• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Persentase Pelarutan Formalin Terhadap Waktu Dekomposisi Hepar Mus Musculus (Mencit)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Persentase Pelarutan Formalin Terhadap Waktu Dekomposisi Hepar Mus Musculus (Mencit)"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PERSENTASE FORMALIN TERHADAP

WAKTU DEKOMPOSISI HEPAR

MUS MUSCULUS

(MENCIT)

”Karya tulis ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh kelulusan sarjana kedokteran”

Oleh:

FEBRIANTONO EDDY PUTRANTO

NIM: 090100186

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN PERSENTASE FORMALIN TERHADAP

WAKTU DEKOMPOSISI HEPAR

MUS MUSCULUS

(MENCIT)

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

FEBRIANTONO EDDY PUTRANTO

NIM: 090100186

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRAK

Latar Belakang: Formalin adalah salah satu dari sekian banyak larutan fiksasi yang efisiensinya sangat bagus dalam mengawetkan suatu jaringan, dan mempertahankan bentuk awal jaringan tersebut. Untuk mengawetkan, para pekerja laboratorium dan pengawet mayat menggunakan formalin 10%.

Metode Penelitian: Metode penelitian yang digunakan adalah analitik eksperimental dengan pendekatan randomized clinical trial dengan single blind. Peneliti menggunakan hepar mencit berukuran sama (kira-kira 5x5x5 mm) yang tidak memiliki gangguan. Formalin yang digunakan adalah formalin 40% yang diencerkan 10 kali, mulai dari larutan utuh sampai 10% dari larutan formalin 40% tersebut dibagi menjadi 10 bagian. Peneliti kemudian memfiksasi sampel dalam larutan formalin yang berbeda tersebut selama 2 minggu. Kemudian sampel dipindahkan ke dalam tabung lain dan ditunggu hingga dekomposisi. Data adalah hari sejak sampel dipindahkan ke dalam tabung lain hingga terjadinya awal dekomposisi.

Tujuan Penelitian: Tujuan penelitian ini adalah mengetahui apakah ada hubungan persentase formalin terhadap waktu dekomposisi jaringan.

Hasil Penelitian: Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara persentase formalin terhadap waktu dekomposisi jaringan. Dari data yang diperoleh, formalin 40% dengan konsentrasi 90% dan Formalin 40% dengan konsentrasi penuh (100%) menghasilkan sampel yang paling lama dekomposisinya. Rata-rata dari seluruh sampel adalah 5 hari.

Kesimpulan dan Saran: Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan Formalin 10% lebih dipilih untuk efisiensi karena akan diproses lebih lanjut. Penggunaan formalin dengan kadar pelarutan lebih rendah digunakan untuk jaringan yang lebih besar dan disimpan lebih lama.

(4)

ABSTRACT

Background: Formaldehyde is one of the many solutions used for fixation which has efficient preservative properties of tissues and maintains the form. Formalin 10% is normally used by forensic pathologists in the preservation of dead bodies. This study assess whether formalin 10% and the other percentage of formalin has significant differences in tissue fixation.

Methods: The research method used is experimental, analytical using randomized clinical trials with single blind approach. Researcher used mice liver with equal size (approximately 5x5x5 mm) that do not have any abnormality. Formalin 40% is used and diluted 10 times, ranging from full concentration to 10% solution of formalin 40% solution, each inserted into a tube. Researcher then fixed the sample in different solution of formalin for 2 weeks. Then the sample was transferred into another tube and waited until decomposition occur. The data collected was the day sample transferred into another tube until signs of early decomposition shows. Objective: The purpose of this study is to determine whether percentage of formalin to tissue decomposition time has any correlation.

Results: The results of the study shows that there is a significant relationship between the percentage of formalin with tissue decomposition time. From the data obtained, formalin 40% with a concentration of 90% and 40% formalin with full concentration (100%) resulted in the longest period of decomposition. The average of all samples is 5 days.

Conclusions and Recommendations: The conclusion of this study is the use of formalin 10% does have a significant difference using formalin with other concentrations. Formalin 10% are more preferrable and efficient for small tissues and temporary fixation. Higher percentages are used to fix larger tissues and longer time of fixation.

(5)

KATA PENGANTAR

Pertama sekali Penulis berterima kasih kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW karena atas karunia dan ridho dariNya penulis tidak akan dapat menyelesaikan proposal yang berjudul “Hubungan Persentase Pelarutan Formalin Terhadap Waktu Dekomposisi Hepar Mus Musculus (Mencit)”.

Penulis sadar, bahwasanya Karya Tulis Ilmiah ini sangat jauh dari sempurna, sehingga penulis berharap diberikan saran dan kritik supaya dapat memperbaiki diri untuk lebih baik kedepannya.

Penulis ingin berterima kasih kepada pihak-pihak yang juga membantu dalam pembuatan proposal ini yaitu:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar Sp.PD. KGEH.

2. Dr. Surjit Singh Sp.F, M.B.B.S sebagai dosen pembimbing karya tulis ilmiah yang mengarahkan dalam pembuatan proposal ini.

3. Dr. Donna Partogi Sp. KK sebagai dosen pembimbing akademik karena telah membantu penulis dalam menempuh pembelajaran dalam fakultas kedokteran.

4. Dr. Eddy Sutrisno H. Sp.BP dan dr. Retno Sari Dewi, M.Kes sebagai orang tua karena telah membesarkan Penulis, memberikan fasilitas, dan memberi kasih sayang kepada Penulis.

5. Saudari Cindy Natasia Sinukaban, seorang yang sangat penting dalam hidup penulis, sangat menyayangi penulis, yang memberi ide dan masukan kepada penulis, dan yang memberi dukungan terhadap penulis.

(6)

7. Teman-teman FK USU yang tak dapat disebut semua namanya, karena telah mendukung dan membantu pembuatan proposal.

Demikianlah kata pengantar ini penulis sampaikan. Tidak akan pernah ada ilmu pengetahuan baru yang diperoleh jika kita berhenti bertanya dan mencari jawabnya. Semoga hasil karya tulis ini dapat memberikan sumbangan pikiran yanng berguna bagi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, bangsa dan Negara Indonesia, serta pengembangan ilmu.

