• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata nees) dengan Pelarut Metanol Dosis Bertingkat terhadap Penampilan Ayam Pedaging yang Diinfeksi Eimeria tenella

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata nees) dengan Pelarut Metanol Dosis Bertingkat terhadap Penampilan Ayam Pedaging yang Diinfeksi Eimeria tenella"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis paniculata, Nees) DENGAN PELARUT METANOL DOSIS BERTINGKAT

TERHADAP PENAMPILAN AYAM PEDAGING YANG DIINFEKSI Eimeria tenella

NILAM MADINA SIREGAR B04104084

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PENGARUH EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis paniculata, Nees) DENGAN PELARUT METANOL DOSIS BERTINGKAT

TERHADAP PENAMPILAN AYAM PEDAGING YANG DIINFEKSI Eimeria tenella

NILAM MADINA SIREGAR B04104084

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

ABSTRAK

NILAM MADINA SIREGAR. B04104084. Pengaruh Ekstrak Sambiloto

(Andrographis paniculata, Nees) dengan Pelarut Metanol Dosis Bertingkat

terhadap Penampilan Ayam Pedaging yang Diinfeksi Eimeria tenella. Dibawah Bimbingan Dr. drh. Hj. Umi Cahyaningsih, MS

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis bertingkat terhadap penampilan ayam pedaging setelah diinfeksi oleh Eimeria tenella. Penelitian ini menggunakan ayam pedaging umur sehari sebanyak 105 yang dibagi dalam 7 perlakuan (setiap perlakuan terdiri dari 15 ekor ayam) yaitu : Kontrol Negatif /KN (kelompok perlakuan yang tidak diinfeksi ookista E. tenella dan tidak diberi obat), Kontrol Positif /KP (Kelompok perlakuan yang diinfeksi ookista E. tenella dan tidak diberi obat), Kontrol Obat/ KO (kelompok perlakuan yang diinfeksi ookista E. tenella dan diberi obat sulfachlorophyrazin), Kontrol sambiloto/ Ksb (kelompok perlakuan yang tidak diinfeksi ookista E. tenella dan diberi ekstrak sambiloto), ekstrak metanol dosis rendah/ M1 (kelompok perlakuan yang diinfeksi ookista E. tenella dan diberi ekstrak sambiloto dosis rendah), ekstrak metanol dosis sedang/ M2 (kelompok perlakuan yang diinfeksi ookista ookista E. tenella dan diberi ekstrak sambiloto dosis sedang), ekstrak metanol dosis tinggi/ M3 (kelompok perlakuan yang diinfeksi ookista E. tenella dan diberi ekstrak sambiloto dosis tinggi). Infeksi dilakukan pada saat ayam berumur 14 hari dengan dosis E tenella 1 x 105 ookista bersporulasi. Dua jam setelah infeksi, pada kontrol obat diberikan sulfachlorophyrazin dengan dosis 180mg/kg BB dan masing-masing kelompok perlakuan sambiloto diberikan ekstrak sambiloto sesuai dengan dosis yang telah ditentukan secara peroral. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis rendah (M1) lebih efektif dari kelompok ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis sedang (M2) dan kelompok ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis tinggi (M3). Hal ini ditinjau dari pertambahan bobot badan, konversi pakan, efisiensi ransum, income over feed and chick cost (IOFCC) dan gross income.

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul skripsi : Pengaruh Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata nees) dengan Pelarut Metanol Dosis Bertingkat terhadap Penampilan Ayam Pedaging yang Diinfeksi

Eimeria tenella

Nama Mahasiswa : Nilam Madina Siregar

Nomor Pokok : B04104084

Fakultas : Kedokteran Hewan

Menyetujui

Dr. drh. Hj. Umi Cahyaningsih, MS NIP. 131124821

Mengetahui

Dr. Nastiti Kusumorini NIP. 131669942

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sorong Irian Jaya Barat pada tanggal 16 April 1986 dari pasangan Bapak Djohan R. Siregar dan Ibu Intan. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Jenjang pendidikan formal yang ditempuh penulis adalah Taman

Kanak-kanak tahun 1991, Sekolah Dasar tahun 1992-1998 di SD Inpres 68 Sorong, Sekolah Menengah Pertama tahun 1998-2001 di SLTP Negeri 5 Sorong dan Sekolah Menengah Atas tahun 2001-2004 di SMA Negeri 2 Sorong. Penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Tahun 2005 penulis lulus

dari Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB. Selama perkuliahan pernah menjadi anggota Himpro Ruminansia tahun 2006.

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kedokteran Hewan, penulis melakukan penelitian tentang ”Pengaruh Ekstrak Sambiloto

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Pengaruh Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata, Nees) dengan Pelarut Metanol Dosis Bertingkat terhadap Penampilan Ayam Pedaging

yang Diinfeksi Eimeria tenella”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Institut Pertanian Bogor.

Dengan tidak mengurangi rasa hormat dan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orangtua tercinta, Ayahanda Djohan Rizali Siregar dan Ibunda Intan atas limpahan doa dan pengorbanan yang tak henti-hentinya, kasih sayang, ketulusan cinta, kepercayaan, semangat serta kebahagiaan selama hidup penulis.

2. Suami tercinta M. Ali Sadikin yang selalu memberi semangat dan dukungan untuk meneruskan kuliah serta ananda tercinta Nisa Andriani Sadikin yang selalu menjadi motivasi untuk dapat menyelesaikan kuliah. 3. Dr. drh. Hj. Umi Cahyaningsih. MS. selaku dosen pembimbing atas segala

arahan, saran, bimbingan dan kesabarannya selama proses penulisan

skripsi ini.

4. Dr. drh. Risa Tiuria. MS. selaku dosen penguji sidang.

5. Drh. Elok Budi Retnani MS. selaku dosen pembimbing akademik atas segala perhatian dan motivasinya.

6. Seluruh staf dan pegawai Laboratorium bagian Protozoologi (Pak

Komaruddin, Pak Saryo dan Bu Nani) segala bantuannya selama proses penelitian ini.

7. Saudaraku tersayang Amir Husin Siregar yang selalu membantu dan memberi semangat bagi penulis.

8. Teman-teman sepenelitian ‘Koksidibimbum’ (Eka Sonia, Nina Siregar,

(7)

9. Sahabat-sahabat dikosan Lapriezta (Astri, mba Oki, kak Eri,kak Joice, mba

Iyo, Ibu Rita, mba Eti, mba Linda, mba Tulis, kak Kris, kak Afni, kak Vivie ), dan sahabat-sahabatku dari SMA atas semangat yang diberikan serta persahabatan yang telah kita jalin bersama. Semoga persahabatan ini akan abadi selamanya.

10.Teman-teman Asteroidea 41 yang tidak dapat disebutkan satu per satu

yang turut memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

Penulis menyadari banyak hal yang masih kurang dalam penyusunan skripsi ini, baik dari segi tatabahasa, penulisan, ataupun dalam pembahasan materi dan ini semata karena keterbatasan penulis. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi

ini dapat bermanfaat bagi kita semua, siapapun yang membacanya.

Bogor, September 2008

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Eimeria tenella ... 4

Klasifikasi ... 4

Morfologi ... 4

Siklus Hidup ... 5

Patogenesis ... 8

Gejala Klinis ... 9

Pengendalian dan Pengobatan ... 10

Sambiloto ( Andrographis paniculata Nees) ... 11

Klasifikasi ... 11

Morfologi Tanaman ... 11

Kandungan Kimia ... 13

Khasiat Tanaman ... 13

Ayam Pedaging ... 15

Konversi Pakan ... 17

IOFCC (Income Over Feed and Chick Cost) ... 17

Gross Income ... 18

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 19

Bahan dan Alat ... 19

Metode Penelitian ... 19

Tahap Persiapan ... 19

Persiapan Kandang ... 19

(9)

Perbanyakan Ookista ... 20

Tahap Pelaksanaan ... 20

Infeksi Ookista Eimeria tenella ... 20

Perlakuan terhadap Ayam ... 20

Pencatatan Jumlah Konsumsi Pakan ... 21

Penimbangan Bobot Badan ... 21

Perhitungan Konversi Pakan ... 22

Perhitungan IOFCC (Income Over Feed and Chick Cost)... 22

Perhitungan Gross Income ... 22

Analisis Data ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Pertambahan Bobot Badan ... 23

Konversi Pakan ... 27

IOFCC dan Gross Income... 29

KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perkembagan pertambahan bobot badan ayam pedaging hingga hari ke-36 setelah dinfeksi Eimeria tenella dan diberi ekstrak sambiloto (Androgaphis paniculata Nees) dengan pelarut metanol dosis bertingkat ... 23

2. PBB, FCR, konsumsi, dan efisiensi ransum ayam pedaging hingga hari ke-36 setelah dinfeksi Eimeria tenella dan diberi ekstrak sambiloto (Androgaphis paniculata Nees) dengan pelarut metanol dosis

bertingkat ... 27

3. IOFCC dan gross income ayam pedaging hingga hari ke-36 setelah dinfeksi Eimeria tenella dan diberi ekstrak sambiloto (Androgaphis paniculata Nees) dengan pelarut metanol dosis

(11)

PENGARUH EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis paniculata, Nees) DENGAN PELARUT METANOL DOSIS BERTINGKAT

TERHADAP PENAMPILAN AYAM PEDAGING YANG DIINFEKSI Eimeria tenella

NILAM MADINA SIREGAR B04104084

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PENGARUH EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis paniculata, Nees) DENGAN PELARUT METANOL DOSIS BERTINGKAT

