• Tidak ada hasil yang ditemukan

Botani dan Morfologi Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit berasal dari Afrika dan Amerika Selatan, tepatnya dari Brasilia. Di Brasilia tanaman ini tumbuh secara liar atau setengah liar di sepanjang tepi sungai. Saat ini tanaman kelapa sawit telah ditanam di banyak negara dan menjadi tanaman industri. Tanaman kelapa sawit termasuk dalam

family Araceae dengan sub family Cocoidae dan genus Elaeis, dan pada tahun

1763 diklasifikasikan oleh Jacquin sebagai Elaeis guineensis Jacq.(Pahan, 2007).

Sistem perakaran kelapa sawit merupakan sistem perakaran serabut yang terdiri dari akar primer, sekunder, tersier, dan kuartener. Akar primer umumnya berdiameter 6-10 cm, berasal dari pangkal batang dan menyebar secara horizontal dan menghujan ke dalam tanah dengan sudut yang beragam. Akar primer bercabang membentuk akar sekunder dengan diameter 2-4 mm dan panjang 10-15 cm. Sebagian akar-akar primer mengarah ke atas mendekati permukaan tanah. Akar sekunder bercabang membentuk akar tersier dengan diameter 0,7-12 mm dan panjang 10-15 cm yang berada dekat dengan permukaan tanah. Akar tersier umumnya bercabang lagi membentuk akar kuartener dengan diameter 0,1-0.3 mm dengan panjang hanya 1-4 mm dan tidak mengandung lignin (Lubis, 1992). Akar

kuartener diasumsikan sebagai akar absorbsi utama (feeding root) yang berada

dekat dengan permukaan tanah bersama akar tersier. Sebagian besar perakaran yang aktif berada dekat pada permukaan tanah pada kedalaman 5-35 cm.

Batang kelapa sawit berbentuk bulat dengan diameter 25-75 cm serta tidak bercabang. Tinggi batang dapat mencapai 25 meter. Umumnya pertambahan tinggi batang bisa mencapai 35-75 cm per tahun bergantung pada lingkungan dan keragaman genetiknya tetapi karena pertimbangan ekonomis hanya sampai 25-35 tahun atau mencapai ketinggian 10-11 meter. Batang diselimuti oleh pangkal pelepah daun tua sampai umur sekitar 11-15 tahun, setelah itu bekas daun/pelepah mulai rontok.

Daun kelapa sawit tersusun majemuk menyirip yang terdiri atas beberapa

bagian yaitu; 1) kumpulan anak daun (leaflets) yang mempunyai helaian (lamina)

pasang anak daun linear; 3) tangkai daun (petiole - pelepah), merupakan bagian

antara daun dan batang serta berduri; 4) seludang daun (sheath) yang berfungsi

memberi kekuatan pada batang. Laju pertumbuhan daun adalah 2 daun/bulan, satu helai daun yang telah membuka mempunyai umur inisiasi sekitar 2 tahun dan umur fungsional (berfotosintesis secara aktif) selama sekitar 2 tahun.

Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya

bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon, tetapi tidak pada tandan yang sama. Bunga muncul dari ketiak daun. Setiap ketiak daun hanya dapat menghasilkan satu infloresen (bunga majemuk). Jenis kelamin bunga ditentukan ±9 bulan setelah masa inisiasinya, selang 24 bulan inflor bunga akan berkembang sempurna. Bunga kelapa sawit merupakan bunga majemuk yang terdiri dari kumpulan spikelet dan tersusun dalam infloresen yang berbentuk spiral. Panjang infloresen betina ±30 cm atau lebih sedangkan infloresen jantan memiliki tangkai yang lebih panjang dari betina. Sistem penyerbukannya adalah penyerbukan silang, terjadi dengan bantuan serangga dan angin. Bunga betina yang telah anthesis akan menjadi buah/brondolan.

Secara botani buah kelapa sawit digolongkan sebagai buah drupe, terdiri

atas pericarp yang terbungkus oleh kulit (exocarp), daging buah (mesocarp), dan

cangkang (endocarp) yang membungkus inti (kernel). Inti memiliki kulit (testa),

endosperm yang padat, dan embrio. Kandungan minyak yang terdapat pada

mesocarp berbeda dengan kandungan minyak yang ada pada endosperm matang.

