• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Teknis Pengendalian Gulma.

Pengendalian gulma adalah tindakan mengendalikan pertumbuhan gulma yang tumbuh di areal pertanaman agar persaingan dengan tanaman utama dapat ditekan (ambang tindakan) sehingga tidak merugikan (ambang batas ekonomi) dengan mengusahakan biaya pengendalian semurah mungkin. Di perkebunan kelapa sawit kegiatan pengendalian gulma selain bertujuan untuk memperkecil persaingan antara tumbuhan dengan gulma sasaran dalam hal pengambilan unsur hara, juga memiliki tujuan lain yaitu untuk memudahkan pelaksanaan potong buah dan kutip berondolan, memudahkan pelaksanaan pemupukan dan sebagai salah satu kegiatan sanitasi (gulma merupakan sarang bagi hama atau inang bagi penyakit tanaman).

Pengendalian atau pemberantasan gulma di ASE difokuskan pada 2 (dua)

lokasi, yaitu di piringan dan di gawangan (interrow). Kelompok gulma yang

dikendalikan terutama alang-alang di piringan dan gawangan, gulma di piringan, pasar rintis dan TPH (jenis rumput dan kentosan), serta gulma di gawangan (terutama anak kayu). Tidak semua tumbuhan liar diberantas, misalnya pakis

Nephrolepis bisserata, Cassia cobanensis, Euphorbia sp., Turnera subulata

karena berfungsi sebagai inang musuh alami bagi hama- hama kelapa sawit

(beneficial plant) serta berfungsi dalam konservasi tanah (menjaga kelembaban

tanah dan mencegah erosi).

Pengendalian secara manual. Pengendalian gulma secara manual dilakukan dengan membongkar tanaman pengganggu (BTP). Tujuannya adalah untuk menghilangkan semua tumbuhan pengganggu yang tidak dapat atau sulit diberantas dengan cara kimia. Sasaran dari pekerjaan ini adalah semua jenis gulma kayu (anak kayu, dan kentosan) dengan cara didongkel.

Pekerjaan dilakukan gawangan per gawangan. Setiap anak kayu di dongkel dengan menggunakan peralatan seperti cados, pacul, sabit, garukan, dan parang kemudian ditumpuk di gawagan mati di atas rumpukan pelepah. Pada areal

rendahan, gulma berkayu tidak di dongkel tetapi ditabas (dipotong) sampai pangkal batangnya. Gulma berkayu, kentosan, dan kotoran yang terdapat pada piringan di dongkel dan dicabut dengan cados dan dibersihkan dengan garukan. Standar kerja karyawan dibedakan berdasarkan kondisi gawangan dan piringan yang akan dibersihkan. Kondisi gawangan dan piringan kategori berat (anak kayu >50 %) standar kerjanya adalah 0.25-0.5 ha/HK, pada saat pengamatan prestasi kerja karyawan mencapai 0.42 ha/HK dan prestasi kerja penulis 0.26 ha/HK; kategori sedang (anak kayu mencapai 25%-50%) standar kerjanya adalah 0.5-0.7 ha/HK, pada saat pengamatan prestasi kerja karyawan mencapai 0.6 ha/HK dan pretasi kerja penulis 0.4 ha/HK; kategori ringan (anak kayu 10-25%) standar kerja yang harus dicapai adalah >0.7 ha/HK, pada saat pengamatan pretasi kerja karyawan mencapai 0.75 ha/HK dan prestasi kerja penulis 0.5 ha/HK .

Pengendalian secara kimia. Pengendalian gulma secara kimia di ASE

dikenal dengan sistem BSS (Block Spraying System) yaitu sistem penyemprotan

yang terkonsentrasi dan dilakukan blok per blok. Dengan sistem ini frekuensi kontrol oleh supervisi dapat ditingkatkan, mobilitas tenaga semprot lebih tinggi, kualitas pencampuran herbisida lebih baik, pengorganisasian kerja menjadi lebih mudah, serta motivasi kerja karyawan menjadi lebih baik. Penyemprotan di gawangan dilakukan oleh tim semprot kebun (TSK) sedangkan penyemprotan di

piringan, pasar rintis, dan TPH dilakukan oleh tim MHS (Micron Herby Sprayer).