TERHADAP PENAMPILAN AYAM PEDAGING YANG DIINFEKSI Eimeria tenella

NILAM MADINA SIREGAR B04104084

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

ABSTRAK

NILAM MADINA SIREGAR. B04104084. Pengaruh Ekstrak Sambiloto

(Andrographis paniculata, Nees) dengan Pelarut Metanol Dosis Bertingkat

terhadap Penampilan Ayam Pedaging yang Diinfeksi Eimeria tenella. Dibawah Bimbingan Dr. drh. Hj. Umi Cahyaningsih, MS

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis bertingkat terhadap penampilan ayam pedaging setelah diinfeksi oleh Eimeria tenella. Penelitian ini menggunakan ayam pedaging umur sehari sebanyak 105 yang dibagi dalam 7 perlakuan (setiap perlakuan terdiri dari 15 ekor ayam) yaitu : Kontrol Negatif /KN (kelompok perlakuan yang tidak diinfeksi ookista E. tenella dan tidak diberi obat), Kontrol Positif /KP (Kelompok perlakuan yang diinfeksi ookista E. tenella dan tidak diberi obat), Kontrol Obat/ KO (kelompok perlakuan yang diinfeksi ookista E. tenella dan diberi obat sulfachlorophyrazin), Kontrol sambiloto/ Ksb (kelompok perlakuan yang tidak diinfeksi ookista E. tenella dan diberi ekstrak sambiloto), ekstrak metanol dosis rendah/ M1 (kelompok perlakuan yang diinfeksi ookista E. tenella dan diberi ekstrak sambiloto dosis rendah), ekstrak metanol dosis sedang/ M2 (kelompok perlakuan yang diinfeksi ookista ookista E. tenella dan diberi ekstrak sambiloto dosis sedang), ekstrak metanol dosis tinggi/ M3 (kelompok perlakuan yang diinfeksi ookista E. tenella dan diberi ekstrak sambiloto dosis tinggi). Infeksi dilakukan pada saat ayam berumur 14 hari dengan dosis E tenella 1 x 105 ookista bersporulasi. Dua jam setelah infeksi, pada kontrol obat diberikan sulfachlorophyrazin dengan dosis 180mg/kg BB dan masing-masing kelompok perlakuan sambiloto diberikan ekstrak sambiloto sesuai dengan dosis yang telah ditentukan secara peroral. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis rendah (M1) lebih efektif dari kelompok ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis sedang (M2) dan kelompok ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis tinggi (M3). Hal ini ditinjau dari pertambahan bobot badan, konversi pakan, efisiensi ransum, income over feed and chick cost (IOFCC) dan gross income.

(14)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul skripsi : Pengaruh Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata nees) dengan Pelarut Metanol Dosis Bertingkat terhadap Penampilan Ayam Pedaging yang Diinfeksi

Eimeria tenella

Nama Mahasiswa : Nilam Madina Siregar

Nomor Pokok : B04104084

Fakultas : Kedokteran Hewan

Menyetujui

Dr. drh. Hj. Umi Cahyaningsih, MS NIP. 131124821

Mengetahui

Dr. Nastiti Kusumorini NIP. 131669942

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sorong Irian Jaya Barat pada tanggal 16 April 1986 dari pasangan Bapak Djohan R. Siregar dan Ibu Intan. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Jenjang pendidikan formal yang ditempuh penulis adalah Taman

Kanak-kanak tahun 1991, Sekolah Dasar tahun 1992-1998 di SD Inpres 68 Sorong, Sekolah Menengah Pertama tahun 1998-2001 di SLTP Negeri 5 Sorong dan Sekolah Menengah Atas tahun 2001-2004 di SMA Negeri 2 Sorong. Penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Tahun 2005 penulis lulus

dari Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB. Selama perkuliahan pernah menjadi anggota Himpro Ruminansia tahun 2006.

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kedokteran Hewan, penulis melakukan penelitian tentang ”Pengaruh Ekstrak Sambiloto

(16)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Pengaruh Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata, Nees) dengan Pelarut Metanol Dosis Bertingkat terhadap Penampilan Ayam Pedaging

yang Diinfeksi Eimeria tenella”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Institut Pertanian Bogor.

Dengan tidak mengurangi rasa hormat dan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orangtua tercinta, Ayahanda Djohan Rizali Siregar dan Ibunda Intan atas limpahan doa dan pengorbanan yang tak henti-hentinya, kasih sayang, ketulusan cinta, kepercayaan, semangat serta kebahagiaan selama hidup penulis.

2. Suami tercinta M. Ali Sadikin yang selalu memberi semangat dan dukungan untuk meneruskan kuliah serta ananda tercinta Nisa Andriani Sadikin yang selalu menjadi motivasi untuk dapat menyelesaikan kuliah. 3. Dr. drh. Hj. Umi Cahyaningsih. MS. selaku dosen pembimbing atas segala

arahan, saran, bimbingan dan kesabarannya selama proses penulisan

skripsi ini.

4. Dr. drh. Risa Tiuria. MS. selaku dosen penguji sidang.

5. Drh. Elok Budi Retnani MS. selaku dosen pembimbing akademik atas segala perhatian dan motivasinya.

6. Seluruh staf dan pegawai Laboratorium bagian Protozoologi (Pak

Komaruddin, Pak Saryo dan Bu Nani) segala bantuannya selama proses penelitian ini.

7. Saudaraku tersayang Amir Husin Siregar yang selalu membantu dan memberi semangat bagi penulis.

8. Teman-teman sepenelitian ‘Koksidibimbum’ (Eka Sonia, Nina Siregar,

(17)

9. Sahabat-sahabat dikosan Lapriezta (Astri, mba Oki, kak Eri,kak Joice, mba

Iyo, Ibu Rita, mba Eti, mba Linda, mba Tulis, kak Kris, kak Afni, kak Vivie ), dan sahabat-sahabatku dari SMA atas semangat yang diberikan serta persahabatan yang telah kita jalin bersama. Semoga persahabatan ini akan abadi selamanya.

10.Teman-teman Asteroidea 41 yang tidak dapat disebutkan satu per satu

yang turut memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

Penulis menyadari banyak hal yang masih kurang dalam penyusunan skripsi ini, baik dari segi tatabahasa, penulisan, ataupun dalam pembahasan materi dan ini semata karena keterbatasan penulis. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi

ini dapat bermanfaat bagi kita semua, siapapun yang membacanya.

Bogor, September 2008

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Eimeria tenella ... 4

Klasifikasi ... 4

Morfologi ... 4

Siklus Hidup ... 5

Patogenesis ... 8

Gejala Klinis ... 9

Pengendalian dan Pengobatan ... 10

Sambiloto ( Andrographis paniculata Nees) ... 11

Klasifikasi ... 11

Morfologi Tanaman ... 11

Kandungan Kimia ... 13

Khasiat Tanaman ... 13

Ayam Pedaging ... 15

Konversi Pakan ... 17

IOFCC (Income Over Feed and Chick Cost) ... 17

Gross Income ... 18

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 19

Bahan dan Alat ... 19

Metode Penelitian ... 19

Tahap Persiapan ... 19

Persiapan Kandang ... 19

(19)

Perbanyakan Ookista ... 20

Tahap Pelaksanaan ... 20

Infeksi Ookista Eimeria tenella ... 20

Perlakuan terhadap Ayam ... 20

Pencatatan Jumlah Konsumsi Pakan ... 21

Penimbangan Bobot Badan ... 21

Perhitungan Konversi Pakan ... 22

Perhitungan IOFCC (Income Over Feed and Chick Cost)... 22

Perhitungan Gross Income ... 22

Analisis Data ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Pertambahan Bobot Badan ... 23

Konversi Pakan ... 27

IOFCC dan Gross Income... 29

KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(20)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perkembagan pertambahan bobot badan ayam pedaging hingga hari ke-36 setelah dinfeksi Eimeria tenella dan diberi ekstrak sambiloto (Androgaphis paniculata Nees) dengan pelarut metanol dosis bertingkat ... 23

2. PBB, FCR, konsumsi, dan efisiensi ransum ayam pedaging hingga hari ke-36 setelah dinfeksi Eimeria tenella dan diberi ekstrak sambiloto (Androgaphis paniculata Nees) dengan pelarut metanol dosis

bertingkat ... 27

3. IOFCC dan gross income ayam pedaging hingga hari ke-36 setelah dinfeksi Eimeria tenella dan diberi ekstrak sambiloto (Androgaphis paniculata Nees) dengan pelarut metanol dosis

(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Morfologi ookista Eimeria tenella ... 5

2 Struktur skematis sporozoit Eimeria tenella... 5

3. Siklus hidup Eimeria tenella... 7

4. Sekum ayam terinfeksi Eimeria tenella... 9

5. Gejala klinis ayam terinfeksi Eimeria tenella ... 9

6. Sambiloto (Andrographis paniculata Nees)... 12

7. Struktur kimia Andrografolid dan Neoandrografolid ... 13

8. Perkembagan pertambahan bobot badan ayam pedaging hingga hari ke-36 setelah dinfeksi Eimeria tenella dan diberi ekstrak sambiloto (Androgaphis paniculata Nees) dengan pelarut metanol dosis bertingkat ... 24

9. PBB, FCR, konsumsi, dan efisiensi ransum ayam pedaging hingga hari ke-36 setelah dinfeksi Eimeria tenella dan diberi ekstrak sambiloto (Androgaphis paniculata Nees) dengan pelarut metanol dosis bertingkat ... 27

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan pemenuhan protein dapat diperoleh dari daging ayam dan telur ayam karena jumlah penduduk yang semakin bertambah Protein hewani merupakan komponen yang esensial dalam peningkatan mutu sumber daya

manusia, khususnya di Indonesia (Muchtadi & Sugiyono 1989). Produk dari peternakan ayam banyak diminati oleh masyarakat karena harganya yang relatif murah, mudah diperoleh serta kandungan protein hewan yang cukup. Hal ini mendorong usaha peningkatan produksi peternakan ayam. Usaha peningkatan produksi dibidang peternakan ayam diantaranya pencegahan, pengobatan, dan

pemberantasan penyakit pada ayam. Salah satu penyakit yang saat ini sering ditemukan adalah koksidiosis (berak darah) pada ayam pedaging dan petelur.

