KAJIAN PERUBAHAN JARINGAN UJI KHASIAT BUAH
MERAH (
Pandanus conoideus
) SEBAGAI BAHAN
PENGHAMBAT KERUSAKAN HATI
AGUSTIN ZAHARIA PADERI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
AGUSTIN ZAHARIA PADERI. B04103140. Kajian Perubahan Jaringan Uji Khasiat Buah Merah (Pandanus conoideus) sebagai Bahan Penghambat Kerusakan Hati. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh SRI ESTUNINGSIH dan DEWI RATIH AGUNGPRIYONO.
KAJIAN PERUBAHAN JARINGAN UJI KHASIAT BUAH
MERAH (
Pandanus conoideus
) SEBAGAI BAHAN
PENGHAMBAT KERUSAKAN HATI
AGUSTIN ZAHARIA PADERI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Kajian Perubahan Jaringan uji Khasiat Buah Merah (Pandanus conoideus) sebagai Bahan Penghambat
Kerusakan Hati
Nama Mahasiswa : Agustin Zaharia Paderi
NRP : B04103140
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Drh. Sri Estuningsih, M.Si Drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD
NIP 131.878.929 NIP 131.760.839
Mengetahui, Wakil Dekan FKH IPB
Dr.Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS NIP 131 129 090
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi tentang Kajian Perubahan Jaringan Uji Khasiat Buah Merah (Pandanus conoideus) Sebagai bahan penghambat kerusakan hati.
Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. drh. Sri Estuningsih, M.Si selaku dosen pembimbing I atas segala bimbingan, semangat, saran dan kesabaran serta segala kemudahan yang diperoleh penulis selama penelitian dan penulisan skripsi.
2. Drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD selaku dosen pembimbing II atas segala bimbingan, semangat, saran dan kesabaran serta segala kemudahan yang diperoleh penulis selama penelitian dan penulisan skripsi.
3. Drh. Hernomoadi Huminto, MVS selaku dosen penguji.
4. Drh. Muchidin Noordin selaku dosen pembimbing akademik atas segala bimbingan, semangat dan kesabaran selama masa perkuliahan.
5. Seluruh staff dan teknisi di Bagian Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB yang membantu penulis selama penelitian.
6. Keluarga (Bapak ‘Drh. Paderi Zahari, MSc’, mama ‘Netty Herawaty’, dang Tito, wa Vet dan adek) atas segala kasih sayang, doa, semangat serta dukungan yang telah diberikan.
7. Keluarga besar di Manna, Bengkulu Selatan atas semangat dan doanya. 8. Ika dan Irma atas kerjasama, bantuan, semangat dan saran dalam
penelitian serta penulisan skripsi
9. Sahabat-sahabat karibku “Anonimus” (Rhiska, Reny, Q2, Indah dan Eka) atas arti sebuah sahabat.
10. Indra, Meta, Eza, Wywy, Aisy dan Bayu atas bantuan selama penulisan skripsi.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Bogor, September 2007
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, 24 Agustus 1984 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan suami-istri Paderi Zahari dan Netty Herawaty. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Pengadilan IV pada tahun 1997. Lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTPN 3 Bogor pada tahun 2000 dan lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMUN 5 Bogor pada tahun 2003. Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan IPB melalui jalur USMI.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………... x
DAFTAR GAMBAR …... xi
DAFTAR LAMPIRAN ………... xii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ……… 1
Tujuan ………. 2
Hipotesa ……….. 2
Manfaat ………... 2
TINJAUAN PUSTAKA Buah Merah (Pandanus conoideus) ……… 3
Karakteristik dan Data Biologis Mencit ……….. 5
Anatomi dan Fisiologis Hati ………... 7
Perubahan Regresif pada Hati ………. 8
Hepatitis pada Manusia ………... 11
Parasetamol (Asetaminofen) sebagai Agen Hepatoksik …………. 12
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat ……….. 16
Bahan dan Alat ………... 16
Metode Penelitian ………... 17
HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 20
KESIMPULAN DAN SARAN ………... 28
DAFTAR PUSTAKA ... 29
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kandungan Senyawa Aktif dalam Sari Buah Merah ……….. 5 2 Komposisi gizi per 100 gram Buah Merah ... 5 3 Persentase lesio hepatosit mencit pada pemberian ekstrak Buah
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Buah Merah jenis merah panjang ... 4
2 Struktur kimiawi parasetamol ... 12
3 Metabolisme parasetamol ... 14
4 Mekanisme toksisitas parasetamol ... 14
5 Perbandingan persentase kerusakan hepatosit pada kelompok perlakuan dan kontrol ... 21
6 Gambaran histopatologi ... 22
KAJIAN PERUBAHAN JARINGAN UJI KHASIAT BUAH
MERAH (
Pandanus conoideus
) SEBAGAI BAHAN
PENGHAMBAT KERUSAKAN HATI
AGUSTIN ZAHARIA PADERI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
AGUSTIN ZAHARIA PADERI. B04103140. Kajian Perubahan Jaringan Uji Khasiat Buah Merah (Pandanus conoideus) sebagai Bahan Penghambat Kerusakan Hati. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh SRI ESTUNINGSIH dan DEWI RATIH AGUNGPRIYONO.
KAJIAN PERUBAHAN JARINGAN UJI KHASIAT BUAH
MERAH (
Pandanus conoideus
) SEBAGAI BAHAN
PENGHAMBAT KERUSAKAN HATI
AGUSTIN ZAHARIA PADERI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Kajian Perubahan Jaringan uji Khasiat Buah Merah (Pandanus conoideus) sebagai Bahan Penghambat
Kerusakan Hati
Nama Mahasiswa : Agustin Zaharia Paderi
NRP : B04103140
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Drh. Sri Estuningsih, M.Si Drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD
NIP 131.878.929 NIP 131.760.839
Mengetahui, Wakil Dekan FKH IPB
Dr.Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS NIP 131 129 090
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi tentang Kajian Perubahan Jaringan Uji Khasiat Buah Merah (Pandanus conoideus) Sebagai bahan penghambat kerusakan hati.
Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. drh. Sri Estuningsih, M.Si selaku dosen pembimbing I atas segala bimbingan, semangat, saran dan kesabaran serta segala kemudahan yang diperoleh penulis selama penelitian dan penulisan skripsi.
2. Drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD selaku dosen pembimbing II atas segala bimbingan, semangat, saran dan kesabaran serta segala kemudahan yang diperoleh penulis selama penelitian dan penulisan skripsi.
3. Drh. Hernomoadi Huminto, MVS selaku dosen penguji.
4. Drh. Muchidin Noordin selaku dosen pembimbing akademik atas segala bimbingan, semangat dan kesabaran selama masa perkuliahan.
5. Seluruh staff dan teknisi di Bagian Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB yang membantu penulis selama penelitian.
6. Keluarga (Bapak ‘Drh. Paderi Zahari, MSc’, mama ‘Netty Herawaty’, dang Tito, wa Vet dan adek) atas segala kasih sayang, doa, semangat serta dukungan yang telah diberikan.
7. Keluarga besar di Manna, Bengkulu Selatan atas semangat dan doanya. 8. Ika dan Irma atas kerjasama, bantuan, semangat dan saran dalam
