POLA KEPEKAAN Staphylococcus aureus TERHADAP ANTIBIOTIK PENISILIN PERIODE TAHUN 2008-2012 di BANDARLAMPUNG
Oleh
EGI ZAINAL MUTTAQIEN
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Egi Zainal Muttaqien
ABSTRACT
PATTERN SENSITIVITY OF Staphylococcus aureus TO ANTIBIOTIC PENISILIN PERIOD OF YEAR 2008-2013 IN BANDAR LAMPUNG
By
EGI ZAINAL MUTTAQIEN
Infection disease is still become issue in indonesia, at hospital as well as at society. Antibiotics as a drug to combat infectious diseases, their use must be rational, appropriate and safe. Increase of resistance bacteria to antibiotic has been report excessively, example Staphylococcus aures to antibiotic penicilin. This matter make infection disease difficult to finish plus there some bacteria that have been resistence more than one drug (multi drug resistance). Antibiotic susceptibility patterns will affect the use of antibiotics by medic.
The purpose of this study was to determine bacterial resistance patterns of Staphylococcus aures to few antibiotik penicilin that is ampicilin and amoxicilin period 2008-2012 in Lampung Regional Health Laboratory in Bandar Lampung. This study use method descriptif cross sectional.
The study shows the prevalence of Staphylococcus aures is 233 isolate (9,43%). The pattern of resistance Staphylococcus aures to penicilin inclined to increase year by year. In antibiotic ampicilin the most increase is 2011 about 46 isolate (90,2%), while in antibiotic amoxicilin look decrease in 2010 about 18 isolate but overall inclined increase year by year.
ABSTRAK
POLA KEPEKAAN Staphylococcus aureus TERHADAP ANTIBIOTIK PENISILIN PERIODE TAHUN 2008-2012 DI BANDAR LAMPUNG
Oleh
EGI ZAINAL MUTTAQIEN
Penyakit infeksi masih merupakan masalah di Indonesia, baik di rumah sakit maupun di masyakat luas. Antibiotika sebagai obat untuk menanggulangi penyakit infeksi, penggunaannya harus rasional, tepat dan aman. Peningkatan resistensi bakteri terhadap antibiotik telah banyak dilaporkan, salah satunya Staphylococcus aureus terhadap antibiotik penisilin. Hal ini membuat penanganan penyakit infeksi semakin sulit ditambah dengan adanya bakteri yang resisten dengan lebih dari satu obat. Pola kepekaan antibiotik akan mempengaruhi penggunaan antibiotikoleh petugas medis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap beberapa antibiotik penisilin yaitu ampisilin dan amoksisilin periode tahun 2008-2012 di Laboratorium Kesehatan Daerah Bandar Lampung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif cross sectional.
Dari penelitian didapatkan prevalensi infeksi bakteri Staphylococcus aureus sebanyak 233 isolat (9,43%). Pola resistensi Staphylococcus aureus terhadap antibiotik penisilin cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada antibiotik ampisilin peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebanyak 46 isolat (90,2%), sedangkan pada antibiotik amoksisilin terlihat penurunan tingkat resistensi pada tahun 2010 sebanyak 18 isolat (42,9%), namun terlihat kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian... 3
D. Manfaat Penelitian... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
A. Staphylococcus aureus ... 4
B. Antibiotik Penisilin ... 5
C. Resistensi Antibiotik ... 7
D. Metisilin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) ... 9
E. Uji identifikasi ... 10
F. Uji Kepekaan Terhadap Antibiotik ... 13
G. Kerangka teori ... 16
H. Kerangka Konsep ... 18
I. Hipotesis ... 18
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 19
A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 19
C. Populasi ... 19
D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 20
E. Prosedur Penelitian ... 20
F. Variabel penelitian ... 20
G. Definisi Operasional ... 21
H. Pengolahan dan Analisis Data ... 21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22
A. Hasil ... 22
B. Pembahasan ... 25
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 29
A. Kesimpulan... 29
B. Saran ... 30
DAFTAR PUSTAKA ... 31
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Persentase bakteri Staphylococcus aureus yang resisten terhadap antibiotik penisilin tahun 2008-2012………... 24
2. Persentase bakteri Staphylococcus aureus yang sensitif terhadap antibiotik penisilin tahun 2008-2012...………... 24