Tujuan dibentuknya tim semprot adalah untuk memaksimalkan kualitas semprot. Masing- masing tim semprot terdiri dari 6 orang untuk tim MHS dan ±20 orang untuk tim TSK (wanita semua) tidak boleh diganti-ganti, satu orang mandor dan satu orang operator/sopir sekaligus mekanik peralatan. Perlengkapan utama

dari tim semprot terdiri dari satu unit kendaraan roda empat (drum truck) yang

telah dimodifikasi sehingga dapat digunakan untuk keperluan tim semprot seperti

tanki air, tempat sprayer, tempat spare part sprayer, tempat bontot/tas. Alat

semprot disediakan sejumlah karyawan tenaga semprot ditambah 2-3 unit untuk cadangan dan diberi nomor urut sesuai nomor tenaga semprot.

Semprot gawangan. Penyemprotan gulma di gawangan menggunakan

alat semprot punggung semi otomatis inter pump RB-15/Solo Sprayer dengan

takaran/gelas ukur, bendera berwarna merah dan kuning, wadah peralatan reparasi, serta alat pelindung diri (seragam-baju lengan panjang, masker, apron, sarung tangan, sepatu boots, topi/kerudung). Gulma yang umum tumbuh

digawangan antara lain alang-alang, Chromolaena odorata, Melastoma

malabathticum, dan gulma berkayu lainnya. Herbisida yang digunakan adalah

herbisida purna tumbuh (sistemik) dengan bahan aktif Triklopir butoksietil ester

400 g/l (nama dagang “Kenlon”). Konsentrasi yang digunakan adalah 0.3% (45 ml/15liter air). Rotasi penyemprotan untuk TM adalah sebanyak tiga kali dalam setahun dan empat kali dalam setahun untuk TBM.

Semprot piringan, pasar rintis, dan TPH. Piringan, pasar rintis dan TPH merupakan beberapa sarana penting bagi kegiatan produksi. Piringan berfungsi sebagai tempat untuk menyebarkan pupuk dan merupakan daerah tempat jatuhnya tandan panen beserta berondolannya. Pasar rintis berfungsi sebagai jalan untuk mengantrikan buah ke TPH serta mejalankan kegiatan operasional lainnya. TPH berfungsi sebagai tempat pengumpulan hasil panen sebelum diangkut ke PKS. Agar sarana-sarana ini berfungsi maksimal, maka tempat-tempat ini memerlukan pemeliharaan yang berkesinambungan.

Penyemprotan di piringan, pasar rintis, dan TPH menggunakan alat

semprot CDA (Controlled Droplet Application) dengan merk dagang Micron

Herby Sprayer (MHS). Alat semprot ini digunakan untuk penyemprotan dengan

volume rendah (Ultra Low Volume) yaitu 20-40 liter per hektar blanket

(penyemprotan total). Semprotannya menghasilkan butiran halus yang terkendali dengan ukuran yang seragam (±250 mikron) dan konsentrasi herbisida yang tinggi.

Herbisida yang digunakan untuk penyemprotan di piringan, pasar rintis

dan TPH adalah herbisida purna tumbuh dengan bahan aktif Fluroksipir 200 g/l

(nama dagang “Starane”) dan Isopropilamina Glifosat 480 g/l (nama dagang

“Prima-Up”). Dalam aplikasinya, kedua jenis herbisida ini dicampur terlebih dahulu sebelum diaplikasi, tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyemprotan sehingga beberapa jenis gulma yang menjadi sasaran dapat dikendalikan sekaligus. Pencampuran dilakukan dengan perbandingan 1.5 : 7.5 (V/V) Starane dan Prima-Up. Konsentrasi yang digunakan adalah 3%

(300 ml/10 liter air). Gulma sasaran yang tumbuh dominan dan harus

dikendalikan antara lain Ageratum Conyzoides, Borreria alata, Axonopus

compresus, Cynodon dactylon, paspalum conjugatum, Euphorbia valerianifolia,

dan kentosan.

