PENGELOLAAN LIMBAH KELAPA SAWIT
(
Elaeis guineensis
Jacq.) DI ANGSANA
ESTATE
,
PT LADANGRUMPUN SUBURABADI, MINAMAS
PLANTATION GROUP,
KALIMANTAN SELATAN
BRURY MARCO SILALAHI
A24070048
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
BRURY MARCO SILALAHI. Waste Management of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) in Angsana Estate PT Ladangrumpun Suburabadi,
Minamas Plantation Group, South Kalimantan. (Under Supervision of SUPIJATNO).
FFB (Fresh Fruit Bunch) process in the oil palm factory in addition yield
primary products both of CPO (Crude Palm Oil) and the kernel, also yield by
products in the form of solid waste (shells, fibers, and empty fruit bunch/EFB)
and liquid waste or commonly known as POME (Palm Oil Mill effluent).
Waste materials are potentially be pollutant for the environment (water,
soil, dan air). On the other hand it is contain organic matter and nutrients that can
be used to improve soil fertility in an effort to increase of plant productivity (from
EFB and POME applications). Utilization of waste as a form of waste
management is directed to reduce blackened power waste and to increase plant
production as well as the application of zero waste concept in an efforts to achieve
sustainable agriculture and environment friendly industry.
Purpose of this internship are to learn about waste products management
of palm oil, to analyze waste product utilization as an organic fertilizer, and to
improve the profesional ability both technical and managerial in the management
of palm oil plantation. This internship was conducted at Angsana Estate, PT
Ladangrumpun Suburabadi, Minamas Plantation Group, South Kalimantan from
February to June 2011. Activities that undertaken are include the activities that
related to technical and managerial aspects both in the field and in the office,
doing observation about the utilization of waste product as an organic fertilizer in
the field, and collecting data and informations.
The analysis result showed that empty fruit bunch (EFB) application can
increase the amount of nutrient on palm oil leaf especially Potassium and increase
palm oil productivity. EFB application basically more leads to increased soil
Liquid waste (POME) is potential as a pollutant to the receipient media
(water, soil, and air) so it must be processed to conform to quality standards that
are allowed before it is disposed. POME treatment at PT LSI is done by using
ponding system. Ponding system were considered effective, it can reduce the
BOD values (Biological oxygen Demand) to <1000 mg/L. Basically, the
utilization of POME as organic fertilizer preferred to suppress the negative effects
that may be incurred if it discharged directly into open water. BOD values that are
permitted for land application is <5000 mg/L, while if discharged directly into
open water then the value of BOD should be taken down to <100 mg/L. BOD
values showed the amount of organic material on POME. POME with low BOD
values (<1000 mg/L) mean it poor of organic matter and nutrients for plant so that
their impact on growth and crop production.
POME application in Angsana Estate provide a positive impact to soil
fertility improvement that seen from the soil texture improvements, repair of
weight per volume, porosity, and permeability of the soil, improve soil pH and
increase cation exchange capacity of the soil. POME application significantly
influenced the increase crop produtivity from increase total bunch/hectare/year
but has not shown a significant effect to the increase leaf nutrient status. POME
application does not provide negative impact of water surface quality.
RINGKASAN
BRURY MARCO SILALAHI. Pengelolaan Limbah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Angsana Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Minamas Plantation Group, Kalimantan Selatan. (Dibimbing oleh SUPIJATNO).
Pengolahan TBS (Tandan Buah Segar) di PKS (Pabrik Kelapa Sawit)
selain menghasilkan produk utama berupa CPO (Crude Palm Oil) dan kernel juga
menghasilkan by products (hasil samping) berupa limbah padat dalam bentuk
cangkang, serabut, dan janjangan kosong (JJK) dan limbah cair atau biasanya
dikenal dengan istilah POME (Palm Oil Mill Effluent).
Limbah yang dihasilkan berpotensi sebagai bahan pencemar bagi
lingkungan (air, tanah, dan udara). Di sisi lain limbah hasil samping pengolahan
TBS mengandung bahan organik dan unsur hara yang dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kesuburan tanah dalam upaya peningkatan produktivitas tanaman
kelapa sawit (aplikasi JJK dan POME). Pemanfaatan limbah sebagai salah satu
bentuk pengelolaan limbah diarahkan untuk mengurangi daya cemar limbah dan
peningkatan produksi tanaman sekaligus sebagai upaya penerapan konsep zero
waste untuk mewujudkan pertanian yang berkelanjutan serta industri yang ramah
lingkungan.
Secara khusus kegiatan magang ini bertujuan untuk mempelajari
penanganan dan pemanfaatan limbah kelapa sawit sebagai pupuk organik dan
secara umum bertujuan untuk meningkatkan kemampuan profesionalitas penulis
baik teknis maupun manajerial dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit.
Kegiatan magang dilakukan di Angsana Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi,
Minamas Plantation Group, Kalimantan Selatan mulai bulan Februari hingga Juni
2011. Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan yang berkaitan dengan aspek
teknis di lapangan dan aspek manajerial baik di kebun maupun di kantor kebun,
melakukan pengamatan mengenai pemanfaatan limbah sebagai pupuk organik di
Aplikasi janjangan kosong (JJK) yang dilakukan di Angsana Estate
berpengaruh positif terhadap peningkatan ketersediaan unsur hara Kalium pada
daun dan memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan produtivitas
tanaman kelapa sawit meskipun belum konsisten. Aplikasi JJK pada dasarnya
lebih mengarah kepada peningkatan kesuburan tanah sehingga kemampuan tanah
dalam menahan air dan unsur hara menjadi lebih baik. Secara khusus aplikasi JJK
di ASE belum dilakukan sebagai substitusi bagi penggunaan pupuk anorganik,
masih sebatas sebagai suplemen saja.
Limbah cair (POME) berpotensi sebagai bahan pencemar bagi media
penerima (air, tanah, dan udara) sehingga harus diolah terlebih dahulu sebelum
dibuang agar sesuai dengan baku mutu yang diijinkan. Pengolahan limbah cair
yang dilakukan perusahaan adalah dengan menggunakan sistem kolam. Sistem
kolam (pondingsystem) dinilai efektif karena dapat menurunkan BOD (Biological
Oxigen Demand) hingga < 1 000 mg/L. Pada dasarnya pemanfaatan limbah cair
sebagai pupuk organik diutamakan untuk menekan dampak negatif yang mungkin
ditimbulkan jika dibuang langsung ke perairan bebas. Nilai BOD yang diijinkan
untuk aplikasi lahan adalah <5 000 mg/L sedangkan jika dibuang langsung ke
perairan bebas maka nilai BOD harus diturunkan hingga <100 mg/L.
Nilai BOD meunjukkan banyaknya kandungan bahan organik yang harus
dirombah oleh mikroorganisme dalan tiap ton air limbah. Limbah cair dengan
nilai BOD tinggi sangat mencemari lingkungan. Limbah cair dengan nilai BOD
rendah (<1 000 mg/L) berarti miskin bahan organik dan unsur hara bagi
tanaman.sehingga dampaknya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tidak
signifikan.
Aplikasi limbah cair sebagai pupuk organik yang dilakukan di Angsana
Estate memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan kesuburan tanah
terlihat dari perbaikan tekstur tanah, perbaikan bobot per volume, porositas, dan
permeabilitas tanah, memperbaiki pH dan meningkatkan KTK tanah. Aplikasi
limbah cair berpengaruh nyata terhadap peningkatan produtivitas tanaman
terutama terhadap peningkatan perolehan jumlah janjang (JJG/ha/tahun) tetapi
belum menunjukkan pengaruh nyata terhadap peningkatan status hara dalam daun.
PENGELOLAAN LIMBAH KELAPA SAWIT
(
Elaeis guineensis
Jacq.) DI ANGSANA
ESTATE
,
PT LADANGRUMPUN SUBURABADI, MINAMAS
PLANTATION GROUP,
KALIMANTAN SELATAN
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
BRURY MARCO SILALAHI
A24070048
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
Judul
: PENGELOLAAN LIMBAH KELAPA SAWIT
(
Elaeis guineensis
Jacq.) DI ANGSANA
ESTATE
, PT
LADANGRUMPUN SUBURABADI, MINAMAS
PLANTATION GROUP, KALIMANTAN SELATAN
Nama
: BRURY MARCO SILALAHI
NIM
: A24070048
Menyetujui
Dosen Pembimbing
Ir. Supijatno, MSi. NIP 19610621 198601 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr. NIP 19611101 198703 1 003
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Desa Marjanji Aceh, Kecamatan Bandar Pulau,
Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 26 Juli 1989. Penulis
adalah anak kedua dari enam bersaudara dari pasangan Bitner Benediktus Silalahi
dan Suarsih Br. Hutapea.
Jenjang pendidikan yang telah ditempuh penulis diantaranya SD Negeri
013833 Marjanji Aceh dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Bandar Pulau dan lulus pada tahun
2004. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1 Bandar
Pulau dan lulus pada tahun 2007. Tahun 2007 penulis diterima menjadi
mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) pada program S-1 Mayor-Minor Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan
organisasi. Pada tahun 2008 penulis menjadi asisten matakuliah Agama Katolik
(Tim Pendamping). Pada tahun yang sama penulis aktif sebagai pengurus UKM
KeMaKI sebagai koordinator divisi dan pada tahun 2009 penulis terpilih sebagai
ketua UKM KeMaKI (Lurah) untuk periode 2009/2010. Pada tahun 2010, penulis
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
penyertaan dan anugerah yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Secara khusus penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua (Bitner Benediktus Silalahi dan Suarsi Hutapea), abang
Eko Mateus, dan adik-adik; Paskalis, Biwambri, Paris, dan Ocky serta
segenap keluarga besar yang telah memberi dukungan doa, motivasi dan
biaya kepada penulis selama menjalani pendidikan.