Ekofisiologi Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit membutuhkan intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi untuk melakukan fotosintesis. Produktivitas TBS/tahun dipengaruhi oleh jumlah jam efektif penyinaran matahari. Panjang penyinaran yang diperlukan tanaman kelapa sawit yaitu 5-12 jam/hari dengan kondisi kelembaban udara 80%

dan kisaran suhu 24-280 C (Pahan, 2007).

Kelapa sawit membutuhkan curah hujan sekitar 2 000 mm/tahun yang merata sepanjang tahun tanpa adanya bulan kering (defisit air) yang nyata. Sebagian besar perkebunan komersial kelapa sawit dibangun pada daerah yang mempunyai neraca air positif selama 6 bulan atau lebih, yaitu kondisi di mana

jumlah curah hujan lebih besar daripada evapotranspirasi di perkebunan. Penutupan stomata dipengaruhi oleh status air dalam sistem atmosfer-tanaman serta mekanisme asimilasi karbon. Stomata tanaman kelapa sawit sangat sensitif terhadap perubahan kelembaban udara. Pengaturan stomata digunakan tanaman untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi kekeringan.

Lahan yang optimal untuk kelapa sawit harus mengacu pada lingkungan, sifat fisik lahan, dan sifat kimia tanah atau kesuburan tanah. Pemanfaatan lahan untuk pengusahaan kelapa sawit mengacu pada kelas kesesuaian lahan. Penggolongan kelas kesesuaian lahan dibagi menjadi empat kelas, sebagai berikut:

1. Kelas S-1: kesesuaian tinggi (highly suitable) dengan potensi produksi >24

ton TBS/ha/tahun.

2. Kelas S-2: kesesuaian sedang (moderately suitable) dengan potensi

produksi 19-24 ton TBS/ha/tahun.

3. Kelas S-3: kesesuaian terbatas (marginally suitable) dengan potensi

produksi 13-18 ton TBS/ha/tahun.

4. Kelas N: tidak sesuai (not suitable) dengan potensi produksi <12 ton

TBS/ha/tahun.

Limbah dan Potensinya Limbah Padat

Pelepah kelapa sawit berasal dari pemotongan pelepah pada saat penunasan dan pemanenan. Pelepah biasa langsung disusun pada gawangan yang dapat berfungsi sebagai mulsa. Pelepah mengandung sejumlah unsur hara yang cukup tinggi yaitu 107.9 kg N/ha/tahun, 10 kg P/ha/tahun, dan 139.4 kg K/ha/tahun. Pelepah yang dihasilkan setiap tahunnya mengandung unsur hara yang setara dengan 234.56 kg Urea, 31.25 kg RP, 232.33 kg KCl, 63.70 kg Kieserite, dan 85.33 kg Dolomite (Purba, 2008).

Sabut adalah ampas kelapa sawit yang dihasilkan dari proses pengepresan tandan kelapa sawit, sedangkan cangkang adalah kulit luar biji kelapa sawit yang dihasilkan dari proses pemecahan biji untuk pengambilan minyak inti sawit. Sabut

dan cangkang dapat digunakan untuk mengoperasikan ketel uap PKS yaitu 85% sabut dan 15% cangkang dari hasil pengolahan TBS (Purba, 2008).

Janjangan kosong (JJK) merupakan produk sampingan (by product) dari

pabrik pengolahan yang berasal dari sistem pembantingan (thresher)/pemipilan

(stripper) setelah TBS diproses di stasiun perebusan (sterilizer) (Pahan, 2007).

Setiap ton TBS diolah dihasilkan 19-24 % janjangan kosong (Irvan, 2009). JJK kaya akan kandungan materi organik dan nutrisi bagi tanaman. Aplikasi JJK dapat meningkatkan proses dekomposisi sehingga kandungan fisik, biologi, dan kimia pada tanah meningkat. Aplikasi JJK sangat efektif sebagai mulsa, dapat menurunkan temperatur tanah, mempertahankan kelembaban tanah, memperkecil pencucian hara tanah dan pupuk anorganik serta meminimalisasi resiko erosi akibat aliran permukaan.

