ANALISIS KERUSAKAN TANAMAN KOPI AKIBAT
SERANGAN HAMA Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera:
Scolytidae) PADA PERTANAMAN KOPI DI KABUPATEN
TAPANULI UTARA
SKRIPSI
OLEH : Darwin Silitonga
100301161
AGROEKOTEKNOLOGI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS KERUSAKAN TANAMAN KOPI AKIBAT
SERANGAN HAMA Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera:
Scolytidae) PADA PERTANAMAN KOPI DI KABUPATEN
TAPANULI UTARA
SKRIPSI
OLEH:
DARWIN SILITONGA 100301161
AGROEKOTEKNOLOGI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Menyelesaikan Studi di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS) (Ir. Fatimah Zahara
Ketua Anggota
)
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRACT
Darwin Silitonga "Analysis Coffee Plant Damage due to attacks by pests Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) On Coffee Planting in North Tapanuli "under the guidance of Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS. and Ir. Fatima Zahara. This study aimed to analyze the coffee crop damage caused by H. hampei Ferr. the land of coffee plantations in North Tapanuli. The research was conducted in four districts and each district there are two village in January-March 2015. This study used purposive sampling method (sampling intentionally) with a multiple linear regression analysis is regression between the intensity of the attacks on the percentage of yield loss, regression between the intensity of the attacks population density and population density regression between the percentage of yield loss. The results showed that the intensity of pests on the coffee fruit has a significant relationship to the percentage of yield loss and population density at the coffee fruit, population density has a significant relationship to the percentage of yield loss. The highest intensity of attacks there are in the village of Arita amounted to 33.854% and the lowest was in the village of cockfighting skelter at 6.046%. The highest percentage of yield loss found in coffee cherries red with the average in the amount of 10.792% and the lowest green coffee cherries with the average amounting to 6.04%. The highest population density is in the larval stage by the average number of population ranged from 11.2 to 2.1 and the lowest in the pupa stage with the average number of population ranged from 4.45 to 0.88.
ABSTRAK
Darwin Silitonga “Analisis Kerusakan Tanaman Kopi Akibat Serangan Hama Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera: Scolytidae
)
Pada Pertanaman Kopi di Kabupaten Tapanuli Utara” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS. dan Ir. Fatimah Zahara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kerusakan tanaman kopi yang disebabkan oleh H. hampei Ferr. pada lahan pertanaman kopi di Kabupaten Tapanuli Utara. Penelitian ini dilaksanakan di empat Kecamatan dan setiap Kecamatan terdapat dua Desa pada Januari – Maret 2015. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling (pengambilan sampel secara sengaja) dengan analisis regresi linier berganda yaitu regresi antara intensitas serangan dengan persentase kehilangan hasil, regresi antara intensitas serangan dengan kepadatan populasi dan regresi antara kepadatan populasi dengan persentase kehilangan hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas serangan hama pada buah kopi memiliki hubungan yang signifikan terhadap persentase kehilangan hasil dan kepadatan populasi pada buah kopi, kepadatan populasi memiliki hubungan yang signifikan terhadap persentase kehilangan hasil. Intensitas serangan tertinggi terdapat di Desa Aritonang sebesar 33,854% dan yang terendah terdapat di Desa Parik Sabungan sebesar 6,046%. Persentase kehilangan hasil tertinggi terdapat pada buah kopi warna merah dengan rataan yaitu sebesar 10,792% dan terendah terdapat buah kopi warna hijau dengan rataan yaitu sebesar 6,04%. Kepadatan populasi tertinggi adalah pada stadia larva dengan rata-rata jumlah populasi berkisar antara 11,2 – 2,1 dan terendah terdapat pada stadia pupa dengan rata-rata jumlah populasi berkisar antara 4,45 – 0,88.DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DARWIN SILITONGA, lahir di Sipahutar, 20 Mei 1992, anak dari Bapak E. Silitonga dan Ibu H. Simatupang yang merupakan anak pertama dari
empat bersaudara.
Pendidikan Formal yang pernah ditempuh.
- Tahun 2004 lulus dari Sekolah Dasar Swasta Santa Lucia di Siborongborong.
- Tahun 2007 lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 di Sipahutar.
- Tahun 2010 lulus dari Sekolah Menengah Atas Swasta Bintang Timur 1 di
Balige.
- Tahun 2010 lulus di Proram Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
melalui jalur SNMPTN.
Pengalaman Kegiatan Akademis:
- Anggota Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (IMAPTAN) tahun
2013-2014.
- Anggota Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK) tahun
2010-2014.
- Pengurus di Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Unit
Pelayanan Fakultas Pertanian tahun 2014.
- Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN IV Unit
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat kasih karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik dan tepat pada waktunya.
Skripsi ini berjudul “Analisis Kerusakan Tanaman Kopi Akibat
Serangan Hama Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) Pada Pertanaman Kopi di Kabupaten Tapanuli Utara” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi di Program Studi Agroekoteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua
orangtua penulis Ayahanda E. Silitonga dan Ibunda H. Simatupang yang telah
membesarkan, mendidik dan mendukung penulis dengan penuh kasih sayang.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, M.S. selaku Ketua dan Ir. Fatimah Zahara selaku
Anggota yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Kepada adik-adik saya Monalisa Silitonga, Gratia
Silitonga dan Vincent Silitonga yang telah banyak mendukung penulis dalam
mengerjakan studi. Kepada teman–teman Stambuk 2010 dan teman-teman di
Kepengurusan UKM KMK UP FP yang telah banyak mendukung penulis
menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, September 2015
DAFTAR ISI Serangga Hypothenemus hampeii Ferr. ... 5
Biologi H. hampeii Ferrr. ... 6
Pelaksanaan Penelitian ... 17
Pelaksanaan Lapangan ... 17
Pemilihan Lokasi Kebun ... 17
Penentuan Titik dan Pengambilan Sampel ... 18
Pelaksanaan Laboratorium ... 18
Identifikasi Hama ... 18
Perhitungan Persentase Kehilangan Hasil ... 18
Perhitungan Populasi hama ... 18
Intensitas serangan H. hampei pada pohon yang diamati .. 19
Persentase Kehilangan Hasil ... 19
Kepadatan Popualsi ... 20
Analisis Data (Regresi Linear Berganda) ... 20
HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Intensitas Serangan hama PBKo H. hampeii di Kabupaten Tapanuli Utara ... 22
Persentase KehilanganHasil di Kabupaten Tapanuli Utara ... 24
Persentase Kepadatan Populasi di Kabupaten Tapanuli Utara ... 27
Analisis Data (Regresi Linear Berganda) ... 30
Pengaruh Intensitas Serangan terhadap Persentase Kehilangan Hasil 30 Pengaruh Intensitas Serangan terhadap Kepadatan Populasi ... 33
Pengaruh Kepadatan Populasi terhadap Persentase kehilangan Hasil 36 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 41
Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Rataan Persentase Intensitas Serangan Hama PBKo di Kabupaten
Tapanuli Utara ... 22
2. Rataan Persentase Kehilangan Hasil di Kabupaten Tapanuli Utara ... 24
3. Persentase Kepadatan Populasi di Kabupaten Tapanuli Utara ... 27
4. Pengaruh Intensitas Serangan terhadap Persentase kehilangan Hasil ... 30
5. Pengaruh Intensitas Serangan terhadap Kepadatan Populasi ... 33
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Hama PBKo di Dalam Buah Kopi ... 5
2. Telur Hypothenemus hampeii Ferr... 7
3. Larva Hypothenemus hampeii Ferr. ... 8
4. Pupa Hypothenemus hampeii Ferr. ... 8
5. Imago Hypothenemus hampeii Ferr. ... 9
6. Siklus Hidup Hypothenemus hampeii Ferr. ... 10
7. Histogram Gabungan Intensitas Serangan di Kabupaten Tapanuli Utara ... 23
8. Histogram Gabungan Persentase Kehilangan Hasil di Kabupaten Tapanuli Utara... 26
9. Histogram Rataan Kepadatan Populasi Hama PBKo di Kabupaten Tapanuli Utara... 29
10.Hubungan Intensitas Serangan dengan Kehilangan Hasil pada buah berwarna merah ... 31
11.Hubungan intensitas serangan dengan kehilangan hasil pada buah berwarna kuning ... 32
12.Hubungan intenistas serangan dengan kehilangan hasil pada buah warna hijau ... 32
13.Hubungan intensitas serangan dengan kepadatan populasi hama pada buah berwarna merah ... 34
pada buah berwarna kuning ... 35
15.Hubungan intensitas serangan dengan kepadatan populasi hama
pada buah berwarna hijau ... 36
16. Hubungan kepadatan populasi hama dengan kehilangan hasil pada buah
berwarna merah ... 37
