• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ujian Akhir Semester Seminar Problematik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ujian Akhir Semester Seminar Problematik"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

Ujian Akhir Semester Seminar Problematika Pembelajaran Matematika

Nama : Dinda Mahardika

Nim : 33 2013 031

Semester/Kelas : VII/A

Dosen Pengampu : Drs. Syaifudin, M.Pd.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika adalah mata pelajaran wajib yang ditemui oleh setiap peserta didik dari jenjang pendidikan terendah hingga jenjang perguruan tinggi. Matematika menjadi ruh bagi setiap mata pelajaran yang lain karena matematika selalu memiliki keterkaitan dengan mata pelajaran yang lain. Secara umum, pembelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kecakapan atau kemahiran matematika. Kecakapan atau kemahiran matematika merupakan bagian dari kecakapan hidup yang harus dimiliki peserta didik terutama dalam pengembangan penalaran, komunikasi, dan pemecahan masalah (problem solving) yang dihadapi dalam kehidupan peserta didik sehari-hari. Matematika selalu digunakan dalam segala segi kehidupan (Kemendikbud:2016)

Menurut Daryanto dalam buku “Inovasi Pembelajaran efektif” halaman 156,

matematika bukan hanya sekedar aktivitas mengenai penjumlahan, pengurangan, pembagian, dan perkalian karena bermatematika di zaman sekarang harus aplikatif dan sesuai dengan kebutuhan hidup modern. Karena itu, materi matematika bukan lagi sekedar aritmetika, melainkan beragam jenis topik dan persoalan yang akrab dengan kehidupan sehari-hari.

Mengingat begitu besar dan pentingnya aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari, ternyata matematika pun hingga saat ini belum menjadi pelajaran yang difavoritkan oleh para peserta didik, hal ini terbukti melalui hasil tanya-jawab yang dilakukan peneliti kepada beberapa peserta didik (reponden) dari jenjang sekolah dasar (SD) hingga perguruan tinggi, ketika para responden diberikan pertanyaan mengenai bagaimana pendapatnya mengenai pelajaran matematika, sebagian besar responden menjawab bahwa matematika itu sulit, rumit, menyebalkan, membingungkan, hingga menakutkan dan lain sebagainya.

(2)

yang mencakup penekanan berlebihan pada penghafalan semata, penekanan pada kecepatan berhitung, pengajaran otoriter, kurangnya variasi pada proses belajar mengajar matematika, dan penekanan berlebihan pada prestasi individu. Jika dibiarkan terus-menerus hal tersebut akan menyebabkan rasa benci hingga tidak berminat bahkan cenderung menghindari mempelajari matematika, sehingga pelajaran matematika hanya dipelajari sebagai tuntutan kewajiban dari kurikulum tanpa ada kebermaknaan belajar yang dialami oleh peserta didik. Perasaan apriori tersebut dalam psikologi pendidikan kita kenal sebagai kecemasan matematika atau Math Anxiety.

Ellen Freedman (1988) dalam artikel “Do You Have Math Anxiety” menyatakan bahwa “Math Anxiety is a feeling of intense frustration or helplessness about one's ability to do math”. Kecemasan matematika muncul akibat perasaan frustasi dan putus asa dalam menyelesaikan masalah matematika. Selanjutnya menurut Siroj dalam Yulianti (2010) menyimpulkan bahwa kecemasan matematika tidak hanya perasaan tidak suka terhadap matematika (sikap negatif terhadap matematika) tetapi merupakan bentuk perasaan frustasi yang mendalam atau perasaan tertekan dan tidak berdaya yang mendalam dari seseorang apabila berhadapan dengan hal-hal yang berkaitan dengan matematika.

Dalam kurikulum 2013 yang kini ditetapkan terdapat sedikit perbedaan pada struktur kurikulum, salah satunya mengenai pemberlakuan mata pelajaran kelompok wajib dan kelompok peminatan serta penambahan beban belajar bagi beberapa mata pelajaran. Matematika juga dikembangkan menjadi dua mata pelajaran, yaitu matematika wajib dan matematika peminatan. Dikutip dari Draft kurikulum 2013 Kemendikbud (2013) kurikulum 2013 mengisyaratkan terdapat penambahan beban belajar di setiap jenjang pendidikan, untuk jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA/MA) yaitu beban belajar kelas X bertambah dari 38 jam pelajaran menjadi 42 jam pelajaran, sedangkan kelas XI dan XII bertambah dari 38 jam pelajaran menjadi 44 jam pelajaran.

(3)

sebanyak 3 jam pelajaran, sehingga dalam satu minggu siswa harus belajar matematika selama 7 jam pelajaran.

Menurut Ellen Freedman (1988), terdapat pemikiran yang tidak benar berkembang di masyarakat mengenai matematika hingga menyebabkan kecemasan matematika, diantaranya: (1) laki-laki memiliki kemampuan lebih baik dalam pelajaran matematika dibandingkan dengan perempuan, (2) matematika harus diselesaikan melalui cara “terbaik (best)” dan

“terbenar (correct)”, (3) untuk dapat memahami matematika seseorang harus memiliki “jiwa matematika (mathematical mind)”.

Menurut penelitian “Pengaruh Kecemasan Siswa Pada Matematika Dan Motivasi

Belajar Terhadap Prestasi Belajar Matematika” yang dilakukan oleh Solikhah (2011) disimpulkan bahwa ada pengaruh positif antara kecemasan siswa pada matematika dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 2 Dawarblandong dengan korelasi r = 0,611 yang termasuk dalam kriteria cukup.

Menurut penelitian “Faktor-faktor Penyebab Kecemasan Matematika” yang dilakukan oleh Anditya (2016) disimpulkan bahwa Adapun faktor penyebab kecemasan matematika pada siswa kelas XII perawat kesehatan 2 SMK Muhammadiyah Delangu antara lain: kondisi situasi kelas yang kurang kondusif, ujian nasional matematika, lemahnya kemampuan guru dalam menyampaikan materi pelajaran, matematika memiliki banyak rumus, harapan keluarga agar mendapat nilai bagus, dan siswa tidak bisa menyelesaikan permasalahan matematika. Dengan 61,54% siswa terindikasi kecemasan matematika tingkat sedang, 30,77% siswa masih belum bisa dikategorikan terindikasi atau tidak terindikasi kecemasan matematika, dan 7,69% siswa yang dinyatakan tidak memiliki permasalahan dengan matematika.

Berdasarkan uraian diatas peneliti menduga bahwa beban belajar Matematika yang banyak pada kurikulum 2013 dapat menyebabkan kecemasan matematika kepada siswa kelas X program MIA sehingga peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dalam rangka menyelidiki tingkat kecemasan matematika terhadap pembelajaran matematika kurikulum 2013 dengan judul “Analisis Tingkat Kecemasan Matematika Terhadap Penerapan Beban Belajar Mata Pelajaran Matematika Kurikulum 2013 Pada Siswa Kelas X MIA di SMA

Negeri Unggulan Kota Palembang”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka masalah dalam penelitian ini adalah

(4)

pelajaran matematika kurikulum 2013 pada siswa kelas X MIA di SMA Negeri Unggulan

Kota Palembang?”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah “Untuk

mengetahui tingkat kecemasan matematika terhadap penerapan beban belajar mata pelajaran matematika kurikulum 2013 pada siswa kelas X MIA di SMA Negeri Unggulan Kota

Palembang.”

