hingga proses penulisan skripsi.
2. Bapak Ir. Sunyoto, M.Agr., selaku dosen penguji yang telah memberikan
kritik dan saran dalam penulisan skripsi.
3. Bapak Ir. Muhammad Nurdin, M.P., selaku Pembimbing Akademik selama
saya menjadi mahasiswi di jurusan Agroteknologi.
4. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan
Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., selaku Ketua Program Studi
6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
7. Kedua orangtua tercinta Bapak Tukiyar dan Ibu Sarohtin, serta adik tersayang
Chandra Alfiandi, terimakasih atas semua doa, kasih sayang, perhatian,
bantuan, dan motivasi yang selalu diberikan hingga saat ini.
8. Bapak Marko, Bapak Walyono, Bapak Jamari, Bapak Untung dan segenap
pegawai BPTP Lampung atas segala bantuan selama penelitian berlangsung.
9. Teman seperjuangan dalam melaksanakan penelitian Dian Oktaviani, Sherly
A. P., Galih D. C., Novri, Bangun Ferdian, Rizkyta P. P., Iyuth P. N., atas
kerjasama, semangat, dan bantuannya.
10. Yulinda S., Arisha A., Candra S., Tibor E. P., Agung A. B., Jefri Z., Vetty O.
F., Iqbal L. A., Debby C. F., dan segenap teman-teman di Jurusan
Agroteknologi 2010 atas bantuan, doa, dan persahabatan yang terjalin.
11. Shalahudin Al-Ayubi, Dwi A., Eka N., Elsa P., Mbak Nani S., dan A. Mufit
K. A., atas bantuan selama penelitian, doa, dan persahabatan yang terjalin.
12. Yunita M., Fajrin, Ridha A., C. Gom-gom S., Bayu W., Adi S., dan segenap
crew di UKM Radio Kampus Universitas Lampung atas persahabatan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, penulis mengharapkan
saran dan kritik yang bersifat membangun supaya skripsi ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak dan seluruh civitas akademika pertanian serta masyarakat.
Bandar Lampung, Agustus 2014 Penulis.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... x
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 4
1.3 Kerangka Pemikiran ... 4
1.4 Hipotesis ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum ... 9
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Sorgum ... 12
2.3 Kerapatan Tanaman ... 13
2.4 Varietas Sorgum ... 15
2.5 Ratoon pada Sorgum ... 18
2.6 Produksi Nira Sorgum ... 19
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 24
3.2 Bahan dan Alat ... 24
3.3 Metode Penelitian ... 25
3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 29
3.4.1 Pemotongan Batang dan Penjarangan ... 29
3.4.2 Pemupukan ... 29
3.4.3 Pemeliharaan ... 30
3.5 Variabel yang diamati ... 31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian... 33
4.1.1 Panjang Batang ... 35
4.1.2 Diameter Batang Atas ... 37
4.1.3 Diameter Batang Tengah ... 38
4.1.4 Diameter Batang Bawah ... 40
4.1.5 Bobot Basah Tanaman per Tanaman ... 42
4.1.6 Bobot Kering Tanaman per Tanaman ... 44
4.1.7 Bobot Basah Tanaman per Petak (16 m2). ... 46
4.1.8 Bobot Kering Tanaman per Petakan 16 m2 ... 48
4.1.9 Volume Nira Batang Atas ... 50
4.1.10 Volume Nira Batang Tengah ... 51
4.1.11 Volume Nira Batang Bawah ... 53
4.1.12 Volume Nira Batang Sorgum per Satuan Tanaman ... 55
4.1.14 Nilai Brix Batang Atas. ... 58
4.1.15 Nilai Brix Batang Tengah ... 60
4.1.16 Nilai Brix Batang Bawah ... 62
4.1.17 Krelasi antar Variabel. ... 63
4.1.18 Histogram Perbandingan Bobot Basah Tanaman dan Volume Nira per Tanaman dan per m2. ... 66
4.2 Pembahasan ... 68
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 78
5.2 Saran ... 79
PUSTAKA ACUAN ... 80
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Perbandingan karakteristik budidaya sorgum dengan tebu. …... 21
2. Komposisi nira sorgum dan nira tebu. .………... 22
3. Susunan kombinasi perlakuan tanaman sorgum dalam
Penelitian. ... 26
4. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh kerapatan tanaman dan beberapa varietas sorgum dan interaksinya
terhadap biomassa dan nira tanaman sorgum. .………... 33
5. Pengaruh kerapatan tanam dan varietas sorgum terhadap
panjang batang tanaman pada umur 6 mst. .………..….. 35
6. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum
terhadap panjang batang tanaman umur 12 mst. …...…..……… 36
7. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap
diameter batang atas tanaman pada 6 dan 12 mst. …... 37
8. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap
diameter batang tengah pada 6 dan 12 mst. ……….……... 39
9. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap
diameter batang bawah umur 6 mst. ……..……... 40
10. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum
terhadap diameter batang bawah tanaman pada umur 12 mst. ... 41
11. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum
terhadap bobot tanaman basah pada umur 6 mst. ………... 42
12. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap
v 13. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum
terhadap bobot tanaman kering pada umur 6 mst. ….…... 44
14. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas sorgum
terhadap bobot tanaman kering pada umur 12 mst. ……….…... 45
15. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum
terhadap bobot tanaman basah per petak umur 6 mst. ……….... 46
16. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap
bobot tanaman basah per petak umur 12 mst. ……….… 47
17. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum
terhadap bobot tanaman kering per petak pada umur 6 mst. ….. 48
18. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap
bobot tanaman kering per petak umur 12 mst. ……….….. 49
19. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum
terhadap volume nira batang atas pada umur 6 mst. ………... 50
20. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum
terhadap volume nira batang atas pada umur 12 mst. ……... 51
21. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum
terhadap volume nira batang tengah pada umur 6 mst. ………... 52
22. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum
terhadap volume nira batang tengah pada umur 12 mst. …….... 53
23. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum
terhadap volume nira batang bawah pada umur 6 mst. ………... 54
24. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum
terhadap volume nira batang bawah pada umur 12 mst. ……... 54
25. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap volume nira pada batang sorgum per tanaman
umur 6 mst. ..……... 55
26. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap volume nira pada batang sorgum per tanaman
umur 12 mst. …... 56
27. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap volume nira batang tanaman sorgum per petak
28. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap volume nira batang sorgum per petak pada
umur 12 mst. ……... 58
29. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap
nilai brix batang atas pada umur 6 dan 12 mst. ………... 59
30. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap
nilai brix batang tengah pada umur 6 dan 12 mst. …... 60
31. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap
nilai brix batang bawah pada umur 6 mst. ………... 62
32. Interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum
terhadap nilai brix batang bawah pada umur 12 mst. ………... 63
33. Nilai korelasi antar variabel pengamatan sorgum ratoon I
umur 6 mst. …………...….………... 64