Medan, 31 Mei 2012 Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

1.4.2. Pada pekerja yang mengawetkan mayat ... 3

1.4.3. Pada mahasiswa lain ... 3

1.4.4. Pada masyarakat dan peneliti lain ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Dekomposisi Mayat ... 4

2.1.1. Definisi ... 4

2.1.2. Mekanisme ... 4

2.1.3. Faktor yang mempengaruhi ... 5

2.1.4. Kriteria Penilaian ... 7

2.2. Pengawetan mayat ... 9

2.2.1. Definisi ... 9

2.2.2. Fungsi ... 9

(8)

2.3. Formalin ... 12

2.3.1. Karakteristik ... 12

2.3.2. Penggunaan ... 12

2.3.3. Cara kerja terhadap jaringan ... 12

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 14

3.1. Kerangka Konsep ... 14

3.2. Definisi Operasional ... 14

3.2.1. Waktu Dekomposisi ... 14

3.2.2. Persentase Formalin ... 14

3.2.3. Dekomposisi Hepar 15

3.3. Hipotesis ... 15

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 16

4.1. Jenis Penelitian ... 16

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

4.3. Populasi dan Sampel ... 16

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 17

4.5. Pengolahan dan Analisa Data ... 18

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...………...19

5.1. Hasil Penelitian ... 19

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………...……….19

5.1.2. Deskripsi Sampel………19

5.1.3. Deskripsi Data……….19

5.1.1. Hasil Perhitungan Data…..……….19

5.2. Pembahasan……….19

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ………...26

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman Tabel 5.1 Waktu Dekomposisi Sampel Hepar Tanpa Formalin (Kontrol) 20 Tabel 5.2 Waktu Dekomposisi Sampel Hepar Dalam Formalin 10% 20 Tabel 5.3 Waktu Dekomposisi Sampel Hepar Dalam Formalin 20% 20 Tabel 5.4 Waktu Dekomposisi Sampel Hepar Dalam Formalin 30% 21 Tabel 5.5 Waktu Dekomposisi Sampel Hepar Dalam Formalin 40% 21 Tabel 5.6 Waktu Dekomposisi Sampel Hepar Dalam Formalin 50% 21 Tabel 5.7 Waktu Dekomposisi Sampel Hepar Dalam Formalin 60% 22 Tabel 5.8 Waktu Dekomposisi Sampel Hepar Dalam Formalin 70% 22 Tabel 5.9 Waktu Dekomposisi Sampel Hepar Dalam Formalin 80% 23 Tabel 5.10 Waktu Dekomposisi Sampel Hepar Dalam Formalin 90% 23 Tabel 5.11 Waktu Dekomposisi Sampel Hepar Dalam Formalin 100% 24 Tabel 5.12 Rata-rata waktu dekomposisi hepar terhadap persentasi 24

formalin

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Penjelasan

(11)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Riwayat Hidup Peneliti

Lampiran 2 Ethical Clearance

(12)

ABSTRAK

Latar Belakang: Formalin adalah salah satu dari sekian banyak larutan fiksasi yang efisiensinya sangat bagus dalam mengawetkan suatu jaringan, dan mempertahankan bentuk awal jaringan tersebut. Untuk mengawetkan, para pekerja laboratorium dan pengawet mayat menggunakan formalin 10%.

Metode Penelitian: Metode penelitian yang digunakan adalah analitik eksperimental dengan pendekatan randomized clinical trial dengan single blind. Peneliti menggunakan hepar mencit berukuran sama (kira-kira 5x5x5 mm) yang tidak memiliki gangguan. Formalin yang digunakan adalah formalin 40% yang diencerkan 10 kali, mulai dari larutan utuh sampai 10% dari larutan formalin 40% tersebut dibagi menjadi 10 bagian. Peneliti kemudian memfiksasi sampel dalam larutan formalin yang berbeda tersebut selama 2 minggu. Kemudian sampel dipindahkan ke dalam tabung lain dan ditunggu hingga dekomposisi. Data adalah hari sejak sampel dipindahkan ke dalam tabung lain hingga terjadinya awal dekomposisi.

Tujuan Penelitian: Tujuan penelitian ini adalah mengetahui apakah ada hubungan persentase formalin terhadap waktu dekomposisi jaringan.

Hasil Penelitian: Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara persentase formalin terhadap waktu dekomposisi jaringan. Dari data yang diperoleh, formalin 40% dengan konsentrasi 90% dan Formalin 40% dengan konsentrasi penuh (100%) menghasilkan sampel yang paling lama dekomposisinya. Rata-rata dari seluruh sampel adalah 5 hari.

Kesimpulan dan Saran: Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan Formalin 10% lebih dipilih untuk efisiensi karena akan diproses lebih lanjut. Penggunaan formalin dengan kadar pelarutan lebih rendah digunakan untuk jaringan yang lebih besar dan disimpan lebih lama.

(13)

ABSTRACT

Background: Formaldehyde is one of the many solutions used for fixation which has efficient preservative properties of tissues and maintains the form. Formalin 10% is normally used by forensic pathologists in the preservation of dead bodies. This study assess whether formalin 10% and the other percentage of formalin has significant differences in tissue fixation.

Methods: The research method used is experimental, analytical using randomized clinical trials with single blind approach. Researcher used mice liver with equal size (approximately 5x5x5 mm) that do not have any abnormality. Formalin 40% is used and diluted 10 times, ranging from full concentration to 10% solution of formalin 40% solution, each inserted into a tube. Researcher then fixed the sample in different solution of formalin for 2 weeks. Then the sample was transferred into another tube and waited until decomposition occur. The data collected was the day sample transferred into another tube until signs of early decomposition shows. Objective: The purpose of this study is to determine whether percentage of formalin to tissue decomposition time has any correlation.

Results: The results of the study shows that there is a significant relationship between the percentage of formalin with tissue decomposition time. From the data obtained, formalin 40% with a concentration of 90% and 40% formalin with full concentration (100%) resulted in the longest period of decomposition. The average of all samples is 5 days.

Conclusions and Recommendations: The conclusion of this study is the use of formalin 10% does have a significant difference using formalin with other concentrations. Formalin 10% are more preferrable and efficient for small tissues and temporary fixation. Higher percentages are used to fix larger tissues and longer time of fixation.

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada peradaban Mesir zaman dahulu, pengawetan mayat sudah dilakukan oleh para pengurus makam raja Pharaoh untuk persiapan di alam selanjutnya. Ini dibuktikan dengan banyaknya antropolog yang menemukan makam-makam raja yang disebut Sarkofagus, masih berisi mayat sang raja yang masih utuh pada zaman Yunani tersebut. Sebenarnya hampir semua mayat pada zaman peradaban Mesir diawetkan dengan teknik yang sama. Tetapi berbeda kualitasnya tergantung status sosial mayat. (Budge S.E.A.W; 2011)

Awalnya, para pengawet mayat menggunakan cairan tuak dan air dari Sungai Nil. Lalu semua organ-organ dalam tubuh dimasukkan kedalam suatu tempat khusus bernama guci canopic. Didalam guci ini akan diletakkan bubuk natron, yaitu suatu senyawa natrium yang didapatkan dari Sungai Nil. Penggunaan senyawa-senyawa ini menjadi akar munculnya ide-ide peniliti yang ingin lebih menggali mekanisme kerja tiap kimia dan mencari alternatif yang lebih mudah dan efisien. (Budge S.E.A.W; 2011)

Formalin adalah salah satu larutan pengawet yang sangat sering digunakan menggantikan arsenik sejak awal tahun 1900-an. (Marks & Tersigni, 2005). Formalin berasal dari formaldehida yang dilarutkan 40%. Dalam pengawetan mayat dan jaringan, formalin adalah cairan yang paling dasar, gampang, dan relatif murah untuk didapatkan dan dipergunakan (Zulham, 2009).