penelitian serta penulisan skripsi
9. Sahabat-sahabat karibku “Anonimus” (Rhiska, Reny, Q2, Indah dan Eka) atas arti sebuah sahabat.
10. Indra, Meta, Eza, Wywy, Aisy dan Bayu atas bantuan selama penulisan skripsi.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Bogor, September 2007
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, 24 Agustus 1984 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan suami-istri Paderi Zahari dan Netty Herawaty. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Pengadilan IV pada tahun 1997. Lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTPN 3 Bogor pada tahun 2000 dan lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMUN 5 Bogor pada tahun 2003. Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan IPB melalui jalur USMI.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………... x
DAFTAR GAMBAR …... xi
DAFTAR LAMPIRAN ………... xii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ……… 1
Tujuan ………. 2
Hipotesa ……….. 2
Manfaat ………... 2
TINJAUAN PUSTAKA Buah Merah (Pandanus conoideus) ……… 3
Karakteristik dan Data Biologis Mencit ……….. 5
Anatomi dan Fisiologis Hati ………... 7
Perubahan Regresif pada Hati ………. 8
Hepatitis pada Manusia ………... 11
Parasetamol (Asetaminofen) sebagai Agen Hepatoksik …………. 12
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat ……….. 16
Bahan dan Alat ………... 16
Metode Penelitian ………... 17
HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 20
KESIMPULAN DAN SARAN ………... 28
DAFTAR PUSTAKA ... 29
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kandungan Senyawa Aktif dalam Sari Buah Merah ……….. 5 2 Komposisi gizi per 100 gram Buah Merah ... 5 3 Persentase lesio hepatosit mencit pada pemberian ekstrak Buah
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Buah Merah jenis merah panjang ... 4
2 Struktur kimiawi parasetamol ... 12
3 Metabolisme parasetamol ... 14
4 Mekanisme toksisitas parasetamol ... 14
5 Perbandingan persentase kerusakan hepatosit pada kelompok perlakuan dan kontrol ... 21
6 Gambaran histopatologi ... 22
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah negara tropis yang memiliki banyak kekayaan alam baik berupa flora maupun fauna. Kekayaan alam tersebut telah banyak dimanfaatkan oleh nenek moyang kita sebagai obat tradisional baik yang berasal dari hewan maupun tumbuhan. Salah satu upaya pemeliharaan kesehatan yang telah disediakan oleh alam adalah melalui terapi tumbuhan berkhasiat obat. Indonesia memiliki sekitar 30.000-40.000 jenis tumbuhan dan beberapa diantaranya diketahui sebagai tumbuhan obat (Hembing 2005). Penggunaan tumbuhan obat untuk kesehatan dan kebugaran tubuh tidak hanya untuk manusia, tetapi dapat juga untuk hewan.
Di Indonesia penelitian tentang khasiat pengobatan dari berbagai jenis tanaman lokal sedang digalakkan. Salah satu tanaman lokal yang kini sedang populer adalah Buah Merah (Pandanus conoideus). Sebelumnya Buah Merah tak lebih dari sekedar bahan pangan masyarakat Papua, harga murah dan hampir tidak memiliki nilai ekonomis. Buah Merah memiliki khasiat sebagai: obat cacing, penyubur rambut, pereda batuk, penghalus kulit, pengering luka, obat awet muda dan dapat juga menyembuhkan kanker rahim, tumor, serta sirosis hati. Akan tetapi belum ada kajian ilmiah akan khasiat Buah Merah yang sebenarnya (Anonimus 2005b)
Menurut Made Budi (2005) dalam Anonimus (2005b) Buah Merah memiliki kadar antioksidan yang sangat tinggi dibandingkan antioksidan yang terkandung di dalam wortel dan tomat. Buah Merah mengandung zat-zat aktif seperti betakaroten, tokoferol, asam lemak essensial, vitamin dan mineral essensial yang cukup lengkap. Sidik (2005) dalam Anonimus (2005b) menyatakan kandungan 4-hydroksi-4-methylglutamic (C6H11NO5) dari Buah Merah dapat
berfungsi untuk memperkuat kerja dari sel hati dalam menetralisir zat-zat beracun, tetapi pernyataan ini belum dilakukan secara ilmiah. Hal ini yang mendorong dilakukannya penelitian ini, yaitu untuk menguji kemampuan Buah Merah sebagai bahan penghambat kerusakan hati.
penggunaan obat yang mengandung parasetamol dalam jumlah berlebihan dan dalam jangka waktu tertentu akan dapat menyebabkan kerusakan sel hati. Parasetamol dosis tinggi akan menghabiskan kapasitas konjugasi glukuronat dan sulfat, sehingga NAPQI yang dikonjugasi glutation melebihi kapasitas. Pembentukan NAPQI yang bertambah banyak akan berikatan dengan lipid dan protein membran sel, sehingga sel hati menjadi rusak (Anonimus 2006). Kerusakan sel hati yang diakibatkan toksikan parasetamol dalam jangka panjang menyerupai kerusakan yang ditimbulkan akibat infeksi virus hepatitis pada organ hati yaitu sirosis hati. Fenomena ini digunakan sebagai model kerusakan hati untuk mengkaji kemampuan buah merah sebagai bahan penghambat kerusakan hati.
Hepatitis dapat disebabkan karena virus hepatitis dan juga karena toksin tertentu yang dapat merusak sel hati. Toksin yang dapat merusak sel hati dinamakan hepatotoksin. Obat-obat yang bersifat toksik terhadap hati penggunaanya harus dihindarkan bila terdapat penurunan fungsi hati atau mengalami hepatitis. Kelainan hati dapat juga disebabkan karena reaksi alergi (hipersensitifitas). Obat-obat hepatotoksik yang dapat menyebakan hepatitis selain parasetamol, yaitu: Chlorpromazine HCL, Phenobarbital, Carbon Tetraclorida,
Aspirin, Fenilbutazon, dan sebagainya (Dalimartha 2002). Berbagai macam penelitian telah dilakukan untuk pengobatan atau pencegahan dari penyakit ini. Pada umumnya, pengobatan hepatitis memerlukan biaya yang mahal dan mempunyai efek samping yang berbahaya.
Tujuan
Menguji efektifitas pemberian ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus) sebagai bahan penghambat kerusakan hati yang diuji secara ilmiah dengan pengamatan histopatologi pada hati mencit (Mus musculus albinus).
Permasalahan Penelitian
Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
Buah Merah (Pandanus conoideus)
Buah Merah (Pandanus conoideus) berasal dari Famili Pandanaceae, genus Pandanus dan species conoideus. Di pelosok Nusantara, tanaman ini tumbuh alami di pegunungan Jayawijaya, Nabire, Manokwari, Timika dan Jayapura. Diluar Papua, Buah Merah dapat dijumpai di Maluku sebelah utara. Sebelum populer sebagai penangkal penyakit maut (AIDS/ HIV), Buah Merah hanya dipakai sebagai pembatas halaman atau tumbuh bergerombol di sudut-sudut rumah dan perbukitan. Tanaman ini cukup adaptif karena tumbuh baik mulai dari dataran rendah sampai tinggi (Anonimus 2005b).
Morfologi Buah Merah dicirikan sebagai berikut (Made Budi 2005): Batang : Berbentuk panjang bulat seperti silinder dengan panjang 5-10 meter dari permukaan tanah, arah tumbuh tegak lurus ke atas (erectus) lalu membuat percabangan. Diameter batang berkisar antara 10-15 cm dengan permukaan batang berduri.
Akar : Sistem perakaran ialah akar serabut sebesar lengan. Terdapat akar-akar udara atau akar gantung (radix aureus).
Daun : Ujung daun berbentuk segitiga lancet, tepi daun dan lapisan bawah pada ibu tulang daun berduri tempel. Daun berwarna hijau dan berlilin pada daun dewasa, sedangkan daun muda berwarna kuning. Daun berbentuk rapat seperti spiral dengan pangkal memeluk batang, bertulang daun sejajar, pada waktu rontok meninggalkan bekas berbentuk cincin pada batang.
merah muda menjadi merah tua, kemudian akan diikuti dengan bekas retak pada buah. Apabila dibiarkan maka terjadi pengguguran bulir.
Gambar 1. Buah Merah jenis merah panjang. (Sumber:
http://medicastore.com/buahmerah 2007a).
Buah Merah panjang paling sering digunakan untuk konsumsi dan bahan baku obat. Buah Merah jenis ini, merupakan varietas paling bagus dan mempunyai kandungan senyawa kimiawi yang lebih banyak. Selain merah panjang terdapat 24 jenis Buah Merah jenis lain. Paling populer di antara 24 jenis tersebut yaitu: merah pendek, merah cokelat dan kuning (Anonimus 2005b). Pemanfaatan Buah Merah oleh masyarakat telah digunakan untuk berbagai macam fungsi sesuai morfologi tumbuhan tersebut. Menurut Purwanto dan Walujo (1992) dalam Made Budi (2005) bagian tumbuhan yang dimanfaatkan bervariasi mulai dari tunas, helai daun, kulit batang, tongkol bunga, buah, akar gantung, dan kulit akar.
Bahkan sebagian besar berupa asam oleat dan asam linoleat yang sangat dibutuhkan tubuh.