34. Nilai korelasi antar variabel pengamatan sorgum ratoon I
umur 12 mst. ………...….………... 65
35. Rata-rata panjang batang (cm) tanaman sorgum umur 6 mst. … 86
36. Analisis ragam panjang batang tanaman sorgum umur 6 mst .... 86
37. Rata-rata panjang batang (cm) sorgum pada umur 12 mst ….… 87
38. Analisis ragam panjang batang sorgum pada umur 12 mst ….... 87
39. Rata-rata diameter batang atas (cm) sorgum pada umur
6 mst. ... 88
40. Analisis ragam diameter batang atas sorgum pada umur
6 mst. ………... 88
41. Rata-rata diameter batang atas (cm) sorgum pada umur
12 mst. ………... 89
42. Analisis ragam diameter batang atas sorgum pada umur
12 mst. ………...……….. 89
43. Rata-rata diameter batang tengah (cm) pada umur 6 mst. …….. 90
44. Analisis ragam diameter batang tengah pada umur 6 mst. ……. 90
vii 46. Analisis ragam diameter batang tengah sorgum umur
12 mst. ………. 91
47. Rata-rata diameter batang bawah (cm) pada umur 6 mst. …….. 92
48. Analisis ragam diameter batang bawah pada umur 6 mst. ……. 92
49. Rata-rata diameter batang bawah (cm) sorgum umur 12 mst. … 93
50. Analisis ragam diameter batang bawah sorgum umur 12 mst. ... 93
51. Rata-rata jumlah nira (ml) tanaman sorgum umur 6 mst. ……... 94
52. Analisis ragam volume nira (ml) sorgum pada umur 6 mst. ….. 94
53. Rata-rata volume nira sorgum (ml) pada umur 12 mst. ……….. 95
54. Analisis ragam volume nira sorgum (ml) tpada umur 12 mst. ... 95
55. Rata-rata volume nira ( ml) batang atas sorgum umur 6 mst. …. 96
56. Analisis ragam volume nira batang atas sorgum umur 6 mst. … 96
57. Rata-rata volume nira (ml) batang atas sorgum 12 mst. ………. 97
58. Analisis ragam jumlah nira pada batang atas pada umur
12 mst. ………. 97
59. Rata-rata jumlah nira ( ml) batang tengah pada umur 6 mst. …. 98
60. Analisis ragam banyak nira batang tengah pada umur 6 mst. … 98
61. Rata-rata jumlah nira (ml) batang tengah umur 12 mst. ………. 99
62. Analisis ragam jumlah nira pada batang tengah umur 12 mst. ... 99
63. Rata-rata jumlah nira batang bawah (ml) umur pada 6 mst. …... 100
64. Analisis ragam jumlah nira batang bawah pada umur 6 mst. …. 100
65. Rata-rata jumlah nira (ml) batang bawah umur 12 mst. ………. 101
66. Analisis ragam jumlah nira pada batang bawah umur 12 mst. ... 101
67. Kadar brix batang atas tanaman sorgum pada umur 6 mst. …… 102
69. Rata-rata kadar brix batang atas sorgum umur 12 mst. ……….. 103
70. Analisis ragaman kadar brix batang atas pada umur 12 mst. …. 103
71. Rata-rata kadar brix batang tengah sorgum umur 6 mst. ……… 104
72. Analisis ragam kadar brix batang tengah sorgum umur 6 mst. .. 104
73. Rata-rata kadar brix batang tengah sorgum umur 12 mst. …….. 105
74. Analisis ragam kadar brix batang tengah pada umur 12 mst. …. 105
75. Rata-rata kadar brix batang bawah sorgum pada umur 6 mst. … 106
76. Analisis ragam kadar brix batang bawah sorgum umur 6 mst. .. 106
77. Rata-rata kadar brix batang bawah pada umur 12 mst. ……….. 107
78. Analisis ragam kadar brix batang bawah pada umur 12 mst. …. 107
79. Rata-rata bobot tanaman basah (g) sorgum umur 6 mst. ……… 108
80. Analisis ragam bobot tanaman basah sorgum umur 6 mst. …… 108
81. Rata-rata bobot tanaman basah (g) sorgum umur 12 mst. …….. 109
82. Analisis ragam bobot tanaman basah sorgum umur 12 mst. ….. 109
83. Rata-rata bobot tanaman kering tanaman (g) sorgum 6 mst. ….. 110
84. Analisis ragam bobot tanaman kering sorgum umur 6 mst. …... 110
85. Rata-rata bobot tanaman kering (g) sorgum umur 12 mst. ……. 111
86. Analisis ragam bobot tanaman kering sorgum umur 12 mst. …. 111
87. Rata-rata bobot tanaman basah sorgum per petak umur
6 mst. ... 112
88. Analisis ragam bobot tanaman basah sorgum per petak
6 mst. ... 112
89. Rata-rata bobot tanaman basah sorgum per petak umur
12 mst. ………. 113
90. Analisis ragam bobot tanaman basah sorgum per petak
ix 91. Rata-rata bobot tanaman kering sorgum per petak umur
6 mst. ………... 114
92. Analisis ragam bobot tanaman kering sorgum per petak
6 mst. ………... 114
93. Rata-rata bobot tanaman kering sorgum per petakumur
12 mst. ………. 115
94. Analisis ragam bobot tanaman kering sorgum per petak
12 mst. ………. 115
95. Rata-rata volume nira sorgum per petakumur 6 mst. …………. 116
96. Analisis ragam volume nira sorgum per petakumur 6 mst. …... 116
97. Rata-rata volume nira sorgum per petak Umur 12 mst. ….……. 117
99. Analisis ragam volume nira sorgum per petak umur 12 mst. …. 117
100. Data analisis tanah setelah dilakukan penelitian. …….………... 118
101. Data curah hujan stasiun Rejosari, Kecamatan Natar,
Kabupaten Lampung selatan saat penelitian berlangsung. ……. 118
102. Hasil penelitian Rahmawati tentang varietas Keller. ………….. 118
103. Deskripsi varietas Numbu. ……….. 119
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Denah Tata Letak Petak Percobaan ... 27
2. Denah Tata Letak Tanaman Sorgum dalam Percobaan ... 28
3. Histogram perbandingan bobot basah tanaman per tanaman dan per m2 umur 6 mst ... 66
4. Histogram perbandingan volume nira per tanaman dan per m2 umur 6 mst ... 67
5. Histogram perbandingan volume nira pada masing-masing bagian tanaman per tanaman dan per m2 umur 6 mst ... 68
6. Varietas Numbu kerapatan 1, 2, 3, dan 4 tanaman per lubang ... 120
7. Proses pemerasan sorgum dengan mesin pemeras tebu ... 120
8. Nira sorgum ... 120
9. Proses pengukuran volume nira yang dihasilkan ... 121
10. (a) dan (b) proses pengukuran nilai Brix dengan refraktometer ... 122
11. Pengeringan bobot basah sorgum dengan oven ... 122
1
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Tanaman sorgum sudah dikenal sejak lama oleh masyarakat Indonesia, tetapi
pengembangan tanaman tersebut belum meluas. Sebenarnya, tanaman sorgum
mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan secara komersial di
Indonesia karena sangat potensial sebagai sumber bahan pangan, pakan,
bioetanol, dan untuk berbagai keperluan industri lainnya (Sumantri, 1996).
Sebagai bahan pangan sorgum biasanya dikonsumsi dalam bentuk roti, bubur dan
minuman (sirup). Sebagai pakan dimanfaatkan bijinya, batang dan daunnya
diberikan dalam bentuk green chop, hay dan silase. Untuk industri dijadikan
bahan perekat, pelet pakan ternak atau industri gula (Irwan et al., 2004).
Tanaman sorgum termasuk tanaman pangan (biji-bijian), tetapi lebih banyak
dimanfaatkan sebagai pakan ternak (livestock fodder). Sorgum manis berpotensi
dikembangkan sebagai bahan pakan hijauan ternak, dimana nutrisi daunnya setara
dengan rumput gajah dan pucuk tebu (Atmodjo, 2011) dan produktivitas
biomassanya lebih tinggi dibanding jagung atau tebu (Hoeman, 2007). Hal ini
karena tanaman sorgum memiliki gen pengendali kehijauan daun sampai masak
2
Sorgum merupakan salah satu bahan baku untuk bahan bakar nabati (BBN).
Sorgum memiliki kandungan gula pada batang sehingga niranya dapat
difermentasi menjadi bioetanol. Kandungan gula pada batang sorgum meliputi
sukrosa dan gula invert (glukosa, fruktosa, maltosa dan xilosa) (Almodares and
Hadi, 2009). Selanjutnya dikatakan bahwa secara teori juice dari batang sorgum
dapat dikonversi menjadi etanol dengan efisiensi sebesar 85% (Almodares and
Hadi, 2009). Kandungan gula pada nira batang sorgum manis yaitu antara
16-23% Brix (total sugar 14-21%), dengan efisiensi fermentasi berkisar 90-92%
(Reddy and Dar, 2007).
