• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Indonesia Japan Economic Partnership Agreement Pada Ekspor Komoditas Udang Dan Tuna Dalam Sektor Perikanan Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Indonesia Japan Economic Partnership Agreement Pada Ekspor Komoditas Udang Dan Tuna Dalam Sektor Perikanan Indonesia"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

Implementasi Indonesia Japan Economic Partnership Agreement Pada Ekspor Komoditas Udang Dan Tuna Dalam Sektor Perikanan Indonesia

Skripsi

Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Komputer Indonesia

Derliana 44306011

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG

(2)

i

Partnership Agreement Pada Ekspor Komoditas Udang Dan Tuna Dalam Sektor Perikanan Indonesia”. Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia, Bandung 2011.

Jepang masih menjadi tujuan utama ekspor perikanan khususnya di komoditas udang dan tuna Indonesia. Selain karena Jepang adalah mitra dagang Indonesia dan hubungan kerjasama ekonomi antara kedua belah pihak sudah berlangsung sangat lama, sejak dimulainya bantuan yang diberikan oleh Jepang yang disebut Official Development Assistance (ODA) ke Indonesia. Hal itulah yang mendasari kerjasama ekonomi yang disebut Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) diberlakukannya kerjasama ini pada tahun 2008 dengan beberapa penurunan tarif bea masuk atas barang dan jasa.

Berdasarkan acuan permasalahan tersebut metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksplanatif – deduktif, dimana dengan menggunakan metode ini dapat menjelaskan hubungan antara dua variabel, termasuk pengaruh yang ditimbulkan oleh satu variabel terhadap variabel lainnya.

Jika kerangka kerjasama IJEPA dapat diimplementasikan dengan baik, maka akan meningkatkan nilai ekspor Indonesia ke Jepang pada komoditas udang dan tuna”

kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa secara keseluruhan kerjasama IJEPA yang dilakukan oleh Indonesia dengan Jepang ini dapat dikatakan berhasil. Hal ini dilihat dari peningkatan pertumbuhan ekonomi di sektor ekspor Indonesia ke Jepang.

(3)

ii ABSTRACT

Derliana (44306011) "Implementation of Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) for Indonesia's particularly Fishing Sector In Commodities Shrimp And Tuna”. Department of International Relations Science, Faculty of Social and Political Sciences, Indonesia Computer University, 2011.

Still, Japan is the primary destiny in export, shrimps and tuna from Indonesia. In the other hand, Japan is the Indonesia’s trade partner and economic cooperation between two countries has been taking place for long time, since the financial aids was given by Japan called Official Development Assistance (ODA) to Indonesia. Those are basis for economic cooperation which called Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) was established since 2008 with numoreus of tariffs decreasing for Goods and Services.

Research of this method is explanative-deductive where is by this method will able to describe correlation between both of two variable include the influence which is caused by one variable to other variable

.By this method, researcher can describe how economic cooperation in the IJEPA framework could increasing economic growth in the commodities export, particularly Shrimp and Tuna to Japan.

Hypothesis of this research is: “ if IJEPA Framework could be implemented as well, then it can increasing export value Indonesia to Japan particularly in Commodities of Shrimp and Tuna”.

The conclusion of this research is IJEPA cooperation between Indonesia – JAPAN is success. That point is increasing of economic growth in export Shrimp and Tuna from Indonesia to Japan.

(4)

iii

Allah SWT. Atas segala karunia yang selalu Kau berikan dan setiap tetes berkah dalam hidup hamba-Mu sampai saat ini dan akhir nanti, sehingga peneliti senantiasa mendapatkan pencerahan, semangat serta kekuatan dalam diri untuk menyelesaikan skripsi dengan judul, “Implementasi Indonesia Japan Economic Partnership Agreement Pada Ekspor Komoditas Udang Dan Tuna Dalam Sektor Perikanan Indonesia”. Terimakasih kepada Nabi Akhirul Zaman, Muhammad SAW atas segala perjuangan untuk menegakkan kedamaian Islam. Sehingga peneliti selalu termotivasi oleh semangat dan keteguhan hati beliau.

Tak lupa ungkapan terimakasih tiada tara peneliti haturkan kepada kedua orang tua terkasih Alm. Bapak Wajahirin Bangun Harahap dan Ibu Marsaulina Hasugian. S.Kep yang telah mendidik serta memberi kasih sayang tanpa henti sejak anakmu ini tak tahu apapun. Terimakasih untuk segala doa serta perjuangan tak kenal lelah untuk mendukung anakmu ini baik dukungan moral dan material. Semoga Othe bisa membalas setiap tetes peluh yang mama perjuangin buat Othe dan abang. Othe bangga mempunyai mama yang hebat dan begitu penyabar dalam menghadapi sifat dan sikap Othe yang kadang membuat mama kecewa dan sedih. Terimakasih pula pada Super Broda Wahid Ali Guntur Harahap “You’re the best brother that I have”. Dan untuk keluarga besar peneliti di Jakarta, Palu

(5)

iv

Peneliti menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini, baik dari segi penulisan ataupun pembahasan. Oleh karenanya peneliti menerima segala bentuk saran dan kritik yang membangun. Disamping itu, dalam pembuatan skripsi ini peneliti banyak sekali mendapatkan bantuan serta motivasi dari orang-orang terbaik yang ada dalam hidup peneliti. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan keikhlasan hati, peneliti haturkan terimakasih kepada:

1. Bpk. DR. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, M.Sc, selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.

2. Ibu Hj. DR. Aelina Surya, Dra, selaku Pembantu Rektor III, Universitas Komputer Indonesia. Terimakasih Bu atas segala ilmu serta kemudahan yang diberikan pada peneliti.

3. Bpk. Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs,. MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia. Atas segala kemudahan dalam perijinan peneliti untuk melaksanakan penelitian.

4. Bpk. Andrias Darmayadi, S.IP, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu Hubungan Internasional. Terimakasih untuk segala ilmu dan didikan yang bapak berikan untuk kami. Bapak adalah pengajar, orang tua dan sahabat bagi kami semua.

(6)

v

6. Bpk. Budi Mulyana S.IP, selaku Dosen Hubungan Internasional dan dosen wali saya,terima kasih atas dukungan dan bimbingannya, Ilmu yang telah bapak berikan sangat bermanfaat dan berarti. Maaf juga saya sering menyusahkan bapak selama saya melakukan revisi hehehe ^_^.

7. Ibu. Yesi Marince, S.IP, selaku Dosen Hubungan Internasional terima kasih atas dukungan dan bimbingannya. Segala masukan yang ibu berikan telah membantu saya.

8. Ibu. Sylvia Octa Putri, S.IP, selaku Dosen Hubungan Internasional terima kasih atas dukungan dan bimbingannya. Maaf kalau selama bimbingan dan revisi ke Ibu saya sering telat hehehe.

9. Dwi Endah Susanti, SE, selaku Sekretaris Prodi Hubungan Internasional yang telah membantu dalam segala urusan akademik. Hatur thank you banget teteh ^_^.

(7)

vi

kedepannya, dan semoga semua mimpi – mimpi kita terwujud dan menjadi indah dikemudian hari…. Amin.

11. Sahabat – sahabat yang ga akan mungkin terlupakan sepanjang jalan hidup : Amir (selalu semangat Mir’, ada apa – apa Othe pasti datang buat temenin

Amir dimanapun Othe berada nanti ^_^), Edo (satu perjuangan dalam bimbingan menempuh hujan dan teriknya panas matahari hahaha), Intan (meskipun sering salah paham tapi Intan tetatp jadi sahabat terbaik dalam hidup Othe), Nadhea Lady Sandjaya (hahahahah lengkap kan Othe pajang nama mu hahahaha, jangan kebanyakan nilep uang kuliah supaya cepet lulus daripada nanti dinikahin sama bapak sandjaya hahahaha ^_^). HIDUP TELETUBBIES!

12. Teman –teman seangkatan ’06 yang g bisa disebutin satu persatu “I LOVE U GUYS”. Adik –adik angkatan ’07, ’08, ’09, ’10 tetap semangat ya!

13. Semua pihak yang telah membantu lancarnya penelitian ini. Terima kasih…..

Bandung, Agustus 2011

(8)

1 1.1Latar Belakang Penelitian

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sangat aktif melakukan kerjasama ekonomi. Tidak hanya dalam forum ekonomi multilateral seperti World Trade Organization (WTO), tetapi juga dalam berbagai kerjasama bilateral maupun regional Free Trade Agreement (FTA). Sejak krisis Tahun 1997 – 1998, semakin banyak kesepakatan ekonomi yang diikuti oleh Indonesia dalam

kerangka FTA regional, seperti ASEAN – China, ASEAN – Eropa, ASEAN – Australia – New Zealand, ASEAN – India, dan lain sebagainya, maupun kerjasama dalam bingkai Economic Partnership Agreement (EPA) dengan Jepang, Amerika, Rusia (Khor, 2010:1).

(9)

2

memperbanyak kesepakatan FTA dibanding mendorong kerjasama multilateral (Khor, 2010:1-2).

