PENGARUH NILAI KERJA
TERHADAP KEPEDULIAN LINGKUNGAN DI BANDARA:
Studi Kasus di Lima Bandara di Indonesia
ACHMAD RAMZY TADJOEDIN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengaruh Nilai Kerja terhadap Kepedulian Lingkungan di Bandara: Studi Kasus di Lima Bandara di Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
.
Bogor, Februari 2012
ACHMAD RAMZY TADJOEDIN. Influences of Work Values on Environment at the Airport: A Case Study in Five Airports in Indonesia. Under the supervision of SJAFRI MANGKUPRAWIRA, SUMARDJO, and ASEP SAEFUDDIN.
This study was conducted at five airports managed by PT Angkasa Pura I, as follows: Juanda Airport, Surabaya; Hasanuddin Airport, Makassar; Pattimura airport, Ambon; Ngurah Rai Airport, Denpasar; and Sepinggan Airport, Balikpapan. This study aims to identify the value that affect the working conditions of the airport environment, analyzing the influence of each work's value to the quality of the airport environment, identify the needs of stakeholders in improving the performance of airports in the future and formulate implementation strategy needs to be done to improve the environmental performance of the airports. The results of the analysis of stakeholder needs against environmental quality inside and outside the company show that the requirement is: (1) improving the performance of efficient service, clear, precise, and easy airport service users; (2) increase the professionalism of officers who work efficiently, workers spread across several important points, and create familiarity between officers with airport service users, as well as the atmosphere of a friendly waitress from officers; (3) dissemination of clear and strict rules for employees and users services and for law enforcement officers and service users; and (4) improvement of facilities. The results of a prospective analysis found five key factors, namely leadership, cleanliness, care customs, modesty, and tidiness. Based on these five key factors, then the implementation strategy that can be done by PT Angkasa Pura I to improve the quality of the firm is: (1) working with the leadership; (2) always pay attention to neatness, both in appearance and in work; (3) always pay attention to cleanliness; (4) be simple, reasonable, not excessive in employment; and (5) caring for customs or the culture around an enterprise environment.
ACHMAD RAMZY TADJOEDIN. Pengaruh Nilai Kerja terhadap Kepedulian Lingkungan di Bandara: Studi Kasus di Lima Bandara di Indonesia. Dibimbing oleh SJAFRI MANGKUPRAWIRA, SUMARDJO, dan ASEP SAEFUDDIN.
Bandara adalah suatu daerah yang unik dan pertumbuhannya sangat pesat sejalan dengan semakin terbukanya perdagangan bebas. Bandara merupakan tempat masuk dan keluarnya berbagai barang dan jasa; tempat bertemunya bermacam ras, suku, bangsa, serta laki-laki dan perempuan sehingga terjadi interaksi budaya yang membantu mendorong masyarakat untuk menjadi semakin terbuka dalam menerima segala macam bentuk kontak budaya dengan dunia luar. Bandara juga menjadi daerah awal pertemuan budaya (cultural meeting point), dan terasa semakin berkembang dengan meningkatnya kegiatan pariwisata. Oleh karena itu maka setiap daerah berupaya untuk berbenah dan mempercantik diri menjadi daerah yang menawan, nyaman, indah, bersih dan aman, sehingga dapat menarik perhatian para wisatawan. Walau bandara mempunyai kemampuan yang sangat terbatas, apalagi dalam masa pertumbuhannya, maka untuk mencapai hal tersebut memerlukan nilai kerja yang mampu memberi pelayanan yang baik dalam menyongsong lalu-lalangnya pesawat terbang, wisatawan dan bermacam jenis barang sebagai akibat dari perkembangan perdagangan yang semakin ramai dan pesat pula. Adapun yang dimaksud nilai kerja di sini adalah bagian dari budaya kerja yang sedang berjalan di dalam organisasi tersebut.
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang dan permasalahan, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut: (1) bagaimana tingkat kepedulian responden terhadap lingkungan bandara, (2) faktor-faktor nilai kerja apa yang mempengaruhi kepedulian lingkungan bandara, (3) bagaimana kebutuhan stakeholders dalam upaya meningkatkan kepedulian dan kinerja lingkungan bandara, dan (4) strategi apa yang perlu diterapkan untuk meningkatkan kepedulian lingkungan bandara yang menjadi kebutuhan stakeholders. Untuk menjawab berbagai permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis tingkat kepedulian responden terhadap lingkungan bandara, (2) menganalisis faktor-faktor nilai kerja yang mempengaruhi kepedulian lingkungan bandara, (3) menganalisis kebutuhan stakeholders dalam upaya meningkatkan kepedulian dan kinerja lingkungan bandara, dan (4) merumuskan strategi yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kepedulian dan kinerja lingkungan bandara.
lingkungan di dalam perusahaan dan 21 indikator nilai kerja (kepedulian lingkungan di dalam perusahaan, bekerja dengan kepemimpinan, kerapihan, mencapai visi perusahaan, rasa kebersamaan, sanksi/hukuman, kebersihan, menghasilkan laba, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kerja keras, mempergunakan MS Access, menyediakan keperluan orang lain, bekerja dengan mutu kerja yang tinggi, jiwa dagang, kepuasan terhadap gaji, keberanian membela kebenaran, berorientasi pelayanan, kenyamanan, kebersahajaan, inisiatif/manfaatkan kesempatan, dan penyesuaian diri) yang diduga berpengaruh terhadap lingkungan di luar perusahaan. Selanjutnya dilakukan analisis regresi linier berganda untuk menguji pengaruh faktor-faktor nilai kerja yang terhadap kepedulian lingkungan bandara. Berdasarkan metode Focus Group Discussion (FGD) didapatkan hasil analisis kebutuhan stakeholders untuk dibandingkan dengan hasil analisis regresi linier berganda sebelum dilakukan analisis prospektif. Setelah melakukan analisis prospektif, dihasilkan strategi peningkatan kinerja lingkungan bandara.
Hasil analisis persepsi menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat kepedulian yang sangat tinggi terhadap lingkungan dalam bandara dan lingkungan luar bandara. Hal ini sangat menggembirakan karena hasil tersebut sangat diharapkan oleh semua pihak, khususnya pihak pengelola bandara dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas dan kinerja lingkungan bandara.
Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, ditemukan bahwa kepedulian lingkungan dalam bandara secara signifikan dipengaruhi oleh 16 indikator nilai kerja, yaitu kepedulian lingkungan di luar perusahaan, ksatria/sportif, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kebersihan, solidaritas/rasa persatuan, penilaian diri secara teliti, keikhlasan, rajin, loyalitas/kesetiaan, kekuasaan, keakraban, puas bekerja, berorientasi pelayanan, mengambil risiko, ketekunan, dan kebersahajaan. Dengan melihat tanda positif pada koefisien regresi yang ada, maka dapat dikatakan bahwa 13 faktor nilai kerja, yaitu ksatria/sportif, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kebersihan, solidaritas/rasa persatuan, penilaian diri secara teliti, keikhlasan, rajin, loyalitas/kesetiaan, keakraban, puas bekerja, berorientasi pelayanan, dan ketekunan, merupakan faktor pendorong bagi terciptanya kepedulian lingkungan di dalam bandara, sedangkan tanda negatif pada koefisien regresi tiga faktor nilai kerja, yaitu, kekuasaan, mengambil risiko, dan kebersahajaan, mengindikasikan bahwa kekuasaan, mengambil risiko, dan kebersahajaan merupakan faktor penghambat bagi terciptanya kepedulian lingkungan di dalam bandara.
inisiatif/manfaatkan kesempatan, merupakan faktor pendukung bagi terciptanya kepedulian lingkungan di luar bandara.
Berdasarkan hasil analisis prospektif, terdapat 14 faktor nilai kerja yang berpengaruh signifikan terhadap kepedulian lingkungan bandara dan dikelompokkan ke dalam 4 kategori, yaitu :
Kategori 1 (ketergantungan tinggi, pengaruh tinggi) : kerapihan dan kebersihan, Kategori 2 (ketergantungan rendah, pengaruh tinggi) : kepemimpinan, kepedulian
adat istiadat, dan kebersahajaan.
Kategori 3 (ketergantungan rendah, pengaruh rendah) : orientasi pelayanan, adat istiadat, jiwa dagang, dan membela kebenaran,
Kategori 4 (ketergantungan tinggi, pengaruh rendah) : kepuasan gaji, mutu kerja, kerja keras, sarana ibadah, dan kenyamanan .
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2012
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya teks ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan IPB.