Aplikasi JJK dapat meningkatkan unsur hara dalam tanah dan diikuti dengan peningkatan produksi TBS (Andayani, 2008). Aplikasi JJK sangat sesuai dalam menggantikan sebagian pupuk anorganik, asalkan jumlah pasokan hara dari JJK yang diaplikasikan sebanding dengan kandungan unsur hara dalam pupuk anorganik tersebut. Persentase kandungan hara pada JJK disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Persentase Kandungan Unsur Hara dalam Janjangan Kosong

Hara Utama

Persentase Unsur Hara dalam JJK Per ton JJK

sebanding dengan Kisaran Rata-rata Nitrogen (N) 0.32 – 0.43 0.37 8.00 kg Urea Fospor (P) 0.03 – 0.05 0.04 2.90 kg RP Potassium (K) 0.89 – 0.95 0.91 18.30 kg MOP Magnesium (Mg) 0.07 – 0.10 0.08 5.00 kg Kieserit Sumber: Pahan (2007)

Solid basah (wet decanter solid) merupakan produk akhir dari proses

pengolahan TBS di PKS yang menggunakan sistem decanter pada stasiun

pemurnian. Stasiun pemurnian adalah stasiun pengolahan yang bertujuan untuk melakukan pemurnian MKS (minyak kelapa sawit) dari kotoran-kotoran seperti

padatan (solid), lumpur (sludge), dan air sehingga diperoleh kualitas minyak

dan air) dari fase padat sampai partikel-partikel terakhir. Sludge merupakan fase

campuran yang masih mengandung minyak. Sludge diolah kembali untuk

mengambil minyak yang masih terkandung di dalamnya. Pada pengolahan sludge

dengan sistem decanter diperoleh tiga fase yaitu light phase, heavy phase, dan

solid. Kandungan solid basah yang diperoleh dari pengolahan TBS selama

setahun ada sekitar 5%. Kandungan hara pada WDS hampir sama dengan JJK akan tetapi kandungan Kalium pada WDS lebih rendah (Pahan, 2007).

Limbah Cair (POME)

Limbah cair merupakan produk samping dari pengolahan TBS di PKS

yang berasal dari proses perebusan (sterilizer), pemurnian (clarifier), dan sistem

decanter (heavy phase). Irvan (2009) menyatakan sebelum diaplikasikan di

lapangan, seluruh limbah cair ditampung dahulu di kolam penampungan (fat pit)

dan akan melalui beberapa perlakuan yang bertujuan untuk mengurangi

kandungan BOD (Biological Oxygen Demand) dengan memanfaatkan bekteri

pengurai baik secara aerob maupun anaerob.

BOD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik pada limbah cair secara biologis. Limbah cair yang dikeluarkan PKS mengandung bahan organik dan mineral yang cukup dengan kandungan BOD sekitar 25 000- 32 000 mg/L, apabila dibuang langsung dapat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan air (Santoso, 2008) sehingga harus diturunkan hingga BOD < 5 000 mg/L sesuai ketentuan yang ditetapkan pemerintah. Parameter lain yang digunakan untuk menentukan kualitas limbah

cair adalah COD (Chemical Oxygen Demand), TSS (Total Suspended Solid),

kandungan minyak dan lemak, nitrogen total, dan pH. Menurut Sugiharto (1987), COD menunjukkan banyaknya oksigen dalam ppm atau mg/l yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam kondisi khusus untuk menguraikan bahan organik secara kimiawi. Pada penelitian sebelumnya diketahui kandungan bahan organik yang terdapat pada limbah cair dapat memperbaiki berat volume dan porositas tanah. Berat volume yang rendah dan porositas yang tinggi menunjukkan tanah yang lebih gembur. Aplikasi limbah cair juga berpengaruh terhadap sifat kimia tanah dengan memperbaiki pH, reaksi tanah, dan kandungan hara (Santoso, 2008).

METODE MAGANG

Tempat dan Waktu

Kegiatan magang dilaksanakan di Angsana Estate PT Ladangrumpun

Suburabadi, Minamas Plantation Group, Kalimantan Selatan mulai bulan Februari hingga Juni 2011.

Metode Pelaksanaan

Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan yang berkaitan dengan aspek teknis di lapangan dan aspek manajerial baik di kebun maupun di kantor kebun, melakukan pengamatan terhadap aspek khusus di lapangan serta kegiatan pengumpulan data. Kegiatan-kegiatan tersebut disesuaikan dengan jadwal dan kebutuhan yang ada di kebun serta disetujui oleh pihak kebun.