Prestasi kerja tenaga semprot sangat bergantung pada kondisi blok. Prestasi kerja pada blok dengan banyak area rendahan atau berbukit serta kondisi gulma lebat akan lebih kecil dibandingkan pada blok dengan areal datar dan gulmanya tidak lebat. Prestasi kerja standar yang ditetapkan oleh kebun untuk tim MHS adalah 5 ha/HK, pada saat pengamtan prestasi kerja karyawan adalah 5 ha/HK dan prestasi kerja penulis 1 ha/HK sedangkan untuk tim TSK standar kerjanya adalah 3 ha/HK (TM) dan 2 ha/HK (TBM), pada saat pengamatan prestasi kerja karyawan mencapai 3 ha/HK untuk areal TM dan TBM dan prestasi kerja penulis 0.5 ha/HK. Premi lebih borong untuk tim MHS sebesar Rp 5 500/ha dan untuk tim TSK sebesar Rp 11 000/ha.

Angsana Estate sebagai kebun yang hidup berdampingan dengan

masyarakat dituntut untuk memperhatikan kelestarian lingkungan sekitar. Dalam

program RSPO (Rountable and Sustainable of Palm Oil) ASE memberlakukan

dan melaksanakan peraturan dalam pengendalian gulma secara kimia yaitu

dilarang menyemprot pada area buffer zone. Buffer zone merupakan area yang

berada pada radius 50 meter dari tepi sungai induk (anak sungai). Hal ini ditujukan agar vegetasi yang ada tetap hidup sehingga erosi dapat dicegah serta meminimalkan pencemaran ke badan air yang mungkin masih digunakan oleh penduduk.

.

Keselamatan dan kesehatan kerja bagi karyawan juga menjadi perhatian penting bagi perusahaan. Setiap karyawan semprot dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) seperti seragam/baju lengan panjang, apron, masker, sarung tangan, sepatu boots, pelindung mata, dan pelindung kepala (topi/kerudung).

Karyawan semprot juga mendapat extra fooding berupa susu yang diberikan

secara berkala oleh perusahaan.

Pengendalian Hama Terpadu

Pengendalian hama tanaman merupakan upaya untuk mengendalikan suatu kehidupan dengan memanipulasi ekosistem sehingga tidak cocok untuk perkembangbiakan hama. Oleh karena itu, konsep pengendaliannnya dimulai dari pengenalan dan pemahaman terhadap siklus hidup hama itu sendiri. Pemilihan jenis metode (biologi, mekanik, kimia, dan terpadu), serta waktu yang dianggap paling cocok dilatarbelakangi oleh pemahaman atas siklus hidup hama. Kunci kegiatan pengendalian hama terpadu di ASE adalah mendeteksi adanya ledakan hama sebelum diperlukan pengendalian dalam skala yang lebih luas dengan melakukan pemantauan sehingga dapat diterapkan strategi pengendalian secara

efektif. Tindakan pengendalian dilakukan dengan memprioritaskan biological

control dan minimalisasi penggunaan pestisida.

Pemantauan hama (early warning system). Pelaksanaan early warning

system untuk deteksi hama secara dini merupakan bentuk penerapan pengendalian

hama terpadu (Intergrated Pest Management). Pada dasarnya suatu sistem

pengamatan hanya berlaku untuk satu atau lebih spesies hama yang mempunyai perilaku yang sama. Akan tetapi atas pertimbangan efisiensi maka pelaksanaan pengamatan di ASE dimodifikasi sehingga dapat digunakan untuk pemantauan

perkembangan populasi hama lainnya. Beberapa jenis hama yang sering menjadi

perhatian di ASE antara lain: kumbang tanduk, ulat api, ulat kantong, tikus, rayap, serta babi hutan.

Monitoring/sensus hama ulat api dan ulat kantong dilakukan dengan mengambil satu pelepah dari pokok sensus (PS) pada masing- masing titik sensus

(TS) yang populasi hamanya paling dominan (untuk menentukan pelepah yang

akan diambil). Jika jenis hama yang dominan adalah Setora nitens, Thosea

asigna, Susica sp., pelepah yang diambil adalah pelepah ke 9-24, sedangkan jika

jenis hama yang dominan adalah Darna trima, Thosea bisura, Thosea vetusta,

Ploneta diducta dan golongan ulat kantong, pelepah yang diambil adalah pelepah

ke 25-40. Spesies ulat api dan ulat kantong yang sering ditemukan pada tanaman kelapa sawit disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Hama Ulat Api (Limacodidae) dan Ulat Kantong (Psydidae).

