• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Keluarga dalam Pemenuhan Kebutuhan Interaksi Sosial pada Lansia di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peran Keluarga dalam Pemenuhan Kebutuhan Interaksi Sosial pada Lansia di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

F

UNI

SKRIPSI

Oleh Bertua L Silalahi

111101073

FAKULTAS KEPERAWATAN

NIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015

(2)

F

UNI

SKRIPSI

Oleh Bertua L Silalahi

111101073

FAKULTAS KEPERAWATAN

NIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015

(3)
(4)
(5)

dalam Pemenuhan Kebutuhan Interaksi Sosial pada Lansia di Kelurahan Padang

Bulan Kecamatan Medan Baru”.

Penulis mendapatkan banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak

dalam mengerjakan skripsi ini, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis

menyampaikan terima kasih kepada :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas KeperawatanUniversitas

Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Wakil Dekan I, Ibu Evi Karota Bukit

S.Kp, MNS, sebagai Wakil Dekan II, dan Bapak Ikhsanuddin A. Harahap,

S.Kp, MNS, sebagai Wakil Dekan III Fakultas KeperawatanUniversitas

Sumatera.

3. Bapak Ismayadi, S.Kep, Ns, M.Kes, CWCCA, CHt.N sebagai dosen

pembimbing skripsi saya. Terima kasih telah menyediakan waktu

memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat selama

penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Mahnum Lailan Nasution, S.Kep, Ns, M.Kepdan Bapak Iwan Rusdi,

S.Kp, MNS sebagai dosen penguji. Terima kasih atas masukan yang telah

diberikan untuk perbaikan skripsi ini.

5. Ibu Rika Endah, sebagai dosen Pembimbing Akademik, seluruh dosen

pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah

memberi bimbingan selama masa perkuliahaan dan staf non akademik

yang membantu memfasilitasi secara administratif.

6. Ayahanda M. Silalahi, dan Ibunda L. Situmorang, serta saudara-saudara

saya (Desri Kristina Silalahi, Marno Candra Silalahi, Wenny Roslita

Silalahi, Mario Listen Silalahi) atas setiap dukungan doa, daya, dan dana

(6)

8. Seluruh mahasiswa S1 keperawatan stambuk 2011.

9. Kepala Lurah dan pegawai Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan

Baru. Terimakasih telah memberi izin untuk melaksanakan penelitian dan

memberikan data lansia.

10. Kepala lingkungan I s/d XII yang telah memberitahukan rumah responden

kepada saya.

11. Seluruh responden untuk penelitian ini yaitu lansia yang bertempat tinggal

di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru.

12. Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat disebutkan namanya

satu persatu yang telah banyak membantu peneliti dalam penyelesaian

skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan dibidang keperawatan dan bagi pihak-pihak

yang membutuhkan. Penulis sangat mengharapkan adanya saran yang bersifat

membangun untuk perbaikan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Medan, Juli 2015

Peneliti

(7)

Prakata...iii

Bab 2. Tinjauan pustaka...7

1. Keluarga 1.1 Definisi keluarga...7

1.2 Tipe keluarga ...7

1.3 Fungsi keluarga ...10

1.4 Peran keluarga ...11

1.5 Peran anggota keluarga terhadap lansia...14

2. Interaksi sosial 2.1 Definisi interaksi sosial ...16

2.2 Syarat terjadinya interaksi sosial ...16

2.3 Bentuk-bentuk interaksi sosial ...17

2.4 Manfaat Interaksi sosial pada lansia ...26

3. Lansia 3.1 Definisi lansia ...26

3.2 Batasan lansia ...27

3.3 Teori proses menua...27

3.4Perubahan minat sosial lanjut usia...29

Bab 3. Kerangka penelitian...32

1. Kerangka konsep ...32

2. Definisi operasional ...33

Bab 4. Metodologi penelitian...34

1. Desain penelitian ...34

2. Populasi, sampel, dan teknik sampling...34

3. Lokasi dan waktu penelitian ...34

4. Pertimbangan etik ...34

5. Instrument penelitian ...36

(8)

1.1 Karakteristik Demografi...40

1.2 Peran Keluarga ...41

2. Pembahasan...42

Bab 6. Kesimpulan dan Saran...46

1. Kesimpulan ...46

2. Saran ...46

3. Keterbatasan penelitian ...47

(9)

Etical Clearance...53

Lembar persetujuan validitas ...54

Surat uji reliabilitas instrumen penelitian ...55

Surat pengambilan data ...56

Surat rekomendasi penelitian ...57

Surat izin penelitian...58

Surat telah menyelesaikan penelitian ...59

Hasil uji reliabilitas ...60

Distribusi frekuensi data demografi ...63

Distribusi frekuensi peran keluarga ...65

Master data ...69

Taksasi dana penelitian ...74

Jadwal tentative penelitian ...75

Lembar bukti bimbingan ...76

Riwayat hidup ...78

(10)
(11)

Tabel 2. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik demografi ... 41

(12)

Fakultas : Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Tahun Akademik : 2014/2015

ABSTRAK

Proses menua pada lansia adalah tahap yang paling krusial, yang secara alami terjadi penurunan atau perubahan kondisi fisik, psikologis maupun sosial. Isu yang terkait dengan perkembangan kehidupan lansia yang memberi dampak bagi kesejahteraan hidup lansia adalah kesibukan sosialnya yang semakin berkurang seperti interaksi sosial atau hubungan antara individu atau lebih. Peran keluarga sangat penting dalam perubahan yang ada pada lansia. Peran keluarga menggambarkan serangkaian tingkah laku yang dibatasi oleh normatif dan yang diharapkan dari seseorang yang menempati posisi sosial yang diberikan. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial pada lansia. Populasi penelitian ini adalah lansia di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru tahun 2014 sebanyak 230 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknikpurposive sampling, dan besar sampel penelitian ini adalah 64 orang lansia yang dilaksanakan pada bulan Mei 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial pada lansia adalah baik 47 responden (73,4 %), mayoritas responden berada dalam kategori peran yang baik karena lansia mayoritas tinggal bersama anak kandungnya (84,4%) dan tinggal bersama cucu (15,4%) karena keluarga yang tinggal bersama lansia mengingatkan fokus interaksi sosial pada lansia seperti hubungan dengan anak, cucu dan saudara kandung menjadi lebih penting. Diharapkan penelitian selanjutnya menggali faktor-faktor yang mempengaruhi peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial lansia.

(13)

Faculty : Nursing, University of Sumatera Utara

Academic Year : 2014-2015

ABSTRACT

Aging process in elderly is the most crucial phase since naturally there is the decrease in physical, psychological, and social condition. The issue related to the development of elderly’s life which contributes to their prosperity is that their

social activity decreases such as their social or individual interactions. The role family is very important in the changing of elderly. It describes a series of behavior which is normatively limited and which is expected by a person in his social position. The objective of this descriptive research was to identify family role in fulfilling the need for social interaction in elderly. The population was 230 elderly at Padang Bulan village, Medan Baru Subdistrict, in 2014, and 64 of them were used as the samples, taken by using purposive sampling technique in may, 2015. The result of the research showed that 47 respondents (73.4%) had good family support, the majority of respondents had good family role since they lived with their biological children (84.4%) and with their grandchildren (15.4%) and this made their social interaction with children, grand children, and siblings become important. It is recommended that the next researches dig up some factors which influence family support in fulfilling elderly’s social interaction.

(14)

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang

hidup/terus-menerus secara alamiah, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi

dimulai sejak permulaan kehidupan (Nugroho, 2008). Lansia adalah seseorang

yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas (UU No 13 tahun 1998

tentang Kesejahteraan Lanjut Usia). Sensus Penduduk tahun 2010 menyatakan

bahwa Indonesia saat ini termasuk ke dalam lima besar negara dengan jumlah

penduduk lanjut usia terbanyak di dunia yakni 18,1 juta jiwa atau 9,6% dari

jumlah penduduk. Bappenas memproyeksikan bahwa jumlah penduduk lansia

60 tahun atau lebih diperkirakan akan meningkat dari 18,1 juta (2010) menjadi

29,1 juta (2020) dan 36 juta (2025), dengan meningkatnya jumlah lanjut usia,

tentunya akan diikuti dengan meningkatnya permasalahan kesehatan pada

lanjut usia (Depkes RI, 2012).

