PENGARUH PUPUK DAN INTERVAL DEFOLIASI
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN
TORBANGUN (
Coleus amboinicus
Lour)
PRISKILA SOPHIA HUTAPEA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pupuk dan Interval Defoliasi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Torbangun (Coleus amboinicus Lour) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor
Bogor, Juli 2013
Priskila Sophia Hutapea
ABSTRAK
PRISKILA SOPHIA HUTAPEA. Pengaruh Pupuk dan Interval Defoliasi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Torbangun (Coleus amboinicus Lour). Dibimbing oleh PANCA DEWI M.H.K. dan ASEP TATA PERMANA.
Penelitian ini dilakukan untuk mengukur pertumbuhan dan produksi tanaman torbangun. Faktor yang diterapkan adalah pupuk organik & hayati (100% pupuk ayam broiler; 75% pupuk ayam broiler dengan MPF (Mikroba Pelarut Fosfat) & FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula); 50% pupuk ayam broiler dengan MPF & FMA) dan tingkat defoliasi (defoliasi 6 minggu sekali dan defoliasi 9 minggu sekali). Penelitian ini dilakukan dengan 6 ulangan dalam 18 minggu. Interaksi pupuk ayam broiler 100% dan defoliasi 6 minggu sekali memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertambahan jumlah daun. Pupuk ayam broiler 100% dan pupuk ayam broiler 75% dengan MPF & FMA meningkatkan pertambahan tinggi kanopi. Perlakuan tidak memberikan pengaruh terhadap lebar daun. Pupuk broiler 75% dengan MPF & FMA meningkatkan berat kering lebih besar dibandingkan perlakuan tunggal pupuk lainnya pada pada taraf uji 5%. Kata kunci: Coleus amboinicus Lour, defoliasi, Fungi Mikoriza Arbuskula,
Mikroba Pelarut Fosfat, pupuk ayam broiler
ABSTRACT
PRISKILA SOPHIA HUTAPEA. The Influence of Fertilizer and Defoliation Interval on Torbangun (Coleus amboinicus Lour) Growth and Production. Supervised by PANCA DEWI M.H.K. and ASEP TATA PERMANA
This research was conducted to measure the growth and the production of torbangun. The factors are defoliation rate and organic fertilizer . Defoliation was treated in two levels : once per 6 weeks (D1) and once per 9 weeks (D2). Fertilizer treatments were 100% broiler manure fertilizer (PK 3), 75% broiler manure fertilizer with PSB (Phosphate Solubilizing Bacteria) & AMF (Arbuscula Mycorrhizal Fungi) (PK 2), and 50% broiler manure fertilizer with PSB & AMF (PK 1). Each treatment was replicated for 6 times in 18 weeks. The first defoliation was conducted three times while the second defoliation was conducted twice. The measured variables are leaves amount, canopy height, leaf width, fresh weight of leaves, dried weight of leaves. The results showed that the interaction between PK 3 and D1 had the best effect in the increase of leaves amount. PK 3 and PK 2, individually, gave a good impact to the increase of canopy height. The other results showed that PK 2 gave the best impact to dried leaves weight (p<0.05)
Keywords: Arbuscula Mycorrhizal Fungi, broiler fertilizer, Coleus amboinicus
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
PENGARUH PUPUK DAN INTERVAL DEFOLIASI
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN
TORBANGUN (
Coleus amboinicus
Lour)
PRISKILA SOPHIA HUTAPEA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Pengaruh Pupuk dan Interval Defoliasi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Torbangun (Coleus amboinicus Lour)
Nama : Priskila Sophia Hutapea NIM : D24090023
Disetujui oleh
Dr Ir Panca Dewi M. H. K. MSi Pembimbing I
Ir Asep Tata Permana MSc Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Idat Galih Permana, MScAgr Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melindungi dan membantu menyelesaikan skripsi ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah budidaya tumbuhan pakan yang belum komersil di dunia peternakan dengan judul Pengaruh Pupuk dan Interval Defoliasi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Torbangun (Coleus amboinicus Lour).
Tanaman torbangun (Coleus amboinicus Lour) merupakan salah satu tanaman pangan yang memiliki komponen lactagogue yang dapat meningkatkan produksi susu. Keunggulan tanaman tersebut sudah dicobakan pada peternakan kambing perah dan terbukti meningkatkan produksi susu. Keuntungan tersebut tidak diikuti oleh ketersediaan daun torbangun. Penulis akan mempelajari dan meneliti metode budidaya terbaik untuk menghasilkan produksi daun torbangun yang tinggi
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Kritik dan saran yang penulis terima akan digunakan sebagai perbaikan pada perbaikan skripsi mendatang. Penulis berharap hasil penelitian ini dapat berguna bagi pembaca dan di bidang peternakan. Terima kasih.
Bogor, Juli 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
METODE 2
Bahan 2
Alat 2
Lokasi dan Waktu 3
Prosedur Penelitian 3
Rancangan dan Analisis Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Kondisi Umum Penelitian 5
Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Jumlah Daun Torbangun 6 Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Tinggi Kanopi Torbangun 8 Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Lebar Daun Torbangun 9 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Kering Daun Torbangun yang Didefoliasi 9
Pertumbuhan Malai Torbangun 10
Pembuktian Infeksi Akar Torbangun pada FMA 11
SIMPULAN DAN SARAN 13
Simpulan 13
Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 13
LAMPIRAN 16
RIWAYAT HIDUP 18
DAFTAR TABEL
1 Pengaruh faktor perlakuan terhadap pertambahan jumlah daun (lembar
minggu-1) 6
2 Pengaruh faktor perlakuan terhadap pertambahan tinggi kanopi
torbangun (cm minggu-1) 8
3 Pengaruh faktor perlakuan terhadap pertambahan lebar daun (cm
minggu-1) 9
4 Pengaruh faktor perlakuan terhadap berat kering daun total (lembar
tanaman-1) 9
5 Infeksi akar oleh FMA 12
DAFTAR GAMBAR
1 Keadaan tanaman torbangun pada beberapa tingkat perlakuan pupuk 6 2 Produksi malai pada defoliasi 6 minggu sekali (1) dan 9 minggu
(2) sekali selama 18 minggu (g tanaman-1) 11
3 Infeksi akar oleh FMA (persen tanaman-1) 12
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil ANOVA pertambahan jumlah daun torbangun (Coleus
amboinicus Lour) per minggu 16
2 Hasil ANOVA pertambahan tinggi kanopi torbangun (Coleus
amboinicus Lour) per minggu 16
3 Hasil ANOVA pertambahan lebar daun torbangun (Coleus amboinicus
Lour) per minggu 16
4 Hasil ANOVA berat kering total daun torbangun (Coleus ambinicus
Lour) yang didefoliasi 16
5 Grafik pertambahan daun torbangun (Coleus amboinicus Lour) dari
1
PENDAHULUAN
Tanaman torbangun (Coleus amboinicus Lour) merupakan tanaman tradisional yang terkenal di kalangan suku Batak. Daun torbangun sudah lama dikonsumsi masyarakat Sumatera Utara sebagai sayuran dan penambah produksi susu pada ibu menyusui. Selain itu, torbangun juga memiliki kandungan vitamin C, vitamin B1, vitamin B12, Fe, betakaroten, niasin, karvakrol, kalsium, asam-asam lemak, asam-asam oksalat, dan serat (Santosa dan Hertiani 2005). Rincian jenis kandungan tanaman torbangun tersebut menimbulkan sifat antioksidan (Salman et al. 1996), antileishmania (Perumal et al. 2004), antiurolithiasis (Jose et al. 2005), antiepilepsi (Buznego et al. 1999), antitumor dan antimutagenik (Annapurani et al.
