• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenomena Fisioterapis Di rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fenomena Fisioterapis Di rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Deskriptif Tentang Proses Komunikasi Fisioterapis Psikomotor Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat Untuk Kesembuhan Pasiennya)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Sidang Sarjana Pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

Oleh : Whiwho NIM : 41806031

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

(2)

FENOMENA FISIOTERAPIS DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI JAWA BARAT (Studi Deskriptif Tentang Proses Komunikasi Fisioterapis Psikomotor Rumah Sakit Jiwa

Provinsi Jawa Barat Untuk Kesembuhan Pasiennya)

Oleh : Nama : Whiwho

NIM : 41806031 Skripsi ini dibawah bimbingan :

Desayu Eka Surya, S.Sos,.M.Si

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tentang Proses Komunikasi Fisioterapis

Psikomotor Rumah Sakit Jiwa Jawa Barat Untuk Kesembuhan Pasiennya. Untuk

menjawab penelitian ini diangkat subfokus latar belakang, proses, komunikasi verbal, dan

komunikasi non verbal.untuk mengukur fokus penelitian.

Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Data dikumpulkan melalui wawancara penelitian, observasi, studi Pustaka dan penelusuran data online. Subyek penelitian adalah Henry Eko P, Joni Nash, dan Krisna Amelia. Penelitian ini

diperoleh melalui teknik purposive sampling dan triangulasi data.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) latar belakang, 2) proses, 3) komunikasi verbal, dan 4) komunikasi non verbal mempunyai tujuan kesembuhan pasien dengan hasil yang positif, karena didukung dengan proses komunikasi, kegiatan, dan rencana program terapi yang sangat baik untuk kesembuhan pasien, pasien pun sangat menyukai dengan kegiatan yang ada di terapi psikomotor ini. Perubahan ini dirasakan juga oleh Fisioterapis melalui sikap pasiennya yang menunjukkan hubungan yang kuat. Dengan adanya hubungan yang kuat inilah kemudahan menangani pasien terapi psikomotor dapat berjalan dengan baik pula.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah menunjukkan Fenomena Fisioterapis Rumah Sakit Jiwa Jawa Barat (Proses Komunikasi Fisioterapis Untuk Kesembuhan Pasiennya Di Rumah Sakit

Jiwa Provinsi Jawa Barat)mempunyai peran kerja melalui kegiatan-kegiatan yang ada di terapi

psikomotor. Dengan adanya komunikasi dan hubungan yang baik dari Fisioterapis memberikan hasil yang positif bagi pasien.

Saran penelitian untuk mempertimbangkan lagi frekuensi proses terapi psikomotor

(3)

PHYSIOTHERAPISTPHENOMENON IN MENTAL HOSPITAL WEST JAVA PROVINCE (Descriptive Study About the Communications Physiotherapists Psychomotor Mental

Hospital of West Java province for patient recovery)

By : through the background, process, verbal communication, anda nonverbal communication used during activities Physiotherapist Psychomotor Therapy.

This study used a qualitative approach with descriptive methods. Most of data collected through interviews, observation and library studies and also by online data tracking. For sampling used in this study is to side with a number of technique purposive sample and triangulasion of data.

Result from this study showed that the background, process, verbal communication, and nonverbal communication has the purpose of healing patients with positive result as supported by the communication process, activities, and plain excellent therapy programs to cure the patient, the patient was very fond of the existing the physiotherapist through the attitude of his patients who showed a strong relationship. Given the strong relationship that is easy to handle patients with psychomotor therapy can work well too.

The conclusion of this study is to show Phenomenon Physiotherapis Psichiatric Hospital in West Java (Communication Process of Healing Patient Physiotherapist in Mental Hospital of West Java) has the role of working through the activities in Psychomotor Therapy. With the Communication and good relation of Physioterapist provide positive outcomes for patients.

(4)

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan ke khadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan penelitian ini. Tak lupa shalawat dan salam kepada junjungan kita

Rasulullah, Nabi Muhammad SAW, serta para sahabat dan seluruh pengikutnya semoga rahmat dan hidayah selalu dilimpahkan padanya.

Dalam melaksanakan penelitian skripsi ini tidak sedikit penulis menghadapi kesulitan serta hambatan baik teknis maupun non teknis. Namun atas izin Allah Swt,

juga berkat usaha, doa, semangat, bantuan, bimbingan serta dukungan yang penulis terima baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih sedalam-dalamnya kepada Papah dan Mamah tercinta dan juga Adik tercinta. Yang telah membuat penulis mengerti dan memahami arti sebuah kasih sayang dan arti kehidupan selama penulis jalani dari

awal memulai kuliah dan sampai dengan akhir proses penyusunan skripsi ini.

Selesai penulisan skripsi ini berkat bantuan dari berbagai pihak, oleh karena

(5)

Komputer Indonesia.

2. Drs. Manap Solihat, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Public Relations UNIKOM, yang telah banyak membantu baik saat penulis melakukan kegiatan perkuliahan maupun saat mengurus berbagai

perizinan yang cukup membantu kelancaran peneliti dalam menyelesaikan penelitian.

3. Melly Maulin P, S.Sos., M.Si selaku sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations UNIKOM serta Dosen Wali penulis

yang telah banyak memberikan arahan, ilmu yang baru, dan proses perwalian kepada peneliti, sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

4. Desayu Eka Surya, S.Sos.,M.Si selaku pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, nasehatnya, motivasi dan ilmu yang baru kepada peneliti, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian ini dengan baik. Serta Dosen Pengajar Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas FISIP Universitas Komputer Indonesia

(6)

melalui pengetahuan dan wawasan yang ibu berikan kepada penulis pada

saat penulis mengikuti perkuliahan.

6. Bpk/Ibu Dosen Pengajar Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu bagi penulis sehingga penulis mendapatkan ilmu dan

wawasan yang lebih untuk dapat melangkah kedepan.

7. Ratna Widiasti A.Md. Kom selaku Sekretariat Dekan FISIP Universitas Komputer Indonesia Bandung yang telah membantu mengenai surat-surat dan memberikan CAP dekan kepada Peneliti.

8. Astri ikawati,A.Md.kom selaku Sekretariat Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah banyak membantu dalam mengurus surat perizinan yang berkaitan dengan penelitian yang peneliti laksanakan.

9. Henry Eko Prasetyo Amd.Ft selaku Pebimbing penulis di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat dalam memberikan informasi keberadaan informan serta telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan

penelitian.

(7)

sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

12.Terima kasih juga kepada Kartika Ratna Susilowati sebagai teman

terdekat penulis yang selalu memberi semangat, doa, dan motivasi. I Love

You…..

13.Terima kasih kepada sahabat-sahabat penulis di Jurusan Ilmu Komunikasi

Universitas Komputer Indonesia Bandung yaitu: Harish Banser, Yuwana

Tri Aditya, Angga Sumantono, Erni Sundari, Wahyu Putera, Rizal Geovani, Farifki Zulkarnayen, Ponco Budi R, Wendi Wijaya, Rizky

Apriansyah Ramadhan, Gilang Rahadi Wijaya, Fatwa Rosma, san Sapta Anggara mohon maaf tidak bisa di tulis satu persatu) terima kasih banyak memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

14.Terima kasih kepada sahabat-sahabat yang lainnya. Rivai Brekelers, Wely

Sugianto, Aditta Pandita, Elvack Riansyah, Lillo, Birong, Helly, dan Bucci. Terima kasih banyak memberikan semangat dan dukungan kepada

penulis.

(8)

perkembangan ilmu pengetahuan. Selain itu, untuk menambah kualitas dari skripsi

ini, kritik dan saran yang membangun selalu peneliti nantikan, terima kasih. Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bandung, Juli 2011

(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Fisioterapis merupakan seorang spesialis yang membantu menyembuhkan pasien melalui metode fisioterapi. Fisioterapis menurut WCPT (Word Untuk Terapi

Fisik Konfederasi) pada tahun 1995 dan 1999, adalah pekerja kesehatan profesional yang bekerja untuk orang dari segala usia yang bertujuan untuk melestarikan, meningkatkan kesehatan, memulihkan fungsi, dan ketergantungan ketika individu

memiliki kemampuan atau adanya masalah gangguan disebabkan oleh kerusakan

fisik, psikis, dan sebagainya1. Fisioterapi adalah pengobatan terhadap penderita yang

mengalami kelumpuhan atau gangguan otot dengan tujuan melatih otot tubuh agar dapat berfungsi secara normal. Fisioterapis merupakan salah satu bentuk pendukung pengobatan medis yang diberikan oleh berbagai rumah sakit termasuk Rumah Sakit

Jiwa Provinsi Jawa Barat dimana peneliti melakukan penelitian.