Sorgum yang telah diolah menjadi bioetanol dapat dimanfaatkan sebagai
pengganti bahan bakar minyak tanah dengan kadar etanol 40-60%, untuk
kebutuhan laboratorium dan farmasi 70-90 %, dan sebagai bahan substitusi
premium 90-100 %. Di Amerika, produktivitas bioetanol sorgum mencapai
10.000 liter/ha, India 3.000–4.000 liter/ha, dan China 7.000 liter/ha. Di Indonesia,
kemampuan tanaman sorgum menghasilkan etanol berkisar antara 3.000-6.600
liter/ha (Efendi et al., 2013).
Pengaturan kerapatan tanaman merupakan salah satu upaya peningkatan produksi
biomassa dan nira tanaman sorgum melalui efisiensi faktor-faktor tumbuh, seperti
cahaya, air, dan unsur hara. Peningkatan kerapatan tanaman juga mempunyai arti
meningkatkan jumlah tanaman. Kerapatan tanaman dapat ditingkatkan sampai
mencapai titik optimum tertentu. Pada populasi tinggi, kompetisi antar tanaman
dapat terjadi, yang mengakibatkan pertumbuhan dan hasil per individu menjadi
3
meningkatnya populasi, maka produksi biomassa dan nira per hektar masih dapat
meningkat. Disamping kerapatan tanam, varietas sorgum juga akan
mempengaruhi produksi biomassa dan nira.
Tanaman sorgum dapat diratoon atau dipanen lebih dari sekali dalam satu musim
tanam dengan hasil yang tidak jauh berbeda (tergantung pemeliharaan tanaman).
Sistem budidaya seperti kerapatan tanaman yang dikombinasikan dengan
perbedaan varietas tanaman sorgum ratoon I dapat berpengaruh terhadap produksi
nira dalam batang tanaman dan biomassa yang dihasilkan. Oleh karena itu
dilakukan penelitian untuk mencari varietas yang dapat beradaptasi dengan baik
dan kerapatan tanaman terbaik dengan sistem ratoon I agar diperoleh produksi
biomassa dan nira yang tinggi. Sehingga budidaya sorgum dengan teknik
sederhana ini diharapkan dapat menjadi peluang usaha petani sekaligus
meningkatakan kesejahteraan petani yang memungkinkan berkembangnya
agroindustri pedesaan di lahan kering, terutama industri gula dan pakan ternak.
Berdasarkan uraian di atas dalam penelitian ini dapat di rumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Apakah kerapatan tanaman dapat berpengaruh terhadap produksi biomassa dan
nira tanaman sorgum ratoon I?
2. Apakah varietas dapat berpengaruh terhadap produksi biomassa dan nira
tanaman sorgum ratoon I?
3. Apakah interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas dapat berpengaruh
4
1.2Tujuan Penelitian
Adapun rumusan masalah dari penelitian yang akan saya lakukan yaitu:
1. Mengetahui tingkat kerapatan tanaman yang terbaik untuk produksi biomassa
dan nira pada tanaman sorgum ratoon I .
2. Mengetahui varietas sorgum yang terbaik untuk produksi biomassa dan nira
pada ratoon I.
3. Mengetahui pengaruh interaksi kerapatan tanaman dan varietas terhadap
produksi biomassa dan nira.
1.3 Kerangka Pemikiran
Sorgum manis (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan salah satu tanaman
penghasil bahan pemanis dari nira batangnya. Tanaman ini sebagaimana tanaman
sorgum yang lain (sorgum biji, grain sorghum), dapat juga ditanam di tegalan,
berumur relatif pendek (kurang lebih empat bulan) dan dapat dipelihara
ratoonnya, sehingga tanaman ini dapat digunakan untuk meningkatkan
produktivitas lahan. Tanaman sorgum juga memiliki kemampuan tumbuh yang
baik pada kondisi kelembaban tanah yang relatif rendah; sehingga pengembangan
tanaman ini bisa dilakukan pada daerah lahan kering atau wilayah yang beriklim
kering (Arifin dan Martoyo, 1986).
Budidaya sorgum manis di Indonesia masih belum intensif dilakukan oleh
masyarakat Indonesia, padahal potensinya sangat baik sebagai pakan ternak dan
salah satu jenis bahan baku bahan bakar nabati. Nira sorgum juga dapat diproses
5
Nira sorgum pada penelitian ini diperoleh dengan cara mekanik yaitu menggiling
batang tanaman sorgum dengan mesin pemeras tebu kemudian dilakukan
pengukuran kadar gula dalam nira batang sorgum dengan refraktometer dan
dilakukan pengukuran volume nira.
Pada penelitian ini tanaman sorgum di tanam pada kerapatan yang berbeda, yaitu
kerapatan satu, dua, tiga dan empat tanaman per lubang tanam. Peningkatan
kerapatan tanaman juga mempunyai arti meningkatkan jumlah tanaman.
Kerapatan tanaman merupakan salah satu faktor penting dalam usaha
meningkatkan produksi biomassa dan nira. Pada populasi tinggi, kompetisi antar
tanaman dapat terjadi sehingga pertumbuhan dan hasil per individu menjadi
berkurang, namun karena jumlah tanaman per hektar bertambah dengan
meningkatnya populasi, maka produksi biomassa dan nira per hektar masih dapat
meningkat. Sebaliknya populasi tanaman yang terlalu tinggi, bisa menyebabkan
penurunan produksi biomassa dan nira per hektar.
Budidaya dengan kerapatan tanaman yang tinggi dapat menekan pertumbuhan
gulma dan erosi lahan. Kepadatan populasi tanaman dapat ditingkatkan sampai
mencapai titik optimum tertentu. Kepadatan populasi tanaman yang tinggi
meningkatkan Indeks Luas Daun (ILD) yang berarti meningkatkan luas daun yang
berfotosintesis per satuan luas tanah. Produksi bahan kering tanaman adalah
fungsi dari laju fotosintesis seluruh daun. Sehingga peningkatan populasi
tanaman pada luasan tertentu akan diikuti dengan peningkatan produksi biomassa
6
Populasi yang tinggi menimbulkan persaingan antar tanaman yang menyebabkan
batang tanaman semakin tinggi dan diameternya semakin mengecil.
Masing-masing tanaman harus tumbuh lebih tinggi agar memperoleh cahaya lebih banyak
(Salisbury and Ross, 1985) dan pemanjangan batang pada tanaman sering
menguntungkan dalam persaingan memperebutkan cahaya matahari. Selanjutnya
Tollenaar et al. (1994) menyatakan bahwa populasi yang tinggi dapat menekan
pertumbuhan gulma dan pengaruh kepadatan tanaman terhadap gulma selama
daun pertumbuhannya menjadi lebih kecil dan pada saat kepadatan tanaman
meningkat, maka biomassa gulma menurun hingga 50% karena pertumbuhan
gulma menjadi terhambat dan laju evaporasi dapat ditekan.
Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa mengatur banyaknya populasi tanaman
bertujuan untuk meminimalkan terjadinya kompetisi intra-species maupun
inter-species dan merupakan suatu tindakan manipulasi agar kanopi dan akar tanaman
dapat memanfaatkan lingkungan secara optimal. Kerapatan tanaman yang
optimal akan memperoleh hasil yang maksimal. Produksi biomassa dan nira juga
merupakan indikasi keberhasilan tanaman berinteraksi dengan lingkungan seperti
unsur hara, air, cahaya, kelembaban, dan suhu.
Produksi biomassa dan nira mempunyai hubungan dengan morfologi dari setiap
varietas. Setiap varietas sorgum memiliki respon yang berbeda karena setiap
varietas sudah membawa gen bawaan atau sifatnya masing-masing, sehingga
memiliki kemampuan untuk produksi nira maupun biomassa yang berbeda-beda
untuk setiap varietasnya. Penampilan varietas juga berhubungan erat dengan
7
Upaya lain dalam peningkatan produksi sorgum adalah melalui pemanfaatan
sistem ratoon. Sistem ratoon adalah sisa tunggul batang tanaman primer setelah
dipanen dengan cara di potong batang bawahnya, dipelihara sampai tumbuh tunas
baru yang disebut tanaman ratoon (ratoon pertama), sehingga sistem ratoon
merupakan salah satu cara untuk meningkatkan hasil per satuan luas lahan dan per
satuan waktu. Menurut Chauchan et al. (1985) beberapa keuntungan dengan cara
ini di antaranya adalah umurnya relatif lebih pendek, kebutuhan air lebih sedikit,
biaya produksi lebih rendah karena penghematan dalam pengolahan tanah,
penggunaan benih, kemurnian genetik lebih terpelihara dan hasil panen tidak
berbeda jauh dengan tanaman utama. Di beberapa negara telah
mempraktikkannya pada skala komersial seperti USA, China, India, Jepang,
Thailand, dan Filipina.
