F
UNI
SKRIPSI
Oleh Bertua L Silalahi
111101073
FAKULTAS KEPERAWATAN
NIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
F
UNI
SKRIPSI
Oleh Bertua L Silalahi
111101073
FAKULTAS KEPERAWATAN
NIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
dalam Pemenuhan Kebutuhan Interaksi Sosial pada Lansia di Kelurahan Padang
Bulan Kecamatan Medan Baru”.
Penulis mendapatkan banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak
dalam mengerjakan skripsi ini, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih kepada :
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas KeperawatanUniversitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Wakil Dekan I, Ibu Evi Karota Bukit
S.Kp, MNS, sebagai Wakil Dekan II, dan Bapak Ikhsanuddin A. Harahap,
S.Kp, MNS, sebagai Wakil Dekan III Fakultas KeperawatanUniversitas
Sumatera.
3. Bapak Ismayadi, S.Kep, Ns, M.Kes, CWCCA, CHt.N sebagai dosen
pembimbing skripsi saya. Terima kasih telah menyediakan waktu
memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat selama
penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Mahnum Lailan Nasution, S.Kep, Ns, M.Kepdan Bapak Iwan Rusdi,
S.Kp, MNS sebagai dosen penguji. Terima kasih atas masukan yang telah
diberikan untuk perbaikan skripsi ini.
5. Ibu Rika Endah, sebagai dosen Pembimbing Akademik, seluruh dosen
pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah
memberi bimbingan selama masa perkuliahaan dan staf non akademik
yang membantu memfasilitasi secara administratif.
6. Ayahanda M. Silalahi, dan Ibunda L. Situmorang, serta saudara-saudara
saya (Desri Kristina Silalahi, Marno Candra Silalahi, Wenny Roslita
Silalahi, Mario Listen Silalahi) atas setiap dukungan doa, daya, dan dana
8. Seluruh mahasiswa S1 keperawatan stambuk 2011.
9. Kepala Lurah dan pegawai Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan
Baru. Terimakasih telah memberi izin untuk melaksanakan penelitian dan
memberikan data lansia.
10. Kepala lingkungan I s/d XII yang telah memberitahukan rumah responden
kepada saya.
11. Seluruh responden untuk penelitian ini yaitu lansia yang bertempat tinggal
di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru.
12. Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat disebutkan namanya
satu persatu yang telah banyak membantu peneliti dalam penyelesaian
skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dibidang keperawatan dan bagi pihak-pihak
yang membutuhkan. Penulis sangat mengharapkan adanya saran yang bersifat
membangun untuk perbaikan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Medan, Juli 2015
Peneliti
Prakata...iii
Bab 2. Tinjauan pustaka...7
1. Keluarga 1.1 Definisi keluarga...7
1.2 Tipe keluarga ...7
1.3 Fungsi keluarga ...10
1.4 Peran keluarga ...11
1.5 Peran anggota keluarga terhadap lansia...14
2. Interaksi sosial 2.1 Definisi interaksi sosial ...16
2.2 Syarat terjadinya interaksi sosial ...16
2.3 Bentuk-bentuk interaksi sosial ...17
2.4 Manfaat Interaksi sosial pada lansia ...26
3. Lansia 3.1 Definisi lansia ...26
3.2 Batasan lansia ...27
3.3 Teori proses menua...27
3.4Perubahan minat sosial lanjut usia...29
Bab 3. Kerangka penelitian...32
1. Kerangka konsep ...32
2. Definisi operasional ...33
Bab 4. Metodologi penelitian...34
1. Desain penelitian ...34
2. Populasi, sampel, dan teknik sampling...34
3. Lokasi dan waktu penelitian ...34
4. Pertimbangan etik ...34
5. Instrument penelitian ...36
1.1 Karakteristik Demografi...40
1.2 Peran Keluarga ...41
2. Pembahasan...42
Bab 6. Kesimpulan dan Saran...46
1. Kesimpulan ...46
2. Saran ...46
3. Keterbatasan penelitian ...47
Etical Clearance...53
Lembar persetujuan validitas ...54
Surat uji reliabilitas instrumen penelitian ...55
Surat pengambilan data ...56
Surat rekomendasi penelitian ...57
Surat izin penelitian...58
Surat telah menyelesaikan penelitian ...59
Hasil uji reliabilitas ...60
Distribusi frekuensi data demografi ...63
Distribusi frekuensi peran keluarga ...65
Master data ...69
Taksasi dana penelitian ...74
Jadwal tentative penelitian ...75
Lembar bukti bimbingan ...76
Riwayat hidup ...78
Tabel 2. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik demografi ... 41
Fakultas : Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Tahun Akademik : 2014/2015
ABSTRAK
Proses menua pada lansia adalah tahap yang paling krusial, yang secara alami terjadi penurunan atau perubahan kondisi fisik, psikologis maupun sosial. Isu yang terkait dengan perkembangan kehidupan lansia yang memberi dampak bagi kesejahteraan hidup lansia adalah kesibukan sosialnya yang semakin berkurang seperti interaksi sosial atau hubungan antara individu atau lebih. Peran keluarga sangat penting dalam perubahan yang ada pada lansia. Peran keluarga menggambarkan serangkaian tingkah laku yang dibatasi oleh normatif dan yang diharapkan dari seseorang yang menempati posisi sosial yang diberikan. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial pada lansia. Populasi penelitian ini adalah lansia di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru tahun 2014 sebanyak 230 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknikpurposive sampling, dan besar sampel penelitian ini adalah 64 orang lansia yang dilaksanakan pada bulan Mei 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial pada lansia adalah baik 47 responden (73,4 %), mayoritas responden berada dalam kategori peran yang baik karena lansia mayoritas tinggal bersama anak kandungnya (84,4%) dan tinggal bersama cucu (15,4%) karena keluarga yang tinggal bersama lansia mengingatkan fokus interaksi sosial pada lansia seperti hubungan dengan anak, cucu dan saudara kandung menjadi lebih penting. Diharapkan penelitian selanjutnya menggali faktor-faktor yang mempengaruhi peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial lansia.
Faculty : Nursing, University of Sumatera Utara
Academic Year : 2014-2015
ABSTRACT
Aging process in elderly is the most crucial phase since naturally there is the decrease in physical, psychological, and social condition. The issue related to the development of elderly’s life which contributes to their prosperity is that their
social activity decreases such as their social or individual interactions. The role family is very important in the changing of elderly. It describes a series of behavior which is normatively limited and which is expected by a person in his social position. The objective of this descriptive research was to identify family role in fulfilling the need for social interaction in elderly. The population was 230 elderly at Padang Bulan village, Medan Baru Subdistrict, in 2014, and 64 of them were used as the samples, taken by using purposive sampling technique in may, 2015. The result of the research showed that 47 respondents (73.4%) had good family support, the majority of respondents had good family role since they lived with their biological children (84.4%) and with their grandchildren (15.4%) and this made their social interaction with children, grand children, and siblings become important. It is recommended that the next researches dig up some factors which influence family support in fulfilling elderly’s social interaction.
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang
hidup/terus-menerus secara alamiah, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi
dimulai sejak permulaan kehidupan (Nugroho, 2008). Lansia adalah seseorang
yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas (UU No 13 tahun 1998
tentang Kesejahteraan Lanjut Usia). Sensus Penduduk tahun 2010 menyatakan
bahwa Indonesia saat ini termasuk ke dalam lima besar negara dengan jumlah
penduduk lanjut usia terbanyak di dunia yakni 18,1 juta jiwa atau 9,6% dari
jumlah penduduk. Bappenas memproyeksikan bahwa jumlah penduduk lansia
60 tahun atau lebih diperkirakan akan meningkat dari 18,1 juta (2010) menjadi
29,1 juta (2020) dan 36 juta (2025), dengan meningkatnya jumlah lanjut usia,
tentunya akan diikuti dengan meningkatnya permasalahan kesehatan pada
lanjut usia (Depkes RI, 2012).
