• Tidak ada hasil yang ditemukan

Influences of work values on environment at the airport: a case study in five airports in Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Influences of work values on environment at the airport: a case study in five airports in Indonesia"

Copied!
251
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH NILAI KERJA

TERHADAP KEPEDULIAN LINGKUNGAN DI BANDARA:

Studi Kasus di Lima Bandara di Indonesia

ACHMAD RAMZY TADJOEDIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengaruh Nilai Kerja terhadap Kepedulian Lingkungan di Bandara: Studi Kasus di Lima Bandara di Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

.

Bogor, Februari 2012

(3)

ACHMAD RAMZY TADJOEDIN. Influences of Work Values on Environment at the Airport: A Case Study in Five Airports in Indonesia. Under the supervision of SJAFRI MANGKUPRAWIRA, SUMARDJO, and ASEP SAEFUDDIN.

This study was conducted at five airports managed by PT Angkasa Pura I, as follows: Juanda Airport, Surabaya; Hasanuddin Airport, Makassar; Pattimura airport, Ambon; Ngurah Rai Airport, Denpasar; and Sepinggan Airport, Balikpapan. This study aims to identify the value that affect the working conditions of the airport environment, analyzing the influence of each work's value to the quality of the airport environment, identify the needs of stakeholders in improving the performance of airports in the future and formulate implementation strategy needs to be done to improve the environmental performance of the airports. The results of the analysis of stakeholder needs against environmental quality inside and outside the company show that the requirement is: (1) improving the performance of efficient service, clear, precise, and easy airport service users; (2) increase the professionalism of officers who work efficiently, workers spread across several important points, and create familiarity between officers with airport service users, as well as the atmosphere of a friendly waitress from officers; (3) dissemination of clear and strict rules for employees and users services and for law enforcement officers and service users; and (4) improvement of facilities. The results of a prospective analysis found five key factors, namely leadership, cleanliness, care customs, modesty, and tidiness. Based on these five key factors, then the implementation strategy that can be done by PT Angkasa Pura I to improve the quality of the firm is: (1) working with the leadership; (2) always pay attention to neatness, both in appearance and in work; (3) always pay attention to cleanliness; (4) be simple, reasonable, not excessive in employment; and (5) caring for customs or the culture around an enterprise environment.

(4)

ACHMAD RAMZY TADJOEDIN. Pengaruh Nilai Kerja terhadap Kepedulian Lingkungan di Bandara: Studi Kasus di Lima Bandara di Indonesia. Dibimbing oleh SJAFRI MANGKUPRAWIRA, SUMARDJO, dan ASEP SAEFUDDIN.

Bandara adalah suatu daerah yang unik dan pertumbuhannya sangat pesat sejalan dengan semakin terbukanya perdagangan bebas. Bandara merupakan tempat masuk dan keluarnya berbagai barang dan jasa; tempat bertemunya bermacam ras, suku, bangsa, serta laki-laki dan perempuan sehingga terjadi interaksi budaya yang membantu mendorong masyarakat untuk menjadi semakin terbuka dalam menerima segala macam bentuk kontak budaya dengan dunia luar. Bandara juga menjadi daerah awal pertemuan budaya (cultural meeting point), dan terasa semakin berkembang dengan meningkatnya kegiatan pariwisata. Oleh karena itu maka setiap daerah berupaya untuk berbenah dan mempercantik diri menjadi daerah yang menawan, nyaman, indah, bersih dan aman, sehingga dapat menarik perhatian para wisatawan. Walau bandara mempunyai kemampuan yang sangat terbatas, apalagi dalam masa pertumbuhannya, maka untuk mencapai hal tersebut memerlukan nilai kerja yang mampu memberi pelayanan yang baik dalam menyongsong lalu-lalangnya pesawat terbang, wisatawan dan bermacam jenis barang sebagai akibat dari perkembangan perdagangan yang semakin ramai dan pesat pula. Adapun yang dimaksud nilai kerja di sini adalah bagian dari budaya kerja yang sedang berjalan di dalam organisasi tersebut.

Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang dan permasalahan, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut: (1) bagaimana tingkat kepedulian responden terhadap lingkungan bandara, (2) faktor-faktor nilai kerja apa yang mempengaruhi kepedulian lingkungan bandara, (3) bagaimana kebutuhan stakeholders dalam upaya meningkatkan kepedulian dan kinerja lingkungan bandara, dan (4) strategi apa yang perlu diterapkan untuk meningkatkan kepedulian lingkungan bandara yang menjadi kebutuhan stakeholders. Untuk menjawab berbagai permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis tingkat kepedulian responden terhadap lingkungan bandara, (2) menganalisis faktor-faktor nilai kerja yang mempengaruhi kepedulian lingkungan bandara, (3) menganalisis kebutuhan stakeholders dalam upaya meningkatkan kepedulian dan kinerja lingkungan bandara, dan (4) merumuskan strategi yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kepedulian dan kinerja lingkungan bandara.

(5)

lingkungan di dalam perusahaan dan 21 indikator nilai kerja (kepedulian lingkungan di dalam perusahaan, bekerja dengan kepemimpinan, kerapihan, mencapai visi perusahaan, rasa kebersamaan, sanksi/hukuman, kebersihan, menghasilkan laba, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kerja keras, mempergunakan MS Access, menyediakan keperluan orang lain, bekerja dengan mutu kerja yang tinggi, jiwa dagang, kepuasan terhadap gaji, keberanian membela kebenaran, berorientasi pelayanan, kenyamanan, kebersahajaan, inisiatif/manfaatkan kesempatan, dan penyesuaian diri) yang diduga berpengaruh terhadap lingkungan di luar perusahaan. Selanjutnya dilakukan analisis regresi linier berganda untuk menguji pengaruh faktor-faktor nilai kerja yang terhadap kepedulian lingkungan bandara. Berdasarkan metode Focus Group Discussion (FGD) didapatkan hasil analisis kebutuhan stakeholders untuk dibandingkan dengan hasil analisis regresi linier berganda sebelum dilakukan analisis prospektif. Setelah melakukan analisis prospektif, dihasilkan strategi peningkatan kinerja lingkungan bandara.

Hasil analisis persepsi menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat kepedulian yang sangat tinggi terhadap lingkungan dalam bandara dan lingkungan luar bandara. Hal ini sangat menggembirakan karena hasil tersebut sangat diharapkan oleh semua pihak, khususnya pihak pengelola bandara dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas dan kinerja lingkungan bandara.

Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, ditemukan bahwa kepedulian lingkungan dalam bandara secara signifikan dipengaruhi oleh 16 indikator nilai kerja, yaitu kepedulian lingkungan di luar perusahaan, ksatria/sportif, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kebersihan, solidaritas/rasa persatuan, penilaian diri secara teliti, keikhlasan, rajin, loyalitas/kesetiaan, kekuasaan, keakraban, puas bekerja, berorientasi pelayanan, mengambil risiko, ketekunan, dan kebersahajaan. Dengan melihat tanda positif pada koefisien regresi yang ada, maka dapat dikatakan bahwa 13 faktor nilai kerja, yaitu ksatria/sportif, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kebersihan, solidaritas/rasa persatuan, penilaian diri secara teliti, keikhlasan, rajin, loyalitas/kesetiaan, keakraban, puas bekerja, berorientasi pelayanan, dan ketekunan, merupakan faktor pendorong bagi terciptanya kepedulian lingkungan di dalam bandara, sedangkan tanda negatif pada koefisien regresi tiga faktor nilai kerja, yaitu, kekuasaan,  mengambil risiko, dan kebersahajaan, mengindikasikan bahwa kekuasaan, mengambil risiko, dan kebersahajaan merupakan faktor penghambat bagi terciptanya kepedulian lingkungan di dalam bandara.

(6)

inisiatif/manfaatkan kesempatan, merupakan faktor pendukung bagi terciptanya kepedulian lingkungan di luar bandara.  

Berdasarkan hasil analisis prospektif, terdapat 14 faktor nilai kerja yang berpengaruh signifikan terhadap kepedulian lingkungan bandara dan dikelompokkan ke dalam 4 kategori, yaitu :

ƒ Kategori 1 (ketergantungan tinggi, pengaruh tinggi) : kerapihan dan kebersihan, ƒ Kategori 2 (ketergantungan rendah, pengaruh tinggi) : kepemimpinan, kepedulian

adat istiadat, dan kebersahajaan.

ƒ Kategori 3 (ketergantungan rendah, pengaruh rendah) : orientasi pelayanan, adat istiadat, jiwa dagang, dan membela kebenaran,

ƒ Kategori 4 (ketergantungan tinggi, pengaruh rendah) : kepuasan gaji, mutu kerja, kerja keras, sarana ibadah, dan kenyamanan .

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2012

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya teks ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan IPB.

(8)

PENGARUH NILAI KERJA

TERHADAP KEPEDULIAN LINGKUNGAN DI BANDARA:

Studi Kasus di Lima Bandara di Indonesia

ACHMAD RAMZY TADJOEDIN

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Ujian Tertutup

Penguji luar komisi : Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, MS Dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB

Dr. Ir. Etty Riani

Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB

Pelaksanaan : 28 Januari 2012

Ujian Terbuka

Penguji luar komisi : Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB

Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala Hubeis

(10)
(11)

KATA PENGANTAR

Sungguh suatu kegembiraan sebagai rasa syukur kehadirat Allah SWT atas

rahmat yang diberikan sepanjang hayat dan dengan rahmat-Nya yang tiada akhir itu

penulis akhirnya dapat menyelesaikan penyusunan disertasi yang berjudul

“Pengaruh Nilai Kerja terhadap Kepedulian Lingkungan di Bandara: Studi

Kasus di Lima Bandara di Indonesia”

, untuk meraih gelar Doktor pada Program

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Komisi

Pembimbing yang terdiri dari Prof. Dr. Ir. Sjafri Mangkuprawira (ketua), Prof. Dr. Ir.

