• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hubungan Kadar Karbon dengan Berat Jenis Kayu Jati (Tectona grandis L. f.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Hubungan Kadar Karbon dengan Berat Jenis Kayu Jati (Tectona grandis L. f.)"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu isu lingkungan terkait dengan hutan yang kini marak dibahas adalah terjadinya perubahan iklim akibat pemanasan global (global warming). Beberapa penyebab timbulnya perubahan iklim global yang dianggap sangat serius saat ini adalah naiknya kadar karbon dioksida (CO2) dan CFC (Chloro Fluoro Carbon) yang berasal dari bahan penyemprot, bahan alat pendingin, asap knalpot mesin, industri, pembakaran kayu/hutan, perubahan tataguna lahan (land use change), dan berbagai aktivitas manusia di bumi yang kesemuanya dapat berakibat terbentuknya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer.

Protokol Kyoto mengatur enam jenis gas-gas rumah kaca, yaitu karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen oksida (N2O), dan tiga gas-gas industri yang mengandung fluor (HFC, PFC, dan SF6). Karbon dioksida menempati 70 persen dari volume total gas-gas rumah kaca ini, disusul dengan metana, nitrogen oksida, dan sebagainya. Uap air sebetulnya adalah GRK yang paling kuat. Tetapi karena usianya di atmosfer hanya terbilang beberapa hari, maka potensi pemanasan globalnya (global warming potential, GWP) tidak terlalu berpengaruh. Hutan menyerap karbon dioksida yang ada di atmosfer melalui proses fotosintesis. Semakin sedikit hutan, semakin sedikit karbon dioksida yang diserapnya, sehingga semakin banyak pula karbon dioksida yang menebalkan selimut gas-gas rumah kaca di atmosfer. Karbon dioksida tinggal di atmosfer hingga 80 – 120 tahun lamanya. Walaupun demikian, GWP-nya tergolong lemah. Tetapi karena jumlahnya paling banyak, maka secara total potensinya besar juga. Karena jumlahnya paling banyak pula, maka karbon dioksida dianggap sebagai gas rumah kaca acuan, dengan angka GWP dianggap satu. GWP gas-gas rumah kaca lainnya adalah perbandingannya dengan karbon dioksida.

(2)

2

yang berguna bagi kehidupan melalui proses fotosintesis. Melalui proses ini pula tumbuhan dapat menyerap gas CO2 dan melepaskannya sebagian melalui proses respirasi tumbuhan.

Hutan tanaman merupakan hutan yang sengaja ditanami dengan jenis pohon seragam (homogen). Hutan tanaman sering juga disebut sebagai Hutan Tanaman Industri (HTI). Hutan tanaman banyak dimanfaatkan untuk kebutuhan industri baik hasil hutan berupa kayu maupun bukan kayu. Banyak jenis hutan tanaman, diantaranya adalah hutan jati, hutan sengon, hutan akasia dan lain-lain.

Kayu jati (Tectona grandis L. f.) termasuk golongan kayu keras (hardwood) yang memiliki jaringan kuat dan dalam. Selain itu, menanam jati juga memberikan keuntungan. Diantaranya adalah mampu menahan lapisan atas tanah dan untuk mencegah erosi. Dari segi ekonomi, kayu jati memiliki harga jual yang tinggi. Tanaman ini banyak digunakan untuk membuat furniture (Mulyana dan Asmarahman 2010). Selain manfaat tersebut, hutan jati juga dapat menyerap CO2 dari udara, sehingga dapat mengurangi CO2 di atmosfer. Besarnya kadar karbon dalam pohon jati sangatlah ditentukan oleh kadar karbon biomassanya, dimana besarnya biomassa dapat ditentukan oleh berat jenis kayu. Penelitian ini ingin mengetahui apakah terdapat hubungan yang erat antara kadar karbon dengan berat jenis pada kayu jati.

1.2 Tujuan Penelitian

(3)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kayu Jati (Tectona grandis L. f.)

Jati (Tectona grandis L. f.) merupakan salah satu spesies dari tiga jenis (spesies) jati yang ada dari suku Verbenaceae. Dua diantaranya adalah T. hamiltoniana dan T. philippinensis (Tewari 1992). Menurut Na’iem (2002), jati

tumbuh asli di India, Thailand, Myanmar, Laos, dan Kamboja pada ketinggian 800 meter dpl. Kemudian dikembangkan ke beberapa Negara Asia Tenggara (Indonesia, Sri Lanka, Malaysia), Kepulauan Solomon, dan telah dikembangkan pula di Amerika Latin (Costa Rica, Argentina, Brazil), serta di beberapa Negara Afrika.

Tanaman ini termasuk ke dalam famili Verbenaceae. Berikut adalah susunan klasifikasi kayu jati (Na’iem 2002) :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdivision : Spermatophyta

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida (Biji ganda)

Ordo : Lamiales

Family : Verbenaceae

Genus : Tectona L. f. (tectona) Species : Tectona grandis L. f. (teak)

Di Indonesia jati memiliki nama yang berbeda-beda, diantaranya adalah deleg, dodolan, jate, jatih, jatos, kiati, dan kulidawa. Selain nama daerah, jati juga memiliki nama di berbagai Negara seperti giati (Vietnam), teak (Burma, India, Thailand, Inggris, Amerika, Belanda, dan Jerman), kyun (Burma), sagwan (India), mai sak (Thailand), teck (Perancis), dan teca (Brazil) (Martawijaya et al. 1981).

(4)

4

hingga 30oC pada malam hari (Kaosa-ard 1977). Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada tanah dengan pH antara 6,5 – 7,5 (Kulbarni 1951 dalam Kaosa-ard 1977). Jati juga merupakan calciolus tree species, yaitu tanaman yang memerlukan unsur kalsium dalam jumlah relatif besar untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.

2.2 Berat Jenis (BJ)

Berat jenis adalah perbandingan relatif antara massa jenis sebuah zat dengan massa jenis air murni. Air murni bermassa jenis 1 g/cm³ atau 1000 kg/m³. Menurut Simpson et al. (1964) berat jenis adalah rasio antara kerapatan kayu dengan kerapatan air pada kondisi anomali air (4,4oC). Berat jenis tidak mempunyai satuan atau dimensi.

Tsoumis (1991) menyatakan bahwa kayu hampir sebagian besar tersusun atas sel-sel yang mati, yang terdiri atas dinding sel dan rongga sel. Berat jenis zat kayunya memiliki nilai konstan 1,5 sedangkan kerapatan dan berat jenis kayu besarnya berbeda-beda berkisar 0,1 hingga 1,3. Pernyataan tersebut didukung oleh Green et al. (1999) dan Walker (1993) yang berpendapat bahwa jenis zat kayu untuk semua tumbuhan berkayu besarnya 1,5. Sedangkan menurut Panshin et al. (1970) berat jenis adalah perbandingan antara kerapatan kayu tersebut terhadap kerapatan benda standar.

Brown et al. (1952) mempertegas bahwa secara umum berat jenis dinding sel (zat kayu) untuk semua jenis kayu adalah sama besar yaitu + 1,46 – 1,53. Nilai 1,46 diperoleh apabila media cair yang digunakan adalah media yang tidak dapat masuk mikrovoid, seperti benzena dan toluena. Sedangkan nilai 1,53 diperoleh apabila zat cair yang digunakan adalah yang dapat masuk mikrovoid, seperti air (zat cair bersifat polar). Walker (1993) juga melengkapi pendapat Brown et al.

(5)

5

Rumus untuk menentukan berat jenis adalah sebagai berikut :

� � =

� Keterangan :

Kerapatan kayu = � � � (� )

ℎ ( 3)

Kerapatan air = kerapatan air 1 gr/cm3

Dimasa depan, kayu-kayu cepat tumbuh akan menggantikan kayu-kayu dari hutan alam, oleh karena itu sangat diperlukan data karakterisasinya. Firmanti et al. (2000) meneliti sifat kekuatan kayu Akasia (Acacia mangium Willd.), kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl), Tusam (Pinus merkusii Jungh. et de Vr.) dan Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) contoh uji skala penuh (6 cm x 12 cm x 300 cm). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa BJ kayu-kayu tersebut berkisar antara 0,35 ~ 0,70; MOR antara 15 ~ 90 MPa; dan MOE antara 3,5 ~ 21 GPa.

Selain itu ada beberapa hasil penelitian besarnya berat jenis berbagai jenis kayu. Diantaranya adalah kayu Balsa (Ochroma sp) memiliki BJ kering udara minimal 0,09 dan maksimal 0,31 sehingga rataannya 0,16 (Yap 1984). Kayu Jati (Tectona grandis L. f.) menurut Martawijaya et al. (1989) memiliki kerapatan sebesar 0,67 gr/cm3, sedangkan menurut Forest Product Laboratory (1987), berat jenis kayu jati pada keadaan basah 0,55 dan 0,60 apabila dalam keadaan kering udara (kadar air 12%). Kayu Keruing (Dipterocarpus spp.) memiliki berat jenis yang bervariasi 0,58 – 1,10 (Martawijaya et al. 1981).