1999), radioprotektif (Rao et al. 2006), antimikroba (Deena et al. 2002), antibakteri, serta antijamur (Perumal et al. 2004).
Tanaman torbangun juga memiliki peran yang penting di bidang peternakan. Penelitian Rumetor et al. (2008) membuktikan bahwa peningkatan level pemberian torbangun (0%, 3%, 9% dari ransum) meningkatkan produksi susu kambing peranakan ettawah sebesar 67.22%, 88.46%, dan 98.65%. Kenaikan produksi susu ini disebabkan oleh senyawa aktif karvakrol dan forskolin. Sinaga
et al. (2010) menyatakan bahwa pemberian tepung bangun-bangun sebesar 5% dalam ransum induk babi menyusui dapat meningkatkan konsumsi ransum induk dan bobot sapih anak.
Kegunaan daun torbangun yang tinggi tidak didukung oleh ketersediaan tanaman torbangun. Metode budidaya perlu dikaji lebih luas untuk meningkatkan populasi tanaman torbangun. Pemupukan dan pemangkasan (defoliasi) merupakan faktor yang akan dikaji dalam penelitian ini. Pupuk yang digunakan adalah pupuk organik dan hayati untuk mendukung sistem pertanian yang berkelanjutan (sustainable agriculture). Pupuk organik dan hayati dapat meningkatkan kualitas tanah tanpa menyebabkan kerusakan tanah yang biasanya disebabkan oleh penggunaan pupuk kimia.
Kotoran ayam broiler yang sudah dikompos terlebih dahulu adalah pupuk organik yang digunakan. Penggunaan pupuk kompos bertujuan untuk mengurangi efek panas pupuk dan mendapatkan kandungan nitrogen dan fosfor yang lebih tinggi. Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Mikroba Pelarut Fosfat (MPF) merupakan pupuk hayati yang akan diberikan. Tanaman dapat menyerap nitrogen dalam bentuk nitrat (NO3-) dan ammonium (NH4+), tetapi penggunaan nitrogen dalam bentuk majemuk sulit dimanfaatkan oleh tanaman. Kegunaan nitrogen yang majemuk dalam tanah dapat dimaksimalkan oleh mikroba seperti jamur dan bakteri (Lanfranco et al. 2011). Pernyataan ini menguatkan dasar penggunaan FMA dan MPF pada budidaya torbangun ini.
2
hara, memperbaiki kesuburan tanah dan aktivitas mikroba, mempercepat dekomposisi, mengurangi penggunaan kapur dan pupuk.
Defoliasi merupakan salah satu teknik budidaya dengan cara memangkas sebagian tanaman yang diharapkan meningkatkan produksi daun. Menurut Srivastava (2002), perlakuan defoliasi yang diterapkan pada torbangun diduga mempengaruhi kerja hormon-hormon tanaman seperti hormon auksin dan sitokinin. Hormon auksin bersifat antagonis terhadap hormon sitokinin. Srivastava (2002) juga menyatakan bahwa efek negatif pada hormon sitokinin akan terjadi pada tanaman yang diberikan perlakuan hormon auksin. Pemotongan atau pemangkasan bagian pucuk atau pada batang akan membuat hormon sitokinin bekerja melawan hormon auksin untuk menumbuhkan cabang lateral. Cabang lateral tersebut akan menjadi cabang utama yang lain dan mulai menproduksi auksin untuk tumbuh memanjang. Timbulnya auksin tersebut akan mencegah percabangan yang mungkin terjadi di bawahnya (Stern et al. 2006)
Penelitian yang dilakukan oleh Putri (2009) menyatakan bahwa pemangkasan cabang primer tanaman jarak pagar dengan memelihara 3 cabang primer atau lebih dapat meningkatkan jumlah cabang sekunder yang terbentuk. Jumlah cabang sekunder yang meningkat secara langsung meningkatkan jumlah daun. Herdiawan et al. (2012) menyatakan bahwa interval defoliasi 90 hari menghasilkan berat kering tajuk yang lebih tinggi daripada interval defoliasi 60 dan 120 hari.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh dosis pupuk dan defoliasi (pemanenan) serta interaksi antara kedua faktor tersebut pada pertumbuhan dan produksi tanaman torbangun. Tingkat defoliasi yang lebih tinggi dan penggunaan pupuk hayati yang dikombinasikan dengan pupuk broiler diharapkan akan meningkatkan produksi daun torbangun.
METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah bibit torbangun (Coleus amboinicus
Lour), pupuk ayam broiler, MPF, FMA dan polybag. Bahan yang digunakan untuk keperluan kultur mikroba pelarut fosfat adalah gliserol, asam laktat, trypan blue, KOH 5 % , HCl, Glukosa 2.5 g, NaCl 0.05 g, KCl 0.05 g, MgSO4·7H2O 0.025 g, MnSO4·H2O 0.625 mg, FeSO4·7H2O 0.625 mg, (NH4)2SO4 0.125 g, dan yeast extract 0.125 g
Alat
Alat - alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cangkul, selang air, gunting, pisau, pinset, spoit, kaca preparat, cover glass, kertas, alat tulis, penggaris,
3
Lokasi dan Waktu
Penanaman torbangun (Coleus amboinicus Lour) ini dilaksanakan di lahan laboratorium lapang Agrostologi, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pengukuran berat kering oven 60 0C dilakukan di Laboratorium Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan September 2012 hingga Februari 2013.
Prosedur Penelitian
Perbanyakan Bibit Tanaman Torbangun
Sebanyak kurang lebih 300 stek batang tanaman torbangun ditanam pada
polybag selama satu bulan, kemudian dipindahkan ke lahan untuk pembesaran. Tanaman torbangun dibesarkan di lahan selama kurang lebih 2 bulan. Perbanyakan bibit tersebut dilakukan karena jumlah tanaman torbangun yang dikoleksi dari daerah asal (Sumatera Utara) sangat sedikit.
Penanaman Bibit Tanaman Torbangun
Sebanyak 72 stek batang polybag yang diambil dari 300 tanaman torbangun, ditanam di 36 buah polybag. FMA sebanyak 20 g diberikan pada 24 polybag. Pemeliharan dilakukan selama sebulan sebelum dipindahkan ke lahan penelitian. Pemeliharaan meliputi penyiraman dan pembersihan gulma.
Persiapan Lahan Penelitian
Lahan dibersihkan terlebih dahulu dari semak belukar. Setelah itu lahan dibagi menjadi tiga petak dengan jarak antar petak sebesar satu setengah meter. Setiap petak berukuran 3 m x 3 m.
Penanaman
Bibit-bibit tanaman torbangun yang sudah disiapkan ditanam sesuai dengan perlakuan. Satu stek torbangun ditanam pada satu lubang tanam. Jarak tanam yang digunakan adalah 50 cm x 50 cm. Bibit yang ditanam diusahakan memiliki jumlah daun dan tinggi kanopi yang relatif sama.
Pemupukan
Pemupukan dilakukan per lubang tanam. Pada perlakuan 100% pupuk ayam broiler, diberikan 500 g pupuk. Sebanyak 375 g pupuk diberikan pada perlakuan 75% pupuk ayam broiler, lalu diberikan FMA kembali sebanyak 20 g. Jumlah pupuk organik yang diberikan pada perlakuan 50% pupuk ayam broiler adalah 250 g, kemudian ditambah FMA sebanyak 20 g.
Pengulturan MPF
4
Pemberian MPF
MPF diberikan setelah 6 minggu penanaman bersamaan dengan waktu defoliasi 6 minggu sekali. MPF dimasukkan ke dalam tanah melalui spoit sebanyak 4 ml. Penyuntikan diberikan pada sekeliling tanaman pada pagi hari untuk menghindari sinar matahari.
Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan dengan penyiraman jika tidak hujan, pembersihan lahan dari gulma atau tanaman pengganggu, pemupukan kembali, penyemprotan insektisida, dan penggemburan tanah. Pemupukan kembali dilakukan saat tanaman selesai dipanen.
Pengamatan dan pengukuran variabel
Pengamatan dilakukan setiap minggu selama 18 minggu. Variabel yang diamati adalah jumlah daun, tinggi kanopi, lebar daun, jumlah daun yang didefoliasi, berat segar malai, berat segar daun yang didefoliasi, berat kering udara daun yang didefoliasi, dan berat kering daun yang didefoliasi. Penghitungan jumlah daun dilakukan menggunakan alat hitung (counter). Tinggi kanopi dan lebar daun diukur menggunakan penggaris. Pada variabel lebar daun, daun yang diukur adalah daun paling besar yang letaknya berada di bagian bawah.
Defoliasi
Pemanenan dilakukan dengan cara memetik daun yang sudah berbentuk sempurna atau daun yang dapat berfotosintesis sempurna. Defoliasi dilakukan sebanyak dua periode. Periode pertama adalah sekali dalam 6 minggu. Periode kedua dilakukan sekali dalam 9 minggu. Proses defoliasi dilakukan selama 18 minggu sehingga pada periode 6 minggu sekali, defoliasi dilakukan sebanyak 3 kali sementara pada periode 9 minggu sekali, defoliasi yang dilakukan sebanyak 2 kali. Daun yang sudah didefoliasi ditimbang berat segarnya, berat kering udara, dan berat kering oven 60 0C.
Pemeriksaan infeksi FMA
Akar muda torbangun diambil dari setiap perlakuan tanaman torbangun. Akar-akar tersebut kemudian dibersihkan dari tanah dengan air mengalir dan direndam dalam larutan KOH hingga warna air rendaman menjadi bening. Setelah itu, akar-akar tersebut direndam kembali dengan larutan HCl 2% hingga akar bewarna lebih bening. Kemudian akar direndam dalam larutan staining (200 ml asam laktat, 200 ml gliserol, 100 ml aquades, dan 0.025 g trypan blue) yang akan memberikan warna untuk membantu proses pengamatan di bawah mikroskop. Akar yang sudah bewarna biru diambil sebanyak 10 kali dan diletakkan di atas preparat. Akar muda dipotong sepanjang 1 cm. Melalui pengamatan dengan mikroskop, persentasi infeksi akar dapat diketahui. Menurut Setiadi (1992), perhitungan persentase infeksi akar dapat dihitung menggunakan rumus berikut:
5
Analisis Data
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial dua faktor. Faktor pertama adalah penggunaan kombinasi pupuk sumber NPK yang terdiri dari pupuk ayam ayam broiler, pupuk FMA dan MPF. Faktor kedua adalah tingkat defoliasi. Tingkat defoliasi yang digunakan adalah defoliasi sekali dalam 6 minggu dan sekali dalam 9 minggu. Penelitian ini dilakukan dengan 6 ulangan.