Sumardjo, MS (anggota), dan Dr. Ir. Asep Saefuddin (anggota) yang bersedia

meluruskan, memberi petunjuk dan bimbingan yang sangat intensif dengan membaca

secara teliti disertasi ini. Tanpa bimbingan mereka ini tidak mungkin dicapai

kemajuan seperti yang dialami sekarang ini.

Kepada para promoter terdahulu, Prof. Dr. Ir Hadi S. Alikodra, Prof. Dr. Sri

Saeni dan Prof. Dr. Kooswardhono Mudigdjo sebagai Tim Promotor pertama serta

Tim Promotor kedua yaitu Prof. Dr. Ir. Syamsul Máarif, Prof. Dr. Ir. Suryono H.

Sutjahyo serta Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS, penulis juga mengucapkan banyak terima

kasih atas bimbingan mereka walaupun tidak sampai selesai, karena atas bimbingan

mereka penelitian ini dapat terus berlanjut. Tidak lupa ucapan terima kasih diberikan

kepada Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, MS dan Dr. Ir. Etty Riani selaku penguji

luar komisi pada ujian tertutup, serta Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS dan Prof. Dr.

Ir. Aida Vitalaya Hubeis selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka.

Penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Bob

Waworuntu yang sejak lama sekolah bersama di SMA PSKD I sampai dengan

mengajar di perguruan tinggi di Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Indonesia, Jakarta.

Beliau sebagai pimpinan penelitian Budaya Organisasi dari PT. Angkasa Pura I telah

(12)

Organisasi. Data yang dikumpulkan merupakan data

sekunder dari penelitian utama.

Bantuan kemudahan ini memungkinkan penulis merekonstruksi pemikiran mengenai

Aspek Lingkungan di PT Angkasa Pura I tersebut secara koheren.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada

pimpinan PT. Angkasa Pura I yang mengizinkan menggunakan data yang diperlukan

lainnya seperti data kebisingan, berbagai maskapai penerbangan yang tercatat

memakai bandara yang berada dibawah kawasan kerjanya. Data dari berbagai macam

ini tidak dilampirkan karena akan menjadi terlalu tebal untuk disertasi yang wajar.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada istri,

anak-anak dan keluarga tercinta yang turut mendukung penulis dalam menyelesaikan

disertasi ini.

Harapan penulis bahwa disertasi ini semoga bermanfaat bagi pengembangan

ilmu pengetahuan dan perbaikan kebijakan.

Wabillahit taufik walhidayah.

Bogor, Februari 2012

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pandeglang pada tanggal 3 Mei 1942 sebagai anak

pertama dari pasangan Mahmud Tadjudin dan Mariam Khalila. Pendidikan sarjana

ditempuh di Program Studi Ilmu Politik,

California State University

, lulus pada tahun

1972. Untuk Program Master pada tahun 1972, penulis diterima di Program Studi

Ilmu Politik pada

California State University

dan menamatkannya pada tahun 1974.

Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi dan pada

perguruan tinggi IPB diperoleh pada tahun 1999 dengan sponsor beasiswa pendidikan

pascasarjana diperoleh dari BPPS-Dirjen Dikti.

Penulis adalah Pendiri Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam di

Pascasarjana Universitas Indonesia sejak tahun 1985 dan ditempatkan di Jakarta.

Matakuliah yang diampu adalah Geopolitik Kawasan Timur Tengah, Konflik &

Perdamaian di Timur Tengah, Diplomasi di Timur Tengah, Kepentingan Negara

Besar di Timur Tengah, dan Psikologi Agama.

Penulis pernah menjadi Asisten Kementerian Kependidikan dan Lingkungan

Hidup RI pada tahun 1985 – 2006, sebagai staf ahli Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan pada tahun 1982 – 1985, dan pernah menjadi Ketua Program Studi

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vii

I.

PENDAHULUAN

1

1.1.

Latar Belakang

1

1.2.

Rumusan Masalah

2

1.3.

Tujuan Penelitian

6

1.4.

Manfaat Penelitian

7

1.5.

Kebaruan Penelitian

7

II.

TINJAUAN PUSTAKA

9

2.1.

Konsep Bandara dan Lingkungan...

2.2.

Teori Organisasi...

2.3.

Konsep Motivasi sebagai Dasar Perilaku

9

13

16

2.4.

Konsep Nilai Kerja

29

2.5.

Teori Kepedulian Lingkungan

37

2.6.

Kajian Penelitian Terdahulu………...

2.7.

Kerangka Konseptual Penelitian

2.8. Hipotesis Penelitian………....

41

47

50

2.9. Definisi Konseptual Penelitian………...

51

III.

METODOLOGI

55

3.1.

Lokasi dan Waktu Penelitian

55

3.2.

Desain, Sumber Data, dan Sampel Penelitian

55

3.3.

Teknik Analisis Data

56

3.3.1 Analisis Persepsi dengan Teknik Rentang Kriteria

3.3.2 Analisis Regresi Linier Berganda………

56

59

3.3.3 Analisis Kebutuhan

Stakeholders

……….. 61

3.3.4 Analisis Prospektif………

63

IV.

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

66

4.1.

PT. Angkasa Pura I

66

4.1.1 Kondisi PT. Angkasa Pura I

66

4.1.2 Sumber Daya Manusia

69

4.2.

Keadaan Umum Bandara

70

(15)

4.2.6 Sintesis Gambaran Umum Bandara……….

75

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

78

5.1.

Deskripsi Kepedulian Responden terhadap Kepedulian Lingkungan

Bandara

78

5.2.

Pengaruh Faktor-Faktor Nilai Kerja terhadap Kepedulian Lingkungan

Bandara

5.2.1 Pengaruh Faktor-Faktor Nilai Kerja terhadap Kepedulian

Lingkungan Dalam Bandara………

5.2.2 Pengaruh Faktor-Faktor Nilai Kerja terhadap Kepedulian

Lingkungan Dalam Bandara………

81

82

94

5.3.

Kebutuhan

Stakeholders

terhadap Kepedulian Lingkungan Bandara

105

5.4.

Strategi Implementasi Peningkatan Kepedulian Lingkungan Bandara

106

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN

110

6.1.

Kesimpulan

110

6.2.

Implikasi Kebijakan

111

6.3.

Saran Penelitian Lebih Lanjut

112

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

1.

Ringkasan Penelitian Terdahulu tentang Nilai Kerja dan Kepedulian

Lingkungan

42

2.

Indikator Nilai Kerja dan Definisinya

54

3.

Jumlah Responden yang Diambil dari Masing-Masing Bandara

4.

Skala

Likert

Pendapat Responden………

5.

Penilaian Persepsi Variabel Nilai Kerja………...

6.

Penilaian Persepsi Variabel Kepedulian Lingkungan………..

56

57

58

59

7.

Jumlah pegawai PT. Angkasa Pura I tahun 2000-2004

70

8.

Deskripsi Keadaan Bandara Ngurah Rai tahun 2004

71

9.

Deskripsi keadaan Bandara Juanda tahun 2004

72

10.

Deskripsi keadaan Bandara Hasanuddin tahun 2004

73

11.

Deskripsi keadaan Bandara Sepinggan tahun 2004

74

12.

Deskripsi keadaan Bandara Pattimura tahun 2004

75

13.

Deskripsi Tingkat Kepedulian Responden terhadap Lingkungan Bandara 78

14.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepedulian Lingkungan di dalam

Bandara

83

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1.

Alur Permasalahan Penelitian

2.

Jenis Kebutuhan Menurut Maslow, Herzberg, dan McClelland...

3.

Motivasi kolektif dalam organisasi

4.

Hubungan Kemampuan, Motivasi, dan Kesempatan...

5.

Pengaruh nilai kerja terhadap lingkungan

6.

Sistem sosial dan lingkungan

6

26

28

29

34

35

7.

Gerak sistem sosial dan sistem organisasi

36

8.

Kerangka Konseptual Penelitian

50

9.

Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam sistem

64

10.

Tahapan penelitian

65

11.

Nilai kerja yang terkait secara positif maupun negatif terhadap kepedulian

lingkungan di dalam perusahaan berdasarkan persepsi pakar dalam proses

FGD

84

12.

Nilai kerja yang terkait secara positif maupun negatif terhadap kepedulian

lingkungan di luar perusahaan berdasarkan persepsi pakar dalam proses

FGD

98

13.