2.3 Peran Hutan Sebagai Penyerap Karbon

(6)

6

Hutan adalah sumberdaya alam yang multi fungsi. Dalam kaitannya dengan efek pemanasan global hutan mengurangi kadar CO2 di udara dengan cara mengikat dan mengubahnya ke dalam bentuk biomassa hutan. Keberadaan ekosistem hutan memiliki peranan penting dalam mengurangi gas karbondioksida yang ada di udara melalui pemanfaatan gas karbondioksida dalam proses fotosintesis oleh komunitas tumbuhan hutan (Indriyanto 2006). Pada setiap ekosistem jumlah karbon tersimpan berbeda-beda, hal ini disebabkan perbedaan keanekaragaman dan kompleksitas komponen yang menyusun ekosistem. Kompleksitas ekosistem akan berpengaruh kepada cepat atau lambatnya siklus karbon yang melalui setiap komponennya.

2.4 Kadar Abu

Residu yang tampak sebagai abu tidak hanya berasal dari dinding sel, melainkan dari bahan-bahan mineral dari kristal yang mengisi rongga sel (Anonim 1993). Kadar abu merupakan sejumlah oksida-oksida logam yang tersisa pada pemanasan tinggi. Abu tersusun atas mineral-mineral yang terikat kuat pada arang seperti kalsium, kalium dan magnesium. Komponen utama dari abu adalah kalium, kalsium, magnesium dan silikat (Achmadi 1990).

Kayu mengandung mineral (komponen-komponen anorganik) dalam jumlah kecil, dinyatakan sebagai kadar abu. Dalam batang jarang lebih dari 1% dari berat kering kayu (Soenardi 1976). Sedangkan menurut Haygreen dan Bowyer (1982), kayu mengandung senyawa anorganik yang tetap tinggal setelah terjadi pembakaran pada suhu tinggi saat kondisi oksigen melimpah, residu semacam ini dikenal sebagai abu. Abu tersebut mengandung unsur seperti kalium, kalsium, magnesium, mangan dan silikat. Kadar abu kulit biasanya lebih tinggi daripada kayu.

2.5 Kadar Zat Terbang

(7)

7

1982). Sedangkan zat mudah terbang adalah persentase gas yang dihasilkan dari pemanasan arang yang ditetapkan pada temperatur dan selang waktu standar yaitu pada 950+20oC selama 2 menit (ASTM 1990b).

2.6 Kadar Air

Kayu memiliki sifat higroskopis, artinya memiliki daya tarik terhadap air, baik dalam bentuk uap maupun cairan. Kadar air (Ka) adalah banyaknya air yang dikandung pada sepotong kayu. Kadar air sangat bervariasi, tergantung pada jenis kayunya. Kadar air kayu berkisar antara 40% - 300% dan dinyatakan dengan persentase dari berat kayu kering tanur. Sehingga untuk menentukan kadar air dalam kayu dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

% = � + � − (� � � )

(� � � ) 100%

atau

% = − 100%

Keterangan :

Wb = berat kayu + air Wo = kayu kering tanur

Selain menggunakan rumus diatas, besarnya kadar air juga dapat ditentukan dengan menggunakan alat pengukur kadar air kayu yang disebut hydrometer dengan batas maksimum kadar air 60% (Dumanauw 2001).

2.7 Kadar Karbon

Kadar karbon merupakan hasil pengurangan persen penuh (100%) dengan kadar zat terbang dan kadar abu, yang berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995 dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

% = 100%− � −

(8)

8

kadar karbon biomassa berbagai jenis pohon lain, diketahui bahwa rata-rata kadar karbon karbon Eucalyptus grandis di Sumatera Utara adalah 33 – 35% (Kwatrina et al. 2005), kadar karbon biomassa hutan mangrove di Provinsi Riau berkisar 22,7 – 55,1% untuk biomassa Rhizophora apiculata, 28,5 – 49,3% untuk biomassa R. mucronata, dan 21,5 – 38,6% untuk biomassa Bruguiera spp. (Hilmi 2003), kadar karbon biomassa Tectona grandis berkisar 46,5 – 50,4% (Kraenzel et al. 2003 dalam

Hilmi 2003), dan kadar karbon biomassa hutan alam tropis di Kalimantan Tengah adalah 56% (Ludang et al. 2007).

2.8 Hubungan Kadar Karbon dengan Berat Jenis (BJ)

Menurut Sadiyo (1989) perbedaan BJ kayu disebabkan adanya perbedaan struktur anatomis kayu yang meliputi macam, jumlah dan pola penyebaran pori (saluran pembuluh), parenkima, jari-jari kayu dan saluran interselluler. Nilai BJ kayu lebih banyak ditentukan oleh tebal dinding sel atau zat kayu. Makin tebal dinding sel kayu atau makin kecil proporsi rongga/ruang-ruang (void structure) yang terdapat dalam kayu pada volume tertentu maka makin tinggi BJ kayu yang bersangkutan.

Kayu adalah bahan komposit alami yang terdiri dari bahan organik dengan susunan unsur 49% karbon, 6% hydrogen, 44% oksigen dan sedikit unsur lain. Kayu juga disebut sebagai polimer alami dengan bobot 97-99% dan 90% untuk kayu tropis berupa polimer (Achmadi 1990).

Dalam berbagai penelitian mengenai karbon, dalam pengolahan data haruslah diketahui besarnya volume, berat jenis, persen kadar air, berat kering, potensi tegakan, kadar zat terbang, kadar abu dan kadar karbon. Maka dalam pendugaan potensi massa karbon pada suatu tegakan diperlukan adanya data berat jenis. Diduga, berat jenis dengan karbon memiliki hubungan berbanding lurus. Hal ini dapat dibuktikan melalui persamaan yang dinyatakan dengan = . Diketahui Y adalah peubah kadar karbon (%C) yang didapat, X adalah peubah berat jenis (BJ), a adalah konstanta dan b

(9)

III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini berlokasi di areal KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 4 bulan yang terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap pengambilan data di lapangan pada bulan Mei-Juni 2012 dan tahap pengujian contoh uji laboratorium untuk menganalisis sampel bagian pohon berupa daun, ranting, cabang, batang utama, dan akar dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2012 di Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu dan Kimia Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah pohon jati yang terdapat di KPH Balapulang sebanyak 30 pohon yang terdiri dari kisaran diameter yang disesuaikan dengan kisaran diameter pohon jati di lapangan dan dapat mewakili kelas diameternya. Dari masing-masing pohon diambil 3 contoh uji tiap-tiap bagian pohon mulai dari daun, ranting, cabang, batang utama, dan akar.

Alat yang digunakan pada penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu alat yang digunakan untuk pengambilan data di lapangan berupa chainsaw, meteran, kompas, tongkat sepanjang 1,3 m, timbangan, parang, tambang, terpal, kantong plastik, sikat, kuas, koran bekas dan alat tulis. Sedangkan peralatan yang digunakan untuk pengujian contoh uji di laboratorium berupa timbangan, oven tanur listrik, desikator, cawan porselen, alat penggiling (willey mill) dan alat saring (mesh screen) ukuran 40 – 60 mesh.

3.3 Metode Pengumpulan Data

(10)

10

data sekunder diperoleh dari kantor BKPH Balapulang Kabupaten Tegal berupa peta lokasi penelitian, keadaan lapangan yang meliputi topografi, tanah, geologi dan iklim.

3.3.1 Metode Pemilihan Pohon Sampel

Jumlah sampel pohon Jati yang diperlukan dalam penelitian ini sebanyak 30 pohon yang dipilih dari kelas umur pohon yang terdapat di Perum Perhutani KPH Balapulang Kabupaten Tegal. Kriteria pemilihan pohon jati yang dijadikan sampel adalah sebagai berikut (Elias 2010):

1. Sebaran diameter pohon jati yang diambil sebagai sampel penelitian adalah 6 pohon pada tiap-tiap kelas umur yang sebanyak 5 kelas umur. Sebaran diameter pohon jati yang dijadikan sampel dapat dilihat dalam Tabel 1

2. Pohon sampel yang dipilih harus sehat dan bentuk pohonnya normal

3. Pohon sampel harus mewakili kondisi rata-rata pohon jati pada kelas diameter pohon yang bersangkutan

Tabel 1 Kisaran diameter pohon Jati yang dijadikan bahan penelitian

No. Kelas umur Jumlah pohon contoh

1 KU I 6

2 KU II 6

3 KU III 6

4 KU IV 6

5 KU V 6

Total jumlah pohon contoh 30 pohon

Setiap pohon sampel diukur diameternya pada ketinggian 1,30 m dari permukaan tanah dan diberi nomor urut pohon sampel. Kemudian pohon-pohon tersebut ditebang dan diukur volume batang utama dan cabangnya, serta berat basah ranting, daun, dan akar. Setelah pengukuran selesai dari masing-masing pohon diambil 3 buah sampel dari setiap bagian pohon, yang terdiri atas sampel batang utama, cabang, ranting, daun, dan akar.

