• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adaptasi dan ketenggangan genotipe padi terhadap defisiensi fosfor di tanah sawah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Adaptasi dan ketenggangan genotipe padi terhadap defisiensi fosfor di tanah sawah"

Copied!
304
0
0

Teks penuh

(1)

DI TANAH SAWAH

ABD. AZIZ SYARIF

SEKOLAII PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benamya bahwa semua pemyataan dalam disertasi saya yang berjudul Adaptasi daD Ketenggangan Genotipe Padi terhadap De .... siensi Fodor di Tanab Sawah merupakan gagasan dan basil penelitian disertasi saya sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing; kecuali

yang dengan jelas dinyatakan rujukannya. Disertasi ini belum pemah diajukan

untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi yang lain. Semua data dan infonnasi yang digunakan te1ah dinyatakan secara jelas dan diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2005

(3)

Defisiensi Fosfor di Tanah Sawah. Dibimbing oleh DIDY SOPANDIE, M.A.

CHOZIN, TRlKOESOEMANINGTY AS, KOMARUDDIN IDRlS, dan

SUWARNO.

Defisiensi hara fesfor adalah salah satu kendala produksi padi sawah di

Indonesia yang meliputi luas sekitar 1,27 juta hektar. Penggunaan genotipe atan

varietas yang tenggang terhadap defisiensi hara ini merupakan salah satu

pendekatan yang dapa! digunakan dalam penanggulangan kendala tersebut.

Perakitan varietas tenggang dan berdayahasil tinggi memerlukan identifikasi tetua yang memiliki sifat tenggang. Pengetahuan tentang mekanisme ketenggangan atau karakter yang berhubungan dengan ketenggangan akan sangat membantu

dalam penapisan genotipe untuk mendapatkan tetua tenggang.

Suatu penelitian yang terdiri dari satu percobaan Japang (pada sawah defisien P) dan empat percobaan rumah kaca menggunakan medium larutan hara telah dilaksanakao untuk mengevaluasi keragaman ketenggangan genotipe padi

terhadap P rendah dan untuk mengidentifikasi genotipe-genotipe yang tenggang dan karakter yang berkaitan dengan ketenggangan, dan mempelajari mekanisme adaptasi ketenggangan padi terhadap defisiensi P. HasH penelitian menunjukkan

terdapat keragaman ketenggangan terhadap P rendah di antara plasmanutfah (120 genotipe) yang diuji. Sejumlah 14 genotipe sangat tenggang berdasarkan bobot kering tajuk relatif dan 28 genotipe berdasarkan jumlah anakan relatif berhasil diidentiftkasi. Genotipe tenggang terhadap P rendah di lapang menunjukkan kemampuan penyerapan dan penggunaan internal hara P pada kondisi P rendah yang Iebih tinggi dibanding genotipe peka.

Terlihat variasi mekanisme peningkatan serapan P pada kondisi P rendah di

antara genoti pe tenggang. Mekanisme tersebut pembentukan akar yang tinggi,

peningkatan eksudasi asam organik, dan affinitas karier akar terhadap P yang tinggi. Namun ada genotipe (Gadih Ani-2) yang memiliki ketiga mekaoisme tersebut. Ditemukan beberapa mekanisme adaptasi tanaman terhadap P rendah di larutan hara yakni peningkatan nisbah akar-tajuk, peningkatan panjang akar

terpanjang, nisbah efisiensi dan penggunaan P tanaman dan tajuk, serta nisbah

kadar dan kandungan P akar-tajuk. Namun, mekanisme ini tidak konsisten dengan

perbedaan ketenggangan genotipe terhadap P rendah di lapang. Terdapat

(4)

ABSTRACT

ABD. AZIZ SYARIF. Adaptation and Tolerance of Rice Genotypes to Phosphorus Deficiency in Paddy soil. Supervised by DIDY SOPANDIE, M. A. CHOZIN, TRIKOESOEMANINGTY AS, KOMARUDDIN IDRIS, and SUWARNO.

Phosphorus deficiency is one of the constraints in rice production in Indonesia, affecting about 1.27 million hectares of lowland (paddy) rice field. The use of tolerant genotype to low phosphorus (deficient) soil has been believed to be a sound approach to ease the problem. However, tailoring tolerant and high yielding varieties requires identification of tolerant genotypes used as parent material. Infonnation on the mechanisms as well as the characters related to the tolerance will be advantageous for accurate parental selection.

A research consisting of five experiments has been perfonned to evaluate the variability of low P tolerance among rice gennplasm and to identify to tolerant genotypes as well as the mechanisms and plant characters underlying the tolerance. The results showed that there was phenotypic and genotypic variability of low P tolerance among gennplasm evaluated. Fourteen genotypes have been identified as highly tolerant based on relative shoot dryweight and 28 genotypes based on relative tillering ability. Tolerant genotypes showed higher phosphorus uptake and internal use efficiency than those of sensitive genotypes, indicating both external and internal efficiency.

(5)

DITANAHSAWAH

ABD. AZIZ SY ARIF

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAHPASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Disertasi: Adaptasi dan Ketenggangan Genotipe Padi terhadap Defisiensi Fosfor di Tanah Sawah

Nama

NIM

: Abd. Aziz Syarif : P03600005

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Jr. Didy Sopandie. M.Agr.

Prof. Dr. Ir. .A. Chozin M.A

Dr. Ir. Komaruddin Idris. M.S.

Anggota

Ketua Program Studi Agronomi

Aセ@

U

Dr. Jr. Satnyas I1yas, M.S.

Tanggal Ujian: 26 Juli 2005

Ketua

.----Dr. Ir. T rikoesoemaningtyas, M.Sc.

Anggota

Dr. Jr. Suwamo. M.S.

Anggota

セIi。「@ PascasaJjana

セセi。ヲゥゥ、。@ Manuwoto, M.Sc.

U

(7)

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah yang menjadi tugas Studi Doktor pada Program Studi Agronomi Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Jr. Didy Sopandie, M.Agr., Prof. Dr. Ir. M.A. Chozin, M.Agr., Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc., Dr. Ir. Komaruddin Idris, M.S., dan Dr. Ir. Suwarno, M.S. yang telah memberi saran, baik pada persiapan dan pelaksanaan penelitian, maupun penulisan hasilnya. Terima kasih yang sarna juga disampaikan pada Kelompok Surnberdaya Genetik pada Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, dan Instalasi Penelitian BALITP A di Muara yang telah menyediakan plasmanutfah padi yang digunakan

pada peneiitian ini. Kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan

Agroklimat yang memberi fasilitas rumah kaca dan laboratorium juga disampaikan terima kasih. Kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang telah rnemberi kesempatan dan dukungan dana bagi penulis dalam melaksanakan tugas belajar di IPB penulis sampaikan penghargaan. Dukungan keluarga dan rekan-rekan seperjuangan juga sangat membantu, untuk itu penulis ucapkan terima kasih setulus-tulusnya.

Akhimya, penulis berharap karya i1miah ini dapat melengkapi infonnasi ilmiah yang sudah ada dan dapat digunakan untuk kemajuan ilmu dan teknologi, khususnya di bidang pertanian.

Bogor, Agustus 2005

(8)

RIWAYATHIDUP

Penulis dilahirkan di Kanagarian Sumpur, Kabupaten Tanah Datar

(Swnatera Barat) pada tanggal 4 Maret 1959 sebagai anak ketujuh dari Ibunda Khadijab Hamid (almarhwnab) dan Bapak Syarif Ali (almarhwn). Pendidikan

dasar diperoleh di Kanagarian Swnpur, sedangkan SMP dan SMA di Padang.

Pendidikan sarjana di tempuh pada Fakultas Pertanian Universitas Andalas. lulus

pada tabun 1983. Pada tabun 1984 penulis diterima di Jurusan Agronomi

Fakultas PascasaJjana IPB sebagai petugas belajar dari Badan Litbang Pertanian

dengan beasiswa NARP 11, dan lulus pada tabun 1987. Selanjutnya penulis

mendapat kesempatan untuk mengikuti studi program doktor pada Program Studi Agronomi IPB pada tabun 2000 dengan beasiswa P AA TP dari Badan Litbang

Pertanian.