Bagi Indonesia, kerjasama ekonomi pasar bebas bukanlah hal baru, karena liberalisasi ekonomi telah dimulai pada tahun 1983 dengan membuka dan membebaskan pasar uang. Sedangkan liberalisasi ekonomi yang mencakup bidang yang lebih luas, tidak hanya sektor keuangan, diawali pada 2 November 1994. Setelah menghadiri pertemuan di Marakesh pada 14 April 1994, pemerintah Indonesia pada tanggal 2 November 1994 meratifikasi pembentukan WTO dengan menerbitkan UU. 7 Tahun 1994. Kemudian, pada 15 November 1994 Indonesia menjadi tuan rumah dan salah satu inisiator Bogor Declaration, yang merupakan awal dari Asia Pacific Economic Co-operation (APEC) atau salah satu kerjasama ekonomi regional yang cakupannya sangat luas (Khor, 2010:2-3).

(10)

daya saing jepang sebagai negara industri akan luntur dan digantikan oleh negara – negara industri baru yang memiliki bahan baku dan menguasai energi dan telah

berhasil menyiapkan sumber daya manusia dan teknologi (Khor, 2010: 11).

Didalam kesepakatannya bersama dengan Indonesia, antara lain basic study, pelatihan, pengiriman tenaga ahli, seminar dan lokakarya. Kegiatan tersebut tentu bukanlah sesuatu yang baru dalam kerjasama Indonesia – Jepang. Sudah sejak lama Indonesia dan Jepang melakukan kegiatan kerjasama ekonomi di sektor industri manufaktur, bahkan juga pengembangan usaha kecil dan menengah. Jika ditelaah lebih jauh sejak 1980 Jepang sangat agresif memberikan Official Development Assistance (ODA atau bantuan pembangunan resmi) kepada negara – negara yang akan dijadikan tujuan utama investasi. Dengan strategi ODA, Jepang akan mendapatkan manfaat langsung yakni menekan biaya investasi perusahaan – perusahaan Jepang di negara penerima ODA. Alasannya, dana ODA telah mengarahkan pembangunan fasilitas infrastruktur untuk mendukung bisnis perusahaan – perusahaan Jepang yang akan masuk ke negara penerima ODA. Namun, di era 2000-an, strategi perdagangan dan investasi internasional Jepang telah bergeser dan lebih menekankan pada strategi kerjasama FTA atau EPA, bukan lagi mengandalkan ODA (Khor, 2010: 13).

(11)

4

dan kepemilikan sumber daya yang relatif sama, negara – negara mitra Jepang tersebut harus bersaing satu sama lain, sementara Jepang bisa mendapat manfaat yang optimal dari persaingan diantara para pemasok tersebut (Khor, 2010:14).

Pada bulan November 2004 disela – sela pertemuan APEC, Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono dan mitranya Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe sepakat untuk membahas kemungkinan pembentukan Economic Partnership Agreement (EPA). Hasil pembicaraan tersebut ditindaklanjuti antara Menteri Perdagangan kedua pihak pada bulan Desember 2004. Sebagai langkah awal adalah diadakannya Joint Study, melalui Joint Study Group meeting (JSG) sebanyak 3 kali pertemuan informal Desember 2004 – Juli 2005) . Hasil JSG merekomendasi manfaat perlunya EPA antara kedua negara berupa Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA), yang kemudian diikuti dengan seri perundingan atau negosiasi sebanyak 6 (enam) putaran sejak Juli 2005 sampai dengan November 2006 (http://www.indonesianembassy.jp/perdagangan/man faat_epa .pdf).

Pada akhir negosiasi tanggal 24 November 2006 di Tokyo, kedua Chief Negotiator, Ambassador Soemadi DM Brotodiningrat dan Mr. Mitoji Yabunaka menandatangani Record Of Discussion yang mencakup persetujuan prinsip atas bagian – bagian utama dari 13 kelompok negosiasi dan menyepakati untuk melakukan finalisasi dari perjanjian sesegera mungkin. Kemudian pada tanggal 21 – 22 Juni 2007, telah dilakukan negosiasi akhir dalam kerangka wrap – up

(12)

Brotodiningrat dan Mr. Masaharu Kohno, wakil menteri luar negeri. Hasil tersebut sebagai landasan bagi langkah selanjutnya yang akan menyelesaikan pending issue dan merapikan draft dari sisi bahasa dan hukum (http://www.Indonesian embassy.jp/perdagangan/manfaat_epa.pdf).

Dan pada akhirnya tanggal 20 Agustus 2007 telah ditandatangani kesepakatan kemitraan ekonomi Indonesia-Jepang dalam kerangka IJEPA oleh kedua negara, yaitu antara Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, yang datang secara khusus ke Indonesia, dengan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Penandatanganan tersebut menghasilkan beberapa inti dasar dari kerjasama IJEPA yang dilakukan oleh Indonesia – Jepang.

Inti dasar dari kerjasama IJEPA adalah :

1. Memfasilitasi, mempromosikan, dan meliberalisasi perdagangan barang dan jasa antara Jepang dan Indonesia

2. Meningkatkan kesempatan investasi dan mempromosikan aktivitas investasi melalui penguatan perlindungan untuk investasi dan aktivitasnya antara Jepang – Indonesia

3. Menjamin proteksi hak – hak intelektual dan mempromosikan kerjasama di bidang – bidang yang sudah disepakati

4. Meningkatkan transparansi rezim pemerintahan kedua negara dan mempromosikan kerjasama yang saling menguntungkan antara Jepang – Indonesia

5. Mempromosikan kompetisi

(13)

6

7. Membuat sebuah kerangka kerja untuk meningkatkan kerjasama yang lebih erat didalam bidang – bidang yang telah disepakati

8. Menciptakan prosedur yang efektif untuk implementasi dan aplikasi kesepakatan ini untuk resolusi resolusi dari pertikaian yang mungkin muncul dikemudian hari (http://ditjenkpi. depdag.go.id/website_ kpi/Umum/IJEPA/ Basic%20 Agreement %20 %28ID%29.pdf).

Dari 11 bidang atau kelompok perundingan yang dibahas diatas, penulis tertarik untuk membahas lebih dalam tentang Trade in goods: tariffs and non-tariff measures, rules of origin trade remedies (Perdagangan dalam barang : ketentuan tarif, non-tarif, ketentuan asal produk, penyelesaian dispute mengenai mutu barang). Perdagangan dalam barang disini adalah ekspor Indonesia ke Jepang di bidang perikanan khususnya di komoditas udang dan tuna.

(14)

US$ 5.195.500.000, dan Potensi Bioteknologi Kelautan tiap tahun sebesar US$ 40.000.000.000. Secara total potensi Sumberdaya Perikanan Indonesia senilai US$ 71.935.651.400 dan yang baru sempat digali sekitar US$ 17.620.302.800 atau 24,5 %. Potensi tersebut belum termasuk hutan mangrove, terumbu karang serta energi terbaru, serta jasa seperti transportasi, pariwisata bahari yang memiliki peluang besar untuk dikembangkan (http://www.lfip.org/english/pdf/ bali-seminar/pemberdayaan%20sumber%20daya%20kelautan%20-%20tridiyo% 20kusumastanto.pdf).

Hal inilah yang mendasari mengapa pihak Jepang sangat tertarik untuk melakukan kerjasama lebih lanjut dengan Indonesia dan membuat suatu kesepakatan yaitu IJEPA, dan sebagai bentuk implementasi dari perjanjian tersebut, pada 30 Juni 2008 Menteri Keuangan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang tarif Bea Masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional yang akan berlaku efektif mulai 1 Juli 2008. Adapun PMK-PMK tersebut yaitu:

1. PMK No. 94/PMK.011/2008 tentang Modalitas Penurunan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi;

2. PMK No.95/PMK.011/2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi;

(15)

8

Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi (http://www.indonesia.go.id /id/index.php/content /files/www.bengkulu.go.id/index.php?option=com_content&task=view &id=7730&Itemid=688).

Dengan ditandatangani kesepakatan ini, Indonesia berharap mendapatkan keuntungan dari kerjasama IJEPA. Maka berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :

“Implementasi Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) Pada Ekspor Komoditas Udang Dan Tuna Dalam Sektor Perikanan”

Ketertarikan penulis terhadap penelitian ini didukung oleh beberapa matakuliah pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia, antara lain :

1. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, mata kuliah ini membantu dalam memberikan gambaran mengenai dinamika hubungan internasional, konsep-konsep dasar dan umum mengenai Ilmu Hubungan Internasional.

2. Ekonomi-politik internasional membahas keterkaitan sektor ekonomi yang dapat mempengaruhi sektor politik.

(16)

1.2 Permasalahan

1.2.1 Identifikasi Masalah

Dengan melihat kerjasama kemitraan ekonomi Indonesia – Jepang yang dilakukan dalam bingkai EPA yakni IJEPA disepakati pada tanggal 20 Agustus 2007 dan berlaku efektif 1 Juli 2008 telah mengakibatkan banyak sektor yang menjadi acuan penurunan tarif bea masuk khususnya ekspor dibidang perikanan Indonesia ke Jepang, untuk mengidentifikasi masalah tersebut, maka peneliti merangkumnya dalam beberapa pertanyaan :

1. Faktor apakah yang menjadi latar belakang alasan utama pemerintah Indonesia melakukan kerjasama IJEPA?

2. Upaya – upaya apa saja yang disepakati kedua negara dalam kerangka IJEPA?

3. Kendala apa saja yang menjadi implementasi kerjasama IJEPA? 4. Permasalahan apa saja yang dihadapi pemerintah indonesia di

bidang ekspor perikanan?