Keberadaan usia lanjut ditandai dengan umur harapan hidup yang

semakin meningkat dari tahun ke tahun, hal tersebut membutuhkan upaya

pemeliharaan serta peningkatan kesehatan dalam rangka mencapai masa tua

yang sehat, bahagia, berdaya guna, dan produktif ( Pasal 19 UU No. 23 Tahun

1992 tentang kesehatan). Undang-undang No 13 tahun 1998 tentang

Kesejahteraan Lanjut Usia, kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan

(15)

keselamatan, kesusilaanm dan ketentraman batin yang memungkinkan bagi

setiap warga negara untuk mengadakan pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani

dan sosial sebaik-baiknya bagi diri keluarga serta masyarakat dengan

penjunjung tinggi hak dan kewajiban asasi manusia sesuai dengan Pancasila.

Lansia pada umumnya mengalami berbagai gejala akibat terjadinya

penurunan fungsi biologis, psikologis, sosial, dan ekonomi, perubahan ini akan

memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatannya

(Tamher, 2009). Peran keluarga dan masyarakat menjadi hal yang penting

dalam meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidup lansia (Depkes RI,

2013). Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan untuk mencapai

masa tua yang bahagia dan berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat

sesuai dengan eksistensinya dalam masyarakat merupakan tujuan pembinaan

kesehatan lansia (Depkes RI dalam Maryam (2008). Keluarga merupakan

support system utama bagi lansia dalam mempertahankan kesehatannya,

peranan keluarga dalam perawatan lansia antara lain menjaga dan merawat

lansia, mempertahankan dan meningkatkan status mental, mengantisipasi

perubahan sosial ekonomi serta memberikan motivasi dan memfasilitasi

kebutuhan spiritual bagi lansia (Maryam, 2008). Keluarga masih merupakan

tempat berlindung yang paling disukai para lansia, dukungan keluarga

merupakan unsur terpenting dalam membantu individu dalam menyelesaikan

masalah (Tamher, 2009). Peran keluarga merupakan seperangkat tingkah laku

yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya

(16)

dijadikan sebagai unit pelayanan karena masalah kesehatan keluarga saling

berkaitan dan saling mempengaruhi antara sesama anggota keluarga dan akan

mempengaruhi pula keluarga-keluarga yang ada di sekitarnya atau masyarakat

sekitarnya atau dalam konteks yang luas berpengaruh terhadap negara (Setiadi,

2008).

Beberapa penelitian yang menggambarkan kondisi peran keluarga

dalam meningkatkan derajat kesehatan lansia dalam berbagai aspek, yaitu

penelitian Adrian (2012) meneliti tentang peran keluarga dalam pemenuhan

kebutuhan psikologis lansia di Lingkungan V Kelurahan Kedai Durian

Kecamatan Medan Johor memperlihatkan bahwa mayoritas keluarga memiliki

peran yang baik yaitu sebanyak 32 responden (52,46%), kategori peran cukup

25 responden (40,98%), dan kategori peran kurang 4 responden (6,55%).

Rambe (2012) meneliti tentang peran keluarga dalam perawatan lansia dan

kepuasan lansia pada keluarga yang tinggal di Kelurahan Padang Matinggi

Rantauprapat memperlihatkan bahwa 55 responden (74,3%) dalam kategori

peran baik, kategori peran cukup 19 responden (25,7%). Yuningsih (2012)

meneliti tentang peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan spiritual lansia di

Desa Buluh Duri Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai

memperlihatkan bahwa peran keluarga dalam kategori baik ada sebanyak 39

responden (51,3%), kategori peran cukup 34 responden (44,7%) dan kategori

peran kurang 3 responden (3,9%).

Isu yang berkaitan dengan perkembangan kehidupan lansia yang

(17)

usia seseorang, maka kesibukan sosialnya akan semakin berkurang, hal ini

dapat mengakibatkan berkurangnya integrasi dengan lingkungannya yang

dapat memberikan dampak pada kebahagiaan hidup. Masyarakat tradisional

biasanya menghargai dan menghormati lansia, sehingga lansia masih dapat

berperan dan berguna bagi masyarakat. Akan tetapi, dalam masyarakat industri

ada kecenderungan mereka kurang dihargai, sehingga mereka terisolasi dari

kehidupan masyarakat (Nugroho, 2008). Isu tersebut sejalan dengan penelitian

Rantepadang (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan interaksi sosial

dengan kualitas hidup lansia, ditemukan dengan nilai p=.000 yang artinya

bahwa hubungan interaksi sosial dengan kualitas hidup sangat signifikan dan

menyimpulkan bahwa semakin baik interaksi sosial lansia, semakin tinggi pula

kualitas hidup lansia. Penelitian Tami,dkk (2014) menemukan bahwa interaksi

sosial (dalam kategori kurang, cukup dan baik) dan kualitas hidup (dalam

kategori rendah dan sedang) memiliki hubungan yang sangat singnifikan (p =

0,013).

Potter and Perry (2005) menyatakan lansia menarik diri dari masyarakat

dapat terjadi karena lansia tidak secara mudah diterima dalam interaksi sosial

karena bias masyarakat, penampilan yang tidak dapat diterima karena faktor

lain yang termasuk menampilkan diri sendiri pada orang lain, perilaku yang

tidak dapat diterima pada lansia, keadaan lingkungan yang suka berpindah,

lingkungan yang angka kriminal meningkat, dan keadaan fisik. Interaksi sosial

(18)

yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang

lain atau sebaliknya (Ahmadi, 2009).

Penelitian Tami, dkk (2014) menemukan bahwa interaksi sosial lansia

di kecamatan Tamalanrea bahwa dari 99 orang responden ada 21 orang

(21,21%) yang memiliki interaksi sosial dalam kategori kurang, kategori cukup

71 orang (71,71%) dan kategori baik 7 orang (7,07%).Penelitian Widodo dan

Aniroh (2013) menemukan bahwa interaksi sosial lansia di Desa Lengayan

Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang bahwa dari 66 orang

responden ada 7 orang (10,6) memliki interaksi sosial dalam kategori kurang,

kategori cukup 35 orang (53%) dan kategori baik 24 orang (36,4%). Friedman

(2013) menyatakan bahwa peran keluarga menjadi hal yang penting dalam

kondisi interaksi sosial yang terjadi pada lansia, lansia yang menarik diri dari

aktivitas dunia luar, hubungan dengan pasangan, anak, cucu dan saudara

kandung menjadi lebih penting, perilaku oleh keluarga yang oleh lansia dari

keluarga yang menempati posisi sosial yang diberikan untuk memenuhi

hubungan individu satu dengan individu lain, individu dengan kelompok, dan

terdapat hubungan saling timbal balik. Peneliti tertarik untuk meneliti

bagaimana peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial pada

lansia di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru yang terdiri dari

XII lingkungan dan jumlah lansia yang ditemukan saat survey awal yang

dilakukan peneliti pada bulan Desember 2014 di Kelurahan Padang Bulan

Kecamatan Medan Baru di dapat bahwa ada 230orang, sebagian besar dari

(19)

2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi peran keluarga dalam

pemenuhan kebutuhan interaksi sosial pada lansia di Kelurahan Padang Bulan

Kecamatan Medan Baru.

3. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan dalam penelitian ini adalah “bagaimana peran keluarga

dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial pada lansia.” 4. Manfaat Penelitian

4.1 Pendidikan Keperawatan

Diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang berharga dalam

meningkatkan ilmu pengetahuan dan pendidikan bagi keperawatan

komunitas pada gerontik.

4.2 Praktek keperawatan

Diharapkan dapat berguna untuk meningkatkan pelayanan

kesehatan pada gerontik dengan melibatkan keluarga lansia.

4.3 Penelitian Keperawatan

Diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang berharga bagi

peneliti dan dapat digunakan menjadi data ilmiah untuk penelitian

selanjutnya.