Faktor yang diaplikasikan pada penelitian ini adalah pupuk dan tingkat defoliasi. Jenis pupuk yang digunakan adalah kombinasi pupuk organik dan hayati. PK 1 merupakan 50% pupuk broiler dengan MPF (Mikroba Pelarut Fosfat) dan FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula), PK 2 merupakan 75% pupuk broiler dengan MPF dan FMA, sedangkan PK 3 merupakan 100% pupuk broiler tanpa pupuk hayati. Faktor kedua pada penelitian ini adalah tingkat defoliasi yang terdiri dari D1 (defoliasi enam minggu sekali) dan D2 (defoliasi sembilan minggu sekali).
Model Matematika yang digunakan pada penelitian ini adalah Yijk = μ + αik + βjk + αβ(ij)k + εijk
Keterangan:
Yijk = Respon berupa pertambahan produksi torbangun pada perlakuan yang diujikan.
µ = Rataan umum
αik = Pengaruh perlakuan faktor defoliasi sekali dalam 6 minggu dan sekali dalam 9 minggu
βjk = Pengaruh perlakuan kombinasi pupuk organik sumber NPK (pupuk ayam ayam broiler 100% , pupuk ayam ayam broiler
75% + pupuk FMA serta MPF dan pupuk ayam ayam broiler 50% + pupuk FMA serta MPF
αβ(ij)k = Pengaruh interaksi pupuk sumber NPK dan faktor defoliasi pada
produktivitas torbangun dari ulangan ke satu sampai 6
εijk = Error atau galat atau pengaruh acak perlakuan ke i dan j dan ulangan ke-k yang mungkin terjadi selama penelitian.
i = faktor pupuk organik dan hayati 3 taraf: PK1; PK2; PK3
j = faktor defoliasi 2 taraf: defoliasi 6 minggu sekali; defoliasi 9 minggu sekali
k = ulangan yang dilakukan (6 ulangan)
Data yang dihasilkan dianalisa menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA). Hasil analisa yang signifikan diuji lanjut menggunakan metode kontras ortogonal sehingga terlihat perbedaan antara level perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
6
setiap minggu selama 18 minggu. Pengambilan data berat segar, berat kering udara, dan berat kering oven 60 0C daun torbangun yang didefoliasi dilakukan setelah kegiatan defoliasi. Teknik defoliasi dilakukan dengan memotong daun yang sudah tua dengan bagian petiolus ikut terpotong. Defoliasi 6 minggu sekali mengalami pemangkasan daun sebanyak 3 kali sementara defoliasi 9 minggu sekali sebanyak 2 kali. Pemberian pestisida untuk menghilangkan hama ulat dan belalang dilakukan seminggu sebelum proses defoliasi. Pemupukan dengan pupuk ayam broiler tidak hanya dilakukan saat awal penanaman, tetapi juga dilakukan setelah defoliasi dilakukan. Penelitian ini dilakukan saat curah hujan tinggi sehingga diduga ada sedikit pencucian tanah karena kondisi tanah yang agak miring.
Gambar 1 Tanaman torbangun berumur 17 minggu berdasarkan dosis pupuk
Pengaruh Faktor Perlakuan Pupuk dengan Tingkat Defoliasi Terhadap Pertambahan Daun Torbangun
Pengaruh pemberian pupuk organik dan hayati dalam beberapa level dan kombinasinya dengan MPF dan FMA serta faktor perlakuan tingkat defoliasi memberikan hasil yang signifikan pada pada taraf uji 5% terhadap pertambahan jumlah daun. Pengaruh pupuk dan tingkat defoliasi yang berbeda terhadap pertambahan jumlah daun disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 1 Pengaruh faktor perlakuan terhadap pertambahan jumlah daun (lembar minggu-1)
Perlakuan a PK 1 PK 2 PK 3 Rata-rata
D1 93.40±23.84bc 127.00±32.21ab 153.56±20.97a 124.65±35.26 D2 57.09±7.86c 122.95±20.34ab 107.30±9.81b 95.78±31.68 Rata-rata 75.25±25.41 124.97±25.77 130.43±28.76
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang nyata pada taraf uji 5%; aPK1: pupuk ayam broiler 50%+MPF+FMA, PK2: 75%
pupuk broiler +MPF+FMA, PK3: 100% pupuk broiler, D1: defoliasi 6 minggu sekali, D2: defoliasi 9 minggu sekali.
7 yang paling rendah. Interval defoliasi perlu diperhatikan untuk memberi kesempatan pada tumbuhan dalam menyiapkan pertumbuhan kembali (Ferraro and Oesterhels 2002).
Interaksi defoliasi 6 minggu sekali dan pemberian pupuk broiler pada persentase tertinggi memberikan hasil yang sangat baik karena pemangkasan daun yang lebih sering dan kandungan hara yang tanah yang tercukupi akibat pemupukan. Defoliasi meningkatkan aktivitas pertumbuhan tunas lateral yang terjadi. Tunas lateral yang banyak tumbuh akan memberikan pengaruh tidak langsung pada jumlah daun yang dihasilkan. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh kandungan nutrien yang tersedia untuk tanaman. Selain itu, interval waktu defoliasi sudah cukup lama untuk mengumpulkan nutrisi tumbuh kembali.
Pemangkasan bagian ujung batang menyebabkan suplai auksin dari tunas apikal tidak terjadi lagi sehingga kadar auksin dalam ruas di bawahnya berkurang. Akibatnya terjadi ekspresi IPT (isopentenil transferase) pada tanaman. IPT merupakan enzim yang bertanggung jawab sebagai biokatalisator pada biosintesis sitokinin. Sitokinin yang dihasilkan dari ruas tanaman memasuki tunas lateral dan menyebabkan pertumbuhan tunas lateral (Taiz and Zeiger 1998). Menurut Putri (2009) pemangkasan cabang primer dengan menyisakan 3 atau lebih cabang primer meningkatkan pertumbuhan cabang sekunder.
Tingginya pertambahan jumlah daun akibat defoliasi yang lebih sering disebabkan oleh terjadinya pertumbuhan kompensatori. Pertumbuhan tersebut terjadi ketika tumbuhan kehilangan daun sementara (Ferraro and Oesterhels 2002). Apabila rata-rata pertumbuhan tanaman mengalami penurunan setelah defoliasi maka hal tersebut dinamakan kompensatori parsial. Kejadian lain yang mungkin terjadi adalah tanaman mengalami kerusakan akibat defoliasi. Pemotongan bagian apikal batang seharusnya memperbanyak kemunculan tunas-tunas lateral.
