• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fermentabilitas Ransum Ternak Ruminansia Besar yang diberi Ekstrak Curcin Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fermentabilitas Ransum Ternak Ruminansia Besar yang diberi Ekstrak Curcin Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.)"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

FERMENTABILITAS RANSUM TERNAK RUMINANSIA BESAR

YANG DIBERI EKSTRAK CURCIN BUNGKIL BIJI

JARAK PAGAR (

Jatropha curcas

L.)

SKRIPSI JUNIASTICA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

JUNIASTICA. D24104020. 2008. s Ransum Ternak Ruminansia Besar yang Diberi Ekstrak Curcin Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas

: Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur. Sc. embimbing Anggota : Dr. Ir. Komang G. Wiryawan

asuk fam a tumbuh di daerah

opis. Bungkil biji jarak pagar merupakan produk sampingan pengolahan biji jarak menjad

Ilmu Nutrisi Ternak Perah,

ruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap konsentrasi NH3, produksi VFA t

Fermentabilita

L.). Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama P

Jarak pagar term ili Euphorbiaceae yang biasany tr

i minyak jarak pagar dan bahan bakar ramah lingkungan (biodisel). Bungkil biji jarak memiliki kandungan nutrisi yang tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan ternak ruminansia, khususnya sebagai bahan pakan sumber protein karena kadar protein kasarnya yang tinggi. Bungkil biji jarak mengandung protein sekitar 56-64 %. Oleh sebab itu, hasil sampingan biodisel berupa bungkil biji jarak pagar ini memiliki prospek yang besar untuk digunakan sebagai bahan pakan. Pemberian bungkil biji jarak ini menjadi terbatas dengan adanya zat antinutrisi yaitu curcin dan

phorbolester. Curcin juga biasa disebut lectin yang dapat menyebabkan aglutinasi sel darah merah pada hewan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh pemberian curcin bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) terhadap fermentabilitas ransum ternak ruminansia.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Laboratorium Terpadu dan Laboratorium

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dari bulan Agustus 2007 sampai Maret 2008. Perlakuan yang diberikan terdiri atas tiga faktor, yaitu faktor pertama adalah sumber cairan rumen yang digunakan (cairan rumen sapi dan cairan rumen kerbau), faktor kedua adalah taraf pemberian curcin (0%, 1%, 2%, dan 3%), dan faktor ketiga adalah waktu inkubasi (0 jam, 3 jam, dan 6 jam). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 2 x 4 x 3 dengan 3 ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dan dilakukan uji lanjut dengan uji ortogonal polinomial dan ortogonal kontras. Peubah yang diamati meliputi konsentrasi NH3, produksi VFA total, populasi protozoa, populasi bakteri total, populasi bakteri selulolitik, amilolitik dan proteolitik, degradasi bahan kering dan bahan organik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan sumber cairan rumen memiliki penga

(3)

3%. Perlakuan waktu inkubasi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsentrasi NH3, degradasi bahan kering (DBK), dan degradasi bahan organik (DBO). Konsentrasi NH3 pada waktu inkubasi 0 jam lebih rendah (P<0,01) dibandingkan pada 3 jam dan 6 jam, tetapi konsentrasi NH3 pada waktu inkubasi 3 jam lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan pada 6 jam. Nilai degradasi bahan kering dan bahan organik pada waktu inkubasi 0 jam lebih tinggi dibandingkan 3 jam, dan nilai degradasi bahan kering dan bahan organik pada waktu inkubasi 3 jam lebih tinggi daripada 6 jam. Interaksi antara cairan rumen dengan taraf curcin, cairan rumen dengan waktu inkubasi, taraf curcin dengan waktu inkubasi, maupun interaksi ketiga faktor tidak berpengaruh pada semua peubah yang diamati. Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah level curcin bungkil biji jarak pagar yang ditambahkan sampai taraf 3% tidak mempengaruhi fermentabilitas zat-zat makanan dalam rumen.

(4)

ABST ACT

Fermentability of Rumina ed with Curcin Extracted from Physic Nut Seed Meal (Jatropha curcas L.)

Jatropha c belongs to the

Euphorbiaceae fam curcas seed meal is by-p

R nt Ration add

Juniastica, A.S. Tjakradidjaja, K.G. Wiryawan

urcas commonly known as physic nut, ily which grows in most of the tropics. Jatropha

roduct of Jatropha curcas oil processing. Cultivating of Jatropha curcas plant for biofuel production are expanding in Indonesia, therefore the availability of

Jatropha curcas seed meal will increase. Jatropha curcas seed meal have a good value of nutritions, especially protein. The problem in using Jatropha curcas seed meal as feed are the antinutritive content and toxic compounds such as curcin, phorbolester, trypsin inhibitor, phytate and toxin. The aim of this experiment was to study the influence of curcin from Jatropha curcas seed meal added to ruminant ration on fermentability. A factorial randomized block design (2x4x3) with three replications was applied. The first factor was rumen fluid sources (rumen fluid of cattles and rumen fluid of bufalloes). The second factor was curcin levels (0 %, 1 %, 2 %, and 3 %). The third factor was incubation periods (0 hour, 3 hour, and 6 hour). Data were analyzed with analysis of variance (ANOVA) and differences between treatments were determined with contrast orthogonal and polynomial orthogonal. The results showed that rumen fluid from different ruminants influenced significantly NH3 and VFA concentrations, protozoal population, populations of cellulolytic bacteria, amylolytic bacteria, and proteolytic bacteria (P<0.01). Curcin level significantly reduced protozoal population (P<0.01). Incubation period increased significantly NH3 concentrations, and decreased dry matter and organic matter degradation (P<0.01). There were no significant effects of the interaction between rumen fluid sources and curcin level, rumen fluid sources and incubation period, curcin level and incubation period, and interaction all factors on all variables measured. It is concluded that the addition of curcin up to 3% did not influence nutrient metabolism in the rumen.

(5)

FERMENTABILITAS RANSUM ERNAK RUMINANSIA BESAR

JUNIASTICA

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

T

YANG DIBERI EKSTRAK CURCIN BUNGKIL BIJI

JARAK PAGAR (

Jatropha curcas

L.)

D24104020

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(6)

FERMENTABILIT

INANSIA BESAR

Oleh

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 2 Mei 2008

PembimbingUtama Pembimbing Anggota

Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur. Sc. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan

NIP. 131 624 189 NIP. 131 671 601

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr. NIP. 131 955 531

AS RANSUM TERNAK RUM

YANG DIBERI EKSTRA

URCIN BUNGKIL BIJI

JARAK PAGAR (

Jatropha curcas

L.)

K C

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada 6 di Karawang, Jawa Barat.

lis menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Nuri Cikarang,

iterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan

Nutrisi tanggal 18 Juni 198

Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Djonni dan Ibu Suningsih.

Penu

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDN Waluya 1. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN 1 Cikarang dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMUN 1 Cikarang Utara.

Penulis d

Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2004.

Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Himpunan Profesi

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis pa Yesus Kristus untuk segala kasih d

Bungkil biji jarak pagar merupakan produk sampingan pengolahan biji jarak menjad

enyadari bahwa skripsi ini belum sempurna dan masih banyak kekuran

Bogor, Mei 2008

Penulis njatkan kehadirat Tuhan

an anugerah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul ”Fermentabilitas Ransum Ternak Ruminansia Besar yang Diberi Ekstrak Curcin Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)” dapat diselesaikan. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Laboratorium Terpadu, dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari bulan Agustus 2007 sampai Maret 2008.

i minyak jarak pagar dan bahan bakar ramah lingkungan (biodisel). Bungkil biji jarak memiliki kandungan nutrisi yang tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan ternak ruminansia, khususnya sebagai bahan pakan sumber protein karena kadar protein kasarnya yang tinggi. Namun, pemanfaatan bungkil biji jarak ini harus diperhatikan tingkat penggunaannya karena adanya zat antinutrisi dan racun seperti

curcin. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat toleransi ternak ruminansia terhadap zat antinutrisi curcin yang ada dalam bungkil biji jarak pagar.

Penulis m

(9)

DAFT R ISI

ncernaan Fermentatif ...

ahan Organik ... Degradasi Bahan Kering dan Bahan Organik ... RI DAN METODE

Lokasi dan Waktu ... Materi ...

Rancangan Percobaan ... Peubah yang diamati ... Perhitungan Populasi Protozoa ... Perhitungan Populasi Bakteri

Selulolitik, Amilolitik dan Proteolitik ... Degradasi Bahan Kering dan B

(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN

...

KESIM

24 25 Ransum Penelitian ...

Konsentrasi NH3 ... Produksi VFA Total ... Populasi Protozoa ... Populasi Bakteri Total ... Populasi Bakteri Selulolitik ... Populasi Bakteri Amilolitik ... Populasi Bakteri Proteolitik ... Degradasi Bahan Kering ... Degradasi Bahan Organik ... PULAN DAN SARAN ... UCAPAN TERIMA KASIH ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

(11)

FERMENTABILITAS RANSUM TERNAK RUMINANSIA BESAR

YANG DIBERI EKSTRAK CURCIN BUNGKIL BIJI

JARAK PAGAR (

Jatropha curcas

L.)