Pemotongan batang dimaksudkan untuk merangsang tumbuhnya tunas dan akar
baru sehingga dengan sendirinya akan meningkatkan jumlah anakan dan jumlah
daun tanaman. Menghilangkan batang dan daun tua berarti menghilangkan
sumber auksin dan dengan demikian pertumbuhan tunas baru akan terbentuk
begitu juga akarnya, mengingat fungsi auksin dapat menghambat pertumbuhan
tunas dan dapat menstimulir pertumbuhan akar baik panjang maupun jumlahnya
(Abidin, 1993). Adanya kombinasi pengaturan kerapatan tanaman dan varietas
tertentu dengan sistem ratoon diharapkan dapat diperoleh hasil yang optimal dari
tanaman sorgum, sehingga tanaman sorgum tersebut dapat memproduksi nira dan
8
1.4 Hipotesis
Adapun hipotesis yang diperoleh dari penelitian ini yaitu:
1. Kerapatan tanaman yang berbeda dapat mempengaruhi produksi biomassa dan
nira tanaman sorgum ratoon I.
2. Varietas yang berbeda dapat mempengaruhi produksi biomassa dan nira
tanaman sorgum ratoon I.
3. Adanya pengaruh varietas sorgum pada berbagai kerapatan tanaman terhadap
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum
Sorgum merupakan tanaman serealia yang bukan asli Indonesia, melainkan dari
Ethiopia dan Sudan di Afrika. Di Indonesia sorgum punya beberapa nama seperti
gandrung, jagung pari, dan jagung canthel. Tanaman sorgum merupakan tanaman
graminae yang memiliki taksonomi sebagai berikut (Martin, 1970):
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta Class : Liliopsida Subclass : Commelinidae Order : Cyperales Family : Poaceae (Grass) Genus : Sorghum
Spesies : Sorghum bicolor (L.) Moench
Batang sorgum manis berbentuk silindris, beruas-ruas, dan mengandung gula,
yaitu 55% sukrosa (berat kering) dan 3,2 % glukosa (berat kering), juga
mengandung selulosa 12,4 % dan hemiselulosa 10,2% (Billa et al., 1997).
Kandungan sukrosa, glukosa, dan fruktosa akan meningkat setelah bunga mekar
(Almodares and Hadi, 2009). Panen batang dilakukan pada saat kemasakan
optimal, pada umumnya terjadi pada umur 16 – 18 minggu (112 – 126 hari),
sedangkan biji umumnya matang pada umur 90 – 100 hari. Oleh karena itu biji
10
Tanaman sorgum mempunyai batang yang merupakan rangkaian berseri dari
ruas (internodes) dan buku (nodes). Bentuk batangnya silinder dengan ukuran
diameter batang pada bagian pangkal antara 0,5-5,0 cm. Tinggi batang tanaman
sorgum bervariasi yaitu antara 0,5-4,0 m tergantung pada varietas (House, 1985).
Tinggi batang sorgum manis yang dikembangkan di China dapat mencapai 5 m,
dan struktur tanaman yang tinggi sangat ideal dikembangkan untuk pakan ternak
dan penghasil gula (FAO, 2002).
Sorgum mempunyai daun berbentuk seperti pita sebagaimana jagung atau padi
dengan struktur daun terdiri atas helai daun dan tangkai daun. Posisi daun
terdistribusi secara berlawanan sepanjang batang dengan pangkal daun menempel
pada nodes. Daun sorgum rata-rata panjangnya satu meter dengan penyimpangan
kurang lebih 10-15 cm (House, 1985). Jumlah daun bervariasi antara 13-40 helai
tergantung varietas (Martin, 1970), namun Gardner et al. (1991) menyebutkan
bahwa jumlah daun sorgum berkisar antara 7-14 helai. Daun sangat penting
sebagai organ fotosintesis yang merupakan produsen utama fotosintat sehingga
dapat dijadikan sebagai indikator pertumbuhan terutama untuk menjelaskan
proses pembentukan biomassa (Sitompul dan Guritno, 1995).
Freeman (1970) menyebutkan bahwa tanaman sorgum juga mempunyai daun
bendera (leaf blades) yang muncul paling akhir, yaitu bersamaan dengan
inisiasi malai. Daun bendera muda bentuknya kaku dan tegak, sangat penting
artinya sebagai pintu transportasi fotosintat. Sorgum termasuk tanaman
menyerbuk sendiri (self pollination), pada setiap malai terdapat bunga jantan dan
11
apabila glume atau sekam dari masing-masing bunga membuka. Karena proses
membukanya glume antara bunga jantan dan bunga betina tidak selalu bersamaan,
maka pollen dapat viable untuk jangka waktu 10-15 hari (House, 1985).
Malai tanaman sorgum beragam tergantung varietas dan dapat dibedakan
berdasarkan posisi, kerapatan, dan bentuk. Berdasarkan posisi, malai sorgum ada
yang tegak, miring dan melengkung; berdasarkan kerapatan, malai sorgum ada
yang kompak, longgar, dan intermediate; dan berdasarkan pada bentuk malai ada
yang oval, silinder, elip, seperti seruling, dan kerucut (Martin, 1970).
Tanaman sorgum termasuk tanaman C-4. Karakteristik tanaman C-4 yaitu pada
penyinaran tinggi dan suhu panas tanaman ini mampu berfotosintesis lebih cepat
sehingga menghasilkan biomassa yang lebih banyak dibandingkan tanaman C-3
(Salisbury and Ross, 1985). Selain sebagai tanaman C-4, tingginya produktivitas
tanaman sorgum juga didukung oleh fakta bahwa permukaan daunnya dilapisi
oleh lilin yang dapat mengurangi laju transpirasi dan mempunyai sistem perakaran
yang ekstensif. Kedua faktor ini menjadikan sorgum sangat efisien dan efektif
dalam pemanfaatan air (House, 1985), sehingga produktivitas biomassa sorgum
lebih tinggi dibandingkan jagung atau tebu (Hoeman, 2007).
Keunggulan proses fisiologi tanaman sorgum lainnya adalah memiliki gen
pengendali untuk berada dalam kondisi stay-green sejak fase pengisisan biji.
Fenomena stay-green ini berhubungan dengan kandungan nitrogen daun spesifik
(specific leaf nitrogen) yang lebih tinggi sehingga mampu meningkatkan efisiensi
penggunaan radiasi dan transpirasi (Borrel et al., 2006). Fisiologi stay-green pada
12
Bidinger, 2002) sehingga tanaman sorgum mampu mengelola batang dan daunnya
tetap hijau walaupun pasokan air sangat terbatas (Borrel et al., 2006).
Beberapa karakter penting yang terdapat pada tanaman sorgum adalah: (1)
menghasilkan akar yang lebih banyak dibandingkan tanaman serealia lainnya.
Akar sorgum adalah serabut (Purseglove dikutip oleh Efendi et al., 2013) dan
pada endodermis akar ada endapan silica yang mencegah kerusakan pada kondisi
kekeringan (Doggett, 1970), (2) daunnya mempunyai lapisan lilin dan
kemampuan menggulung sehingga meningkatkan efisiensi transpirasi, (3) dapat
dorman selama kekeringan dan tumbuh kembali ketika kondisi favorable, (4)
tanaman bagian atas (tajuk) akan tumbuh hanya setelah sistem perakaran
berkembang dengan baik, (5) mampu berkompetisi dengan bermacam-macam
jenis gulma, (6) mempunyai laju fotosintesis yang lebih tinggi dibandingkan
tanaman serealia lainnya, dan (7) produktivitas sangat tinggi dan dapat diratoon
(dapat dipanen lebih dari satu kali dalam satu musim tanam dengan hasil yang
tidak jauh berbeda, tergantung pemeliharaan tanamannya).