Kerugian yang ditimbulkan oleh penyakit ini antara lain penurunan berat badan, penurunan produksi telur, penghambatan masa bertelur, dan penurunan

penggunaan efisiensi pakan. Walaupun secara umum penyakit ini dapat diatasi, namun biaya untuk menanggulanginya termasuk yang termahal dalam sebuah industri perunggasan. Berdasarkan suatu riset disebutkan, biaya pengobatan dan pemberian aditif pakan anti-koksidiosis tidak kurang dari US $ 300 juta per tahun untuk seluruh wilayah penghasil unggas dunia (Hasan 2002). Harga yang teramat

mahal yang harus dibayar jika peternak lalai melakukan tindakan pencegahan berak darah.

Koksidiosis disebabkan oleh berbagai protozoa yang termasuk dalam genus Eimeria. Saat ini diketahui terdapat sembilan spesies Eimeria yang menyerang ternak ayam yaitu E.tenella, E.acervulina, E.brunetti, E.hagani,

E.maxima, E.mitis, E.mivati, E.necatrix, E.praecox. Sembilan spesies Eimeria tersebut jika masuk ke tubuh ayam akan menyerang berbagai bagian pencernaan ayam. Spesies yang paling patogen adalah E.tenella, E.necatrix dan E.brunetti.

Eimeria acervulina dan Eimeria mivati menyerang bagian atas usus halus hingga menyebabkan pendarahan, sedangkan Eimeria necatrix dan Eimeria maxima lebih

(24)

brunetti biasanya ditemukan di bagian bawah usus halus. Diare yang terlihat bercampur darah merupakan akibat yang ditimbulkan oleh Eimeria tenella. Spesies ini menyebabkan radang pada sekum. Eimeria tenella yang merusak mukosa sekum sehingga menimbulkan diare berdarah, serta nafsu makan yang menurun (Hasan 2002). Penurunan nafsu makan ini dapat mempengaruhi penurunan berat badan.

Wabah berak darah menjadi makin mudah berjangkit ketika kandungan air litter melebihi 30% akibat air hujan atau kerusakan saluran air. Demikian juga dengan stres lingkungan dan kesalahan manajemen pemeliharaan seperti kepadatan kandang ayam yang berlebihan, sistem pemberian pakan yang tidak benar, dan sistem sirkulasi udara yang buruk, dapat menimbulkan munculnya

kasus berak darah. Sebab lain munculnya penyakit berbahaya ini adalah faktor melemahnya kekebalan ayam akibat penyakit lain seperti Infectious Bursal

Disease (IBD) atau marek (Hasan 2002).

Untuk mencegah dan mengobati coccidia dapat digunakan obat-obatan

koksidsiostat. Pemakaian obat-obatan tersebut dapat menimbulkan efek resisten dan meninggalkan residu apabila penggunaannya tidak sesuai dengan prosedur (Ashadi 1982). Timbulnya efek samping tersebut, maka dicari penggunaan obat-obatan alternatif lain yaitu dengan menggunakan tanaman obat. Sambiloto (Andrographis paniculata,Nees) tergolong tanaman herbal yang tumbuh tegak

dengan tinggi sekitar 50 cm dan memiliki rasa yang sangat pahit. Di India bunga dan buah bisa dijumpai pada bulan Oktober atau antara Maret sampai Juli. Di Australia bunga dan buah antara bulan Nopember sampai Juni, sedang di Indonesia bunga dan buah dapat ditemukan sepanjang tahun. Penyebaran tanaman hampir diseluruh kepulauan Indonesia karena dapat tumbuh dan berkembang baik

(25)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian sambiloto dengan pelarut metanol dosis bertingkat terhadap penampilan ayam pedaging yang diinfeksi Eimeria tenella.

Manfaat Penelitian

(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Eimeria tenella

Klasifikasi

Klasifikasi Eimeria tenella menurut Levine (1985) adalah :

Filum : Apicomplexa

Kelas : Sporozoasina Sub Kelas : Coccidiasina Ordo : Eucoccidiosida Sub Ordo : Eimeriorina

Family : Eimeriidae Genus : Eimeria Spesies : Eimeria tenella

Morfologi

Struktur Eimeria digambarkan dengan morfologi ookista infektif yang terdiri dari empat sporokista yang masing-masing mengandung dua sporozoit (Saif et al. 2003). Ookista Eimeria tenella berbentuk ovoid dengan ukuran panjang antara 14,2-31,2 µm dan lebar 9,5-24,5 µm. Dinding ookista terdiri dari

dua lapisan yang transparan (McDoughald & Reid 1997)

Sporozoit-sporozoit biasanya memanjang, dengan ujung posterior yang membulat dan ujung anterior yang meruncing atau dapat berbentuk seperti sosis (Levine 1985). Sporozoit-sporozoit saling menyilang di dalam sporokista. Sporozoit berisi satu atau lebih gelembung jernih dari bahan protein yang belum

diketahui fungsinya. Sporokista memiliki dinding yang relatif tipis dan berbentuk seperti tombol pada salah satu ujungnya, yang disebut badan stieda (Levine 1985).

(27)

Gambar 1. Morfologi ookista Eimeria yang telah bersporulasi (Sumber : Desser 2000)

Gambar 2. Struktur skematis sporozoit Eimeria tenella (Sumber : Anonim 2005a)

Siklus hidup

Eimeria tenella mengalami siklus hidup secara lengkap dan dapat dibagi menjadi tahap aseksual dan seksual. Ada tiga tahapan stadium yang dikenal dalam perkembangan Eimeria tenella, yaitu stadium skizogoni, gametogoni, dan sporogoni. Tahap aseksual merupakan stadium skizogoni dan sporogoni, tahap seksual merupakan stadium gametogoni (Tampubolon 1992). Stadium skizogoni dan gametogoni terjadi di dalam tubuh induk semang, sedangkan stadium sporogoni terjadi diluar tubuh induk semang.

(28)

85%), suhu 290C-300C dan suplai oksigen yang memadai (Tampubolon 1992). Ookista tidak dapat bersporulasi pada suhu dibawah 80C (Soulsby 1982). Ookista yang infektif atau yang bersporulasi ditandai dengan adanya 4 sporokista, setiap sporokista mengandung 2 sporozoit (Hofstad et al. 1978). Ookista bertahan beberapa minggu di tanah, tetapi dapat bertahan pada litter hanya beberapa hari karena panas dan amonia (Saif et al. 2003).

Siklus hidup coccidia dimulai ketika ookista infektif tertelan oleh inang (Soulsby 1982). Ookista akan pecah akibat gerakan mekanik dan faktor kimia dari aktivitas enzim pencernaan (tripsin), dan garam empedu (Jordan 1990). Sporozoit yang ada didalam sporokista akan diaktifkan oleh empedu dan tripsin. Sporozoit-sporozoit ini akan keluar bila sporokista mencapai usus halus. Sporozoit yang

bebas akan menyerang epitel saluran pencernaan pada vili-vili usus dan kemudian ditelan oleh makrofag di lamina propria dan diangkut menuju kelenjar Liberkuhn (Soulsby 1982). Disinilah sporozoit meninggalkan makrofag dan masuk ke sel epitel untuk menjalani proses selanjutnya yaitu proses reproduksi aseksual atau

lebh sering disebut sebagai skizogoni ( Soulsby 1982).

Didalam sel epitel, sporozoit akan membulat dan menjadi tropozoit. Tropozoit ini akan tumbuh dengan cepat dan memasuki fase skizogoni (pembelahan ganda aseksual) (Soulsby 1982). Pematangan skizon generasi I terbentuk pada hari ke-2 (Soulsby 1982).

Pada hari ke- 3 setelah infeksi skizon generasi I pecah lalu membebaskan merozoit generasi I kemudian merozoit ini masuk ke sel epitel yang lain (Farmer 1980). Kira-kira ada 900 merozoit generasi I dengan panjang 2-4 µm dan lebar 1-1,5 µm. Merozoit generasi I akan mengalami tahapan skizogoni untuk membentuk skizon generasi II (Soulsby 1982). Skizon generasi II ini berlokasi diatas nukleus

dari sel inang (Farmer 1980). Pada hari ke-4 setelah infeksi, skizont generasi II mengalami pematangan,kemudian pecah lalu mengeluarkan merozoit generasi II. Hal ini ditandai dengan adanya hemoragi pada sekum. Skizon generasi ke-II ini menghasilkan 200-300 merozoit generasi II dengan panjang 16 µm dan lebar 2 µm. Merozoit generasi ke II akan masuk ke dalam sel epitel yang lain (Farmer

(29)

generasi III dan sebagian besar mulai melaksanakan bagian siklus seksual yaitu

gametogoni (Farmer 1980).