(15)

Formalin yang berisi 40% formaldehida ini akan dilarutkan lagi dengan air untuk mencapai efektifitas tinggi dan persentasi seperti keadaan ketika hidup menggunakan harga yang tidak mahal, sehingga dapat menghemat uang (NICNAS, 2006)

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana hubungan persentase formalin dengan waktu dekomposisi mayat?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

a. Mengetahui hubungan antara perbedaan persentase formalin terhadap waktu dekomposisi mayat.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui persentasi pelarutan formalin yang mempertahankan kesegaran dalam kurun waktu yang lama.

b. Mengetahui alasan mengapa formalin 10% yang digunakan untuk mengawetkan.

1.4. Manfaat penelitan 1.4.1. Pada peneliti

a. Memberi tambahan pengetahuan terhadap penggunaan formalin dan cairan pengawet lainnya dalam mengawetkan mayat.

b. Mendapatkan pengetahuan tentang hubungan persentase pelarutan formalin terhadap waktu dekomposisi mayat.

1.4.2. Pada pekerja yang mengawetkan mayat

a. Sebagai rujukan untuk mempelajari pengawetan lebih dalam. b. Memiliki pengetahuan lebih untuk menjadi pertimbangan dalam

(16)

c. Mengetahui efektivitas terhadap masing-masing bahan pengawet yang diteliti.

1.4.3. Pada mahasiswa lain

a. Sebagai tambahan pengetahuan untuk mengawetkan mayat atau jaringan.

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dekomposisi Mayat

Makhluk hidup yang telah menjadi mayat akan menjalani suatu proses dekomposisi menjadi bentuk yang teruraikan karena sel-sel tubuh tidak dapat bekerja lagi. (Nandy, 2000)

2.1.1. Definisi

Keadaan yang disebut kematian adalah apabila organ-organ dalam tubuh manusia sudah tidak dapat bekerja secara bersama maupun individual karena tidak berfungsinya pusat kontrolnya, yaitu di batang otak. (Sharma & Harish, 2005)

Yang dimaksud dengan dekomposisi mayat adalah pemecahan struktur-struktur sel menjadi bagian-bagian kecil pembentuk sel yang sudah terprogram karena kehilangan pasokan nutrisi dan oksigen yang disebabkan oleh ketidak-mampuan tubuh untuk mendistribusikan darah karena kematian. Pembusukan mayat juga disebut sebagai Putrefaction dalam urutan dekomposisi mayat.(Nandy, 2000)

2.1.2. Mekanisme

Kejadian setelah kematian adalah dekomposisi mayat. Pertama kali yang terjadi adalah berhentinya jantung dan paru. Jantung yang tidak berdetak tidak akan memungkinkan untuk darah supaya didistribusikan. Fungsi darah sendiri adalah pengangkut oksigen dan nutrisi-nutrisi lain yang nantinya akan digunakan oleh sel-sel tubuh lain. Dengan tidak adanya asupan gizi dan oksigen untuk mempertahankan homeostasis kerja sel, maka sel akan dengan sendirinya merusak bagian-bagian dalam sel untuk diubah menjadi asupan nutrisi cadangan. Pemecahan dilakukan dengan enzim lisosome. (Kumar et al, 2010)

(18)

adekuat. Akan terlihat gambaran sel yang mulai membesar dan nukleus yang mulai samar, dan tidak terlihatnya beberapa bagian yang penting seperti golgi apparatus, mitokondria, dan lain sebagainya. (Kumar et al, 2010)

Pada akhirnya sel akan pecah dan kehilangan integritasnya, sehingga akan difagosit oleh leukosit untuk dijadikan bahan bakar sel lain. Nukleus akan terlihat lebih besar dari sebelumnya, karena normalnya perbandingan nukleus dan sel adalah 1:3. Disini endoplasma sel dan cairan-cairan sel lain sudah habis, sehingga sel-sel akan terlihat mengkerut. (Kumar et al, 2010)

2.1.3. Faktor yang mempengaruhi

Jika diletakkan di lapangan, atau di keadaan terbuka, temperatur dan keadaan tanah akan sangat mempengaruhi kecepatan dekomposisi mayat. Menurut Carter, Yellowlees, dan Tibbett (2008) disebutkan bahwa temperatur akan mempengaruhi aktivitas enzim-enzim yang dihasilkan oleh bakteri yang menguraikan mayat. Juga disebutkan bahwa perbedaan jenis tanah yang berada diantara mayat akan mempercepat dekomposisi mayat. (Tibbett, 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu pembusukan mayat dibagi menjadi dua, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang mempengaruhi waktu pembusukan mayat dari luar tubuh mayat, sedangkan faktor internal dari mayatnya sendiri. (Nandy, 2000)

Faktor eksternal meliputi:

(19)

b. Kelembaban.

c.

Perkembangan mikroorganisme yang berhubungan dengan dekomposisi akan terhambat bila kelembaban disekitarnya rendah.

Udara.

d.

Angin yang tetap tidak akan membantu evaporasi dari cairan tubuh, mempertahankan kondisi tubuh dan mempertahankan laju dekomposisi.

Baju.

e.

Fungsi baju salah satunya adalah mencegah mikroorganisme masuk ke dalam tubuh melalui udara. Tetapi jika keadaan udara dingin, maka baju akan membantu mempertahankan temperatur tubuh yang menyebabkan keadaan tubuh dapat ditinggali oleh beberapa jenis mikroorganisme

Lingkungan.

f.

Jika tubuh terendam air, kecepatan dekomposisi akan melambat karena pendinginan tubuh. Sementara jika diangkat, kecepatan dekomposisi akan meningkat karena sudah diencerkan oleh air dan tekanan atmosfer yang tinggi. Keduanya akan membantu dekomposisi. Jika dikubur, kecepatan dari dekomposisi tergantung dari dalamnya tempat mayat dikubur. Tanah permukaan memiliki bakteria lebih banyak dan lebih lembab dibandingkan tanah dalam.

Invasi dari hewan dan serangga

Faktor-faktor internal dibagikan menjadi berikut:

. Ikan, kepiting, kura-kura, dan hewan air lain akan merusak tubuh mayat, mempercepat pembusukan. Anjing, tikus, dan hewan darat lain juga dapat merusak tubuh mayat, dan membantu masuknya bakteri yang mendekomposisi mayat. Lalat juga akan hinggap karena tertarik pada bau bangkai yang dikeluarkan mayat dan menelurkan telurnya ke dalam mayat, yang akhirnya menjadi larva yang memakan mayat tersebut.