Pada aspek teknis, penulis diposisikan sebagai karyawan harian lepas (KHL) selama satu bulan yaitu bekerja di lapangan sesuai dengan jenis dan volume pekerjaan yang ada. Adapun pekerjaan yang dikuti antara lain: kegiatan pengendalian gulma, pengendalian hama terpadu, penunasan/pengelolaan tajuk, kastrasi, sensus vegetatif, pemupukan anorganik, pemanenan, pengolahan TBS, dan kegiatan pengelolaan limbah (aplikasi JJK dan POME).

Pada aspek manajerial, penulis diposisikan sebagai pendamping supervisi (pendamping mandor I, kerani divisi, mandor panen, kerani panen, kerani transport, mandor pupuk, mandor semprot, mandor kastrasi, mandor JJK, dan

mandor effluent) dan pendamping asisten divisi.

Aspek khusus yang diperdalam pada kegiatan magang ini adalah pengelolaan limbah hasil pengolahan TBS kelapa sawit yang dilakukan oleh perusahaan. Kegiatan yang dipelajari adalah seluruh kegiatan yang berkaitan dengan penanganan dan pemanfaatan limbah baik dari segi manajerial maupun teknis. Rincian kegiatan magang dicatat dalam jurnal harian magang (diketahui oleh pembimbing lapang) pada Lampiran 1, 2, dan 3.

Pengamatan dan Pengumpulan Data dan Informasi

Pengumpulan data dilakukan dengan metode langsung (data primer) dan tidak langsung (data sekunder). Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan langsung saat mengikuti kegiatan di lapangan sesuai dengan aspek teknis dan aspek khusus yang dipelajari serta diskusi dengan pihak kebun, sedangkan data sekunder diperoleh dari data yang tersedia di kantor kebun. Data yang dikumpulkan meliputi:

1. Kondisi umum kebun (sejarah dan perkembangan kebun, letak geografis

kebun, keadaan iklim dan tanah, luas areal dan tata guna lahan, kondisi pertanaman dan produktivitas tanaman lima tahun terakhir, struktur organisasi dan ketenagakerjaan kebun).

2. Data produksi JJK dan POME selama satu bulan.

3. Data perolehan produksi: produktivitas (ton/ha/tahun), bobot janjang

rata-rata (BJR/tahun), dan jumlah janjang (JJG/ha/tahun) selama lima tahun terakhir untuk blok aplikasi dan blok kontrol (masing- masing 3 blok).

4. Data hasil analisa status hara dalam daun tanaman kelapa sawit pada blok

aplikasi dan blok kontrol.

5. Baku mutu air (kandungan BOD, COD, TSS, pH, amoniak, kandungan

minyak dan lemak, nitrogen total, dan logam berat).

6. Data analisis tanah; sifat fisik tanah (tekstur, bobot per volume, porositas

dan permeabilitas) dan kimia tanah (pH, C-organik, nitrogen, Na, K, Ca,

Mg, P2O5, KTK, kejenuhan Al, dan logam- logam berat).

Analisis Data dan Informasi

Data hasil analisis status hara dalam daun kelapa sawit dan perolehan produksi tanaman kelapa sawit antara lahan aplikasi dan kontrol dianalisis dengan

uji statistik Independent t-test (uji t-student). Jumlah blok sebagai ulangan diambil

masing- masing tiga blok ( tiga blok untuk lahan aplikasi dan tiga blok untuk lahan kontrol. Data dan informasi lainnya dianalisis secara deskriptif.

Rumus Independent t-test (Walpole, 1993):

Keterangan:

t = statistik t

= rata-rata perolehan produksi kelompok perlakuan (lahan aplikasi) = rata-rata perolehan produksi kelompok kontrol

S1 = standart deviasi kelompok perlakuan (lahan aplikasi)