3.3.2 Metode Pengumpulan Data Pohon sampel

(11)

11

1. Pengukuran Diameter Pohon Sampel

Setelah pohon sampel terpilih masing-masing pohon sampel diukur diameter setinggi dada (1,30 m diatas permukaan tanah) dengan menggunakan pita keliling dan tongkat setinggi 1,30 m. Hasil pengukuran dicantumkan dalam

tally sheet sesuai dengan nomor pohonnya. 2. Persiapan Sebelum Penebangan Pohon Sampel

Persiapan sebelum penebangan yang dimaksud adalah :

a. Menyiapkan peralatan berupa chainsaw untuk pemangkasan cabang, penebangan dan pemotongan batang utama. Parang untuk pemangkasan ranting dan daun. Sedangkan penggalian akar menggunakan cangkul dan dibersihkan dengan kuas

b. Menyiapkan wadah dari terpal di atas permukaan tanah di sekitar pohon sampel

c. Menyiapkan pita keliling untuk pengukuran diameter batang utama dan cabang serta timbangan untuk menimbang berat basah cabang, ranting, daun, dan akar

d. Menyiapkan tali tambang untuk menahan cabang pohon yang dipangkas agar tidak terjatuh langsung ke atas tanah, sehingga tidak terjadi kerusakan dan kehilangan bagian-bagian pohon sampel

3. Pemangkasan Cabang

Sebelum perebahan batang utama pohon (penebangan) terlebih dahulu dilakukan pemangkasan cabang-cabang pohon. Pemangkasan cabang dilakukan dengan cara memanjat pohon sampel dan dilakukan pemotongan cabang-cabang di atas pohon. Cabang yang telah dipotong diturunkan secara berhati-hati ke atas permukaan tanah dengan menggunakan penahan tali tambang yang telah disiapkan sebelumnya. Cabang, ranting dan daun-daun hasil pemangkasan dikumpulkan dan disimpan di atas wadah terpal yang telah disiapkan.

4. Penebangan Batang Utama

(12)

12

dilakukan dengan membuat takik rebah dan takik balas pada tunggak pohon yang diusahakan sedekat mungkin dengan permukaan tanah. Tunggak yang terjadi setelah penebangan harus dipotong setelah penggalian tunggak dan akar, dan disatukan dengan batang utama pohon.

5. Penggalian Tunggak dan Akar Pohon Sampel

Penggalian tunggak dan akar pohon harus dilakukan dengan hati-hati agar semua bagian-bagian akar dapat digali dari dalam tanah. Bagian tunggak dan akar yang masih terdapat tanah dibersihkan dengan parang, sikat dan kuas hingga bersih dari kotoran dan tanah.

6. Pemisahan Bagian-bagian Pohon

Bagian-bagian pohon dipisahkan kedalam kelompoknya masing-masing, yaitu :

a. Kelompok batang utama : dari pangkal (bagian tunggak) sampai ujung batang utama berdiameter 10 cm

b. Kelompok cabang : bagian batang cabang yang berdiameter > 5 cm c. Kelompok ranting : bagian cabang dan ranting yang berdiameter ≤ 5 cm d. Kelompok akar : bagian tunggak yang rata dengan tanah, akar tunjang

dan akar-akar lainnya

e. Kelompok daun : bagian tangkai daun dan daun-daun. 7. Pengukuran Volume Batang Utama dan Cabang

Batang utama dan cabang diberi tanda pada tiap-tiap sekmen batangnya dengan interval ± 2 m, lalu diukur volumenya.

Parameter yang diukur adalah :

a. Panjang batang dari pangkal sampai cabang pertama (m)

b. Panjang (m) dan keliling (cm) pangkal dan ujung batang utama tiap-tiap sekmen batang dari batang utama

c. Panjang (m) dan keliling (cm) pangkal dan ujung batang cabang tiap-tiap sekmen cabang.

8. Penimbangan Berat Basah ranting, daun, akar dan tunggak

(13)

13

yang akan ditimbang masing-masing dimasukkan ke dalam karung plastik yang telah diketahui beratnya, kemudian ditimbang berat basahnya dalam satuan kg. Sedangkan ranting, akar dan tunggak berdiameter besar masing-masing diikat dengan tali plastik, kemudian ditimbang berat basahnya dalam satuan kg.

3.3.3 Metode Pengambilan Bahan Uji Laboratorium di Lapangan

Sampel bahan uji laboratorium diambil dari bagian-bagian pohon masing-masing sampel pohon, yakni dari bagian batang utama, cabang, ranting, daun, serta dari akar dan tunggak. Sampel yang diambil dari masing-masing bagian pohon sampel adalah sebanyak 3 kali ulangan. Sehingga jumlah sampel bahan uji di laboratorium sama dengan 30 x 5 x 3 buah atau berjumlah 450 sampel, yang terdiri atas :

a. 90 buah sampel batang utama b. 90 buah sampel cabang c. 90 buah sampel ranting d. 90 buah sampel daun e. 90 buah sampel akar

Cara pengambilan sampel bahan uji di lapangan adalah sebagai berikut (Elias 2010):

1. Sampel batang utama, diambil dari ujung, pangkal dan bagian tengah batang utama dengan membuat potongan melintang batang setebal ± 5 cm

2. Sampel batang cabang diambil dari cabang yang besar, sedang dan kecil yang diameternya > 5 cm. Sampel diambil dengan cara membuat potongan melintang batang cabang setebal ± 5 cm

3. Sampel ranting, diambil dari ranting besar, ranting sedang dan ranting kecil yang panjangnya dipotong menjadi bagian ranting-ranting sepanjang ± 20-30 cm. Setiap sampel beratnya ± 1 kg

4. Sampel daun diambil dari daun yang telah dicampur sebanyak ± 1 kg sebagai sampel

(14)

14

Sampel kemudian dimasukkan kedalam kantong plastik, diberi kode sampel dan diikat ujung kantong plastiknya. Contoh kode sampel pohon adalah sebagai berikut :

Batang utama : 1 BU P (Pohon ke-1-Batang utama-Pangkal) 1 BU T (Pohon ke-1-Batang utama-Tengah) 1 BU U (Pohon ke-1-Batang utama-Ujung) Cabang : 1 C B (Pohon ke-1-Cabang-Besar)

1 C S (Pohon ke-1-Cabang-Tengah) 1 C K (Pohon ke-1-Cabang-Kecil) Ranting : 1 R B (Pohon ke-1-Ranting-Besar)

1 R S (Pohon ke-1-Ranting- Sedang) 1 R K (Pohon ke-1-Ranting-Kecil) Daun : 1 D (Pohon ke-1-Daun)

Akar : 1 A B (Pohon ke-1-Akar-Besar) 1 A S (Pohon ke-1-Akar-Sedang) 1 A K (Pohon ke-1-Akar-Kecil)

3.3.4 Metode Pengujian Bahan Uji Laboratorium 1. Berat Jenis Kayu

Contoh uji berat jenis kayu berukuran 2cm x 2cm x 2cm. Pengukuran berat jenis kayu dilakukan dengan tahapan kerja sebagai berikut :

a. Menimbang contoh uji dalam keadaan basah untuk mendapatkan berat awal

b. Mengukur volume contoh uji : contoh uji dicelupkan dalam parafin, lalu dimasukkan kedalam tabung erlenmayer yang berisi air sampai contoh uji berada di bawah permukaan air. Berdasarkan hukum Archimedes volume sampel adalah besarnya volume air yang dipindahkan oleh contoh uji

(15)

15

2. Kadar Air Kayu

Contoh uji kadar air dari batang utama, cabang dan akar yang berdiameter > 5 cm dibuat dengan ukuran 2cm x 2cm x 2cm. Sedangkan contoh uji dari bagian daun, ranting dan akar kecil (berdiameter < 5 cm) masing-masing ± 300 g.

Cara pengukuran kadar air contoh uji adalah sebagai berikut : a. Contoh uji ditimbang berat basahnya

b. Contoh uji dikeringkan dalam tanur 103 ± 2°C sampai tercapai berat konstan, kemudian dimasukkan kedalam desikator dan ditimbang berat keringnya

c. Penurunan berat contoh uji yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur ialah kadar air contoh uji.

3. Kadar Zat Terbang

Prosedur penentuan kadar zat terbang menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 5832-98. Prosedurnya adalah sebagai berikut : a. Sampel dari tiap bagian pohon berkayu dipotong menjadi bagian-bagian

kecil sebesar batang korek api, sedangkan sampel bagian daun dicincang b. Sampel kemudian dioven pada suhu 80°C selama 48 jam

c. Sampel kering digiling menjadi serbuk dengan mesin penggiling (willey mill)

d. Serbuk hasil gilingan disaring dengan alat penyaring (mesh screen) berukuran 40-60 mesh

e. Serbuk dengan ukuran 40-60 mesh dari contoh uji sebanyak ± 2 gr, dimasukkan kedalam cawan porselen, kemudian cawan ditutup rapat dengan penutupnya dan ditimbang dengan alat timbang

f. Contoh uji dimasukkan kedalam tanur listrik bersuhu 950°C selama 2 menit. Kemudian didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang g. Selisih berat awal dan berat akhir yang dinyatakan dalam persen terhadap

berat kering contoh uji merupakan kadar zat terbang. 4. Kadar Abu

(16)

16

a. Sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 900°C selama 6 jam

b. Selanjutnya didinginkan didalam desikator dan kemudian ditimbang untuk mencari berat akhirnya

c. Berat akhir (abu) yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur contoh uji merupakan kadar abu contoh uji.

5. Kadar Karbon

Penentuan kadar karbon contoh uji dari tiap-tiap bagian pohon menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995, dimana kadar karbon contoh uji merupakan hasil pengurangan 100% terhadap kadar zat terbang dan kadar abu.