5. Sejauh mana kerjasama IJEPA khususnya di sektor perikanan membantu nilai ekspor Indonesia?

1.2.2 Pembatasan Masalah

(17)

10

perekonomian Indonesia pada sektor udang dan tuna. Pembatasan masalah ini berupaya untuk menentukan batas-batas permasalahannya dengan jelas yang memungkinkan untuk mengidentifikasikan faktor - faktor apa saja yang termasuk dalam ruang lingkup permasalahan.

Penelitian ini akan dibatasi pada kajian terhadap implementasi IJEPA bagi perekonomian Indonesia pada sektor perikanan khususnya komoditas udang dan tuna. Batasan waktu yang digunakan dalam penelitian ini berada dalam kurun waktu tahun 2006 – 2010, karena dalam rentang waktu tersebut penandatanganan record of discussion oleh Ambassador Soemadi DM Brotodiningrat dengan Mr. Mitoji Yabunaka dan dilanjutkan oleh negosiasi akhir serta penetapan tentang tarif bea masuk. Pembatasan waktu dilakukan untuk menghindari luasnya rentang waktu yang diteliti sehingga mempermudah penelitian.

1.2.3 Perumusan Masalah

Dengan berdasarkan hasil uraian dari identifikasi dan pembatasan masalah, maka penulis merumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan penelitian (research question) sebagai berikut :

(18)

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Suatu kegiatan yang dilakukan hendaknya memiliki suatu tujuan tertentu yang hendak dicapai. Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui, memahami, dan meneliti berbagai faktor atau alasan pemerintah Indonesia melakukan kerjasama IJEPA dengan pihak Jepang.

2. Mengetahui, memahami, dan meneliti kerjasama – kerjasama yang disepakati dalam kerangka IJEPA.

3. Mengetahui, memahami, dan meneliti kendala – kendala dalam mengimplementasikan kerjasama IJEPA.

4. Mengetahui, memahami, dan meneliti peningkatan nilai ekspor Indonesia ke Jepang sebelum dan sesudah diadakannya kerjasama IJEPA khususnya di sektor perikanan dalam komoditas udang dan tuna.

1.3.2 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

(19)

12

yang memiliki pengaruh terhadap negara lain, baik itu dalam kesepakatan maupun kerjasama internasional.

2. Secara Pragmatis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah terhadap perkembangan ilmu Hubungan Internasional dan menambah wawasan mengenai kerjasama internasional

1.4 Kerangka Pemikiran, Hipotesis, dan Definisi Operasional 1.4.1 Kerangka Pemikiran

Dalam membuat sebuah karya ilmiah, keberadaan teori-teori menjadi sangatlah penting adanya, karena dengan adanya teori-teori tersebut dapat membantu dalam memenuhi kaidah-kaidah keilmuan. Oleh karena itu untuk mempermudah suatu penelitian, penulis menggunakan kerangka konseptual yang akan mengutip dari teori-teori atau pendapat para ahli sehingga menjadi landasan bagi pembangunan hipotesis yang akan diajukan untuk kemudian diuji kebenarannya dalam penelitian ini.

Dinamika Hubungan Internasional dewasa ini telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hubungan Internasional yang pada awalnya hanya mempelajari tentang hubungan antar negara-negara yang berdaulat saja, telah mengalami pergeseran, dimana, muncul aktor-aktor lain dalam Hubungan Internasional yang juga mempunyai peranan yang penting.

(20)

dalam bukunya “Pengantar Ilmu Hubungan Internasional”. Menyatakan Hubungan Internasional:

“Hubungan Internasional merupakan bentuk interaksi antara aktor atau anggota masyarakat lain. Terjadinya Hubungan Internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional sehingga interdependensi tidak memungkinkan adanya suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar”(Perwita&Yanyan, 2005:3-4).

Dalam mempelajari Hubungan Internasional, berbagai aspek dan aktor-aktor dapat dilibatkan. Inti dari Hubungan internasional adalah interaksi yang terjadi antara aktor negara maupun aktor non-negara yang melewati batas negara dan meliputi segala aspek dan bidang. Dalam mempelajari ilmu Hubungan Internasional terdapat tujuan dasar mempelajari ilmu ini, seperti yang disampaikan oleh DR. Anak Agung Banyu Perwita dan DR. Yanyan Mochamad Yani dalam bukunya “Pengantar Ilmu Hubungan Internasional” yaitu untuk:

“Tujuan dasar studi Hubungan Internasional adalah mempelajari perilaku internasional, yaitu perilaku antara aktor negara maupun non-negara, di dalam arena transaksi internasional. Perilaku ini bisa berwujud kerjasama, pembentukan aliansi, perang, konflik serta interaksi didalam organisasi internasional” (Perwita&Yanyan. 2005:4-5).

Salah satu konsep dalam hubungan internasional yang juga kembali dibicarakan baik oleh praktisi maupun akademisi Hubungan Internasional adalah konsep regionalisme (Perwita&Yanyan, 2005:103).

(21)

14

pada upaya regional untuk mengurangi atau menghapuskan kendala – kendala dalam perdagangan. Sedangkan bentuk kedua berupa integrasi dalam yang bertujuan untuk mencapai kesatuan ekonomi dan fiskal secara menyeluruh (Perwita&Yanyan. 2005: 108).

Kerjasama Indonesia – Jepang dalam suatu kerangka IJEPA dapat dipelajari dan diteliti melalui Hubungan Internasional, karena dalam hal ini kerjasama IJEPA ini dapat digolongkan sebagai bentuk interaksi antara aktor atau anggota masyarakat yang lain, terlebih lagi terjadinya kerjasama IJEPA antara kedua negara ini akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional sehingga tidak memungkinkan adanya suatu negara menutup diri terhadap dunia luar.

Didalam Hubungan Internasional, politik luar negeri merupakan alat yang dilakukan oleh suatu negara terhadap lingkungan eksternalnya yang merupakan negara lain dalam mencapai, memperjuangkan dan mempertahankan kepentingan nasionalnya.

(22)

negara di dalam isu – isu internasional atau lingkungan sekitarnya (Perwita&Yanyan. 2005:47).

Untuk memenuhi kepentingan nasionalnya, negara – negara maupun aktor dari negara tersebut melakukan berbagai macam kerjasama bilateral, trilateral, regional, dan multilateral (Perwita&Yanyan. 2005:49).

Kerjasama Bilateral antara Indonesia – Jepang dalam kerangka Indonesian Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA) secara teoritis, merupakan satu bentuk pengembangan dari konsep kawasan (regionalisme). Regionalisme pada saat ini bisa dibentuk dalam bentuk pluralisme atau bilateral antara dua negara atau dengan kelompok kawasan lainnya.

Adanya suatu bentuk interaksi dan pengembangan yang dilakukan oleh masing - masing negara akan menghasilkan konsep kerjasama internasional. Kerjasama internasional juga timbul akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional. Tidak ada suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar dan konsep kerjasama internasional merupakan solusi dari adanya kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi oleh negaranya sendiri.

(23)

16

mendukung konsepsi dari kepentingan tindakan yang unilateral dan kompetitif. Kerjasama internasional terbentuk karena kehidupan internasional meliputi berbagai bidang seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan (Perwita dan Yani, 2005: 33-34).

Kerjasama Indonesia – Jepang dalam kerangka IJEPA merupakan suatu kerjasama ekonomi dimana kedua negara akan saling menguntungkan dengan beberapa ketentuan – ketentuan yang berlaku dan disepakati oleh kedua negara tersebut. Ketentuan – ketentuan yang berlaku itu tertuang didalam suatu perjanjian yang disebut dengan perjanjian internasional.

Perjanjian internasional yang pada hakekatnya merupakan sumber hukum internasional yang utama adalah instrumen – instrumen yuridik yang menampung kehendak dan persetujuan negara atau subjek hukum internasional lainnya untuk mencapai tujuan bersama. Persetujuan bersama yang dirumuskan dalam perjanjian tersebut merupakan dasar hukum internasional untuk mengatur kegiatan negara – negara atau subjek hukum internasional lainnya di dunia ini (Mauna, 2001:82).

Pembuatan perjanjian internasional biasanya melalui beberapa tahap yaitu perundingan, penandatanganan, dan pengesahan. Untuk perjanjian bilateral suatu perjanjian mulai berlaku setelah pertukaran piagam pengesahan atau setelah pemberitahuan masing – masing pihak bahwa prosedur konstitusional untuk pengesahan telah dipenuhi (Mauna, 2001:83-84).

(24)

pertumbuhan perekonomian Indonesia. Dimana definisi pertumbuhan ekonomi adalah:

Pertumbuhan ekonomi adalah bagaimana tabungan, pertumbuhan populasi dan kemajuan teknologi mempengaruhi tingkat output perekonomian serta pertumbuhannya sepanjang waktu (Mankiw, 2003:174).