2. Ir. Supijatno, M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama menjalani
magang sampai dengan penyusunan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Ade Wachjar, MS dan Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS. yang telah
bersedia menjadi dosen penguji. Terima kasih atas saran-saran yang
diberikan untuk perbaikan skripsi.
4. Dr.Ir. Ni Made Armini Wiendy sebagai dosen pembimbing akademik
penulis selama menjalani perkuliahan.
5. Direksi PT Minamas Plantation yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melakukan kegiatan magang.
6. Bapak Puji Sasmito selaku Estate Manajer ASE, Bapak Iwan Dharmawan,
serta kepada staf-staf kebun lainnya; Bapak Agus Setiawan, Bapak Jaka
Istiarta, Bapak Ali Syafii, dan Bapak Ahmad Isa Almasih yang sekaligus
menjadi pembimbing lapang yang telah memberi bimbingan, masukan,
motivasi, serta fasilitas selama kegiatan magang.
7. Segenap supervisi (Mandor dan Kerani) divisi I Angsana Estate: Bapak
Eko, Bapak Yudho, Ibu Devi, Bapak Wahyudi, Bapak Sukarmi, Bapak
Bapak Rais, Bapak Herman, Bapak Rudi, Bapak Saminu, dan Bapak
Zulkaryadi atas kebersamaanya selama 4 bulan.
8. Bapak Sugiyono selaku manager ASF serta segenap karyawan dan sample
boy Lab. ASF.
9. Teman-teman magang: Winda, Rano, Midian dan Walad atas kebersamaan
dan kerjasamanya selama magang.
10.Edhita Maria Ferdinanda yang telah memberi semangat selama magang
dan membangunkan hampir setiap pagi hari.
11.Teman-teman AGH angkatan 44 yang selama ini menjadi teman
seperjuangan selama menempuh pendidkan di IPB.
12.Sahabat-sahabat tercinta (Adit; teman sekamar tempat berbagi suka duka,
juga Anton dan Leo) serta seluruh penghuni Perwira 43 (abang-abang,
kakak-kakak, dan adik-adik) atas dukungan dan kenangan yang tak
terlupakan.
13.Tim Pendamping IPB secara khusus Densus 08 (Anton, Bambang, Manta,
Rio, Dika, Isak, Leo42, Lisa, Ayu, Lusi, Chisy, Eny, Adian, Ulin, Sari,
Ela, Arianti), terima kasih atas kebersamaan dan kenangan indah yang
sangat berkesan.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan
semua pihak yang berkepentingan, khususnya bagi penulis sendiri.
Bogor, Desember 2011
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... i
DAFTAR GAMBAR ... ii
DAFTAR LAMPIRAN ... iii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 3
TINJAUAN PUSTAKA... 4
Botani dan Morfologi Kelapa Sawit ... 4
Ekofisiologi Kelapa Sawit ... 5
Limbah dan Potensinya ... 6
Limbah Padat... 6
Limbah Cair(POME) ... 8
METODE MAGANG ... 9
Tempat dan Waktu ... 9
Metode Pelaksanaan... 9
Pengamatan dan Pengumpulan Data dan Informasi ... 10
Analisis Data dan Informasi ... 10
KONDISI UMUM KEBUN ... 12
Sejarah dan Perkembangan ... 12
Letak Geografis Kebun ... 12
Keadaan Iklim dan Tanah ... 12
Areal Konsesi dan Tata Guna Lahan ... 14
Keadaan Tanaman dan Produksi... 14
Organisasi dan Ketenagakerjaan ... 15
Fasilitas Kesejahteraan Karyawan ... 16
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG... 18
Aspek Teknis... 18
Pengendalian Gulma. ... 18
Pengendalian Hama Terpadu ... 22
Pengelolaan Tajuk (Penunasan). ... 26
Kastrasi ... 27
Sensus Vegetatif ... 27
Pemupukan Anorganik ... 28
Pemanenan ... 33
Pengolahan TBS ... 43
Aspek Manajerial ... 53
Pendamping Mandor ... 53
Pendamping Asisten ... 57
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58
Produksi, Karakteristik dan Pengelolaan Limbah Kelapa Sawit ... 58
Janjangan Kosong (JJK) ... 59
Limbah Cair (POME) ... 61
Dampak Aplikasi Limbah terhadap Tanaman ... 66
Dampak Aplikasi terhadap Status Hara pada Daun ... 66
Dampak Aplikasi terhadap Perolehan Produksi... 68
Dampak Aplikasi Limbah Cair terhadap Sifat Tanah ... 71
Sifat Fisik Tanah ... 71
Sifat Kimia Tanah. ... 73
Dampak Aplikasi Limbah Cair terhadap Kualitas Air... 77
Kualitas Air Tanah Dangkal... 78
Kualitas Air Permukaan (Air Sungai Hulu dan Hilir)... 79
KESIMPULAN DAN SARAN ... 80
Kesimpulan ... 80
Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA ... 82
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Persentase Kandungan Unsur Hara dalam Janjangan Kosong ... 7
2. Luas Lahan dan Populasi Tanaman Berdasarkan Tahun Tanam di ASE ... 14
3. Data Karyawan Staf dan Non-Staf di ASE ... 16
4. Jenis, Dosis dan Standart Kerja Pemupukan di Angsana Estate ... 28
5. Parameter Tingkat Keberhasilan Kegiatan Pemanenan di ASE ... 34
6. Peralatan Panen di Angsana Estate... 38
7. Premi Karyawan Panen dan Supervisi di ASE ... 41
8. Parameter Pemberian Denda Karyawan di ASE ... 42
9. Jenis, Produksi, dan Potensi Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit ... 58
10. Hasil Analisa Limbah Cair yang diaplikasikan di PT LSI ... 63
11. Spesifikasi Kolam Limbah di IPAL ASF ... 64
12. Luas Lahan dan Blok Aplikasi Limbah Cair PT LSI ... 65
13. Hasil Analisa Daun pada Blok Aplikasi JJK dan Blok Kontrol ... 66
14. Hasil Analisa Daun pada Blok Aplikasi Limbah Cair dan Blok Kontrol ... 68
15. Perbandingan Produksi Antara Lahan Aplikasi JJK (LA) dengan Lahan Kontrol (LK) ... 69
16. Perbandingan Produksi Antara Lahan Aplikasi Limbah Cair (LA) dengan Lahan Kontrol (LK) ... 70
17. Tekstur Tanah pada Lahan Kontrol (LK), Lahan Aplikasi (LA), dan Dalam Flat bed (DF)... 72
18. Bobot per Volume (B/V), Porositas, dan Permeabilitas Tanah di Lahan Kontrol (LK), Lahan Aplikasi (LA), dan Dalam Flat bed (DF). ... 73
19. Sifat Kimia Tanah pada Berbagai Kedalaman di Lahan Kontrol (LK), Lahan Aplikasi (LA), dan Dalam Flat bed (DF)... 74
20. Kandungan Logam Berat pada Berbagai Kedalaman di Lahan Kontrol, Lahan Aplikasi, dan Dalam Flat bed ... 76
21. Karakteristik Kimia Air Tanah pada Sumur Pantau (SPI dan SP II) di Lahan Aplikasi dan Sumur Penduduk ... 78
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Area Buffer Zone (kiri) dan Alat Pelindung Diri (kanan) ... 21
2. Hama Ulat Api (Limacodidae) dan Ulat Kantong (Psydidae). Hama Ulat Api: (A) Darna trima; (B) Thosea bisura; (C) Setothosea asigna; (D) Ploneta diducta (E) Thosea vetusta; (F) Setora nitens. Hama Ulat Kantong: (G) Cremastopsyche pendula; (H) Metisa plana, (I) Mahasena corbetti.... 23
3. Beneficial Plant. (A)Turnera subulata, (B) Cassia cobanensis, (C) Euphorbia heterophylla, dan (D) Antigonon Leptopus. ... 24
4. Rumah Burung Hantu (Nest Box) ... 25
5. Gejala Defisiensi Hara pada Daun. (A). Defisiensi N; (B). Defisiensi K; (C). Defisiensi Cu (D). Defisiensi Mg; (E). Defisiensi B; (F). Defisiensi Fe ... 29
6. Nomor Daun ke 17 (kiri), Pengambilan Helai Daun (kanan) ... 31
7. Kriteria Matang Panen (A) Unripe/Mentah; (B) Under ripe/Mengkal; (C) Ripe/Matang; (D) Over ripe/Lewat matang; (E) Empty bunch/janjang kosong ... 35
8. Kegiatan Panen: (A) Potong buah dengan egrek; (B) Pengutipan berondolan dengan tangan; (C) Penyusunan buah di TPH; (D) penggunaan g-bag ... 39
9. Stasiun Rebusan (Sterilizer) ... 44
10. Stasiun Pengempaan (Presser) ... 45
11. Stasiun Pemurnian (Clarifier)... 46
12. Stasiun Nut-Kernel ... 47
13. Pengangkutan JJK dari Hopper JJK di PKS dan Penumpukan JJK di Collection Road ... 48
14. Aplikasi JJK di Lapangan dengan Teknik Mulching (A) dan Teknik Focal Feeding (B). ... 50
15. Aplikasi Limbah Cair: (A) Flat bed (B) Sumur Pantau ... 51
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai KHL ... 85
2. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Mandor ... 87
3. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Asisten ... 89
4. Peta Lokasi Angsana Estate... 91
5. Curah Hujan dan Hari Hujan Sepuluh Tahun Terakhir (2001-2010) di ASE... 92
6. Satuan Peta Lahan (SPL) di ASE ... 93
7. Peta Luas Areal dan Tata Guna Lahan ASE... 94
8. Data Produksi dan Produktivitas ASE 5 Tahun Terakhir (2005/2006 - 2009/2010) ... 95
9. Struktur Organisasi ASE... 96
10. Peta Seksi Panen (Potong Buah) ASE ... 97
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan
yang berperan penting bagi perekonomian Indonesia sebagai salah satu
penyumbang devisa negara dari sektor non- migas. Produk minyak kelapa sawit
(MKS) diserap oleh industri pangan terutama minyak goreng dan industri non
pangan seperti kosmetik, farmasi, dan lain- lain. Peningkatan permintaan akan
minyak makan dunia khususnya minyak sawit terus terjadi akibat pertambahan
penduduk dan peningkatan pendapatan per kapita penduduk dunia (Pahan, 2007).