Penulis beketja di BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Swnatera

Barat yang berkedudukan di Sukarami, Kabupaten Solok, pada kelompok peneliti

(9)

DAFTAR TABEL ... Ix

DAFTAR GAMBAR ... .... xii

DAFT AR LAMPIRAN ... XIII PENDAHULUAN Latar Belakang ... I Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Kerangka Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

EV ALUASI KETENGGANGAN GENOTIPE PAD! TERHADAP P RENDAH D! TANAH SAWAH Abstrak ... ... ... ... 18

Abstract... .... ... ... ... ... ... 18

Pendahuluan ... 19

Bahan dan Metode ... 19

Hasil dan Pembahasan ... 21

Simpulan ... ... 32

Daftar Pustaks ... 33

TANGGAP GENOTIPE TANAMAN PADI TERHADAP DOSIS P D! LARUT AN HARA Abstrak ... '" ... ... .... ... ... ... ... ... 36

Abstract ... ... ... ... ... ... 36

Pendahu1uan ... 37

Bahan dan Metode ... 37

Hasil dan Pembahasan ... ... 39

Simpulan ... 61

Daftar Pustaks ... 62

PERTUMBUHAN DAN SERAPAN P GENOTIPE TANAMAN PADI PADA DUA BENTUK SUMBER P Abstrak ... 64

Abstract... ... ... ... ... ... 64

Pendahu1uan ... .... ... .... ... ... 65

Bahan dan Metode ... 65

Hasil dan Pembahasan ... 66

Simpulan ... 87

Daftar Pustaks ... 87

PENGARUH STATUS P TANAMAN PADA BEBERAPA GENOTIPE PAD! TERHADAP EKSUDASI ASAM ORGANIK Abstrak ... 89

Abstract ... _... 89

(10)

Halaman

Pendahuluan... ... 90

Bahan dan Metode... ... ... ... ... .... 90

Hasil dan Pembahasan... ... ... 91

Simpulan... ... ... 97

Daftar Pustaka... ... ... .... 97

PENGUJIAN K1NETIKA PENYERAPAN P PADA BEBERAPA GENOTIPE TANAMAN PADI Abstrak... 99

Abstract... ... .... ... ... 99

Pendahuluan... 100

Bahan dan Metode... 100

Hasil dan Pembahasan... lOl Simpulan... ... ... ... 103

Daftar Pustaka... ... ... 103

PEMBAHASAN UMUM... .... ... 105

SIMPULAN DAN SARAN... llO

DAFTAR PUSTAKA... III

(11)

HalamaD I Ciri kimia dan fisik contoh tanah pada lokasi percobaan... 22

2 Kuadrat tengab pengaruh dosis P terhadap pertumbuhan 120

genotipe padi di tanah sawab... 24

3 Ragam dan koefisien ragam fenotipik dan genotipik ketenggangan

120 genotipe padi terhadap P rendab di tanah sawah... 25

4 Bobot kering tajuk genotipe padi sangat tenggang pada dua dosis

pemupukan P di tanah sawab... ... 26

5 Jumlab anakan genotipe padi sangat tenggang berdasarkan jumlab

anakan relatif. ... 27

6 Bobot kering tajuk, serta kadar, serapan, nisbah efisiensi, dan efisiensi

penggnnaan P genotipe peka dan tenggang di tanah sawah... 32

7 Bobot kering tajuk, jumlab anakan, dan tinggi tanaman padi yang

digunakan pada percohaan pengaruh dosis P di larutan hara... 38

8 Kuadrat tengah pengaruh dosis P terhadap pertumbuhan 18 genotipe

padi di larutan hara... 40

9 Tinggi tanaman 18 genotipe padi di larutan hara pada dua dosis P... ... 41

10 Jumlab anakan 18 genotipe padi eli larutan hara pada dua dosis P... 42

II Bobot kering tanarnan 18 genotipe padi di larutan hara pada dua dosis

P ... __ .... 43

12 Bobot kering tajuk 18 genotipe padi eli larutan ham pada dua dosis P.... 45

13 Sobot kering akar 18 genotipe padi di larutan hara pada dua dosis P... 46

14 Nisbab hobot kering akar-tajuk 18 genotipe padi di larutan ham pada

dua dosis P ... ... ... 48

15 Panjang akar terpanjang 18 genotipe padi eli larutan hara pada dua

dosis P... 59

16 Kuadrat tengah pengaruh dosis P terhadap serapan dan efisiensi

penggnnaan P di larutan hara... 50

17 Kadar P tanaman 18 genotipe padi di larutan hara pada dua dosis P... 51

(12)

Halaman 18 Serapan P per tanaman 18 genotipe padi di larutan hara pada dua dosis

P... 53

19 Penurunan pH medium 18 genotipe padi di larutan bata pada dua dosis

P...

55

20 Efisiensi serapan P akar 18 genotipe padi di larutan hara pada dua dosis

P...

57

21 Nisbah efisiensi P 18 genotipe padi di larutan hara pada dua dosis P... 59

22 Efisiensi penggunaan P 18 genotipe padi di larutan bata pada dua dosis

P... 60

23 Bobot kering tanaman 10 genotipe padi pada dua sumber P di larutan

hara...

67

24 Serapan P 10 genotipe padi pada dua sumber P di larutan bata... ... 68

25 Penurunan pH medium 10 genotipe padi pada dua sumber P di larutan

hara... 69

26 Penunman nisbah kadar amonium-nitrat medium 1 0 genotipe padi pada dua sumber P di larutan bata... ... ... 70

27 Bobot kering akar 10 genotipe padi pada dua sumber P di larutan

bara...

71

28 Bobol kering tajuk 10 genotipe padi pada dua sumber P di larutan

bara...

72

29 Nisbah akar tajuk 10 genotipe padi pada dua sumber P di larutan

hara...

73

30 Kadar P tajuk 10 genotipe padi pada dua sumber P di larutan bata.. ... 74

31 Kadar P akar 10 genotipe padi pada dua sumber P di larutan bata.. ... 75

32 Nisbah kadar P akar-tajuk 10 genotipe padi pada dua sumber P di

larutan

bara...

76

33 Serapan P akar 10 genotipe padi pada dua snmber P di larutan bata... 77

34 Serapan P tajuk 10 genotipe padi pada dua sumber P di 1arutan bata. .... 78

35 Nisbah P akar-tajuk 10 genotipe padi pada dua sumber P di larutan

bata... 79

(13)

hara... 81

37 Efisiensi serapan akar 10 genotipe padi pada dua sumber P di larutan

hara... 82

38 Nisbah efisiensi P akar 10 genotipe padi pada dua sumber P di larutan

hara... 83

39 Efisiensi penggunaan P akar 10 genotipe padi pada dua sumber P di

larotan hara... 84

40 Nisbah efisiensi P tajuk 10 genotipe padi pada dua sumber P di larutan

hara... 85

41 Efisiensi penggunan P tajuk 10 genotipe padi pada dua sumber P di

larutao

hara... ...

86

42 Eksudasi asam orgaoik per taoamao empat genotipe padi... 93

43 Eksudasi asam orgaoik per g tajuk taoamao empat genotipe padi... 94

44 Kadar P tajuk dan akar empat genotipe padi dengan dan tanpa

pelaparan P... 95

45 Bobot kering akar empat genotipe padi dengan dan taopa pelaparan P... 96

46 Parameter kinetika serapan P empat genotipe padi... 102

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Kerangka Penelitian ... _... 4

2 Kurva erapan P contoh tanah lokasi percobaan... 23 3 Kurva semi log erapan P contoh tanah lokasi percobaan... 23

4 Pengaruh pemberian P terhadap pertumbuhan tanaman padi di tanah

sawab... ... 24

5 Sebaran 120 genotipe padi menurut tingkat ketenggangan terhadap

defisiensi P pada tanah sawab. ... ... 25

6 Korelasi bobot kering tajuk relatif denganjumlab anakan relatif 120

genotipe padi... ... ... 28

7 Korelasi bobot kering relatif 120 genotipe denganjumlab anakan dan

tinggi tanaman pada kondisi tanpa pupuk P... 29

8 Korelasi tingkat ketenggangan genotipe padi terhaciap P rendah dengan

bobot kering tajuk pada kondisi tanpa dan dengan pupuk P... 30

9 Respon genotipe tanaman padi dengan empat tingkat ketenggangan

terhadap pemupukan P ... 31

10 Korelasi jumlah anakan relatif di larutan hara dengan nilai relatif di

lapang... 42

11 Korelasi tingkat ketenggangan genotipe padi di lapangan dengan

serapan P tanaman dilarutan hara pada 0,5 ppm P... 54

12 Korelasi bobot kering akar dengan dengan serapan P tanaman padi

pada 0,5 ppm P di larutan hara... .... ... 54

13 Korelasi bobot kering akar per tanaman dengan penurunan pH medium 56

14 Korelasi efisiensi serapan akar relatif tanaman padi dengan di larutan

hara

dengan ketenggangan terhadap P rendab di lapang.. ... 58

15 Korelasi efisiensi penggunaan P di larutan

hara

pada IO ppm P dengan ketenggangan di lapang... ... 61

16 Korelasi hobot kering akar relatif dengan kandungan P akar relatif

tanaman padi di larutan

hara...

77

17 Korelasi nisbab BK akar-tajuk relatif dengan nisbab P akar-tajuk relatif 80

(15)

kering akar ... .

19 Laju serapan P empat genotipe tanarnan padi ... 10 I

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Genotipe padi pada percobaan evaluasi ketenggangan di lapang.. ... 119

2 Komposisi dan konsentrasi larutan hara yoshida... ... 122 3 Pengaruh pemberian P terhadap tinggi tanaman 120 genotipe padi di

tanah sawah... ... 123

4 Pengaruh pemberian P terhadap jumlah anakan 120 genotipe padi di

tanah sawah... 126

5 Pengaruh pemberian P terhadap bobot kering tajuk 120 genotipe padi

di tanah sawah... 129

(17)

Latar Belakang

Usaha pemenuhan kebutuhan beras merupakan program yang berkelanjutan

untuk memenuhi kebutuban yang terus meningkat disehabkan oleh pertumbuban

jumlah penduduk (Hasanuddin ef al. 2000). Dari berbagai agroekosistem pertanaman padi, padi sawah irigasi merupakan andalan utama untuk pencukupan

produksi. Hal ioi adalah karena luas dan produktivitasnya yang lebih tinggi

dibanding pada agroekosistem lainnya.