Rumus dasar menghitung pertumbuhan ekonomi dilihat dari perhitungan PDB dimana definisi dari PDB adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu.

Rumus menghitung PDB adalah: Y = C + I + G + NX Keterangan:

- Y adalah PDB yang artinya jumlah konsumsi, investasi, pembelian, dan ekspor bersih.

- C adalah konsumsi yang terdiri dari dari barang dan jasa yang dibeli rumah tangga

- I adalah investasi yang terdiri dari barang – barang yang dibeli untuk penggunaan masa depan.

- G adalah pembelian pemerintah dimana barangd dan jasa yang dibeli oleh pemerintah pusat, negara baghian, dan daerah.

(25)

18

barang dan jasa kita, yang memberikan pendapatan bagi produsen domestik (Mankiw. 2003: 24-27).

Dengan adanya perhitungan dari PDB itu sendiri kita bisa melihat nilai ekspor Indonesia dalam melakukan suatu kerjasama dengan negara lain. Dalam hal ini Jepang adalah tujuan utama ekspor perikanan dengan dua komoditi utama yaitu udang dan tuna.

1.4.2 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dipaparkan di atas, penulis menarik sebuah hipotesis sebagai berikut :

Jika kerangka kerjasama IJEPA dapat diimplementasikan dengan baik, maka akan meningkatkan nilai ekspor perikanan Indonesia ke Jepang pada komoditas udang dan tuna

1.4.3 Definisi Operasional

Berdasarkan pemaparan sebelumnya maka dapat dikemukakan beberapa definisi operasional dalam penelitian ini, yaitu:

1. Kerjasama internasional adalah bentuk hubungan kerjasama suatu negara dengan negara lain dalam bidang tertentu (ekonomi, budaya / sosial, politik, dan pertahanan serta keamanan)

(26)

tidak dibahas dalam WTO atau disebut WTO Plus.

3. Implementasi adalah suatu proses untuk melaksanakan kebijakan menjadi tindakan kebijakan dari politik ke dalam administrasi.

4. Nilai Ekspor merupakan nilai uang termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir, yaitu nilai yang tercantum dalam suatu dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang yang telah difiat muat oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (PEB).

5. Komoditi udang dan tuna merupakan bahan mentah yang dapat digolongkan menurut mutunya sesuai dengan standar perdagangan internasional.

1.5 Metodologi Penelitian 1.5.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini Metode Eksplanatif - Deduktif . Menurut James A. Black dan Dean J. Champion, metode eksplanatif merupakan metode yang bermaksud untuk menjelaskan hubungan antara dua variabel, termasuk pengaruh yang ditimbulkan oleh satu variabel terhadap variabel lainnya. Penjelasan dari suatu penelitian dapat diperoleh apabila hubungan tersebut dapat ditunjukkan (Silalahi, 1999 : 53).

1.5.2 Teknik Pengumpulan Data

(27)

20

mengasumsikan bahwa setiap kumpulan informasi tertulis dapat digunakan sebagai indikator sikap, nilai, dan maksud politik dengan cara menelaah secara sistematis menurut kriteria penafsiran kata dan pesan tertentu. Dengan demikian data-data yang digunakan adalah data-data sekunder yang berasal dari dokumentasi dan publikasi. Bentuk data-data tersebut dapat ditemui pada buku referensi, jurnal, majalah atau laporan dari instansi terkait, di samping pemanfaatan sumber-sumber tulisan lainnya seperti fasilitas dan jasa internet untuk mendapatkan data tertulis yang telah didokumentasikan.

1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.6.1 Lokasi Penelitian

1. Perpustakaan Universitas Komputer Indonesia, Jl. Dipati Ukur 116. Bandung.

2. Perpustakaan FISIP Universitas Pasundan, Jl. Lengkong Besar. Bandung.

3. Perpustakaan FISIP Universitas Parahyangan, Jl. Ciumbuleuit. Bandung.

4. Perpustakaan FISIP Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Jatinangor. Sumedang.

5. Perpustakaan Balai Besar Bahan dan Barang Teknik, Jl. Sangkuriang 14. Bandung.

(28)

Samuder, Jl. Pasir Putih I Ancol Timur. Jakarta Utara.

1.6.2 Waktu Penelitian

Waktu yang dibutuhkan oleh peneliti untuk pra penelitian (tahap pengenalan, pemahaman dan pendalaman masalah) yaitu dimulai sejak bulan Februari 2011 dan direncanakan selesai pada bulan Agustus 2011. Adapun rencana kegiatan penelitian yang akan dilakukan, penulis jelaskan pada tabel waktu penelitian di bawah ini.

[image:28.595.114.561.395.663.2]

Tabel 1.6.2 Tabel Waktu Penelitian

No KEGIATAN

Waktu Penelitian 2011

Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus

1 Pencarian Data

2 Pengajuan Judul

3 Pembuatan

Usulan Penelitian

4 Seminar Usulan

Penelitian

5 Pengumpulan

Data

6 Bimbingan

Skripsi

(29)

22

1.7 Sistematika Penulisan

Peneliti mencoba menjabarkan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang berisikan latar belakang

penelitian, indentifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, anggapan dasar dalam hipotesis, definisi operasional, metodelogi penelitian dan teknik pengumpulan data, serta waktu dan lokasi penelitian.

BAB II : Bab ini memaparkan tinjauan kepustakaan dari literatur-literatur yang dipilih untuk menjelaskan teori-teori dan konsep-konsep yang relevan dengan masalah yang diteliti. Merupakan bab tinjauan pustaka yang berisikan: Seperti teori hubungan internasional, politik luar negeri, kebijakan luar negeri, kerjasama internasional. Tinjauan pustaka ini dapat pula berisi uraian tentang data sekunder yang diperoleh dari jurnal-jurnal ilmiah atau hasil penelitian yang dapat dijadikan asumsi yang memungkinkan penalaran untuk menjawab masalah yang diajukan.

(30)

BAB IV : Merupakan bab analisa tentang seberapa besar implementasi dari kerjasama yang dilakukan oleh Indonesia dengan jepang dalam kerangka IJEPA.

(31)

24 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hubungan Internasional

Runtuhnya Uni Soviet sebagai negara komunis utama pada tahun 1990-an memunculkan corak perkembangan Hubungan Internasional yang khas. Perkembangan pasca- perang dingin ini juga mempunyai implikasi strategis baik pada aspek akademis maupun praktis.

1. Aspek Praktis

Berakhirnya perang dingin telah mengakhiri semangat sistem internasional bipolar dan berubah pada multipolar atau secara khusus telah mengalihkan persaingan yang bernuansa militer ke arah persaingan atau konflik kepentingan ekonomi di antara negara – negara di dunia ini. Dengan kata lain, dapat pula dinyatakan bahwa dengan berakhirnya perang dingin, maka dunia dipenuhi oleh harapan – harapan akan terciptanya tata dunia baru yang lebih damai, aman,

(32)

dalam suatu blok keamanan, maka sekarang posisi tawar menawar tersebut bisa didapat dengan cara melibatkan diri pada suatu blok perdagangan.

2. Aspek Akademis

Secara akademis, pasca-perang dingin ini memunculkan beragam perubahan mulai dari aspek ontologis, epistemologis¸ dan aksiologis dari Hubungan Internasional. Hubungan Internasional adalah interaksi aktor – aktor yang tindakan dan kondisinya memiliki konsekuensi penting terhadap aktor lain di luar jurisdiksi efektif unit politiknya. Dari definisi diatas terkaji bahwa negara – bangsa dapat dipandang sebagai pelaku utama dari Hubungan Internasional. Hal itu karena yang melakukan tindakan dan dampak dari tindakan itu adalah unit politik walaupun tidak tertutup kemungkinan yang melakukan tindakan itu adalah aktor – aktor non negara (Perwita&Yanyan, 2005:5-7).

Beberapa konsep umum yang terdapat di dalam Hubungan Internasional, yaitu:

1. Peranan

Peranan merupakan aspek dinamis. Peranan dapat juga dikatakan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan dari seseorang atau struktur tertentu yang menduduki suatu posisi di dalam suatu sistem. Teori peranan menegaskan bahwa perilaku politik adalah perilaku

(33)

26

2. Konsep pengaruh didefiniskan sebagai kemampuan pelaku politik untuk mempengaruhi tingkah laku orang dalam cara yang dikehendaki oleh pelaku tersebut.

3. Kerjasama

Dalam Hubungan Internasional dikenal apa yang dinamakan kerjasama internasional. Dalam suatu kerjasama internasional bertemu berbagai macam kepentingan nasional dari berbagai negara dan bangsa yang tidak dapat dipenuhi didalam negerinya sendiri.

4. Analisis Sistem

Analisis sistem dalam Hubungan Internasional berpandangan bahwa fenomena internasional yang beragam secara sederhana tidak dapat dibagi – bagi, sehingga suatu sistem harus dianggap ada dalam lingkungan dan membentuk interaksi melalui bagian – bagian yang berhubungan satu sama lain (Perwita&Yanyan, 2005:29-34).