Peningkatan permintaan minyak sawit dan turunannya harus diimbangi
dengan peningkatan produksi kelapa sawit. Usaha untuk meningkatkan produksi
kelapa sawit salah satunya ditempuh dengan cara perluasan areal perkebunan
kelapa sawit. Luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia pada tahun 2009
mencapai 7.51 juta hektar dengan produksi sebesar 18.64 juta ton minyak sawit
dan 3.47 juta ton inti sawit (Pusat Data dan Informasi Pertanian Kementrian
Pertanian, 2010).
Peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit yang cukup tinggi ini
diikuti oleh perkembangan industri pengolahan kelapa sawit, dicirikan dengan
pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) terpadu dengan perkebunan yang dapat
berdampak positif melalui penyerapan tenaga kerja dan perbaikan infrastruktur
daerah setempat dan berdampak negatif bagi lingkungan melalui penurunan
kualitas dan kuantitas lingkungan akibat pencemaran serta timbulnya masalah
sosial. Oleh karena itu penerapan konsep zero waste dalam usaha perkebunan
kelapa sawit sangat dianjurkan.
Limbah kelapa sawit merupakan sisa hasil tanaman kelapa sawit yang
tidak termasuk dalam produk utama atau hasil ikutan dari proses pengolahan
tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Limbah hasil pengolahan TBS kelapa
sawit dibedakan menjadi limbah cair yang biasa dikenal dengan istilah POME
(Palm Oil Mill Effluent) serta limbah padat berupa sabut, cangkang, janjangan
Limbah hasil pegolahan TBS kelapa sawit banyak mengandung senyawa
organik dan anorganik. Senyawa organik yang dikandung lebih mudah mengalami
perombakan oleh bakteri baik secara aerob maupun anaerob dibandingkan
senyawa anorganiknya. Kesulitan limbah untuk dirombak berpengaruh terhadap
kelestarian lingkungan (beban pencemaran). Limbah hasil pengolahan TBS kelapa
sawit mengandung zat beracun seperti logam berat (tembaga, timbal, perak, seng,
besi, nikel, dan lain- lain) yang dapat berpengaruh buruk pada mikroorganisme
(Sugiharto, 1987). Di sisi lain kandungan bahan organik yang terkandung dalam
limbah hasil pengolahan TBS kelapa sawit merupakan bahan baku potensial yang
bernilai ekonomis dan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi
tanaman. Limbah hasil pengolahan TBS kelapa sawit kaya akan kandungan bahan
organik dan nutrisi bagi tanaman.
Bentuk pemanfaatan limbah hasil pengolahan TBS kelapa sawit adalah
sebagai pupuk organik (aplikasi janjangan kosong dan limbah cair). Pemanfaatann
janjangan kosong (JJK) dengan aplikasi JJK segar langsung (tidak dikomposkan)
dapat meningkatkan proses dekomposisi sehingga kandungan fisik, biologi, dan
kimia tanah meningkat serta penting untuk peremajaan tanah dalam jangka waktu
yang lama sehingga produksi TBS dapat dipertahankan. Aplikasi limbah cair
(POME) sebagai pupuk organik dapat memperbaiki berat volume dan porositas
tanah, pH, reaksi tanah, dan kandungan hara tanah (Santoso, 2008). Limbah cair
(POME) sebelum diaplikasikan ke lapangan harus diolah terlebih dahulu untuk
menurunkan BOD nya hingga < 5 000 mg/L.
Dampak negatif yang mungkin ditimbulkan dari limbah hasil pengolahan
TBS kelapa sawit dan pertimbangan potensi bahan organik yang terkandung di
dalamnya sehingga bisa dimanfaatkan, menuntut perusahaan perkebunan untuk
melakukan kegiatan pengelolaan limbah dengan baik. Aplikasi limbah hasil
pengolahan TBS kelapa sawit sebagai pupuk organik perlu dilakukan dengan
benar sehingga dapat meminimalisir dampak negatif yang mungkin ditimbulkan
demi mewujudkan pertanian yang berkelanjutan serta industri yang ramah
lingkungan. Kegiatan magang ini bertujuan untuk mempelajari pengelolaan
limbah yang dilakukan perusahaan terutama hal- hal yang berkaitan dengan
Tujuan
Tujuan umum kegiatan magang ini adalah untuk meningkatkan
kemampuan profesionalitas penulis sesuai dengan kompetensi penulis agar dapat
memahami dan mendalami proses kerja secara nyata untuk meningkatkan
kemampuan teknis lapangan dan manajerial dalam pengelolaan perkebunan
kelapa sawit. Tujuan khususnya adalah untuk mempelajari penanganan dan
pemanfaatan limbah hasil pengolahan TBS kelapa sawit sebagai pupuk organik
serta mengetahui dampak aplikasinya terhadap tanaman dan pengaruh aplikasi
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit berasal dari Afrika dan Amerika Selatan, tepatnya
dari Brasilia. Di Brasilia tanaman ini tumbuh secara liar atau setengah liar di
sepanjang tepi sungai. Saat ini tanaman kelapa sawit telah ditanam di banyak
negara dan menjadi tanaman industri. Tanaman kelapa sawit termasuk dalam
family Araceae dengan sub family Cocoidae dan genus Elaeis, dan pada tahun
1763 diklasifikasikan oleh Jacquin sebagai Elaeis guineensis Jacq.(Pahan, 2007).
Sistem perakaran kelapa sawit merupakan sistem perakaran serabut yang
terdiri dari akar primer, sekunder, tersier, dan kuartener. Akar primer umumnya
berdiameter 6-10 cm, berasal dari pangkal batang dan menyebar secara horizontal
dan menghujan ke dalam tanah dengan sudut yang beragam. Akar primer
bercabang membentuk akar sekunder dengan diameter 2-4 mm dan panjang 10-15
cm. Sebagian akar-akar primer mengarah ke atas mendekati permukaan tanah.
Akar sekunder bercabang membentuk akar tersier dengan diameter 0,7-12 mm
dan panjang 10-15 cm yang berada dekat dengan permukaan tanah. Akar tersier
umumnya bercabang lagi membentuk akar kuartener dengan diameter 0,1-0.3 mm
dengan panjang hanya 1-4 mm dan tidak mengandung lignin (Lubis, 1992). Akar
kuartener diasumsikan sebagai akar absorbsi utama (feeding root) yang berada
dekat dengan permukaan tanah bersama akar tersier. Sebagian besar perakaran
yang aktif berada dekat pada permukaan tanah pada kedalaman 5-35 cm.
Batang kelapa sawit berbentuk bulat dengan diameter 25-75 cm serta tidak
bercabang. Tinggi batang dapat mencapai 25 meter. Umumnya pertambahan
tinggi batang bisa mencapai 35-75 cm per tahun bergantung pada lingkungan dan
keragaman genetiknya tetapi karena pertimbangan ekonomis hanya sampai 25-35
tahun atau mencapai ketinggian 10-11 meter. Batang diselimuti oleh pangkal
pelepah daun tua sampai umur sekitar 11-15 tahun, setelah itu bekas daun/pelepah
mulai rontok.
Daun kelapa sawit tersusun majemuk menyirip yang terdiri atas beberapa
bagian yaitu; 1) kumpulan anak daun (leaflets) yang mempunyai helaian (lamina)
pasang anak daun linear; 3) tangkai daun (petiole - pelepah), merupakan bagian
antara daun dan batang serta berduri; 4) seludang daun (sheath) yang berfungsi
memberi kekuatan pada batang. Laju pertumbuhan daun adalah 2 daun/bulan, satu
helai daun yang telah membuka mempunyai umur inisiasi sekitar 2 tahun dan
umur fungsional (berfotosintesis secara aktif) selama sekitar 2 tahun.
Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya
bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon, tetapi tidak pada tandan
yang sama. Bunga muncul dari ketiak daun. Setiap ketiak daun hanya dapat
menghasilkan satu infloresen (bunga majemuk). Jenis kelamin bunga ditentukan
±9 bulan setelah masa inisiasinya, selang 24 bulan inflor bunga akan berkembang
sempurna. Bunga kelapa sawit merupakan bunga majemuk yang terdiri dari
kumpulan spikelet dan tersusun dalam infloresen yang berbentuk spiral. Panjang
infloresen betina ±30 cm atau lebih sedangkan infloresen jantan memiliki tangkai
yang lebih panjang dari betina. Sistem penyerbukannya adalah penyerbukan
silang, terjadi dengan bantuan serangga dan angin. Bunga betina yang telah
anthesis akan menjadi buah/brondolan.
Secara botani buah kelapa sawit digolongkan sebagai buah drupe, terdiri
atas pericarp yang terbungkus oleh kulit (exocarp), daging buah (mesocarp), dan
cangkang (endocarp) yang membungkus inti (kernel). Inti memiliki kulit (testa),
endosperm yang padat, dan embrio. Kandungan minyak yang terdapat pada
mesocarp berbeda dengan kandungan minyak yang ada pada endosperm matang.
Ekofisiologi Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit membutuhkan intensitas cahaya matahari yang
cukup tinggi untuk melakukan fotosintesis. Produktivitas TBS/tahun dipengaruhi
oleh jumlah jam efektif penyinaran matahari. Panjang penyinaran yang diperlukan
tanaman kelapa sawit yaitu 5-12 jam/hari dengan kondisi kelembaban udara 80%
dan kisaran suhu 24-280 C (Pahan, 2007).
Kelapa sawit membutuhkan curah hujan sekitar 2 000 mm/tahun yang
merata sepanjang tahun tanpa adanya bulan kering (defisit air) yang nyata.
Sebagian besar perkebunan komersial kelapa sawit dibangun pada daerah yang
jumlah curah hujan lebih besar daripada evapotranspirasi di perkebunan.
Penutupan stomata dipengaruhi oleh status air dalam sistem atmosfer-tanaman
serta mekanisme asimilasi karbon. Stomata tanaman kelapa sawit sangat sensitif
terhadap perubahan kelembaban udara. Pengaturan stomata digunakan tanaman
untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi kekeringan.
Lahan yang optimal untuk kelapa sawit harus mengacu pada lingkungan,
sifat fisik lahan, dan sifat kimia tanah atau kesuburan tanah. Pemanfaatan lahan
untuk pengusahaan kelapa sawit mengacu pada kelas kesesuaian lahan.
Penggolongan kelas kesesuaian lahan dibagi menjadi empat kelas, sebagai
berikut:
1. Kelas S-1: kesesuaian tinggi (highly suitable) dengan potensi produksi >24
ton TBS/ha/tahun.
2. Kelas S-2: kesesuaian sedang (moderately suitable) dengan potensi
produksi 19-24 ton TBS/ha/tahun.
3. Kelas S-3: kesesuaian terbatas (marginally suitable) dengan potensi
produksi 13-18 ton TBS/ha/tahun.
4. Kelas N: tidak sesuai (not suitable) dengan potensi produksi <12 ton
TBS/ha/tahun.
Limbah dan Potensinya
Limbah Padat
Pelepah kelapa sawit berasal dari pemotongan pelepah pada saat
penunasan dan pemanenan. Pelepah biasa langsung disusun pada gawangan yang
dapat berfungsi sebagai mulsa. Pelepah mengandung sejumlah unsur hara yang
cukup tinggi yaitu 107.9 kg N/ha/tahun, 10 kg P/ha/tahun, dan 139.4 kg
K/ha/tahun. Pelepah yang dihasilkan setiap tahunnya mengandung unsur hara
yang setara dengan 234.56 kg Urea, 31.25 kg RP, 232.33 kg KCl, 63.70 kg
Kieserite, dan 85.33 kg Dolomite (Purba, 2008).
Sabut adalah ampas kelapa sawit yang dihasilkan dari proses pengepresan
tandan kelapa sawit, sedangkan cangkang adalah kulit luar biji kelapa sawit yang
dan cangkang dapat digunakan untuk mengoperasikan ketel uap PKS yaitu 85%
sabut dan 15% cangkang dari hasil pengolahan TBS (Purba, 2008).
Janjangan kosong (JJK) merupakan produk sampingan (by product) dari
pabrik pengolahan yang berasal dari sistem pembantingan (thresher)/pemipilan
(stripper) setelah TBS diproses di stasiun perebusan (sterilizer) (Pahan, 2007).
Setiap ton TBS diolah dihasilkan 19-24 % janjangan kosong (Irvan, 2009). JJK
kaya akan kandungan materi organik dan nutrisi bagi tanaman. Aplikasi JJK dapat
meningkatkan proses dekomposisi sehingga kandungan fisik, biologi, dan kimia
pada tanah meningkat. Aplikasi JJK sangat efektif sebagai mulsa, dapat
menurunkan temperatur tanah, mempertahankan kelembaban tanah, memperkecil
pencucian hara tanah dan pupuk anorganik serta meminimalisasi resiko erosi
akibat aliran permukaan.
Aplikasi JJK dapat meningkatkan unsur hara dalam tanah dan diikuti
dengan peningkatan produksi TBS (Andayani, 2008). Aplikasi JJK sangat sesuai
dalam menggantikan sebagian pupuk anorganik, asalkan jumlah pasokan hara dari
JJK yang diaplikasikan sebanding dengan kandungan unsur hara dalam pupuk
anorganik tersebut. Persentase kandungan hara pada JJK disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Persentase Kandungan Unsur Hara dalam Janjangan Kosong
Hara Utama
Persentase Unsur Hara dalam JJK Per ton JJK
sebanding dengan
Kisaran Rata-rata
Nitrogen (N) 0.32 – 0.43 0.37 8.00 kg Urea
Fospor (P) 0.03 – 0.05 0.04 2.90 kg RP
Potassium (K) 0.89 – 0.95 0.91 18.30 kg MOP
Magnesium (Mg) 0.07 – 0.10 0.08 5.00 kg Kieserit
Sumber: Pahan (2007)
Solid basah (wet decanter solid) merupakan produk akhir dari proses
pengolahan TBS di PKS yang menggunakan sistem decanter pada stasiun
pemurnian. Stasiun pemurnian adalah stasiun pengolahan yang bertujuan untuk
melakukan pemurnian MKS (minyak kelapa sawit) dari kotoran-kotoran seperti
padatan (solid), lumpur (sludge), dan air sehingga diperoleh kualitas minyak
dan air) dari fase padat sampai partikel-partikel terakhir. Sludge merupakan fase
campuran yang masih mengandung minyak. Sludge diolah kembali untuk
mengambil minyak yang masih terkandung di dalamnya. Pada pengolahan sludge
dengan sistem decanter diperoleh tiga fase yaitu light phase, heavy phase, dan
solid. Kandungan solid basah yang diperoleh dari pengolahan TBS selama
setahun ada sekitar 5%. Kandungan hara pada WDS hampir sama dengan JJK
akan tetapi kandungan Kalium pada WDS lebih rendah (Pahan, 2007).
Limbah Cair (POME)
Limbah cair merupakan produk samping dari pengolahan TBS di PKS
yang berasal dari proses perebusan (sterilizer), pemurnian (clarifier), dan sistem
decanter (heavy phase). Irvan (2009) menyatakan sebelum diaplikasikan di
lapangan, seluruh limbah cair ditampung dahulu di kolam penampungan (fat pit)
dan akan melalui beberapa perlakuan yang bertujuan untuk mengurangi
kandungan BOD (Biological Oxygen Demand) dengan memanfaatkan bekteri
pengurai baik secara aerob maupun anaerob.
BOD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme untuk
menguraikan bahan organik pada limbah cair secara biologis. Limbah cair yang
dikeluarkan PKS mengandung bahan organik dan mineral yang cukup dengan
kandungan BOD sekitar 25 000- 32 000 mg/L, apabila dibuang langsung dapat
menyebabkan penurunan kualitas lingkungan air (Santoso, 2008) sehingga harus
diturunkan hingga BOD < 5 000 mg/L sesuai ketentuan yang ditetapkan
pemerintah. Parameter lain yang digunakan untuk menentukan kualitas limbah
cair adalah COD (Chemical Oxygen Demand), TSS (Total Suspended Solid),
kandungan minyak dan lemak, nitrogen total, dan pH. Menurut Sugiharto (1987),
COD menunjukkan banyaknya oksigen dalam ppm atau mg/l yang dibutuhkan
oleh mikroorganisme dalam kondisi khusus untuk menguraikan bahan organik
secara kimiawi. Pada penelitian sebelumnya diketahui kandungan bahan organik
yang terdapat pada limbah cair dapat memperbaiki berat volume dan porositas
tanah. Berat volume yang rendah dan porositas yang tinggi menunjukkan tanah
yang lebih gembur. Aplikasi limbah cair juga berpengaruh terhadap sifat kimia
METODE MAGANG
Tempat dan Waktu
Kegiatan magang dilaksanakan di Angsana Estate PT Ladangrumpun
Suburabadi, Minamas Plantation Group, Kalimantan Selatan mulai bulan Februari
hingga Juni 2011.