Defisiensi ham fosfor (P) adalah salah satu kendala dalam sistem produksi

tanaman padi. Defisiensi ini terdapat secara luas pada hampir semua ekosistem

pertanaman padi (Dobermann dan Fairhust 2000). Tipe-tipe tanab dengan kecenderungan terdapat defisiensi P adalah; tanab bertekstur kasar dengan kandungan bahan organik rendah, tanah dengan pelapukan Ian jut Ultisols,

Oxisols, tanab sawah terdegradasi, tanab berkapur, tanab salin, tanab sodik, tanah

vulkanis dengan sorpsi P tinggi (Andisols), serta tanah gambut dan sulfat masam dengan kandungan Al dan Fe aktif tinggi. Defisiensi dapat juga teIjadi karena pemupukan yang tidak seimbang atau penanarnan varietas yang peka. Vertisols dan Inceptisols juga berpotensi menimbulkan defisiensi P pada tanaman padi (De Datta 1981).

Di Indonesia telah dipetakan status P sekitar 7,5 juta ha sawah, dari jumlah

uu terdapat 17% (1,27 juta ha) berstatus P rendah, 43% (3,24 juta ha) berstatus

sedang, dan 40% (2,99 juta hal berstatus tinggi (Sotyan dan Adimibardja 2001).

Akibat kenaikan harga pupuk menyusul penghapusan suhsidi harganya, diperkirakan luas sawah berstatus P rendah akan semakin bertambah akibat penurunan penggunaan pupuk.

Pemberian pupuk fosfat adalah salah satu usaha untuk mengatasi defisiensi

P pada tanaman padi. Namun, beberapa basil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi pemupukan fosfat pada tanaman padi sangat rendah, hanya 15-20% dari P yang diberikan dapat diserap tanaman (Baharsyah 1990). Menurut De Datta (1981) efisiensi pemupukan P pada tanaman padi umurnnya kurang dari 10%.

Rendahnya efisiensi pemupukan P ini adalah karena terjadinya transformasi

(18)

2

kalsium, magnesium, dan mangan menjadi bentuk yang sukar lamt dalam air (Tisdale et al. 1985).

Penggunaan genotipe yang tenggang dengan kemampuan yang tinggi dalam menyerap dan menggunakan P secara efisien adalah salah satu pendekatan yang dianjurkan untuk menjamin keberlanjutan (sustainability) sistem produksi (Duncan dan Baligar 1990; Subbarao et al. 1997). Genotipe yang efisien akan mengurangi kebutuban pemberian pupuk P, memungkiukan penggunaan pupuk yang kurang larnt namun lebih murah seperti fosfat alam, dan memperpanjang efek residu pemupukan (Polle dan Konzak 1990). Sifat tenggang terbadap defisiensi P dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan daya hasil tanaman pada tanab defisien P. Wissua dan Ae (200 I) berbasil meningkatkan daya basil padi gogo Nipponbare yang kurang tenggang P sebesar 250% dengan memanfaatkan sifat tenggang defisiensi P pada varielas lokal (Ianras) Kasalath.

Identifikasi plasmanutfah merupakan tahap awal dari program untuk merakit varietas yang tenggang terhadap kondisi kahat hara. Identifikasi ini biasanya juga meliputi infonnasi mekanisme morfologis, fisiologis,

dan

biokimia yang potensial terlibat dalam sifat efisien tersebut ( Gourley et af. 1993; Crowley dan Rengel 2000). Informasi tentang mekanisme ini dapat digunakan dalam mengembangkan teknik penapisan genotipe (plasmanutfah) yang akurat (Rengel 2000). Penelitian-penelitian tentang variasi genotipik dan mekanisme adaptasi tanaman terhadap

stres hara P telah banyak dilaporkan (Blum 1994; Rao et al 1999; Caradus 1990).

Namun. penelitian-penelitian tersebut umumnya dilakukan pada tanaman selain padi seperti terigu, barley, jagung, kede1ai. dan tanaman pakan ternak. Penelitian mekanisme adaptasi tanaman padi terhadap defisiensi P, khususnya pada plasmanutfah padi Indonesia masih sangat terbatas. Di samping itu, kebanyakan penelitian tersebut bersifat parsial, hanya mene1iti satu atau dua aspek adaptasi seperti efisiensi serapan P, eksudasi asam organik, kinetika serapan P dan lain-lain. Publikasi yang tersedia juga lebih banyak melaporkan basil penelitian lapang atau rumah kaca yang menggunakan larutan hara. Laporan penelitian yang

(19)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi variasi ketenggangan plasmanutfah padi (terutama varielas lokal) pada P rendah di tanah sawah, (2)

mengidentifikasi mekanisme adaptasi dan ketenggangan genotipe padi terhadap

defisiensi P di tanah sawah, (3) mengidentifikasi karakter-karakter tanaman yang berkaitan dengan ketenggangan terhadap P rendah di tanah sawah.

Hipotesis

Hipotesis yang dikemukakan pada penelitian ini adalah (1) terdapat variasi

ketenggangan terhadap P rendah di tanah sawah di antara plasma nutfah padi, (2) perbedaan ketenggangan terhadap P rendah di tanah sawah di antara plasmanutfah padi dapat diterangkan dengan perbedaan fisiologis seperti efisiensi penggunaan P

internal, perubahan pH medium, eksudasi asam organik, dan afinitas akar terhadap

ion P, serta pertumbuhan (morfologis) tananum seperti pertumbuban akar.

Manfaat Penelitian

Hasil peneiitian ini diharapkan memberi manfaat (1) sebagai masukan

dalam program perbaikan varietas padi untuk ketenggangan terhadap P rendah

pada sawah melalui identifikasi plasmanutfah yang tengang, (2) memperkaya infonnasi ilmiah tentang mekanisme adaptasi dan ketenggangan genotipe padi

terhadap P rendah di tanah sawah.

Kerangka Penelitiao

(20)

4

dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Uji Taoah Balai Penelitiao Taoah

Bogor, sedangkan analisis asam organik eksudat akar dilakukan di Laboratorium Balai Besar Penelitian Pasca Panen Bogor.

I

Percobaan II:

Pengaruh Dosis P

Evaluasi Ketenggaogao 120 Genotipe pada Tanah Defisien P

( Percobaao I)

I

D

18 Genotipe Tenggang/peka

Pertumbnbao dan

Fisiologi

(Kultur Hara)

I

Percobaan III: Percobaao IV:

Pengaruh Jenis Eksudasi Asam

SumberP Organik

Gambar 1. Kerangka penelitian

I

Percobaan V: Kinetika

[image:20.593.89.519.150.605.2]
(21)

Fungsi dan Gejala Defisiensi Fodor pada Tanaman

Fungsi Fosfor

Fosfor tennasuk hara makro dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang

banyak seperti halnya N, K, Co, Mg, dan S. Dalam tanaman P dijumpai dengan

kadar 0,1 - 0,4%, lebih rendah dari kadar N dan K (Tisdale et 0/. 1985). Secara

garis besar, fungsi P pada tanaman dapat digolongkan dalam tiga bagian

(Marschner 1995). Fnngsi pertama adalab sebagai penynsnn makromolekul. Dua

contoh utama atau terpenting dari makromolekul yang melibatkan P adalah asam nukleat (DNA, RNA) dan fosfolipid biomembran. Asam nukleat adalab senyawa

yang berperan dalam pewarisan sifat dan perkembangan tanaman. Pada

biomembran P membentuk ikatan atau jembatan antara digliserida dan molekul

lainnya seperti asam amino, amina, atau alkohol, membentuk fosfatidilkolin (lesitin) yang menjaga intergritas membran. Fnngsi kedua dari P adalab sebagai

unsur pembentuk senyawa penyimpan dan perpindahan energi. Dua senyawa

kaya energi yang paling umum adalab ATP dan ADP. Energi dalam ATP/ADP terletak pada ikatan pirofosfat yang pemecahannya akan me1epaskan energi, yang

dikenal dengan proses fosforilasi. A TP merupakan sumber energi untuk hampir

semua proses biologi yang membutuhkan energi. Unsur P juga diperlukan dalam

proses fotosintesis yakni pada fotofosporilasi dan pembentukan ribulosa

1.5-bifosfat. Fungsi ketiga P adalah sebagai regulator reaksi biokimia melalui fosforilasi yang dapat mengaktivasi atau inaktivasi protein yang dianggap sebagai faktor kunci dalam transduksi sinyal.

Secara agronomis unsur P diketahui berperan dalam percepatan pematangan biji, kekuatan batang sereal, serta mutu buah, hijauan, dan biji-bijian.

Ketenggangan tanaman terhadap penyakit juga meningkat pada tanaman yang

mendapat cukup P (Tisdale et 0/. 1985). Benih yang dihasilkan dari tanaman

yang mendapat cukup P akan memiliki daya kecambah dan vigor yang tinggi

(22)

6

Pada tanaman padi P dipedukan dalam perkembangan akar, mempercepat

pemblUlgaan dan pematangan (terutama pada suhu rendah), serta mendorong

pembentukan anakan dan biji (De Datta 1981).

Gejala Defisiensi Fosfor

Gejala khas defisiensi sering sukar terlihat. tidak seperti gejala defisiensi unsur lainnya seperti K dan Mg. Kekerdilan dan pengurangan jumlab anakan

pada tanaman monokotil atau cabang pada dikotil, daun pendek dan tegak, serta

penundaan pembungaan adalab gejola yang umum pada kebanyakan tanaman

(Rao dan Terry 1989). Penurunan luas dan jumlab daun juga merupakan gejala defisiensi P akihat tertekannya perkembangan sel epidennis daun (Lynch et al. 1991). Tanarnan yang defisien P juga sering memperlihatkan daun sempit bewama bijau gelap (Rao dan Terry 1989). Hal ini adalab karena pertambaban luas daun lebili tertekan dibandingkan pembentukan kloroplas dan klorofil.