3.4 Metode Pengolahan Data

1. Berat Jenis, rumus yang digunakan : BJ = ρ kayu

� � ……… (Haygreen dan Bowyer 1982)

Diketahui : BJ = Berat Jenis

� kayu = Kerapatan kayu ( � � � (� ) ℎ ( 3)) � air = Kerapatan air (1 gr/cm3)

2. Persen Kadar Air, rumus yang digunakan :

% KA =BBc−BKc

BKc x 100%… … Haygreen dan Bowyer 1982

Diketahui : BBc = Berat Basah Contoh (gr) BKc = Berat Kering Contoh (gr) % KA = Persen Kadar Air

3. Berat Kering, rumus yang digunakan :

BK = BB

1 + [%KA100]… … … …(Haygreen dan Bowyer 1982)

(17)

17

4. Penentuan Kadar Zat Terbang

Kadar zat terbang dinyatakan dalam persen dengan rumus sebagai berikut : Kadar Zat Terbang = Ke hilangan Berat Contoh

Berat Contoh Uji Bebas Air x 100%…… (ASTM 1990b ) 5. Penentuan Kadar Abu

Kadar abu dinyatakan dalam persen dengan rumus sebagai berikut : Kadar Abu = Berat Sisa Contoh Uji

Berat Contoh Uji Bebas Airx 100 %……(ASTM 1990a ) 6. Penentuan Kadar Karbon

Kadar karbon tetap ditentukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995 sebagai berikut :

Kadar Karbon = 100% - Kadar Zat Terbang – Kadar Abu

3.5 Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah :

1. Analisis deskriptif yang disajikan dengan menggunakan tabel, histogram, diagram batang dan lain-lain.

2. Model hubungan kadar karbon dengan berat jenis kayu Jati (Tectona grandis

L. f.). Fungsi hubungan ini dibangun melalui persamaan sebagai berikut:

a. = 1

b. = 1 2

c. = 1 2 3

Keterangan:

Y : kadar karbon (%) X1 : berat jenis

X2 : diameter (Dbh)

X3 : tinggi bebas cabang (Tbc) a, b, c, d : konstanta

3. Uji beda nyata nilai kadar karbon dan berat jenis pada bagian-bagian pohon jati (batang utama, cabang, ranting, akar, dan daun) dan pohon jati berdasarkan kelas umur (KU) dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut: H0 : P < 0,05 adanya perbedaan secara nyata nilai kadar karbon dan berat jenis

(18)

18

(19)

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak Geografis dan Luas

KPH Balapulang secara geografis terletak di antara 6o48o – 7o12o Lintang Selatan dan 108o13o – 109o8o Bujur Timur dengan luas kawasan 29.790,13 ha. Wilayah KPH Balapulang terbagi atas dua wilayah administrasi pemerintahan yaitu Kabupaten Brebes dan Kabupaten Tegal dengan luas kawasan masing-masing adalah 22.920,68 ha (75%) dan 6.869,45 ha (25%). Kabupaten Brebes terdiri atas Kecamatan Banjarharjo, Losari, Ketanggungan, Larangan, Songgom, Tonjong Bumiayu, dan Bantarkawung. Sedangkan Kabupaten Tegal terdiri atas Kecamatan Pagerbarang, Balapulang, Margasari, dan Bumijawa (KPH Balapulang 2011a).

Batas wilayah areal kerja KPH Balapulang yaitu Laut Jawa (sebelah utara), KPH Pemalang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah Kabupaten Pemalang (sebelah timur), KPH Pekalongan Barat Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah Kabupaten Tegal (sebelah selatan), dan KPH Kuningan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat Kabupaten Kuningan (sebelah barat) (KPH Balapulang 2011a).

Menurut pembagian wilayah pengelolaan hutan guna kepentingan perencanaan, kawasan KPH Balapulang dikelompokkan dalam 4 (empat) bagian hutan yaitu (KPH Balapulang 2011a):

- Bagian Hutan Banjarharo : 9.964,67 ha - Bagian Hutan Larangan : 10.236,81 ha - Bagian Hutan Margasari : 4.442,70 ha - Bagian Hutan Linggapada : 5.145,95 ha

Sedangkan wilayah kerja pengelolaan hutan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah KPH Balapulang, terbagi dalam 6 (enam) Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH), yaitu (KPH Balapulang 2011a):

- BKPH Margasari dengan luas 4.770,80 ha - BKPH Linggapada dengan luas 4.682,05 ha - BKPH Larangan dengan luas 6.208,40 ha - BKPH Pengarasan dengan luas 3.921,41 ha

(20)

20

- BKPH Banjarharjo Barat dengan luas 4.899.97 ha

Masing-masing BKPH tersebut memiliki Resort Pemangkuan Hutan (RPH). Di KPH Balapulang terdapat 25 RPH dengan rincian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Daftar RPH di wilayah KPH Balapulang

No BKPH RPH Luas (ha) Kab/Kota

1 Banjarharjo Barat 1 Randegan 512,20 Brebes

2 Cibendung 581,10 Brebes

3 Cigadung 894,90 Brebes

4 Banjarharjo 842,47 Brebes

5 Malahayu 2.069,30 Brebes

Jumlah 4.899,97

2 Banjarharjo Timur 1 Cisadap 444,10 Brebes

2 Kertasari 863,00 Brebes

3 Pamedaran 2.118,80 Brebes

4 Ciseureuh 1.563,10 Brebes

Jumlah 4.989,00

3 Larangan 1 Larangan 1.367,10 Brebes

2 Pamulihan 1.797,30 Brebes

3 Wlahar 1.387,40 Brebes

4 Dukuh Bendol 1.654,60 Brebes

Jumlah 6.208,40

4 Pengarasan 1 Kebandungan 1.501,51 Brebes

2 Pengarasan 1.485,40 Brebes

3 Tonjong 934,50 Brebes

Jumlah 3.921,41

5 Linggapada 1 Kalilumping 1.029,40 Tegal

2 Ciawitali 1.908,10 Tegal

3 Kutayu 1.200,10 Brebes

4 Karangsawah 943,90 Brebes

Jumlah 4.682,05

6 Margasari 1 Wanayasa 872,60 Tegal

2 Kalibanteng 735,50 Tegal

3 Kaligimber 1.359,80 Tegal

4 Kalisalak 620,80 Tegal

5 Songgom 782,70 Tegal

Jumlah 4.770,80

ALUR 318,50

TOTAL KPH 29.790,13

(Sumber : KPH Balapulang 2011a)

4.2 Tanah dan Topografi

(21)

21

Latosol, dan Mediteran dengan tipe-tipe tanah yang mengandung kapur. Konfigurasi tanah pada setiap wilayah kerja terdiri dari keadaan tanah kawasan KPH Balapulang yang umumnya bertekstur sedang hingga liat dengan strukturnya yang remah hingga bergumpal dan sebagian besar berjenis latosol dengan ciri-ciri pH 4,5 – 6,5, kandungan bahan organik banyak ditemukan pada top soil sebanyak 3 – 10%, kejenuhan basa 20 – 65%, daya absorbs sedang 15 – 25 cm/detik, permeabilitas tanah tinggi dan kepekaan terhadap erosinya rendah.

Kawasan KPH Balapulang bertopografi datar sampai berbukit-bukit dan sebagian kecil bertopografi curam. Sedangkan untuk bentuk lapangan yang datar miring dan berombak terdapat pada BKPH Margasari, Linggapada, dan sebagian Larangan. Kawasan perbukitan hanya terdapat dalam kawasan tertentu saja, yaitu kawasan hutan Pengarasan dan sebagian Larangan yang menyambung ke Bagian Hutan Banjarharjo. Pada Tabel 3 disajikan keadaan topografi areal hutan di KPH Balapulang.

Tabel 3 Luas kawasan dan konfigurasi lapangan areal hutan KPH Balapulang

No Kelas Lereng ( % ) Luas ( ha ) Luas (%)

1 0 – 8 6.756,40 22,68

2 8 – 15 9.678,81 32,49

3 15 – 25 5.010,70 16,82

4 25 – 40 5.657,15 18,99

5 >40 2.687,07 9,02

Total 29.790,13 100

(Sumber : KPH Balapulang 2011a)

4.3 Iklim dan Curah Hujan

(22)

22

Tabel 4 Data rata-rata curah hujan 2 tahun (2009 - 2010)

No Bulan Curah Hujan (mm/bulan)

2009 2010 Jumlah Rata – Rata

1 Januari 605 529 1.134 567

2 Februari 825 399 1.224 612

3 Maret 266 722 988 494

4 April 509 551 1.060 530

5 Mei 332 736 1.068 534

6 Juni 359 314 673 337

7 Juli 27 293 320 160

8 Agustus - 268 268 134

9 September 64 467 531 266

10 Oktober 162 - 162 81

11 Nopember 226 - 226 113

12 Desember 318 - 318 159

Jumlah 3.693 4.279 7.972 3.986

Rata - Rata 308 357 664 332

(Sumber : Kantor PU Pengairan Kec Larangan Balapulang)

Berdasarkan teori Schmidt dan Ferguson (1951) dalam KPH Balapulang (2011b) kriteria bulan basah, bulan lembab, dan bulan kering adalah sebagai berikut:

1. Bulan Basah Curah Hujan : > 100 mm/bln 2. Bulan Lembab Curah Hujan : 60 – 100 mm/bln 3. Bulan Kering Curah Hujan : < 60 mm/bln

Berdasarkan data bulan basah dan bulan kering dari beberapa stasiun pengamatan cuaca di sekitar KPH Balapulang selama 2 tahun terakhir sebagaimana disajikan pada Tabel 4, maka dapat diketahui tipe iklim di kawasan KPH Balapulang menurut Schmidt dan Ferguson termasuk tipe iklim B.