SKRIPSI JUNIASTICA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(12)

RINGKASAN

JUNIASTICA. D24104020. 2008. s Ransum Ternak Ruminansia Besar yang Diberi Ekstrak Curcin Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas

: Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur. Sc. embimbing Anggota : Dr. Ir. Komang G. Wiryawan

asuk fam a tumbuh di daerah

opis. Bungkil biji jarak pagar merupakan produk sampingan pengolahan biji jarak menjad

Ilmu Nutrisi Ternak Perah,

ruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap konsentrasi NH3, produksi VFA t

Fermentabilita

L.). Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama P

Jarak pagar term ili Euphorbiaceae yang biasany tr

i minyak jarak pagar dan bahan bakar ramah lingkungan (biodisel). Bungkil biji jarak memiliki kandungan nutrisi yang tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan ternak ruminansia, khususnya sebagai bahan pakan sumber protein karena kadar protein kasarnya yang tinggi. Bungkil biji jarak mengandung protein sekitar 56-64 %. Oleh sebab itu, hasil sampingan biodisel berupa bungkil biji jarak pagar ini memiliki prospek yang besar untuk digunakan sebagai bahan pakan. Pemberian bungkil biji jarak ini menjadi terbatas dengan adanya zat antinutrisi yaitu curcin dan

phorbolester. Curcin juga biasa disebut lectin yang dapat menyebabkan aglutinasi sel darah merah pada hewan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh pemberian curcin bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) terhadap fermentabilitas ransum ternak ruminansia.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Laboratorium Terpadu dan Laboratorium

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dari bulan Agustus 2007 sampai Maret 2008. Perlakuan yang diberikan terdiri atas tiga faktor, yaitu faktor pertama adalah sumber cairan rumen yang digunakan (cairan rumen sapi dan cairan rumen kerbau), faktor kedua adalah taraf pemberian curcin (0%, 1%, 2%, dan 3%), dan faktor ketiga adalah waktu inkubasi (0 jam, 3 jam, dan 6 jam). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 2 x 4 x 3 dengan 3 ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dan dilakukan uji lanjut dengan uji ortogonal polinomial dan ortogonal kontras. Peubah yang diamati meliputi konsentrasi NH3, produksi VFA total, populasi protozoa, populasi bakteri total, populasi bakteri selulolitik, amilolitik dan proteolitik, degradasi bahan kering dan bahan organik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan sumber cairan rumen memiliki penga

(13)

3%. Perlakuan waktu inkubasi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsentrasi NH3, degradasi bahan kering (DBK), dan degradasi bahan organik (DBO). Konsentrasi NH3 pada waktu inkubasi 0 jam lebih rendah (P<0,01) dibandingkan pada 3 jam dan 6 jam, tetapi konsentrasi NH3 pada waktu inkubasi 3 jam lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan pada 6 jam. Nilai degradasi bahan kering dan bahan organik pada waktu inkubasi 0 jam lebih tinggi dibandingkan 3 jam, dan nilai degradasi bahan kering dan bahan organik pada waktu inkubasi 3 jam lebih tinggi daripada 6 jam. Interaksi antara cairan rumen dengan taraf curcin, cairan rumen dengan waktu inkubasi, taraf curcin dengan waktu inkubasi, maupun interaksi ketiga faktor tidak berpengaruh pada semua peubah yang diamati. Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah level curcin bungkil biji jarak pagar yang ditambahkan sampai taraf 3% tidak mempengaruhi fermentabilitas zat-zat makanan dalam rumen.

(14)

ABST ACT

Fermentability of Rumina ed with Curcin Extracted from Physic Nut Seed Meal (Jatropha curcas L.)

Jatropha c belongs to the

Euphorbiaceae fam curcas seed meal is by-p

R nt Ration add

Juniastica, A.S. Tjakradidjaja, K.G. Wiryawan

urcas commonly known as physic nut, ily which grows in most of the tropics. Jatropha

roduct of Jatropha curcas oil processing. Cultivating of Jatropha curcas plant for biofuel production are expanding in Indonesia, therefore the availability of

Jatropha curcas seed meal will increase. Jatropha curcas seed meal have a good value of nutritions, especially protein. The problem in using Jatropha curcas seed meal as feed are the antinutritive content and toxic compounds such as curcin, phorbolester, trypsin inhibitor, phytate and toxin. The aim of this experiment was to study the influence of curcin from Jatropha curcas seed meal added to ruminant ration on fermentability. A factorial randomized block design (2x4x3) with three replications was applied. The first factor was rumen fluid sources (rumen fluid of cattles and rumen fluid of bufalloes). The second factor was curcin levels (0 %, 1 %, 2 %, and 3 %). The third factor was incubation periods (0 hour, 3 hour, and 6 hour). Data were analyzed with analysis of variance (ANOVA) and differences between treatments were determined with contrast orthogonal and polynomial orthogonal. The results showed that rumen fluid from different ruminants influenced significantly NH3 and VFA concentrations, protozoal population, populations of cellulolytic bacteria, amylolytic bacteria, and proteolytic bacteria (P<0.01). Curcin level significantly reduced protozoal population (P<0.01). Incubation period increased significantly NH3 concentrations, and decreased dry matter and organic matter degradation (P<0.01). There were no significant effects of the interaction between rumen fluid sources and curcin level, rumen fluid sources and incubation period, curcin level and incubation period, and interaction all factors on all variables measured. It is concluded that the addition of curcin up to 3% did not influence nutrient metabolism in the rumen.

(15)

FERMENTABILITAS RANSUM ERNAK RUMINANSIA BESAR

JUNIASTICA

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

T

YANG DIBERI EKSTRAK CURCIN BUNGKIL BIJI

JARAK PAGAR (

Jatropha curcas

L.)

D24104020

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(16)

FERMENTABILIT

INANSIA BESAR

Oleh

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 2 Mei 2008

PembimbingUtama Pembimbing Anggota

Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur. Sc. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan

NIP. 131 624 189 NIP. 131 671 601

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr. NIP. 131 955 531

AS RANSUM TERNAK RUM

YANG DIBERI EKSTRA

URCIN BUNGKIL BIJI

JARAK PAGAR (

Jatropha curcas

L.)

K C

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada 6 di Karawang, Jawa Barat.

lis menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Nuri Cikarang,

iterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan

Nutrisi tanggal 18 Juni 198

Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Djonni dan Ibu Suningsih.

Penu

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDN Waluya 1. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN 1 Cikarang dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMUN 1 Cikarang Utara.

Penulis d

Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2004.

Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Himpunan Profesi

(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis pa Yesus Kristus untuk segala kasih d

Bungkil biji jarak pagar merupakan produk sampingan pengolahan biji jarak menjad

enyadari bahwa skripsi ini belum sempurna dan masih banyak kekuran

Bogor, Mei 2008

Penulis njatkan kehadirat Tuhan

an anugerah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul ”Fermentabilitas Ransum Ternak Ruminansia Besar yang Diberi Ekstrak Curcin Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)” dapat diselesaikan. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Laboratorium Terpadu, dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari bulan Agustus 2007 sampai Maret 2008.

i minyak jarak pagar dan bahan bakar ramah lingkungan (biodisel). Bungkil biji jarak memiliki kandungan nutrisi yang tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan ternak ruminansia, khususnya sebagai bahan pakan sumber protein karena kadar protein kasarnya yang tinggi. Namun, pemanfaatan bungkil biji jarak ini harus diperhatikan tingkat penggunaannya karena adanya zat antinutrisi dan racun seperti

curcin. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat toleransi ternak ruminansia terhadap zat antinutrisi curcin yang ada dalam bungkil biji jarak pagar.

Penulis m

(19)

DAFT R ISI

ncernaan Fermentatif ...

ahan Organik ... Degradasi Bahan Kering dan Bahan Organik ... RI DAN METODE

Lokasi dan Waktu ... Materi ...

Rancangan Percobaan ... Peubah yang diamati ... Perhitungan Populasi Protozoa ... Perhitungan Populasi Bakteri

Selulolitik, Amilolitik dan Proteolitik ... Degradasi Bahan Kering dan B

(20)

HASIL DAN PEMBAHASAN

...

KESIM

24 25 Ransum Penelitian ...

Konsentrasi NH3 ... Produksi VFA Total ... Populasi Protozoa ... Populasi Bakteri Total ... Populasi Bakteri Selulolitik ... Populasi Bakteri Amilolitik ... Populasi Bakteri Proteolitik ... Degradasi Bahan Kering ... Degradasi Bahan Organik ... PULAN DAN SARAN ... UCAPAN TERIMA KASIH ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

(21)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Komposisi Kimia dari Bungk

curcas ... 8

3. 2

il Biji Jarak Pagar

(Jatropha curcas) ... 7 2. Beberapa Antinutrisi dan Racun dalam Jatropha

Kandungan Zat Makanan Ransum Tiap Perlakuan ... 4 4. Rataan Konsentrasi NH3 pada Perlakuan in vitro (mM) ... 27 5. Rataan Produksi VFA Total pada Perlakuan in vitro (mM) ... 30 6. Rataan Populasi Protozoa pada Perlakuan in vitro

4

(x10 / ml cairan rumen) ... 31 7. Rataan Populasi Bakteri Total pada

7

Perlakuan in vitro (x10 CFU/ml) ... 34 8. Rataan Populasi Bakteri Selulolitik

7 /

pada Perlakuan in vitro (x10 CFU ml) ... 35 9. Rataan Populasi Bakteri Amilolitik

7

pada Perlakuan in vitro (x10 CFU/ml) ... 36 10.Rataan Populasi Bakteri Proteolitik