Pada tanaman padi defisiensi P mengakibatkan pertumbuban tanarnan yang

kerdil dengan pengurangan jumlab anakan, daun sempit, pendek, kaku dan

bewama bijau kotor. Jumlab daun, malai, dan biji per molai juga berkurang.

Daun muda kelibatan sebat, tetapi daun tua berwarna kecoklatan dan mati. Pada

tanaman yang dapat membentuk antosianin, dapat muncul gejala daun berwama merah atau ungu. Defisiensi P pada tingkat sedang sukar diamati di lapang (Dobennann dan Fairhust 2000).

Penyerapan Fosfor

Tanaman menyerap P dari larutao tanah terutama dalam bentuk ortofosfat primer dan sekunder (H,PO, dan HPol') dan sedikit dalam bentuk senyawa

organik (Tisdale et al 1985). Orthofosfat sekunder lebili dominan pada pH di

alas 7,22, namun tanaman menyerap P ini lebili lambat dibandiug orthophosfat primer. Bagian tanarnan yaug aktif menyerap P adalab jaringan mnda dekat ujung

akar. Konsentrasi P yang relatif tinggi menumpuk di ujung akar diikuti oleh

akumulasi yang rendab pada bagian pemanjangan, kemudian oleh akumulasi

(23)

Penyempan P oleh tanaman dari tanah adalah penyempan aktif karena melawan gradien konsentrasi (Clarkson dan Grignon 1991). Kadar P larutan

tanah di luar sel akar umumnya hanya 111M atau kumng, sedangkan kadar dalarn sitoplasma adalah 103 sarnpai 10' lebih tinggi. Kedua larutan dengan perbedaan

konsentrasi yang besar ini dipisahkan oleh membran plasma dengan ketebalan hanya sekitar 8 nm. Untuk membawa 1 mol P ke dalam akar sel dibutuhkan

energi minimal 25-40 kJ, setara dengan energi bebas yang dilepas dari hidrolisis I mol A TP. Energi dari hidrolisis A TP digunakan lUltuk memompa proton keluar membran plasma, menciptakan graciien pH antara sitoplasma dan apoplas (dinding

sel). Ion fosfat (anion) akan masuk ke dalam sitopiasma bersama proton

(symport) ataupun OHlanion antiport yang difasilitasi oleh protein khusus

(transporter). Beberapa gen yang menyandi transporter P dan terutama terekspresi di akar telah berhasil diisolasi (Smith 2000). Ekspresi gen tersebut dipengaruhi oleh status P tanaman, kekumngan P meningkatkan tmnskripsi tmnsporter di akar.

Berbeda dengan nitrogen, fosfor yang disemp tanaman tidak mengalarni reduksi, tetapi tetap dalarn bentuk oksidatif tertinggi (Marschner 1995). Setelah diserap. fosfat dapat tetap sebagai P inorganik atau teresteriftkasi (melalui gugus hidroksil) dengan mntai karbon (C-O-P) sebagai ester P sederhana (gnla P) atau

terikat dengan P lainnya dengan ikatan pirofosfat kaya energi (ATP, ADP) atau

diester (C-P-C).

Pergerakan ion fosfat menuju akar tanaman terdiri dari dua cara yakni aliran massa dan difusi (Tisdale et al. 1985). Alimn massa adalah pergemkan ion

mengikuti pergerakan air menuju akar yang teIjadi sebagai akibat transpirasi.

Berdasarkan perhitungan besaran transpirasi dan konsentrasi ion P dalam tanah, sumbangan aliran massa dalam penyediaan P untuk tanaman dianggap kurang

bemrti. Dengan asumsi kadar ion P tanah (tanpa pemupukan) 0,05 ppm, alimn massa hanya menyumbang 1 % kebutuhan P tanarnan. Pada tanah yang dipupuk

sumbangan alimn massa dapat lebib tinggi karena pemupukan meningkatkan

konsentrasi ion P. Kadar P larut pada zona reaksi pupuk-tanarnan dapat mencapai 2 sarnpai 14 ppm. Narnun, keadaan ini hanya berlangsung sementam karena

(24)

8

Pergerakan secara difusi merupakan mekanisme pergerakan P menuju akar yang paling penting. kecuali pada tanah dengan kadar P sangat tinggi. Difusi P sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor tanah yakni kadar air tanah, kapasitas penyangga P tanah, temperatur, dan bentuk lintasan difusi.

Bentuk dan Keseimbangan Fodor dalam Tanah

Secara garis besar fosfor (P) tanah digolongkan ke dalam P organik dan P anorganik, tergantlmg pada bentuk senyawanya (Tisdale el al. 1985). Fraksi organik ditemukan dalam humus dan senyawa organik yang berkaitan atau tidak

berkaitan dengan humus. Tanaman dapat menyerap P organik larot tertentu

seperti asam nukleat dan fitin. Namun, peranan P organik lebih sebagai cadangan P yang ketersediaannya bagi tanaman tergantung pada proses mineralisasi.

P anorganik terdapat dalam dua bentuk yakni P larutan dan P fase padatan yang dikatagorikan dalam tiga bentuk (Wijaya -Adi dan Sudjadi 1987). Bentuk

pertama adalah P lahil yakni bentuk yang cepat mengadakan keseimbangan dengan P larutan. Bentuk kedua adalah P metastabil, yang sedang-Iambat

mengadakan keseimbangan dengan P larutan. Bentuk ketiga yang rnerupakan P stabil adalah bentuk yang tidak membentuk keseimbangan dengan P larutan.

Reaksi keseimbangan diantara ketiga bentuk tersebut secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:

I 2 3

P-Iarutan セ@ P-Iabil 4 P-metastabil 4 P-stabil

Reaksi I berjalan cepat, reaksi 2 lamba!, dan reaksi 3 amat lambat. Reaksi I

adalah proses erapan, karena itu P lahil disebut P tererap, sedangkan reaksi 2 dan

3 adalah proses fiksasi yang berlangsung lambat. P metastabil dan stabil disebut P

non labil.

Ketersediaan Fosfor pada Tanab Tropis

(25)

rendah (mengandWlg <10% mineral dapat lapuk dalam fraksi pasir dan debu), dan

23% (1,1 milyar ha) memiliki kapasitas ftksasi tinggi. Fosfor merupakan ham

pembatas utama pada kebanyakan tanab-tanab ini (Uexkull dan Mutert 1995).

Tanab-tanab dengan keterbatasan P di daerab tropis umwnnya (43%)

tergolong pada ordo Oxisols dan Ultisols (Sanchez dan Uehara 1980).

Tanab-tanah ordo lainnya, terutama subgrup rodik dan oksik dari Alfisols dan Inceptisols juga memiliki keterbatasan P karena komposisi minera1nya yang tennasuk

pengerap P tioggi. Oxisols dan Ultisols memilki kapasitas fiksasi P sedang sampai tinggi karena adanya permukaan yang luas Wltuk sorbsi P akihat tingginya

kandungan amorfus dan mikrokristalin aluminium dan besi oksihidroksida.

Dari berbagai jenis tanah yang terdapat di Indonesia, Oxisols

dan

Ultisols

merupakan jenis tanah yang dominan, yakni sekitar 36,4% dari luas tanah

(Muljadi dan SoepraptohaIjo 1975). Pemanfaatan tanab-tanab ini Wltuk budidaya

padi sawah menghadapi kendala kekurangan P, sehingga memerlukan pemupukan

P yang cukup tinggi (Roechan dan Sudarman 1982).

Ketenediaan Fosfor pada Tanah Sawah

Pengenangan dapat mengakibatkan peningkatan ketersediaan P tanab

(Sanchez 1976). Peningkatan ini disebabkan oleh beberapa faktor; (a) reduksi ferifosfat yang sukar larut menjadi ferofosfat yang lebih mudah larut, (b) lepasnya

P larut pereduksi (reductant soluble/occluded), (c) hidrolisis senyaw. AI-P atau

Fe-P, (d) mineralisasi P organik akibat kenaikan pH, dan (e) peningkatan difusi

fosfat. Desorbsi P dari permukaan liat dan oksida aluminium dan besi, serta

pelepasan fosfat dari aluminium dan besi fosfat oleh anion organik juga

merupakan faktor peningkatan ketersediaan P akibat penggenangan (Patrick dan

Mabapatra 1968).

Peningkatan ketersediaan P umumnya teIjadi pada awal penggenangan kemudian menurun setelah dua sampai empat minggu akibat presipitasi oleh Fe2+ dan adsorpsi oleh partikelliat dan hidroksida AI (Dobennaon dan Fairhust 2000).

Peningkatan juga tidak terjadi pada semua jenis tanab. Pada tanab Ultisols tidak terlihat perbedaan P terekstrak Bray-2 antara yang tergenang dan tidak tergenang

(26)

10

padi sawah tidal< membutuhkan pupuk P. Defisiensi P terdapat secara luas pada

sawah denganjenis tanah Vertisols, Ultisols, dan Oxisols.

Adaptasi Tanaman terhadap Fosfor Rendah

Seleksi alarn untuk adaptasi terhadap masalah tanah adalah suatu proses

yang umum diamati. Hal ini terlihat dari adaDya berbagai ekotipe edaftk dalam

populasi vegetasi alami (Epstein dan Jefferies 1964). Tumbuhan yang adaptif

terhadap kondisi tanah kahat hara memiliki sifat yang lebih baik dalam menyerap bam, membuat ham lebih tersedia, atau mentranslokasikan hara pada limbung

(sink) yang sesuai (Blum 1988). Karena ito, dalarn konteks praktis dan bukti

fisiologis, ketenggangan terhadap defisiensi ham sebagian besar adalah

merupakan mekanisme penghindaran (avoidance), dimana tanaman yang

tenggang dapat menghindari terjadinya konsentrasi ham yang rendah pada jaringan. Sebalikoya, ketenggangan adalah kerusakan yang relatif kecil pada

proses fisiologis walaupun jaringan tumbuhan memiliki kandungan ham tertentu di bawah kadar kritis. Situasi ini jarang ditemui, dan dinyatakan sebagai efisiensi metabolis atau tenggang.