PENGARUH NILAI KERJA
TERHADAP KEPEDULIAN LINGKUNGAN DI BANDARA:
Studi Kasus di Lima Bandara di Indonesia
ACHMAD RAMZY TADJOEDIN
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Ujian Tertutup
Penguji luar komisi : Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, MS Dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB
Dr. Ir. Etty Riani
Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB
Pelaksanaan : 28 Januari 2012
Ujian Terbuka
Penguji luar komisi : Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB
Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala Hubeis
KATA PENGANTAR
Sungguh suatu kegembiraan sebagai rasa syukur kehadirat Allah SWT atas
rahmat yang diberikan sepanjang hayat dan dengan rahmat-Nya yang tiada akhir itu
penulis akhirnya dapat menyelesaikan penyusunan disertasi yang berjudul
“Pengaruh Nilai Kerja terhadap Kepedulian Lingkungan di Bandara: Studi
Kasus di Lima Bandara di Indonesia”
, untuk meraih gelar Doktor pada Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Komisi
Pembimbing yang terdiri dari Prof. Dr. Ir. Sjafri Mangkuprawira (ketua), Prof. Dr. Ir.
Sumardjo, MS (anggota), dan Dr. Ir. Asep Saefuddin (anggota) yang bersedia
meluruskan, memberi petunjuk dan bimbingan yang sangat intensif dengan membaca
secara teliti disertasi ini. Tanpa bimbingan mereka ini tidak mungkin dicapai
kemajuan seperti yang dialami sekarang ini.
Kepada para promoter terdahulu, Prof. Dr. Ir Hadi S. Alikodra, Prof. Dr. Sri
Saeni dan Prof. Dr. Kooswardhono Mudigdjo sebagai Tim Promotor pertama serta
Tim Promotor kedua yaitu Prof. Dr. Ir. Syamsul Máarif, Prof. Dr. Ir. Suryono H.
Sutjahyo serta Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS, penulis juga mengucapkan banyak terima
kasih atas bimbingan mereka walaupun tidak sampai selesai, karena atas bimbingan
mereka penelitian ini dapat terus berlanjut. Tidak lupa ucapan terima kasih diberikan
kepada Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, MS dan Dr. Ir. Etty Riani selaku penguji
luar komisi pada ujian tertutup, serta Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS dan Prof. Dr.
Ir. Aida Vitalaya Hubeis selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka.
Penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Bob
Waworuntu yang sejak lama sekolah bersama di SMA PSKD I sampai dengan
mengajar di perguruan tinggi di Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Indonesia, Jakarta.
Beliau sebagai pimpinan penelitian Budaya Organisasi dari PT. Angkasa Pura I telah
Organisasi. Data yang dikumpulkan merupakan data
sekunder dari penelitian utama.
Bantuan kemudahan ini memungkinkan penulis merekonstruksi pemikiran mengenai
Aspek Lingkungan di PT Angkasa Pura I tersebut secara koheren.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada
pimpinan PT. Angkasa Pura I yang mengizinkan menggunakan data yang diperlukan
lainnya seperti data kebisingan, berbagai maskapai penerbangan yang tercatat
memakai bandara yang berada dibawah kawasan kerjanya. Data dari berbagai macam
ini tidak dilampirkan karena akan menjadi terlalu tebal untuk disertasi yang wajar.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada istri,
anak-anak dan keluarga tercinta yang turut mendukung penulis dalam menyelesaikan
disertasi ini.
Harapan penulis bahwa disertasi ini semoga bermanfaat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan dan perbaikan kebijakan.
Wabillahit taufik walhidayah.
Bogor, Februari 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pandeglang pada tanggal 3 Mei 1942 sebagai anak
pertama dari pasangan Mahmud Tadjudin dan Mariam Khalila. Pendidikan sarjana
ditempuh di Program Studi Ilmu Politik,
California State University
, lulus pada tahun
1972. Untuk Program Master pada tahun 1972, penulis diterima di Program Studi
Ilmu Politik pada
California State University
dan menamatkannya pada tahun 1974.
Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi dan pada
perguruan tinggi IPB diperoleh pada tahun 1999 dengan sponsor beasiswa pendidikan
pascasarjana diperoleh dari BPPS-Dirjen Dikti.
Penulis adalah Pendiri Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam di
Pascasarjana Universitas Indonesia sejak tahun 1985 dan ditempatkan di Jakarta.
Matakuliah yang diampu adalah Geopolitik Kawasan Timur Tengah, Konflik &
Perdamaian di Timur Tengah, Diplomasi di Timur Tengah, Kepentingan Negara
Besar di Timur Tengah, dan Psikologi Agama.
Penulis pernah menjadi Asisten Kementerian Kependidikan dan Lingkungan
Hidup RI pada tahun 1985 – 2006, sebagai staf ahli Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan pada tahun 1982 – 1985, dan pernah menjadi Ketua Program Studi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
I.
PENDAHULUAN
1
1.1.
Latar Belakang
1
1.2.
Rumusan Masalah
2
1.3.
Tujuan Penelitian
6
1.4.
Manfaat Penelitian
7
1.5.
Kebaruan Penelitian
7
II.
TINJAUAN PUSTAKA
9
2.1.
Konsep Bandara dan Lingkungan...
2.2.
Teori Organisasi...
2.3.
Konsep Motivasi sebagai Dasar Perilaku
9
13
16
2.4.
Konsep Nilai Kerja
29
2.5.
Teori Kepedulian Lingkungan
37
2.6.
Kajian Penelitian Terdahulu………...
2.7.
Kerangka Konseptual Penelitian
2.8. Hipotesis Penelitian………....
41
47
50
2.9. Definisi Konseptual Penelitian………...
51
III.
METODOLOGI
55
3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian
55
3.2.
Desain, Sumber Data, dan Sampel Penelitian
55
3.3.
Teknik Analisis Data
56
3.3.1 Analisis Persepsi dengan Teknik Rentang Kriteria
3.3.2 Analisis Regresi Linier Berganda………
56
59
3.3.3 Analisis Kebutuhan
Stakeholders
……….. 61
3.3.4 Analisis Prospektif………
63
IV.
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
66
4.1.
PT. Angkasa Pura I
66
4.1.1 Kondisi PT. Angkasa Pura I
66
4.1.2 Sumber Daya Manusia
69
4.2.
Keadaan Umum Bandara
70
4.2.6 Sintesis Gambaran Umum Bandara……….
75
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
78
5.1.
Deskripsi Kepedulian Responden terhadap Kepedulian Lingkungan
Bandara
78
5.2.
Pengaruh Faktor-Faktor Nilai Kerja terhadap Kepedulian Lingkungan
Bandara
5.2.1 Pengaruh Faktor-Faktor Nilai Kerja terhadap Kepedulian
Lingkungan Dalam Bandara………
5.2.2 Pengaruh Faktor-Faktor Nilai Kerja terhadap Kepedulian
Lingkungan Dalam Bandara………
81
82
94
5.3.
Kebutuhan
Stakeholders
terhadap Kepedulian Lingkungan Bandara
105
5.4.
Strategi Implementasi Peningkatan Kepedulian Lingkungan Bandara
106
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
110
6.1.
Kesimpulan
110
6.2.
Implikasi Kebijakan
111
6.3.
Saran Penelitian Lebih Lanjut
112
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
Ringkasan Penelitian Terdahulu tentang Nilai Kerja dan Kepedulian
Lingkungan
42
2.
Indikator Nilai Kerja dan Definisinya
54
3.
Jumlah Responden yang Diambil dari Masing-Masing Bandara
4.
Skala
Likert
Pendapat Responden………
5.
Penilaian Persepsi Variabel Nilai Kerja………...
6.
Penilaian Persepsi Variabel Kepedulian Lingkungan………..
56
57
58
59
7.
Jumlah pegawai PT. Angkasa Pura I tahun 2000-2004
70
8.
Deskripsi Keadaan Bandara Ngurah Rai tahun 2004
71
9.
Deskripsi keadaan Bandara Juanda tahun 2004
72
10.
Deskripsi keadaan Bandara Hasanuddin tahun 2004
73
11.
Deskripsi keadaan Bandara Sepinggan tahun 2004
74
12.
Deskripsi keadaan Bandara Pattimura tahun 2004
75
13.
Deskripsi Tingkat Kepedulian Responden terhadap Lingkungan Bandara 78
14.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepedulian Lingkungan di dalam
Bandara
83
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
Alur Permasalahan Penelitian
2.
Jenis Kebutuhan Menurut Maslow, Herzberg, dan McClelland...
3.
Motivasi kolektif dalam organisasi
4.
Hubungan Kemampuan, Motivasi, dan Kesempatan...
5.
Pengaruh nilai kerja terhadap lingkungan
6.
Sistem sosial dan lingkungan
6
26
28
29
34
35
7.
Gerak sistem sosial dan sistem organisasi
36
8.
Kerangka Konseptual Penelitian
50
9.
Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam sistem
64
10.
Tahapan penelitian
65
11.
Nilai kerja yang terkait secara positif maupun negatif terhadap kepedulian
lingkungan di dalam perusahaan berdasarkan persepsi pakar dalam proses
FGD
84
12.
Nilai kerja yang terkait secara positif maupun negatif terhadap kepedulian
lingkungan di luar perusahaan berdasarkan persepsi pakar dalam proses
FGD
98
13.