Seiring dengan berkembangnya zaman, jumlah penderita gangguan jiwa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Menurut Kelliat terjadinya perang,

konflik, dan lilitan krisis ekonomi berkepanjangan salah satu pemicu yang memunculkan stres, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan jiwa. Bagi mereka

yang tidak mampu menggendalikan stressor baik dari stressor internal maupun

1

(10)

eksternal mereka akan kehilangan kontrol pikirannya, salah satu contohnya yaitu

perilaku kekerasan marah dan amuk. Jika individu sering mengalami kegagalan maka gangguan jiwa yang sering muncul adalah gangguan konsep diri, harga diri rendah,

yang mana harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, serta merasa gagal mencapai keinginan (Kelliat, 1999). Beberapa tanda-tanda harga diri rendah yaitu rasa bersalah terhadap diri sendiri, merendahkan martabat

sendiri, merasa tidak mampu, gangguan hubungan sosial, kurang percaya diri, kadang

sampai mencederai diri sendiri (Townsend, 1998)2.

Menurut pakar kesehatan UI, Tabrany (2010)3, masalah kesehatan jiwa di

Indonesia kurang dilirik karena dinas kesehatan kurang respek. Sehingga baik

penderita maupun pelayanan kesehatan jiwa terlihat didiskriminasi, hal ini karena pengemasan yang dibuat dinas kesehatan tidak semenarik penyakit lain (penyakit fisik). Padahal angka penderita penyakit jiwa tidaklah sedikit. Di Indonesia,

berdasarkan Data Riskesdas tahun 2007, menunjukkan prevalensi gangguan mental emosional seperti gangguan kecemasan dan depresi sebesar 11,6% dari populasi orang dewasa. Berarti dengan jumlah populasi orang dewasa Indonesia lebih kurang

150.000.000 ada 1.740.000 orang saat ini mengalami gangguan mental emosional

(Aminullah, 2008)4. Selain itu, WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada satu dari

empat orang di dunia mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar

2

http://etd.eprints.ums.ac.id/6312/1/J200060019.pdf 09.16 PM 2 Desember 2010.

3

www.bataviase.co.id 05.37 PM 03 Desember 2010.

4

(11)

450 juta orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. Pada masyarakat umum

terdapat 0,2%—0,8% penderita skizofrenia dan dari 120 juta penduduk Indonesia

terdapat kira-kira 2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa.5

Peneliti akan memaparkan data jumlah pasien gangguan jiwa di Indonesia yaitu di Rumah Sakit Jiwa Pusat Jakarta, tercatat 10.074 kunjungan pasien gangguan jiwa pada tahun 2006, meningkat menjadi 17.124 pasien pada tahun 2007. Sedangkan

di Rumah Sakit Jiwa Sumut pada tahun 2008 menerima sekitar 50 penderita perhari

untuk menjalani rawat inap dan sekitar 70—80 penderita untuk rawat jalan.

Sementara pada tahun 2006—2007, Rumah Sakit Jiwa Sumut hanya menerima 25—

30 penderita perhari (Aminullah, 2008)6.

Berdasarkan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat adalah penggabungan dari Rumah Sakit Jiwa Bandung dan Rumah Sakit Jiwa Cimahi. Di

bawah ini adalah data jumlah pengunjung Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat yang menunjukkan besarnya angka penderita penyakit jiwa dan dalam beberapa tahun

mengalami penambahan.

5

http://etd.eprints.ums.ac.id/6312/1/J200060019.pdf 09.16 PM 2 Desember 2010.

6

(12)

Gambar 1.1

Laporan Kunjungan Pasien Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jabar Tahun 2006—2009

Sumber: Sub Bag. Perencanaan, Pelaporan, dan Pemasaran RSJ Prov. Jabar

Berdasarkan gambar 1.1, jumlah kunjungan pasien Rumah Sakit Jiwa Provinsi

Jawa Barat untuk pelayanan rawat jalan, UGD, dan rawat inap mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pengunjung rawat jalan terbesar yaitu pada tahun 2008, untuk

pengunjung UGD terbesar pada tahun 2007, dan untuk pengunjung rawat inap terbesar pada tahun 2009.

Merujuk data di atas, dapat dihubungkan dengan pengadaan fisioterapis di

Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat yang sebagai penunjang kesembuhan pasien, adalah salah satu upaya untuk mengurangi jumlah pasien yang berada di Rumah Sakit

Jiwa tersebut. Terapi merupakan komponen yang penting pada proses penyembuhan pasien penyakit jiwa. Diketahui terdapat berbagai jenis terapi di Rumah Sakit Jiwa

(13)

kreatif, terapi batako, terapi pertanian, terapi las besi, terapi perkayuan, terapi

kesenian, terapi musik, dan terapi keputrian (Profil RSJ Provinsi Jawa Barat, 2010: 21). Pada penelitian ini peneliti memfokuskan penelitian terhadap fisioterapis yang

melakukan fisioterapi psikomotor.

Fisioterapis psikomotor merupakan seorang spesialis yang membantu penyembuhan pasien melalui metode motorik kasar dan motorik halus. Motorik kasar

adalah kegiatan senam, lari, dan sebagainya. Sedangkan motorik halus adalah gerakan-gerakan ringan seperti menggerakkan tangan, menggerakkan jari,

menggerakkan kepala, dan lain-lain. Terapi psikomotor merupakan bagian dari fisioterapi yang menggunakan latihan dan tindakan fisik misalnya kekuatan otot

gerak sendi, sistem pernapasan, dan lain-lain7. Beberapa fungsi tersebut yang

membuat terapi psikomotor berperan penting dalam proses penyembuhan pasien Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat.

Sebelum, pada saat, maupun setelah latihan fisik dari terapi psikomotor, seorang fisioterapis berkomunikasi dengan pasien Rumah Sakit Jiwa dengan teknik yang khusus atau berbeda. Komunikasi yang digunakan berupa gabungan dari verbal

maupun nonverbal agar pesan disampaikan oleh komunikator atau dalam hal ini fisioterapis dapat optimal. Fisioterapis terapi psikomotor memberikan motivasi dan

instruksi kepada pasien, keluarga, dan orang-orang yang mungkin telah membantu

mempengaruhi tingkah laku dan program-program rehabilitasi. Beberapa terapi

psikomotor bagi pasien yang dilakukan di RSJ Provinisi Jawa Barat misalnya senam,

7

(14)

lari, menggerak-gerakan jemari, dan sebagainya. Terapi psikomotor menggunakan

beberapa teknik berupa latihan fisik yaitu8:

1. Streetching/penguluran, dilakukan jika pasien mempunyai kekakuan pada sendi. 2. Strengthening/penguatan, dilakukan untuk membantu pasien meningkatkan fungsi

dari otot.

Seorang fisioterapis haruslah memiliki keterampilan berkomunikasi yang baik

apalagi dalam hal ini yang dihadapi adalah penderita penyakit jiwa. Seperti dikutip Cangara, Roger dan D Lawrence (1981), mengatakan bahwa komunikasi adalah:

“Suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan

pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan

tiba pada saling pengertian yang mendalam” (Cangara, 2004: 19).

Dalam berkomunikasi, seorang fisioterapis menggunakan dua cara yaitu

komunikasi verbal dan nonverbal. Dalam kegiatan komunikasi, kita menempatkan kata verbal untuk menunjukkan pesan yang dikirimkan atau yang diterima dalam bentuk kata-kata baik lisan maupun tulisan (Liliweri, 2002: 135). Sedangkan dalam

komunikasi nonverbal pesan berupa tatapan mata, gerakan tangan, jarak yang diambil, hingga wewangian yang dipakai (Effendy, 2003). Menurut Larry A.