Hasil analisis prospektif penentuan faktor kunci peningkatan kepedulian

lingkungan bandara

107

(18)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bandara merupakan daerah yang unik pada saat ini. Pertumbuhannya yang

sangat pesat sejalan dengan semakin terbukanya perdagangan bebas. Sebagai

daerah perdagangan bebas, bandara mempunyai manfaat seperti masuk dan

keluarnya berbagai barang dan jasa; tempat bertemunya bermacam ras, suku,

bangsa serta laki-laki dan perempuan, sehingga terjadi interaksi budaya yang

membantu mendorong masyarakat untuk menjadi semakin terbuka dalam

menerima segala macam bentuk kontak budaya dengan dunia luar. Besar

kemungkinan budaya yang masuk berbeda dengan budaya yang dianut masyarakat

setempat. Hal ini menjadikan bandara menjadi suatu daerah awal pertemuan

budaya (cultural meeting point) yang semakin lama semakin padat dan rumit akan

pengunjung yang lalu-lalang dengan berbagai maksud dan tujuan kedatangan

maupun kepergiannya.

Pada daerah di luar kota besar, tumbuh pula bandara menengah dan kecil

karena adanya kepentingan yang sangat khusus bagi daerah masing-masing. Di

beberapa daerah di Indonesia, bandara pada awalnya didirikan dengan tujuan

untuk memenuhi kebutuhan angkutan bagi para pimpinan dan staf yang bekerja di

daerah. Begitu juga untuk mereka yang mengurus perkebunan dan yang

melakukan perdagangan, adanya bandara dan pesawat udara sangat membantu

dalam melaksanakan kegiatannya.

Beberapa kota, seperti di Manado, Balikpapan, Makasar, dan Denpasar,

Bali, bandara diperluas sejalan dengan semakin ramainya kunjungan para

wisatawan yang lalu-lalang untuk melakukan berbagai macam kebutuhan.

Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah daerah setempat tidak ingin

ketinggalan dalam membuka lapangan terbang baru di daerah yang terbuka luas

dan yang tidak mengganggu penduduk di sekitarnya.

Sejalan dengan pertumbuhan bandara, maka perusahaan penerbangan

semakin bertambah banyak pula jumlahnya. Namun demikian, perusahaan

penerbangan bukan saja tumbuh di ibukota negara atau kota-kota besar saja,

(19)

buana ke daerah-daerah lainnya, baik di dalam maupun yang menuju ke luar

negeri. Selain hal tersebut, dengan berkembangnya sektor pariwisata, maka setiap

daerah perlu berbenah diri untuk menarik perhatian para wisatawan dengan cara

mempercantik dan membuat daerah kunjungan wisata masing-masing menjadi

daerah yang menawan, nyaman, indah, bersih dan aman untuk dikunjungi.

Semua pertumbuhan ini tentunya memerlukan suatu nilai kerja yang

mampu memberi pelayanan yang baik dalam menyongsong lalu-lalangnya

pesawat terbang, wisatawan dan bermacam jenis barang sebagai akibat dari

perkembangan perdagangan yang semakin ramai dan pesat pula. Kendati

demikian, bandara itu sendiri sangat terbatas kemampuannya apalagi dalam masa

pertumbuhannya. Informasi nilai kerja di bandara sangat dibutuhkan namun

informasi tersebut masih sangat minim. Berdasarkan hal tersebut diperlukan suatu

kajian yang komprehensif dalam rangka meningkatkan kinerja lingkungan

bandara sehingga diharapkan dapat memenuhi harapan para stakeholders. Untuk

keperluan tersebut diperlukan pendekatan partisipatif untuk memperoleh hasil

kajian yang operasional dan implementatif.

1.2 Rumusan Masalah

Akibat dari keberadaannya, bandara memiliki masalah tersendiri.

Beberapa masalah yang dihadapi oleh bandara antara lain adalah kebisingan yang

berasal dari mesin pesawat; polusi udara yang berasal dari pesawat terbang dan

kendaraan roda dua maupun roda empat; serta kemacetan lalu lintas yang

diakibatkan oleh banyaknya kendaraan yang masuk ataupun keluar bandara.

Masalah lain yang mungkin timbul di bandara atau lingkungan sekitarnya

adalah seringnya terjadi kecelakaan pesawat, seperti kecelakaan yang sering

terjadi di berbagai bandara nasional, diantaranya Bandara Adisucipto, Yogyakarta;

dan Bandara Hasanudin di Makasar. Banyaknya masalah yang dihadapi oleh

bandara saat ini membutuhkan perhatian khusus terhadap daerah ini. Selain

masalah-masalah di atas, kebersihan dan kenyamanan lingkungan di sekitar

bandara juga dirasakan perlu mendapat perhatian khusus.

Masalah lain yang juga perlu mendapat perhatian seperti halnya yang

(20)

Angkasa Pura I) adalah terjadinya perambahan jumlah rumah penduduk dan

industri yang berkembang mendekati bandara.

Masalah lainnya yang terjadi di kawasan bandara adalah kebisingan

sehingga diperlukan berbagai bentuk kepedulian dalam menjaga agar tidak terjadi

kebisingan di sekitar wilayah bandara atau menjaga agar kebisingan tidak

melampaui ambang batas yang ditetapkan. Pesawat yang bising biasanya kurang

diminati pula oleh maskapai penerbangan yang menjadi para pembelinya. Selain

itu, pesawat terbang masa depan yang banyak dirancang saat ini adalah pesawat

yang hemat bahan bakar (fuel-efficient plane) dan jauh dari kebisingan (low-noise

polution plane).

Saat ini, Indonesia mencanangkan diri sebagai negara tujuan wisata.

Dengan ramainya kunjungan wisata ke berbagai daerah di Indonesia, maka

konsekuensinya bandara dibangun di berbagai daerah. Khusus untuk daerah yang

sudah memiliki bandara, pimpinan bandara umumnya juga merasa perlu

melakukan pengembangan dan peningkatan bandara mengingat dengan

bertambahnya jumlah penumpang, barang dan jasa serta jumlah penerbangan yang

semakin banyak, maka bandara membutuhkan para pekerja yang mempunyai nilai

kerja yang handal. Bandara membutuhkan kemampuan untuk memberikan

pelayanan yang terbaik dan terus meningkat menghadapi masa depan dari bandara

itu sendiri.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka muncul pertanyaan penelitian ini:

bagaimanakah nilai kesiapan dalam menghadapi berbagai tuntutan perkembangan

dalam melayani publik? Pada umumnya pertanyaan tersebut akan dijawab bahwa

mereka siap untuk melayani. Namun, nilai kerja yang manakah yang merupakan

nilai dari para staf dan karyawannya yang sesungguhnya melayani masyarakat di

dalam bandara itu yang menghasilkan pelayanan yang optimal atau prima pada

lingkungan internal bandara dan lingkungan luar (eksternal) bandara? Jawabannya

masih terlalu mengawang-ngawang dan belum implementatif.

Oleh karena itu, di bandara diperlukan kajian tersendiri untuk menjawab

pertanyaan tersebut di atas. Selain itu, pertanyaan dapat merujuk pada suatu

keinginan untuk mengetahui bagaimana nilai kerja di lingkungan dalam organisasi

(21)

itu sendiri yang berkaitan dengan lingkungan dalam dan luar (external

organizational environment).

Pertanyaan ini juga timbul dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan

terhadap lingkungan sosial, lingkungan buatan dan lingkungan alaminya. Kualitas

pelayanan ini selanjutnya akan menjadi alat bantu untuk melakukan perubahan

kebijakan dari keadaan yang ada pada saat ini, sehingga hasilnya dapat membantu

merubah kebijakan menjadi lebih baik lagi.

Kurangnya kemampuan pelayanan di bandara juga dapat disebabkan oleh

peralatan, maupun fasilitas atau infrastruktur yang kurang mendukung. Namun,

peralatan dan fasilitas tersebut pun bergantung pada bagaimana nilai kerja yang

dianut oleh para karyawan yang bekerja sebagai pimpinan, staf dan karyawan di

lingkup kerja Angkasa Pura I ini. Pelayanan yang menyeluruh memerlukan

perhatian dari berbagai kaitan antara unsur utama sistem organisasi dari Angkasa

Pura I dengan bagian-bagiannya. Sentral dari unsur sistem organisasi adalah unsur

manusia dengan segala nilai kerja yang ada dan yang saling bertautan satu dengan

lainnya dalam menunjang pengaruhnya pada lingkungan luar organisasi dan

sebaliknya.

Berdasarkan hal tersebut, bentuk pelayanan yang baik seharusnya

dirasakan oleh mereka yang berada di lingkungan luarnya, yaitu lingkungan sosial

organisasinya seperti juga di lingkungan buatan dan lingkungan alaminya.

Perhatian dalam penelitian ini terfokus pada masalah pelayanan yang diberikan,

yang terasa masih jauh dari memuaskan bagi masyarakat pemakai bandara yang

dilayaninya, apalagi ingin mengejar ketertinggalan yang dialami terutama

dibandingkan dengan bandara di dunia internasional lainnya.

Cermin dari bentuk pelayanan yang dirasakan bermasalah adalah

kurangnya fasilitas yang menunjang, seperti kenyamanan, keamanan, kebersihan,

keindahan, kerapihan serta penghijauan adalah beberapa contoh akibat dari

masalah nilai kerja yang ada. Contoh lain adalah: kurang tersedianya toilet di

sekitar tempat parkir kendaraan, sehingga banyak dari mereka yang berhajat kecil

dilakukan di sekitar kendaraan dimana para pengemudi menunggu.

Kebersihan umumnya terkait erat dengan kebiasaan orang dari mana

(22)

dari daerah yang sangat terbiasa dengan kebersihan seperti dari Jepang, Australia,

Eropa dan Amerika Utara. Pendidikan kebersihan bagi masyarakat asal

pengunjung ini sudah cukup memasyarakat, sedangkan bagi penduduk setempat

sendiri belum terlihat hasilnya secara nyata, bahkan sosialisasinya juga tidak

begitu terasa.