(20)

gastro intestinal dan di paru. Karena itu pada kasus ini kecepatan dekomposisinya lambat.

b. Jenis Kelamin.

c.

Pada wanita, jumlah lemak subkutan lebih banyak sedikit, mempertahankan panas tubuh sedikit lebih lama dan sedikit mempercepat dekomposisi. Selain itu tidak ada yang mempengaruhi dari perbedaan jenis kelamin.

Kondisi tubuh.

d.

Tubuh tipis lebih lama terdekomposisi daripada tubuh besar yang berlemak atau bernutrisi baik, karena jumlah air pada tubuh yang kecil lebih sedikit sehingga tidak memberikan tempat yang baik untuk perkembangan mikroorganisme.

Penyebab kematian.

e.

Jika kematian karena infeksi atau septikemia, akan mempercepat dekomposisi karena bakteri.

Perlukaan luar pada tubuh

2.1.4. Kriteria Penilaian

. Perlukaan sangat mempercepat dekomposisi karena membantu masuknya mikroorganisme tambahan dari luar tubuh.

Melanjutkan dari mekanisme dekomposisi mayat, tanda-tanda dari mulainya dekomposisi mayat adalah terjadinya pembengkakan pada bagian inferior tubuh karena cairan turun mengikuti gravitasi. Integritas dari organ juga sudah lebih rapuh secara fisiologis. Konsistensi dari kulit, otot, dan organ-organ lain akan berubah menjadi sangat terdisosiasi. (Nandy, 2000)

Secara histologi, akan terlihat perubahan-perubahan dari isi sel. Nukleus akan lebih difus dari keadaan fisiologisnya, dan sel terlihat kembung pada tahap awal dekomposisi. Kemudian karena pemakaian dari cairan dan nutrisi secara terus menerus, sel akan mengerut dan mengecil, menampakkan pemandangan yang terlihat nukleus lebih besar dari biasanya. (Kumar et al, 2010)

(21)

Pembusukan mayat terjadi diluar dan didalam secara bersamaan, tetapi tergantung keadaan, ada beberapa bagian tubuh yang lebih cepat laju dekomposisinya. Bagian yang terjadi perubahan di permukaan kulit lebih dahulu adalah regio abdominal kanan bawah, daerah sekitar letaknya caecum karena dinding caecum tipis sehingga gampang perforasi. Daerah tersebut akan berubah menjadi hijau dan kemudian menghitam. (Nandy, 2000)

Didalam buku Nandy A. (2000) disebutkan bahwa pada bagian dalam tubuh, ada urutan dimana organ-organ tubuh terdekomposisi seperti berikut:

a. Laring dan trakea

b.

. Pada 12-24 jam pertama mukosa membran laring dan trakea berubah coklat lalu menjadi hijau dan lembek.

Perut dan usus.

c.

Pada 24-36 jam pertama muncul bercak merah kehitaman pada dinding posterior yang perlahan menyebar ke dinding anterior lalu terbentuk kista berisi gas. Organ kemudian menjadi lembek dan cokelat kehitaman.

Hepar

d.

. Dekomposisi dimulai pada 12-24 jam pertama setelah kematian. Permulaannya, hepar lembut dan lembek. Bulla akan terbentuk pada permukaannya. Pada hari kedua dan ketiga, gas dekomposisi akan berkumpul pada bagian dalam hepar, membentuk suatu gambaran seperti sarang lebah (honey-comb appearance) yang disebut juga foamy liver. Ukurannya akan mengecil dan menghitam hingga seperti arang.

Empedu

e.

. Dekomposisi dimulai dengan menyebarnya cairan empedu ke jaringan sekitarnya termasuk hepar, 24 jam setelah meninggal.

Omentum/Mesenterium

f.

. Dekomposisi mulai tampak 2-3 hari dengan perubahan warna menjadi hijau keabu-abuan sampai menghitam.

Otak

g.

. Satu sampai dua hari setelah meninggal, akan terlihat dekomposisi otak yang menjadi lembek dan mirip adonan. Pada hari ketiga otak sudah menjadi seperti pasta. Tiga atau empat hari kemudian otak akan mencair.

(22)

berisi gas akan muncul di bagian permukaaan bawah perikardium. Bilik-bilik jantung berisi darah yang berbusa.

h. Paru-paru.

i.

Pada akhir hari kedua dan ketiga paru akan terlihat perubahan warna yang menggelap, kolaps sebagian, dan bulla berisi gas. Paru juga menjadi kurang elastis. Terakhir paru akan kolaps total, sangat kecil dan hitam.

Ginjal.

j.

Perubahan pada ginjal terjadi pada hari kedua dan ketiga. Ginjal akan terlihat coklat kemerahan, lembek dan berminyak jika disentuh. Semakin lama ukurannya akan semakin kecil, warnanya akan semakin gelap, dan semakin lembek.

Diafragma.

k.

Karena terdiri dari jaringan fibromuskular, diafragma agak lama terdekomposisi. Setelah beberapa hari konsistensinya melunak dan terdisintegrasi.

Pembuluh darah.

l.

Pembuluh darah cukup lama bertahan walaupun dari dalam sudah tercampur dengan sel darah dan terpapar ke sekitar.

Vesika urinaria.

m.

Secara keseluruhan, kandung kemih (vesika urinaria) dapat bertahan lebih lama terhadap dekomposisi dari organ lain. Infeksi pada kandung kemih dan kandung kemih yang penuh akan terdekomposisi lebih cepat.

Prostat/Uterus.

2.2. Pengawetan mayat

Organ-organ kelamin seperti prostat dan uterus adalah yang terlama dalam urutan organ terdekomposisi. Pada prostat yang besar dan berpenyakit, laju dekomposisi akan makin cepat. Pada uterus yang gravid akan lebih cepat terdekomposisi daripada uterus non-gravid dan uterus nullipara.

(23)

2.2.1. Definisi

Pengawetan mayat ditujukan untuk mempertahankan rupa mayat dalam waktu yang lama. Dengan mempertahankan rupa dari mayat, dapat memenuhi kebutuhan masing-masing orang yang memerlukan. (Budge, S.E.A.W; 2011) 2.2.2. Fungsi

Fungsi pengawetan mayat dapat berupa mempertahankan bentuk mayat supaya dapat dipelajari atau mempertahankan keadaan rupa mayat untuk acara duka. (Zulham, 2009)

Pengawetan mayat juga digunakan untuk pajangan seperti beberapa pemimpin suatu negara seperti Rusia pada Lenin dan Korea Utara terhadap Kim Jong Il dan Kim Il Sung. (Spanton, 2012)

2.2.2. Bahan yang dibutuhkan

Bahan-bahan yang diperlukan dalam mengawetkan mayat ada banyak, tergantung dari untuk apa mayat ini diawetkan. Secara umum, yang diperlukan untuk mengawetkan mayat adalah orang yang memiliki sertifikasi dan berkompeten untuk mengawetkan, seperti seorang pengawet (embalmer) khusus, dokter forensik, atau dokter umum yang ada ditempat. Diperlukan juga tempat khusus untuk mengawetkan, cairan pengawet, pompa elektrik, selang arteri, dan trokar/aspirator. (Ezugworie et al, 2009.)