Seeara wnum adaptasi tanaman ini dicapai melalui mekanisme peningkatan

penyerapao dan peningkatan efisiensi penggunaan (Rao el al. 1999). Peningkatan

penyerapan dicapai melalui perbedaan morfologi (pertumbuhan dan distribusi, diameter, rambut akar)

dan

fisiologi akar (system penyerapan dan mobilisasi P pada rizosfir), sedangkan efisiensi pengunaan dicapai melalui partisi (mobilisasi) P dalam tanaman dan efisiensi penggunaan pada level selular.

Peningkatan Penyerapan Fosfor

Peningkatan serapan hara per tanamao dapat dicapai dengao (a) peningkatan

sistem perakaran yang dapat meningkatkao kontak dengan suatu hara, terutama hara yang kurang mobil seperti P; (b) peningkatan serapao per unit akar dengan meningkatkao kinetika serapao; dan/atau ( c) kemampuan untuk menggunakan

bentuk-bentuk hara yang relatif tidal< atau kunmg tersedia bagi tanaman seperti P

(27)

Morfologi akar. Berdasarkan pemodelan yang dikembangkan oleh

Silberbush dan Barber (1983), peningkatan penyerapan P paling dipengarnhi oleh

peningkatan luas permukaan dibanding perubahan peubah akar lainnya. Genotipe

Phaseo/us vulgaris yang tumbuh baik pada kondisi P rendah memiliki perakaran

dua kali lipat dibanding perakaran genotipe kurang adaptif (Gabelman 1976).

Pada kacang gude (Cajanus cajanJ. Subbarao el al. (1997) melaporkan korelasi

positif antam hobot kering akar dengan serapan P tanaman. Pentingnya luas pennukaan akar dalam penyerapan P ditunjukkan oleh lebih tingginya efisiensi

penyerapan akar pada genotipe terigu dengan panjang akar spesifik (panjang akar

per unit berat akar) yang tinggi (Settlemacher el al. cil. Rao 19%). intersepsi tanab oleh akar meningkat dengan semakin halusnya akar. Sifat inilab yang

membuat rerumputan pereniallebih adaptif dibanding tanaman annual.

Rambut akar juga berperan dalam penyerapan P. Penyerapan per unit panjang akar meningkat dengan pembentukan rambut akar. Hal ini ada1ab karena rambut akar meningkatkan area pennukaan akar sehingga volume ekplorasi tanah per panjang akar meningkat (Junk dan Claassen cil. Rao 1999). Perakaran

tanaman memiliki sifat plastisitas terhadap ketersediaan P. Hackett cit. Blum

(1988) mengamati pembentukan akar yang ekstensif pada genotipe harley

tenggang sebagai akibat defisiensi P. Panjang dan kerapatan rambut akar

Brassica napus meningkat pada kondisi defisien P (Foshe dan Junk 1993).

Pada tanarnan padi pembentukan rambut akar sangat dipengaruhi oleh tingkungan pertumbuhan (Yoshida 1981). Kondisi aerobik seperti pada

pertanaman padi gogo mendorong pembentukan rambut akar, sedangkan kondisi an aerobik seperti padi sawah menekan pembentukan rambut akar.

Di samping modifIkasi peubah akar, perluasan permukaan perakaran dapat

juga dicapai dengan adanya asosiasi tanaman dengan mikoriza. Tanaman ubikayu dengan system perakaran yang kurang baik (percabangan kurang banyak, diameter besar) haradaptasi baik pada tanab rendab P karena adanya asosiasi dengan mikoriza (Howeler dan Sieverding 1987). Asosiasi tanaman sorghum dengan mikoriza juga terbukti dapat menittgkatkan pertumbuhan pada tanab

(28)

12

Fisiologi Akar. Perubahan fisiologi tanaman seperti peningkatan daya serap akar juga merupakan mekanisme ketenggangan tanaman terhadap terbatasnya suplai P, seperti diperlibatkan oleh tanaman jagung dan kedelai (Junk

ef ai, 1990), Pada kedua tanaman ini terlihat peningkatan daya serap akar maksimum akihat penurunan kadar P tanaman pada kondisi P rendah pada medium pertumbuhan. Peningkatan daya serap maximum (2-4 kali) pada kondisi

P rendah juga ditemui McPbarlin dan Bieleski (1987) pada tumbuhan Spirodela

dan Lemma, tanpa peningkatan afinitas transporter (penurunan Km). Nielsen dan

Schjoning (1983) mendapatkan variasi kinetik serapan P akar pada genotipe barley, dan kesesuaian serapan P tanaman di lapang dengan serapan berdasarkan

dugaan menggunakan peubah kinetik: serapan (I max, Km. Cmin). Berdasarkan hal ini dimungkinkan untuk meningkatkan efisiensi penyerapan P tanah dengan

memilih danlatau mengembangkan genotipe yang memiliki

K.n

danlatau ernin

rendah danlatau Imax tinggi.

Eksudasi asam organik (malat, sitrat, oksalat) adalah mekanisme lain tanaman untuk meningkatkan ketersediaan P dari tanah. Hoffland ef al. (1989) menemukan peningkatan eksudasi malat dan sitrat pada Brassica napus. Pada

Medicago sativa terlihat peningkatan eksudasi sitrat hampir dua kali lipat pada kondisi kurang P (Lipton ef al. 1987). Asam organik dapat meningkatkan ketersediaan P melalui mekanisme pelarutan senyawa P sukar larut (AI-P, Fe-P)

dengan penurunan pH atau desorbsi P dari tapak jerapan dengan pertukaran anion (Gerke cit. Crowley dan Rengel 2000). Anion dari asarn organik dapat

membentuk kompleks dengan Al atau Fe sehingga dapat melepaskan ion fosfat (Jones dan Darrah 1994) atau mencegah ion fosfat bereaksi dengan ion Al atau Fe

(Bar-Yosefl991).

Kemampuan mobiJisasi P oleh berbagai asam organik tidak sarna Asam sitrat diikuti oksalat memiliki kamampuan mobilisasi tinggi, malat dan tartarat

sedang, asetat dan suksinat rendah. Kemarnpuan ini berkaitan dengan stabilitas

kompleks anion asam organik dengan ion AI atau Fe dengan urutan

sitrat>malat>aspartat (Bar-Y osef 1991).

(29)

sitrat sintase mitokondria yang mengakibatkan peningkatan produksi sitmt yang

kemudian dieksresikan (Takita et al. 1999). Koyama et aJ. (2000) telah berhasil mengisolasi gen penyandi sitrat sintase mitokondria (CS) tanaman wortel dan

mengintroduksikannya pada Arabidopsis (ha/iana. Tumbuhan A. thaliana

transgenik memperlibatkao overekspresi CS pada tanah dengan ketersediaan P rendah dan pertumbuhan lebih baik dibanding tumbuhan asal (non transgenik).

Eksudasi asam organik (dan senyawa karbon lainnya) tidak banya berpengaruh langsung terbadap peningkatan ketersediaan barn bagi tanaman, tetapi memiliki pengaruh tidak langsung melalui pertumbuhan mikroorganisme

tanah karena senyawa-senyawa tersebut merupakan substrat bagi pertumbuhan mikroorganisme tanah. Menurut Lynch dan Whipps (1990) jumlah karbon yang dilepas tumbuhan ke rizosfir dapat mencapai 30-60% dari karbon yang diasimilasi tumbuhan. Peningkstan pertumbuhan mikroorganisme dapat mempengaruhi pH dan redoles tanah, serta mineralisasi bahan organik. s・ャ。ョェオエョケセ@ mikroorganisme dapat meningkstkao eksudasi akar melalui pelepasan zat pengatur tumbuh yang dapat meningkstkao pertumbuhan akar (Arshad dan Frankerberger cit. Crowley dan Rengel 2000).

Di samping peningkatan eksudasi asam organik yang clapat memobilisasi P anorganik, beberapa tumbuhan juga meningkatkan ekskresi enzim fosfatase (Ozawa et al. 1995) atau fitase (Li et aJ. 1997) yang dapat melarutkan P organik sebinga lebih tersedia untuk tumbuhan.

Peningkatan EflSiensi Penggunsan

Efisiensi Penggunaan. Definisi efisiensi penggunaan hara pada tanaman

sangat banyak dan bervariasi. Gerloff (1976) mendefinisikan efisiensi penggunaan

barn sebagai mg bobot kering tumbuhan yang dibasilkan per mg barn yang diserap

tanaman, dan disebut dengan nisbah efisiensi. Definisi ini memungkinkan

pernbandingan efisiensi penggunaan barn diantara strain dalam spesies dan

terutama diantara spesies. Definisi ini umum digunakan untuk menggambarkan

(30)

14

(konsentrasi) P, dan dipengaruhi oleb banyak faktor di luar tumbnhan, Barrow

(cit. Caradus 1990) mengemukakan bahwa definisi ini memiliki kelemahan jika digunakan dalam seleksi. Dengan definisi ini, genotipe dengan kadar hara rendah

dinyatakan sebagai pengguna efisien, namun boleh jadi sebenarnya kadar ham

rendah tersebut hanyalah karena ketidak efisienan dalam menyerap ham. Berdasarkan hal ini maka dikemukakan definisi efisiensi penggunaan hara sebagai

pertumbnhan per unit konsentrasi ham dalam tumbnhan. Siddiqi dan Glass (Glass 1990) juga mengemukakan babwa basil (bobot kering) per unit konsentrasi

hara dalam tanaman sebagai kriteria seleksi untuk efisiensi penggunaan ham. Indeks ini tidak hanya mengukur penggunaan ham internal, tetapi juga

memasukkan pengarnh perbedaan penyerapan.