Metode Pelaksanaan
Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan yang berkaitan dengan aspek
teknis di lapangan dan aspek manajerial baik di kebun maupun di kantor kebun,
melakukan pengamatan terhadap aspek khusus di lapangan serta kegiatan
pengumpulan data. Kegiatan-kegiatan tersebut disesuaikan dengan jadwal dan
kebutuhan yang ada di kebun serta disetujui oleh pihak kebun.
Pada aspek teknis, penulis diposisikan sebagai karyawan harian lepas
(KHL) selama satu bulan yaitu bekerja di lapangan sesuai dengan jenis dan
volume pekerjaan yang ada. Adapun pekerjaan yang dikuti antara lain: kegiatan
pengendalian gulma, pengendalian hama terpadu, penunasan/pengelolaan tajuk,
kastrasi, sensus vegetatif, pemupukan anorganik, pemanenan, pengolahan TBS,
dan kegiatan pengelolaan limbah (aplikasi JJK dan POME).
Pada aspek manajerial, penulis diposisikan sebagai pendamping supervisi
(pendamping mandor I, kerani divisi, mandor panen, kerani panen, kerani
transport, mandor pupuk, mandor semprot, mandor kastrasi, mandor JJK, dan
mandor effluent) dan pendamping asisten divisi.
Aspek khusus yang diperdalam pada kegiatan magang ini adalah
pengelolaan limbah hasil pengolahan TBS kelapa sawit yang dilakukan oleh
perusahaan. Kegiatan yang dipelajari adalah seluruh kegiatan yang berkaitan
dengan penanganan dan pemanfaatan limbah baik dari segi manajerial maupun
teknis. Rincian kegiatan magang dicatat dalam jurnal harian magang (diketahui
Pengamatan dan Pengumpulan Data dan Informasi
Pengumpulan data dilakukan dengan metode langsung (data primer) dan
tidak langsung (data sekunder). Pengumpulan data primer dilakukan melalui
pengamatan langsung saat mengikuti kegiatan di lapangan sesuai dengan aspek
teknis dan aspek khusus yang dipelajari serta diskusi dengan pihak kebun,
sedangkan data sekunder diperoleh dari data yang tersedia di kantor kebun. Data
yang dikumpulkan meliputi:
1. Kondisi umum kebun (sejarah dan perkembangan kebun, letak geografis
kebun, keadaan iklim dan tanah, luas areal dan tata guna lahan, kondisi
pertanaman dan produktivitas tanaman lima tahun terakhir, struktur
organisasi dan ketenagakerjaan kebun).
2. Data produksi JJK dan POME selama satu bulan.
3. Data perolehan produksi: produktivitas (ton/ha/tahun), bobot janjang
rata-rata (BJR/tahun), dan jumlah janjang (JJG/ha/tahun) selama lima tahun
terakhir untuk blok aplikasi dan blok kontrol (masing- masing 3 blok).
4. Data hasil analisa status hara dalam daun tanaman kelapa sawit pada blok
aplikasi dan blok kontrol.
5. Baku mutu air (kandungan BOD, COD, TSS, pH, amoniak, kandungan
minyak dan lemak, nitrogen total, dan logam berat).
6. Data analisis tanah; sifat fisik tanah (tekstur, bobot per volume, porositas
dan permeabilitas) dan kimia tanah (pH, C-organik, nitrogen, Na, K, Ca,
Mg, P2O5, KTK, kejenuhan Al, dan logam- logam berat).
Analisis Data dan Informasi
Data hasil analisis status hara dalam daun kelapa sawit dan perolehan
produksi tanaman kelapa sawit antara lahan aplikasi dan kontrol dianalisis dengan
uji statistik Independent t-test (uji t-student). Jumlah blok sebagai ulangan diambil
masing- masing tiga blok ( tiga blok untuk lahan aplikasi dan tiga blok untuk lahan
Rumus Independent t-test (Walpole, 1993):
Keterangan:
t = statistik t
= rata-rata perolehan produksi kelompok perlakuan (lahan aplikasi)
= rata-rata perolehan produksi kelompok kontrol
S1 = standart deviasi kelompok perlakuan (lahan aplikasi)
S2 = standart deviasi kelompok kontrol
KONDISI UMUM KEBUN
Sejarah dan Perkembangan
Angsana Estate (ASE) merupakan salah satu kebun yang dikelola oleh unit
usaha PT Ladangrumpun Suburabadi (LSI) dibawah naungan PT Minamas
Plantation (sebelumnya Minamas Gemilang) yang masih merupakan bagian dari
Sime Darby Group. Pada tahun 2001 terjadi perpindahan asset dari perusahaan
Salim Group ke pihak PT Minamas Plantation yang merupakan anggota dari
Kumpulan Guthrie Berhard (KGB), sebuah perusahaan swasta Malaysia dan pada
tahun 2008 bergabung dengan Sime Darby Group. Selain ASE, PT
Ladangrumpun Suburabadi juga mengelola Gunung Sari Estate (GSE) dan
Angsana Factory (ASF). PT Ladangrumpun Suburabadi dirintis pada tahun 1988
dengan luas total 5 909 ha. ASE memilki luas lahan ± 3 250 ha dan selebihnya
ditangani oleh GSE.
Letak Geografis Kebun
Angsana Estate terletak di Desa Bayansari, Kecamatan Angsana,
Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan. Secara Geografis ASE
berada pada 115033’34”–115039’46” BT dan (3038’45”)–(3035’39”) LS dengan
batas wilayah; sebelah utara berbatasan dengan kebun Hutan Tanaman Industri
(HTI), sebelah selatan berbatasan dengan GSE, sebelah barat berbatasan dengan
PT Buana Karya Bakti (BKB), sebelah timur berbatasan dengan sungai sebamban.
Peta lokasi Angsana Estate dapat dilihat pada Lampiran 4.
Keadaan Iklim dan Tanah
Angsana Estate terletak pada ketinggian 15 meter dari permukaan laut
dengan suhu rata-rata berkisar antara 28-320C, temperatur udara terendah terjadi
pada bulan Juli dan tertinggi pada bulan Desember, dengan fluktuasi temperatur
rata-rata bulanan relatif kecil yakni 9.20C. Kelembaban udara termasuk dalam
kategori sedang dengan kisaran antara 76% sampai dengan 85% dengan lama
Berdasarkan pengukuran curah hujan dan hari hujan selama sepuluh tahun
terakhir (2001-2009), ASE memiliki rata-rata curah hujan tahunan sebesar 2 664
mm/tahun dengan hari hujan rata-rata 131 hari/tahun. Berdasarkan klasifikasi
iklim menurut Schmidt dan Ferguson, iklim di ASE termasuk tipe iklim B (daerah
basah dengan vegetasi hutan hujan tropis) dengan nilai Q sebesar 23.90%.
Distribusi curah hujan di ASE tidak merata sepanjang tahun dengan rata-rata
curah hujan terendah terjadi sebanyak 4 bulan berturut-turut yaitu pada bulan
Agustus sampai dengan November. Data curah hujan dan hari hujan sepuluh
tahun terakhir disajikan pada Lampiran 5.
Berdasarkan hasil survei tanah semi detil pada tahun 2006 yang dilakukan
oleh Departemen Riset Minamas diketahui bahwa sebagian besar tanah di ASE
didominasi oleh jenis tanah Oxisol. Oxisol merupakan jenis tanah tua yang
mengalami pelapukan lanjut dan terbentuk pada daerah dengan topografi
berombak sampai berbukit, yang dicirikan oleh kandungan basa-basa (N, P, K,
Ca, Mg, K,dan Na) rendah karena pencucian yang intensif, KTK efektif yang
rendah, pH tanah yang cenderung masam serta kandungan Al- tertukar cukup
tinggi. Gambar satuan peta lahan (SPL) ASE dapat dilihat pada Lampiran 6.
Secara detail jenis tanah di ASE digolongkan hingga tingkat seri yang
terdiri dari: 1) Oxisol seri MM-18 (Petroferric Hapludox): merupakan tanah yang
mengalami pelapukan sangat lanjut, pH tanah tergolong masam (pH <5.5), pada
kedalaman ≤125 cm terdapat kontak petroferik (lapisan hasil akumulasi sesquioksida atau Fe-oksida yang mengeras seperti batu), memiliki regim
kelembaban udik (tidak pernah kering selama 90 hari setiap tahun pada
kedalaman 10-90 cm dari permukaan. Areal yang termasuk jenis tanah ini
memiliki luas 1 855 ha (59%) pada SPL1 (slope 8-15%) dan 389 ha (12%) pada
SPL2 (slope 15-30%) dan tergolong dalam kelas lahan S3 (kurang sesuai); 2)
Oxisol seri MM-19 (Plinthic Hapludox): merupakan tanah yang mengalami
pelapukan sangat lanjut dengan pH tanah masam (pH <5,5), pada kedalaman ≤125
cm mempunyai satu atau lebih horizon yang mengandung plintit (karata-karatan
besi yang telah mengeras seperti kerikil) sebesar 0.5% volumenya atau lebih.