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat:

1. Bagi siswa, dapat mengetahui tingkat kecemasan matematika yang dialaminya sebagai landasan untuk dapat memilih strategi belajar matematika yang tepat agar memiliki prestasi belajar yang baik dalam mata pelajaran matematika

2. Bagi guru, dapat mengetahui tingkat kecemasan matematika yang dialami oleh peserta didik agar mampu menyesuaikan strategi, pendekatan, metode, media, serta teknik asesmen pembelajaran yang tepat sehingga mampu menciptakan iklim pembelajaran matematika yang menyenangkan dan bergairah agar peserta didik mampu mencapai prestasi belajar matematika yang baik sesuai tuntutan kurikulum

(5)

II. KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Analisis

Pengertian analisis Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya dan sebagainya).

Pengertian analisis dalam System Research Oleh Tom Ritchey, anggota Swedish Morphological Society (1991:21) analysis is defined as the procedure by which we break down an intellectual or substantial whole into parts or components. Analisis merupakan prosedur yang digunakan untuk menguraikan keseluruhan bagian intelektual atau substansial menjadi bagian-bagian

Pengertian analisis menurut Fraenkel dkk. (2012:478) analysis is a technique that enables researches to study human behaviour in an indirect way, through an analysis of their communications. Analisis merupakan suatu cara yang memungkinkan para peneliti untuk mempelajari tingkah laku manusia secara tidak langsung melainkan melalui penyelidikan cara berkomunikasi antara responden dan peneliti.

Pengertian analisis menurut Susetyo (2015:20), analisis adalah kemampuan menguraikan atau menyelesaikan suatu bahan pelajaraan ke dalam bagian-bagian atau unsur-unsur serta hubungan antar bagian dari bahan yang telah diajarkan.

Pengertian analisis menurut Anugrah (2016:4) suatu kemampuan penyelidikan terhadap peristiwa atau bahan pelajaran ke dalam bagian-bagian atau unsur-unsur dari suatu kesatuan sehingga struktur keseluruhan itu dapat dipahami yang melibatkan penyusunan dan pemecahan unit-unit penting untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya dalam membuat keputusan.

Menurut pengertian-pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan, analisis adalah sebuah teknik penyelidikan terhadap suatu peristiwa yang dilakukan oleh peneliti untuk menemukan hubungan atau menguraikan suatu kesatuan menjadi bagian-bagian penting dalam rangka mempelajari keadaan yang sebenarnya melalui serangkaian prosedur.

B. Teori Mengenai Kecemasan Matematika 1. Pengertian Kecemasan Matematika

(6)

moral, yaitu kecemasan akan melanggar norma-norma. Dalam pembelajaran di sekolah. Para peserta didik juga seringkali mengalami kecemasan dalam menghadapi pembelajaran di sekolah salah satunya adalah kecemasan matematika.

Kecemasan matematika mulai menjadi fokus penelitian pada bidang psikologi dan pendidikan sejak beberapa tahun terakhir. Menurut Ehom (2015:10) kecemasan matematika adalah keadaan dimana seseorang merasa tegang, khawatir, dan takut dengan hal-hal yang berkaitan dengan matematika.

Menurut solikah (2011) kecemasan matematika merupakan keadaaan emosi siswa yang dicirikan dengan kegelisahan, kekhawatiran, dan ketakutan ketika siswa menghadapi pelajaran matematika.

Ellen Freedman (1988) menyatakan bahwa “Math Anxiety is a feeling of intense frustration or helplessness about one's ability to do math”. Kecemasan matematika muncul akibat perasaan frustasi dan putus asa dalam menyelesaikan masalah matematika

Menurut Maloney (2013) berdasarkan Richardson-Suinn (1972) kecemasan matematika merupakan reaksi negatif yang ditunjukkan oleh kebanyakan orang ketika berada pada situasi yang membutuhkan pemecahan masalah matematika (mathematical problem solving).

Menurut Wicaksono (2013) kecemasan matematika merupakan bentuk perasaan seseorang baik berupa perasaan takut, tegang, maupun cemas, dalam menghadapi persoalan matematika atau dalam melaksanakan pembelajaran matematika dengan berbagai bentuk gejala yang ditimbulkan.

Menurut Siroj dalam Yulianti (2010) menyimpulkan bahwa kecemasan matematika tidak hanya perasaan tidak suka terhadap matematika (sikap negatif terhadap matematika) tetapi merupakan bentuk perasaan frustasi yang mendalam atau perasaan tertekan dan tidak berdaya yang mendalam dari seseorang apabila berhadapan dengan hal-hal yang berkaitan dengan matematika.

2. Aspek/Domain Kecemasan Matematika

Menurut Ehom (2015:10) Kecemasan matematika diukur dalam dua situasi, yaitu ketika melakukan pembelajaran dan ketika melakukan tes matematika. Domain yang dapat digunakan dalam mengukur kecemasan matematika meliputi:

a. Domain kognitif (meliputi kondisi kebingungan, kesulitan berkonsentrasi dalam pelajaran matematika, dan lain-lain)

(7)

c. Domain somatik (meliputi kondisi berkeringat, jantung berdebar, pusing, dan lain-lain) d. Domain representasi matematis (meliputi kemampuan mengemukakan pendapat, dan

lain-lain)

Menurut Hadfield and McNeil Dalam sebuah studi “A Comprehensive Study of Mathematics Anxiety” oleh Shannon (2008), penyebab kecemasan matematika dapat dibagi kedalam tiga area, yaitu Lingkungan Sosial (enviromental), Pendidikan (intellectual), dan faktor personal (personality factor).

Hal tersebut serupa dengan pendapat Swaderman dalam Yulianti (2010:32) menyatakan bahwa ada tiga domain utama yang dilibatkan dalam pengembangan kecemasan terhadap matematika (Math Anxiety). Ketiga domain tersebut adalah sosial/domain motivasi (social/motivational domain), pendidikan (Intellectual/Educational domain), dan psikologis/domain emosi (psychological/emotional domain). Kaitan masing-masing domain adalah merupakan suatu kontinum/rangkaian kesatuan yang diasumsikan bahwa setiap siswa pada waktu tertentu memilikinya. Warna setiap kode persekutuan yang sesuai dengan domain:

a. Sosial/Domain Motivasi

Domain ini dipengaruhi oleh orang-orang dari keluarga, teman, dan masyarakat secara keseluruhan. Kontinum yang terkait dengan domain ini adalah perilaku (behaviour), karena meskipun pilihan dipengaruhi oleh orang lain, akhirnya mereka sendiri yang akan membuat keputusan, kontinum perilaku terdiri dari ketertarikan dan penolakan. Perilaku ini adalah konsekuensi logis dari nilai matematika yang dipengaruhi oleh sikap orang lain dan sikap masyarakat pada umumnya.

Menurut Eugene Geist dalam artikel “Combating Math anxiety in the Classroom” berdasarkan (Jussim & Eccles:1990)

Many teachers believe that girls achive in mathematics due to their hard work while boy’s achievement is attributted to talent. ... .Children may internalize these attitudes and begin to believe what their teachers and their parents believe. As a

result, girls tend to feel less confident about their answers on tests and often express

doubt about their performance

(8)

jawaban tes yang mereka kerjakan dan seringkali meragukan hasil pekerjaan mereka dalam matematika.

b. Psikologis/Domain Emosi

Domain ini dibentuk oleh kumpulan sikap alami. Hal ini sebagian besar terdiri dari sejarah emosi, reaksi terhadap stimulus (rangsangan) dan corak budaya (culture). Kontinum yang terkait dengan domain ini adalah perasaan (feelings). Kontinum perasaan terdiri dari kepercayaan (confidence) dan kecemasan (anxiety).