Gambar 3. Siklus hidup Eimeria tenella

(Sumber : Fanatico 2006)

Keterangan : A. Sporokista akan bebas dan terpapar oleh enzim (tripsin dan bile). B. Sporozoit

yang dihasilkan kemudian dibebaskan. Sporozoit ini dikarakteristikan dengan tipe

organelnya. 1. Sporozoit-sporozoit bergerak secara aktif dan memasuki sel untuk

perkembangannya. 2. Pertama di intraseluler, sporozoit akan membulat dan

berkembang menjadi skizon generasi pertama. 3. Bentuk merozoit akan mengambil

tempat bersama skizon. Tergantung jenis, ratusan atau ribuan merozoit akan

terbentuk. 4. Dengan cara merusak sel inang, merozoit yang dilepaskan bisa

menginvasi sel epitel baru. 5. Dan kemudian berkembang menjadi skizon generasi

kedua. Merozoit generasi ini berbeda dalam ukuran dan jumlahnya. 6. Merozoit II

yang dilepaskan kemungkinan akan berkembang menjadi skizon generasi ketiga

(beberapa jenis Eimeria akan berkembang menjadi tahap merogoni keempat) atau

berubah ke perkembangan tahap seksual (gametogoni). 7. Jantan, yang disebut

mikrogamon. 8. Betina yang disebut makrogamon. 9+10. Proses fertilisasi

mikrogamet memasuki makrogamet secara aktif dan membentuk zigot intraseluler.

11. Zigot berubah menjadi ookista muda yang merusak sel inang. Ookista (belum

bersporulasi) akan keluar bersama feses. 12. Sporulasi akan terjadi di tempat yang

hangat dan lembab.

2

1 3

5 4

6

7 8

12

11

9 10 B

(30)

Gametogoni merupakan tahap terbentuknya makrogamet dan mikrogamet.

Mikrogamet yang berflagela dan motil akan bermigrasi menuju makrogamet (Jordan 1990). Fertilisasi makrogamet oleh mikrogamet akan berkembang menjadi zigot dan kemudian berkembang menjadi ookista terjadi pada hari ke-6 setelah infeksi (Soulsby 1982). Ookista akan keluar dari sel inang menuju ke lumen intestinal dari saluran pencernaan untuk dikeluarkan bersama feses.

Ookista mulai muncul pada feses kira-kira 7 hari setelah infeksi (Farmer 1980).

Patogenesis

Patogenitas dari coccidia yang disebabkan oleh Eimeria tenella dapat bervariasi, mulai dari suatu infeksi tidak terlihat sampai suatu penyakit akut dan sangat mematikan. Patogenitas dari coccidia tergantung pada dosis infeksi ookista,

umur ayam, status gizi, lingkungan dan stress (Farmer 1980). Inokulasi ookista Eimeria tenella dengan 1 x 104 atau lebih ookista sporulasi dapat menyebabkan kesakitan, kematian, berkurangnya pertumbuhan berat badan. Inokulasi dengan 1 x 103 – 3 x 103 ookista dapat menyebabkan pendarahan dan tanda tanda infeksi lainnya (Saif et al. 2003).

Koksidiosis sekum paling sering ditemukan pada ayam muda. Anak ayam paling peka pada umur 4 minggu, sedangkan anak ayam umur 1-2 minggu lebih tahan, walaupun anak ayam umur sehari dapat terinfeksi (Levine 1985). Levine (1985) yang menyatakan bahwa darah akan muncul pada tinja pada hari ke-4

setelah infeksi yang disebabkan oleh meront–meront generasi kedua mulai membesar sehingga dapat merobek epitel sekum. Hal ini yang menyebabkan hemoragi pada sekum sehingga darah akan muncul dalam tinja 4 hari setelah infeksi. Pada waktu itu ayam kelihatan lemas, terkulai, tidak aktif, dan makan sedikit. Hemoragi paling banyak terjadi pada hari ke-5 sampai hari ke-6 setelah

infeksi. Kemudian hemoragi itu berkurang, ookista-ookista muncul di tinja pada hari ke-7 setelah infeksi. Ookista-ookista bertambah sampai suatu puncak pada hari ke-8 dan ke-9 setelah infeksi dan kemudian berkurang jumlahnya dengan cepat (Levine 1985).

Pada umumnya kematian terjadi pada hari ke-5 sampai hari ke-6 setelah

(31)

terhadap pertambahan berat badan terlihat pada hari ke-7 setelah infeksi (Saif et

al. 2003). Koksidiosis bersifat self limiting yaitu dapat membatasi sendiri perkembangannya bila tidak terjadi reinfeksi, sehingga ayam yang dapat hidup sampai hari ke-8 dan ke-9 setelah infeksi, pada umumnya dapat sembuh (Levine 1985). Ayam yang mengalami self limiting dapat menjadi ”carrier” (Farmer 1980).

[image:31.612.249.397.197.318.2]

Gambar 4. Sekum ayam yang terinfeksi Eimeria tenella (Sumber : Anonim 2008a)

Gejala Klinis

Ayam yang menderita koksidiosis akan mengalami diare biasanya diikuti dengan dehidrasi (Saif et al. 2003), sehingga menyebabkan pertumbuhan menjadi lambat. Ayam juga akan terlihat lemah, terkulai, depresi, bulu kusut, jengger terlihat pucat, serta feses yang bercampur darah karena terjadi peradangan pada sekum (Hasan 2002). Kehilangan bobot badan yang maksimum terjadi pada hari

ke-7 setelah infeksi (Saif et al. 2003). Secara patologis ditemukan adanya perdarahan pada sekum, mukosa menjadi putih, serta penyumbatan pada sekum yang disebabkan oleh penggumpalan darah (FAO 2007).

[image:31.612.238.365.561.659.2]
(32)

Pengobatan dan Pengendalian

Agar ayam terhindar dari berak darah, harus dilakukan langkah-langkah pencegahan seperti pengaturan sistem ventilasi udara yang baik, pengaturan kepadatan kandang yang sesuai dengan kapasitasnya dan penyediaan tempat pakan dan minum yang cukup. Khusus untuk pengaturan tempat air minum, sebaiknya menggunakan tempat minum nipple drinker agar tidak banyak air yang

tumpah ke litter. Hal ini dapat mengurangi resiko kelembaban tinggi pada litter (Hasan 2002).

Pemberian anti koksidiosis juga dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan koksidiosis. Anti koksidiosis biasanya ditambahkan didalam pakan seperti metionin dan menggunakan radiovaksin koksidiosis temuan Pusat Aplikasi

Isotop dan Radiasi Batan, cukup diberikan sekali melalui air minum (Anonim 2002). Obat anti koksidiosis yang dapat digunakan adalah ionophore, Pyridone, Quinolon, Guanidin, Nitrobenzamide, Carbanilide (Jordan 1990). Pengobatan menggunakan obat yang dapat larut dalam air yaitu larutan amprolium atau

sulfonamide yang dalam air minum (Hasan 2002). Disamping itu juga dibutuhkan vitamin A untuk mempercepat penyembuhan luka di usus, dan vitamin K yang berfungsi untuk mempercepat terhentinya pendarahan (Anonim 2002).

Quinolon dan clopidol menghambat energi metabolisme sitokrom dari coccidia. Ionophore mengganggu keseimbangan osmotik dari sel protozoa dengan

mengubah permeabilitas membran sel. Ionophore dan Quinolon dapat membunuh sporozoit atau tropozoit. Nicarbazin, robenidin, dan zoalen dapat menghancurkan skizon generasi I dan II (Saif et al. 2003).

Salah satu turunan dari sulfonamid adalah sulfachlorophyrazin. Derivat sulfonamide ini bekerja menghambat proses metabolisme bakteri dan protozoa.

(33)

Sambiloto ( Andrographis paniculata Nees)

Klasifikasi

Secara taksonomi sambiloto dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Prapanza & Marianto 2003) :

Divisi : Spermathophyta

Sub devisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Subkelas : Gamopetalae

Ordo : Personales

Famili : Acanthaceae

Sub famili : Acanthoidae

Genus : Andrographis

Spesies : Andrographis paniculata, Nees

Nama Daerah (Anonim 2005b)

Sunda : Ki oray, ki peurat, takilo

Jawa : Bidara, sadilata, sambilata, takila

Sumatra : Sambilata

Maluku : Pepaitan

China : Chuan xin lian, yi jian xi, lan he lian Vietnam : Xuyen tam lien, cong cong

India/Pakistan : Kirata, mahatitka

Inggris : Creat, green chiretta, halviva, kariyat

Morfologi Tanaman

Tanaman Semusim, tinggi 50 - 90 cm, batang memiliki pangkal yang bulat bila masih muda cabang berbentuk segi empat (kwardrangulars) dengan nodus yang membesar, namun bila sudah tua menjadi bulat. Daun tunggal, bulat telur, bertangkai pendek, letak berhadapan bersilang, bentuk lanset, ujung meruncing,

(34)

kurang 30 mm, hijau keputih – putihan. Perbungaan rasemosa yang bercabang

membentuk malai, keluar sari ujung batang atau ketiak daun. Bunga berbibir berbentuk tabung, kecil-kecil, warnanya putih bernoda ungu. Buah berbentuk memanjang sampai lonjong, panjang sekitar 1,5 cm, lebar 0,5 cm, pangkal dan ujung tajam, bila masak akan pecah membujur menjadi 4 keping. Biji gepeng, kecil-kecil, warnanya cokelat muda. Perbanyakan dengan biji atau setek batang

(Muhlisah 1999).

Sambiloto tumbuh pada ketinggian 1000-700 m dpl. Curah hujan setahun 2000-3000 mm/tahun. Bulan basah (di atas 100 mm/bulan) : 5-7 bulan. Bulan kering (dibawah 60 mm/bulan) : 4-7 bulan, suhu udara 25-32oC. Kedalaman air tanah 200-300 cm dari permukaan tanah, keasaman (pH) : 5.5-6.5, kelembaban

[image:34.612.241.398.351.579.2]

sedang, penyinaran sedang, tekstur berpasir, drainase baik dan kesuburan sedang (Prapanza & Marianto 2003).

