• Tidak ada hasil yang ditemukan

Study of Knowledge, Attitude, and Practice (KAP) of Food Handlers on Food Hygiene in Food Kiosks Inside and Outside of IPB Campus Dramaga, Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Study of Knowledge, Attitude, and Practice (KAP) of Food Handlers on Food Hygiene in Food Kiosks Inside and Outside of IPB Campus Dramaga, Bogor"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI

KNOWLEDGE, ATTITUDE, AND PRACTICE

(KAP)

HIGIENE PANGAN PADA

FOOD HANDLER

DI KIOS MAKANAN DI DALAM DAN LUAR KAMPUS IPB

DRAMAGA, BOGOR

RISMAN ISMAIL

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Studi Knowledge, Attitude, and Practice (KAP) Higiene Pangan pada Food Handler di Kios Makanan di Dalam dan Luar Kampus IPB Dramaga, Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2013

(4)
(5)

RINGKASAN

RISMAN ISMAIL. Studi Knowledge, Attitude, and Practice (KAP) Higiene Pangan pada Food Handler di Kios Makanan di Dalam dan Luar Kampus IPB Dramaga, Bogor. Dibimbing oleh DENNY WIDAYA LUKMAN dan HADRI LATIF.

Pangan selain memberikan manfaat bagi kesehatan juga mudah untuk terkontaminasi oleh berbagai bahan atau cemaran sehingga dapat menimbulkan penyakit (foodborne disease). Salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian foodborne disease adalah food handler. Faktor penting terkait food handler yang memiliki peran utama dalam kasus foodborne disease adalah pengetahuan, sikap, dan praktik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik; hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik; dan faktor risiko yang mempengaruhi praktik higiene.

Sebanyak 77 kios dari 373 kios makanan yang berasal dari dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor dipilih secara acak. Kios makanan di luar Kampus IPB berada di dalam radius 100 meter dari batas Kampus IPB. Data meliputi karakteristik dan KAP food handler yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden menggunakan kuesioner dan observasi, serta tingkat sanitasi permukaan telapak tangan food handler dan piring di kios dengan uji RODAC (total plate count dan jumlah Staphylococcus aureus). Data dianalisis secara deskriptif dan untuk melihat adanya hubungan dan faktor risiko digunakan uji Gamma dan analisis regresi logistik.

Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan dan praktik food handler dengan kategori baik (55.8% dan 70.1%), sedangkan untuk sikap sebagian besar memiliki kategori cukup (51.9%). Tingkat higiene di kios makanan sebagian besar sudah baik (76.6%). Faktor risiko yang memberikan pengaruh pada tingkat higiene di kios makanan adalah umur (umur muda, OR=12.6), keikutsertaan penyuluhan (tidak pernah mengikuti penyuluhan, OR=8.3), dan sikap (sikap buruk, OR=43.7). Karakteristik yang memiliki hubungan nyata dengan pengetahuan, sikap, dan praktik adalah hubungan keikusertaan penyuluhan dengan pengetahuan (r=0.59), hubungan pengawasan dengan pengetahuan (r=0.63), hubungan pengalaman bekerja dengan sikap (r=0.35), hubungan tujuan usaha dengan sikap (r=0.51), hubungan keikutsertaan penyuluhan dengan sikap (r=0.53), serta hubungan umur dengan praktik (r=0.71). Hasil penelitian menunjukan hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap (r=0.73), pengetahuan dan praktik (r=0.79), serta sikap dan praktik (r=0.84). Lebih dari setengah kios makanan memiliki tingkat sanitasi permukaan tangan dan piring yang buruk. Praktik personal hygiene memiliki korelasi nyata dengan skor jumlah Staphylococcus aureus pada tangan food handler (r=0.15). Berdasarkan studi ini, kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor perlu mendapatkan perhatian serius mengingat kondisi higiene dan sanitasinya yang kurang memadai sehingga dapat menjadi ancaman yang potensial terhadap kesehatan konsumen.

(6)

RISMAN ISMAIL. Study of Knowledge, Attitude, and Practice (KAP) of Food Handlers on Food Hygiene in Food Kiosks Inside and Outside of IPB Campus Dramaga, Bogor. Under direction of DENNY WIDAYA LUKMAN and HADRI LATIF.

Food besides giving benefit for human health is also easy to be contaminated with various contaminants so that can cause disease (foodborne disease). One of many factors influencing incidence of foodborne disease is food handler. Important factors on food handlers which have impacts on food hygiene are knowledge, attitude, and practice. The purpose of this study was to determine the level of knowledge, attitudes, and practices; correlation between knowledge, attitudes, and practices; and risk factors of food hygiene practices.

Total of 77 kiosks from 373 food kiosks inside and outside of IPB campus in Dramaga, Bogor was sampled randomly. The data include characteristics and KAP food handler which is obtained from interviews with respondents using questionnaires and observations, and level surface sanitizing food handlers hands and dishes in kiosks with RODAC test (total plate count and the number of Staphylococcus aureus).

This study showed that most of the food handlers were categorized as good in knowledge (55.8%) and practices (70.1%), while most of food handlers’ attitude were categorized as moderate (51.9%). The level of hygiene in food kiosks was mostly good (76.6%). Risk factors which influenced on hygiene level in food kiosks were age (young age, OR = 12.6), the participation in extension (never exposed to extension, OR = 8.3), and attitude (bad attitude, OR = 43.7). Characteristic variables that had significant correlation with knowledge, attitude, and practice were the correlation between extension and knowledge (r = 0.59), monitoring and knowledge (r = 0.63), work experience and attitude (r = 0.35), purpose of business and attitude (r = 0.51), extension and attitude (r = 0.53), and age and practice (r = 0.71). This study showed significant correlation (p<0.05) between knowledge and attitude (r=0.73), knowledge and practice (r=0.79), and attitude and practice (r=0.84). More than half of food kiosks showed bad sanitation level of hands and plates. Practice of personal hygiene showed significant correlation with score the number of Staphylococcus aureus in food handler hand (r=0.15). The results of this study should be considered as potential threat to consumer health inside and outside of IPB campus in Dramaga, Bogor.

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)
(9)

STUDI

KNOWLEDGE, ATTITUDE, AND PRACTICE

(KAP)

HIGIENE PANGAN PADA

FOOD HANDLER

DI KIOS MAKANAN DI DALAM DAN LUAR KAMPUS IPB

DRAMAGA, BOGOR

RISMAN ISMAIL

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga studi dan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan baik dalam segi materi, tata bahasa maupun dalam memberikan deskripsi. Selama pengerjaan tesis ini, penulis mendapatkan banyak saran dan masukan yang membangun dari berbagai pihak dalam penyempurnaan tulisan.

Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Dr med vet drh Denny Widaya Lukman, MSi selaku ketua komisi pembimbing sekaligus Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (PS KMV SPs IPB) atas segala waktu selama pembimbingan, saran, dan arahannya dalam penyelesaian tesis; Dr med vet drh Hadri Latif, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah sabar dan meluangkan waktunya dalam membimbing dan mengarahkan penulisan tesis; dan seluruh staf pengajar beserta tenaga kependidikan PS KMV SPs IPB. Terima kasih kepada seluruh rekan PS KMV Reguler tahun 2010/2011 (KMV SRIWERS) dan rekan-rekan mahasiswa pascasarjana lainnya yang telah memberikan warna dan keceriaan saat proses pendidikan. Terima kasih juga kepada Pak Hendra dan Pak Rahmat yang sudah banyak membantu selama penelitian di laboratorium serta kepada rekan-rekan penelitian S1 FKH (Didi, Dayat, dan Ilmi) yang dengan setia membantu proses penelitian dengan baik. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga tercinta di Ciamis atas kasih sayang, perhatian, dan dukungannya kepada penulis.

Atas segala kebaikan yang telah penulis terima, semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua. Semoga tesis ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi yang berguna bagi semua pihak.

Bogor, Januari 2013

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

1 PENDAHULUAN 1

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan 3

2.2 Sikap 4

2.3 Praktik 6

2.4 Studi Knowledge, Attitude, and Practice (KAP) 6

2.5 Higiene Pangan 7

2.6 Foodborne Disease 8

3 MATERI DAN METODE

3.1 Kerangka Pemikiran 9

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 10

3.3 Ukuran Sampel, Responden, dan Penarikan Sampel 10

3.4 Metodologi Penelitian 10

3.4.1 Pengukuran Pengetahuan 11

3.4.2 Pengukuran Sikap 11

3.4.3 Pengukuran Praktik 12

3.4.4 Pengukuran Tingkat Higiene di Kios Makanan 13 3.4.5 Jumlah Mikroorganisme dengan Metode RODAC 13

3.4.6 Validitas Instrumen 14

3.5 Analisis Data 14

3.6 Definisi Operasional 14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik 17

4.1.1 Karakteristik Food Handler 17

4.1.2 Karakteristik Kios Makanan 19

4.2 Pengetahuan, Sikap, dan Praktik 21

4.2.1 Pengetahuan 21

4.2.2 Sikap 22

4.2.3 Praktik 25

4.3 Tingkat Higiene di Kios Makanan 28

4.3.1 Gambaran Umum 28

4.3.2 Faktor-faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap

Tingkat Higiene di Kios Makanan 29

4.4 Hubungan Karakteristik dengan Pengetahuan, Sikap, dan

Praktik 30

4.5 Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Praktik 31 4.6 Tingkat Sanitasi Telapak Tangan dan Piring di Kios