Hal yang dinilai kurang menyenangkan di berbagai bandara adalah apabila

ada beberapa pesawat yang sedang ditunggu maupun yang berangkat bersamaan,

persediaan tempat duduk di ruang tunggu keberangkatan, baik di luar bandara

maupun di dalam bandara tidak mencukupi. Padahal penumpang banyak yang

menunggu giliran untuk berangkat. Minimumnya fasilitas kursi dalam ruang

tunggu penumpang maupun di luar ruang tunggu masih terlihat dari banyaknya

penumpang yang duduk di lantai.

Informasi sebagai bahan petunjuk bagi wisatawan juga masih kurang

tersedia di bandara. Berbagai bahan informasi wisata di luar bandara, seperti

berbagai tempat makan (restoran), tempat rekreasi atau tempat wisata yang baik,

belum banyak tersedia apabila tidak hendak dikatakan tidak ada. Di beberapa

bandara juga masuk pedagang kaki lima ke daerah sekitar bandara. Saat ini

masalah tersebut dapat teratasi untuk sebagian bandara, namun masih terlihat di

sebagian bandara. Di Bandara Cengkareng, penyediaan makan para sopir dan

lainnya masih tetap membutuhkan keberadaan pedagang makanan.

Kondisi tersebut di atas terkait erat dengan pelayanan di bandara dan dari

bandara terhadap kenyamanan, keamanan, kebersihan, keindahan, dan sebagainya.

Begitu juga dengan kepemimpinan sebagai nilai yang sentral dalam semua hal

yang dibicarakan sebagai masalah yang dihadapi. Pimpinan yang hanya duduk di

dalam kantor biasanya tidak mengetahui apa yang terjadi di luar ruangan

kantornya sendiri.

Sebagian besar masalah yang dihadapi oleh bandara yang ada ini

dipengaruhi oleh pelayanan sebagai cermin dari nilai kerja dari mereka yang

bekerja di dalam perusahaan yang melayani masyarakat luas. Nilai kerja yang

baik diperkirakan dapat membawa kenyamanan bagi masyarakat luas sebagai

bentuk dari pelayanannya. Nilai kerja yang baik itu bisa juga diartikan sebagai

(23)

mereka yang berada di luar kantor. Kepedulian inilah yang diperkirakan kurang

dari memuaskan. Alur berfikir singkat dari masalah yang dihadapi oleh

PT. Angkasa Pura I tersebut disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Alur Permasalahan Penelitian

Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang dan permasalahan,

maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat kepedulian responden terhadap lingkungan bandara?

2. Faktor-faktor nilai kerja apa yang mempengaruhi kepedulian lingkungan

bandara?

3. Bagaimana kebutuhan stakeholders dalam upaya meningkatkan kepedulian dan

kinerja lingkungan bandara?

4. Strategi apa yang perlu diterapkan untuk meningkatkan kepedulian lingkungan

bandara yang menjadi kebutuhan stakeholders?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis tingkat kepedulian responden terhadap lingkungan bandara.

2. Menganalisis faktor-faktor nilai kerja yang mempengaruhi kepedulian

lingkungan bandara.

3. Menganalisis kebutuhan stakeholders dalam upaya meningkatkan kepedulian

(24)

4. Merumuskan strategi yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kepedulian

dan kinerja lingkungan bandara.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberikan pengembangan ilmu

pengetahuan dan inovasi yang terkait dengan penerapan konsep nilai kerja yang

terkait erat dengan tingkat kepedulian lingkungan di bandara. Pengembangan ilmu

yang terkait melalui penelitian ini adalah ilmu manajemen, manajemen organisasi,

manajemen sumber daya manusia, dan teori-teori manajemen lingkungan.

Sedangkan inovasi yang terkait melalui penelitian ini adalah soft innovation, yaitu

inovasi rekayasa pengembangan organisasi dan manajemen lingkungan. Penelitian

ini juga bermanfaat bagi perusahaan pengelola bandara untuk memperbaiki nilai

kerja di lingkungan bandara dalam rangka meningkatkan kepedulian lingkungan

bandara.

1.5 Kebaruan Penelitian

Penelitian ini mempunyai aspek yang baru (novelty) karena pendekatan

aspek nilai (value) yang dilakukan dalam penelitian lingkungan masih langka,

khususnya terkait dengan budaya kerja walaupun dalam bentuk yang selain

penelitian ini sudah sering dilakukan. Penelitian ini juga mencerminkan adanya

sistem yang saling berkait atau ekologi; adanya aspek perilaku (behavior) serta

dampaknya.

Pendekatan yang dilakukan tidak menyentuh kerusakan secara langsung,

melainkan pendekatan tertuju pada bagaimana manusia melalui nilai kerja

mempengaruhi lingkungan yang ada dan pada saat yang sama agar kerusakan

tidak terjadi. Perbaikan terhadap lingkungan lebih dimungkinkan dengan cara

menerapkan nilai yang didapat melalui pengalaman dari penelitian ini.

Penelitian ini lebih bersikap positif dan memilih nilai yang dapat

membawa akibat yang positif pula. Hal ini dilakukan karena adanya aspek goal

directed research yang mencoba untuk membawa kebaikan dengan mendapatkan

nilai penentu yang membawa kebaikan pula. Oleh karena itu maka penelitian ini

(25)

penelitian yang sarat dengan nilai (value laden research), mengingat yang diteliti

(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Bandara dan Lingkungan

Bandara atau bandar udara merupakan sebuah fasilitas tempat pesawat

terbang dapat lepas landas dan mendarat. Bandar udara yang paling sederhana

minimal memiliki sebuah landas pacu, namun bandar udara-bandar udara besar

biasanya dilengkapi berbagai fasilitas lain, baik untuk operator layanan

penerbangan maupun bagi penggunanya (Rachman, 2007). Menurut Peraturan

Pemerintah Nomor 71 Tahun 1996 tentang kebandarudaraan, yang dimaksud dengan

bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas

landas pesawat udara, naik turun penumpang, dan atau bongkar muat kargo dan atau

pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat

perpindahan antar moda transportasi. Definisi bandar udara menurut PT. (Persero)

Angkasa Pura adalah lapangan udara, termasuk segala bangunan dan peralatan

yang merupakan kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi

angkutan udara untuk masyarakat (Departemen Perhubungan, 2005)

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa bandar

udara merupakan prasarana penting dalam kegiatan transportasi udara pada setiap

negara, khususnya Indonesia yang merupakan negara kepulauan, dimana

transportasi udara sangat berperan penting bagikelancaran aktivitas penduduknya.

Bandar udara juga berperan dalam menunjang, menggerakkan dan mendorong

pertumbuhan ekonomi daerah karena berfungsi sebagai pintu gerbang daerah.

Bandara juga merupakan suatu lingkungan tempat manusia beraktifitas, dimana

berbagai komponen lingkungan membentuk suatu sistem. Untuk itu, pembahasan

mengenai konsep bandara harus berkaitan dengan konsep lingkungan.

Raharjo (2007) menyatakan bahwa sejak didirikannya World Commission

on Environmental and Development (WCED) oleh Komisi Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB), yang diketuai oleh Gro Harlem Brundtland, pada tahun 1983,

dengan anggota terdiri dari berberapa negara, termasuk Indonesia (Prof. Dr. Emil

Salim), pendekatan yang dilakukan dalam melakukan pembangunan yang

berkelanjutan harus memperhatikan permasalahan lingkungan. Hasil kerja dari

WCED yang tercatat sampai saat ini dan digunakan sebagai tonggak dalam

(27)

WCED mendekati masalah lingkungan dan pembangunan dengan sudut pandang

sebagai berikut (Raharjo, 2007):

1. Ketergantungan (Interdependency)

Masalah polusi, penggunaan bahan kimia, kerusakan sumber plasma nutfah,

pertumbuhan kota, dan konservasi sumberdaya alam, tidak mengenal batas

negara. Mengingat permasalahan saling ketergantungan, maka pendekatan

harus dilakukan lintas sektor antar negara.

2. Berkelanjutan (sustainability)

Sumberdaya alam sebagai sumber bahan baku kegiatan industri, perdagangan,

perikanan, dan energi, harus dipertimbangkan untuk generasi yang akan

datang.

3. Pemerataan (Equity)

Desakan kemiskinan bisa mengakibatkan eksploitasi sumberdaya alam secara

berlebihan, sehingga perlu dilakukan pengaturan untuk pemerataan.

4. Sekuriti dan Resiko Lingkungan

Perlombaan senjata dan pembangunan tanpa memperhitungkan dampak

negatif kepada lingkungan turut memperbesar resiko lingkungan. Segi ini

perlu ditanggapi dalam pembangunan berwawasan lingkungan.

5. Pendidikan dan Komunikasi

Pendidikan dan komunikasi berwawasan lingkungan dibutuhkan untuk

ditingkatkan di berbagai tingkat pendidikan dan lapisan masyarakat.

6. Kerjasama Internasional

Pola kerjasama internasional dipengaruhi oleh pendekatan pengembangan

sektoral. Pertimbangan lingkungan kurang diperhitungkan.