Areal di ASE yang termasuk jenis tanah ini memiliki luas 903 ha (29%) pada
Areal Konsesi dan Tata Guna Lahan
Angsana Estate memilki luas total berdasarkan HGU sebesar 3 249.99 ha
dengan rincian 3 047.56 ha plant area/ditanami kelapa sawit (TM dan TBM),
areal pabrik (ASF) seluas 34.51 ha, areal prasarana seluas 121.59 ha, serta sungai,
bukit, dan lembah seluas 46.33 ha. Angsana Estate terbagi menjadi tiga divisi
dengan luas masing- masing; Divisi I seluas 1 254.55 ha, Divisi II seluas 859.19
ha, dan Divisi III seluas 1 136.25 ha. Peta luas areal dan tata guna lahan
selengkapnya disajikan pada Lampiran 7.
Keadaan Tanaman dan Produksi
Tanaman kelapa sawit di ASE saat ini terdiri dari tanaman menghasilkan
(TM) dan tanaman belum menghasilkan (TBM) yang ditanam pada beberapa
tahun tanam. Areal TM untuk tahun tanam 1996 (629.55 ha), tahun tanam 1998
(1 622.53 ha), tahun tanam 1999 (167.38 ha), tahun tanam 2000 (84.04 ha), dan
tahun tanam 2006 (325.54 ha) sedangkan untuk TBM tahun tanam 2007 luasnya
181.90 ha dan TBM tahun tanam 2008 seluas 36.62 ha. Populasi tanaman kelapa
sawit berdasarkan tahun tanam di ASE disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Luas Lahan dan Populasi Tanaman Berdasarkan Tahun Tanam di ASE
Tahun Tanam
Div isi I Div isi II Div isi III Total Luas (ha) Pop (pokok) Luas (ha) Pop (pokok) Luas (ha) Pop (pokok) Luas (ha) Pop (pokok) 1.TM
1996 - - 331.97 42 241 297.58 38 599 629.55 80 840 1998 581.26 71 035 493.88 62 836 547.39 70 608 1 622.53 204 479 1999 66.24 6 990 - - 101.14 12 852 167.38 19 842
2000 - - - - 84.04 9 795 84.04 9 795
2006 283.1 32 324 - - 42.44 3 038 325.54 35 362 Sub
Total 930.6 110 349 825.85 105 077 1 072.59 134 892 2 829.04 350 318 2.TBM
2007 181.9 21 084 - - - - 181.9 21 084
2008 36.62 5 100 - - - - 36.62 5 100
Sub
Total 218.52 26 184 - - - - 218.52 26 184
Grand
Tanaman kelapa sawit yang dibudidayakan di ASE terdiri atas varietas
tenera yang berasal dari Tenera Marihat (PPKS), Tenera Socfindo, dan Tenera
Guthrie. Tanaman menghasilkan (TM) (tahun tanam 1996, 1998, 1999, dan 2000)
didominasi varietas Tenera Marihat dan Tenera Socfindo sedangkan TM tahun
tanam 2006 dan TBM tahun tanam 2007 dan 2008 merupakan varietas Tenera
Guthrie. Jarak tanam yang digunakan adalah 9.2 m x 9.2 m x 9.2 m (segitiga
sama sisi) dengan populasi rata-rata berkisar antara 124-132 tanaman/ha. Produksi
dan produktivitas kebun periode lima tahun terakhir disajikan pada Lampiran 8.
Organisasi dan Ketenagakerjaan
Angsana Estate (ASE) dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung
jawab dalam mengelola kebun dan mengkoordinir seluruh kegiatan yang ada di
kebun serta mengambil keputusan dalam kegiatan operasional kebun. Dalam
melaksanakan tugasnya manajer dibantu oleh staf kebun yang terdiri dari seorang
KTU, senior asisten, asisten divisi, dan dokter kebun. Struktur organisasi Angsana
Estate disajikan pada Lampiran 9.
KTU (pada saat kegiatan magang berlangsung digantikan oleh seorang
kepala seksi/Kasie) membawahi seluruh karyawan kantor, bertanggung jawab
terhadap administrasi kebun dan bersama senior asisten bertugas mengelola
gudang. Senior asisten bertugas mengelola satu divisi, emplasemen, dan traksi
serta bekerja sama dengan kasie dalam mengelola gudang utama. Asisten divisi
bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan operasional dan administrasi di
divisi masing- masing dibantu oleh mandor dan kerani. Dokter dibantu mantri dan
bidan bertugas mengelola poliklinik serta pelayanan kesehatan karyawan.
Organisasi pelaksana aplikasi janjangan kosong (JJK) di setiap divisi
terdiri atas seorang asisten divisi, seorang mandor JJK, dan pekerja harian lepas.
Pelaksanaan aplikasi limbah cair di PT LSI yang dikelola oleh ASE (9 blok ASE
dan 3 blok GSE) ditangani oleh divisi III. Organisasi pelaksananya terdiri atas
seorang asisten divisi (divisi III), seorang mandor effluent, dan enam orang tenaga
kerja yang dibagi menjadi dua shift (dua orang untuk shift pagi sampai sore, dua
orang untuk shift sore sampai pagi hari berikutnya, dan dua orang lainnya
Tabel 3. Data Karyawan Staf dan Non-Staf di ASE
No Karyawan Staf Jumlah Karyawan Non-Staf Jumlah Ratio/ha
1 Est.Manager 1 SKU-Bkantor 26 0.008
2 Senior Asisten 1 SKU-B Tra ksi 32 0.010
3 Asisten 2 SKU-B Afde ling 31 0.010
4 Staf QA 0 SKU-B Bibitan 0 0.000
5 Kasie 1 SKU-Harian 377 0.116
6 Ast EMS 1
7 Dokter 1
Total 7 466 0.143
Sumber: Kantor Besar ASE (2011)
Status tenaga kerja di ASE terdiri atas karyawan staf dan non staf.
Manajer, asisten, kasie, dan dokter kebun merupakan karyawan staf. Karyawan
non staf terdiri atas SKU harian (pekerja harian tetap) dan SKU bulanan (mandor
dan kerani). Total tenaga kerja di ASE sebanyak 466 orang dengan ITK sebesar
0.143 HK/ha (Tabel 3). Hal ini bisa dikatakan baik, karena norma ITK untuk
kebun kelapa sawit adalah 0.25 HK/ha (Irvan, 2009).
Fasilitas Kesejahte raan Karyawan
Dalam menjamin kesejahteraan seluruh karyawan, sesuai dengan
undang-undang ketenagakerjaan, ASE menyediakan fasilitas–fasilitas kesejahteraan bagi
karyawannya. Fasilitas yang diberikan berupa rumah, sarana ibadah, sarana
pendidikan, sarana kesehatan, tempat penitipan anak, sarana olahraga, peralatan
kerja, alat pelindung diri, gaji pokok (sesuai UMR dan golongan), premi,
tunjangan hari raya, bonus akhir tahun, jaminan kesehatan (Jamsostek), dan
tunjangan dana pensiun, serta tunjangan transportasi untuk staf kebun.
Fasislitas rumah yang diberikan antara lain adalah perumahan staf, mess
untuk tamu dan perumahan karyawan non-staf. Perumahan untuk staf dan mess
merupakan bangunan permanen yang terletak di emplasemen, sedangkan
perumahan untuk karyawan non staf merupakan bangunan semi permanen yang
terletak di masing- masing divisi. Fasilitas perumahan dilengkapi dengan sarana
air bersih, dan penerangan. Perumahan untuk karyawan non staf terdiri atas dua
tipe yaitu tipe satu rumah/satu gang (G1) untuk mandor 1 dan kerani divisi, dan
Sarana pendidikan yang disediakan meliputi Play Group, Taman
Kanak-Kanak (TK), sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP) yang
dilengkapi dengan fasilitas bus sekolah. Pada masing- masing divisi disediakan
sarana ibadah, tempat penitipan anak, sarana olahraga berupa lapangan sepak bola
dan bola voli. Sarana olahraga juga disediakan di lingkungan empalsemen
(lapangan tenis, voli, bulutangkis, tenis meja, fitness, kolam renang dan tempat
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
Aspek Teknis
Pengendalian Gulma.
Pengendalian gulma adalah tindakan mengendalikan pertumbuhan gulma
yang tumbuh di areal pertanaman agar persaingan dengan tanaman utama dapat
ditekan (ambang tindakan) sehingga tidak merugikan (ambang batas ekonomi)
dengan mengusahakan biaya pengendalian semurah mungkin. Di perkebunan
kelapa sawit kegiatan pengendalian gulma selain bertujuan untuk memperkecil
persaingan antara tumbuhan dengan gulma sasaran dalam hal pengambilan unsur
hara, juga memiliki tujuan lain yaitu untuk memudahkan pelaksanaan potong
buah dan kutip berondolan, memudahkan pelaksanaan pemupukan dan sebagai
salah satu kegiatan sanitasi (gulma merupakan sarang bagi hama atau inang bagi
penyakit tanaman).
Pengendalian atau pemberantasan gulma di ASE difokuskan pada 2 (dua)
lokasi, yaitu di piringan dan di gawangan (interrow). Kelompok gulma yang
dikendalikan terutama alang-alang di piringan dan gawangan, gulma di piringan,
pasar rintis dan TPH (jenis rumput dan kentosan), serta gulma di gawangan
(terutama anak kayu). Tidak semua tumbuhan liar diberantas, misalnya pakis
Nephrolepis bisserata, Cassia cobanensis, Euphorbia sp., Turnera subulata
karena berfungsi sebagai inang musuh alami bagi hama- hama kelapa sawit
(beneficial plant) serta berfungsi dalam konservasi tanah (menjaga kelembaban
tanah dan mencegah erosi).