4.4 Jenis Vegetasi

Berdasarkan KPH Balapulang (2011a) vegetasi yang berada di kawasan KPH Balapulang adalah jenis jati (Tectona grandis) yang merupakan tanaman komersial yang banyak diusahakan. Selain jati, ada beberapa jenis lain yang berada di kawasan produksi, antara lain yaitu:

(23)

23

2. Diusahakan dengan tujuan pengkayaan jenis seperti johar (Cassia siamea), sonokeling (Dalbergia latifolia), pilah kepoh dan kesambi (Schleichera oleosa) serta randu (Ceiba patandra)

3. Pengayaan jenis dalam sistem silvikultur jati dan bukan non jati seperti secang (Caesalpinia sappan), lamtoro gung (Leucaena leucocephala)

4.5 Sosial Ekonomi dan Budaya

Menurut KPH Balapulang (2011a) kawasan KPH Balapulang dikelilingi oleh 61 desa yang terdiri dari 37 desa di wilayah Kabupaten Brebes dan 24 desa di Kabupaten Tegal. Interaksi yang besar dari masyarakat terhadap keberadaan hutan menjadikan tekanan terhadap hutan semakin tinggi. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat diterapkan untuk mendorong pihak manajemen membentuk desa model sejak tahun 2002, dimana setiap desa memiliki petak pengakuan agar masyarakan dapat berperan serta dalam mengelola hutan.

Berdasarkan data laporan penjajagan pengembangan layanan pendidikan dan kesejahteraan masyarakat di 22 kecamatan, jumlah KK (Kepala Keluarga) di wilayah sekitar KPH Balapulang adalah 100.618 KK (Kepala Keluarga). Mata pencaharian sebagian besar penduduk sekitar hutan KPH Balapulang bergantung pada sektor pertanian.

Pengelolaan hutan membawa pengaruh positif terhadap masyarakat desa hutan. Pengaruh tersebut diantaranya adalah pola pikir yang semakin maju, baik dan modern. Hal ini disebabkan karena masyarakat desa hutan telah mengadopsi tehnik-tehnik pengelolaan hutan yang baik dan pola pikir mereka lebih rasional dalam menghadapi permasalahan serta mampu berkomunikasi dengan baik antar warga dan pengelola hutan.

Dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan, Perhutani juga senantiasa menjaga situs budaya masyarakat. Selain itu Perhutani juga melindungi kelesetariannya. Hal-hal yang dilakukan adalah sebagai berikut:

(24)

24

(25)

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kadar Air

Kadar air (Ka) adalah banyaknya air yang dikandung pada sepotong kayu yang dinyatakan dengan persentase dari berat kayu kering tanur. Kadar air pohon Jati hasil penelitian disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Rata-rata kadar air Jati berdasarkan kelas umur

Kelas Umur Kadar Air (%)

Batang Cabang Ranting Akar Daun

I 113,72 114,28 72,17 113,47 50,98

II 78,89 56,97 66,72 81,90 103,83

III 76,70 62,40 50,89 69,56 131,84

IV 82,16 85,16 85,68 83,87 44,62

V 39,16 37,83 19,15 62,38 -

Rata-rata 78,13 71,33 58,92 82,24 82,82

Keterangan : (-) tidak ada sampel

Berdasarkan data dalam Tabel 5 dapat diketahui bahwa rata-rata kadar air seluruh kelas umur, bagian daun merupakan bagian pohon yang memiliki nilai rata-rata kadar air tertinggi, yaitu sebesar 82,82%, sedangkan bagian pohon yang memiliki rata-rata kadar air terendah adalah ranting yaitu sebesar 58,92%. Daun memiliki rata-rata kadar air tertinggi karena daun merupakan tempat berlangsungnya fotosintesis dan daun memiliki rongga sel yang diisi oleh air dan unsur hara mineral. Selain itu daun juga memiliki stomata sehingga banyak air yang diserap dan memenuhi rongga sel. Sedangkan ranting merupakan bagian pohon yang memiliki rata-rata kadar air yang rendah karena ranting memiliki rongga sel yang kecil dibandingkan dengan bagian pohon yang lain seperti akar, cabang, dan batang utama.

5.2 Berat Jenis

(26)

26

Tabel 6 Rata-rata berat jenis Jati berdasarkan kelas umur

Kelas Umur Berat jenis

Batang Cabang Ranting Akar Daun

I 0,40 0,47 0,39 0,47 0,15

II 0,59 0,56 0,58 0,59 0,10

III 0,55 0,61 0,61 0,63 0,09

IV 0,56 0,50 0,47 0,58 0,11

V 0,56 0,62 0,54 0,57 -

Rata-rata 0,53 0,55 0,52 0,57 0,12

Keterangan : (-) tidak ada sampel

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat rata-rata berat jenis kayu Jati berkisar antara 0,52 - 0,57. Hasil ini lebih rendah daripada nilai berat jenis menurut Martawijaya et al. (1981) yang menyebutkan bahwa nilai berat jenis kayu jati adalah 0,67 (0,62 – 0,75). Berat jenis kayu jati dalam penelitian ini berada dalam kisaran besarnya berat jenis jati menurut Hadjib et al. (2006) yaitu jati yang berumur 7 tahun mempunyai berat jenis sekitar 0,49 – 0,65.

Perbedaan berat jenis pada setiap bagian dipengaruhi oleh ukuran sel, tebal dinding sel serta hubungan antara jumlah sel dengan berat dan tebal dinding sel. Sedangkan perbedaan berat jenis setiap pohon per KU (Kelas Umur) dipengaruhi oleh sel serat (fiber), karena sel serat sangat penting pengaruhnya terhadap berat jenis karena porsinya yang tergolong tinggi sebagai komponen penyusun kayu. Menurut Tobing (1976) jika serat berdinding tebal dan berongga sempit, maka jumlah rongga udara sedikit, dan berat jenis akan tinggi, sebaliknya jika serat berdinding tipis dan berongga besar maka berat jenis akan berkurang.

(27)

27

5.3 Kadar Karbon

Kadar karbon merupakan hasil pengurangan persen penuh (100%) dengan kadar zat terbang dan kadar abu. Satuan kadar karbon dinyatakan dalam persen (%). Hasil kadar karbon pada setiap bagian pohon disajikan pada Tabel 7. Dari data pada Tabel 7 dapat diketahui nilai kadar karbon tertinggi terdapat pada bagian batang yaitu sebesar 66,17%, bagian cabang sebesar 62,63%, bagian ranting sebesar 58,30%, bagian akar sebesar 63,60%, dan untuk bagian pohon dengan nilai kadar karbon terendah adalah daun sebesar 51,37%. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Langi (2007) yang menyatakan bahwa kadar karbon pada bagian batang lebih besar dibandingkan dengan akar, cabang, ranting dan daun. Hasil penelitian Elias dan Wistara (2009) pada pohon jeunjing juga memperlihatkan hasil yang sama yaitu nilai kadar karbon terbesar berada pada bagian batang dan nilai terkecil pada bagian daun.

Menurut Haygreen dan Bowyer (1982) menyatakan bahwa batang umumnya memiliki zat penyusun kayu yang lebih banyak dibandingkan bagian pohon lain.

Tabel 7 Rata-rata kadar karbon Jati berdasarkan kelas umur

Kelas Umur Kadar Karbon (%)

Batang Cabang Ranting Akar Daun

I 65,63 61,55 49,23 63,23 47,69

II 70,41 66,43 64,51 68,13 56,78

III 65,66 61,08 60,60 63,66 53,74

IV 63,43 59,95 57,84 60,60 47,27

V 65,72 64,15 59,30 62,40 -

Rata-rata 66,17 62,63 58,30 63,60 51,37

Keterangan : (-) tidak ada sampel

5.4 Hubungan Kadar Karbon dengan Berat Jenis (BJ)

Berat jenis merupakan rasio antara kerapatan kayu dengan kerapatan air pada kondisi anomali air (4,4oC). Sedangkan kadar karbon merupakan hasil pengurangan persen penuh (100%) dengan kadar zat terbang dan kadar abu.

(28)

28

Tabel 8 Model hubungan kadar karbon dengan berat jenis kayu jati

No. Model Persamaan S P

R-Sq (adj) (%) F hit F tabel (95%) F tabel (99%)

1. = 74,13 10,20 0,018 0,245tn 21,30 2,08 10,13 34,12

2. = 112,20 10,41 2−0,09. 0,026 0,000** 43,10 11,98 3,35 5,49

3. = 112,20 10,41 2−0,09 3−0,01. 0,026 0,001** 41,00 7,73 2,98 4,64

Keterangan :

Y : kadar karbon (%) X1 : berat jenis

X2 : diameter (Dbh)

X3 : tinggi bebas cabang (Tbc)

** : sangat nyata (P < 0,01) pada selang kepercayaan 99% * : nyata (P 0,01 – 0,05) pada selang kepercayaan 95%

tn

: tidak nyata (P > 0,05)

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 8 diketahui bahwa model terbaik yang dapat digunakan untuk menganalisis hubungan kadar karbon dengan berat jenis adalah

= 112,20 10,41 2−0,09 dengan nilai R-Sq (adj) sebesar 43,10% dan P-value sebesar

0,000. Nilai ini menunjukkan bahwa persamaan yang digunakan dapat diterima (P < 0,01) dan memiliki Fhitung yang lebih besar dibandingkan dengan nilai Ftabel, sehingga peubah bebas berat jenis memiliki pengaruh nyata terhadap perubahan kadar karbon sedangkan peubah bebas diameter (Dbh) tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai kadar karbon. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai negatif (-0,09) yang dipengaruhi oleh kehomogenan ragam yang tidak terpenuhi.