Perlakuan defoliasi secara langsung berkaitan dengan jumlah nitrogen yang dapat disuplai pupuk. Lambers et al. (1998) menyatakan bahwa sintesis sitokinin dipengaruhi oleh ketersediaan nitrogen dalam tanah. Sitokinin disintesis di akar saat hormon auksin dihentikan kinerjanya. Sitokinin dibawa oleh pembuluh xylem menuju daun. Pemberian pupuk kotoran ayam broiler 100% (500 g tanaman-1) pada penelitian ini sudah dapat memenuhi kebutuhan sintesis sitokinin. Penelitian Wisnu (2005) menyatakan bahwa pemberian pupuk kotoran ayam dengan takaran 40 ton ha-1 atau 200 g polybag-1 dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi jagung manis.
Simbiosis yang terjadi antara tanaman dengan FMA arbuskula membutuhkan lebih banyak karbon dibandingkan tanaman tanpa FMA arbuskula (Lambers et al. 2008). Jumlah karbon yang dialirkan dari akar utuh ke aplopas dan kemudian ke rizosfer tidak mencukupi kebutuhan FMA. Selain kebutuhan FMA yang besar terhadap karbon, tanaman dengan FMA cenderung memiliki rata-rata fotosintesis per daun yang lebih tinggi dan juga luas daun yang lebih besar, sehingga karbon yang dibutuhkan bertambah.
8
jumlah daun diduga oleh kecukupan nutrien tanah oleh pupuk ayam broiler 100% atau adanya populasi mikroorganisme pelarut fosfat dan FMA yang terbawa dalam kompos kotoran broiler.
Pengaruh Faktor Pupuk dan Tingkat Defoliasi terhadap Pertambahan Tinggi Kanopi Torbangun
Interaksi antara pemberian pupuk organik dan hayati dengan tingkat defoliasi memberikan hasil yang tidak signifikan pada tinggi kanopi tanaman torbangun. Tetapi pemberian pupuk secara tunggal memberikan hasil yang signifikan pada taraf uji 5% terhadap tinggi kanopi. Perlakuan defoliasi secara tunggal tidak memberikan pertambahan tinggi kanopi tanaman torbangun. Tabel hasil perhitungan ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 2 Pengaruh faktor perlakuan terhadap pertambahan tinggi kanopi (cm nyata terhadap pertambahan tinggi kanopi torbangun. Hal tersebut tidak berbeda dengan pupuk broiler 75% dengan MPF dan FMA. Penambahan FMA dalam tanah yang hanya diberikan 75% pupuk ayam broiler dapat menyaingi kemampuan tanaman yang diberikan pupuk ayam broiler 100%. Penurunan konsentrasi pupuk ayam broiler dapat ditunjang oleh pemberian pupuk hayati FMA. Penelitian yang dilakukan oleh Ridwan (2001) menghasilkan pertumbuhan dan produksi cabai yang tinggi karena pengayaan pupuk kompos dengan pupuk hayati. Penggunaan pupuk hayati dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia maupun pupuk organik karena dapat meningkatkan penyerapan unsur hara dan air (Kung`u et al. 2008).
9 tanah dengan pupuk ayam broiler 25% tidak mampu mengimbangi tanaman berpupuk ayam broiler yang konsentrasinya lebih tinggi.
Pengaruh Faktor Pupuk dan Tingkat Defoliasi terhadap Lebar Daun Torbangun
Perlakuan pupuk dan kombinasinya dengan tingkat defoliasi tidak memberikan hasil yang signifikan terhadap pertambahan lebar daun. Perlakuan pupuk maupun tingkat defoliasi juga tidak menunjukkan signifikansi pada taraf uji 5%. Hasil perhitungan rata-rata pertambahan lebar daun disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Pengaruh faktor perlakuan terhadap lebar daun (cm minggu-1)
Perlakuan a PK 1 PK 2 PK 3 Rata-rata
D1 0.33 ± 0.05 0.48 ± 0.12 0.36 ± 0.07 0.39 ± 0.10 D2 0.33 ± 0.13 0.38 ± 0.15 0.38 ± 0.14 0.36 ± 0.13 Rata-rata 0.33 ± 0.09 0.43 ± 0.13 0.36 ± 0.10
a
PK1: pupuk ayam broiler 50%+MPF+FMA, PK2: 75% pupuk broiler +MPF+FMA, PK3: 100% pupuk broiler, D1: defoliasi 6 minggu sekali, D2: defoliasi 9 minggu sekali.
Perlakuan pupuk ayam broiler 100% atau 75% pupuk ayam broiler dengan MPF dan FMA yang diterapkan terhadap torbangun memberikan luas area daun yang lebih tinggi dibandingkan dengan torbangun yang hanya diberikan 50% pupuk broiler dengan MPF dan FMA. Penambahan MPF tidak memberikan pengaruh pada tanaman torbangun. MPF yang digunakan berupa bakteri. Bakteri dapat hidup maksimal di dalam tanah yang memiliki pH netral hingga basa. Tanah yang digunakan untuk penanaman torbangun merupakan tanah latosol yang bersifat masam. Selain itu, setiap mikroorganisme memiliki spesifikasi atau kemampuan yang khusus dalam hal melepaskan atau melarutkan ikatan fosfor dengan unsur lainnya.
Pengaruh Faktor Pupuk dengan Tingkat Defoliasi terhadap Berat Kering Total Daun Torbangun
Penggunaan pupuk secara tunggal memengaruhi berat kering total daun torbangun yang didefoliasi, tetapi tidak ditemukan adanya interaksi. Berat kering total daun torbangun yang didefoliasi dijelaskan dalam Tabel 4.
Tabel 4 Pengaruh faktor perlakuan terhadap berat kering daun total (g tanaman-1)
Perlakuana PK 1 PK 2 PK 3 Rata-rata
D1 58.31±14.76 82.93±9.53 77.65±13.59 72.96±16.24 D2 48.33±15.79 88.18±8.97 77.58±16.48 71.37±21.86 Rata-rata 53.32±15.48c 85.56±9.24a 77.62±14.40b
Angka-angka yang diikuti oleh huruf pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf
uji 5%. aPK1: pupuk ayam broiler 50%+MPF+FMA; PK2: 75% pupuk broiler +MPF+FMA; PK3:
10
Berat kering total daun torbangun yang didefoliasi mengalami peningkatan pada perlakuan pupuk secara tunggal. Pupuk ayam broiler 75% dengan MPF dan FMA menghasilkan berat kering daun yang lebih tinggi. Berat kering total daun torbangun tidak mengalami perbedaan pada perlakuan defoliasi. Penelitian yang dilakukan oleh Aji dan Susanto (2009) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif tanaman rosella tidak dipengaruhi oleh pemangkasan. Pernyataan tersebut selaras dengan hasil penelitian pada torbangun.