S2 = standart deviasi kelompok kontrol

KONDISI UMUM KEBUN

Sejarah dan Perkembangan

Angsana Estate (ASE) merupakan salah satu kebun yang dikelola oleh unit

usaha PT Ladangrumpun Suburabadi (LSI) dibawah naungan PT Minamas Plantation (sebelumnya Minamas Gemilang) yang masih merupakan bagian dari Sime Darby Group. Pada tahun 2001 terjadi perpindahan asset dari perusahaan Salim Group ke pihak PT Minamas Plantation yang merupakan anggota dari Kumpulan Guthrie Berhard (KGB), sebuah perusahaan swasta Malaysia dan pada tahun 2008 bergabung dengan Sime Darby Group. Selain ASE, PT

Ladangrumpun Suburabadi juga mengelola Gunung Sari Estate (GSE) dan

Angsana Factory (ASF). PT Ladangrumpun Suburabadi dirintis pada tahun 1988

dengan luas total 5 909 ha. ASE memilki luas lahan ± 3 250 ha dan selebihnya

ditangani oleh GSE.

Letak Geografis Kebun

Angsana Estate terletak di Desa Bayansari, Kecamatan Angsana,

Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan. Secara Geografis ASE

berada pada 115033’34”–115039’46” BT dan (3038’45”)–(3035’39”) LS dengan

batas wilayah; sebelah utara berbatasan dengan kebun Hutan Tanaman Industri

(HTI), sebelah selatan berbatasan dengan GSE, sebelah barat berbatasan dengan

PT Buana Karya Bakti (BKB), sebelah timur berbatasan dengan sungai sebamban.

Peta lokasi Angsana Estate dapat dilihat pada Lampiran 4.

Keadaan Iklim dan Tanah

Angsana Estate terletak pada ketinggian 15 meter dari permukaan laut

dengan suhu rata-rata berkisar antara 28-320C, temperatur udara terendah terjadi

pada bulan Juli dan tertinggi pada bulan Desember, dengan fluktuasi temperatur

rata-rata bulanan relatif kecil yakni 9.20C. Kelembaban udara termasuk dalam

kategori sedang dengan kisaran antara 76% sampai dengan 85% dengan lama penyinaran matahari rata-rata bulanan berkisar antara 34% sampai dengan 62%.

Berdasarkan pengukuran curah hujan dan hari hujan selama sepuluh tahun

terakhir (2001-2009), ASE memiliki rata-rata curah hujan tahunan sebesar 2 664

mm/tahun dengan hari hujan rata-rata 131 hari/tahun. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson, iklim di ASE termasuk tipe iklim B (daerah basah dengan vegetasi hutan hujan tropis) dengan nilai Q sebesar 23.90%. Distribusi curah hujan di ASE tidak merata sepanjang tahun dengan rata-rata curah hujan terendah terjadi sebanyak 4 bulan berturut-turut yaitu pada bulan Agustus sampai dengan November. Data curah hujan dan hari hujan sepuluh tahun terakhir disajikan pada Lampiran 5.

Berdasarkan hasil survei tanah semi detil pada tahun 2006 yang dilakukan oleh Departemen Riset Minamas diketahui bahwa sebagian besar tanah di ASE

didominasi oleh jenis tanah Oxisol. Oxisol merupakan jenis tanah tua yang

mengalami pelapukan lanjut dan terbentuk pada daerah dengan topografi berombak sampai berbukit, yang dicirikan oleh kandungan basa-basa (N, P, K, Ca, Mg, K,dan Na) rendah karena pencucian yang intensif, KTK efektif yang rendah, pH tanah yang cenderung masam serta kandungan Al- tertukar cukup tinggi. Gambar satuan peta lahan (SPL) ASE dapat dilihat pada Lampiran 6.

Secara detail jenis tanah di ASE digolongkan hingga tingkat seri yang

terdiri dari: 1) Oxisol seri MM-18 (Petroferric Hapludox): merupakan tanah yang

mengalami pelapukan sangat lanjut, pH tanah tergolong masam (pH <5.5), pada

kedalaman ≤125 cm terdapat kontak petroferik (lapisan hasil akumulasi sesquioksida atau Fe-oksida yang mengeras seperti batu), memiliki regim kelembaban udik (tidak pernah kering selama 90 hari setiap tahun pada kedalaman 10-90 cm dari permukaan. Areal yang termasuk jenis tanah ini memiliki luas 1 855 ha (59%) pada SPL1 (slope 8-15%) dan 389 ha (12%) pada SPL2 (slope 15-30%) dan tergolong dalam kelas lahan S3 (kurang sesuai); 2)

Oxisol seri MM-19 (Plinthic Hapludox): merupakan tanah yang mengalami

pelapukan sangat lanjut dengan pH tanah masam (pH <5,5), pada kedalaman ≤125

cm mempunyai satu atau lebih horizon yang mengandung plintit (karata-karatan besi yang telah mengeras seperti kerikil) sebesar 0.5% volumenya atau lebih. Areal di ASE yang termasuk jenis tanah ini memiliki luas 903 ha (29%) pada SPL3 (slope 3-8 %) dan tergolong kelas lahan S2 (sesuai).