Caradus (1990) mengelompokkan efisiensi hara, terutama untuk ham P, ke dalam riga katagori besar yakni; (a) memberikan basil yang lebili besar pada P

tanah yang rendab, (b) memberi basil lebib besar per jumlab P yang diserap

diistilahkan dengan efisiensi penggunaan atau nisbab penggunaan, dan (c)

memberi hasil lebih besar per unit P yang diberikan atau tersedia. Pengelompokan

yang berbeda untuk efisiensi P dikemukakan oleb Wilson (cit. Blair 1993) yakni;

(a) Efisiensi penyerapan, (b) efisiensi inkorporasi, dan (c) efisiensi penggunaan. Beberapa variable untuk menduga efisiensi berdasarkan pengelompokan Wilson ini disimpulkan oleb Blair 1993); (a) efisiensi penyerapan; serapan atau laju

serapan per unit panjang atau berat akar, Vrnax,

Km,

dan Cmin • (b) efisiensi

iukorporasi; bobot kering tajuk per unit P dalam tajuk, nisbah penggunaan, dan

kadar P pada kondisi defisien, (c) efisiensi penggunaan; bobot kering tajuk per unit P yang diberikan, hobot kering tajuk per unit total serapan,. bobot kering

tajuk pada kadar P sarna, bobot kering tanaman per unit serapan, dan nilai kritis

konsentrasi P.

Mekanisme Peningkatan EflSiensi Penggunaan. Beberapa mekanisme

yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan P pada tumbnhan telab dilaporkan. Secara garis besar, efisiensi penggunaan P dapat meningkat melalui

mekanisme partisi P di dalam tumbuhan dan efisiensi penggunaan pada level

(31)

dalam tumbuhan dan kadar P pada organ yang dipanen. Efisiensi pada level

selular terdiri atas kompartementasi P intraselular dan kebutuhan metabolis P.

Remobilisasi P daJam tumbuhan merupakan salah satu mekanisme yang penting dalam meningkatkan efisiensi penggunaan P. Fosfor dari organ atau jaringan yang kurang atau tidak aktif dimobilisasi ke jaringan atau organ yang

aktif sehingga P yang telab diserap tumbuhan dapa! digunakan kembali dalam

proses fisiologi. Salah satu contoh remohilisasi P yang penting adalah mobilisasi

P dan daun yang menua (senescing) ke titik tumbuh (Chapin dan Kedrowski

1983). Kadar P rendah pada organ yang dipanen dapat dianggap meningkatkan

efisiensi (agronomis) penggunaan P karena mengurangi kebutuhan P untuk

menghasilkan satuan produksi ataupun mengurangi jumlah P yang dibawa ke luar sistem produksi. Penurunan laju kematian daun juga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan P, karena dengan ini P dapa! digunakan lebih lama (Caradus

1990).

Translokasi ham yang diserap dari akar ke tajuk juga menentukan efisiensi

penggunaan P. Penyerapan ham yang tinggi belurn teotu memecahkan masalah

defisiensi p. tergantung pada apakah penyerapan yang tinggi tersebut disertai oleh translokasi ke tajuk. Pada Arabidopsis thaliana tipe liar misalnya ditemukan

bahwa penyerapan yang tinggi tidak disertai oleh translokasi yang tinggi. Hanya

35% dari P yang diserap ditranslokasikan ke tajuk, dibandingkan 90% pada tipe

mutannya Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyerapan dan translokasi ke tajuk diatur oleh mekanisme terpisah yang dikendalikan secara genetik (Poirer et

al. 1991).

Kompartementasi P intraselular juga dapat mempengaruhi efisiensi

penggunaan P tumbuhan. Penelitian Mimura et al. (1996) menunjukkan babwa

terjadi pergerakan P dari vakuola ke sitoplasma pada kondisi defisien P. Adanya

pergerakan ini memungkinkan kadar P dalam sitoplasma dapat dipertahankan,

sehingga proses fisiologis tetap betjalan nonna1. Proporsi fraksi P anorganik

yang lebib rendah pada perlakuan P rendah dibanding perlakuan P tinggi pada tanaman padi (Swasti 2004) mengindikasikan adanya transfer P (anorganik) dan

(32)

16

Efisiensi metabolis adalah salah satu mekanisme adaptasi yang

dikemukakan oleh Gerloff dan Gabelman (Blum 1988). Indikasi adanya

metabolisme yang efisien adalah produksi bahan kering yang lebih tinggi pada

konsentrasi ham reDdall. Bukti adanya metabolisme yang efisien P dikemukakan oleh Murley et al. (1998). Beberapa tanaman yang dapat bertenggang pada

kondisi P rendah menunjukkan aktivitas PFP (Pyrophosphat-dependent

phospho-fruktokinase) yang tinggi. Enzim ini mengkatalisis reaksi yang memotong reaksi ATP-dependent fruktokinase (PFK). Modifikasi ini dapat mendaur ulang Pi dan

menghemat penggunaan ATP (Murley et al. 1998).

Ketenggangan dan Efisiensi. Ketenggangan terhadap stress ham rendah

adalah kemampuan tanaman untuk mempertahaukan hasil pada kondisi hara

terbatas (Caradus 1990). Sifat tenggang ini tidak dapat dipisahkan dengan

efisiensi seperti terlihat pada mekanisme yang mendasarinya (Rao et al. 1999).

Namun, ketenggangan lebih menggambarkan dinamika atau respon tanaman

terhadap perobahao lingkungan (polle dan Konzak 1990) dan mengambarkan kemampuan adaptasi (Wissua dan Ae 2001). Wissua dan Ae (2001) menggunakan nilai serapan yang tinggi pada kondisi minus P yang disertai nilai relatif terhadap kondisi plus P yang tinggi sebagai kriteria tanaroan padi yang

tenggang defisien harn P.

Keragaman dan Genetik Ketenggangan Padi terbadap Fosfor Rendah

Variasi antar varietas dalam penyerapan P, pertumbuhan, dan basil tanaman padi pada tanah delisien P te1ah lama dilaporkan (Yoshida 1981). Fageria et al.

(1988) mendapatkan variasi antar varietas yang signifikan pada tinggi tanaman, jumlah anakan, konsentrasi P pada tajuk. berat kering akar, konsentrasi P tajuk, sempan P akar. dan nisbah efisiensi P tajuk pada kondisi cukup dan kahat P.

Bohot kering tajuk dan hohot kering akar disusul jurnlah anakan merupakan peubah pertumbuhan yang paling sensitif terbadap delisiensi P sehingga

disaraukao sebagai kriteria penyaringan. IRRI (1996) menggunakan jurnlah

anakan relatif sebagai kriteria evaluasi ketenggangan padi tehadap defisiensi P.

Menggunakan kriteria jurnlah anakan relatif, Chaubey et al. (1994)

(33)

oleh efek gen aditif dan dominan dengan heritabilitas dalam arti sempit bemilai sedang (0,50). Swasti (2004) mend'p.tkan pengaruh gen-gen aditif, dominan,

serta interaksinya terhadap sifat efisien P pada padi dalam keadaan tercekam

aluminium, dengan nilai heritabilitas dalam arti sempit yang kecil. Wissua dan

Ae (200 I) mengidentifikasi emp.t lokus kuantitatif yang mengendalikan serapan

P padi pada tanah kurang P, dengan satu lokus utama yang terpaut dengan gen penanda pada kromosom 12.

Kompilasi hasil penelitian terhadap genetik ketenggangan tumbuhan atau

tanaman terhadap P rendah menunjukkan bahwa sifat ini dikendalikan gen secara

kuantitatif (Blum 1988). Hal ini dapat dimengerti karen. ketenggangan terhadap P rendah berhubungan dengan karakter kuantitatif yakni pertumbuhan akar.

Pernanfaatan sifat ketenggangan defisiensi P dalam pemuliaan padi juga

telah menunjukkan basil. Wisuw. dan Ae (200\), melalui seleksi yang dibantu

penand. molekular yang terpaut lokus kuantitatif penyerapan P yang tinggi pada

tanah defisien P, mendapatkan peningkstan penyerapan P sebesar 170% dan basil

(34)

EV ALUASI KETENGGANGAN GENOTIPE PADI

TERHADAPPRENDAHDITANAHSAWAH

Ab,trak

Suatu percobaan lapang telah dilakukan untuk mengetahui keragaman ketenggangan genotipe-genotipe padi terhadap P rendah serta mengidentifikasi genotipe yang tenggang. Percobaan dilaksanakan pada tanah sawah podzolik merah kekuningan dengan P tersedia dan P potensiai rendah. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Petak Berbaris (Strip Plot) tiga ulangan, dengan pemupukan P (tanpa dan dengan pemupukan ) sebagai faktor horizontal dan plasmanutfah (120 genotipe) sebagai faktor vertikal. Pengamatan dilakukan terhadap tinggi tanaman, jumlah anakao, dan bobot keting tajuk. Ketenggangan genotipe ditetapkan berdasarkan nilai relatif yakni nilai pengamatan pada perlakuan tanpa pupuk dibagi dengan nilai pengamatan pada perlakuan dangan pupuk, dengan interval mengacu pada interval ketenggangan terhadap defisiensi P dari IRRl. Di samping ini juga diarnati serapan P tajuk pada masing-masing lima genotipe tenggang dan peka pada perlakuan tanpa pupuk P.