Hama Ulat Api: (A) Darna trima; (B) Thosea bisura; (C)

Setothosea asigna; (D) Ploneta diducta (E) Thosea vetusta;

(F) Setora nitens. Hama Ulat Kantong: (G) Cremastopsyche

pendula; (H) Metisa plana, (I) Mahasena corbetti.

Jenis kumbang yang paling banyak ditemukan adalah Oryctes rhinoceros.

Kumbang ini hanya meninggalkan tempat bertelurnya pada malam hari untuk

menyerang pohon kelapa sawit. Oryctes rhinoceros memakan pupus daun muda

yang belum membuka, dimulai dari pangkal pelepah. Apabila pupus yang terserang itu membuka akan terlihat tanda serangan berupa potongan simetris di kedua sisi pelepah daun tersebut. Pada tanaman muda, serangan hama ini akan menghambat pertumbuhan bahkan dapat mematikan tanaman kelapa sawit.

Pengamatan terhadap rayap, tikus dan tupai dilakukan setelah pengamatan hama ulat api dan ulat kantong pada pokok yang sama. Serangan rayap ditandai

oleh adanya lorong rayap (sarang) yang terbuat dari tanah pada permukaan batang yang mengarah ke bagian atas kemudian dikorek untuk mengetahui keberadaan rayap. Serangan tikus dan tupai dapat dilihat dari bekas gigitan pada

buah/berondolan. Tikus hanya memakan mesocarp (daging buah) baik pada

tandan muda maupun yang sudah matang, sedangkan tupai memakan mesocarp

buah sampai pada inti buah kelapa sawit. Beberapa spesies tikus yang dijumpai

banyak merusak tanaman kelapa sawit antara lain Rattus exulans, Rattus

argentiventer. dan R. tiomanicus. Spesies yang paling dominan ditemukan di ASE

adalah R. tiomanicus. Dari hasil penelitian diketahui bahwa satu ekor tikus

dapat mengkonsumsi mesokarp +4 gram/hari, sehingga kehilangan produksi dapat mencapai +5 % dari produksi normal (Manual Referensi Agronomi, 2004).

Pengendalian hama. Prinsip pengendalian hama di ASE mengacu pada pengendalian hama terpadu dimana tindakan pengendalian bersifat preventif dan secara biologis dengan memanfaatkan musuh alami dan predator serta meminimalisir penggunaan pestisida (pestisida adalah alternatif terakhir).

Pengendalian hama ulat api dan ulat kantong dilakukan dengan menanam

beneficial plant. Tanaman yang digunakan merupakan tanaman yang dapat

menyediakan madu (nectariferous) sebagai makanan bagi musuh alami serta

tempat hidup bagi predator (Sycanus sp.) dan parasitoid (Chaetexorista javana).

Jenis beneficial plant yang ditanam di ASE adalah Cassia cobanensis, Euphorbia

heterophylla, Turnera sp. dan Antigonon leptopus.

Gambar 3. Beneficial Plant. (A)Turnera subulata, (B) Cassia cobanensis,

Pengendalian hama tikus dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami

yaitu burung hantu (Tyto alba). Burung hantu (Tyto alba) termasuk golongan

burung buas (karnivora) yang umumnya memakan mangsanya dalam kondisi hidup. Burung hantu banyak dijumpai di daerah tropis dan sub-tropis. Jenis makanannya sangat spesifik yakni berbagai jenis tikus dengan daya konsumsi terhadap tikus mencapai 99.4%. Aktifitas berburunya dimulai dari lepas senja

hingga pagi hari. Tingkat predasi burung hantu terhadap R. tiomaticus di

perkebunan kelapa sawit mencapai 88% sedangkan sisanya 6% adalah

R. argentiventer dan 6% R. ratus diardii.

Burung hantu yang telah dewasa diletakkan pada nest box yang telah

disediakan di blok kebun. Monitoring dilakukan sebulan sekali untuk mengetahui

keberadaan burung hantu pada nest box yang dipasang di kawasan tersebut.