Untuk dapat mengetahui keeratan hubungan persamaan yang telah diperoleh yaitu = 112,20 10,41 2−0,09, dilakukan uji korelasi yang disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Hasil uji korelasi model persamaan

Berat Jenis Diameter (Dbh)

Kadar Karbon 0,423* -0,254ts

Sig. 0,020 0,175

Berat Jenis 0,438*

Sig. 0,015

Keterangan :

* : signifikan pada P < 0,05

ts

: tidak signifikan Sig. : signifikan (P < 0,05)

(29)

29

hubungan kedua variabel signifikan dengan nilai P < 0,05 dan variabel berat jenis mempengaruhi besarnya nilai variabel kadar karbon. Hal yang sama juga terdapat pada hubungan berat jenis dengan diameter (Dbh) yang ditunjukkan oleh besarnya nilai korelasi pada kedua variabel sebesar 0,438 dan signifikan antara kedua variabel 0,015 (P < 0,05).

Variabel diameter (Dbh) tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kadar karbon. Hal ini dtunjukkan pada nilai korelasi kedua variabel tersebut bernilai negatif (-0,254) dan nilai signifikan kedua variabel sebesar 0,175 (P > 0,05), sehingga diameter (Dbh) tidak mempengaruhi besarnya nilai kadar karbon. Young (1982) dalam Adiriono (2009) mengatakan bahwa ukuran korelasi dinyatakan sebagai berikut:

1. 0,70 - 1,00 menunjukkan adanya tingkat hubungan yang tinggi

2. 0,04 - < 0,70 menunjukkan adanya tingkat hubungan yang substansial 3. 0,20 - < 0,40 menunjukkan adanya tingkat hubungan yang rendah 4. < 0,20 menunjukkan tidak adanya hubungan

Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa berat jenis memiliki hubungan yang signifikan terhadap kadar karbon, sedangkan diameter tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kadar karbon namun memiliki hubungan yang signifikan terhadap berat jenis.

5.5 Uji t-student Nilai Kadar Karbon dan Berat Jenis Bagian-bagian Pohon Jati (Tectona grandis L. f.)

Selain dilakukan uji korelasi dari persamaan yang telah diperoleh, dilakukan juga uji beda nyata untuk mengetahui perbedaan nilai kadar karbon dan berat jenis pada bagian-bagian pohon jati (batang utama, cabang, ranting, akar, dan daun) dengan menggunakan uji t-student. Hasil pengujian disajikan dalam Tabel 10 dan Tabel 11. Tabel 10 Uji t-student kadar karbon bagian-bagian pohon jati

Bagian Pohon Cabang-Ranting Akar Daun

Batang 0,027* 0,000** 0,000**

Cabang-Ranting 0,010* 0,000**

Akar 0,000**

Keterangan :

(30)

30

Tabel 11 Uji t-student berat jenis bagian-bagian pohon jati

Bagian Pohon Cabang-Ranting Akar Daun

Batang 0,006* 0,005* 0,000**

Cabang-Ranting 0,027* 0,000**

Akar 0,000**

Keterangan :

** : sangat nyata (P < 0,01) pada selang kepercayaan 99% * : nyata (P 0,01 – 0,05 pada selang kepercayaan 95%

Pada Tabel 10 diketahui bahwa uji beda nyata kadar karbon pada batang utama, cabang-ranting, akar dan daun menunjukkan hasil uji dengan perbedaan nyata sampai sangat nyata. Sedangkan pada Tabel 11 yang menyajikan hasil uji beda nyata berat jenis pada bagian-bagian pohon menunjukkan perbedaan nyata sampai sangat nyata dari nilai berat jenis pada bagian-bagian pohon jati.

5.6 Uji t-student Nilai Kadar Karbon dan Berat Jenis Pohon Jati (Tectona grandis L. f.) Berdasarkan Kelas Umur

Uji beda nyata dengan menggunakan t-student juga dilakukan pada nilai-nilai kadar karbon dan berat jenis setiap pohon berdasarkan kelas umur. Hasil uji t-student disajikan pada Tabel 12 dan Tabel 13.

Tabel 12 Uji t-student kadar karbon pohon jati berdasarkan kelas umur

KU II KU III KU IV KU V

KU I 0,055tn 0,314tn 0,623 tn 0,334 tn

KU II 0,203tn 0,011* 0,139tn

KU III 0,132tn 0,924tn

KU IV 0,346tn

Keterangan : KU : Kelas Umur

** : sangat nyata (P < 0,01) pada selang kepercayaan 99% * : nyata (P 0,01 – 0,05) pada selang kepercayaan 95%

tn

: tidak nyata (P > 0,05)

Tabel 13 Uji t-student berat jenis pohon jati berdasarkan kelas umur

KU II KU III KU IV KU V

KU I 0,000** 0,001** 0,000** 0,005**

KU II 0,154tn 0,123tn 0,239tn

KU III 0,585tn 0,774tn

KU IV 0,802tn

Keterangan : KU : Kelas Umur

** : sangat nyata (P < 0,01) pada selang kepercayaan 99% * : nyata (P 0,01 – 0,05) pada selang kepercayaan 95%

tn

(31)

31

Berdasarkan hasil pada Tabel 12, diketahui bahwa perbedaan yang hanya terdapat antara nilai kadar karbon pohon pada kelas umur (KU) II dengan KU IV, sedangkan antara pohon pada KU lainnya tidak terdapat perbedaan yang nyata nilai kadar karbonnya. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kadar karbon diantaranya keadaan tempat tumbuh seperti kesuburan tanah.

(32)

VI KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan yang nyata atau erat antara kadar karbon dengan berat jenis pohon jati.

2. Terdapat hubungan yang erat antara berat jenis pohon dengan diameter dan tinggi bebas cabang pohon.

3. Terdapat perbedaan nyata nilai-nilai kadar karbon pada bagian-bagian pohon jati. 4. Terdapat perbedaan nyata nilai-nilai berat jenis pada bagian-bagian pohon jati. 5. Persamaan hubungan kadar karbon dengan berat jenis pohon jati terpilih

(33)

ANALISIS HUBUNGAN KADAR KARBON DENGAN BERAT

JENIS KAYU JATI (

Tectona grandis

L. f.)

DWI LISTYARINI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi SS. 1990. Diktat Kimia Kayu. Bogor: Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor.

Adiriono T. 2009. Pengukuran Kandungan Karbon (Carbon Stock) dengan Metode Karbonasi pada Hutan Tanaman Jenis Acacia crassicarpa [tesis]. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada

Anonim. 1993. Stastistik Kehutanan Indonesia. Jakarta: Departemen Kehutanan. [ASTM] American Society For Testing Material. 1990a. ASTM D 2866-94.

Standard Test Method for Total Ash Content of Actived Carbon. Philadelphia.

[ASTM] American Society For Testing Material. 1990b. ASTM D 5832-98.

Standard Test Method for Volatile Matter Content of Activated Carbon. Philadelphia.

Brown HP, Panshin AJ, dan Forsaith CC. 1952. Textbook of Wood Technology. Vol. II. New York: McGraw-Hill.

Dewi M. 2011. Model Persamaan Alometrik Masa Karbon Akar dan Root to Shoot Ratio Biomassa dan Massa karbon Pohon Mangium (Acacia mangium Wild) di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Dumanauw JF. 2001. Mengenal Kayu. Cet ke-11. Yogyakarta: Kanisius 120 hal. Elias. 2010. Inovasi Metodologi dan Estimasi Cadangan Karbon dalam Hutan

dalam Rangka Program Reduced Emissions from Deforestation and Degradation (REDD) Indonesia. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Elias dan Wistara NJ. 2009. Metode Estimasi Massa Karbon Pohon Jeunjing (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) di Hutan Rakyat. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XV (2) : 75-82.

Firmanti A, Dirgantara, dan Aini. 2000. Penurunan Nilai Karakteristik Kayu-kayu Cepat Tumbuh. Kumpulan Abstrak Seminar Nasional III Mapeki. Jatinangor, 22-23 Agustus 2000. pp. 11.

Forest Product Laboratory. 1987. Wood Handbook: Wood as an engineering material. Agric. Handbook 72. Washington DC. U.S. Department.

(35)

34

Hadjib N, Muslich M, Sumarni G. 2006. Sifat Fisis dan Mekanis Kayu Jati Super dan Jati Lokal dari Beberapa Daerah Penanaman. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 24(4):359-369. Bogor: Pusat Litbang Hasil Hutan.

Haygreen JG, Bowyer JL. 1982. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar. Hadikusumo SA, penerjemah; Prawirohatmojo S, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada.

Hilmi S. 2003. Model Pendugaan Karbon pada Pohon Kelompok Rhizophora spp. dan Bruguiera spp. dalam Tegakan Hutan Mangrove (Studi Kasus di Indragir Hilir, Riau). [disertasi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara.