Samovar dan Richard E. Porter, seperti yang dikutip dari Mulyana, “Komunikasi non

verbal mencangkup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu

8

(15)

setting komunikasi yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh

individu yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima”

(Mulyana, 2005: 308).

Baik komunikasi verbal maupun nonverbal memiliki kapasitas tersendiri bagi berjalannya komunikasi antara fisioterapis dengan pasien di RSJ Provinsi Jabar. Hanya saja komunikasi nonverbal digunakan lebih banyak porsinya agar pasien dapat

lebih memahami pesan yang disampaikan fisioterapis. Komunikasi nonverbal yang digunakan dapat menenangkan kecemasan pasien misalnya dengan sentuhan dan

tatapan mata yang hangat. Selain itu, komunikasi nonverbal terjadi pada saat latihan fisik, fisioterapis sebagai instruktur latihan yang memperagakan beberapa gerakan yang selanjutnya diikuti oleh pasien.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengkaji tentang proses komunikasi yang dilakukan fisioterapis kepada pasien yang mempunyai

keterbelakangan adalah satu bentuk komunikasi khusus yang memiliki keunikan tersendiri untuk diteliti lebih jauh. Komunikasi yang dilakukan fisioterapis bukan satu bentuk proses yang mudah dan memerlukan keterampilan khusus dan perjuangan

yang berat sehingga peneliti menilai dan meneliti tentang proses komunikasi fisioterapis terhadap kesembuhan pasiennya adalah masalah yang menarik untuk

diteliti. Sehubungan dengan hal tersebut peneliti merumuskan masalah literatur

sebagai berikut: “Bagaimana Fenomena Fisioterapis Di Rumah Sakit Jiwa

(16)

Fisioterapis Psikomotor Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat Untuk Kesembuhan Pasiennya)?”

1.2. Identifikasi Masalah

Untuk memberi arah pada penelitian yang dilakukan, maka peneliti menyusun penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang adanya fisioterapis psikomotor untuk membantu

penyembuhan pasien Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat?

2. Bagaimana proses terapi psikomotor untuk membantu penyembuhan pasen

Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat?

3. Bagaimana proses komunikasi verbal yang digunakan fisioterapis psikomotor

untuk membantu penyembuhan pasien Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat?

4. Bagaimana proses komunikasi nonverbal yang digunakan fisioterapis

psikomotor untuk membantu penyembuhan pasien Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat?

(17)

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan

fenomena fisioterapis psikomotor Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jabar (suatu studi deskriptif tentang proses komunikasi fisioterapis Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat untuk kesembuhan pasiennya).

1.3.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui latar belakang adanya fisioterapis psikomotor untuk

membantu penyembuhan pasien Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat.

2. Untuk mengetahui proses terapi psikomotor untuk membantu penyembuhan

pasien Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat.

3. Untuk mengetahui proses komunikasi verbal yang digunakan fisioterapis

psikomotor untuk membantu penyembuhan pasien Rumah Sakit Jiwa

Provinsi Jawa Barat.

4. Untuk mengetahui proses komunikasi nonverbal yang digunakan fisioterapis

psikomotor untuk membantu penyembuhan pasien Rumah Sakit Jiwa Provinsi

Jawa Barat.

(18)

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoritis

Kegunaan secara teoritis dari penelitian yang dilaksanakan adalah berguna

dalam pengembangan pengetahuan (sains), pengembangan Ilmu Komunikasi pada

umumnya dan Hubungan Masyarakat secara khusus yang menyangkut proses komunikasi verbal dan non verbal.

1.4.2. Kegunaan Praktis 1. Kegunaan untuk Peneliti

Penelitian ini berguna untuk menambah wawasan peneliti dalam bidang

komunikasi Antarpribadi khususnya mengenai proses komunikasi verbal dan nonverbal fisioterapis pada kesembuhan pasiennya sekaligus sebagai wujud aplikasi keilmuan yang selama studi hanya didapat secara teori.

2. Kegunaan untuk Universitas dan Program Studi

Sebagai literatur bagi Mahasiswa Unikom secara umum dan mahasiswa/I

(19)

3. Kegunaan untuk Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi dan evaluasi komunikasi bagi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat mengenai fisioterapis

psikomotor pada pasiennya.

1.5. Kerangka Pemikiran 1.5.1. Kerangka Teoritis

Kerangka pemikiran adalah suatu hasil model konseptual tentang bagaimana

teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah riset (Umar, 2002: 208). Dalam kerangka pemikiran ini, peneliti berusaha membahas masalah pokok skripsi. Adapun indikator yang peneliti angkat pada penelitian ini

adalah latar belakang adanya fisioterapis psikomotor, proses terapi psikomotor, komunikasi verbal fisioterapis psikomotor, dan komunikasi nonverbal fisioterapis

psikomotor. Pembahasan tersebut akan dijelaskan dengan menggunakan konsep-konsep dan teori-teori yang ada hubungannya dengan pembahasan, untuk membantu menjawab pokok masalah.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan latar belakang adalah keterangan mengenai suatu peristiwa guna melengkapi informasi

yang tersirat sebelumnya (Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1990: 242).

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

(20)

Republik Indonesia, Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan

kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan

penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan

mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi9. Fisioterapis adalah seseorang yang telah

lulus pendidikan formal fisioterapi dan kepadanya diberikan kewenangan tertulis

untuk melakukan tindakan fisioterapi atas dasar keilmuan dan kompetensi yang

dimilikinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku10. Cakupan

pelayanan fisioterapi adalah11:

1. Promotif

Mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan bagi individu dan masyarakat umum.

2. Preventif

Pencegahan terhadap gangguan, keterbatasan fungsi, ketidak mampuan individu yang berpotensi untuk mengalami gangguan gerak dan fungsi tubuh akibat faktor-faktor kesehatan/sosial ekonomi dan gaya hidup.

3. Kuratif dan Rehabilitatif

Memberikan intervensi untuk pemulihan integritas sistem tubuh yang diperlukan

untuk pemulihan gerak, memaksimalkan fungsi, meminimalkan ketidakmampuan

9

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 376/Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Fisioterapi Menteri Kesehatan Republik Indonesia 2.22 AM 28 Januari 2011.

10

Ibid.

11

(21)

dan meningkatkan kualitas hidup individu dan kelompok yang mengalami

gangguan gerak akibat keterbatasan fungsi dan kecacatan.

Berdasarkan cakupan pelayanan fisioterapi di atas, menjelaskan bahwa

fisioterapis berperan penting dalam membantu penyembuhan pasien di RS Jiwa. Pelayanan fisioterapi yang tersedia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat merupakan bagian dari rehabilitatif psikiatri yang terdiri dari:

1. Konseling

2. Support Therapy (psikomotor)

3. Terapi Kreatif

4. Terapi Batako

5. Terapi Pertanian

6. Terapi Las Besi

7. Terapi Perkayuan

8. Terapi Kesenian

9. Terapi Musik

10.Terapi Keputrian

Komunikasi menurut Roger dan D Lawrence (1981) dalam Cangara, mengatakan bahwa komunikasi adalah:

“Suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan

(22)

Menurut Gordon dalam Blake dan Haroldsen, mengatakan bahwa “Hakikatnya tujuan (komunikasi)-nya mungkin adalah seluruh komunikasi itu, seperti

motivasi (kata yang sering digunkan oleh ahli psikologi) termasuk dalam seluruh

tingkah laku sepanjang komunikasi dan/atau tingkah laku itu melibatkan manusia. Apakah disadari atau tidak, komunikasi mempunyai tujuan untuk mempengaruhi, menimbulkan empati, menyampaikan informasi, menarik perhatian, dan lain sebagainya.” (Black, 1971: 37).

Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap yakni proses primer dan

sekunder. Proses komunikasi primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol)

sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu menerjemahkan pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan.

(Effendy, 2003: 11). Sedangkan komunikasi sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. (Effendy, 2003: 18).

Pada hubungan komunikasi yang terjadi antara fisioterapis dengan pasien RS Jiwa, pesan tidak hanya dilakukan menggunakan media berupa lambang melainkan

(23)

Komunikasi verbal adalah komunikasi lisan atau tulisan dengan menggunakan

kata-kata. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang mewakili berbagai aspek realitas individu yang meliputi bahasa asal, kebiasaan, tingkat pengetahuan dan intelejensia sampai

aspek budaya12.

Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal (Deddy Mulyana,

2005). Menurut Larry L. Barker (dalam Mulyana, 2005), bahasa mempunyai tiga fungsi, yaitu:

1. Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasikan objek,

tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi.

2. Fungsi interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi, yang dapat

mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.

3. Fungsi transmisi, yaitu informasi dapat disampaikan kepada orang lain melalui

bahasa.

Komunikasi nonverbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan dengan tidak

menggunakan kata-kata, komunikasi ini menggunakan gerakan tubuh, sikap tubuh, intonasi nada (tinggi-rendahnya nada), kontak mata, ekspresi muka, kedekatan jarak,

dan sentuhan-sentuhan (Mulyana, 2005).

12

(24)

Kategori komunikasi non verbal adalah sebagai berikut13:

a. Proksemik

Proksemik merupakan penyampaian pesan-pesan melalui pengaturan jarak dan

ruang. Dalam hal ini terdapat beberapa zona yaitu:

1. Zona intim (berjarak 15—46 cm), adalah zona yang dapat melakukan kontak

fisik, hanya orang dekat secara emosional yang dapat memasukinya seperti

kekasih, orang tua, suami-istri, anak-anak, kerabat, dan sanak saudara.

2. Zona pribadi (berjarak 46 cm—1,2 m), jarak ini dilakukan seperti pada saat

kita di pesta-pesta, acara kantor, dan lain sebagainya.

3. Zona sosial (berjarak 1,2—3,6 m), zona ini berlaku pada orang yang belum

dikenal secara baik atau bahkan asing, seperti pada saat di toko yang berbicara dengan pelayan toko.

4. Zona umum (berjarak >3,8 m), zona ini berlaku pada saat kita berbicara

dengan sekelompok orang yang banyak seperti pidato.

b. Kinesik

Kinesik merupakan penyampaikan pesan-pesan yang menggunakan

gerakan-gerakan tubuh yang berarti yang meliputi mimik wajah, mata (lirikan-lirikan), gerakan-gerakan tangan dan yang terakhir keseluruhan anggota badan (tegap,

lemah gemulai, dan sebagainya).

13

(25)

c. Khronemik

Khronemik adalah berhubungan dengan konteks waktu.

d. Paralinguistik

Paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan cara mengucapkannya dengan kata lain tinggi rendahnya intonasi cara pengucapannya.

e. Diam

Diam dapat diartikan bermacam-macam misal persetujuan, sikap apatis, tahu, bingung, kontemplasi, ketidaksetujuan, dan arti-arti lainnya.

f. Haptik

Haptik adalah studi mengenai penggunaan sentuhan dalam komunikasi.

g. Cara Berpakaian dan Penampilan Fisik

Cara berpakaian digunakan untuk menyampaikan identitas komunikator, menyampaikan identitas berarti menunjukkan kepada orang lain bagaimana

perilaku kita dan bagaimana sepatutnya orang lain memperlakukan kita. h. Olefatik

Studi komunikasi melalui indra penciuman disebut sebagai olefatik. Bau masih

merupakan suatu hal yang sangat susah dimengerti dalam komunikasi. i. Okulestik

(26)

Menurut Mark L. Knapp (Jalaludin, 1994), fungsi pesan nonverbal yang

dihubungkan dengan pesan verbal antara lain:

1. Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal.

2. Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal.

3. Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain terhadap pesan

verbal.

4. Komplemen, yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal.

5. Aksentuasi, yaitu menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya.

1.5.2. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan aplikasi dari kerangka teoritis yang

sebelumnya telah mendapatkan berbagai teori pendukung penelitian ini. Proses komunikasi yang menjadi inti penelitian ini, kemudian dapat diaplikasikan dalam

kegiatan fisioterapi psikomotor di RSJ Provinsi Jawa Barat yang menjadi subyek penelitian.

Setiap jenis penyakit memiliki teknik penyembuhan yang berbeda hal inilah

yang membuat fisioterapis memiliki beberapa macam spesialisasi yang berbeda. Latar

belakang mengapa adanya fisioterapis psikomotor adalah cakupan dari pelayanan

fisioterapi tersebut yakni:

1. Promotif.

(27)

3. Kuratif dan Rehabilitatif.

Berdasarkan cakupan pelayanan fisioterapi di atas, fisioterapis berperan penting dalam membantu penyembuhan pasien di RSJ Provinsi Jawa Barat.

Pelayanan fisioterapi yang tersedia di RSJ Provinsi Bandung merupakan bagian dari rehabilitatif psikiatri yang terdiri dari:

1. Konseling

2. Support Therapy (psikomotor)

3. Terapi Kreatif

4. Terapi Batako

5. Terapi Pertanian

6. Terapi Las Besi

7. Terapi Perkayuan

8. Terapi Kesenian

9. Terapi Musik

10.Terapi Keputrian

Semua pelayanan rehabilitasi psikiatrik tersebut merupakan pelayanan

komperehensif untuk membantu menyembuhkan pasien RSJ Provinsi Jawa Barat. Peneliti memfokuskan pada fisioterapi psikomotor karena sangat penting bagi pasien

(28)

Proses fisioterapi psikomotor yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi

Jawa barat berupa motorik kasar dan motorik halus yang disesuaikan dengan tingkat kejiwaan masing-masing pasien dalam proses penyembuhan atau rehabilitasi.

Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap yakni proses primer dan sekunder (Effendy, 2003). Pada hubungan komunikasi yang terjadi antara fisioterapis psikomotor dengan pasien RSJ Provinsi Jawa Barat, pesan tidak hanya dilakukan

menggunakan media berupa lambang melainkan juga menggunakan media dalam hal ini berupa alat-alat fisioterapi psikomotor. Berdasarkan pengertian di atas komunikasi

tidak hanya dilakukan melalui media verbal saja melainkan media nonverbal. Pesan verbal yang digunakan fisioterapis dalam proses terapi di RSJ Prov. Jabar yaitu

menggunakan bahasa yang sehari-hari. Sedangkan pesan nonverbal yang digunakan fisioterapis dalam proses terapi di RSJ Prov. Jabar yaitu peragaan gerakan-gerakan

olahraga/psikomotor.

1.6. Pertanyaan Penelitian

Adapun pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada informan pada

penelitian yang dilakukan, sebagai berikut:

a. Latar Belakang Adanya Fisioterapis Psikomotor

1. Apakah pengertian dari terapi psikomotor?

2. Dimana fisioterapis melakukan terapi psikomotor di Rumah Sakit Jiwa

(29)

3. Kapan fisioterapis melakukan terapi psikomotor di Rumah Sakit Jiwa Provinsi

Jawa Barat?

4. Apakah fisioterapi psikomotor dilakukan setiap hari?

5. Berapa banyak terapi psikomotor dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi

Jawa Barat setiap harinya?

6. Apakah jumlah fisioterapis psikomotor di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa

Barat sudah mencukupi dengan jumlah pasien?

7. Berapa banyak pasien yang dapat ditangani oleh seorang fisioterapis

psikomotor?

b. Proses Terapi Psikomotor

1. Berapa lama durasi pelaksanaan fisioterapi tersebut?

2. Bagaimana fisioterapis melakukan terapi psikomotor di Rumah Sakit Jiwa

Provinsi Jawa Barat?

3. Bagaimana terapi psikomotor dapat berperan dalam penyembuhan pasien?

4. Bagaimana teknik yang digunakan dalam mengajak pasien mengikuti terapi

psikomotor?

5. Adakah kesulitan dalam melaksanakan pelayanan fisioterapi psikomotor di

Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat?

6. Apa sajakah media yang digunakan dalam fisioterapi psikomotor di RSJ

(30)

7. Apakah media yang disediakan oleh rumah sakit sudah mencukupi

kebutuhan?

c. Komunikasi Verbal

1. Bagaimana cara menyampaikan pesan secara verbal kepada pasien RSJ

Provinsi Jabar saat terapi psikomotor?

2. Apa saja contoh dari pesan verbal yang dilakukan?

3. Apa yang dilakukan jika pasien tidak tertarik atau tidak mengacuhkan pesan

verbal yang Anda sampaikan?