2.2 Kerjasama Internasional

(34)

internasional adalah sisi lain dari konflik internasional yang juga merupakan salah satu aspek dalam hubungan internasional. Isu utama dari kerjasama internasional yaitu berdasarkan pada sejauh mana keuntungan bersama yang diperoleh melalui kerjasama tersebut dapat mendukung konsepsi dari kepentingan tindakan yang unilateral dan kompetitif. Kerjasama internasional terbentuk karena kehidupan internasional meliputi berbagai bidang seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan (Perwita dan Yani, 2005: 33-34).

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan di dalam kerjasama internasional, adalah:

1. Pertama, negara bukan lagi sebagai aktor eksklusif dalam politik internasional melainkan hanya bagian dari jaringan interaksi politik, militer, ekonomi dan kultural bersama-sama dengan aktor-aktor ekonomi dan masyarakat sipil.

(35)

28

2.2.1 Negara Dalam Kerjasama Internasional

Sudah menjadi kodrat alam bahwa manusia sejak dahulu kala selalu hidup bersama – sama dalam satu kelompok. Dalam kelompok manusia itulah mereka berjuang bersama – sama mempertahankan hidupnya, seperti dalam hal mencari makan, melawan bahaya dan menanggulangi bencana serta melanjutkan keturunan.

Pada awalnya kelompok manusia ini hidup dari hasil perburuan kelompoknya, setelah sumber buruan habis, maka mereka pindah ke lokasi lain dengan cara hidup nomaden. Kemudian sejalan dengan perkembangan peradaban, mereka mulai hidup secara menetap pada satu tempat tertentu dan mereka mulai mengenal bagaimana beternak dan bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhannya. Kemudian terjadi pertentangan – pertentangan antarkelompok untuk memperbutkan satu wilayah tertentu, dan untuk mempertahankan hak hidup mereka pada lokasi yang mereka anggap baik bagi sumber penghidupan kelompoknya, mereka memilih seseorang atau sekelompok kecil orangnya yang ditugaskan untuk mengatur dan memimpin kelompoknya. Kemudian dengan meluasnya kepentingan kelompok yang ada dan untuk dapat mengatasi kesulitan yang mereka hadapi, baik yang datangnya dari dalam maupun dari luar, mereka merasakan perlu adanya suatu organisasi seperti dikenal sekarang yang mengatur tugas dan tanggung jawab masing – masing dalam kelompok yang bergabung menjadi kelompok yang lebih besar (Rudy, 2009:65-66).

(36)

organisasi pada zaman dahulu. Kemudian dari sinilah mulai berkembang menjadi kerajaan atau negara sebagai perwujudan dari kelompok manusia yang lebih tertib dan teratur sebagaiman persyaratan sebagai suatu organisasi. Kemudian kerajaan atau negara dengan kerajaan atau negara lain saling berhubungan yang pada mulanya adalah hubungan perdagangan yang lama kelamaan berkembang serta meluas ke bidang – bidang lain seperti kebudayaan, politik, militer, dan lain sebagainya. Dalam hubungan ini, terdapat keadaan yang memudahkan pencapaian tujuan masing – masing dan dalam konteks hubungan inilah sering terjadi benturan kepentingan diantara negara yang berhubungan, bahkan dapat berkembang menjadi konflik bersenjata, yang dalam sejarah dunia telah terbukti beberapa kali bahkan beratus kali terjadi peperangan antar bangsa (Rudy, 2009:66-67).

2.2.2 Kerjasama Multilateral

(37)

30

Konferensi multilateral memberi kesempatan untuk membahas masalah – masalah di luar agenda formal dan yang menjadi perhatian bersama, khususnya pada konferensi internasional seperti PBB. Pada akhirnya, konferensi multilateral memberi harapan bahwa semua kesepakatan yang telah diambil telah mendapatkan persetujuan bersama. Cara yang dipakai misalnya dengan upacara penandatangan kesepakatan untuk menunjukkan konsensus yang telah dicapai, cara lainnya adalah dengan menerapkan mekanisme pengawasan langsung dan tindak lanjut kesepakatan (Djelantik, 2008: 138-139).

2.2.3 Kerjasama Bilateral

Bilateralisme mengacu pada hubungan politik dan budaya yang melibatkan dua negara, contohnya:

1. Penandatanganan atau perjanjian 2. Tukar menukar Duta Besar 3. Kunjungan kenegaraan

Pada berbagai bentuk hubungan bilateral terdapat situasi ketika keberadaan dan fungsi kedutaan besar tidak dapat dipertahankan. Keputusan formal untuk menutup Kedutaan Besar terjadi ketika timbul masalah dengan satu atau lebih negara (Djelantik, 2008: 85-87).

(38)

yang melibatkan banyak negara, dan unilateral; ketika satu negara berlaku semaunya sendiri (freewill).

“Dalam diplomasi bilateral konsep utama yang digunakan adalah sebuah negara akan mengejar kepentingan nasionalnya demi mendapatkan keuntungan yang maksimal dan cara satu-satunya adalah dengan membuat hubungan baik dan berkepanjangan antar negara” (Rana, 2002:15-16). Perjanjian bilateral bersifat khusus (treaty contract) karena hanya mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan kedua negara saja. Oleh karena itu, perjanjian bilateral bersifat tertutup. Artinya tertutup kemungkinan bagi negara lain untuk turut serta dalam perjanjian tersebut.

2.3Perjanjian Internasional

Perjanjian internasional merupakan salah satu sumber hukum internasional. Sebagaimana tercantum dalam pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional, sumber – sumber hukum internasional terdiri dari:

1. Perjanjian Internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus 2. Kebiasaan Internasional

3. Prinsip – prinsip hukum umum yang diakui oleh negara – negara beradab

4. Keputusan pengadilan dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya merupakan sumber tambahan hukum internasional (Mauna, 2001:84).

(39)

32

akibat – akibat hukum. Sehubungan dengan itu ada dua unsur pokok dalam definisi perjanjian internasional tersebut, yaitu:

1. Adanya Subjek Hukum Internasional

Negara adalah subjek hukum internasional, yang mempunyai kapasitas penuh untuk membuat perjanjian – perjanjian internasional.

2. Rejim Hukum Internasional

Suatu perjanjian merupakan perjanjian internasional apabila perjanjian tersebut diatur oleh rejim hukum internasional (Mauna, 2001:88).

2.3.1 Mulai Berlakunya Perjanjian Internasional

Mulai berlakunya suatu perjanjian baik bilateral maupun multilateral, pada umumnya ditentukan oleh aturan penutup dari perjanjian itu sendiri. Dengan perkataan lain dapat dikemukakan bahwa para pihak dari perjanjian itulah yang menentukan bila perjanjian tersebut mulai berlaku secara efektif. Adapun suatu perjanjian mulai berlaku dan aturan – aturan yang umumnya dipakai dalam perjanjian tersebut, yaitu:

1. Mulai Berlakunya Perjanjian Internasional Segera Sesudah Tanggal Penandatanganan

(40)

2. Notifikasi Telah Dipenuhinya Persyaratan Konstitusional

Suatu perjanjian bilateral yang tidak langsung berlaku sejak tanggal penandatanganan haruslah disahkan terlebih dahulu sesuai dengan prosedur konstitusional yang berlaku di negara masing – masing pihak. Untuk dapat berlakunya perjanjian tersebut secara efektif maka setelah pengesahan, hal tersebut harus diberitahukan pada pihak lainnya dan demikian pula sebaliknya.

3. Pertukaran Piagam Pengesahan

Suatu perjanjian baik bilateral maupun multilateral dapat mensyaratkan para pihak pada perjanjian tersebut untuk membuat piagam pengesahan. Piagam pengesahan ini dibuat oleh masing – masing negara pihak setelah mereka mengesahkan perjanjian tersebut sesuai dengan ketentuan prosedur konstitusional yang berlaku di negara masing – masing.

4. Penyimpanan Piagam Pengesahan

Bagi perjanjian multilateral yang memerlukan piagam pengesahan mengingat banyaknya pihak – pihak pada perjanjian tersebut maka piagam pengesahannya tidaklah dipertukarkan sebagaimana halnya dalam perjanjian bilateral.

5. Aksesi

(41)

34

menjadi pihak pada perjanjian tersebut di kemudian hari (Mauna, 2001:124-132).

2.3.2 Berakhirnya Suatu Perjanjian Internasional

Setiap perjanjian internasional setelah mulai berlaku dan mengikat pihak – pihak yang bersangkutan, haruslah diterapkan atau dilaksanakan sesuai dengan isi dan jiwa dari perjanjian itu demi tercapainya apa yang menjadi maksud dan tujuannya.

Secara umum, alasan atau faktor yang dapat mengakibatkan berakhirnya masa berlaku suatu perjanjian internasional, adalah:

1. Batas waktu berlakunya perjanjian sudah berakhir 2. Tujuan perjanjian sudah berhasil dicapai

3. Dibuat perjanjian baru yang menggantikan atau mengakhiri berlakunya perjanjian yang lama

4. Adanya persetujuan dari pihak – pihak untuk mengakhiri berlakunya perjanjian

5. Salah satu pihak menarik diri dari perjanjian dan penarikan diri tersebut diterima oleh pihgak lain, dengan akibat perjanjian itu tidak berlaku lagi.