Keberadaan usia lanjut ditandai dengan umur harapan hidup yang
semakin meningkat dari tahun ke tahun, hal tersebut membutuhkan upaya
pemeliharaan serta peningkatan kesehatan dalam rangka mencapai masa tua
yang sehat, bahagia, berdaya guna, dan produktif ( Pasal 19 UU No. 23 Tahun
1992 tentang kesehatan). Undang-undang No 13 tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia, kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan
keselamatan, kesusilaanm dan ketentraman batin yang memungkinkan bagi
setiap warga negara untuk mengadakan pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani
dan sosial sebaik-baiknya bagi diri keluarga serta masyarakat dengan
penjunjung tinggi hak dan kewajiban asasi manusia sesuai dengan Pancasila.
Lansia pada umumnya mengalami berbagai gejala akibat terjadinya
penurunan fungsi biologis, psikologis, sosial, dan ekonomi, perubahan ini akan
memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatannya
(Tamher, 2009). Peran keluarga dan masyarakat menjadi hal yang penting
dalam meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidup lansia (Depkes RI,
2013). Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan untuk mencapai
masa tua yang bahagia dan berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat
sesuai dengan eksistensinya dalam masyarakat merupakan tujuan pembinaan
kesehatan lansia (Depkes RI dalam Maryam (2008). Keluarga merupakan
support system utama bagi lansia dalam mempertahankan kesehatannya,
peranan keluarga dalam perawatan lansia antara lain menjaga dan merawat
lansia, mempertahankan dan meningkatkan status mental, mengantisipasi
perubahan sosial ekonomi serta memberikan motivasi dan memfasilitasi
kebutuhan spiritual bagi lansia (Maryam, 2008). Keluarga masih merupakan
tempat berlindung yang paling disukai para lansia, dukungan keluarga
merupakan unsur terpenting dalam membantu individu dalam menyelesaikan
masalah (Tamher, 2009). Peran keluarga merupakan seperangkat tingkah laku
yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya
dijadikan sebagai unit pelayanan karena masalah kesehatan keluarga saling
berkaitan dan saling mempengaruhi antara sesama anggota keluarga dan akan
mempengaruhi pula keluarga-keluarga yang ada di sekitarnya atau masyarakat
sekitarnya atau dalam konteks yang luas berpengaruh terhadap negara (Setiadi,
2008).
Beberapa penelitian yang menggambarkan kondisi peran keluarga
dalam meningkatkan derajat kesehatan lansia dalam berbagai aspek, yaitu
penelitian Adrian (2012) meneliti tentang peran keluarga dalam pemenuhan
kebutuhan psikologis lansia di Lingkungan V Kelurahan Kedai Durian
Kecamatan Medan Johor memperlihatkan bahwa mayoritas keluarga memiliki
peran yang baik yaitu sebanyak 32 responden (52,46%), kategori peran cukup
25 responden (40,98%), dan kategori peran kurang 4 responden (6,55%).
Rambe (2012) meneliti tentang peran keluarga dalam perawatan lansia dan
kepuasan lansia pada keluarga yang tinggal di Kelurahan Padang Matinggi
Rantauprapat memperlihatkan bahwa 55 responden (74,3%) dalam kategori
peran baik, kategori peran cukup 19 responden (25,7%). Yuningsih (2012)
meneliti tentang peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan spiritual lansia di
Desa Buluh Duri Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai
memperlihatkan bahwa peran keluarga dalam kategori baik ada sebanyak 39
responden (51,3%), kategori peran cukup 34 responden (44,7%) dan kategori
peran kurang 3 responden (3,9%).
Isu yang berkaitan dengan perkembangan kehidupan lansia yang
usia seseorang, maka kesibukan sosialnya akan semakin berkurang, hal ini
dapat mengakibatkan berkurangnya integrasi dengan lingkungannya yang
dapat memberikan dampak pada kebahagiaan hidup. Masyarakat tradisional
biasanya menghargai dan menghormati lansia, sehingga lansia masih dapat
berperan dan berguna bagi masyarakat. Akan tetapi, dalam masyarakat industri
ada kecenderungan mereka kurang dihargai, sehingga mereka terisolasi dari
kehidupan masyarakat (Nugroho, 2008). Isu tersebut sejalan dengan penelitian
Rantepadang (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan interaksi sosial
dengan kualitas hidup lansia, ditemukan dengan nilai p=.000 yang artinya
bahwa hubungan interaksi sosial dengan kualitas hidup sangat signifikan dan
menyimpulkan bahwa semakin baik interaksi sosial lansia, semakin tinggi pula
kualitas hidup lansia. Penelitian Tami,dkk (2014) menemukan bahwa interaksi
sosial (dalam kategori kurang, cukup dan baik) dan kualitas hidup (dalam
kategori rendah dan sedang) memiliki hubungan yang sangat singnifikan (p =
0,013).
Potter and Perry (2005) menyatakan lansia menarik diri dari masyarakat
dapat terjadi karena lansia tidak secara mudah diterima dalam interaksi sosial
karena bias masyarakat, penampilan yang tidak dapat diterima karena faktor
lain yang termasuk menampilkan diri sendiri pada orang lain, perilaku yang
tidak dapat diterima pada lansia, keadaan lingkungan yang suka berpindah,
lingkungan yang angka kriminal meningkat, dan keadaan fisik. Interaksi sosial
yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang
lain atau sebaliknya (Ahmadi, 2009).
Penelitian Tami, dkk (2014) menemukan bahwa interaksi sosial lansia
di kecamatan Tamalanrea bahwa dari 99 orang responden ada 21 orang
(21,21%) yang memiliki interaksi sosial dalam kategori kurang, kategori cukup
71 orang (71,71%) dan kategori baik 7 orang (7,07%).Penelitian Widodo dan
Aniroh (2013) menemukan bahwa interaksi sosial lansia di Desa Lengayan
Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang bahwa dari 66 orang
responden ada 7 orang (10,6) memliki interaksi sosial dalam kategori kurang,
kategori cukup 35 orang (53%) dan kategori baik 24 orang (36,4%). Friedman
(2013) menyatakan bahwa peran keluarga menjadi hal yang penting dalam
kondisi interaksi sosial yang terjadi pada lansia, lansia yang menarik diri dari
aktivitas dunia luar, hubungan dengan pasangan, anak, cucu dan saudara
kandung menjadi lebih penting, perilaku oleh keluarga yang oleh lansia dari
keluarga yang menempati posisi sosial yang diberikan untuk memenuhi
hubungan individu satu dengan individu lain, individu dengan kelompok, dan
terdapat hubungan saling timbal balik. Peneliti tertarik untuk meneliti
bagaimana peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial pada
lansia di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru yang terdiri dari
XII lingkungan dan jumlah lansia yang ditemukan saat survey awal yang
dilakukan peneliti pada bulan Desember 2014 di Kelurahan Padang Bulan
Kecamatan Medan Baru di dapat bahwa ada 230orang, sebagian besar dari
2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi peran keluarga dalam
pemenuhan kebutuhan interaksi sosial pada lansia di Kelurahan Padang Bulan
Kecamatan Medan Baru.
3. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan dalam penelitian ini adalah “bagaimana peran keluarga
dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial pada lansia.” 4. Manfaat Penelitian
4.1 Pendidikan Keperawatan
Diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang berharga dalam
meningkatkan ilmu pengetahuan dan pendidikan bagi keperawatan
komunitas pada gerontik.
4.2 Praktek keperawatan
Diharapkan dapat berguna untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan pada gerontik dengan melibatkan keluarga lansia.
4.3 Penelitian Keperawatan
Diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang berharga bagi
peneliti dan dapat digunakan menjadi data ilmiah untuk penelitian
selanjutnya.