Makanan 32

(14)

DAFTAR PUSTAKA 39

(15)

DAFTAR TABEL

1 Pembagian jumlah sampel kios makanan di dalam dan luar

Kampus IPB Dramaga, Bogor 10

2 Kategori dan skor jumlah total mikroorganisme dan jumlah

Staphylococcus aureus 13

3 Karakteristik utama food handler di kios makanan di dalam dan

luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 18

4 Sebaran tingkat pendidikan food handler di kios makanan di

dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 18

5 Sebaran usaha pokok food handler di kios makanan di dalam dan

luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 18

6 Sebaran lembaga yang memberikan penyuluhan kepada food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB

Dramaga, Bogor 18

7 Karakteristik tambahan food handler di kios makanan di dalam

dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 19

8 Karakteristik kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB

Dramaga, Bogor 20

9 Sebaran food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor berdasarkan tingkat pengetahuan 21 10 Sebaran jawaban benar pengetahuan yang dijawab food handler

di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 21 11 Sebaran food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus

IPB Dramaga, Bogor berdasarkan tingkat sikap 22 12 Sebaran jawaban sikap yang dijawab food handler di kios

makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 22 13 Sebaran jawaban sikap yang dijawab food handler di dalam

Kampus IPB Dramaga, Bogor 23

14 Sebaran jawaban sikap yang dijawab food handler di luar

Kampus IPB Dramaga, Bogor 24

15 Sebaran food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor berdasarkan tingkat praktik 26 16 Sebaran jawaban praktik yang dijawab food handler di kios

makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 26 17 Sebaran jawaban praktik yang dijawab food handler di dalam

Kampus IPB Dramaga, Bogor 27

18 Sebaran jawaban praktik yang dijawab food handler di luar

Kampus IPB Dramaga, Bogor 27

19 Tingkat higiene di kios makanan di dalam dan luar kampus IPB

Dramaga, Bogor 28

20 Nilai OR yang mempengaruhi tingkat higiene di kios makanan di

dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 29

21 Hubungan karakteristik dengan pengetahuan, sikap, dan praktik food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB

Dramaga, Bogor 30

(16)

kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 32 24 Jumlah Staphylococcus aureus pada telapak tangan food handler

di kios makanan dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 33 25 Jumlah total mikroorganisme pada piring di kios makanan di

dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 34

26 Jumlah Staphylococcus aureus pada piring di kios makanan di

dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 34

27 Hubungan praktik dengan skor jumlah mikroorganisme di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 35

DAFTAR GAMBAR

(17)

1 PENDAHULUAN

Pangan memberikan manfaat sangat penting bagi kesehatan manusia, namun pangan juga mudah terkontaminasi oleh cemaran yang berbahaya yang meliputi bahaya biologis (misalnya bakteri, cendawan, virus, dan cacing), bahaya kimiawi (misalnya toksin bakteri dan cendawan dan logam berat), dan bahaya fisik (misalnya rambut, serpihan kaca, dan batu). Lebih dari 90% penyakit yang ditularkan makanan (foodborne disease) pada manusia disebabkan oleh kontaminasi mikrobiologi (WHO 2011). Gangguan kesehatan masyarakat akibat foodborne disease mencerminkan bahwa masih banyak terjadi kelalaian-kelalaian, salah satunya dari food handler (penjamah makanan) akibat ketidakpedulian serta ketidakjelian terhadap masalah pangan yang ada (Nasution 2000).

Faktor penting terkait food handler yang memiliki peran utama dalam kasus foodborne disease adalah pengetahuan, sikap, dan praktik (knowledge, attitude, and practice/KAP). Menurut WHO (2008) studi KAP merupakan kajian yang mewakili populasi spesifik untuk mendapatkan informasi hubungan antara tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik nyata yang biasa dilakukan oleh populasi tersebut. Penelitian ini akan mengkaji KAP food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Dramaga, Bogor serta hubungannya dengan tingkat sanitasi dan higienenya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi:

1. Tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik higiene pangan food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor.

2. Hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik higiene pangan food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor. 3. Faktor risiko yang mempengaruhi praktik higiene di kios makanan di

dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor. Manfaat dari penelitian ini, yaitu:

1. Memberikan informasi mengenai kondisi penerapan prinsip higiene pangan di kios makanan dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor. 2. Memberikan informasi mengenai tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik

terkait higiene pangan di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor.

(18)
(19)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

Menurut Walgito (2002), pengetahuan (knowledge) adalah mengenal suatu obyek baru yang selanjutnya menjadi sikap terhadap obyek tersebut apabila pengetahuan itu disertai oleh kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan tentang obyek itu. Seseorang jika mempunyai sikap tertentu terhadap suatu obyek, itu berarti orang tersebut telah mengetahui tentang obyek tersebut. Koentjaraningrat (1990) menyebutkan bahwa pengetahuan adalah unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa seorang manusia yang sadar, secara nyata terkandung dalam otaknya. Hal ini berarti pengetahuan berhubungan dengan jumlah informasi yang dimiliki oleh seseorang. Lakhan dan Sharma (2010), menambahkan bahwa pengetahuan adalah kemampuan untuk memperoleh, mempertahankan, dan menggunakan informasi, gabungan pemahaman, ketajaman dan keterampilan.

Pengetahuan dapat didefinisikan sebagai ingatan mengenai sesuatu yang bersifat spesifik atau umum, metode atau proses, pola, susunan, dan keadaan (Kibler et al. 1981). Hal tersebut selaras dengan pernyataan Winkel (1987) bahwa pengetahuan merupakan ingatan tentang hal-hal yang pernah dipelajari baik itu berbentuk fakta, kaidah, prinsip, ataupun metode. Pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan ini digali pada saat diperlukan melalui bentuk mengingat (recall) atau mengenal kembali (recognition).

Supriyadi (1993) menyatakan bahwa pengetahuan merupakan sekumpulan informasi yang dipahami, yang diperoleh melalui proses belajar selama hidup dan dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri sendiri maupun lingkungan. Pengetahuan seorang individu dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuan, keperluan, pengalaman, dan tingkat mobilitas materi informasi dalam lingkungannya. Pengetahuan didapatkan individu baik melalui proses belajar, pengalaman, atau media elektronika yang kemudian disimpan dalam memori individu.

Pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman langsung maupun yang berasal dari pengalaman orang lain memungkinkan seseorang untuk memahami suatu masalah yang dihadapinya (Idris 1982). Pengetahuan seseorang dapat berkembang sesuai dengan kemampuan, keperluan, pengalaman, dan tingkat mobilitas materi informasi di dalam lingkungannya. Sumber pengetahuan seseorang dapat berasal dari berbagai macam proses belajar baik yang bersifat formal maupun yang non-formal (Supriyadi 1993).

Menurut Azemi (2010), tanpa adanya pengetahuan seseorang tidak akan mempunyai dasar pegangan untuk mengambil sebuah keputusan dan menentukan suatu tindakan terhadap masalah yang dihadapinya. Secara garis besar pengetahuan dibagi menjadi 5 tingkat, yaitu:

a. Tahu (know)

(20)

b. Memahami (comprehension)

Suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang suatu objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut dengan benar. Seseorang yang telah paham terhadap suatu objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan meramalkan terhadap objek yang sudah dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Kemampuan seseorang untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.

d. Analisis (analysis)

Suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti menggambarkan, membedakan, dan mengelompokan.

e. Sintesis (synthesis).

Suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan beberapa bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain ada kemampuan untuk membina suatu formulasi yang baru sebagai hasil dari gabungan beberapa formulasi yang telah ada.

Pengetahuan akan dibatasi pada pengetahuan mengenai fakta atau informasi yang diketahui dan berhubungan dengan aspek dalam pengelolaan higiene pangan. Ehiri dan Morris (1996) dalam penelitiannya mengenai edukasi dan pelatihan praktik higiene pada orang yang menangani makanan mendapatkan hasil bahwa, perilaku atau praktik individu bergantung pada pengetahuannya.

2.2 Sikap

Pengertian sikap menurut Rakhmat (2001) adalah sebagai berikut:

1. Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi obyek, ide, situasi, atau nilai tertentu.

2. Sikap mempunyai daya dorong dan motivasi. 3. Sikap relatif lebih menetap.

4. Sikap mengandung aspek evaluatif.

5. Sikap dapat timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir tapi merupakan hasil belajar, sehingga sikap dapat diperkuat atau diubah.

Gerungan (1996) menyebutkan bahwa manusia tidak dilahirkan dengan pandangan ataupun perasaan tertentu, tapi sikap tersebut dibentuk sepanjang perkembangaannya. Sikap tersebut menyebabkan manusia akan bertindak secara khas terhadap obyek tertentu, oleh karena itu:

1. Sikap tidak dibawa sejak manusia dilahirkan, melainkan dibentuk atau dipelajarinya sepanjang perkembangan manusia tersebut dalam hubungan dengan obyeknya.

2. Sikap dapat mengalami perubahan, oleh karena itu sikap dapat dipelajari. 3. Obyek sikap dapat merupakan satu hal tertentu, tapi juga dapat merupakan

kumpulan dari hal-hal tersebut.