Menurut Gardner et al. (1991), berat kering total hasil panen tanaman budidaya di lapang merupakan akibat dari penimbunan hasil bersih asimilasi CO2 selama pertumbuhan. Asimilasi CO2 merupakan hasil penyerapan energi matahari dan akibat radiasi matahari. Efektivitas penggunaan radiasi matahari oleh daun juga merupakan faktor utama dari berat kering panen sehingga berat kering daun yang diperoleh akan berbeda pada interval defoliasi tertentu. Interval yang berbeda pada perlakuan defoliasi ini tidak menghasilkan berat kering yang berbeda satu sama lain. Hal tersebut sangat berbeda dengan pendapat Herdiawan
et al. (2012) yang menyatakan bahwa pemangkasan dengan interval 90 hari memiliki berat kering tajuk yang lebih tinggi dibandingkan interval 60 dan 120 hari.
Pemberian FMA umumnya diberikan pada tanah marjinal atau tanah yang memiliki unsur hara rendah. Hasil yang ditunjukkan pada biomassa kering daun, pemberian FMA dan MPF memberikan pengaruh yang signifikan daripada perlakuan pupuk tanpa FMA dan MPF. Hal tersebut berbeda pada peubah-peubah lain, yang menunjukkan keunggulan penggunaan pupuk ayam broiler tanpa kombinasi MPF dan FMA.
FMA dan MPF yang diberikan bersama pupuk ayam broiler 75% meningkatkan biomassa daun lebih baik dari perlakuan pupuk tanpa menggunakan MPF dan FMA. FMA memberikan kontribusi nitrogen yang baik pada keadaan pupuk ayam broiler yang dikurangi dosisnya. Penurunan jumlah pupuk ayam broiler yang diberikan tidak menurunkan bobot kering daun yang didefoliasi dengan ditambahkannya FMA. Warna daun yang semakin hijau akibat suplai nitrogen yang cukup akan menambah efektivitas fotosintesis pada tanaman. Akibatnya biomassa yang dihasilkan akan menjadi lebih berat. Pada penelitian yang dilakukan Das et al. (2007), daun yang diberikan kombinasi pupuk hayati VAM (Vesicular Arbuscular Miccorhizal), PSB (Phosphate Solubilizing Bacteria), AZO (Azospirillum) memiliki biomassa yang lebih berat bila dibandingkan dengan kontrol.
Jumlah daun torbangun yang didefoliasi berkorelasi positif terhadap berat kering total daun torbangun. Grafik jumlah daun torbangun masih mengalami peningkatan hingga minggu ke-18 berakhir. Hal ini berbeda dengan grafik tinggi kanopi dan lebar daun yang mengalami titik stasioner ketika mencapai minggu ke-18.
Produksi Malai Torbangun
11 dengan pupuk broiler 50%+MPF+FMA dengan rataan 137.03. Kemunculan bunga pada torbangun mengambil banyak sumber nutrisi sehingga nutrisi untuk pertumbuhan lainnya terhambat. Oleh karena itu, malai dihilangkan ketika defoliasi dilakukan. Dibawah ini merupakan grafik produksi malai pada defoliasi 6 minggu sekali dan 9 minggu sekali.
Gambar 2 Produksi malai (g tanaman-1) pada defoliasi 6 minggu sekali (1) dan 9 minggu (2) sekali selama 18 minggu
Produksi malai pada defoliasi 6 minggu memiliki nilai yang lebih tinggi daripada malai pada defoliasi 9 minggu sekali. Pemotongan malai hanya dilakukan pada saat defoliasi. Tanaman torbangun pada defoliasi 6 minggu sekali, dilakukan pengambilan malai sebanyak 3 kali, sementara pada perlakuan defoliasi lainnya dilakukan pengambilan malai sebanyak 2 kali. Frekuensi pengambilan yang lebih sering pada defoliasi 6 minggu sekali tidak menunjukkan berat malai yang lebih tinggi. Pada perlakuan defoliasi 6 minggu sekali, pertumbuhan malai belum sempurna sehingga berat yang didapat lebih kecil. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tanaman torbangun memiliki pertumbuhan vegetatif yang maksimal di awal pertumbuhan dan memiliki pertumbuhan vegetatif pada akhir periode. Masa penelitian selama 18 minggu masih merupakan masa vegetatif. Bahkan, daun yang bertambah setiap minggu masih menunjukkan jumlah yang banyak. Hal tersebut berarti bahwa penggunaan karbohidrat untuk perkembangan akar, daun, dan batang masih lebih dominan dibandingkan penimbunan karbohidrat untuk buah. Warrier and Ramankutty (1995) menyatakan bahwa torbangun memiliki buah pada masa pertumbuhannya.
Pembuktian Infeksi FMA
Pengamatan sampel akar dari setiap tanaman torbangun di bawah mikroskop memiliki tujuan untuk membuktikan keberhasilan FMA menginfeksi akar. Pada sampel yang diberikan perlakuan FMA, di bawah mikroskop, ditemukan hifa-hifa dan vesikel yang menginfeksi ke dalam jaringan akar. Hifa memiliki bentuk
173±8
292±14
173 ±13 159±7
471±31
269±22
1 2
75 %+MPF+Mikoriza 50%+MPF+Mikoriza 100%
12
seperti benang dan ditemukan di dalam jaringan-jaringan akar. Hifa terkadang terlihat seperti benang yang tidak beraturan, sedangkan vesikel memiliki bentuk lingkaran bewarna gelap oleh karena efek pemberian trypan blue. Arbuskula merupakan bagian yang berfungsi sebagai tempat pertukaran zat hara dan CO2 sebagai bentuk simbiosis mutualisme kedua organisme tersebut. Salah satu sampel akar yang diinfeksi FMA ditampilkan pada Gambar 3.