1.1 Definisi Keluarga
Setiadi (2008) mendefinisikan keluarga dalam berbagai pendapat,
antara lain berdasarkan UU No.10 tahun 1992 menyatakan keluarga adalah
unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, atau suami-isteri
dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Depkes RI
(1988) menyatakan bahwa keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat
yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang dan tinggal di suatu
tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan, dan
keluarga adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan
antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang
laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa
anak, baik anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah
tangga (Sayekti, 1994).
1.2 Tipe Keluarga
Setiadi (2008) membagian tipe keluarga berdasarkan konteks
keilmuan dan orang yang mengelompokkan, antara lain :
1.2.1. Secara Tradisional
Secara tradisional keluarga dikelompokkan menjadi dua,
a. Keluarga inti (nuclear family): keluarga yang hanya terdiri dari
ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi
atau keduanya.
b. Keluarga besar (extend family): keluarga inti ditambah anggota
keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah
(kakek-nenek, paman-bibi).
1.2.2. Secara modern
Meningkatnya peran individe dan meningkatnya rasa
individualisme maka pengelompokan keluarga secara modren
dikelompokkan menjadi beberapa, antara lain sebagai berikut:
a. Tradisional Nuclear: kluarga inti (ayah, ibu dan anak) tinggal
dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu
ikatan perkawinan, satu atau keduanya dapat bekerja diluar rumah.
b. Resconstituted Nuclear: pembentukan baru keluarga inti melalui
perkawinan kembali suami/istri dalam pembentukan satu rumah
dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama
maupun hasil dari perkawinan baru, satu/keduanya dapat bekerja
diluar rumah.
c. Niddle Age/Aging Couple: suami sebagai pencari uang, istri di
rumah/kedua-duanya bekerja dirumah, anak-anaknya sudah
d. Dyadic Nuclear: suami istri yang sudah berumur dan tidak
mempunyai anak yang keduanya atau salah satu bekerja di luar
rumah.
e. Singel Parent. Satu orang tua sebagai akibat perceraian atau
kematian pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal di rumah
atau di luar rumah.
f. Dual Carier: suami istri atau keduanya orang karier dan tanpa
anak.
g. Commuter Married: suami istri atau keduanya orang karier dan
tinggal terpisah pada jarak tertentu. keduanya saling mencari pada
waktu-waktu tertentu.
h. Singel Adult: wanita dan pria dewasa yang tinggal sendirian
dengan tidak adanya keinginan untuk kawin.
i. Three Generation: tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu
rumah.
j. Institusional: anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam
suatu panti-panti.
k. Comunal:suatu rumah terdiri dari dua atau lebih pasangan yang
monogami dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam
penyediaan fasilitas.
l. Group marriage: satu perumahan sendiri dari orang tua dan
adalah kawin dengan yang lain dan semua adalah orang tua dari
anak-anak.
m.Unimaried Parent and Child: ibu dan anak dimana perkawinan
tidak dikehendaki, anaknya diadopsi.
n. Cohibing coiple: dua orang atau satu pasangan yang tinggal
bersama tanpa kawin.
o. Gay and lesbian family: keluarga yang dibentuk oleh pasangan
yang berjenis kelamin sama.
1.3 Fungsi Keluarga
Friedman et al., (2013) menyimpulkan ada lima fungsi keluarga,
antara lain sebagai berikut:
1.3.1. Fungsi Afektif (fungsi mempertahankan kepribadian)
Fungsi afektif merupakan salah satu fungsi keluarga yang
paling penting, Keluarga memfasilitasi stabilisasi kepribadian orang
dewasa, memenuhi kebutuhan psikologi anggota keluarga.
Loveland-Cherry (1996) menunjukkan bahwa afeksi di antara anggota
keluarga menghasilkan suasana emosional pengasuhan, yang secara
positif memengaruhi pertumbuhan, perkembangan, rasa
kompetensi pribadi dan meningkatkan perilaku kesehatan dan
akibatnya sehat.
1.3.2. Fungsi Sosialisasi dan Status Sosial
Memfasilitasi sosialisasi primer anak yang bertujuan
status pada anggota keluarga. Status sosial atau pemberian status
adalah aspek lain dari fungsi sosialisasi. Leslie & Korman (1989)
anggota keluarga adalah fungsi universal dan lintas budaya yang
dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup masyarakat.
1.3.3. Fungsi Perawatan Kesehatan
Fungsi perawatan kesehatan keluarga bukan hanya fungsi
esensial dan dasar keluarga namun fungsi yang mengemban fokus
sentral dalam keluarga yang berfungsi dengan baik dan sehat.
1.3.4. Fungsi Reproduksi
Fungsi dasar keluarga adalah untuk menjamin kontinuitas
antar-generasi keluarga dan masyarakat yaitu menyediakan anggota
baru untuk masyarakat (Leslie & Korman, 1989).
1.3.5 Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan
sumber daya yang cukup, finansial, ruang, dan materi serta
alokasinya yang sesuai melalui proses pengambilan keputusan.
1.4 Peran Keluarga
Peran merupakan kumpulan dari perilaku yang relatif homogen
dibatasi secara normatif dan diharapkan dari seorang yang menempati
posisi sosial yang diberikan (Friedman, et al., 2013). Peran keluarga dapat
diklasifikasikan menjadi dua kategori (Friedman, et al., 2013), antara lain
1.4.1. Peran formal keluarga
Satir (1967 dalam Friedman, et al., 2013) peran formal
keluarga adalah peran eksplisit yang terkandung dalam struktur
peran keluarga (ayah-suami, dll).
1.4.2. Peran informal keluarga
Peran informal bersifat implisit, sering kali tidak tampak
pada permukaannya, dan diharapkan memenuhi kebutuhan
emosional keluarga dan/atau memelihara keseimbangan keluarga
(Satir, 1967 dalam Friedman, et al., 2013). Peran informal atau
tertutup lainnya yang dapat atau tidak dapat berperan pada
stabilitas keluarga-beberapa diantaranya bersifat adaptif dan
lainnya mengganggu kesejahteraan pokok keluarga (Benne, 1975;
Satir, 1972; Vogel & Belt, 1960 dalam Friedman, et al., 2013),
antara lain sebagai berikut:
a. Pendorong: mememuji, menyetujui, dan menerima kontribusi
orang lain.
b. Penyelaras: menengahi perbedaan yang ada diantara anggota
keluarga dengan melunakkan ketidaksepakatan.
c. Inisiator-kontributor: menyarankan ide atau perubahan cara
berkenaan dengan masalah atau tujuan kelompok pada
d. Negosiator: salah satu dari pihak yang berkonflik atau tidak
setuju, menyerahkan posisinya, mengakui kesalahan, atau
menawarkan melalui “jalan tengah”.
e. Penghalang: menolak tanpa dan di luar alasan.
f. Dominator: memperkuat superioritas dengan memanipulasi
kelompok anggota tertentu, menunjukkan kekuasaan dan
bertindak seakan-akan ia mengetahui segalanya.
g. Penyalah: penghambat, pencari kesalahan dan iktator.
h. Pengikut: menerima ide orang lain secara pasif sebagai
pendengar dalam diskusi dan keputusan kelompok.
i. Pencari pengakuan: mencoba dengan cara apapun yang mungkin
untuk mencari perhatian terhadap diri dan keinginan,
pencapaian, dan/atau masalahnya
j. Martir: tidak menginginkan apapun untuk dirinya tetapi
mengorbankan apapun untuk kebaikan anggota keluarga yang
lain.
k. Wajah tanpa ekspresi (Great Stone Face): orang yang
memainkan peran ini menggurui secara terus menerus dan
dengan tanpa menunjukkan emosi mengenai semua hal yang
“benar” untuk dilakukan,persis seperti sebuah komputer.
l. Sahabat: keluarga memperturutkan diri sendiri dan
memperbolehkan perilaku anggota keluarga atau dirinya tanpa
m. Kambing hitam keluarga: peran ini merupakan anggota yang
dikenal bermasalah dalam keluarga. Sebagai korban atau wadah
ketegangan dan kemarahan terbuka dan tertutup keluarga,
kambing hitam berfungsi sebagai katup pengaman.
n. Pendamai: pengambil hati, selalu mencoba menyenangkan,
berbicara atas nama kedua belah pihak.
o. Pionir keluarga: keluarga menuju teriotori yang tidak diketahui,
menuju ke pengalaman baru.
p. Distraktor: menunjukkan perilaku mencari perhatian ia
membantu keluarga menghindari atau mengabaikan masalah
yang menimbulkan penderitaan atau kesulitan.
q. Koordinator keluarga: mengatur dan merencanakan aktivitas
keluarga.
r. Perantara keluarga: penghubung.
s. Penonton: peran penonton serupa dengan “pengikut” kecuali dalam beberapa kasus lebih pasif.