(35)

Kandungan Kimia

Daun dan percabangannya mengandung laktone yang terdiri dari deoksiandrografolid, andrografolid (zat pahit) dan homoandrografolid, 14-deoksi-11, 12-didehidroandrografolid dan homoandrodrafolid. Juga terdapat flavonoid alkane, aldehid, mineral (kalium, kalsium, natrium), asam kersik dan damar. Flavonoid diisolasi terbanyak dari akar, yaitu polimetoksiflavon, andrografin,

[image:35.612.211.463.237.463.2]

panikulin, mono-0-metilwithin dan apigenin-7,4-dimetileter (Dalimartha & Hadi 2007).

Gambar 7. Struktur kimia Andrografolid dan Neoandrografolid (Sumber : Tipakorn 2002)

Khasiat Tanaman

Herba ini rasanya pahit, dingin, masuk meridian paru, lambung, usus besar dan usus kecil. Khasiat sambiloto yaitu sebagai anti-bakteri, antiradang, imunistimulan, penghilang nyeri (analgesik), pereda demam (antipiretik) (Dalimartha & Hadi 2007). Kandungan zat kimia yang dimiliki sambiloto diduga

dapat menurunkan kolesterol dan trigliserida serum darah ayam.

(36)

pertahanan tubuh seperti produksi sel darah putih yang menyerang bakteri dan

benda asing lainnya, mampu memicu produksi interferon yang merupakan protein spesifik (sitokin) yang dibuat oleh sel sebagai respon adanya benda asing termasuk bakteri. Andrografolid selain tidak bersifat toksik pada manusia juga tidak mempunyai efek samping seperti agen kemoterapi konvensional yang lain. Ekstrak sambiloto dan zat aktif andrografolid dapat menstimulasi kekebalan

terhadap antigen baik yang spesifik maupun non-spesifik. Kekebalan spesifik ditandai dengan adanya peningkatan jumlah sel-sel limfosit dalam peredaran darah, sedangkan kekebalan non spesifik ditandai dengan adanya peningkatan jumlah sel heterofil, eosinofil dan basofil (Mills & Bone 2000).

Flavonoid berfungsi untuk mencegah terjadinya penggumpalan darah

dengan cara meningkatkan kadar prostasiklin dan penurunan kadar leukotrien, sehingga rasio leukotrien berbanding prostasiklin menurun. Prostasiklin adalah substansi yang diproduksi oleh endothelium pembuluh darah dan menyebabkan vasodilatasi, menghambat pembentukan platelet darah (kepingan sel-sel darah)

dan gumpalan darah serta menghambat masuknya kolesterol LDL ke dalam dinding pembuluh darah. Senyawa leukotrien menyebabkan vasokonstriksi yang berakibat menyempitnya pembuluh darah, serta mengaktifkan terbentuknya platelet darah. Rasio leukotrien berbanding prostasiklin yang rendah merupakan keadaan yang menguntungkan bagi kesehatan karena menyebabkan dilatasi

pembuluh darah dan tidak terbentuknya keping-keping darah yang berlebihan, sehingga menghindari penggumpalan darah dan gangguan penyakit tekanan darah tinggi (Karyadi 2008). Kalium yang berfungsi meningkatkan jumlah urine sekaligus membantu mengeluarkannya. Lakton berfungsi sebagai antiradang dan antipiretik (Prapanza & Marianto 2003).

Beberapa efek farmakologis dari sambiloto yang sudah diketahui.

1. Herba ini berkhasiat bakteriostatik pada Staphylococcus aureus,

Psedomonas aeruginosa, Proteus vulgaris, Shigella dysenteriae, dan Escherichia coli.

2. Herba ini sangat efektif untuk pengobatan infeksi in vitro, air rebusannya

(37)

3. Andrografolid menurunkan demam yang ditimbulkan oleh pemberian

vaksin yang menyebabkan panas pada kelinci.

4. Andrografolid dapat mengakhiri kehamilan dan menghambat pertumbuhan trofosit plasenta.

5. Komponen aktifnya seperti neoandrografolid, andrografolid,

deoksiandrografolid dan 14-deoksi-11, 12-didehidroandrografolid

berkhasiat antiradang dan antiperik.

6. Pemberian rebusan daun sambiloto 40% b/v sebanyak 20 ml/kg bb dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus putih.

7. Infus daun sambiloto 5%, 10% dan 15% semuanya dapat menurunkan suhu tubuh marmut yang dibuat demam.

8. Infus herba sambiloto mempunyai daya anti jamur terhadap Microsporum

canis, Trichophyton mentagropytes, Trichophyton rubrum, candida

albicans dan Epidemophyton floccosum.

Ayam Pedaging

Dulunya ayam berasal dari ayam hutan dan itik liar yang ditangkap dan dipelihara serta dapat bertelur cukup banyak (Bappenas 2007). Tahun demi tahun ayam hutan dari wilayah dunia mengalami persilangan dan seleksi secara ketat. Arah seleksi ditujukan pada produksi yang banyak, karena ayam hutan tadi dapat

diambil telur dan dagingnya maka arah dari produksi yang banyak dalam seleksi mulai spesifik. Ayam yang terseleksi untuk tujuan produksi daging dikenal dengan ayam padaging (Amrullah 2003). Ayam pedaging disebut juga ayam broiler. Ayam broiler merupakan istilah asing yang digunakan untuk menunjukkan cara memasak ayam di negara-negara barat.

Sebenarnya ayam pedaging ini baru populer di Indonesia sejak tahun 1980-an, pemegang kekuasaan mencanangkan panggalakan konsumsi daging ruminansia yang pada saat itu semakin sulit keberadaannya (Bappenas 2007). Hingga kini ayam pedaging telah dikenal masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihannya. Ayam pedaging umur 5-6 minggu sudah bisa dipanen dengan

(38)

waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan menguntungkan, maka banyak

peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan di berbagai wilayah Indonesia.

Jenis strain ayam ras pedaging yang banyak beredar di pasaran adalah: Super 77, Tegel 70, ISA, Kim cross, Lohman 202, Hyline, Vdett, Missouri, Hubbard, Shaver Starbro, Pilch, Yabro, Goto, Arbor arcres, Tatum, Indian river,

Hybro, Cornish, Brahma, Langshans, Hypeco-Broiler, Ross, Marshall”m”, Euribrid, A.A. 70, H&N, Sussex, Bromo, C0 707 (Bappenas 2000).

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam masalah perencanaan kandang beternak ayam pedaging antara lain :

1. Suhu udara dalam kandang

Sainsburry (1984) menyebutkan bahwa ayam pedaging tumbuh optimal pada temperatur lingkungan 180-210C. Suhu udara sekitar 40 0C atau lebih dapat mematikan ayam sedangkan suhu kandang yang baik bagi ayam adalah sekitar 250C dengan kelembaban berkisar antara 55-75 % (Nowland 1978). Ayam merupakan hewan homeotemik, yang membutuhkan makanan dalam jumlah besar yang dipergunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan panas agar dapat mengimbangi kehilangan panas dari tubuhnya. Pada kondisi panas, hewan ini akan membutuhkan banyak air dan mengurangi makan untuk membantu proses pembuangan panas dari tubuhnya sehingga tidak terjadi peningkatan suhu tubuh

yang berlebihan. 2. Kepadatan kandang

Kepadatan kandang untuk ayam pedaging di Indonesia adalah 10 ekor/m2. Kepadatan itu untuk ayam pedaging yang dipelihara dengan sistem lantai alas “litter”. Sistem ini yang dipakai di Indonesia dalam memelihara ayam pedaging

(Rasyaf 1995 ). 3. Lebar kandang

Untuk mengatasi udara yang lembab dan kurang sedap pada bagian dalam kandang, maka kandang yang dibangun jangan lebih dari 5 meter, sedangkan panjang kandang dapat berapa saja sesuai kondisi tanah. Berdasarkan angka ini

(39)

Konversi Pakan (Feed Convertion Ratio)

Konversi pakan adalah jumlah ransum yang habis dikonsumsi oleh seekor ayam dalam jangka waktu tertentu untuk mencapai bentuk dan berat yang optimal (Irawan 1996). Nilai konversi pakan berhubungan dengan biaya pakan, semakin tinggi nilai konversi maka biaya pakan akan meningkat karena jumlah pakan yang dikonsumsi untuk menghasilkan pertambahan bobot badan dalam jengka waktu

tertentu semakin tinggi (Rasyaf 2003). Sebaliknya nilai konversi pakan yang rendah ini menunjukan bahwa jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menaikan bobot badan lebih sedikit, sehingga efisiensi pakan semakin meningkat (Rasyaf 2003)

Salah satu faktor yang mempengaruhi angka konversi pakan adalah

kualitas pakan yang sangat erat hubungannya dengan daya cerna pakan tersebut. Anggorodi (1979) melaporkan bahwa semakin rendah angka konversi pakan berarti kualitas pakan semakin baik. Semakin rendah angka konversi pakan semakin baik, akan tetapi ini berbeda dari masa awal ke masa akhir, karena di

masa akhir pertumbuhan ayam menjadi lambat atau mulai menurun setelah umur empat minggu, sedangkan konsumsi pakan bertambah terus (Rasyaf 2003).