3. Pola Resisten Staphylococcus aureus terhadap antibiotik Ampisilin pada tahun 2008-2012...………... 34
4. Pola Sensitifitas Staphylococcus aureus terhadap antibiotik Ampisilin pada tahun 2008-2012...………... 34
5. Pola Resisten Staphylococcus aureus terhadap antibiotik Amoksisilin pada tahun 2008-2012...………... 35
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Penilaian Diameter Zona Hambatan Beberapa Antibiotik untuk bakteri
Enterobateriaceae berdasarkan CLSI... 16
2. Jumlah Bakteri dari tahun 2008-2012... 22
3. Persentase resisten dan sensitif bakteri Staphylococcus aureus tahun 2008…………... 22
4. Persentase resisten dan sensitif bakteri Staphylococcus aureus tahun 2009………... 23
5. Persentase resisten dan sensitif bakteri Staphylococcus aureus tahun 2010...…….... 23
6. Persentase resisten dan sensitif bakteri Staphylococcus aureus tahun 2011………...……….... 23
7. Persentase resisten dan sensitif bakteri Staphylococcus aureus tahun 2012………...….... 23
8. Data dari LABKESDA 2008..…………...….... 33
9. Data dari LABKESDA 2009..…………...….... 33
xiv
11. Data dari LABKESDA 2011………..…...….... 33
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit infeksi masih merupakan masalah di Indonesia, baik di rumah sakit
maupun di masyakat luas. Untuk penanggulangan penyakit tersebut pada saat
ini telah banyak digunakan berbagai jenis antibiotika. Beberapa penyakit
infeksi dapat ditanggulangi dengan penggunaan antibiotika yang rasional,
tepat dan aman. (Saephudin dkk, 2007).
Penggunaan antibiotika yang tidak rasional akan menimbulkan dampak
negatif, seperti terjadi kekebalan bakteri terhadap beberapa antibiotika,
meningkatnya efek samping obat dan bahkan kematian. Penggunaan
antibiotika dikatakan tepat bila efek terapi mencapai maksimal sementara
efek toksis yang berhubungan dengan obat menjadi minimum, serta
perkembangan antibiotika resisten seminimal mungkin. Pemilihan antibiotika
harus disesuaikan dengan pola resistensi lokal, disamping juga
memperhatikan riwayat antibiotika yang digunakan oleh pasien. Hal ini juga
mengurangi kemungkinan resistensi terhadap lebih dari satu antibiotik
2
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, yang infeksinya disebabkan oleh kontaminasi langsung pada luka misalnya pada infeksi luka pasca operasi.
Ditandai dengan munculnya furunkel atau abses lokal lainnya, diikuti dengan reaksi
peradangan dan nyeri yang mengalami pernanahan (Jawetz dkk, 2005).
Sebagian isolat Staphylococcus aureus resisten terhadap metisilin dan
golongannya karena adanya modifikasi protein pengikat penisilin. Protein ini
mengkode peptidoglikan transpeptidase baru yang mempunyai afinitas rendah
terhadap antibiotik beta laktam, sehingga terapi beta laktam tidak responsif.
Hal ini dikenal dengan Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
yang termasuk dalam resistensi multi obat (Jawetz dkk, 2005).
Berdasarkan penelitian pola resistensi bakteri dari kultur darah yang
dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia pada tahun 2001-2006 terhadap antibiotik golongan
penisilin Staphylococcus aureus mengalami peningkatan resistensi terhadap
antibiotik amoksisilin (Al Hanif, 2009).
Penelitian lainnya tentang pola kepekaan di ruang rawat intensif Rumah sakit
Fatmawati Jakarta pada tahun 2001-2002 Staphylococcus aureus telah
resisten terhadap antibiotik penisilin G, ampisilin, sulbenisilin, dan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut diatas dapat
dirumuskan masalah penelitian ini adalah bagaimanakah pola kepekaan
Staphylococcus aureus terhadap antibiotik penisilin di Bandar Lampung
selama tahun 2008-2012 ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kepekaan Staphylococcus
aureus terhadap antibiotik penisilin di Bandar Lampung selama tahun
2008-2012
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan diharapkan hasil yang diperoleh dapat
bermanfaat. Adapun manfaat penelitian ini :
1. Bagi peneliti, menambah ilmu pengetahuan terutama pengetahuan
mengenai pola kepekaan Staphylococcus aureus.
2. Bagi petugas kesehatan, memberikan informasi tambahan mengenai
resistensi Staphylococcus aureus terhadap antibiotik penisilin yang sering
digunakan, serta masukan dalam melakukan evaluasi mutu pelayanan
khususnya pemakaian antibiotik agar penggunaannya dapat rasional.