Bersamaan dengan pengamatan tersebut juga dilakukan pemeliharaan terhadap

kebersihan nest box seperti dari gangguan serangga atau kotoran dari

burung-burung liar lainnya.

Gambar 4. Rumah Burung Hantu (Nest Box)

Pengendalian hama kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros) dilakukan

dengan menggunakan pherotraps (perangkap hama yang dilengkapi dengan sex

pheromone). Cara ini selain aman terhadap lingkungan juga efisien dalan hal

penggunaan tenaga kerja. Hasil pengujian Departemen Riset Minamas pada skala

komersial (±5 000 ha) menunjukkan bahwa penggunaan Pherotraps selain efektif

juga dapat menghemat biaya hingga ±76% bila dibandingkan dengan

Pengelolaan Tajuk (Penunasan).

Salah satu komponen yang sangat berpengaruh terhadap produksi tanaman adalah kecukupan jumlah pelepah (daun) karena berhubungan dengan kemampuan tanaman menyediakan makanan untuk pertumbuhannya melalui fotosintetis. Inti pekerjaan pengelolaan tajuk adalah memelihara pelepah produktif dengan cara mengurangi jumlah pelepah melalui penunasan sampai batas tertentu. Jumlah pelapah harus dipertahankan tetap optimum yaitu 48-56 pelepah (songgoh tiga) untuk tanaman muda dan 40-48 pelepah (songgoh dua) untuk tanaman tua.

Terbuangnya pelepah produktif yang berlebihan (over pruning) akan

mengakibatkan penurunan produksi. Penurunan produksi terjadi akibat berkurangnya areal fotosintesis dan tanaman akan mengalami stress yang terlihat

melalui peningkatan gugurnya bunga betina, penurunan sex ratio (peningkatan

bungan jantan), dan penurunan BJR (berat janjang rata-rata).

Tujuan lain penunasan adalah untuk mempermudah pekerjaan potong buah, menghindari tersangkutnya brondolan di ketiak pelepah, mempermudah pempukan dan penyemprotan, memperlancar penyerbukan alami, serta sanitasi tanaman sehingga menciptakan lingkungan yang tidak sesuai bagi perkembangan hama dan penyakit

Progresiv pruning. Penunasan untuk tanaman menghsilkan (TM) yang

diberlakukan di Angsana Estate adalah sistem progresiv pruning di mana

penunasan dilakukan bersamaan dengan kegiatan panen dan setiap karyawan bertanggung jawab atas hanca masing- masing serta tetap mengacu pada prinsip

kecukupan jumlah pelepah. Hal ini sesuai dengan diterapkannya Blok Harvesting

System yang terintegrasi antara pemanenan dan pemeliharaan tunas oleh

pemanenen sendiri. Pembayaran untuk progresiv pruning dilakukan bersamaan

dengan penyerahan gaji yang diberikan dua kali dalam setahun dengan harga tunasan sebesar Rp 500/tanaman

Tunas pasar. Tunas pasar dilakukan terhadap tanaman yang berada di

sepanjang collection road, main road, dan acses road. Tujuan utama dari kegiatan

ini adalah untuk membuang pelepah yang menutupi badan jalan. Jalan yang ternaungi cenderung akan tetap basah (lembab) atau bahkan tergenang pada saat hujan sehingga menyebabkan jalan menjadi lembek dan cepat rusak. Tunas pasar

diharapkan dapat mengurangi kelembaban tanah melalui penguapan (evaporasi). Pekerjaan tunas pasar dilakukan oleh tim yang terdiri dari dua orang tenaga kerja (satu orang memotong pelepah, satu orang lagi merapikan pelepah yang telah di potong). Prestasi kerja yang harus dicapai oleh tenaga tunas pasar adalah 1 km per

7 jam kerja atau ±240 tanaman (satu collection road). Premi diberikan jika

prestasi melebihi standar yang ditetapkan (Rp 23 000/collection road).