(20)

1.1 Definisi Keluarga

Setiadi (2008) mendefinisikan keluarga dalam berbagai pendapat,

antara lain berdasarkan UU No.10 tahun 1992 menyatakan keluarga adalah

unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, atau suami-isteri

dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Depkes RI

(1988) menyatakan bahwa keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat

yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang dan tinggal di suatu

tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan, dan

keluarga adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan

antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang

laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa

anak, baik anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah

tangga (Sayekti, 1994).

1.2 Tipe Keluarga

Setiadi (2008) membagian tipe keluarga berdasarkan konteks

keilmuan dan orang yang mengelompokkan, antara lain :

1.2.1. Secara Tradisional

Secara tradisional keluarga dikelompokkan menjadi dua,

(21)

a. Keluarga inti (nuclear family): keluarga yang hanya terdiri dari

ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi

atau keduanya.

b. Keluarga besar (extend family): keluarga inti ditambah anggota

keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah

(kakek-nenek, paman-bibi).

1.2.2. Secara modern

Meningkatnya peran individe dan meningkatnya rasa

individualisme maka pengelompokan keluarga secara modren

dikelompokkan menjadi beberapa, antara lain sebagai berikut:

a. Tradisional Nuclear: kluarga inti (ayah, ibu dan anak) tinggal

dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu

ikatan perkawinan, satu atau keduanya dapat bekerja diluar rumah.

b. Resconstituted Nuclear: pembentukan baru keluarga inti melalui

perkawinan kembali suami/istri dalam pembentukan satu rumah

dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama

maupun hasil dari perkawinan baru, satu/keduanya dapat bekerja

diluar rumah.

c. Niddle Age/Aging Couple: suami sebagai pencari uang, istri di

rumah/kedua-duanya bekerja dirumah, anak-anaknya sudah

(22)

d. Dyadic Nuclear: suami istri yang sudah berumur dan tidak

mempunyai anak yang keduanya atau salah satu bekerja di luar

rumah.

e. Singel Parent. Satu orang tua sebagai akibat perceraian atau

kematian pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal di rumah

atau di luar rumah.

f. Dual Carier: suami istri atau keduanya orang karier dan tanpa

anak.

g. Commuter Married: suami istri atau keduanya orang karier dan

tinggal terpisah pada jarak tertentu. keduanya saling mencari pada

waktu-waktu tertentu.

h. Singel Adult: wanita dan pria dewasa yang tinggal sendirian

dengan tidak adanya keinginan untuk kawin.

i. Three Generation: tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu

rumah.

j. Institusional: anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam

suatu panti-panti.

k. Comunal:suatu rumah terdiri dari dua atau lebih pasangan yang

monogami dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam

penyediaan fasilitas.

l. Group marriage: satu perumahan sendiri dari orang tua dan

(23)

adalah kawin dengan yang lain dan semua adalah orang tua dari

anak-anak.

m.Unimaried Parent and Child: ibu dan anak dimana perkawinan

tidak dikehendaki, anaknya diadopsi.

n. Cohibing coiple: dua orang atau satu pasangan yang tinggal

bersama tanpa kawin.

o. Gay and lesbian family: keluarga yang dibentuk oleh pasangan

yang berjenis kelamin sama.

1.3 Fungsi Keluarga

Friedman et al., (2013) menyimpulkan ada lima fungsi keluarga,

antara lain sebagai berikut:

1.3.1. Fungsi Afektif (fungsi mempertahankan kepribadian)

Fungsi afektif merupakan salah satu fungsi keluarga yang

paling penting, Keluarga memfasilitasi stabilisasi kepribadian orang

dewasa, memenuhi kebutuhan psikologi anggota keluarga.

Loveland-Cherry (1996) menunjukkan bahwa afeksi di antara anggota

keluarga menghasilkan suasana emosional pengasuhan, yang secara

positif memengaruhi pertumbuhan, perkembangan, rasa

kompetensi pribadi dan meningkatkan perilaku kesehatan dan

akibatnya sehat.

1.3.2. Fungsi Sosialisasi dan Status Sosial

Memfasilitasi sosialisasi primer anak yang bertujuan

(24)

status pada anggota keluarga. Status sosial atau pemberian status

adalah aspek lain dari fungsi sosialisasi. Leslie & Korman (1989)

anggota keluarga adalah fungsi universal dan lintas budaya yang

dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup masyarakat.

1.3.3. Fungsi Perawatan Kesehatan

Fungsi perawatan kesehatan keluarga bukan hanya fungsi

esensial dan dasar keluarga namun fungsi yang mengemban fokus

sentral dalam keluarga yang berfungsi dengan baik dan sehat.

1.3.4. Fungsi Reproduksi

Fungsi dasar keluarga adalah untuk menjamin kontinuitas

antar-generasi keluarga dan masyarakat yaitu menyediakan anggota

baru untuk masyarakat (Leslie & Korman, 1989).

1.3.5 Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan

sumber daya yang cukup, finansial, ruang, dan materi serta

alokasinya yang sesuai melalui proses pengambilan keputusan.

1.4 Peran Keluarga

Peran merupakan kumpulan dari perilaku yang relatif homogen

dibatasi secara normatif dan diharapkan dari seorang yang menempati

posisi sosial yang diberikan (Friedman, et al., 2013). Peran keluarga dapat

diklasifikasikan menjadi dua kategori (Friedman, et al., 2013), antara lain

(25)

1.4.1. Peran formal keluarga

Satir (1967 dalam Friedman, et al., 2013) peran formal

keluarga adalah peran eksplisit yang terkandung dalam struktur

peran keluarga (ayah-suami, dll).

1.4.2. Peran informal keluarga

Peran informal bersifat implisit, sering kali tidak tampak

pada permukaannya, dan diharapkan memenuhi kebutuhan

emosional keluarga dan/atau memelihara keseimbangan keluarga

(Satir, 1967 dalam Friedman, et al., 2013). Peran informal atau

tertutup lainnya yang dapat atau tidak dapat berperan pada

stabilitas keluarga-beberapa diantaranya bersifat adaptif dan

lainnya mengganggu kesejahteraan pokok keluarga (Benne, 1975;

Satir, 1972; Vogel & Belt, 1960 dalam Friedman, et al., 2013),

antara lain sebagai berikut:

a. Pendorong: mememuji, menyetujui, dan menerima kontribusi

orang lain.

b. Penyelaras: menengahi perbedaan yang ada diantara anggota

keluarga dengan melunakkan ketidaksepakatan.

c. Inisiator-kontributor: menyarankan ide atau perubahan cara

berkenaan dengan masalah atau tujuan kelompok pada

(26)

d. Negosiator: salah satu dari pihak yang berkonflik atau tidak

setuju, menyerahkan posisinya, mengakui kesalahan, atau

menawarkan melalui “jalan tengah”.

e. Penghalang: menolak tanpa dan di luar alasan.

f. Dominator: memperkuat superioritas dengan memanipulasi

kelompok anggota tertentu, menunjukkan kekuasaan dan

bertindak seakan-akan ia mengetahui segalanya.

g. Penyalah: penghambat, pencari kesalahan dan iktator.

h. Pengikut: menerima ide orang lain secara pasif sebagai

pendengar dalam diskusi dan keputusan kelompok.

i. Pencari pengakuan: mencoba dengan cara apapun yang mungkin

untuk mencari perhatian terhadap diri dan keinginan,

pencapaian, dan/atau masalahnya

j. Martir: tidak menginginkan apapun untuk dirinya tetapi

mengorbankan apapun untuk kebaikan anggota keluarga yang

lain.

k. Wajah tanpa ekspresi (Great Stone Face): orang yang

memainkan peran ini menggurui secara terus menerus dan

dengan tanpa menunjukkan emosi mengenai semua hal yang

“benar” untuk dilakukan,persis seperti sebuah komputer.

l. Sahabat: keluarga memperturutkan diri sendiri dan

memperbolehkan perilaku anggota keluarga atau dirinya tanpa

(27)

m. Kambing hitam keluarga: peran ini merupakan anggota yang

dikenal bermasalah dalam keluarga. Sebagai korban atau wadah

ketegangan dan kemarahan terbuka dan tertutup keluarga,

kambing hitam berfungsi sebagai katup pengaman.

n. Pendamai: pengambil hati, selalu mencoba menyenangkan,

berbicara atas nama kedua belah pihak.

o. Pionir keluarga: keluarga menuju teriotori yang tidak diketahui,

menuju ke pengalaman baru.

p. Distraktor: menunjukkan perilaku mencari perhatian ia

membantu keluarga menghindari atau mengabaikan masalah

yang menimbulkan penderitaan atau kesulitan.

q. Koordinator keluarga: mengatur dan merencanakan aktivitas

keluarga.

r. Perantara keluarga: penghubung.

s. Penonton: peran penonton serupa dengan “pengikut” kecuali dalam beberapa kasus lebih pasif.