Jenis-jenis cairan pengawet ada banyak, tergantung dari apa dan bagaimana suatu jaringan atau mayat akan diawetkan. Jenis cairan pengawet secara praktis dibedakan menjadi 3, yaitu pengawetan secara mikroanatomis, sitologi, dan histokimia. (Zulham, 2009)

Secara mikroanatomis, pengawet yang digunakan adalah golongan formalin dan modifikasinya, cairan formalin alkohol asetat, cairan Heidenhain Susa, cairan Zenker, dan cairan Bouin. (Nowacek, 2010)

(24)

Secara histokimia, pengawet yang digunakan adalah fiksasi glutaraldehida. Fiksasi menggunakan glutaraldehida adalah yang terbaik untuk diberi pewarnaan elektron. (Zulham, 2009)

2.2.3 Proses

Dalam prosesnya, pengawetan mayat akan dilakukan dengan urutan sebagai berikut :

a. Arterial Embalming b. Cavity Embalming

c. Hypodermic Embalming (jika dibutuhkan) d. Surface Embalming (jika dibutuhkan)

Sebelum dilakukan pengawetan, seorang pengawet (embalmer) harus melakukan proteksi diri dari mayat untuk menghindari penyakit yang dibawa mayat, bakteri dan larva yang membusukkan mayat, dan dari cairan yang digunakan untuk pengawetan. Untuk itu, seorang embalmer harus mensterilkan ruangan, memakai alat pelindung tubuh lengkap, dan mensterilkan mayat yang akan diawetkan terlebih dahulu dengan cairan antiseptik.(Ezugworie et al, 2009.)

Arterial embalming adalah permulaan dalam mengawetkan mayat.

Pertama, arteri karotis dekstra dipotong dan disambungkan kepada selang yang terhubung dengan pompa mekanis untuk memasukkan cairan pengawet ke dalam tubuh. Darah dikeluarkan melalui vena jugularis. Jika peredaran darah kurang baik, dapat menggunakan arteri besar lain sebagai tempat masuknya cairan pengawet yaitu arteri iliaka, femoralis, subklavia atau aksila. (Ezugworie et al, 2009.)

(25)

Ada 2 cara tambahan dalam pengawetan mayat. Pada bagian-bagian yang tidak memiliki perdarahan yang baik, dilakukan penyuntikan cairan pengawet langsung ke dalam jaringan yang membutuhkan. Ini disebut juga dengan hypodermic embalming. Surface Embalming sendiri hanya mengawetkan bagian

kulit dan area superfisial lainnya yang rusak. (Ezugworie et al 2009.) 2.3. Formalin

2.3.1. Karakteristik

Formalin adalah campuran dari air dan formaldehida yang memiliki bentuk gas dalam temperatur ruangan (25˚C) dengan perba ndingan komposisi 1:10. Secara umum, formalin adalah 40% formaldehida dalam air. Nama kimia formaldehida yang diberikan dari International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC) adalah metanal dengan rumus dasar CH2O. Berat molekul metanal adalah 30.03 mol. (NICNAS, 2006)

Pada temperatur ruangan, formaldehida adalah gas berbau kuat yang tidak berwarna. Gas formaldehida sangat reaktif dan mudah terbakar serta dapat membentuk campuran eksplosif di udara. Gas tersebut juga akan terbakar bila terkena api. Diatas suhu 150˚C gas formaldehida akan terdekomposisi jadi metanol dan karbon monoksida. (NICNAS, 2006)

Gas formaldehida dapat dilarutkan dengan air, alkohol, dan pelarut-pelarut polar lainnya. Pada keadaan stabil, formaldehida akan membentuk polimer-polimer yang jika dipanaskan berlebihan akan kembali membentuk gas-gas formaldehida. (NICNAS, 2006)

2.3.2. Penggunaan

(26)

2.3.3. Cara kerja terhadap jaringan

Formaldehida akan melakukan penetrasi ke dalam jaringan dan mengikat gugus-gugus asam amino dasar, khususnya lisin, dan menyatukannya dengan atom nitrogen amida pada ikatan peptida lainnya. Hubungan ini akan membentuk jembatan metilen. (Nowacek, 2010)

Pada hati, akan terjadi polarisasi terhadap glikogen. Glikogen akan bergeser ke sel hati lain dan mengganggu struktur hepatosit. Karena alasan tersebut, perendaman hati dan jaringan lain yang memiliki sifat polarisasi terhadap formaldehida akan mengalami perubahan struktur yang hebat. (Nowacek, 2010)

(27)

Waktu Dekomposisi Mayat Persentase Formalin

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep penelitian ini secara praktis sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1. : Kerangka Konsep 3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Waktu Dekomposisi

Definisi Operasional: Waktu dekomposisi adalah lama waktu setelah sampel hepar dipindah ke tabung kosong sampai terjadi tanda dekomposisi.

Cara Ukur: Menandai hari di kalender dimulai setelah sampel hepar yang diberi perlakuan dimasukkan ke dalam tabung steril kosong yang baru sampai muncul tanda dekomposisi.

Alat Ukur: Kalender

Hasil Ukur: Jarak hari dipindahkannya hepar yang telah difiksasi di dalam tabung dengan formalin ke tabung kosong.

Skala Pengukuran: Rasio 3.2.2. Persentase Formalin

Definisi Operasional: Persentase formalin adalah jumlah formalin (formaldehida 40%) per mililiter yang larut dalam air.

(28)

Hasil Ukur: formalin 10% - 100% Skala Pengukuran: Rasio

3.2.3. Dekomposisi Hepar

Definisi Operasional: Dekomposisi adalah pemecahan protein sel-sel hepar yang mati karena autolisis dan kerja bakteri pembusuk.

Cara ukur: Menentukan secara observasional. Secara observasional peneliti akan memperhatikan perubahan dari jaringan setiap hari, mulai dari awal diletakkan di tabung kosong dan difoto ketika muncul tanda-tanda dekomposisi pada hepar. Setelah muncul tanda-tanda tersebut, sampel akan dibawa ke bagian Patologi Anatomi untuk dipastikan telah terdekomposisi secara histopatologi.

Alat ukur: Mikroskop cahaya, kamera Nikon D3100, dan timbangan elektronik.