Kastrasi

Kastrasi merupakan pekerjaan penting terutama pada tanaman yang akan beralih dari TBM menjadi TM. Kastrasi bertujuan mengalihkan nutrisi untuk produksi buah yang tidak ekonomis ke pertumbuhan vegetatif tanaman dengan membuang semua produk generatif (bungan jantan, bunga betina, buah pasir dan buah busuk pada tanaman muda serta membuang pelepah tua/kering).

Kegiatan kastrasi yang dilakukan di ASE dilakukan sekaligus bersamaan

dengan sanitasi tanaman (pembuatan piringan) karena tanaman yang di kastrasi akan segera beralih fungsi dari TBM ke TM. Pekerjaan dilakukan oleh tim yang terdiri dari tukang dodos (membuang pelepah dan menyusunnya di gawangan mati, memotong buah matang dan buah busuk dan meletakkannya di pasar rintis), tenaga garuk piringan (membersihkan piringan dari brondolan hitam, mengutip brondolan merah dan meletakkan di pasar rintis), serta tenaga angkut buah (mengantrikan buah dan berondolan dari pasar rintis ke TPH dengan menggunakan angkong).

Sensus Vegetatif

Kegiatan sensus vegetatif adalah pekerjaan untuk mengukur karaketer vegetatif tanaman. Pekerjaan ini dilakukan oleh tim riset kebun yang dikoordinir oleh divisi I ASE. Kegiatan ini dilakukan di blok khusus riset (A035) yang berisi tanaman belum menghasilkan (TBM) tahun tanam 2007 yang ditujukan untuk

mengetahui karakter vegetatif pada beberapa progeny tanaman kelapa sawit.

Terdapat empat ulangan untuk seluruh percobaan yang ada di blok riset. Tiap ulangan terdapat 43 plot dan dalam satu plot terdapat 12 tanaman sehingga tanaman yang diamati sebanyak 2 064 tanaman.

Komponen vegetatif yang diamati adalah 1) Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah hingga anak daun pertama/duri pada daun ke-17; 2) Panjang pelepah daun/rachis ke-17; 3) Tebal pelepah/rachis; 4) panjang dan lebar anak daun (3 anak daun sebelah kiri dan sebelah kanan yang diambil dari perpotongan

antara pelepah/rachis tua dengan yang muda, ditandai dengan bagian pelepah

yang meruncing); 5) Penambahan jumlah pelepah (dihitung dari daun pertama samapi daun terakhir yang disensus pada periode sebelumnya); dan 6) Jumlah anak daun pada pelepah ke-17. Peralatan yang digunakan antara lain meteran, jangka sorong, alat tulis, cat tembok, serta peta plot percobaan.

Pemupukan Anorganik

Kemampuan lahan dalam menyediakan unsur hara secara terus menerus bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit yang berumur panjang sangat terbatas. Keterbatasan daya dukung lahan dalam penyediaan hara ini harus diimbangi dengan penambahan unsur hara melalui pemupukan. Prinsip utama pemupukan di perkebunan kelapa sawit adalah bahwa setiap pokok harus menerima tiap jenis pupuk sesuai dosis yang telah direkomendasikan. Biaya pemupukan sangat tinggi (mencapai 60% dari total biaya produksi), oleh karena itu ketepatan atau ketelitian pelaksanaan pemupukan menjadi sangat penting (tepat jenis, dosis, waktu, cara dan tempat). Jenis pupuk yang digunakan di ASE periode semester II tahun 2010/2011 (Juli–Juni) disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Jenis, Dosis dan Standart Kerja Pemupukan di Angsana Estate

Jenis Pupuk Kandungan

Dosis TM Standart Penabur (kg/HK) Standart Pengecer (ton/HK) (kg/pokok) NK Blend 13% N, 36% K2O 2,5 700 3,5 RP 28% P2O5 2 400 3,5

Dolo mite 18% MgO, 30% Ca O 1,0 650 3,5

Kieserit 27% MgO, 23% S 1,4 650 3,5

HGF B 48% B2O5 0,1 7 ha/HK 3,5

CCM 44 14% N, 13% P2O5, 9% K2O, 2,5%

MgO 2,5 600 3,5

Su mber: Kantor Besar ASE (2011)