7

pada Perlakuan in vitro (x10 CFU/ml) ... 38 11.Rataan Nilai Degradasi Bahan Kering

pada Perlakuan in vitro (%) ... 39 12.Rataan Nilai Degradasi Bahan Organik

(22)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Jatropha curcas ... 4

1 1 2. Bagian-bagian Jatropha curcas dan Kegunaannya ... 5 3. Pengolahan Biji Jarak Pagar Menjadi Biodiesel ... 6 4. Skema Fermentasi Karbohidrat ... 3 5. Degradasi Protein dalam Rumen ... 5 6. Hubungan Konsentrasi Amonia terhadap Waktu Inkubasi ... 28 7. Hubungan Populasi Protozoa terhadap Taraf Curcin ... 32 8. Hubungan Nilai Degradasi Bahan Kering

terhadap Waktu Inkubasi ... 40 9. Hubungan Nilai Degradasi Bahan Organik

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

omor Halaman 1. Analisis Ragam Perlakuan

N

terhadap Konsentrasi NH3 ... 50 2. Analisis Ragam Perlakuan

terhadap Produksi VFA Total ... 51 3. Analisis Ragam Perlakuan

terhadap Populasi Protozoa ... 52 4. Analisis Ragam Perlakuan

terhadap Populasi Bakteri Total ... 53 5. Analisis Ragam Perlakuan

terhadap Populasi Bakteri Selulolitik ... 54 6. Analisis Ragam Perlakuan

terhadap Populasi Bakteri Amilolitik ... 55 7. Analisis Ragam Perlakuan

terhadap Populasi Bakteri Proteolitik ... 56 8. Analisis Ragam Perlakuan

terhadap Nilai Degradasi Bahan Kering ... 57 9. Analisis Ragam Perlakuan

(24)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Peningkatan produksi pe kung dengan pengadaan pakan ternak yang berkualitas tinggi, jumlah yang cukup, memiliki kontinu

gan (biodisel). Pengol

susnya sebagai bahan pakan sumber

tinutrisi. Pemberian bungkil biji jarak ini menjad

ternakan harus didu tersedia dalam

itas dan harga yang relatif murah serta tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Namun, ketersediaan pakan yang kontinu dan berkualitas tinggi menjadi masalah yang sering dihadapi dalam peternakan di Indonesia. Pada umumnya, ketersediaan pakan pada musim kemarau sangat terbatas bahkan kekurangan. Oleh sebab itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu eksplorasi sumber pakan nonkonvensional yang murah, berkualitas tinggi, ketersediaan besar dan berkesinambungan, serta tidak bersaing dengan kebutuhan manusia.

Bungkil biji jarak pagar merupakan produk sampingan pengolahan biji jarak menjadi minyak jarak pagar dan bahan bakar ramah lingkun

ahan biodisel dari biji jarak ini sedang marak dilakukan di Indonesia untuk menggantikan bahan bakar minyak yang sekarang digunakan. Bungkil biji jarak ini pasti akan memiliki ketersediaan yang sangat besar dan memiliki kontinuitas yang tinggi jika biodisel ini digunakan sebagai bahan bakar ramah lingkungan untuk menggantikan bahan bakar yang sekarang digunakan.

Selain itu, bungkil biji jarak memiliki kandungan nutrisi yang tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan ternak ruminansia, khu

protein karena kadar protein kasarnya yang tinggi. Bobot biji jarak kira-kira 0,75 g, terdiri dari 30-32 % protein dan 60-66 % lemak yang mengindikasikan nilai nutrisi baik. Sedangkan pada bungkil biji jarak mengandung protein sekitar 56-64 %. Kecernaan bahan organik dari bungkil biji jarak ini 77,3-78,4 % dan kandungan energi metabolisnya 10,7 MJ/kg (Makkar et al., 1998). Oleh sebab itu, hasil sampingan biodisel berupa bungkil biji jarak pagar ini memiliki prospek yang besar untuk digunakan sebagai bahan pakan.

Namun, pemanfaatan bungkil biji jarak ini harus diperhatikan tingkat penggunaannya karena adanya zat an

(25)

Ternak ruminansia merupakan salah satu ternak yang mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia terutama dalam memenuhi kebutuhan protein hewani

Perumusan Masalah

Bungkil biji jarak memiliki kandungan protein kasar yang tinggi. Selain itu, ketersediaan bungkil biji jarak ini sangat besar dan tidak bersaing dengan kebutuhan

anusi

seperti sapi seperti daging dan susu. Ternak ruminansia seperti sapi dan kerbau memiliki kelebihan yaitu dapat beradaptasi dengan zat antinutrisi yang dikandung dalam pakan karena adanya mikroba dalam rumen. Oleh sebab itu, kelebihan pada ternak ruminansia ini dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah zat antinutrisi curcin dan

phorbolester dalam bungkil biji jarak pagar. Namun, ketahanan masing-masing mikroba rumen pada berbagai jenis ternak ruminansia berbeda-beda. Hasil penelitian Ulya (2007) menyatakan bahwa penggunaan bungkil biji jarak pagar pada ternak ruminansia berpengaruh pada konsentrasi NH3, produksi VFA total, populasi protozoa, dan populasi bakteri proteolitik. Menurut Hakim (2002), ketahanan mikroba rumen sapi yang diberi asam amino DABA 10 mg/g ransum paling tinggi dibandingkan ternak ruminansia lainnya. Perbedaan antara cairan rumen memberikan efek terhadap degradasi protein dan populasi protozoa, sedangkan fermentasi karbohidrat, populasi bakteri dan kecernaan ransum perlakuan tidak dipengaruhi oleh adanya perbedaan cairan rumen. Kemungkinan adanya perbedaan ketahanan mikroba rumen pada berbagai jenis ternak ruminansia pun dapat terjadi pada penambahan

curcin bungkil biji jarak.

m a. Oleh sebab itu, bungkil biji jarak pagar ini memiliki potensi yang besar untuk dijadikan pakan ternak ruminansia. Namun, pemanfaatan bungkil biji jarak ini memiliki kendala karena adanya zat antinutrisi curcin dan phorbolester.

Ternak ruminansia mampu beradaptasi terhadap adanya zat antinutrisi dalam pakan. Namun, informasi tentang toleransi berbagai ternak ruminansia

(26)

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh pemberian

(27)

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilak Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Laboratori boratorium Ilmu Nutrisi Ternak

Bahan

Bahan yang digunakan adalah ransum yang terdiri dari 50% rumput, 25% dan 25% konsentrat, ekstrak curcin dari bungkil biji jarak pagar, dan dua acam

protozoa, degradasi bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung fermentor, Conway, pipet, tabung reaksi, pengaduk magnet, tabung destilasi, labu lenm

sanakan di Laboratorium um Terpadu, dan La

Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung dari bulan Agustus 2007 sampai Maret 2008.

Materi

jagung

m cairan rumen yaitu cairan rumen sapi dan kerbau.

Bahan lain yang digunakan untuk ekstraksi curcin, pencernaan fermentatif, analisis NH3, analisis VFA, populasi bakteri, populasi

kering, dan degradasi bahan organik dalam penelitian ini adalah diethylether larutan McDougall, larutan HgCl2 jenuh, larutan Na2CO3 jenuh, asam borat, vaselin, H2SO4 0,005 N, larutan H2SO4 15%, larutan NaOH 0,5 N, indikator phenolphtalein (PP), larutan HCl 0,5 N, larutan garam formalin, gas CO2, media BHI, media tumbuh yang spesifik, agar Bacto, aquades, etileter atau dietileter, larutan buffer fosfat NaCl 0,005 M pH 7,2 dingin (mengandung 0,2 M NaCl), larutan amonium sulfat ((NH4)2SO4) jenuh, larutan merah kongo, NaCl 1%, HCl 1%, dan HCl 10%.

Alat

cawan

(28)

Rancangan Percobaan

Model

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 2 x 4 x 3 dengan 3 ulangan. Faktor A adalah sumber cairan rumen yang digunakan yaitu : A1 = cairan rumen sapi, A2 = cairan rumen kerbau. Faktor B adalah tingkat pemberian zat antinutrisi curcin yaitu B1 = 0% (v/w),B2 = 1% (v/w), B3 = 2% (v/w), B4 = 3% (v/w). Faktor C adalah waktu inkubasi yaitu C1 = 0 jam, C2 = 3 jam, C3 = 6 jam.

Model matematik yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Yijkl = μ + ρi + αj + βk + γl + αβjk + αγjl + βγkl + αβγjkl + εijkl

Keterangan :

Yijkl = Efek blok ke-i, sumber cairan rumen ke-j, tingkat pemberian curcin ke-k, dan waktu inkubasi ke-l

μ = Rataan umum

ρi = Efek blok (kelompok) ke-i

αj = Efek utama sumber cairan rumen ke-j

βk = Efek utama tingkat pemberian curcin ke-k γl = Efek utama waktu inkubasi ke-l

αβjk = Efek interaksi sumber cairan rumen ke-j dengan tingkat pemberian curcin

ke-k

αγjl = Efek interaksi sumber cairan rumen ke-j dengan waktu inkubasi ke-l

βγkl = Efek interaksi tingkat pemberian curcin ke-k dengan waktu inkubasi ke-l

αβγjkl = Efek interaksi sumber cairan rumen ke-j, tingkat pemberian curcin ke-k, dan waktu inkubasi ke-l

εijkl = Error (galat) sumber cairan rumen ke-j, tingkat pemberian curcin ke-k, dan waktu inkubasi ke-l

(29)

Peubah yang diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini meliputi konsentrasi NH3, konsentrasi VFA, populasi protozoa, populasi bakteri total, populasi bakteri selulolitik, populasi bakteri amilolitik, populasi bakteri proteolitik, degradasi bahan kering dan degradasi bahan organik.