Anggota keluarga belajar tentang peran informal mereka
melalui model peran, mengisi “kekosongan” saat mereka ada dalam
keluarga, penguat selektif yang didapatkan anak terhadap perilaku
yang ditunjukkannya dalam keluarga.
1.5 Peran Anggota Keluarga terhadap Lansia
Maryam (2008) menyatakan bahwa setiap anggota keluarga
terhadap lansia, adapun hal yang dapat dilakukan oleh anggota keluarga
dalam melaksanakan perannya terhadap lansia yaitu melakukan
pembicaraan terarah, mempertahankan kehangatan keluarga, membantu
melakukan persiapan makanan bagi lansia, membantu dalam hal
transportasi, membantu memenuhi sumber-sumber keuangan, memberi
kasih sayang, menghormati dan menghargai, bersikap sabar dan bijaksana
terhadap perilaku lansia, memberikan kasih sayang, menyediakan waktu,
serta perhatian, jangan menganggapnya sebagai beban, memberikan
kesempatan untuk tinggal bersama, mintalah nasihatnya dalam
peristiwa-peristiwa penting, mengajaknya dalam acara-acara keluarga, membantu
mencukupi kebutuhannya, memberi dorongan untuk tetap mengikuti
kegiatan-kegiatan di luar rumah termasuk pengembangan hobi, membantu
mengukur keuangan, mengupayakan sarana transportasi untuk kegiatan
mereka termasuk rekreasi, memeriksakan kesehatan secara teratur,
memberi dorongan untuk tetap hidup bersih dan sehat, mencegah
terjadinya kecelakaan, baik di dalam maupun diluar rumah, pemeliharaan
kesehatan usia lanjut adalah tanggung jawab bersama, memberi perhatian
yang baik terhadap orang tua yang sudah lanjut maka anak-anak kita kelak
2. Interaksi Sosial
2.1 Definisi Interaksi Sosial
Definisi interaksi sosial dalam Mubarak (2009) dengan berbagai
pendapat, antara lain interaksi sosial adalah hubungan-hubungan dinamis
yang menyangkut hubungan antara individu-individu, individu dan
kelompok, kelompok dan kelompok dalam bentuk kerja sama maupun
persaingan atau pertikaian (Sitorus, 1999).Interaksi sosial adalah hubungan
antar individu satu dengan individu lain, individu satu dapat
mempengaruhi yang lainnya, jadi terdapat hubungan saling timbal balik
(Walgito, 2001).Interaksi sosial adalah hubungan antar sesama manusia
dalam suatu lingkungan masyarakat yang menciptakan satu keterikatan
kepentingan yang menciptakan status sosial atau hubungan sosial dinamis
yang menyangkut hubungan orang-perorangan antar kelompok-kelompok
manusia maupun antara orang-perorangan dengan kelompok manusia.
2.2 Syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Mubarak (2009) menyatakan bahwa interaksi sosial tidak akan
mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu :
2.2.1. Kontak Sosial
Kata kontak berasal dari bahasa Latin con atau cum (yang
artinya bersama-sama) dan tango (yang artinya menyentuh).
Kontak artinya secara harafia adalah bersama-sama menyentuh
sedangkan secara fisik kontak akan terjadi apabila ada hubungan
dapat melakukan hubungan dengan pihak lain tanpa menyentuhnya,
misalnya dengan berbicara dengan pihak lain tersebut. Syani (2002
dalam Basrowi, 2005) berpendapat bahwa kontak sosial adalah
hubungan antara satu orang atau lebih melalui percakapan dengan
saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing dalam
kehidupan masyarakat, konflik sosial pihak dengan pihak lain.
Kontak tidak langsung adalah kontak sosial yang menggunakan alat
sebagai perantara, sedangkan kontak langsung adalah suatu kontak
sosial melalui suatu pertemuan dengan bertatapan muka dan
berdialog antara kedua belah pihak tersebut.
2.2.2. Komunikasi sosial
Basrowi (2005) berpendapat, komunikasi adalah suatu
proses saling memberikan tafsiran kepada atau dari perilaku pihak
lain. Soekanto (2002) berpendapat, komunikasi adalah bahwa
seseorang memberikan tafsiran pada perikelakuan orang lain (yang
berwujud apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut) orang
yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut.
2.3 Bentuk-bentuk Interaksi Sosial
Mubarak (2009) mengelompokkan bentuk-bentuk interaksi sosial
dapat berupa :
2.3.1 Proses-proses yang asosiatif
Proses asosiatif merupakan proses interaksi sosial dimana
timbal balik dan menghasilkan pencapaian tujuan- tujuan bersama.
Proses asosiatif terbagi menjadi 3 bagian yaitu kerja sama,
akomodasi, dan asimilasi (Mubarak, 2009).
a. Kerja sama (cooperation)
Sunaryo (2004) berpendapat kerja sama adalah suatu
usaha bersama antarorang perorang atau kelompok manusia
untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Kerja sama
timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai
kepentingan-kepentingan yang sama dan pengetahuan yang
cukup dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi
kepentingan-kepentingan tersebut. Kerja sama dibedakan
menjadi kerja sama spontan (spontaneous cooperation) adalah
kerja sama yang serta-merta, kerja sama langsung (indirected
cooperation) merupakan hasil dari perintah atasan atau
penguasa, kerja sama kontak (contractual cooperation)
merupakan kerja sama atas dasar tertentu, dan kerja sama
tradisional (tradisional cooperation) bentuk kerja sama sebagai
bagian atau unsur dari sistem sosial. Bentuk kerja sama bila di
lihat dari pelaksanaan kerja sama dapat berupa kerukunan yang
mencakup gotong-royong dan tolong-menolong, pelaksanaan
perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-jasa
antara dua organisasi atau lebih (bergaining), kooptasi
dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu
organisasi, sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya
kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan,
koalisi (coalition) merupakan kombinasi antara dua organisasi
atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama dan
Joint-vennture merupakan kerja sama dalam pengusahaan
proyek-proyek tertentu.
b. Akomodasi (accomodation).
Akomodasi dipergunakan dalam dua arti, yaitu untuk
menunjuk suatu keadaan dan untuk menunjuk pada suatu proses.
Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan, berarti adanya
suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi dengan ada
kaitannya dalam norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang
berlaku di dalam masyarakat. Akomodasi yang menunjuk pada
suatu proses yaitu menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk
meredakan suatu pertentangan untuk mencapai kestabilan.
Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk
menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan
sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya. Tujuan
akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang
dihadapinya, yaitu mengurangi pertentangan sebagai akibat
perbedaan paham, mencegah meledaknya suatu pertentangan
antara kelompok-kelompok sosial yang hidupnya terpisah
sebagai akibat faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan,
mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial
yang terpisah.Bentuk-bentuk akomodasi, antara lain :
a. koersi (coercion): suatu bentuk akomodasi yang prosesnya
dilaksanakan oleh karena adanya paksaan. Pelaksanaannya
dapat dilakukan secara fisik (langsung), maupun psikologis
(tidak langsung).
b. Kompromi (compromise): suatu bentuk akomodasi dimana
pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya,
agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang
ada.
c. Arbitrasi (arbitration):cara untuk mencapai compromise
apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup
mencapainya sendiri.
d. Mediasi (mediation):hampir menyerupai arbitration,
diundanglah pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan
yang ada. Tugas pihak ketiga tersebut adalah mengusahakan
suatu penyelesaian secara damai. Kedudukan pihak ketiga
hanyalah sebagai penasihat belaka, dia tidak berwenang
untuk memberi keputusan-keputusan penyelesaian
e. Konsiliasi (conciliation): suatu usaha untuk mempertemukan
keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi
tercapainya suatu persetujuan bersama. Conciliation bersifat
lebih lunak daripadacoerciondan membuka kesempatan bagi
pihak-pihak yang bersangkutan untuk mengadakan asimilasi.
f. Toleransi (toleration), juga sering disebut sebagai
tolerant-participation: suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan
yang formal bentuknya. Kadang-kadang toleration timbul
secara tidak sadar dan tanpa direncanakan, ini disebabkan
karena adanya watak orang perorangan atau
kelompok-kelompok manusia untuk sedapat mungkin menghindarkan
diri dari suatu perselisihan.
g. Stalemate, merupakan suatu akomodasi, dimana pihak-pihak
yang bertentangan karena mempunyai kekuatan yang
seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan
pertentangannya. Hal ini disebabkan oleh karena kedua belah
pihak sudah tidak ada kemungkinan lagi baik untuk maju
maupun untuk mundur.
h. Adjudication: penyelesaian perkara atau sengketa di
pengadilan. Hasil-hasil proses akomodasi dapat diuraikan
dalam beberapa hal yaitu akomodasi dan integrasi
masyarakat, telah berbuat banyak untuk menghindari
melahirkan pertentangan baru, menekan oposisi (suatu
persaingan dilaksanakan demi keuntungan suatu kelompok
tertentu demi kerugian pihak lain), koordinasi berbagai
kepribadian yang berbeda, perubahan lembaga-lembaga
kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru atau
keadaan yang berubah, perubahan-perubahan dalam
kedudukan, akomodasi membuka jalan ke arah asimilasi.
c. Asimilasi (assimilation).
Asimilasi merupakan proses sosial dalam tingkat lanjut,
ditandai dengan adanya berbagai usaha mengurangi setiap
perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau
kelompok-kelompok manusia juga meliputi usaha-usaha untuk
mempertinggi kesatuan tindakan, sikap dan proses-proses mental
dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan serta
tujuan-tujuan bersama. Faktor-faktor yang dapat mempermudah
terjadinya suatu asimilasi adalah toleransi,
kesempatan-kesempatan yang seimbang dibidang ekonomi, sikap menghargai
orang asing dan kebudayaannya, sikap terbuka dari golongan
yang berkuasa dalam masyarakat, persamaan dalam unsur-unsur
kebudayaan, perkawinan campuran (amalgamation) dan adanya
musuh bersama di luar. Faktor-faktor umum yang dapat menjadi
pengahalang terjadinya asimilasi adalah terisolir kehidupan suatu
suatu kebudayaan yang dihadapi, perasaan bahwa suatu
kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi
daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya, perbedaan
warna kulit atau ciri-ciri fisik, perasaan yang kuat sekali bahwa
individu terikat pada kelompok atau kebudayaan kelompok
bersangkutan, golongan minoritas mengalami
gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa dan perbedaan
kepentingan yang kemudian ditambahkan dengan
pertentangan-pertentangan pribadi.
2.3.2 Proses- proses yang disosiatif
Mubarak (2009) menyatakan proses-proses disosiatif sering
disebut sebagaioppositional processes, persis halnya dengan kerja sama,
dapat ditemukan pada setiap masyarakat walaupun bentuk dan arahnya
ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat bersangkutan.
Proses-proses yang disosiatif dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu
sebagai berikut :
a. Persaingan (competition)
Persaingan merupakan suatu proses sosial yang ditandai
dengan adanya individu atau kelompok-kelompok manusia yang
bersaing, dengan cara menarik perhatian publik atau dengan
mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa mempergunakan
ancaman atau kekerasan. Ada beberapa bentuk persaingan, di
a. Persaingan ekonomi: timbul karena terbatasnya persediaan apabila
dibandingkan dengan jumlah konsumen.
b. Persaingan kebudayaan: menyangkut persaingan kebudayaan,
keagamaan, lembaga kemasyarakatan seperti pendidikan, dan
sebagainya.
c. Persaingan kedudukan dan peranan: di dalam diri seseorang
maupun di dalam kelompok terdapat keinginan-keingian untuk
diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai kedudukan
serta peranan yang terpandang.
d. Persaingan ras: perbedaan ras baik karena perbedaan warna kulit,
bentuk tubuh, maupun corak rambut dan sebagainya, hanya
merupakan suatu perlambang kesadaran dan sikap atas
perbedaan-perbedaan dalam kebudayaan.
Persaingan dalam batas-batas tertentu dapat mempunyai
beberapa fungsi yaitu menyalurkan keinginan-keinginan atau
kelompok yang bersifat kompetitif, sebagai jalan dimana keinginan,
kepentingan, serta nilai-nilai yang pada suatu masa menjadi pusat
perhatian, tersalurkan dengan baik oleh mereka yang bersaing, alat
untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan sosial, alat untuk
menyaring para warga golongan karya (fungsional) yang akhirnya
b. Kontravensi (contravention).
Kontravensi merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada
antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Bentuk-bentuk
kontravensi ada empat, yaitu:
a. bentuk umum: meliputi perbuatan-perbuatan, seperti penolakan,
keengganan, perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, protes,
gangguan-gangguan, perbuatan kekerasan, dan mengacaukan
rencana pihak lain.
b. Bentuk sederhana: seperti menyangkal pernyataan orang lain di
muka umum, memaki-maki melalui surat-surat selebaran,
mencerca, memfitnah, melemparkan beban pembuktian terhadap
pihak lain.
c. Bentuk intensif, mencakup penghasutan, menyebarkan desas-desus,
mengecewakan pihak-pihak lain, mengumumkan rahasia pihak
lain, perbuatan khianat.
d. Bentuk taksis, misalnya mengejutkan lawan, mengganggu atau
membingungkan pihak lain seperti kampanye partai-partai politik
dalam pemilihan umum.
c. Pertentangan atau pertikaian (conflict).
Pertentangan merupakan suatu bentuk proses sosial ditandai
dengan adanya individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi
tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan
adanya perbedaan kebudayaan, kepentingan, dan perubahan sosial.
Pertentangan mempunyai bentuk-bentuk khusus yaitu pertentangan
pribadi, pertentangan rasial (para pihak akan menyadari adanya
perbedaan-perbedaan antara mereka yang sering sekali menimbulkan
pertentangan), pertentangan antara kelas-kelas sosial, pertentangan
politik, pertentangan yang bersifat internasional.
2.4 Manfaat interaksi sosial pada lansia
Manfaat interaksi sosial pada lansia adalah mengantisipasi masalah
kesepian (Gunarsa, 2004), dan seseorang yang berpartisipasi secara aktif
dalam berinteraksi sosial dengan baik seperti kontak mata dan mempunyai
keterikatan emosional dengan teman dekat atau ikut serta dalam
memberikan respon terhadap suatu situasi yang santai akan mempunyai
fungsi kognitif yang baik. Sedangkan seseorang yang tidak mau
berinteraksi sosial dengan baik dan tidak mampu beradaptasi dengan
perubahan sosial akan menimbulkan reaksi stres dimulai dengan
meningkatnya produksi glukocorticoid dan ini berpengaruh terhadap
hipotalamus dan secara perlahan akan mempengaruhi fungsi kognitifnya
(Hesti et all, 2008).