6. Musnahnya obyek dari perjanjiuan itu sendiri

(42)

2.4 Ekonomi – Politik Internasional

Ekonomi – politik internasional mulai menjadi kajian dalam studi Hubungan Internasional sejak tahun 1970-an. Pada saat itu negara – negara di dunia sedang mengalami krisis minyak yang disebabkan oleh pemboikatan pasokan minyak bumi oleh negara – negara Arab. Hal tersebut menggoyahkan stabilitas politik dan ekonomi negara – negara di dunia, sehingga krisis ini menjadi awal timbulnya kesadaran para pemegang otoritas pemerintahan bahwa faktor ekonomi menjadi sangat penting dan menentukan proses politik, dan sebaliknya (Perwita&Yanyan. 2005:75).

Definisi ekonomi politik adalah sebuah kajian aplikatif-empiris yang mempelajari keterhubungan serta interaksi yang berlangsung atau saling mempengaruhi (dan juga saling mempertimbangkan) antara faktor mekanisme pasar (sebagai komponen ekonomi) dengan faktor kebijakan pemerintah (sebagai komponen politik) serta dengan perubahan sosial (sebagai komponen sosiologi) (Rudy, 2007:15).

(43)

36

budaya, antara lain; perubahan sikap sosial dari sikap radikal ke moderat, dan sebagainya) (Rudy, 2007:16).

Selain keterhubungan tiga sisi ekonomi politik, terdapat juga tiga isu ekonomi-politik internasional yang penting dan berkaitan dalam beberapa tahun belakangan ini:

1. Penyebaran dan intensifikasi semua jenis hubungan ekonomi di antara negara – negara

2. Tentang siapa yang menang dan siapa yang kalah dalam proses globalisasi ekonomi

3. Bagaimana kita seharusnya memandang relatif pentingnya politik dan ekonomi (Jackson&Sorensen, 2005:77).

Hubungan ekonomi antara Indonesia dengan Jepang terkait dengan kegiatan ekspor dan impor perikanan.

2.4.1 Ekspor - Impor

Perdagangan ekspor - impor berdasarkan definisi dari Undang – Undang Kepabeanan No.17 Tahun 2006 adalah suatu kegiatan memasukkan atau mengeluarkan barang dari dan ke negara berdasarkan peraturan yang ditetapkan. Intinya ada pada pemasukan atau pengeluaran barang, baik didasari atas transaksi perdagangan atau bukan.

Dalam menjalankan usaha ekspor – impor, pelaku yang terlibat di dalamnya bisa berfungsi sebagai berikut:

(44)

2. Tenaga pemasaran di negara tujuan yang secara aktif melakukan teknik – teknik pemasaran

3. Pemilik barang, baik dengan membeli dari produsen maupun memproduksinya sendiri kemudian mencari pembelinya ((Prasetya, 2009: 161)

Dalam pelaksanaan perdagangan ekspor – impor terdapat beberapa dokumen yang harus diepnuhi, yaitu:

1. Bukti Kontrak 2. Judul Untuk Barang 3. Informasi

4. Bea Cukai

5. Bukti Kepatuhan (Prasetya, 2009: 161-162).

2.4.3 Perspektif Ekonomi Politik Internasional

Terkadang jenis perspektif dalam kajian ekonomi politik internasional disederhanakan ke dalam lima perspektif yang paling terkemuka dan dengan jelas memaparkan perbedaan antara satu dengan yang lain.kelima perspektif itu adalah: perspektif Merkantilis (termasuk didalamnya, Neo-Merkantilis), perspektif Dependesi, perspektif Reformis, perspektif world system theory, dan perspektif Liberalis (termasuk di dalamnya, Neo-Liberalis) (Rudy, 2007:32).

Dari kelima perspektif diatas, dua diantaranya adalah: 1. Perspektif Merkantilis

(45)

38

Merkantilisme menempatkan kepentingan perekonomian negara sebagai pusat analisis dan bahwa akumulasi kekayaan menjadi alat utama untuk memakmurkan bangsa. Untuk itu, negara perlu melakukan perdagangan secara luas dan menguntungkan, yang akan memberi surplus dan bukan defisit. Kegiatan ekspor digalakkan dan hasilnya mutlak harus lebih besar daripada pengeluaran untuk impor. 2. Perspektif Neo-Merkantilis

Inti dari Neo-Merkantilisme adalah tetap, yaitu memelihara posisi negara masing – masing (negara industri maju) berada pada tataran yang kompetitif dalam perdagangan dan berada di lapisan atas dalam percaturan ekonomi politik internasional. Salah satu perbedaan Merkantilisme dengan Liberalisme sebagaimana sering dikemukakan, bahwa Merkantilisme dan Neo-Merkantilisme semata – mata menitikberatkan pada pencapaian kemakmuran dan keuntungan ekonomi yang harus bisa diperoleh melalui adanya surplus ekspor. Sedangkan Liberalisme dan Neo-Liberalisme bertumpu kepada mekanisme pasar terbuka dan persaingan bebas dengan tanpa adanya intervensi kebijakan dari negara untuk melindungi pemasaran produk – produk dalam negerinya (Rudy, 2007:32-33).

(46)
(47)

40 BAB III

OBJEK PENELITIAN

3.1 Perkembangan Sektor Perikanan di Indonesia

Sejak UNCLOS 1982 ditetapkan dan diikuti lahirnya Undang-Undang No. 5/1985 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), secara geografis 75% wilayah negeri ini merupakan laut. Dari aspek geografi inilah para ahli sejarah ekonomi memulai kajian nusantara. Peran perikanan sebagai salah satu industri di pesisir nampak masih sangat kecil (10% dari PDB Pertanian) dan berdasarkan data yang dilaporkan sektor ini masih berada di bawah sektor lainnya dalam kurun waktu lebih dari satu abad terakhir. Sektor perikanan dan kelautan mulai mendapat perhatian lebih ketika Presiden Abdurrahman Wahid menetapkan lahirnya Departemen Ekplorasi Laut dengan Keppres 136/1999, atau kini Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) (http://io.ppijepang.org/v2/index. php?option=com_k2&view=item&id=160:menelusuri-pola-pertumbuhan-industri-

perikanan-laut-indonesia-beberapa-catatan).

(48)

sumberdaya kelautan tersebut, antara lain berupa penyediaan bahan kebutuhan dasar, peningkatan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, perolehan devisa dan pembangunan daerah. Dengan potensi wilayah laut yang sangat luas dan sumberdaya alam serta sumberdaya manusia yang dimiliki Indonesia. kelautan sesungguhnya memiliki keunggulan komparatif, keunggulan kooperatif dan keunggulan kompetitif untuk menjadi sektor unggulan dalam kiprah pembangunan nasional dimasa depan.

(49)

42

3.1.1 Potensi Sumber Daya Kelautan

Beberapa potensi yang Indonesia miliki adalah sebagai berikut: 1. Potensi Fisik

Potensi wilayah pesisir dan lautan Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari perairan nusantara seluas 2.8 juta km², laut teritorial seluas 0.3 juta km². Perairan nasional seluas 3,1 juta km², luas daratan sekitar 1,9, luas wilayah nasional 5,0 juta km², luas Exlusive Economic Zone (ZEE) sekitar 3,0 juta km², panjang garis pantai lebih dari 81.000 km dan jumlah pulau lebih dari 18.000 pulau.

2. Potensi Pembangunan

Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi pembangunan adalah sebagai berikut:

- Sumber daya yang dapat diperbaharui seperti; Perikanan (tangkap, budidaya dan pascapanen), hutan mangrove, terumbu karang, industri bioteknologi kelautan dan pulau – pulau kecil

- Sumber daya yang tidak dapat diperbaharui seperti; minyak bumi dan gas, bahan tambang dan mineral lainnya serta harta karun - Energi kelautan seperti; pasang-surut, gelombang, angin

- Jasa – jasa lingkungan seperti; pariwasata, perhubungan, dan kepelabuhan serta penampung atau penetralisir limbah.

3. Potensi Sumber Daya Pulih

(50)

kecil, dan lainnya) sekitar 4.948.824 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 15.105.011.400, mariculture (rumput laut, ikan, dan kerang-kerangan serta Mutiara sebanyak 528.403 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 567.080.000, perairan umum 356.020 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 1.068.060.000, budidaya tambak 1.000.000 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 10.000.000.000, budidaya air tawar 1.039,100 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 5.195.500.000, dan potensi bioteknologi kelautan tiap tahun sebesar US$ 40.000.000.000, secara total potensi sumber daya perikanan Indonesia senilai US$ 71.935.651.400 dan yang baru sempat digali sekitar US$ 17.620.302.800 atau 24,5 %. Potensi tersebut belum termasuk hutan mangrove, terumbu karang serta energi terbaru serta jasa seperti transportasi, pariwisata bahari yang memiliki peluang besar untuk dikembangkan.