4. Bagaimana bahasa yang digunakan?

5. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyampaikan pesan verbal

hingga akhirnya pasien mengerti dan mengikuti ajakan dari fisioterapis?

d. Komunikasi Nonverbal

1. Bagaimana cara menyampaikan pesan secara non verbal kepada pasien RSJ

Provinsi Jabar saat terapi psikomotor?

2. Apa saja contoh dari pesan nonverbal yang dilakukan?

3. Apa yang dilakukan jika pasien tidak tertarik atau tidak mengacuhkan pesan

nonverbal yang Anda sampaikan?

4. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyampaikan pesan nonverbal

hingga akhirnya pasien mengerti dan mengikuti ajakan dari fisioterapi?

(31)

1.7. Subyek Penelitian dan Informan

Adapun subyek dan informan penelitian ini dipilih dari fisioterapis. Maka, subyek dan informan penelitiannya, sebagai berikut:

1.7.1. Subyek Penelitian

Pada penelitian ini, subyeknya adalah fisioterapis di Rumah Sakit Jiwa

Provinsi Jawa Barat, dalam cakupan fisioterapis bidang psikomotor.

1.7.2. Informan Penelitian

Pemilihan informan-informan pada penelitian ini menggunakan teknik

purposive sampling, sebagaimana maksud yang disampaikan oleh Rachmat Kriyanto dalam buku Teknik Praktis Riset Komunikasi, adalah:

(32)

Tabel 1.1.

Data Informan Penelitian n = 3

No. Nama Jabatan

1 Henry Eko Prasetyo AMd.Ft Fisioterapis

2 Joni Nash Fisioterapis

Sumber: Peneliti, 2010

Informan terpilih dari beberapa fisioterapis di RSJ Provinsi Jawa Barat di atas

menggunakan teknik purposive sampling, dimana teknik ini mencakup orang-orang

yang diseleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan penelitian. Sedangkan orang-orang dalam populasi yang tidak sesuai dengan kriteria tersebut tidak dijadikan sampel atau informan.

Adapun untuk pemilihan tempat penelitian merupakan atas dasar kriteria yang dilihat yaitu rumah sakit jiwa yang satu-satunya di Provinsi Jawa Barat dan sesuai

(33)

1.7.3. Informan Kunci

Untuk memperjelas dan memperkuat data yang lebih baik dalam informasi yang diperoleh. Terdapatnya informan kunci yang dijadikan sebagai perjelas, adapun

informan kunci sebagai berikut:

Tabel 1.2.

Daftar Informan Kunci

No. Nama Keterangan

1 Krisna Amelia Amd.Ft Fisioterapis

Sumber: Peneliti, 2010

1.8.Metode Penelitian

Metode pendekatan literatur yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode deskriptif. Menurut Hamid Patilima yang dimaksud

dengan kualitatif adalah hasil pengumpulan data dan informasi dengan menggunakan berbagai metode pengumpulan data, seperti pengamatan, wawancara, menggambar, diskusi kelompok terfokus, dan lain-lain. Semua data dan informasi yang diperoleh,

dianalisis (Metode Penelitian Kualitatif, 2007: 87). Sedangkan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu memaparkan

(34)

yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari

pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang (Rakhmat, 2004: 25).

Menurut Jalaluddin Rakhmat (2004: 25), penelitian deskriptif bertujuan untuk:

1. Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala-gejala yang

ada.

2. Mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktik-praktik yang

berlaku.

3. Membuat perbandingan atau evaluasi.

4. Menentukan apa yang dihadapi orang lain dalam menghadapi masalah yang sama

dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.

1.9. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Interview (Wawancara)

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin

melakukan studi pendahuluan untuk menentukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih

(35)

berdasarkan dari laporan tentang diri sendiri atau self-report atau setidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi. Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode

wawancara dan juga kuesioner (angket) adalah sebagai berikut:

a. Bahwa subyek (responden) adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri.

b. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar atau dapat

dipercaya.

c. Bahwa banyak interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan

peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan peneliti.

Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur dan

dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan

telepon.

2. Studi Kepustakaan

Menurut J. Supranto seperti yang dikutip Ruslan dalam bukunya Metode

Penelitian Public Relations dan Komunikasi, bahwa studi kepustakaan adalah

dilakukan mencari data atau informasi riset melalui membaca jurnal ilmiah,

buku-buku referensi, dan bahan-bahan publikasi yang tersedia di perpustakaan (Ruslan, 2004: 31). Studi kepustakaan digunakan untuk mempelajari sumber bacaan yang

(36)

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah metode atau teknik pengumpulan data dengan menelusuri data dokumen. Dokumen merupakan catatan yang di dalamya terdapat

sebuah peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen yang digunakan antara lain dokumen struktur organisasi RSJ Provinsi Jabar, dokumen SOP, serta dokumen lain yang menyangkut data sekunder berupa data statistik RSJ Provinsi Jabar.

4. Observasi Partisipatif

Susan Stainback menyatakan dalam observasi patisipatif, peneliti mengamati

apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan berpastisipasi dalam aktivitas mereka (Sugiyono, 2007:65).

5. Studi Internet

Internet adalah sebagai salah satu hasil dari kemajuan dunia teknologi, kini sudah menjadi pusat data dan informasi yang penting dalam rangka melakukan riset,

(37)

1.10. Teknik Analisis Data

Setelah memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka selanjutnya akan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Penyeleksian Data

Penyeleksian data yakni memilah data yang didapatkan untuk dijadikan sebagai bahan laporan penelitian. Hal ini dilakukan agar data yang didapatkan sesuai

dengan kebutuhan penelitian dan dianggap relevan untuk dijadikan sebagai hasil laporan penelitian. Data yang diperoleh kemungkinan tidak sejalan dengan tujuan

penelitian sebelumnya, oleh karena itu penyeleksian data yang dianggap layak sangat dibutuhkan.

2. Klasifikasi Data

Klasifikasi data yakni mengkategorikan data yang diperoleh berdasarkan bagian-bagian penelitian yang telah ditetapkan. Klasifikasi data ini dilakukan untuk

memberikan batasan pembahasan dan berusaha untuk menyusun laporannya secara tersistematis menurut klasifikasinya. Klasifikasi ini juga membantu penulis dalam memberikan penjelasan secara lebih detail dan jelas.

3. Merumuskan Hasil Penelitian

Semua data yang diperoleh kemudian dirumuskan menurut pengklasifikasian

(38)

4. Menganalisis Hasil Penelitian

Tahap yang akhir adalah menganalisis hasil penelitian yang diperoleh dan berusaha membandingkannya dengan berbagai teori atau penelitian sejenis lainnya

dengan data yang diperoleh secara nyata di lapangan. Menganalisis hasil penelitian dilakukan untuk dapat memperoleh jawaban atas penelitian yang dilakukan dan berusaha untuk membuahkan suatu kerangka pikir atau menguatkan yang ada.

1.11. Lokasi dan Waktu Penelitian 1.11.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSJ Provinsi Jabar Jl. Kolonel Masturi km 7

Cisarua Bandung Barat.

1.11.2. Waktu Penelitian

(39)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjuan Ilmu Komunikasi 2.1.1. Definisi Komunikasi

Komunikasi menurut Roger dan D Lawrence (1981) dalam Cangara,

mengatakan bahwa komunikasi adalah:

“Suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam” (Cangara, 2004: 19).

Menurut Gordon dalam Blake dan Haroldsen, mengatakan bahwa “Hakikatnya tujuan (komunikasi)-nya mungkin adalah seluruh komunikasi itu, seperti “motivasi” (kata yang sering digunkan oleh ahli psikologi) termasuk dalam seluruh

tingkah laku sepanjang komunikasi dan/atau tingkah laku itu melibatkan manusia.

Apakah disadari atau tidak, komunikasi mempunyai tujuan untuk mempengaruhi, menimbulkan empati, menyampaikan informasi, menarik perhatian, dan lain sebaginya.” (Black, 1971: 37).

Komunikasi adalah peristiwa yang terjadi ketika manusia berinteraksi dengan manusia lain (Rakhmat, 2001). Komunikasi yang efektif menurut Tubbs dan Moss

(40)

cara menghadirkan diri, cara berpikir, dan cara menyampaikan isi pikiran tersebut

kepada orang lain (Million, 1969).