Gambar 3 Akar yang terinfeksi FMA (100 kali perbesaran)
Berdasarkan pengamatan dengan mikroskop, persentase infeksi akar ditunjukkan dalam Tabel 5.
Tabel 5 Infeksi akar oleh FMA (%)
Perlakuana PK 3 PK 2 PK 1
D1 16.33 ± 12.16 72.33 ± 20.17 51.67 ± 6.12
D2 14.67 ± 7.09 51.67 ± 20.47 57.00 ± 13.43
Rata-rata 15.50 ± 9.53 62.00 ± 22.18 54.33 ± 10.33 a
PK1: pupuk ayam broiler 50%+MPF+FMA, PK2: 75% pupuk broiler +MPF+FMA, PK3: 100% pupuk broiler, D1: defoliasi 6 minggu sekali, D2: defoliasi 9 minggu sekali.
Tanaman yang diberikan perlakuan FMA termasuk pada kelompok 4 (infeksi 51% - 75%) sedangkan yang tidak diberikan FMA termasuk dalam kelompok 2 (infeksi 6% - 26%) (Setiadi 1992). Adapun pengelompokan FMA berdasarkan persentase infeksi pada akar dijelaskan dalam data dari The Institute of Mycorrhizal Research and Develoment, USDA Forest Service, Athena, Georgia (Setiadi 1992):
13
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemberian pupuk broiler sebanyak 500 g (100%) dan interaksinya dengan defoliasi 6 minggu sekali (D1) memberikan pertambahan jumlah daun tertinggi. Pupuk broiler 100% dan pupuk broiler 75% dengan MPF dan FMA meningkatkan pertambahan tinggi kanopi torbangun. Perlakuan pupuk broiler 350 gram (75%) dengan MPF dan FMA beserta interaksinya dengan defoliasi 9 minggu sekali (D2) memberikan produksi daun tertinggi.
Saran
Perlakuan defoliasi 9 minggu sebaiknya dikombinasikan dengan pupuk ayam broiler 75%+MPF+FMA untuk menghasilkan tanaman torbangun dengan biomassa yang berat. Produksi berat kering yang optimum diharapkan dapat memenuhi kebutuhan para peternak dalam meningkatkan produksi susu ternak perah atau bahkan sebagai antibiotik untuk ternak lain. Diharapkan adanya penelitian lanjutan untuk melihat pengaruh penggunaan pupuk hayati (biofertilizer) secara individu tanpa penambahan pupuk ayam broiler.
DAFTAR PUSTAKA
Annapurani S, Priya R. 1999. Antimutagenic, antitumourogenic and antigenotoxic effects of polyphenol extracts of selected medicinal plants.
J Nutr Diet Indian. 36:431-5.
Aji TG, Susanto S. 2009. Pengaruh jumlah cabang terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif rosella (Hibiscus sabdariffa L.)[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Banik S, Dey BK. 1982. Available phosphate content of an alluvial soil as influenced by inoculation of some isolated phosphate-solubilizing micro-organism. Plant Soil. 69:353-364.
Buznego MT, Perez-Saad H. 1999. Antiepileptic effect of Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng Rev Neur. 29:229-32.
Cumming RJ and Ning J. 2003. Arbuscular mycorrhizal fungi enhance aluminium resistance of broomsedge (Andropogon virginicus L.). J Exp Bot. 54:1447-1459.
Das K, Dang R, Shivananda TN, Sekeroglu N. 2007. Influence of bio-fertilizers on the biomass yield and nutrient content in Stevia rebaudiana
Bert. grown in Indian subtropics. J Medicin Plants Research. 1(1):005-008.
14
Ferraro DO, Oesterheld M. 2002. Effect of defoliation on grass growth. A quantitative review-Oikos. 98: 125–133.
Gardner, P Franklin, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Herawati Susilo, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Physiology of Crop Plants.
Hartatik, Wiwik R, Widowati L. 2006. Pupuk Kandang. Di dalam: Simanungkalit R, Suriadikarta DA, Saraswati R, Setyorini D, Hartatik W, editor. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati [Internet]. Bogor (ID):Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. hlm 59-82; [diunduh 2013 Apr 17] Tersedia pada: http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/lainnya/04pupuk%20ka ndang.pdf
Herdiawan I, Abdullah L, Sopandie D, Karti PDMH, Hidayati N. 2012. Karakteristik morfologi tanaman pakan Indigofera zollingeriana pada berbagai taraf stress kekeringan dan interval pemangkasan. JITV.
17(14):276-283.
Jose MA, Ibrahim, Janardhanan S. 2005. Modulatory effect of Plectranthus amboinicus Lour. on ethylene glycol induced nephrolithiasis in rats.
J Pharm Indian. 37:43-4.
Kanno T, Saito M, Ando Y, Macedo MCM, Nakamura T, Miranda CHB. 2006. Importance of indigenous arbuscular mycorrhiza for growth and phosphourus uptake in tropical forage grasses growing on an acid soil, infertile soil from the Brazilian savannas. Trop Grass. 40: 94-101.
Kung`u JB, Lasco RD, Cruz LUD, Cruz RED, Husain T. 2008. Effect of
Vesicular Arbuscular Mycorrhiza (AMF) fungi inoculation on coppicing ability and drought resistance of Senna spectabilis. Pak J Bot. 40(5):2217-2224.
Lambers H, Chavin III FS, Pons TL.1998. Plant Physiological Ecology. New York (US): Springer-Verlag.
Lambers, HF Stuart Chapin III, Pons TL. 2008. Plant Physiological Ecology Second Edition. New York (US): Springer Science+Business Media, LLC, 223 Spring Street.
Lanfranco L, Guether M, Bonfante P. 2011. Arbuscular Mycorrhizas and N acquisition by plants. West Sussex (UK): J Wiley.
Perumal G, Subramanyam C, Natrajan D, Srinivasan K, Mohanasundari C, Prabakar K. 2004. Antifungal activities of traditional medicinal plant extracts: A preliminary survey. J Phytolog Res. 17:81-83.