Menurut Shannon berdasarkan Austin dan Wellington (2008:6) penghargaan diri (Self Esteem) dan konsep diri (Self Concept) berperan dalam kecemasan matematika

Many students believe that their grades are representation of themselves. If these

grades suffer in any way, it is an indication that they are not perfect and their peers

will witness it. They hold themselves to ridicuslously high standards causing

themselves undue stress and anxiety. Conversely, some students teased because of

their good grades. Some students actually fear doing well because they do not want

to be picked on their friends.

Banyak siswa meyakini bahwa nilai yang mereka dapat menggambarkan diri mereka. Jika nilai yang didapat tidak sesuai harapan, hal ini mengindikasikan ketidaksempurnaan diri mereka dan teman-teman sekelas menjadi saksinya. Mereka merasa dirinya aneh yang menyebabkan kecemasan dan perasaan tertekan yang tidak semestinya. Sebaliknya, beberapa siswa merasa diejek karena nilai mereka yang bagus. Sehingga sebenarnya beberapa siswa takut untuk belajar dengan baik karena tidak ingin diganggu oleh teman mereka.

c. Intelektual/Domain Pendidikan

Kontinum yang terdiri dari pengaruh yang berupa kognitif. Kontinum yang terkait dengan domain ini adalah prestasi (achievement), dimana perseepsi individu adalah yang terpenting. Sukses (success) dan kegagalan (failure), merupakan bagian yang luar biasa dari prestasi, dan evaluasi subjektif terhadap penggunaan keterampilan dan konsep matematika.

(9)

melainkan dikarenakan cara menyajikan mata pelajaran matematika di sekolah dan cara guru dalam menyampaikan materi kepada peserta didik.

Menurut Smith (2004:6) “Students may experience math anxiety because they have never experienced success in their mathematics class”. Siswa yang mengalami kecemasan matematika karena mereka tidak pernah mengalami keberhasilan dalam pembelajaran matematika sebelumnya. Sehingga siswa lebih cepat menyerah ketika menghadapi permasalahan matematika yang menantang.

Menurut Buxton dalam Smith (2004:10) menyatakan bahwa ketika guru menyebutkan bahwa akan diadakan sebuah tes matematika, siswa mulai merasa ketakutan. Ketakutan dan kegugupan yang muncul merupakan gabungan dari rasa takut jika tidak berhasil dalam tes, keraguan untuk dapat menyelesaikan tes, dan kecemasan untuk dapat menyelesaikan tes tepat waktu. Seluruh perasaan tersebut dapat menyebabkan kecemasan matematika.

Berdasarkan berbagai pandangan di atas, seluruh kegiatan pembelajaran matematika memiliki potensi untuk menjadi penyebab siswa mengalami kecemasan dalam matematika. Kecemasan matematika yang terjadi pada kegiatan pembelajaran termasuk dalam domain intelektual, yakni yang berkaitan dengan interaksi guru dengan siswa ataupun siswa dengan siswa, pencapaian atau kegagalan prestasi belajar, penekanan berlebihan terhadap penyelesaian tugas-tugas yang diberikan guru, dan lainnya.

3. Faktor-faktor Penyebab Kecemasan Matematika

Kecemasan matematika yang dialami oleh siswa di sekolah dapat muncul oleh karena berbagai faktor. Menurut penelitian yang dilakukan Anditya (2016) menyatakan bahwa penyebab kecemasan matematika adalah, (1) kondisi situasi kelas yang kurang kondusif, (2) Ujian Nasional Matematika, (3) lemahnya kemampuan guru dalam menyampaikan materi pelajaran yang sedang dipelajari, (4) matematika memiliki banyak rumus, (5) harapan keluarga agar mendapat nilai matematika yang bagus, dan (6) siswa tidak bisa menyelesaikan permasalahan matematika.

Menurut Wicaksono (2013) adapun berbagai hal yang dapat menyebabkan ketakutan anak terhadap matematika diantaranya:

(10)

b. Persepsi yang berkembang di tengah masyarakat bahwa matematika itu sulit terkooptasi sebagian pikiran anak

c. Pelajaran matematika yang monoton, guru cenderung represif membuat anak tertekan. Anak cenderung menutup diri kurang dapat mengolaborasi dan mengekspresikan dirinya dalam pembelajaran

d. Tuntutan untuk mendapatkan nilai yang baik dalam pelajaran matematika oleh orang tua dan guru. Hal ini menyebabkan anak hanya berorientasi pada hasil dan nilai saja bukan proses pembelajaran itu sendiri. Sehingga ketika anak mendapat nilai jelek dia akan merasa tertekan dan menganggap dirinya bodoh.

Sementara menurut Siroj dalam Yulianti (2010:30) kecemasan matematika dapat ditimbulkan oleh guru itu sendiri akibat dari praktik-praktik pembelajaran yang tidak sesuai. Hal ini sejalan dengan pernyataan Danhere dalam Anditya (2016) lemahnya kemampuan guru dalam menyampaikan materi diantaranya karena guru kurang memahami gaya belajar siswa, sehingga materi terasa sulit untuk dipahami siswa hingga menyebabkan kecemasan matematika.

4. Ciri-ciri Kecemasan Matematika

Kecemasan matematika yang dialami siswa dapat diketahui dari gejala pengiring kecemasan, menurut Dacey dalam Wicaksono (2013) kecemasan dapat ditinjau melalui tiga komponen, yaitu:

a. Komponen psikologis, berupa kegelisahan, gugup, tegang, cemas, rasa tidak aman, takut, dan cepat terkejut

b. Komponen fisiologis, berupa jantung berdebar, keringat dingin pada telapak tangan, tekanan darah meninggi (mudah emosi), respon kulit terhadap galvanis ( sentuhan dari luar) berkurang, gerakan peristaltik (gerakan berulang tanpa disadari) bertambah, gejala gastrointertinal (pencernaan) , gejala respiratori (pernapasan),dan gejala urogenital (perkemihan dan kelamin).

c. Komponen sosial, komponen sosial, sebuah perilaku yang ditunjukkan oleh individu di lingkungannya. Perilaku itu dapat berupa tingkah laku (sikap) dan gangguan tidur.