Tabel 1. Kandungan Senyawa Aktif dalam Sari Buah Merah*
Komposisi kimia kandungan
Total Karotenoid 12.000 ppm
Total Tokoferol 11.000 ppm
Betakaroten 700 ppm
Alfa tokoferol 500 ppm
Asam oleat 58%
Asam linoleat 8,8%
Asam linolenat 7,8%
Dekanoat 2,0% (Sumber: Made Budi 2005a)
Tabel 2. Komposisi Gizi per 100 gram Buah Merah*
Zat Gizi kandungan
Energi 396 kalori
Protein 3.300 mg
Lemak 28.100 mg
Serat 20.900 mg
Kalsium 54.000 mg
Fosfor 30 mg
Besi 2,44 mg
Vitamin B1 0,90 mg
Vitamin C 25,70 mg
Nialin 1,8 mg
Air 34,90% (Sumber: Made Budi 2005a)
Dalam bidang kesehatan Buah Merah digunakan sebagai pereda batuk, penghalus kulit, pengering luka, awet muda, penyubur rambut dan obat cacing (Anonimus 2005b).
Karakteristik dan Data Biologis Mencit
Mencit (Mus musculus) sebagai hewan percobaan
dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian dan pengamatan laboratorik.
Mencit (mouse) adalah hewan pengerat (rodentia) yang cepat berbiak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak dan variasi genetiknya cukup besar serta sifat anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik.
Sistem taksonomi mencit Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Subkelas : Theria Ordo : Rodensia Suborder : Sciurognathi Family : Muridae
Subfamily : Murinae Genus : Mus
Spesies : Mus musculus (Penn 1999)
Mencit memiliki lama hidup sekitar satu hingga dua tahun, bahkan beberapa bisa mencapai usia tiga tahun dengan lama produksi ekonomisnya adalah sembilan bulan. Mencit mencapai usia dewasa pada hari ke-35 dimana setelah usia delapan minggu sudah dapat dikawinkan. Lama kebuntingan mencit adalah 19-21 hari dengan jumlah anak rata-rata enam ekor. Bobot mencit jantan dewasa adalah 20-40 gram dan mencit betina adalah 18-35 gram. Mencit laboratorium dapat dikandangkan pada kotak sebesar kotak sepatu yang dapat terbuat dari berbagai macam bahan, misalnya plastik (polipropilen atau polikarbonat), aluminium atau baja tahan karat (Smith & Mangkoewidjojo 1988).
Anatomi dan Fisiologi Hati
2-3 % dari bobot tubuh, namun terlibat dalam 25-2-30% pemakaian oksigen. Pada keadaan segar, hati berwarna merah tua atau merah coklat, warna ini disebabkan adanya darah yang amat banyak (Wilson & Lester 1995).
Hepatosit mempunyai inti bulat terletak di tengah, anak inti berjumlah satu atau lebih dengan kromatin yang menyebar (Leeson et al. 1995). Sinusoid dibatasi oleh sel endotel dan sel Kupffer. Sel endotel mempunyai inti kecil berwarna gelap dengan sitoplasma yang tipis. Sel Kupffer mempunyai inti yang besar dan pucat, sitoplasma lebih banyak dengan cabang-cabang yang meluas atau melintang di dalam sinusoid (Leeson et al. 1995).
Hati menerima suplai darah dari arteri hepatik dan vena portal. Arteri hepatik biasanya berfungsi untuk nutrisi, sementara vena porta membawa darah dari traktus gastrointestinal, limpa dan pankreas menuju ke hati. Arteri hepatik dan vena portal masuk ke hati melalui porta hati. Vena sentral berhubungan dengan vena hati yang besar dan bermuara di vena cava (Maronpot 1999). Menurut Lu (1995) aliran darah yang masuk ke hati akan membawa nutrisi dan zat-zat toksik, karena sebagian besar zat toksik memasuki tubuh melalui sistem gastrointestinal. Setelah diserap, zat tersebut dibawa oleh vena porta menuju hati. Hati merupakan organ yang paling sering mengalami kerusakan. Ada dua alasan yang menyebabkan hati mudah terkena racun. Pertama, hati menerima 80% suplai darah dari vena porta yang mengalirkan darah dari sistem gastrointestinal. Substansi zat-zat toksik termasuk tumbuhan, fungi, bakteri, logam, mineral dan zat-zat kimia lain yang diserap ke darah portal ditransportasikan ke hati. Kedua, hati menghasilkan enzim-enzim yang mempunyai kemampuan biotransformasi pada berbagai macam zat eksogen dan endogen untuk dieliminasi tubuh (Carlton et al.1995).
lemak bebas menjadi trigliserida), tempat penyimpanan (glikogen, lemak, Fe, vitamin), detoksifikasi (racun, dan hydrogen peroksida), hematopoeisis (saat embrio dan berpotensi saat dewasa) serta fagositosis (benda asing) (Maronpot 1999; Fall 1984; Wilson & Lester 1995). Fungsi hati yang paling penting adalah; pengambilan bahan makanan, metabolisme, menyediakan secara tetap metabolit untuk sel, detoksifikasi, dan ekskresi.
Hepatosit banyak berkontak dengan asam amino, lipid, karbohidrat, vitamin, mineral dan xenobiotik yang diabsorbsi dari saluran gastrointestinal. Glukosa dan asetoasetat yang berfungsi sebagai sumber energi merupakan hasil produk dari hati. Namun hati juga mensintesis lipid untuk disimpan dalam hati sebagai cadangan energi. Hati mempunyai peranan penting dalam metabolisme dan penyimpanan vitamin serta mineral (Maronpot 1999).
Perubahan Regresif pada Hati
Hepatosit seringkali mengalami kerusakan tetapi tidak menyebabkan kematian sel (subletal). Perubahan-perubahan subletal ini bersifat reversible. Tipe perubahan patologi yang dikarenakan respon dari kerusakan tergantung dari (1) durasi dari efek etiologi agen dan konsentrasinya dalam jaringan; (2) suplai darah ke jaringan dan aliran darah menuju sel yang rusak, termasuk oksigen, pH dan temperatur; dan (3) karakteristik metabolisme sel. Sel yang aktif bermetabolisme biasanya berpotensi mengalami kerusakan. Oleh karena itu degenerasi sangat berpengaruh terhadap kerja hati, ginjal dan otot (Cheville 1999).
(Cheville 1999). Degenerasi lemak bukan saja disebabkan karena kejadian yang spontan (sekitar 25-30%) tetapi dapat juga disebabkan karena respon toksik dan membentuk penyebaran, zona dan perubahan difus. Degenerasi lemak biasanya bersifat reversible tetapi dapat juga bersifat irreversible dan akan terjadi fibrosis dan hyperplasia regeneratif (Maronpot. 1999).
Lemak merupakan produk normal yang dimetabolisme oleh hati. Secara normal glukosa hati diubah menjadi asam lemak oleh asetil-KoA. Hati dapat juga mengambil asam lemak dari lemak yang didapatkan dari usus bersama dengan kilomikron melalui vena porta. Asam lemak akan diubah menjadi trigliserida dan fosfolipid. Trigliserida, fosfolipid dan apolipoprotein membentuk kompleks lipoprotein (VLDL) (Koolman 2001). Pada saat terjadi degenerasi lemak, trigliserida tidak mengalami perubahan menjadi lipoprotein sehingga asam lemak digunakan untuk memproduksi energi di dalam mitokondria. Hepatosit akan melakukan jalur metabolisme lipid yang tidak normal, sehingga substrat molekul lemak akan berakumulasi (contoh: kolesterol, fosfolipid atau asam lemak) didalam sel. Hal inilah yang membuat jumlah trigliserida semakin banyak dan mendominasi perubahan yaitu degenerasi lemak (Cheville 1999).