3. Bagi peneliti lain, sebagai acuan atau bahan pustaka untuk penelitian
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Staphylococcus aureus
Domain : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Bacillales
Famili : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif yang bersifat anaerob
fakultatif, tidak menghasilkan spora dan tidak motil, umumnya tumbuh
berpasangan maupun berkelompok, dengan diameter sekitar 0,9-1,3 µm.
Staphylococcus aureus merupakan mikroflora normal manusia. Bakteri ini
biasanya terdapat pada saluran pernapasan atas dan kulit. Keberadaan
Staphylococcus aureus pada saluran pernapasan atas dan kulit pada individu
jarang menyebabkan penyakit, individu sehat biasanya hanya berperan sebagai
perubahan hormon, adanya penyakit, luka, atau penggunaan steroid atau obat lain
yang mempengaruhi imunitas sehingga terjadi pelemahan inang (Jawetz dkk,
2005; Willey, 2008).
Infeksi Staphylococcus aureus diasosiasikan dengan beberapa kondisi patologi,
diantaranya bisul, jerawat, pneumonia, meningitis, dan arthritis. Staphylococcus
aureus juga menghasilkan katalase, yaitu enzim yang mengkonversi H2O2
menjadi H2O dan O2, dan koagulase, enzim yang menyebabkan fibrin
berkoagulasi dan menggumpal. Koagulase diasosiasikan dengan patogenitas
karena penggumpalan fibrin yang disebabkan oleh enzim ini terakumulasi di
sekitar bakteri sehingga agen pelindung inang kesulitan mencapai bakteri dan
fagositosis terhambat (Jawetz dkk, 2005; Willey dkk, 2008).
B. Antibiotik Penisilin
Penisilin adalah sebuah kelompok antibiotika beta laktam yang digunakan dalam
penyembuhan penyakit infeksi karena bakteri, biasanya berjenis Gram positif.
Penisilin bekerja dengan menghambat pembentukan dinding sel bakteri, dengan
menghambat pembentukan peptidoglikan pada dinding sel bakteri. Cara kerja ini
juga berarti bahwa penisilin hanya akan aktif bekerja pada satuan patogen yang
6
Lingkup aktivitas penisilin yang sempit menjadikan para peneliti mencari
turunan penisilin yang dapat mengobati infeksi yang lebih banyak. Penisilin
terbagi dalam beberapa kelompok yaitu :
1. Penisilin yang rusak oleh enzim penisilinase, tetapi spektrum anti kuman
terhadap Gram positif paling kuat. Termasuk di sini adalah Penisilin G
(benzil penisilin) dan derivatnya yakni penisilin prokain dan
penisilin benzatin, dan penisilin V (fenoksimetil penisilin). Penisilin G
dan penisilin prokain rusak oleh asam lambung sehingga tidak bisa
diberikan secara oral, sedangkan penisilin V dapat diberikan secara oral.
Spektrum antimikroba di mana penisilin golongan ini masih merupakan
pilihan utama meliputi infeksi-infeksi streptokokus beta hemolitikus grup
A, pneumokokus, meningokokus, gonokokus, Streptococcus viridans,
Staphyloccocus, pyoneges (yang tidak memproduksi penisilinase),
Bacillus anthracis, Clostridia, Corynebacterium diphteriae, Treponema
pallidum, Leptospirae dan Actinomycetes sp. (Lemke dkk, 2007; Mycek,
2003).
2. Penisilin yang tidak rusak oleh enzim penisilinase, termasuk di sini
adalah kloksasilin, flukloksasilin, dikloksasilin, oksasilin, nafsilin dan
metisilin, sehingga hanya digunakan untuk kuman-kuman yang
memproduksi enzim penisilinase (Lemke dkk, 2007; Mycek, 2003).
3. Penisilin dengan spektrum luas terhadap kuman Gram positif dan Gram
ampisilin dan amoksisilin. Kombinasi obat ini dengan
bahan-bahan penghambat enzim penisilinase, seperti asam klavulanat atau
sulbaktam, dapat memperluas spektrum terhadap kuman-kuman penghasil
enzim penisilinase (Lemke dkk, 2007; Mycek, 2003).
4. Penisilin antipseudomonas (antipseudomonal penisilin). Penisilin ini
termasuk karbenisilin, tikarsilin, meklosilin dan piperasilin diindikasikan
khusus untuk kuman-kuman Pseudomonas aeruginosa (Lemke dkk, 2007;
Mycek, 2003).
C. Resistensi Antibiotik
Bakteri dikatakan resisten bila pertumbuhannya tidak dapat dihambat oleh
antibiotika pada kadar maksimum yang dapat ditolerir oleh pejamu. Namun
demikian, spesies mikroba yang secara normal memberikan respons terhadap
obat tertentu mungkin menyebabkan berkembangnya strain yang resisten.