Secara lebih rinci, Siroj dalam Yulianti (2010:26) berdasarkan Philips, Martin, Mayer, serta Aren dan Smith mengemukakan bahwa kecemasan siswa terhadap matematika tersebut dapat diidentifikasi dari gejala-gejala:

(11)

bahkan tidak mampu memecahkan masalah matematika yang agak rumit dan membutuhkan kreativitas dalam menjawab.

b. Ketergantungan, Siswa yang tampak selalu berpegang teguh dan selalu menanyakan apakah jawaban yang ia kerjakan benar, merupakan ciri dari siswa yang ketergantungan. Mereka lebih mementingkan jawaban benar daripada proses mendapatkan jawaban benar.

c. Menghindari tanggapan dari lingkungan, siswa yang tampak melamun pada waktu belajar matematika, mungkin ia cemas terhadap pekerjaan matematikanya. Cara ini ia gunakan untuk menahan perasaan yang kurang yakin terhadap pekerjaan matematikanya. d. Kemunduran mengenai proses pemecahan yang kompleks, siswa dengan kecemasan matematika, mungkin dapat mengingat fakta-fakta dasar dengan baik, tetapi mengalami kesulitan dalam pemecahan masalah matematika. Ia tampak kesulitan untuk melihat alternatif penyelesaian atau mengembangkan suatu rencana pemecahan masalah untuk menyelesaikan soal.

e. Terlalu takut salah atau gagal, siswa dengan kecemasan matematika umumnya berasal dari keluarga yang mengharapkan agar mereka memiliki prestasi yang tinggi dalam sekolah, khususnya dalam pelajaran matematika. Sehingga dalam beberapa kasus, anak-anak menyamakan kasih sayang yang diberikan orang tua dengan keberhasilan mereka disekolah. Oleh karena itu guru harus meyakinkan siswa bahwa mereka mampu mengerjakan soal-soal matematika dan tidak perlu takut melakukan kesalahan.

f. Penolakan oleh keluarga, orangtua mungkin terlalu menekan anak0anak untuk berhasil, seringkali dikritik dan tidak pernah dipuji. Oleh karena itu, guru diharapkan untuk tidak membandingkan kemampuan setiap siswa karena dapat menimbulkan pertentangan dalam diri anak.

g. Sikap permusuhan, siswa yang menunjukkan kecemasan matematika mungkin menampakkan kemarahan, sebagai contoh siswa yang tidak mampu menyelesaiakan soal matematika dengan cepat mungkin akan menimbulkan gejolak kemarahannya.

h. Harapan yang melebihi kemampuan, kecemasan matematika dapat disebabkan oleh kesenjangan antara harapan dan kemampuan yang sesungguhnya, siswa mungkin memiliki harapan berprestasi dalam pembelajaran matematika namun kemampuannya masih jauh dari apa yang diharapkan.

(12)

merasa pusing, sakit perut, berkeringat dingin, dan sering menarik nafas panjang ketik mengikuti pembelajaran matematika

j. Tingkah laku kompulsif, tingkah laku kompulsif merupakan tingkah laku yaang tidak berhubungan dengan tugas dan mungkin langsung berupa tindakan seseorang yang bersifat negatif. Misalnya siswa membuat coretan-coretan yang tidak ada kaitannya dengan tugas atau soal yang dikerjakan.

k. Tingkah laku menghindari, murid-murid yang cenderung menghindari pelajaran matematika, ujian, dan tidak mengerjakan PR matematika merupakan indikator bahwa mereka mengalami kecemasan matematika.

l. Kurang menghargai diri sendiri, pernyataan-pernyataan seperti “saya tidak bisa mengerjakan soal-soal matematika” atau “saya tidak akan pernah mendapatkan skor

bagus dalam pelajaran matematika” menunjukkan kurangnya penghargaan terhadap diri

sendiri. Pernyataan-pernyataan negatif seperti ini mengindikasikan kecemasan matematika.

5. Dampak Kecemasan Matematika

Kecemasan matematika yang dialami siswa memiliki berbagai tingkatan, dari rendah, sedang hingga tinggi. Berbagai penelitian mencoba untuk menemukan dampak kecemasan matematika terhadap beberapa sektor, diantaranya dampak kecemasan matematika terhadap kemampuan matematis dan dampak kecemasan matematika terhadap konsekuensi kognitif.

Menurut penelitian yang dilakukan Aschraft dalam Math anxiety : personal, educational and cognitives consequence (2002:181) ditemukan bahwa individu dengan tingkat kecemasan matematika yang tinggi belum tentu mengalami kemampuan matematis yang rendah. Mereka yang memiliki tingkat kecemasan matematika yang tinggi dapat memeperoleh nilai yang sama baiknya dengan teman-temannya dalam penilaian aritmatika.

(13)

Lebih lanjut Nursilawati dalam penelitiannya mengenai korelasi antara self-efficacy (rasa kepercayaan diri dalam hal mampu menyelesaiakan tugas) terhadap kecemasan matematika siswa (2010:74) menyimpulkan bahwa semakin tinggi self-efficacy seseorang maka semakin rendah kecemasan matematika yang dialami orang tersebut. Hasil penelitian tersebut didukung oleh Penelitian sejenis yang dilakukan Dobson (2012:13) menyatakan bahwa “A lower self-efficacy can lead to higher level of math anxiety”. Self-efficacy yang rendah dapat berdampak pada tingginya tingkat kecemasan matematika.

Menurut Yulianti (2010:45) penelitian tentang kecemasan siswa terhadap pembelajaran matematika selalu berhubungan dengan faktor kesenangan (enjoyment) atau ketertarikan terhadap pelajaran matematika. Hal ini serupa dengan pendapat Aschraft (2002:183) dampak kecemasan matematika seharusnya juga menjadi bukti bahwa kecemasan matematika mencerminkan aktifitas mental (working memory) sseseorang.

6. Mengukur Kecemasan Matematika

Dalam beberapa dekade terakhir kecemasan matematika menjadi fokus bagi peneliti yang mendalami bidang kajian psikologi pendidikan. Beberapa peneliti telah mengembangkan suatu instumen berbentuk angket (Questionaire) yang telah baku yang digunakan untuk mengukur kecemasan matematika. May Diana (2009:10) mengungkapkan

Measuring mathematics anxiety, the most widely cited scale used to measure and

explore mathematics anxiety is Mathematics Anxiety Rating Scale (MARS)

(Suinn,1972). Researchers suspected that some individuals who did not normally

suffer from general anxiety were still affected by mathematics anxiety. The purpose

of the MARS was to help researchers explore mathematics anxiety and to evaluate

mathematics-anxiety relief techniques. The scale consist of 98 items that address

students anxiety with manipulation of number and mathematical concepts

(14)

Menurut Hilyard (2016) banyak survei dan instrumen yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kecemasan matematika yang dialami siswa, diantaranya: (1) Math Anxiety Scale (Dreger-Aiken,1957) skala pengukuran ini terdiri dari 3 item yang dapat digunakan untuk menilai reaksi emosional terhadap matematika. (2) Mathematics Attitude Scales (MAS) (Fennema-Sherman,1976) skala pengukuran ini didesain untuk mengukur sikap laki-laki dan perempuan dalam pembelajaran matematika. MAS terdiri atas 9 instrumen yang dapat mengukur kecemasan matematika. (3) Mathematics Anxiety Rating Scale (MARS) (Richardson-Suinn,1972) terdiri atas 98 item yang dapat digunakan untuk menilai reaksi kecemasan matematika terhadap kehidupan sehari-hari dan situasi akademik. (4) MARS for Adolescents (MARS-A) (Suinn-Edward,1982) merupakan terusan dari MARS yang khusus menyoroti kecemasan matematika pada remaja.

Selanjutnya Tapia dan Marah dalam Yulianti (2010:46) mengembangkan suatu instrumen baru untuk mengukur sikap siswa terhadap matematika. Instrumen tersebut adalah Attitudes Toward Mathematics Inventory (ATMI). ATMI terdiri dari 40 item pernyataan yang digunakan untuk menganalisis persepsi siswa terhadap matematika, yaitu: self confidence (rasa percaya diri), value of mathematics (nilai matematika), enjoyment of mathematics (kesenangan yang diperoleh dari belajar matematika), dan motivation (motivasi belajar matematika).