Degenerasi hidropik dicirikan dengan sitoplasma yang membengkak, dan kadang membentuk vakuolisasi beraspek keruh. Biasanya terlihat di zona sentral lobus dan kadang-kadang terjadi di daerah periportal. Perubahan inilah yang terjadi pertama kali saat hepatosit mengalami kerusakan yang disebabkan toksin seperti CCl4 dan karbon disulfide. Degenerasi hidropik terjadi karena barrier
membran plasma sel rusak, sehingga terjadi kerusakan pada pompa sodium membran sel. Hal ini menyebabkan peningkatan sodium (Na+) dan kalsium (Ca+) serta berkurangnya potasium (K+) didalam sitoplasma sehingga air mudah untuk masuk dan mendilatasikan sel tersebut. Akumulasi air tersebut berada di dalam matriks sitosolik atau retikulum endoplasma. Akumulasi air menyebabkan sitoplasma, menekan daerah sinusoid atau daerah perisinusoid. Sinusoid menjadi sempit bahkan tidak ada. (Maronpot 1999; Cheville 1999).
akan merubah semua fungsi fisiologis normal hepatosit, seperti: penurunan ATP, asidifikasi (pH turun), peningkatan Ca2+ dan aktifasi enzim sehingga lisis (Cheville 1999). Morfologi nekrosa koagulasi dicirikan dengan sitoplasma yang eosinofilik dan inti piknotik atau kariolisis (Maronpot 1999). Menurut Cheville (1999), secara makroskopis jaringan yang nekrosa teraba agak keras, dan terlihat lebih putih dibandingkan warna normalnya. Terjadinya nekrosa disebabkan iskemia dan beberapa agen eksogenous, termasuk agen penyebab kerusakan secara fisik (terbakar dan trauma), racun kimia, virus dan mikroorganisme lainnya serta toksin yang dihasilkannya.
Sirosis adalah suatu kondisi dimana jaringan hati yang sehat digantikan dengan jaringan ikat. Akibatnya, aliran darah menuju hati terhambat sehingga fungsi hepatosit menjadi terganggu. Sirosis merupakan suatu proses lanjut dari kerusakan hati karena infeksi virus hepatitis kronis (B atau C) dan juga dapat pula karena: infeksi lain, obat racun, autoimun, dan penyakit saluran empedu (Zubairi 2007). Penyebab sirosis hati pada manusia beragam. Selain disebabkan karena konsumsi alkohol yang berlebih, berbagai macam penyakit metabolik, adanya gangguan imunologis dan sebagainya. Menurut Suyono (2007) dan Ressang (1984) penyebab sirosis belum dapat dipastikan, diantaranya: kekurangan nutrisi, virus hepatitis, zat hepatotoksik, penyakit Wilson dan hemokromatosis. Pada hewan, sirosis akibat dari defisiensi gizi terlihat pada anjing dan kucing yang komposisi makanannya tidak benar. Sirosis ini akan didahului dengan pembentukan degenerasi lemak. Perlemakan hati yang tertimbun lebih 5% dari berat hati akan dapat berpotensi menyebabkan sirosis hati (Anonimus 2007b). Paparan yang lama pada hati oleh agen toksik seperti CCl4 akan dapat
Hepatitis pada Manusia
Secara umum hepatitis dapat disebabkan oleh inveksi virus hepatitis dan obat yang bersifat hepatotoksik. Penyakit hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A. Virus ini tersebar diseluruh dunia dan umumnya penularannya karena menelan bahan-bahan yang telah terinfeksi secara oral tetapi dapat secara parenteral. Hepatitis B disebabkan oleh virus yang bersifat akut. Virus ini dapat menular secara oral dan dapat menular kepada bayi dari ibunya yang telah terinfeksi saat menyusui. Setelah 3 sampai 4 bulan sebagian besar penderita dapat sembuh sempurna tetapi diantaranya menjadi pembawa penyakit atau dapat juga berkelanjutan menjadi penyakit kronis. Hepatitis C disebabkan oleh virus hepatitis C, umumnya terjadi setelah transfusi darah atau penggunaan obat secara parenteral. Penyakit ini seringkali dapat menjadi akut. Infeksi virus hepatitis D timbul bersamaan dengan hepatitis B sebagai superinfeksi, yang derajat keparahannya dapat meningkat. Sedangkan hepatitis E ditularkan melalui rute oral-fecal, tetapi biasanya melalui air yang telah tercemar (Dorland 1998). Penyakit hati ditandai dengan menguningnya warna kulit dan membran mukosa yang disertai naiknya kosentrasi bilirubin (50 mg/L), alanin aminotransferase (ALT), aspartat aminotransferase (AST) dan γ glutamiltansferase (GGT) dalam sirkulasi darah (Girindra 1986).
Salah satu fungsi hati yang paling utama adalah detoksifikasi. Dalam proses ini, senyawa toksik dan obat diangkut dan disimpan dalam hati. Beberapa senyawa toksik dan obat dapat menyebabkan nekrosis dan peradangan hati. Hal ini semakin dapat meningkatkan resiko kerusakan sel hati oleh senyawa tersebut. Penderita hepatitis akibat toksin akan memiliki tanda-tanda yang mirip dengan tanda dari hepatitis yang disebabkan oleh virus (Girindra 1986).
Pada kasus-kasus hepatitis yang akut dan parah dapat menimbulkan kematian dalam waktu beberapa hari dengan keadaan sel-sel parenkim hati yang
nekrotik dan menghilang. Pada keadaan yang tidak begitu parah, pasien dapat sembuh apabila hepatosit dapat beregenerasi sepenuhnya setelah bahan-bahan toksik sudah dihilangkan seluruhnya. Toksin dan obat yang dapat
Parasetamol (Asetaminofen) sebagai Agen Hepatotoksik
[image:34.595.220.402.179.339.2]Salah satu obat yang bersifat hepatotoksik adalah parasetamol. Senyawa ini merupakan turunan fenasetin (Gambar 2).
Gambar 2 Struktur Kimiawi Parasetamol
makrofag pada dosis yang tinggi oleh Mohapatra et al. (1993). Parasetamol dimetabolisme terutama oleh enzim-enzim mikrosomal sel hati. Di dalam saluran pencernaan, parasetamol dengan cepat diserap dan dalam waktu 30 menit akan mencapai konsentrasi puncak dalam plasma. Pada dosis yang menyebabkan toksisitas akut, ikatan parasetamol terhadap protein plasma bervariasi dari 20-50%. Pada dosis normal, 90-100% dari senyawa obat ini mungkin akan dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran senyawa obat ini terjadi setelah melewati fase konjugasi dengan asam glukuronat (sekitar 60%), asam sulfat (35%) dan sistein (3%) serta sejumlah kecil metabolit dalam bentuk terhidroksilasi dan terdeasetilasi (Rzucidlo et al. 2000).
+
metabolit inaktif diekskresikan (urin)
Gambar 3. Metabolisme parasetamol
+ protein hati centralobular hepatic necrosis
Gambar 4 Mekanisme toksisitas parasetamol
NAPQI dapat bereaksi dengan molekul penyusun membran sel hati contohnya fosfolipid. Oksidasi senyawa ini akan menghasilkan suatu radikal bebas lagi yang dapat mengoksidasi molekul fosfolipid lainnya sehingga terjadi reaksi oksidasi berantai. Reaksi ini dapat menyebabkan berubahnya komposisi membran sel hati. Radikal bebas di dalam tubuh dapat mengakibatkan kerusakan lipid pada dinding sel dan akhirnya mengganggu fungsi dari hati.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Mulai pada bulan Maret sampai April 2007.
Bahan dan Alat
1. Hewan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan (Mus musculus albinus) sebanyak 15 ekor berumur 2 bulan dengan berat rata-rata 19-25 gram, yang didapat dari peternakan mencit di Ciampea, dengan pemeliharaan secara konvesional dan inbreed.
2. Ekstrak Buah Merah diperoleh langsung dari Wamena yang telah diolah dan dikemas dalam botol berwarna gelap dan disimpan dalam suhu 4-10
O
C (refrigerator).
3. Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu: parasetamol, pakan mencit, sekam, alkohol 70%, Buffer Netral Formalin (BNF) 10%, aquades dan NaCl fisiologis. Pada proses hidrasi bahan yang dipakai adalah alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, alkohol absolut. Proses penjernihan (clearing) yang digunakan adalah xylol. Penanaman jaringan dalam paraffin (embedding) yang digunakkan yaitu, paraffin dan air dingin. Bahan untuk pewarnaan yang digunakan yaitu, Mayer Hematoxilin-Eosin (HE) dan alkohol serta litium karbonat. Mounting menggunakan permount. 4. Peralatan yang digunakan adalah: 6 kandang modifikasi, kawat, timbangan digital, sonde lambung, spoit 1 ml, botol tempat minum, talenan, stiroform, aluminium foil, jarum pentul, alat-alat nekropsi (skapel, pinset anatomis, pinset sirurgis dan gunting), kertas label, tali, cawan petri, kapas, 15 botol spesimen, staining jar, gelas objek, cover glass dan mikroskop cahaya.