Anggota keluarga belajar tentang peran informal mereka

melalui model peran, mengisi “kekosongan” saat mereka ada dalam

keluarga, penguat selektif yang didapatkan anak terhadap perilaku

yang ditunjukkannya dalam keluarga.

1.5 Peran Anggota Keluarga terhadap Lansia

Maryam (2008) menyatakan bahwa setiap anggota keluarga

(28)

terhadap lansia, adapun hal yang dapat dilakukan oleh anggota keluarga

dalam melaksanakan perannya terhadap lansia yaitu melakukan

pembicaraan terarah, mempertahankan kehangatan keluarga, membantu

melakukan persiapan makanan bagi lansia, membantu dalam hal

transportasi, membantu memenuhi sumber-sumber keuangan, memberi

kasih sayang, menghormati dan menghargai, bersikap sabar dan bijaksana

terhadap perilaku lansia, memberikan kasih sayang, menyediakan waktu,

serta perhatian, jangan menganggapnya sebagai beban, memberikan

kesempatan untuk tinggal bersama, mintalah nasihatnya dalam

peristiwa-peristiwa penting, mengajaknya dalam acara-acara keluarga, membantu

mencukupi kebutuhannya, memberi dorongan untuk tetap mengikuti

kegiatan-kegiatan di luar rumah termasuk pengembangan hobi, membantu

mengukur keuangan, mengupayakan sarana transportasi untuk kegiatan

mereka termasuk rekreasi, memeriksakan kesehatan secara teratur,

memberi dorongan untuk tetap hidup bersih dan sehat, mencegah

terjadinya kecelakaan, baik di dalam maupun diluar rumah, pemeliharaan

kesehatan usia lanjut adalah tanggung jawab bersama, memberi perhatian

yang baik terhadap orang tua yang sudah lanjut maka anak-anak kita kelak

(29)

2. Interaksi Sosial

2.1 Definisi Interaksi Sosial

Definisi interaksi sosial dalam Mubarak (2009) dengan berbagai

pendapat, antara lain interaksi sosial adalah hubungan-hubungan dinamis

yang menyangkut hubungan antara individu-individu, individu dan

kelompok, kelompok dan kelompok dalam bentuk kerja sama maupun

persaingan atau pertikaian (Sitorus, 1999).Interaksi sosial adalah hubungan

antar individu satu dengan individu lain, individu satu dapat

mempengaruhi yang lainnya, jadi terdapat hubungan saling timbal balik

(Walgito, 2001).Interaksi sosial adalah hubungan antar sesama manusia

dalam suatu lingkungan masyarakat yang menciptakan satu keterikatan

kepentingan yang menciptakan status sosial atau hubungan sosial dinamis

yang menyangkut hubungan orang-perorangan antar kelompok-kelompok

manusia maupun antara orang-perorangan dengan kelompok manusia.

2.2 Syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Mubarak (2009) menyatakan bahwa interaksi sosial tidak akan

mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu :

2.2.1. Kontak Sosial

Kata kontak berasal dari bahasa Latin con atau cum (yang

artinya bersama-sama) dan tango (yang artinya menyentuh).

Kontak artinya secara harafia adalah bersama-sama menyentuh

sedangkan secara fisik kontak akan terjadi apabila ada hubungan

(30)

dapat melakukan hubungan dengan pihak lain tanpa menyentuhnya,

misalnya dengan berbicara dengan pihak lain tersebut. Syani (2002

dalam Basrowi, 2005) berpendapat bahwa kontak sosial adalah

hubungan antara satu orang atau lebih melalui percakapan dengan

saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing dalam

kehidupan masyarakat, konflik sosial pihak dengan pihak lain.

Kontak tidak langsung adalah kontak sosial yang menggunakan alat

sebagai perantara, sedangkan kontak langsung adalah suatu kontak

sosial melalui suatu pertemuan dengan bertatapan muka dan

berdialog antara kedua belah pihak tersebut.

2.2.2. Komunikasi sosial

Basrowi (2005) berpendapat, komunikasi adalah suatu

proses saling memberikan tafsiran kepada atau dari perilaku pihak

lain. Soekanto (2002) berpendapat, komunikasi adalah bahwa

seseorang memberikan tafsiran pada perikelakuan orang lain (yang

berwujud apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut) orang

yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut.

2.3 Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

Mubarak (2009) mengelompokkan bentuk-bentuk interaksi sosial

dapat berupa :

2.3.1 Proses-proses yang asosiatif

Proses asosiatif merupakan proses interaksi sosial dimana

(31)

timbal balik dan menghasilkan pencapaian tujuan- tujuan bersama.

Proses asosiatif terbagi menjadi 3 bagian yaitu kerja sama,

akomodasi, dan asimilasi (Mubarak, 2009).

a. Kerja sama (cooperation)

Sunaryo (2004) berpendapat kerja sama adalah suatu

usaha bersama antarorang perorang atau kelompok manusia

untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Kerja sama

timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai

kepentingan-kepentingan yang sama dan pengetahuan yang

cukup dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi

kepentingan-kepentingan tersebut. Kerja sama dibedakan

menjadi kerja sama spontan (spontaneous cooperation) adalah

kerja sama yang serta-merta, kerja sama langsung (indirected

cooperation) merupakan hasil dari perintah atasan atau

penguasa, kerja sama kontak (contractual cooperation)

merupakan kerja sama atas dasar tertentu, dan kerja sama

tradisional (tradisional cooperation) bentuk kerja sama sebagai

bagian atau unsur dari sistem sosial. Bentuk kerja sama bila di

lihat dari pelaksanaan kerja sama dapat berupa kerukunan yang

mencakup gotong-royong dan tolong-menolong, pelaksanaan

perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-jasa

antara dua organisasi atau lebih (bergaining), kooptasi

(32)

dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu

organisasi, sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya

kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan,

koalisi (coalition) merupakan kombinasi antara dua organisasi

atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama dan

Joint-vennture merupakan kerja sama dalam pengusahaan

proyek-proyek tertentu.

b. Akomodasi (accomodation).

Akomodasi dipergunakan dalam dua arti, yaitu untuk

menunjuk suatu keadaan dan untuk menunjuk pada suatu proses.

Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan, berarti adanya

suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi dengan ada

kaitannya dalam norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang

berlaku di dalam masyarakat. Akomodasi yang menunjuk pada

suatu proses yaitu menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk

meredakan suatu pertentangan untuk mencapai kestabilan.

Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk

menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan

sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya. Tujuan

akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang

dihadapinya, yaitu mengurangi pertentangan sebagai akibat

perbedaan paham, mencegah meledaknya suatu pertentangan

(33)

antara kelompok-kelompok sosial yang hidupnya terpisah

sebagai akibat faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan,

mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial

yang terpisah.Bentuk-bentuk akomodasi, antara lain :

a. koersi (coercion): suatu bentuk akomodasi yang prosesnya

dilaksanakan oleh karena adanya paksaan. Pelaksanaannya

dapat dilakukan secara fisik (langsung), maupun psikologis

(tidak langsung).

b. Kompromi (compromise): suatu bentuk akomodasi dimana

pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya,

agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang

ada.

c. Arbitrasi (arbitration):cara untuk mencapai compromise

apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup

mencapainya sendiri.

d. Mediasi (mediation):hampir menyerupai arbitration,

diundanglah pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan

yang ada. Tugas pihak ketiga tersebut adalah mengusahakan

suatu penyelesaian secara damai. Kedudukan pihak ketiga

hanyalah sebagai penasihat belaka, dia tidak berwenang

untuk memberi keputusan-keputusan penyelesaian

(34)

e. Konsiliasi (conciliation): suatu usaha untuk mempertemukan

keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi

tercapainya suatu persetujuan bersama. Conciliation bersifat

lebih lunak daripadacoerciondan membuka kesempatan bagi

pihak-pihak yang bersangkutan untuk mengadakan asimilasi.

f. Toleransi (toleration), juga sering disebut sebagai

tolerant-participation: suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan

yang formal bentuknya. Kadang-kadang toleration timbul

secara tidak sadar dan tanpa direncanakan, ini disebabkan

karena adanya watak orang perorangan atau

kelompok-kelompok manusia untuk sedapat mungkin menghindarkan

diri dari suatu perselisihan.

g. Stalemate, merupakan suatu akomodasi, dimana pihak-pihak

yang bertentangan karena mempunyai kekuatan yang

seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan

pertentangannya. Hal ini disebabkan oleh karena kedua belah

pihak sudah tidak ada kemungkinan lagi baik untuk maju

maupun untuk mundur.

h. Adjudication: penyelesaian perkara atau sengketa di

pengadilan. Hasil-hasil proses akomodasi dapat diuraikan

dalam beberapa hal yaitu akomodasi dan integrasi

masyarakat, telah berbuat banyak untuk menghindari

(35)

melahirkan pertentangan baru, menekan oposisi (suatu

persaingan dilaksanakan demi keuntungan suatu kelompok

tertentu demi kerugian pihak lain), koordinasi berbagai

kepribadian yang berbeda, perubahan lembaga-lembaga

kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru atau

keadaan yang berubah, perubahan-perubahan dalam

kedudukan, akomodasi membuka jalan ke arah asimilasi.

c. Asimilasi (assimilation).

Asimilasi merupakan proses sosial dalam tingkat lanjut,

ditandai dengan adanya berbagai usaha mengurangi setiap

perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau

kelompok-kelompok manusia juga meliputi usaha-usaha untuk

mempertinggi kesatuan tindakan, sikap dan proses-proses mental

dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan serta

tujuan-tujuan bersama. Faktor-faktor yang dapat mempermudah

terjadinya suatu asimilasi adalah toleransi,

kesempatan-kesempatan yang seimbang dibidang ekonomi, sikap menghargai

orang asing dan kebudayaannya, sikap terbuka dari golongan

yang berkuasa dalam masyarakat, persamaan dalam unsur-unsur

kebudayaan, perkawinan campuran (amalgamation) dan adanya

musuh bersama di luar. Faktor-faktor umum yang dapat menjadi

pengahalang terjadinya asimilasi adalah terisolir kehidupan suatu

(36)

suatu kebudayaan yang dihadapi, perasaan bahwa suatu

kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi

daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya, perbedaan

warna kulit atau ciri-ciri fisik, perasaan yang kuat sekali bahwa

individu terikat pada kelompok atau kebudayaan kelompok

bersangkutan, golongan minoritas mengalami

gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa dan perbedaan

kepentingan yang kemudian ditambahkan dengan

pertentangan-pertentangan pribadi.

2.3.2 Proses- proses yang disosiatif

Mubarak (2009) menyatakan proses-proses disosiatif sering

disebut sebagaioppositional processes, persis halnya dengan kerja sama,

dapat ditemukan pada setiap masyarakat walaupun bentuk dan arahnya

ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat bersangkutan.

Proses-proses yang disosiatif dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu

sebagai berikut :

a. Persaingan (competition)

Persaingan merupakan suatu proses sosial yang ditandai

dengan adanya individu atau kelompok-kelompok manusia yang

bersaing, dengan cara menarik perhatian publik atau dengan

mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa mempergunakan

ancaman atau kekerasan. Ada beberapa bentuk persaingan, di

(37)

a. Persaingan ekonomi: timbul karena terbatasnya persediaan apabila

dibandingkan dengan jumlah konsumen.

b. Persaingan kebudayaan: menyangkut persaingan kebudayaan,

keagamaan, lembaga kemasyarakatan seperti pendidikan, dan

sebagainya.

c. Persaingan kedudukan dan peranan: di dalam diri seseorang

maupun di dalam kelompok terdapat keinginan-keingian untuk

diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai kedudukan

serta peranan yang terpandang.

d. Persaingan ras: perbedaan ras baik karena perbedaan warna kulit,

bentuk tubuh, maupun corak rambut dan sebagainya, hanya

merupakan suatu perlambang kesadaran dan sikap atas

perbedaan-perbedaan dalam kebudayaan.

Persaingan dalam batas-batas tertentu dapat mempunyai

beberapa fungsi yaitu menyalurkan keinginan-keinginan atau

kelompok yang bersifat kompetitif, sebagai jalan dimana keinginan,

kepentingan, serta nilai-nilai yang pada suatu masa menjadi pusat

perhatian, tersalurkan dengan baik oleh mereka yang bersaing, alat

untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan sosial, alat untuk

menyaring para warga golongan karya (fungsional) yang akhirnya

(38)

b. Kontravensi (contravention).

Kontravensi merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada

antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Bentuk-bentuk

kontravensi ada empat, yaitu:

a. bentuk umum: meliputi perbuatan-perbuatan, seperti penolakan,

keengganan, perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, protes,

gangguan-gangguan, perbuatan kekerasan, dan mengacaukan

rencana pihak lain.

b. Bentuk sederhana: seperti menyangkal pernyataan orang lain di

muka umum, memaki-maki melalui surat-surat selebaran,

mencerca, memfitnah, melemparkan beban pembuktian terhadap

pihak lain.

c. Bentuk intensif, mencakup penghasutan, menyebarkan desas-desus,

mengecewakan pihak-pihak lain, mengumumkan rahasia pihak

lain, perbuatan khianat.

d. Bentuk taksis, misalnya mengejutkan lawan, mengganggu atau

membingungkan pihak lain seperti kampanye partai-partai politik

dalam pemilihan umum.

c. Pertentangan atau pertikaian (conflict).

Pertentangan merupakan suatu bentuk proses sosial ditandai

dengan adanya individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi

tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan

(39)

adanya perbedaan kebudayaan, kepentingan, dan perubahan sosial.

Pertentangan mempunyai bentuk-bentuk khusus yaitu pertentangan

pribadi, pertentangan rasial (para pihak akan menyadari adanya

perbedaan-perbedaan antara mereka yang sering sekali menimbulkan

pertentangan), pertentangan antara kelas-kelas sosial, pertentangan

politik, pertentangan yang bersifat internasional.

2.4 Manfaat interaksi sosial pada lansia

Manfaat interaksi sosial pada lansia adalah mengantisipasi masalah

kesepian (Gunarsa, 2004), dan seseorang yang berpartisipasi secara aktif

dalam berinteraksi sosial dengan baik seperti kontak mata dan mempunyai

keterikatan emosional dengan teman dekat atau ikut serta dalam

memberikan respon terhadap suatu situasi yang santai akan mempunyai

fungsi kognitif yang baik. Sedangkan seseorang yang tidak mau

berinteraksi sosial dengan baik dan tidak mampu beradaptasi dengan

perubahan sosial akan menimbulkan reaksi stres dimulai dengan

meningkatnya produksi glukocorticoid dan ini berpengaruh terhadap

hipotalamus dan secara perlahan akan mempengaruhi fungsi kognitifnya

(Hesti et all, 2008).

3. Lansia

3.1 Definisi Lansia

Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya

(40)

memberikan pengaruh ke dalam seluruh aspek kehidupan termasuk

kesehatannya (UU Kesehatan No. 23 tahun 1992, pasal 19 ayat 1 dalam

Fatimah, 2010). Usia lanjut adalah mereka yang berusia 55 tahun ke atas

(UU RI No. 4 tahun 1965 dalam Fatimah, 2010).