Areal Konsesi dan Tata Guna Lahan

Angsana Estate memilki luas total berdasarkan HGU sebesar 3 249.99 ha

dengan rincian 3 047.56 ha plant area/ditanami kelapa sawit (TM dan TBM),

areal pabrik (ASF) seluas 34.51 ha, areal prasarana seluas 121.59 ha, serta sungai,

bukit, dan lembah seluas 46.33 ha. Angsana Estate terbagi menjadi tiga divisi

dengan luas masing- masing; Divisi I seluas 1 254.55 ha, Divisi II seluas 859.19 ha, dan Divisi III seluas 1 136.25 ha. Peta luas areal dan tata guna lahan selengkapnya disajikan pada Lampiran 7.

Keadaan Tanaman dan Produksi

Tanaman kelapa sawit di ASE saat ini terdiri dari tanaman menghasilkan (TM) dan tanaman belum menghasilkan (TBM) yang ditanam pada beberapa tahun tanam. Areal TM untuk tahun tanam 1996 (629.55 ha), tahun tanam 1998 (1 622.53 ha), tahun tanam 1999 (167.38 ha), tahun tanam 2000 (84.04 ha), dan tahun tanam 2006 (325.54 ha) sedangkan untuk TBM tahun tanam 2007 luasnya 181.90 ha dan TBM tahun tanam 2008 seluas 36.62 ha. Populasi tanaman kelapa sawit berdasarkan tahun tanam di ASE disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas Lahan dan Populasi Tanaman Berdasarkan Tahun Tanam di ASE

Tahun Tanam

Div isi I Div isi II Div isi III Total Luas (ha) Pop (pokok) Luas (ha) Pop (pokok) Luas (ha) Pop (pokok) Luas (ha) Pop (pokok) 1.TM 1996 - - 331.97 42 241 297.58 38 599 629.55 80 840 1998 581.26 71 035 493.88 62 836 547.39 70 608 1 622.53 204 479 1999 66.24 6 990 - - 101.14 12 852 167.38 19 842 2000 - - - - 84.04 9 795 84.04 9 795 2006 283.1 32 324 - - 42.44 3 038 325.54 35 362 Sub Total 930.6 110 349 825.85 105 077 1 072.59 134 892 2 829.04 350 318 2.TBM 2007 181.9 21 084 - - - - 181.9 21 084 2008 36.62 5 100 - - - - 36.62 5 100 Sub Total 218.52 26 184 - - - - 218.52 26 184 Grand Total 1 149.12 136 533 825.85 105 077 1 072.59 134 892 3 047.56 376 502 Sumber: Kantor Besar ASE (2011)

Tanaman kelapa sawit yang dibudidayakan di ASE terdiri atas varietas tenera yang berasal dari Tenera Marihat (PPKS), Tenera Socfindo, dan Tenera Guthrie. Tanaman menghasilkan (TM) (tahun tanam 1996, 1998, 1999, dan 2000) didominasi varietas Tenera Marihat dan Tenera Socfindo sedangkan TM tahun tanam 2006 dan TBM tahun tanam 2007 dan 2008 merupakan varietas Tenera Guthrie. Jarak tanam yang digunakan adalah 9.2 m x 9.2 m x 9.2 m (segitiga sama sisi) dengan populasi rata-rata berkisar antara 124-132 tanaman/ha. Produksi dan produktivitas kebun periode lima tahun terakhir disajikan pada Lampiran 8.

Organisasi dan Ketenagakerjaan

Angsana Estate (ASE) dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung

jawab dalam mengelola kebun dan mengkoordinir seluruh kegiatan yang ada di kebun serta mengambil keputusan dalam kegiatan operasional kebun. Dalam melaksanakan tugasnya manajer dibantu oleh staf kebun yang terdiri dari seorang KTU, senior asisten, asisten divisi, dan dokter kebun. Struktur organisasi Angsana

Estate disajikan pada Lampiran 9.