Kaosa-ard A. 1977. Tectona grandis Linn f. Its Natural Distribution and Related Factors. Royal Forest Departemen, Bangkok, Thailand

[KPH] Kesatuan Pemangkuan Hutan Balapulang. 2011a. Identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) (High Conservation Value Forest-HCVF) KPH Balapulang. Tegal: Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah KPH Balapulang

[KPH] Kesatuan Pemangkuan Hutan Balapulang. 2011b. Dampak Pengelolaan dan Pemantauaan Lingkungan (DPPL). Tegal: Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah KPH Balapulang.

Kwatrina RT, Sugiarti, dan Sukmana. 2005. The Biomass and Carbon Prediction of Eucalyptus grandis at PT. Toba Pulp Lestari, Aek Nauli, North Sumatera. Journal of Forest and Nature Conservation Research. 2 (5) : 507-517.

Langi YAR. 2007. Model Penduga Biomassa dan Karbon Pada Tegakan Hutan Rakyat Cempaka (Elmerrillia Ovalis) dan Wasian (Elmerrrillia Celebica) di Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Ludang Y and Jaya HP. 2007. Biomass and Carbon Content in Tropical Forest of Central Kalimantan. Journal of Applied Sciences in Environmental Sanitation 2 (1) : 7-12.

Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, dan Prawira SA. 1981. Atlas Kayu Indonesia. Jilid 1. Bogor: Balai Penelitian dan Penelitian Pertanian.

Martawijaya A, Kartasujana I, Madang YI, Prawira SA, Kadir K. 1989. Atlas Kayu Indonesia Jilid 2. Jakarta: Departemen Kehutanan.

(36)

35

Na’iem M. 2002. Pentingnya Penggunaan Benih Unggul Dalam Pembuatan Tanaman Jati dan Standarisasi Mutu Bibit Secara Nasional. Makalah dalam Diskusi Penyediaan Bibit Unggul Jati tanggal 9 Agustus 2002. Yogyakarta: Pusat Litbang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.

Panshin AJ and Carl de Zeeuw. 1970. Textbook of Wood Technology. Vol.1. New York: Mcgraw Hill Book Co.

Sadiyo S. 1989. Pengaruh Kombinasi Jenis kayu dan Jenis Perekat Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Panel Diagonal Lambung Kapal [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Simpson AJ and Carl de Zeeuw. 1964. Textbook of Wood Technology. 4th ed. New York: McGraw-Hill.

Soenardi. 1976. Sifat-sifat Kimia Kayu. Yogyakarta: Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.

Tewari DN. 1992. Sebuah monografi pada jati (Tectonia grandis Linn.f.) Distributor Buku. Internasional.

Tobing TL. 1976. Kayu sebagai Bahan Bangunan. Bogor: Proyek Penterjemah Literatur Kehutanan. Fakultas Kehutanan. IPB.

Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood Structure, Properties, Utilizatin. Van Nostrand Reinhold New York.

Walker JCF. 1993. Water and Wood. Dalam Primary Wood Processing. London: Chapman and Hall.

Widhiastuti R dan Aththorick. 2006. Diktat Ekologi Tumbuhan. Medan: Departemen Biologi FMIPA USU.

(37)

ANALISIS HUBUNGAN KADAR KARBON DENGAN BERAT

JENIS KAYU JATI (

Tectona grandis

L. f.)

DWI LISTYARINI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(38)

ANALISIS HUBUNGAN KADAR KARBON DENGAN BERAT

JENIS KAYU JATI (

Tectona grandis

L. f.)

DWI LISTYARINI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(39)

RINGKASAN

DWI LISTYARINI. E14080033. Analisis Hubungan Kadar Karbon dengan Berat Jenis Kayu Jati (Tectona grandis L. f.). Dibimbing oleh ELIAS.

Salah satu isu lingkungan yang terkait dengan hutan adalah terjadinya perubahan iklim akibat pemanasan global (global warming) yang disebabkan oleh naiknya kadar gas rumah kaca (GRK) terutama karbon dioksida (CO2). Hutan berfungsi menyerap karbon dioksida pada saat proses fotosintesis sehingga semakin sedikit hutan, semakin sedikit pula karbon dioksida yang diserap dan semakin banyak pula karbon dioksida yang menebalkan selimut GRK di atmosfer. Untuk mengurangi dampak efek rumah kaca dilakukan pelestarian alam seperti penanaman hutan kembali atau reboisasi.

Kayu jati (Tectona grandis L. f.) termasuk golongan kayu keras (hardwood). Jati memiliki kemampuan dalam menahan lapisan atas tanah, mencegah erosi, menyerap CO2 dari udara, dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Penelitian ini dilakukan di areal KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kadar karbon dengan berat jenis kayu Jati (Tectona grandis L. f.). Pemilihan pohon sampel dilakukan berdasarkan kelas umur dengan kriteria pemilihan pohon sebagai berikut (1) sebaran diameter pohon jati pada setiap kelas umur, (2) pohon sampel harus sehat dan bentuk pohonnya normal, dan (3) pohon sampel harus mewakili kondisi rata-rata pohon Jati pada kelas umur yang bersangkutan. Uji laboratorium dilakukan untuk menentukan berat jenis dan kadar karbon pada setiap bagian pohon. Persamaan yang diperoleh berdasarkan hasil regresi digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan kadar karbon dengan berat jenis pada kayu Jati (Tectona grandis L. f.).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara nyata nilai kadar karbon dan berat jenis pada setiap bagian-bagian pohon. Berat jenis terbesar pada bagian akar dan kadar karbon terbesar terdapat pada bagian batang. Persamaan hubungan yang erat antara kadar karbon dengan berat jenis dinyatakan melalui persamaan = 112,20 10,41 2−0,09.

(40)

SUMMARY

DWI LISTYARINI. E14080033. Analysis of Relationship between Carbon Content with Teak Wood Density (Tectona grandis L. f.). Under supervision of ELIAS.

One of the environmental issues associated with forest is climate changing due to global warming caused by rising of greenhouse gases, such as carbon dioxide (CO2). Forests absorb carbon dioxide during the process of photosynthesis. The less number of forest caused less carbon dioxide absorbed and more carbon dioxide can thicken the blanket of greenhouse gases in atmosphere. Reforestation and afforestation were done in order to reduce the green house effect.

Teak (Tectona grandis L. f.) belonged the kind of hardwood. Teak also has ability to hold the top soil, prevent the erosion, absorb CO2 from the air and it has a high economic value. The research was conducted at the KPH Balapulang Perhutani Unit I Central Java. The purpose of this study was to determine the relationship between levels of carbon with density found in teak (Tectona grandis

L. f.). The sample of trees is selected based on class of age, namely (1) the diameter distribution it’s age classes, (2) the sample of tree must be healthy and the form are normal, and (3) sample of trees should represent average conditions of Teak trees in age classes concerned. Laboratory test was conducted to determine the specific weight and carbon content on any part of the tree. The equation which is obtained based on the regression results are used to determine the closeness relationship between the carbon content and the density of the wood teak (Tectona grandis L. f.).

The results showed that there was a significant difference in the value of the carbon content and density in each part of the tree. The greatest density has found in the roots and the largest carbon content has presented in the trunk. The closeness equation between carbon content and wood density formulated in

= 112,20 10,41 2−0,09.

(41)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Hubungan Kadar Karbon dengan Berat Jenis Kayu Jati (Tectona grandis L. f.) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2013

(42)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Analisis Hubungan Kadar Karbon dengan Berat Jenis Kayu Jati (Tectona grandis L. f.)

Nama : Dwi Listyarini NRP : E14080033

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Elias NIP 19560902 198103 1 003

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

(43)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatNya sehingga penelitian dengan judul “Analisis Hubungan Kadar Karbon dengan Berat Jenis Kayu Jati (Tectona grandis L. f.)” berhasil diselesaikan. Skripsi ini disusun dalam rangka pemenuhan persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua, adik dan kakak atas do’a, dan dukungan yang selalu diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Prof. Dr. Ir. Elias selaku dosen pembimbing, atas kesabaran Beliau dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ir. Ahmad Hadjib, MS selaku ketua sidang dan Dr. Ir. Iwan Hilwan, MS selaku dosen penguji dari Departemen Silvikultur.

4. Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. selaku Kepala departemen Manajemen Hutan dan seluruh staf tata usaha Departemen Manajemen Hutan.

5. Seluruh pihak KPH Balapulang dan para laboran yang telah membantu dalam proses penelitian.

6. Teman-teman satu bimbingan Tira Mutiara, Hesti Septianingrum, Ahmad Shofiyullah Zain, dan teman-teman Manajemen Hutan 45, serta rekan AYUMAS IPB yang telah memberikan semangat, do’a, dan dukungan dalam proses penyusunan skripsi.

7. Anggan Yusean Sarwono atas semangat, doa, dan dukungannya dalam proses penyusunan skripsi.

8. Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis juga berharap semoga penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2013

(44)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Karanganyar pada tanggal 3 Oktober 1990 dari pasangan Parjono, SP dan Sri Surini. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Jenjang pendidikan yang ditempuh penulis adalah SD Negeri 1 Karangpandan dengan tahun kelulusan 2002, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 1 Tasikmadu dan lulus pada tahun 2005. Tahun 2008 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri Karangpandan dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus dan mengikuti beberapa kegiatan organisasi di kampus, antara lain pengurus Divisi Kewirausahaan Forest Management Student Club (FMSC) tahun 2009-2010, panitia Temu Manajer Departemen Manajemen Hutan tahun 2010 dan Bina Corps Rimbawan (BCR) BEM Fakultas Kehutanan tahun 2011, serta panitia Forestry Exhibition (FE) tahun 2011.