(21)

5

 

5. Sikap tidak berdiri sendiri tapi mengandung relasi tertentu terhadap suatu obyek.

Beberapa ahli psikologi lainnya menyatakan bahwa pengertian sikap harus dipertimbangkan dari segi komponen penyusunnya. Komponen penyusun ini meliputi komponen kognisi, afeksi, dan perilaku. Komponen kognisi berkenaan dengan sistem keyakinan individu mengenai obyek sikap. Komponen afeksi mencakup arah dan intensitas dari penilaian individu atau perasaan yang dialami terhadap obyek sikap. Komponen perilaku merupakan kecenderungan untuk bertindak menurut cara tertentu terhadap objek sikap (Feldman 1985).

Mar’at (1981) menyebutkan bahwa sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek tersebut, selanjutnya memberikan nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik atau buruk, positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan, setuju atau tidak setuju kemudian sebagai potensi reaksi terhadap obyek sikap. Menurut Azwar (2003) sikap terbentuk dari pengalaman, melalui proses belajar. Pengalaman yang dimaksud adalah tentang obyek yang menjadi respon evaluasi dari sikap. Proses belajar dalam pengalaman adalah sebagai peningkatan pengetahuan individu terhadap obyek sikap. Proses belajar tersebut didapat melalui interaksi dengan pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan agama, serta pengaruh faktor emosional.

Azwar (2003) mengemukakan berbagai metode dan teknik telah dikembangkan oleh para ahli untuk mengungkap sikap manusia dan memberikan interpretasi yang valid. Pengungkapan sikap manusia dilakukan dengan beberapa metode, antara lain: (1) observasi perilaku, (2) penanyaan langsung, dan (3) pengungkapan langsung. Observasi perilaku dilakukan dengan cara memperhatikan perilaku seseorang, sebab perilaku merupakan salah satu indikator sikap dari seseorang. Perilaku seseorang hanya akan konsisten dengan sikap bila dalam kondisi dan situasi yang memungkinkan. Penanyaan langsung dilakukan dengan cara menanyakan secara langsung kepada responden untuk mengetahui sikap seseorang terhadap suatu hal. Asumsi yang mendasari metode ini adalah bahwa individu merupakan orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri dan seseorang akan mengemukakan secara terbuka apa yang dirasakannya. Metode ketiga dilakukan dengan cara mengungkapkan langsung yang dapat dilakukan secara tertulis dengan cara meminta responden menjawab secara langsung suatu pernyataan sikap tertulis dengan memberi tanda “sangat setuju”, “setuju”, “tidak tahu”, “tidak setuju”, dan “sangat tidak setuju”. Penyajian dan pemberian respon yang dilakukan secara tertulis memungkinkan individu untuk menyatakan sikap secara lebih jujur.

(22)

2.3 Praktik

Praktik (practice) adalah kebiasaan bertindak yang menunjukkan tabiat seseorang yang terdiri dari pola-pola tingkah laku yang digunakan oleh individu dalam melakukan kegiatannya. Lebih jauh dikatakan bahwa praktik itu terjadi karena adanya penyebab (stimulus), motivasi, dan tujuan dari tindakan itu (Arif 1995). Praktik dianggap sebagai hasil interaksi antara faktor-faktor yang terdapat di dalam diri sendiri (karakteristik individu) dan faktor luar (faktor eksternal). Proses interaksi itu sendiri terjadi pada kesadaran atau pengetahuan seseorang (Sarwono 2002). Praktik (B) adalah fungsi (f) karakteristik individu (P) dan lingkungan (E), sehingga jika dirumuskan menjadi seperti berikut: B = f (P,E) (Azwar 2003). Pola praktik seseorang bisa saja berbeda antara satu dengan yang lainnya, tapi untuk proses terjadinya adalah mendasar bagi semua individu, yakni dapat terjadi karena disebabkan, digerakkan, dan ditunjukkan pada sasaran (Kast dan Rosenzweig 1995).

Azemi (2010) mengemukakan bahwa suatu sikap belum tentu terwujud secara otomatis dalam suatu praktik, untuk mewujudkannya menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Praktik terdiri atas beberapa tingkatan, yaitu:

a. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan praktik yang akan diambil.

b. Respon terpimpin (guided respons)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh.

c. Mekanisme (mechanism)

Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis ataupun sesuatu itu sudah menjadi kebiasaannya.

d. Adaptasi (adaptation)

Suatu praktik yang sudah berkembang baik yang mana artinya praktik itu sudah dimodifikasinya oleh sendiri tanpa mengurangi kebenaran dari praktik tersebut.

2.4 Studi Knowledge, Attitude,and Practice (KAP)

Studi knowledge, attitude, and practice (KAP) merupakan suatu studi representatif dari suatu populasi yang bersifat spesifik yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang apa yang diketahui, dipercayai, dan dilakukan terkait dengan suatu topik tertentu. Data yang diperoleh dari studi KAP adalah dengan menggunakan kuisioner yang disusun secara terstruktur. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif tergantung dari desain dan tujuan studi tersebut. Data dari hasil studi akan sangat bermanfaat untuk membantu merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi dari suatu kegiatan serta mencari pemecahannya untuk memperbaiki kualitas dan aksesibilitas pelayanan/program (WHO 2008).

(23)

7

 

edukasi. Studi KAP sudah digunakan di berbagai belahan dunia selama 40 tahun terakhir pada aspek kesehatan masyarakat, sanitasi, perencanaan keluarga, dan program-program lainnya (Kaliyaperumal 2004). Studi KAP mengukur tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik pada suatu komunitas yang berfungsi juga untuk mengetahui tingkat pendidikan komunitas tersebut. Studi KAP juga merupakan sebuah studi yang representatif pada populasi yang spesifik untuk mengumpulkan apa yang diketahui, diyakini, dan dilakukan pada komunitas tersebut. Studi ini juga menjelaskan pengetahuan dan sikap responden mengenai topik tertentu dan bagaimana komunitas tersebut mempraktikannya (WHO 2008).

Studi KAP didasari pada anggapan adanya hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik yang akan berpengaruh satu sama lain. Tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang menentukan sikap dan praktiknya. Sikap juga dapat mempengaruhi praktik dan keterbukaannya untuk memperoleh pengetahuan yang baru (Blalock 2008). Pengetahuan, sikap, dan praktik yang dimiliki oleh food handler merupakan faktor utama dalam kejadian keracunan yang disebabkan oleh makanan, sehingga dengan melihat tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik yang dimiliki oleh food handler dalam mempersiapkan, mendistribusikan, dan menjual produk makanannya dapat memudahkan untuk mengontrol tingkat keamanan pangannya (Pirsaheb et al. 2010).

2.5 Higiene Pangan

Definisi higiene pangan menurut Codex Alimentarius Commission (CAC) (2011) adalah semua kondisi dan tindakan yang diperlukan untuk menjamin keamanan dan kelayakan makanan pada semua tahap dalam rantai makanan. Manusia merupakan sumber potensial mikroorganisme patogen seperti Staphylococcus aureus, Salmonella sp., dan Clostridium perfringens. Food handler merupakan sumber utama pembawa penyakit yang dapat menyebabkan foodborne disease. Beberapa sumber cemaran yang penting diantaranya: hidung, mulut, telinga, rambut, luka terbuka, tangan, dan perhiasan yang dipakai (Longree 1972).

(24)

2.6 FoodborneDisease

Foodborne disease adalah penyakit yang ditimbulkan akibat mengonsumsi makanan atau minuman yang sudah tercemar. Foodborne disease disebabkan oleh berbagai macam jenis mikroorganisme yang bersifat patogen atau zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan manusia yang sudah mengontaminasi makanan. Makanan yang berasal dari hewan ataupun tumbuhan sangat berpotensi sebagai media pembawa mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada manusia (WHO 2011). Foodborne diseases merupakan permasalahan kesehatan yang sering dijumpai di masyarakat dan menjadi penyebab signifikan menurunnya produktivitas ekonomi. Foodborne disease juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang meluas dan terus meningkat jumlah kasusnya baik di negara-negara maju maupun negara-negara-negara-negara berkembang (Sharif dan Al-Malki 2010).

Salah satu perhatian dari aspek keamanan pangan dan kesehatan masyarakat terhadap pangan yang berasal dari hewan adalah penyakit hewan yang dapat ditularkan melalui produk-produk asal hewan ke manusia atau dikenal sebagai foodborne zoonosis. Foodborne zoonosis didefinisikan sebagai infeksi pada manusia yang ditularkan melalui pangan yang berasal dari hewan yang sudah terinfeksi sebelumnya. Beberapa contoh penyakit ini sudah dikenal lama, seperti antraks yang ditularkan melalui daging sapi, kambing, domba, atau kerbau; sistiserkosis atau taeniasis yang ditularkan melalui daging babi; atau toksoplasma yang ditularkan melalui daging kambing atau domba (Lukman 2009).

Insidensi global dari foodborne disease sulit untuk diestimasi, tetapi pernah dilaporkan pada tahun 2005 sekitar 1.8 juta orang meninggal akibat terserang diare. Foodborne disease sepertinya akan terus meningkat secara global pada beberapa tahun terakhir, hal ini berkaitan dengan perubahan drastis pada produksi hewan, industrialisasi produksi hewan, produksi missal dalam pengolahan dan produksi pangan, globalisasi perdagangan pangan, dan peningkatan jumlah wisatawan dari seluruh dunia. Faktor-faktor tersebut telah meningkatkan pentingnya foodborne disease (Sharif dan Al-Malki 2010).