Persiapan Kandang dan Adaptasi Mencit
Sebelum mencit disiapkan untuk penelitian, dilakukan persiapan kandang terlebih dahulu. Kandang mencit dibuat dari boks plastik yang dimodifikasi dan ditutup dengan kawat. Pada bagian bawah dialasi sekam yang diganti setiap 3 hari sekali. Kandang terdiri dari 3 kelompok yaitu; kontrol (-), kontrol (+) dan perlakuan, dengan masing-masing kandang diisi 5 ekor mencit. Mencit diberi pakan dan minum secara ad libitum. Sebelum diberi perlakuan, mencit terlebih dahulu diadaptasikan dan diberi treatment obat cacing dengan dosis 0.5 ml/kg BB dan ampicillin dosis 0.8 ml/kg BB.
Perlakuan Pada Mencit
Setelah treatment adaptasi selama 2 minggu, kemudian penelitian ini dilaksanakan. Selama penelitian berlangsung, semua kelompok mencit diberi pakan komersil dan air minum ad libitum sesuai kebutuhan. Kelompok kontrol (-) tidak diberikan perlakuan khusus hanya diberikan makan mencit dan minum. Kontrol (+) diberikan parasetamol dalam bentuk larutan, menggunakan sonde lambung dengan dosis 10 mg/ kg BB. Pada kelompok perlakuan diberikan ekstrak Buah Merah menggunakan sonde lambung dengan dosis 0.1 ml/ mencit dua kali sehari (pagi dan sore). Dosis dikonversikan dengan 50 kg bobot manusia dengan perhitungan sebagai berikut:
Dosis manusia dewasa ± 50 kg BB= 15 ml
Dosis per kg BB= 15 ml/50 kg BB= 0.3 ml/kg BB
Dosis mencit = 40 gram/1000 gram x 0.3 ml/ kg BB= 0.012 ml
Akan tetapi dosis yang dipergunakan, adalah 0.1 ml/mencit untuk memudahkan aplikasi dan mengetahui efek bahan penghambat kerusakan hati ekstrak Buah Merah.
Pembuatan Sediaan Histopatologi
Setelah sampel organ hati terfiksasi sempurna dilakukan trimming untuk proses dehidrasi. Potongan hati dengan ketebalan sekitar 3 mm dimasukkan ke dalam tissue cassette dan didehidrasi dengan meredam sediaan tersebut secara berturut-turut ke dalam alkohol 70%, 80%, 90%, alkohol absolut I, alkohol absolut II, xylol I dan xylol II untuk proses clearing, parafin I dan parafin II untuk embedding. Masing-masing proses perendaman pada setiap bahan tersebut dilakukan selama 2 jam pada Tissue Processor secara otomatis dengan program pengaturan tertentu. Kemudian jaringan dimasukkan ke dalam pencetak berisi parafin cair. Letak jaringan diatur sedemikian rupa agar tetap berada ditengah blok parafin. Setelah mulai membeku, parafin ditambah kembali hingga alat pencetak penuh dan dibiarkan hingga parafin dingin dan mengeras.
Pemotongan jaringan dengan mikrotom dilakukan pada ketebalan 5 μm. Hasil pemotongan yang berbentuk pita diletakkan diatas permukaan air hangat bersuhu 45 OC dengan tujuan menghilangkan lipatan-lipatan. Sediaan diangkat dari permukaan air dengan gelas objek yang telah diulasi larutan albumin yang berguna untuk merekatkan jaringan. Setelah itu, preparat dikeringkan semalam dalam inkubator bersuhu 60 OC.
Perwarnaan
Sediaan dimasukkan ke dalam xylol dua kali selama 2 menit (Deparafinisasi). Kemudian sediaan direhidrasi yang dimulai dari alkohol absolut sampai alkohol 80% dengan waktu masing-masing dua menit. Selanjutnya sediaan dicuci dalam air mengalir.
dengan perekat permount dan kemudian ditutup dengan penutup dan disimpan beberapa menit hingga zat perekat mengering. Setelah itu, preparat siap untuk diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya. Identifikasi dan pengamatan preparat dilakukan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi menggunakan mikroskop cahaya. Pada hati yang menjadi perhatian pada pemeriksaan histopatologi adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada sel hati dengan melihat keadaan sitoplasma dan kondisi dari inti sel. Parameter yang diamati adalah degenerasi hidropik, degenerasi lemak dan nekrosa. Pengamatan dilakukan terhadap 40 lapang pandang dengan pembesaran 40x atau luas 180 μm2 dengan menggunakan mikrometer.
Analisa Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mencit yang hanya diberi parasetamol yaitu, kontrol (+) menghasilkan kerusakan pada hepatosit. Kerusakan yang terlihat akibat parasetamol yaitu; degenerasi hidropik, degenerasi lemak dan nekrosa sesuai dengan Mohapatra (1993); Maronpot (1999) dan Anonimus (2006b). Sementara perubahan histopatologi pada jaringan interstitium hati adalah kongesti yang terlihat sebagai perluasan pada sinusoid.
Adanya kongesti dan perluasan sinusoid terjadi pada semua kelompok baik kontrol (-), kontrol (+) maupun perlakuan. Perubahan ini terjadi karena penggunaan eter overdosis sebagai reagen euthanasia. Oleh karena itu, perubahan-perubahan tersebut tidak dapat dijadikan sebagai parameter dalam analisa perubahan mikroskopis akibat pemberian parasetamol dan ekstrak buah merah. Hal ini sesuai dengan pendapat Ganiswara (1995) dan Handoko (2003) yang menyatakaan bahwa penggunaan anastesi ringan dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Vasodilatasi yang biasanya terjadi di daerah perifer akan dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah pada saat menggunakan eter.
[image:42.595.107.518.618.681.2]Dalam membandingkan derajat kerusakan dari ketiga kelompok mencit penelitian, maka dilakukan penghitungan persentase hepatosit yang mengalami perubahan degenerasi hidropik, degenerasi lemak dan nekrosa pada tiap lapang pandang seluas 180 μm2 dengan 40X lapang pandang. Hasil perhitungan presentase perubahan hepatosit yang mengalami lesio ditampilkan dalam Tabel 3 dan Gambar 5 dibawah ini.
Tabel 3 Persentase lesio hepatosit mencit pada pemberian ekstrak Buah Merah Kelompok Nekrosa Deg. lemak Deg. hidropik Normal Kontrol (-) 7,00 ± 1,23a 3,60 ± 1,14a 24,80 ± 10,01ab 64,00 ± 9,57a Kontrol (+) 16,20±3,83b 3,80 ± 2,28a 40,80 ± 19,28a 37,00 ± 21,01b Perlakuan 6,40 ± 4,16a 11,20 ± 11,43a 17,20 ± 7,92b 65,20 ± 20,75a
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Kontrol (-) Kontrol (+) Perlakuan
[image:43.595.133.480.103.275.2]Normal Degenerasi Hidropik Degenerasi Lemak Nekrosa
Gambar 5 Perbandingan persentase kerusakan hepatosit pada kelompok perlakuan dan kontrol
Hasil perhitungan jumlah sel yang menunjukan lesio, dianalisa dengan statistika menggunakan uji ANOVA untuk dapat mengetahui tingkat perbedaan antara ketiga kelompok. Persentase hepatosit normal pada kelompok perlakuan cenderung hampir sama jumlahnya dibandingkan dengan kelompok kontrol (-) tidak berbeda nyata (α>0.05). Tetapi persentase dengan kelompok kontrol (+) lebih
tinggi pada kelompok perlakuan hepatosit yang normal, didukung oleh hasil analisis statistik yang didapat berbeda nyata (α<0,05). Penghitungan persentase lesio hepatosit kelompok perlakuan menunjukan bahwa sari Buah Merah dapat memperkecil derajat nekrosa dan degenerasi hidropik dibandingkan kontrol (+) secara signifikan walaupun pada kelompok perlakuan, kejadian degenerasi lemak lebih tinggi daripada kontrol (+) (Tabel 3 dan Gambar 5).