Hasil analisis prospektif penentuan faktor kunci peningkatan kepedulian
lingkungan bandara
107
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bandara merupakan daerah yang unik pada saat ini. Pertumbuhannya yang
sangat pesat sejalan dengan semakin terbukanya perdagangan bebas. Sebagai
daerah perdagangan bebas, bandara mempunyai manfaat seperti masuk dan
keluarnya berbagai barang dan jasa; tempat bertemunya bermacam ras, suku,
bangsa serta laki-laki dan perempuan, sehingga terjadi interaksi budaya yang
membantu mendorong masyarakat untuk menjadi semakin terbuka dalam
menerima segala macam bentuk kontak budaya dengan dunia luar. Besar
kemungkinan budaya yang masuk berbeda dengan budaya yang dianut masyarakat
setempat. Hal ini menjadikan bandara menjadi suatu daerah awal pertemuan
budaya (cultural meeting point) yang semakin lama semakin padat dan rumit akan
pengunjung yang lalu-lalang dengan berbagai maksud dan tujuan kedatangan
maupun kepergiannya.
Pada daerah di luar kota besar, tumbuh pula bandara menengah dan kecil
karena adanya kepentingan yang sangat khusus bagi daerah masing-masing. Di
beberapa daerah di Indonesia, bandara pada awalnya didirikan dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan angkutan bagi para pimpinan dan staf yang bekerja di
daerah. Begitu juga untuk mereka yang mengurus perkebunan dan yang
melakukan perdagangan, adanya bandara dan pesawat udara sangat membantu
dalam melaksanakan kegiatannya.
Beberapa kota, seperti di Manado, Balikpapan, Makasar, dan Denpasar,
Bali, bandara diperluas sejalan dengan semakin ramainya kunjungan para
wisatawan yang lalu-lalang untuk melakukan berbagai macam kebutuhan.
Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah daerah setempat tidak ingin
ketinggalan dalam membuka lapangan terbang baru di daerah yang terbuka luas
dan yang tidak mengganggu penduduk di sekitarnya.
Sejalan dengan pertumbuhan bandara, maka perusahaan penerbangan
semakin bertambah banyak pula jumlahnya. Namun demikian, perusahaan
penerbangan bukan saja tumbuh di ibukota negara atau kota-kota besar saja,
buana ke daerah-daerah lainnya, baik di dalam maupun yang menuju ke luar
negeri. Selain hal tersebut, dengan berkembangnya sektor pariwisata, maka setiap
daerah perlu berbenah diri untuk menarik perhatian para wisatawan dengan cara
mempercantik dan membuat daerah kunjungan wisata masing-masing menjadi
daerah yang menawan, nyaman, indah, bersih dan aman untuk dikunjungi.
Semua pertumbuhan ini tentunya memerlukan suatu nilai kerja yang
mampu memberi pelayanan yang baik dalam menyongsong lalu-lalangnya
pesawat terbang, wisatawan dan bermacam jenis barang sebagai akibat dari
perkembangan perdagangan yang semakin ramai dan pesat pula. Kendati
demikian, bandara itu sendiri sangat terbatas kemampuannya apalagi dalam masa
pertumbuhannya. Informasi nilai kerja di bandara sangat dibutuhkan namun
informasi tersebut masih sangat minim. Berdasarkan hal tersebut diperlukan suatu
kajian yang komprehensif dalam rangka meningkatkan kinerja lingkungan
bandara sehingga diharapkan dapat memenuhi harapan para stakeholders. Untuk
keperluan tersebut diperlukan pendekatan partisipatif untuk memperoleh hasil
kajian yang operasional dan implementatif.
1.2 Rumusan Masalah
Akibat dari keberadaannya, bandara memiliki masalah tersendiri.
Beberapa masalah yang dihadapi oleh bandara antara lain adalah kebisingan yang
berasal dari mesin pesawat; polusi udara yang berasal dari pesawat terbang dan
kendaraan roda dua maupun roda empat; serta kemacetan lalu lintas yang
diakibatkan oleh banyaknya kendaraan yang masuk ataupun keluar bandara.
Masalah lain yang mungkin timbul di bandara atau lingkungan sekitarnya
adalah seringnya terjadi kecelakaan pesawat, seperti kecelakaan yang sering
terjadi di berbagai bandara nasional, diantaranya Bandara Adisucipto, Yogyakarta;
dan Bandara Hasanudin di Makasar. Banyaknya masalah yang dihadapi oleh
bandara saat ini membutuhkan perhatian khusus terhadap daerah ini. Selain
masalah-masalah di atas, kebersihan dan kenyamanan lingkungan di sekitar
bandara juga dirasakan perlu mendapat perhatian khusus.
Masalah lain yang juga perlu mendapat perhatian seperti halnya yang
Angkasa Pura I) adalah terjadinya perambahan jumlah rumah penduduk dan
industri yang berkembang mendekati bandara.
Masalah lainnya yang terjadi di kawasan bandara adalah kebisingan
sehingga diperlukan berbagai bentuk kepedulian dalam menjaga agar tidak terjadi
kebisingan di sekitar wilayah bandara atau menjaga agar kebisingan tidak
melampaui ambang batas yang ditetapkan. Pesawat yang bising biasanya kurang
diminati pula oleh maskapai penerbangan yang menjadi para pembelinya. Selain
itu, pesawat terbang masa depan yang banyak dirancang saat ini adalah pesawat
yang hemat bahan bakar (fuel-efficient plane) dan jauh dari kebisingan (low-noise
polution plane).
Saat ini, Indonesia mencanangkan diri sebagai negara tujuan wisata.
Dengan ramainya kunjungan wisata ke berbagai daerah di Indonesia, maka
konsekuensinya bandara dibangun di berbagai daerah. Khusus untuk daerah yang
sudah memiliki bandara, pimpinan bandara umumnya juga merasa perlu
melakukan pengembangan dan peningkatan bandara mengingat dengan
bertambahnya jumlah penumpang, barang dan jasa serta jumlah penerbangan yang
semakin banyak, maka bandara membutuhkan para pekerja yang mempunyai nilai
kerja yang handal. Bandara membutuhkan kemampuan untuk memberikan
pelayanan yang terbaik dan terus meningkat menghadapi masa depan dari bandara
itu sendiri.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka muncul pertanyaan penelitian ini:
bagaimanakah nilai kesiapan dalam menghadapi berbagai tuntutan perkembangan
dalam melayani publik? Pada umumnya pertanyaan tersebut akan dijawab bahwa
mereka siap untuk melayani. Namun, nilai kerja yang manakah yang merupakan
nilai dari para staf dan karyawannya yang sesungguhnya melayani masyarakat di
dalam bandara itu yang menghasilkan pelayanan yang optimal atau prima pada
lingkungan internal bandara dan lingkungan luar (eksternal) bandara? Jawabannya
masih terlalu mengawang-ngawang dan belum implementatif.
Oleh karena itu, di bandara diperlukan kajian tersendiri untuk menjawab
pertanyaan tersebut di atas. Selain itu, pertanyaan dapat merujuk pada suatu
keinginan untuk mengetahui bagaimana nilai kerja di lingkungan dalam organisasi
itu sendiri yang berkaitan dengan lingkungan dalam dan luar (external
organizational environment).
Pertanyaan ini juga timbul dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan
terhadap lingkungan sosial, lingkungan buatan dan lingkungan alaminya. Kualitas
pelayanan ini selanjutnya akan menjadi alat bantu untuk melakukan perubahan
kebijakan dari keadaan yang ada pada saat ini, sehingga hasilnya dapat membantu
merubah kebijakan menjadi lebih baik lagi.
Kurangnya kemampuan pelayanan di bandara juga dapat disebabkan oleh
peralatan, maupun fasilitas atau infrastruktur yang kurang mendukung. Namun,
peralatan dan fasilitas tersebut pun bergantung pada bagaimana nilai kerja yang
dianut oleh para karyawan yang bekerja sebagai pimpinan, staf dan karyawan di
lingkup kerja Angkasa Pura I ini. Pelayanan yang menyeluruh memerlukan
perhatian dari berbagai kaitan antara unsur utama sistem organisasi dari Angkasa
Pura I dengan bagian-bagiannya. Sentral dari unsur sistem organisasi adalah unsur
manusia dengan segala nilai kerja yang ada dan yang saling bertautan satu dengan
lainnya dalam menunjang pengaruhnya pada lingkungan luar organisasi dan
sebaliknya.
Berdasarkan hal tersebut, bentuk pelayanan yang baik seharusnya
dirasakan oleh mereka yang berada di lingkungan luarnya, yaitu lingkungan sosial
organisasinya seperti juga di lingkungan buatan dan lingkungan alaminya.
Perhatian dalam penelitian ini terfokus pada masalah pelayanan yang diberikan,
yang terasa masih jauh dari memuaskan bagi masyarakat pemakai bandara yang
dilayaninya, apalagi ingin mengejar ketertinggalan yang dialami terutama
dibandingkan dengan bandara di dunia internasional lainnya.
Cermin dari bentuk pelayanan yang dirasakan bermasalah adalah
kurangnya fasilitas yang menunjang, seperti kenyamanan, keamanan, kebersihan,
keindahan, kerapihan serta penghijauan adalah beberapa contoh akibat dari
masalah nilai kerja yang ada. Contoh lain adalah: kurang tersedianya toilet di
sekitar tempat parkir kendaraan, sehingga banyak dari mereka yang berhajat kecil
dilakukan di sekitar kendaraan dimana para pengemudi menunggu.