(25)
(26)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di dalam dan luar (dengan radius jarak 100 meter dari batas kampus) Kampus IPB Dramaga, Bogor dari bulan Maret sampai Juni 2012. Pengujian laboratorium dilaksanakan di Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

3.3 Ukuran Sampel, Responden, dan Penarikan Sampel

Unit sampel dalam penelitian ini adalah kios makanan. Responden yang dipilih adalah orang yang menangani makanan di kios (food handler). Ukuran

sampel ditentukan dengan menggunakan software Win Episcope 2.0 dengan

asumsi tingkat kepercayaan 95%, prevalensi dugaan 50%, dan tingkat kesalahan 10%. Prevalensi dugaan 50% ditentukan karena belum ada laporan atau penelitian sebelumnya dan untuk mendapatkan ukuran sampel yang maksimum. Sampel kios ditentukan secara acak dengan cara memberikan nomor pada semua kios makanan dan ditentukan secara acak menggunakan program Microsoft Excel 2007. Ukuran sampel dari setiap kawasan dihitung menurut alokasi proporsional (proportional allocation) dari total populasi, dengan demikian didapatkan jumlah sampel untuk setiap kawasan, yaitu 35 kios makanan untuk di dalam kampus dan 42 kios makanan untuk di luar kampus, selengkapnya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Pembagian jumlah sampel kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor

Wilayah Total kios % kios Sampel kios Pembulatan sampel kios

Dalam kampus 169 45.3 34.9 35 Luar kampus 204 54.7 42.1 42

Total 373 100 77 77

3.4 Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan kajian lapang cross-sectional study. Data meliputi karakteristik dan KAP (knowledge, attitude, and practice) food handler yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden menggunakan kuesioner dan observasi. Wawancara dilakukan pada food handler yang terpilih secara acak di lokasi studi. Bentuk kuesioner untuk food handler sendiri terdiri dari empat bagian pokok. Bagian pertama kuesioner akan melihat karakteristik dari food handler. Bagian kedua kuesioner akan digunakan untuk mengukur pengetahuan

food handler. Bagian ketiga kuesioner akan mengukur sikap food handler

mengenai higiene pangan. Bagian keempat kuesioner akan digunakan untuk

mengukur praktik yang telah dilakukan food handler terkait higiene pangan.

(27)

11  

Selain menggunakan kuesioner, dilakukan pula pengujian mikroorganisme

dengan metode replicate organism direct agar contact (RODAC) pada telapak

tangan food handler dan piring di kios makanan tersebut. Pengujian

mikroorganisme yang dilakukan adalah jumlah total mikroorganisme (total plate count) dan jumlah Staphylococcus aureus. Uji RODAC dilakukan saat food handler beraktivitas secara normal di kios makanan (sampel agar RODAC diambil pada pukul 13.00-15.00 WIB). Pengambilan sampel dilakukan dengan tanpa adanya proses cuci tangan terlebih dahulu sebelum uji RODAC dilakukan, sedangkan untuk sampel piring diambil pada piring yang sudah dicuci sebelumnya.

3.4.1 Pengukuran Pengetahuan

Tingkat pengetahuan food handler memiliki 2 skala pengukuran yang

bersifat interval dan ordinal. Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan menggunakan 15 pertanyaan tentang higiene pangan yang terdiri dari pertanyaan betul dan salah. Responden diharapkan dapat memberikan pilihan jawaban dalam bentuk “Benar”, “Salah”, atau “Tidak tahu” (Hart et al. 2007). Jawaban yang benar diberi nilai 1, jawaban yang salah, dan jawaban “tidak tahu” diberi nilai 0 (Palaian 2006).

Pertanyaan dibedakan menjadi pertanyaan positif dan negatif yang berfungsi untuk mengurangi bias dari jawaban responden, dalam studi ini terdapat 6 pertanyaan positif dan 9 pertanyaan negatif. Pertanyaan positif jawaban benar apabila responden memilih pilihan jawaban “Benar”, sementara pertanyaan negatif benar apabila responden memilih pilihan jawaban “Salah”.

Jumlah skor untuk setiap responden dihitung berdasarkan jawaban yang benar. Jumlah skor maksimum yang diperoleh dari seluruh jawaban adalah 1 × 15 = 15 dan skor minimum adalah 0 × 15 = 0. Data yang bersifat interval akan dinilai (scoring) untuk kemudian dianalisis lebih lanjut. Data yang bersifat

ordinal kemudian akan dikategorikan. Indeks dari tingkat pengetahuan food

handler mengenai pengolahan higiene pangan menurut Khomsan (2003) yang didasarkan pada jawaban yang benar adalah:

• pengetahuan baik, jika nilai >80%. • pengetahuan cukup, jika nilai 61-80%. • pengetahuan buruk, jika nilai <61%.

3.4.2 Pengukuran Sikap

Tingkat sikap food handler memiliki 2 skala pengukuran yang bersifat

interval dan ordinal. Sikap terhadap higiene pangan akan diukur dengan menggunakan 15 pernyataan (terdiri dari 6 pernyataan positif dan 9 pernyataan negatif) yang menggunakan Skala Likert. Pernyataan positif berlaku cara pemberian skor jawaban sebagai berikut:

1. responden yang menjawab “sangat setuju” mendapat skor 5.

2. responden yang menjawab “setuju” mendapat skor 4.

3. responden yang menjawab “tidak tahu” mendapat skor 3.

4. responden yang menjawab “tidak setuju” mendapat skor 2.

5. responden yang menjawab “sangat tidak setuju” mendapat skor 1. Pernyataan negatif berlaku skor kebalikannya, yaitu:

1. responden yang menjawab “sangat setuju” mendapat skor 1.

(28)

3. responden yang menjawab “tidak tahu” mendapat skor 3.

4. responden yang menjawab “tidak setuju” mendapat skor 4.

5. responden yang menjawab “sangat tidak setuju” mendapat skor 5.

Jumlah skor maksimum yang bisa didapatkan oleh responden dari seluruh jawaban pernyataan adalah 5 × 15 = 75, sedangkan jumlah skor minimum adalah 1 × 15 = 15. Data yang bersifat interval akan dinilai (scoring) untuk kemudian dianalasis lebih lanjut. Data yang bersifat ordinal kemudian akan dikategorikan.

Indeks dari tingkat sikap food handler mengenai pengolahan higiene pangan

menurut Khomsan (2003) yang didasarkan jawaban yang benar adalah: • sikap baik, jika nilai >80%.

• sikap cukup, jika nilai 61-80%. • sikap buruk, jika nilai <61%.

Pola jawaban yang memiliki nilai rentang 5 (dari “sangat setuju” sampai “sangat tidak setuju”) dapat memperbesar jarak antar skor dari instrumen atau alat ukur yang digunakan, sehingga dapat memperbesar ketepatan alat ukur dengan mengurangi kemungkinan skor yang terikat (memperoleh skor yang sama).

3.4.3 Pengukuran Praktik

Tingkat praktik food handler memiliki 2 skala pengukuran yang bersifat interval dan ordinal. Pengukuran praktik pedagang terhadap higiene pangan akan diukur dengan menggunakan 15 pertanyaan (terdiri dari 12 pertanyaan positif dan 3 pertanyaan negatif) yang menggunakan Skala Likert. Pertanyaan positif berlaku cara pemberian skor jawaban sebagai berikut:

1. responden yang menjawab “tidak pernah” mendapat skor 1.

2. responden yang menjawab “jarang” mendapat skor 2.

3. responden yang menjawab “kadang-kadang” mendapat skor 3.

4. responden yang menjawab “sering” mendapat skor 4.

5. responden yang menjawab “selalu” mendapat skor 5.

Pertanyaan negatif berlaku skor kebalikannya, yaitu:

1. responden yang menjawab “tidak pernah” mendapat skor 5.

2. responden yang menjawab “jarang” mendapat skor 4.

3. responden yang menjawab “kadang-kadang” mendapat skor 3.

4. responden yang menjawab “sering” mendapat skor 2.

5. responden yang menjawab “selalu” mendapat skor 1.

Jumlah skor maksimum yang bisa didapatkan oleh responden dari seluruh jawaban pertanyaan adalah 5 × 15 = 75, sedangkan jumlah skor minimum adalah 1 × 15 = 15. Data yang bersifat interval akan dinilai (scoring) untuk kemudian dianalisis lebih lanjut. Data yang bersifat ordinal kemudian akan dikategorikan.

Indeks dari tingkat sikap food handler mengenai pengolahan higiene pangan

menurut Khomsan (2003) yang didasarkan jawaban yang benar adalah: • praktik baik, jika nilai >80%.

• praktik cukup, jika nilai 61-80%. • praktik buruk, jika nilai <61%.