Hasil ukur: Slide dari sampel hepar menunjukkan apoptosis dan cetakan foto menunjukkan gambaran hepar yang terdekomposisi secara observasional

Skala pengukuran: Ordinal 3.3. Hipotesis

Dengan adanya perubahan pada persentase formalin, akan mengubah efektivitas dari formaldehida sehingga tanda-tanda yang disebutkan diatas akan menunjukkan perbedaan yang signifikan.

H0: Persentasi formalin tidak memiliki hubungan terhadap waktu dekomposisi hepar mencit

(29)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian yang digunakan untuk mengetahui hubungan persentase pelarutan formalin terhadap lama waktu dekomposisi hepar adalah analitik eksperimental menggunakan pendekatan randomized clinical trial secara single blind.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu dilaksanakan penelitian ini adalah mulai dari 14 Juni 2012 dan diperkirakan sampai 14 Agustus 2012 dan akan dilaksanakan di ruang operasi Rumah Sakit Khusus Bedah Accuplast dan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.

4.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah hepar mamalia mencit Mus musculus sehat tanpa gangguan anatomis berukuran 5 x 5 x 5 mm dengan berat normal. (Musser et al, 2011).

Sampel dipilih dengan metode acak sederhana, yaitu dengan membeli tikus tanpa memilihnya. Cara perolehan sampel yang etis akan dilaksanakan menggunakan metode kimiawi, yaitu dengan inhalasi. Gas anestesi seperti halotan diberikan pada dosis mematikan untuk memberi efek anestesi yang akhirnya melemahkan kerja paru dan menghentikan hidup mencit secara cepat. (Close B. et al, 1996)

(30)

Kriteria inklusi untuk sampel adalah hepar mencit yang memiliki ukuran sama. Kriteria eksklusinya adalah semua hepar mencit yang memiliki gangguan.

Perhitungan sampel sebagai berikut: 1. �t - 1��r - 1�≥ 15

2. (11 - 1)(r - 1) ≥ 15 3. r – 1 ≥ 15 / 10 4. r ≥ 1.5 + 1 5. r ≥ 2.5

t = jumlah perlakuan r = sampel

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Sampel-sampel yang sudah didapatkan dari mencit yang telah dilakukan euthanasia oleh peneliti dan laboran Biologi Universitas Sumatera Utara akan difoto terlebih dahulu dan kemudian diletakkan ke dalam botol polietilen yang disterilkan dengan cara dimasukkan ke dalam otoklaf. Ada 50 botol plastik yang akan digunakan sebagai penampung formalin dan sampel.

Tiap sampel akan dimasukkan kedalam botol-botol polietilen yang telah berisi formalin yang diencerkan dengan berbagai persentase tersebut, dengan 10 perlakuan, dan tiap perlakuan terdiri dari 5 sampel. Termasuk kontrol, kelompok dibagi sebagai berikut:

(31)

i. Formalin 80% (Formaldehida 32%) j. Formalin 90% (Formaldehida 36%) k. Formalin 100% (Formaldehida 40%)

Sampel akan direndam hingga keseluruhan formalin sudah terjadi penetrasi, yaitu formalin telah meresap ke dalam jaringan selama 3 hari. Setelah itu hati akan di keluarkan dari tabung dan dipindah ke tabung steril yang kosong dimana akan dibiarkan hingga terdekomposisi.

Untuk menghindari bias karena faktor lain, maka faktor-faktor akan dikendalikan. Temperatur ruangan akan dibiarkan 25˚C, sementara temperatur cairan dan dalam tabung polietilen akan diatur dengan temperatur 25˚C .

Untuk pemeriksaan, peneliti akan melihat perubahan dan perkembangan dari dekomposisi hepar sampai terihat ada tanda dekomposisi secara observasional. Setelah menunjukkan tanda dekomposisi, peneliti akan membawa dalam kotak bertemperatur 25˚C ke Departemen Patologi Anatomi. Hepar kemudian diangkat sementara untuk kemudian dipotong menggunakan paraffin block untuk pemotongan jaringan supaya dapat dilihat dalam slide. Hasil akan menunjukkan perubahan-perubahan dalam sel.

Data yang diambil adalah waktu dan slide histologi, yaitu lamanya satu sampel liver untuk mencapai keadaan awal dekomposisi, serta penampilan selnya ketika terjadi dekomposisi. Bukti yang menunjukkan terjadinya dekomposisi akan disertakan dalam lampiran. Bukti tersebut termasuk keadaan liver dan hasil slide yang didokumentasikan dalam bentuk foto.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

(32)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Pemotongan mencit, perendaman hepar dan pemantauan sampel di Rumah Sakit Khusus Bedah Accuplast. Rumah sakit ini terletak di jalan Sei Bahbolon No.40 kelurahan Babura kecamatan Medan Baru kota Medan. Pemastian dekomposisi secara mikroskopis dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5.1.2 Deskripsi Sampel

Sampel yaitu hepar yang diambil dalam keadaan segar, berukuran 5x5x5 mm dikelompokkan menjadi 10 variabel menurut persentase formalin. Formalin 40% digunakan tanpa diencerkan dan diencerkan 90%, 80%, 70% sampai dengan 10%. Sampel yang dimasukkan kedalam formalin yang telah diencerkan tersebut mengalami perubahan bentuk menjadi lebih kecil dan berwarna putih dengan konsistensi sedikit keras. Setelah dikeluarkan dari botol berisi formalin dan dimasukkan ke dalam botol lain yang kosong, beberapa bagian mengalami penghitaman. Ini adalah tanda dari dekomposisi awal. Jumlah total dari sampel adalah 50 sampel.

5.1.3 Deskripsi Data

Data yang diambil adalah jarak hari sejak sampel hepar yang sudah didalam formalin dikeluarkan dan dipindahkan kedalam botol polietilen lain yang kosong sampai terlihat tanda dekomposisi atau perubahan sampel hepar.

5.1.4 Hasil Perhitungan Data

(33)

Tabel 5.1 Waktu Dekomposisi Sampel Hepar Tanpa Formalin (Kontrol) Sampel Hepar Mean Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5

Waktu Dekomposisi (Hari)

2 2 2 2 2 2

Dalam kontrol, tidak ada perbedaan antara kelima sampel. Rata-rata hari dekomposisi hepar dari sampel pada kontrol adalah 2 hari.

Tabel 5.2 Waktu Dekomposisi Sampel Hepar Dalam Formalin 10%

Sampel Hepar Mean Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5

Waktu Dekomposisi (Hari)

5 5 5 5 5 5

Dalam persentase 10%, tidak terlihat adanya perbedaan dari kelima sampel. Rata-rata hari dekomposisi dari seluruh sampel pada persentase 10% adalah 5 hari.

Tabel 5.3 Waktu Dekomposisi Sampel Hepar Dalam Formalin 20%

Sampel Hepar Mean Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5

Waktu Dekomposisi (Hari)

(34)

Dalam persentase 20%, tidak terlihat adanya perbedaan dari kelima sampel. Rata-rata hari dekomposisi dari seluruh sampel pada persentase 20% adalah 5 hari.