Beberapa poin yang dikemukakan oleh WCED di atas sangat penting

untuk diperhatikan oleh berbagai pihak yang terkait dengan kebijakan

pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan tidak saja

berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas dari itu, pembangunan

berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi,

pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan (selanjutnya disebut 3 Pilar

(28)

Menurut Sutrisno (2008), lingkungan adalah kombinasi dari semua kondisi

yang mempengaruhi sebuah organisme, termasuk kondisi fisik dan kimiawi

(misalnya; iklim, tanah, dan lain-lain), maupun pengaruh organisme hidup lain.

Lingkungan dapat juga didefinisikan sebagai segala sesuatu yang melingkupi

sebuah organisme, yakni kondisi-kondisi yang mempengaruhi perkembangan dan

pertumbuhannya. Lingkungan hidup mempunyai sumber daya yang terdiri atas

sumber daya manusia, sumber daya alam hayati, sumber daya alam non hayati dan

sumber daya buatan. Sumber daya alam merupakan unsur lingkungan yang terdiri

dari unsur hayati dan non hayati, yang memiliki sumber energi untuk

terbentuknya sistem. Sumber daya ekologi berupa energi terjadi karena adanya

interaksi dan interdependensi antara makluk hidup dengan lingkungan.

Agar lingkungan dapat bermanfaat bagi makhluk hidup disekitarnya,

diperlukan pengelolaan terhadap lingkungan atau dengan kata lain diperlukan

manajemen lingkungan. Menurut Sutrisno (2008), manajemen lingkungan adalah

kegiatan komprehensif, mencakup pelaksanaan kegiatan, pengamatan untuk

mencegah pencemaran air, tanah, udara dan konservasi habitat dan

keanekaragaman hayati. Manajemen lingkungan merupakan suatu konsep

pendekatan keseimbangan dengan melakukan manajemen sumber daya alam

untuk pemenuhan kepentingan politis, sosial ekonomi sesuai dengan ketersediaan

lingkungan alami dan menitik beratkan pada nilai, distribusi, hukum alam, dan

kesimbangan antar generasi (Sutrisno, 2008).

Pengelolaan banyak diartikan sebagai upaya sadar dan terpadu untuk

mencapai suatu tujuan yang disepakati bersama. Dalam konteks lingkungan

bandara, pengelolaan lingkungan bandara dapat diartikan sebagai upaya terpadu

untuk mengembangkan strategi untuk menghadapi, menghindari dan

menyelesaikan penurunan kualitas lingkungan bandara dan untuk

mengorganisasikan program-program pelestarian lingkungan dan pembangunan

bandara yang berwawasan lingkungan.

Menurut Rachman (2007), bandar udara harus dirancang dengan baik

sehingga sesuai dengan lingkungan sekitarnya. Perencanaan bandar udara harus

dilakukan didalam konteks rencana regional yang menyeluruh. Lokasi, ukuran, dan

(29)

ada dan yang direncanakan dengan mempertimbangkan pengaruh terhadap

lingkungan. Pengoperasian bandar udara tidak hanya difokuskan pada pergerakan

penumpang dan barang, sistem kontrol kualitas lingkungan harus diberikan prioritas

tinggi, seperti pengelolaan limbah, manajemen pengelolaan buangan dan kegiatan

yang ramah lingkungan. Dampak pembangunan bandar udara dan fasilitas umum

terhadap lingkungan hanya mendapat sedikit perhatian. Keberatan mengenai isu

lingkungan sangat jarang, dan baru pada akhir-akhir ini masyarakat mulai peduli

dampak pengoperasian bandar udara terhadap lingkungan. Barangkali ini disebabkan

oleh makin memburuknya masalah-masalah lingkungan dan peningkatan kegiatan

penerbangan (Rachman, 2007).

Rachman (2007) menyatakan bahwa perencanaan dan pengembangan

pembangunan bandar udara ke depan harus memperhatikan lingkungan

(eco-airport), sehingga bandar udara dapat berfungsi secara efektif dan efisien, tidak

hanya ditinjau dari aspek teknis saja tapi juga dari segi sosial kemasyarakatan,

ekonomi, dan lingkungan. Konsep eco-airport adalah rancangan dimana bandar

udara direncanakan, dikembangkan, dan dioperasikan dengan tujuan menciptakan

sarana dan prasarana perhubungan yang ramah lingkungan di dalam lingkungan

bandar udara sendiri dan di daerah sekelilingnya. Konsep eco-airport diterapkan

pertama kali oleh negara Jepang (Bandar Udara Narita), dimana bandar udara

telah menerapkan konsep bandar udara yang berwawasan lingkungan dan

memperkecil rasio pencemaran lingkungan sekitar bandar udara yang dapat

mempengaruhi kegiatan operasional bandar udara. Konsep baru tersebut

kemudian diikuti oleh negara–negara lain seperti Singapura (Changi Airport) dan

Malaysia (Kuala Lumpur International Airport).

Menurut Rachman (2007), konsep eco-airport bandar udara diharapkan

bisa melakukan prevention pollution mencegah terjadinya polusi. Komponen

eco-airport terdiri dari noise (kebisingan), vibration (getaran), atmosfhere (udara),

water (air), soil (tanah), waste material (sampah), energy (energi), kawasan

keselamatan operasi penerbangan, dan kesehatan masyarakat (Community

Health). Pengelolaan lingkungan hidup di bandar udara pada suatu negara akan

mengikuti aturan-aturan pengelolaan lingkungan hidup di negara bersangkutan.

Aturan-aturan tersebut mengadopsi aturan lingkungan hidup yang berlaku di

(30)

lingkungannya juga harus mengikuti standar yang berlaku di dunia. Beberapa

produk hukum yang harus dipatuhi dalam pengelolaan bandar udara adalah

aturan-aturan ICAO (International Civil Aviation Organization) dan FAA

(Federal Aviation Administration), dan aturan-aturan lain yang berlaku di dunia.

Penerapan eco-airport di bandar udara dapat dilakukan dengan perubahan

dalam pola pikir, tingkah laku, penerapan pengetahuan, dan perbaikan teknologi

dibidang penerbangan sipil dan pengelola bandar udara yang berbasis lingkungan.

Konsep atau filosofi dasar dari eco-airport adalah sebagai berikut: (1) pengoperasian

bandar udara yang mengikuti perspektif lingkungan udara secara global; (2)

mengoperasikan bandar udara yang bisa eksis secara harmonis dengan lingkungan

global; dan (3) menyelenggarakan bandar udara yang kapabel yang dalam

perkembangannya dapat menyesuaikan dengan kebutuhan yang berkelanjutan.

Lingkungan sekitar bandar udara diharapkan dapat mencegah dan mengurangi polusi

kebisingan, memanfaatkan penggunaan luas lahan di sekitar bandar udara,

mengembangkan hubungan secara regional terhadap bandar udara yang lain, dan

mengembangkan keharmonisan bandar udara terhadap wilayahnya (Rachman, 2007).

2.2. Teori Organisasi

Secara sederhana, organisasi dapat diberi pengertian sebagai suatu sistem

yang saling berpengaruh antar orang dalam kelompok yang bekerjasama dalam

mencapai tujuan bersama. Organisasi adalah struktur, dimana individu-individu

secara sistematik bekerjasama untuk suatu hal (American Heritage Dictionary of

the English Language dalam McLean, 2006). Sementara itu, McLean (2006)

mendefinisikan organisasi sebagai dua pihak atau lebih yang terlibat dalam tujuan

bersama. Dari definisi tersebut, terdapat beberapa hal yang penting dalam

organisasi, yaitu struktur, individu, dan tujuan. Lengkapnya, organisasi dapat

dinyatakan sebagai suatu kesatuan sosial dari sekelompok manusia yang saling

berinteraksi menurut pola tertentu, sehingga setiap anggotanya memiliki fungsi

dan tugas masing-masing, utamanya lagi kesatuan tersebut mampunyai

batas-batas yang jelas sehingga dapat dipisahkan secara tegas dari lingkungannya.

Organisasi sebagai suatu sistem memiliki unsur manusia yang dianggap

sebagai suatu sistem dengan beberapa perangkat sub-sistem. Ciri dari organisasi

(31)

mendukung secara garis besar yang saling terkait karena ada faktor yang saling

berhubungan, saling bergantung dari elemen-elemen tersebut dan juga saling

beradaptasi satu dengan lainnya. Sebagai unsur dari sistem sosial maka manusia

adalah unsur-unsur yang umum berlaku. Unsur tersebut saling berkaitan seperti

adanya motivasi yang berada jauh di dalam lubuk hati setiap manusia dan hanya

diketahui oleh diri sendiri sampai tindakannya mulai terbaca oleh orang lain.

Itupun hanya bisa diduga oleh sesuatu yang menjadi niatan hati (Kolasa, 1970).

Selain motivasi, sistem sosial juga memiliki nilai yang merupakan pilihan dalam

mengambil tindakan yang ingin dilakukan. Di samping motivasi ada norma

(norms) yang menjadi pilihan yang dianggap baik dan benar dan keterkaitan

antara tindakan yang dilakukan terhadap lingkungan.

Menurut Zwell (2000), cara organisasi menempatkan individu-individu

pada posisi yang tepat akan menentukan efisiensi, kualitas, dan efektifitas dari

organisasi tersebut. Selanjutnya, dikatakan bahwa bagaimana individu-individu di

dalam organisasi merupakan elemen penting untuk mengoptimalkan struktur

organisasi. Menurut Gaynor dalam Gumbira-Said et al. (2001), individu atau

sumber daya manusia merupakan kegiatan administrasi yang merupakan salah

satu bagian dari kegiatan bisnis.