(29)

13  

3.4.4 Pengukuran Tingkat Higiene di Kios Makanan

Pengukuran tingkat higiene di kios makanan diukur dengan menggunakan

penilaian dari praktik food handler dan juga observasi dengan menggunakan

daftar checklist. Terdapat 2 bagian penilaian, yaitu: 15 penilaian praktik dari kuesioner yang menggunakan Skala Likert (tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, dan selalu) dan 10 penilaian kuisioner dan observasi, sehingga total ada 25 penilaian. Hasil penilaian total untuk tingkat higiene di kios makanan adalah penjumlahan nilai dari penilaian praktik higiene dari kuesioner (75 poin) dan penilaian hasil observasi (17 poin), dengan demikian nilai maksimum yang bisa didapatkan adalah 92 dan nilai minimum yang bisa didapatkan adalah 18. Indeks dari tingkat higiene di kios makanan menurut Susana dan Hartono (2003) adalah sebagai berikut:

• higiene baik jika nilai >70%. • higiene buruk ≤70%.

3.4.5 Jumlah Mikroorganisme dengan Metode RODAC

Jumlah total mikroorganisme (total plate count) dan jumlah Staphylococcus aureus pada permukaan telapak tangan food handler dan piring diuji dengan

metode replicate organism direct agar contact (RODAC) berdasarkan Lukman

dan Soejoedono (2009). Bahan dan alat yang dipergunakan adalah cawan petri (diameter 6 cm), plate count agar (PCA) (Scharlau 01-161) untuk pengujian total plate count, Vogel-Johnson agar (VJA) (Oxoid CM0641) untuk pengujian jumlah

Staphylococcus aureus, dan inkubator.

Cara pengujiannya, yaitu: (1) tutup cawan petri dibuka, kemudian cawan petri yang berisi agar segera ditempelkan dan ditekan secara hati-hati pada permukaan yang akan diperiksa selama sekitar 5 detik; (2) cawan petri ditutup kembali dan diberi keterangan (label), kemudian cawan petri ditransportasikan secara aseptik; dan (3) cawan petri diinkubasikan pada suhu 35-37 oC selama 24 jam, kemudian koloni yang tumbuh dihitung. Kategori dan skor jumlah total mikroorganisme dan jumlah Staphylococcus aureus disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Kategori dan skor jumlah total mikroorganismea dan jumlah

Staphylococcus aureusb

Kategori n cfu Skor

Jumlah total mikroorganisme

Sangat Baik 0-5 5

Baik 6-15 4

Batas diterima 16-30 3

Buruk 31-50 2

Tidak dapat diterima >50 1

Jumlah Staphylococcus aureus

Tidak ada 0 5

Sedikit 1-3 4

Agak banyak 4-6 3

Banyak 7-10 2

Banyak sekali >10 1

a

Sumber: PU (2010)

b

(30)

3.4.6 Validitas Instrumen

Validitas instrumen atau keabsahan intrumen akan dipenuhi terlebih dahulu sebelum digunakan dalam peneltian yaitu dengan cara peneliti akan menyesuaikan isi pertanyaan dan pernyataan dalam kuesioner dengan landasan teoritis yang ada serta hasil-hasil penelitian yang bersifat mendukung dan keadaan di lokasi sasaran penelitian. Kuesioner dalam penelitian terlebih dahulu diuji dengan pre-test

kuesioner sebelum dipergunakan untuk menentukan estimasi waktu dari wawancara dan melihat tingkat kesulitan pertanyaan dalam kuesioner.

3.5 Analisis Data

Data karakteristik food handler dan kios serta tingkat sanitasi tangan dan piring dianalisis secara deskriptif, sedangkan data KAP dianalisis secara deskriptif dan dianalisis lebih lanjut menggunakan uji Gamma dan analisis regresi logistik. Uji Gamma dipergunakan untuk melihat adanya korelasi antara peubah-peubah dalam penelitian dan untuk mengetahui asosiasi antara peubah-peubah yang bersifat ordinal (Agresti dan Finlay 2009).

Analisis regresi logistik digunakan untuk mendapatkan nilai odds ratio dari masing-masing peubah yang diuji dan menentukan faktor risiko terkait tingkat higiene di kios makanan (Kleinbaum dan Klein 2002). Sebelum dilakukan analisis regresi logistik berganda, dilakukan uji chi-square terlebih dahulu dari setiap peubah karakteristiknya dengan tujuan untuk mengetahui kandidat yang akan masuk dalam analisis multivariat. Hasil uji chi-square yang memiliki nilai p<0.25 akan menjadi kandidat kovariat dan selanjutnya setiap kandidat kovariat tersebut akan dilakukan uji multikolinearitas untuk masuk ke dalam analisis regresi logistik berganda (Hosmer dan Lemeshow 1989). Analisis data tersebut menggunakan program SPSS 16 dan Microsoft Excel 2007 (Giuseppe et al. 2008).

3.6 Definisi Operasional

Definisi operasional dari istilah variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini dirumuskan untuk memberikan pengertian yang jelas dan tidak memberikan keraguan. Beberapa istilah peubah tersebut adalah:

1. Kios makanan: kios makanan yang berada di daerah dalam kampus dan luar

kampus dengan jarak radius 100 meter dari pagar batas kampus, memiliki bangunan semi permanen atau permanen untuk menjalankan usahanya, usahanya bersifat sudah menetap atau tidak berpindah-pindah, dan memiliki fasilitas untuk makan di kios makanan tersebut.

2. Food handler atau penjamah makanan: semua orang atau siapa saja di kios makanan tersebut yang ikut terlibat dalam penanganan makanan mulai dari proses persiapan, pengolahan, sampai penyajian makanan ke konsumen. 3. Karakteristik: ciri-ciri individu responden yang relatif tidak berubah dalam

(31)

15  

4. Pengelolaan higiene pangan: upaya-upaya yang dilakukan dalam mengelola

aspek higiene pangan sehingga pangan layak dan aman untuk dikonsumsi oleh manusia.

5. Pengetahuan higiene pangan: tingkat penguasaan mengenai fakta-fakta yang

berhubungan dengan aspek higiene pangan dan tujuan serta manfaatnya yang diukur melalui penilaian (scoring) kuisioner.

6. Sikap higiene pangan: keyakinan, perasaan, atau penilaian yang bisa bersifat postif, netral, atau negatif terhadap kepentingan higiene pangan (obyek sikap) yang diukur melalui penilaian (scoring) kuisioner.

7. Praktik higiene pangan: kegiatan atau praktik nyata yang sudah dilakukan

food handler dalam hal higiene pangan yang diukur melalui penilaian (scoring) kuisioner.

8. Tingkat higiene: klasifikasi tingkatan higiene yang dinilai berdasarkan

perhitungan angka yang dikategorikan menjadi tingkat higiene baik dan tingkat higiene buruk yang diukur melalui penilaian (scoring) kuisioner dan observasi.

9. Umur: usia responden (food handler) pada saat penelitian dilakukan yang

dihitung dari hari kelahiran dan dibulatkan ke ulang tahun terdekat dan diukur dalam satuan tahun.

10.Pengalaman bekerja: rentang waktu pada saat responden memulai kegiatan

menjadi food handler sampai saat dilakukan wawancara.

11.Pelatihan/penyuluhan: kegiatan yang pernah diikuti atau diperoleh oleh

responden terkait dengan pekerjaanya yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keahliannya terkait praktik higiene pangan.

12.Tingkat pendidikan: pendidikan formal terakhir yang pernah diselesaikan oleh

food handler.

13.Tujuan usaha: penggolongan tujuan usaha membuka kios makanan sebagai

(32)
(33)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik 4.1.1 Karakteristik Food Handler

Umumnya responden berumur sampai 41 tahun (77.9%) dengan rentang umur antara 21-60 tahun dan memiliki pengalaman berdagang sampai 10 tahun (76.6%). Berdasarkan data tersebut, semua responden berada pada usia produktif (15-64 tahun) dan umumnya memiliki pengalaman yang cukup (BPS 2010). Umumnya responden memiliki tingkat pendidikan yang rendah (64.9%) dan menjadikan pekerjaan di kios makanan sebagai pekerjaan utamanya (72.7%). Sebagian besar responden tidak pernah mengikuti penyuluhan (58.4%) dan umumnya responden tidak mendapatkan pengawasan dari pihak kampus maupun pemerintah (70.1%).

Umumnya responden di dalam kampus berusia relatif lebih muda dibandingkan dengan responden di luar kampus. Tingkat pendidikan responden di luar kampus secara umum lebih baik dibandingkan dengan responden di dalam kampus. Berdasarkan pengalaman bekerja, umumnya responden di luar kampus memiliki pengalaman bekerja lebih lama dibandingkan dengan responden di dalam kampus. Sebagian besar responden di dalam kampus pernah mengikuti penyuluhan sedangkan responden di luar kampus umumnya tidak pernah mengikuti penyuluhan. Responden di dalam kampus sebagian besar mendapatkan pengawasan dari pihak kampus sedangkan hampir semua responden di luar kampus tidak mendapatkan pengawasan dari pihak pemerintah. Informasi secara lengkap disajikan pada Tabel 3.

Tingkat pendidikan responden di dalam kampus yang terbanyak adalah lulus SD, sedangkan responden di luar kampus tingkat pendidikan terbanyak adalah lulus SMP. Menurut Notoatmodjo (2003) tingkat pendidikan dikelompokkan menjadi 2 kategori, yaitu rendah (tidak lulus SD, lulus SD, tidak lulus SMP, lulus SMP, dan tidak lulus SMA) dan tinggi (lulus SMA, diploma, sarjana, dan pascasarjana). Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikannya disajikan pada Tabel 4.