Perubahan histopatologi organ hati yang berupa degenerasi hidropik dan lemak serta nekrosa terlihat pada semua kelompok (kontrol (-), kontrol (+) dan perlakuan) (Gambar 6). Degenerasi dan nekrosa yang terjadi pada kelompok kontrol (-) dapat disebabkan karena adanya gangguan non spesifik yang biasa ditemukan pada hewan non-Spesific Pathogen Free (SPF) yang dipelihara secara konvensional yang mungkin pernah terpapar beberapa agen eksogenous.
sel hati normal pada perlakuan membuktikan ekstrak buah merah digunakan untuk memperbaiki hepatosit. Regenerasi hepatosit telah terjadi dibuktikan dengan jumlah persentase hepatosit normal kontrol (-) hampir sama dengan jumlah hepatosit normal kelompok perlakuan. Hal ini didukung data pada Gambar 5 dimana jumlah normal lebih banyak sedangkan kerusakan menurun dibandingkan kontrol.
yang tinggi yaitu, N-acetyl-p-benzo-quinone imine (NAPQI) (Mitchell et al. 1973; Hinson et al. 1974 & Anonimus 2006b). Pada parasetamol berdosis terapeutik, NAPQI akan berikatan dengan glutation sehingga metabolit ini tidak merusak hati. Namun saat dosisnya berlebihan pada daerah hepatoseluler, glutation yang mengikat metabolit parasetamol tidak mencukupi jumlahnya sehingga metabolit yang bebas akan berikatan dengan protein dan akhirnya terjadi kerusakan hepatosit dan menuju hepatik nekrosis akut (Mohapatra 1993 & Anonimus 2006b). Glutation (GSH) merupakan antioksidan endogenous yang dihasilkan oleh hati yang dapat mencegah kerusakan hepatosit akibat radikal bebas ataupun kerusakan akibat jenis toksikan lainnya. Konsentrasi normal glutation sekitar 20-30%, mampu melindungi hepatosit dari kerusakan yang akan berakhir fatal. Dengan kosentrasi glutation yang semakin rendah maka potensi parasetamol untuk merusak hati semakin meningkat (Rzucidlo et al. 2000). Pada saat konsentrasi NAPQI yang berlebih tidak berikatan dengan glutation, terjadi katabolisme dari makromolekul dan kegagalan pemompaan sodium. Hal ini akan menyebabkan hepatosit kehilangan glikogen dan ribosom serta terjadinya peningkatan tekanan osmosis seluler sehingga mengakibatkan degenerasi hidropik. Degenerasi hidropik merupakan perubahan yang bersifat subletal yang ditandai dengan terbentuknya vakuol-vakuol halus yang tidak jernih di dalam sitoplasma. Degenerasi hidropik merupakan salah satu tanda awal terjadinya kerusakan hati akibat toksin (Maronpot 1999). Pada matriks sitosolik atau retikulum endoplasma terdapat akumulasi air menyebabkan ukuran hepatosit menjadi lebih besar (Cheville 1999). Sel membutuhkan ATP-ase untuk dapat mengatur keluar-masuknya ion. Infeksi yang akut dapat menyebabkan protein dan air tetap berada di dalam sitoplasma. Pompa lapisan membran akan memindahkan ion dan air dengan cepat keluar dari sitosol dan masuk ke dalam retikulum endoplasma.
molukel akan berakumulasi (contoh: kolesterol, fosfolipid atau asam lemak). Hal inilah yang membuat jumlah trigliserida semakin banyak dan mendominasi perubahan degenerasi lemak (Cheville 1999).
Tingginya persentase hepatosit yang mengalami degenerasi lemak pada kelompok perlakuan, disebabkan oleh kandungan lemak ekstrak Buah Merah yang cukup tinggi. Sehingga pada saat hepatosit mengalami kerusakan atau gangguan akibat parasetamol, hepatosit tidak dapat secara optimum melakukan metabolisme lemak dihati. Akibatnya lemak akan tertimbun di dalam hepatosit dan menyebabkan timbulnya degenerasi lemak.
Degenerasi lemak pada hati menunjukkan bahwa di dalam tubuh terdapat ketidakseimbangan proses metabolisme sehingga mempengaruhi kadar lemak di dalam dan luar jaringan hati. Degenerasi lemak dapat disebabkan oleh suatu keadaan anoksia, infeksi yang disertai dengan keracunan dan demam, penyakit metabolik, keadaan gizi yang buruk, alkoholisme, serta keracunan. Dalam kondisi anoksia, penyakit metabolik dan gizi buruk, metabolisme lemak menjadi terganggu. Hal ini dikarenakan tubuh kekurangan glukosa dan lemak, sehingga tubuh akan mengambil lemak pada depo-depo lemak. Depo lemak akan membebaskan asam lemak yang kemudian dibawa menuju hati dan dipecah menjadi asetil-KoA. Asetil-KoA yang dihasilkan akan dirubah menjadi benda-benda keton sehingga menyebabkan gangguan metabolisme lemak (Koolman 2001). Pada hati, degenerasi lemak tampak seperti bulatan yang kosong (jernih) dan bundar di dalam sitoplasma. Degenerasi lemak merupakan perubahan morfologi hepatosit dan penurunan fungsi organ hati yang dikarenakan akumulasi lemak sitoplasma dalam hepatosit (Darmawan 1979). Dalam kondisi normal, glukosa hati diubah menjadi asam lemak oleh asetil-KoA secara normal. Hati dapat juga mengambil asam lemak dari lemak yang didapatkan dari usus bersamaan dengan kilomikron melalui vena porta. Asam lemak akan diubah menjadi trigliserida dan fosfolipid. Apolipoprotein bersama-sama trigliserida dan fosfolipid membentuk kompleks lipoprotein (VLDL) yang akan disekresikan keluar hepatosit (Koolman 2001). Saat terjadi degenerasi lemak, trigliserida tidak mengalami perubahan menjadi lipoprotein sehingga digunakannya asam lemak untuk memproduksi energi di dalam mitokondria. Degenerasi lemak yang disebabkan oleh toksikan akan membentuk penyebaran, zona, dan perubahan difus. Menurut Maronpot
(1999) degenerasi lemak biasanya bersifat reversible tetapi dapat juga bersifat irreversible dan dapat menyebabkan kelainan fibrosis dan hyperplasia
regeneratif. Mekanisme degenerasi lemak hati sangat kompleks, akan
menyebabkan ketidakseimbangan antara absorbsi asam lemak dan sekresi very low density lipoproteins (VLDL). Perbedaan kimia toksik dapat saja
menyebabkan ketidak seimbangan dengan cara yang berbeda.
penggumpalan kromatin inti. Proses ini disebut piknosis. Inti dapat juga mengalami kehancuran (karyorheksis) bahkan dapat juga menghilang
(karyolisis). Sedangkan pada sitoplasmanya akan terlihat asidofilik (Cotran et al. 1989 & Jubb et al. 1993).
Menurut Sidik (2005) dalam Anonimus (2005b) bahwa Buah Merah dapat berfungsi sebagai antioksidan karena mengandung antosian (senyawa berwarna merah). Buah Merah juga mengandung tokoferol sebesar 11.000 ppm yang dapat menangkap radikal bebas akibat metabolisme parasetamol. Buah Merah mengandung karotenoid yang cukup tinggi. Karotenoid merupakan jenis antioksidan yang mempunyai kemampuan tinggi dalam memproteksi oksidasi yang disebabkan oleh radikal bebas (Arnelia 2002). Buah Merah yang memiliki kandungan karotenoid yang tinggi akan memproteksi hepatosit dari radikal bebas sehingga dapat mencegah kerusakan hati. Buah Merah mengandung betakaroten, tokoferol dan vitamin C yang cukup tinggi. Senyawa-senyawa kimia yang dikandung Buah Merah dapat mengikat radikal bebas dan mencegah pembentukan (amplifikasi) radikal bebas sehingga kerusakan hepatosit lebih lanjut dapat dihindari dan merangsang regenerasi hepatosit. Buah Merah yang banyak mengandung vitamin dan mineral cukup lengkap dapat membantu dalam proses metabolisme. Membaiknya metabolisme tubuh sangat membantu hati untuk meregenerasi sel-sel hati yang rusak akibat toksik. Tubuh mendapatkan asupan protein yang cukup untuk meningkatkan daya tahan yang didapatkan dari buah merah. Apalagi Buah Merah mengandung tokoferol yang berfungsi dalam pembentukan sel-sel baru untuk mengganti sel-sel yang rusak atau mati (Anonimus 2005b).