3. Lansia
3.1 Definisi Lansia
Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya
memberikan pengaruh ke dalam seluruh aspek kehidupan termasuk
kesehatannya (UU Kesehatan No. 23 tahun 1992, pasal 19 ayat 1 dalam
Fatimah, 2010). Usia lanjut adalah mereka yang berusia 55 tahun ke atas
(UU RI No. 4 tahun 1965 dalam Fatimah, 2010).
3.2 Batasan Lansia
Penggolongan lansia menurut WHO dikutip dari Ratna Suhartini
dari UNAIR (2010) dalam Dwi &Fitrah (2010) mengelompokkan lansia
menjadi empat kelompok yaitu usia pertengahana (middle age) antara usia
45-59 tahun, lanjut usia (elderly) antara usia 60-74 tahun, lanjut usia tua
(old) antara usia 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
3.3 Teori Proses Menua
3.3.1. Teori Sosiologis
a) Teori interaksi sosial.Teori menjelaskan hal yang menyebabkan
lansia bertindak pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar
hal-hal yang dihargai masyarakat. Kemampuan lansia untuk terus
menjalin interaksi sosial merupakan kunci untuk
mempertahankan status sosialnya atas dasar kemampuannya
untuk melakukan tukar menukar (Simmons, 1945 dalam
Maryam, 2008). Kekuasaan dan prestise lansia berkurang
sehingga menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang,
yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk
b) Teori penarikan diri.Teori ini menyatakan bahwa dengan
bertambah lanjutnya usia, apalagi ditambah dengan adanya
kemiskinan, lanjut usia secara berangsur-angsur mulai
melepaskan diri dari kehidupan sosialnya, keadaan ini
mengakibakan interaksi sosial lansia menurun, baik secara
kuantitas dan kualitas sehingga sering lanjut usia mengalami
kehilangan ganda (triple lose) yaitu kehilangan peran, hambatan
kontak sosial, dan berkurangnya komitmen (Nugroho, 2008).
c) Teori aktivitas atau kegiatan.Teori ini menyatakan bahwa lanjut
usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan banyak ikut-serta
dalam kegiatan. Lanjut usia akan meraskan kepuasan bila dapat
melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut
selama mungkin (Nugroho, 2008).
d) Teori kepribadian berlanjut.Teori ini menyatakan bahwa
perubahan yang terjadi pada lansia sangat dipengaruhi oleh
personalitas yang dimilikinya dan ada kesinambungan dalam
siklus kehidupan lansia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu
saat meruapakan gambarannya kelak pada saat ia lanjut usia.
3.3.2. Teori Psikologis
Teori ini dipengaruhi oleh biologis dan sosiologi, salah satu
teori yang ada yaitu teori perkembangan yang menyatakan bahwa
spesifik pada tiap tahap kehidupan yang akan memberikan perasaan
bahagia dan sukses (Hanghurst, 1972 dalam Mubarak dkk, 2006).
3.3.3. Teori Spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada
pengertian hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi
individu tentang kehidupan yang pada akhirnya memberikan
kekuatan akan arti kehidupan sesorang, suatu hubungan aktif antara
seseorang dengan orang lain dalam menanamkan suatu keyakinan,
cinta kasih, dan harapan (Maryam, 2008).
3.4 Perubahan minat sosial lanjut usia
Hurlock (1980) menyatakan bahwa dalam bertambahnya usia
mengakibatkan banyak yang merasa menderita kerena jumlah kegiatan
sosial yang dilakukannya semakin berkurang, hal ini lazim diistilahkan
sebagai lepas dari kegiatan kemasyarakatan (social disengagement), yaitu
suatu proses pengunduran diri secara timbal balik pada masa usia lanjut
dari lingkungan.social disengagementpada usia lanjut sering diungkapkan
dalam bentuk penyusutan sumber-sumber yang bisa dimanfaatkan untuk
melakukan sumber yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan kontak sosial
dan menurunnya partisipasi sosial.
Jenis kegiatan sosial mulai diberhentikan oleh lanjut usia bisa
terjadi secara sukarela atau terpaksa. Pengunduran diri secara sukarela
terjadi karena kegiatannya sudah tidak cocok dengan kebutuhan lansia.
berkurang sampai minat sosial mereka dibatasi oleh kondisi keluarga yang
ada sekarang. Pengunduran diri secara terpaksa dilakukan apabila lansia
menginginkan dan memerlukan kontak semacam itu karena
kondisi-kondisi tertentu yang sedikit terkontrol atau bahkan tidak sama sekali,
misalnya banyak diantara mereka yang meninggal dunia, pindah jauh, atau
karena kondisi fisik dan ekonominya tidak memungkinkan untuk
melakukan sesuatu maka ini berarti bahwa lansia tidak dapat berhubungan
dengan teman sejawat seperti dulu yang pernah dilakukan. (Hurlock,
1980).
Sumber kontak sosial lansia yang dapat dimanfaatkan oleh orang
usia lanjut untuk melakukan kontak sosial di masa tuanya, yang secara
garis besar dibedakan menjadi persahabatan pribadi yang akrab dengan
para anggota dari kelompok jenis kelamin yang sama (pria dengan pria
atau wanita dengan wanita), kelompok persahabatan, kelompok atau
perkumpulan formal. Kontak semacam ini menjadi tidak sering dilakukan
karena timbulnya masalah yang berhubungan dengan transportasi dan
kesehatan.Usia lanjut yang semakin tua bahkan menyempitnya
sumber-sumber kontak sosial yang ada akan mengakibatkan ketergantungan lansia
dalam persahabatan pada anggota keluarga (Hurlock, 1980).
Pertambahan usia seseorang menyebabkan partisipasi sosial yang
semakin berkurang dan cakupannya juga menyempit. Penyebab partisipasi
lansia dalam kegiatan sosial menurun ada beberapa hal yang pertama
pada usia muda, hal ini sangat mempengaruhi partisipasinya pada usia
lanjut. Seseorang yang aktif pada masa dewasa dan masa dini akan aktif
pula pada masa usia setengah baya dan usia lanjut. Ketiga status sosial
ekonomi sangat memegang peranan penting dalam menentukan tingkat
partisipasi dalam organisasi sosial dan kemasyarakatan.Umumnya anggota
dari kelompok sosial yang lebih tinggi mendominasi kehidupan organisasi
masyarakat dan menunjang organisasi tersebut. Anggota dari kelompok
sosial ekonomi yang lebih rendah tidak menjadi anggota organisasi seperti
kelompok ekonomi tinggi pada masa muda, maka setelah tua akan
ragu-ragu untuk menjadi anggota organisasi sosial dan kurang aktif
berpartisipasi dalam kegiatan organisasi, dan memiliki teman yang lebih
sedikit di luar keluarga dibanding kelompok menengah dan atas (Hurlock
Kerangka konsep penelitian ini bertujuan mengidentifikasi peran
keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial lansia di Kelurahan
Padang Bulan Kecamatan Medan Baru.
Skema 1. Kerangka Konsep Penelitian Peran Keluarga dalam Pemenuhan Kebutuhan Interaksi Sosial Lansia di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru.
Peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial
Baik
Kurang
Desain penelitian yang digunakan merupakan penelitan deskriptif yaitu
metode penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi peran keluarga dalam
pemenuhan kebutuhan interaksi sosial pada lansia di Kelurahan Padang Bulan
Kecamatan Medan Baru.
2. Populasi, Sampel, dan Tekhik Sampling
2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006).
Populasi pada penelitian ini adalah lansia usia≥ 60 tahun. Jumlah populasi sebanyak 230 orang.