Tabel 5.4 Waktu Dekomposisi Sampel Hepar Dalam Formalin 30%

Sampel Hepar Mean Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5

Waktu Dekomposisi (Hari)

5 5 5 5 5 5

Dalam persentase 30%, tidak terlihat adanya perbedaan dari kelima sampel. Rata-rata hari dekomposisi dari seluruh sampel pada persentase 30% adalah 5 hari.

Tabel 5.5 Waktu Dekomposisi Sampel Hepar Dalam Formalin 40%

Sampel Hepar Mean Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5

Waktu Dekomposisi (Hari)

5 5 5 5 5 5

(35)

Tabel 5.6 Waktu Dekomposisi Sampel Hepar Dalam Formalin 50%

Sampel Hepar Mean Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5

Waktu Dekomposisi (Hari)

5 5 5 5 6 5

Dalam persentase 50%, sampel 5 mengalami dekomposisi 1 hari lebih lama dibandingkan sampel-sampel lain. Rata-rata hari dekomposisi dari seluruh sampel pada persentase 50% adalah 5 hari.

Tabel 5.7 Waktu Dekomposisi Sampel Hepar Dalam Formalin 60%

Sampel Hepar Mean Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5

Waktu Dekomposisi (Hari)

5 6 5 5 5 5

Dalam persentase 60%, sampel 2 mengalami dekomposisi 1 hari lebih lama dibandingkan sampel-sampel lain. Rata-rata hari dekomposisi dari seluruh sampel pada persentase 60% adalah 5 hari.

Tabel 5.8 Waktu Dekomposisi Sampel Hepar Dalam Formalin 70%

Sampel Hepar Mean Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5

Waktu Dekomposisi (Hari)

(36)

Dalam persentase 70%, sampel 2 dan 5 mengalami dekomposisi 1 hari lebih lama dibandingkan sampel-sampel lain. Rata-rata hari dekomposisi dari seluruh sampel pada persentase 50% adalah 5 hari.

Tabel 5.9 Waktu Dekomposisi Sampel Hepar Dalam Formalin 80%

Sampel Hepar Mean Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5

Waktu Dekomposisi (Hari)

5 6 5 6 6 6

Sampel dalam persentase 80% sudah mengalami dekomposisi 1 hari lebih lama dibandingkan sampel-sampel lain, kecuali sampel 1 dan 3. Rata-rata hari dekomposisi dari seluruh sampel pada persentase 50% adalah 5 hari.

Tabel 5.10 Waktu Dekomposisi Sampel Hepar Dalam Formalin 90%

Sampel Hepar Mean Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5

Waktu Dekomposisi (Hari)

7 6 7 7 6 7

(37)

Tabel 5.11 Waktu Dekomposisi Sampel Hepar Dalam Formalin 100%

Sampel Hepar Mean Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5

Waktu Dekomposisi (Hari)

6 7 6 7 7 7

Sampel dalam persentase 100% mengalami dekomposisi yang lebih lama dibandingkan yang persentase lain. Sampel 2, 4 dan 5 mengalami dekomposisi setelah 7 hari. Sementara sampel 1 dan 3 mengalami dekomposisi pada hari ke-6. Rata-rata hari dekomposisi seluruh sampel pada persentase 100% adalah 6 hari.

Rata-rata dari seluruh perlakuan dikumpulkan dalam satu tabel, menjadi tabel seperti berikut ini.

(38)

Tiap tabel diambil rata-ratanya sebagai representatif tiap perlakuan. Secara deksriptif, statistik dari penelitian seperti pada tabel. Dari tabel dapat dilihat rata-rata hari dekomposisi dari seluruh sampel adalah 5 hari.

Setelah seluruh rata-rata tiap perlakuan digabungkan dalam satu tabel dan dihitung kembali, mean dari seluruh perlakuan tersebut adalah 5 hari. Modus dari rata-rata waktu dekomposisi hepar adalah 7, terletak pada persentasi 90% dan 100%. Median dari rata-rata waktu dekomposisi hepar adalah 5.

Menggunakan uji normalitas, ditemukan bahwa hasil penelitian tidak memiliki distribusi normal, sehingga perhitungan korelasi menggunakan uji Kruskal Wallis.

Tabel menunujukkan bahwa persentasi formalin memiliki hubungan terhadap rata-rata hari waktu dekomposisi sampel hepar. Ini ditunjukkan pada hasil yang lebih dari 0,05.

5.2 Pembahasan

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan secara signifikan, yang artinya Ha diterima. Dibandingkan dengan hepar yang tidak difiksasi dengan formalin, perbedaannya cukup signifikan. (Nandy, 2000).

(39)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

• Korelasi antara persentasi formalin terhadap lama dekomposisi hepar mencit menunjukkan suatu perbedaan yang signifikan.

• Formalin 10 % digunakan sebagai pengawetan sementara yang tidak merugikan.

6.2 Saran

• Dengan hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa pekerja yang menggunakan formalin harus memperhatikan persentasi formalin secara pasti.

• Hasil ini dapat kiranya dikembangkan oleh peneliti-peneliti lain yang ingin mengetahui hubungan persentasi formalin terhadap waktu fiksasi jaringan hepar.

• Untuk peneliti yang akan meneliti kemudian, banyak faktor-faktor lain yang musti diperhatikan dalam dekomposisi. Contohnya temperatur, kelembaban, tanah, dan lain sebagainya.

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Budge, S. E. A. W., 2011. Egyptian Language: Easy Lessons in Egyptian Hieroglyph With Sign List. 1 ed. New York: Cosimo, Inc.

Close, B. et al., 1996. Recommendation for euthanasia of experimental animals, UK: University Laboratory of Physiology, Parks Road, Oxford OXI 3PT. Cromey, D. W., 2004. Southwest Environtment Health Sciences Center. [Online]

Available at:

http://swehsc.pharmacy.arizona.edu/exppath/resources/formaldehyde.html

Ezugworie, J., Anibeze, C. & Ozoemena, F., 2009. Internet Scientific Publication. [Online]

Available at:

[Accessed 20 May 2012].

http://www.ispub.com/journal/the-internet-journal-of- alternative-medicine/volume-7-number-2/trends-in-the-development-of-embalming-methods.html

Kumar, V., Abbas, A. K., Fausto, N. & Aster., J. C., 2010. General Pathology. In: W. Schmitt & R. Gruliow, eds. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. Philadelphia: Elsevier, Inc, pp. 3-46.

[Accessed 27 May 2012].

Macdonald, G. J. & Macgregor, D. J., 1997. Proceedings of the Society for Experimental Biology and Medicine. Procedures for Embalming Cadavers for the Dissecting Laboratory, 215(4), pp. 363-365.