Banyak organisme telah diadaptasi melalui mutasi spontan atau membutuhkan
resistensi dan seleksi, dan berkembang menjadi strain yang lebih ganas serta
kebanyakan dari organisme ini resisten terhadap banyak antibiotik (Mycek,
2003).
Timbulnya resistensi mikroba terhadap obat antimikroba pada dasarnya
8
mekanisme yang menyebabkan suatu populasi bakteri menjadi resisten terhadap
obat antimikroba, yakni :
1. Mikroba memproduksi enzim yang merusak obat.
2. Mikroba mengubah struktur target terhadap obat.
3. Mikroba mengembangkan jalan metabolisme baru.
4. Mikroba mengembangkan enzim yang tetap berfungsi untuk
metabolismenya, tetapi tidak dipengaruhi oleh obat.
5. Mikroba memperbesar produksi bahan metabolit..
(Jawetz dkk, 2005)
Asal usul terjadinya resistensi bakteri terhadap obat dapat bersifat:
1. Non Genetik
Hampir semua antibiotika bekerja dengan baik pada masa pembelahan sel
bakteri, sehingga bakteri yang tidak aktif membelah pada umumnya resisten
terhadap obat. Misalnya Mycobacterium tuberculosa yang berada di dalam
jaringan tidak akan membelah. Kemampuan bakteri menghilangkan struktur
target dari antibiotika, contohnya adalah bakteri yang menghilangkan
struktur dinding sel akan resisten terhadap antibiotika yang bekerja pada
dinding sel. Bakteri yang menginfeksi di bagian tubuh yang tidak dapat
dicapai oleh antibiotika akan resisten terhadap antibiotika. Sebagai contoh
adalah resistensi Salmonella typhi oleh karena bakteri berada intraseluler
2. Genetik
A. Resistensi kromosomal
Resistensi kromosomal terjadi karena mutasi spontan akibat mekanisme
seleksi terhadap supresi oleh obat. Misalnya hilangnya reseptor PBPs
(Penicillin Binding Proteins) terhadap antibiotika ß lactam (Jawetz dkk,
2005).
B. Resistensi ekstra kromosomal
Bakteri mengandung materi kinetik ekstra kromosomal yang disebut
plasmid (Jawetz dkk, 2005).
D. Methisilin resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
Methisilin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) bertanggung jawab atas
sulitnya terapi untuk infeksi. Disebut juga multidrug resistant Staphylococcus
aureus dan oxasilin resistant Staphylococcus aureus (ORSA). MRSA adalah
semua strain Staphylococcus aureus yang telah berkembang untuk menjadi
resisten terhadap antibiotik beta laktam seperti penisilin dan sefalosporin
(Yuwono, 2009).
Resistensi bakteri umumnya berdasarkan adanya gen resisten pada bakteri yang
dapat menyebar antar bakteri sehingga menyebabakan antibiotik tidak dapat
bekerja kembali. Gen mecA adalah gen resisten yang menghambat kerja dari
10
Staphylococcal cassette chromosome mec (SCCmec) adalah genom dimana
terdapat gen mecA, hal ini lah yang menyebabkan tersebarnya resisten gen antar
bakteri yang terjadi dengan transfer gen horizontal yang menyebarkan MRSA.
Gen mecA bertanggung jawab atas resisten metisilin dan antibiotik betalaktam
lainnya, gen ini menghasilkan penisilin binding protein yang berbeda dengan
biasanya sehingga antibiotik beta laktam tidak dapat berikatan (Yuwono, 2009).
E. Uji Identifikasi
Uji identifikasi dilakukan dengan beberapa perlakuan yaitu diantaranya
pewarnaan gram dan uji biokimia (uji fermentasi karbohidrat, uji Methyl red, uji
Vogel-Proskauer, uji urease, uji hidrogen sulfida (H2S), uji indol, uji motilitas,
uji sitrat, dll.). Prosedur pewarnaan gram sebagai berikut :
a. Membersihkan kaca objek dengan alkohol dan dilewatkan beberapa kali pada
nyala api bunsen
b. Membuat olesan tipis bakteri dengan mengambil isolat bakteri dengan jarum
ose secara aseptis dan diberi 1-2 tetes akuades. Kering anginkan dan
melewatkannya pada nyala api bunsen
c. Olesan tersebut diteteskan kristal violet (Gram A = cat utama), dibiarkan
selama 30 detik, kemudian dicuci pada air mengalir hingga tetesan menjadi
d. Diteteskan dengan larutan iodin (Gram B = larutan mordan), dibiarkan
selama 30 detik, kemudian dicuci pada air mengalir hingga tetesan menjadi
bening, dianginkan hingga kering
e. Melakukan dekolorisasi dengan dibubuhi etil alkohol 95% selama 10-20
detik, segera aliri dengan air selama beberapa detik untuk menghentikan
aktivitas dekolorisasi, dianginkan hingga kering
f. Olesan bakteri ditetesi dengan safranin selama 20-30 detik, dicuci dengan air
mengalir selama beberapa detik untuk menghabiskan sisa-sisa cat.