17. Hubungan kepadatan populasi hama dengan kehilangan hasil pada buah
berwarna kuning ... 38
18. Hubungan kepadatan populasi hama dengan kehilangan hasil pada buah
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Halaman
1. Rataan Persentase Intensitas Serangan ... 45
2. Rataan Persentase Intensitas Serangan Hama PBKo di Kabupaten
Tapanuli Utara... 45
3. Rataan persentase peringkat intensitas serangan hama PBKo menurut
jumlah buah per ranting di Kabupaten Tapanuli Utara ... 45
4. Rataan perbandingan intensitas serangan hama PBKo menurut total
titik sampel tertinggi di Kabupaten Tapanuli Utara ... 46
5. Rataan perbandingan intensitas serangan hama PBKo menurut total
sampel tertinggi di Kabupaten Tapanuli Utara. ... 46
6. Rataan Persentase Kehilangan Hasil ... 47
7. Rataan persentase kehilangan hasil menurut warna buah di Kabupaten
Tapanuli Utara (Merah) ... 47
8. Rataan persentase kehilangan hasil menurut warna buah di Kabupaten
Tapanuli Utara (Kuning) ... 47
9. Rataan persentase kehilangan hasil menurut warna buah di Kabupaten
Tapanuli Utara (Hijau) ... 48
10.Rataan Kepadatan Populasi Hama PBKo ... 48
11.Rataan kepadatan populasi hama PBKo menurut warna buah di
Kabupaten Tapanuli Utara (Merah) ... 48
12.Rataan kepadatan populasi hama PBKo menurut warna buah
13. Rataan kepadatan populasi hama PBKo menurut warna buah
di Kabupaten Tapanuli Utara (Merah) ... 49
14.Analisis Data Regresi Linear Berganda ... 50
15.Analisis data hubungan Intensitas Serangan terhadap Persentase
Kehilangan Hasil ... 50
16.Analisis data hubungan Intensitas Serangan terhadap Persentase
Kehilangan Hasil pada buah warna Merah ... 50
17.Analisis data hubungan intensitas serangan terhadap persentase
kehilangan hasil pada buah warna Kuning ... 51
18.Analisis data hubungan intensitas serangan terhadap persentase
kehilangan hasil pada buah warna Hijau ... 53
19.Analisis data hubungan intensitas serangan terhadap kepadatan
populasi ... 54
20.Analisis data hubungan intensitas serangan terhadap kepadatan
populasi buah warna merah ... 54
21.Analisis data hubungan intensitas serangan terhadap kepadatan
populasi buah warna kuning ... 56
22.Analisis data hubungan intensitas serangan terhadap kepadatan
populasi buah warna hijau ... 57
23.Data hubungan kepadatan populasi terhadap persentase kehilangan
Hasil ... 59
kehilangan hasil (merah) ... 59
25.Data hubungan kepadatan populasi (kuning) terhadap persentase kehilangan hasil (kuning) ... 60
26.Data hubungan kepadatan populasi (hijau) terhadap persentase kehilangan hasil (hijau) ... 62
27.Lampiran Gambar ... 64
28.Survei Lokasi ... 64
29.Pengambilan Data ... 65
30.Menghitung dan Menganalisis Data ... 66
31.Gambar Hama ... 67
ABSTRACT
Darwin Silitonga "Analysis Coffee Plant Damage due to attacks by pests Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) On Coffee Planting in North Tapanuli "under the guidance of Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS. and Ir. Fatima Zahara. This study aimed to analyze the coffee crop damage caused by H. hampei Ferr. the land of coffee plantations in North Tapanuli. The research was conducted in four districts and each district there are two village in January-March 2015. This study used purposive sampling method (sampling intentionally) with a multiple linear regression analysis is regression between the intensity of the attacks on the percentage of yield loss, regression between the intensity of the attacks population density and population density regression between the percentage of yield loss. The results showed that the intensity of pests on the coffee fruit has a significant relationship to the percentage of yield loss and population density at the coffee fruit, population density has a significant relationship to the percentage of yield loss. The highest intensity of attacks there are in the village of Arita amounted to 33.854% and the lowest was in the village of cockfighting skelter at 6.046%. The highest percentage of yield loss found in coffee cherries red with the average in the amount of 10.792% and the lowest green coffee cherries with the average amounting to 6.04%. The highest population density is in the larval stage by the average number of population ranged from 11.2 to 2.1 and the lowest in the pupa stage with the average number of population ranged from 4.45 to 0.88.
ABSTRAK
Darwin Silitonga “Analisis Kerusakan Tanaman Kopi Akibat Serangan Hama Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera: Scolytidae
)
Pada Pertanaman Kopi di Kabupaten Tapanuli Utara” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS. dan Ir. Fatimah Zahara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kerusakan tanaman kopi yang disebabkan oleh H. hampei Ferr. pada lahan pertanaman kopi di Kabupaten Tapanuli Utara. Penelitian ini dilaksanakan di empat Kecamatan dan setiap Kecamatan terdapat dua Desa pada Januari – Maret 2015. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling (pengambilan sampel secara sengaja) dengan analisis regresi linier berganda yaitu regresi antara intensitas serangan dengan persentase kehilangan hasil, regresi antara intensitas serangan dengan kepadatan populasi dan regresi antara kepadatan populasi dengan persentase kehilangan hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas serangan hama pada buah kopi memiliki hubungan yang signifikan terhadap persentase kehilangan hasil dan kepadatan populasi pada buah kopi, kepadatan populasi memiliki hubungan yang signifikan terhadap persentase kehilangan hasil. Intensitas serangan tertinggi terdapat di Desa Aritonang sebesar 33,854% dan yang terendah terdapat di Desa Parik Sabungan sebesar 6,046%. Persentase kehilangan hasil tertinggi terdapat pada buah kopi warna merah dengan rataan yaitu sebesar 10,792% dan terendah terdapat buah kopi warna hijau dengan rataan yaitu sebesar 6,04%. Kepadatan populasi tertinggi adalah pada stadia larva dengan rata-rata jumlah populasi berkisar antara 11,2 – 2,1 dan terendah terdapat pada stadia pupa dengan rata-rata jumlah populasi berkisar antara 4,45 – 0,88.PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kopi (Coffea spp.) merupakan komoditas ekspor unggulan yang
dikembangkan di Indonesia karena mempunyai nilai ekonomi yang relatif tinggi
di pasaran dunia. Permintaan kopi Indonesia dari waktu ke waktu terus
meningkat seperti kopi Robusta mempunyai keunggulan bentuk yang cukup kuat
serta kopi Arabika mempunyai karakteristik cita rasa (acidity, aroma, flavour)
yang unik dan ekselen (Laila et al, 2011).
Sebagai negara penghasil kopi terbesar ketiga di dunia setelah Brasil dan
Vietnam, Indonesia mampu memproduksi sedikitnya 748.000 ton, jumlah ini
mencapai 6,6 % dari produksi kopi dunia pada tahun 2012. Dari jumlah tersebut,
produksi kopi robusta mencapai lebih dari 601.000 ton dan produksi kopi arabika
mencapai lebih dari 147 .000 ton. Luas lahan perkebunan kopi di Indonesia
mencapai 1,3 juta hektar (ha) dengan luas lahan perkebunan kopi robusta
mencapai 1 juta ha dan luas lahan perkebunan kopi arabika mencapai 0,30 ha. Hal
tersebut disampaikan Menteri Perindustrian Mohamad S Hidayat ketika membuka
Seminar dan Pameran Kopi Nusantara 2013 di Plasa Pameran Industri,
Kementerian Perindustrian, Jakarta.
Di Indonesia kopi merupakan salah satu komiditas ekspor yang
mempunyai arti yang cukup penting. Selain sebagai komoditas ekspor, kopi juga
merupakan komoditas yang dikonsumsi di dalam negeri. Menurut survei yang
pernah dilakukan Departemen Pertanian, rata-rata penduduk Indonesia
mengkonsumsi kopi sebanyak 0,5 kg/orang/tahun (Najiyati dan Danarti, 2001).
diperkirakan setiap tahun diperlukan stok kopi sebanyak 85.000 ton kopi untuk
keperluan konsumsi dalam negeri.
Dalam hal perkopian di Indonesia, kopi rakyat memegang peranan yang
penting, mengingat sebagian besar (93 %) produksi kopi merupakan kopi rakyat.
Namun demikian kondisi pengelolaan usaha tani pada kopi rakyat relatif masih
kurang baik dibanding kondisi perkebunan besar Negara (PBN). Ada dua
permasalahan utama yang diidentifikasi pada perkebunan kopi rakyat, yaitu
rendahnya produktivitas dan mutu hasil yang kurang memenuhi syarat untuk
diekspor (Laila et al, 2011).
Indonesia sebagai salah satu negara produsen utama kopi menghadapi
ujian berat, karena selain kondisi tanaman yang sudah tua dan mutu produksi yang
rendah, kemerosotan harga kopi yang menyebabkan kebun makin tidak terpelihara
dan produktivitas makin rendah. Kondisi perkopian di berbagai daerah yang
dilaporkan media massa cukup memprihatinkan. Sebagian petani menebang dan
membongkar kebun kopinya untuk diganti dengan tanaman lain dan kebanyakan
kebun kopi dibiarkan terlantar. Petani kopi terpaksa mencari pekerjaan lain untuk
menghidupi keluargannya. Akibatnya produksi kopi Indonesia terus menurun dan
daya saingnya makin lemah (Najiyati dan Danarti, 1999).