Umumnya responden di dalam dan luar kampus memiliki pekerjaan utama sebagai pedagang (khusus responden yang tidak menjadikan pekerjaan di kios makanan sebagai usaha pokoknya). Pengelompokan tujuan usaha didasarkan pada tingkat ketergantungannya secara ekonomi terhadap kegiatan usahanya. Responden dengan tingkat ketergantungan lebih dari 70% pada penghasilannya sebagai pekerja di kios makanan dikelompokan dalam usaha pokok sedangkan jika tingkat ketergantungannya kurang dari 30% dikelompokan dalam usaha sampingan (Zahid 1997). Sebaran responden berdasarkan pekerjaan utamanya (khusus untuk responden yang memiliki pekerjaan utama selain bekerja di kios makanan) pada Tabel 5.

(34)

Tabel 3 Karakteristik utama food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor

Karakteristik Dalam kampus

(n=35)

Luar kampus

(n=42) Total (n=77)

Umur

• Muda (< 31 tahun) 14 (40.0%) 11 (26.2%) 25 (32.5%)

• Dewasa (31-41 tahun) 15 (42.9%) 20 (47.6%) 35 (45.4%)

• Tua (>41 tahun) 6 (17.1%) 11 (26.2%) 17 (22.1%)

Tingkat Pendidikan

• Rendah (tidak lulus SD-tidak lulus SMA) 25 (71.4%) 25 (59.5%) 50 (64.9%)

• Tinggi (SMA-Perguruan Tinggi) 10 (28.6%) 17 (40.5%) 27 (35.1%)

Pengalaman bekerja

• Baru (<6 tahun) 17 (48.6%) 15 (35.7%) 32 (41.5%)

• Cukup (6-10 tahun) 13 (37.1%) 14 (33.3%) 27 (35.1%)

• Lama (>10 tahun) 5 (14.3%) 13 (31.0%) 18 (23.4%)

Tujuan usaha

• Usaha pokok 24 (68.6%) 32 (76.2%) 56 (72.7%)

• Usaha sambilan 11 (31.4%) 10 (23.8%) 21 (27.3%)

Keikutsertaan penyuluhan

• Pernah 20 (57.1%) 12 (28.6%) 32 (41.6%)

• Tidak pernah 15 (42.9%) 30 (71.4%) 45 (58.4%)

Pengawasan

• Ada 20 (57.1%) 3 (7.1%) 23 (29.9%)

• Tidak 15 (42.9%) 39 (92.9%) 54 (70.1%)

Tabel 4 Sebaran tingkat pendidikan food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor

Pendidikan formal Dalam kampus

(n=35) Luar kampus (n=42) Total (n=77)

Tidak lulus SD 2 (5.7%) 3 (7.1%) 5 (6.5%)

Lulus SD 14 (40.0%) 8 (19.0%) 22 (28.6%)

Tidak lulus SMP 0 (0.0%) 1 (2.4%) 1 (1.3%)

Lulus SMP 8 (22.9%) 12 (28.6%) 20 (26.0%)

Tidak lulus SMA 1 (2.9%) 1 (2.4%) 2 (2.6%)

Lulus SMA 8 (22.9%) 11 (26.2%) 19 (24.7%)

Diploma 1 (2.9%) 2 (4.8%) 3 (3.9%)

Sarjana 1 (2.9%) 4 (9.5%) 5 (6.5%)

Tabel 5 Sebaran usaha pokok food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor

Pekerjaan utama Dalam kampus (n=35) Luar kampus (n=42) Total (n=77)

Pegawai Negeri Sipil 1 (9.1%) 0 (0.0%) 1 (4.8%)

Pegawai swasta 2 (18.2%) 2 (20.0%) 4 (19.0%)

Pedagang 7 (63.6%) 7 (70.0%) 14 (66.7%)

Buruh 1 (9.1%) 1 (10.0%) 2 (9.5%)

Tabel 6 Sebaran lembaga yang memberikan penyuluhan kepada food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor

Tempat Dalam kampus

(n=35) Luar kampus (n=42) Total (n=77)

Swasta 0 (0.0%) 1 (8.3%) 1 (3.1%)

(35)

19 

 

Responden terbanyak adalah jenis kelamin perempuan (50.6%). Sebagian besar responden adalah pemilik kios (66.2%). Umumnya responden (82.3%) sudah menjadi pemilik kios makanan selama 10 tahun dengan rentang lama kepemilikan antara 1-20 tahun. Umumnya kios makanan (78.5%) memiliki penghasilan minimal sebesar 1 juta rupiah per bulan dan buka sampai dengan 12 jam per harinya (76.6%).

Sebagian besar responden di dalam kampus berjenis kelamin perempuan sedangkan sebagian besar responden di luar kampus berjenis kelamin laki-laki. Sebagian besar responden di dalam dan luar kampus memiliki status pekerjaan sebagai pemilik kios makanan. Umumnya responden di luar kampus sudah menjadi pemilik kios makanan relatif lebih lama dibandingkan dengan responden di dalam kampus. Umumnya kios makanan di luar kampus memiliki penghasilan yang relatif lebih besar daripada kios makanan di dalam kampus. Umumnya kios makanan di luar kampus memiliki jam buka yang relatif lebih lama daripada kios makanan di dalam kampus. Informasi secara lengkap disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Karakteristik tambahan food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor

Karakteristik Dalam kampus

(n=35)

Luar kampus

(n=42) Total (n=77)

Jenis kelamin

• Laki-laki 15 (42.9%) 23 (54.8%) 38 (49.4%)

• Perempuan 20 (57.1%) 19 (45.2%) 39 (50.6%)

Status kepemilikan kios

• Pemilik 24 (68.6%) 27 (64.3%) 51 (66.2%)

• Pekerja 11 (31.4%) 15 (35.7%) 26 (33.8%)

Lama kepemilikan kios

• Baru (<6 tahun) 11 (45.8%) 9 (33.3%) 20 (39.2%)

• Cukup (6-10 tahun) 11 (45.8%) 11 (40.7%) 22 (43.1%)

• Lama (>10 tahun) 2 (8.3%) 7 (25.9%) 9 (17.6%)

Skala usaha

• Kecil (<1 juta) 8 (33.3%) 3 (11.1%) 11 (21.6%)

• Sedang (1 juta-2 juta) 12 (50.0%) 7 (25.9%) 19 (37.3%)

• Besar (>2 juta) 4 (16.7%) 17 (63.0%) 21 (41.2%)

Lama berdagang

• <8 jam 13 (37.1%) 2 (4.8%) 15 (19.5%)

• 8-12 jam 18 (51.4%) 26 (61.9%) 44 (57.1%)

• 12-16 jam 4 (11.4%) 13 (31.0%) 17 (22.1%)

• 24 jam 0 (0.0%) 1 (2.4%) 1 (1.3%)

4.1.2 Karakteristik Kios Makanan

Sebagian besar bangunan kios makanan (53.2%) merupakan bangunan permanen. Umumnya kios makanan memiliki lantai keramik (84.4%) dan memiliki intensitas cahaya yang terang (89.6%). Hampir semua kios makanan memiliki kelembaban yang kering (97.4%). Umumnya kios makanan berlokasi dekat dengan jalan (81.8%) dan tidak memiliki sumber bau yang dapat menganggu kenyamanan konsumen (85.7%). Umumnya kios makanan tidak menyediakan fasilitas cuci tangan (80.5%) dan membiarkan makanannya dalam kondisi terbuka (83.1%) sehingga sebagian besar kios makanan (58.4%) ditemukan lalat pada tempat penyimpanan makanannya.

(36)

bangunan permanen. Kios makanan di dalam kampus memiliki lantai keramik, tanah, dan paving blok, sedangkan kios makanan di luar kampus memiliki lantai keramik dan semen. Secara umum intensitas cahaya di kios makanan di dalam kampus relatif lebih baik dibandingkan kios makanan di luar kampus. Kelembaban kios makanan di luar kampus sedikit lebih baik dibandingkan kios makanan di dalam kampus. Semua kios makanan di luar kampus berlokasi dekat dengan jalan sedangkan kios makanan di dalam kampus beberapa ada yang berlokasi di dalam suatu komplek wilayah bangunan (bangunan kampus). Beberapa kios makanan di luar kampus memiliki sumber bau yang dapat mengganggu kenyamanan konsumen. Jumlah kios makanan di dalam kampus yang menyediakan fasilitas cuci tangan lebih banyak daripada kios makanan di luar kampus. Secara umum kondisi tempat penyimpanan makanan di kios makanan luar kampus lebih baik daripada kios makanan di dalam kampus. Informasi secara lengkap disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Karakteristik kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor

Karakteristik Dalam kampus (n=35) Luar kampus (n=42) Total (n=77)

Bangunan

• Permanen 5 (14.3%) 36 (85.7%) 41 (53.2%)

• Semi permanen 30 (85.7%) 6 (14.3%) 36 (46.8%)

Lantai

• Tanah 2 (5.7%) 0 (0.0%) 2 (2.6%)

• Semen 0 (0.0%) 8 (19.0%) 8 (10.4%)

• Keramik 31 (88.6%) 34 (81.0%) 65 (84.4%)

• Paving blok 2 (5.7%) 0 (0.0%) 2 (2.6%)

Intensitas cahaya

• Kurang terang 0 (0.0%) 8 (19.0%) 8 (10.4%)