Rumus yang digunakan untuk menentukan konversi pakan adalah : Konversi pakan = Konsumsi (g)

Bobot badan akhir (g) – bobot badan awal (g)

IOFCC (Income Over Feed and Chick Cost)

Merupakan salah satu cara untuk mengetahui apakah ransum yang digunakan ekonomis atau tidak. Hal ini dapat diketahui dari hasil produksi dikurangi dengan biaya ransum yang digunakan. IOFCC (Income Over Feed and

Chick Cost) sangat dipengaruhi oleh konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, biaya pakan dan harga jual perekor (Rasyaf 2003). IOFCC (Income Over Feed

and Chick Cost) merupakan salah satu cara untuk mengetahui apakah ransum yang digunakan ekonomis atau tidak (Siregar dan Mirwandhono 2004)

Rumus yang digunakan untuk menentukan nilai IOFCC menurut Santoso

dalam Mide (2007) yaitu adalah :

(40)

Gross Income

Gross income merupakan jumlah penghasilan dari penjualan yang dikurangi dengan biaya produksi. Gross income memberi pandangan yang baik dari suatu produksi perusahaan atau penjualan yang berhubungan dengan struktur biaya. Gross income merupakan ukuran seberapa baik atau buruk suatu perusahaan memanfaatkan modal, kapasitas dan sumber daya lain serta

menunjukan kekuatan dan kelemahan dalam kompetisi jika dibandingkan dengan perusahaan lain di dalam industri yang sama (Anonim 2008b). Tingginya gross

income menunjukkan jumlah hasil penjualan melebihi biaya produksi (Anonim 2008b). Jatuhnya gross income menunjukkan biaya produksi lebih tinggi daripada harga penjualan (Anonim 2008b).

Rumus yang digunakan untuk menentukan nilai gross income menurut Sun et al. (2005) yaitu:

(41)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Protozoologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung sejak September

hingga Oktober 2006.

Bahan dan Alat

Alat - alat yang digunakan adalah kandang pemeliharan ayam dengan ukuran untuk kandang KO, Ksb, KP, M1, M2, dan M3 adalah 1 x 1 m. Ukuran

untuk kandang KN adalah 75 x 40 cm. Alat-alat lain yang digunakan adalah sekam, sekat, bola lampu 40 watt, tempat pakan dan minum ayam, timbangan, spuit dan nomor sayap ayam

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 105 ekor ayam

pedaging. ookista Eimeria tenella 1x105, ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis rendah, sedang dan tinggi, koksidiostat sulfachlorophyrazin.

Metode Penelitian Tahap Persiapan Persiapan Kandang

Kandang ayam dibersihkan dari kotoran yang ada, kemudian dibersihkan dengan menggunakan air sabun dan dibilas dengan menggunakan air kran. Seminggu sebelum penggunaan kandang, permukaan dalam dan samping kandang diberi kapur dan lantai kandang diberi sekam.

Pembuatan Ekstrak Sambiloto

Sambiloto terlebih dahulu dicuci kemudian dijemur hingga kering. Setelah itu sambiloto dihaluskan hingga berbentuk bubuk. Bubuk sambiloto ditambah metanol dan direndam selama 24 jam kemudian disaring untuk

(42)

evaporasi untuk menguapkan metanol sehingga menjadi kental untuk selanjutnya

dibuat dosis rendah (M1), dosis sedang (M2) dan dosis tinggi (M3).

Perbanyakan Ookista

Dosis yang digunakan dalam perbanyakan ookista adalah Eimeria tenella dosis 1 x 105 ookista per ekor yang diinfeksikan pada ayam petelur jantan strain Hisex brown secara peroral dengan menggunakan spuit. Kemudian pada hari ketujuh setelah infeksi, ayam tersebut dimatikan kemudian sekumnya diambil. Isi sekum dikeluarkan dan dimasukkan kedalam gelas piala dan ditambahkan kalium bikromat (K2CrO4) 2,5% lalu diaduk hingga homogen. Kemudian isi sekum tersebut diperiksa di bawah mikroskop setiap 24 jam sampai terbentuk ookista

yang bersporulasi.

Tahap Pelaksanaan

Infeksi Ookista Eimeria tenella.

Eimeria tenella dengan dosis 1x105 ookista per ekor diinfeksikan pada ayam pedaging strain Hybro PN berumur 2 minggu. Infeksi Eimeria tenella menggunakan spuit secara peroral (cekok). Pemberian ekstrak sambiloto dosis rendah (M1), dosis sedang (M2), dosis tinggi (M3) dan sulfachlorophyrazin dengan dosis 180 mg/kg BB diberikan dengan metode 3-2-3 yaitu tiga hari

berturut-turut diberi obat dua hari tidak diberi obat, kemudian 3 hari berturut-turut berikutnya diobati kembali. Pemberian perlakuan dilakukan 2 jam setelah infeksi.

Perlakuan Terhadap Ayam

Sebanyak 105 ekor ayam pedaging strain Hybro PN dibagi dalam 7

kelompok perlakuan, dengan masing-masing kelompok terdiri dari 15 ekor ayam. Kriteria kelompok perlakuan tersebut adalah :

Kontrol negatif (KN) : Kelompok ayam yang tidak diinfeksi Eimeria

tenella dan tidak diberi obat.

Kontrol Positif (KP) : Kelompok ayam yang diinfeksi Eimeria tenella

(43)

Kontrol Obat (KO) : Kelompok ayam yang diinfeksi Eimeria tenella

dengan dosis 1x105 ookista bersporulasi dan diberi sulfachlorophyrazin.

Kontrol Sambiloto (Ksb) : Kelompok ayam yang tidak diinfeksi Eimeria

tenella dan diberi ekstrak sambiloto dosis sedang yang diberikan 7 hari sebelum infeksi hingga 22

hari setelah infeksi.

M1 : Kelompok ayam yang diinfeksi Eimeria tenella

dengan dosis 1x105 ookista bersporulasi dan diberi ekstrak sambiloto pelarut metanol dosis rendah.

M2 : Kelompok ayam yang diinfeksi Eimeria tenella

dengan dosis 1x105 ookista bersporulasi dan diberi ekstrak sambiloto pelarut metanol dosis sedang.

M3 : Kelompok ayam yang diinfeksi Eimeria tenella

dengan dosis 1x105 ookista bersporulasi dan diberi ekstrak sambiloto pelarut metanol dosis tinggi.

Pencatatan Jumlah Konsumsi Pakan dan Air minum.

Penghitungan dan pencatatan jumlah konsumsi pakan serta air minum dilakukan setiap hari.

Penimbangan Bobot badan

Penimbangan bobot badan ayam dilakukan sebanyak dua kali dalam seminggu. Pertambahan bobot badan dihitung berdasarkan rumus yang digunakan Rasyaf (2003) yaitu :

(44)

Perhitungan Konversi Pakan

Konversi ransum, efisiensi ransum dan persentase ayam hidup dihitung berdasarkan rumus yang digunakan oleh Tipakorn (2002).

Konversi pakan (Feed Convertion Ratio/FCR) = Total konsumsi pakan per ekor Pertambahan bobot badan per ekor Efesiensi ransum (%) = Pertambahan bobot badan x 100

Total konsumsi pakan

Persentase ayam hidup (%) = Jumlah ayam yang hidup x 100 Jumlah ayam awal

Perhitungan IOFCC (Income Over Feed and Chick Cost)

Perhitungan Gross income

Analisis Data

Pertambahan bobot badan dianalisis dengan menggunakan analisis statistik yaitu analisis sidik ragam (ANOVA), untuk melihat perlakuan yang diberikan menunjukkan pengaruh nyata atau tidak. Jika ternyata analisa memperlihatkan pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range test). Data hasil konversi pakan, efisiensi ransum,

persentase kehidupan ayam, income over feed and chick cost (IOFCC), dan gross income akan disajikan secara deskriptif.

IOFCC (Rp/ekor) = Total Penjualan – ( Harga DOC + harga konsumsiransum)

(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan parameter yang diamati untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis bertingkat didapat hasil sebagai berikut.

[image:45.612.132.506.264.621.2]

Perkembangan Pertambahan Bobot Badan

Tabel 1. Perkembangan pertambahan bobot badan ayam pedaging hingga hari ke-36 setelah dinfeksi Eimeria tenella dan diberi ekstrak sambiloto (Androgaphis paniculata, Nees) dengan pelarut metanol dosis bertingkat.

Umur ayam (hari) Perlakuan

3 7 11 15

KN 21.700a 20.033a 26.300 aYZ 48.533HIJKLMNOPQRSTU

KP 21.133a 28.333aVWXYZ 0.000b 96.733A

KO 29.067aVWXYZ 27.067aXYZ 38.067aPQRSTUVWXYZ 61.167EFGHIJKLMN

Ksb 30.967aUVWXYZ 21.133a 47.600IJKLMNOPQRSTUV 71.677BCDEFG

M1 27.767aWXYZ 27.400aXYZ 34.133 aRSTUVWXYZ 59.738EFGHIJKLMN

M2 32.567aTUVWXYZ 23.800aZ 42.383NOPQRSTUVWXYZ 60.817EFGHIJKLMN

M3 33.267aSTUVWXYZ 20.833a 39.133aOPQRSTUVWXYZ 56.033FGHIJKLMNOP

Umur ayam (hari) Perlakuan

18 22 25

KN 33.467aSTUVWXYZ 41.821NOPQRSTUVWXYZ 55.221GHIJKLMNOPQ

KP 27.800aWXYZ 63.400DEFGHIJKLM 58.967EFGHIJKLMN

KO 47.167JKLMNOPQRSTUW 82.267ABC 59.233EFGHIJKLMN

Ksb 45.833LMNOPQRSTUVX 81.800ABCD 88.833AB

M1 43.933MNOPQRSTUVWXY 74.800BCDEF 43.100NOPQRSTUVWXY

M2 47.133JKLMNOPQRSTUVW 67.100CDEFGHI 76.667BCDE

M3 46.800KLMNOPQRSTUVW 64.500CDEFGHIJKL 65.933CDEFGHIJK

Umur ayam (hari) Perlakuan

28 32 36

KN 51.707HIJKLMNOPQRST 46.364LKMNOPQRSTUVWX 35.736aQRSTUVWXYZ

KP 50.433HIJKLMNOPQRSTU 66.636CDEFGHIJ 58.318EFGHIJKLMNO

KO 57.533FGHIJKLMNOP 67.417CDEFGH 85.625AB

Ksb 55.433GHIJKLMNOP 53.893GHIJKLMNOPQ 66.071CDEFGHIJK

M1 42.933NOPQRSTUVWYZ 52.571GHIJKLMNOPQRS 51.107HIJKLMNOPQRST

M2 53.600GHIJKLMNOPQR 44.846LMNOPQRSTUVWXY 48.962HIJKLMNOPQRSTU

M3 48.767HIJKLMNOPQRTU 59.458EFGHIJKLMN 50.542HIJKLMNOPQRST

Ket : Huruf yang sama pada baris dan kolom menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05)