Rendahnya produktivitas kopi di antaranya disebabkan adanya serangan
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Beberapa jenis OPT yang menyerang
tanaman kopi di Sulawesi Selatan adalah hama penggerek buah kopi
(Hypothenemus hampei Ferr.), penggerek batang, (Zeuzera sp.,), Penggerek
cabang (Xylosandrus spp.), kutu hijau (Cocus viridis), kutu putih (Ferrisia
dan busuk buah kopi serta terakhir yang disebabkan oleh nematoda (Laila et al,
2011).
Tanaman kopi adalah salah satu contoh tanaman keras yang cukup populer
ditanam di beberapa tempat di seluruh daerah di Indonesia. Salah satu daerah
yang merupakan penghasil kopi yang ada di Indonesia adalah Propinsi Sumatera
Utara, khususnya Kabupaten Tapanuli Utara. Potensi produksi tanaman kopi di
Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu produksi kopi terbaik di Propinsi
Sumatera Utara. Namun, meskipun demikian ada beberapa masalah yang sering
muncul ketika dilakukan budidaya tanaman kopi, yaitu adanya serangan hama dan
penyakit, hama yang mengganggu produksi tanaman kopi yaitu, Penggerek Buah
Kopi (Hypothenemus hampei). Serangga ini dapat menyerang buah kopi yang
masih muda ataupun yang sudah tua, sehingga dapat berpengaruh pada turunnya
kualitas dan kuantitas pada produksi tanaman kopi.
Kerusakan yang diakibatkan oleh hama ini berpengaruh langsung sehingga
menyebabkan penurunan produksi dan kualitas hasil biji kopi pasar. Pada tingkat
serangan di lapangan sekitar 20%, penurunan produksi diperkirakan mencapai
sekitar 10%, kondisi ini belum termasuk penurunan kualitas karena banyaknya
biji berlubang akibat serangan PBKo. Kerugian yang timbul akibat serangan hama
PBKo menjadi semakin signifikan karena di samping secara langsung
menurunkan produksi fisik juga menurunkan mutu yang berakibat penurunan
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kerusakan tanaman
kopi yang disebabkan oleh H. hampei Ferr. pada lahan pertanaman kopi di
Kabupaten Tapanuli Utara.
Hipotesis
• Ada perbedaan intensitas serangan pada masing-masing daerah
pengamatan/pengambilan sampel.
• Ada perbedaan persentase kehilangan hasil pada masing-masing
umur/warna buah kopi.
• Ada perbedaan kepadatan populasi hama pada setiap stadia hama dan
masing-masing umur/warna buah kopi.
Manfaat Penelitian
Sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi di Program
Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
TINJAUAN PUSTAKA
Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae).
Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga
hama utama pada tanaman kopi yang menyebabkan kerugian secara nyata
terhadap produksi kopi di Indonesia (Gambar 1).
Gambar 1 : H. hampei Ferr.
Biologi dasar dan ekologi PBKo telah ekstensif ditinjau. Kumbang betina
(Panjang 1,4 – 1,6 mm) menyerang buah kopi yang berumur sekitar delapan
minggu setelah berbunga sampai dengan waktu panen ( > 32 minggu). Hama ini
membuat lubang/menggerek buah pada bagian dalam endosperm buah kopi,
menyebabkan dua jenis kerusakan, yaitu jatuhnya buah muda lebih awal, dan
kerugian kualitatif dan kuantitatif dalam kopi dimana buah kopi secara
berkelompok. Dinamika populasi, dan pola infestasi oleh PBKo yang erat
kaitannya dengan faktor iklim seperti curah hujan dan kelembaban relatif, serta
fisiologi tanaman kopi. Isi bahan kering dari buah kopi adalah faktor yang paling
penting menentukan serangan oleh PBKo dan kecepatan penetrasi ke dalam buah
Biologi Hypothenemus hampei Ferr.
Hama ini dikenal sebagai hama Bubuk Buah Kopi (BBK) terrmasuk
kedalam famili Scolytdae, ordo Coleoptera. Hama ini hanya menyerang dan
berkembangbiak pada berbagai jenis kopi. Serangga masuk dari ujung buah baik
biji yang masih di pohon maupun yang telah jatuh ke tanah. Pengendalian harus
dilakukan bila intensitas serangan >10% (Prastowo et al, 2010).
Serangga hama PBKo mengalami 4 tahap perkembangan, yaitu telur, ulat
(larva), kepompong (pupa) dan dewasa (imago) yang memerlukan waktu selama
25 – 35 hari. Saat ini pengendalian hama PBKo yang telah diterapkan oleh
pekebun, yaitu dengan cara sanitasi (petik bubuk, rampasan, lelesan), penggunaan
agens hayati dengan jamur Beauveria bassiana dan menggunakan pestisida nabati.
Cara pengendalian dengan sanitasi terutama dilakukan di perkebunan besar karena
cara tersebut memerlukan disiplin tinggi dan serentak. Penerapan pada
perkebunan rakyat menuntut kedisplinan yang tinggi dan hanya bisa dilakukan
pada pertanaman kopi yang masa panennya pendek. Pertanaman kopi dengan
masa panen pendek umumnya hanya terjadi di areal pertanaman kopi yang
memiliki tipe iklim kering tegas, seperti di Jawa Timur, Bali, NTB, NTT dan
Sulawesi Selatan. Untuk areal yang terletak di daerah dengan iklim basah
umumnya sulit dilakukan cara pengendalian sanitasi, karena tanaman kopi
berbuah sepanjang tahun sehingga panen hampir terus-menerus sepanjang tahun
(Wiryadiputra, 2006)
PBKo perkembangannya dengan metamorfosa sempurna dengan tahapan
telur, larva, pupa dan imago atau serangga dewasa. Kumbang betina lebih besar
mm, sedangkan panjang kumbang jantan 1,2 mm dan lebar 0,6 – 0,7 mm.
Kumbang betina yang akan bertelur membuat lubang gerekan dengan diameter
lebih kurang 1 mm pada buah kopi dan biasanya pada bagian ujung. Kemudian
kumbang tersebut bertelur pada lubang yang dibuatnya. Telur menetas 5 – 9 hari.
Stadium larva 10 – 26 hari dan stadium pupa 4 – 9 hari. Pada ketinggian 500 m
dpl, serangga membutuhkan waktu 25 hari untuk perkembangannya. Pada
ketinggian 1.200 m dpl, untuk perkembangan serangga diperlukan waktu 33 hari.
Lama hidup serangga betina rata-rata 156 hari, sedangkan serangga jantan
maksimal 103 hari (PCW, 2002 & Susniahti et al, 2005).
Telur berbentuk lonjong, kristal dan kekuningan agak tua. panjangnya
bervariasi mulai dari 0.52-0.69 mm. Seekor betina dewasa dapat menghasilkan
telur sebanyak 37 butir. Stadia telur selama 5-9 hari (Gambar 2).
Telur H. hampei
Gambar 2 : Telur H. hampei Ferr.
Telur diletakkan di dalam biji kopi, menetas dan berkembang di dalamnya
sampai buah kopi matang, baik yang masih di pohon maupun yang gugur di tanah.
Serangga betina dewasa yang siap bertelur, aktif pada sore hari antara pukul
16.00-18.00 dan dapat terbang sejauh 350 m. Serangga jantan tinggal dalam biji
Larva berwarna putih kekuningan, tanpa kaki, dengan tubuh berbentuk huruf C dan lebih lebar di dada (Gambar 3).
Larva H. hampei
Gambar 3 : Larva H. hampei Ferr.
Kepala coklat muda, dengan terlihat dan rahang ke depan meluas. Rambut
terlihat tersebar di kepala dan tubuh. Panjang larva pada instar terakhir adalah
1,88-2,30 mm, dengan stadia larva selama 10-21 hari (Barrera, 2008).
Pupa. Ketika larva mengalami fase istirahat (pre pupa) selama 2 hari sebelum berpupa. Pra-pupa mirip dengan larva, tapi warnanya putih susu,
tubuhnya kurang melengkung, dan belum dapat makan (Gambar 4).
Pupa H. hampei
Gambar 4 : Pupa H. hampei Ferr.
Pupa berwarna putih susu dan kekuningan. Banyak karakteristik serangga
1,84-2,00 mm. Stadia pupa berlangsung selama 4-6 hari tetapi ada kalanya sampai
8 hari (Najiyati dan Danarti, 1999).
Imago, menurut Barrera bentuk serangga dewasa memanjang dengan tubuh silinder sedikit melengkung ke arah akhir perut, ukuranya kurang lebih
1,50-1,78 mm dan lebar nya 0,6-0,7 mm. tubuhnya berwarna cerah hitam,
meskipun berwarna kekuningan ketika muncul dari pupa. Serangga dewasa betina
dapat hidup selama 156-282 hari, sedangkan serangga jantan selama 103 hari.