Dari asal kata komunikasi diatas jelas, bahwa komunikasi merupakan suatu

proses yang mempunyai tujuan yaitu tercapainya suatu kesamaan makna atau arti, diantara individu yang terlibat dalam interaksi dalam suatu komunikasi. Untuk lebih jelas lagi mengenai pengertian komunikasi, dapat dilihat beberapa definisi

komunikasi menurut para ahli.

Sebagaimana dikutip oleh Djalaludin Rakhmat, Raymond S Ross, melihat

komunikasi yang berawal dari proses penyampaian suatu lambang:

“A transactional process involving cognitive sorting, selecting, and sharing of symbol in such a way as to help another elicit from his own experiences a meaning or responses similar to that intended by the source.” (Proses transaksional yang meliputi pemisahan, dan pemilihan bersama lambang secara kognitif, begitu rupa sehingga membantu orang lain untuk mengeluarkan dari pengalamannya sendiri arti atau respon yang sama dengan yang dimaksud oleh sumber) (Rakhmat, 2007: 3).

Lain halnya dengan definisi komunikasi yang diberikan oleh Onong Uchjana

Effendy. Menurutnya komunikasi yaitu:

“Proses pernyataan antara manusia yang dinyatakan adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai penyalurnya.” (Effendy, 1993:28)

(41)

2.1.2. Komponen-komponen Komunikasi

Berdasarkan beberapa pengertian komunikasi di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi terdiri dari proses yng di dalamnya terdapat unsur atau komponen.

Menurut Onong Uchjana Effendy, Ruang Lingkup Ilmu Komunikasi berdasarkan komponen terdiri dari:

1. Komunikator (communicator)

2. Pesan (message)

3. Komunikan (communicant)

4. Media (media)

5. Efek (effect) (Efendy, 2005: 6)

Untuk itu, Lasswell memberikan paradigma bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.

1. Komunikator

Komunikator atau orang yang menyampaikan pesan harus berusaha merumuskan isi pesan yang akan disampaikan. Sikap dari komunikator harus empati, jelas.

Kejelasan kalimat dan kemudahan bahasa akan sangat mempengaruhi penerimaan pesan oleh komunikan.

2. Pesan

Pesan adalah pernyataan yang didukung oleh lambang. Lambang bahasa

(42)

suara. Lambang gerak adalah ekspresi wajah dan gerakan tubuh, sedangkan

lambang warna berkaitan dengan pesan yang disampaikan melalui warna tertentu yang mempunyai makna, yang sudah diketahui secara umum, misalnya merah,

kuning, dan hijau pada lampu lalu lintas.

3. Komunikan

Komunikan adalah penerima pesan. Seorang penerima pesan harus tanggap atau peka dengan pesan yang diterimanya dan harus dapat menafsirkan pesan yang

diterimanya. Satu hal penting yang harus diperhatikan adalah persepsi komunikan terhadap pesan harus sama dengan persepsi komunikator yang menyampaikan

pesan.

4. Media

(43)

5. Efek

Efek atau dapat disebut pengaruh, juga merupakan bagian dari proses komunikasi. Namun, efek ini dapat dikatakan sebagai akibat dari proses komunikasi yang telah

dilakukan. Seperti yang dijelaskan Cangara, masih dalam bukunya “Pengantar

Ilmu Komunikasi,” pengaruh atau efek adalah:

“Perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan.Pengaruh ini bias

terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang” (De

Fleur, 1982, dalam Cangara, 2004: 25).

2.2. Tinjauan Proses Komunikasi 2.2.1. Komunikasi Verbal

Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap yakni proses primer dan sekunder. Proses komunikasi primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambing (simbol) sebagai

media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan.” (Effendy,

2003: 11). Sedangkan komunikasi sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambing sebagai media pertama.” (Effendy, 2003: 18).

(44)

realitas individu yang meliputi bahasa asal, kebiasaan, tingkat pengetahuan dan

intelejensia sampai aspek budaya.

Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal (Deddy Mulyana,

2005). Menurut Larry L. Barker, bahasa mempunyai tiga fungsi, yaitu:

1. Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasikan objek,

tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi.

2. Fungsi interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi, yang dapat

mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.

3. Fungsi transmisi, yaitu informasi dapat disampaikan kepada orang lain melalui

bahasa. (Mulyana, 2005).

Di dalam kegiatan komunikasi, kita menempatkan kata verbal untuk menunjukan pesan yang dikirimkan atau yang diterima dalam bentuk kata-kata baik

lisan maupun lisan. Kata verbal sendiri berasal dari bahasa latin, verbalis verbum yang sering pula dimaksudkan dengan berarti atau bermakna melalui kata atau yang berkaitan dengan kata yang digunakan untuk menerangkan fakta, ide atau tindakan

yang lebih sering berbentuk percakapan daripada tulisan. (Liliweri, 2002: 135) Berbicara mengenai komunikasi verbal, maka kita juga akan membicarakan mengenai bahasa yang dipakai. Bahasa menurut Larry L. Barker, harus memiliki tiga

fungsi yaitu penamaan (naming atau labelling), interaksi dan transmisi informasi

(Mulyana 2005: 243). Sementara itu, menurut Book, masih dalam Mulyana

mengungkapkan bahwa:

“Bahasa harus memenuhi tiga fungsi yaitu untuk mengenal dunia di

(45)

2.2.2. Komunikasi Nonverbal

Selain komunikasi verbal, kita mengenal juga komunikasi nonverbal.

Komunikasi nonverbal lebih menitik beratkan pada aspek-aspek selain bahasa lisan maupun tulisan sebagai pesan komunikasi. Pesan dalam komunikasi nonverbal dapat dilihat dari tatapan mata, gerakan tangan, jarak yang diambil hingga wewangian yang

dipakai. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter:

“Komunikasi non verbal mencangkup semua ransangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima (Mulyana 2005: 308).

Menurut Drs. Agus M. Hardjana, M.Sc., Ed. menyatakan bahwa: “Komunikasi non verbal yaitu komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk non

verbal, tanpa kata-kata”. Sedangkan menurut Atep Adya Barata mengemukakan

bahwa: “Komunikasi non verbal yaitu komunikasi yang diungkapkan melalui pakaian

dan setiap kategori benda lainnya (the object language), komunikasi dengan gerak

(gesture) sebagai sinyal (sign language), dan komunikasi dengan tindakan atau

(46)

Bentuk-bentuk komunikasi nonverbal terdiri dari tujuh macam yaitu:

a. Komunikasi visual

Komunikasi visual merupakan salah satu bentuk komunikasi yang

digunakan untuk menyampaikan pesan berupa gambar-gambar, grafik-grafik, lambang-lambang, atau simbol-simbol. Dengan menggunakan gambar-gambar yang relevan, dan penggunaan warna yang tepat, serta bentuk yang unik akan

membantu mendapat perhatian pendengar. Dibanding dengan hanya

mengucapkan kata-kata saja, penggunaan komunikasi visual ini akan lebih cepat

dalam pemrosesan informasi kepada para pendengar.

b. Komunikasi sentuhan

Ilmu yang mempelajari tentang sentuhan dalam komunikasi nonverbal sering disebut Haptik. Sebagai contoh: bersalaman, pukulan, mengelus-ngelus, sentuhan di punggung dan lain sebagainya merupakan salah satu bentuk

komunikasi yang menyampaikan suatu maksud/tujuan tertentu dari orang yang menyentuhnya.

c. Komunikasi gerakan tubuh

Kinesik atau gerakan tubuh merupakan bentuk komunikasi non verbal, seperti, melakukan kontak mata, ekspresi wajah, isyarat dan sikap tubuh. Gerakan

(47)

d. Komunikasi lingkungan

Lingkungan dapat memiliki pesan tertentu bagi orang yang melihat atau merasakannya. Contoh: jarak, ruang, temperatur dan warna. Ketika seseorang menyebutkan bahwa ”jaraknya sangat jauh”, ”ruangan ini kotor”, ”lingkungannya

panas” dan lain-lain, berarti seseorang tersebut menyatakan demikian karena atas

dasar penglihatan dan perasaan kepada lingkungan tersebut.