Hasil percobaan menunjukkan terdapat kemgaman fenotipik dan genotipik

ketenggangan di antara genotipe yang diuji. Ketenggangan berdasarkan jumlah anakan relatif menunjukkan keragaman genotipik tertinggi (28,7%). disusul oleh bobot kering relatif(22,6%) dan tinggi tanaman relatif(7,6%). Heritabilitas daiam arti luas tertinggi juga ditunjukkan oleh peubah jumlah anakan (24,1 %), dususul oleh tinggi tanaman (16,6%), dan bobot kering tajuk 15,0%). Teridentifikasi 14 genotipe sangat tenggang berdasarkan bobot keting tajuk relatif dan 28 genotipe berdasarkan jumlah anakan relatif. Ketenggaogan di lapang disehabkan oleh tingginya serapan P dan efisiensi penggtmaan internal pada kondisi rendah P.

Abstract

(35)

Pendahuluan

Defisiensi fosfor merupakan faktor pembatas basil yang paling penting dari

pertanaman padi pada tanah Ultisois, Oxisois, tanah sulfat masam, Andosols, dan bebernpa Vertisols (Ponnamperuma 1976). Tanah-tanah ini tidak hanya memiliki

fosfor tersedia イ・ョセ@ tetapi juga memfiksasi sebagian besar fosfor dari pupuk P

yang diberikan. sehingga dibutuhkan banyak pupuk untuk mendapatkan respon.

Delisiensi fosfor dapat dikendalikan dengan berbagai jalan. Salah satu

pendakatan yang efisien dan ekonomis adalah melalui pemuliaan atau perakitan

varietas yang dapat tumbub dan mengbasi1kan pada tanah delisien P (Ahloowalia

el al. 1994). Penapisan plasmanutfah adalah kegiatan untuk mengevaluasi

keragaman sifat yang dikehendaki mengidentilikasi genotipe yang adaptif pada

tanah defisien P. Kegiatan ini adalah langkah pertama dalam perakitan varietas padi yang elisien P.

Evaluasi ataupun seleksi untuk ketenggangan terhadap def'isiensi harn mineml biasanya dllakukan di lapang di mana tanahnya telah diketahui defisien

terhadap ham tertentu (Blum 1981). Untuk memisahkan antara potensi suatu

genotipe dengan pengaruh ketenggangan atau ketenggangan maka evaluasi hams

menggunakan percobaan faktorial dengan kondisi tercekam dan tidak. Hal ini

dilakukan dengan menanam pada tanah defisien dan menciptakan kondisi tidak tercekam melalui koreksi defisiensi dengan pemupukan.

Koleksi plasmanutfah yang banyak dan luas tidak banyak gunanya bagi

pemulia jika tidak dievaluasi seeara cukup (Hawkes 1981). Evaluasi koleksi plasmanutfah padi (terutama varietas lokal Indonesia) untuk. ketenggangan terhadap defisiensi fosfor dirasakan masih terbatas. Percobaan ini bertujuan untuk melihat keragaman ketenggangan plasmanutfah padi terutama varietas lokal terhadap defisiensi fosfoT pada tanah sawah dan mengidentifikasi genotipe-genotipe yang membawa sifat-sifat tenggang.

Bahan dan Metode

Percobaan dilaksanakan pada tanah sawah delisien P di Desa Sipak, Kecamatan Jasinga (Bogor) dari bulan Juli sampai September 2002 dengan jenis

(36)

20

adalah kadar P <200 ppm P,O, dengan pengekstrak 25% HCI (Nurjaya ef al. 1993) atau 5 ppm P (Olsen) (Doberrnann dan Fairhust 2000).

Rancangan pen:obaan yang digunakan adalah Petak Berbaris (Strip Plot)

dengan tiga ulangan. Petak horizontal terdiri dari dua tingkat pemupukan P dan petak vertikalnya terdiri dari 120 genotipe padi varielas lokal dari berbagai daerah, varielas unggul, galur padi tipe barn, dan kerabat liar padi (Lampiran I).

Tingkat pemupukan P yang digunakan adalah tanpa pupuk dan pupuk P

berdasarkan kebutuhan untuk mencapai kadar P larutan optimal bagi tanaman padi

(kebutoban P ekstemal). Kebutoban P ekstemal diduga melalui kurva erapan P yang didapatkan menurut prosedur Fox dan Kamprath (Wijaya-Adhi dan Sudjadi

1987).

Kurva erapan P didapatkan dengan menginkubasi 3 g tanah kering oven yang !elah ditambahkan 0, 50, 100, 200, 300, 400, 500 ppm P di dalarn 30 ml larutan 0,oJ M CaCh selarna enam hari. Selarna inkubasi dilakukan peugocokan 2 kali 30 menit setiap

hari.

Pada hari ke enam, P terlarut daIam supernatan

suspensi diukur dengan metode spektrofotometri. Fosfor tererap adalah se1isih P

yang ditambahkan dengan P terlarut dalam supernatan. Kurva erapan didapatkan

dengan memplotkan logaritma P terlarut pada sumbu X dan P tererap pada sumbu Y.

Pemupukan P untuk mencapai kebutuhan P ekstema1 ditentukan dengan

memasnkkan nilai クセ@ 0,025 ke dalarn persarnaan (kurva) erapan. Nilai 0,025 adalah rataan kebutoban P ekstemal padi pada beberapa tanah sawah di Indonesia (Sri MuIyarti ef aJ. (993).

Bibit berumur 14 hari ditanam pada plot yang terdiri dari satu baris tanaman sepanjang 1 m dengan jarak tanarn 25x20 em, satu bibitJdapur. Pupuk dasar yang diberikan adalah 90 kg Nlha (200 kg Urealha) dan 120 kg K,OIha (200 kg KCllha). Pupuk Urea diberikan dua kali yakni umur satu minggu dan tiga minggu, masing-masiug seteugah bagian. Pupuk P dan K diberikan seluruhnya satu

miuggn setelah tanarn. Pengendalian terhadap hama, penyakit dan gulma dilakukan menurut rekomendasi.

Pengarnatan dilakukan terhadap jumlah anakan, tinggi tanaman, dan bobot

(37)

tanam. Kriteria ketenggangan genotipe terhadap defisiensi P yang digunakan

adalah nilai relatif dari jumlah anakan dan bobot kering tajuk dan tinggi tanaman,

yakni perbandingan nilai pengarnatan pada perlakuan tanpa pupuk P dengan nilai

pengarnatan pada perlakuan dengan pupuk P. Pengelompokan ketenggangan

mengacu pada kriteria yang digunakan IRRI (1996) yakni; sangat tenggang

(80-100%), tenggang (60-79'10), agak peka (40-59%), peka (20-39%), dan sanga! peka (0-19%). Anakan yang dihitung adalah anakan yang mempunyai minimal dna

daun yang telah berkembang sempurna. Tinggi tanaman diukur dan permukaan

tanah sampai ujung daun tertinggi. Bobot kering ditentukan dengan menimbang tajuk tanaman yang dipanen mulai dan dasar tanarnan (pennukaan tanah) dan dikeringkan dengan oven (70°C) selama 48 jam.

Hasil dan Pembahasan

Sifat Tanah Lokasi Percobaan

Ketepatan pemilihan lokasi pada kegiatan penapisan genotipe untuk

ketenggangan terhadap cekaman merupakan suatu yang penting untuk memberi basil tepat. Lokasi penapisan harus memiliki cekaman sesuai dengan tujuan penapisan. Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah lokasi percobaan di

lapang (Percobaan I) adalah sesuai untuk penapisan genotipe untuk ketenggangan

terhadap defisiensi P, terlihat dari kadar P tersedia (Bray I) maupun P potensial yang rendah (Tabell).

Fraksionasi P memperlihatkan bahwa fraksi P anorganik didominasi oleh Fe-P yang jaub lebih tinggi dibanding Ca-P dan AI-P. Dominannya fraksi P pada

tanah sawah adalah karena tetjadinya transformasi kalsium dan aluminium fosfat

menjadi besi fosfat (De Datta 1981). Fe-P adalah fraksi P tanah yang tergolong

dapat larut a1kali (alkali-soluble) sedangkan Ca-P tergolong dapat larut asam (acid

soluble) (Hedley el al. 1994).

Erapan P Tanah dan Kebutuban P Eksternal

Tanah lokasi pereobaan menunjukkan daya erap P yang cukup tinggi

(erapan maksimum Langmuir セ@ 520.185 ppm) dengan kurva erapan seperti pada

(38)

22

besi yang ditunjukkan oleh kadar Fe20, dan pH yang rendah (Tabel I). Hasil penelitian Singh dan Gilkes (1991) juga menunjukkan bahwa tanah-tanah dengan

kandungan oksida besi yang tinggi memiliki daya erap P yang tinggi.