Penentuan dosis pupuk yang diberikan didasarkan pada kebutuhan hara tanaman dan kemampuan tanah dalam meyediakan hara. Pupuk diberikan sebagai

penambah unsur hara yang kurang atau tidak dapat disediakan oleh tanah. Rekomendasi dosis pemupukan adalah hasil diagnosa jaringan daun (visual & kimia/LSU), analisis kimia tanah, curah hujan, umur tanaman, sejarah/historis pemupukan sebelumnya, analisa produksi tahun-tahun sebelumnya, serta faktor daya dukung lingkungan lainnya (persen pencucian).

Secara visual kekurangan unsur hara pada tanaman kelapa sawit dapat dilakukan dengan melihat gejala defisiensi pada daun tanaman dan membandingkannya dengan foto tanaman yang mengalami defisiensi. Beberapa gejala kekurangan unsur hara yang terlihat pada daun tanaman kelapa sawit disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Gejala Defisiensi Hara pada Daun. (A). Defisiensi N; (B). Defisiensi K; (C). Defisiensi Cu (D). Defisiensi Mg; (E). Defisiensi B; (F). Defisiensi Fe

Leaf Sampling Unit (LSU). Salah satu rangkaian kegiatan untuk mendapatkan rekomendasi pemupukan (jenis pupuk dan dosisnya) adalah melalui analisis jaringan daun tanaman kelapa sawit secara kimia. Sebelum dianalisis dilaboratorium, salah satu kegiatan penting yang harus dilakukan adalah pengambilan sampel daun. Tujuan utama dari kegiatan pengambilan sampel daun adalah mendapatkan sampel daun yang benar-benar menggambarkan kondisi hara dalam tanaman dan mewakili seluruh tanaman.

Pengambilan sampel daun dilakukan antara pukul 07.00-11.00 waktu setempat. Pengambilan sample daun tidak boleh dilakukan pada waktu hujan atau satu jam setelah hujan. Interval antara pengambilan sample daun dengan pemupukan sebelumnya sekurang-kurangnya 2-3 bulan. Alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan LSU antara lain adalah plastik kantong hitam dan putih, plastik berukuran 1 kg, gunting, cat, pensil, pisau, egrek, form LSU, map, kuas, dan foto defisiensi hara.

Tanaman sampel adalah tanaman yang berada pada barisan tanaman sesuai dengan sistem pengambilan sampel daun. Apabila tanaman sampel yang akan diambil sampel daunnya adalah pokok gajah, tanaman non valuer, tanaman di tepi jalan, tanaman sakit, tanaman di tepi parit atau sungai, dan tanaman yang terserang ulat api maka pokok sampel diganti dengan tanaman yang ada disebelahnya tetapi masih dalam satu barisan.

Daun yang diambil adalah daun pada pelepah ke-17 (daun yang berada pada fase perkembangan yang telah sempurna). Pelepah ke-17 dipilih karena dinilai dapat menggambarkan status hara pada tanaman (paling peka/responsife terhadap kekurangan hara) dibanding daun yang lain. Pelepah ke-17 menunjukkan perbedaan yang paling mencolok dalam tingkat kandungan hara N, P, dan K serta memiliki korelasi yang lebih jelas dengan produksi tanaman.

Penentuan daun ke-17 diawali dengan menentukan terlebih dahulu pelepah pertama yaitu pelepah paling atas yang telah membuka sempurna atau ±90% telah mekar. Dari pelepah pertama ditentukan terlebih dahulu arah spiral pelepah (kanan atau kiri). Pelepah ke-17 terletak dua spiral dibawah daun pertama (sesuai dengan arah spiralnya). Jika tanaman sudah terlalu tinggi sehingga sulit melihat pupus daunnya dari bawah, daun ke-17 merupakan pelepah yang membentuk

sudut 450 kira-kira jatuh pada pelepah ke-3.

Pelepah ke-17 diambil dengan menggunakan egrek. Kemudian diambil

Dokumen terkait