Putri DS. 2009. Pengaruh Pemangkasan dan pemupukan terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.)[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rao BS, Shanbhoge R, Upadhya D, Jagetia GC, Adiga SKP, P Kumar. 2006. Antioxidant, anticlastogenic and radioprotective effect of Coleus
aromaticus on Chinese hamster fibroblast cells (V79) exposed to gamma radiation. Mutagenesis. 21:237-42.
15 Rumetor SD, Jachja J, Widjajakusuma R, Permana IG, Sutama IK. 2008. Suplementasi Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour) dan Zinc-Vitamin E untuk Memperbaiki Metabolisme dan Produksi Susu Kambing Peranakan Etawah. JITV. 13(3):189-196.
Sálman JGD, Jimenez TEG, Castilho RM. 1996. Rev Cub. PlantMed. 2:27-30. Santosa CM, Hertiani T. 2005. Kandungan Senyawa Kimia dan Efek Ekstrak Air
Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus, L.) pada Aktivitas Fagositosis Netrofil Tikus Putih (Rattus norvegicus). Majalah Farmasi Indonesia. 16(3):141-148.
Setiadi Y, Mansyur I, Budi SW, Achmad. 1992. Petunjuk Laboratorium= Mikrobiologi Tanah Hutan. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sinaga S, Silalahi M, Tarigan D. 2010. Pengaruh Pemberian Tepung Bangun-Bangun (Coleus amboinicus L.) ke Dalam Ransum Babi Induk Menyusui terhadap Bobot Sapih Anak. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veterniner. Universitas Padjajaran, Bandung dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Bandar Lampung.
Srivastava, Lalit M. 2001. Plant Growth and Development, Hormones and Development. California (US): Elsevier Science.
Stern, KR, Bidlack JE, Jansky SH, Uno GE. 2006. Introductory Plant Biology. New York (US): The McGraw-Hill.
Taiz L, Zeiger E. 1998. Plant Physiology. Massachusett (US): Sinauer Associates. Thomas GV. 1985. Occurrence and avaibility of phosphate-solubilizing fungi
from coconut plant soils. Plant Soil. 87:57-364.
Waksman SA, RL Starkey. 1981. The Soil and The Microbe. New York (US): J Wiley.
Warrier PK, Nambiar VP, Ramankutty. 1995. Indian Medicinal Plants, 1st ed, Orient Longman Limited. Madras.4:315-317.
16
Lampiran 1 Pengaruh Pupuk Sumber NPK dan Intensitas Defoliasi Terhadap Pertambahan Jumlah Daun Torbangun (Coleus amboinicus Lour)
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Perlakuan 5 32612.55 6522.509 14.951488 2.533555 3.699018811 A 2 22187.81 11093.91 25.430463 3.31583 5.390345863 B 1 7503.409 7503.409 17.199997 4.170877 7.562476085 AB 2 2921.322 1460.661 3.3482603 3.31583 5.390345863 Total 35 45699.89 1305.711 2.9930698 1.813173 2.336903211 eror 30 13087.34 436.2448
SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah
Lampiran 2 Pengaruh Pupuk Sumber NPK dan Intensitas Defoliasi terhadap Pertambahan Tinggi Kanopi Torbangun (Coleus amboinicus Lour)
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Perlakuan 5 2.59 0.517567 2.241810278 2.533555 3.699018811 A 2 1.91 0.955001 4.136526873 3.31583 5.390345863 B 1 0.58 0.577302 2.500547466 4.170877 7.562476085 AB 2 0.10 0.050266 0.217725088 3.31583 5.390345863 Total 35 9.51 0.271827 1.177401468 1.813173 2.336903211
eror 30 6.93 0.23087
Lampiran 3 Pengaruh Pupuk Sumber NPK dan Intensitas Defoliasi terhadap Pertambahan Lebar Daun Torbangun (Coleus amboinicus Lour)
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Perlakuan 5 0.09 0.0182 1.379177 2.533555 3.699019
A 2 0.06 0.031422 2.381168 3.31583 5.390346
B 1 0.00 0.004861 0.368381 4.170877 7.562476
AB 2 0.02 0.011647 0.882583 3.31583 5.390346
Total 35 0.49 0.013911 1.054168 1.813173 2.336903
eror 30 0.40 0.013196
Lampiran 4 Pengaruh Pupuk Sumber NPK dan Intensitas Defoliasi terhadap berat kering daun torbangun (Coleus amboinicus Lour) yang didefoliasi
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Perlakuan 5 7153.45 1430.69 7.841005 2.533555 3.699018811 A 2 6772.13 3386.066 18.55759 3.31583 5.390345863 B 1 22.95 22.95368 0.125799 4.170877 7.562476085 AB 2 358.37 179.1826 0.982024 3.31583 5.390345863 Total 35 12627.33 360.7808 1.977286 1.813173 2.336903211
17 Lampiran 5 Grafik jumlah daun selama 18 minggu (helai tanaman-1)
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Ju
m
lah
Dau
n
(
h
e
lai
)
Lama Pengamatan (minggu)
75% + MPF+ FMA D2 50% + MPF+ FMA D2 100% d2
18
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 30 Januari 1992. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Tigor Hutapea dan Herlinda Lingga. Pendidikan penulis diawali pada tahun 1995 di TK Eka Santi, Bekasi. Kemudian dilanjutkan di bangku SD pada tahun 1997 hingga 2003 di SD Strada Cakung, Bekasi. Penulis melanjutkan pendidikan selanjutnya yaitu SMP pada tahun 2003 hingga tahun 2006 di SMP Strada Kampung Sawah, Bekasi. Pendidikan menengah atas penulis dimulai pada tahun 2006
hingga tahun 2009 di SMAN 48 Jakarta Timur. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB), jurusan Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI)
Selama masa studi di IPB penulis aktif di berbagai organisasi mahasiswa seperti Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) pada tahun 2009-2013, Art Dormitory Club (2009-2010), Persekutuan Mahasiswa Kristen Katolik Fakultas Peternakan 2012), Komisi Literatur 2012), dan HIMASITER (2010-2011). Selain kegiatan keorganisasian, penulis juga sempat mengikuti kegiatan magang di pemeliharaan pedet, sapi perah, dan milk processing di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010 serta kegiatan magang di PT Sierad Produce pada tahun 2012. Penulis merupakan salah satu mahasiswa penerima beasiswa BBM pada tahun 2009-2011 dan beasiswa PPA pada tahun 2011-2013.