Secara umum pada daerah vena porta dan vena sentralis seluruh kelompok mengalami lesio degenerasi hidropik, degenerasi lemak dan nekrosa walaupun tidak berbeda nyata. Pada kontrol (-) terdapat degenerasi hidropik (Tabel 4 dan Gambar 7), disebabkan pengaruh stress, pakan, ventilasi, kelembaban dan faktor-faktor lainnya sehingga mempengaruhi kondisi normal fisiologis mencit.
secara statistik menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (α >0.05) pada daerah sentralis maupun porta disemua kelompok (Tabel 4).
[image:48.595.112.520.353.501.2]Degenerasi hepatosit umumnya dimulai dari daerah portal yang meluas menuju vena sentralis. Hal ini disebabkan karena suplai darah dari usus menuju ke hati melalui vena porta. Jika darah yang berasal dari usus mengandung toksin maka kerusakan awal akan ditemukan pada hepatosit daerah vena porta. Selanjutnya aliran darah akan melewati sinusoid menuju vena sentralis. Terdapat beberapa zat toksin akan dimetabolisme oleh hati. Hasil metabolisme akan dibawa oleh aliran darah sinusoid menuju vena sentralis. Dalam hal ini maka, kerusakan hepatosit akan banyak dijumpai pada daerah vena sentralis (Mac Farlene et al. 2000).
Tabel 4 Persentase lesio hepatosit daerah vena sentralis (VS) dan vena porta (VP) Kelompok Daerah Normal Deg hidropik Deg Lemak Nekrosa VS 60.80±15.12a 22.20±13.01a 5.80±4.44a 8.60±2.41a Kontrol (-)
VP 67.40±6.02a 23.60±7.73a 3.40±2.07a 5.60±0.89a VS 33.20±26.28a 42.40±17.21a 8.00±5.61a 16.80±5.07a Kontrol (+)
VP 38.00±26.28a 38.40±20.90a 6.20±3.56a 14.80±3.83a VS 66.20±17.96a 20.60±10.09a 9.40±7.13a 5.00±3.67a Perlakuan
VP 66.60±19.27a 10.40±9.61a 14.00±17.99a 7.00±3.67a
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% % ke ru sa ka n he pa tosit Vena Porta Vena Se ntra lis Vena Porta Vena Se ntra lis Vena Porta Vena Se ntra lis
K(-) K(+) Perlakuan
Kelompok
Nekrosa
[image:49.595.156.500.94.343.2]Degenerasi Lemak Degenerasi Hidrops Normal
Gambar 7 Perbandingan persentase kerusakan hati pada vena porta dan vena sentralis
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Ekstrak Buah Merah mengurangi persentase kejadian degenerasi hidropik dan nekrosa pada hepatosit akibat parasetamol.
2. Penggunaan ekstrak Buah Merah, memungkinkan terjadi peningkatan degenerasi lemak hepatosit pada mencit yang diberi parasetamol.
3. Ekstrak Buah Merah dari usus dapat mengurangi efek radikal bebas yang terdapat di usus.
4. Metabolit ekstrak Buah Merah dapat meningkatkan regenerasi sel hati pada daerah vena sentralis.
Saran
1. Perlu dilakukan perbaikan metode ekstraksi dengan memisahkan fraksi-fraksi bahan aktif, sehingga dapat ditelusuri bahan yang sifatnya mampu regenerasi sel dan sifatnya menyebabkan degenerasi lemak dan degenerasi hidropik.
2. Waktu penelitian lebih diperpanjang dengan hewan lebih banyak. 3. Analisa biokimia darah untuk menunjang hasil analisis jaringan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2005a. Kandungan Gizi Buah Merah. http://www.trubus-online.com. (2 Oktober 2005).
[ ]. 2005b. Panduan Praktis Buah Merah Bukti Empiris dan Ilmiah. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal: 1-50.
[ ]. 2006a. Hepatitis. http://en.wikipedi.org/wiki/Hepatitis. (6 Agustus 2006).
[ ]. 2006b. Parasetamol. http://en.wikipedi.org/wiki/Paracetamol. ( 6 Agustus 2006).
[ ]. 2007a. Buah Merah jenis merah panjang.
http://medicastore.com/buahmerah. (26 Februari 2007).
[ ].2007b. Penyakit Hati.
http://www.prodia.co.id/info_terkini/isi_hati.html. (26 Februari 2007).
Arnelia. 2002. Fitokimia Komponen Ajaib Cegah Penyakit Jantung Koroner, Diabetes Melitus dan Kanker.
Brouwer KL. 1993. Acute Phenobarbital Administration Alters the Disposition of Acetaminophen Metabolites in Rat. Drug Metabolies Disposition. 21: 1129-1133.
Carlton WW & McGavin MD. 1995. Thomson’s Special Veterinary Pathology. Ed ke-2. Mosby. St. louis. Hal: 209-245.
Cheville NF. 1999. Introduction To Veterinery Pathology. Ed ke-2. USA: Iowa State University Press. Hal: 5-25.
Cotran RS, Kumar V & Robins S. 1989. Pathologic Basic of Disesae. Philadephia: WB Saunders Company. Hal: 911-1051.
Dalimartha S. 2002. Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Hepatitis. Jakarta: Penerbit Swadaya. Hal: 33.
Darmansjah I. 2005. Benarkah Parasetamol Toksik Terhadap Hati?.
http://medicalarticels.com [2 Oktober 2005].
Fall. 1984. Gangguan Saluran Cerna Dalam: Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 327-328.
Ganiswara SG. 1995. Farmakologi dan Terapi. Ed ke-4. Jakarta: Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 116.
Girindra, A. 1988. Biokimiawi Patologi Hewan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hal: 63-77.
Handoko IS. 2003. Organ Hati. http://www.klinikku.com. [21 Januari 2003]. Hembing W. 2005. Menjaga Kesehatan Dan Kebugaran Manusia Serta Hewan
Dengan Tanaman Obat [Seminar]. [17 September 2005].
Hinson JA. 1980. Biochemical Toxycology of Acetaminophen. Rev Biochemical Toxycology. 2: 103-129.
Jollow DJ, Thoirgeirson SS, Potter WZ. 1974. Acetaminophen Induced Hepatic Necrosis. Pharmacology. 12: 251-271.
Jubb KVP et al. 1993. Pathology of Domestic Animal. London: Academic Press. Hal: 1411-1418.
Koolman Jan. 2000. Atlas Berwarna Dan Teks Biokimia. Jakarta: Hipokrates. Hal 272-278.
Lesson CR, Leeson TS & Paparo AA. 1995. Buku Ajar Histologi. Ed ke-5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 383, 385-388, 392.
Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar. Ed ke-2. Jakarta. Universitas Indonesia Press. Hal: 206-223.
Mac Farlene PS, Reid R & Callander. 2000. Pathology Illustrated. Toronto. Huerchill Livingstone. Hal: 342-357.
Made Budi I. 2005. Kajian Kandungan Zat Gizi dan Sifat Fisiko Kimia Berbagai Jenis Minyak Buah Merah(Pandanus conoideus. Lam) Hasil Ekstrasi Secara Tradisional Di Kabupaten Jayawijaya Propinsi Irian Jaya [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Maronpot RR.. 1999. Pathology of Mouse. USA: Cache River Press. Hal: 119-117.
Mohapatra D, Mishra SC, & Misra SN. 1993. Paracetamol Induced Hepatotoxicity In Broiler Birds. Indian Veteriner. J. 70: 914-916. Penn D. 1999. A House Primer.
http://www.stormy.biology.utah.edu/lab/mouse_primer.html. [3 Juni 2006].
Ressang AA. 1984. Buku Pelajaran Patologi Khusus Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Hal 45-82.
Rzucidlo SJ, Bounous DI, Jones DP & Brackett BG. 2000. Acute Acetaminophen Toxicity in Transgenic with Elevated Hepatic Glutathione. Vet Human Toxicol. 42 (3): 146-150.
Smith JB & Mangkoewidjodjo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hal 10-12.
Susana N. 1987. Pengaruh Pemberian Seduhan Rimpang Temulawak Terhadap Hepatotoksisitas Parasetamol Pada Mencit Jantan [Skripsi]. Yogyakarta: Jurusan Kimia FMIPA UGM.
Sutanto J. Pengaruh Isoflavon Pada Resisitensi Lipoprotein Berdensitas Rendah (LDL) Terhadap Oksidasi Kimia [Skripsi]. Bogor: Jurusan Kimia FMIPA IPB.
Suyono. 2007. Sonografi Sirosis Hepatitis Di RSUD Dr Moerwardi.
http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files. (28 Februari 2007).