Serangga betina selanjutnya membuat lubang pada ujung buah (discus) untuk
meletakkan telurnya di dalam biji kopi (Gambar 5).
Gambar 5 : Imago H. hampei Ferr.
Kepala coklat muda, dengan terlihat dan rahang maju – memanjang. Bulu
yang terlihat tersebar di seluruh kepala dan tubuh. Kumbang betina berukuran dua
kali lebih besar dari ukuran jantan. Kumbang betina mudah dibedakan dari jantan
karena ukurannya lebih besar. Serangga dewasa mencari perlindungan di dalam
buah hitam, yang sudah kering. Serangga dewasa betina muncul secara besar
besaran dari buah kopi tua pada waktu curah hujan yang pertama, dan mulai
menyerang buah kopi mulai dari awal panen (Vega, 2008).
Kumbang betina menggerek ke dalam biji kopi dan bertelur sekitar 30-50
di dalam biji. Setelah dewasa kumbang keluar dari kepompong. Kumbang jantan
dan betina kawin di dalam buah kopi, kemudian sebangian kumbang betina
terbang ke buah lain untuk masuk, lalu bertelur lagi (Gambar 6). Kumbang jantan
tidak bisa terbang sehingga menetap di dalam buah tempat lahirnya sepanjang
hidupnya (Hindayana et al, 2002).
Larva Pupa
Telur Imago
Gambar 6 : H. hampei Ferr.
Gejala Serangan
Hama PBKo umumnya menyerang buah kopi yang bijinya (endosperm) telah mengeras, namun pada buah yang bijinya belum mengeraspun yang telah
berdiameter lebih dari 5 mm juga kadang-kadang diserang. Buah-buah yang
bijinya masih lunak umunya tidak digunakan sebagai tempat berkembang biak,
tetapi hanya digerek untuk mendapatkan makanan sementara dan selanjutnya
ditinggalkan lagi. Kerusakan yang ditimbulkan pada serangan demikian kadang
justru lebih berat, karena buah menjadi tidak berkembang, berubah warna menjadi
kuning kemerahan, dan akhirnya gugur. Serangan pada buah yang bijinya telah
mengeras akan berakibat penurunan jumlah dan mutu hasil (Wiryadiputra, 1994
Gejala serangan hama PBKo dapat terjadi pada buah kopi yang masih
muda maupun yang sudah tua (masak), buah gugur mencapai 7-14% atau
perkembangan buah menjadi tidak normal dan busuk (Ernawati et al, 2008).
Kopi yang terserang kelihatan ada satu atau dua lobang, tang terdapat
dekat dasar buah. Pada biji kopi yang masih hijau terdapat bubuk-bubuk yang
berwarna coklat dan hiatam. Sedang pada biji kopi yang telah masak terdapat
larva-larva yang berwarna putih yang jumlahnya mencapai 20 ekor (AAK, 1991).
PBKo menyerang buah berwarna hijau, buah matang dan kering atau buah
yang biasanya terdapat lubang pada bagian apikalnya. Lubang terletak di pusat
atau pusat lingkaran buah dan daya gerekan dapat diamati melalui lubang ini.
Serangan hama ini mengurangi hasil hasil dan mempengaruhi mutu biji. Semua
varietas kopi komersial dan spesies tanaman kopi diserang oleh serangga ini
(Barrera, 2012).
Kerusakan yang disebabkan oleh PBKo adalah buah yang belum matang
dan buah kopi yang sudah matang, tidak menyebabkan kerusakan pada daun,
cabang atau batang. Hama PBKo betina yang sudah dewasa masuk ke dalam
endosperm biji kopi. Serangan hama PBKo ini menyebabkan tiga jenis kerugian
ekonomi yaitu : (i) memakan isi endosperm kopi dan menyebabkan penurunan
hasil dan kualitas produk akhir; (ii) karena kerusakan buah yang sudah matang,
sehingga buah menjadi rentan terhadap infeksi (penyakit) dan serangan hama
lainnya; dan (iii) ketika buah matang yang tersedia tidak mencukupi, yaitu pada
awal musim atau pada saat pemanenan dilakukan, buah yang masih hijau pun
akan diserang, kumbang betina sering membuat buah yang sudah matang jatuh ke
Pengendalian
Sebuah strategi manajemen hama terpadu digunakan terhadap penggerek
buah kopi. Taktik utama adalah budidaya yang baik, pengendalian hayati,
penggunaan perangkap dengan berumpan atraktan, dan kontrol kimia dengan
insektisida sintetis (Barrera, 2012).
Komponen teknologi yang berkaitan dengan budi daya tanaman sehat
telah diterapkan oleh petani. Komponen teknologi tersebut meliputi: (a)
pembuatan rorak agar lingkungan kebun makin terjaga; (b) pembangunan saluran
pengairan, terutama pada kebun yang lokasinya berdekatan dengan sumber air,
sehingga pada musim kemarau tanaman terhindar dari kekeringan; (c)
pendangiran sesuai dengan kondisi tanaman; (d) penggunaan pupuk organik
seperti kotoran kambing dan pupuk bokasi sebagai sumber hara sekaligus untuk
memperbaiki tekstur dan struktur tanah; dan (e) pemetikan (panen) sesuai anjuran,
yaitu petik lesehan, petik merah/tua, dan petik racutan (Agustian, 2008).
Pelestarian musuh alami pada tanaman kopi telah dilakukan untuk
mengendalikan populasi hama dan penyakit di kebun. Dalam pengendalian hama
dan penyakit, petani menggunakan cara melalui pengamatan ekosistem dan
membuat kondisi lingkungan agar tidak sesuai bagi perkembangbiakan hama dan
penyakit, misalnya dengan membersihkan areal pertanaman kopi dari gulma yang
mengganggu, memetik buah secara teratur. Pengendalian hama penyakit lebih
mengutamakan cara mekanik, biologi, dan penggunaan pestisida nabati. Apabila
populasi hama tetap tinggi, petani dapat menggunakan pestisida kimiawi sesuai
Cephalonomia stephanoderis Betrem (Hymenoptera , Bethylidae) adalah
parasitoid Afrika yang telah diperkenalkan di beberapa Negara Amerika dan
negara-negara Karibia selama 20 tahun terakhir untuk mengontrol biologis H.
hampei, C. stephanoderis adalah ectoparasitoid soliter yang menyerang telur,
larva, dan pupa H. hampei. Parasitoid betina masuk ke dalam buah yang
terinfestasi oleh PBKo masuk lubang dan jika ada cukup inang, parasitoid ini akan
menetapkan di dalam secara permanen, parasitoid betina dapat hidup pada semua
tahap pengembangan penggerek kopi dari mulai kepompong sampai setelah
dikembangkan telur matang menjadi menetas kembali . Setelah terjadinya periode
oviposisi. Serangga betina yang sudah dewasa tetap berada dalam buah sampai
selesai siklus perkembangan keturunan. Serangga betina C. Stephanoderis yang
masih muda langsung pergi setelah kawin dan mencari inang baru untuk
mengulangi siklus. Dibutuhkan 16-20 hari di 27° C selama parasitoid masih
mengembangkan dari telur hingga dewasa. Parasitoid betina hidup lebih lama
dibandingkan jantan, dan oviposit rata-rata 66 telur seumur hidup 80 hari
(Gomez et al, 2012).
Bioekologi
H. hampei betina menelur 2 hari setelah kolonisasi. Periode perkembangan
berlangsung 30, 42, dan 49 hari pada suhu masing masing 26, 23.4, dan 28.oC.
Rasio jenis kelamin (atau proporsi jantan dan betina) ditemukan13 betina dan
satu jantan. Dilaporkan bahwa rata-rata 10 betina banding 1 jantan. Jantan tidak
mampu untuk terbang dan tetap dalam buah kopi sepanjang hidupnya. Namun,
betina bukanlah partenogenesis dan memerlukan pembuahan untuk menghasilkan
Sesuai penelitian tentang proyek dampak potensi pemanasan global
dengan ambang batas bawah dan ambang batas atas untuk perkembangan hama
PBKo yang telah dilakukan, suhunya diperkirakan mencapai 14,9 dan 32 oC.
Penelitian juga berfokus pada bagaimana menggunakan warna untuk mengurangi
tingginya intensitas serangan penggerek buah kopi sebagai akibat dari suhu
musiman yang lebih tinggi diprediksi di daerah produksi kopi (Vega et al, 2009).
Ketinggian tempat akan berpengaruh terhadap perkembangan hama PBKo.
Pada ketinggian antara 400–1.000 m dpl dapat terserang berat sedangkan pada
ketinggian 1.500 m dpl tidak mengalami serangan yang berarti (Riyatno, 1990).
Ternyata serangan hama PBKo ini juga cukup tinggi hingga pada daerah dengan
ketinggian 1.300 m dpl. Berarti serangan hama PBKo cukup tinggi pada daerah
dengan ketinggian <1.500 m dpl sedangkan pada daerah dengan ketinggian
>1.500 serangan PBKo rendah, meskipun secara statistik tidak ada pengaruh
ketinggian tempat terhadap serangan hama PBKo (Syahnen et al, 2010).