e. Komunikasi penciuman

Komunikasi penciuman merupakan salah satu bentuk komunikasi dimana

penyampaian suatu pesan/informasi melalui aroma yang dapat dihirup oleh indera penciuman. Misalnya aroma parfum bulgari, seseorang tidak akan memahami

bahwa parfum tersebut termasuk parfum bulgari apabila ia hanya menciumnya sekali.

f. Komunikasi penampilan

Seseorang yang memakai pakaian yang rapi atau dapat dikatakan penampilan yang menarik, sehingga mencerminkan kepribadiannya. Hal ini merupakan bentuk komunikasi yang menyampaikan pesan kepada orang yang

melihatnya. Tetapi orang akan menerima pesan berupa tanggapan yang negatif apabila penampilannya buruk (pakaian tidak rapih, kotor dan lain-lain).

g. Komunikasi citarasa

Komunikasi citrasa merupakan salah satu bentuk komunikasi, dimana penyampaian suatu pesan/informasi melalui citrasa dari suatu makanan atau

(48)

memiliki rasa enak, manis, lezat dan lain-lain, apabila makanan tersebut telah

memakan/meminumnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa citrasa dari makanan/minuman tadi menyampaikan suatu maksud atau makna.

Komunikasi nonverbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan dengan tidak menggunakan kata-kata, komunikasi ini menggunakan gerakan tubuh, sikap tubuh, intonasi nada (tinggi-rendahnya nada), kontak mata, ekspresi muka, kedekatan jarak,

dan sentuhan-sentuhan (Mulyana, 2005).

Kategori komunikasi nonverbal adalah sebagai berikut1:

a. Proksemik

Proksemik merupakan penyampaikan pesan-pesan melalui pengaturan jarak dan

ruang. Dalam hal ini terdapat beberapa zona yaitu,

1. Zona intim (berjarak 15—46 cm), adalah zona yang dapat melakukan kontak

fisik, hanya orang dekat secara emosional yang dapat memasukinya seperti

kekasih, orang tua, suami-istri, anak-anak, kerabat, dan sanak saudara.

2. Zona pribadi (berjarak 46 cm—1.2 m), jarak ini dilakukan seperti pada saat kita di pesta-pesta, acara kantor, dan lain sebagainya.

3. Zona sosial (berjarak 1.2—3.6 m), zona ini berlaku pada orang yang belum

dikenal secara baik atau bahkan asing, seperti pada saat di toko yang berbicara

dengan pelayan toko.

1

(49)

4. Zona umum (berjarak >3.8 m), zona ini berlaku pada saat kita berbicara

dengan sekelompok orang yang banyak seperti pidato.

b. Kinesik

Kinesik merupakan penyampaikan pesan-pesan yang menggunakan gerakan-gerakan tubuh yang berarti yang meliputi mimik wajah, mata (lirikan-lirikan), gerakan-gerakan tangan dan yang terakhir keseluruhan anggota badan (tegap,

lemah gemulai, dan sebagainya).

c. Khronemik

Khronemik adalah berhubungan dengan konteks waktu.

d. Paralinguistik

Paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan cara mengucapkannya dengan kata lain tinggi rendahnya intonasi cara pengucapannya.

e. Diam

Diam dapat diartikan bermacam-macam misal persetujuan, sikap apatis, tahu, bingung, kontemplasi, ketidaksetujuan, dan arti-arti lainnya.

f. Haptik

Haptik adalah studi mengenai penggunaan sentuhan dalam komunikasi.

g. Cara Berpakaian dan penampilan fisik

(50)

h. Olefatik

Studi komunikasi melalui indra penciuman disebut sebagai olefatik. Bau masih merupakan suatu hal yang sangat susah dimengerti dalam komunikasi.

i. Okulestik

Okulestik adalah studi komunikasi yang disampaikan melalui pandangan mata.

Menurut Mark L. Knapp sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin Rachmat,

fungsi pesan nonverbal yang dihubungkan dengan pesan verbal antara lain:

1. Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal.

2. Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal.

3. Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain terhadap pesan

verbal.

4. Komplemen, yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal.

5. Aksentuasi, yaitu menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya (Jalaludin,

(51)

2.3. Tinjauan Penyakit Gangguan Jiwa 2.3.1. Rumah Sakit Jiwa

Pada umumnya terdapat kesamaan antara rumah skait jiwa dan rumah sakit

umum. Gambaran khas pada rumah sakit jiwa terdiri daru berbagai ruangan rawat dan konstruksi isolasi berdasarkan tingkat kegawatan gangguan jiwa yang diderita klien. Hal yang paling mencolok adalah adanya konstruksi kamar yang memiliki teralis

besi, yang memiliki tujuan untuk mencegah risiko melarikan diri dan alasan pengamanan. Dalam buku profil RSJ Provinsi Jawa Barat, tugas pokok rumah sakit

jiwa adalah menyelenggarakan dan melaksanakan pelayanan, pencegahan, pemulihan, dan rehabilitiasi di bidang kesehatan jiwa yang sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Fungsi rumah sakit jiwa adalah:

1. Melaksanakan usaha pelayanan kesehatan jiwa pencegahan.

2. Melaksanakan usaha pelayanan kesehatan jiwa pemulihan.

3. Melaksanakan usaha pelayanan kesehatan jiwa rehabilitasi.

4. Melaksanakan usaha pelayanan kesehatan jiwa kemasyarakatan.

5. Melaksanakan usaha pelayanan kesehatan jiwa system rujukan.

Sebagai rumah sakit yang memiliki spesialisasi perawatan pasien gangguan

(52)

Proses perawatan berdasarkan tingkat ketergantungan menurut Gillies (1996)

dibedakan menjadi lima kategori, diantaranya:

1. Tingkat I: Pasien dengan penyakit akut , non kronik, episodik yang akan kembali

ke tingkta kefungsian sebelum sakit, tujuan perawatannya adalah menghilangkan masalah kesehatan yang ada.

2. Tingkat II: Pasien dengan pengkajian kronik yang mengalami episode penyakit

akut, yang berpotensial kembali ke tingkat kefungsian pra episodic penyakitnya. Tujuan perawatanntannya adalah pengaturan masalah kesehatan kronis oleh

pasien tersebut dan keluarganya tanpa terus didukung oleh unit kerja.

3. Tingkat III: Pasien dengan penyakit kronis atau cacat yang berpotensi untuk

kembali ke tingkat kefungsian sebelum sakit, tidak memungkinkan namun ada potensi untuk meningkatkan tingkat kefungsian. Tujuan perawatannya adalah rehabilitasi ke tingkat maksimal kefungsian melalui dukungan berkelanjutan pada

unti kerja.

4. Tingkat IV: Pasien dengan penyakit kronis atau cacat yang tidak dapat dirawat di

rumah tanpa adanya dukungan terus-menerus dari unit kerja. Tujuan

perawatannya adalah pemeliharaan di rumah pada tingkat maksimum kefungsian melalui dukungan terus-menerus dari unit kerja.

5. Tingkat V: Pasien di akhir tingkat yang tujuan perawatannya adalah dengan

(53)

2.3.2. Karakterikstik Pasien Di Rumah Sakit Jiwa Menurut Australian Health Minister:

“Kesehatan jiwa adalah kemampuan individu dalam kelompok dan

lingkungan unutk berinterkasi dengan orang lain dalam rangka meningkatkan kesejahteraan subjektif, perkembangan yang optimal dan menggunakan kemampuan mental (kognitif, afektif, dan relasional), dan

seimbangnya prestasi individual dengan tujuan bersama yang konsisten”

(AHM, 1991).