Keterlibatan individu ke dalam bagian dari organisasi perlu melakukan

identifikasi dirinya terhadap organisasi, atau komitmen terhadap organisasi. Kata

komitmen memiliki arti sebagai suatu bentuk loyalitas (kesetiaan terhadap sesuatu

yang telah dijanjikan) (Manser, 1995). Robbins (2005) lebih menekankan definisi

komitmen organisasi sebagai derajat identifikasi karyawan terhadap organisasi

serta tujuan organisasi, yang kemudian mengarahkan karyawan untuk menjaga

keanggotaannya dalam organisasi.

Salah satu unsur penting di dalam organisasi adalah manajemen. Seperti

disebutkan oleh Stoner et al. (1996) manajemen adalah praktik nyata yang terus

menerus yang membentuk organisasi. Semua organisasi memiliki orang-orang

yang bertanggungjawab agar tujuan organisasi tercapai. Orang-orang itu disebut

manajer. Manajemen adalah kegiatan utama yang akan menentukan seberapa

bagus organisasi itu melayani orang-orang yang memengaruhinya (Stoner et al.,

(32)

Selain faktor manajemen yang berperan mengendalikan organisasi,

struktur yang dibangun oleh pihak manajemen juga ikut menentukan kinerja dari

organisasi yang bersangkutan. Struktur organisasi biasanya mencerminkan

bagaimana organisasi tersebut melakukan kegiatannya. Struktur organisasi adalah

pola formal aktivitas dan hubungan antara berbagai sub-unit organisasi. Struktur

organisasi meliputi dua aspek yaitu desain pekerjaan dan desain organisasi.

Desain pekerjaan dihubungkan pada proses di mana manajer menspesifikasikan

isi, metode dan hubungan pekerjaan untuk memenuhi kepentingan organisasi dan

individu. Sementara itu, desain organisasi berkaitan dengan struktur organisasi

secara menyeluruh (Gibson et al., 2005).

Manajemen yang terdiri dari orang-orang yang mengendalikan organisasi

terikat dengan struktur yang dibangun oleh organisasi. Namun, kedua unsur

tersebut belum cukup untuk menggerakkan organisasi dalam mencapai tujuannya,

sehingga masih diperlukan lagi banyak individu yang terlibat dalam organisasi.

Banyaknya individu yang terlibat di dalam organisasi memerlukan sistem

informasi yang dipakai sebagai acuan dalam proses komunikasi antar individu.

Menurut Gibson et al. (2005) proses komunikasi menghubungkan organisasi

dengan lingkungan, demikian juga sebagai bagiannya. Informasi mengalir ke dan

dari organisasi dan di dalam organisasi. Informasi mengintegrasikan aktivitas di

dalam organisasi. Dengan demikian, proses komunikasi yang terjadi merupakan

pengaturan informasi yang terjadi di dalam organisasi dan juga dari dalam

organisasi ke pihak di luar organisasi.

Unsur lain yang terkait dengan organisasi adalah finansial. Aspek finansial

organisasi menurut Stoner et al. (1996) adalah aspek penting yang akan

menentukan performance organisasi dan prospeknya dalam jangka panjang. Ada

tiga faktor penting dari aspek finansial organisasi yaitu likuiditas, kondisi finansial

umum dan profitabilitas. Likuiditas adalah kemampuan organisasi untuk

mengkonversi aset menjadi dalam bentuk kas untuk memenuhi kebutuhan

keuangan dan kewajiban-kewajiban organisasi dalam waktu tertentu, atau

singkatnya adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka

pendeknya. Finansial umum biasanya keseimbangan antara hutang dan ekuitas

(33)

kewajibannya, baik kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang.

Profitabilitas adalah kemampuan untuk mendapatkan atau memperoleh

keuntungan dalam waktu tertentu.

2.3. Konsep Motivasi sebagai Dasar Perilaku

Setiap orang pasti mempunyai hasrat untuk berbuat sesuatu yang menjadi

harapannya, karena kepentingannya maupun kebutuhannya. Hasrat tersebut

dinamakan sebagai motivasi bagi dirinya. Namun, menurut kebiasaan yang

berlaku, motivasi yang dipikirkan oleh pelaku tidak pernah diketahui oleh

siapapun kecuali yang bersangkutan. Bahkan, motivasi biasanya tersembunyi

dalam hati, sehingga orang hanya bisa menduga bagaimana sebenarnya. Walaupun

tersembunyi, motivasi juga bisa terbaca melalui tindakan yang diambil sebagai

aksi atau perilaku yang dilakukan oleh seseorang. Akan tetapi, sebagai suatu

kelompok manusia yang bekerja bersama, maka motivasi bisa diinterpretasikan

dari kebijakan yang ditetapkan menjadi perilaku yang akan dikerjakan orang

bersama-sama secara keseluruhan.

Motivasi pelaku tidak harus menyatakan niatnya secara terbuka. Motivasi

sesungguhnya hanya berada di hati yang terdalam dari setiap individu. Kendati

demikian, tidak berarti bahwa dengan tidak menyatakan niat seseorang, bahwa

orang lain tidak dapat menduga maupun membacanya, terutama bila motivasinya

sudah mengambil bentuk nilai yang mendasari perilakunya itu. Walaupun

motivasi tidak pernah diucapkan dan bersifat tersembunyi, perbuatan seseorang

menjadi indikasi melalui perilaku yang nampak dan dapat diinterpretasikan dari

perilaku yang juga merupakan cermin yang dapat terlihat lebih nyata dari

motivasinya.

Walaupun motivasi bersifat tersembunyi, sekelompok orang yang

melakukan sesuatu secara bersama-sama akan tercermin dalam perilaku

kelompok. Hal tersebut juga dapat diketahui dari kebijakan yang dikeluarkan yang

melahirkan motivasi kolektif melalui interaksi bersama dan pembicaraan dengan

orang lain. Motivasi juga dapat dirasakan dari hasil kerja secara kolektif terutama

dari keinginan mereka yang berada di luar organisasi.

Motivasi yang tinggi biasanya menjadikan seseorang berada dalam

(34)

memberikan pelayanan (yaitu cermin motivasi) yang prima (tinggi), karena

merasa tidak puas dengan keadaan yang dihadapinya. Keresahan yang demikian

jelas menguntungkan orang lain. Keresahan dapat hilang jika aktivitas motivasi

dapat tersalurkan melalui pemberian pelayanan yang lebih baik kepada orang lain.

Bentuk pelayanan yang dapat menciptakan kesenangan bagi para pekerja dapat

digambarkan sebagai suatu bentuk rasa kepuasan. Dengan tidak adanya keresahan

ataupun kegelisahan dalam diri seseorang pekerja maupun sekelompok pekerja -

terhadap keadaan yang ada, maka orang tersebut dapat dikatakan sebagai orang

yang mempunyai motivasi yang rendah (Viteles, 1973).

Kepemimpinan dalam situasi demikian dapat memainkan peranan penting

untuk memelihara terjaganya motivasi yang tinggi, terutama terhadap jalannya

arah organisasi dalam mencapai tujuan (pelayanan) agar dapat memenuhi

kebutuhan orang lain yang tidak puas. Kepemimpinan dapat membedakan corak

tingkah laku para pelaku antara organisasi satu dengan organisasi yang lain dan

dengan bentuk pelayanan yang diberikan.

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa motivasi dapat digambarkan sebagai

suatu kebutuhan yang selalu tidak pernah terpuaskan bagi yang melayani maupun

yang dilayani. Oleh karena itu, perlu diciptakan suatu keadaan yang menghasilkan

keseimbangan antara kepuasan atau kesenangan secara silih berganti. Hal ini

dapat dilakukan dengan mengembalikan keadaan yang tidak seimbang menjadi

seimbang kembali. Para pekerja tetap diminta untuk selalu bergerak sesuai tujuan

untuk mengembalikan keadaan yang tidak senang dan tidak seimbang tersebut

agar kebutuhan masyarakat dapat dilayani sepenuhnya. Masyarakat juga harus

mendukung maksud baik dari pimpinan organisasi ini.

Oleh karena itu, jelas bahwa motivasi merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari unsur manusia dalam suatu organisasi. Dalam kegiatan organisasi

motivasi seharusnya bersifat ajeg, terutama dalam usaha-usaha yang mengarah

pada pencapaian tujuan organisasi. Adanya suatu ke-ajeg-an mencerminkan

motivasi untuk mencapai tujuan yang selalu menjadi usaha kerasnya. Keajegan

adalah cara kerja yang menjadikan kualitas dari nilai kerja itu sendiri. Ke-ajeg-an

(35)

kerja. Sementara nilai kualitas juga dapat diperoleh dari bentuk pengawasan di

dalam organisasi. Disinilah peranan kepemimpinan menjadi sangat diperlukan.

Para ahli teori perilaku biasanya meletakkan motivasi tidak hanya sebagai

awal dari perilaku, melainkan juga sebagai suatu pemikiran niat perbuatan

seseorang. Jadi, motivasi selalu mendahului nilai kerja (motivation precedes work

values) ataupun tindakan (motivation precedes action). Niat seseorang

mempunyai berbagai dasar pemikiran seperti kepentingan (interest) yang biasanya

juga bertaut dengan suatu kemauan atau kehendak yang bertingkat-tingkat dari

berbagai ragam kebutuhan (needs) yang kemudian menjelma menjadi suatu

perilaku yang nyata. Salah satu pandangan yang bertautan antara kepentingan dan

kebutuhan adalah teori yang banyak dibicarakan ilmuwan yang dikembangkan

oleh Abraham Maslow.