(45)

DAFTAR ISI

(46)

ii

4.4 Jenis Vegetasi ... 22 4.5 Sosial Ekonomi dan Budaya ... 23 V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25 5.1 Kadar Air ... 25 5.2 Berat Jenis ... 25 5.3 Kadar Karbon ... 27 5.4 Hubungan Kadar Karbon dengan Berat Jenis (BJ) ... 27 5.5 Uji t-student Nilai Kadar Karbon dan Berat Jenis Bagian-bagian Pohon

Jati (Tectona grandis L. f.) ... 29 5.6 Uji t-student Nilai Kadar Karbon dan Berat Jenis Pohon Jati (Tectona

(47)

DAFTAR TABEL

No Halaman

(48)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

(49)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu isu lingkungan terkait dengan hutan yang kini marak dibahas adalah terjadinya perubahan iklim akibat pemanasan global (global warming). Beberapa penyebab timbulnya perubahan iklim global yang dianggap sangat serius saat ini adalah naiknya kadar karbon dioksida (CO2) dan CFC (Chloro Fluoro Carbon) yang berasal dari bahan penyemprot, bahan alat pendingin, asap knalpot mesin, industri, pembakaran kayu/hutan, perubahan tataguna lahan (land use change), dan berbagai aktivitas manusia di bumi yang kesemuanya dapat berakibat terbentuknya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer.

Protokol Kyoto mengatur enam jenis gas-gas rumah kaca, yaitu karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen oksida (N2O), dan tiga gas-gas industri yang mengandung fluor (HFC, PFC, dan SF6). Karbon dioksida menempati 70 persen dari volume total gas-gas rumah kaca ini, disusul dengan metana, nitrogen oksida, dan sebagainya. Uap air sebetulnya adalah GRK yang paling kuat. Tetapi karena usianya di atmosfer hanya terbilang beberapa hari, maka potensi pemanasan globalnya (global warming potential, GWP) tidak terlalu berpengaruh. Hutan menyerap karbon dioksida yang ada di atmosfer melalui proses fotosintesis. Semakin sedikit hutan, semakin sedikit karbon dioksida yang diserapnya, sehingga semakin banyak pula karbon dioksida yang menebalkan selimut gas-gas rumah kaca di atmosfer. Karbon dioksida tinggal di atmosfer hingga 80 – 120 tahun lamanya. Walaupun demikian, GWP-nya tergolong lemah. Tetapi karena jumlahnya paling banyak, maka secara total potensinya besar juga. Karena jumlahnya paling banyak pula, maka karbon dioksida dianggap sebagai gas rumah kaca acuan, dengan angka GWP dianggap satu. GWP gas-gas rumah kaca lainnya adalah perbandingannya dengan karbon dioksida.

(50)

2

yang berguna bagi kehidupan melalui proses fotosintesis. Melalui proses ini pula tumbuhan dapat menyerap gas CO2 dan melepaskannya sebagian melalui proses respirasi tumbuhan.

Hutan tanaman merupakan hutan yang sengaja ditanami dengan jenis pohon seragam (homogen). Hutan tanaman sering juga disebut sebagai Hutan Tanaman Industri (HTI). Hutan tanaman banyak dimanfaatkan untuk kebutuhan industri baik hasil hutan berupa kayu maupun bukan kayu. Banyak jenis hutan tanaman, diantaranya adalah hutan jati, hutan sengon, hutan akasia dan lain-lain.

Kayu jati (Tectona grandis L. f.) termasuk golongan kayu keras (hardwood) yang memiliki jaringan kuat dan dalam. Selain itu, menanam jati juga memberikan keuntungan. Diantaranya adalah mampu menahan lapisan atas tanah dan untuk mencegah erosi. Dari segi ekonomi, kayu jati memiliki harga jual yang tinggi. Tanaman ini banyak digunakan untuk membuat furniture (Mulyana dan Asmarahman 2010). Selain manfaat tersebut, hutan jati juga dapat menyerap CO2 dari udara, sehingga dapat mengurangi CO2 di atmosfer. Besarnya kadar karbon dalam pohon jati sangatlah ditentukan oleh kadar karbon biomassanya, dimana besarnya biomassa dapat ditentukan oleh berat jenis kayu. Penelitian ini ingin mengetahui apakah terdapat hubungan yang erat antara kadar karbon dengan berat jenis pada kayu jati.

1.2 Tujuan Penelitian

(51)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kayu Jati (Tectona grandis L. f.)

Jati (Tectona grandis L. f.) merupakan salah satu spesies dari tiga jenis (spesies) jati yang ada dari suku Verbenaceae. Dua diantaranya adalah T. hamiltoniana dan T. philippinensis (Tewari 1992). Menurut Na’iem (2002), jati

tumbuh asli di India, Thailand, Myanmar, Laos, dan Kamboja pada ketinggian 800 meter dpl. Kemudian dikembangkan ke beberapa Negara Asia Tenggara (Indonesia, Sri Lanka, Malaysia), Kepulauan Solomon, dan telah dikembangkan pula di Amerika Latin (Costa Rica, Argentina, Brazil), serta di beberapa Negara Afrika.

Tanaman ini termasuk ke dalam famili Verbenaceae. Berikut adalah susunan klasifikasi kayu jati (Na’iem 2002) :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdivision : Spermatophyta

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida (Biji ganda)

Ordo : Lamiales

Family : Verbenaceae

Genus : Tectona L. f. (tectona) Species : Tectona grandis L. f. (teak)

Di Indonesia jati memiliki nama yang berbeda-beda, diantaranya adalah deleg, dodolan, jate, jatih, jatos, kiati, dan kulidawa. Selain nama daerah, jati juga memiliki nama di berbagai Negara seperti giati (Vietnam), teak (Burma, India, Thailand, Inggris, Amerika, Belanda, dan Jerman), kyun (Burma), sagwan (India), mai sak (Thailand), teck (Perancis), dan teca (Brazil) (Martawijaya et al. 1981).

(52)

4

hingga 30oC pada malam hari (Kaosa-ard 1977). Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada tanah dengan pH antara 6,5 – 7,5 (Kulbarni 1951 dalam Kaosa-ard 1977). Jati juga merupakan calciolus tree species, yaitu tanaman yang memerlukan unsur kalsium dalam jumlah relatif besar untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.

2.2 Berat Jenis (BJ)

Berat jenis adalah perbandingan relatif antara massa jenis sebuah zat dengan massa jenis air murni. Air murni bermassa jenis 1 g/cm³ atau 1000 kg/m³. Menurut Simpson et al. (1964) berat jenis adalah rasio antara kerapatan kayu dengan kerapatan air pada kondisi anomali air (4,4oC). Berat jenis tidak mempunyai satuan atau dimensi.

Tsoumis (1991) menyatakan bahwa kayu hampir sebagian besar tersusun atas sel-sel yang mati, yang terdiri atas dinding sel dan rongga sel. Berat jenis zat kayunya memiliki nilai konstan 1,5 sedangkan kerapatan dan berat jenis kayu besarnya berbeda-beda berkisar 0,1 hingga 1,3. Pernyataan tersebut didukung oleh Green et al. (1999) dan Walker (1993) yang berpendapat bahw

Gambar

Tabel 2  Daftar RPH di wilayah KPH Balapulang
Tabel 4  Data rata-rata curah hujan 2 tahun (2009 - 2010)
Tabel 6  Rata-rata berat jenis Jati berdasarkan kelas umur
Tabel 2  Daftar RPH di wilayah KPH Balapulang
+6

Referensi

Dokumen terkait

Infeksi juga terjadi di laboratorium, pada peneliti yang bekerja dengan menggunakan hewan percobaan yang terinfeksi dengan toxoplasmosis atau melalui jarum suntik

Schwartz (Dahlan, 1994:39) mendefinisikan kausalitas sebagai suatu keadaan yang saling berhubungan di mana keadaan yang satu dipengaruhi oleh keadaan yang lain

Kurikulum yang digunakan untuk pembelajaran tematik di SD Negeri Kebonagung 3 Demak, mengacu pada kurikulum 2013.. Pembelajaran Tematik Kurikulum 2013 merupakan satu

Miss management atas sistem perpajakan akan berbahaya dan memberikan pilihan yang terbatas kepada pemerintah untuk mencari sumber penerimaan yang tidak sustainable seperti

Di dalam hasil rumusan Seminar Politik Bahasa Nasional (1999) disebutkan bahwa yang dimaksud pembinaan adalah upaya untuk meningkatkan mutu pemakaian bahasa. Usaha-usaha

(6) Usulan program JOMBANG BERKADANG diverifikasi oleh Perangkat Daerah yang membidangi dan diakomodir untuk dianggarkan dalam APBD melalui bantuan keuangan kepada

Oleh karena itu di dalam pasar efisien, return yang diharapkan dari perubahan harga yang diestimasikan sama dengan return aktual dari perubahan harga yang sesungguhnya terjadi

Hasil total dan hasil pada kelas buah &gt;200 g dari tanaman yang ditanam dengan sistem tanam satu tanaman per polibag lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan tanaman