Kebersihan umumnya terkait erat dengan kebiasaan orang dari mana
dari daerah yang sangat terbiasa dengan kebersihan seperti dari Jepang, Australia,
Eropa dan Amerika Utara. Pendidikan kebersihan bagi masyarakat asal
pengunjung ini sudah cukup memasyarakat, sedangkan bagi penduduk setempat
sendiri belum terlihat hasilnya secara nyata, bahkan sosialisasinya juga tidak
begitu terasa.
Hal yang dinilai kurang menyenangkan di berbagai bandara adalah apabila
ada beberapa pesawat yang sedang ditunggu maupun yang berangkat bersamaan,
persediaan tempat duduk di ruang tunggu keberangkatan, baik di luar bandara
maupun di dalam bandara tidak mencukupi. Padahal penumpang banyak yang
menunggu giliran untuk berangkat. Minimumnya fasilitas kursi dalam ruang
tunggu penumpang maupun di luar ruang tunggu masih terlihat dari banyaknya
penumpang yang duduk di lantai.
Informasi sebagai bahan petunjuk bagi wisatawan juga masih kurang
tersedia di bandara. Berbagai bahan informasi wisata di luar bandara, seperti
berbagai tempat makan (restoran), tempat rekreasi atau tempat wisata yang baik,
belum banyak tersedia apabila tidak hendak dikatakan tidak ada. Di beberapa
bandara juga masuk pedagang kaki lima ke daerah sekitar bandara. Saat ini
masalah tersebut dapat teratasi untuk sebagian bandara, namun masih terlihat di
sebagian bandara. Di Bandara Cengkareng, penyediaan makan para sopir dan
lainnya masih tetap membutuhkan keberadaan pedagang makanan.
Kondisi tersebut di atas terkait erat dengan pelayanan di bandara dan dari
bandara terhadap kenyamanan, keamanan, kebersihan, keindahan, dan sebagainya.
Begitu juga dengan kepemimpinan sebagai nilai yang sentral dalam semua hal
yang dibicarakan sebagai masalah yang dihadapi. Pimpinan yang hanya duduk di
dalam kantor biasanya tidak mengetahui apa yang terjadi di luar ruangan
kantornya sendiri.
Sebagian besar masalah yang dihadapi oleh bandara yang ada ini
dipengaruhi oleh pelayanan sebagai cermin dari nilai kerja dari mereka yang
bekerja di dalam perusahaan yang melayani masyarakat luas. Nilai kerja yang
baik diperkirakan dapat membawa kenyamanan bagi masyarakat luas sebagai
bentuk dari pelayanannya. Nilai kerja yang baik itu bisa juga diartikan sebagai
mereka yang berada di luar kantor. Kepedulian inilah yang diperkirakan kurang
dari memuaskan. Alur berfikir singkat dari masalah yang dihadapi oleh
PT. Angkasa Pura I tersebut disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Alur Permasalahan Penelitian
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang dan permasalahan,
maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat kepedulian responden terhadap lingkungan bandara?
2. Faktor-faktor nilai kerja apa yang mempengaruhi kepedulian lingkungan
bandara?
3. Bagaimana kebutuhan stakeholders dalam upaya meningkatkan kepedulian dan
kinerja lingkungan bandara?
4. Strategi apa yang perlu diterapkan untuk meningkatkan kepedulian lingkungan
bandara yang menjadi kebutuhan stakeholders?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis tingkat kepedulian responden terhadap lingkungan bandara.
2. Menganalisis faktor-faktor nilai kerja yang mempengaruhi kepedulian
lingkungan bandara.
3. Menganalisis kebutuhan stakeholders dalam upaya meningkatkan kepedulian
4. Merumuskan strategi yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kepedulian
dan kinerja lingkungan bandara.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan pengembangan ilmu
pengetahuan dan inovasi yang terkait dengan penerapan konsep nilai kerja yang
terkait erat dengan tingkat kepedulian lingkungan di bandara. Pengembangan ilmu
yang terkait melalui penelitian ini adalah ilmu manajemen, manajemen organisasi,
manajemen sumber daya manusia, dan teori-teori manajemen lingkungan.
Sedangkan inovasi yang terkait melalui penelitian ini adalah soft innovation, yaitu
inovasi rekayasa pengembangan organisasi dan manajemen lingkungan. Penelitian
ini juga bermanfaat bagi perusahaan pengelola bandara untuk memperbaiki nilai
kerja di lingkungan bandara dalam rangka meningkatkan kepedulian lingkungan
bandara.
1.5 Kebaruan Penelitian
Penelitian ini mempunyai aspek yang baru (novelty) karena pendekatan
aspek nilai (value) yang dilakukan dalam penelitian lingkungan masih langka,
khususnya terkait dengan budaya kerja walaupun dalam bentuk yang selain
penelitian ini sudah sering dilakukan. Penelitian ini juga mencerminkan adanya
sistem yang saling berkait atau ekologi; adanya aspek perilaku (behavior) serta
dampaknya.
Pendekatan yang dilakukan tidak menyentuh kerusakan secara langsung,
melainkan pendekatan tertuju pada bagaimana manusia melalui nilai kerja
mempengaruhi lingkungan yang ada dan pada saat yang sama agar kerusakan
tidak terjadi. Perbaikan terhadap lingkungan lebih dimungkinkan dengan cara
menerapkan nilai yang didapat melalui pengalaman dari penelitian ini.
Penelitian ini lebih bersikap positif dan memilih nilai yang dapat
membawa akibat yang positif pula. Hal ini dilakukan karena adanya aspek goal
directed research yang mencoba untuk membawa kebaikan dengan mendapatkan
nilai penentu yang membawa kebaikan pula. Oleh karena itu maka penelitian ini
penelitian yang sarat dengan nilai (value laden research), mengingat yang diteliti
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Bandara dan Lingkungan
Bandara atau bandar udara merupakan sebuah fasilitas tempat pesawat
terbang dapat lepas landas dan mendarat. Bandar udara yang paling sederhana
minimal memiliki sebuah landas pacu, namun bandar udara-bandar udara besar
biasanya dilengkapi berbagai fasilitas lain, baik untuk operator layanan
penerbangan maupun bagi penggunanya (Rachman, 2007). Menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 71 Tahun 1996 tentang kebandarudaraan, yang dimaksud dengan
bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas
landas pesawat udara, naik turun penumpang, dan atau bongkar muat kargo dan atau
pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat
perpindahan antar moda transportasi. Definisi bandar udara menurut PT. (Persero)
Angkasa Pura adalah lapangan udara, termasuk segala bangunan dan peralatan
yang merupakan kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi
angkutan udara untuk masyarakat (Departemen Perhubungan, 2005)
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa bandar
udara merupakan prasarana penting dalam kegiatan transportasi udara pada setiap
negara, khususnya Indonesia yang merupakan negara kepulauan, dimana
transportasi udara sangat berperan penting bagikelancaran aktivitas penduduknya.
Bandar udara juga berperan dalam menunjang, menggerakkan dan mendorong
pertumbuhan ekonomi daerah karena berfungsi sebagai pintu gerbang daerah.
Bandara juga merupakan suatu lingkungan tempat manusia beraktifitas, dimana
berbagai komponen lingkungan membentuk suatu sistem. Untuk itu, pembahasan
mengenai konsep bandara harus berkaitan dengan konsep lingkungan.
Raharjo (2007) menyatakan bahwa sejak didirikannya World Commission
on Environmental and Development (WCED) oleh Komisi Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB), yang diketuai oleh Gro Harlem Brundtland, pada tahun 1983,
dengan anggota terdiri dari berberapa negara, termasuk Indonesia (Prof. Dr. Emil
Salim), pendekatan yang dilakukan dalam melakukan pembangunan yang
berkelanjutan harus memperhatikan permasalahan lingkungan. Hasil kerja dari
WCED yang tercatat sampai saat ini dan digunakan sebagai tonggak dalam
WCED mendekati masalah lingkungan dan pembangunan dengan sudut pandang
sebagai berikut (Raharjo, 2007):
1. Ketergantungan (Interdependency)
Masalah polusi, penggunaan bahan kimia, kerusakan sumber plasma nutfah,
pertumbuhan kota, dan konservasi sumberdaya alam, tidak mengenal batas
negara. Mengingat permasalahan saling ketergantungan, maka pendekatan
harus dilakukan lintas sektor antar negara.
2. Berkelanjutan (sustainability)
Sumberdaya alam sebagai sumber bahan baku kegiatan industri, perdagangan,
perikanan, dan energi, harus dipertimbangkan untuk generasi yang akan
datang.
3. Pemerataan (Equity)
Desakan kemiskinan bisa mengakibatkan eksploitasi sumberdaya alam secara
berlebihan, sehingga perlu dilakukan pengaturan untuk pemerataan.