Secara umum, buah diisi oleh suatu serangga betina. Jika polong kopi
berair, serangga cenderung untuk meninggalkan dan biji biasanya membusuk.
Tetapi jika konsistensi biji adalah cukup keras, serangga betina menggerek sebuah
lubang di mana ia meletakkan telur. Telur diletakkan satu persatu, membentuk
kelompok kecil dalam biji kopi. Serangga betina meletakkan dari satu sampai tiga
butir per hari selama pertama 15-20 hari, setelah itu peletakan telur berkurang
secara bertahap. Serangga betina generassi kedua dan larva membuat gerekaan di
dalam biji, di mana mereka juga makan,. Sebagai keturunan dewasa pertama
muncul, populasi dalam sebuah biji biasanya terdiri dari 25-30 ekor di semua
Setelah panen kopi, penggerek tersebut terus menggerek kopi di gudang di lokasi
dengan curah hujan yang rendah, di mana ada jelas periode antara panen, serangga
dewasa mencari perlindungan dalam buah hitam, buah kering (Barrera, 2012).
Preferensi
Mengenai preferensi warna, studi laboratorium telah menggunakan warna
hijau, kuning, merah, dan kopi hitam serta kopi yang diberi perlakuan yang
terbuat dari bola polystyrene untuk menetukan yang satu lebih disukai oleh
serangga. Hasil menunjukkan preferensi untuk kopi merah dan hitam, baik dalam
buah nyata dan produksi kopi di lapangan, di mana serangga mulai menyerang
buah kopi hijau dan faktor yang menentukan bagi tingkat keberhasilan dalam
menggerek adalah kandungan bahan kering, yang harus lebih dari 20%. Dari hasil
di laboratorium menunjukkan preferensi untuk kopi yang berwarna merah atau
hitam, sehingga tidak mungkin untuk memiliki produksi yang signifikan di
lapangan, karena pada saat kopi mencapai warna merah atau hitam, kopi telah
diserang oleh serangga. Dalam penggunaan perangkap, menunjukkan bahwa
perangkap berwarna merah menghasilkan penangkapan serangga yang lebih tinggi
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan
Maret. Penelitian ini dilakukan di empat Kecamatan dan dalam satu kecamatan
terdiri dari dua desa yaitu sebagai berikut :
1. Kecamatan Muara
- Desa Huta Ginjang (ketinggian 1.570 mdpl)
- Desa Aritonang (ketinggian 988 mdpl)
2. Kecamatan Pangaribuan
- Desa Lumban Sormin (ketinggian 1.215 mdpl)
- Desa Sibingke (ketinggian 1.164 mdpl)
3. Kecamatan Siborongborong
- Desa Pasar Siborongborong (ketinggian 1.256 mdpl)
- Desa Parik Sabungan (ketinggian 1.435 mdpl)
4. Kecamatan Sipahutar
- Desa Aek Nauli IV (ketinggian 1.203 mdpl)
- Desa Siabal Abal V (ketinggian 1.170 mdpl)
Pengamatan dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan
Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Peratanian, Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan tanaman kopi Arabica (Coffea arabica),
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah pisau scalpel, kaca
pembesar, mikroskop, cawan petridish, kalkulator, kamera digital, timbangan
analitik, alat tulis dan buku data.
Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan objek yang diteliti sedangkan sampel adalah
sebagian kecil dari populasi, merupakan objek yang akan diteliti sudah di sortir
berdasarkan kualitasnya. Populasi dari penelitian ini adalah kebun kopi yang
dibagi dalam empat Kecamatan dan sampel penelitian ini adalah 10% dari
keseluruhan populasi tanaman kopi pada setiap kebun yang diambil pada lima
titik.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
purposive sampling (pengambilan sampel secara sengaja) di empat Kecamatan
yang memiliki areal pertanaman kopi yang sudah dapat dipanen buahnya. Setiap
Kecamatan diambil dua desa untuk lokasi pengamatan dengan masing-masing
sebanyak lima titik pengambilan sampel.
Pelaksanaan Penelitian 1. Pelaksanaan di Lapangan Pemilihan Lokasi Kebun
Pemilihan lokasi kebun pada masing-masing desa dilakukan untuk
menentukan kebun yang akan dilakukan sebagai tempat diambilnya sampel yang
akan diteliti. Kebun yang menjadi sumber untuk mendapatkan sampel berada di
Kecamatan Muara, Kecamatan Pangaribuan, Kecamatan Siborong-borong,
Penentuan Titik dan Pengambilan Sampel
Areal kebun pertanaman Kopi dibagi atas 5 (lima) petak pengambilan
sampel berdasarkan arah mata angin :Utara (T1), Selatan (T3), Timur (T2), Barat
(T4) dan Tengah (T5). Masing-masing titik terdiri dari beberapa pohon dengan
jumlah sampel sebanyak 10% dari jumlah populasi kebun kopi yang terbagi atas 5
titik. Pengambilan data dilakukan dengan mengambil sampel yang diperlukan
sesuai kriteria kualitas dan jumlah yang telah ditentukan.
2. Pelaksanaan di Laboratorium Identifikasi Hama
Sampel yang telah dikumpulkan dari 5 titik dibawa ke Laboratorium Hama
diidentifikasi dengan cara menetapkan serangga yang diamati dengan
menggunakan alat bantu identifikasi yaitu loupe dan mikroskop.
Perhitungan Persentase Kehilangan Hasil
Buah kopi yang telah dibawa ke laboratorium dilakuakan penghitungan
persentase kehilangan hasil dengan cara menimbang berat utuh buah kopi yang
terserang, kemudian menimbang kembali buah setelah hama yang berada di dalam
buah dikeluarkan.
Perhitungan Populasi Hama.
Sampel yang telah dikumpulkan dari lapangan dan telah diamati, di teliti
serta dilakukan penghitungan terhadap keberadaan H. hampei yang ada di dalam
3. Peubah Amatan
a. Intensitas serangan Hypothenemus hampei pada pohon yang diamati. Intensitas serangan Hypothenemus hampei dihitung dengan cara:
- Ditetapkan pohon sampel pada masing-masing titik pengambilan sampel
pada areal pertanaman kopi.
- Dipilih 4 cabang pada setiap pohon dengan posisi cabang berada di bagian
tengah pohon.
- Diamati intensitas serangan pada buah kopi pada setiap sampel.
- Dihitung intensitas serangan H .hampei tanaman kopi yang diamati, dengan
menggunakan rumus:
I = A
B x 100%
Keterangan :
I = Intensitas Serangan (%)
A = Jumlah buah kopi yang terserang
B = Jumlah keseluruhan buah kopi (Swibawa dan Hamim, 2011).
b. Persentase Kehilangan Hasil
Pengambilan data dilakukan dengan mengambil dan menimbang kopi yang
terserang pada masing-masing titik pengambilan sampel, kemudian
menimbang kembali buah kopi setelah hama yang berada di dalam biji kopi
dikeluarkan dari biji kopi. Di setiap kebun terdiri dari 50 buah kopi berwarna
merah, 50 buah kopi berwarna kuning, dan 50 buah kopi berwarna hijau yang
yang terbagi dalam 5 titik pengamatan sampel. Ditimbang buah kopi tersebut
P=A-B
A x 100% Keterangan :
P = Persentase kehilangan berat (%)
A = Berat buah sehat (g)
B = Berat buah terserang (g) (Swibawa dan Hamim, 2011).
*Masing-masing jumlah buah, ukuran, dan warnanya harus sama
c. Kepadatan Populasi
- Rata-rata kepadatan populasi pada buah berwarna hijau
- Rata-rata kepadatan populasi pada buah berwarna kuning
- Rata-rata kepadatan populasi pada buah berwarna merah
Menentukan kepadatan populasi dilakukan dengan cara menghitung buah
kopi yang sudah terserang H. hampei atau 50 buah / masing-masing
warna buah yang ada pada 5 titik pengambilan sampel. Hal serupa
dilakukan pada empat kebun penelitian lainnya.
d. Analisis Data
Pemeriksaan regresi antara variabel x dan variabel y yang digunakan
koefisien regresi linier sederhana sebagai berikut :
Y = a + bX
Keterangan :
Y = Variabel tidak bebas
X = Variabel bebas
a = Konstanta
Analisis regresi digunakan untuk menguji apakah regresi tersebut signifikan
atau tidak, maka dilakukan statistik untuk signifikan = 0,05 (tingkat kepercayaan
95%). Adapun Analisis regresi yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Regresi Antara Intensitas Serangan dengan Persentase Kehilangan Hasil
Untuk menganalisi regresi antara intensitas serangan dengan
persentase kehilangan hasil ditentukan 2 variabel yaitu intensitas serangan
sebagai variabel bebass (x) dan persentase kehilangan hasil sebagai variabel
tidak bebas (y).