Selanjutnya air dihisap dengan kertas penghisap dan kering anginkan
g. Melakukan pengamatan dengan mikroskop dan sel-sel yang tampak (Morello,
2003; Pollack dkk, 2009).
Prosedur uji biokimia sebagai berikut :
1. Uji fermentasi karbohidrat
a. Inokulasi isolat murni bakteri secara tusukan ke dalam tabung berisi
media yang mengandung 0,5-1 % karbohidrat (glukosa, laktosa, manitol,
maltosa, dan sukrosa) dan tabung Durham yang dimasukkan dalam
keadaan terbalik
b. Tabung ditutup dan diinkubasi selama 24 jam
c. Terjadi fermentasi jika warna berubah menjadi kuning, tabung Durham
12
2. Uji Methyl red
a. Inokulasi isolat murni bakteri pada media MR-VP dan diinkubasi selama
24 jam
b. Tambahkan 5 tetes reagen Methyl red ke dalam tabung
c. Dikocok secara hati-hati, hasil positif jika terjadi warna merah dalam
waktu 30 menit
3. Uji Vogel-Proskauer
a. Inokulasi isolat murni pada media MR-VP, diinkubasi selama 24 jam
b. Ditambahkan 0,6 ml larutan alpha-naphtol 5 % dilanjutkan 0,2 ml KOH
40 %
c. Dikocok hati-hati, longgarkan tutupnya, ulangi setiap 5 menit
d. Positif jika terjadi warna merahh setelah 30 menit
4. Uji urease
a. Inokulasikan media urea broth yang mengandung indikator fenol merah
dengan 1 tetes kultur murni bakteri
b. Hasil positif terjadi perubahan warna menjadi merah setelah 24 jam
5. Uji hidrogen sulfida (H2S), Uji indol, dan Uji motilitas
a. Isolat murni bakteri diinokulasikan secara tusukan pada media
sulfide-indole-motility (SIM) sedalam ¾ bagian dari lapisan permukaan
b. Diinkubasikan selama 24 jam dan diamati hasilnya
c. H2S positif jika terbentuk endapan berwarna hitam, indol positif jika
sedangkan motilitas akan tampak berawan atau kabut yang menandakan
pergerakan bakteri dari tusukan inokulasi
6. Uji sitrat
a. Isolat murni bakteri diinokulasikan secara goresan zig-zag menggunakan
ose dan secara tusukan menggunakan jarum inokulasi pada media
Simmons citrate agar miring, kemudian diinkubasi selama 24 jam
b. Dilihat perubahan warna dari hijau menjadi biru jika positif (Morello dkk,
2003; Pollack dkk, 2009).
F. Uji Kepekaan Bakteri Terhadap Antibiotik
Pengujian kepekaan bakteri terhadap bakteri dilakukan dengan cara menentukan
aktivitas bakteri. Hal ini sangat bermanfaat untuk menentukan terapi dan juga
untuk menentukan dosis yang tepat. Terdapat beberapa cara yang di gunakan
untuk menentukan aktivitas bakteri, yaitu :
1. Metode dilusi
Prinsip metode ini adalah pengenceran antibiotik sehingga diperoleh beberapa
konsentrasi obat yang ditambah suspensi kuman dalam media. Sedangkan
pada dilusi padat, tiap konsentrasi obat dicampur dengan media agar lalu
ditanami kuman dan diinkubasi. Pada metode ini yang diamati adalah ada atau
tidaknya pertumbuhan bakteri atau kuman atau jika mungkin, tingkat
kesuburan dari pertumbuhan kuman, dengan cara menghitung jumlah koloni,
14
(KHM) atau Kadar Bunuh Minimum (KBM) (Jawetz dkk, 2005; Willey dkk,
2008).