4. Potensi Sumber Daya Tidak Pulih

(51)

44

miliar barel di antaranya sudah dieksploitasi. Sedangkan sisanya sebesar 89,5 miliar barel berupa kekayaan yang belum terjamah. Cadangan minyak yang belum terjamah itu diperkirakan 57,3 miliar barel terkandung di lepas pantai, yang lebih dari separuhnya atau sekitar 32,8 miliar barel terdapat di laut dalam. Sementara itu untuk sumberdaya gas bumi, cadangan yang dimiliki Indonesia sampai dengan tahun 1998 mencapai 136,5 triliun kaki kubik (TKK). Cadangan ini mengalami kenaikan bila dibandingkan tahun 1955 yang hanya sebesar 123,6 triliun kaki kubik. Sedangkan Potensi kekayaan tambang dasar laut seperti aluminium, mangan, tembaga, zirconium, nikel, kobalt, biji besi non titanium, vanadium, dan lain sebagainya yang sampai sekarang belum teridentifikasi dengan baik sehingga diperlukan teknologi yang maju untuk mengembangkan potensi tersebut.

5. Potensi Geopolitis

(52)

6. Potensi Sumber Daya Manusia

Potensi wilayah pesisir dan lautan Indonesia dipandang dari segi SDM adalah sekitar 60 % penduduk Indonesia bermukim di wilayah pesisir, sehingga pusat kegiatan perekonomian seperti: perdagangan, perikanan tangkap, perikanan budidaya, pertambangan, transportasi laut, dan pariwisata bahari. Potensi penduduk yang berada menyebar di pulau-pulau merupakan aset yang strategis untuk peningkatan aktivitas ekonomi antar pulau sekaligus pertahanan keamanan negara (http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/pemberdayaan%20sumber%20

daya%20kelautan%20-%20tridiyo%20kusumastanto .pdf).

3.1.2 Mitra Dagang Perikanan Indonesia

(53)

46

(54)

3.1.3 Hasil Perikanan Di Berbagai Wilayah Indonesia Tahun 2006 – 2010 Sebagai negara agraris, sudah sepantasnya, negara ini menghasilkan produk perikanan yang layak. Berdasarkan data Kementerian Perikanan dan Kelautan, selama 2010, volume produksi perikanan nasional melebih target yang ditetapkan pemerintah. Target pemerintah, pada 2010, sebanyak 10,76 juta ton. Realisasinya, mencapai 10,83 juta ton. Selama periode 2006-2010 perikanan mengalami pertumbuhan 19,56 persen (http://jabar.Tribun news.com/read /artikel/38761/Tahun-Lalu-Produksi-Perikanan-Nasional-Capai-10 8-Juta-Ton).

Beberapa gambaran umum tentang hasil perikanan di berbagai wilayah Indonesia diantaranya, adalah:

1. Sulawesi Tengah

(55)

48

nelayan di perairan Selat Makassar dan Laut Sulawesi yang didaratkan di PPI Donggala dan Ogotua dengan hasil penangkapan yang dijual ke perusahaan pengumpul PT. Era Mandiri Pratama di Kayu Malue Palu Utara dapat mencapai 4 ton/hari atau 104 ton/bulan pada musim ikan (April – Oktober), tujuan pemasaran Loin Tuna beku ke Jakarta. Untuk perairan Teluk Tolo, hasil penangkapan Tuna nelayan Kabupaten Banggai dan Banggai Kepulauan Loin bekunya di pasarkan ke Surabaya dan Jakarta. Hasil penangkapan di Buol di beli oleh pedagang pengumpul dari Bitung dan Gorontalo. Hasil penangkapan di Toli-Toli ke Gorontalo dan sebagian di kirim ke Jakarta, sedangkan yang dari Morowali di pasarkan ke Kendari. Hal ini menunjukan bahwa produksi Tuna Sulawesi Tengah tidak ada yang diekspor langsung. Total produksi Tuna Sulawesi Tengah pada 2009 sebesar 25.211,96 ton terdiri dari Albakora 710,43 ton, Madidihang 2.234,45 ton dan Cakalang 20.008,48 ton (http://dkp.sulteng.go.id/ index.php?option= com_content&task=view&id=244&Itemid=75).

2. Bali

(56)

juta dolar AS selama 2010, meningkat 3,48 persen dari tahun sebelumnya yang hanya 502,54 juta dolar AS. Ekspor hasil perikanan dan kelautan tahun 2006 tercatat 52,46 juta dolar AS meningkat 36,97 persen menjadi 71,33 juta dolar AS tahun 2007, bertambah lagi 33,84 persen menjadi 95,17 juta dolar AS pada tahun 2008. Bali mengirim 12 jenis hasil perikanan dan kelautan ke pasaran ekspor antara lain Jepang, Taiwan, Amerika Serikat, Australia, Spanyol, Inggris dan Jerman, di samping memenuhi konsumsi masyarakat setempat, termasuk wisatawan dalam menikmati liburan di Pulau Dewata, Upaya tersebut diharapkan mampu meningkatkan produksi, tingkat kesejahteraan nelayan dan perolehan devisa yang semakin besar (http://www.mediaindonesia.com/read/2011/03/18/2111

60/129/101/Ekspor-Perikanan-Bali-Naik-866-Persen). 3. Sumatera Barat

(57)

50

membaiknya kualitas produk yang diekspor. Untuk 2009, volume ekspor produk perikanan Sumbar meningkat tajam menjadi 723,3 ton dan nilai ekspor kembali menonjak tajam menjadi 10,288 juta dolar, dimana harga tingkat dunia semakin tinggi (http://www.berita daerah.com/ berita/sumatra/36969).

4. Bitung (Sulawesi Utara)

(58)

Perikanan (KKP) tahun 2010 sebesar 3,1 trilliun naik menjadi Rp 4,7 triliun pada tahun 2011 (http://setkab.go.id/index. php/pengumuman/ 2010/10/29/index.php?pg=detailartikel&p=1513).

3.2 Gambaran Hubungan Kerjasama Indonesia – Jepang

Bagi Indonesia, Jepang merupakan negara mitra dagang terbesar dalam hal ekspor-impor Indonesia. Ekspor Indonesia ke Jepang Bernilai US$ 23.6 milyar (statistic Pemerintah RI), sedangkan impor Indonesia dari Jepang adalah US$6.5 milyar sehingga bagi Jepang mengalami surplus besar impor dari Indonesia (tahun 2007) (http://www.id.emb-japan.go.jp/birelEco_id.html).

Hubungan perdagangan yang dilakukan oleh Indonesia dan Jepang selama ini di awali dengan pemberian bantuan yaitu ODA (Bantuan Pembangunan Tingkat Pemerintah) (http://www.id.emb-japan.go.jp/birelEco_id.html).

(59)

52

industri manufaktur karena keunggulan sumber daya manusia, teknologi dan ilmu pengetahuan. Namun tanpa jaminan energi dan bahan baku, daya saing Jepang sebagai negara industri akan luntur dan digantikan oleh negara – negara industri baru yang memiliki bahan baku dan menguasai energi dan telah berhasil menyiapkan sumber daya manusia dan teknologi (Khor, 2010:11).

Kerjasama kemitraan ekonomi Indonesia – Jepang yang dilakukan dalam bingkai EPA yakni Indonesia – Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA)disepakati pada tanggal 20 agustus 2007 dan berlaku efektif pada 1 juli 2008. Berbeda dengan kerjasama Indonesia dengan Jepang dalam kerangka IJEPA ini merupakan lompatan kerjasama ekonomi dengan cakupan yang sangat luas. Tidak sekedar melakukan percepatan perdagangan bebas lewat penurunan tarif bea masuk sebagaimana dilakukan dalam World Trade Organization (WTO). Tetapi, bentuk kerjasama EPA dilakukan untuk mendorong dan menjamin kegiatan investasi, kebebasan lalu lintas uang, barang dan tenaga kerja, jaminan penyediaan barang bagi pemerintah, bahkan kerjasama dalam menentukan arah kebijakan ekonomi (Khor, 2010:14).

3.2.1 Official Development Assistance (ODA)

(60)

melanda Asia sejak Agustus 1997, Jepang membantu Indonesia yang sedang berusaha keluar dari krisis dalam bentuk pinjaman khusus, perpanjangan kewajiban pembayaran, dukungan strategi pemerintah, dan lain-lain. Begitu pula ketika gempa besar dan tsunami dari lautan Hindia melanda pulau Sumatra pada Desember 2004, Jepang menyediakan dana rekonstruksi dan rehabilitasi untuk korban bencana sebesar 640 juta US Dollar (http://www.id.emb-japan.go.jp/oda/id/whatisoda_02.htm).

Selama ini, secara kumulatif, bantuan Jepang kepada Indonesia berjumlah 29,5 milyar US Dollar (total kumulatif sampai tahun 2006), oleh karena itu, bagi Indonesia, Jepang adalah negara donor terbesar, demikian juga bagi Jepang, Indonesia adalah negara penerima bantuan terbesar. Dengan latar belakang inilah, Jepang dan Indonesia telah memupuk persahabatan selama setengah abad, kedua negara ini telah menjadi mitra penting secara timbal balik.

ODA Jepang bertujuan memberikan kontribusi bagi perdamaian dan pembangunan komunitas internasional, dan dengan demikian membantu menjamin keamanan dan kemakmuran Jepang sendiri. Jepang sebagai salah satu negara yang terkemuka di dunia, bertekad untuk menggunakan sebaik-baiknya ODA dalam prakarsa mengatasi isu-isu pembangunan.