Dalam definisi ini, kognitif berarti semua elemen dan proses yang terlibat dalam berpikir dan mengingat, afektif berarti respon emosional, dan relasional berarti

memenuhi definisi di atas maka memungkinkan ia mengalami masalah kejiwaan. Gangguan jiwa merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menandakan perubahan fungsi kejiwaan. Ada berbagai definisi tentang gangguan jiwa,

diantaranya:

a. Gangguan jiwa adalah respon maladatif terhadap distress dan ketidakmampuan

untuk menggunakan potensi yang dimiliki yaitu yang berasal dari kegagalan

individu untuk mengatasi keadaan krisis dan beradaptasi terhadap stress (Otong-Antai, 1995).

b. Gangguan jiwa adalah tingkah laku yang berarti secara klinis atau sindrom

psikologis atau pola yang terjadi pada individu yang diasosiasikan dengan

munculnya stress (seperti pengalaman yang sangat menyakitkan) atau disability

(54)

yang berarti dalam menerima kematian, nyeri, kecacatan, atau kehilangan

kebebasan yang penting (PPDGJ III, 1998).

Secara umum gangguan jiwa ini belum diketahui penyebabnya, adapun factor

yang berpengaruh adalah sebagai berikut:

1. Organobiologis, terdiri dari:

a. Abnomalitas struktur otak

b. Abnormalitas fungsi otak

c. Abnormalitas metabolism neuronal

d. Abnormalitas neurotransmitte

2. Sosiostruktural

Kebudayaan secara teknis adalah idea tau tingkah laku yang dapata dilihat maupun yang tidak terlihat. Faktor budaya bukan merupakan penyebab langsung menimbulkan gangguan jiwa biasanya dipengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan kepribadian seseorang misalnya melalui aturan-aturan kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan tersebut seperti cara membesarkan anak dan sistem nilai.

3. Perilaku gangguan jiwa

Perilaku klien gangguan jiwa yaitu perilaku yang ditujukan oleh klien dengan

(55)

4. Gangguan psikomotor

Adalah gangguan pada gerakan badan yang dipengaruhi oleh keadaan jiwa.

Gangguan psikomotor dapat berupa gerakan atau aktivitas berkurang (hipokinesia, hipoaktivitas), mempertahankan secara kaku posisi badan tertentu (katalepsi), garakan atau aktivitas yang berlebihan (hiperkinesia, hiperaktivitas),

mimic yang aneh serta berulang, dan sebagainya.

5. Gangguan isi pikir

Dapat terlihat pada verbal maupun nonverbal, misalnya kegembiraan yang luar biasa, fantasi, fobia, obsesi, pre okupasi, perilaku bunuh diri, perasaan terisolasi,

merasa dirugikan oleh orang lain, merasa bersalah, pesimisme, sering curiga, waham, dan sebagainya.

6. Gangguan emosi dan afek

Gangguan emosi dan afek dapat berupa depresi, kecemasan, kesepian, apatis, marah, kemurkaan, bermusuhan, ambivalensi, dan sebagainya (Maramis, 1995).

7. Gangguan sikap

Gangguan sikap dapat berupa sikap terhadap diri sendiri yaitu menolak diri, penilaian yang tidak realistik terhadap kemampuan dan kelemahannya, kurang

(56)

2.4. Tinjauan Fisioterapi

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 376/Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Fisioterapi Menteri Kesehatan

Republik Indonesia, Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan

penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi. Fisioterapis adalah seseorang yang telah

lulus pendidikan formal fisioterapi dan kepadanya diberikan kewenangan tertulis untuk melakukan tindakan fisioterapi atas dasar keilmuan dan kompetensi yang

dimilikinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Cakupan pelayanan fisioterapi adalah:

1. Promotif

Mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan bagi individu dan masyarakat umum.

2. Preventif

Pencegahan terhadap gangguan, keterbatasan fungsi, ketidak mampuan individu yang berpotensi untuk mengalami gangguan gerak dan fungsi tubuh akibat

faktor-faktor kesehatan/sosial ekonomi dan gaya hidup.

3. Kuratif dan Rehabilitatif.

Memberikan intervensi untuk pemulihan integritas sistem tubuh yang diperlukan

(57)

dan meningkatkan kualitas hidup individu dan kelompok yang mengalami

gangguan gerak akibat keterbatasan fungsi dan kecacatan.

Menurut Benson dan Klipper (1975) dalam Satiadarma (2002) menjelaskan

bahwa dalam kondisi rileks, metabolism di dalam tubuh manusia dapat berlangsung secara optimum. Jika metabolisme dapat berlangsung dengan lebih baik maka fungsi neurotransmitter juga akan bekerja lebih baik dan koordinasi sel di dalam tubuh juga

akan berfungsi lebih sempurna. Jika semua aktivitas tubuh dapat berfungsi dengan baik, maka sistem kekebalan tubuh juga akan berfungsi lebih baik pula.

Ilmu fisioterapi adalah sintesis ilmu biofisika, kesehatan dan ilmu-ilmu lain yang mempunyai hubungan dengan upaya fisioterapi pada dimensi promosi,

pencegahan, intervensi dan pemulihan gangguan gerak dan fungsi serta penggunaan sumber fisis untuk penyembuhan seperti misalnya latihan, tehnik manipulasi, dingin, panas serta modalitas elektroterapeutik. Sebagai profesi maka Fisioterapi memiliki

otonomi mandiri yaitu kebebasan dalam melakukan keputusan-keputusan profesional (professional judgement) dalam melakukan upaya-upaya promotif, preventif, dan penyembuhan serta pemulihan dalam batas pengetahuan yang didapat sesuai dengan

kompetensi dan kewenangannya. Secara umum bahwa tindakan fisioterapi yang dilakukan oleh seorang fisioterapis adalah tanggung jawab fisioterapis secara individu

yang disertai oleh keputusan-keputusan profesi yang mereka lakukan dan tidak dapat dikontrol dan atau diintervensi oleh profesi lainnya.

Dalam menjalankan aktivitas profesinya, profesi fisioterapi memiliki

(58)

fisioterapi yang dilakukan harus dalam batas kewenangan, kemampuan dan kode etik

profesi serta mengikuti aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan baik yang yang ditetapkan oleh Ikatan Fisioterapi Indonesia maupun oleh Pemerintah. Lingkup

pelayanan fisioterapi diterapkan pada dimensi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan cakupan pelayanan sepanjang rentang kehidupan manusia sejak praseminasi sampai dengan ajal. Garis Besar Kode Etik Fisioterapi Indonesia:

1. Menghargai hak dan martabat individu.

2. Tidak bersikap diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada siapapun yang

membutuhkan.

3. Memberikan pelayanan professional secara jujur, berkompeten dan bertanggung

jawab.

4. Mengakui batasan dan kewenangan profesi dan hanya memberikan pelayanan

dalam lingkup profesi fisioterapi.

5. Menghargai hubungan multidisipliner dengan profesi pelayanan kesehatan lain

dalam merawat pasien/klien.

6. Menjaga rahasia pasien/klien yang dipercayakan kepadanya kecuali untuk

kepentingan hukum/pengadilan.

7. Selalu memelihara standar kompetensi profesi fisioterapi dan selalu

meningkatkan pengetahuan/ketrampilan.

8. Memberikan kontribusi dalam perencanaan dan pengembangan pelayanan untuk

Gambar

Gambar 1.1
Tabel 1.1.
Tabel 1.2.
Tabel 3.1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian diperoleh gambaran tingkat kebugaran jasmani pasien rehabilitasi penyalahguna napza di Rumah Palma Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat sebanyak 1

Dari hasil penelitian yang telah dijabarkan sebelumnya, dapat kita ketahui metode komunikasi terapeutik di Rumah sakit Jiwa provinsi Jabar yang dilakukan oleh perawat

[r]

[r]

Kebijakan Kom pensasi berupa tunjangan st rukt ural diberikan secara m erata kepada set iap pem angku jabat an, insent if diberikan dalam bentuk insent if t idak

Mengacu pada tujuan dari penelitian, yakni diperolehnya usulan perbaikan cetak biru pelayanan pasien yang dapat menurunkan angka penolakan pasien di Rumah Sakit Jiwa

SDVLHQ SHU WDKXQ WLGDN VHMDODQ GHQJDQ DQJND NLQHUMD UXPDK VDNLW SDGD WDKXQ 3HQHOLWLDQ EHUWXMXDQ PHQJJDPEDUNDQ FHWDN ELUX SHOD\DQDQ SDVLHQ GDODP PHQGDSDWNDQ SHOD\DQDQ UDZDW LQDS

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan sistem informasi rekam medis di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat Tahun 2014 belum berjalan optimal karena