Prosedur Ekstraksi Curcin

Ekstraksi curcin dilakukan dengan metode Stirpe et al. (1976). Bungkil biji jarak tanpa pengupasan sebanyak 250 g diekstrak dengan 250 ml diethylether dengan menggunakan pestel dan mortar. Diethylether berfungsi untuk menghilangkan lemak pada bungkil biji jarak. Setelah itu, bahan disaring untuk membuang diethylether. Residu yang didapat dari penyaringan dikumpulkan. Proses di atas diulangi pada residu hingga 8 kali.

Residu dikeringkan dalam suhu ruang hingga kering. Residu yang sudah kering diekstrak kembali dengan 1 liter larutan buffer fosfat-NaCl 0,005 M pH 7,2 dingin yang mengandung 0,2 M NaCl, fungsi larutan ini adalah untuk melarutkan produk curcin. Campuran tersebut dihomogenkan dengan pengaduk magnet selama 3 jam, kemudian ditinggalkan semalaman. Setelah itu, campuran tersebut disentrifugasi untuk mendapatkan supernatan.

Pencernaan Fermentatif

(30)

Supernatan diambil untuk analisa VFA dan NH3. Residu diambil untuk analisa degradasi bahan kering dan organik.

Analisis NH3

Analisis NH3 dilakukan dengan menggunakan teknik Mikrodifusi Conway (Department of Dairy Science, 1966). Bibir cawan Conway dan tutupnya diolesi dengan vaselin, kemudian supernatan yang dihasilkan dari pencernaan fermentatif diambil sebanyak 1 ml dan ditempatkan pada salah satu ruang sekat cawan dan larutan Na2CO3 jenuh ditempatkan pada ruang sekat yang lain. Sebanyak 1 ml asam borat berindikator merah metil dan hijau bromo kresol pada pH 5,5 dipipet dan dimasukkan ke cawan kecil yang terletak ditengah cawan Conway. Cawan Conway

ditutup rapat dengan tutup cawan, kemudian digerakkan hingga supernatan dan Na2CO3 jenuh tercampur rata. Cawan dibiarkan selama 24 jam pada suhu kamar. Setelah 24 jam, tutup cawan dibuka, asam borat berindikator dititrasi dengan H2SO4 0,005 N sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah jambu. Konsentrasi NH3 diukur dengan rumus :

Pakan

Analisis VFA dilakukan dengan teknik destilasi uap (Steam Destilation)

(Department of Dairy Science, 1966). Sebanyak 5 ml supernatan dimasukkan ke dalam tabung destilasi, lalu ditambahkan 1 ml H2SO4 15%. Dinding tabung dibilas dengan aquades. Tabung segera ditutup dengan sumbat karet yang telah dihubungkan dengan pipa destilasi berdiameter ± 0,5 cm. Kemudian ujung pipa yang lain dihubungkan dengan alat pendingin Liebig. Tabung destilasi dimasukkan ke dalam labu didih yang telah berisi air mendidih tanpa menyentuh permukaan air tersebut.

(31)

Pakan

Penghitungan populasi protozoa dilakukan pada counting chamber dengan larutan garam formalin (formal saline). Larutan formal saline dibuat dari campuran formalin 4% ditambah dengan NaCl fisiologis 0,9% dalam 100 ml larutan. Protozoa yang dihitung adalah total dari protozoa yang terdapat dalam counting chamber.

Cairan rumen yang baru diambil dicampur dengan larutan formal saline dengan perbandingan 1 : 1. Kemudian 2 tetes campuran tersebut ditempatkan pada

counting chamber dengan ketebalan 0,1 mm, luas kotak terkecil 0,0625 mm2 dan jumlah kotak pembacaan 16 x 5. Perhitungan populasi protozoa dilakukan dengan mikroskop pada pembesaran 40 kali. Populasi protozoa dapat dihitung dengan rumus:

C = jumlah protozoa terhitung dalam Counting chamber

FP = faktor pengenceran

Perhitungan Populasi Bakteri Total, Selulolitik, Amilolitik dan Proteolitik

Populasi bakteri dihitung dengan metode pencacah koloni bakteri hidup. Prinsip perhitungannya adalah cairan rumen diencerkan secara serial lalu dibiakkan dalam tabung Hungate.

Media tumbuh yang digunakan untuk menghitung populasi bakteri total adalah media BHI yaitu dengan cara mencampur bahan-bahan seperti BHI powder

(32)

menjadi coklat muda, lalu didinginkan. Selanjutnya media dimasukkan ke dalam tabung Hungate masing-masing sebanyak 7 ml yang sebelumnya telah diisi agar Bacto sebanyak 0,15 g. Kemudian media disterilkan dalam autoclave pada suhu 121°C selama 15 menit dengan tekanan 1,2 Kgf/cm3. Setelah siap digunakan untuk pembiakan bakteri, media agar dimasukkan ke dalam penangas air pada suhu 47°C.

Pada prinsipnya perhitungan populasi bakteri amilolitik, proteolitik dan selulolitik sama seperti perhitungan populasi total bakteri. Perbedaan terdapat pada penggunaan medium yang disesuaikan dengan bakteri-bakteri tersebut. Medium tumbuh bakteri selulolitik ditambah dengan Carboxyl Methyl Cellulose (CMC), medium tumbuh bakteri amilolitik ditambah dengan pati, dan medium tumbuh bakteri proteolitik ditambah dengan kasein.

Contoh cairan rumen yang dikulturkan diencerkan terlebih dahulu, dengan media pengencer. Pengenceran dilakukan sebagai berikut : sebanyak 0,1 ml cairan rumen dimasukkan ke dalam tabung 1 yang berisi 4,9 ml media pengencer. Selanjutnya dari tabung 1 diambil kembali 0,1 ml lalu dimasukkan ke dalam tabung 2 yang berisi 4,9 ml media pengencer. Perlakuan tersebut dilakukan sampai 5 kali (5 seri tabung). Selanjutnya dari masing-masing seri tabung pengenceran diambil sebanyak 0,1 ml (untuk setiap media) lalu ditransfer ke media agar, setelah itu diputar sambil dialiri air sehingga media memadat secara merata pada dinding tabung bagian dalam. Selanjutnya diinkubasi selama 2-3 hari. Populasi bakteri dapat dihitung dengan rumus :

Populasi bakteri = n x 10x/0.05 x 0.1 CFU/ml Keterangan :

n = jumlah koloni yang terdapat pada tabung seri pengenceran ke-x

Degradasi Bahan Kering dan Bahan Organik

(33)

100% x sampel

BK

blanko) BK

-residu (BK -sampel BK (%) DBK =

100% x sampel

BO

blanko) BO

-residu (BO

-sampel BO

(%)

DBO =

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN Ransum Penelitian

Kandungan protein kasar (PK) pada R0 adalah sebesar 13,98 %BK, sedangkan kandungan PK pada R1, R2, dan R3 berkisar antara 14,87-15,56 %BK (Tabel 3). Kandungan PK pada R1, R2, dan R3 lebih besar daripada R0 dan semakin meningkat seiring dengan semakin besar taraf curcin yang diberikan. Hal ini terjadi karena curcin adalah protein dari nonimunoglobulin alami dan dapat mengikat karbohidrat dari kompleks karbohidrat (Cheeke, 1989). Kadar abu pada ransum penelitian ini berkisar antara 9,09-9,83 %BK. Kadar abu pada R1, R2, dan R3 lebih tinggi dari R0, tetapi kadar abu pada R3 paling tinggi yaitu 9,83 %BK. Kandungan lemak kasar (LK) pada ransum penelitian ini berkisar antara 2,83-3,31 %BK. Kandungan LK tertinggi pada R1 dan LK terendah pada R2.

Tabel 3. Kandungan Zat Makanan Ransum Tiap Perlakuan

Ransum Perlakuan Zat Makanan

R0 R1 R2 R3

Bahan Kering (%)1 89,66 85,22 83,41 84,36

Kadar Abu (%BK)1 9,09 9,74 9,29 9,83

Protein Kasar (%BK)1 13,98 14,87 15,26 15,56

Lemak Kasar (%BK)1 3,16 3,31 2,83 3,14

Serat Kasar (%BK)1 18,64 19,98 20,79 19,82

BETN (%BK)* 55,13 52,1 51,83 51,65

TDN (%BK)** 69,90 67,77 66,58 67,60

Jumlah Curcin (ppm)2 0 1 2 3

Keterangan : R0 = Ransum kontrol R1 = R0 + 1% ekstrak curcin R2 = R0 + 2% ekstrak curcin R3 = R0 + 3% ekstrak curcin

*) BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitorgen) = 100% - (Kadar Abu + PK + LK + SK) **) TDN (Total Digestible Nutrient) = 25,6 + 0,53PK + 1,7LK – 0,474SK + 0,732BETN (Sutardi, 2003).

Sumber : 1Hasil analisis Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (2008)

2

(35)

Kandungan serat kasar (SK) pada ransum penelitian ini berkisar antara 18,64-20,79 %BK. Kandungan SK pada R1, R2, dan R3 lebih tinggi daripada R0. Kandungan BETN pada ransum penelitian ini berkisar antara 51,65-55,13 %BK. Sedangkan kandungan TDN pada ransum penelitian ini adalah 66,58-69,90 %BK. Kandungan BETN dan TDN pada R1, R2, dan R3 lebih rendah daripada R0. Kandungan nilai nutrisi pada ransum penelitian ini baik R0, R1, R2, dan R3 dapat memenuhi kebutuhan ternak ruminansia besar.