M1 : Ekstrak sambiloto dengan dosis rendah KO : Kontrol obat

M2 : Ekstrak sambiloto dengan dosis sedang Ksb : Kontrol Sambiloto

M3 : Ekstrak sambiloto dengan dosis tinggi KN : Kontrol Negatif

(46)

Pertambahan bobot badan -20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00

3 7 11 15 18 22 25 28 32 36

Umur ayam (hari)

[image:46.612.134.502.81.269.2]

P e rt a m ba ha n bobo t ba da n ( gr a m ) KN KP KO KSB M1 M2 M3

Gambar 8. Perkembangan pertambahan bobot badan ayam pedaging hingga hari ke-36 setelah dinfeksi Eimeria tenella dan diberi ekstrak sambiloto (Androgaphis paniculata, Nees) dengan pelarut metanol dosis bertingkat.

Pertambahan bobot badan ayam pada ayam umur 3 hari sampai umur 11

hari menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Pada ayam umur 3 hari sampai umur 11 hari belum diberikan perlakuan apapun baik diinfeksi oleh

Eimeria tenella atau diberikan sambiloto. Pada ayam umur 11 hari, kelompok perlakuan KP berbeda nyata dengan kelompok lain. Kelompok KP mengalami stagnasi sehingga tidak mengalami pertambahan bobot badan, namun hal ini tidak

disebabkan oleh infeksi Eimeria tenella.

Pada ayam umur 15 hari (1 hari setelah infeksi) menunjukan hasil yang sama dengan ayam umur 11 hari yaitu KP berbeda nyata dengan kelompok perlakuan yang lain, namun KN dan Ksb tidak berbeda nyata dengan KO, M1, M2, M3. Hal ini menunjukan pada kelompok M1, M2, dan M3 belum ada

pengaruh infeksi Eimeria tenella terhadap pertambahan bobot badan ayam. Menurut Soulsby (1982), dinding ookista yang bersporulasi akan pecah oleh faktor mekanik dan kimiawi di dalam perut ayam yang kemudian melepaskan sporozoit pada saluran pencernaan pada 1 hari setelah infeksi. Proses ini disebut sebagai proses ekskistasi. Menurut Levine (1985), anak ayam yang berumur 1-2

(47)

Pada ayam umur 18 hari (4 hari setelah infeksi), terlihat tidak ada

perbedaan yang nyata (P>0,05) pada semua kelompok. Bila dilihat (gambar 6) semua kelompok perlakuan ini mengalami penurunan pertambahan bobot badan bila dibandingkan dengan hari pertama setelah infeksi. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan siklus Eimeria tenella mulai memberikan pengaruh terhadap berat badan ayam. Menurut Soulsby (1982) pada hari ke-4 setelah

infeksi, skizon generasi II akan berkembang dan mengeluarkan merozoit generasi II, sehingga menyebabkan kerusakan mukosa. Hal ini ditandai dengan adanya hemoragi pada sekum. Levine (1985) menyatakan pada hari ke-4 setelah infeksi, ayam akan kelihatan terkulai, tidak aktif, dan makan sedikit, meskipun mereka masih minum.

Pertambahan bobot badan pada ayam umur 22 hari (8 hari setelah infeksi), kelompok M1, M2, M3 tidak berbeda nyata (P< 0,05) dengan kelompok KO, Ksb, dan KP. Sedangkan KN berbeda nyata dengan semua kelompok. Hal ini disebabkan kondisi kandang yang lebih sempit bila dibandingkan dengan kandang

lain. Ukuran dari kandang KN yaitu panjang 75 cm dan lebar 40 cm untuk 15 ekor ayam sedangkan kepadatan kandang untuk ayam pedaging di Indonesia adalah 10 ekor/m2 (Rasyaf 1995). Kondisi ini yang menyebabkan kelompok KN menjadi kurang nyaman dan suhu yang menjadi lebih panas. Pada kondisi panas, hewan ini akan membutuhkan banyak air dan mengurangi makan untuk membantu proses

pembuangan panas dari tubuhnya sehingga tidak terjadi peningkatan suhu tubuh yang berlebihan (Rasyaf 1995). Hal ini menyebabkan terjadinya pertambahan bobot badan pada kelompok KN yang lebih rendah dari kelompok lain. Namun pada ayam umur 22 hari, kelompok M1, M2, M3 mengalami peningkatan pertambahan bobot badan peningkatan pertambahan bobot badan. Hal ini diduga

adanya efek imunostimulan dari zat anrografolid pada sambiloto (Prapanza dan Marianto 2003)., sehingga merangsang daya fagositosis sel darah putih untuk mengeliminasi Eimeria tenella. Jumlah E.tenella yang sedikit diduga dapat mengurangi hemoragi pada sekum, sehingga nafsu makan dan pertambahan bobot badan menjadi lebih baik

(48)

kelompok tersebut tidak diinfeksi oleh Eimeria tenella, namun diberikan ekstrak

sambiloto. Pertambahan bobot badan tersebut disebabkan oleh sambiloto yang mampu meningkatkan nafsu makan dengan cara merangsang vili-vili lidah untuk mengekskresikan enzim-enzim perncernaan. Pada ayam umur 28 hari (14 hari setelah infeksi), terjadi penurunan pertambahan bobot badan pada semua kelompok. Diduga pada hari ke- 28 ini terjadi puncak infeksi dari Eimeria tenella.

Menurut Saif et al. (2003) efek yang maksimum terhadap penurunan bobot badan terlihat pada hari ke-7 setelah infeksi. Bila dibandingkan dengan literatur, maka terjadi perlambatan siklus Eimeria tenella dari 7 hari setelah infeksi menjadi 14 hari setelah infeksi. Menurut Levine (1985) anak ayam paling peka pada umur 4 minggu.

Pada ayam umur 32 hari, terjadi peningkatan pertambahan bobot badan pada kelompok KP, KO, M1 dan M3. Koksidiosis bersifat self limiting yaitu bila tidak terjadi reinfeksi, Eimeria tenella dapat membatasi sendiri perkembangannya (Levine (1985). Jika ayam dapat hidup sampai hari ke 8 dan 9 setelah infeksi,

ayam tersebut umumnya dapat sembuh (Levine 1985). Ayam yang mengalami self limiting dapat menjadi ”carrier” coccidia (Farmer 1980). Kelompok perlakuan KO menunjukkan nilai pertambahan bobot badan yang paling tinggi diantara kelompok lainnya, tetapi hal ini tetap tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan KN, KP, Ksb, M1, dan M3. Pada kelompok perlakuan M1, M2 dan M3

tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05), tetapi kelompok M3 memiliki pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan M1 dan M2.

Hal yang hampir sama juga terjadi pada ayam umur 36 hari dimana KO menunjukkan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan kelompok lainnya. Hal ini disebabkan oleh cara kerja sulfonamide yaitu mencegah

perkembangan sejumlah besar material nukleus berupa DNA selama perkembangan skizon generasi kedua dengan cara menghalangi jalur

paraaminobenzoic acid (PABA) dan folic acid (Jones et al. 1977). Pada kelompok perlakuan KP, Ksb, M1, M2, dan M3 tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05), tetapi M1 menunjukkan nilai pertambahan bobot badan yang lebih

(49)
[image:49.612.133.508.143.594.2]

Konversi Pakan

Tabel 2. Konversi pakan pada ayam pedaging hingga umur 36 hari yang diinfeksi Eimeria tenella dan diberi ekstrak sambiloto (Andrographis paniculata, Nees) dengan pelarut metanol dosis bertingkat.

PBB Kelompok Konsumsi

(g) Bobot badan akhir Bobot badan awal

PBB FCR

Eff Rans

(%)

KN 1192,311 455,191 45,967 409,224 2,913 34,322

KP 1194,356 542,545 45,2 497,345 2,401 41,641

KO 1440,891 613,083 46,033 567,05 2,541 39,354

KSb 1213,721 620 45,933 574,067 2,114 47,298

M1 1132,314 516,107 47,133 468,974 2,414 41,417

M2 1231,628 563,769 45,467 518,302 2,376 42,082

M3 1230,002 543,083 47,933 495,15 2,484 40,256

Kerterangan : M1: Ekstrak sambiloto dengan dosis rendah KO : Kontrol obat

M2 : Ekstrak sambiloto dengan dosis sedang Ksb : Kontrol Sambiloto

M3: Ekstrak sambiloto dengan dosis tinggi KN : Kontrol Negatif

KP : Kontrol Positif

Gambar 9. PBB, FCR, Konsumsi, dan efisiensi pakan pada ayam pedaging hingga umur 36 hari yang diinfeksi Eimeria tenella dan diberi ekstrak sambiloto (Andrographis paniculata, Nees) dengan pelarut metanol dosis bertingkat. FCR 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5

KN KP KO KSB M1 M2 M3

Kelom pok FC R Series1 PBB 0 100 200 300 400 500 600 700

KN KP KO KSB M1 M2 M3

Kelom pok PB B ( g ra m ) Series1 Konsumsi 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

KN KP KO KSB M1 M2 M3

Kelompok Ko n su msi ( g ram) Series 1 Efisiensi Ransum 0 10 20 30 40 50

KN KP KO KSB M1 M2 M3

Ke lom pok

ER

(

%

)

(50)

Ayam yang digunakan memiliki bobot badan yang rendah yaitu 400-700 g

dengan umur ayam 36 hari. Bobot badan ayam pedaging yang ada dipasaran pada umumnya 1,3 – 1,4 kg dengan umur 5-6 minggu (Rasyaf 1995). Hal ini disebabkan pada saat pemeliharaan, ayam tidak diberikan antibiotik atau growth

promoters. Penggunaan antibiotik atau growth promoters dikhawatirkan akan menyebabkan kerancuan antara pengaruh koksidiostat dengan antibiotik atau

growth promoters. Menurut Sun et al (2005) terjadi peningkatan kematian dan menurunnya penampilan pada ayam yang tidak diberikan growth promoters pada makanan ayam.