Pengendalian secara manual. Pengendalian gulma secara manual dilakukan dengan membongkar tanaman pengganggu (BTP). Tujuannya adalah
untuk menghilangkan semua tumbuhan pengganggu yang tidak dapat atau sulit
diberantas dengan cara kimia. Sasaran dari pekerjaan ini adalah semua jenis
gulma kayu (anak kayu, dan kentosan) dengan cara didongkel.
Pekerjaan dilakukan gawangan per gawangan. Setiap anak kayu di
dongkel dengan menggunakan peralatan seperti cados, pacul, sabit, garukan, dan
rendahan, gulma berkayu tidak di dongkel tetapi ditabas (dipotong) sampai
pangkal batangnya. Gulma berkayu, kentosan, dan kotoran yang terdapat pada
piringan di dongkel dan dicabut dengan cados dan dibersihkan dengan garukan.
Standar kerja karyawan dibedakan berdasarkan kondisi gawangan dan piringan
yang akan dibersihkan. Kondisi gawangan dan piringan kategori berat (anak kayu
>50 %) standar kerjanya adalah 0.25-0.5 ha/HK, pada saat pengamatan prestasi
kerja karyawan mencapai 0.42 ha/HK dan prestasi kerja penulis 0.26 ha/HK;
kategori sedang (anak kayu mencapai 25%-50%) standar kerjanya adalah 0.5-0.7
ha/HK, pada saat pengamatan prestasi kerja karyawan mencapai 0.6 ha/HK dan
pretasi kerja penulis 0.4 ha/HK; kategori ringan (anak kayu 10-25%) standar kerja
yang harus dicapai adalah >0.7 ha/HK, pada saat pengamatan pretasi kerja
karyawan mencapai 0.75 ha/HK dan prestasi kerja penulis 0.5 ha/HK .
Pengendalian secara kimia. Pengendalian gulma secara kimia di ASE
dikenal dengan sistem BSS (Block Spraying System) yaitu sistem penyemprotan
yang terkonsentrasi dan dilakukan blok per blok. Dengan sistem ini frekuensi
kontrol oleh supervisi dapat ditingkatkan, mobilitas tenaga semprot lebih tinggi,
kualitas pencampuran herbisida lebih baik, pengorganisasian kerja menjadi lebih
mudah, serta motivasi kerja karyawan menjadi lebih baik. Penyemprotan di
gawangan dilakukan oleh tim semprot kebun (TSK) sedangkan penyemprotan di
piringan, pasar rintis, dan TPH dilakukan oleh tim MHS (Micron Herby Sprayer).
Tujuan dibentuknya tim semprot adalah untuk memaksimalkan kualitas semprot.
Masing- masing tim semprot terdiri dari 6 orang untuk tim MHS dan ±20
orang untuk tim TSK (wanita semua) tidak boleh diganti-ganti, satu orang mandor
dan satu orang operator/sopir sekaligus mekanik peralatan. Perlengkapan utama
dari tim semprot terdiri dari satu unit kendaraan roda empat (drum truck) yang
telah dimodifikasi sehingga dapat digunakan untuk keperluan tim semprot seperti
tanki air, tempat sprayer, tempat spare part sprayer, tempat bontot/tas. Alat
semprot disediakan sejumlah karyawan tenaga semprot ditambah 2-3 unit untuk
cadangan dan diberi nomor urut sesuai nomor tenaga semprot.
Semprot gawangan. Penyemprotan gulma di gawangan menggunakan
alat semprot punggung semi otomatis inter pump RB-15/Solo Sprayer dengan
takaran/gelas ukur, bendera berwarna merah dan kuning, wadah peralatan
reparasi, serta alat pelindung diri (seragam-baju lengan panjang, masker, apron,
sarung tangan, sepatu boots, topi/kerudung). Gulma yang umum tumbuh
digawangan antara lain alang-alang, Chromolaena odorata, Melastoma
malabathticum, dan gulma berkayu lainnya. Herbisida yang digunakan adalah
herbisida purna tumbuh (sistemik) dengan bahan aktif Triklopir butoksietil ester
400 g/l (nama dagang “Kenlon”). Konsentrasi yang digunakan adalah 0.3%
(45 ml/15liter air). Rotasi penyemprotan untuk TM adalah sebanyak tiga kali
dalam setahun dan empat kali dalam setahun untuk TBM.
Semprot piringan, pasar rintis, dan TPH. Piringan, pasar rintis dan TPH merupakan beberapa sarana penting bagi kegiatan produksi. Piringan
berfungsi sebagai tempat untuk menyebarkan pupuk dan merupakan daerah
tempat jatuhnya tandan panen beserta berondolannya. Pasar rintis berfungsi
sebagai jalan untuk mengantrikan buah ke TPH serta mejalankan kegiatan
operasional lainnya. TPH berfungsi sebagai tempat pengumpulan hasil panen
sebelum diangkut ke PKS. Agar sarana-sarana ini berfungsi maksimal, maka
tempat-tempat ini memerlukan pemeliharaan yang berkesinambungan.
Penyemprotan di piringan, pasar rintis, dan TPH menggunakan alat
semprot CDA (Controlled Droplet Application) dengan merk dagang Micron
Herby Sprayer (MHS). Alat semprot ini digunakan untuk penyemprotan dengan
volume rendah (Ultra Low Volume) yaitu 20-40 liter per hektar blanket
(penyemprotan total). Semprotannya menghasilkan butiran halus yang
terkendali dengan ukuran yang seragam (±250 mikron) dan konsentrasi herbisida
yang tinggi.
Herbisida yang digunakan untuk penyemprotan di piringan, pasar rintis
dan TPH adalah herbisida purna tumbuh dengan bahan aktif Fluroksipir 200 g/l
(nama dagang “Starane”) dan Isopropilamina Glifosat 480 g/l (nama dagang
“Prima-Up”). Dalam aplikasinya, kedua jenis herbisida ini dicampur terlebih
dahulu sebelum diaplikasi, tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi dan
efektifitas penyemprotan sehingga beberapa jenis gulma yang menjadi sasaran
dapat dikendalikan sekaligus. Pencampuran dilakukan dengan perbandingan
(300 ml/10 liter air). Gulma sasaran yang tumbuh dominan dan harus
dikendalikan antara lain Ageratum Conyzoides, Borreria alata, Axonopus
compresus, Cynodon dactylon, paspalum conjugatum, Euphorbia valerianifolia,
dan kentosan.
Prestasi kerja tenaga semprot sangat bergantung pada kondisi blok.
Prestasi kerja pada blok dengan banyak area rendahan atau berbukit serta kondisi
gulma lebat akan lebih kecil dibandingkan pada blok dengan areal datar dan
gulmanya tidak lebat. Prestasi kerja standar yang ditetapkan oleh kebun untuk tim
MHS adalah 5 ha/HK, pada saat pengamtan prestasi kerja karyawan adalah 5
ha/HK dan prestasi kerja penulis 1 ha/HK sedangkan untuk tim TSK standar
kerjanya adalah 3 ha/HK (TM) dan 2 ha/HK (TBM), pada saat pengamatan
prestasi kerja karyawan mencapai 3 ha/HK untuk areal TM dan TBM dan prestasi
kerja penulis 0.5 ha/HK. Premi lebih borong untuk tim MHS sebesar Rp 5 500/ha
dan untuk tim TSK sebesar Rp 11 000/ha.
Angsana Estate sebagai kebun yang hidup berdampingan dengan
masyarakat dituntut untuk memperhatikan kelestarian lingkungan sekitar. Dalam
program RSPO (Rountable and Sustainable of Palm Oil) ASE memberlakukan
dan melaksanakan peraturan dalam pengendalian gulma secara kimia yaitu
dilarang menyemprot pada area buffer zone. Buffer zone merupakan area yang
berada pada radius 50 meter dari tepi sungai induk (anak sungai). Hal ini
ditujukan agar vegetasi yang ada tetap hidup sehingga erosi dapat dicegah serta
meminimalkan pencemaran ke badan air yang mungkin masih digunakan oleh
penduduk.
.
Keselamatan dan kesehatan kerja bagi karyawan juga menjadi perhatian
penting bagi perusahaan. Setiap karyawan semprot dilengkapi dengan alat
pelindung diri (APD) seperti seragam/baju lengan panjang, apron, masker, sarung
tangan, sepatu boots, pelindung mata, dan pelindung kepala (topi/kerudung).
Karyawan semprot juga mendapat extra fooding berupa susu yang diberikan
secara berkala oleh perusahaan.
Pengendalian Hama Terpadu
Pengendalian hama tanaman merupakan upaya untuk mengendalikan suatu
kehidupan dengan memanipulasi ekosistem sehingga tidak cocok untuk
perkembangbiakan hama. Oleh karena itu, konsep pengendaliannnya dimulai dari
pengenalan dan pemahaman terhadap siklus hidup hama itu sendiri. Pemilihan
jenis metode (biologi, mekanik, kimia, dan terpadu), serta waktu yang dianggap
paling cocok dilatarbelakangi oleh pemahaman atas siklus hidup hama. Kunci
kegiatan pengendalian hama terpadu di ASE adalah mendeteksi adanya ledakan
hama sebelum diperlukan pengendalian dalam skala yang lebih luas dengan
melakukan pemantauan sehingga dapat diterapkan strategi pengendalian secara
efektif. Tindakan pengendalian dilakukan dengan memprioritaskan biological
control dan minimalisasi penggunaan pestisida.