2. Metode difusi
Pada metode ini yang diamati adalah diameter daerah hambatan pertumbuhan
kuman karena difusinya obat ini titik awal pemberian ke daerah difusi
sebanding dengan kadar obat yang diberikan. Metode ini dilakukan dengan
cara menanam kuman pada media agar padat tertentu kemudian diletakkan
kertas samir atau disk yang mengandung obat atau dapat juga dibuat sumuran
kemudian diisi obat dan dilihat hasilnya (Jawetz dkk, 2005; Willey dkk,
2008).
Cara difusi agar, metode ini memakai media Muller Hinton agar. Cara Kirby
Bauer atau disebut filter paper disk agar diffusion method, juga dikenal
sebagai CLSI / Clinical Laboratory Standards Institute. Prosedurnya sebagai
berikut:
a. Diambil beberapa koloni kuman lalu disuspensikan ke dalam 0,5 ml
BHI (Brain Heart Infusion) cair, diinkubasikan 4 jam pada 370 C
b. Suspensi tersebut ditambah dengan akuades steril hingga kekeruhan
tertentu sesuai dengan standard konsentrasi kuman 108 CFU (Colony
Forming Unit) per ml
c. Kapas lidi steril dicelupkan ke dalam suspensi kuman lalu
ditekan-tekan pada dinding tabung hingga kapasnya tidak terlalu basah, lalu
d. Lalu diletakkan kertas samir / disk yang mengandung antibiotik
diatasnya, inkubasi dalam suhu 370 C selama 18-24 jam
e. Pembacaan hasil :
Jika tidak ada penghambatan maka organisme dilaporkan resisten
(R). Jika terdapat zona hambatan di sekitar disk, harus diukur
diameter zona hambatnya kemudian dibandingkan dengan tabel
standar dan bila masih sensitif diberikan simbol Susceptible (S). Pada
beberapa kasus tidak dapat diidentifikasikan apakah antibiotika
tersebut sensitif atau resisten. Untuk kasus tersebut diberi simbol (I)
atau Intermediate (Morello dkk, 2003).
3. Uji E
Uji E dapat digunakan untuk pengujian kepekaan dalam kondisi tertentu.
Sangat mudah digunakan pada bakteri anaerob. Sebuah cawan petri yang
berisi agar dengan bakteri, diletakkan strip uji E pada permukaan secara radial
dari pusat. Setiap strip mengandung gradien antibiotik dan diberi label dengan
skala konsentrasi hambat minimal. Konsentrasi terendah terdapat pada
tengah-tengah cawan. Setelah diinkubasi selama 24-48 jam akan muncul zona elips
hambatan. KHM di tentukan dengan titik potong antara zona hambatan
16
Tabel 1. Penilaian Diameter Zona Hambatan Beberapa Antibiotik untuk bakteri Enterobateriaceae berdasarkan CLSI (Clinical Laboratory Standards Institute) (Volume 27 No.1, Januari 2007)
G. Kerangka Teori
Infeksi adalah invasi dan berkembang biaknya mikroorganisme patogen (bakteri,
parasit, fungi, virus, prion, atau viroid) pada bagian tubuh dan jaringan yang
menyebabkan kerusakan jaringan. Kemudian berkembang menjadi penyakit
dikarenakan berbagai mekanisme seperti metabolisme kompetitif, toksin,
replikasi intra seluler, atau reaksi antigen-antibodi (Dorland, 2002; Willey dkk,
2008).
Antibiotik telah lama digunakan untuk mengobati penyakit menular dan
akhir-akhir ini telah cenderung berlebihan dan tidak rasional digunakan.
Kecenderungan ini telah meningkatkan prevalensi antibiotik yang sebelumnya
sensitif dalam melawan bakteri. Pemilihan obat antibiotik secara rasional
No Disc Antibiotika Kode Potensi Resistensi
(mm)
Intermediate (mm)
Sensitif (mm)
1 Ampicillin AMP 10 µg 13 14-16 17
2 Amikacin AK 30 µg 14 15-16 17
3 Gentamycin GN 10 µg 12 13-14 15
4 Erythromycin E 15 µg 13 14-17 18
5 Penicillin G P 10 µg 20 21-28 29
6 Ciprofloxacin CIP 5 µg 15 16-20 21
7 Sulfametoxazol/ Trimetoprim
SXT 25 µg 10 10-15 16
8 Ceftriaxone CRO 30 µg 13 14-20 21
9 Cefotaxime CTX 30 µg 14 15-22 23
[image:26.612.130.533.161.329.2]tergantung pada (1) diagnosis etiologi, yang mempertimbangkan tempat infeksi,
usia, tempat dimana infeksi diperoleh, faktor mekanik sebagai predisposisi (iv
drip, kateter urin), faktor predisposisi pasien (immunodefisiensi) dan (2) Uji
kepekaan (Jawetz dkk, 2005)
Terdapat banyak laporan penelitian mengenai Staphylococcus aureus yang
mengalami resistensi terhadap metisilin dan golongannya, hal ini dikarenakan
adanya MRSA sehingga pengobatan untuk infeksi menjadi sulit untuk
disembuhkan. MRSA menyebabkan resisten multi obat yang berakibat resisten
bukan hanya pada metisilin saja melainkan pada antibiotik beta laktam yang lain
juga (Yuwono, 2009).