3.2 Batasan Lansia

Penggolongan lansia menurut WHO dikutip dari Ratna Suhartini

dari UNAIR (2010) dalam Dwi &Fitrah (2010) mengelompokkan lansia

menjadi empat kelompok yaitu usia pertengahana (middle age) antara usia

45-59 tahun, lanjut usia (elderly) antara usia 60-74 tahun, lanjut usia tua

(old) antara usia 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun

3.3 Teori Proses Menua

3.3.1. Teori Sosiologis

a) Teori interaksi sosial.Teori menjelaskan hal yang menyebabkan

lansia bertindak pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar

hal-hal yang dihargai masyarakat. Kemampuan lansia untuk terus

menjalin interaksi sosial merupakan kunci untuk

mempertahankan status sosialnya atas dasar kemampuannya

untuk melakukan tukar menukar (Simmons, 1945 dalam

Maryam, 2008). Kekuasaan dan prestise lansia berkurang

sehingga menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang,

yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk

(41)

b) Teori penarikan diri.Teori ini menyatakan bahwa dengan

bertambah lanjutnya usia, apalagi ditambah dengan adanya

kemiskinan, lanjut usia secara berangsur-angsur mulai

melepaskan diri dari kehidupan sosialnya, keadaan ini

mengakibakan interaksi sosial lansia menurun, baik secara

kuantitas dan kualitas sehingga sering lanjut usia mengalami

kehilangan ganda (triple lose) yaitu kehilangan peran, hambatan

kontak sosial, dan berkurangnya komitmen (Nugroho, 2008).

c) Teori aktivitas atau kegiatan.Teori ini menyatakan bahwa lanjut

usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan banyak ikut-serta

dalam kegiatan. Lanjut usia akan meraskan kepuasan bila dapat

melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut

selama mungkin (Nugroho, 2008).

d) Teori kepribadian berlanjut.Teori ini menyatakan bahwa

perubahan yang terjadi pada lansia sangat dipengaruhi oleh

personalitas yang dimilikinya dan ada kesinambungan dalam

siklus kehidupan lansia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu

saat meruapakan gambarannya kelak pada saat ia lanjut usia.

3.3.2. Teori Psikologis

Teori ini dipengaruhi oleh biologis dan sosiologi, salah satu

teori yang ada yaitu teori perkembangan yang menyatakan bahwa

(42)

spesifik pada tiap tahap kehidupan yang akan memberikan perasaan

bahagia dan sukses (Hanghurst, 1972 dalam Mubarak dkk, 2006).

3.3.3. Teori Spiritual

Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada

pengertian hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi

individu tentang kehidupan yang pada akhirnya memberikan

kekuatan akan arti kehidupan sesorang, suatu hubungan aktif antara

seseorang dengan orang lain dalam menanamkan suatu keyakinan,

cinta kasih, dan harapan (Maryam, 2008).

3.4 Perubahan minat sosial lanjut usia

Hurlock (1980) menyatakan bahwa dalam bertambahnya usia

mengakibatkan banyak yang merasa menderita kerena jumlah kegiatan

sosial yang dilakukannya semakin berkurang, hal ini lazim diistilahkan

sebagai lepas dari kegiatan kemasyarakatan (social disengagement), yaitu

suatu proses pengunduran diri secara timbal balik pada masa usia lanjut

dari lingkungan.social disengagementpada usia lanjut sering diungkapkan

dalam bentuk penyusutan sumber-sumber yang bisa dimanfaatkan untuk

melakukan sumber yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan kontak sosial

dan menurunnya partisipasi sosial.

Jenis kegiatan sosial mulai diberhentikan oleh lanjut usia bisa

terjadi secara sukarela atau terpaksa. Pengunduran diri secara sukarela

terjadi karena kegiatannya sudah tidak cocok dengan kebutuhan lansia.

(43)

berkurang sampai minat sosial mereka dibatasi oleh kondisi keluarga yang

ada sekarang. Pengunduran diri secara terpaksa dilakukan apabila lansia

menginginkan dan memerlukan kontak semacam itu karena

kondisi-kondisi tertentu yang sedikit terkontrol atau bahkan tidak sama sekali,

misalnya banyak diantara mereka yang meninggal dunia, pindah jauh, atau

karena kondisi fisik dan ekonominya tidak memungkinkan untuk

melakukan sesuatu maka ini berarti bahwa lansia tidak dapat berhubungan

dengan teman sejawat seperti dulu yang pernah dilakukan. (Hurlock,

1980).

Sumber kontak sosial lansia yang dapat dimanfaatkan oleh orang

usia lanjut untuk melakukan kontak sosial di masa tuanya, yang secara

garis besar dibedakan menjadi persahabatan pribadi yang akrab dengan

para anggota dari kelompok jenis kelamin yang sama (pria dengan pria

atau wanita dengan wanita), kelompok persahabatan, kelompok atau

perkumpulan formal. Kontak semacam ini menjadi tidak sering dilakukan

karena timbulnya masalah yang berhubungan dengan transportasi dan

kesehatan.Usia lanjut yang semakin tua bahkan menyempitnya

sumber-sumber kontak sosial yang ada akan mengakibatkan ketergantungan lansia

dalam persahabatan pada anggota keluarga (Hurlock, 1980).

Pertambahan usia seseorang menyebabkan partisipasi sosial yang

semakin berkurang dan cakupannya juga menyempit. Penyebab partisipasi

lansia dalam kegiatan sosial menurun ada beberapa hal yang pertama

(44)

pada usia muda, hal ini sangat mempengaruhi partisipasinya pada usia

lanjut. Seseorang yang aktif pada masa dewasa dan masa dini akan aktif

pula pada masa usia setengah baya dan usia lanjut. Ketiga status sosial

ekonomi sangat memegang peranan penting dalam menentukan tingkat

partisipasi dalam organisasi sosial dan kemasyarakatan.Umumnya anggota

dari kelompok sosial yang lebih tinggi mendominasi kehidupan organisasi

masyarakat dan menunjang organisasi tersebut. Anggota dari kelompok

sosial ekonomi yang lebih rendah tidak menjadi anggota organisasi seperti

kelompok ekonomi tinggi pada masa muda, maka setelah tua akan

ragu-ragu untuk menjadi anggota organisasi sosial dan kurang aktif

berpartisipasi dalam kegiatan organisasi, dan memiliki teman yang lebih

sedikit di luar keluarga dibanding kelompok menengah dan atas (Hurlock

(45)

Kerangka konsep penelitian ini bertujuan mengidentifikasi peran

keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial lansia di Kelurahan

Padang Bulan Kecamatan Medan Baru.

Skema 1. Kerangka Konsep Penelitian Peran Keluarga dalam Pemenuhan Kebutuhan Interaksi Sosial Lansia di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru.

Peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial

Baik

Kurang

(46)
(47)

Desain penelitian yang digunakan merupakan penelitan deskriptif yaitu

metode penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi peran keluarga dalam

pemenuhan kebutuhan interaksi sosial pada lansia di Kelurahan Padang Bulan

Kecamatan Medan Baru.

2. Populasi, Sampel, dan Tekhik Sampling

2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006).

Populasi pada penelitian ini adalah lansia usia≥ 60 tahun. Jumlah populasi sebanyak 230 orang.

2.2 Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat,

2007).Penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan rumus slovin

(Noor, 2011) :

N = jumlah elemen/anggota populasi

n =jumlah elemen/anggota/anggota sampel

e =error level(tingkat kesalahan) umumnya

digunakan 1% atau 0,01, atau 5% atau

(48)

Penelitian ini dilakukan pada 64 orang lansia. Kriteria sampel

dalam penelitian ini adalah lansia ≥ 60 tahun yang tinggal bersama keluarga dan bersedia menjadi responden

2.3 Teknik sampling

Sampel yang di ambil dalam penelitian ini menggunakan teknik

pengambilan sampel dengan carapurposive sampling yaitu teknik

pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu

yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi

yang sudah diketahui sebelumnya (Notoadmojo, 2010).

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Padang Bulan.Penelitian peran

keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial pada lansia di Kelurahan

ini belum pernah dilakukan.Penelitian dilaksanakan pada 6 Mei sampai dengan

20 juni 2015.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah proposal disetujui oleh institusi

pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, izin dari kepala

Kelurahan Padang Bulan dan mendapat persetujuan untuk melakukan

penelitian.