Adapun kebijakan – kebijakan dasar ODA adalah:

(61)

54

memberikan kerjasama bagi pengembangan sumberdaya mereka, pembangunan institusi termasuk pengembangan sistem hukum, dan pembangunan prasarana ekonomi dan sosial, yang merupakan basis bagi pembangunan negara-negara tersebut.

2. Perspektif Keamanan Manusia

Jepang akan mementingkan perspektif Keamanan manusia dalam kegiatan-kegiatan ODA. Jepang akan melakukan usaha-usaha untuk melindungi individu-individu dan komunitas-komunitas dari ancaman seperti konflik, kejahatan, kemiskinan dan penyakit-penyakit menular, dan memberikan bantuan bagi pemberdayaan rakyat agar mereka dapat mengatasi berbagai ancaman tersebut.

3. Jaminan Keadilan Dalam Pelaksanaan ODA,

Jepang akan mempertimbangkan kondisi kaum yang rentan secara sosial, jurang antara si kaya dan si miskin serta jurang yang terdapat antar berbagai kawasan di negara-negara yang sedang berkembang. Selanjutnya, akan diberikan perhatian penuh terhadap dampak lingkungan dan sosial dari proyek-proyek ODA. Jepang akan melakukan usaha-usaha selanjutnya untuk memperbaiki status kaum wanita.

(62)

kebijakan dan kebutuhan akan bantuan di negara-negara yang sedang berkembang.

5. Kemitraan dan Kolaborasi Dengan Masyarakat Internasional Jepang akan memperluas kolaborasi dengan para pelaku lainnya yang menangani bantuan pembangunan, seperti organisasi-organisasi internasional, negara-negara donor lainnya, LSM dan sektor swasta (http://www.id.emb-japan.go.jp/oda/id/whatisoda_05.htm).

3.2.2 Sistem Bantuan ODA Jepang di Indonesia

Terhadap negara-negara berkembang, selama ini Jepang telah memberikan berbagai bentuk bantuan, seperti memberikan bantuan dana dan teknik yang dibutuhkan untuk pembangunan sosial ekonominya. Demikian pula halnya dukungan untuk membantu para korban bencana, dan lain-lain. Diantara itu, bantuan yang diberikan oleh pemerintah sebagai pelaku utama disebut, "Bantuan Pembangunan Pemerintah (Official Development Assistance)" (http://www. id.emb-japan.go.jp/oda/id/whatisoda_01.htm).

1. Pinjaman Yen

(63)

56

2. Bantuan Dana Hibah

Bantuan dana hibah adalah, bantuan dana yang tidak disertai dengan kewajiban untuk membayar kembali.

3. Kerjasama Teknik

Kerjasama teknik adalah, kerjasama yang diberikan untuk membantu pengembangan SDM di negara-negara berkembang. Agar setiap negara dapat berkembang, mutlak diperlukan "upaya pembangunan manusia" yang akan memegang peranan didalam perkembangan sosial ekonomi. Agar teknik serta pengetahuan yang telah dibangun oleh Jepang dapat dialihkan kepada para teknisi dan pejabat dari negara berkembang, maka Jepang menerapkan cara dengan mengundang tenaga magang, mengirim tenaga ahli dan relawan, mengirim bantuan mesin dan peralatan, survey, atau kesemuanya ini tercakup dalam bentuk "Proyek Kerjasama Teknik" dan lain-lain.

Kerjasama teknik ini dilaksanakan oleh suatu badan pemerintah independen yang bernama, "Japan International Cooperation Agency (JICA)" (http://www.id.emb-japan.go.jp/oda/id/whatisoda_01.htm).

(64)

investasi internasional Jepang telah bergeser dan lebih menekankan pada strategi kerjasama FTA atau EPA bukan lagi mengandalkan ODA (Khor, 2010:13).

3.2.3 Economic Partnership Agreement (EPA)

EPA merupakan strategi dan kebijakan perdagangan luar negeri untuk mendorong daya saing ekonomi. Tujuan utama Jepang melakukan EPA dengan banyak negara adalah untuk menjamin pasokan energi dalam jangka panjang. Bagi Jepang keterjaminan pasokan energi dan bahan baku akan menjadi kunci untuk mengembangkan dan menjaga daya saing industrinya. Jepang merupakan salah satu negara yang sangat maju di sektor industri manufaktur karena keunggulan sumber daya manusia, teknologi dan ilmu pengetahuan. Namun, tanpa jaminan energi dan bahan baku, daya saing jepang sebagai negara industri akan luntur dan digantikan oleh negara – negara industri baru yang memiliki bahan baku dan menguasai energi dan telah berhasil menyiapkan sumber daya manusia dan teknologi.

(65)

58

Thailand, draft perjanjian EPA tersebut menyebut tentang kerjasama dalam peningkatan daya saing industri otomotif, komponen otomotif, logam dan baja. Didalam kesepakatan bersama dengan Indonesia, antara lain basic study, pelatihan, pengiriman tenaga ahli, seminar dan lokakarya.

Kegiatan tersebut tentu bukanlah sesuatu yang baru dalam kerjasama Indonesia – Jepang. Sudah sejak lama Indonesia dan Jepang melakukan kegiatan kerjasama ekonomi di sektor industri manufaktur, bahkan juga pengembangan usaha kecil dan menengah. Jika ditelaah lebih jauh sejak 1980 Jepang sangat agresif memberikan Official Development Assistance (ODA atau bantuan pembangunan resmi) kepada negara – negara yang akan dijadikan tujuan utama investasi. Dengan strategi ODA, Jepang akan mendapatkan manfaat langsung yakni menekan biaya investasi perusahaan – perusahaan Jepang di negara penerima ODA. Alasannya, dana ODA telah mengarahkan pembangunan fasilitas infrastruktur untuk mendukung bisnis perusahaan – perusahaan Jepang yang akan masuk ke negara penerima ODA. Namun, di era 2000-an, strategi perdagangan dan investasi internasional Jepang telah bergeser dan lebih menekankan pada strategi kerjasama FTA atau EPA, bukan lagi mengandalkan ODA.

(66)

tersebut harus bersaing satu sama lain, sementara Jepang bisa mendapat manfaat yang optimal dari persaingan diantara para pemasok tersebut (http://www. indonesianembassy.jp/perdagangan/manfaat_epa.pdf).

Tidak seperti perjanjian perdagangan bebas sebelumnya, IJEPA merupakan kerjasama perdagangan yang mencakup tidak hanya liberalisasi, namun juga sektor lainnya, antara lain jasa, investasi, energi dan sebagainya yang tercakup dalam tiga pilar, yaitu:

1. Fasilitasi perdagangan dan investasi

- Upaya bersama untuk memperbaiki investasi dan meningkatkan tingkat kepercayaan bagi investor Jepang

- Kerjasama dibidang prosedur kepabeanan, pelabuhan dan jasa – jasa perdagangan.

2. Liberalisasi yaitu menghapuskan atau mengurangi hambatan perdagangan dan investasi (bea masuk, memberi kepastian hukum) 3. Kerjasama yaitu kesepakatan untuk melakukan kerjasama dalam

meningkatkan kapasitas Indonesia sehingga lebih mampu bersaing dan memanfaatkan secara optimal peluang pasar dari EPA.

Adapun manfaat investasi dari EPA adalah :

1. Di bidang manufaktur aliran terbesar adalah ke sektor otomotif (suku cadang, elektrik atau elektronik) dan sektor kimia serta peralatan kantor;

(67)

60

dengan fasilitasi dari Manufacturing Industry Developm

Gambar

Tabel Waktu Penelitian
Tabel 4.2.1
Tabel 4.3.1
Tabel 4.3.2

Referensi

Dokumen terkait

Indonesia dengan adanya investasi Jepang pada industri otomotif adalah faktor. ekonomi yaitu akumulasi

Betha Landes K.S., Manfaat Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA) (Manfaat Ekspor Komoditi Non-Migas Indonesia ke Jepang), Program Sarjana Ilmu

• Supaya barang impor dari Indonesia diterapkan tarif preferensi IJEPA, perlu dapat dibuktikan barang tersebut adalah barang yang berasal dari Indonesia, yakni barang tersebut

Dari pemaparan diatas, Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka penulis menarik kesimpulan argumen utama sebagai berikut: “Dengan adanya kerjasama antara

IJ-EPA merupakan kerjasama ekonomi bilateral antara Indonesia dengan Jepang yang diratifikasi oleh kedua negara tersebut pada tanggal 20 Agustus 2007,

Faktor perdagangan antara Indonesia dan Jepang pada tahun 2009-2013 disebabkan karena adanya ledakan harga komoditas pada tahun 2000 yang diakibatkan karena

Kinerja ekspor komoditas udang Indonesia terhadap ekspor Indonesia ke pasar Amerika Serikat dan Jepang yang selanjutnya dibandingkan dengan pangsa nilai ekspor komoditas udang dunia

Oleh Karena Itu, Di Dalam Penulisan Ini Akan Membahas Lebih Spesifik Terkait Bentuk Kerjasama Yang Dilakukan Oleh Indonesia Dengan Negara Jepang, Hal Ini Mengingat Jepang Sebagai Negara