Berdasarkan total konsumsi pakan dan rataan bobot badan pada ayam umur 36 hari, dapat ditentukan nilai konversi pakan. Ayam umur 36 hari, KN

menunjukkan nilai konversi pakan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan kelompok perlakuan yang lain. Tingginya nilai konversi pakan pada kelompok KN, disebabkan pengaruh lingkungan yaitu cekaman panas yang berlebihan pada kandang. Hal ini terjadi karena konstruksi kandang KN lebih sempit dari kandang

lainnya. Menurut Sainsbury (1984) suhu udara yang nyaman untuk ayam pedaging yaitu 18-24 0C. Pada kelompok KO dan M3 juga menunjukan nilai konversi yang tinggi bila dibandingkan dengan Ksb, KP, M1 dan M2. Nilai konversi pakan yang tinggi dengan pertambahan bobot badan yang rendah pada kelompok KN, KO dan M3, menunjukkan rendahnya efisiensi pakan pada ketiga

kelompok tersebut.

Kelompok Ksb memiliki konversi pakan dan efisiensi ransum yang paling baik bila dibandingkan dengan semua kelompok. Hal ini membuktikan efek sambiloto sebagai jamu yang dapat meningkatkan penampilan ayam pedaging. Kelompok perlakuan ekstrak sambiloto dosis sedang (M2) yang memiliki nilai

(51)
(52)
[image:52.612.133.505.81.204.2]

Gambar 10. IOFCC dan gross income pada ayam pedaging hingga umur 36 hari yang diinfeksi Eimeria tenella dan diberi ekstrak sambiloto (Andrographis paniculata, Nees) dengan pelarut metanol dosis bertingkat.

Nilai IOFCC (Income over feed and chick cost) dari M3, KN dan KO mengalami kerugian namun pada gross income dapat dilihat bahwa M3 dan KO mendapat keuntungan. Rendahnya IOFCC pada M3 dan KO disebabkan hasil total penjualan yang lebih kecil dari Harga DOC dan biaya konsumsi ransum. Hal

ini sesuai dengan pernyataan Rasyaf (2003) bahwa Income Over Feed and Chick Cost sangat dipengaruhi oleh konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, biaya pakan dan harga jual perekor. Persentase kehidupan dan IOFCC dari M3 dan KO lebih besar dari KN sehingga pada nilai gross income dari M3 dan KO memiliki

keuntungan. Persentase kehidupan sangat berpengaruh terhadap perhitungan gross income. Adanya persentase kematian disebabkan oleh kuning telur yang tidak diserap oleh tubuh sehingga dapat menginfeksi tubuh ayam.

Nilai IOFCC pada M2, memiliki keuntungan yang lebih besar dari KP, KO, M1 dan M3. Nilai ini dipengaruhi oleh rataan konsumsi, biaya konsumsi

ransum, biaya konsumsi ransum dan rataan berat dari kelompok M2 yang lebih besar dari kelompok KO, KP, M1 dan M3. Pada nilai gross income, kelompok M1 memiliki keuntungan yang lebih besar dari kelompok M2. Hal ini terjadi karena persentase kehidupan dari M1 lebih besar dari M2. Bila dilihat secara keseluruhan yang paling baik digunakan pada bisnis peternakan unggas dalam skala besar

adalah M1 yang memiliki gross income yang lebih tinggi. Gross income mampu menggambarkan baik atau buruknya pengelolaan kemampuan dan modal suatu kelompok usaha. Tingginya gross income menunjukkan jumlah hasil penjualan melebihi biaya produksi (Anonim 2008b).

IOFCC -1000 -800 -600 -400 -200 0 200 400 600 800 1000 1200

KN KP KO KSB M1 M2 M3

Kelompok pe ngha s il a n ( R p) Series1 Gross income -100000 -50000 0 50000 100000 150000 200000 250000

KN KP KO KSB M1 M2 M3

(53)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis rendah (M1) lebih efektif dari kelompok ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis sedang (M2) dan kelompok ekstrak sambiloto

dengan pelarut metanol dosis tinggi (M3). Hal ini ditinjau dari pertambahan bobot badan, konversi pakan, efisiensi ransum, income over feed and chick cost

(IOFCC) dan gross income.

Saran

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Amrullah IK. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Bogor: Lembaga Satu Gunungbudi.

Anggorodi R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta: Penerbit Gramedia.

Anonim. 2002. Waspadai Berak Darah pada Unggas.

http://www.poultryindonesia.com/modules.php?name=News&file=article &sid=671. [31 Mei 2008].

______. 2005a. Coccidiosis.

http://www.ars.usda.gov/Main/docs.htm. [5 Mei 2008].

______. 2005b. Sambiloto.

http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=152. [14 Juli 2008].

______. 2007. Dealing With Coccidiosis In Pastured Poultry.

http://www.cornerstone-farm.com/dealing_with_coccidiosis.htm. [14 Juli 2008].

______. 2008a. Coccidiosis.

http://www.viarural.com.ar/viaural.com.ar/insumosagropecuarious/ganade ros/laboratorio%20vet/vetanco/linea-industrial/coccidiosis. htm. [21 Februari 2008].

______. 2008b. Gross income

http://www.businessdictionary.com/definition/gross-income.html income. [14 Juli 2008].

Ashadi G. 1982. Pengebalan Aktif Terhadap Koksidiosis Intestinalis pada ayam Pedaging dan Petelur [Laporan penelitian]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Bapennas. 2000. Budidaya ayam ras pedaging. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas. http://www.ristek.go.id. [27 Juli 2007].

Bappenas. 2007. Budidaya Ayam Ras Pedaging.

http://www.mailarchive.com/agromania@yahoogroups.com/msg02682.ht m. [14 juli 2008].

Dalimartha S dan Hadi. 2007b. Sambiloto.

http://tanamanobatalami.blogspot.com/2007/12/sambiloto-anrographis-paniculata-burm-f.html. [14 juli 2008].

Desser SS. 2000. Eimeria tenella.

(55)

Fanatico A. 2006. Parasite management for natural and organic poultry: coccidiosis. http://attra.ncat.org/attra-pub/PDF/coccidiosis.pdf. [5 Mei 2008].

FAO. 2007. Specific disease of poultry.

http:www.fao.org/docrep/003/t0756e/T0756E08.htm. [14 Juli 2008].

Farmer JN. 1980. The Protozoa. Introdution to Protozoology. London: The C. V. Mosby Company.

Harborn JB. 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Hasan. 2002. Mengatasi Berak Darah.

http://www.poultryindonesia.com/modules.php?name=New&file=article& sid=1113. [31 Mei 2008].

Hofstad MS, Calnek BW, Helmboldt CF, Reid WM, Yod Jr HW. 1978. Disease of Poultry. 7th Ed. London: Baillere Tindal .

Irawan A. 1996. Ayam-ayam Pedaging Unggul Kita yang Beternak Produktif dan Berkualitas. Solo: Penerbit CV Aneka..

Jones LM, Booth NH, McDonald LE. 1977. Veterynary Pharmacology and Therapeutics. 4th Ed. New Delhi : Oxford 7 IBH Publishing CO.

Gambar

Gambar 1. Morfologi ookista Eimeria yang telah bersporulasi
Gambar 3. Siklus hidup Eimeria tenella
Gambar 4. Sekum ayam yang terinfeksi Eimeria tenella
Gambar 6. Sambiloto (Andrographis paniculata, Nees)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Development of Light Mayonnaise Formula Using Carbohydrate-Based Fat Replacement.. Pengaruh Air Perasan Buah Belimbing Wuluh ( Averrhoa bilimbi L.) terhadap Kadar Kolesterol

Standing hand-in-hand with the Department of Religious Affairs of the Republic of Indonesia, all the councils of religious leaders play a crucial role in the promotion of

Serta terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara religiusitas dan resiliensi pada wanita muslimah bercadar usia dewasa awal di Kota Bandung, dengan

[r]

5 Karya Supriatna Guru Kelas VI 6 Lin Herlian, S.Pd.SD Guru Kelas II 7 Desi Kurniasari, S.Pd.I Guru PAI 8 Elsa Wiganda, S.Pd.SD Guru Kelas III 9 Eka Mustikawati, S.Pd.I Guru Kelas

Ratih Wulan Hasti, A 210100029, Program Studi Pendidikan Ekonomi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2015. Tujuan penelitian ini adalah:

Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa penge- tahuan keuangan berpengaruh positif signifikan pada pengelolaan keu- angan keluarga Artinya bahwa sema- kin

[r]