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Sorgum
Sorgum manis (Sorghum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman tahunan asli
tropis yang dapat beradaptasi di daerah sedang (temperate) dan sub tropis.
Tanaman ini mampu beradaptasi pada daerah yang luas mulai 45o LU sampai dengan 40o LS, dari daerah dengan iklim tropis-kering (semi arid) sampai daerah beriklim basah. Tanaman sorgum masih dapat menghasilkan pada lahan
marginal. Sorgum dapat tumbuh pada tanah liat yang berat ataupun tanah pasir
13
rendah perlu dikakukan pengapuran untuk perbaikan (Suwelo, 1978). Tanaman
sorgum dapat tumbuh pada ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut (Sumantri,
1996). Sorgum lebih cocok di daerah yang bersuhu panas, suhu optimum untuk
sorgum yaitu 280C – 300C. Kelembaban tanah pada 40% - 60% kapasitas lapang menghasilkan perkecambahan yang terbaik (Sumantri, 1996). Curah hujan yang
diperlukan berkisar 375-425 mm/musim tanam dan tanaman sorgum dapat
beradaptasi dengan baik pada tanah yang sering tergenang air pada saat turun
hujan apabila sistem perakarannya sudah kuat (Rukmana dan Oesman, 2001).
2.3 Kerapatan Tanaman
Populasi tanaman yang akan ditanam dalam satu satuan luas sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan, perkembangan dan hasil yang akan dicapai. Penanaman
dengan populasi yang rendah disarankan di daerah yang marginal (kurang subur)
dan sumber air yang terbatas. Penanaman populasi yang tinggi akan memberikan
dampak positif terhadap jumlah tanaman akan tetapi akan menurunkan hasil
karena akan menyebabkan persaingan yang sangat ketat antar tanaman terhadap
unsur hara, air, media tumbuh, sinar matahari sehingga ukuran lebih kecil, batang
lebih kecil dan tanaman berpotensi mudah rebah.
Fadhly et al., (2000) menyatakan bahwa peningkatan populasi tanaman akan
meningkatkan Indeks Luas Daun (ILD) sehingga radiasi surya akan dimanfaatkan
lebih baik dalam proses fotosintesis. Takagi dan Sumadi (1984) berpendapat
bahwa Indeks Luas Daun (ILD) meningkat dengan meningkatnya populasi
tanaman. Namun, luas daun tanaman menurun jika populasi tanaman meningkat,
14
Kerapatan tanaman yang lebih tinggi akan menyebabkan tanaman lebih cepat
menutupi permukaan tanah dan terjadi saling menaungi.
Semakin banyak
tanaman per satuan luas maka semakin tinggi ILD sehingga persen cahaya yang
diterima oleh bagian tanaman yang lebih rendah menjadi lebih sedikit akibat
adanya penghalang cahaya oleh daun-daun di atasnya (Hanafi, 2005). Berat
kering total tanaman merupakan akibat efisiensi penyerapan dan pemanfaatan
radiasi matahari yang tersedia sepanjang musim pertumbuhan oleh tajuk tanaman
budidaya (Gardner et al., 1991). Kompetisi pada keadaan ekstrim (ILD yang
terlalu tinggi) mengakibatkan penyerapan cahaya matahari oleh daun-daun bagian
bawah begitu rendah sehingga hasil fotosintesis tidak mencukupi untuk kebutuhan
respirasi. Daun-daun tersebut bersifat negatif karena untuk kebutuhannya harus
mengambil karbohidrat dari daun bagian atas (Sugito, 1999).
Jika populasinya sedikit akan terdapat banyak ruang kosong diantara tajuk
tanaman (Sugito, 1999). Rochmah (1999) yang menyatakan bahwa semakin lebar
jarak tanam akan menyebabkan terjadinya peningkatan diameter batang. Tanaman
cenderung menginvestasikan sebagian besar awal pertumbuhan mereka dalam
bentuk penambahan luas daun yang berakibat pada pemanfaatan radiasi matahari
yang efisien (Gardner et al., 1991). Pengaturan banyaknya populasi tanaman erat
kaitannya dengan produksi yang akan dicapai. Kerapatan tanaman yang tidak
optimum akan memungkinkan terjadi kompetisi terhadap cahaya matahari, unsur
hara, air diantara individu tanaman, sehingga pengaturan kerapatan tanaman yang
sesuai dapat mengurangi terjadinya kompetisi terhadap faktor-faktor tumbuh
tanaman (Aribawa et al., 2007) dan pada prinsipnya pengaturan banyaknya
15
Kompetisi diantara tanaman terjadi karena kerapatan tanam yang tinggi. Dengan
demikian, masing-masing tanaman akan saling memperebutkan bahan-bahan yang
dibutuhkan seperti cahaya, air, udara, dan hara tanah. Moenandir (1988)
menjelaskan bahwa kompetisi akan terjadi bila timbul interaksi antar tanaman
lebih dari satu tanaman.
Terjadinya kompetisi tergantung dari sifat tanaman dan ketersedian faktor
pertumbuhan. Tanaman yang mempunyai sifat agresivitas dan habitus yang tinggi
akan mempunyai daya saing yang kuat. Pengaruh terjadinya kompetisi ada dua
faktor, pertama adalah hadirnya suatu individu atau kelompok tanaman lain
disekitar individu tersebut, faktor kedua adalah kuantitas faktor pertumbuhan yang
tersedia. Ketersedian faktor-faktor pertumbuhan akan memperkecil terjadinya
kompetisi. Pada kondisi lapang, kompetisi biasanya terjadi setelah tanaman
mencapai tingkat pertumbuhan tertentu, kemudian kompetisi semakin besar sesuai
dengan pertumbuhan ukuran dan fungsi pertumbuhanya. Daya kompetitif
tanaman tergantung pada kapasitas organ akar dan daun dalam melaksanakan
fungsi untuk pertumbuhan (Sitompul dan Guritno, 1995).
2.4 Varietas Sorgum
Sorgum memiliki keragaman genetik yang luas dengan berbagai sifat agronomi.
Terdapat sekitar 4.000 spesies sorgum manis di seluruh dunia (Murray et al.,
2009). Penyediaan basis genetik yang beragam sangat penting untuk
pengembangan varietas produktif pada lingkungan yang sangat beragam,
16
besar kendali gen sifat bioenergi seperti biomassa, karbohidrat, dan kadar nira,
sangat kompleks, seperti yang ditunjukkan oleh variasi yang terus-menurus
muncul dalam satu populasi dan menunjukkan bahwa gen yang bertanggung
jawab terhadap karakter tersebut bersifat kuantitatif (Efendi et al., 2013).
Tanaman sorgum yang umum dibudidayakan meliputi tiga spesies, yaitu
Sorghum helepense (L.) Pers., Sorghum propinquum (Kunth) Hitchc., dan
Sorghum bicolor (L.) Moench., (De Wet et al., 1970 dikutip oleh House, 1985).
Dari ketiga spesies tersebut yang sangat populer dan menjadi tanaman komersial
di dunia adalah Sorghum bicolor (L.) Moench. Penyebaran spesies ini meliputi
seluruh dunia yang dikembangkan sebagai tanaman pangan, pakan ternak, dan
bahan baku berbagai industri (House, 1985).
Varietas sorgum manis dapat menghasilkan 24-56 ton/ha biomassa segar
(Almodares and Hadi, 2009). Putnam et al. (1991) mengevaluasi 13 varietas
sorgum manis, dengan hasil total bobot biomassa kering 16-36 ton/ha; kadar gula
brix hasil ekstraksi 5,8-13,7 %; kadar air batang 67-76 %; hasil ekstraksi gula
2,3-7,0 ton/ha; bervariasi antar varietas. Tanaman sorgum manis membutuhkan hara
nitrogen kurang dari 50% dari total nitrogen untuk memproduksi hasil yang sama
dengan jagung untuk etanol dan menghemat 62% dari total nitrogen tanpa
perbedaan bobot kering. Sorgum manis yang menghasilkan 11-16 ton/ha biomas
kering akan menyerap hara nitrogen, fosfor, dan kalium masing-masing 112 , 45,
dan 202 kg/ha (Hunter and Anderson, 1997).