Penyakit Infeksi
Penggunaan antibiotik yang berlebihan dan tidak rasional
Penyebab infeksi dari isolat klinik di dapatkan infeksi bakteri Staphylococcus aureus
Uji kepekaan terhadap antibiotik penisilin Faktor yang mempengaruhi:
MRSA, lama pemberian, dll.
18
H. Kerangka Konsep
I. Hipotesis
Berdasarkan kerangka teori diatas dapat diajukan hipotesis bahwa
Staphylococcus aureus memiliki tingkat resistensi yang cenderung meningkat
terhadap antibiotik penisilin dari tahun ke tahun. Bakteri Staphylococcus
aureus Sensitif, Intermediate, dan Resisten terhadap antibiotik penisilin
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di UPTD Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi
Lampung pada bulan November 2013.
B. Desain Penelitian
Desain cross-sectional dengan menggunakan data sekunder hasil pencatatan
di UPTD Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Lampung yang
dipergunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui pola kepekaan
Staphylococcus aureus terhadap antibiotik penisilin selama tahun 2008-2012.
C. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah data test sensitifitas Staphylococcus aureus
terhadap antibiotik penisilin yang diambil dengan menggunakan total
sampling yaitu mengambil seluruh data yang terdapat di UPTD Balai
Laboratorium Kesehatan Provinsi Lampung yang memenuhi kriteria inklusi
20
D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi : data test sensitifitas Staphylococcus aureus terhadap
antibiotik penisilin yang dilakukan di UPTD Balai Laboratorium Kesehatan
Provinsi Lampung
Kriteria eksklusi : data yang tidak terbaca atau rusak
E. Variabel penelitian
Variabel bebas (Variabel independent) : Staphylococcus aureus sensitif,
intermediate, dan resisten terhadap antibiotik penisilin
Variabel terikat (Variabel dependent) : Pola kepekaan bakteri
Staphylococcus aureus terhadap antibiotik penisilin
F. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan adalah :
1. Mengambil data sekunder dari UPTD Balai Laboratorium Kesehatan
Provinsi Lampung.
2. Mendapatkan pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik
penisilin.
3. Melakukan analisa mengenai pola kepekaan Staphylococcus aureus
G. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini terdapat beberapa istilah yang harus dijelaskan secara
eksplisit sehingga tidak menimbulkan salah persepsi dalam pemahamannya,
antara lain :
Pola Kepekaan Bakteri : Bentuk atau struktur yang tetap mengenai
daya tahan bakteri terhadap antibiotik.
Resisten (R) : Memiliki pengertian isolat tidak dapat
dihambat antibiotik tersebut (CLSI, 2007).
Intermediate (I) : Menyatakan secara tidak langsung
antibiotik tersebut dapat digunakan kalau obat pada tubuh secara
fisiologis terkonsentrasi atau obat tersebut digunakan dengan dosis
yang lebih tinggi dari dosis normal (CLSI, 2007).
Sensitif (S) : Isolat yang di tes dapat dihambat dengan
antibiotik tersebut dengan menggunakan dosis yang
direkomendasikan (CLSI, 2007).
H. Pengolahan dan Analisis Data
Data di analisis dengan analisis univariat sehingga didapatkan persentase
Resisten, Intermediate, dan Sensitif dari bakteri Staphylococcus aureus
terhadap antibiotik penisilin periode tahun 2008 sampai dengan tahun 2012,
kemudian dibuat grafik untuk melihat kecenderungan peningkatan atau
29
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kesimpulan umum
Berdasarkan penelitian pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap
antibiotik penisilin di Bandar Lampung selama tahun 2008-2012 dapat
diambil kesimpulan bahwa kejadian resistensi cenderung meningkat dari
tahun ke tahun.
2. Kesimpulan khusus
2.1. Prevalensi bakteri Staphylococcus aureus di Bandar Lampung selama
tahun 2008-2012 sebanyak 233 isolat bakteri (9,43%).