Sulaksono ME, Pudjoprajitno, Yuwon SS dan Patra K. 1986. Keadaan dan Masalah Hewan Percobaan di Indonesia. Volume ke-14(3). Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta: Buletin Penelitian Kesehatan.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Persentase lesio hepatosit mencit uji ANOVA
One-way ANOVA: Nekrosa versus data
Analysis of Variance for Nekrosa
Source DF SS MS F P data 2 301,7 150,9 13,51 0,001 Error 12 134,0 11,2
Total 14 435,7
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev
Level N Mean StDev ----+---+---+---+-- Kn 5 7,000 1,225 (---*---)
Kp 5 16,200 3,834 (---*---) P 5 6,400 4,159 (---*---)
----+---+---+---+-- Pooled StDev = 3,342 5,0 10,0 15,0 20,0
One-way ANOVA: Degenerasi Lemak versus data
Analysis of Variance for Degenera
Source DF SS MS F P data 2 187,6 93,8 2,05 0,171 Error 12 548,8 45,7
Total 14 736,4
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev
Level N Mean StDev ---+---+---+---+- Kn 5 3,600 1,140 (---*---)
Kp 5 3,800 2,280 (---*---)
P 5 11,200 11,432 (---*---) ---+---+---+---+- Pooled StDev = 6,763 0,0 6,0 12,0 18,0
One-way ANOVA: Degenerasi Hidrops versus data
Analysis of Variance for Degenera
Source DF SS MS F P data 2 1451 726 4,07 0,045 Error 12 2138 178
Total 14 3590
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev
Level N Mean StDev ---+---+---+--- Kn 5 24,80 10,01 (---*---)
Kp 5 40,80 19,28 (---*---) P 5 17,20 7,92 (---*---)
---+---+---+--- Pooled StDev = 13,35 15 30 45
One-way ANOVA: Normal versus data
Analysis of Variance for Normal
Source DF SS MS F P data 2 2543 1271 3,96 0,048 Error 12 3855 321
Total 14 6398
Based on Pooled StDev
Level N Mean StDev -+---+---+---+--- Kn 5 64,00 9,57 (---*---) Kp 5 37,00 21,01 (---*---)
P 5 65,20 20,75 (---*---) -+---+---+---+--- Pooled StDev = 17,92 20 40 60 80
Lampiran 2 Persentase lesio hepatosit mencit uji Duncan
Nor mal
The SAS Sy s t em 11: 26 Sat ur day , J anuar y 10, 1998 7
Gener al Li near Model s Pr oc edur e
Dunc an' s Mul t i pl e Range Tes t f or v ar i abl e: XY
NOTE: Thi s t es t c ont r ol s t he t y pe I c ompar i s onwi s e er r or r at e, not t he
ex per i ment wi s e er r or r at e
Al pha= 0. 05 df = 12 MSE= 11. 16667
Number of Means 2 3 Cr i t i c al Range 4. 605 4. 820
Means wi t h t he s ame l et t er ar e not s i gni f i c ant l y di f f er ent .
Dunc an Gr oupi ng Mean N PLAKUAN
A 16. 200 5 Kp
B 7. 000 5 Kn B
B 6. 400 5 P
Degener as i l emak
The SAS Sy s t em 11: 26 Sat ur day , J anuar y 10, 1998 10
Gener al Li near Model s Pr oc edur e
Dunc an' s Mul t i pl e Range Tes t f or v ar i abl e: XY
NOTE: Thi s t es t c ont r ol s t he t y pe I c ompar i s onwi s e er r or r at e, not t he
ex per i ment wi s e er r or r at e
Al pha= 0. 05 df = 12 MSE= 45. 73333
Number of Means 2 3 Cr i t i c al Range 9. 319 9. 754
Means wi t h t he s ame l et t er ar e not s i gni f i c ant l y di f f er ent .
Dunc an Gr oupi ng Mean N PLAKUAN
A 11. 200 5 P A
A
A 3. 600 5 Kn
Degenerasi hidropik
The SAS Sy s t em 11: 26 Sat ur day , J anuar y 10, 1998 13
Gener al Li near Model s Pr oc edur e
Dunc an' s Mul t i pl e Range Tes t f or v ar i abl e: XY
NOTE: Thi s t es t c ont r ol s t he t y pe I c ompar i s onwi s e er r or r at e, not t he
ex per i ment wi s e er r or r at e
Al pha= 0. 05 df = 12 MSE= 178. 2
Number of Means 2 3 Cr i t i c al Range 18. 40 19. 25
Means wi t h t he s ame l et t er ar e not s i gni f i c ant l y di f f er ent .
Dunc an Gr oupi ng Mean N PLAKUAN
A 40. 800 5 Kp A
B A 24. 800 5 Kn B
B 17. 200 5 P
Nek r os a
The SAS Sy s t em 11: 26 Sat ur day , J anuar y 10, 1998 16
Gener al Li near Model s Pr oc edur e
Dunc an' s Mul t i pl e Range Tes t f or v ar i abl e: XY
NOTE: Thi s t es t c ont r ol s t he t y pe I c ompar i s onwi s e er r or r at e, not t he
ex per i ment wi s e er r or r at e
Al pha= 0. 05 df = 12 MSE= 321. 2333
Number of Means 2 3 Cr i t i c al Range 24. 70 25. 85
Means wi t h t he s ame l et t er ar e not s i gni f i c ant l y di f f er ent .
Dunc an Gr oupi ng Mean N PLAKUAN
A 65. 20 5 P A
A 64. 00 5 Kn
Lampiran 3 Persentase lesio daerah vena porta dan vena sentralis uji ANOVA
One-way ANOVA: deg.lemak versus C1
Source DF SS MS F P C1 5 334.8 67.0 0.92 0.488 Error 24 1756.0 73.2
Total 29 2090.8
S = 8.554 R-Sq = 16.01% R-Sq(adj) = 0.00%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev
Level N Mean StDev ---+---+---+---+--- k-porta 5 3.400 2.074 (---*---)
k-sentral 5 5.800 4.438 (---*---) k+porta 5 6.200 3.564 (---*---) k+sentral 5 8.000 5.612 (---*---)
pportal 5 14.000 17.889 (---*---) psentral 5 9.400 7.127 (---*---)
---+---+---+---+--- 0.0 7.0 14.0 21.0
Pooled StDev = 8.554
One-way ANOVA: normal versus C1
Source DF SS MS F P C1 5 6054 1211 3.34 0.020 Error 24 8689 362
Total 29 14743
S = 19.03 R-Sq = 41.06% R-Sq(adj) = 28.79%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev
Level N Mean StDev --+---+---+---+--- k-porta 5 67.40 6.02 (---*---) k-sentral 5 60.80 15.12 (---*---) k+porta 5 38.00 22.86 (---*---)
k+sentral 5 33.20 26.28 (---*---)
pportal 5 66.60 19.27 (---*---) psentral 5 66.20 17.96 (---*---) --+---+---+---+--- 20 40 60 80
Pooled StDev = 19.03
One-way ANOVA: deg.hidrops versus C1
Source DF SS MS F P C1 5 3543 709 3.68 0.013 Error 24 4624 193
Total 29 8167
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev
Level N Mean StDev --+---+---+---+--- k-porta 5 23.60 7.73 (---*---)
k-sentral 5 22.20 13.01 (---*---)
k+porta 5 38.40 20.90 (---*---) k+sentral 5 42.20 17.21 (---*---) pportal 5 10.40 9.61 (---*---)
psentral 5 20.60 10.09 (---*---)
--+---+---+---+--- 0 15 30 45
Pooled StDev = 13.88
One-way ANOVA: nekrosa versus C1
Source DF SS MS F P C1 5 619.0 123.8 9.84 0.000 Error 24 302.0 12.6
Total 29 921.0
S = 3.547 R-Sq = 67.21% R-Sq(adj) = 60.38%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev
Level N Mean StDev ---+---+---+---+-- k-porta 5 5.600 0.894 (---*---)
k-sentral 5 8.600 2.408 (---*---)
k+porta 5 14.800 3.834 (---*---) k+sentral 5 16.800 5.070 (---*---) pportal 5 7.000 3.873 (---*---)
psentral 5 5.000 3.674 (---*---)
---+---+---+---+-- 5.0 10.0 15.0 20.0