17
tumbuh di lahan masam. Varietas Numbu merupakan salah satu contoh yang
menunjukkan bahwa terdapat varietas yang memiliki bobot biji dan kadar nira
yang tinggi. Badan Litbang Pertanian telah melepas varietas sorgum yaitu
Varietas Numbu yang berasal dari India, dengan potensi hasil 5 ton/ha, tahan
rebah, umur panen 100-105 hari, tinggi tanamanya dapat mencapai 187 cm,
jumlah daun yaitu 14 helai, warna sekamnya coklat muda, ukuran biji adalah 4,2;
4,8; 4,4 mm, sifat sekam yang menutup sepertiga bagian biji, memiliki bentuk
atau sifat biji yaitu bulat lonjong dan mudah dirontokan. Varietas Numbu
merupakan salah satu contoh yang menunjukkan bahwa terdapat varietas yang
memiliki bobot biji dan kadar nira yang tinggi (Matsue et al., 2004). Berdasarkan
penelitian Efendi et al. (2013), Varietas Numbu memiliki daya ratun tinggi
dengan persentase tumbuh ratoon pertama di atas 75%.
Dajue dan Guangwei (2000) dikutip oleh Purnomohadi (2006) melaporkan hasil
penelitiannya tentang beberapa varietas sorgum manis (Wray, Keller, dan Rio) di
Beijing menghasilkan hijauan segar berturut-turut 106 ton/ha, 107 ton/ha, dan 82
ton/ha. Kadar serat kasar ketiga varietas sorgum manis berbeda baik pada 50 hari
setelah tanam (hst) maupun 100 hst. Varietas Rio menghasilkan kadar serat kasar
lebih tinggi daripada Wray dan Keller. Dari hasil penelitian Purnomohadi (2006),
Varietas Wray dan Keller mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai
tanaman penghasil hijauan pakan. Selain itu Varietas Wray dan Keller
mempunyai pertumbuhan vegetatif yang lebih panjang, komposisi kimiawi yang
dihasilkan lebih baik kualitasnya untuk hijaun pakan. Varietas Keller dan Wray
18
2.5 Ratoon pada Sorgum
Kelebihan lain dari sorgum adalah tanaman dapat tumbuh kembali setelah
dipanen. Ratoon merupakan pemangkasan atau penebasan pada batang bawah
tanaman. Hasil keprasan tersebut disebut tunggul. Tunggul hasil pemangkasan
batang bawah tersebut nantinya akan tumbuh sebagai tanaman baru dengan sistem
perakaran yang baru yang berasal dari tunas yang tumbuh. Menurut Chauchan et
al. (1985), beberapa keuntungan dengan cara ini di antaranya adalah umurnya
relatif lebih pendek, kebutuhan air lebih sedikit, biaya produksi lebih rendah
karena penghematan dalam pengolahan tanah, penggunaan benih, kemurnian
genetik lebih terpelihara dan hasil panen tidak berbeda jauh dengan tanaman awal.
Menurut Alfandi (2006), ratoon merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
hasil tanaman per satuan luas lahan dan per satuan waktu. Keistimewaan dari
tanaman sorgum adalah kemampuan untuk tumbuh kembali setelah dipotong atau
dipanen disebut ratoon. Ratoon sorgum dapat dilakukan 2 - 3 kali, sehingga
tanaman sorgum dapat memenuhi kebutuhan bahan baku biomas atau biji yang
berkesinambungan. Tanam ratoon tidak melibatkan proses penanaman benih
karena menggunakan regenerasi batang, dan merupakan sarana yang berguna
untuk memulai budidaya pada kondisi kekeringan. Budidaya sorgum dengan
sistem ratoon telah telah diterapkan oleh peternak di wilayah kering. Bukan
hanya di Indonesia saja tetapi juga di India, Afrika, bahkan Amerika Serikat
(Balai Penelitian Tanaman Serealia, 2012).
Menurut Tsuchihashi dan Goto (2004), tanaman induk sorgum dan tanaman
19
ratoon bervariasi antar varietas. Penelitiannya menunjukkan bobot biomas segar
tanaman primer rata-rata 43,0 ton/ha, kemudian menurun nyata pada tanaman
ratoon pertama menjadi 22,6 ton/ha dan turun kembali pada pertanaman ratoon
kedua menjadi 17,0 ton/ha. Budidaya sorgum dapat dilakukan pada musim
kemarau karena persentase tanaman tumbuh ratoon juga cukup besar dan tanaman
ratoonnya lebih toleran terhadap kekeringan dibanding tanaman primer.
Pertumbuhan tanaman yang berasal dari tunggul cenderung lebih rendah
dibandingkan dengan tanaman yang berasal dari biji. Sistem ratoon
meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, berat kering akar
pada umur 4 mst, berat kering tajuk umur 4 mst, bobot 1000 biji, serta
memberikan hasil bioetanol 87,66 % lebih besar dan pakan 59,89 % lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan tanpa ratoon (Galuh et al., 2012). Potensi
biomassa sorgum juga dapat ditingkatkan lagi dengan mengoptimalkan potensi
ratoon I pada sorgum.
Sejumlah hasil penelitian menunjukkan dengan pemeliharaan yang baik ratoon
pertama tanaman sorgum masih mampu menghasilkan biomas sampai 80%
dibandingkan tanaman utama. Sementara itu pada ratoon kedua masih mampu
menghasilkan biomas 60 % dibandingkan tanaman utama. Penurunan potensi
biomassa disebabkan oleh menurunnya persentase tumbuh ratoon dan umur
tanaman yang menjadi lebih pendek (Balai Penelitian Tanaman Serealia, 2012).
2.6 Produksi Nira Sorgum
Nira adalah hasil dari perasan batang sorgum yang mengandung kadar gula (brix)
20
Kadar air dalam batang sorgum kurang lebih 70 % yang artinya kandungan
niranya kurang lebih sebesar itu. Batang sorgum yang menghasilkan nira
biasanya hanya digunakan sebagai pakan ternak belum memiliki nilai ekonomis.
Mengingat nira sorgum mengandung kadar glukosa yang cukup besar karena nira
sorgum manis setara dengan nira tebu (Putri, 2009).
Proses pemerahan batang nira adalah proses pemisahan nira (bagian cair) dengan
ampas (bagian padat), keberhasilan proses ini diukur dengan efisiensi pemerahan,
seperti juga halnya pemerahan batang tebu. Batang sorgum manis yang diperas
akan menghasilkan nira yang memiliki kadar gula yang hampir sama dengan nira
tebu (Direktorat Jenderal Perkebunan, 1996).
Menurut Hoeman et al. (2001), kelebihan sorgum manis dibanding tebu, yaitu
tanaman sorgum memiliki produksi biji dan biomassa yang jauh lebih tinggi
dibanding tanaman tebu; adaptasi sorgum jauh lebih luas dibanding tebu sehingga
sorgum dapat ditanam di hampir semua jenis lahan, baik lahan subur maupun
lahan marjinal; tanaman sorgum memilki sifat lebih tahan terhadap kekeringan,
salinitas tinggi dan genangan air dibanding tanaman tebu; kebutuhan air untuk
tanaman sorgum hanya sepertiga dari tanaman tebu; sorgum memerlukan pupuk
relatif lebih sedikit dan pemeliharaannya lebih mudah daripada tanaman tebu; laju
fotosintesis dan pertumbuhan tanaman sorgum jauh lebih tinggi dan lebih cepat
dibanding tanaman tebu; menanam sorgum lebih mudah, kebutuhan benih hanya
4,5–5 kg/ha dibanding tebu yang memerlukan 4.500–6.000 kg stek batang; umur
panen sorgum lebih cepat yaitu hanya 3-4 bulan, dibanding tebu yang dipanen
21
Nira sorgum merupakan produk yang memiliki keunggulan bahkan apabila
dibandingkan dengan nira tebu. Keunggulannya terletak pada tingkat
produktivitas dan ketahanan tanaman sorgum. Produksi biji dan biomassa lebih
besar dibandingkan dengan tebu. Perbandingan karakteristik budidaya sorgum
[image:42.595.116.505.262.429.2]dengan tebu dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan Karakteristik Budidaya Sorgum dengan Tebu.