Peneliti memperhatikan pertimbangan etika yang dinyatakan dalam

(hidayat, 2007) yaitu peneliti memberi kebebasan kepada responden untuk

menentukan apakah bersedia atau tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian

(49)

memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan, dan manfaat penelitian, dan bila

responden bersedia menjadi peserta penelitian maka responden diminta

menandatangani lembar persetujuan (informed consent), peneliti tidak

mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, tetapi akan

memberikan kode pada masin-masing lembar persetujuan tersebut (anonimity),

peneliti menjamin kerahasiaan informasi responden dan kelompok data tertentu

yang dilaporkan sebagai hasil penelitian (confidentiality), penelitiselalu

berupaya bahwa kegiatan yang diberikan kepada responden mengandung

prinsip kebaikan bagi responden guna mendapatkan suatu metode atau konsep

baru untuk kebaikan responden (beneficience) dan peneliti berusaha

semaksimal mungkin untuk tetap melaksanankan prinsip keadilan (justice).

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan oleh peneliti untuk pengumpulan data

berupa kuesioner oleh peneliti dengan berpedoman pada tinjauan pustaka.

Instrument penelitian terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertama kuesioner

data demografi responden meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, suku, dan

tinggal bersama.Bagian kedua kuesioner peran keluarga dalam pemenuhan

kebutuhan interaksi sosial pada lansia, kuesioner ini bertujuan untuk

mengidentifikasi peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial

lansia.Kuesioner ini menggunakan 12 pernyataan yang terdiri dari 8 pernyataan

positif dan 4 pernyataan negatif.Pernyataan positif jawaban selalu diberi skor 4,

(50)

1.Penyataan negatif jawaban selalu diberi skor 1, sering diberi skor 2,

kadang-kadang diberi skor 3, tidak pernah diberi skor 4.

Data mengenai peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi

sosial pada lansia dibagi berdasarkan 3 kategori kelas interval.Nilai terendah

yang mungkin tercapai adalah 12 dan nilai tertinggi adalah 48. Sudjana (2005)

menyatakan rumus statistika = rentang

banyak kelas, di mana p merupakan panjang kelas,

dengan rentang ( nilai tertinggi dikurang dengan nilai terendah) sebesar 36 dan

dibagi atas 3 kategori kelas, yaitu peran keluarga baik, cukup, kurang. Panjang

kelas (p) diperoleh sebesar 12, maka nilai terendah adalah 12 sebagai batas

bawah kelas pertama, jadi peran keluarga dikategorikan dalam kelas interval,

yaitu 36-48 = peran keluarga baik, 24-35 = peran keluarga cukup, 12-23=

peran keluarga kurang.

6. Validitas dan Reliabilitas

6.1 Validitas

Validitas adalah suatu pengukuran dan pengamatan yang

menunjukkan keandalan atau kesahihan suatu instrumen dalam

mengumpulkan data (Nursalam, 2003). Instrumen dikatakan valid, bila

mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data

dari variebel yang diteliti.

Instrumen penelitian berupa kuesioner yang digunakan dalam

penelitian ini telah divalidasi oleh dosen Fakultas Keperawatan yang

memiliki kesesuaian bidang dengan judul penelitian, dalam hal ini peneliti

(51)

Komunitas Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yaitu Ibu

Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS. Hasil uji validitas isi peran keluarga

adalah 100% valid dengan nilacontent validity indeks(CVI) adalah 1.

6.2 Reliabilitas

Uji reliabilitas instrument adalah uji yang dilakukan untuk

mengetahui konsistensi dari instrument sehingga dapat digunakan peneliti

selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama. Reliabilitas indeks yang

menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat

diandalkan. (Notoadmojo, 2010). Uji reliabilitas dilakukan kepada 20

orang lansia yang tinggal di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan

Baru yang memiliki kriteria sesuai dengan sampel. Instrumen yang diuji

yaitu instrumen peran keluarga (12 pernyataan).

Uji reliabilitas menggunakan formula Cronbach Alpha dalam

program stastistika penelitian. Hasil uji reliabilitas didapatkan nilai r hasil

kuesioner peran keluarga adalah 0,762. Hal ini reliable karena nilai

reliabilitasnya > 0,70 (Polit & Hungler, 1996).

7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti menerima surat izin

pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara dan kepala Kelurahan Padang Bulan Kecamatan

Medan Baru. Pada saat penelitian peneliti menjelaskan terlebih dahulu tujuan,

(52)

Pengambilan data yang dilakukan peneliti adalah dengan cara

mengunjungi ke rumah lansia yang di dapatkan dari kepala setiap lingkungan,

kemudianpenelitimembacakan kuesioner pada lansia dan memberi tanda ceklis

pada kuesioner. Data diolah atau dianalisa setelah semua terkumpul.

8. Analisa Data

Analisa data dilakukan saat semua data terkumpul melalui beberapa

tahapan, antara lain tahap pertama editing, yaitu mengecek nomor responden

dan kelengkapannya serta memastikan semua jawaban telah diisi sesuai

petunjuk. Tahap kedua coding, yaitu memberi kode atau angka tertentu pada

kuesioner untuk mempermudah waktu melakukan tabulasi dan analisa.Tahap

ketiga processing, yaitu memasukkan data dari kuesioner ke dalam program

komputer yaitu SPSS (Statistical Packkage for Social Science).Tahap keempat

cleaning, yaitu memastikan bahwa seluruh data yang telah dimasukkaan ke

dalam program komputer pengolah data sesudah sesuai dengan yang

sebenarnya.(Prasetyo & Lina, 2005).

Analisa data yang digunakan dalam penellitian ini adalah analisa

univariat yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian dan menghasilkan distribusi frekuensi

dan presentase (Notoadmojo, 2010). Analisa univariat dalam penelitian ini

(53)

Hasil penelitian ini diperoleh melalui pengumpulan data terhadap 64

responden yaitu lansia di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan baru dari

tanggal 6 Mei sampai dengan 20 Juni 2015. Penyajian data meliputi

karakteristik demografi dan deksriptif statistika dari peran keluarga dalam

pemenuhan kebutuhan interaksi sosial pada lansia di Kelurahan Padang Bulan

Kecamatan Medan Baru.

1.1. Karakteristik Demografi

Deskripsi karakteristik demografi pada tabel 2, yang terdiri dari

usia, jenis kelamin, agama, suku dan tinggal bersama. Data hasil penelitian

lansia yang tinggal di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru

ditemukan bahwa lansia berusia 60-74 sebanyak 31 orang (48,4%) dan

75-90 tahun sebanyak 31 orang(48,4%), serta mayoritas adalah perempuan

sebanyak 50 orang (78,1%). Pada umumnya lansia beragama Kristen

sebanyak 45 orang (70,3%) dan sebagian besar bersuku batak sebanyak 47

(54)

Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Demografi Lansia di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru (n=64)

Karakteristik Data Demografi Frekuensi Persentase(%)

Usia

1.2 Peran Keluarga dalam Pemenuhan Kebutuhan Interaksi Sosial Lansia di

Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran keluarga dalam

pemenuhan kebutuhan interaksi sosial lansia adalah mayoritas lansia

menyatakan peran keluarga baik. Hal ini dapat dilihat dari tabel 3 yang

menunjukkan bahwa dari 64 lansia mayoritas menunjukkan peran keluarga

baik sebanyak 47 orang (73,4%), peran keluarga cukup sebanyak 16 orang

(55)

Tabel 3.Distribusi Frekuensi dan Persentase Peran Keluarga dalam Pemenuhan Kebutuhan Interaksi Sosial pada Lansia di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru (n=64)

No Peran keluarga Frekuensi Persentase (%)

1.