Mann, R. W., Bass, W. M. & Meadows, L., 1990. Time Since Death and

Decomposition of the Human Body: Variables and Observations in Case and Experimental Field Studies. Journal of Forensic Sciences,JFSCA, 35(1), pp. 103-111.

Marks, M. & Tersigni, M., 2005. Decomposition, Patterns, and Rates. In: J. Payne-James, R. W. Byard, T. S. Corey & C. Henderson, eds. Encyclopedia of Forensic and Legal Medicine. Knoxville: Elsevier, Ltd, pp. 148-152.

(41)

Nandy, A., 2001. Death and Post Mortem Changes. In: M. Dr. Mita Sen, ed. Principles Of Forensic Medicine. Calcutta: New Central Book Agency (P) Ltd., pp. 160-166.

NICNAS, 2006. Priority Existing Chemical Assessment Report no. 28. [Online] Available at:

http://www.nicnas.gov.au/Publications/CAR/PEC/PEC28/PEC_28_Full_Rep ort_PDF.pdf

Nowacek, J. M., 2010. Fixation and Tissue Processing. Special Stains and H & E, 2(16), pp. 141-152.

[Accessed 20 May 2011].

Sharma, B. R. & Harish, D., 2005. Defining death in relation to procurement of human organ for transplantation: an overview. Medico-Legal Update, 5(4), pp. 111-117.

Spanton, T., 2012. The Sun. [Online]

Available at: http://www.thesun.co.uk/sol/homepage/features/4060304/Kim- Jong-il-North-Korean-tyrant-is-to-be-embalmed-and-displayed-like-Lenin-and-Stalin.html

Supranto, J., 2000. Teknik Sampling untuk Survei dan Eksperimen. Jakarta: PT Rineka Cipta.

[Accessed 27 May 2012].

(42)

RIWAYAT HIDUP PENELITI

Nama : Febriantono Eddy Putranto Tempat/ tanggal lahir : Surabaya, 5 Februari 1994 Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Islam

Alamat : Sei Bahbolon no. 40

Nomor Telepon : 085762041014

Orang Tua : - Ayah : Dr. H. Eddy Sutrisno Hendrowasito Sp.Bp - Ibu : Dr. Retno Sari Dewi, M.Kes

Riwayat Pendidikan : TK Swasta Merpati Putih, Samarinda (1996 – 1997) SD Negeri Kalimantan Timur Samarinda (1997 – 2000) SD Negeri 060884 Medan (2000 – 2004)

Yayasan Pendidikan Harapan 2 (2004 – 2006) SMA Negeri 1 Medan (2006 – 2009)

(43)

LAMPIRAN 3 : Perhitungan Pelarutan Formalin RUMUS:

V1 x N1 = V2 x N2 Total cairan yang digunakan pada penelitian (N2): 100ml Persen formalin yang digunakan(V1) : 40%

Pengenceran 90% (Formalin 36%) V1 x N1 = V2 x N2

40% x N = 36% x 100 ml N = 36/4 x10 ml

N = 90 ml

90 ml formalin 40%, 10 ml aquades. Pengenceran 80% (Formalin 32%) V1 x N1 = V2 x N2

40% x N = 32% x 100 ml N = 32/4 x10 ml

N = 80 ml

80 ml formalin 40%, 20 ml aquades. Pengenceran 70% (Formalin 28%) V1 x N1 = V2 x N2

40% x N = 28% x 100 ml N = 28/4 x10 ml

N = 70 ml

70 ml formalin 40%, 30 ml aquades. Pengenceran 60% (Formalin 24%) V1 x N1 = V2 x N2

40% x N = 24% x 100 ml N = 24/4 x10 ml

N = 60 ml

(44)

Pengenceran 50% (Formalin 20%) V1 x N1 = V2 x N2

40% x N = 20% x 100 ml N = 20/4 x10 ml

N = 50 ml

50 ml formalin 40%, 50 ml aquades. Pengenceran 40% (Formalin 16%) V1 x N1 = V2 x N2

40% x N = 16% x 100 ml N = 16/4 x10 ml

N = 40 ml

40 ml formalin 40%, 60 ml aquades. Pengenceran 30% (Formalin 12%) V1 x N1 = V2 x N2

40% x N = 12% x 100 ml N = 12/4 x10 ml

N = 30 ml

30 ml formalin 40%, 70 ml aquades. Pengenceran 20% (Formalin 8%) V1 x N1 = V2 x N2

40% x N = 8% x 100 ml N = 8/4 x10 ml

N = 20 ml

20 ml formalin 40%, 80 ml aquades. Pengenceran 10% (Formalin 4%) V1 x N1 = V2 x N2

40% x N = 4% x 100 ml N = 4/4 x10 ml

N = 10 ml

(45)

LAMPIRAN 4: Uji Statistik

Descriptives

Statistic Std. Error

Rata-rata hari waktu dekomposisi hepar

Mean 5.50 .269

95% Confidence Interval for Mean

Std. Deviation .850

Minimum 5

Maximum 7

Range 2

Interquartile Range 1

Skewness 1.358 .687

a. Lilliefors Significance Correction

Test Statisticsa,b

Rata-rata hari waktu dekomposisi hepar

Chi-Square 9.000

Df 9

Asymp. Sig. .437

a. Kruskal Wallis Test

(46)

Gambar

Tabel 5.3 Waktu Dekomposisi Sampel Hepar Dalam Formalin 20%
Tabel 5.12 Mean waktu dekomposisi hepar terhadap persentasi formalin

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa variabel dimensi kualitas pelayanan (tangible, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy)

Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan membentuk sebuah lembaga yang bertugas menerbitkan sertifikasi kepada pelaku usaha sebagai bukti bahwa mereka yang melakukan

Jumlah maksimum kepadatan TDR yang ditemukan pada kasur sampel per gram debu adalah sebanyak 1138 tungau, sedangkan jumlah minimum kepadatan TDR yang ditemukan adalah sebanyak

4) Leksem s l linda 1 adalah nomina yang mengacu ke suatu benda perlengkapan wanita waktu gawai adat. Benda itu terbuat dari benang katun dan manik- manik. Berukuran

apartemen dan juga pendapatan berkelanjutan dari beroperasinya gedung perkantoran, hotel dan rumah sakit di masa mendatang. b) Rencana pengembangan proyek terintegrasi

Jika nilai eksentrisitas (e) sama atau lebih kecil dari N/6, distribusi gaya tekan terjadi di seluruh permukaan baseplate, seperti yang terlihat pada gambar

Apabila aset tetap tidak digunakan lagi atau dijual, maka nilai tercatat, akumulasi penyusutan dan penurunan nilainya dikeluarkan dari laporan keuangan konsolidasian,

Adapun keterbatasan yang ditemukan pada penelitian ini perlakuan kontrol positif dan kontrol negatif tidak dilakukan dalam satu cawan petri yang sama dengan perlakuan berbagai