2.2. Terjadi peningkatan resistensi bakteri Staphylococcus aureus terhadap
antibiotik penisilin dari tahun 2008-2012 dengan angka tertinggi
resistensi terhadap antibiotik ampisilin tercatat pada tahun 2011 yaitu
sebesar 90,2% dan pada antibiotik amoksisilin pada tahun 2011 yaitu
sebesar 70,6%.
2.3. Sebaliknya bakteri Staphylococcus aureus yang masih sensitif
terhadap antibiotik penisilin mengalami penurunan dari tahun
pada tahun 2001 yaitu 9,8% dan pada antibiotik amoksisilin pada tahun
2001 yaitu 29,4%
B. Saran
1. Bagi petugas kesehatan dalam pemilihan pengobatan dengan antibiotik
mengetahui pola kepekaan bakteri terhadap antibiotik didaerah tempatnya
bertugas dan penggunaannya secara rasional.
2. Pada peneliti selanjutnya untuk melanjutkan penelitian pola kepekaan agar
dapat dipantau tingkat resistensi setiap tahunnya dan atau melanjutkan
penelitian lanjutan identifikasi Staphylococcus aureus yang resistensi
multi obat (MRSA).
3. Pada masyarakat, agar menggunakan antibiotika tidak secara bebas, tetapi
DAFTAR PUSTAKA
Al Hanif, M. Shiddiq. 2009. Pola Resistensi Bakteri dari Kultur Darah Terhadap Golongan Penisilin di Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tahun 2001-2006 (Skripsi). Fakultas kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
Adisasmito AW & Tumbelaka AR. 2006 penggunaan antibiotik khususnya pada
infeksi bakteri gram negatif di ICU anak RSAB Harapan Kita. Sari Pediatri,
8(2): 127-134. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Clinical and Laboratory Standards Institute. 2007. Performance standards for antimicrobial susceptibility testing; 17th informational supplement, vol. 27, no. 1. M100-S17. Clinical and Laboratory Standards Institute, USA.
Jawetz, Melnick, and Adelberg. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Alih Bahasa Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Salemba Medika. Jakarta.
Dorland, W.A. 2003.Kamus Kedokteran Dorland .Ed.29. Jakarta: EGC.
Katzung, Bertram G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Alih Bahasa Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Salemba Medika. Jakarta.
Lemke, Thomas and David A. Williams. 2007. Foye's Principles of Medicinal Chemistry. 6 Edition. Lippincott Williams & Wilkins: Baltimore.
Levinson, Warren. 2008. Review of Medical Microbiology and Immunologi Tenth Edition. Mc Graw-Hill, New York.
Mycek, M.J., R.A. Harvey, and P.C. Champe. 2003. Farmakologi: Ulasan Bergambar. Alih Bahasa Prof.dr.H. Azwar Agoes. Widya Medika. Jakarta.
Morello, Mizer, Granatto. 2003. Laboratory Manual and Workbook in Microbiology. McGraw−Hill Companies. New York.
Kesehatan, Vol. 8, No. 1, Juni 2004: 21-26. Diakses tanggal 13 Juli 2010. http://journal.ui.ac.id/upload/artikel/04_Faktor%20yg%20
Mempengaruhi_Refdanita.PDF
Rizal. 2006. Pola Kuman dan Kepekaannya di Rumah Sakit Dr.Oen Solo Baru Kabupaten Sukoharjo. Diakses tanggal 12 Juli 2010.
http://www.docstoc.com/docs/46610781/Pola-Kuman-dan-Kepekaannya-di- Rumah-Sakit-Dr-Oen
Saepudin, Rihal Yulia Sulistiawan, dan Suci Hanifah. 2007. Perbandingan Penggunaan Antibiotika pada Pengobatan Pasien Infeksi Saluran Kemih yang Menjalani Rawat Inap di Salah Satu RSUD di Yogyakarta Tahun 2004 dan 2006. Fakultas Mipa Jurusan Farmasi, Universitas Islam Indonesia: Yogyakarta.
Suharjono, Yuniati T, Sumarno, Semedi SJ. 2009. Studi penggunaan antibiotika pada Penderita rawat inap pneumonia (penelitian di sub departemen anak Rumkital dr. Ramelan surabaya), Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. VI, No. 3.
Surabaya : Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.
Willey, Joanne M., Linda M. Sherwood, Christopher J. Woolverton. 2008. Prescott, Harley, and Klein’s Microbiology. Mc Graw-Hill. New York.