C. Beban Belajar Matematika Kurikulum 2013

Menurut PERMENDIKBUD RI No.70 (2013:24), beban belajar merupakan keseluruhan kegiatan yang harus diikuti peserta didik dalam satu minggu, satu semester, dan satu tahun pembelajaran.

1. Beban belajar di Sekolah Menengah Kejuruan Madrasah Aliyah Kejuruan dinyatakan dalam jam pembelajaran per minggu. Beban durasi setiap satu jam pembelajaran adalah 45 menit.

2. Beban belajar di kelas X,XI,XII dalam satu semester paling sedikit 18 minggu dan paling banyak 20 minggu.

(15)

Kegiatan Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, serta penilaian proses pembelajaran.

Sehingga Dapat disimpulkan bahwa beban belajar matematika adalah seluruh kegiatan pembelajaran matematika yang mencakup kegiatan pembelajaran matematika di kelas, kegiatan pemberian tugas matematika, dan kegiatan evaluasi/penilaian matematika yang harus diikuti peserta didik dalam satuan waktu tertentu.

a. Tujuan Pembelajaran Matematika Kurikulum 2013

Berdasarkan lampiran Permendikbud nomor 59 tahun 2014, tujuan pembelajaran Matematika di SMA adalah sebagai berikut:

1. Dapat memahami konsep matematika, yaitu menjelaskan keterkaitan antar konsep dan menggunakan konsep maupun algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah

2. Menggunakan pola sebagai dugaan dalam penyelesaian masalah, dan mampu membuat generalisasi berdasarkan fenomena atau data

3. Menggunakan penalaran pada sifat, melakukan manipulasi matematika baik dalam penyederhanaan, maupun menganalisa komponen yang ada dalam pemecahan masalah.

4. Mengkomunikasikan gagasan, penalaran serta mampu menyusun bukti matematika dengan menggunakan kalimat lengkap, simbol, tabel, diagram, atau media lain ntuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

6. Memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam matematika dan pembelajarannya, seperti taat azas, konsisten, menjunjung tinggi kesepakatan, toleran, menghargai pendapat orang lain, santun, demokrasi, ulet, tangguh, kreatif, menghargai kesemestaan (konteks, lingkungan), tanggung jawab, adil, jujur, teliti, dan cermat.

(16)

8. Menggunakan alat peraga sederhana maupun hasil teknologi untuk melakukan kegiatan matematik

Deskripsi diatas sejalan dengan lima rumusan tujuan pembelajaran matematika yang dikemukakan Yaniawati dalam Daryanto (2013:158), yaitu:

 Belajar untuk berkomunikasi (mathematical communications)  Belajar untuk bernalar (mathematical reasoning)

 Belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving)  Belajar unttuk mengaitkan ide (mathematical connections)

 Pembentukan sikap positif terhadap matematika (possitive attitudes toward mathematics)

Berorientasi pada peserta didik agar tujuan pembelajaran matematika dapat tercapai maksimal, harus diupayakan agar semua peserta didik lebih mengerti dan memahami isi materi yang diajarkan daripada harus mengejar target kurikulum tanpa dibarengi dengan pemahaman materi

b. Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika Kurikulum 2013

Pada Matematika Kurikulum 2013 pada Kelas X program MIA (Matematika dan Ilmu Alam) ruang lingkup mata pelajaran matematika terbagi menjadi dua, yaitu matematika wajib dan matematika peminatan.

(i) Matematika wajib

(17)

A

Gambaran ruang lingkup materi pada matematika wajib Sumber: Kemendikbud (2016)

Peta materi pada mata pelajaran Matematika (Peminatan) Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 2.1

Peta materi pada mata pelajaran matematika wajib kelas X

(ii) Matematika peminatan

Dalam Pemendikbud No 64 tahun 2016 menyatakan bahwa Peminatan adalah program kurikuler yang disediakan untuk mengakomodasi pilihan minat, bakat dan/atau kemampuan peserta didik dengan orientasi pemusatan, perluasan, dan/atau pendalaman mata pelajaran dan/atau muatan kejuruan.

Ruang lingkup Kelas X

Aljabar  Persamaan dan pertaksamaan nilai mutlak linear satu variabel,  Sistem persamaan linear tiga variabel,

 Fungsi.

Trigonometri  Pengukuran sudut

 Perbandingan trigonometri pada segitiga siku-siku dan sudut-sudut yang berelasi,

(18)

Peminatan pada SMA/MA memiliki tujuan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan peserta didik sesuai dengan minat, bakat dan/atau kemampuan akademik dalam sekelompok mata pelajaran keilmuan. Peminatan pada SMA/MA terdiri atas: Peminatan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial, Peminatan Bahasa dan Budaya, dan Peminatan Keagamaan. Peminatan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam sebagaimana dimaksud berisi mata pelajaran Matematika peminatan, Biologi, Fisika; dan Kimia. Ruang lingkup materi pada matematika peminatan digambarkan dalam bagan berikut:

Bagan 2.2

Gambaran ruang lingkup materi pada matematika peminatan Sumber: Kemendikbud (2016)

Peta materi pada mata pelajaran Matematika (Peminatan) Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 2.2

Peta materi pada mata pelajaran matematika peminatan kelas X

Ruang Lingkup Kelas X

Aljabar  Fungsi eksponensial dan logaritma

 Sistem persamaan linear dan kuadrat dua peubah  Sistem pertidaksamaan linear dan kuadrat dua peubah  Pertidaksamaan pecahan, irrasional dan mutlak

(19)

Ruang Lingkup Kelas X

 Skalar dan vektor  Operasi aljabar vektor

Geometri  Sifat kesimetrian dan sifat sudut pada segitiga,  Segi empat dan lingkaran,

 Dalil titik tengah dan dalil intersep pada segitiga, dalil segmen garis Trigonometri  Persamaan trigonometri sederhana

c. Kegiatan Pembelajaran Matematika Kurikulum 2013.

Dalam implementasi kurikulum 2013 pembelajaran matematika mengacu pada pendekatan saintifik (scientific approach). Pendekatan ini menuntut siswa untuk beraktifitas seperti ahli sains, untuk mata pelajaran matematika langkah-langkahnya yaitu: (1) mengamati, yaitu mengamati fakta matematika, (2) menanya, yaitu melatih berfikir divergen, (3) mengumpulkan informasi, yaitu mencoba dan mengaitkan teorepma, (4) mengasosiasi, yaitu memperluas konsep dan membuktikan, dan (5) mengkomunikasikan, yaitu menyimpulkan dan mengaitkan dengan konsep baru. Selanjutnya proses berpikir secara saintifik digambarkan melalui flowchart berikut.

Bagan 2.3

Flowchart pendekatan saintifik Sumber: Kemdikbud.go.id

Berdasarkan Permendikbud No. 22 tahun 2016 Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari rencana pembelajaran (lesson plan), yang meliputi kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup.

(i) Kegiatan pendahuluan, dalam kegiatan pendahuluan guru wajib: menyiapkan kesiapan belajar peserta didik, memberikan motivasi dan menginformasikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari, dan menyampaikan cakupan materi yang akan dipelajari.