Hasil analisis dari laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian (2008) menyatakan bahwa aktivitas curcin atau lectin pada ekstrak curcin adalah sebesar 100 ppm. Jadi, aktivitas curcin pada R1, R2, dan R3 masing-masing adalah 1 ppm, 2 ppm, dan 3 ppm. Menurut hasil analisis dari laboratorium Pusat Studi Biofarmaka (2008), ekstrak curcin pada penelitian ini juga masih mengandung saponin dalam jumlah kecil.

Ransum penelitian ini yang terdiri dari 50% rumput gajah, 25% jagung, dan 25% konsentrat memiliki kandungan nutrisi yang dapat memenuhi kebutuhan ternak ruminansia besar. Menurut NRC (1984), kebutuhan TDN dan PK sapi pedaging dengan bobot 300-400 kg masing-masing adalah 55-86 %BK dan 8,7-15,6 %BK. Sedangkan menurut NRC (1988), kebutuhan TDN dan PK sapi perah periode laktasi dengan produksi susu 7-10 kg/hari masing-masing adalah 63-67 %BK dan 12-15 %BK. Kebutuhan TDN dan PK kerbau dengan bobot 350-400 kg masing-masing adalah 43,77-78,69 %BK dan 6,69-9,74 %BK (Parakkasi, 1999).

Konsentrasi NH3

(36)

Berdasarkan hasil sidik ragam, konsentrasi amonia yang dihasilkan pada penelitian ini dipengaruhi oleh perlakuan perbedaan cairan rumen dan waktu inkubasi, tetapi tidak dipengaruhi oleh taraf pemberian curcin, interaksi perlakuan perbedaan cairan rumen dengan taraf curcin, interaksi perlakuan perbedaan cairan rumen dengan waktu inkubasi, interaksi taraf curcin dengan waktu inkubasi, dan interaksi ketiga faktor (Tabel 4). Konsentrasi NH3 pada cairan rumen ternak sapi lebih tinggi (P<0,01) dibandingkan pada cairan rumen ternak kerbau. Hakim (2002) menyatakan bahwa penambahan DABA (2,4-diaminobutyricacid) dan lamtoro merah (Acacia villosa) pada ransum akan menyebabkan perbedaan konsentrasi NH3 diantara cairan rumen ternak, dimana konsentrasi amonia pada sapi dan kambing lebih tinggi dibandingkan kerbau dan domba. Konsentrasi amonia pada penggunaan bungkil biji jarak pagar tidak dipengaruhi oleh jenis ternak, namun secara deskriptif konsentrasi amonia pada sapi lebih tinggi daripada kerbau (Dewi, 2007). Namun, hasil penelitian Ulya (2007) menyatakan bahwa konsentrasi amonia pada kerbau lebih tinggi dibandingkan dengan sapi, karena populasi bakteri proteolitik pada kerbau juga lebih tinggi dibandingkan dengan sapi. Populasi bakteri proteolitik juga sangat berhubungan dengan konsentrasi amonia pada kedua ternak tersebut, populasi bakteri proteolitik pada sapi lebih tinggi daripada populasi bakteri proteolitik pada kerbau sehingga konsentrasi amonia pada sapi lebih tinggi daripada kerbau. Hal ini menunjukkan bahwa proses degradasi protein pada ternak sapi lebih baik daripada kerbau. Kemampuan mikroba rumen kerbau dalam memecah protein lebih rendah dibandingkan pada sapi yaitu 9,65 mM untuk kerbau dan 10,1 mM untuk sapi (Verawaty, 2003). Perbedaan konsentrasi NH3 dari perlakuan perbedaan cairan rumen juga dapat disebabkan adanya perbedaan pemberian pakan antar ternak sebelum penelitian.

(37)

Sunarso (1984), konsentrasi amonia yang dihasilkan pada pemakaian bungkil biji jarak pohon (Ricinus comunis L.) sebesar 22,3033 mM. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan protein pada bungkil biji jarak dapat didegradasi secara optimum oleh ternak. Konsentrasi amonia pada bungkil biji jarak pagar yang berasal dari 3 daerah di Indonesia berkisar antara 11,24-15,70 mM. Hal ini disebabkan oleh kandungan protein pada bungkil biji jarak pagar juga tinggi (Triastuty, 2007).

Tabel 4. Rataan Konsentrasi NH3 pada Perlakuan in vitro (mM)

Waktu Inkubasi Cairan

Rumen Taraf Curcin 0 Jam 3 Jam 6 Jam Rataan ± SD*

0% 16,95 ± 7,53 25,46 ± 5,23 24,30 ± 5,38 22,24 ± 4,62

1% 17,92 ± 6,27 27,47 ± 3,44 27,43 ± 4,23 24,27 ± 5,50

Sapi 2% 19,09 ± 6,93 24,73 ± 4,00 25,09 ± 5,07 22,97 ± 3,37

3% 21,69 ± 8,70 26,67 ± 2,56 28,11 ± 3,37 25,49 ± 3,37

Rataan ± SD 18,91 ± 2,05 26,08 ± 1,22 26,23 ± 1,83 23,74 ± 3,90A

0% 15,92 ± 3,32 24,02 ± 6,42 21,36 ± 3,93 20,43 ± 4,13

1% 16,78 ± 3,75 24,68 ± 6,15 21,32 ± 2,01 20,93 ± 3,97

Kerbau 2% 16,62 ± 2,50 23,71 ± 3,68 22,14 ± 2,54 20,83 ± 3,72

3% 16,86 ± 4,82 24,88 ± 1,19 22,60 ± 2,64 21,45 ± 4,13

Rataan ± SD 16,55 ± 0,43 24,32 ± 0,55 21,85 ± 0,62 20,91 ± 3,42B

Rataan ± SD** 17,73 ± 1,87B 25,20 ± 1,29Aa 24,04 ± 2,66Ab

* : superskrip dengan huruf besar berbeda pada kolom yang sama berbeda pada (P<0,01)

** : superskrip dengan huruf besar berbeda pada baris yang sama berbeda pada (P<0,01), sedangkan superskrip dengan huruf kecil berbeda pada baris yang sama berbeda pada (P<0,05)

(38)

amonia (mM) dan X adalah waktu inkubasi (jam). Berdasarkan persamaan tersebut, konsentrasi amonia optimum terjadi pada waktu inkubasi 4 jam (Gambar 6). Hal ini sesuai dengan pendapat Leng dan Nolan (1984), produksi amonia meningkat pada 2-4 jam setelah makan yang diikuti proses deaminasi asam amino untuk membebaskan amonia, tetapi produksi amonia tersebut tergantung pula pada sumber protein yang digunakan serta mudah tidaknya protein tersebut didegradasi.

y = -1,44x2 + 11,79x + 12,83

Waktu Inkubas i (Jam )

K

Gambar 6. Hubungan Konsentrasi Amonia terhadap Waktu Inkubasi

(39)

Produksi VFA Total

VFA merupakan produk akhir fermentasi gula dan sumber energi utama dalam ruminansia. VFA terutama dihasilkan dari pencernaan karbohidrat yang difermentasi oleh mikroba (Arora, 1995). Hasil pencernaan karbohidrat dalam rumen adalah asam lemak terbang (VFA) yaitu asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam valerat dan asam-asam lemak rantai cabang seperti asam isobutirat, 2-metil butirat dan isovalerat (Forbes dan Frances, 1993). Produksi VFA pada rumen erat hubungannya dengan aktivitas dan populasi mikroorganisme rumen. Mikroba rumen berperan penting dalam pencernaan, terutama menghasilkan VFA (Church, 1979).

Hasil sidik ragam menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) antar perlakuan cairan rumen (Tabel 5). Produksi VFA total pada sapi lebih rendah dibandingkan pada kerbau. Hal ini sesuai dengan penelitian Ulya (2007), bahwa produksi VFA total sapi yang diberi bungkil biji jarak pagar lebih rendah dibandingkan pada kerbau. Produksi VFA total pada penggunaan bungkil biji jarak pagar tidak dipengaruhi oleh jenis ternak, namun secara deskriptif produksi VFA total pada sapi lebih rendah daripada kerbau (Dewi, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa mikroba ternak sapi kurang mampu memfermentasi karbohidrat pada bungkil biji jarak. Produksi VFA total sapi lebih rendah dibandingkan kerbau karena rumen kerbau lebih unggul dalam menggunakan selulosa dan struktur dinding sel lainnya. Aktivitas selulase pada kerbau 399 µg gula/mg protein, sedangkan pada sapi 360 µg gula/mg protein (Pradhan, 1994).