Tabel 1. Ciri kimia dan fisik contoh tanah pada lokasi percobaan. eiri Kimia dan Fisik

PH H20 pHKCI C total (%) N total (%)

CIN

P Bray I (ppm) P HC125% (ppm) P total (ppm) P larutan (ppm) Ca-P (ppm) AI-P (ppm) Fe-P (ppm) K (me/IOO g) Ca (me/IOO g) Mg (me/IOO g) Na (mellOO g)

AI'+ (KCIIN)(meIlOOg)

W

(KCIIN) (meIlOOg) KTK (me/I 00 g) KB(%)

Fe,O, (%) Pasir (%) Debu(%) Liat (%)

·Pusat Penelitian Tanah (1983)

Nilai Penetapan 4,6 3,9 1,77 0,14 12 0,13 32,31 175,08 0,019 2,62 3,49 36,68 0,13 14,65 2,19 tu 5,15 0,62 21,44 79 0,403 24 44 32

··kriteria tidak tersedia

Kriteria* Masam Sangat masam Rendah Rendah Sedang Sangat rendah Sangat rendah

••

Rendah Tinggi Tinggi Sangat rendah Sedang Tinggi

Pendugaan kebutuhan P ekstemal melalui kurva semi log erapan (Gambar 3)

memberikan nilai 191,04 ppm, yang dibulatkan menjadi 200 ppm P atau 2.544 kg SP-36/ha. Dosis pemupukan P ini sangat tinggi dibandingkan dosis rekomendasi umum untuk tanah sawah. Pemberian pupuk P berdasarkan kebutuban eksternal memang membutuhkan dosis yang tinggi. Hasil penelitian Kasno e/ al. (1999)

[image:38.596.103.519.152.520.2]
(39)

600

500

-E 400

セ@

"

セ@ 300

セ@ 200

"

100 -

D-0

-100 0

0

0

o

- 0

0.05 0.1 0.15

P terlarut (ppm)

0.2 0.25

Gambar 2. Kurva erapan P contoh tanah lokasi percobaan

600

o

o

0 - - --...

---0.01

'J = 183.94ln(x) + 836.04

R2 '" 0.8155

0.1

Log P tenarut (ppm)

Gambar 3. Kurva semi log erapan P contoh tanah lokasi percobaan

Pengaruh Pemupukan P terhadap Pertumbuhan Tanaman

Kondisi Japang yang digunakan kondusif untuk penapisan genotipe, terlihat

dari adanya pengaruh nyata pemberian P dan genotipe pada tiga peubah yang diamati yakni tinggi taoaman, jumlah aoakan, bobot kering tajuk (Tabel 2).

Tabel 2. Kuadrat tengah pengaruh dosis P terhadap pertumbuban 120 genotipe

padi dengan dua dosis pemupukan di tanah sawah.

Kuadrat Tengah

Sumber Keragaman Tinggi Tanaman Anakan BK Tajuk

Dosis P (P) 75522,5* 7847,4' 55807,8**

Genotipe (G) 829,9*' 224,9** 661,6*'

GxP 129,9** 26,5* 114,8'"

m • • • tidak nyata, nyam, sangat nyata dengan uji F

(40)

24

Pengaruh pemberian P untuk masing-masing genotipe dapat dilihat pada

Lampiran 3-5. Perbedaan nyata pada pertumbuhan tanaman padi akibat pemberian

P pada tanah sawah berstatus P rendah adalah suatu gejaJa yang umum dijumpai (Srimulyani dan Wijaya-adhi 1993; Nurjaya et al. 1993). Namun demikian.

tingkat pengarub P tidal< sama pada ketiga peubab yang diamati. Berdasarkan

perbedaan nilai relatif pengamatan pada perlakuan dengan pemupukan dan tanpa pemupukan terlihat pengarub pemberian P lebih besar pada bobot kering tajuk.

disusul oleh jumlah anakan dan tinggi tanaman dengan penurunan berturut-turut

47,6,38,3, dan 21,7% (Gambar 4). Fageria e/ al. (1988) juga menemukan bahwa

bobot kering tajuk merupakan peubah pertumbuhan tanaman padi yang paling

peka terhadap defisiensi P dan menyarankan penggunaannya sebagai kriteria untuk seleksi ketenggangan terhadap defisiensi P.

120

100 100 100

100

セ@

セ@

i

セ@

40

0

P2 P1 p, P1 P2 P1

Bobct Kering Jumlah Anakan Tinggi T ancwnan

Gambar 4. Pengarub pemberian P terhadap pertumbuhan tanaman padi pada tanah sawah, 8 MST. (Rataan dan 120 genotipe, tiga ulangan; piセ@ tanpa pemberian P; P2= pemberian sesuai kebutuhan external

*

nilai pada PIIP2, pRセQPPEI@

Sebaran Ketenggangan Genotipe

Terdapat perbedaan ketenggangan yang oyata di antara genotipe yang diuji terhadap defisiensi P yang dicenninkan oleh nilai relatif bobot kering, jumlah

anakan, dan tinggi tanaman (Lampiran 3-5). Narnun demikian, sebaran genotipe

menurut tingkat ketenggangan menunjukkan pola yang berbeda berdasarkan

peubah pertumbuhan yang diamati. (Gambar 5).

Pada Gambar 5 terlihat bahw. sebaran genotipe menurut ketenggangan

berdasarkan jumlah anakan lebih merata dibanding sebaran berdasarkan dua

(41)

kelompok agak peka, sedangkan sebaran menurut tinggi tanaman relatif adaJah

yang paling sempit dan terpusat pada kelompok sangat tenggang dan tenggang. Sempitnya sebaran genotipe berdasarkan tinggi tanaman relatif disebabkan kurang

pekanya peubah ini terbadap defisiensi P (Gambar 4).

60-, A 60- B 60

50j

4'

50

50

1l.40 ; セ@ 40- 1l.40

'5 '5 32 32 '5

c c c

&30

セ@ 30-28

'"

30

セ@ セ@ セ@

..

..

セRP@

E E

..; 20

"

20

,

,

10 10 10

0 0 0

[image:41.596.117.510.163.385.2]

ST T AP P SP ST T AP P SP ST T AP P SP

Gambar 5. Sebaran 120 genotipe padi menurut tingkat ketenggangan terhadap defisiensi P pada tanab sawab berdasarkan nilai relatif BK tajuk (A), jumlab anakan (8), dan tinggi tanarnan (C). Hstセ@ sangat tengang,

80-100%; tセ@ tenggang, 60-80%; apセ@ agak peka, TPMVPE[pセ@ peka, 20-TPE[sセ@ sangat peka, 0-20%)

Koefisien ragarn fenotipik dan genotipik (Tabe! 3) juga menunjukkan nilai yang rendah untuk peubah tinggi tanaman, dan nilai yang cukup tinggi untuk. peubah jumlab anakan dan bobot kering tajuk. Koefisien ragarn genotipik yang

tinggi pada ketenggangan berdasarkan jumlab anakan dan bobot kering tajuk

relatif menunjukkan adanya peluang pemanfaatan plasmanutfah dalam perbaikan

genetik tanaman padj untuk ketenggangan terhadap P rendah di tanah sawah. Tabel3.

Peubah

Tinggi

Anakan

Ragam dan koefisien ragam fenotipik dan genotipik ketenggangan 120 genotipe padi terhad.p P rendab di tanab sawab berdasarkan nilai rel.fif tiga peubab pertumbuban

Ragam Ragam

Fenotipik Genotipik

202,7 33,7

1221,3 294,3

KoefRagam

Fenotipik (%)

18, I

Koef. Ragam Genotipik (%)

7,6

28,7

16,6

24,1

B.K. Tajuk 921,3 138,3

58,4

58,4 22,6 15,0

(42)

26

Semua genotipe sangat tenggang berdasarkan hobot kering tajuk relatif

tergolong pada kultivar lokal dan kerabat liar (Tabel 4). Hal ini diduga adalalt

sebagai hasil dari proses seleksi yang dialami oteh genotipe-genotipe tersebut

Gambar

Gambar 1. Kerangka penelitian
Tabel 1. Ciri kimia dan fisik contoh tanah pada lokasi percobaan.
Gambar 5. Sebaran 120 genotipe padi menurut tingkat ketenggangan terhadap
Tabel 4. Bobot kering tajuk genotipe padi sangat tenggang pada dua dosis pemupukan P di tanalt sawalt
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil kerja subjek penelitian dan wawancara, ditemukan bahwa pada awalnya subjek berkemampuan tinggi tidak dapat menggunakan analogi dengan tepat dalam

dipandang perlu diterapkannya salah satu model pembelajaran yang baru, dan model tersebut dipandang mampu menanamkan nilai-nilai islami sehingga akhlak peserta

Hasil evaluasi atas pelaksanaan fungsi dan tugas Badan Pusat Statistik menyimpulkan bahwa secara umum pencapaian kinerja Badan Pusat Statistik menunjukkan tingkat

Penurunan konsentrasi karbohidrat total keluaran bioreaktor hibrid anaerob bermedia cangkang sawit, menandakan bahwa bakteri yang terdapat di dalam bioreaktor telah

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis merupakan suatu kemampuan yang dimiliki siswa dalam mengekspresikan ide-ide

Keberadaan guru sangat penting bagi keberlangsungan suatu lembaga pendidikan, namun masih ada lembaga pendidikan yang menghiraukan proses rekrutmen guru, yang

Türkçe öğretiminde, proje tabanlı öğrenme yöntemiyle desteklenen basamaklı öğretim programıyla öğretim yapılan deney grubu ile mevcut programdaki eğitim

Didasari dengan nilai tersebut perancangan perangkat lunak untuk sistem pengendalian suhu menggunakan software pada Arduino ATmega2560 dapat bekerja dengan baik