Maslow memulai dengan teorinya yang disederhanakan pada kebutuhan

manusia dari yang paling dasar yaitu kebutuhan fisiologis (physiological needs)

seperti kebutuhan makan dan minum dan kebutuhan seks; diikuti oleh kebutuhan

keamanan (security or safety needs); kebutuhan akan bermasyarakat dan cinta

(love and social needs); dan kebutuhan akan pengakuan (esteem needs) - sampai

pada yang terakhir adalah kebutuhan menampilkan jagad-diri manusia (self

actualization needs) (Maslow, 1970).

Abraham Maslow mengembangkan teorinya lebih jauh dalam buku yang

selanjutnya menjadi kajian klasik dalam subjek ini (Maslow, 1970). Pemikiran

Maslow tersebut mendapat banyak kritikan sehingga melahirkan pemikiran

rintisan lain terutama dalam pandangan teori konten (content theories) di mana

Maslow juga menjadi salah satu perintisnya. Disini dia mengindikasikan bahwa

pada akhirnya manusia juga membutuhkan kehidupan spiritual yaitu nilai agama

yang juga memainkan peranan sangat penting bahkan meliputi keseluruhan tangga

teori motivasi.

Masih dalam pemikiran teori motivasi, ada juga pemikiran yang dirintis

oleh McGregor (1960). Dalam bukunya yang lain, pemikiran ini dikembangkan

lebih jauh dengan membagi motivasi dalam Teori X (Theory X) dan Teori Y

(Theory Y) secara lebih luas lagi. Dalam teori X, McGregor (1960) mendasarkan

(36)

bekerja. Pemikiran dari McGregor ini menganggap bahwa dalam bekerja pada

umumnya manusia malas dan hanya ingin keamanannya terjamin. Dalam bekerja,

orang lebih suka berleha-leha dan selalu membutuhkan bimbingan serta

pengawasan dan harus diberi rasa takut agar mereka bekerja dengan baik dan

benar.

Oleh karena itu, apabila pemimpin melihat keadaan seperti yang

digambarkan di atas, maka pemimpin itu sendiri cenderung menjadi orang yang

menuntut dan memaksa dengan keras pada bawahannya untuk bekerja dengan

baik. Seringkali pemimpin menjadi otoriter dalam keadaan yang demikian. Teori

ini mencerminkan gaya dari perilaku yang dilahirkan berbeda, terutama dengan

corak kepemimpinan yang lebih egaliter yang digambarkan sebagai teori Y.

Teori Y beranggapan bahwa manusia dalam bekerja cenderung seperti

ketika istirahat atau bermain. Anggapan lainnya adalah bahwa para pekerja

mempunyai komitmen pada tujuan organisasinya, mengendalikan diri untuk

mencapai tujuan organisasi dan berharap pada pengakuan dan balasan yang baik

pula. Teori Y juga berhasrat agar orang memimpin dirinya sendiri dan orang lain,

daripada rasa aman semata. Orang diharapkan agar mempunyai semangat inovatif

dan kreatif, suatu pemikiran yang melahirkan bentuk lain dari kepemimpinan

(McGregor, 1970).

Dalam teori Y, pemimpin cenderung melahirkan pemikiran yang lebih

egaliter kepada sesama para pekerjanya. Pemimpin cenderung bekerja bersama (to

work with people) orang lain dan bukan hanya melalui (and not only through and

with other people) melainkan menguasai orang lain (over-ruling other people’s

thinking) yaitu memaksa pemikirannya pada orang lain, maka pemimpin bukan

lagi memimpin (leading) akan tetapi menjadi menguasai (ruling). Apabila

pemimpin menjadi asyik dengan posisi kekuasaannya, maka seorang cenderung

menjadi penguasa yang memimpin dan bukan pemimpin yang berkewenangan.

Pemikiran tentang motivasi mempunyai ciri adanya usaha yang dikerjakan.

Usaha ini tercermin dalam nilai yang melahirkan perilaku. Jadi, perilaku manusia

sangat dipengaruhi lingkungan dalam organisasi dimana dia berada. Kata

dipengaruhi menjelaskan adanya hubungan yang erat antara pribadi orang dalam

(37)

Pribadi seseorang bisa saja meliputi watak maupun temperamen yang

menjadi bawaan dirinya (ingrained in the self). Kedua hal tersebut terjelma dalam

nilai yang menjadi anutan kerjanya. Pribadi seseorang juga meliputi pengetahuan,

skill, sikap dan beberapa pengaruh yang didapat dari lingkungannya. McGregor

menyebutkan hal ini sebagai fungsi I. Semua yang dijelaskan sebagai fungsi I

terjelma dalam nilai yang lebih konkrit yang tidak dijelaskan oleh McGregor

sendiri. Sementara lingkungan digambarkan sebagai fungsi E. Oleh karena itu,

dirumuskanlah aksi kerja (Work Performance) dengan rumusan sebagai berikut:

P = f( I, E)

P = f {I( a,b,c,d,) …E( m,n,o,p…)}

dimana, P adalah kinerja atau perilaku, I adalah berbagai karakteristik dari para

individu dan E adalah environment atau lingkungannya yang mempengaruhi

maupun dipengaruhi oleh P maupun I. Secara singkat seluruh performance (P)

atau perilaku seseorang, baik yang didapat dari pendidikan, keahlian atau

pengalaman, sikap dan tindakan adalah cermin atau terjemahan dari nilai kerja

seseorang dari dalam organisasi dan tertuju pada lingkungan dalam dan luar

organisasi (Gregor, 1967).

Motivasi belum menjadi perilaku yang ekspresif selama manusia belum

melakukan suatu tindakan (aksi dari dirinya) dan tidak ada aksi kecuali ada nilai

yang mendasarinya. Motivasi hanya merupakan suatu suasana batin yang tidak

kita ketahui, kecuali bagi dirinya sendiri atau kelompoknya sendiri yang

menganggap bahwa ia akan berbuat seperti apa yang dituntut oleh organisasinya.

Motivasi bisa memberi warna pada tingkah laku (behaviour) sehari-hari,

sedangkan perilaku merupakan jelmaan dari nilai kerja dalam bentuk norma yang

mengatur kerjanya itu, yaitu: dari apa dan bagaimana yang harus diperbuat; serta

peran atau tugas yang diembankan pada seseorang dalam suatu struktur organisasi

yang ada. Jadi, motivasi dalam kenyataannya merupakan penjelmaan dari nilai

dasar seperti agama dan budaya yang dianutnya maupun nilai keseharian yang

didapat dari pendidikan maupun pergaulannya dan yang tertuju pada tujuan di

lingkungan dari organisasinya.

Pertama, motivasi orang yang bekerja di dalam organisasi jelas akan

(38)

environment) maupun lingkungan dalam organisasi (internal organizational

environment) itu sendiri. Keduanya hal tersebut akan menjelma pada suatu bentuk

persepsi dan proyeksi dalam bentuk perilaku (behaviour) dalam melaksanakan

tujuan (objective) dari mereka yang bekerja di lingkungan dalam organisasi

(internal organizational environment). Sementara nilai kerja mendahului dan

mendasari perilaku kerja seseorang atau sekelompok orang.

Kedua, perilaku itu sendiri ada penyebabnya (caused by). Penyebabnya

biasanya dipengaruhi oleh lingkungan luar organisasi yang bisa saja melahirkan

motivasi. Perilaku juga mempunyai dampak (effect) pada lingkungan luar

organisasi (Kolasa, 1970). Penelitian ini sebenarnya merupakan kajian dari

sebagian aspek budaya kerja dari mereka yang bekerja di bandara yaitu

lingkungan dalam yang berkaitan dengan lingkungan luar organisasi. Oleh karena

itu, kurangnya mutu pelayanan dapat diartikan sebagai akibat dari kurangnya

perhatian manusia yang bekerja terhadap nilai-nilai kerjanya sendiri yang

membentuk peran dan norma organisasi serta turut mempengaruhi kinerja di

lingkungan luar organisasi. Hal ini berarti bahwa pelayanan yang baik hanya bisa

terjadi apabila nilai kerja yang dianut mempunyai pengaruh pada lingkungan

organisasi yang ada secara signifikan.

Nilai yang berpengaruh saja tidak akan cukup. Oleh karena itu, penelitian

ini juga perlu mencari nilai apa saja yang ikut mempengaruhi atau yang

sebenarnya ikut mendukung nilai utama yang berpengaruh pada lingkungan

luarnya itu. Penelitian ini memfokuskan diri pada perilaku yang merupakan faktor

yang berdampak pada organisasi secara keseluruhan. Fokusnya pada perilaku

keseluruhan karena sebagian besar kerusakan yang dihadapi masyarakat sekarang

ini berpusat pada perbuatan kolektif manusia yang secara sadar maupun tidak

sadar membantu merusak lingkungan. Sedangkan penyebabnya adalah nilai-nilai

yang terkait yang juga ikut mempengaruhi nilai utama yaitu nilai pendukung yang

menyebabkan perilaku tersebut terjadi (caused behaviour). Dengan demikian,

kerusakan harusnya dapat diperkirakan terlebih dahulu agar tidak terjadi, jika nilai

pendukung utama juga di perhitungkan sebagai nilai yang berpengaruh pada nilai

(39)

Dalam motivasi, lingkungan luar dapat menjadi sumber inspirasi bagi

mereka yang bekerja di lingkungan dalam organisasi di manapun mereka berada

dan tidak terkecuali di bandara itu sendiri. Padahal perilaku manusia pada

dasarnya berbeda dengan kemauan kerjanya. Ada diantara mereka yang gigih

dibanding dengan teman kerja lainnya. Mereka itulah yang lebih berhasil dalam

menjalankan tugas dibandingkan teman lainnya sesama rekan pekerja.