Karakteristik Sorgum Tebu
Produktivitas Biji dan biomass Biomass
Lahan Tanam Marginal Subur
Kebutuhan air 332 kg/kg bahan kering 3 kali sorgum
Laju Fotosintesis Tinggi dan cepat Lebih rendah
Kebutuhan benih 4,5-5 kg/ha 4.500-6.000 kg stek/ha
Umur Produksi 3-4 bulan > 10 bulan Sumber : Setyaningsih (2009).
Sorgum dapat menghasilkan nira yang memiliki kadar gula yang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan nira tebu. Walaupun demikian, terdapat beberapa
kekurangan nira sorgum dibandingkan dengan nira tebu, yaitu dalam kadar pati
serta abunya yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nira tebu. Perbedaan
22
Tabel 2. Komposisi Nira Sorgum dan Nira Tebu
Komposisi Nira sorgum Nira tebu Brix (%) 13,6 – 18,40 12 – 19 Sukrosa 10,0 – 14,40 9 – 17 Gula reduksi (%) 0,75 – 1,35 0,48 – 1,52 Abu (%) 1,28 – 1,57 0,40 – 0,70 Amilum (ppm) 209 – 1764 1,50 – 95 Asam akonitat 0,56 0,25 Gula total (%) 11 – 16 10 – 18 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (1996).
Dari Tabel 2 di atas, terlihat bahwa kadar gula (dalam derajat Brix) nira sorgum
lebih tinggi dibandingkan dengan nira tebu. Nira sorgum memiliki kelemahan
dalam kadar abu, amilum dan asam akonitat yang lebih tinggi dibandingkan
dengan nira tebu. Amilum dan asam akonitat merupakan penghambat proses
pengolahan nira menjadi gula kristal dan kandungan gula reduksi nira sorgum
yang tinggi cenderung membentuk tetes (molasses) sehingga pemanfaatan nira
batang sorgum sebagai bahan baku gula kristal tidak menguntungkan.
Pemanfaatan nira batang sorgum akan lebih cocok apabila diarahkan pada
pembuatan bioetanol (Sumantri, 1996).
Sebenarnya bagi Indonesia sebagai negara agraris merupakan suatu peluang untuk
mengembangkan sorgum di seluruh wilayah Indonesia yang masih luas.
Ditambah dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5
Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber
energi alternatif sebagai pengganti BBM dan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2006
tanggal 25 Januari 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar
23
2.7 Produksi Biomassa Sorgum
Biomassa digunakan untuk menggambarkan bahan organik tanaman yang berasal
dari konversi energi fotosintesis sebagai sumber energi serbaguna yang dapat
disimpan dengan mudah dan berubah menjadi bahan bakar cair, listrik, dan panas
melalui berbagai proses (Bassam, 2004). Bobot berangkasan basah merupakan
indikator yang menunjukkan tingkat serapan air dan unsur hara oleh tanaman
untuk metabolisme serta merupakan gabungan dari perkembangan dan
pertambahan jaringan tanaman seperti jumlah daun, luas daun, dan tinggi tanaman
(Dwidjoseputro, 1994). Sedangkan berat tanaman kering merupakan bahan
organik yang terdapat dalam bentuk biomassa yang mencerminkan penangkapan
energi oleh tanaman dalam proses fotosintesis. Semakin tinggi berat tanaman
kering menunjukkan bahwa proses fotosintesis berjalan baik. Produksi bahan
kering tanaman tergantung dari penerimaan penyinaran matahari dan pengambilan
karbondioksida dan air dalam tumbuhan (Harjadi, 1996). Selain itu, perbedaan
24
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian BPTP Unit Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung
Selatan dan Laboratorium Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
selama bulan September 2013 sampai Desember 2013. Kebun Percobaan ini
berada pada ketinggian 135 m dpl, mempunyai jenis tanah latosol dan sebagian
podsolik merah kuning, bahan induk dari tuf vulkan, mempunyai tingkat
kesuburan sedang. Iklim disekitar Kebun Percobaan Natar termasuk tipe B
menurut Schmith Firguson (1951) dengan curah hujan rata-rata 1786 mm/tahun
(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung, 2012).
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu sorgum manis (Sorghum bicolor (L.) Moench)
dengan varietas Numbu, Keller dan Wray. Benih pada penelitian ini berasal dari
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Sulusuban, Lampung
Tengah. Benih ini merupakan benih introduksi yang diteliti oleh Prof. Dr.
Soeranto Hoeman dan dibawa ke Lampung oleh Dr. Soengkono (Sungkono et al.,
25
(Putnam et al., 1991). Ketiga varietas (Numbu, Keller, dan Wray) masing-masing
memiliki perbedaan dan keunggulan. Varietas Numbu memiliki tinggi 187 cm,
bentuk elips, dan malainya kompak (Balai Penelitian Serealia, 2013). Sedangkan
Keller dan Wray memiliki tinggi tanaman 296,10 cm dan 231,16 cm dan memiliki
bobot biji per malai tanaman yaitu 21,53 g dan 21,04 g (Rahmawati, 2013).
Selain benih sorgum manis, digunakan juga pupuk anorganik yaitu Urea, SP36,
dan KCl masing-masing dengan dosis 100, 100, dan 150 kg/ha.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin pemeras tebu, diesel,
selang, sabit, pisau, cangkul, tali raffia, kertas label sampel, cutter, ajir bambu,
ember, jangka sorong, gelas ukur, oven, kertas koran, karung, alat tulis, meteran,
refraktometer dan timbangan digital.
3.3 Metode Penelitian
Percobaan diuji secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
tiga ulangan. Faktor pertama adalah kerapatan tanaman (P) yang terdiri dari
empat taraf, yaitu: satu tanaman per lubang (P1), dua tanaman per lubang (P2),
tiga tanaman per lubang (P3), dan empat tanaman per lubang (P4). Faktor kedua
adalah varietas sorgum (G) yang terdiri dari tiga taraf, yaitu: Varietas Numbu
(G1), Varietas Keller (G2), Varietas Wray (G3). Dengan demikian diperoleh 12
kombinasi perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali,
sehingga terdapat 36 satuan percobaan. Susunan kombinasi perlakuan tersebut
26
Tabel 3. Susunan kombinasi perlakuan tanaman sorgum dalam penelitian.