(ii) Kegiatan inti, menggunakan model pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik

Mengamati Menanya Mengumpulkan

(20)

dan mata pelajaran. Pemilihan pendekatan (tematik, terpadu, saintifik, penemuan, dan atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

(iii) Kegiatan penutup, dalam kegiatan penutup guru bersama siswa melakukan refleksi untuk mengevaluasi: (1) seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran dan hasil yang diperoleh untuk menemukan manfaat langsung atau tidak langsung dalam pembelajaran, (2) memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran, (3) melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pemberian tugas baik secara individu maupun kelompok, (4) menginformasikan rencana kegiatan untuk pertemuan selanjutnya.

Tabel 2.3

Contoh Deskripsi Kegiatan Pembelajaran Dalam Rencana Pembelajaran Untuk Materi Pertidaksamaan Eksponensial

Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi Waktu

Pendahuluan 10 menit

Pendahuluan  Guru menciptakan suasana kelas yang religius dengan memberi salam pembuka, berdoa bersama siswa sebelum melakukan pelajaran

 Guru mengkondisikan kesiapan belajar peserta didik serta memeriksa kehadiran siswa

 Guru menyampaikan tujuan pembelajaran serta indikator pencapaian kompetensi yang akan dicapai  Guru memberikan apersepsi terkait materi yang

akan dipelajari

Kegiatan Inti 70 menit

Mengamati Peserta didik mengamati LKS yang dibagikan guru, untuk memudahkan pemahaman siswa terhadap materi pertidaksamaan eksponensial Peserta didik mengamati penjelasan mengenai

konsep pertidaksamaan eksponensial serta sifat-sifat dasar pertidaksamaan eksponensial

Peserta didik mengamati contoh soal yang bervariasi

(21)

Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi Waktu untuk menemukan himpunan penyelesaian dari

pertidaksamaan eksponensial dengan memanfaatkan berbagai sifat aljabar dalam pertidaksamaan

Menanya Peserta didik diarahkan untuk bertanya mengenai materi pembelajaran serta contoh soal yang diberikan

Mengumpulkan data

 Peserta didik menuliskan informasi dari penjelasan guru, buku atau internet mengenai pertidaksamaan eksponensial

Mengasosiasi  Peserta didik mengerjakan soal latihan yang diberikan guru, jika mengalami kesulitan peserta didik diperbolehkan berdiskusi dengan teman sebangku

 Selama peserta didik mengerjakan latihan soal guru memperhatikan dan memberikan scaffolding apabila diperlukan

 Peserta didik lain melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya pengerjaan soal

Mengkomunika sikan

 Peserta didik diberikan kesempatan untuk mendemostrasikan jawabannya ke depan kelas  Peserta didik diarahkan untuk menanggapi hasil

pengerjaan temannya di papan tulis

Penutup 10 menit

Penutup  Peserta didik diminta menyimpulkan tentang materi pertidaksamaan eksponensial

 Peserta didik diberi Pekerjaan Rumah (PR) terkait dengan pembelajaran pertemuan ini

(22)

d. Kegiatan Pemberian Tugas dalam Pembelajaran Matematika Kurikulum 2013 Dalam implementasi kurikulum 2013 pembelajaran matematika guru sebagai fasilitator dan motivator harus memberikan tugas kepada siswa. Bentuk tugas yang diberikan

berupa tugas terstruktur dan tugas tidak terstruktur. Dalam sebuah artikel “hakikat tugas

terstruktur” Suganda menyatakan bahwa tugas terstruktur adalah tugas yang diberikan oleh pendidik kepada peserta didik untuk dikerjakan di luar proses pembelajaran. Tujuan dari tugas terstruktur adalah meningkatkan kemampuan dan pemahaman peserta didik terhadap suatu mata pelajaran. Waktu dalam menyelesaikan tugas terstruktur ditentukan oleh pendidik. Dalam istilah yang lebih populer penugasan tersruktur disebut Pekerjaan Rumah (PR).

Menurut Juknis pengembangan pembelajaran SMA, penugasan tidak terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang berupa pendalaman materi pembelajaran oleh peserta didik yang didesain pendidik untuk menunjang pencapaian tingkat kompetensi mata pelajaran yang waktu penyelesaiannya diatur sendiri oleh peserta didik. Tugas tidak terstruktur diberikan jika daya dukung terhadap tujuan pembelajaran, media pembelajaran, pokok bahasan, dan alokasi waktu memenuhi syarat. Sehingga tugas tidak terstruktur tidak harus diberikan di setiap pokok bahasan.

e. Kegiatan Evaluasi/Tes Matematika Kurikulum 2013

Berdasarkan Permendikbud No. 22 tahun 2016, Evaluasi hasil pembelajaran dilakukan saat proses pembelajaran dan di akhir satuan pembelajaran dengan menggunakan metode dan alat tes lisan atau perbuatan dan tes tulis. Hasil evaluasi akhir diperoleh dari gabungan evaluasi proses dan evaluasi hasil pembelajaran.

Eveluasi bertujuan untuk meningkatkan kualitas, kinerja,atau produktifitas suatu lembaga atau pembelajaran. Jenis-jenis Evaluasi berdasarkan fungsinya (Sunardi: 2013:48-49):

1. Evaluasi Kesiapan, untuk mengukur kemampuan awal.

2. Evaluasi Penempatan, untuk mengetahui tingkah laku awal siswa sebelum memasuki program pembelajaran.

(23)

4. Evaluasi Diagnosis, untuk mengetahui kesulitan belajar siswa yang secara terus menerus ada padanya yang tidak dapat diperbaiki dengan cara-cara yang digunakan pada evaluasi formatif. Jadi evaluasi ini lebih mendetail dari pada evaluasi formatif

5. Evaluasi Sumatif, untuk menentukan sejauh mana siswa telah mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Biasanya dilakukan pada akhir program pembelajaran. Evaluasi sumatif dilakukan untuk memberi nilai (grade) pada siswa.

Bagan 2.4

Jenis-jenis Evaluasi Berdasarkan Fungsinya

Permulaan belajar

Akhir pembelajaran Selama

pembelajaran

Evaluasi kesiapan , penempatan

Evaluasi sumatif Evaluasi

(24)

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan jenis statistika deskriptif. Menurut Gunawan (2013:8) statistika deskriptif memiliki tujuan untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran objek yag diteliti sebagaimana adanya tanpa menarik kesimpulan atau generalisasi. Menurut Sugiyono (2007:21) statistika deskriptif ialah statistik yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebaga Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui tingkat kecemasan matematika terhadap penerapan beban belajar mata pelajaran matematika kurikulum 2013 dan mengkategorikannya pada tingkatan tinggi, sedang, atau rendah.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Menurut Walpole (1982:6) Populasi adalah keseluruhan obyek yang menjadi perhatian peneliti. Populasi yang terlibat dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X SMA Negeri Unggulan Kota Palembang

2. Sampel

Menurut Walpole (1982:7) sampel adalah suatu himpunan bagian dari populasi. Jadi sampel adalah bagian dari populasi yang dijadikan obyek dalam penelitian. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Non- Probability Sampling dengan jenis purposive sampling. Sehingga dengan pertimbangan tertentu peneliti memilih sampel sebagai berikut:

Tabel 3.1 Sampel Penelitian

Sekolah Banyak Kelas X MIA Populasi Siswa Sampel Kelas Sampel

SMA N 1 Palembang 9 2 kelas

SMA N 2 Palembang 6 2 kelas

SMA N 4 Palembang 6 2 kelas

SMA N 10 Palembang 7 2 kelas

(25)

Jenis data dalam penelitian ini adalah data ordinal untuk “Tes Kecemasan Matematika

tingkat kecemasan matematika terhadap penerapan beban belajar mata pelajaran matematika kurikulum 2013 pada siswa kelas X MIA”. Sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas X MIA SMA Negeri Unggulan Kota Palembang.