• Terang 35 (100.0%) 34 (81.0%) 69 (89.6%)

Kelembaban

• Lembab 1 (2.9%) 1 (2.4%) 2 (2.6%)

• Kering 34 (97.1%) 41 (97.6%) 75 (97.4%)

Lokasi

• Dekat jalan 21 (60.0%) 42 (100.0%) 63 (81.8%)

• Dalam kampus 14 (40.0%) 0 (0.0%) 14 (18.2%)

Sumber bau

• Got 0 (0.0%) 7 (16.7%) 7 (9.1%)

• Dapur 0 (0.0%) 4 (9.5%) 4 (5.2%)

• Tidak ada 35 (100.0%) 31 (73.8%) 66 (85.7%)

Fasilitas cuci tangan

• Ada 10 (28.6%) 5 (11.9%) 15 (19.5%)

• Tidak ada 25 (71.4%) 37 (88.1%) 62 (80.5%)

Keadaan makanan

• Terbuka 35 (100.0%) 29 (69.0%) 64 (83.1%)

• Tertutup 0 (0.0%) 13 (31.0%) 13 (16.9%)

Keberadaan lalat

• Ada 19 (54.3%) 26 (61.9%) 45 (58.4%)

(37)

21 

 

4.2 Pengetahuan, Sikap, dan Praktik 4.2.1 Pengetahuan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan kategori baik (55.8%), kemudian disusul berturut-turut kategori sedang (35.1%) dan kategori buruk (9.1%). Secara umum responden di dalam kampus memiliki tingkat pengetahuan yang lebih baik daripada responden di luar kampus. Sebaran responden berdasarkan tingkat pengetahuan tentang higiene pangan disajikan pada Tabel 9. Sebaran responden berdasarkan jawaban yang benar mengenai higiene pangan disajikan pada Tabel 10.

Tabel 9 Sebaran food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor berdasarkan tingkat pengetahuan

Pengetahuan Dalam kampus

(n=35)

Tabel 10 Sebaran jawaban benar pengetahuan yang dijawab food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor

Pertanyaan Dalam kampus

(n=35)

Luar kampus

(n=42) Total (n=77)

1 Mencuci tangan sebelum dan sesudah mengolah

makanan/minuman merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan.

33 (94.3%) 41 (97.6%) 74 (96.1%)

2 Luka yang terbuka tidak harus ditutup dengan plester atau semacamnya.

27 (77.1%) 29 (69.0%) 56 (72.7%)

3 Batuk, bersin, meludah, ataupun merokok selama bekerja dapat menyebabkan makanan tidak dapat terkontaminasi.

19 (54.3%) 19 (45.2%) 38 (49.4%)

4 Menjaga kebersihan pribadi (mengenakan pakaian bersih, mandi, dll) selama bekerja merupakan hal yang penting untuk dilakukan.

35 (100.0%) 38 (90.5%) 73 (94.8%)

5 Mencuci peralatan makan (piring, gelas, sendok, dll) harus menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.

34 (97.1%) 40 (95.2%) 74 (96.1%)

6 Keberadaan lalat atau tikus dapat menyebarkan kuman penyakit pada makanan.

34 (97.1%) 37 (88.1%) 71 (92.2%)

7 Kebersihan tempat bekerja tidaklah penting untuk diperhatikan.

33 (94.3%) 39 (92.9%) 72 (93.5%)

8 Lap yang digunakan untuk membersihkan meja

diperbolehkan juga untuk mengelap piring dan peralatan makan lainnya.

35 (100.0%) 41 (97.6%) 76 (98.7%)

9 Mencuci tangan sesudah buang air (BAK/BAB) tidak perlu untuk selalu dilakukan.

30 (85.7%) 33 (78.6%) 63 (81.8%)

10 Tempat/bak pencucian piring/peralatan makan tidak perlu dibersihkan kecuali kalau sudah terlihat kotor sekali.

28 (80.0%) 32 (76.2%) 60 (77.9%)

11 Peralatan makan (piring, gelas, dll) yang sudah dicuci tidak harus langsung untuk dikeringkan menggunakan lap yang bersih.

21 (60.0%) 25 (59.5%) 46 (59.7%)

12 Bahan mentah dan makanan yang sudah matang sangat perlu untuk dipisahkan.

33 (94.3%) 41 (97.6%) 74 (96.1%)

13 Mencuci peralatan memasak (katel, panci, dll) secara rutin dengan sabun dan air bersih adalah tindakan penting.

34 (97.1%) 40 (95.2%) 74 (96.1%)

14 Hanya menggunakan tangan kosong tanpa menggunakan alat untuk mengambil makanan matang diperbolehkan.

31 (88.6%) 33 (78.6%) 64 (83.1%)

15 Menggunakan sarung tangan dan penutup kepala selama bekerja tidak perlu untuk dilakukan.

(38)

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan landasan dasar untuk melakukan sesuatu dengan baik. Pengetahuan mengarahkan seseorang dalam melakukan aktivitasnya dengan benar dan sesuai. Pengetahuan yang diterapkan pada pengolah makanan diharapkan bisa menanamkan sikap-sikap higiene pada pengolahan makanan. Pengetahuan seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan dan tingkat pendidikannya, tetapi juga dipengaruhi oleh sumber informasi, pengalaman, dan kegiatan penyuluhan.

4.2.2 Sikap

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (51.9%) memiliki kategori sikap cukup, kemudian disusul berturut-turut kategori baik (33.8%) dan kategori buruk (14.3%). Secara umum responden di dalam kampus memiliki tingkat sikap yang lebih baik daripada responden di luar kampus. Sebaran responden berdasarkan tingkat sikap tentang higiene pangan disajikan pada Tabel 11. Sebaran responden berdasarkan jawaban sikap tentang higiene pangan disajikan pada Tabel 12, Tabel 13, dan Tabel 14.

Tabel 11 Sebaran food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor berdasarkan tingkat sikap

Sikap Dalam kampus

(n=35)

Tabel 12 Sebaran jawaban sikap yang dijawab food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor

No Pernyataan Total (n=77)

SS S TT TS STS

1

Pernyataan positif

Saya percaya dengan selalu menjaga kebersihan pribadi (mandi, mengenakan pakaian bersih, membersihkan kuku, dll) dapat mengurangi jumlah kuman penyakit pada makanan.

46

2 Saya yakin mencuci peralatan makan (piring, gelas, sendok, dll) dengan menggunakan air bersih yang mengalir dan sabun sangat penting dilakukan untuk mengurangi jumlah kuman penyakit.

50

3 Saya percaya dengan melakukan pengendalian terhadap keberadaan lalat dan tikus akan mengurangi risiko kejadian penyakit.

29

4 Saya percaya bila tempat bekerja bersih maka akan mengurangi risiko makanan tercemar oleh kuman penyakit.

5 Saya percaya dengan mencuci bak/tempat

pencucian piring/peralatan makan dapat mengurangi jumlah kuman penyakit.

27

6 Saya percaya dengan menggunakan sarung tangan dan penutup kepala dapat mengurangi jumlah kontaminasi pada makanan.

(39)

23 

 

Lanjutan

No Pernyataan Total (n=77)

SS S TT TS STS

1

Pernyataan negatif

Saya percaya bahwa tindakan mencuci tangan sebelum dan sesudah mengolah makanan/minuman tidak dapat mengurangi jumlah kuman penyakit.

6

2 Saya percaya tidak apa-apa membiarkan luka terbuka tidak ditutup dengan plester atau semacamnya..

3 Saya percaya batuk, bersin, meludah atau merokok tidak akan mengotori makanan

4 4 Saya percaya menggunakan lap yang digunakan

untuk membersihkan meja diperbolehkan untuk mengelap peralatan makan (piring, gelas, dll) karena tidak dapat membawa kuman penyakit.

1

5 Saya percaya dengan mencuci tangan sesudah buang air (BAK/BAB) tidak akan mengurangi jumlah kuman penyakit.

6

6 Saya pikir peralatan makan (piring, gelas, dll) yang sudah dicuci tidak harus langsung dikeringkan dengan menggunakan lap yang bersih.

6

7 Saya percaya menyimpan masakan yang sudah matang dengan bahan mentah diperbolehkan selama tidak membuat kotor makanan.

3

8 Menurut pendapat saya tidak perlu mencuci peralatan memasak (katel, panci, dll) dengan air bersih yang mengalir dan sabun selama peralatan tersebut kelihatan masih bersih.

0

9 Saya pikir mengambil makanan matang hanya dengan tangan kosong tanpa menggunakan alat diperbolehkan selama tangan tersebut dianggap masih bersih.

Tabel 13 Sebaran jawaban sikap yang dijawab food handler di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor

No Pernyataan Total (n=35)

SS S TT TS STS

1

Pernyataan positif

Saya percaya dengan selalu menjaga kebersihan pribadi (mandi, mengenakan pakaian bersih, membersihkan kuku, dll) dapat mengurangi jumlah kuman penyakit pada makanan.

23

2 Saya yakin mencuci peralatan makan (piring, gelas, sendok, dll) dengan menggunakan air bersih yang mengalir dan sabun sangat penting dilakukan untuk mengurangi jumlah kuman penyakit.

27

3 Saya percaya dengan melakukan pengendalian terhadap keberadaan lalat dan tikus akan mengurangi risiko kejadian penyakit.