2. Regresi Antara Intensitas Serangan dengan Kepadatan Populasi
Untuk menganalisis regresi antara intensitas serangan dengan
kepadatan populasi ditentukan 2 variabel yaitu intensitas serangan sebagai
variabel bebas (xl) dan persentase kehilangan hasil sebagai variabel tidak
bebas (y).
3. Regresi Kepadatan Populasi dengan Persentase Kehilangan Hasil
Untuk menganalisis regresi antara kepadatan populasi dengan
persentase kehilangan hasil ditentukan 2 variabel yaitu kepadatan populasi
terjadi sebagai variabel bebas (xl) dan persentase kepadatan populasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase Intensitas Serangan Hama PBKo Hypothenemus hampeii di Kabupaten Tapanuli Utara
Rataan Persentase Intensitas Serangan di Kabupaten Tapanuli Utara sangat
beragam. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 1.
Tabel 1. Rataan persentase intensitas serangan hama PBKo di Kabupaten Tapanuli Utara
Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa rataan intensitas serangan (I) di
Kabupaten Tapanuli Utara bervariasi, dimana rataan intensitas serangan hama
PBKo di Kabupaten simalungun berkisar antara 6,046% - 33,854% Dari tabel
diatas dapat dilihat bahwa keberagaman intensitas serangan sangat tinggi hingga
mencapai selisih 40%. Hal ini disebabkan oleh daerah pengambilan sampel yang
beragam dan luas sehingga menyebabkan keberagaman intensitas serangan
semakin tinggi.
intensitas serangan tertinggi terdapat di desa Aritonang Kecamatan
Muara dengan intensitas Serangan Sebesar 33,854%. Sedangkan intensitas
serangan terendah terdapat di desa Parik Sabungan Kecamatan Siborongborong
yaitu Histogram Rataan Gabungan Intensitas Serangan di Kabupaten Tapanuli
Utara.
Gambar 7 : Histogram Rataan Gabungan Intensitas Serangan di Kabupaten Tapanuli Utara
Berdasarkan gambar yang ditampilkan dapat terlihat jelas bahwa
intensitas serangan sangat signifikan pada desa Aritonang, sedangkan untuk desa
lainnya tidak terlalu signifikan, karena tidak ada perbedaan tingkat intensitas
serangan yang tinggi pada desa lainnya. Hal ini dapat disebabkan karena adanya
pengaruh ketinggian tempat dalam pengambilan sampel, dimana ketinggian
tempat pada desa Aritonang mencapai 988 mdpl sedangakan desa lainnya berkisar
antara 1000-1500 mdpl. Hal ini sesuai dengan Syahnen et al (2010) Serangan
hama PBKo cukup tinggi pada daerah dengan ketinggian <1.500 m dpl sedangkan
pada daerah dengan ketinggian >1.500 serangan PBKo rendah, meskipun secara
statistik tidak ada pengaruh ketinggian tempat terhadap serangan hama PBKo
Faktor lain yang menyebabkan tinggi rendahnya intensitas intensitas
serangan PBKo adalah suhu dan ketinggian tempat. Semakin tinggi suhu suatu
daerah, maka semakin baik daya berkembang dari Hama PBKo. Sedangkan
semakin rendah suhu, maka semakin rendah daya berkembang dari Hama. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Rojas et al (1999) yang menyatakan bahwa. Periode
perkembangan PBKo berlangsung 30, 42, dan 49 hari pada suhu masing masing
26, 23.4, dan 28.oC.
Persentase Kehilangan Hasil di Kabupaten Tapanuli Utara
Persentase kehilangan hasil tertinggi terdapat pada buah berwarna merah
dan semakin rendah pada buah berwarna kuning dan hijau. Persentasi kehilangan
hasil tertinggi terdapat pada buah yang berwarna merah dengan rataan sebesar
10,792 % dan yang terendah berturut-turut pada buah berwarna kuning dan hijau
dengan rataan masing-masing sebesar 7,83% dan 6,04%. Hal ini dapat dilihat
pada (tabel 2)
Tabel 2. Rataan Persentase Kehilangan Hasil di Kabupaten Tapanuli Utara
No. Desa Kecamatan
Rataan persentase
kehilangan hasil Total Merah Kuning Hijau
1 Huta Ginjang Muara 5,912 5,132 3,846 14,89
2 Aritonang Muara 11,644 9,196 7,278 28,118
3 Lumban Sormin Pangaribuan 10,28 7,948 5,85 24,078 4 Sibingke Pangaribuan 11,124 7,68 6,942 25,746 5 Pasar Siborongborong Siborongborong 12,05 7,478 6,512 26,04 6 Parik Sabungan Siborongborong 11,176 7,85 5,696 24,722 7 Aek Nauli IV Sipahutar 11,398 8,656 4,824 24,878 8 Siabal Abal V Sipahutar 12,752 8,7 7,372 28,824
Total 86,336 62,64 48,32 197,296
Rata-rata 10,792 7,83 6,04 8,2207
Persentase kehilangan hasil tersebut disebabkan sebagian besar serangga
PBKo meletakkan telurnya sejak buah masih berwarna hijau (muda) bersamaan
dengan berkembangnya PBKo hingga buah kopi berwarna merah. Namun
sebagian kecil, terdapat juga serangga yang mulai menggerek buah kopi pada saat
(2009), mengenai preferensi warna, studi laboratorium telah dilakukan dengan
menggunakan buah kopi berwarna hijau, kuning, merah, dan hitam. Hasil
menunjukkan bahwa preferensi lebig tinggi pada buah kopi berwarna merah dan
hitam. Di lapangan, ketika serangga mulai menggerek buah kopi berwarna hijau
merupakan satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan hama dalam
menggerek namun kandungan bahan kering harus lebih dari 20 %. Dari hasil di
laboratorium menunjukkan bahwa preferensi sangat tinggi untuk kopi yang
berwarna merah atau hitam, sehingga tidak mungkin untuk memiliki produksi
yang signifikan di lapangan, karena pada saat kopi mencapai warna tersebut, kopi
telah diserang oleh serangga.
Persentase kehilangan hasil menurut warna buah juga bervariasi. Pada
buah berwarna merah, persentase kehilangan hasil tertinggi terdapat pada desa
Siabal Abal V Kecamatan Sipahutar sebesar 12,725% dan yang terendah pada
desa Huta Ginjang Kecamatan Muara sebesar 5,912%. Pada buah berwarna
kuning, persentase kehilangan hasil tertinggi terdapat pada desa Aritonang
Kecamatan Muara sebesar 9,196% dan yang terendah pada desa Huta Ginjang
Kecamatan Muara sebesar 5,132%. Sedangkan pada buah yang berwarna hijau,
persentase kehilangan hasil tertinggi yaitu sebesar 7,372% yaitu pada Desa Siabal
Abal V Kecamatan Sipahutar terendah sebesar sebesar 3,846% yaitu pada Desa
Huta Ginjang Kecamatan Muara. Berdasarkan data, dapat dilihat bahwa Desa
Aritonang Kecamatan Muara dan Desa Siabal Abal V Kecamatan Sipahutar
memiliki persentase kehilangan hasil tertinggi pada semua warna buah sedangkan
persentase kehilangan hasil terendah terdapat pada Desa Huta Ginjang Kecamatan
Gambar 8 : Histogram gabungan persentase kehilangan hasil di Kabupaten Tapanuli Utara
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa rataan persentase
kehilangan hasil di Kabupaten Tapanuli Utara belum termasuk dalam serangan
berat. Hal ini dikarenakan berdasarkan data, rataan persentase kehilangan hasil
masih dibawah 20%. Apabila serangan dapat mencapai angka tersebut merupakan
serangan yang sudah sangat berat yang dapat menurunkan produksi kopi secara
keseluruhan. Arief et al (2011) menyatakan bahwa, serangan PBKo dapat
menurunkan mutu kopi dan penurunan produksi hingga 20 – 30% bahkan tidak
jarang petani yang gagal panen. Maka dibutuhkan pengendalian untuk daerah
yang telah terserang hama dan kehilangan hasil mencapai >10% yaitu pada Desa
Aritonang, Desa Lumban Sormin, Desa Sibingke, Desa Pasar Siborongborong,
Desa Parik Sabungan, Desa Aek Nauli IV, Desa Siabal Abal V. Hal ini sesuai
dengan Literatur Prastowo et al (2010) yang menyatakan Pengendalian harus
dilakukan bila intensitas serangan >10%.
Persentase Kepadatan Populasi di Kabupaten Tapanuli Utara
Persentase kepadatan populasi di Kabupaten Tapanuli Utara menunjukkan
bahwa kepadatan populasi di Kabupaten Tapanuli Utara sangat beragam. Hal ini
ditunjukkan dengan jumlah populasi hama yang terdapat pada masing-masing
desa yaitu antara 2,28 – 62,28. Data ini menunjukkan bahwa selisih perbedaan
jumlah populasi yang sangat tinggi yaitu sekitar 60 sehingga semakin tinggi juga
jumlah populasi rata-rata. Hal ini dapat dilihat pada (tabel 3).