4. Sekuriti dan Resiko Lingkungan
Perlombaan senjata dan pembangunan tanpa memperhitungkan dampak
negatif kepada lingkungan turut memperbesar resiko lingkungan. Segi ini
perlu ditanggapi dalam pembangunan berwawasan lingkungan.
5. Pendidikan dan Komunikasi
Pendidikan dan komunikasi berwawasan lingkungan dibutuhkan untuk
ditingkatkan di berbagai tingkat pendidikan dan lapisan masyarakat.
6. Kerjasama Internasional
Pola kerjasama internasional dipengaruhi oleh pendekatan pengembangan
sektoral. Pertimbangan lingkungan kurang diperhitungkan.
Beberapa poin yang dikemukakan oleh WCED di atas sangat penting
untuk diperhatikan oleh berbagai pihak yang terkait dengan kebijakan
pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan tidak saja
berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas dari itu, pembangunan
berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi,
pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan (selanjutnya disebut 3 Pilar
Menurut Sutrisno (2008), lingkungan adalah kombinasi dari semua kondisi
yang mempengaruhi sebuah organisme, termasuk kondisi fisik dan kimiawi
(misalnya; iklim, tanah, dan lain-lain), maupun pengaruh organisme hidup lain.
Lingkungan dapat juga didefinisikan sebagai segala sesuatu yang melingkupi
sebuah organisme, yakni kondisi-kondisi yang mempengaruhi perkembangan dan
pertumbuhannya. Lingkungan hidup mempunyai sumber daya yang terdiri atas
sumber daya manusia, sumber daya alam hayati, sumber daya alam non hayati dan
sumber daya buatan. Sumber daya alam merupakan unsur lingkungan yang terdiri
dari unsur hayati dan non hayati, yang memiliki sumber energi untuk
terbentuknya sistem. Sumber daya ekologi berupa energi terjadi karena adanya
interaksi dan interdependensi antara makluk hidup dengan lingkungan.
Agar lingkungan dapat bermanfaat bagi makhluk hidup disekitarnya,
diperlukan pengelolaan terhadap lingkungan atau dengan kata lain diperlukan
manajemen lingkungan. Menurut Sutrisno (2008), manajemen lingkungan adalah
kegiatan komprehensif, mencakup pelaksanaan kegiatan, pengamatan untuk
mencegah pencemaran air, tanah, udara dan konservasi habitat dan
keanekaragaman hayati. Manajemen lingkungan merupakan suatu konsep
pendekatan keseimbangan dengan melakukan manajemen sumber daya alam
untuk pemenuhan kepentingan politis, sosial ekonomi sesuai dengan ketersediaan
lingkungan alami dan menitik beratkan pada nilai, distribusi, hukum alam, dan
kesimbangan antar generasi (Sutrisno, 2008).
Pengelolaan banyak diartikan sebagai upaya sadar dan terpadu untuk
mencapai suatu tujuan yang disepakati bersama. Dalam konteks lingkungan
bandara, pengelolaan lingkungan bandara dapat diartikan sebagai upaya terpadu
untuk mengembangkan strategi untuk menghadapi, menghindari dan
menyelesaikan penurunan kualitas lingkungan bandara dan untuk
mengorganisasikan program-program pelestarian lingkungan dan pembangunan
bandara yang berwawasan lingkungan.
Menurut Rachman (2007), bandar udara harus dirancang dengan baik
sehingga sesuai dengan lingkungan sekitarnya. Perencanaan bandar udara harus
dilakukan didalam konteks rencana regional yang menyeluruh. Lokasi, ukuran, dan
ada dan yang direncanakan dengan mempertimbangkan pengaruh terhadap
lingkungan. Pengoperasian bandar udara tidak hanya difokuskan pada pergerakan
penumpang dan barang, sistem kontrol kualitas lingkungan harus diberikan prioritas
tinggi, seperti pengelolaan limbah, manajemen pengelolaan buangan dan kegiatan
yang ramah lingkungan. Dampak pembangunan bandar udara dan fasilitas umum
terhadap lingkungan hanya mendapat sedikit perhatian. Keberatan mengenai isu
lingkungan sangat jarang, dan baru pada akhir-akhir ini masyarakat mulai peduli
dampak pengoperasian bandar udara terhadap lingkungan. Barangkali ini disebabkan
oleh makin memburuknya masalah-masalah lingkungan dan peningkatan kegiatan
penerbangan (Rachman, 2007).
Rachman (2007) menyatakan bahwa perencanaan dan pengembangan
pembangunan bandar udara ke depan harus memperhatikan lingkungan
(eco-airport), sehingga bandar udara dapat berfungsi secara efektif dan efisien, tidak
hanya ditinjau dari aspek teknis saja tapi juga dari segi sosial kemasyarakatan,
ekonomi, dan lingkungan. Konsep eco-airport adalah rancangan dimana bandar
udara direncanakan, dikembangkan, dan dioperasikan dengan tujuan menciptakan
sarana dan prasarana perhubungan yang ramah lingkungan di dalam lingkungan
bandar udara sendiri dan di daerah sekelilingnya. Konsep eco-airport diterapkan
pertama kali oleh negara Jepang (Bandar Udara Narita), dimana bandar udara
telah menerapkan konsep bandar udara yang berwawasan lingkungan dan
memperkecil rasio pencemaran lingkungan sekitar bandar udara yang dapat
mempengaruhi kegiatan operasional bandar udara. Konsep baru tersebut
kemudian diikuti oleh negara–negara lain seperti Singapura (Changi Airport) dan
Malaysia (Kuala Lumpur International Airport).
Menurut Rachman (2007), konsep eco-airport bandar udara diharapkan
bisa melakukan prevention pollution mencegah terjadinya polusi. Komponen
eco-airport terdiri dari noise (kebisingan), vibration (getaran), atmosfhere (udara),
water (air), soil (tanah), waste material (sampah), energy (energi), kawasan
keselamatan operasi penerbangan, dan kesehatan masyarakat (Community
Health). Pengelolaan lingkungan hidup di bandar udara pada suatu negara akan
mengikuti aturan-aturan pengelolaan lingkungan hidup di negara bersangkutan.
Aturan-aturan tersebut mengadopsi aturan lingkungan hidup yang berlaku di
lingkungannya juga harus mengikuti standar yang berlaku di dunia. Beberapa
produk hukum yang harus dipatuhi dalam pengelolaan bandar udara adalah
aturan-aturan ICAO (International Civil Aviation Organization) dan FAA
(Federal Aviation Administration), dan aturan-aturan lain yang berlaku di dunia.
Penerapan eco-airport di bandar udara dapat dilakukan dengan perubahan
dalam pola pikir, tingkah laku, penerapan pengetahuan, dan perbaikan teknologi
dibidang penerbangan sipil dan pengelola bandar udara yang berbasis lingkungan.
Konsep atau filosofi dasar dari eco-airport adalah sebagai berikut: (1) pengoperasian
bandar udara yang mengikuti perspektif lingkungan udara secara global; (2)
mengoperasikan bandar udara yang bisa eksis secara harmonis dengan lingkungan
global; dan (3) menyelenggarakan bandar udara yang kapabel yang dalam
perkembangannya dapat menyesuaikan dengan kebutuhan yang berkelanjutan.
Lingkungan sekitar bandar udara diharapkan dapat mencegah dan mengurangi polusi
kebisingan, memanfaatkan penggunaan luas lahan di sekitar bandar udara,
mengembangkan hubungan secara regional terhadap bandar udara yang lain, dan
mengembangkan keharmonisan bandar udara terhadap wilayahnya (Rachman, 2007).
2.2. Teori Organisasi
Secara sederhana, organisasi dapat diberi pengertian sebagai suatu sistem
yang saling berpengaruh antar orang dalam kelompok yang bekerjasama dalam
mencapai tujuan bersama. Organisasi adalah struktur, dimana individu-individu
secara sistematik bekerjasama untuk suatu hal (American Heritage Dictionary of
the English Language dalam McLean, 2006). Sementara itu, McLean (2006)
mendefinisikan organisasi sebagai dua pihak atau lebih yang terlibat dalam tujuan
bersama. Dari definisi tersebut, terdapat beberapa hal yang penting dalam
organisasi, yaitu struktur, individu, dan tujuan. Lengkapnya, organisasi dapat
dinyatakan sebagai suatu kesatuan sosial dari sekelompok manusia yang saling
berinteraksi menurut pola tertentu, sehingga setiap anggotanya memiliki fungsi
dan tugas masing-masing, utamanya lagi kesatuan tersebut mampunyai
batas-batas yang jelas sehingga dapat dipisahkan secara tegas dari lingkungannya.
Organisasi sebagai suatu sistem memiliki unsur manusia yang dianggap
sebagai suatu sistem dengan beberapa perangkat sub-sistem. Ciri dari organisasi
mendukung secara garis besar yang saling terkait karena ada faktor yang saling
berhubungan, saling bergantung dari elemen-elemen tersebut dan juga saling
beradaptasi satu dengan lainnya. Sebagai unsur dari sistem sosial maka manusia
adalah unsur-unsur yang umum berlaku. Unsur tersebut saling berkaitan seperti
adanya motivasi yang berada jauh di dalam lubuk hati setiap manusia dan hanya
diketahui oleh diri sendiri sampai tindakannya mulai terbaca oleh orang lain.