D. Prosedur dan Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data yang dilakukan untuk memperoleh data dalam penelitian ini yaitu peneliti mendatangi sekolah sampel secara langsung kemudian memberikan angket kepada siswa kelas X MIA. Angket harus diisi siswa dengan tujuan mengetahui tingkat kecemasan matematika siswa kemudian angket yang terkumpul di lakukan analisis kecemasan matematika siswa kelas X MIA terhadap penerapan beban belajar matematika wajib dan matematika peminatan.

1. Angket

Angket merupakan salah satu media pengumpul data yang paling populer digunakan dalam penelitian pendidikan dan sosial. Dalam angket terdapat berbagai macam beberapa macam pertanyaan yang berhubungan erat dengan masalah yang ingin diketahui, dipecahakan, dianalisis guna mendapatkan informasi dari lapangan. Angket yang disebarkan kepada para sampel merupakan angket yang disusun oleh peneliti dengan bersandar pada berbagai angket mengenai kecemasan yang telah baku, seperti Math Anxiety Rating Scale, Math Anxiety Rating Scale Revise, Quetionaire Math Anxiety Rating Scale dan Aspek dari kecemasan matematika itu sendiri.

Menurut Darmadi (2009:307) syarat membuat angket/kuesioner yang baik, peneliti hendaknya memperhatikan beberapa butir penting, yaitu::

a. Setiap item harus dibuat dengan bahasa yang jelas dan tidak mempunyai arti yang meragukan

b. Peneliti hendaknya menghindari pertanyaan atau pernyataan ganda dalam satu item c. Item pertanyaan atau pernyataan berkaitan dengan permasalahan yang hendak

dipecahkan dalam penelitian

d. Bahasa yang digunakan hendaknya menggunakan bahasa yang baku

e. Peneliti hendaknya tidak terlalu mudah menggunakan item-item negatif atau item yang menjebak responden

(26)

2. Kisi-kisi Angket Kecemasan Matematika

Angket kecemasan matematika berikut ini disusun berdasarkan tiga kriteria, yaitu kecemasan dalam menghadapi pembelajaran matematika, kecemasan dalam menghadapi tugas-tugas matematika, dan kecemasan terhadap tes-tes matematika yang ditandai oleh berbagai aspek atau gejala, diantaranya aspek fisik, psikologis, sosial, dan akademis. Kemudian setiap aspek atau gejala tersebut dijabarkan dalam sejumlah indikator. Dan setiap indikator akan dituangkan dalam item-item pertanyaan.

Tabel 3.2

Kisi-kisi Angket Kecemasan Matematika

Aspek Indikator Nomor Item Jumlah Item

Negatif Positif

Akademis Matematika kurikulum

2013

2 7 9

Total Item 12 18 30

Kisi-kisi angket kecemasan matematika di atas mencakup semua kriteria kecemasan matematika. Pengelompokan item berdasarkan kriterianya disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3.3

Pengelompokkan Angket Kecemasan Matematika Berdasarkan Kriteria

Kriteria No Item Jumlah Item

Kecemasan dalam menghadapi pembelajaran

matematika

6

Kecemasan menghadapi tes matematika 15

Kecemasan menghadapi tugas-tugas matematika 9

(27)

(1). Butir pernyataan atau item pada angket dinyatakan dalam dua bentuk yaitu positif (favorable) dan negatif (unfavorable). Item positif mengisyaratkan konsep perilaku yang sesuai dengan kecemasan matematika sedangkan Item negatif mengisyaratkan konsep perilaku yang tidak mendukung kecemasan matematika.

Tabel 3.4

Analisis data ini bertujuan untuk memberikan jawaban tentang tingkat kecemasan matematika terhadap penerapan beban belajar mata pelajaran matematika kurikulum 2013 melalui angket yang disebarkan kepada peserta didik kelas X MIA. Melalui angket tersebut akan dianalisis tingkat kecemasan yang dimiliki siswa kedalam kategori.

Analisis data dalam penelitian ini akan mengerucutkan hasil penelitian kepada kategori kecemasan matematika tinggi, rendah, dan sedang berdasarkan model distribusi Normal tipe kategorisasi ordinal. Tujuan kategorisasi ini adalah menempatkan individu dalam kelompok-kelompok yang posisinya berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur (Azwar 2015:147). Kategorisasi yang dimaksud adalah dengan membandingkan skor yang didapat siswa pada rentang berikut:

Tabel 3.5

(28)

Catatan: * salah satu kategori (tinggi, rendah, atau sedang)

F. Pengecekan Keabsahan Temuan

Keabsahan data dalam penelitian ini difokuskan pada hasil pengisian angket dan hasil wawancara yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kecemasan matematika . Ketekunan pengamatan dilakukan dengan cara peneliti mengadakan pengamatan secara teliti, rinci, dan terus-menerus selama penelitian berlangsung.

Pengecekan dalam penelitian ini adalah peneliti mendiskusikan proses dan hasil penelitian antara hasil pengamatan peneliti dengan pengamatan guru bidang studi matematika yang telah melakukan observasi guna memberi masukan-masukan.

G. Tahap-tahap Penelitian

Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Tahap Persiapan

a. Mempersiapkan angket untuk mengukur kecemasan matematika dan pedoman penskoran serta kategori tingkat kecemasan.

b. Meminta para ahli matematika dan bahasa indonesia untuk memvalidasi item dalam angket untuk mengukur kesesuaian item dalam angket terhadap aspek dan indikator kecemasan matematika.

c. Pengurusan surat izin penelitian di kantor Dinas Pendidikan dan Olahraga Kota Palembang.

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini peneliti melaksanakan kegiatan pengambilan data berupa pengisian angket yang diajukan kepada siswa kelas X MIA.

3. Tahap Analisis Data

(29)

4. Tahap Penyusunan Laporan Penelitian

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Fraenkel, Jack., Norman Wallen, dan Hellen Hyun. 2012. How To Design and Evaluate Research in Education (5th ed) .New York: The McGraw-Hill Companies.Inc.

Gunawan, Imam. 2015. Pengantar Statistika Inferensial. Jakarta: Rajawali Press. Darmadi, Hamid. 2013. Metode Penelitian Pendidikan dan sosial. Jakarta: Alfabeta.

Walpole, Ronald E. 1992. Pengantar Statistika Ed.3. Alih Bahasa Bambang Sumantri . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Daryanto. 2013. Inovasi Pembelajaran Efektif. Bandung: Yrama Widya. Suryabrata, Sumadi. 2013. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali Press

Susetyo, Budi.. 2015. Prosedur Penyusunan & Analisis Tes. Jakarta: Refika Aditama Azwar, Saifudin. 2015. Penyusunan Skala Psikologi. Ed.2 . Yogyakarta: Pustaka Belajar Iskandar. 2012. Psikologi Pendidikan Sebuah Orientasi Baru. Jakarta: Gaung Persada Press Anditya, Ririn. 2016. Faktor-faktor penyebab Kecemasan matematika. Naskah Publikasi.

Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Scraft, Mark. 2012. Math Anxiety: Personal, Educational, And Cognitive Consequences. Ohio. Departmen Psychology of Cleveland State University.

Dzulfikar, Ahmad. 2016. Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika. Vol.1 No.1. Jombang: Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum

Yulianti, Refi Elfira. 2010. Pengaruh Penggunaan PMRI terhadap tingkat kecemasan matematika (Math Anxiety) Di Sekolah Menengah Pertama. Thesis. Palembang: Universitas Sriwijaya.

Wilder, Sue Johnson., Janine Brandley., Philip Dent .2014. A Survey Of Mathematics Anxiety and Mathematical Resilience among axisting apprentices. Final Report. Coventry: University of Warwick

Risnawita, Rini., M. Nur Gufron. Apakah Kecemasan Matematika Itu?. Kudus: http://journal.stainkudus.ac.id.index.php/elementary/article. Diakses 11 Desember 2016 Ritchey, Tom. 1991. Analysis and Synthesis On Scientific Method. Thesis Publishers.

Swedia: Swedish Morphological Society.

Ehom, Dini Nurfadilah . 2015. Literasi Matematis Dan Kecemasan Matematika Siswa SMA Dalam Implementasi Model Pembelajaran Project Based Learning. Bandung: Repository Edu Universitas Pendidikan Indonesia.

(31)

LAMPIRAN 1

TES KECEMASAN MATEMATIKA

NAMA SISWA : __________________________________________________ KELAS : __________________________________________________ SEKOLAH : __________________________________________________

Petunjuk: Tes ini terdiri dari pernyataan-pernyataan mengenai sikap anda terhadap pembelajaran matematika. Tidak ada jawaban yang bernilai salah atau benar. Sebelum mengisi silakan baca setiap pernyataan dengan teliti dan hati-hati. Pikirkan baik-baik setiap pernyataan agar benar-benar sesuai dengan apa yang anda rasakan. Berikan Respon anda untuk setiap pernyataan dengan cara melingkari angka yang paling menggambarkan sikap atau perasaan anda. Selamat mengerjakan

.

Berikan respon anda sesuai kode berikut :

Sangat sesuai (5),sesuai (4), ragu-ragu (3), tidak sesuai (2), dan Sangat tidak sesuai (1)

NO. PERNYATAAN RESPON 5 Saya merasa takut bersaing dengan siswa lainnya dalam pelajaran

matematika 1 2 3 4 5

6 Saya merasakan keringat dingin ketika kehabisan waktu dalam

ujian matematika, sementara saya belum selesai mengerjakan 1 2 3 4 5 7 Saya tidak berbakat dalam pelajaran matematika 1 2 3 4 5 8 Saya mengerti ketika belajar matematika dikelas, tapi setelah

pulang tak satupun yang saya pahami 1 2 3 4 5 14 Saya menyukai pelajaran matematika lebih dari pelajaran lainnya 1 2 3 4 5 15 Menurut saya orang dikatakan pandai jika ia pandai dalam

pelajaran matematika 1 2 3 4 5

16 Orang tua saya menjanjikan hadiah jika nilai ujian matematika saya

(32)

17 Matematika adalah pelajaran yang sering membuat jantung saya

berdebar dan membuat kepala saya pusing 1 2 3 4 5

18 Saya merasa gemetar jika tiba-tiba guru menunjuk saya untuk

mengerjakan soal di papan tulis tanpa membawa buku 1 2 3 4 5 19 Di masa yang akan datang, Saya akan memilih berkuliah di jurusan

yang tidak berhubungan dengan matematika 1 2 3 4 5

20 Saya percaya diri mengungkapkan pendapat saya dalam penyelesaian soal matematika dihadapan teman-teman sekelas saya

1 2 3 4 5

21 Saya cemas ketika guru memberikan tenggat waktu (deadline)

yang singkat dalam mengerjakan tugas matematika 1 2 3 4 5 22 Saya khawatir tidak bisa mengikuti mata pelajaran matematika

wajib dan peminatan dengan baik 1 2 3 4 5

23 Saya berharap nilai matematika saya dapat melampaui

teman-teman lainnya 1 2 3 4 5

24 Saya merasa gelisah ketika guru meminta saya untuk menerangkan

jawaban PR Matematika saya 1 2 3 4 5

25 Saya merasa pelajaran matematika di SMA jauh lebih sulit

dibandingkan dengan pelajaran matematika ketika saya SMP 1 2 3 4 5 26 saya lebih suka mengerjakan soal matematika yang sulit daripada

membuat sebuah karangan Bahasa Indonesia 1 2 3 4 5

27 Saya khawatir orang tua kecewa jika nilai matematika saya tidak

memuaskan 1 2 3 4 5

28 Saya merasa guru saya tidak dapat membuat saya memahami

matematika 1 2 3 4 5

29 Saya merasa tidak mampu menyelesaikan tugas matematika wajib

dan peminatan dalam waktu yang berdekatan 1 2 3 4 5

30 Saya percaya dengan menguasai matematika saya akan diterima di

Perguruan Tinggi favorit 1 2 3 4 5

31 Saya khawatir jika menghadapi ujian matematika wajib dan

(33)

LAMPIRAN 2

EVALUASI MATEMATIKA PROSES PEMBELAJARAN

MATEMATIKA

PENGERTIAN INSTRUMEN

PENGUKUR KECEMASAN MATEMATIKA

DOMAIN CIRI-CIRI & FAKTOR

PENYEBAB DAMPAK

PSIKOLOGIS INTELEKTUAL

SOSIAL

BEBAN BELAJAR MATEMATIKA DALAM K13

TINGKAT KECEMASAN MEMPENGARUHI PRESTASI / KEGAGALAN MATEMATIKA

PEMBERIAN TUGAS MATEMATIKA

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 3.1
+3

Referensi

Dokumen terkait

matematika kurikulum 2013. Kompetensi guru pada bidang kurang optimal. Pengembangan kurikulum 2013 berbasis Lesson Study.. Rumusan Masalah. Berdasarkan pembatasan masalah diatas,

Dari uraian diatas maka peneliti terdorong melakukan penelitian di SMA Negeri 1 Nogosari untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika yang

Jenis masalah dalam skripsi ini adalah mengenai korelasional tingkat kecemasan dalam menghadapi ujian akhir semester terhadap hasil belajar matematika siswa pada

 Diskusikan dan cari rubric penilaian pengetahuan, Penilaian Sikap, dan Penilaian Ketrampilan dari KI dan KD kemudian penskorannya  Diskusikan hari ini: Sabtu, 4 Januari 2013 sd

masalah ini akan berkutat pada pelaksnaan kebijakan tentang UU “anti jurang fiskal” yang sudah disepakati pada awal tahun 2013 ini dilihat dari perkembagan perjalanan ekonomi

4. Puja adalah seorang siswa SMK kelas X. Setiap hari dia pergi ke sekolah setelah sarapan. Pada suatu hari, ketika Puja akan sarapan, yang tersedia hanya nasi tanpa lauk.

Dalam fase desain (design) ini yang dikembangkan adalah indikator 4C’s yang diselaraskan dengan kurikulum 2013 pada mata pelajaran matematika kelas X semester 1 yang terdiri dari

Salah satu untuk membuat madura banyak dikenal orang adalah dengan menyebarluaskan di media social, saat ini terdapat media social yang Namanya aplikasi Tiktok.. Dengan mengupload foto