Adanya nilai kerja yang lebih dan yang kurang gigih adalah cerminan dari

motivasi kerja yang sesungguhnya. Akan tetapi, dalam penelitian ini tidak melihat

perilaku orang per-orang melainkan melihat perilaku secara keseluruhan dari

semua yang bekerja di lingkungan bandara. Namun, hal ini tidak berkaitan dengan

suatu diskursive yaitu suatu gagasan yang banyak bergulir tanpa suatu rencana.

Akan tetapi, hal tersebut terkait dalam suatu hubungan dari para individu dengan

apa yang sebenarnya terjalin dan yang diketahui oleh masing-masing pekerja.

Dengan demikian, arti nilai (meaning) sangat terkait dengan konteks dari para

individu yang melakukan suatu tindakan. Jadi, ekspresi yaitu membuat informasi

tersedia bagi orang lain bukanlah tindakan akhir melainkan efek sampingan dari

tugas yang mau dijalankan dengan nilai kerja yang ada (Goffman, 1980).

Motivasi dalam pandangan ini juga merupakan esensi yang terdalam dari

manusia (inner-self wishes), sedangkan nilai adalah bentuk lahiriah (expressive

wishes) dari nilai yang terdalam itu yaitu motivasi. Adapun yang dimaksud

dengan nilai yang terdalam adalah ajaran baku yang tertanam pada diri seseorang

seperti agama, budaya dan pendidikan yang juga ikut membentuk motivasi dari

mereka yang bekerja. Ajaran yang baku ini juga menjadi alat interpretasi dari diri

(the objective interpretation of and by the self) yang menerjemahkan apa yang

dipersepsikannya secara fleksibel dari luar diri.

Motivasi dapat dibentuk melalui proses persepsi dari mereka yang bekerja

yang biasanya menangkap dari lingkungan luar dirinya (outer-self inwardly)

(Burger dan Luckmann 1969). Rajin atau malas seseorang juga dibentuk oleh

keadaan yang membentuk dirinya sendiri maupun lingkungan luar organisasi yang

berpengaruh membentuk sikap tersebut. Oleh karena itu, terdapat siklus yang

(40)

nilai kerja yang merupakan cermin dari lingkungan dalam yang berpengaruh

kemudian menjelma dalam nilai kerja.

Persepsi merupakan daya tangkap manusia yang dipengaruhi oleh

lingkungan luar organisasi termasuk lingkungan sosial, lingkungan buatan dan

lingkungan alaminya. Dengan perkataan lain, persepsi merupakan suatu proses

daya tangkap oleh diri yang sekaligus memberi interpretasi terhadap lingkungan

luar (outer phenomena is perceived as problems by the inner-self through the

interpretation of basic or acquired values). Pengaruh nilai kerja terdapat dalam

organisasi di mana mereka yang bekerja. Sedangkan proses persepsi tidak luput

dari pengaruh nilai dasar yang dianut oleh seseorang yang secara bersamaan

dengan nilai kerja dalam memberi interpretasi dari fenomena yang diamati atau

yang ditangkap oleh diri (the self) dari lingkungan luarnya (Toch dan Smith 1968).

Hal yang ingin dicari dari penelitian ini adalah nilai kerja yang

berpengaruh secara signifikan. Jadi, pembahasan yang dilakukan dalam penelitian

ini terkait dengan nilai-nilai dasar yang dapat memelihara lingkungan atau yang

sangat berpengaruh pada lingkungan. Walaupun tidak dipungkiri bahwa ada nilai

dasar yang dipengaruhi oleh motivasi (sebagai faktor terdalam dari manusia)

maupun persepsi yang juga membantu membentuk motivasi orang untuk bekerja

dan yang kemudian melahirkan sikap (attitude) dan perilaku (behavior) dari

mereka yang bekerja di lingkungan dalam organisasi.

Motivasi menurut pandangan Katerberg dan Blau (1983) mempunyai

beberapa ciri yaitu adanya usaha (effort) yang menggambarkan usaha orang dalam

suatu kegiatan yang mencerminkan kekuatan sebagai pendorong motivasi menjadi

tingkah laku kerja (work related behaviour). Kerja keras dapat berarti motivasi

kerja tinggi, tetapi bisa juga merupakan hasil kerja sehingga kerja yang dilakukan

menjadikan motivasi tinggi. Orang yang bekerja di depan tungku api tidak bisa

kerja dengan lengah. Oleh karena itu, kerja harus selalu mempunyai motivasi yang

tinggi. Motivasi merupakan akibat dari bentuk kerjanya itu sendiri.

Motivasi diibaratkan sebagai jantungnya manajemen karyawan.

Mangkuprawira (2008) memberikan definisi motivasi sebagai dorongan yang

(41)

tertentu. Motivasi adalah karakteristik psikologi manusia yang memberi kontribusi

pada tingkat komitmen seseorang (Stoner et al., 1996).

Menurut Mangkunegara (2000) untuk mempermudah pemahaman

motivasi kerja, maka perlu diketahui pengertian motif, motivasi dan motivasi

kerja. Motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri pegawai yang perlu

dipenuhi agar pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya,

sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu

mencapai tujuan dari motifnya.

Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja

bawahan, agar mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan

keterampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Perusahaan bukan saja

mengharapkan karyawan yang ”mampu, cakap dan terampil”, tetapi yang

terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja

yang optimal (Hasibuan, 2003).

Motivasi kerja adalah sesuatu yang permanen dan terus-menerus dan

diusahakan secara berkelanjutan (persistence), kecuali orang sudah menjadi

lumpuh. Maka motivasi dapat pula menjadi bentuk pengobatan bagi kesembuhan

bukan untuk kerja. Disini motivasi adalah usaha yang selalu mempunyai tujuan

(goal directed) (Katerburg dan Blau 1983). Motivasi juga mengenal teori proses

(process theory). Teori kebutuhan - yang dalam hal ini masuk dalam teori konten

(content theory) – yaitu berbicara mengenai apa yang menggugah motivasi, maka

teori proses yang mengemuka adalah terjadinya proses motivasi yang

sesungguhnya.

Clayton Alerter menghaluskan sekaligus memperluas pandangan dari

Maslow. Clayton mengatakan bahwa kebutuhan itu terkait dengan kebutuhan

untuk eksis (existence needs) yang mencakup safety dan physiological dalam

pandangan Maslow. Begitu juga ada kebutuhan untuk keterkaitan (relatedness)

yang mencakup social dan self esteem needs. Sementara pandangan yang lain

adalah pertumbuhan (growth) yang mencakup self esteem itu sendiri dan self

actualization needs dalam pandangan Maslow sebagaimana dikutip oleh Alerter

(1972). Masih banyak lagi teori dari kebutuhan ini seperti yang dikembangkan

(42)

Fredrick Herzber

Gambar

Gambar 1. Alur Permasalahan Penelitian
Gambar 2. Jenis Kebutuhan Menurut Maslow, Herzberg, dan McClelland
Gambar 3. Motivasi Kolektif dalam Organisasi
Gambar 6.  Sistem sosial dan Lingkungan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi setiap instansi pemerintah dalam menghitung kebutuhan pegawai berdasarkan beban kerja dalam rangka penyusunan formasi PNS. Dalam

Pada bab ini berisikan penjelasan mengenai kebijakan dan strategi dokumen rencana seperti amanat pembangunan nasional (RPJPN, RPJMN, MP3EI, MP3KI, KEK, dan Direktif

Segala pujian hanya untuk Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang telah memberikan rahmat dan hidayah, kekuatan serta ketabahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

PERBAND INGAN WAKTU AKTIF BELAJAR SISWA ANTARA PROSES BELAJAR MENGAJAR FUTSAL IND OOR D ENGAN OUTD OOR PAD A SISWA SMAN 1 TASIKMALAYA1. Universitas Pendidikan Indonesia |

Sedangkan bila ia mengurangi jumlah uang yang ia pegang dan menggantinya dengan aktiva-aktiva lain (misalnya obligasi, surat berharga lainnya atau aktiva..

1) Orang tua siswa merupakan pelaku bisnis utama yang mendapatkan pelayanan dalam melakukan transaksi pendaftaran murid, pembayaran pendaftaran, pembayaran SPP). 2)

1. Sebagai acuan bagi pengembangan sekolah dalam upaya peningkatan mutu. Bahan masukan untuk memberdayakan dan mengembangkan warga sekolah. Bahan informasi untuk pemetaan

Tujuan penelitian ini yaitu ingin mengetahui seberapa besar pengaruh modifikasi bola dalam proses pembelajaran terhadap hasil belajar permainan sepak takraw pada