KTU (pada saat kegiatan magang berlangsung digantikan oleh seorang kepala seksi/Kasie) membawahi seluruh karyawan kantor, bertanggung jawab terhadap administrasi kebun dan bersama senior asisten bertugas mengelola gudang. Senior asisten bertugas mengelola satu divisi, emplasemen, dan traksi serta bekerja sama dengan kasie dalam mengelola gudang utama. Asisten divisi bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan operasional dan administrasi di divisi masing- masing dibantu oleh mandor dan kerani. Dokter dibantu mantri dan bidan bertugas mengelola poliklinik serta pelayanan kesehatan karyawan.

Organisasi pelaksana aplikasi janjangan kosong (JJK) di setiap divisi terdiri atas seorang asisten divisi, seorang mandor JJK, dan pekerja harian lepas. Pelaksanaan aplikasi limbah cair di PT LSI yang dikelola oleh ASE (9 blok ASE dan 3 blok GSE) ditangani oleh divisi III. Organisasi pelaksananya terdiri atas

seorang asisten divisi (divisi III), seorang mandor effluent, dan enam orang tenaga

kerja yang dibagi menjadi dua shift (dua orang untuk shift pagi sampai sore, dua orang untuk shift sore sampai pagi hari berikutnya, dan dua orang lainnya

Tabel 3. Data Karyawan Staf dan Non-Staf di ASE

No Karyawan Staf Jumlah Karyawan Non-Staf Jumlah Ratio/ha

1 Est.Manager 1 SKU-Bkantor 26 0.008

2 Senior Asisten 1 SKU-B Tra ksi 32 0.010

3 Asisten 2 SKU-B Afde ling 31 0.010

4 Staf QA 0 SKU-B Bibitan 0 0.000

5 Kasie 1 SKU-Harian 377 0.116

6 Ast EMS 1

7 Dokter 1

Total 7 466 0.143

Sumber: Kantor Besar ASE (2011)

Status tenaga kerja di ASE terdiri atas karyawan staf dan non staf. Manajer, asisten, kasie, dan dokter kebun merupakan karyawan staf. Karyawan non staf terdiri atas SKU harian (pekerja harian tetap) dan SKU bulanan (mandor dan kerani). Total tenaga kerja di ASE sebanyak 466 orang dengan ITK sebesar 0.143 HK/ha (Tabel 3). Hal ini bisa dikatakan baik, karena norma ITK untuk kebun kelapa sawit adalah 0.25 HK/ha (Irvan, 2009).

Fasilitas Kesejahte raan Karyawan

Dalam menjamin kesejahteraan seluruh karyawan, sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan, ASE menyediakan fasilitas–fasilitas kesejahteraan bagi karyawannya. Fasilitas yang diberikan berupa rumah, sarana ibadah, sarana pendidikan, sarana kesehatan, tempat penitipan anak, sarana olahraga, peralatan kerja, alat pelindung diri, gaji pokok (sesuai UMR dan golongan), premi, tunjangan hari raya, bonus akhir tahun, jaminan kesehatan (Jamsostek), dan tunjangan dana pensiun, serta tunjangan transportasi untuk staf kebun.

Fasislitas rumah yang diberikan antara lain adalah perumahan staf, mess untuk tamu dan perumahan karyawan non-staf. Perumahan untuk staf dan mess merupakan bangunan permanen yang terletak di emplasemen, sedangkan perumahan untuk karyawan non staf merupakan bangunan semi permanen yang terletak di masing- masing divisi. Fasilitas perumahan dilengkapi dengan sarana air bersih, dan penerangan. Perumahan untuk karyawan non staf terdiri atas dua tipe yaitu tipe satu rumah/satu gang (G1) untuk mandor 1 dan kerani divisi, dan tipe dua rumah/dua gang (G2) untuk karyawan pada umumnya.

Sarana pendidikan yang disediakan meliputi Play Group, Taman Kanak-Kanak (TK), sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP) yang dilengkapi dengan fasilitas bus sekolah. Pada masing- masing divisi disediakan

Dokumen terkait