2.2 Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat,
2007).Penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan rumus slovin
(Noor, 2011) :
N = jumlah elemen/anggota populasi
n =jumlah elemen/anggota/anggota sampel
e =error level(tingkat kesalahan) umumnya
digunakan 1% atau 0,01, atau 5% atau
Penelitian ini dilakukan pada 64 orang lansia. Kriteria sampel
dalam penelitian ini adalah lansia ≥ 60 tahun yang tinggal bersama keluarga dan bersedia menjadi responden
2.3 Teknik sampling
Sampel yang di ambil dalam penelitian ini menggunakan teknik
pengambilan sampel dengan carapurposive sampling yaitu teknik
pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu
yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi
yang sudah diketahui sebelumnya (Notoadmojo, 2010).
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Padang Bulan.Penelitian peran
keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial pada lansia di Kelurahan
ini belum pernah dilakukan.Penelitian dilaksanakan pada 6 Mei sampai dengan
20 juni 2015.
4. Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah proposal disetujui oleh institusi
pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, izin dari kepala
Kelurahan Padang Bulan dan mendapat persetujuan untuk melakukan
penelitian.
Peneliti memperhatikan pertimbangan etika yang dinyatakan dalam
(hidayat, 2007) yaitu peneliti memberi kebebasan kepada responden untuk
menentukan apakah bersedia atau tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian
memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan, dan manfaat penelitian, dan bila
responden bersedia menjadi peserta penelitian maka responden diminta
menandatangani lembar persetujuan (informed consent), peneliti tidak
mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, tetapi akan
memberikan kode pada masin-masing lembar persetujuan tersebut (anonimity),
peneliti menjamin kerahasiaan informasi responden dan kelompok data tertentu
yang dilaporkan sebagai hasil penelitian (confidentiality), penelitiselalu
berupaya bahwa kegiatan yang diberikan kepada responden mengandung
prinsip kebaikan bagi responden guna mendapatkan suatu metode atau konsep
baru untuk kebaikan responden (beneficience) dan peneliti berusaha
semaksimal mungkin untuk tetap melaksanankan prinsip keadilan (justice).
5. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan oleh peneliti untuk pengumpulan data
berupa kuesioner oleh peneliti dengan berpedoman pada tinjauan pustaka.
Instrument penelitian terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertama kuesioner
data demografi responden meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, suku, dan
tinggal bersama.Bagian kedua kuesioner peran keluarga dalam pemenuhan
kebutuhan interaksi sosial pada lansia, kuesioner ini bertujuan untuk
mengidentifikasi peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial
lansia.Kuesioner ini menggunakan 12 pernyataan yang terdiri dari 8 pernyataan
positif dan 4 pernyataan negatif.Pernyataan positif jawaban selalu diberi skor 4,
1.Penyataan negatif jawaban selalu diberi skor 1, sering diberi skor 2,
kadang-kadang diberi skor 3, tidak pernah diberi skor 4.
Data mengenai peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi
sosial pada lansia dibagi berdasarkan 3 kategori kelas interval.Nilai terendah
yang mungkin tercapai adalah 12 dan nilai tertinggi adalah 48. Sudjana (2005)
menyatakan rumus statistika = rentang
banyak kelas, di mana p merupakan panjang kelas,
dengan rentang ( nilai tertinggi dikurang dengan nilai terendah) sebesar 36 dan
dibagi atas 3 kategori kelas, yaitu peran keluarga baik, cukup, kurang. Panjang
kelas (p) diperoleh sebesar 12, maka nilai terendah adalah 12 sebagai batas
bawah kelas pertama, jadi peran keluarga dikategorikan dalam kelas interval,
yaitu 36-48 = peran keluarga baik, 24-35 = peran keluarga cukup, 12-23=
peran keluarga kurang.
6. Validitas dan Reliabilitas
6.1 Validitas
Validitas adalah suatu pengukuran dan pengamatan yang
menunjukkan keandalan atau kesahihan suatu instrumen dalam
mengumpulkan data (Nursalam, 2003). Instrumen dikatakan valid, bila
mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data
dari variebel yang diteliti.
Instrumen penelitian berupa kuesioner yang digunakan dalam
penelitian ini telah divalidasi oleh dosen Fakultas Keperawatan yang
memiliki kesesuaian bidang dengan judul penelitian, dalam hal ini peneliti
Komunitas Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yaitu Ibu
Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS. Hasil uji validitas isi peran keluarga
adalah 100% valid dengan nilacontent validity indeks(CVI) adalah 1.
6.2 Reliabilitas
Uji reliabilitas instrument adalah uji yang dilakukan untuk
mengetahui konsistensi dari instrument sehingga dapat digunakan peneliti
selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama. Reliabilitas indeks yang
menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat
diandalkan. (Notoadmojo, 2010). Uji reliabilitas dilakukan kepada 20
orang lansia yang tinggal di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan
Baru yang memiliki kriteria sesuai dengan sampel. Instrumen yang diuji
yaitu instrumen peran keluarga (12 pernyataan).
Uji reliabilitas menggunakan formula Cronbach Alpha dalam
program stastistika penelitian. Hasil uji reliabilitas didapatkan nilai r hasil
kuesioner peran keluarga adalah 0,762. Hal ini reliable karena nilai
reliabilitasnya > 0,70 (Polit & Hungler, 1996).
7. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti menerima surat izin
pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara dan kepala Kelurahan Padang Bulan Kecamatan
Medan Baru. Pada saat penelitian peneliti menjelaskan terlebih dahulu tujuan,
Pengambilan data yang dilakukan peneliti adalah dengan cara
mengunjungi ke rumah lansia yang di dapatkan dari kepala setiap lingkungan,
kemudianpenelitimembacakan kuesioner pada lansia dan memberi tanda ceklis
pada kuesioner. Data diolah atau dianalisa setelah semua terkumpul.
8. Analisa Data
Analisa data dilakukan saat semua data terkumpul melalui beberapa
tahapan, antara lain tahap pertama editing, yaitu mengecek nomor responden
dan kelengkapannya serta memastikan semua jawaban telah diisi sesuai
petunjuk. Tahap kedua coding, yaitu memberi kode atau angka tertentu pada
kuesioner untuk mempermudah waktu melakukan tabulasi dan analisa.Tahap
ketiga processing, yaitu memasukkan data dari kuesioner ke dalam program
komputer yaitu SPSS (Statistical Packkage for Social Science).Tahap keempat
cleaning, yaitu memastikan bahwa seluruh data yang telah dimasukkaan ke
dalam program komputer pengolah data sesudah sesuai dengan yang
sebenarnya.(Prasetyo & Lina, 2005).
Analisa data yang digunakan dalam penellitian ini adalah analisa
univariat yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian dan menghasilkan distribusi frekuensi
dan presentase (Notoadmojo, 2010). Analisa univariat dalam penelitian ini
Hasil penelitian ini diperoleh melalui pengumpulan data terhadap 64
responden yaitu lansia di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan baru dari
tanggal 6 Mei sampai dengan 20 Juni 2015. Penyajian data meliputi
karakteristik demografi dan deksriptif statistika dari peran keluarga dalam
pemenuhan kebutuhan interaksi sosial pada lansia di Kelurahan Padang Bulan
Kecamatan Medan Baru.
1.1. Karakteristik Demografi
Deskripsi karakteristik demografi pada tabel 2, yang terdiri dari
usia, jenis kelamin, agama, suku dan tinggal bersama. Data hasil penelitian
lansia yang tinggal di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru
ditemukan bahwa lansia berusia 60-74 sebanyak 31 orang (48,4%) dan
75-90 tahun sebanyak 31 orang(48,4%), serta mayoritas adalah perempuan
sebanyak 50 orang (78,1%). Pada umumnya lansia beragama Kristen
sebanyak 45 orang (70,3%) dan sebagian besar bersuku batak sebanyak 47
Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Demografi Lansia di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru (n=64)
Karakteristik Data Demografi Frekuensi Persentase(%)
Usia
1.2 Peran Keluarga dalam Pemenuhan Kebutuhan Interaksi Sosial Lansia di
Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran keluarga dalam
pemenuhan kebutuhan interaksi sosial lansia adalah mayoritas lansia
menyatakan peran keluarga baik. Hal ini dapat dilihat dari tabel 3 yang
menunjukkan bahwa dari 64 lansia mayoritas menunjukkan peran keluarga
baik sebanyak 47 orang (73,4%), peran keluarga cukup sebanyak 16 orang
Tabel 3.Distribusi Frekuensi dan Persentase Peran Keluarga dalam Pemenuhan Kebutuhan Interaksi Sosial pada Lansia di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru (n=64)
No Peran keluarga Frekuensi Persentase (%)
1.