Itupun hanya bisa diduga oleh sesuatu yang menjadi niatan hati (Kolasa, 1970).
Selain motivasi, sistem sosial juga memiliki nilai yang merupakan pilihan dalam
mengambil tindakan yang ingin dilakukan. Di samping motivasi ada norma
(norms) yang menjadi pilihan yang dianggap baik dan benar dan keterkaitan
antara tindakan yang dilakukan terhadap lingkungan.
Menurut Zwell (2000), cara organisasi menempatkan individu-individu
pada posisi yang tepat akan menentukan efisiensi, kualitas, dan efektifitas dari
organisasi tersebut. Selanjutnya, dikatakan bahwa bagaimana individu-individu di
dalam organisasi merupakan elemen penting untuk mengoptimalkan struktur
organisasi. Menurut Gaynor dalam Gumbira-Said et al. (2001), individu atau
sumber daya manusia merupakan kegiatan administrasi yang merupakan salah
satu bagian dari kegiatan bisnis.
Keterlibatan individu ke dalam bagian dari organisasi perlu melakukan
identifikasi dirinya terhadap organisasi, atau komitmen terhadap organisasi. Kata
komitmen memiliki arti sebagai suatu bentuk loyalitas (kesetiaan terhadap sesuatu
yang telah dijanjikan) (Manser, 1995). Robbins (2005) lebih menekankan definisi
komitmen organisasi sebagai derajat identifikasi karyawan terhadap organisasi
serta tujuan organisasi, yang kemudian mengarahkan karyawan untuk menjaga
keanggotaannya dalam organisasi.
Salah satu unsur penting di dalam organisasi adalah manajemen. Seperti
disebutkan oleh Stoner et al. (1996) manajemen adalah praktik nyata yang terus
menerus yang membentuk organisasi. Semua organisasi memiliki orang-orang
yang bertanggungjawab agar tujuan organisasi tercapai. Orang-orang itu disebut
manajer. Manajemen adalah kegiatan utama yang akan menentukan seberapa
bagus organisasi itu melayani orang-orang yang memengaruhinya (Stoner et al.,
Selain faktor manajemen yang berperan mengendalikan organisasi,
struktur yang dibangun oleh pihak manajemen juga ikut menentukan kinerja dari
organisasi yang bersangkutan. Struktur organisasi biasanya mencerminkan
bagaimana organisasi tersebut melakukan kegiatannya. Struktur organisasi adalah
pola formal aktivitas dan hubungan antara berbagai sub-unit organisasi. Struktur
organisasi meliputi dua aspek yaitu desain pekerjaan dan desain organisasi.
Desain pekerjaan dihubungkan pada proses di mana manajer menspesifikasikan
isi, metode dan hubungan pekerjaan untuk memenuhi kepentingan organisasi dan
individu. Sementara itu, desain organisasi berkaitan dengan struktur organisasi
secara menyeluruh (Gibson et al., 2005).
Manajemen yang terdiri dari orang-orang yang mengendalikan organisasi
terikat dengan struktur yang dibangun oleh organisasi. Namun, kedua unsur
tersebut belum cukup untuk menggerakkan organisasi dalam mencapai tujuannya,
sehingga masih diperlukan lagi banyak individu yang terlibat dalam organisasi.
Banyaknya individu yang terlibat di dalam organisasi memerlukan sistem
informasi yang dipakai sebagai acuan dalam proses komunikasi antar individu.
Menurut Gibson et al. (2005) proses komunikasi menghubungkan organisasi
dengan lingkungan, demikian juga sebagai bagiannya. Informasi mengalir ke dan
dari organisasi dan di dalam organisasi. Informasi mengintegrasikan aktivitas di
dalam organisasi. Dengan demikian, proses komunikasi yang terjadi merupakan
pengaturan informasi yang terjadi di dalam organisasi dan juga dari dalam
organisasi ke pihak di luar organisasi.
Unsur lain yang terkait dengan organisasi adalah finansial. Aspek finansial
organisasi menurut Stoner et al. (1996) adalah aspek penting yang akan
menentukan performance organisasi dan prospeknya dalam jangka panjang. Ada
tiga faktor penting dari aspek finansial organisasi yaitu likuiditas, kondisi finansial
umum dan profitabilitas. Likuiditas adalah kemampuan organisasi untuk
mengkonversi aset menjadi dalam bentuk kas untuk memenuhi kebutuhan
keuangan dan kewajiban-kewajiban organisasi dalam waktu tertentu, atau
singkatnya adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya. Finansial umum biasanya keseimbangan antara hutang dan ekuitas
kewajibannya, baik kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang.
Profitabilitas adalah kemampuan untuk mendapatkan atau memperoleh
keuntungan dalam waktu tertentu.
2.3. Konsep Motivasi sebagai Dasar Perilaku
Setiap orang pasti mempunyai hasrat untuk berbuat sesuatu yang menjadi
harapannya, karena kepentingannya maupun kebutuhannya. Hasrat tersebut
dinamakan sebagai motivasi bagi dirinya. Namun, menurut kebiasaan yang
berlaku, motivasi yang dipikirkan oleh pelaku tidak pernah diketahui oleh
siapapun kecuali yang bersangkutan. Bahkan, motivasi biasanya tersembunyi
dalam hati, sehingga orang hanya bisa menduga bagaimana sebenarnya. Walaupun
tersembunyi, motivasi juga bisa terbaca melalui tindakan yang diambil sebagai
aksi atau perilaku yang dilakukan oleh seseorang. Akan tetapi, sebagai suatu
kelompok manusia yang bekerja bersama, maka motivasi bisa diinterpretasikan
dari kebijakan yang ditetapkan menjadi perilaku yang akan dikerjakan orang
bersama-sama secara keseluruhan.
Motivasi pelaku tidak harus menyatakan niatnya secara terbuka. Motivasi
sesungguhnya hanya berada di hati yang terdalam dari setiap individu. Kendati
demikian, tidak berarti bahwa dengan tidak menyatakan niat seseorang, bahwa
orang lain tidak dapat menduga maupun membacanya, terutama bila motivasinya
sudah mengambil bentuk nilai yang mendasari perilakunya itu. Walaupun
motivasi tidak pernah diucapkan dan bersifat tersembunyi, perbuatan seseorang
menjadi indikasi melalui perilaku yang nampak dan dapat diinterpretasikan dari
perilaku yang juga merupakan cermin yang dapat terlihat lebih nyata dari
motivasinya.
Walaupun motivasi bersifat tersembunyi, sekelompok orang yang
melakukan sesuatu secara bersama-sama akan tercermin dalam perilaku
kelompok. Hal tersebut juga dapat diketahui dari kebijakan yang dikeluarkan yang
melahirkan motivasi kolektif melalui interaksi bersama dan pembicaraan dengan
orang lain. Motivasi juga dapat dirasakan dari hasil kerja secara kolektif terutama
dari keinginan mereka yang berada di luar organisasi.
Motivasi yang tinggi biasanya menjadikan seseorang berada dalam
memberikan pelayanan (yaitu cermin motivasi) yang prima (tinggi), karena
merasa tidak puas dengan keadaan yang dihadapinya. Keresahan yang demikian
jelas menguntungkan orang lain. Keresahan dapat hilang jika aktivitas motivasi
dapat tersalurkan melalui pemberian pelayanan yang lebih baik kepada orang lain.
Bentuk pelayanan yang dapat menciptakan kesenangan bagi para pekerja dapat
digambarkan sebagai suatu bentuk rasa kepuasan. Dengan tidak adanya keresahan
ataupun kegelisahan dalam diri seseorang pekerja maupun sekelompok pekerja -
terhadap keadaan yang ada, maka orang tersebut dapat dikatakan sebagai orang
yang mempunyai motivasi yang rendah (Viteles, 1973).
Kepemimpinan dalam situasi demikian dapat memainkan peranan penting
untuk memelihara terjaganya motivasi yang tinggi, terutama terhadap jalannya
arah organisasi dalam mencapai tujuan (pelayanan) agar dapat memenuhi
kebutuhan orang lain yang tidak puas. Kepemimpinan dapat membedakan corak
tingkah laku para pelaku antara organisasi satu dengan organisasi yang lain dan
dengan bentuk pelayanan yang diberikan.
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa motivasi dapat digambarkan sebagai
suatu kebutuhan yang selalu tidak pernah terpuaskan bagi yang melayani maupun
yang dilayani. Oleh karena itu, perlu diciptakan suatu keadaan yang menghasilkan
keseimbangan antara kepuasan atau kesenangan secara silih berganti. Hal ini
dapat dilakukan dengan mengembalikan keadaan yang tidak seimbang menjadi
seimbang kembali. Para pekerja tetap diminta untuk selalu bergerak sesuai tujuan
untuk mengembalikan keadaan yang tidak senang dan tidak seimbang tersebut
agar kebutuhan masyarakat dapat dilayani sepenuhnya. Masyarakat juga harus
mendukung maksud baik dari pimpinan organisasi ini.