Perlakuan Keterangan
G1P1 Varietas Numbu dengan Perlakuan satu tanaman/lubang tanam
G1P2 Varietas Numbu dengan Perlakuan dua tanaman/lubang tanam
G1P3 Varietas Numbu dengan Perlakuan tiga tanaman/lubang tanam
G1P4 Varietas Numbu dengan Perlakuan empat tanaman/lubang tanam
G2P1 Varietas Keller dengan Perlakuan satu tanaman/lubang tanam
G2P2 Varietas Keller dengan Perlakuan dua tanaman/lubang tanam
G2P3 Varietas Keller dengan Perlakuan tiga tanaman/lubang tanam
G2P4 Varietas Keller dengan Perlakuan empat tanaman/lubang tanam
G3P1 Varietas Wray dengan Perlakuan satu tanaman/lubang tanam
G3P2 Varietas Wray dengan Perlakuan dua tanaman/lubang tanam
G3P3 Varietas Wray dengan Perlakuan tiga tanaman/lubang tanam
G3P4 Varietas Wray dengan Perlakuan empat tanaman/lubang tanam
Petak percobaan berukuran 4 m x 4 m dan sorgum ditanam dengan jarak tanam 80
cm x 20 cm, sehingga setiap petak terdiri dari 100 lubang tanam. Populasi per
hektar untuk kerapatan satu, dua, tiga, dan empat tanaman per lubang
berturut-turut yaitu 62.500, 125.000, 187.500, dan 250.000 tanaman/ha. Tanaman sampel
dipilih secara acak. Setiap petak dipilih 5 tanaman sampel untuk pengamatan
biomassa dan 5 tanaman sampel untuk pengamatan nira. Pengamatan ini
dilakukan pada umur 6 mst (vegetatif) dan 12 mst (generatif). Tata letak petak
percobaan disajikan pada Gambar 1. dan tata letak tanaman sorgum dalam petak
percobaan di sajikan pada Gambar 2. Data produksi biomassa dan nira dianalisis
dengan sidik ragam (ANOVA). Homogenitas ragam antar perlakuan diuji dengan
uji bartlet dan aditivitas data diuji dengan uji tukey. Selanjutnya, perbadaan nilai
27
1 m
1 m
Ulangan I
U
60 m
B T
Ulangan II
S
Ulangan III
15 m
Gambar 1. Denah Tata Letak Petak Percobaan G3P1 G3P2 G2P3
G1P1 G3P3 G3P2 G3P4 G1P3 G1P1 G1P4 G2P3 G3P1 G2P1 G2P2 G1P2 G2P3 G3P1 G1P3 G1P4 G2P1
G1P2 G3P4
28
U
B T
S
4 m
[image:49.595.169.468.81.545.2]4 m
Gambar 2. Denah Tata Letak Tanaman Sorgum dalam Percobaan 40 cm 80 cm 40 cm
29
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Pemotongan Batang dan Penjarangan
Saat panen pada musim pertama dilakukan pemotongan batang tua ruas pertama
± 10-15 cm, di atas permukaan tanah dengan menggunakan sabit yang tajam.
Kemudian segera dilakukan penyirman jika tidak ada hujan. Setelah muncul
tunas-tunas yang baru (ratoon), tanaman dipelihara dengan baik. Penjarangan,
dilakukan terhadap tunas baru yang sudah tumbuh dalam pertanaman sorgum
sesuai dengan jumlah perlakuan per lubang tanamlah yang dipelihara.
Penjarangan dilakukan maksimal dua minggu setelah tanaman ratoon muncul dan
dipilih tanaman yang mampu tumbuh dan berkembang dengan dengan baik.
3.4.2 Pemupukan
Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pupuk anorganik seperti Urea,
SP-36, dan KCl, masing-masing dengan dosis 100, 100, dan 150 kg/ha.
Pemupukan dilakukan sebanyak dua kali terhadap pupuk Urea, pemupukan
pertama dilakukan tiga minggu setelah tunas baru mulai tumbuh, bersamaan
dengan pemberian KCl dan SP-36. Perbandingan Urea, SP-36, dan KCl yaitu ½ :
1 : 1. Sedangkan pemupukan urea kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 6
minggu setelah tanam. Pupuk diberikan dengan cara larikan terputus (diskontinu)
30
3.4.3 Pemeliharaan
Pemeliharaan, meliputi penyiraman dan pengendalian OPT termasuk
pengendalian gulma dan hama penyakit. Penyiangan tersebut dilakukan dengan
cara tanah di sekitar pertanaman sorgum dibersihkan dari rumput liar atau gulma.
Dalam melakukan penyiangan gulma harus secara hati-hati, agar tidak
mengganggu perakaran tanaman sorgum dan dengan cara kimiawi. Penyiangan
yang dilakukan masih menggunakan cara manual dikored dengan cangkul, karena
lebih efektif dan efisien.
Penyiangan pertama dilakukan umur 2 sampai 4 minggu setelah tanam dan
bersamaan dengan pembumbunan, selanjutnya dilakukan jika terdapat gulma yang
mengganggu tanaman. Pembumbunan dilakukan dengan cara tanah di kanan dan
kiri barisan sorgum dibumbun dengan cangkul, kemudian ditimbun di barisan
tanaman, membentuk guludan memanjang. Pembumbunan ini bertujuan untuk
menutup akar yang bermunculan di atas permukaan tanah selain itu juga untuk
memperkokoh posisi batang sehingga tanaman tidak mudah rebah dan
merangsang terbentuknya akar-akar baru pada pangkal batang.
Kemudian dilakukan pengendalian terhadap hama dan penyakit jika menyerang
tanaman. Penyiraman dilakukan untuk memberi ketersediaan air dalam tanah,
agar tanaman tidak kekurangan air dan untuk membantu proses fotosintesis dan
masa pembuahan. Dilakukan penyiraman pada tanaman dalam satu minggu 1-2
kali, bergantung dengan situasi dan kondisi. Bila terdapat hujan dengan intensitas
31
3.5 Variabel yang diamati
Komponen yang diamati dalam penelitian ini yaitu, meliputi:
1. Panjang batang.
Panjang batang didapat dengan mengukur panjang batang tersebut
menggunakan meteran dari pangkal batang sampai dengan pucuk batang paling
atas yang dilakukan pada saat tanaman memasuki fase vegetatif dan fase
generatif. Panjang batang tanaman sorgum diukur dalam satuan cm.
2. Diameter batang.
Diameter batang di ukur dengan menggunakan jangka sorong, dan diameter
batang di ukur secara terpisah antara bagian pangkal batang, batang bagian
tengah dan batang bagian ujung. Diameter batang tanaman sorgum diukur
dalam satuan cm.
3. Bobot tanaman basah.
Bobot tanaman basah biomassa diukur menggunakan timbangan digital,
seluruh bagian yang bergantung pada umur tanaman tersebut, dimana pada fase
vegetatif dimulai dari akar, batang, dan daun. Sedangkan pada saat tanaman
memasuki fase generatif dan pada saat panen maka biomassa yang ditimbang
mulai dari akar, batang, daun, dan malai sorgum. Bobot tanaman basah
dinyatakan dalam satuan g/tanaman.
4. Bobot tanaman basah.
Bobot tanaman basah diukur menggunakan timbangan, seluruh bagian yang
bergantung pada umur tanaman tersebut, dimana pada fase vegetatif dimulai
dari akar, batang, dan daun. Sedangkan pada saat tanaman memasuki fase
32
batang, daun, dan malai sorgum. Bobot tanaman basah dinyatakan dalam
satuan kg/petak. Petakan dalam penelitian ini berukuran 16 m2. 5. Bobot tanaman kering.
Semua biomassa yang sudah diukur bobot basahnya, maka dikeringkan.
Pengeringan tersebut menggunakan oven selama 3 hari dengan suhu 800 C per sampel. Kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital. Bobot tanaman
kering dinyatakan dalam satuan g/tanaman.
6. Bobot tanaman kering.
Semua biomassa dalam petak yang sudah diukur bobot basahnya, maka
dikeringkan. Pengeringan tersebut menggunakan oven selama 3 hari dengan
suhu 800 C per sampel. Kemudian ditimbang, bobot tanaman basah dinyatakan dalam satuan kg/petak. Petakan dalam penelitian ini berukuran 16 m2.
7. Volume nira.
Banyaknya nira diperoleh secara mekanik, yaitu digiling menggunakan mesin
pemeras tebu sesuai letak masing-masing bagian dari batang sorgum, yaitu
pangkal, tengah dan ujung batang yang digiling terpisah dan diukur
menggunakan tabung ukur. Nira diambil 5 sampel per petakan. Volume nira
diukur dalam satuan ml/tanaman dan liter/petak. Petakan dalam penelitian ini
berukuran 16 m2.
8. Kadar gula nira pada batang sorgum.
Setelah diperoleh nira sorgum, maka diukur kadar gulanya dengan melakukan
analisis menggunakan alat pengukur kadar gula yaitu refraktometer. Kadar
78
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat diambil
kesimpulan bahwa:
1. Kerapatan tanaman berpengaruh nyata terhadap produksi biomassa dan nira
sorgum ratoon I. Tingkat kerapatan tanaman yang tinggi (tiga tanaman per
lubang) mampu meningkatkan produksi biomassa dan nira per satuan luas,
walaupun produksi biomassa dan nira per tanaman mengalami penurunan.
2. Varietas berpengaruh nyata terhadap produksi biomassa dan nira sorgum
ra