Pemantauan hama (early warning system). Pelaksanaan early warning
system untuk deteksi hama secara dini merupakan bentuk penerapan pengendalian
hama terpadu (Intergrated Pest Management). Pada dasarnya suatu sistem
pengamatan hanya berlaku untuk satu atau lebih spesies hama yang mempunyai
perilaku yang sama. Akan tetapi atas pertimbangan efisiensi maka pelaksanaan
pengamatan di ASE dimodifikasi sehingga dapat digunakan untuk pemantauan
perkembangan populasi hama lainnya. Beberapa jenis hama yang sering menjadi
perhatian di ASE antara lain: kumbang tanduk, ulat api, ulat kantong, tikus, rayap,
serta babi hutan.
Monitoring/sensus hama ulat api dan ulat kantong dilakukan dengan
(TS) yang populasi hamanya paling dominan (untuk menentukan pelepah yang
akan diambil). Jika jenis hama yang dominan adalah Setora nitens, Thosea
asigna, Susica sp., pelepah yang diambil adalah pelepah ke 9-24, sedangkan jika
jenis hama yang dominan adalah Darna trima, Thosea bisura, Thosea vetusta,
Ploneta diducta dan golongan ulat kantong, pelepah yang diambil adalah pelepah
ke 25-40. Spesies ulat api dan ulat kantong yang sering ditemukan pada tanaman
kelapa sawit disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Hama Ulat Api (Limacodidae) dan Ulat Kantong (Psydidae).
Hama Ulat Api: (A) Darna trima; (B) Thosea bisura; (C)
Setothosea asigna; (D) Ploneta diducta (E) Thosea vetusta;
(F) Setora nitens. Hama Ulat Kantong: (G) Cremastopsyche
pendula; (H) Metisa plana, (I) Mahasena corbetti.
Jenis kumbang yang paling banyak ditemukan adalah Oryctes rhinoceros.
Kumbang ini hanya meninggalkan tempat bertelurnya pada malam hari untuk
menyerang pohon kelapa sawit. Oryctes rhinoceros memakan pupus daun muda
yang belum membuka, dimulai dari pangkal pelepah. Apabila pupus yang
terserang itu membuka akan terlihat tanda serangan berupa potongan simetris di
kedua sisi pelepah daun tersebut. Pada tanaman muda, serangan hama ini akan
menghambat pertumbuhan bahkan dapat mematikan tanaman kelapa sawit.
Pengamatan terhadap rayap, tikus dan tupai dilakukan setelah pengamatan
[image:38.596.93.498.35.802.2]oleh adanya lorong rayap (sarang) yang terbuat dari tanah pada permukaan batang
yang mengarah ke bagian atas kemudian dikorek untuk mengetahui keberadaan
rayap. Serangan tikus dan tupai dapat dilihat dari bekas gigitan pada
buah/berondolan. Tikus hanya memakan mesocarp (daging buah) baik pada
tandan muda maupun yang sudah matang, sedangkan tupai memakan mesocarp
buah sampai pada inti buah kelapa sawit. Beberapa spesies tikus yang dijumpai
banyak merusak tanaman kelapa sawit antara lain Rattus exulans, Rattus
argentiventer. dan R. tiomanicus. Spesies yang paling dominan ditemukan di ASE
adalah R. tiomanicus. Dari hasil penelitian diketahui bahwa satu ekor tikus
dapat mengkonsumsi mesokarp +4 gram/hari, sehingga kehilangan produksi
dapat mencapai +5 % dari produksi normal (Manual Referensi Agronomi, 2004).
Pengendalian hama. Prinsip pengendalian hama di ASE mengacu pada pengendalian hama terpadu dimana tindakan pengendalian bersifat preventif dan
secara biologis dengan memanfaatkan musuh alami dan predator serta
meminimalisir penggunaan pestisida (pestisida adalah alternatif terakhir).
Pengendalian hama ulat api dan ulat kantong dilakukan dengan menanam
beneficial plant. Tanaman yang digunakan merupakan tanaman yang dapat
menyediakan madu (nectariferous) sebagai makanan bagi musuh alami serta
tempat hidup bagi predator (Sycanus sp.) dan parasitoid (Chaetexorista javana).
Jenis beneficial plant yang ditanam di ASE adalah Cassia cobanensis, Euphorbia
heterophylla, Turnera sp. dan Antigonon leptopus.
Gambar 3. Beneficial Plant. (A)Turnera subulata, (B) Cassia cobanensis,
Pengendalian hama tikus dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami
yaitu burung hantu (Tyto alba). Burung hantu (Tyto alba) termasuk golongan
burung buas (karnivora) yang umumnya memakan mangsanya dalam kondisi
hidup. Burung hantu banyak dijumpai di daerah tropis dan sub-tropis. Jenis
makanannya sangat spesifik yakni berbagai jenis tikus dengan daya konsumsi
terhadap tikus mencapai 99.4%. Aktifitas berburunya dimulai dari lepas senja
hingga pagi hari. Tingkat predasi burung hantu terhadap R. tiomaticus di
perkebunan kelapa sawit mencapai 88% sedangkan sisanya 6% adalah
R. argentiventer dan 6% R. ratus diardii.
Burung hantu yang telah dewasa diletakkan pada nest box yang telah
disediakan di blok kebun. Monitoring dilakukan sebulan sekali untuk mengetahui
keberadaan burung hantu pada nest box yang dipasang di kawasan tersebut.
Bersamaan dengan pengamatan tersebut juga dilakukan pemeliharaan terhadap
kebersihan nest box seperti dari gangguan serangga atau kotoran dari
burung-burung liar lainnya.
Gambar 4. Rumah Burung Hantu (Nest Box)
Pengendalian hama kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros) dilakukan
dengan menggunakan pherotraps (perangkap hama yang dilengkapi dengan sex
pheromone). Cara ini selain aman terhadap lingkungan juga efisien dalan hal
penggunaan tenaga kerja. Hasil pengujian Departemen Riset Minamas pada skala
komersial (±5 000 ha) menunjukkan bahwa penggunaan Pherotraps selain efektif
juga dapat menghemat biaya hingga ±76% bila dibandingkan dengan
Pengelolaan Tajuk (Penunasan).
Salah satu komponen yang sangat berpengaruh terhadap produksi tanaman
adalah kecukupan jumlah pelepah (daun) karena berhubungan dengan
kemampuan tanaman menyediakan makanan untuk pertumbuhannya melalui
fotosintetis. Inti pekerjaan pengelolaan tajuk adalah memelihara pelepah produktif
dengan cara mengurangi jumlah pelepah melalui penunasan sampai batas tertentu.
Jumlah pelapah harus dipertahankan tetap optimum yaitu 48-56 pelepah (songgoh
tiga) untuk tanaman muda dan 40-48 pelepah (songgoh dua) untuk tanaman tua.
Terbuangnya pelepah produktif yang berlebihan (over pruning) akan
mengakibatkan penurunan produksi. Penurunan produksi terjadi akibat
berkurangnya areal fotosintesis dan tanaman akan mengalami stress yang terlihat
melalui peningkatan gugurnya bunga betina, penurunan sex ratio (peningkatan
bungan jantan), dan penurunan BJR (berat janjang rata-rata).
Tujuan lain penunasan adalah untuk mempermudah pekerjaan potong
buah, menghindari tersangkutnya brondolan di ketiak pelepah, mempermudah
pempukan dan penyemprotan, memperlancar penyerbukan alami, serta sanitasi
tanaman sehingga menciptakan lingkungan yang tidak sesuai bagi perkembangan
hama dan penyakit
Progresiv pruning. Penunasan untuk tanaman menghsilkan (TM) yang
diberlakukan di Angsana Estate adalah sistem progresiv pruning di mana
penunasan dilakukan bersamaan dengan kegiatan panen dan setiap karyawan
bertanggung jawab atas hanca masing- masing serta tetap mengacu pada prinsip
kecukupan jumlah pelepah. Hal ini sesuai dengan diterapkannya Blok Harvesting
System yang terintegrasi antara pemanenan dan pemeliharaan tunas oleh
pemanenen sendiri. Pembayaran untuk progresiv pruning dilakukan bersamaan
dengan penyerahan gaji yang diberikan dua kali dalam setahun dengan harga
tunasan sebesar Rp 500/tanaman
Tunas pasar. Tunas pasar dilakukan terhadap tanaman yang berada di
sepanjang collection road, main road, dan acses road. Tujuan utama dari kegiatan
ini adalah untuk membuang pelepah yang menutupi badan jalan. Jalan yang
ternaungi cenderung akan tetap basah (lembab) atau bahkan tergenang pada saat
diharapkan dapat mengurangi kelembaban tanah melalui penguapan (evaporasi).
Pekerjaan tunas pasar dilakukan oleh tim yang terdiri dari dua orang tenaga kerja
(satu orang memotong pelepah, satu orang lagi merapikan pelepah yang telah di
potong). Prestasi kerja yang harus dicapai oleh tenaga tunas pasar adalah 1 km per
7 jam kerja atau ±240 tanaman (satu collection road). Premi diberikan jika
prestasi