Oleh karena itu, jelas bahwa motivasi merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari unsur manusia dalam suatu organisasi. Dalam kegiatan organisasi
motivasi seharusnya bersifat ajeg, terutama dalam usaha-usaha yang mengarah
pada pencapaian tujuan organisasi. Adanya suatu ke-ajeg-an mencerminkan
motivasi untuk mencapai tujuan yang selalu menjadi usaha kerasnya. Keajegan
adalah cara kerja yang menjadikan kualitas dari nilai kerja itu sendiri. Ke-ajeg-an
kerja. Sementara nilai kualitas juga dapat diperoleh dari bentuk pengawasan di
dalam organisasi. Disinilah peranan kepemimpinan menjadi sangat diperlukan.
Para ahli teori perilaku biasanya meletakkan motivasi tidak hanya sebagai
awal dari perilaku, melainkan juga sebagai suatu pemikiran niat perbuatan
seseorang. Jadi, motivasi selalu mendahului nilai kerja (motivation precedes work
values) ataupun tindakan (motivation precedes action). Niat seseorang
mempunyai berbagai dasar pemikiran seperti kepentingan (interest) yang biasanya
juga bertaut dengan suatu kemauan atau kehendak yang bertingkat-tingkat dari
berbagai ragam kebutuhan (needs) yang kemudian menjelma menjadi suatu
perilaku yang nyata. Salah satu pandangan yang bertautan antara kepentingan dan
kebutuhan adalah teori yang banyak dibicarakan ilmuwan yang dikembangkan
oleh Abraham Maslow.
Maslow memulai dengan teorinya yang disederhanakan pada kebutuhan
manusia dari yang paling dasar yaitu kebutuhan fisiologis (physiological needs)
seperti kebutuhan makan dan minum dan kebutuhan seks; diikuti oleh kebutuhan
keamanan (security or safety needs); kebutuhan akan bermasyarakat dan cinta
(love and social needs); dan kebutuhan akan pengakuan (esteem needs) - sampai
pada yang terakhir adalah kebutuhan menampilkan jagad-diri manusia (self
actualization needs) (Maslow, 1970).
Abraham Maslow mengembangkan teorinya lebih jauh dalam buku yang
selanjutnya menjadi kajian klasik dalam subjek ini (Maslow, 1970). Pemikiran
Maslow tersebut mendapat banyak kritikan sehingga melahirkan pemikiran
rintisan lain terutama dalam pandangan teori konten (content theories) di mana
Maslow juga menjadi salah satu perintisnya. Disini dia mengindikasikan bahwa
pada akhirnya manusia juga membutuhkan kehidupan spiritual yaitu nilai agama
yang juga memainkan peranan sangat penting bahkan meliputi keseluruhan tangga
teori motivasi.
Masih dalam pemikiran teori motivasi, ada juga pemikiran yang dirintis
oleh McGregor (1960). Dalam bukunya yang lain, pemikiran ini dikembangkan
lebih jauh dengan membagi motivasi dalam Teori X (Theory X) dan Teori Y
(Theory Y) secara lebih luas lagi. Dalam teori X, McGregor (1960) mendasarkan
bekerja. Pemikiran dari McGregor ini menganggap bahwa dalam bekerja pada
umumnya manusia malas dan hanya ingin keamanannya terjamin. Dalam bekerja,
orang lebih suka berleha-leha dan selalu membutuhkan bimbingan serta
pengawasan dan harus diberi rasa takut agar mereka bekerja dengan baik dan
benar.
Oleh karena itu, apabila pemimpin melihat keadaan seperti yang
digambarkan di atas, maka pemimpin itu sendiri cenderung menjadi orang yang
menuntut dan memaksa dengan keras pada bawahannya untuk bekerja dengan
baik. Seringkali pemimpin menjadi otoriter dalam keadaan yang demikian. Teori
ini mencerminkan gaya dari perilaku yang dilahirkan berbeda, terutama dengan
corak kepemimpinan yang lebih egaliter yang digambarkan sebagai teori Y.
Teori Y beranggapan bahwa manusia dalam bekerja cenderung seperti
ketika istirahat atau bermain. Anggapan lainnya adalah bahwa para pekerja
mempunyai komitmen pada tujuan organisasinya, mengendalikan diri untuk
mencapai tujuan organisasi dan berharap pada pengakuan dan balasan yang baik
pula. Teori Y juga berhasrat agar orang memimpin dirinya sendiri dan orang lain,
daripada rasa aman semata. Orang diharapkan agar mempunyai semangat inovatif
dan kreatif, suatu pemikiran yang melahirkan bentuk lain dari kepemimpinan
(McGregor, 1970).
Dalam teori Y, pemimpin cenderung melahirkan pemikiran yang lebih
egaliter kepada sesama para pekerjanya. Pemimpin cenderung bekerja bersama (to
work with people) orang lain dan bukan hanya melalui (and not only through and
with other people) melainkan menguasai orang lain (over-ruling other people’s
thinking) yaitu memaksa pemikirannya pada orang lain, maka pemimpin bukan
lagi memimpin (leading) akan tetapi menjadi menguasai (ruling). Apabila
pemimpin menjadi asyik dengan posisi kekuasaannya, maka seorang cenderung
menjadi penguasa yang memimpin dan bukan pemimpin yang berkewenangan.
Pemikiran tentang motivasi mempunyai ciri adanya usaha yang dikerjakan.
Usaha ini tercermin dalam nilai yang melahirkan perilaku. Jadi, perilaku manusia
sangat dipengaruhi lingkungan dalam organisasi dimana dia berada. Kata
dipengaruhi menjelaskan adanya hubungan yang erat antara pribadi orang dalam
Pribadi seseorang bisa saja meliputi watak maupun temperamen yang
menjadi bawaan dirinya (ingrained in the self). Kedua hal tersebut terjelma dalam
nilai yang menjadi anutan kerjanya. Pribadi seseorang juga meliputi pengetahuan,
skill, sikap dan beberapa pengaruh yang didapat dari lingkungannya. McGregor
menyebutkan hal ini sebagai fungsi I. Semua yang dijelaskan sebagai fungsi I
terjelma dalam nilai yang lebih konkrit yang tidak dijelaskan oleh McGregor
sendiri. Sementara lingkungan digambarkan sebagai fungsi E. Oleh karena itu,
dirumuskanlah aksi kerja (Work Performance) dengan rumusan sebagai berikut:
P = f( I, E)
P = f {I( a,b,c,d,) …E( m,n,o,p…)}
dimana, P adalah kinerja atau perilaku, I adalah berbagai karakteristik dari para
individu dan E adalah environment atau lingkungannya yang mempengaruhi
maupun dipengaruhi oleh P maupun I. Secara singkat seluruh performance (P)
atau perilaku seseorang, baik yang didapat dari pendidikan, keahlian atau
pengalaman, sikap dan tindakan adalah cermin atau terjemahan dari nilai kerja
seseorang dari dalam organisasi dan tertuju pada lingkungan dalam dan luar
organisasi (Gregor, 1967).
Motivasi belum menjadi perilaku yang ekspresif selama manusia belum
melakukan suatu tindakan (aksi dari dirinya) dan tidak ada aksi kecuali ada nilai
yang mendasarinya. Motivasi hanya merupakan suatu suasana batin yang tidak
kita ketahui, kecuali bagi dirinya sendiri atau kelompoknya sendiri yang
menganggap bahwa ia akan berbuat seperti apa yang dituntut oleh organisasinya.
Motivasi bisa memberi warna pada tingkah laku (behaviour) sehari-hari,
sedangkan perilaku merupakan jelmaan dari nilai kerja dalam bentuk norma yang
mengatur kerjanya itu, yaitu: dari apa dan bagaimana yang harus diperbuat; serta
peran atau tugas yang diembankan pada seseorang dalam suatu struktur organisasi
yang ada. Jadi, motivasi dalam kenyataannya merupakan penjelmaan dari nilai
dasar seperti agama dan budaya yang dianutnya maupun nilai keseharian yang
didapat dari pendidikan maupun pergaulannya dan yang tertuju pada tujuan di
lingkungan dari organisasinya.
Pertama, motivasi orang yang bekerja di dalam organisasi jelas akan
environment) maupun lingkungan dalam organisasi (internal organizational
environment) itu sendiri. Keduanya hal tersebut akan menjelma pada suatu bentuk
persepsi dan proyeksi dalam bentuk perilaku (behaviour) dalam melaksanakan
tujuan (objective) dari mereka yang bekerja di lingkungan dalam organisasi
(internal organizational environment). Sementara nilai kerja mendahului dan
mendasari perilaku kerja seseorang atau sekelompok orang.