(40)

Tabel 5. Rataan Produksi VFA Total pada Perlakuan in vitro (mM)

Waktu Inkubasi Cairan

Rumen Taraf Curcin 0 Jam 3 Jam 6 Jam Rataan ± SD*

Sapi 0% 141,81 ± 23,05 138,34 ± 14,65 135,89 ± 36,61 138,68 ± 2,97

1% 147,48 ± 17,93 130,16 ± 13,38 134,19 ± 18,81 137,28 ± 9,06

2% 138,16 ± 21,96 152,87 ± 29,07 112,55 ± 3,14 134,53 ± 20,41

3% 149,98 ± 24,37 138,07 ± 19,31 124,93 ± 25,53 137,66 ± 12,53

Rataan ± SD 144,36 ± 5,36 139,86 ± 9,47 126,89 ± 10,70 137,04 ± 11,11B

Kerbau 0% 152,13 ± 23,12 187,08 ± 29,39 161,23 ± 17,81 166,81 ± 18,13

1% 152,09 ± 24,72 184,83 ± 17,92 173,62 ± 15,97 170,18 ± 16,64

2% 155,53 ± 8,79 158,46 ± 14,74 174,53 ± 20,23 162,84 ± 10,23

3% 155,29 ± 27,26 167,57 ± 38,47 157,95 ± 12,81 160,27 ± 6,46

Rataan ± SD 153,76 ± 1,91 174,49 ± 13,79 166,83 ± 8,48 165,03 ± 12,34A

Rataan ± SD 149,06 ± 6,26 157,17 ± 21,50 146,86 ± 23,15

* : superskrip dengan huruf besar berbeda pada kolom yang sama berbeda pada (P<0,01)

(41)

dengan taraf curcin, perlakuan perbedaan cairan rumen dengan waktu inkubasi, taraf

curcin dengan waktu inkubasi, dan interaksi ketiga faktor tidak berbeda nyata.

Populasi Protozoa

Protozoa berperan dalam pola fermentasi rumen dengan cara mencerna partikel-partikel pati sehingga menyebabkan kadar asam lemak atsiri rendah (Arora, 1995). Populasi protozoa dalam rumen sekitar 104-106 per ml cairan rumen (Freer dan Dove, 2002). Berat total protozoa rumen hampir sama dengan berat total bakteri rumen karena ukuran protozoa lebih besar daripada bakteri yaitu mencapai 20-200 µm. Kontribusi protozoa sekitar 60% dari biomassa rumen walaupun jumlahnya lebih sedikit dari bakteri (Arora, 1995).

Tabel 6. Rataan Populasi Protozoa pada Perlakuan in vitro (x104 per ml cairan rumen)

* : superskrip dengan huruf besar berbeda pada kolom yang sama berbeda pada (P<0,01)

** : superskrip dengan huruf besar berbeda pada baris yang sama berbeda pada (P<0,01), sedangkan superskrip dengan huruf kecil berbeda pada baris yang sama berbeda pada (P<0,05)

(42)

curcin dengan waktu inkubasi, dan interaksi ketiga faktor (Tabel 6). Populasi protozoa pada sapi lebih rendah (P<0,01) dibandingkan dengan kerbau. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ulya (2007), populasi protozoa pada sapi paling rendah diantara ternak kerbau, kambing, dan domba. Populasi protozoa yang lebih rendah pada sapi mengakibatkan populasi bakteri amilolitik pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan populasi bakteri amilolitik pada kerbau. Perbedaan populasi protozoa ini diduga karena pengaruh pemberian ransum pada ternak sebelum dilakukan penelitian.

Taraf curcin yang diberikan sangat berpengaruh terhadap populasi protozoa. Populasi protozoa yang diberi curcin 0% dan 1% lebih tinggi (P<0,01) dibandingkan dengan yang diberi curcin 2% dan 3%, namun populasi protozoa yang diberi curcin

2% lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan yang diberi curcin 3%. Hal ini disebabkan oleh adanya agen defaunasi seperti saponin yang masih bercampur pada ekstrak curcin kasar sehingga populasi protozoa semakin menurun. Hasil analisis dari laboratorium Pusat Studi Biofarmaka menunjukkan bahwa ekstrak curcin masih mengandung saponin. Saponin merupakan agen anti protozoa yang dapat menghambat pertumbuhan protozoa. Nilai populasi protozoa mengikuti persamaan linier Y = -0,8267X + 7,45 dengan Y sebagai nilai populasi protozoa (x104 sel per ml cairan rumen) dan X adalah taraf curcin (%). Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar taraf curcin yang diberikan maka populasi protozoa semakin menurun (Gambar 7).

(43)

Populasi Protozoa tidak dipengaruhi oleh waktu inkubasi, tetapi populasi protozoa paling tinggi pada waktu inkubasi 3 jam. Hal ini sesuai dengan penelitian Ulya (2007), populasi protozoa tidak berbeda nyata terhadap waktu inkubasi. Efek interaksi perlakuan perbedaan cairan rumen dengan taraf curcin, perlakuan perbedaan cairan rumen dengan waktu inkubasi, taraf curcin dengan waktu inkubasi, dan interaksi ketiga faktor tidak berbeda nyata.

Populasi Bakteri Total

Bakteri merupakan penghuni terbesar dalam rumen yaitu sekitar 1010-1012 sel per ml cairan rumen (Freer dan Dove, 2002). Menurut Sutrisno et al. (1992) dalam

Suminar (2005), rumen sapi segar setiap gramnya mengandung total bakteri 3,7 x 109 sel; total mikroba amilolitik 3,0 x 106 sel; total mikroba selulolitik 1,7 x 103 sel; total mikroba proteolitik 8,5 x 104 sel; total mikroba lipolitik 5,0 x 103 sel dan mikroba pembentuk asam 1,1 x 104 sel.

(44)

Tabel 7. Rataan Populasi Bakteri Total pada Perlakuan in vitro (x107 CFU/ml) Waktu Inkubasi

Cairan

Rumen Taraf Curcin 0 Jam 3 Jam 6 Jam Rataan ± SD 0% 4,97 ± 6,62 3,45 ± 5,61 7,45 ± 11,14 5,29 ± 2,02

1% 6,74 ± 6,42 6,17 ± 8,73 7,26 ± 11,79 6,73 ± 0,55

Sapi 2% 5,63 ± 6,75 7,56 ±11,80 6,29 ± 10,24 6,49 ± 0,98

3% 4,96 ± 7,30 2,56 ± 3,42 5,05 ± 8,08 4,19 ± 1,41

Rataan ± SD 5,58 ± 0,84 4,94 ± 2,33 6,51 ± 1,10 5,68 ± 1,57

0% 3,59 ± 3,59 2,02 ± 2,42 1,37 ± 0,26 2,32 ± 1,14

1% 3,67 ± 1,02 1,06 ± 0,98 1,10 ± 0,20 1,94 ± 1,49

Kerbau 2% 2,82 ± 2,13 1,31 ± 0,76 0,97 ± 0,70 1,70 ± 0,98

3% 0,94 ± 0,75 1,53 ± 0,36 1,17 ± 0,45 1,21 ± 0,29

Rataan ± SD 2,75 ± 1,27 1,48 ± 0,41 1,15 ± 0,17 1,79 ± 1,01

Rataan ± SD 4,16 ± 1,81 3,21 ± 2,41 3,83 ± 2,96

Populasi bakteri total tidak dipengaruhi oleh taraf curcin yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian curcin tidak memiliki dampak yang negatif terhadap populasi bakteri total. Efek interaksi perlakuan perbedaan cairan rumen dengan taraf curcin, perlakuan perbedaan cairan rumen dengan waktu inkubasi, taraf

curcin dengan waktu inkubasi, dan interaksi ketiga faktor tidak berbeda nyata.

Populasi Bakteri Selulolitik

(45)

(Arora, 1995). Populasi bakteri selulolitik juga tidak dipengaruhi oleh waktu inkubasi, namun populasi bakteri selulolitik semakin tinggi dengan semakin lamanya waktu inkubasi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ulya (2007), populasi bakteri selulolitik pada ternak ruminansia yang diberi bungkil biji jarak pagar tidak dipengaruhi oleh waktu inkubasi.

Tabel 8. Rataan Populasi Bakteri Selulolitik pada Perlakuan in vitro (x107 CFU/ml)

Waktu Inkubasi Cairan

Rumen Taraf Curcin 0 Jam 3 Jam 6 Jam Rataan ± SD*

0% 0,47 ± 0,60 0,24 ± 0,22 1,02 ± 1,51 0,58 ± 0,40

1% 0,18 ± 0,21 0,40 ± 0,47 0,57 ± 0,75 0,39 ± 0,19

Sapi 2% 0,39 ± 0,38 0,44 ± 0,60 1,02 ± 1,49 0,62 ± 0,35

3% 0,29 ± 0,25 0,65 ± 0,81 0,78 ± 1,20 0,57 ± 0,26

Rataan ± SD 0,33 ± 0,12 0,43 ± 0,17 0,85 ± 0,22 0,54 ± 0,28A

0% 0,20 ± 0,07 0,15 ± 0,05 0,11 ± 0,03 0,16 ± 0,04

1% 0,19 ± 0,07 0,20 ± 0,04 0,13 ± 0,07 0,17 ± 0,04

Kerbau 2% 0,15 ± 0,03 0,12 ± 0,06 0,13 ± 0,03 0,13 ± 0,02

3% 0,24 ± 0,08 0,20 ± 0,07 0,14 ± 0,06 0,19 ± 0,05

Rataan ± SD 0,20 ± 0,04 0,16 ± 0,40 0,13 ± 0,01 0,16 ± 0,04B

Rataan ± SD 0,26 ± 0,11 0,29 ± 0,18 0,49 ± 0,41

* : superskrip dengan huruf besar berbeda pada kolom yang sama berbeda pada (P<0,01)

Populasi bakteri selulolitik tidak dipengaruhi oleh taraf curcin yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian curcin tidak memiliki dampak yang negatif terhadap populasi bakteri selulolitik. Efek interaksi perlakuan perbedaan cairan rumen dengan taraf curcin, perlakuan perbedaan cairan rumen dengan waktu inkubasi, taraf

(46)

Populasi Bakteri Amilolitik

Berdasarkan hasil sidik ragam, populasi bakteri amilolitik sangat dipengaruhi oleh perbedaan antar cairan rumen (P<0,01; Tabel 9). Populasi bakteri amilolitik pada sapi lebih tinggi dibandingkan pada kerbau. Hal ini juga berkaitan dengan populasi protozoa pada sapi yang lebih rendah dibandingkan dengan kerbau. Jouany et al. (1991) menyatakan bahwa protozoa berperan dalam pencernaan pati di dalam rumen dan secara teratur membebaskan produk akhir fermentasi pada pH dan tekanan yang sesuai, sehingga terjadi penurunan populasi bakteri amilolitik akibat kondisi ini. Protozoa juga memangsa bakteri untuk memenuhi kebutuhannya karena kemampuan protozoa untuk mensintesis asam amino dan vitamin B kompleks sangat rendah (Arora, 1995).