Hasil penelitian peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi
sosial Lansia di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru
menunjukkan bahwa peran keluarga dalam kategori baik sebanyak 47 keluarga
(73,4%), peran keluarga dalam kategori cukup sebanyak 16 orang (25%), dan
peran keluarga dalam kategori kurang 1 orang (1,6%). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa peran keluarga dalam pemenuhan interaksi sosial lansia
baik disebabkan oleh lansia tinggal bersama keluarga kandung ditemukan dari
data demografi bahwa 54 orang lansia (84,4%) tinggal bersama anak
kandungnya dan 10 orang lansia (15,6%) tinggal bersama cucu, hal ini sesuai
dengan pendapat Friedman et al., (2013) menyatakan bahwa keluarga yang
tinggal bersama lansia tetap mengingatkan fokus interaksi sosial pada lansia
seperti hubungan dengan pasangan, anak, cucu, dan saudara kandung menjadi
lebih penting bahkan keluarga merupakan sumber penting bantuan dan
interaksi sosial yang langsung. Maryam (2008) menyatakn bahwa keluarga
merupakan support system utama bagi lansia dalam mempertahankan
kesehatannya, peranan keluarga dalam perawatan lansia antara lain menjaga
mengantisipasi perubahan sosial serta ekonomi bagi lansia. Hal ini juga sejalan
dengan penelitian Yuningsih (2012) menunjukkan bahwa dari 76 keluarga
ditemukan keluarga selalu membantu lansia dalam berhubungan dengan lansia
lain (82,8%) dan membantu lansia dalam berhubungan dengan anak dan cucu
(73,7%).
Peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial pada lansia
baik tercermin dari pernyataan lansia bahwa keluarga selalu menghargai setiap
pendapat yang diberikan oleh lansia (70,3%) dan ketika ada perbedaan
pendapat antara lansia dan keluarga maka keluarga tidak pernah menciptakan
suasana yang bersifat memusuhi (79,7%) bahkan keluarga tidak pernah
menciptakan suasana yang bersifat bertentangan dengan lansia (90,6%). Hal ini
sejalan dengan Nugroho (2008) yang menyatakan bahwa pendekatan sosial
yang dilakukan dalam merawat lansia adalah mengajak lansia berdiskusi
bertukar pikiran, cerita dan memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada
lansia untuk mengadakan komunikasi dan Friedman et al., (2013) juga
menyatakan bahwa peran keluarga yang bersifat adaptif untuk menjaga
stabilitas keluarga yaitu dengan menerima kontribusi dalam bentuk apapun
yang mampu menarik orang lain dan membuat mereka merasa bahwa ide
mereka penting dan berharga untuk didengarkan. Hal ini sejalan dengan
penelitian Novalina (2012) yang menemukan bahwa keluarga menerima
perbedaan pendapat dengan lansia (48,6%) dan tidak menimbulkan
Peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial pada lansia
baik tercermin dari pernyataan bahwa keluarga selalu menoleransi setiap
tuntutan/keluhan-keluhan lansia (70,3%). Hal ini sejalan dengan hasil studi
Tachman yang dikutip dalam (Adi 1999) terhadap perawatan lansia
menunjukkan bahwa tempat yang baik bagi lansia adalah tempat tinggalnya
sendiri dengan anggota keluarga lainnya, perawatan yang dilakukan oleh anak
sendiri diduga lebih memberikan rasa nyaman dan aman karena mereka lebih
toleransi dibanding kerabat atau orang lain. Ini menunjukkan bahwa sistem
nilai kebudayaan yang menjunjung tinggi pengabdian terhadap orang tua masih
ada di masyarakat indonesia. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Silvia
(2010) menemukan bahwa keluarga mendengar keluhan-keluhan lansia dengan
penuh perhatian (78,9%).
Peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial pada lansia
baik tercermin dari pernyataan bahwa keluarga tidak pernah menyangkal lansia
seperti memarahi, memaki, memfitnah atau mencerca (68,8%) serta tidak
pernah menyebarkan berita yang tidak benar tentang lansia kepada orang lain
(100%), Hal ini sejalan dengan penelitian Rantepadang (2012) yang
menyatakan bahwa interaksi sosial dapat dipertahankan melalui sebuah
keharmonisan keluarga. Hal ini juga sejalan dengan kondisi pada lansia bahwa
pada proses menua dapat meningkatkan sensitivitas emosional seseorang,
sering merasa tidak berguna, sering marah, dan tidak sabaran, merasa
kehilangan peran dalam keluarga, mudah tersinggung, dan merasa tidak
Peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial lansia baik
tercermin dari bahwa keluarga selalu memandang kedudukan dan peranan
lansia (95,3%), Hal ini sejalan dengan Tamher & Noorkasiani (2009) yang
menyatakan bahwa kebiasaan sosial budaya masyarakat dunia timur sampai
sekarang masih menempatkan orang-orang usia lanjut pada tempat terhormat
dan penghargaan yang tinggi, dan dan keluarga selalu menjadikan lansia
sebagai pusat yang diperhatikan dalam keluarga (53%). Hal ini sejalan dengan
penelitian Fithriyani (2012) yang menemukan bahwa keluarga menunjukkan
penghargaan dan kepercayaan kepada lansia dengan memperhatikan
kemampuan lansia dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari (82,9%) dan
memberikan kepercayaan kepada lansia untuk melakukan pekerjaan sehari-hari
sesuai dengan kemampuan lansia (42,1%).
Hasil penelitian menemukan beberapa pernyataan lansia yang
menyatakan bahwa keluarga tidak pernah mendorong lansia untuk mengikuti
kegiatan yang ada dilingkungan (76,6%) dan tidak pernah mengajak lansia
dalam acara keluarga (60,9%) dan keluarga kadang-kadang melibatkan lansia
dalam penyelesaian masalah yang ada dalam keluarga (34,4%). Hal ini sejalan
dengan penelitian Rambe (2012) yang menyatakan bahwa dari 61 orang lansia
hanya 26 orang (42,62%) keluarga yang menfasilitasi lansia untuk mengikuti
Hasil penelitian yang diperoleh dari 64 orang lansia menyimpulkan
bahwa peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial lansia
dalam kategori peran keluarga baik sebanyak 47 keluarga (73,4%), kategori
peran keluarga cukup sebanyak 16 orang (25%) dan kategori peran keluarga
kurang 1 orang (1,6%).
2. Saran
1.1. Pendidikan Keperawatan
Bagi pendidikan keperawatan diharapkan untuk menggali lebih
dalam lagi pengetahuan tentang keperawatan komunitas mengenai peran
keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial lansia sehingga
dapat dikembangkan dalam praktek belajar lapangan, sehingga peran
keluarga dalam perawatan lansia bisa lebih baik lagi.
1.2. Praktek Keperawatan
Bagi praktek keperawatan diharapkan agar dapat menggunakan
penelitian ini sebagai acuan bagi perawat komunitas dalam memberikan
pendidikan kesehatan mengenai peran keluarga dalam pemenuhan
kebutuhan interaksi sosial lansia meskipun dari hasil penelitian ditemukan
bahwa secara keseluruhan peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan
interaksi sosial dalam kategori baik, tetapi jika dilihat dari setiap item