Kedua, perilaku itu sendiri ada penyebabnya (caused by). Penyebabnya
biasanya dipengaruhi oleh lingkungan luar organisasi yang bisa saja melahirkan
motivasi. Perilaku juga mempunyai dampak (effect) pada lingkungan luar
organisasi (Kolasa, 1970). Penelitian ini sebenarnya merupakan kajian dari
sebagian aspek budaya kerja dari mereka yang bekerja di bandara yaitu
lingkungan dalam yang berkaitan dengan lingkungan luar organisasi. Oleh karena
itu, kurangnya mutu pelayanan dapat diartikan sebagai akibat dari kurangnya
perhatian manusia yang bekerja terhadap nilai-nilai kerjanya sendiri yang
membentuk peran dan norma organisasi serta turut mempengaruhi kinerja di
lingkungan luar organisasi. Hal ini berarti bahwa pelayanan yang baik hanya bisa
terjadi apabila nilai kerja yang dianut mempunyai pengaruh pada lingkungan
organisasi yang ada secara signifikan.
Nilai yang berpengaruh saja tidak akan cukup. Oleh karena itu, penelitian
ini juga perlu mencari nilai apa saja yang ikut mempengaruhi atau yang
sebenarnya ikut mendukung nilai utama yang berpengaruh pada lingkungan
luarnya itu. Penelitian ini memfokuskan diri pada perilaku yang merupakan faktor
yang berdampak pada organisasi secara keseluruhan. Fokusnya pada perilaku
keseluruhan karena sebagian besar kerusakan yang dihadapi masyarakat sekarang
ini berpusat pada perbuatan kolektif manusia yang secara sadar maupun tidak
sadar membantu merusak lingkungan. Sedangkan penyebabnya adalah nilai-nilai
yang terkait yang juga ikut mempengaruhi nilai utama yaitu nilai pendukung yang
menyebabkan perilaku tersebut terjadi (caused behaviour). Dengan demikian,
kerusakan harusnya dapat diperkirakan terlebih dahulu agar tidak terjadi, jika nilai
pendukung utama juga di perhitungkan sebagai nilai yang berpengaruh pada nilai
Dalam motivasi, lingkungan luar dapat menjadi sumber inspirasi bagi
mereka yang bekerja di lingkungan dalam organisasi di manapun mereka berada
dan tidak terkecuali di bandara itu sendiri. Padahal perilaku manusia pada
dasarnya berbeda dengan kemauan kerjanya. Ada diantara mereka yang gigih
dibanding dengan teman kerja lainnya. Mereka itulah yang lebih berhasil dalam
menjalankan tugas dibandingkan teman lainnya sesama rekan pekerja.
Adanya nilai kerja yang lebih dan yang kurang gigih adalah cerminan dari
motivasi kerja yang sesungguhnya. Akan tetapi, dalam penelitian ini tidak melihat
perilaku orang per-orang melainkan melihat perilaku secara keseluruhan dari
semua yang bekerja di lingkungan bandara. Namun, hal ini tidak berkaitan dengan
suatu diskursive yaitu suatu gagasan yang banyak bergulir tanpa suatu rencana.
Akan tetapi, hal tersebut terkait dalam suatu hubungan dari para individu dengan
apa yang sebenarnya terjalin dan yang diketahui oleh masing-masing pekerja.
Dengan demikian, arti nilai (meaning) sangat terkait dengan konteks dari para
individu yang melakukan suatu tindakan. Jadi, ekspresi yaitu membuat informasi
tersedia bagi orang lain bukanlah tindakan akhir melainkan efek sampingan dari
tugas yang mau dijalankan dengan nilai kerja yang ada (Goffman, 1980).
Motivasi dalam pandangan ini juga merupakan esensi yang terdalam dari
manusia (inner-self wishes), sedangkan nilai adalah bentuk lahiriah (expressive
wishes) dari nilai yang terdalam itu yaitu motivasi. Adapun yang dimaksud
dengan nilai yang terdalam adalah ajaran baku yang tertanam pada diri seseorang
seperti agama, budaya dan pendidikan yang juga ikut membentuk motivasi dari
mereka yang bekerja. Ajaran yang baku ini juga menjadi alat interpretasi dari diri
(the objective interpretation of and by the self) yang menerjemahkan apa yang
dipersepsikannya secara fleksibel dari luar diri.
Motivasi dapat dibentuk melalui proses persepsi dari mereka yang bekerja
yang biasanya menangkap dari lingkungan luar dirinya (outer-self inwardly)
(Burger dan Luckmann 1969). Rajin atau malas seseorang juga dibentuk oleh
keadaan yang membentuk dirinya sendiri maupun lingkungan luar organisasi yang
berpengaruh membentuk sikap tersebut. Oleh karena itu, terdapat siklus yang
nilai kerja yang merupakan cermin dari lingkungan dalam yang berpengaruh
kemudian menjelma dalam nilai kerja.
Persepsi merupakan daya tangkap manusia yang dipengaruhi oleh
lingkungan luar organisasi termasuk lingkungan sosial, lingkungan buatan dan
lingkungan alaminya. Dengan perkataan lain, persepsi merupakan suatu proses
daya tangkap oleh diri yang sekaligus memberi interpretasi terhadap lingkungan
luar (outer phenomena is perceived as problems by the inner-self through the
interpretation of basic or acquired values). Pengaruh nilai kerja terdapat dalam
organisasi di mana mereka yang bekerja. Sedangkan proses persepsi tidak luput
dari pengaruh nilai dasar yang dianut oleh seseorang yang secara bersamaan
dengan nilai kerja dalam memberi interpretasi dari fenomena yang diamati atau
yang ditangkap oleh diri (the self) dari lingkungan luarnya (Toch dan Smith 1968).
Hal yang ingin dicari dari penelitian ini adalah nilai kerja yang
berpengaruh secara signifikan. Jadi, pembahasan yang dilakukan dalam penelitian
ini terkait dengan nilai-nilai dasar yang dapat memelihara lingkungan atau yang
sangat berpengaruh pada lingkungan. Walaupun tidak dipungkiri bahwa ada nilai
dasar yang dipengaruhi oleh motivasi (sebagai faktor terdalam dari manusia)
maupun persepsi yang juga membantu membentuk motivasi orang untuk bekerja
dan yang kemudian melahirkan sikap (attitude) dan perilaku (behavior) dari
mereka yang bekerja di lingkungan dalam organisasi.
Motivasi menurut pandangan Katerberg dan Blau (1983) mempunyai
beberapa ciri yaitu adanya usaha (effort) yang menggambarkan usaha orang dalam
suatu kegiatan yang mencerminkan kekuatan sebagai pendorong motivasi menjadi
tingkah laku kerja (work related behaviour). Kerja keras dapat berarti motivasi
kerja tinggi, tetapi bisa juga merupakan hasil kerja sehingga kerja yang dilakukan
menjadikan motivasi tinggi. Orang yang bekerja di depan tungku api tidak bisa
kerja dengan lengah. Oleh karena itu, kerja harus selalu mempunyai motivasi yang
tinggi. Motivasi merupakan akibat dari bentuk kerjanya itu sendiri.
Motivasi diibaratkan sebagai jantungnya manajemen karyawan.
Mangkuprawira (2008) memberikan definisi motivasi sebagai dorongan yang
tertentu. Motivasi adalah karakteristik psikologi manusia yang memberi kontribusi
pada tingkat komitmen seseorang (Stoner et al., 1996).
Menurut Mangkunegara (2000) untuk mempermudah pemahaman
motivasi kerja, maka perlu diketahui pengertian motif, motivasi dan motivasi
kerja. Motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri pegawai yang perlu
dipenuhi agar pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya,
sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu
mencapai tujuan dari motifnya.
Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja
bawahan, agar mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan
keterampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Perusahaan bukan saja
mengharapkan karyawan yang ”mampu, cakap dan terampil”, tetapi yang
terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja
yang optimal (Hasibuan, 2003).
Motivasi kerja adalah sesuatu yang permanen dan terus-menerus dan
diusahakan secara berkelanjutan (persistence), kecuali orang sudah menjadi
lumpuh. Maka motivasi dapat pula menjadi bentuk pengobatan bagi kesembuhan
bukan untuk kerja. Disini motivasi adalah usaha yang selalu mempunyai tujuan
(goal directed) (Katerburg dan Blau 1983). Motivasi juga mengenal teori proses
(process theory). Teori kebutuhan - yang dalam hal ini masuk dalam teori konten
(content theory) – yaitu berbicara mengenai apa yang menggugah motivasi, maka
teori proses yang mengemuka adalah terjadinya proses motivasi yang
sesungguhnya.
Clayton Alerter menghaluskan sekaligus memperluas pandangan dari
Maslow. Clayton mengatakan bahwa kebutuhan itu terkait dengan kebutuhan
untuk eksis (existence needs) yang mencakup safety dan physiological dalam
pandangan Maslow. Begitu juga ada kebutuhan untuk keterkaitan (relatedness)
yang mencakup social dan self esteem needs. Sementara pandangan yang lain
adalah pertumbuhan (growth) yang mencakup self esteem itu sendiri dan self
actualization needs dalam pandangan Maslow sebagaimana dikutip oleh Alerter
(1972). Masih banyak lagi teori dari kebutuhan ini seperti yang dikembangkan
Fredrick Herzber