Tabel 9. Rataan Populasi Bakteri Amilolitik pada Perlakuan in vitro (x107 CFU/ml)

Waktu Inkubasi

Cairan

Rumen Taraf Curcin 0 Jam 3 Jam 6 Jam Rataan ± SD* 0% 1,46 ± 1,82 1,73 ± 2,36 0,79 ± 0,79 1,33 ± 0,48

1% 1,74 ± 2,52 1,39 ± 1,92 0,77 ± 0,68 1,30 ± 0,49

Sapi 2% 1,05 ± 1,19 0,40 ± 0,46 0,99 ± 1,35 0,81 ± 0,36

3% 2,11 ± 3,17 0,71 ± 0,79 0,71 ± 1,04 1,18 ± 0,81

Rataan ± SD 1,59 ± 0,45 1,06 ± 0,61 0,82 ± 0,12 1,15 ± 0,52A

0% 0,58 ± 0,08 0,76 ± 0,67 0,41 ± 0,18 0,58 ± 0,18

1% 0,36 ± 0,20 0,31 ± 0,19 0,30 ± 0,14 0,32 ± 0,03

Kerbau 2% 0,49 ± 0,43 0,29 ± 0,10 0,28 ± 0,01 0,35 ± 0,12

3% 0,29 ± 0,23 0,42 ± 0,30 0,19 ± 0,03 0,30 ± 0,12

Rataan ± SD 0,43 ± 0,13 0,44 ± 0,22 0,29 ± 0,09 0,39 ± 0,16B

Rataan ± SD 1,01 ± 0,93 0,75 ± 0,63 0,56 ± 0,52

(47)

Populasi bakteri amilolitik juga tidak dipengaruhi oleh waktu inkubasi, namun populasi bakteri amilolitik semakin menurun dengan semakin lamanya waktu inkubasi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ulya (2007), populasi bakteri amilolitik pada ternak ruminansia yang diberi bungkil biji jarak pagar tidak dipengaruhi oleh waktu inkubasi.

Populasi bakteri amilolitik tidak dipengaruhi oleh taraf curcin yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian curcin tidak memiliki dampak yang negatif terhadap populasi bakteri amilolitik. Efek interaksi perlakuan perbedaan cairan rumen dengan taraf curcin, perlakuan perbedaan cairan rumen dengan waktu inkubasi, taraf

curcin dengan waktu inkubasi, dan interaksi ketiga faktor tidak berbeda nyata.

Populasi Bakteri Proteolitik

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan antar cairan rumen berpengaruh sangat nyata (P<0,01; Tabel 10) terhadap populasi mikroba proteolitik. Populasi bakteri proteolitik pada ternak sapi lebih tinggi dibandingkan ternak kerbau, sehingga dapat dikatakan bahwa bakteri proteolitik dari sapi lebih toleran terhadap zat antinutrisi curcin dibandingkan dengan ternak kerbau, atau aktivitas bakteri proteolitik pada sapi lebih besar daripada ternak kerbau.

Populasi bakteri proteolitik lebih tinggi daripada populasi bakteri amilolitik dan selulolitik pada semua ternak. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya penambahan zat antinutrisi curcin yang termasuk suatu protein, sehingga terjadi peningkatan populasi bakteri proteolitik untuk mencerna zat antinutrisi tersebut.

Populasi bakteri proteolitik juga tidak dipengaruhi oleh waktu inkubasi, namun populasi bakteri proteolitik semakin menurun dengan semakin lamanya waktu inkubasi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ulya (2007), populasi bakteri proteolitik pada ternak ruminansia yang diberi bungkil biji jarak pagar tidak dipengaruhi oleh waktu inkubasi.

(48)

inkubasi, taraf curcin dengan waktu inkubasi, dan interaksi ketiga faktor tidak berbeda nyata.

Tabel 10. Rataan Populasi Bakteri Proteolitik pada Perlakuan in vitro (x107 CFU/ml)

* : superskrip dengan huruf besar berbeda pada kolom yang sama berbeda pada (P<0,01)

Degradasi Bahan Kering

(49)

dipengaruhi oleh taraf curcin. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian curcin tidak mempengaruhi mikroba rumen dalam mencerna pakan sumber serat.

Tabel 11. Rataan Nilai Degradasi Bahan Kering pada Perlakuan in vitro (%) Waktu Inkubasi

Cairan

Rumen Taraf Curcin 0 Jam 3 Jam 6 Jam Rataan ± SD 0% 24,53 ± 15,34 21,39 ± 6,79 13,36 ± 2,09 19,76 ± 5,76

1% 38,31 ± 18,20 20,24 ± 7,92 14,27 ± 1,77 24,27 ± 12,52

Sapi 2% 34,31 ± 20,08 21,28 ±10,49 11,57 ± 1,24 22,39 ± 11,41

3% 26,79 ± 9,78 18,38 ± 6,55 22,43 ± 5,79 22,53 ± 4,20

Rataan ± SD 30,98 ± 6,43 20,32 ± 1,40 15,41 ± 4,81 22,24 ± 8,01

0% 21,13 ± 3,93 24,40 ± 4,73 18,28 ± 2,91 21,27 ± 3,07

1% 24,42 ± 1,80 20,78 ± 4,47 16,69 ± 2,98 20,63 ± 3,87

Kerbau 2% 22,22 ± 1,84 22,69 ± 6,33 14,16 ± 6,07 19,69 ± 4,79

3% 24,04 ± 5,06 23,99 ± 7,21 18,77 ± 2,35 22,27 ± 3,03

Rataan± SD* 22,95 ± 1 ,55 22,97 ± 1,63 16,97 ± 2,07 20,96 ± 3,35

Rataan ± SD* 26,96 ± 6,10A 21,64 ± 1,99B 16,19 ± 3,53C

* : superskrip dengan huruf besar berbeda pada baris yang sama berbeda pada (P<0,01)

(50)

y = -3,6899x + 34,701

Gambar 8. Hubungan Nilai Degradasi Bahan Kering terhadap Waktu Inkubasi

Efek interaksi perlakuan perbedaan cairan rumen dengan taraf curcin, perlakuan perbedaan cairan rumen dengan waktu inkubasi, taraf curcin dengan waktu inkubasi, dan interaksi ketiga faktor tidak berbeda nyata.

Degradasi Bahan Organik

Nilai degradasi bahan organik dari kedua cairan rumen tidak berbeda nyata (Tabel 12), tetapi nilai degradasi bahan organik pada kerbau lebih tinggi daripada sapi. Hal ini mencerminkan bahwa degradasi bahan organik pada kerbau lebih baik dibandingkan sapi. Nilai degradasi bahan organik tidak dipengaruhi oleh taraf curcin

yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa curcin yang diberikan sampai taraf 3% tidak mempengaruhi proses degradasi dalam rumen.

(51)

Tabel 12. Rataan Nilai Degradasi Bahan Organik pada Perlakuan in vitro (%)

Waktu Inkubasi

Cairan

Rumen Taraf Curcin 0 Jam 3 Jam 6 Jam Rataan ± SD 0% 28,63 ± 8,17 30,73 ± 8,56 20,90 ± 0,83 26,76 ± 5,18

1% 42,48 ± 15,94 29,38 ± 7,85 20,80 ± 2,26 30,89 ± 10,92

Sapi 2% 37,44 ± 20,27 29,82 ± 11,49 18,79 ± 1,80 28,68 ± 9,38

3% 30,39 ± 6,13 26,92 ± 6,26 27,77 ± 5,22 28,36 ± 1,81

Rataan ± SD 34,74 ± 6,41 29,21 ± 1,63 22,07 ± 3,93 28,67 ± 6,74

0% 29,82 ± 2,19 32,22 ± 4,11 24,90 ± 1,30 28,98 ± 3,73

1% 33,58 ± 1,31 30,36 ± 2,17 23,88 ± 2,09 29,27 ± 4,94

Kerbau 2% 30,62 ± 2,06 31,80 ± 3,71 22,78 ± 2,24 28,40 ± 4,90

3% 32,89 ± 4,22 32,93 ± 1,12 25,58 ± 2,50 30,47 ± 4,23

Rataan ± SD 31,73 ± 1,80 31,83 ± 1,08 24,29 ± 1,22 29,28 ± 3,90

Rataan ± SD* 33,23 ± 4,65A 30,52 ± 1,90B 23,18 ±2,94C

* : superskrip dengan huruf besar berbeda pada kolom yang sama berbeda pada (P<0,01)

(52)

y = -1,7573x2 + 4,0637x + 32,343

Gambar 9. Hubungan Nilai Degradasi Bahan Organik terhadap Waktu Inkubasi

(53)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Penambahan curcin bungkil biji jarak pagar tidak berpengaruh terhadap konsentrasi NH3, produksi VFA total, degdradasi bahan kering dan bahan organik, populasi bakteri total, bakteri selulolitik, bakteri amilolitik, dan bakteri proteolitik. Konsentrasi NH3 pada sapi lebih tinggi dibandingkan kerbau, sedangkan produksi VFA total sapi lebih rendah dibandingkan dengan kerbau. Populasi protozoa pada sapi lebih rendah dibandingkan pada kerbau, tetapi populasi bakteri selulolitik, bakteri amilolitik, dan bakteri proteolitik pada sapi lebih tinggi dibandingkan pada kerbau. Perlakuan waktu inkubasi berpengaruh terhadap NH3, degradasi bahan kering (DBK), dan degradasi bahan organik (DBO). Curcin bungkil biji jarak pagar yang ditambahkan sampai 3% tidak mempengaruhi fermentabilitas zat-zat makanan dalam rumen.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada cairan rumen kambing dan domba untuk mengetahui respon kedua jenis ternak tersebut terhadap zat antinutrisi curcin

(54)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus untuk segala kasih dan anugerah-Nya yang melimpah dalam kehidupan penulis. Atas berkat dan kuasa-Nya pula penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi ini.

Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur. Sc. dan Dr. Ir. Komang G. Wiryawan atas kesabarannya dalam membimbing, mengarahkan, dan membantu penyusunan usulan proposal sampai tahap akhir penulisan skripsi. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Panca Dewi MHKS, MS. sebagai pembimbing akademik selama penulis menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Selain itu, ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Ir. Despal, MSc.Agr. dan Ir. Sri Rahayu, MSi. yang telah menguji, mengkritik, dan memberikan sumbangan pemikiran serta masukan dalam penulisan skripsi ini.

Penulis berterima kasih kepada semua staf laboratorium (Ibu Adriani, Bapak Rahmat, Ibu Dian, dan Mba Laela) atas pengarahannya ketika penulis menjalani penelitian di laboratorium. Juga, kepada teman-teman INTP 41 yang mengajari penulis menjadi dewasa dalam menghadapi hidup, penulis tidak akan pernah melupakan saat-saat kebersamaan ini.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Papa dan Mama tercinta yang selalu memberi tanpa pamrih baik materi, motivasi, dan kasih sayang serta doa yang tiada henti. Tidak lupa, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua adik tersayang (Febli Tanzenia dan Aron Josepius) dan semua keluarga besar yang selalu membangkitkan semangat dan tidak lelah memberi dukungan. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Yandri, S.E atas perhatian dan semangat serta selalu setia mendampingi penulis dalam suka dan duka.

Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada civitas akademika Fakultas Peternakan IPB. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, Mei 2008

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Adam, S. E. I. dan M. Magzoub. 1975. Toxicity of Jatropha curcas for goats. Toxicology 4(3) : 388-389.

Aderibigbe, A. O., C. O. L. E. Johnson, H. P. S. Makkar, K. Becker dan N. Foidl. 1997. Chemical composition and effect of heat on organic mateer and nitrogen-degradability and some antinutritional components of Jatropha meal. Anim. Feed Sci. and Tech. 67(2-3) : 223-243.

Arora, S. P. 1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Aregheore, E. M., K. Becker dan H. P. S. Makkar. 2003. Detoxification of a toxic variety of Jatropha curcas using heat and chemical treatment, and preliminary nutritional evaluation with rats. South Pacific J. of Nat. Sci. 21: 50-56.

Azam, M. M., A. Waris dan N. M. Nahar. 2005. Prospects and potential of fatty acid methyl esters of some non-traditional seed oils for use as biodiesel in India. Biomass and Bioenergy 29(4) : 293-302.

Becker, K. dan H. P. S. Makkar. 1998. Effect of phorbolester in carp (Cyprinus carpio L.). Veterinary Human Toxicology 40 : 82-86.

Brock, T. D. 1966. Principles of Microbial Ecology. Prentice-Hall, Inc. New Jersey. Cheeke, P. R. 1989. Toxicants of Plant Origin. Volume III Protein and Amino Acids.

CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida.

Church, D. C. 1979. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminant. Second Printing. Metropolitan Printing Co. Oregon.

Departement of Diary Science. 1966. General Laboratory Procedures. University of Wisconsin. Madinson.

Dewi, G. S. 2007. Evaluasi in vitro mikroba rumen berbagai ternak ruminansia terhadap pemakaian bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas L.). Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Fajariah, N. 2007. Uji biologis bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) terdetoksifikasi menggunakan mencit (Mus musculus) sebagai hewan percobaan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Forbes, J. M. dan J. France. 1993. Quantitative Aspect of Ruminant Digestion and

Metabolism. CAB. International. London.

Freer, M. dan H. Dove. 2002. Sheep Nutrition. CABI and CSIRO Publishing. Canberra.

Gadir, W. S. A., T. O. Onsa, W. E. M. Ali, S. M. A. E. Badwi dan S. E. I. Adam. 2003. Comparative toxicity of Croton macrostachys, Jatropha curcas and

Piper abyssinica seeds in Nubian goats. Small Rumninant Research 48(1):61-67.

(56)

Hakim, R. S. 2002. Evaluasi in vitro respon mikroba rumen ternak ruminansia terhadap penambahan DABA (2,4-diaminobutyric acid) dan lamtoro merah (Acacia villosa) dalam ransum. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hartati, E. 2002. Evaluasi in vitro ketahanan mikroba rumen domba yang berbeda masa adaptasinya pada Acacia villosa terhadap penambahan DABA

(2,4-diaminobutyric acid). Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hasanah, P. 2007. Kandungan nutrisi, fermentabilitas, dan kecernaan in vitro bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) terdetoksifikasi. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Herrera, J. M., P. Siddhuraju, G. Francis, G. D. Ortiz dan K. Becker. 2006. Chemical composition, toxic/antimetabolic constituents, and effects of different treatment on their levels, in four provenances of Jatropha curcas L. from Mexico. Food Chemistry 96 : 80-89.

Hidayah, L. N. 2007. Pengaruh pemberian bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas Linn)dalam ransom terhadap performan ayam broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hungate, R. E. 1966. The Rumen and Its Microbes. Academic Press. New York. Jouany, J. P., D. I. Demeyer dan Ushida, K. 1991. Effects of pressencor absence of

rumen protozoa on the effiency of utilitation of concentrate and fibrous feeds. Academic press. Tokyo, pp : 221-223.

Leng, R. A. dan J. V. Nolan. 1982. Nitrogen metabolism in the rumen. Symposium : Protein Nutrition of Lactating Dairy Cow. J. Dairy Sci. 67 : 1072-1089.

Lubis, M. H. 1992. Laju degradasi bahan kering dan bahan organik Setaria spendida, rumput lapang dan alang-alang (Imperata cylindrica) dengan teknik in situ. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Makkar, H. P. S., K. Becker, F. Sporer dan M. Wink. 1997. Studies on nutritive potential and toxic constituents of different prevenances of Jatropha curcas. J. of Agriculture and Food Chemistry 45 : 3152-3157.

Makkar, H. P. S., A. O. Aderibigbe dan K. Becker. 1998. Comparative evaluation of non-toxic and toxic varieties of Jatropha curcas for chemical composition, digestibility, protein degradability and toxic factors. Food Chemistry 62(2) : 207-215.

Makkar, H. P. S. dan K. Becker. 1999. Plant toxins and detoxification methods to improve feed quality of tropical seeds. J. Anim. Sci. 12(3) : 467-480.

McDonald, P., R. A. Edwards dan J. F. D. Greenhaly. 2002. Animal Nutrition. 6th Ed. Longman Sci. and Technical Co. Publ. in The United State with John Willey and Sons Inc., New York.

Gambar

Tabel 3. Kandungan Zat Makanan Ransum Tiap Perlakuan
Tabel 4. Rataan Konsentrasi NH3 pada Perlakuan in vitro (mM)
Gambar 6. Hubungan Konsentrasi Amonia terhadap Waktu Inkubasi
Tabel 5. Rataan Produksi VFA Total pada Perlakuan in vitro (mM)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan dengan intervensi terhadap anak, orang tua dan pemerintah desa serta keterlibatan dari perguruan tinggi terdapat adanya

[r]

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) Nama Sekolah : ... Mata Pelajaran : Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan Kelas/Semester : 3 ( tiga )/ I (Satu

Guru juga dapat bertanya secara langsung atau melakukan wawancara tentang sikap berkaitan dengan sesuatu hal. Misalnya, bagaimana tanggapan peserta didik tentang kebijakan

“Stabilisasi Tanah Dengan Semen Untuk Peningkatan Daya Dukung Tanah Terhadap Tebal Perkerasan Kaku Pada Ruas Jalan Bangkalan – Ketapang”. Tugas Akhir UPN Jawa

menggunakan uji statistik Annova dengan nilai p value sebesar 0,79 (0,79 &gt; 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh shift pagi, shift siang dan shift

Menjelaskan kembali definisi kedudukan titik, kedudukan titik terhadap garis, jarak titik terhadap titik dan jarak titik terhadap garis dengan menggunakan ilustrasi gambar atau

Dampak keseriusan dalam menangani limbah yang berasal dari 3 (tiga) unit pabrik tersebut diputuskan untuk melakukan investasi dalam proyek pembangunan bangunan Incinerator