Tabel 3. Persentase Kepadatan Populasi di Kabupaten Tapanuli Utara
No. Desa Kecamatan
Siborongborong Siborongborong 10,44 6,04 2,28 18,76 6 Parik Sabungan Siborongborong 9,4 5,92 3,56 18,88 7 Aek Nauli IV Sipahutar 46,44 41,32 5,84 93,6 8 Siabal Abal V Sipahutar 62,28 48,28 5,72 116,28
Total 261,2 191,04 57,12 509,36
Rata-rata 32,65 23,88 7,14 21,22333
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah kepadatan
populasi hama di Kabupaten Tapanuli Utara sangat beragam. Hal ini dapat
disebabkan oleh jumlah hama yang berkembang biak pada masing- masing buah
dapat berbeda-beda. Selain itu, stadia serangga juga berpengaruh terhadap jumlah
hama yang terdapat pada masing-masing buah kopi.
Faktor stadia serangga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan
jumlah populasi hama berbeda-beda. Pada buah berwarna merah, stadia larva
menjadi yang paling tinggi yaitu sekitar 11,2 dan yang terendah pada stadia pupa
menjadi stadia dengan jumlah populasi tertinggi yaitu 9,11 dan yang terendah
terdapat pada stadia pupa dengan jumlah sekitar 3,44 (lampiran 3.2). Sedangkan
pada buah yang berwarna hijau, stadia telur memiliki jumlah populasi yang lebih
besar, yaitu 2,96 dan yang terendah pada stadia 0,88 (lampiran 3.3). Pada fase
buah merah, jumlah larva sangat tinggi karena pada saat tersebut, populasi hama
sudah benar-benar banyak dan menggerek buah dalah jumlah yang tinggi. Jumlah
stadia selanjutnya diikuti oleh fase telur, imago dan pupa. Begitu juga dengan
buah yang berwarna kuning, dimana stadia larva menjadi yang tertinggi, namun
mengalami penurunan jumlah apabila dibandingkan stadia larva pada buah
berwarna merah. Data selanjutnya diikuti oleh stadia telur, imago dan pupa.
Sedangkan pada buah berwarna hiaju, stadia telur menjadi yang tertinggi,
kemudian diikuti oleh stadia larva, imago dan pupa. Pada buah berwarna hijau,
jumlah telur lebih banyak. Hal ini disebabkan karena pada saat buah masih hijau,
hama masih memulai untuk menggerek dengan meletakkan telur pada buah kopi
yang selanjutnya akan berkembang menjadi imago baru di dalam buah. Kemudian
buah kopi yang telah digerek menjadi buah kopi yang berwarna kuning, kemudian
berkembang lagi menjadi buah berwarna merah. Sehingga pada buah berwarna
kuning dan merah berturut-turut, diketahui bahwa fase telur bukan menjadi stadia
serangga dengan populasi terbanyak, tetapi stadia larva. Hal ini sesuai dengan
literatur Vega et al (2009) yang menyatakan bahwa mengenai preferensi warna,
studi laboratorium telah dilakukan dengan menggunakan buah kopi berwarna
hijau, kuning, merah, dan hitam. Hasil menunjukkan bahwa preferensi lebig tinggi
pada buah kopi berwarna merah. Di lapangan, ketika serangga mulai menggerek
keberhasilan hama dalam menggerek namun kandungan bahan kering harus lebih
dari 20 %. Sehingga tidak mungkin untuk memiliki produksi yang signifikan di
lapangan, karena pada saat kopi mencapai warna tersebut, kopi telah diserang oleh
serangga.
Dari hasil penelitian dapat juga dilihat bahwa terdapat perbedaan jumlah
populasi hama pada masing masing stadia serangga. Jumlah populasi tertinggi
terdapat pada stadia larva dengan rata-rata jumlah populasi berkisar antara 11,2 –
2,1 , sedangkan jumlah populasi terendah terdapat pada stadia pupa dengan
rata-rata jumlah populasi berkisar antara 4,45 – 0,88. Hal ini dapat dilihat pada
(gambar 9).
Gambar 9 : Histogram rataan kepadatan populasi hama PBKo di Kabupaten Tapanuli Utara.
Persentasi kepadatan populasi ini dapat terjadi dikarenakan pada buah
yang terserang, kumbang sudah lama berkembang biak dalam buah kopi sehingga
telur yang sudah diletakkan sebelumnya sudah berkembang menjadi larva,
selanjutnya kumbang tetap meletakkan telurnya selama masih ada makanan yang
cukup bagi perkembangan serangga.Hal ini sesuai dengen Literatur Vega et al
(2009) yang menyebutkan bahwa serangga mulai menusuk buah kopi hijau dan
faktor yang menentukan bagi tingkat keberhasilan dalam menggerek adalah
kandungan bahan kering, yang harus lebih dari 20 %. Kepadatan populasi pupa
dalam buah kopi tergolong rendah dikarenakan belum banyak serangga yang
sudah mencapai fase pupa, selain itu disebabkan pupa sudah berganti stadia
menjadi imago-imago baru.
Analisis Data (Regresi Linear)
Pengaruh Intensitas Serangan (IS) terhadap Persentase Kehilangan Hasil (PKH)
Hasil Pendugaan model pengaruh intensitas serangan (IS) terhadap
persentase kehilangan hasil (PKH). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa R2
pada masing-masing warna buah cukup rendah, yaitu 12,1%, 37,2% dan 31,1%.
Hal ini dapat dilihat pada (tabel 4).
Tabel 4. Pengaruh intensitas serangan terhadap persentase kehilangan hasil No. Intensitas Serangan (IS) R Square (R2) Uji F Uji t
1. PKH Merah .121 .398 +
2. PKH Kuning .372 .108 +
3. PKH Hijau .365 .113 +
Tabel di atas dapat menjelaskan bahwa R2 variabel PKH secara
bersama-sama mampu menerangkan variasi variable IS 12,1%, 37,2% dan 31,1% dan
sisanya berturut-turut sebesar 87,9%, 62,8% dan 68,9%. Disamping itu juga
statistic, dimana nilai sig 0.000 > a = 5%.Tanda koefisien (uji t) adalah positif
untuk PKH merah, kuning, dan hijau memberikan arti bahwa pengaruh antara
PKH dengan IS bersifat positif, dan koefisien regresi pada masing-masing hasil
uji F signifikan secara statistic, dimana nilai sig 0.000 > a = 5%.
Hubungan IS dengan PKH pada buah yang berwarna merah dengan R2
sebesar 12,1% dan uji F pada PKH merah adalah 0,398. Hal ini menunjukkan
bahwa IS dan PKH pada buah warna merah memiliki sifat yang positif, dan
koefisien regresinya signifikan secara statistik. Dapat dilihat pada (Gambar 10).
Gambar 10. Hubungan intensitas serangan dengan kehilangan hasil pada buah berwarna merah
Hubungan IS dengan PKH pada buah yang berwarna kuning dengan R2
sebesar 37,2%, dan uji F pada PKH kuning adalah 0,108. Hal ini menunjukkan
bahwa IS dan PKH pada buah warna kuning memiliki sifat yang positif, dan
koefisien regresinya signifikan secara statistik. Dapat dilihat pada (Gambar 11). Y = 47,901 + 0,030 X
R2= 0,121
(y)
Gambar 11. Hubungan intensitas serangan dengan kehilangan hasil pada buah berwarna kuning
Hubungan intensitas serangan dengan kehilangan hasil pada buah yang
berwarna hijau. Dapat dilihat pada (Gambar 12).
Gambar 12. Hubungan intenistas serangan dengan kehilangan hasil pada buah (x)
(x) ( y)
Y = 12,031 – 0,284 X
R2= 0,365
Y = 32,885 + 0,086 X
R2= 0,372
warna hijau
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa hubungan IS dan PKH
meiliki R2 sebesar 36,5%dan uji F pada PKH hijau adalah 0,113. Hal ini
menunjukkan bahwa intensitas serangan dan kehilangan hasil pada buah warna
hijau memiliki sifat yang positif, dan koefisien regresinya signifikan secara
statistik.
Faktor yang menyebabkan terjadinya hubungan yang bersifat positif ini
adalah faktor stadia serangga yang terdapat di dalam buah kopi, dimana pada
berbagai warna buah sudah terdapat banyak serangan hama ini. Pada fase bertelur
serangga mulai meletakkan telur pada buah yang masih berwarna hijau,
selanjutnya telur-telur tersebut akan menetas, sementara kondisi buah sudah
berubah menjadi warna kuning, dimana hama tersebut sudah berkembang menjadi
larva dan pupa. Pada saat buah berwarna merah dapat ditemukan serangga yang
sudah dewasa bahkan lebih dari satu. Hal ini juga menunjukkan bahwa tinggi
rendahnya persentase IS memiliki pengaruh yang kuat terhadap PKH.