Hasil penelitian peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi

sosial Lansia di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru

menunjukkan bahwa peran keluarga dalam kategori baik sebanyak 47 keluarga

(73,4%), peran keluarga dalam kategori cukup sebanyak 16 orang (25%), dan

peran keluarga dalam kategori kurang 1 orang (1,6%). Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa peran keluarga dalam pemenuhan interaksi sosial lansia

baik disebabkan oleh lansia tinggal bersama keluarga kandung ditemukan dari

data demografi bahwa 54 orang lansia (84,4%) tinggal bersama anak

kandungnya dan 10 orang lansia (15,6%) tinggal bersama cucu, hal ini sesuai

dengan pendapat Friedman et al., (2013) menyatakan bahwa keluarga yang

tinggal bersama lansia tetap mengingatkan fokus interaksi sosial pada lansia

seperti hubungan dengan pasangan, anak, cucu, dan saudara kandung menjadi

lebih penting bahkan keluarga merupakan sumber penting bantuan dan

interaksi sosial yang langsung. Maryam (2008) menyatakn bahwa keluarga

merupakan support system utama bagi lansia dalam mempertahankan

kesehatannya, peranan keluarga dalam perawatan lansia antara lain menjaga

(56)

mengantisipasi perubahan sosial serta ekonomi bagi lansia. Hal ini juga sejalan

dengan penelitian Yuningsih (2012) menunjukkan bahwa dari 76 keluarga

ditemukan keluarga selalu membantu lansia dalam berhubungan dengan lansia

lain (82,8%) dan membantu lansia dalam berhubungan dengan anak dan cucu

(73,7%).

Peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial pada lansia

baik tercermin dari pernyataan lansia bahwa keluarga selalu menghargai setiap

pendapat yang diberikan oleh lansia (70,3%) dan ketika ada perbedaan

pendapat antara lansia dan keluarga maka keluarga tidak pernah menciptakan

suasana yang bersifat memusuhi (79,7%) bahkan keluarga tidak pernah

menciptakan suasana yang bersifat bertentangan dengan lansia (90,6%). Hal ini

sejalan dengan Nugroho (2008) yang menyatakan bahwa pendekatan sosial

yang dilakukan dalam merawat lansia adalah mengajak lansia berdiskusi

bertukar pikiran, cerita dan memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada

lansia untuk mengadakan komunikasi dan Friedman et al., (2013) juga

menyatakan bahwa peran keluarga yang bersifat adaptif untuk menjaga

stabilitas keluarga yaitu dengan menerima kontribusi dalam bentuk apapun

yang mampu menarik orang lain dan membuat mereka merasa bahwa ide

mereka penting dan berharga untuk didengarkan. Hal ini sejalan dengan

penelitian Novalina (2012) yang menemukan bahwa keluarga menerima

perbedaan pendapat dengan lansia (48,6%) dan tidak menimbulkan

(57)

Peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial pada lansia

baik tercermin dari pernyataan bahwa keluarga selalu menoleransi setiap

tuntutan/keluhan-keluhan lansia (70,3%). Hal ini sejalan dengan hasil studi

Tachman yang dikutip dalam (Adi 1999) terhadap perawatan lansia

menunjukkan bahwa tempat yang baik bagi lansia adalah tempat tinggalnya

sendiri dengan anggota keluarga lainnya, perawatan yang dilakukan oleh anak

sendiri diduga lebih memberikan rasa nyaman dan aman karena mereka lebih

toleransi dibanding kerabat atau orang lain. Ini menunjukkan bahwa sistem

nilai kebudayaan yang menjunjung tinggi pengabdian terhadap orang tua masih

ada di masyarakat indonesia. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Silvia

(2010) menemukan bahwa keluarga mendengar keluhan-keluhan lansia dengan

penuh perhatian (78,9%).

Peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial pada lansia

baik tercermin dari pernyataan bahwa keluarga tidak pernah menyangkal lansia

seperti memarahi, memaki, memfitnah atau mencerca (68,8%) serta tidak

pernah menyebarkan berita yang tidak benar tentang lansia kepada orang lain

(100%), Hal ini sejalan dengan penelitian Rantepadang (2012) yang

menyatakan bahwa interaksi sosial dapat dipertahankan melalui sebuah

keharmonisan keluarga. Hal ini juga sejalan dengan kondisi pada lansia bahwa

pada proses menua dapat meningkatkan sensitivitas emosional seseorang,

sering merasa tidak berguna, sering marah, dan tidak sabaran, merasa

kehilangan peran dalam keluarga, mudah tersinggung, dan merasa tidak

(58)

Peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial lansia baik

tercermin dari bahwa keluarga selalu memandang kedudukan dan peranan

lansia (95,3%), Hal ini sejalan dengan Tamher & Noorkasiani (2009) yang

menyatakan bahwa kebiasaan sosial budaya masyarakat dunia timur sampai

sekarang masih menempatkan orang-orang usia lanjut pada tempat terhormat

dan penghargaan yang tinggi, dan dan keluarga selalu menjadikan lansia

sebagai pusat yang diperhatikan dalam keluarga (53%). Hal ini sejalan dengan

penelitian Fithriyani (2012) yang menemukan bahwa keluarga menunjukkan

penghargaan dan kepercayaan kepada lansia dengan memperhatikan

kemampuan lansia dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari (82,9%) dan

memberikan kepercayaan kepada lansia untuk melakukan pekerjaan sehari-hari

sesuai dengan kemampuan lansia (42,1%).

Hasil penelitian menemukan beberapa pernyataan lansia yang

menyatakan bahwa keluarga tidak pernah mendorong lansia untuk mengikuti

kegiatan yang ada dilingkungan (76,6%) dan tidak pernah mengajak lansia

dalam acara keluarga (60,9%) dan keluarga kadang-kadang melibatkan lansia

dalam penyelesaian masalah yang ada dalam keluarga (34,4%). Hal ini sejalan

dengan penelitian Rambe (2012) yang menyatakan bahwa dari 61 orang lansia

hanya 26 orang (42,62%) keluarga yang menfasilitasi lansia untuk mengikuti

(59)

Hasil penelitian yang diperoleh dari 64 orang lansia menyimpulkan

bahwa peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial lansia

dalam kategori peran keluarga baik sebanyak 47 keluarga (73,4%), kategori

peran keluarga cukup sebanyak 16 orang (25%) dan kategori peran keluarga

kurang 1 orang (1,6%).

2. Saran

1.1. Pendidikan Keperawatan

Bagi pendidikan keperawatan diharapkan untuk menggali lebih

dalam lagi pengetahuan tentang keperawatan komunitas mengenai peran

keluarga dalam pemenuhan kebutuhan interaksi sosial lansia sehingga

dapat dikembangkan dalam praktek belajar lapangan, sehingga peran

keluarga dalam perawatan lansia bisa lebih baik lagi.

1.2. Praktek Keperawatan

Bagi praktek keperawatan diharapkan agar dapat menggunakan

penelitian ini sebagai acuan bagi perawat komunitas dalam memberikan

pendidikan kesehatan mengenai peran keluarga dalam pemenuhan

kebutuhan interaksi sosial lansia meskipun dari hasil penelitian ditemukan

bahwa secara keseluruhan peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan

interaksi sosial dalam kategori baik, tetapi jika dilihat dari setiap item

Gambar

Tabel 1. Definisi Operasional
Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik DemografiLansia di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru(n=64)
Tabel 3.Distribusi Frekuensi dan Persentase Peran Keluarga dalam PemenuhanKebutuhan Interaksi Sosial pada Lansia di Kelurahan Padang BulanKecamatan Medan Baru (n=64)

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini, dilakukan pembuatan model layanan perpustakaan di bagian front office, penyusunan skenario dan analisa cost benefit terhadap skenario dengan

Iman kepada kitab-kitab Allah adalah percaya dengan sepenuh hati bahwa kitab-kitab Allah itu benar-benar firman Allah yang diturunkan kepada para Rasul yang dipilihNya.

Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang

4) Ketentuan-ketentuan selanjutnya yang berhubungan dengan ID Card dan akreditasi, termasuk spesifikasi, kategori, jumlah, hak yang tercantum, prosedur, tanggal dan

[r]

Nabi saw menjadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya: Rasulullah saw selama hidupnya selalu mengisi kegiatan sehari-hari dengan tugas ini, untuk menyelamatkan semua

[r]

President of ICSB Indonesia Co-Founder of World Marketing Community Founder & Patron of Asia Marketing