16

4 Saya percaya bila tempat bekerja bersih maka akan mengurangi risiko makanan tercemar oleh kuman penyakit.

5 Saya percaya dengan mencuci bak/tempat

pencucian piring/peralatan makan dapat mengurangi jumlah kuman penyakit.

12

6 Saya percaya dengan menggunakan sarung tangan dan penutup kepala dapat mengurangi jumlah kontaminasi pada makanan.

(40)

Lanjutan

No Pernyataan Total (n=35)

SS S TT TS STS

1

Pernyataan negatif

Saya percaya bahwa tindakan mencuci tangan sebelum dan sesudah mengolah makanan/minuman tidak dapat mengurangi jumlah kuman penyakit.

4

2 Saya percaya tidak apa-apa membiarkan luka terbuka tidak ditutup dengan plester atau semacamnya.

3 Saya percaya batuk, bersin, meludah atau merokok tidak akan mengotori makanan.

1 4 Saya percaya menggunakan lap yang digunakan

untuk membersihkan meja diperbolehkan untuk mengelap peralatan makan (piring, gelas, dll) karena tidak dapat membawa kuman penyakit.

1

5 Saya percaya dengan mencuci tangan sesudah buang air (BAK/BAB) tidak akan mengurangi jumlah kuman penyakit.

2

6 Saya pikir peralatan makan (piring, gelas, dll) yang sudah dicuci tidak harus langsung dikeringkan dengan menggunakan lap yang bersih.

3

7 Saya percaya menyimpan masakan yang sudah matang dengan bahan mentah diperbolehkan selama tidak membuat kotor makanan.

1

8 Menurut pendapat saya tidak perlu mencuci peralatan memasak (katel, panci, dll) dengan air bersih yang mengalir dan sabun selama peralatan tersebut kelihatan masih bersih.

0

9 Saya pikir mengambil makanan matang hanya dengan tangan kosong tanpa menggunakan alat diperbolehkan selama tangan tersebut dianggap masih bersih.

0

Tabel 14 Sebaran jawaban sikap yang dijawab food handler di luar Kampus IPB Dramaga, Bogor

No Pernyataan Total (n=42)

SS S TT TS STS

1

Pernyataan positif

Saya percaya dengan selalu menjaga kebersihan pribadi (mandi, mengenakan pakaian bersih, membersihkan kuku, dll) dapat mengurangi jumlah kuman penyakit pada makanan.

24

2 Saya yakin mencuci peralatan makan (piring, gelas, sendok, dll) dengan menggunakan air bersih yang mengalir dan sabun sangat penting dilakukan untuk mengurangi jumlah kuman penyakit.

23

3 Saya percaya dengan melakukan pengendalian terhadap keberadaan lalat dan tikus akan mengurangi risiko kejadian penyakit.

13

4 Saya percaya bila tempat bekerja bersih maka akan mengurangi risiko makanan tercemar oleh kuman penyakit.

5 Saya percaya dengan mencuci bak/tempat pencucian piring/peralatan makan dapat mengurangi jumlah kuman penyakit.

6 Saya percaya dengan menggunakan sarung tangan dan penutup kepala dapat mengurangi jumlah kontaminasi pada makanan.

(41)

25 

 

Lanjutan

No Pernyataan Total (n=42)

SS S TT TS STS

1

Pernyataan negatif

Saya percaya bahwa tindakan mencuci tangan sebelum dan sesudah mengolah makanan/ minuman tidak dapat mengurangi jumlah kuman penyakit.

2 Saya percaya tidak apa-apa membiarkan luka terbuka tidak ditutup dengan plester atau semacamnya.

3 Saya percaya batuk, bersin, meludah atau merokok tidak akan mengotori makanan.

3

4 Saya percaya menggunakan lap yang digunakan untuk membersihkan meja diperbolehkan untuk mengelap peralatan makan (piring, gelas, dll) karena tidak dapat membawa kuman penyakit.

0

5 Saya percaya dengan mencuci tangan sesudah buang air (BAK/BAB) tidak akan mengurangi jumlah kuman penyakit.

4

6 Saya pikir peralatan makan (piring, gelas, dll) yang sudah dicuci tidak harus langsung dikeringkan dengan menggunakan lap yang bersih.

3

7 Saya percaya menyimpan masakan yang sudah matang dengan bahan mentah diperbolehkan selama tidak membuat kotor makanan.

2

8 Menurut pendapat saya tidak perlu mencuci peralatan memasak (katel, panci, dll) dengan air bersih yang mengalir dan sabun selama peralatan tersebut kelihatan masih bersih.

0

9 Saya pikir mengambil makanan matang hanya dengan tangan kosong tanpa menggunakan alat diperbolehkan selama tangan tersebut dianggap masih bersih.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan dan belum menunjukkan praktik atau aktivitas (Notoatmodjo 2003). Sikap baik atau positif diartikan sebagai sikap responden yang berpendapat bahwa praktik pengelolaan pangan secara higienis perlu untuk dilakukan. Sikap cukup atau netral diartikan sebagai sikap responden yang cenderung untuk tidak memilih (boleh dilakukan dan boleh juga tidak dilakukan). Sikap buruk atau negatif adalah sikap yang berpendapat bahwa praktik pengelolaan pangan secara higienis tidak perlu dilakukan. Sikap cukup atau netral yang dimiliki oleh sebagian besar responden dapat mempengaruhi praktik higiene pangan yang dilakukan. Sikap ragu-ragu tersebut cenderung membuat responden tidak memiliki keyakinan yang kuat untuk melakukan praktik higiene pangan secara baik dan benar.

4.2.3 Praktik

(42)

Sebaran responden berdasarkan tingkat praktik tentang higiene pangan disajikan pada Tabel 15. Sebaran jawaban praktik tentang higiene pangan yang sudah dijawab oleh responden disajikan pada Tabel 16, Tabel 17, dan Tabel 18.

Tabel 15 Sebaran food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor berdasarkan tingkat praktik

Praktik Dalam kampus

(N=35)

Tabel 16 Sebaran jawaban praktik yang dijawab food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor

No Pertanyaan Total (n=77)

TP J K SR SL

1

Pertanyaan positif

Apakah anda mencuci tangan sebelum dan sesudah mengolah makanan/minuman.

0

2 Apakah anda memakai plester atau

semacamnya bila sedang terluka.

8 3 Apakah anda menjaga kebersihan pribadi

(mandi, membersihkan kuku, mengenakan pakaian bersih, dll).

0

4 Apakah anda mencuci peralatan makan

(piring, gelas, sendok, dll) dengan sabun dan air bersih yang mengalir.

0

5 Apakah anda melakukan pengendalian

terhadap keberadaan lalat atau tikus.

12 6 Apakah anda membersihkan tempat bekerja. 0

(0.0%) 7 Apakah anda mencuci tangan sesudah buang

air (BAK/BAB). 8 Apakah anda mencuci bak/tempat pencucian

piring/peralatan makan.

9 Apakah anda mengelap peralatan makan

(piring, gelas, dll) yang sudah dicuci dengan lap yang bersih.

0

10 Apakah anda memisahkan bahan mentah

dengan masakan yang sudah matang.

0 11 Apakah anda mencuci peralatan memasak

(katel, panci, dll) dengan sabun dan air bersih yang mengalir.

12 Apakah anda mengenakan sarung tangan dan penutup kepala selama bekerja.

58

Apakah anda batuk, bersin, meludah, atau merokok selama bekerja.

30 2 Apakah anda mengelap piring dan peralatan

makan lainnya dengan menggunakan lap yang sama dengan yang digunakan untuk mengelap meja.

3 Apakah anda mengambil makanan matang

hanya dengan menggunakan tangan.

Gambar

Tabel 3 Karakteristik utama food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor
Tabel 7 Karakteristik tambahan food handler di kios makanan di dalam dan luar
Tabel 8 Karakteristik kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga,
Tabel 10 Sebaran jawaban benar pengetahuan yang dijawab food handler di kios
+7

Referensi

Dokumen terkait

The data collecting technique to answer the two objective of the study, the researcher used non test instrument, it is content analysis and documentation. In content analysis,

Solok Selatan Kota Bukittinggi Kota Padang Panjang Kota Pariaman Kota Payakumbuh Kota Sawahlunto Kota Solok... 7 Provinsi Sumatera Selatan

Analisis keragaan berbasis informasi gugus data total menunjukkan bahwa sifat-sifat kuantitatif Generasi Seleksi F6 memiliki keragaan yang lebih rendah bila

a) PUG pendidikan bertujuan guna terselenggaranya perencanaan, penyusun, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakandan program dalam pendidikan

Konsentrasi optimal ekstrak daun kelor yang dapat diberikan untuk me- nurunkan infestasi pada ikan Maskoki selama 69 jam adalah 700 ppm dengan rata-rata persentase penurunan

Karena rendahnya kelarutan oksigen dalam air, jumlah oksigen menjadi terbatas karena beton menjadi jenuh dan dapat menyebabkan kontrol katodik, dimana jumlah oksigen yang

menggunakan Metode Runtun Waktu Box-Jenkins (ARIMA) Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan maupun informasi bagi Pemerintah Daerah

Pada tugas akhir ini dibangun sebuah perangkat lunak blind watermarking yang dapat melakukan watermarking terhadap citra tanpa harus mengubah citra tersebut dan