Pengaruh Intensitas Serangan (IS) terhadap Kepadatan Populasi (KP)
Hasil pendugaan model “ pengaruh intensitas serangan (IS) terhadap
kepadatan populasi (KP)” adalah R2 pada masing masing warna buah yaitu
40,9%, 34,1% dan 73,9%. Hal ini dapat dilihat pada (Tabel 5)
Tabel 5. Pengaruh intensitas serangan terhadap kepadatan populasi
No. Intensitas Serangan (IS) RSquare (R2) Uji F Uji t
1. KP Merah .409 4.157 +
2. KP Kuning .341 3.108 +
Tabel di atas dapat menjelaskan bahwa R2 variabel persentase KP secara
bersama-sama mampu menerangkan variasi variable IS 40,9%, 34,1% dan 73,9%
dan sisanya berturut-turut sebesar 59,1%, 65,9% dan 26,1%. Disamping itu juga
didapat bahwa koefisien regresi pada masing-masing hasil uji F berbeda-beda, dan
semuanya signifikan secara statistik, dimana nilai sig 0.000 > a = 5%, yaitu pada
KP buah warna hijau sebesar 16,970, 4.157 dan 3,108. Tanda koefisien (uji t)
yang positif untuk KP merah, kuning dan hijau memberikan arti bahwa pengaruh
antara KP dengan IS bersifat positif.
Hubungan IS dengan KP pada buah yang berwarna merah dengan R2
sebesar 40,9% dan uji F pada KP merah adalah 4,157. Hal ini menunjukkan
bahwa IS dan KP pada buah yang berwarna merah memiliki sifat yang positif, dan
koefisien regresinya signifikan secara statistik. Hal ini dapat dilihat pada
(Gambar 13).
Gambar 13. Hubungan intensitas serangan dengan kepadatan populasi hama pada buah berwarna merah
(y)
(x)
Y = 12,031 + 0,284 X
Hubungan IS dengan KP pada buah yang berwarna kuning dapat dilihat
pada (Gambar 14).
Gambar 14. Hubungan intensitas serangan dengan kepadatan populasi hama pada buah berwarna kuning
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa R2 sebesar 34,1% dan uji
F pada KP kuning adalah 3,108. Hal ini menunjukkan bahwa IS dan KP pada
buah yang berwarna kuning memiliki sifat yang positif, dan koefisien regresinya
signifikan secara statistik.
Hubungan IS dengan KP pada buah yang berwarna hijau dengan R2
sebesar 73,9% dan uji F pada KP hijau adalah 16,970. Hal ini menunjukkan
bahwa IS dan KP pada buah yang berwarna hijau memiliki sifat yang positif, dan
koefisien regresinya signifikan secara statistik. Hal ini dapat dilihat pada
(Gambar 15). (y)
(x)
Y = 8,240 + 0,215 X
Gambar 15. Hubungan intensitas serangan dengan kepadatan populasi hama pada buah berwarna hijau.
Dalam hal ini, tinggi rendahnya KP serangga pada berbagai warna buah
akan mempengaruhi IS, semakin tinggi KP maka semakin tinggi IS dan begitu
pula sebaliknya.
Pengaruh Kepadatan Populasi (KP) terhadap Persentase Kehilangan Hasil (PKH)
Hasil pendugaan model “ pengaruh kepadatan populasi (KP) terhadap
persentase kehilangan hasil (PKH)” dapat diketahui bahwa pada Analisis ini
menunjukkan variable PKH merah, kuning, dan hijau mampu menerangkan
variasi variable pendapatan sebesar 20,6 %, 43,6 %, 21,1% dan sisanya sebesar
79,4 %, 56,4 %, 28,9 %, dan berdasarkan uji F yang telah dilakukan, diperoleh
nilai F hitung yang tidak signifikan (signifikansi sebesar 0,019 > 0,05). Hal itu
dapat dilihat pada (Tabel 6). (y)
(x)
Y = 0,577 + 0,090 X
Tabel 6. Pengaruh kepadatan populasi (KP) terhadap persentase kehilangan hasil (PKH).
No. Kepadatan Populasi R Square (R2) Uji F Uji t
1. PKH Merah .206 1.552 +
2. PKH Kuning .436 4.634 +
3. PKH Hijau .211 1.604 +
Hubungan antara KP dan PKH pada buah yang berwarna merah dengan R2
sebesar 20,6% dan uji F pada KP merah adalah 1,552. Dalam hal ini dapat dilihat
bahwa variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model berpengaruh terhadap
variabel terikat yaitu KP sebagai variabel bebas dan PKH sebagai variabel terikat.
Hal ini menunjukkan bahwa KP dan PKH pada buah yang berwarna merah
memiliki sifat yang positif, dan koefisien regresinya signifikan secara statistik.
Hal ini dapat dilihat pada (Gambar 16).
Gambar 16. Hubungan kepadatan populasi hama dengan kehilangan hasil pada buah berwarna merah
(y)
(x)
Y = 45,965 + 0,245 X
Hubungan antara KP dan PKH pada buah yang berwarna kuning dapat
dilihat pada (Gambar 17).
Gambar 17. Hubungan kepadatan populasi hama dengan kehilangan hasil pada buah berwarna kuning.
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa Hubungan antara KP dan
PKH pada buah yang berwarna kuning dengan R2 43,6% dan uji F pada KP
kuning adalah 4,634. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa variabel bebas yang
dimasukkan ke dalam model berpengaruh terhadap variabel terikat yaitu KP
sebagai variabel bebas dan PKH sebagai variabel terikat. Hal ini menunjukkan
bahwa KP dan PKH pada buah yang berwarna kuning memiliki sifat yang positif,
dan koefisien regresinya signifikan secara statistik.
Hubungan antara KP dan PKH pada buah yang berwarna hijau dengan R2
sebesar 21,1% dan uji F pada KP hijau adalah 1,604. Hal ini dapat dilihat pada
(Gambar 18) (y)
(x)
Y = 33,103 – 0,253 X
Gambar 18. Hubungan kepadatan populasi hama dengan kehilangan hasil pada buah berwarna hijau.
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa variabel bebas yang dimasukkan
ke dalam model berpengaruh terhadap variabel terikat yaitu KP sebagai variabel
bebas dan PKH sebagai variabel terikat. Hal ini menunjukkan bahwa KP dan PKH
pada buah yang berwarna hijau memiliki sifat yang positif, dan koefisien
regresinya signifikan secara statistik.
Berdasarkan gambar yang menunjukkan hubungan antara KP dan PKH.
Dimana Tanda koefisien (uji t) positif untuk KP merah, KP kuning, dan KP hijau
dengan PKH merah, PKH kuning, dan PKH hijau bersifat positif, semakin tinggi
KP merah, KP kuning, dan KP hijau maka semakin tinggi PKH merah, PKH
kuning, dan PKH hijau begitu juga sebaliknya.
Faktor yang menyebabkan terjadinya hubungan yang bersifat positif pada
semua analisis regresi KP tehadap PKH pada buah berwarna merah, kuning dan (y)
(x)
Y = 25,781 – 0,619 X
hijau dapat disebabkan oleh faktor stadia serangga yang terdapat di dalam buah
kopi. Pada buah berwarna hijau, KP cukup rendah dan bertahap ke buah warna
kuning dan merah semakin meningkat, dan hal ini diikuti oleh PKH yang sangat
beragam. Hal ini juga didukung oleh, jumlah hama yang terdapat pada buah kopi
yang berwana hijau sejalan juga dengan PKH, dan memiliki keberagaman yang
tinggi terhadap jumlah populasi hama. Selain itu, faktor stadia serangga juga
sangat menentukan, KP yang tinggi tentu saja akan menimbulkan kehilangan hasil
yang tinggi, hal ini juga dapat dilihat dari jumlah populasi yang tertinggi pada saat
menyerang buah kopi yaitu pada fase larva yang terbanyak menyerang buah pada
semua warna buah, sehingga KP hama yang tinggi akan menyebabkan PKH yang
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Intensitas serangan tertinggi terdapat di Desa Aritonang, Kecamatan
Muara sebesar 33,854 % dan terendah terdapat di Desa Parik Sabungan,
Kecamatan Siborongborong sebesar 6,046 %.
2. Rataan intensitas serangan di Kabupaten Tapanuli Utara sangat bervariasi
dengan selisih sampai dengan 27,808%.
3. Persentase kehilangan hasil tertinggi terdapat pada warna merah sebesar
10,792 % dan yang terendah pada warna hijau sebesar 6,04%.
4. Rataan persentase kehilangan hasil di Kabupaten Tapanuli Utara belum
termasuk dalam serangan berat karena rataan persentase kehilangan hasil
masih dibawah 20%.
5. Kepadatan populasi tertinggi terdapat pada stadia larva antara 11,2 – 2,1
dan populasi terendah terdapat pada stadia pupa dengan antara 4,45 – 0,88.
6. Hubungan kepadatan populasi dengan persentase kehilangan hasil pada
buah merah memiliki nilai R2 yang paling tinggi yaitu 73,9 % dengan
signifikansi < 0.05 sedangkan faktor lainnya dengan R2 sangat rendah dan
signifikansi > 0.05
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenanai pengaruh naungan pada
tanaman kopi, suhu, dan kelembaban yang mempengaruhi perkembangan